FISIOLOGI OLAHRAGA
menetralkan patogen. Bahkan organisme uniseluler seperti bakteri juga
memiliki sistem imun sederhana dalam bentuk enzim yang melindunginya
dari infeksi bakteriofag. Mekanisme imun lainnya terbentuk melalui evolusi
pada eukariota kuno tetapi masih ada hingga sekarang seperti pada tumbuhan
dan invertebrata.
3.8 Materi Tambahan: Untuk
mempelajari lebih lanjut, simak materi
yang terdapat pada barcode disamping
dalam menambah pemahaman materi
ini.
▪ Perlingdungan berlapis
Sistem imun tubuh melindungi organisme dari infeksi dengan
perlindungan berlapis yang semakin dalam semakin tinggi spesifisitasnya
(kekhususannya terhadap jenis infeksi). Pelindung fisik mencegah patogen
seperti bakteri dan virus memasuki tubuh. Jika patogen melewati pelindung
tersebut, sistem imun bawaan menyediakan perlindungan dengan segera
dalam hitungan menit hingga jam. Sistem imun bawaan ditemukan pada
semua jenis tumbuhan dan hewan.[10] Jika patogen berhasil melewati respons
bawaan, vertebrata memiliki lapisan perlindungan berikutnya yaitu sistem
imun adaptif yang diaktifkan oleh respons imun bawaan. Di sini, sistem imun
mengadaptasi respons tersebut selama infeksi untuk meningkatkan
pengenalan patogen tersebut. Respons ini lalu dipertahankan setelah patogen
dimusnahkan dalam wujud memori imunologis sehingga pada kemudian hari
sistem imun adaptif dapat melawan patogen yang sama dengan lebih cepat dan
efektif.[11]
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
91
FISIOLOGI OLAHRAGA
Sistem imun bawaan dan sistem imun adaptif keduanya memiliki
komponen seluler dan humoral, dan masing-masing memberikan imunitas
diperantarai sel dan imunitas humoral. Imunitas diperantarai sel diperankan
oleh sel-sel imun seperti neutrofil, makrofag, sel NK, dan limfosit, sedangkan
imunitas humoral diperankan oleh komponen terlarut seperti antibodi dan
protein komplemen. Antibodi adalah protein yang merupakan produk dari sel
B yang teraktivasi yang berperan dalam menetralkan patogen dan
menginisiasi proses imunologi yang lain seperti pengaktifan sistem
komplemen, pengaktifan pembunuhan sel NK, sel T sitotoksik, dan sel-sel
efektor lainnya.[12]
Tabel. 3.1 Komponen Sistim Imune
Komponen sistem imun
Sistem imun bawaan Sistem imun adaptif
Respons tidak spesifik Respons spesifik patogen
dan antigen
Paparan menyebabkan respons Perlambatan waktu antara paparan
maksimal segera dan respons maksimal
Komponen imunitas diperantarai Komponen imunitas diperantarai
sel dan imunitas humoral sel dan imunitas humoral
Tidak ada memori imunologis Paparan menyebabkan adanya
memori imunologis
Ditemukan hampir pada semua Hanya ditemukan pada vertebrata
bentuk kehidupan berahang
Baik imunitas bawaan dan adaptif bergantung pada kemampuan sistem
imun untuk membedakan molekul self dan non-self. Dalam imunologi,
molekul self adalah komponen tubuh organisme yang dapat dibedakan dari
bahan asing oleh sistem imun. Sebaliknya, molekul non-self adalah yang
dianggap sebagai molekul asing. Satu kelas dari molekul non-
self adalah antigen (kependekan dari bahasa Inggris antibody generator atau
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
92
FISIOLOGI OLAHRAGA
"pembangkit antibodi") yaitu bahan-bahan yang mengikat reseptor
imun tertentu dan membangkitkan respons imun.[13]
Bayi yang baru lahir mendapat beberapa lapisan perlindungan pasif
yang disediakan oleh ibu. Selama kehamilan, jenis antibodi yang
disebut IgG yang dikirim dari ibu ke bayi secara langsung melewati plasenta,
sehingga bayi memiliki antibodi tinggi bahkan saat lahir, dengan rentang
spesifisitas antigen (fragmen kecil patogen) yang sama dengan ibunya.[14] Air
susu ibu atau kolostrum juga mengandung antibodi yang dikirim ke sistem
pencernaan bayi dan melindungi bayi terhadap infeksi bakteri sampai bayi
