The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Nyanyi sunyi seorang bisu Catatan-catatan dari P. Buru by Pramoedya Ananta Toer (z-lib.org)

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by perpuspuspitabangsa.92, 2022-01-26 21:40:43

Nyanyi sunyi seorang bisu Catatan-catatan dari P. Buru by Pramoedya Ananta Toer (z-lib.org)

Nyanyi sunyi seorang bisu Catatan-catatan dari P. Buru by Pramoedya Ananta Toer (z-lib.org)

Keywords: novel

PramoedyaAnantaToer

Simbol Penindasan dan Pemerasan di P. Buru

Di tempat pembuangan tapol di P. Buru terdapat sisa-sisa Benteng Kajeli yang didirikan. oleh voe

dalam abad ke-18. Simbol penindasan dan pemerasan kolonialisme Belanda ini dibangun guna

melestarikan binasanya hutan pala cji P: Buru. Pem_bakaran dan penghancuran
hutan pala telah mengubah Buru utara menjadi savana tandus.

Benteng yang tak terawat ini sekarang dimakan lumut dan belukar.

Pramoedya Ananta Toer

· NYANYI SONYI
'I

SEORANG B150

Catatan-catatan dari P. Buru

Jakarta, 6 Febn,iai 1995

.,

lJN,VtRSITY OF AUCKLAND

� AUG 1998

LIBRARY

Judul Nyanyi Sunyi Seorang Bisu
Oleh © Pramoedya Anania Toer
Pererbit .,!�

1988-'98 dpjAPuue.edanvruetajlairlnimLbdiidt,ea:edHMkroavHaulainetndeulmnieste.eAdrnbamiSntikctAaoi nmnI gHdmeei elB!a,WeRplaeeonnroedeklardmjevdaemeknneasghrt,ae: nr (Unie boek),

aMdPpaeeannmgpkpuueetniirlpmbtaaiudnnaaynhkaaksdneiybbbaueakntsuaaesriikznfaiiindnd.apekennglegabanirhafondtgao,rkioksepacituuaatahliuaulanbmetunaktnukkebuprekepunrtoiinndLguaknsi resensi
lain

Kulit Depan : Tapol di P. Buru - menyawah 1d4anlabheurnk,e2b1u_nDemseemmebneurh1i9k7e9butuhan sendiri.
Ku/it Belakang : Jumpa kembali istri setelah

.Isi

Kenang-kenangan Ulang Tahun ke-70 vi
Biodata vii
Catatan atas Catatan viii-ix

1 Permenungan dan Pengapungan 1
2 Kalau Dewa-Dewa Turun ke Bumi 14
3 Terakhir Kali Nonton Wayang 34
4 Kembali ke Wanayasa 42
5 "Laporan" kepada "Komandan" 82
6 Dua kali Dua Jam Regu 117
7 Dan Mereka telah Pergi .... 128
8 Dari dan Kepada Anak 139
9 Pembebasan Pertama 162
10 pi Tengah-Tengah ada Saling Hubung 203
11 Wanareja 210
12 Jiku Kecil 269

Lampiran 1 : Daftar Teman yang Meninggal 290
Lampiran 2 : Peringatan Ketuan Pelaksana Bapreru 306
Lampiran 3 : Luas Areal Pertanian dan Jalan yang Dibuka . 308
Lampiran 4: Peta Wilayah Pembuangan Tapol di P. Buru 312
Lampiran 5 : Data tentang Pendengaran 314
La, mpiran 6 : Surat Pembebasan 315

Fo_to-foto 316
Catatan Penutup· x-xv

V

CJ<eVto.Vtg��eVto.Vtgo.Vt
CUQo.Vtg 80.�uVt �e-70

J\Jaslwh buRu iVti d1suVttiVt9 daJr..i Re1ttas-Re1ttas be1tse1taRa�
be1tisc catataVt-catataVt be1thaJr..ga. yaVtg dituQis tido.R te1tatu1r
dati.1 wo.Rtu Re waRtu haVtya. 61Qa Readao.Vt W\eW\u.VtgRiVtRaVt
sepaV0aVtg peVtuQis sepuQuh to.huVt ditahaVt di puQau C8u1tu,
1969-79. 'V<.e1ttas 1tatusa� QeV'llbaJt. iVti deVtgaVt seVtdi1tiVtya t1daR
te1tsiWlpO.Vt 1tap1, cuRup baVtyo.R QeWlb0.1tO.V\ yo.Vtg Jtuso.R, h1QaVtg
atau tido.R te1tRuW\puQRaV\ seQeVtgRapVtya QagL C°DaJt.i apo.
_ �o.Vtg te1tsisa do.Vt te1tseQaW\atRaV\ itufoh d1susw1. buRu iV\i di
bo.wah 1uduQ J\Jyo.Vtyi guVtyi geo1to.Vtg CBisu_ COaVt il'li,
o.daQo.h buk2u pe1ttO.W\a yo.Vtg aRal'\ te1tdi1ti do.1tLduo. 1(Qid_

CBeQo.l'\do. Qebih du.Qu daJr..ipo.da �1'ld0Vtes10. vnel'\e1tbttRQ.I'\
co.tato.l'l.-catato.l'\ daJr..i puQo.uCBu/tu iVti del'l.gal'l 1uduQ �1ed vaVt
eel'\ gtowtwte, duo.jiQid wtO.Sil'lg-masiVtg 953 do.I'\ 316 hafoWlO.l'l,
1988-'89_ geQu1tuh iSi edisi �VtdoVtesio. yal'lg dite1tbitk2al'\.

seRaJr..aVtg iVti o.daQah has1Q peVtyuVttil'lgal'l ± deQapaVt tahul'\

QaQu yaVtg d1pe1tsiapRal'\ uVttuR edisi CBeQal'l.da te1tsebut

J\Jyal'\yi guVtyi geo1tal'\g CBisu
ed1s1�Vtdol'\eSia d(te1tbitRaVt �ebaga1 Rel'\al'lg-ReVtal'\gaVt

uQaVtgtahul'\ peVtu.Q1s yo.Vtg l:2.e-70
- 6 geb1tua1ti 1()2S-199S - do.I'\ seRaQigus ufol'lg tahul'\
pe1tk2aw1VtaVtl'\!:ja yaVtg Re-40 del'l.gal'\J\Aaemul'\ah CO"°haWlltil'\.

Biodata

NAMA PRAMOEDYA ANANTA TOE!{

Warganegara Indonesia
Tahanan Politik No. 641
Tempat / Tanggal Lahir Blora, 6 Februari 1925
Pekerjaan Pengarang

MASA TAHANAN 14 Tahun (1965-1979)
Tidak jelas
Tuduhan Tidak pe�nah
Pengadilan 13 Oktober 1965 - Juli 1969
Penjara Salemba Juli 1969 - 16 Agustus 1969
Pulau Nusakambangan Agustus 1969 - 12 November 1979
Pulau Buru November-Desember 1979
Magelang / Banyumanik 21 Desember 1979
"Bebas"
1 x seminggu (:! 2 tahun),
WAJIB LAPOR ,kepada kemudian 1 x sebulan
Kodim Jakarta Timur

Foto 1961, sehori seteloh keluor don penjora Cipinang Jakarta

vii

Catatan atas Catatan*

C atatan dan surat-surat yang terhimpun di dalam buku ini ditulis ter­
buru-buru tanpa diperiksa kembali, kecuali beberapa bagian. Ini
· tidak lain karena keadaan tidak memungkinkan menempuh jalan
lebih baik dan lebih luas. Surat-surat dalam himpunan ini tidak pernah
terkirimkan pada alamat ya'ng dimaksud, juga karena tidak ada
kemungkinan lain. Semua ditulis setelah .1973, tahun penulis mendapat izin
menulis.

Memang ini hanya catatan pribadi. fatuh ke tangan yang tidak dikehen­
daki bisa berubah jadi materi proces-verbaal. Kesempatan-kesempatan
menuliskannya tergantung pada intuisi "keamanan" sebagai tapol, maka
tidak terencana, tidak terpelihara bentuknya, laksana air curah saja. Tak
jarang terjadi ulangan yang dalam keadaan normal tidak dikehendaki.
Kemudian beberapa orang teman tapol RI mengetahui dan menuntut
membacanya. Konsekwensi selanjutnya: beredar dari tangan ke tangan se­
bagai majalah tanpa mengenal sensor preventif maupun repressif. Seluruh
catatan yang tidak bersifat pribadi pada akhirnya terampas sedang sebagian
yang bersifat pribadi dapat diselamatkan oleh berbagai teman dengan ber­
bagai cara dalam keadaan hancur, setengah hancur atau kabur, tetapi ada
juga yang sepenuhnya masih utuh.

Pada mereka. y_ang pernah membaca catatan semula dan menemukan
penyimpangan atau kelainan dalam terbitan ini kiranya dapat memahami
sebab-sebabnya.

Sebagian, yang pernah dibaca oleh teman-teman, memang tidak dida­
patkan di sini, karena sudah sejak di Buru sengaja dihancurkan setelah I.,
sarjana muda sejarah dari Yogya itu, melaporkannya pada penguasa,
merigakibatkan beberapa kali terjadi interogasi. Sedang sebelum itu, catat­
an'perjalanan oari Jakarta: ke Nusa Kambangan dan di bulan-bulan pertama
di Buru, sudah lebih dahulu dibakar karena operasi pencarian kertas di Unit
Ill

* "Catalan atas Catalan" ini dimuat dalam Lied van een Stomme, 1988-1989, edisi Belanda
Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

viii

Seorang_pejabat yang tidak tahan melihat keadaan para tapol, pada suatu
kali menasehatkan: hadapi semua seperti main layang-layang; angin ken­
cang ulur benang, tak ada angin tarik benang. Kalau tidak, kalian ·akan
tumpas semua. Nasehat dan anjurannya aku akui ikut berp�ngaruh atas
nasib dan surat-surat dalam himpunan ini. Tanpa mendengarkan nasihat
atau anjuran tersebut jelas tulisan ini tidak akan pernah tercetak karena
penulis sudah jadi peda atau ikan asin dalam kain kafan. Terimakasih
kepada pejabat tersebut.

Terimakasih tak terhingga, dan memang jadi haknya, adalah pada semua
dan setiap orang, yang karena solidaritas internasional dan manusiawinya
memungkinkan adanya kelonggaran menulis dalam pembuangan sejak Juli,
1973, khususnya Amnesti Internasional, Komite lndqnesia, (badan apa
lagi?), sedang pribadi yang sangat mengesankan dalam hubungan ini tentu
saja Prof. Dr. Wertheim dan Carmel Boediardjo.

Barang tentu karena yang diselamatkan itu bersifat pribadi, yang pada
mulanya dimaksud untuk �e·ngenangkan kembali yang sudah-sudah dan
menyimpan tanggapan-tanggapan semasa, agar tidak lenyap begitu saja
terlangkalu oleh proses kemerosotan, terbitan ini juga akan terasa sifatnya
yang pribadi. Penerbitan ini didasarkan pada pertimbangan: apa dan bagai­
mana pun pengalaman indrawi dan batin seorang pribadi, apalagi ditu­
liskan, ia jadi bagian dari pengalaman suatu bailgsa dan umat manusia pada
· umumnya. Pe�timbangan tersebutlah yang menyingkirkan pertimbangan
lain untuk tidak menerbitkannya.

Sebelum naskah diturunkan ke percetakan sudah dicadangkan ke­
mungkinan adanya pihak yang akan menjadi gusar, yaitu yang menghen­
daki hapusnya pengalaman tertentu - simpul-simpul dalain jaringan peng­
alaman lebih luas, yang akhirnya mengikat pengalaman setiap dan semua
orang dalam masa yang sama itu - hanya karena aksioma: kejahatan
menabukan saksi. Apa boleh buat, pengalaman adalah hak orang yang
mengalarni untuk diapakan saja olehnya sendiri, dan tak ada kekuatan yang
bisa merampasnya. Paling-paling orang bisa mendiskreditkan, clan untuk
itu segudang alasan memang bisa dikerahkan, apalagi kalau memang
tersedia dana dan kekuatan dan kekuasaan untuk mengerahkan.

Akhir kata perlu disampaikan - karena sebagai naskah pra)<tis tak pernah
saya buka-buka lagi, apalagj diperiksa kembali -, terimakasih sebesar­
besarnya kepada bung Joesoef Isak, yang telah menyusunnya kembali dan
mengeditnya dalam bentuk sekarang ini. Tanpa jerih-payahnya ba­
rangtentu naskah itu tinggal jadi tumpukan kertas mati.-P.A.T

Jakarta, 1988

ix



1

Permenungan dan
Pengapungan

. ur�t ini takkan mungkin bisa dikirimkan. Takkan mungkin sampai

· ke tanganmu. Lihat, dia tetap kutulis, untukmu - kau, yang sedang

S berbahagia dalam suasana pengantin baru.
Akan tetap terkenang peristiwa yang satu itu: kau datang bersama calon
suamimu dan seorang penghulu, yang begitu terburu-buru kuatir tertinggal
kereta rejeki.

Tentu saja kau tah'u, tak ada keberatan padaku kau memilih seorang
suami untuk dirimu sendiri. Juga aku percaya, kau akan tetap ingat pesanku
pada calon suamimu sebelum kau menikah di depanku: Anak ini anakku
yang pertama, anak yang aku sayangi. Dahulu nerreknya berharap ia jadi
dokter, ternyata ia akan menjabat jadi istrimu. Jadi, setelah nanti sebentar
0kalian menikah, jangan sekali-sekali anakku dilarang atau dihalangi kalau
dia mau meneruskan pelajarannya. Kedua, tidak aku ijinkan anakku di­
pukul atau disakiti. Ketiga, anak ini kau pinta padaku untuk diperistri se­
cara baik-baik, kalau karena sesuatu ha! kau tidak menyukainya lagi, kem­
balikan pula dia secara baik-baik padaku:

Dan sejak itu kau tak pernah datang menjenguk aku lagi. Maaf, aku tak
dapat lagi mengingat tanggal dan bulannya. Malah nama suamimu aku tak
dapat mengingat sesuku pun, apa pula pekerjaan dan pendidikannya. Wal­
basil semua itu terserah padamu, kau sudah mernilih, juga memilih tang­
gungjawab.

1969 kau tinggalkan RTC* Salemba, parnit un_ tuk memqlai hidup sebagai
seorang istri. Beberapa kali kau masih melihat ke belakang sebelum pintu
raksasa itu mengantarkan kau lepas ke jalan rc.tya. Orang yang setelah per­
nikahan itu menjadi suamimu beberapa kali masih membungkuk memberi
hormat. Dan waktu pintu raksasa itu kembali tertutup habislah sL1dah basa-

'' R.T.C., singkatan dari·Rumah Tahanan Chusus. penamaan untuk penjara-penjara
tahanan politik; belakangan berubah menj�di lnrehab, Instalasi Rehabilitasi.

P_ramoedya Anania Toer

basi itu. Kau memasuki bulan madu. Aku juga pergi. Ke pembuangan.

Bagaimana hams dinilai? Kamnia? Atau kutukan? Bila orang tak dapat

membebaskan diri dari waktu yang tiga dimensi: lalu, kini dan depan?

Dulu, di penjara Bukitduri, pernah aku belajar menyanyi lagu yang

dibuka dengan kalimat Th�re's a happy land somewhere- lambang hari

depan untuk setiap orang. Dengan pimpinan sang harapan, dengan keringat

sebagai lambang jerih payah sendiri, dengan masa kini sebagai titik tolak,

dengan masa lalu sebagai pesangon, ia bergerak menuju ke happy land

somewhere. Orang tak tahu pasti,. Maka juga disusul olehAnd it's just a

prayer away . . . . I

Betapa indah kadang lagu�lagu itu, kalau suasana tepat dan syaraf pun ti­

dak disibuki oleh tetek-bengek.

Somewhere, anakk�. Dan where to?. Kau, negeri bahagia, di mana kau

sesungguhnya? Orang dididik untuk percaya, negeri tujuan memang keba­

hagiaan itu. Dan kepercayaan yang diperoleh secara mudah bisa juga hi­

lang dengan mudah.
16 Agustus 1969. Kau berbulan madu di happy land yang sudah jelas.
0

Ak� ke happy land somewhere: Konon ke Pulau Bum di Maluku, sebuah

pula':1 lebih besar dari Bali. Dan besok kalau tidak dibatalkan oleh entah

siapa, 17 Agustus. Kami berangkat bersama lebih delapan ratus orang de­

ngan kapal ADRI XV sebagai hadiah ulang tahun Republik Indonesia..