dapat menyintesis antibodinya sendiri.[15] Hal ini disebut imunitas pasif
karena fetus tidak membuat sel memori atau antibodi sendiri. Pada ilmu
kedokteran, imunitas pasif protektif juga dapat dikirim dari satu individu ke
individu lainnya melalui serum yang kaya antibodi.[16]
▪ Sistem Imun Bawaan
Mikroorganisme atau racun yang berhasil memasuki organisme akan
berhadapan dengan mekanisme sistem imun bawaan. Respons bawaan
biasanya dijalankan ketika mikrob teridentifikasi oleh reseptor pengenal
pola (pattern recognition receptor, PRR) yang mengenali komponen yang
disebut pola molekuler terkait patogen (pathogen-associated molecular
pattern, PAMP),[17] atau pola molekuler terkait kerusakan (damage-
associated molecular pattern, DAMP).[18] Sistem ini tidak memberikan
perlindungan yang bertahan lama terhadap serangan patogen, sehingga
diperlukan sistem imun lain yaitu sistem imun adaptif. Sistem imun bawaan
merupakan sistem dominan pertahanan tubuh pada kebanyakan organisme.[10]
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
93
FISIOLOGI OLAHRAGA
Gambar. 3.23 Darah Normal Manusia Diamati Menggunakan Mikroskop Elektron. Dapat
Terlihat Sel Darah Merah, Dan Juga Terlihat Sel Darah Putih Termasuk Limfosit, Monosit,
Neutrofil Dan Banyak Platelet Kecil Lainnya.
Leukosit (sel darah putih) bertindak layaknya organisme bersel tunggal
yang bebas dan merupakan pertahanan penting dalam sistem imun bawaan.
Jenis-jenis leukosit dalam sistem imun bawaan di
antaranya fagosit (makrofag, neutrofil, dan sel dendritik), sel limfoid
bawaan, sel mast, eosinofil, basofil, dan sel NK. Sel-sel tersebut
mengidentifikasi dan menghilangkan patogen dengan cara menyerang patogen
yang lebih besar melalui kontak atau dengan cara menelan dan lalu membunuh
mikroorganisme.[19]:1301 Sel-sel pada imunitas bawaan juga merupakan
mediator penting pada pengaktifan sistem imun adaptif.[41]
Makrofag, neutrofil, dan sel dendritik merupakan kelas sel sensor yang
mendeteksi dan menginisiasi respons imun dengan menghasilkan mediator
inflamasi. Sel-sel ini mengekspresikan sejumlah reseptor terbatas untuk
mengenali patogen atau sel yang rusak, bernama PRR. Beberapa PRR
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
94
FISIOLOGI OLAHRAGA
merupakan reseptor transmembran (reseptor pada permukaan sel),
seperti reseptor jenis Toll (Toll-like receptor, TLR) yang dapat mendeteksi
struktur pola molekuler terkait patogen (pathogen-associated molecular
pattern, PAMP) yang dihasilkan oleh bakteri ekstraseluler atau bakteri yang
ditangkap dan mengalami fagositosis. PRR lainnya merupakan protein
sitoplasmik (berada di sitoplasma) misalnya reseptor jenis NOD (NOD-like
receptor, NLR) yang dapat mendeteksi serangan bakteri intraseluler.[42]:9
Fagositosis adalah sifat penting pada imunitas bawaan yang dilakukan
oleh sel fagosit, yaitu sel yang menelan patogen atau partikel. Fagosit biasanya
berpatroli di seluruh tubuh mencari patogen, tetapi dapat dipanggil ke lokasi
spesifik oleh sitokin.[19]:1301 Ketika patogen ditelan oleh fagosit, patogen
terperangkap di vesikel intraseluler yang disebut fagosom, yang sesudah itu
menyatu dengan vesikel lainnya disebut lisosom untuk
membentuk fagolisosom. Patogen dibunuh oleh aktivitas enzim pencernaan
atau ledakan pernapasan (respiratory burst) yang mengeluarkan
molekul radikal bebas ke fagolisosom.[43][44] Secara evolusi, fungsi asal
fagositosis adalah untuk memperoleh nutrisi, tetapi peran ini diperluas
sehingga fagosit juga berfungsi menelan patogen sebagai mekanisme
pertahanan.[45] Fagositosis mungkin mewakili bentuk pertahanan tertua,
karena fagosit telah diidentifikasikan ada pada vertebrata dan invertebrata.[46]
Neutrofil dan monosit merupakan fagosit utama yang berkeliling di
seluruh tubuh untuk mengejar dan menyerang
patogen.[47] Neutrofil ditemukan di aliran darah dan merupakan jenis fagosit