· Untuk dapat naik ke kapal dari tiga ribu lima ratus ton bobot-mati ini

kami harus datang ke pelabuhan Sodong di Nusa Kambangan, di tentang

pelabuhan Cilacap, Wijayapura.

Tiada kan kututup mata kepalaku, juga_ tidak mata batinku. Kapal ini

akan membawa kami bersama masa depan dalam impian, dalam keper­

cayaan itu. Pulau Bum bukan the happy land somewhere. Dia hanya sta­

siun perantara. Juga untuk itu dibutuhkan kepercayaan.

Kapal mulai bersuling, lambat-lambat meninggalkan So.dong dan

Wijayapura. Kehidupan hutan dan gunung-gemunung Nusa Kambangan

nampak mulai bergerak. Dan pantai putihnya makin lama makin menghi0

lang dari jangkauan mata. Bila p'andangan dilepaskah ke selatan, hanya

kebiman Samudra Hi_ndia yang terbentang,' tanpa batas, sampai ke kaki

langit. Bila ke utara, yang nampak adalah tebing-tebing terjal pantai selatan

Jawa. Jangan dengarkan nafas mesin kapal bobrok yang terengah-engah

itu.

Kami sedang belayar, seperti nenek-moyang <lulu di jaman migrasi un­

tuk menemukan daratan dan kehidupan barn. Kesadaran sajalah yang

membikin diri tahu, kami sedang ada di perairan tanah air sendiri, negara

matitim dengan tiga belas rib1,1 pulau. Kata orang, setiap di antara pulau itu

2

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

adalah juga milik kami, juga setiap cangkir dari perairan antara dua

samudra itu, Hindia dan Pasifik. ltu ajaran klasik di sekolah. Lebih nyata

dapat dipegang adalah ucapan Peltu Marzuki di RTC Salemba: Kalian tak

punya hak apa-apa selain bernafas. (Dan ternyata sudah sekian dari kami

hak untuk bernafas pun dirampas). Ajaran klasik ternyata bisa bermuka

dua. Bukan hanya laut, juga seluruh isinya. Seluruh bumi dan isinya, juga

langit, garis lurus sampai akhir tatasurya kita.'Antara kenyataan dengan

janji sudah tak ada status quo. Kapa! kami bergoyaog dan bergeleng�ge­

leng. Kami belayar dalam ruang dengan pintu besar dari jeriji besi, dan

dikunci, dalam sekapan, dalam tiga ruang besar di bawah dek. Melihat

langit pun tak lagi ada hak, jangankan memiliki atau ikut memiliki. Seperti

orang-orang Cina yang diculik dalam kapal Kapitan Bontekoe, seperti

tawanan-tawanan culikan Cina lain dalain kapal-kapal tokoh Michener

yang diangkut ke Hawaii, seperti nasib empat jl!t_a pendu�uk Afrika dalam

kapal Inggris dan Amerika, menyeberapgi Atlantik dibawa ke benua baru.

Di antara delapan ratus teman sekapan dalam kapal ini, sebagaimana

biasa, aku tetap merasa seorang pribadi. Dan pribadi yang masih dapat

bergerak dengan sepenuh kesehatan. Terlalu banyak di antara kami belum

pernah beranjak dari desanya, tak pemah melihat laut. Warganegera negara

maritim ini! Kau dengar? Warganegara yang di sekolah dasar diberitahu,

mereka keturunan bangsa bahari.penjelajah lautati. Sebagian besar di an­

tara kami pada menggeletak di ambinnya atau di geladak begitu kapal

. memasuh laut lepas - muntah dan muntah, akhirnya terkvlai bergelim­
pangan.

Ingat kau waktu kita berangkat ke Eropa tahun 1953 dulu?

Kau masih kecil berumur tiga tahun. Kau pun tak pemah mabok laut ·

dalam pelayaran selama 26 hari itu. Jangan tertawakan mereka yang dalarn

tubuhnya menanggung h.O"'. Banyak di antara mereka berasal dari penjara

yang seliima bertahun hanya memberi jatah makan 3 kali sekaleng semir

sepatu. Ada yang dengan tinggi 160 cm, berbobot 29 kg. Betapa mahal me­

mang yang harus dibayar untuk boleh menyebut diri warganegara Indone­

sia. Teman-teman dari penjara-penjara Jakarta lebih beruntung, intipan

mata internasional lebih leluasa. Kau belum pemah melihat bagaimaita ab­

normal tingkah dan pikiran tubuh yang kurang dari lima puluh persen berat

badan minim yang seharusnya. Dan matanya kelihatan besar melotot,

terlalu besar, tapi tak semua yang dilihatnya nampak jelas, kulitnya kering,

dan perbukuan-perbukuannya seperti tinju kingkong, menolehnya tidak

menentu dan lamban, sedang pandangan matanya tertebar ke mana-mana

* h.o. (Bid), hongeroedeem, penyakit busung lapar.

3

Pramoedya Ananta Toer

tanpa tujuan pasti. Pemandangan biasa .di masa pendudukan Jepang me­
µ1ang, dan pemandangan biasa dalam kehidupan tapol RI kurun ini.
Namun, bergelimang dalam.muntahan sendiri, semangat hidup mereka
menyala. Tentu bukan karena porsi pertama di atas kapal nasi sepiring
penuh dengan sepoton_ g daging atau sepenuh telor: mereka ingin dapat
saksikan akhir segala ini ! Dan, karena hidup memang indah bagi !"Ilereka
yang tahu menggunakannya, dan bagi mereka yang punya cita-cita. Ya,
biarpun sekarang ini bangun dan tidur pun perlu dapat bantuan teman- ·
teman yang masih sehat atau setengah sehat. Orang-orang semacam kami
ini pada setiap tahun belakangan ini menjelang puasa dapat dipastikan
diajari oleh ulama yang didatangkan dari dunia bebas, tentang pentingnya
berpuasa, menahan lapar, menahan nafsu ...

Kau tak pernah menderita kelaparan sejak kecil. Kau anak bangsa mer­
deka, yang memang tid\}k patut menderitakan kelaparan hanya karena keti­
dakbecusan orang lain. Aku sendiri anak bangsa jajahan. Bila dalam
hidupku pernah aku alami masa kelaparan yang panjang dan _berat, wajar­
lah itu, biarpun makanku memang tak bisa banyak. Lapar perlu diterima
sebagai sahabat yang tidak menyenangkan. Dalam sekapan di RTC Sa�
lemba dan Tanggerang selama hampir 4 tahun memang aku tak begitu la­
par berbanding yang lain-lain. Keluarga tetap berusaha mengirim makanan
dua atau tiga kali seminggu. Dan sekalipun yang diterima tidak selamanya
utuh, dikurangi untuk makan bersama kelompok 'makan, dan dikurangi lagi
untuk dana umun;i seluruh penjara. Betapa keluarga-keluarga itu tidak
membiarkan kami mat. i kelaparan! Dan kelaparan itu sendiri apalah beda­
nya antara pembunuhan sistematis dengan akibat kerakusan para pejabat?
Biar yang berkepentingan yang menjawab. Setidak-tidaknya, dengan jatah
penjara saja, orang akan tewas. Volume makan kurang gizi? Volume dan
gizi juga senjata di tangan pembu�uh. ltu di' Jakarta. Bukan di Klaten atau
Sukoharjo atau Pacitan atau Kebumen yang jauh dari intipan mata interna-
sional!

Sebelum kapal berangkat meninggalkan Nusa Kambangan, kelaparan
sudah bermain drama dalam usus besar. Kepala penjara Karang Tengah di
pulau Nusakambangan pernah memanggil aku, mengajak bicara-bicara.
Kesempatan untuk mengajukan perbaikan makan. Ia tidak berdaya. Keba­
ikannya, yang aku berterima-kasih padanya, kutolak dengan modal yang
satu-sati.mya itu: terimakasih. Ia menawarkan: kalau hanya iintuk Pak Pram
pribadi dan Pak Prapto; saya sanggup membantu dari dapur saya sendiri.
Waktu kami dijemur haqipir sehari menunggu datangnya kapal di tanah
lapang pelabuhan Sodong, sambil menyaksikan teman-teman lain
dihantami para petugas karena bertukaran pakaian penibagian- ma\dum'

Nyanyi_ Sun.yi Seorang Bisu

pakaian itu tanpa mengindahkan ukuran badan yang menerima - kelapara. n
itu sudah sampai pada titik tinggi kegarangannya. Kami yang berjongkok
pada sejalur pagar bluntas beranpi-ramai merengguti daun bluntas penuh
debu jalanan dan mengganyangnya mentah-mentah tanpa dicuci lebih
dahulu. Kalau air untuk mencuci pun ada, kami tak· akan bisa me­
ninggalkan barisan tanpa .kena hajar. Dan jangan kau muntah melihat kami
makan tikus. kakus yang gemuk lagi besar itu, atau bonggol batang pepaya
atau bonggol pisang - mentah-mentah - atau lintah darat yang ditusuk
dengan lidi. Bahkan drs. J.P. bisa menelan cicak hidup-hidup setelah
dipotesi telapak kakinya yang empat. Ia ahli menangkap cicak. Dengah ibu
jari dan telunjuk ia menjepit tengkuk binatang celaka itu dan hewan
perangkak itu pun disorong masuk ke gua tenggorokannya. Keberanian
menantang kelaparan adalah kepahlawanan tersendiri.

Kapa! kami bukan seperti yang pernah kau tumpangi ke Eropa, Olden­
barneveldt, dengan kecepatan 16 mil/jam itu, jtiga bukan seperti Oranje
membawamu pulang dari Eropa ke Jakarta. Seperti bumi dengan langit.
Kapal-kapalmu dilapisi kayu terpolis mengkilat. Lantainya dibersihkan
setiap hri - kapal-kapal Belanda itu. Tak ada seekor kecoak nampak
merenung atau 'mondar-mandir menaksir dunia dengan sungutnya yang
terlalu panjang. Kapalku dikuasai kecoak, siang dan malam. Kadang aku
tersenyuni geli mengingat betapa binatang pelari-penerbang itu, kadang
Hncah kadang lamban, sudah begitu berjaya dalam ikut membonceng ber­
kuasa atas diri kami.

Kami berasal dari banyak penjara P. Jawa. Bukan dari Jakarta saja. Dan
rombongan Jakarta mendapat ruangan di hidung ha.Juan. Ujung terdepan,
tertinggi berbanding rombongan-rombongan yang lain. Paling depan sekali
adalah ruang besar kamar mandi dan kakus. Betapa pun terhina dan dihina
tapol RI ini, umurnnya masih tahu dan ingat kebersihan yang pernah diajar­
kan oleh orangtua dan sekolah dasarnya. Begitu memasuki ruangan yang
ditunjuk, ruangan di mancung hidung haluan di bawah dek, kontan balik
kanan jaian, hidung disumbat. Ruangan itu penuh bukitan kotoran
manusia. Kapa! ADRI XV - kapal yang masih dioperasikan! Ai! Anak�
cucu bangsa bahari ! Tanpa diperintah pun langsung rombongan Jakarta
mulai membersihkan ruangan keparnt itu. Sapu dan tong ;iir disiapkan.
Kran-kran air mulai diputar. Genangan air kotoran ternyata menjelma jadi
mrauwnagkluinmtpaukrk.a_SnatlauhruanIa-sgailduiramnaprieam_sebsuuanngggaunh_ npyaamlpuabtasnegm-luubaa. nSgetpaenmpbuun­
angan itu. Kok bisa begini? Bertong-tong air tak juga mau turun, tak seperti
di daerah pasang-surut. Dan bila haluan terangkat ombak, air rawa buatan
itu menerjang bendul-bendulnya dan membanjiri ·ruangan yang ditunjuk

Pramoedya Ananta Toer

untuk kami. Dan hero-hero kotoran manusia tercengang? Terperangah?
Tidak! Waktu baru memasuki barak yang ditunjuk di penjara Karang Te­
ngah, Nusa Kambangan, onggokan kotoran manusia juga yang ditemui, di
seluruh barak, dari balik bendul pintu sampai ke ruangan kakusnya sendiri.
Bedanya lantai barak penjara dari tanah, lantai kapal ini dari besi karatan.

Kapa! kami terns terengah-engah, berderak-derak, tiga ribu lima ratus
ton bobot-mati. Meluncur cepat, secepat bersepeda santai keliling kota.
Kadang mogok, berhenti, jadi permainan ombak di tengah laut- kapal
kami, kapal negara kepulauan terbesar di atas muka bumi !

Sekiranya kapal ini tenggelam - karni akan mati. bersama, delapan ratns
orang ini - dalam sekapan dengan semua piniu terkunci dari luar. Ah-ya,
apa salahnya niati? Setidak-tidaknya kami masih bisa memberikan sesuatu
pada dunia: cerita sensasi dan bagaimana pertanggunganjawab akan kem­
bali jadi bola volley. Berapa saja sudah jumlah dan jenis mahluk telah
punah dari muka bumi? Dan tak ada yang meributkan? Berapa saja semut
telah mati terinjak-injak setiap detik? Berapa pula serangga Iain tumpas
kena semprotan insektisida? Siapa medbutkan? Juga hati ini tak perlu
ribut. Jangart menyesal mengapa punya impian, merasa belum cukup de­
ngan yang sudah ada. Sejak peristiwa 1965 itu aku telah kehiiangan semua
dan segala. Lebih tep1;1t:,semua dan segala ilusi. Untukku sendiri sudah aku
miliki semua, sebagaimana sewaktu bayi sudah kumiliki semua dan segala
untuk hidupku sebagai bayi. Dan seperti bayi-bayi selebihnya modal untuk
berkomunikasiku hanyalah suaraku: jeritan, raungan, keluhan, rengekan.
Dan bila modal komunikasi itu dirampas, ah-ya, siapa yang bisa rainpas
hak untuk berdialog dengan'diri sendiri? Dan yang dirampas itu akan ber­
ubah jadi energi lain yang akan mengguris abadi dalam kehidupan_ Senti­
mental? Apa boleh buat;hanya batang kayu .yang tak punya sentimen, kata
penerjemah Rumania itu membantah seorang anggota Parlemen RI yang
pernah datang ke negerinya.

Ya, sayang sekali aku tak dapat saksikan perayaan perkawinanmtL
Hadiah-kawinmu pun hanya catatan semaca, m ini, dan tak akan sampai ke
tanganmu pula. Empat tahun belakangan ini aku hanya mengikuti tudingan
telunjuk orang untok meninggali sel-sel beton atau kayu. Biar begitu tidak
benar kalau tidak pernah ingat padamu. Di mana kau tingggal sekarang?
Bagaimana kehidupanmu dengan suamimu? Aku tak tahu. Biar tahu pun
apalah gunanya bagimu? Tapi empat tahun bukan wakt1:) pendek dalam
hidup manusia. Umu'r kadal pun tak sampai sepanjang itu. Di selku di
penjara di Tanggerang, lalat yang berhasil kutangkap kukurung dalam plas­
tik, Ia mati tua dalam tiga setengah hari. Empat tahun tanpa tahu duduk
perkara sungguh suatu kemewahan berlebihan, seperti lapisan tebal bedak

Nyanyi Sunyi Seorqng Bisu

pada muka buruk seorang nenek tua-renta.
Entah sudah berapa kali kapal kami dilewati kapal-kapal lain. Mungkin

dari kejauhan jadi tontonan yang mengibakan, penderita kusta di tengajl­
tengah lalu-lintas kehidupan yang sehat dan cerah._Setiap saat dalam
kesadaranku terdengar nafasnya yang terengah-engah dan persendian­
persendiannya yang berderak-derak. Dua kali nafasnya tak terdengar dan
gigila� mesinnya yang menggeletari kulit bajanya padam. Seribu tahun
yang lalu pun nenek-moyang telah menjelajahi perairan ini- pasti cerita
para guru sekolah itu bukan omong kosong-dengan perahu-perahu buatar.
tangan sendiri, dan pasti lebih bersih dari ADRI XV. Sekali lagi pasti .para
·· guru sekolah itu bukan jual koyok. Perahu-perahu layar Bugis, Makasar
dan Madura sampai saat ini pun lebih tertib, sekalipun, dan justru, tidak
dibiayai dengan uang negara.

16 Agustus 1969 kutinggalkan kau berbulan madu di Jaw�. Aku menuju
ke happy land somewhere. Sepuluh jam sebelum mancal baru kami
ketahui, happy land somewhere itu konon Pulau Buru di Maluku. Besdc 17
Agustus keberangkatan kami: Hadiah ulang tahun Kemerdekaai RI.
Hadiah untuk mereka yang tak jemu-jemunya meyakinkail diri merekll
sendiri - juga kami - bahwa kami adalah pengkhianat, pemutat-balik
Pancasila. Dan selalu, tanpa pernah membuktikan tuduhan mereka sudah
iµenyeburkan tabir asap: harus tahu sendiri, merasa sendiri, (karena itu)
instrospeksilah, mawas diri, beriman, beragama. Bersembahyang. Berdoa[

Ada yang berdoa memang, ada yang mengharap, kapal ini tenggelam di­
hantam angin timur, dan kaini mampU:s dimakan hiu. Hu dari golongan
yang menganggap: yang mati tidak akan bicaralagi. Anggapan jaman batu
berpermatakan pesona kriminal. Memang kami sudah setengah atau se�r­
empat hidup tanpa hak sipil dan tanpa inakan cukup- tapi kami semua
sudah membuktikan lolos berkali-kali dari lubang jarum kematian. Pada
punggung masing-masing tergendong kantong, takkan pernah lepas se­
umur hidup, penuh-sesak dengan lambang-lambang pengalaman indrawi
dan batini, kristalisasi energi yang tak bakal ikut mampus, lebih abadi dari
daging dan tulang bahkan dari gading yang tak kenal retak pun. Lambang­
lambang_ itu akan terus bicara dengan bahasanya sendiri,Levenslang Ver­
bannen dalam dua jilid tebal karangan seorang anonimus itu,Rumah Mati­
nya Dostoyevski, Boven Digoel-nya Dr.. Schoonheyt, Pandawa di Kuruse­
tra, Koestler dalam bukunya, apa.pula judulnya?Dark in the Afternoon?
Mereka yang Dilumpuhkan, From Land Hell to Island Hell, siapa pula
pengarangnya? Laporan dari Tiang GantunganJuiius Fucik, Der Prophet-
nya Anna Seghers, dan ...

Biar sedikit mengsol, mari aku ceritai kau sesuatu: Rakyat Spanyollah

7

Pramoedya Anania Toer

yang pertama-tama bangkit nielawan fasisme, jauh sebelum negara-negara
yang menamai diri negara demokrasi _turun ke medan perang, yang mela­
hirkan· Perailg Dunia II. Dan waktu Perang Dunia II usai, fasisme Jerman
dan Italia dan Jepang digulung, fasisme Spanyol tetap berdiri, bahkan
hidup berdainpingan secara damai dengan para peinenangPD II, malah ikut
dalam perseklituan militer dalam rangka perang dingin. Memang suatu
dagelan persekutlian militer barn itu. Dalam Konperensi Potsdam regime
Franco Spanyol oleh sekutu dij�tuhi hukuman dua puluh tahun. BegituPD
II selesai tak ada yang mengingat hukuman yang dijatuhkan, malah be­
rangkulan. Pragmatisme Barat itu untuk kesekian kalinya mempertunjuk­
kan jantung dan wajahnya yang demonik. Dan itu akan tetap diperton­
tonkannya tanpa malu demi kepentingannya. Dan demi alam pikirannya
yang pragmatis. Dua puluh tahun setelah benggol-benggol fasis yang ter­
tangkap hidup pada digantung dan ditembak mati, paling tidak dua pi.duh
tahun penjara!

Itu yang nampak dipermukaan. Yang tidak nampak? Adegan-adegan
penjara di Spanfol dimulai dengan cerita Koestler. Bila malam hari tiba
dan giring-giring berbunyi mengunjungi sel, seorang pejuang anti-fasis
dengan antaran seorang padri, sampailah dia pada ajal di tangan jagalnya.
Sampai berapa lama pejuang-pejuang anti-fasis yang lolos dari lubang
jarum maut itu mendekam dalarn penjara menunggu jatuhnya regim
Franco? Dan dalam penantian itu seora!lg demi seorang terus dibunuhi,
dari tahun 1933 sampai 1965? Dan yang mengirim makan para tahanan itu-
pada mulanya istrinya, kemudian anaknya, kemudian lagi cucunya.
Mereka berbaris di depan gerbang penjara Burgos itu, tiga puluh clua tahun,
dan regime Franco tak juga runtuh. Penganiayaan dan penindasan terhadap
para pejuang anti-fasis tetap belum jadi sejarah.

Seorang pejuang anti-fasis Spanyol, yang berhasil lolos setelah
mendekam selama dua puluh tiga tahun dalam tahanan Franco pada suatu
kali mengunjungi Buchenwald, 1965. Memang a_ku juga pernah berkunjung
ke situ, tapi ceritanya lain.tagi, dan belum perlu kusampaikan padamu. O­
rang itu menangis. Seorang wanita datang padanya dan menyatakan kehe­
ranannya, bagaimana bisa seorang yang duapuluh tiga tahun hidup dalam
penjara masih mempunyai airmata. Diajawab,lchweinte angesichts ihrer
T�ten, die die meinen und die die Toten von uns alien sind *. Orang itu

* Bah. Jerman(terjemahanbebas): Alm mer,angis bagi mereka yang gugur di pihak mu
- di pihalcku atau di pihak.mu, mereka adalah milik kita semua. (Ungkapan pa­
�anannya: Bukan sanak bukan keluarga, bila meninggal akupun ilmt kehilangan.).

,.

8

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

adalah Marcps Ana. Yang kuceritakan padaniu adalah pidatonya di
hadapan pertemuan sastrawan internasional di Berlin dan Weimar, Mei
1965. Yang mati itu tetap bicara, dengan cara dan jalannya sendiri.

Ya, Buchenwald, Ravensbruck, Dachau, Auschwitz dan tempat-tempat
pemus·nahan manusia itu tidak membikin yang mati menjadi_ bungkam.
Tempat-tempat itu masih dalam satu tata-surya, galaksi, dengan Indonesia.
Dan kantong di punggung ini masih akan terus diisi. Sampai kapan? Se­
perti di Spanyol? Sepenuhnya tergantung pada ditarik-tidaknya topeng de­
mon Barat, senjata dan modal Barat.

Memang aneh, pada 1948, di penjara Bukitduri, a.Ku perriah berangan-a­
ngan: daripada terkurung begini, lebih baik, dibuang ke Maluku. Agustus
1969 ternyata ang;m-angan itu jadi kenyataan• kalau kapal ini tak juga
tenggelam. Dan yang tidak aneh: jatali makan tepat diatllr menurut pola
Nusa- Kambangan. Pada hari-hari pertama mendingan. Beberapa hari
kemudian susut dan lauknya pun pada menyingkir ke alam arwah. Juga di
kapal ini. Dan untuk sisa pelayaran selanjutnya: makan dua kali dengan air
cabe. Tak ada yang memprotes. Sudah sejak permulaan karni dicoba di­
bikin kecil dengan ketakutan. Tanpa protes pun pembelaan sudah datang:
makan terpaksa dikurangi karena jadwal pelayarari tidak cocok dengan
' praktek. Orang hanya mengangguk lebih dari mengerti. Mengerti tentang
kerakusan mereka yang leluasa merakus.

Pelayaran itµ lurus menuju ke timur. Sampai di Nusatenggara Barat,
kapal menikung dan mengambil arah ke timurlaut, langsung ke Buru. Bo�
leh jadi benar ke Buru. Di laut Banda kapal dua kali mogok. Antara tiga
atau empat abad yang lalu Oliang-orang Barat sudah menjelajahi laut ini,
dan aku baru sekali, dan sebagai tahanan tidak menentu pula. Bila kau ikut
berlayar denganku kau akan ikut mengagumi kebiruannya di sianghari.
Dan di malamhari jutaan kubik meter bintik fosfor tertuang pada kepala­
�epala ombak yang kena terjang lunas. Dan semua itu hanya nampak dari
sela-sela ruji besi patrisporta. Dan kata perwira penerangan tiga hari sebe­
lum berangkat: itu juga tanah airmu, yang kalian wajib mempertahankan­
nya bila ada serangan dad luar. Wah!

Wah! Dal_ am kapal yang mengherankan karena tak juga tenggelam ini*,
masih sempat juga aku bersyukur lcarena terbebas dari Nusa Kambangan,
dari penjara Karang Tengah dan penjara Limusbuntu: selama dua rninggu
sulit mandi sebagaimana biasanya manusia khatulistiwa. Di kapal ini perut

* Catalan ini ditulis setelah beredar berita tentang kapal ADRI XV yang tenggelam

dalam pelayarannya menuju ke-dok di Hongkong.

9

Pramoedya Ananta Toer

agak berisi dan air mandi melimpah seperti di rumah nenek sendiri. Keba­
hagiaan sekecil-kecilnya perlu juga dipelajari bagaimana menikmatiny.a.
Biarpun ke mana mata memandang memang hanya maut yang nampak:
laut, kapal kakus, yang tak henti-hentinya berderak dan terengah, peluru,
bayonet, perintah, appel, tanda-pangkat, pesto!, bedil, pisau komando.
· Dan radio. kapal itu tak henti-hentinya bergaya, sekalipun tiada orang
mendengarkan lagu-lagu kroncong yang cukup memualkan, doa selamat
menuju hidup baru dari seorang gerejawan. Ya, selamat untuk hidup baru,
katanya.

Orang bilang, bagaimana pun dan ke mane} pun kau bergerak, kuburan
juga tujuannya. Siapa pernah,Iahir, bersama dengan kelahirannya dia di­
jatuhi hukuman mati. Dari Corsika, atau katakanlah dari Ecole de Guerre
nielalui kegemilangan kemenangan perang di berbagai negeri, melahirkan
lembaga-lembaga baru dan kodenya, kata o�ang: semua itu adalah Iangkah
beberapa ratus meter Napoleon dari Ecole de Guerre ke Les Invalides,
kuburannya.

Apa boleh buat, dalam kerangkeng, di atas kapal semacam ini, memang
setiap kami merenungkan mati. Dan kroncong yang cengeng meliuk-liuk
makin mendorong diri pada renungan itu. Kroncong sebelum kemerdekaan
masih punya gairah, masih mengandung vitalitas - vitalitas bangsa yang
belum merdeka. Kroncong sehabis dan selama Revolusi justru tinggal jadi
semacam narcisme, rangkaian �ata kosong, masturbasiisme. Sejajar de­
ngan pidatoisme dan wayangisme. Berbahagialah kalian, para orator Yu­
nani dan Romawi! Berbahagialah kalian para penari topeng, karena secara
thematik memang menolak ekspresi diri. Dan kroncong dengan Jirik bom­
basme dalam alunan yang meliuk melolong-lolong, justru.merupakan per­
nyataan ketiada-mampuan berekspresi: sama dengan tidak ada apa-apa.
Kosong. Juga seperti enam belas tahun yang lalu di atas Oldenb�eveldt .·
orang memerlukan datang untuk berkenalan, karena di dunia bebas dulu
mereka mengenal nama itu, nama ayahmu. Memang keterkenalan tak lain
dari produk sosial, bukan semata-mata tetesan keringat sendiri. Dan cu�up
menyebalkan keterkenalan dianggap senyawa dengan ke-tahu-segala-an,
sebagai penguasa kebenaran. Mereka tak mim tahu, diri ini sama dengan
mereka, sama-sama tapol, sama-sama tak tahu perkaranya sendiri, apalagi
perkara orang lain. Siapa tahu sampai kapan kami dibuang? Sampai mati
atau sampai setengah pingsan saja? Kan itu semata-mata tergantung pada
sudi atau tidak sudinya Barat menyimpan jantung dan wajahnya yang de­
rnonik? Menyimpan di mana? Tentu saja dalam kopeknya. Yang orang pa­
ling tahu, kebebasan itu kepentingan para yang terampas dan tertindas. Ba­
nyak orang lupa, ia pun juga kepentingan yang merampas dan menindas.

Nya�yi Sunyi Seorang Bisu-

· Hanya isi kepentingannya saja berbeda. Kepentingan tapol hanyalah kebe­
basannya, tidak lebih. Kebebasan murni. Kepentingan yang di seberang sa­
na, wah, bermacam lagi. Tanyalah pada raja-raja modal yang sudah meng­
alami dan menyimpulkan segala dan semua, dan yang .Jebih penting: sudah
mengatur semua.

Mungkin juga kemashuran bukan produk tapi limbah sosial belaka. Pela­
cur-pelacur termashur di dunia modern- lelaki dan perempuan- yang ber­
hasil mendapatkan panglaris dengan suksesnya di bidang seni, seni apa saja
. - hidup dalam glamour dan kelimpahan', memang tidak terkena pe­
rampasan hak sipil, penghinaan dan penindasan resrni. Para kepala negara,
diplomat., bahkan menyambut mereka dengan bangga. Kemashuran

_mereka telah mengalahkim ukuran moral dan politik. Tapi apalah guna
mengoleskan param pada bagian memar, kalau setiap hari untuk waktu tak
dapat diperhitungkan, memar itu akan datang di tempat yang sama dan di
tempat selebihnya? Dan yang memar-memar menahun ini diharapkan
membagi-bagikan param- param yang tak berguna l:>agi dirinya sendiri itu.
Apa boleh buat. Bagi bangsa yang sedang 111eremajakan ilafsunya, semua
saja dianggap jadi urusannya, maka patut bisa menjawab masalah­
masalahnya. Namun pengarang tetap bukan Sinterklas pembagi balsem
dan param, dia cukup bersyukur bila bisa membetikan sejumput kesadaran.

Pada waktu aku masih seumur kau sekarang, aku punya seorang guru
. yang mashur pada masanya: Mara Sutan. Semua murid mengagurninya.

Beliau sudah kakek waktu itu. Tubuhnya kecil, dan serilakin kecil karena
usia. Mukanya sudah kempong. Tapi mata di bali)c kacamata emasnya tetap
berbinar. Dialah guru yang dengan perbuatan mengajar karni, segala dan
semua adalah hasii kerja manusia dalam bidupnya. Hanya ketampanan, _
kecantikan, keayuan, hadiah gratis - lebih cepat punah dilanda usia, sama

halnya dengan pretensiapretensi tentang muda dan baru, yang akhirnya
juga jadi keriput dan jompo, seperti orde-orde yang pernah ada dalam
kehidupan nianusia di atas buminya. Gerakan Hidµp Baro semasa pen-

' dudukan Jepang, dan Gerakan Hidlip Baru semasa Sukarno bahkan tirlak
pernah mengalarni masa metangkak. Tidak melewati masa rernaja; apalagi
dewasa. Mendadak dilahirkan, mendadak coW" entah ke mana. Qo'it! kata
anak Betawi.
Dan pengetas suara itu terus merierus memutar keroncong yang lembek

kemanisan dan pengumuman yang sama, dan fatwa orang gereja itu, dan
wejangan pejabat entah siapa yang unt_ uk kesekian kaliriya mengucapkan
selamat pa9a karni yang sedang "meriuju ke Hidup Baru."

. * cow, bahasa Prokem: lenyap mendada�.

11

..

Pramoedya Ananta Toer

Kalau mengikuti jalan pikiran perwira penerangan itu, apakah kapal ini
mogok di tempat, sampai ke tujuan, atau pun sampai ke dasar laut Banda,
walhasil sama saja. Masih tetap di tanah-air sendiri: tanah ada dan air pun
melimpah. Kedalaman Iaut Banda rilemberi jaminan bahwa air itu ada.
Tidak percuma kau memilih jadi warganegara Indonesia, tanahnya luas dan
lautnya Iebih luas lagi untuk berkubur diri.

Sekali Iagi maaflcan ayahmu karena hadiah-kawin yang hanya semacam
· ini. Perkawinanlrn dengan mamamu hanyalah sebuah ceritaHadiah Kawin.
Hadiah-kawin untukmu hanya Perment(ngan dan Pengapungan ini. ltu
pun belum tentu akan sampaikepadamu. Tak ada harganya memang dipan­
dang dari nilai uang yang membikin banyak orang matanya jadi hijau.
Nilainya terletak pada kesaksian dan pembuktian sekaligils betapa jelata
jadi warganega'ra Indonesia angkatan pertama. Boleh jadi untuk jadi war­
ganegara Amerika atau Brazilia tidak akan sesulit ini. Sedang kewargane­
garaanmu kau peroleh cuma-cuma. Muhgkin juga kau tidak peduli apa ke­
warganegaraanmu. Nyaris empat tahun ditahan, memasuki t!lhun kelima
justru berangkat ke pembuangan, tanpa tahu duduk perkara. Dan dil}uang
sebagai hadiah ulang tahun untuk segolongan orang yang justru menghen­
daki kami qo'it! Mungki�ah sudah ter;jadi kekeliruan? '.fidak, karena lebih
seribu tahun lamanya wayang mengajarkan: bahkan para dewa pun bisa
salah, bisa keliru, tidak kalis dari ketololan, clan: korup! Apalagi brahmin,
satria, waisyia dan sudra. Dan paria tak lain dari ujung terakhir deret
hitung.