yang paling melimpah, normalnya sebanyak 50% sampai 60% jumlah leukosit
yang bersirkulasi.[48] Selama radang fase akut, terutama karena infeksi
bakteri, neutrofil bermigrasi ke tempat radang dalam sebuah proses yang
disebut kemotaksis, dan merupakan sel pertama yang tiba pada saat infeksi.[49]
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
95
FISIOLOGI OLAHRAGA
Makrofag merupakan sel serba guna yang bermukim pada jaringan dan
menghasilkan banyak zat-zat kimia termasuk enzim, protein komplemen,
dan sitokin. Makrofag juga bertindak sebagai "sel pemakan" yang
membersihkan tubuh dari sel mati dan debris (pecahan komponen sel) lainnya,
dan sebagai sel penyaji antigen yang mengaktifkan sistem imun adaptif.[50]
▪ Sistem Imun Adaftif
Sistem imun adaptif berevolusi pada vertebrata awal dan membuat
adanya respons imun yang lebih kuat serta terbentuknya memori imunologi,
yaitu tiap patogen "diingat" oleh pengenal antigen.[59] Respons imun adaptif
bersifat spesifik terhadap antigen tertentu dan membutuhkan pengenalan
antigen non-self tertentu selama proses yang disebut presentasi antigen.
Spesifisitas antigen memungkinkan produksi respons yang disesuaikan pada
patogen tertentu atau sel tertentu yang terinfeksi patogen. Kemampuan
tersebut dipelihara di tubuh oleh "sel memori". Sel-sel memori ini akan segera
memusnahkan dengan cepat patogen-patogen yang menginfeksi sel kembali
di kemudian hari.
Komponen sel utama pada sistem imun adaptif yaitu jenis leukosit
khusus yang disebut limfosit. Limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B)
merupakan jenis limfosit utama yang berasal dari sel punca hematopoietik
pada sumsum tulang.[42]:297 Sel T terlibat dalam respons imun diperantarai sel,
sedangkan sel B terlibat dalam respons imun humoral.[60] Baik sel T dan sel B
memiliki reseptor yang mengenali target spesifik. Sel T mengenali target non-
self seperti patogen, tetapi hanya jika antigen telah diolah dan disajikan pada
molekul kompleks histokompatibilitas utama (bahasa Inggris: major
histocompatibility complex, disingkat MHC).[42]:14 Sementara itu, reseptor
antigen pada sel B, yang merupakan suatu molekul antibodi pada permukaan,
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
96
FISIOLOGI OLAHRAGA
dapat mengenali semua patogen tanpa perlu adanya pengolahan antigen. Tiap
garis keturunan sel B memiliki antibodi yang berbeda, sehingga kumpulan
reseptor antigen sel B yang lengkap mewakili semua antibodi yang dapat
diproduksi oleh tubuh.[42]:12
Awalnya, subtipe sel T dibagi menjadi dua yaitu sel T sitotoksik (sel
T pembunuh) dan sel T pembantu. Namun seiring pesatnya penelitian
imunologi pada dekade terakhir, banyak ditemukan jenis lain dari limfosit
misalnya sel T gamma delta (sel T γδ). Sel T sitotoksik hanya mengenali
antigen yang dirangkaikan pada molekul MHC kelas I, sementara sel T
pembantu hanya mengenali antigen yang dirangkaikan pada molekul MHC
kelas II. Dua mekanisme presentasi antigen tersebut memunculkan peran
berbeda dua tipe sel T. Jenis lain sel T yang termasuk subtipe minor yaitu sel
T γδ, yang mengenali antigen yang tidak melekat pada molekul MHC.[61]
Gambar. 3.24 Sel T sitotoksik secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa
antigen asing atau abnormal di permukaan.[62]:12
Sel T sitotoksik (Inggris: cytotoxic T lymphocyte, CTL) atau sel T
pembunuh merupakan subkelompok dari sel T yang membunuh sel yang
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
97
FISIOLOGI OLAHRAGA
terinfeksi virus (dan patogen lainnya), sel-sel yang rusak, atau sel yang tidak
berfungsi dengan baik.[63] Sel T sitotoksik diaktifkan ketika reseptor sel
T melekat pada antigen spesifik ini dalam sebuah kompleks dengan reseptor
MHC kelas I dari sel lainnya. Pengenalan MHC:antigen ini dibantu
oleh koreseptor pada sel T yang disebut CD8.