Betapa lambat melintasi Laut Banda, gudang cakalang alias tongkol ini.
Ikan dengan gumpalan daging perkasa itu - biar aku ceritai kau. Dalam
hidupnya, jenis yang satu ini harus terus-menerus berenang dengan kece­
patan paling tidak 20 mil/jam. Kalau tidak, sistem saluran darahnya yang
berada di bawah kulit akan beku. Dia pilih mati daripada berhenti. Dia pilih
mati pada waktu tertangkapjaring. Dan di bawah sana, di gunung-gunung
karang sana, di laut dalam; ik�n bandeng kesukaanmu itu bertelur. Ne­
nernya bertebaran di pantai. Orang membawanya ke pasar bila sudah besar,
dan seorang mengantarkan padamu di meja-makan. Di bawah kapalku ada
jutaan tongkol dan bandeng, tetapi tidak di atas piringku.

Nah, sepuluh hari kami berlayar. Pulau Buru bagian selatafl'sudah nam­
pak. Memantai bagian timur pulau suatu sensasi �ersendiri. Bukit dan
gunung berjabat-jabatan, pagar alam ganas yang bakal jadi pengurung
kami, dan ianah bocel-bocel bertopi ilalang. Seorang di antara kami, mem­
beri jaminan: ikan Maluku cukup bodoh dan tidak berpengalaman, kau
umpani dengan batu pun akan kena. Dia sungguh seorang penghibur baik
bagi mahluk kekurangan prote\n hewani. Dan lihat, protein hewani begitu

12

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu.

bebas berkeliaran dalam tubuh rusa yang berkeliaran di padang ilalang

tanpa batas itu, sampai-sampai di puncak-puncak bukit. Pintu-pintu besi itu

telah dibuka. Yang segan bangun untuk selama-lamanya karena h.o. pun

bangkit dalam bimbingan teman-.temannya. Kemudian kapal menikung

memasuki teluk Kayeli, luas, indah, menjorok dalam masuk ke daratan,

seperti sebuah pangkalan angkatan laut yang telah ditinggalkan selama

sepuluh abad. Orang bilang Kayeli pada mulanya berasal dari kata l3e­

landa: Kayoe Poeti olie. Mungkin dongengan jahil. Tapi memang Kayeli

produsen minyak kayu putih terbesar dan tertua sepanjang dikenal tulisan.

Uh! rombongan demi rombongan orang Portugis dan Belanda telah meng­

angkuti kuli, pala dan cengkeh dari. pulau ini. Beperapa abad yang lalu.

Sekarang rombongan "tentara berbaju drill kuning", kami, tapol, datang,

tidak untuk memetik buah jerih�payah p�nduduk Burn. Waktu angin darat

meniup terasa betapa lembabnya udara, menyesakkan nafas. Hati-hati de­

ngan paru-paru, bikin jadi waspada perutmu.

. Nampak Narnlea, sebuah pelabuhan a:larni di teluk dihiasi rumah-rumah

kecil seperti kardus. Suling kapal menjerit-jerit tapi tak jliga rriencari der­

maga untuk bersandar, kapal ini terlalu besar. Dua buahLC (landing craft)

' datang menjemput. Sebuah mesjid bermenara menjenguk pantai dalam

kelengangannya. Tak_nampak seorang pun di Namlea. Seperti dusun­

kalau menggunakan ekspresi Melayu lama- sedang dikalahkan garuda.

. Dari LC beberapa orang perwira naik ke kapal. Beberapa belas orang

yang nampak kokoh diperintahkan turun lebih dahulu untuk menyiapkan

dapur. Perwira tertinggi pun datang puia menjemput. Dengan satuLC tapol

pilihan mempelopori mendani.t di pulau "Hidup Baru", dengan segerobak

perlengkapan dapur.

Mereka mendarat di Namlea yang sedang dikalahkan garuda. Satu regu

prajurit divisi Pattimura menyambut mereka dengan gagang senapan dan

tinju.

Nah, pengantin baru, anakku, kau boleh ucapkan padaku: selamat un­

tukinu, papa, tapol RI yang memasuki masa pembuangan, sebagai balasan

atas hadiah-kawin semacam ini. Selamat untukrnu, anakku, selamat untuk

suarnimu; yang aku tak ingat namanya.

Sekarang giliran ayahmu menuruni kapal, naik ke LC untuk mendarat,

setidak�tidaknya bukan di somewhere.
-I


13

2

Kalan Dewa-Dewa
Thrun ke Bumi

P ernah diajarkan kepadaku: Derajat manusia lebih mulia daripada
malaikat... Manusia dibuat dari tanah, malaikat dari api, dan iblis
adalah malaikat yang mengingkari Tuhan. Bagaimana hubungan
antara iblis dengan memedi, roh-roh gentayangan pengganggu manusia,
aku tak tahu. Setidak-tidaknya Abdullah bin Abdulkadir Munsyi pada
pertengahan abad yang lalu dengan gaya mengejek telah inembikin daftar
berpuluh macam memedi ini.

Dalam pelajaran Jawa Kuno, yang karena keadaan bisa dilangsungkan
hanya beberapa hari- buku pegangan yang dipergunakan waktu itu adalah
Ramayana Jawa Kuno,-.diterangkan derajat manusia lebih tinggi daripada
dewa-dewa. Mereka itu hailya sekedar utusan. Tetapi dalam cerita wayang
banyak sekali dewa-dewa ini melampaui batas tugasl)ya sebagaimana
ditentukan oleh gurunya. Mereka bukan hanya berpihak pada seseorang,
juga membantunya dalam menghadapi lawan-lawannya, malah juga ikut
campur dalam kotoran-kotoran duniawi.

Sebagai aturan mereka sering turun ke bumi menghubungi manusia un­
tuk kemudian kembali ke kahyangan. Dan yang belakangan ini digambar­
kan sebagai puncak gunung Himalaya. Dengan telah ditaklukannya puncak
Himalaya, entah kemana lagi perginya para dewa ini.

Dalam masa hidupku tak perilah aku dengar ada seseorang dalam aba9-
duapuluh ini yang pernah didatangi oleh seorang dewa. Hanya dalam cerita
wayang saja sekarang para dewa mondar-mandir d¥i puncak Himalaya ke
bumi visa-versa ...

Pernah pada suatu hari aku turun ke sebuah rawa besar untuk mencari
ikan. Pinggirah rawa itu ditumbuhi gelagah tinggi beberapa meter tebalnya.
Karena air rawa sedang surut nampak tepiani:lya berwarna kelabu lumpur.
Di tempat-tempat yang tadinya dangkal, tepian nampak lebih lebar. Pada
sebuah gosong sudah berletakan berpuluh-puluh ikan Muria, atau Pelus
kata orang Melayu, atau Oling kata setengah orang Jawa, atau ikan Panjang
kata setengah orang Buru Utara. Setidak-tidaknya ikan dari klas terenak

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

dan terbesar yang hidup di daratan lembah Wai Apo. Aku sudah siap hen­
dak mengambili. Tiba-tiba nampak olehku ses.uatu yang sangat, sangat
besar menggeletak di dekat ikan-ikan itu. Sesuatu itu tak lain dari bangkai
raksasa ikan Muria. Waktu itu aku sedang terkena korve dapur m·e­
masakkan teman-temanku. Tentunya dengan daging raksasa mereka akan
mendapat hidangan yang mencukupi. Aku buka mulut bangkai raksasa'itu.
· Dan bergigi emas! Tak tahu aku dari inana datangnya gancu, dan dengan­
nya kuseret kubawa pulang. Sesampainya di dapur, apa yirng terjadi? Se­
mua ternyata impian belaka.

Malam itu seorang diri aku duduk di atas ambin ketiduranku dan
mengenangkan raksasa bergigi emas itu. Mimpi aneh. Keesokan harinya
orang memberitahukan padaku, seorang Traumdeuter.:.. penafsir impian -
katanya emas adalah lambang kematian. Semakin aneh. Tapi lebih aneh
lagi adalah kenyataan: para dewa ternyata pernah tttrun ke bumi dalam.
abad ke dua puluh ini: mereka yang datang dalam mimpi dalam penampil­
an ikan muria, dan ikan raksasa bergigi emas. Dan begini ceritanya:

Sekiranya ada jam-tangan·· padaku mungkiri kubisa katakan hari telah
jam sepuluh pagi. Aku sedang mencangkul di ladang, mempersiapkan pe­
nanaman jagung. Matari cukupterik. Pada bagian pagi seperti ini orang bi­
asanya mulai kehabisan tenaga. Tapi justru pada \}'aktu itu datang
panggilan padaku. Cepat! cepat! cepat! katanya. Aku serahkan cangkul
pada temanku, dan pergi menghadap. Rupanya dari tempat-tempat kerja
lain orang juga telah dipanggil menghadap. Yang terpanggil ada sebanyak
enam orang. Satu di antaranya baru beberapa hari keluar dari opname di
rumahsakit.

Perinta_ h: Berangkat sekarang juga ke un. it IV Savanajaya, bawa pakaian,
perlengkapan tidur dan perbekalan untuk tiga hari.
t Kami pulang ke barak masing-masing, mengikati bodol karni, mengurus
perbekalan di gudang, dan menghadap 'lagi untuk menyatakan siap be­
rangkat. Pada kesempatan Hu aku tanyakan pada·komandan, Jetnan
Kusnadi, bagaimana nasib naskahku yang telah diambil itu; Nanti bapak
akan bertemu dengan Wadan Tefaat"I', jawabnya, naskah itu ada pada be­
liau, cobalah minta. Aku tak pernah bertemu dengan Wadan Tefaat, letkol
Sutarto. Pada kesempatan pertama akan kupinta kembali. Tetapi mengapa
karni harus menempuh jarak sejauh ini, duapuluh kilometer lebih, berjalan
kaki, dan membawa beban?

Pada jam satu siang kami berenam memudik menepi sunga_ i Wai Apu
kemudian menyeberanginya, meninggalkan Wanayasa. Mendarat dari

* Wadan Tefaat (singkatan), Wakil Komandan Tempat Femanfaatan.

15

Pramoedya Ananta Toer

kole-kole besar itu oerarti sampai di Unit V Wanakarta, beberapa ratus I
meter dari pantai membelok ke kanan menuju ke unit II Wanareja, empat
kilometer jauhnya. Dari sini membelok lagi ke kiri melalui Karsontani,
memasuki hutan Wai Babi ke Unit XVI lndrakarya. Pemandangan yang
agak menyedapkan adalah antara Wanakarta dan Wanareja, karena melalui
dua buah kampung penduduk, dengaµ bocah-bocahnya yang setengah te­
lanjang dengan kulitnya kelabu lumpur atau seperti batang-kayu merah..
Mereka tak punya permainan, juga tak punya nyanyian. Terripat main
mereka adalah hutan, rawa dan kali. Setiap bukan penduduk lewat mereka
perhatikan. Rumah-rumah mereka bertiang batang kayu dan berdinding
gaba-gaba. Di tengah-tengah setiap kampung berdiri gubuk kecil tempat
pamali, karena mereka adalah penyembah pamali. Dan di antara rumah­
rurnah mereka berdiri sebuah rumah pamali, tempat mereka menyimpan
harta yang mereka peroleh dari merijual anak pere�puannya pada lelaki
yang kuat membelinya. Barga i� ditentukan bukan oleh kondisi anak pe­
rempuan yang tak jarang baru dilahirkan, tetapi oleh derajat puak.

Dari Indrakarya karni membelok ke kanan, inendaki bukit dengan kecu­
raman duapuluh luna derajat. Bila menuruninya sampai karni di Unit XV
Indrapura, yang diawali dengan sebuah kampung penduduk bernama Wal-
. gan. Sebagaimana halnya dengan kampung-kampung lain jumlah rumah
tidak akan lebih dari sepuluh buah. Di sini tak ada gubuk ataupun rumah
pamali. Penduduknya telah memeluk Kristen, dan mempunyai sebuah
gereja yang sama buruk dengan ruman-rumahnya.

Di Indrapura ini tinggal Prof. Buyung Saleh Puradisa�tra. Tetapi aku tak
ada niat untuk menemuinya, memang tak ada waktu. Setelah makan siang
karni meneruskan perjalanan yang berat setelah tenaga dipergunakan men­
cangkul di ladang jagung. Juga bawaan itu memberati langkah, dan tak ada
seorang pun di antara karni punya persediaan rninum, sedang matari mem-
bakar dengan puncak teriktlya, biar begitu masih ringan daripada mereka
yang bersepatu bot. Kami berjalan dengan cakar ayam.

Ke luar dari wilayah lndrapura, jalan menerobosi hutan dan hutan. Be­
gitu hutan habis hari sudah malam. Tak ada di antara karni pernah ke mari.
Di Unit XIV Bantalareja baru didapatkan petunjuk jalan mana yang)larus
ditempuh. Dan dalam malam gelap-gulita itu perjalanan diteruskan ke
Savanajaya alias Unit IV, tersasar, kembali lagi, meniti titian yang belum
sempurna, melalui tanggul-tanggul, dan sal}lpai di tempat.

Di tempat piket karni beristirahat, makan malam, dan mendapat petunjuk
di mana tempat untuk menggolekkan badan.

6 Oktober �973.
Di antara karni dari Unit III Wanayasa yang terpanggil terdapat aku sen-

16

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

diri, Syariffudin SH, Ors Dilar-Darmawan, Ors Suniadhi, Ors Didi Sayidi
dan dua nama lain yang aku tidak ingat. Syarifuddin SH, adalah bekas
Sekretaris Umum H.S .I., Himpunan Sarjana Indonesia. Drs Dilar Dar­
mawan bekas dosen sastr& Inggris pada Universitas Surakarta, Drs Su­
niadhi be�as pejabat pada Sekretariat Negara, Drs Didi Sayidi bekas dosei1
pula:

Pada jam sebelas malam itu juga sebelum kami sempat mencuci cakar
ayam kami, kami telah dipanggil ke rumah Komandan UnitIV, dibagi
menjadi dua, sedangkan aku, SyarifuddinSH, Ors Dilar Darmawan dan Drs
Suniadhi dibawa ke loteng. Di hadapan kami telah duduk empat orang ber­
pakaian preman. Duduk di tengah-tengah mereka adalah seorang jangkung,
berkulit langsat, mancung, be�kepala agak tipis, dan sekaligus aku men­
duga berdarah Arab. Tentu itulah Letkol Sutarto. Segera aku ajukan per-._
mintaan untuk mendapatkan naskahku kembali. Ia nampak heran. Aku ke­
liru.Ternyata ia talc lain dari Prof. Dr Fuad Hassan dari Fakultas Psykologi
Universitas Indonesia, yang sedang memimpin Team Psykologi antar­
Universitas.

Ia membuka perkenalannya dengan kata-kata ini:
Maksud wawancara ini untuk mengetahui bagaimana isi hati dan :fikiran.
yang sebenarnya dari saudara-saudara. Karena itu karni berharap agar ber­
bicara bebas dan terbuka. Kami bukanlah team interogasi, tapi dari Ga­
'bungan Universitas Gajah Mada dan Universitas Indonesia. Di antara sau­
dara-saudara yang sudah saya kenal adalah Saudara Pram melalui tuiisan­
tulisannya yang pernah saya baca. Bagaimanakah keadaan saudara selama
di sini?
P.A.T.: Baik-baik saja.
F.H.: Bagaimana? Apakah saudara di sini masih menulis?
P.A.T.: Kalau ada kesempatan dan kalau tidak terlalu lelah. Pada umum­
nya kalau toh menulis hanya bisa selama seperempat jam dalam sehari, dan
tiga atau lima inenit untuk membaca.
F.H.: Apa yang saudara tulis d�n apa yang saudara baca?.
P.A.T.: Belakangan ini saya rnenulis sebuah roman ,tentang Periode
Kebangkitan Nasional - sebagai periode, bukan sebagai peristiwa. Sudah
kira-kira 170 halaman, berpegangan pada ijin yang pernah diberikan pada
saya. Yang saya baca adalah bacaan yang tersedia di Unit kami dan buku0
b_uku saya sendiri.
F.H.: Bagaimana pendapat saudara bila keluarga saudara didatangkan ke
mari?
P.A.T.: Sebelum menjawab pertanyaan iri:i perlu saya katakan, bahwa
jawaban saya bersifat pribadi, tidak mewakili_pikirari atau perasaan siapa

_ 17

Pramoedya Ananta Toer

pun kecuali diri saya sendiri. Bagi saya adalah tidak mungkin menerima ·
_tawaran yang demikian. Pertama karena istri saya menderitakan suatu
penyakit. Kedua,' walaupun sedikit atau belum berarti, saya telah mempu­
nyai sumbangan pada bal1gun peradaban Indonesia, maka karena itu anak­
anak saya berhak mengecap peradaban itu. Dan yang demikian tidak
mungkiil bila mereka ada di Buru ini..

P.H.: Bagainiana sebaiknya membangun Pulau Buru ini menurut pen­
dapat saudara?

P.A.T.: Hal itu sangat sulit untuk dijawab. Mari saya beri contoh. Sdr
Dilar Darmawan ini•adalah seorang dosen sastra Inggris pada sebuah Uni­
versitas. Selama delapan tahun ini semestinya dia telah menghasilkan
beberapa orang sarjana sastra Inggris yang baik. Sekarang kerjanya men­
cangkul. Berapakah nilai kerja cangkul ini dan apalah artinya dibandingkan
dengan dua orang sarjana sastra Inggris, dua orang saja, yang semestinya
dihasilkannya sebagai nilai kerja? Saya yakin, bahwa kenyataan ini tidak
menguntungkan Indonesia..

Tentang pembangunan pulau Buru ini saya melihat dari jurusan tahanan
yang inembangunnya. Saya berpendapat, bahwa tidak perlulah pemerintah
pusing-pusing memikirkannya bagaimana tapol harus membangun pulau
ini dan mengeluarkan banyak biaya untuk itu. Gampang saja: bebaskan
mereka. Itu adalah pembangunan manusia Indonesia yang lebih baik. Dan
ini adalah jalan yang sangat gampang.

Seorang anggota team: Saud�a harus juga pertimbangkan keadaan yang
obyektif.

P.A.T._: Selama delapari tahun ditahan yang saya ketahui hanyalah penga­
laman tahanan delapan tahun itu. Dan ini yang obyektif. Saya tidak tahu
apa yang terjadi di luar sana.
· Anggota Team: Bukankah saudara tahu, saudara di sini karenaG.30.S..
dan pembunuhan yang kejam terhadap jendral-jendral?

P.A.T.: Sama halnya dengan jawaban saya pada Team pemeriksa: Saya
sama sekali tidak punya materi tentang itu.

Anggota Team: Bagaimana pendapat saudara tentang kupG.30.S?
P.A.T.: Kita tidak perlu terpancang pada kupG.30.S. karena sejarah Indo­
nesia sendiri penuh dengan kup sejak Ken Arok. Malah jauh sebelumnya
sejauh sejarah mencatat.
Anggota·Team: Tapi Ken Arok terhadap Tunggul Ametung bukan kup.
P.A.T.: Memang waktu itu istilah kup belum dipergunakan.
Anggota Team: Tulisan-tulisan saudara yang saya baca menunjukkan
saudara seorang Marxis.
P.A.T.: Tulisan yang mana?

18

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

Anggota Team tidak merieruskan. Pertanyaan kemudian diajukan kepada
teman yang lain. Dan sengaja aku tak tuliskan. Kemudian:

F.H.: Adakah rechtsvaardiging,justification, beradanya saudara di sini?
P.A.T.: Saya merasa diperlakukan tidak menurut hukum. Belum pernah
saya dijatuhi hukuman oleh sesuatu pengadilan. Saya adalah seorang pe­
ngarang. Saya menulis dengan nama jelas. Sekiranya ada kesalahan atau
kekeliruan dalam tulisan saya, se�iap orang boleh dan berhak menyalahkan,
apalagi pemerintah yang notabene mempunyai kementrian penerangan..
Maka, mengapa saya ada di sini? Sekiranya saya bersalah, saya akan rela
menerima hukuman.
Lihatlah, pada waktu saya diambil dari rumah, kepada mereka yang
mengambil saya, saya berpesan agar menyelamatkan perpustakaan dan
dokumentasi saya,. yang bagi saya sangat berharga. Pada waktu saya di­
bawa ke Kostrad*, demikian juga yang saya sampaikan pada seorang
letkol, yang pada waktu. itu sedang ada lbertugas?) di sana. Perpustakaan
dan dokumentasi sejarah ini telah saya bangun selama ±20 tahun. Saya
katakan juga: kalau pemerintah mau ambil, ambillah, asal diselamatkan,
karena bagaimanapun dia akan berguna bagi kepentingan nasional. Tapi
apa yang terjadi? Dihancur-binasakan. Apakah ini mehguntungkan bagi
Indonesia? Saya tidak bicara tentang kekuasaan yang sedang berlaku. Saya
bicara tentang Indonesia. Maka bila karni bersalah, berilah karni hukuman
yang setimpal. Kalau tidak: bebaskan. Perlakuan terhadap kami tidak
mendidik ke arah pembangunan masyarakat yang lebih baik. Apa gunanya
terpelajar itu belajar tentang prinsip-prinsip kemerdekaan kalau kebebas­
annya tidak terjamin? Dan bagi mereka ini penderitaannya bertambah lagi
bila kehilangan kebebasannya, setelah mengetahui banyak tentang prinsip­
prinsip tersebut.
Dalam hubungan ini saya punya cerita: Pada suatu hari seorang ibu ber­
�ata pada anaknya, seorang murid sekolah dasar: "Le, carilah bapakmu!"
Anak ini sangat mencintai ayahnya, dan berangkatlah ia mencari dari
rumah tahanan yang satu ke yang lain. Akhirnya ia menemukannya juga:
Ayahrtya tel.ah jadi tapol. Karena ia sangat mencintai ayahnya ia tak mau,
pulang dan ikutlah ia dengan ayahnya, jadi tapol cilik. Beberapa waktu
kemudian ayahnya dibebaskan. Si tapol cilik tidak. Bukan sampai di situ
saja, dia justru dibuang ke Buru, sekarang di Unit-III, namanya Asmuni,
kelompoknya XI. Tuan-tuan dapat pertimbangkan sendiri bagaimana
hubungannya denganjustification yang diajukan tadi. Pendeknya tidak
menguntungkan bagi pembangunan masyarakat Indonesia yang lebih !Jaik,

* Kostrad, Komando Strategi Angkatan Darat.

19

Pramoedya Ananta Toer

di samping kerusakan-kerusakan pada anak tersebut, karena penderitaan
yang menahun.

Anggota Team: Apakah masyarakat yang lebih baik menurut saudara?
P.A.T.: Demokratis.
Anggota Team: Demokrasi mana yang terbaik menurut saudara Pram
yang berlaku sejak.1950 sampai 1957?
P.A.T.: Kalau saya di sini bicara tentang demokrasi, saya bicara tentang
demokrasi sebagai idea. Mana demokrasi .antara 1950-1960 yang terbaik
adalah sulit untuk diketahui sebelum orang dapat mengetahui watak dan
moralitas kolektif dari rakyat serta asal-muasal golongan yang berkuasa.
Hal ini adalah sebuah gai:apan ilrniah yang sejauh saya ketahui belum per­
nah digarap. Sampai di mana k.erusakan moralitas dan watak itu karena
tindasan cultuurstelsel? Sampai di mana akibat penghancuran armada
dagang priburni oieh armada-armada kulit putih dan dernikian seterusnya,
sehingga didapatkan rumusan demokrasi mana yang paling tepat untuk In­
donesia. Yang tepatitulah yang baik.
Pertanyaan tentang rechtsvaardiging/justification ditujukan pada teman-
teman lain.
f.H.: Apakah ada religieuze beleving* selama saudara mengalarni frus­
trasi? (Pertanyaan dijawab oleh teman-teman lain).·
Pada penutupan wawancara:
P.A.T.: Maafkan bila ada kata-kata karni yang terasa janggal atau keras.
Semua ini disebabkan karena terlalu lama kami tidak mempunyai per­
gaulaii bebas. Setiap waktu karni bersedia untuk membaritu bapak-bapak
dalam memberikan jawaban.
Dari tanggal 7· sampai 9 Oktober, bersama dengan para panggilan dari
unit-unit lain, karni melakukan pembabatan rumput lapangan sepakbola,
menjalani psyko-test, menulis dan menggambar.
Pada pagi tanggal 9 Oktober datang helikopter dari Narnlea mendarat di
lapangan sepakbola Savanajaya pada sekira jam 10. Sebelm:n itu karni, para
panggilan, ditempjatkan di s�buah barak baru yang agak jauh dari pusat
Unit. Turun dari r,esawat itu adalah Pangkopkamtib"'* JendraL Sumitro
dengan rombongannya.
Pada pagi itu juga dipanggil Drs Dilar Darmawan untuk menghadap.
Pada jam ± 13.00 dari Unit ku dipanggil aku sendiri dan SyarifuddinSH.
Dari unit-unit lain Ir Sugondo, Basuki Effendi dan MuljonosH: Kami di-

* religieuze beleving, penghayatan relijius.

** Pangkopkamtib,.Panglima KoMANDO OPERAS! KEAMANAN DAN KETERTIBAN,
sebuah lembaga kemiliteran khusus yang dibentuk di luar Konstitusi.

-Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

bawa ke sebuah kantor Unit di depan gedung· Komando, dan mendap,at
berita, bahwa rombongan Jendral Sumitro telah berangkat kembali ke
Namlea. Beberapa orang wartawan yang masih tinggal mencoba menga­
dakan interpiu tetapi dicegah oleh pejabat Unit dan rombongan tapoi'dipe­
rintahkan kembali ke barak tinggalnya.

Pada sore hari jam 17.00 aku dan Syarifuddin SH, pergi mandi di sa1uran
air melalui Jalan lain yang telah ditentukan sesuai dengan konsinye. Kami
· melewati sebuah barak yang ternyata dipergunakan jadi rumahsakit. Kem­
bali dari mandi dari rumahsakit bambu beratap daun sagu itu terdengar
seseorang memanggil namaku. Aku berhenti kemudian masuk ke dalam.
Tak begitu teringat olehku akan wajahnya. Pasien yang seorang lagi
menyebutkan namanya: isnarto. Nama itu mengingatkan aku pada seorang
pemuda y�ng bertubuh kukuh, tingginya kurang daripadaku. Kami sudah
lama tinggal bersama-sama di R.T.C. Salemba. Aku ingat dua-duanya
menderita hepatitis. lsnarto sendiri telah dua tahun menggeletak di
rumahsakit dari dinding pelupuh beratap daun sagu ini. Dia berumur ±27
tahun.

Kebetulan di Wanayasa aku habis menjual ayam dan telor. Waktu kus· e­
rukan pada orang-orang yang dipanggil untuk mengumpulkan dana,
terkunipul sejumlah empat ratus rupiah. Uang itu adalah sumbangan untuk
dua orang pasien hepatitis yang sangat m�mbutuhkan 1gula. Kami meng-·
harap, dengan sumbangan yang maksimum itu mereka akan mendapatkan
sekedar kekuatannya kembali.

Pada jam 19.00 lima orang yang terpanggif tadi mendapat perintah me­
ninggalkan Unit-IV Savanajaya untuk menuju ke Unit I Wanapura, dengan
membawa semua perlengkapannya. Malam itu juga per_ jalanan kaki dalam
gelap melalui hutan semak-semak ditempuh sembilan belas kilometer. Jam
satu pag� kami sampai ke tempat tujuan.

Rabu, 10 Oktober 1973.
Pagi-pagi kami berlima untuk pertama kali mendapat kehormatan me­
naiki grobak kuda menuju ke Unit-II Wanareja. Tak jauh jaraknya, hanya
dua setengah km. Belum lagi kami sampai di tujuan, sebuah helikopter te­
lah mendarat di lapangan Wanareja dari Narnlea. Begitu kami satnpai he­
likopter itu telah kosong dap. berangk�t lagi. Para tamu masuk ruangan
komando, kami masuk ke sebuah kamai gedung di sebelahnya.
Orang pertama yang mengunjungi kami _adalah Panglima Pattimura,
Brigjen Wing Wirjawan.
W.W.: Hari ini Bap<;tk Jendral Sumitro hendak bicara dengan saudara­
saudara. Kalau ada pertanyaan apa-apa, jawablah yang baik-baik.
PAT.: Apa yang dimaksud dengan baik-baik?

21

Pramoedya Ar1anta Toer

W.W.: Ya, jawablah sebagaimana adanya.
Setelah kepergiannya inasuk pula Brigjen Wadly( ketua perencana-
Bapreru* (Badan Perencana Pulau Buru).
Wdl.: Pak Pram kok sekarang makin ganteng.
P.A.T.: Ya, tentu.
Helikopter datang lagi. Pada waktu itu Jendral Sumitro turun bersama
rombongan.
Kami berlima dihadapkan pada Pangkopkamtib di sebuah ruangan yang
sesak dengan para tamu termasuk para wartawan. Hanya tak ada wartawan
asing. Di antara para wartawan ada dua orang yang kukenal: Mochtar Lu­
bis dan Rosihan Anwar. Sedang di antara rombongan Jendral Sumitro yang
ikut ltlenghadiri aku lihat Brigjen Wadly, Brigjen Wing Wirjawan, Majen
Charis Suhud, Brigjen Ali Said, Majen Umar Said; perwira tinggi dan me­
nengah lainnya. Juga Team Psikologi Universitas ditambah dengan tiga o­
rang wanita.
Juqtlah kami ditambah dengan seorang lagi, yakni Prof. Dr. Soeprapto
SH dari Unit-III Wariayasa.
Pada kesempatan ini Jendral Sumitro seorang yang bicara:
Saya merasa gembira dan bahagia dapat berhadapan langsung dan ber­
dialog dengan saudara-saudara yang ada di Burn ini. Saya datang-dengan
membawa Team Universitas, para wartawan senior dan wartawan-warta­
wan top, yaitu kepala-kepala redaksi di berbagai harian ibukota. Mereka
nanti akan menginterpiu saudara-saudar1,t.
Saudara-saudara telah lama ada di sini dan telah diisolir dalam waktu
yang lama sejak tahun 1965. Karena itu saudara-saudara tentunya tidak me­
ngetahui tentang perkembangan di dunia luar sana. Atau barangkali sau­
dara-saudara sudah tahu? Saya akan jelaska'n situasi 'nasional maupun in­
ternasional secara historis dan kronologis.

Nasional

a. Perjuangan bangsa Indonesia dalam niengusir penjajahan Belanda
diawali oleh perjuangan partai-partai politik. Partai-partai tersebut yang
menyebabkan raky3:t Indonesia melek politik. Tanpa ada partai-partai poli­
tik tidak mungkin ada revolusi Indonesia, dan tidak mungkin ada perjuang­
an mengusir penjajahan Belanda yang berdasarkan Pancasila. Maka karena
itu semua Partai Politik telah berjasa, termasuk jugaP.K.I.

* Bapreru (Singkatan), Badan Pelaksana ResettlementBuni, suatu badan di bawah.
Kejaksaan Agung R.I.

22

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

b. Dalam Revolusi 45 itu lahir ABRI* dan bersamaan dengan itu juga.
parpol-parpol dan ormas-ormas yang kesemuanya merupakan korilplemen
dari Revolusi 45 itu sendiri.

c. Tetapi setelah 1945 parpol-parpol ini tumbuh sendiri-sendiri dan mem­
perjuangkan ideologinya ma�ing-masing. Akibatnya timbul perpecahan
yang makin lama makin mendalam. Memang adalah suatu kebanggaan

menjadi anggota partai, karena ia mendukung suatu cita-cita. Tapi karena
makin lama makin mengutamak�n ideologi sendiri-sendiri, dan dalam pada
itu Onl).as-ormas pun berada di bawah pengaruhnya, maka terjadilah per­
pecahan di dalam masyarakat. Masyarakat menjadi tersobek-sobek. Dalam
perpecahan ini juga ABRI pun terseret di dalamnya. ABRI yang seharusnya
berada di atas segala parpol, karena ada anggota-anggotanya yang kemu­
dian juga pendukung ideologi parpol tertentu. Bhineka Tunggal Ika teran­
c,11m, tinggal Bhineka-nya saja.