Sel T lalu berkeliling ke seluruh tubuh untuk mencari sel yang
menyajikan antigen ini pada molekul MHC kelas I. Ketika sel T yang aktif
berikatan dengan sel yang demikian, sel T melepaskan protein sitotoksik
(seperti perforin) yang dapat membentuk pori pada membran plasma target,
membuat ion, air, dan toksin masuk ke dalamnya. Hal ini menyebabkan sel
mengalami apoptosis.[64] Sel T sitotoksik penting untuk mencegah replikasi
virus. Pengaktifan sel T membutuhkan sinyal pengaktifan antigen/MHC yang
sangat kuat dan sinyal pengaktifan tambahan yang disediakan oleh sel T
pembantu.[64]
Sel T pembantu (Inggris: T helper cell, Th) mengatur respons imun
bawaan dan respons imun adaptif, serta membantu menentukan jenis respons
imun pada patogen khusus.[65][66] Sel tersebut tidak memiliki aktivitas
sitotoksik dan tidak membunuh sel yang terinfeksi atau membersihkan
patogen secara langsung, tetapi mereka mengontrol respons imun dengan
mengarahkan sel lain untuk melakukan tugas tersebut.[67]
Sel T pembantu mengekspresikan reseptor sel T yang mengenali
antigen terikat pada molekul MHC kelas II. MHC:antigen juga dikenali oleh
protein CD4 yang penting dalam pengaktifan sel T. Sel T pembantu memiliki
ikatan yang lebih lemah dengan MHC: antigen daripada sel T sitotoksik,
sehingga pengaktifannya memerlukan lebih banyak ikatan (sekitar 200-300),
sementara sel T sitotoksik dapat diaktifkan dengan satu ikatan molekul
MHC:antigen dengan reseptor. Pengaktifan sel T pembantu juga
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
98
FISIOLOGI OLAHRAGA
membutuhkan durasi pengikatan lebih lama dengan sel yang memiliki
antigen.[68]
Sel T pembantu yang telah aktif selanjutnya
menyekresikan sitokin yang memengaruhi aktivitas banyak jenis sel.
Sinyal sitokin yang dihasilkan oleh sel T pembantu memperbesar fungsi
mikrobisidal dari makrofag dan aktivitas sel T sitotoksik.[19]:1335-1336 Selain itu,
pengaktifan sel T pembantu menyebabkan peningkatan molekul yang
diekspresikan pada permukaan sel T, seperti CD40 (juga dikenal
sebagai CD154), yang menyediakan sinyal stimulasi tambahan yang
dibutuhkan untuk mengaktifkan sel B menjadi sel plasma.[69]
I. Sistim Limfatik
Sistem limfatik adalah suatu
sistem sirkulasi sekunder yang
berfungsi mengalirkan limfa atau
getah bening di dalam
tubuh. Limfa (bukan limpa)
berasal dari plasma darah yang
keluar dari sistem
kardiovaskular ke dalam
jaringan sekitarnya. Limfa atau
getah bening adalah cairan jernih
kekuning-kuningan yang berisi
sel-sel darah putih, keping darah,
Gambar 3. 25 Tempat Pembulu Limfatik
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
99
FISIOLOGI OLAHRAGA
dan fibrinogen. Kandungan fibrinogen pada limfa menyebabkan limfa mampu
membeku. Cairan getah bening tidak selalu berada di dalam pembuluh limfa,
oleh karena itu disebut sebagai peredaran terbuka.[1][2] Cairan ini kemudian
dikumpulkan oleh sistem limfa melalui proses difusi ke dalam kelenjar limfa
dan dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi. Aliran cairan limfa tidak dipompa
oleh jantung seperti pada peredaran darah, tetapi mengalir karena desakan
otot-otot rangka di sekitar pembuluh limfa.[2] Sistem limfatik pada manusia
memiliki fungsi sebagai berikut:[3]
1. Mengembalikan kelebihan cairan interstitial & protein plasma dari
jaringan ke dalam sirkulasi darah;
2. Mengendalikan kualitas aliran cairan jaringan dengan cara
menyaringnya melalui nodus-nodus limfa sebelum dikembalikan ke
sistem sirkulasi;
3. Mengangkut limfosit dari kelenjar limfa ke sirkulasi darah;
4. Membawa lemak yang sudah terbentuk emulsi dan vitamin yang larut
dalam lipid dari usus ke sistem peredaran darah;
5. Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk
menghindarkan penyebaran organisme itu dari tempat masuknya ke
dalam jaringan, ke bagian lain tubuh;
6. Menghasilkan zat antibodi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi;
7. Mengeluarkan zat-zat toksin dan debris sel (sel rusak) dari jaringan
setelah terjadi infeksi atau kerusakan jaringan.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
100
FISIOLOGI OLAHRAGA
3.9 Materi Tambahan: Untuk
mempelajari lebih lanjut, simak materi
yang terdapat pada barcode disamping
dalam menambah pemahaman materi
ini.