Adanya Dlffll, lahirnya gagasan Nasakom, lahirlah PRRI/Permesta,
menambah r:uncingnya keadaan di kalangan bangsa Indonesia. Pada waktu·
itu saudara�saudara, P.K.I. sudah berpengaruh sampai ke desa-desa. Sau­
dara-saudara merupakan kekuatan yang besar dan berpengaruh di mana­
mana. Saudara�saudara namai mereka yang sejalan sebagai "progressif
revolusioner", sedangkan yang tidak sebagai "kontra revolusioner"'. Tak
ada yang dapat mengimbangi saudara-saudara.
· Ditambah, lagi dengan ajaran Bung Karno tentang "Kawan dan Lawan"
dan kata-kata "ini dadaku, mana ..." (Jendral Surnitro tidak meneruskan,
tetapi berpaling pada seorang wanita anggota Team Universitas, yang
duduk di samping kirinya).

d. Kemudian meletus peristiwa G.30.S, yang merupakan perbuatan P.K.I.
yang kedua kalinya:. Karena pengaruh P.K.I. yang besar sampai ke desa­
desa, maka ABRI dalarri usahanya untuk menyelamatkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 45 mengadakan tindakan yang cepat, yakni pe­
nangkapan dan penahanan besar-besaran. Dengan sendirinya dalam
tindakannya ini ada terdapat kekeliruan, rnisalnya penangkapan dan pe­
·nahanan terhadap orang-orang yang tidak tepat.

Pada masa ini terjadi vakum kekuasaan. Massa mendesak pada Bung
Karno untuk menyelamatkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 45,
P.K.I. agar dibubarkan. Sampai pada waktu itu Bung Karno menjadi rnitos
bagi rakyat Indonesia. Tetapi dari Bung Karno tidak ada response. Ekses
vakum kekuasaan adalah terjadinya pembunuhan-pembunuhan.

e. Untuk menghentikan ekses-ekses tersebut lahirlah 11 Maret 1966.

* ABRI, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
I

23·

Pramoedya Ananta Toer

Pernerilitah mengarnbil tindakan. rnembubarkan P.K.I. dan ormas-or-
. masnya. Penangkapan-penangkapan demi keamanan dilakukan sehingga
• ·tindakan-tindakan liar dapat diatasi sehingga dengan cepatnya vakum poli­
tik dan kekuasaan dapat diatasi. Itu berarti, bahwa prajurit-prajurit kita te­
lah berhasil_dalarn rnenyelamatkan Pancasila dan Undang-Undang45.

Saya ini jelek-jelek juga seorang Pancasilais. Prajurit-prajurit yang ber­
baju hijau itu, yang nampaknya kejam, sesungguhnya hatinya lunak juga
seperti manusia biasa.

Periodisasi

a. Begitulah periode sampai dengan 1965 secara historis yang saya namai
,.periode politik, yaitu periode dari pergolakan politik.

Melihat pengalaman dalam periode ini dapatlah ditarik pelajaran, bahwa
yang demikian itu tidak dapat diteruskan, karena pergolakan-pergolakan
itu tidak memberi kesempatan pada kita untuk melaksanakan pembangun­
an. Barus stop! Barus berhenti! Kita harus susu\ kerusakan-kerusakan
masa ini. Kita harus rnembangun. .

b. Maka setelah�'tarnpilnya Orde B·aru ini dimulailah periode pemba­
ngunan. Untuk tidak mengulangi pengalaman masa lampau, parpol-parpol
disederhanakan. Ini tidak berarti partai-partai dibubarkan, sebab pembuba­
ran partai-partai adalah juga tidak benar. Kita tidak menyetujui bahkan
mencegah timbulnya militerisme, diktator militer! Untuk ini, sebagai chal­
lenge, paipol-parpol disalurkan dalam 2 tubuh, yakni:

le. Partai Persatuan Pernbangunan, yakni terdiri dari N.U., Parmusi,
Perti, P.S.1.1.

2e. Partai Demokrasi Indonesia, yang terdiri dari P.N.I., Partindo, Ka­
tolik, Murba. Di samping itu ada:

3e. Golkar, yaitu organisasi besar y�ng bekerja sampai ke desa-desa.
Golkar terdiri atas berbagai ·ormas dan penampung bekas anggota partai
yang telah rnenanggalkan ideologinya masing-masing.

Dalam periode pembangunan, ormas-ormas tidak lagi seperti dulu, dan
melalui suatu restrukturisasi, diatur berdasarkan badah-badan berdasarkan
kejuruannya.

Internasional

a. Tentunya saudara-saudara ingin'juga mengetahui ·keadaan interna­
sional. Keadaari internasional sekarang sudah berubah setelah saudara-sau­
dara 'berada ·dalam isolasi ini. Dahuhi saudara-saudara adalah murid Pe-

24

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

king. Benar tidak? Dahulu saudara-saudara selalu mengatakan A.S. adalah
musuh nomor satu. Dahulu saudara-saudara memperjuangkan suatu ideo­
logi. Bagaimana sekarang jadinya? Peking, guru saudara-saudara, dan
Washington, musuh nomor satu saudara-saudara, sekarang sudahshaking
hands. Mereka telah bermesra-mesraan. Presiden Nixon telah berkunjung
ke R.R.T., dan telah terjadi pertuk�an del�gasi antara mereka.

b. Kemesraan hubungan ini dirasakan oleh Moskow dan Hanoi sebagai
merugikan.

c. Sekarang pasukan-pasukan A.S. seluruhny;i telah ditarik dari lndo
China.

d. Bahwa perjuangan ideologi sudah tidak relevan dapat saudara-saudara
lihat dari hubungan antara Moskow dan Peking. Apabila p0ada satu pihak
A.S. dan R.R.T. sudah bermesra-mesraan, maka antara duagiant commu­
�ist, yakni Peking dan Moskow, terdapat pertentangan yang semakin ta- .
jam ....

Sampai di sini perternuan mendengarkan Jceterangan Jendral Sumitro
diskors. Enam orang tapol dipecah menjadi dua.rombongan. Basuki Efen­
di, Ir. Sugondo dan Prof. Dr. SupraptoSH. aku dan Muiyono SH, pindah ke
tempat lain.

Ternyata karni menghadap1 wawancara dengan para wartawan, Team
Psikologi Universitas dan para perwira tinggi.

Mochtar Lubis: Bung Pram, adakah telah kau temukan Tuhan di sini?
P.A.T.: Tuhan yang mana? Yang datang di Buru sini dewa-dewa.
M.L.: Aku lihat pendengaranmu tidak baik. Kuping mana yang lemah?
P.A.T.': Kedua-duanya.
ML: Nanti aku belikan hearing-aid.
P.A.T.: Terima kasih. Tidak perlu.
M.L.: Kau sekarang kelihatan tegap.
P.A.T.: Karena merasa akan bekerja keras, di R.T.C. Salemba aku mulai
berlatih sport.
Team Universitas (seorang wanita): Bukankah bekerja juga sport?
P.A.T.: Lain.
Rosihan Anwar: Pram, jij masih menulis?
P.A.'f.: Ya, baru-baru ini hampir separoh dari roman tentang periode
kebangkitan nasional telah aku selesaikan.
M.L. : Kau sudl;\h mulai menggarap -sejarah. Mengapa bukan tentang
yang sekarang?
P:A.T.: Aku sudah muak tentang hal-hal yang tidak menyenangkan
sekarang ini. Lagi pula kalau aku menulis tehtang yang sekarang, nanti
disalah- tafsirkan.

25

Pramoedya Ananta Toer

Gayus Siagian: Bukankah justru yang'memuakkan itu yang harus ditu-

lli?

P.A.T.: Saya punya hak untuk menentukan apa yang saya tulis, yang

dapat memberikan kepuasan individual,pada saya. Dalam hal ini saya tidak

peduli apa orang lain suka atau tidak.

R.A.: Kau'benar, Pram. Baru-baru ini aku menulis kisah sejarah tentang

· bajak laut, kisah dari nenekku. Tapi rupa-rupanya karena yang menulis

· bukan kau, buku ini tidak laku.

Team Universitas: Dari mana materi saudara?

P.A.T.: Dari studi sebelum ditahan: Karena berdasarkan -ingatan semata

tentu banyak kekurangannya.

T.U.: Dari mana s_ audara mendapat kertas?

P.A.T.: Saya punya delapan ekor ayam.

T.U.: Bagaimana saudara mendapatkan uang?

P.A.T.: Kadang-kadang ada pejabat membeli telor.

M.L.: Susunlah daftar buku-buku, kirirnkan padaku, nanti aku kirim.

P.A.T.: Terima kasih.

M.L.:-Apa saja kau kerjakan selai:na ini?

PAT.: Macam-macam, bertani, jadi pandai besi, bikin jalanan ...

Majen Kharis Suhud: Bung Pram, lupakah bung pada saya?

P.A.T.: Maaf, saya tidak ingat.

Mj. Kh. S.: Bukankah Bung dulu di_ Cikampek?

P.A.T.: Betul.

Mj. Kh. S.: Bukankah kawannya dulu Alif dan Bimo?"

P.A.T.: Betul.

Mj. Kh. S.: Masa lupa pada saya? Duiu saya di batalyon I, Bung Pram di

staf Resimen.

P.A.T.: Betul. Maafkan, saya memang pelupa.

Mj. Kh. S.: Mengapa pengalaman-pengalaman kita dulu tidak bung tulis?

P.A.T.: Sudah. Malah suda_ h diterjemahkan di beberapa negara. Sekarang

. biarlah saya yang bicara. Kami ini, aku mau katakan sesuatu padamu,

Mochtar, karni ini adalah nyawa saringan. Sejak diR.T.C. Jakarta _sudah

beberapa kali saja d. i antara karni yang mati, belum di Buru ini. Waktu karni
di penjara Karang Tengah, Nusa Kambangan, pada sebuah papan-.tuI lis ter-

baca begini: Kekuatan empat ratus sekian, mati dua ratus sekian. Kemarin

di Savanajaya, aku dapati seorang pemuda, seorang nyawa saringan,

menggeletak selama 2 tahun di rumahsakit karena hepatitis. Nama anak ini

lsnarto. Aku tidak rela anak ini mati setelah melalui saringan-saringan
''

* Maksudnya: Djamhoer Alif dan Bimo Ario Tedjo.

26

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

selama ini. Aku rninta bantuanmu menolong jiwa anak ini.
T.U.: . Sdr. Pram, bagaimana saudara bisa survive selama ini? Adakah

nilai spiritualnya?
P.A.T.: ltu ada ceritanya. Pada tahun 1948, waktu saya telah dua tahun

dalam tahanan, saya merasa putus asa, dan siap untuk bunuh diri.Ik ben
meer mystisch dan religieus aangelegd1'. Maka saya lakukan sesuatu de­
ngan semboyan: Bunuhlah aku bila tak dibutuhk'an 1/lgi oleh kehidupan.

R.A.: Kemudian a,da'openbaring**?
P.A.T.: Betul. Ada openbaring. Saya takkan katakan apa-apa.
M.L.: Karena kau me�pelajari sejarah, bagaimana pandanganmu tentang
G.30.S?
P.A.T.: Pada waktu terjadi peristiwa itu aku sedang menyusun bahan
Ensiklopedi Sejarah Gerakan Kemerdekaan Nasional1900-1945. Aku kerja
di rnmah, tidak mengetahui apa-apa di luar rnmahku. Sampai aku di­
tangkap pada 13 Oktober 1965 telah kususun sebanyak ±750 kontigen.
R.A.: Pengalamanmu tragis, Pram.
P.A.T.: Jangan dikatakan suatu tragedi.
R.A.: Bukan! Tragis, kataku.
M.L.: Jadi bagaimana G.30.S. ini meriurnt pandangan historis?
P.A.T.: Biarlah yang lain-lain yang menjawab. Jangan aku saja.
Wawancara beralih pada Syarifuddin SH, dan Mulyono SH.
M.L.: Pram, apa saja kau baca selama ini?
P.A.T.: Yang aku sukai adalah majalah America terbitan Serikat Jesuit.
R.A.: Apakah kau tak membaca buku-buku Islam?
P.A.T.: Mana yang lebih menarik itu yang kubaca.
T.U.: Sdr. Pram, bagaimana pendapat saudara tentang pembangunan
Burn?
P.A.T.: Menurnt pendapat saya sebaiknya Burn ini dihutankan dan
ditinggalkan selama seratus tahun.
T.U.: Mengapa?
P.A.T.: Tanahnya terlampau muda, kurang mengandung mineral-mineral
yang dibutuhkan, karena pulau ini tidak vulkanis dan terdiri dari savanah,
yaitu padang rnmput yang diselang-seling hutan-hutan kecil. Areal kecil
yang .dibuka dibandingkan dengan luas savanah, menyebabkan hamanya
ambytik pada areal pertanian yang kecil itu.
T.U.: Bukankah ada obat-obatan?

* lk hen meer mystisch dan religieus aangelegd (Bid). S.aya lebih berbakat mistik

dari pada agama.

** openbaring (Bid), Inggris: revelation; wahyu, pengilhaman (Illahi).

27

Pramoedya Ananta Toer

Sampai di sini wawancaea berhenti karena skorsing telah selesai.
Keterangan Jendral Sumitro setelah skorsing diteruskan di tempat yang
sama.

Dialog

a. Dalam periode pembangunan, ideologi tidak menent.u)s:an. Penyaluran
profesi berdasarkan scope nasional adalah yang dibutuhkan dalam pem­
bangunan. Kepartaian yang seperti dulu sudah irrelevan. Dalam periode
sekarang ini Indonesia mau berhubungan baik dengan negara mana saja,
menjalankan politik bebas dan aktif, juga dengan Peking, juga dengan
Moskow:

b. Sekarang telah tercapai stabiiisasi politik. Sµasana telah reda, yllng
memberikan kemungkinan diadakan langkah-langkah penyelesaian ten­
tang masala. h tahanan politik. Dafam satu tahun ini sudah harus diselesai­
kan dari golongan A yang meliputi: 200 kasus, GolonganC telah total dis­
missed dalam tahun ini, sedang untuk golongan B dalam waktu dekat ini
akan diselesaikan.

Bagaimana penyelesaian saudara-saudara yang ada di Buni ini? Ya, sau­
dara-saudara takkan selama-lamanya ada di Burn ini, kecuali bagi mereka
yang telah menemukan home-nya di sini. Jadi penyelesaian saudara-sau­
dara yang ada di Buru ini ada dua macam, dan saudara-saudara bebas
memilih, yaitu: le. Dikembalikan ke tempat asal. 2e. Tinggal di Buru, ka­
rena telah menemukan home-nya.

Bagi mereka yang memilih dipulangkan ke tempat asalnya, memang
harus dipertimbangkan beberapa hal, yaitu stabilisasi politik di Jawa, dan
itu telah tercapai, faktor security, sosial danekonomi, karena jangan harap­
kan di Jawa bisa mendapatkan kembali pekerjaan yang dulu. Pekerjaan
sulit di Jawa, bahkan transmi.grasi dari Jawa dilakukan terus menerus.

c. SemeRtara menunggu_penyelesaian di sini akan diadakanregrouping
yang nanti akan dilaksanakan oleh Dan Tefaat.Regrouping ini didasarkan
pada keahlian, sehingga dengan demikian saudara-saudara mendapat
kesempatan melatih kembali pikiran-pikiran saudara agar pikiran-pikiran
saudara tidak menjadi beku.

d. Hendaknya saudara-saudara jangan sampai kehilangan harapan, kare­
na harapan adalah sesuatu yang indah dalam hidup manusia. Hidup tanpa
harapan adalah hidup yang kosong. Saya tahu saudara-saudara hidup dalam
penderitaan. SeJDentara menunggu penyelesaian di alam lingkungan yang
tenang dan damai ini bersenanglah saudara-saudara di dalam penderitaan.
Sedang nanti, bila saudara-saudara telah senang, berprihatinlah.

28

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

· e. Saya dengar dokumentasi Pak Pram hancur. Saya tahu, bagi seorang
pengarang, dokumentasi adalah suatu pride. Bikiniah verlanglijst* buku
dan alat-alat apa yang saudara butuhkan, nanti akan saya kirimkan. Juga
saudara-saudara nanti akan saya kirimi koran agar dapat mengikuti
perkembangan di luar serta pidato-pidato politik Presiden Suharto yang
p{lnting. Kepada Pak Pram saya sampaikan juga salam dari kawan-kawan.
Ternyata di luar sana Pak Pram mempunyai banyak kawan.

f. Kumpulkanlah problim-problim saudara-saudara. Pada waktunya lagi
nanti -akan kita bicarakan.

g. Sampaikan kata-kata saya ini kepada semua warga te!Dan-teman sau­
dara-saudara.

Sekianlah**.
*

Sebelum terbang ke Namlea dengan helikopter kepadaku Pangkop­
kamtib bertanya: "Bukankah Pak Pram tidak berkeberatan bergambar de­
ngan saya?"

Sebelum berangkat para tapol bersama Pangkopkamtib dan rombongan
berpot.ret. Prof. Dr. Suprapto SH, dan aku mengapit sang Jendral. Setelah
itu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar bergantian berpotret denganku:

Kepadaku Mochtar Lubis ineninggalkan oleh-oleh satu bos Bentul, tapal
_gigi, sabun dan satu tube Roche Supradyn .:..

Setelah kembali beberapa hari di Wanayasa aku dan SyarifuddinSH di­
panggil ke Wanapura untuk menjawab enam pertanyaan secara tertulis:

1. Sebutkan pertanyaan-pertanyaa,n yang diajukan Pangkopkamtib kepa-
da saudara-saudara.

2. Sebutkan jawabari saudara atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
3. Bagaimana tanggapan saudara mengenai persoalan tersebut?-
4. Kesan-kesan apa yang saudara peroleh?
.5. Bagaimana dah apa kesimpulan yang saudara dapatkan?
6. Apakah saran dan anjuran saudara bagi teman-teman saudara di Tefaat

Burn ini?
• Setelah pulang kembali ke Wanayasa rasa-rasanya kehidupan sehagai
tapol akan pulih sebaga'.iqiana biasa, Ternyata tidak. Pada 13 November
datang ke Unit III Wanayasa Pang1ima Pattimura Brigjen-Wing Wirjawan
bersama Kolonel Said dari Jakarta. Bersamaan dengan itu datang pula

* verlanglijst (Bid), daftar yang diingini.
** Ucapan Jendral Sumitro yang dicetak tersebut disusun oleh sebuah redaksi yang

terdiri dari para tapol yang ikut hadir mendengarkan.

29

Pramoedya Ananta Toer

panggilan-panggilan dari Unit Jain-lain: S_uroso, pelukis yang untuk per­
tama kali kukenal, Gultom, pelukis, juga baru aku kenal; Permadi, juga
pelukis yang pernah kukenal qi Juar dan sekali pernah datang berkunjung
ke rumah, Mardadi Untung, pelukis, juga barn kukenal, Isa Hasanda, pe­
lukis, juga baru kukenal dan ia datang dengan ditandu, para pengukir.
Panggilan itu melingkupi sejumlah tigabelas orang termasuk aku dan Prof.
Dr. Suprapto SH., tetapi yang lain�lain belum hadir. Di tempat Komandan
Unit III Wanayasa Panglima menyampaikan kepada kami:

Saudara-saudara, setiap saya dipanggil ke Jakarta oleh Bapak Presiden,
mesti saya ditanya: "Bagaimana kabar dan keadaan saudara-saudara.kita
yang ada di Pulau Bum?" Saya selalu menjawab, keada;m saudara-saudara,
baik-baik. Karena itu saya suka kecewa kalau ada kejadian yang tidak baik,
seperti baru-baru ini ada kejadian "bunuh diri'"'- Ini menyebabkan jadi
keruwetan dalam pikiran saya. Saya harap takkan ada lagi kejadian yang
akan mengganggu penyelesaian saudara-s&udara. Ya, mudah-mudahan
setelah kunjungan saya sekarang tidak akan ada kejadian lagi.

Seperti saudara-saudara telah ketahui, situasi politik luar negeri dewasa
ini sangat aneh. Hlibungan politik antara Rusia-R.R.T. semakin buruk,
sedang antara R.R.T.-Amerika semakin erat dan baik, bahkan lebih baik
daripada sikapnya terhadap kita. Jadi dapat saya simpulkan bahwa ideologi
bukan suatu ukuran.

Keadaan kepartaian di dalam negeri sudah berubah. Pemerintah telah.
memanggil partai-partai dan diajak bermusyawarah dan berhasilla,h partai­
partai disederhanakan. Pemerintah mengambil jalan ini, karena pemerintah
dengan main bubarkan partai-partai nanti dianggap pemerintahan diktator.

Kedatangan saya ke sini adalah mempertegas apa yang telah disampai­
kan oleh Bapak Jendral Sumitro tempo hari. Apa yang telah disampaikan
adalah benar dan da'pat dipegang.

Memang partai-partai itu dahulu banyak berjasa dalam mendidik rakyat
tahu politik. Dan juga saudara-saudara ini dulu juga ikut punya andil dalam
perjuangan kemerde\caan. Hanya kemudian perkembangan partai-partai
menjadi tidak baik. Oleh k�enanya Pemerin�ah menempuh jalan penye­
derhanaan partai.

Saya tidak perlu panjang lebar sebab tempo hari juga sudah dijelaskan
oleh Bapak Jendral Sumitro.

Negarakita ini adalah negara yang kaya, subur, makmur. Terutama hasil
minyak bumi. Saudara-saudara ini dibina dan diajak untuk membangun.

* Yang dimaksudkannya adalah peristiwa Oktober 1972 di Unit V seorang militer
dibunuh tapol dan; tapol dibunuh militer. Lihat lampiran. ·

Nyanyi Sumi Seorang Bisu

Saya juga membawa oleh-oleh berupa alat-alat yang saudara-saudara
perlukan. Alat-alat ini dibeli dengan harga mahal, oleh karenanya supaya
digunakan sebaik-baiknya. Juga kepada Pak Pram dikirimkan beberapa
btiku yang diperlukan. (Catatan: Aku tak pernah menerimanya).

Di samping itu saya membawa.surat Presiden Suharto, yang ditujukan
kepada saudara-saudara. Walaupun ditujukan kepada perseorangan tetapi
dimaksudkan untuk saudara semuanya di Burn. Dan surat ini berupa cam­
buk kepada saudara-saudara. Sungguh jarang terjadi di dunia ini seorang
Presiden masih meluangkan waktu untuk menulis surat kepada tahanan
seperti saudara-saudara. Seorang Presiden, yang setiap detik sibuk dan
banyak urusan tentang negara, toh masih sempat menulis surat kepada sau­
dara-saudara. Ini adalah suatu penghargaan yang besar kepada saudara­
saudara dan juga adalah suatu tanda kebesaran jiwa Bapak Presiden
Suharto.

Setelah saudara-saudara baca dan pahami maksudnya, cobalah saudara­
saudara nanti membalasnya dan jangan diulangi kesalahan yang telah
dikatakan oleh Bapak Jendral Surnitro.
. Sebelum pesan itu ditutup Kolonel Said menambahkan: "�ersama de
ngan hadiah Bapak Presiden ada disertakan paket untuk Pak Pram dari lbu
Pram."

Penutup dari pesanan itu adalah sebuah malam kesenian di gedung
kesenian Wanayasa.

Keesokan harinya pada tanggal 14 November 1973 se�agi�n terbesar dari
para penerima surat: Prof. Dr. Suprapto SH., Gultom, �- Mardjo, Su­
prijanto, Supeno, Endang Sukarna, Untung Mardadi, Permadi, Suroso dan
aku, pada jam 14.00 meninggalkan Unit III Wanayasa, menuju ke Unit I
Wanapura, dan tidak diperkenankan kembali ke Unit masing-masing.

Surat dari Presiden berbunyi:

Presiden
Republik Indonesia

'Kepada:

Sdr. Pramudya An.anta Tur
di Tefaat Pulau Burn

Saya telah menerima laporan dari PANGKOPKAMTIB Jendral TN! Soemitro

tentang keadaan saudara-saud'ara.
Kekhilafan bagi seorang manusia adalah wajar, namun kewajaran itu hams
pula ada kelanjutannya yang wajar. Yakni:

31

PramoedyaAnanta Toer

"Kejujuran, keberanian dan kemampuan untuk menemukan kemb;:tli jalan
yang benar dan dibenarkan".
Semoga Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Kasih memberi perlindungan
dan bimbingan di dalam Saudara menemukan kembali jalan tersebut.
Amin.
Berusaha dan bemiohonlah kepadaNya,
Jakarta, IO Nopember 1973

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
(tanda tangan)

Soeharto
Jendral TN!

Pada sore tanggal 17 November tiga belas orang penerima surat Ptesiden
dikumpulkan oleh Komandan Tefaat Kolonel Sjamsi M.S. dan diperin­
tahkan lintuk membalas surat tersebut, diiringi kata-kata: "Saya akan baca
dulu konsepnya, untuk mengetahui masih ada yang sakit atau tidak."

Surat jawabanku berbunyi:

Kepada Yth.
Bapak Presiden Republik Indonesia
Jendral Suharto

Dengan hormat,
Terkejut dan terharulah saya menerima surat dari Bapak Pre�iden, karena
tak pemah terkira-kirakan seorang tahanan politik akan mendapat kehor­
matan yang sedemikian besamya. _Beribu terimakas1h dan penghargaan
setinggi-tingginya atas waktu yang sangat berharga dan perhatian Bapak
Presiden yang telah dilimpahkan pada saya.
Adalah besar sekali tulisan Bapak Presiden dalam surat tertanggal IO No­
vember 1973 itu bahwa "Kekhilafan bagi manusia adalah wajar" dan
"hams pula ada kelanju_tannya yang wajar."
Bapak Presiden R.l. yang terhormat,
Orang tua saya, dan baningkali demikian juga orang tua umumnya,
mendidik saya untuk selalu mencintai kebenaran, keadilan dan keindahan,
ilmu pengetahuan, nusa dan bangsa. Dengan pesangon itu saya memasuki
dunia dan meninggalkan tapak-tapak kaki bekas perjalanan, yang dapat
dinilai oleh siapapun. Maka karenanya surat Bapak Presiden R.J. yang
berseru tentang "kejujuran, keberanian dan kemampuan untuk mene­
_mukan jalan kembali jalan yang benar dan dibenarkan" adalah seakan­
akan seruan dari orang wa sendiri yang menceriai:igkan nilai-nilai pesa-

32

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu
ngon tersebut. Jiwa bes,ir memaafkan kekhilafan dan tangan kuat diulur­
kan pada yang Jemah.
Beribu terimakasih atas doa Bapak Presiden R.I. yang dipanjatkan kepada
T.Y.M.E., karena tak adalah perlindungan dan bimbingan yang benar di­
luarNya.
Berusaha dan memohon selalu.

Hormat dan salam
dari Tahanan Politik No. 641

Pramoedya Ananta Toer
Korespondensi Tapol RI' dengan Presiden RI habis sampai disitu saja.
Demikian rangkaian cerita-cerita kalau dewa-dewa tunm ke bumi .....

Wanapura, November 1973
Susulan:
Pada awal 1974 terjadi kerusuhan yang kemudian ternyata didalangi untuk
menggempur inisiatif Sumitro*. Pada tahun itu juga Sumitro, yang tampil
dalam impian sebagai·raksasa bergigi emas, jatuh dari kedudukannya, dan para
wartawan senior pengiringnya pada kehilangan korannya, gara-gara apa yang
kemudian dinamai"Malari"**.

* Lihat: Wanareja.
** Lihat: Peristiwa 15 Jaouari 1974, Publishing House Indonesia Inc. Jakarta, Maret

1974.
33

3

Terakhir.Kali
. Nonton Wayang

M usim panen dan pentingnya pelajaran sekolah pun ruap..·
. Panggung wayang dib;mgun di mana-mana meningkahi pesta
lahir, dewasa dan kawin. Tidak untuk sang maut. Mengapa

tidak untuk sang maut seperti di pulau-pulau tettentu di luar Jawa? Nah,

aku mesti tanya pada siapa!?

Dan bila ganielan telah ditabuh, dan dalang telah duduk tepat di titik

pusat pesona di bawah blencong (= lampu panggung) di hadapan layar,gu­
nungan telah diangkat d&n disingkirkan ke pinggir, maka para dewa, brah­

rnana dan satria pun pada berdatangan merasuk ke dalam anak-anak wa­

yang dari kulit atau kayu atau boneka tiga dimensi, berkisah diri tentang

kehidupan dari negeri entah berantah. Juga para raksasa berdatangan de­

ngan gegap-gempita Dari populasi wayang yang tak kurang dari60 tokoh,

tepatnya 40 tokoh dalam setiap lakon itu ... Ah, kalian, kasta sudra, menga­
pa jumlahmu begitu tipis? Punakawan dan emban melulu? Kalian, sudra,

penduduk asli, bangsa gua? Bahkan di panggung pun kau tak kebagian

tempat?
Para pujangga wayang juga pandai menghibur diri: biar cumapunaka­

wan dan emban melulu, Semar adalah keturunan dewa, bahkan dewa itu

sendiri dalam tubuh si pengiring satria. Pujangga penghibur itu! Gara-gara

cuma mau menghibur, mer�ka telah"kodrat"kan bangsanya sendiri jadi
bangsapuna�wan, bangsa emban.· ·

Dan para dewa di tengah�tengah pesta para petani itu hanya punya urusan

dengan sesama dewa, brahmana dan satria saja. Dewa, brahmana dan satria

samasekali tak punya urusan dengan petani. Tapi para petani menganggap

diri punya urusan dengan mereka, mencintai mereka seperti mencintai

nenek-moyang· sendiri yang sudah sangat lama mati, sudah tak dapat dii­

ngat dan sudah tak dapat dikenalinya lagi. Betapa mengibakan cinta petani

yang sepihak, bertepuk sebelah tangan itu. Dalam lamunan mereka merasa

amat dekat dengan mahluk-mahluk abstrak yang datang merasuk itu sekali­

pun tak pernah mendapat gubrisan. Tragis mereka itu- bahkan sawah dan

34

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

ladang tak pernah tersentuh, tersebut pun tidak. Betapa gigih mereka men­
c_intai dan tetap mencintai. Juga anak-anak mereka yang telah melewati
kuliah dari sekian perguruan tinggi di dalam dan di luar negeri. Malah juga
s_udah mengepal sekian puluh jenis filsafat, dari pra-sejarah sampai abad
nuklir.

Bila panen tak juga datang, para dewa dan satria dan brahmana, dan tentu
saja para raksasa sebagai bukti,hadirnya kemuliaan pada golongan non­
raksasa, tak juga turun ke tengah-tengah pesta yang tertunda dan tertunda,
setidak-tidaknya masih ada pencerita lisan dan tulisan. (Waktu kanak-ka­
nakku tak ada gelumbang buku kornik yang :memampuskan daya fantasi,
dan strip-strip hanya ada dalam majalah non-Pribumi). Dan semua berkala
Jawa non-religi takkan pernah senyap dari mahluk-mahluk luar biasa itu,
tanpa putusnya, sampai panen sesungguh panen datang lagi.

Kalau dikehendaki selingan masih ada setengah dewa dan setengah satria
Babad Tanah Jawi atau Hika.yat berangkai Amir Hanizah dan Hika.yat be­
rangka.i Panji merasuki anak-anak wayang krucil dengan wiyaga yang ikut
bersorak-sorai dan berjogetan bila 'sang satria tuntas melaksanakan pesan
para setengah dewa.

Semua ditingkah gamelan dan suara pesinden, yang suluk-suluknya
membubungkan hikmat dan doa dan puja sekaligus, membius dan memati­
kan aka), membawa orang tertelan oleh dunia ilusi yang rrtenghentikan
. segala gerak. Sunya. Sunyi. Kosong. Non-exjsting.

Dan gamelan itu - kepolifonikannya! dia telah capai yang �uga dicapai
oleh musik Barat.

Lakon-lakon Amir Hamzah itu, Wong Agung Menak, memang terasa
·1ebih mendekati bumi. JugaBabad Tanah Jawi, hanya gamelannya kurang
membius, tidak mematikan akal. Dalam menggelumbangnya pasang ·na-
•sionalisme kiri, ayahku melemparkanNederlandschalndische Geschie­
denis dan menggantik'annya denganBahad Tanah Jawi mulai klas 4 SD,
susunan Taman Siswa, dalam tulisan dan _bahasa Jawa, menampilkan
kronik para setengah satria Jawa sejak mereka diturunkan secara biologis
oleh para ·setengah dewa sampai tempat pemukiman mereka dapat dida­
tangi dengan andong, mahluk-mahluk yang tetap dengan kesetengahnnya,
melawan atau tidak melawan, tetap terus-menerus takluk pada Belanda.

Dewa, brahmana, satria, setengah dewa dan setengah satria tak kunjung
jenuh berbaris dan bergaya memenuhi alam pikiran. Dan tak pernah ter­
beritakan di mana mereka meneteskan keringat. Dan jadilah diri bagian
dari wayang, kalis dari kekuasaan keras dan lunak pedagang Belanda dari
negeri jauh, yang dalam obrolan para punakawan pun tak pernah
tersinggung, maka tak ada, seperti setiap embun yang luncur tanpa bekas

35

Pramoedya Ananta Toer

dari atas daun talas. Perpindahan desa ke kota, petani yang pindah jadi wai­
syia, dan waisyia kota yang berokade ke· desa karen_a bangkrut, semua
membawa serta wayang dalam kepalanya. Ya, waisyia yang juga tak men­
dapatkan sudut pun dalam tata kasta wayang nenek-moyang. Apa boleh
buat. Kan Erlangga yang memulai tri-warna? Brahmana, Satria, dan Sudra
saja? Pindah ke sebera!?g pun para dewa dan tri-warna ikut serta. Dan da­
lam kesulitan hidup p!lra raksasalah yang datang menggantikan dengan
sorak gegap-gempita.
· ltu tokoh-tokoh yang hidup. Dan hjdup tokoh-tokoh itu: perang tanding
dan perang tawur ant.ar gerombolan memunculkan satu pemenang. Bumbu:
wejangan, gemblengan. Benang pengikat yang melahirkan hidup: intrik.
Penutup: Pemenang tunggal sebagai penguasa segala dan semua tanpa ba­
tas. Juga tanpa batas dalam keluarga orang-orang lain. Siapa bisa heran
kalau masih dalam rangka cerita wayang Presiden Republik Indonesia per­
tama ditampilkan sebagai sumber hukum? Dan sang penampil kontan naik
ke panggung wayang jadi menteri?

,Betapa terpesona, berabad-abad lamanya, pada adegan perang tanding
dan°perang tawur, betapa tergelitik oleh· setiap intrik. Dan betapa seja­
rahnya sendiri adalah lingkaran setan dari dua-duanya plus ketidakberda­
yaan dirinya sendiri sebagai pribadi pendukung wayang. Betapa seluruh
alam wayang, seluruh filsafatnya, menjadi jalan raya, terbuka dan kesat ba­
gi serdadu!serdadu negeri dan bangsa kecil dari utara sana berparade. Dan
betapa seluruh oi.-ganisasi kektiasaan dan sosi�l mengangguk mengiakan.

Perang Dunia II pecah, menjalar dan menjamah kehidupan seluruh
dunia. Alam wayang itu lecet pun tidak. Pertempur· an, perang tanding bri­
gade demi brigade, satria demi satria dalam Bharatayuddha ternyata perang
terbesar yang pernah terjadi. Perang·udara? Kurang hebat bagaimana Ga-
totkaca di udara? Sampai-sampai di panggung wayang orang pun dengan
sayap terba-lik dan terikat masih bisa terbang. Dan mana ada' perang -
tanding udara lebih indal) q�n membelai dari Dasamuka versus Jatayu?
Mana ada casus belli lebih sah daripada penculikan wanita demi sex? Pe­
naklukan Caesar atas Gaul, bersusulan Jengis Khan, Napoleon dan Hitler,
hanyalah dari seberang got. Kapal selam? Dunia wayang memiliki An-'
tareja - tanpa teknologi, dengan tangan kosong dapat ke luar-masuk bumi,
lebih dibya (= genial) .daripada seluruh armada Jerman. Pengeroyokan atas
kapal p�rang Graf von Spee di muara La Paz oleh kapal-kapal medam
musuh-musuhnya, apalah artinya berbanding pertarungan antara Bhima
dengan Antaboga? Tentu, Perang Dunia II yang sedang berkecamuk
terjerat-jerat bermacam peristiwa, keruhdan butek. Semua peristiwa dalam
alam wayang jernih bak berlian sekian ribukarat, sudah terikat pada cincin,'

36

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

sudah terpasang pada jari kasta termulia yang tak pernah kerja. Tank-tank
raksasa Schermann Jerman yang membeludag dalam Blitzkrieg ke jurusan
timur itu, apalah artinya berbandingrampogan?

Dan tentang kisah cinta? Mana ada yang menandingi Rama. dan Sinta,
biar pun tak jelas sosok cintanya? Jayaprana-Layonsari, Sidapaksa-Sri­
tanjung, tergeser menjadi kisah percintaan dan kesetiaan cinta klas dua
atau klas tiga. Apalagi Bangsacara-Ragapatrrii. Hanya karena mereka para
setengah satria dari buminya sendiri. Dan percintaan Pranacitra-Rara'
Mendut? Uh, percintaan antara waisyia dengan sudra cuma, apalagi berani
menentang kehendak. satria dalam suasana kemenangan Mataram sehabis
merompak dan membajak Pati. Tak terkunyahkan! Siapa puta akan heran
bila Saija dan Adinda, kisah cinta dua anak manusia. pribumi dari golongan
tani zonder meer, tidak pemah'bergaung di hati petani sendiri, karena me-
mang tak ada dewa campur-tangan di dalamnya, apalagi,mereka toh hanya
ditumpas. saja akhirnya oleh serdadu bayaran pedagang Belanda.

Dan senjata para dewa dan satria wayang ini- ampuh tanpa tanding.
Entah berapa lusin dalam arsenal ki dalang: Pasopati, Sarotama, Kali­
masada, Rujakpala. Apa itu pestol, bedil dan meriam? Apa pula itu roket
SS-V? Kalau Ki Semar kentut, kata ki dalang, tiga hektar lahan akan bi­
nasa. ltu baru kalau. Tak pernah jelas berapa persediaan gas ada dalam
kantong perutnya. Lebih kemudian, setelah senjata inti meledak di Hiro-
. shima dan Nagasaki, Eniwetok, Siberia, Sahara, Pasifik dan sudut-sudtit
bumi lain yang terlupakan, barangkali- ya; barangkali- orang jadi ragu
akan arsenal ki dalang. Dan senjata, dalam jaman apa· dan kapan pun,
dibuat untuk maksud yang tidak pernah berubah: menyerang, menahan
serangan, bela diri dan bunuh diri. Dalam wayang musuh adalah yang itu­
itu juga dan dibunuh dengan senjata itu-itu juga. Ya, memang belum berge­
ser dari kenyataan: leluhurku mendirikan sekian banyak kerajaan, merun­
tuhkannya, mendirikan dan meruntuhkannya lagi, abad demi abad, sampai
tak sempat mencatatnya- betul-betul tidak sepenuhnya jaman sejarah, juga
t1dak sepenuhnya jaman pra-sejarah. Satu lingkaran setan dengan titik­
tolak, dan kembali ke titik-tolak. Darah dengan apa ia mandi tidak mere­
majakannya. Memang sudah menjadi bangsa tua yang selalu kiprah dalam
lingkaran setan: dari pintu terbuka kolonial, ke pintu terbuka pasca­
kolonial berapa kali permandian darah? Dari demirust en orde* sampai
demi keamanan dan ketertiban? Ya, dari jaman Siliwangi sampai jaman
Silitonga.
· Mulai 1939 sudah kuputuskan: sudah, sudah, sampai di sini saja; tutup

* rust en orde (Bid), keamanan dan ketertiban.

37

Pramoed)'a Ananta Toer_

buku dengan wayang, kau sudah habiskan semua bacaan wayang terbitan
Balai Pustaka, kau sudah kenyang nongkrong semalam suntuk, kau sudah
cukup menyelinap di sela-sela buku pelajaran dan kewajiban pada
keluarga. Ternyata tajc ada kurasai kehilangan. Alam hitam-putih wayang
pun berganti dengan dunia yang lebih berwarna-warni, kaya tanpa batas
akan nuansa dan perbedaan derajati.

Waktu balatentara Dai Nippori bersimarajalela di atas bumi kelahiran,
dan para petani yang pada berhasil meloloskan diri dari kamp-kamp
roomusha pada roboh di pinggir dan perempatan jalan karena kelaparan,
dengan busa dan air mengucur dari mulut dan dubur, dewa-dewa, brah­
mana dan satria dalam kampus ki dalang tak ada yang datang menonjolkan
diri. Jangankan meneteskan setitik gula merah pada bibir mereka. Ya,
mereka telah dikhianati oleh pujaan mereka sendiri, pujaan yang tak kenal
balas budi. Pujaan mereka selama itu bukan saja tak pernah meneteskan
keringat, juga mk pernah makan, seperti Flash Gordon, tahunya hanya
mendirikan dau meruntuhkan kerajaan, dan intrik, dan kembali memulai
dari permulaan. Dari pengalaman yang kembali ·dan kembali lagi mereka
tidak pernah jera bagaimana nasi di piring, bahkan di mulut, dirampas oleh
kekuatan-kekuatan yang lebih perkasa organisasi dan kemampuan dan
senjatanya: cultuurstelsel, koffiestelsel, blandongstelsel, hongitochten,
rodi yang tak habis-habisnya sampai rodi dikombinasikan dengan pajak
kepala karena uang semakin beredar di desa-desa, dan terakhir: satria-satria
Jepang, yang terpahat dengan bahan kulit dan kayu yang sama sekali lain,
apa saja ma1,1, pasir boleh bukit pun jadi. Terakhir? Bagi para petani apalah
beda anfara terakhir dengan awal? Walhasil sama-saja, selama tak jera pada
pengkhianatan alam pikiran sendiri..

Yang berakal, yang takut terhadap takut, pada berlompatan ke atas pe­
pohonan seperti kucing menghindaii macan, menunggu sampai sang raja
hutan berlalu. Yang berani memang menyerbu ke tengah-tengah perku­
buan balatentara Nippon, "orang kuning berpenunjang tongkat besr", di
daerah perbatasan Hindia Belanda:'Papua, Minahasa, Aceh, sedikit di p�-
dalaman Jawa: Tasikmalaya dan Blitar.

Dekatnya maut, maut yang konkrit, membikin kampus ki dalang menjadi
beku dalam konsinyes. Hidup terasa menjadi intensif, terasa amat panjang
dalam kependekannya. Revolusi. Dan berkali-kali Revolusi kalah. ban di
mana-mana. Apa salahnya kalah? Petani ini, tak tersebut sepatahpun oleh
para dewa, brahmana dan satria dalam wayang, sebelum, dalam, selama
dart sesudah perang tidak pernahmenang, sekalipun ikut berperang.,Berapa

* Salah satu ungkapan dalam redaksi Ramalan Joyoboyo tertentu

38

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

abad sudah menggelinding, mereka selalu dan selalu dipanggil oleh ken­
tongan itu. Dengan pakaiannya sendiri, dengan alat tajam dan runcingnya
sendiri, meninggalk�n sawah ladang dan anak-bini untuk berangkat ke
medan-perang yang bukan perari.gnya, dan untuk kalah, dan terkapar mati?
Beribu kali mereka mati dan beribu kali mereka hidup kembali bila tersen­
tuh oleh bumi tanah-airnya. Seperti Bhisma, tokoh wayang yang justru
mereka· tak pernah gubris? Tapi menyerah? Tidak. :Bahkan tidak ikut
menjadi lcekuai:an Revo_ lusi pun sudah sama dengan memperkuat bala�en�
tara Kerajaan: Belanda dan lnggris. Yang lari darinya akan tetap jadi bocah
ingusan untuk sisa hidupnya. Revolusi tak pernah dikenal oleh Ma­
habharata dan Ramayana. Sesuatu yang baru. Dan petani-petani itu apakah
pernah tahu di permukaan bumi ini sudah banya. k kali terjadi revolusi? Juga
nenek-moyangnya sendiri pernah, sekali pun pata: pujangga tidak pernah ·
menyebutkan: Revolusi Arok, pembuka kurun baru, dari Hindu-Jawa ke
Jawa-Hindu. Yang sekarang juga pembuka kurun ·baru: dari kolonial ke
nasional. Pengganti dan pengganti-pengganti Arok tidak meneruskan,

cuma kembali ke �w'al baheula, bertekad kerribali memasuki Jingkaran se-

. tan. Dan yang sekarang? Nah, aku mesti bertanya pada siapa? Ya, apa
salahnya kembali kiprah bersama roh nenek-moyang dalam lingkaran se-
" tan? Kan sudah berabad terbiasa? Namun tetap: yang tidak lulus dalam
revolusi nasional ini takkan lulus dalam ujian-ujian selanjutnya, setidak-ti­
daknya dia akan terns hidup berpura-pura; kehilangan intensitas hidup,
kehilarigan yang orang,lain dapatkan: nilai pribadi dan nilai nasional. ··
· Akhimya aku kembali ke dunia desa. Lebih jauh lagi: dunia cakal bakal
desa. Bukan turun ke bawah. Ke sejarah, mas, ke dasar. (Para pejabat tamu
ada yang menyampaikan: para manikebuis bergirang hati kami dapat
kesempatan "turun ke bawah" sebagaimana yang kami gembar-gem­
borkan. Ternyata sampai catatan ini ditulis mereka tetap tidak faham apa
itu turtm ke bawah. Maklum).

1973 sekali lagi aku menonton wayang. Hanya sekali. Semalam suntuk
s2m;:,ai jam tujuh pagi. Dunia dewa dan brahmana dan satria kembali
membayang. Anak-anak wayang dari kulit dipahat rum.it dan halus oleh
para tapol itu dengan warna-warni tradisional lebih dari limabelas macam,
lima warr.a pokok, empat wama pokok muda dan enam kombinasi, tanpa

ada wama kelabu, di tentang wama modern yang tidak kurang dari tigara­

tus macam.
Di masa pendudukan dulu, pendudukan Belanda, pemah ku baca tulisan

seorang serdadu KL* dalam majalah Nica, bahwa seorang dalang adalah

* KL, Koninklijke Leger (Bid), Tentara Kerajaan.

39

Pramoedya Ananta Toer

seniman komplit: sutradara, dramawan, penyanyi, deklamator, pelawak,
dirigen .... Seninya yang pokok adalah mendramakan, melakonkan anak
wayangnya, sabetan*, yang_-sungguh muskil tapi nyata: jadi sumber inspi­
rasi dari sejumlah tari Jawa, bahkan juga jadi standar gerak tari. (Apa pula
namanya bila sumber inspirasi bukan dunia kerja nyata? Masya'allah, tak
tahulah aku).

Dalam menonton terakhir ini sabetan ki dalang masih tetap mempesona,
. seperti masa bocahku dulu. Bagaimana biti-biti perwara masuk ke peng­
. hadapan balairungsari, betapa raksasa atletis bemama Cakil bermain sera-
1 tus jurus dalam usaha.membuat provokasi. Dan semua tokoh tergambar
jelas dalam perspektif, merupakan bayang-bayang dewa dan manusia daa
lam tanggapan. Jalan ceritanya juga sama seperti yang lafo-lain: laporan di
mana semua berupaya menyenangkan hati sang raja, sumber hukum itu.
Ada terjadi penyelewengan.' Satu rnissi satria dikirirnkan. Perjalanannya
memasuki hutan.(dalam cerita wayang, begitu satria turun dari istana kon­
tan masuk hutan), diganggu (atau menganggu?) raksasa-raksasa, me_nang
atasnya, sampai ke tujuan, penyelewengan dilempangkan, dan hadiah un- ·
tuk sang satria. Dalam rnissinya para dewa ikut campur, masing-masing
dengan jagonya.

Dan sabetan ki dalang dalam memainkan Cekruk melawan babi liutan .
dengan toyak seperti gladiator swasta itu! Memang pasti a:kan 'menarik
manusia dan selingkupan buini. Ai, Cekruk. Kau selembar kulit tipis. Di
tailgan dalang kau berubah menjadi mahluk manusiawi namun tetap srlem­
bar kulit.

Dan gerongan itu! Paduan suara dari hanya beberapa baris kata dan lagu,
berulang kali dikumandangkan seperti zikir, betul mengayun dan memati­
kan kesadaran. Dan nyanyi pesinden itu berkelik-kelik seperti memanggil
leluhur dan paia dewa dari k�hyangan untuk jadi saksi suka dan duka
manusia tapol RI. Semua meinukau, memesonakan, mensihir, .mematikan
kesadaran, mematikan akal; membebalkan.

Dalam suasana membebalkan itu bisa saja diterima tokoh-tokoh gendut
yang diberati dagingnya sendiri, seratus-duapuluh kg, dapat lakukan ge­
rakan atletis tubuh dengan berat separohnya. Dan tubuh seberat itu juga
dilemparkan dengan satu tangan oleh seorang satria kerempeng. Yang
lamban bisa gesit, yang longoh bisa cerdas, karena _para dewa menghendaki
dan ki dalang menyetujui, perpindahan nilai tak memerlukan proses:
-manusia jadi hewan dan hewan jadi manusia. Tidak ada evolusi. Tak kenal
revolusi. Bergalau, dan menyiapkan satu bangsa dijajap berabad dengan

* sabetan (Jw), istilah dalam pewayangan, memainkan boneka wayang.

40


.


Click to View FlipBook Version