pembulu limfatik terdiri menjadi dua diantaranya :
o Kapiler limfatik
Kapiler limfatik adalah suatu saluran dengan ujung tertutup yang
terletak pada ruang antar sel. Kapiler limfatik terdapat di seluruh tubuh,
kecuali di jaringan yang tidak berpembuluh, seperti tulang dan kornea mata,
sistem saraf pusat, sebagian limpa, dan sumsum tulang merah. Kapiler limfatik
memiliki struktur unik yang menyebabkan cairan interstitial dapat masuk ke
dalam pembuluh tersebut namun tidak dapat keluar.[4]
Gambar. 3.26 Lakteal Pada Vili di Usus Halus
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
101
FISIOLOGI OLAHRAGA
Lakteal adalah kapiler limfatik yang mengalami spesialisasi dan
terdapat pada usus halus. Lakteal berperan membawa lemak beserta cairan
limfa menuju pembuluh limfatik dan pada akhirnya masuk ke dalam darah.
Cairan limfa yang mengandung lemak disebut kil.[4]
o Pembulu Limfatik
Gambar 3. 37. Kapiler dan pembuluh limfatik
Kapiler-kapiler limfatik akan bertemu dan membentuk pembuluh
limfatik. Pembuluh limfa memiliki struktur yang hampir sama dengan vena,
tetapi memiliki katup yang lebih banyak dan memiliki dinding yang lebih
tipis.[5] Melalui pembuluh limfatik, cairan limfa akan mengalir menuju dua
saluran utama, yaitu pembuluh limfa kiri dan pembuluh limfa kanan.
Pembuluh limfa kiri menerima cairan limfa dari kepala bagian kiri, leher,
dada, lengan kiri bagian atas, dan seluruh bagian tubuh yang terletak di bawah
tulang rusuk. Pembuluh limfa tersebut kemudian mengalirkan cairan limfa
menuju pembuluh darah vena.
Pembuluh limfa kanan (duktus limfatikus dekster) menerima cairan
limfa dari kepala bagian kanan, leher bagian kanan, lengan kanan, dada,
jantung serta paru-paru, dan mengalirkanya menuju pembuluh darah vena di
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
102
FISIOLOGI OLAHRAGA
daerah percabangan antara vena subklavia kanan dan vena jugularis kanan di
bawah tulang klavikula.[1][4][5] Sementara itu, semua pembuluh limfa yang
berasal dari kaki dan semua pembuluh limfa dari anggota badan lain yang
tidak bermuara pada duktus limfatikus dekster akan bermuara pada pembuluh
limfa dada (duktus torakikus).[5] Cairan limfa masuk ke dalam kelenjar limfa
melalui berapa pembuluh aferen (pembuluh yang menuju kelenjar).
Kemudian keluar dari kelenjar melalui pembuluh eferen (pembuluh yang
keluar dari kelenjar).[5]
J. Sistim Ekresi Dan Sekresi
Sistem ekskresi adalah sistem pembuangan zat-zat sisa pada makhluk
hidup seperti karbon dioksida, urea, racun dan lainnya.[1] Sistem ekskresi
terdiri dari organ ginjal, paru-paru, hati, dan kulit.[2] Ekskresi merupakan
proses pengeluaran zat sisa metabolism dari dalam tubuh. Ekskresi adalah
salah satu dari empat macam proses pengeluaran, yang lainnya adalah sekresi,
inkresi, dan defekasi.[2] Osmoregulasi berkaitan erat dengan proses ekskresi,
karena proses ekskresi juga mengeluarkan air dari tubuh, dalam bentuk urine
dan keringat.[3
Gambar. 2.25 Kelenjar Keringat Pada Lapisan Kulit Dermis.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
103
FISIOLOGI OLAHRAGA
Organ-organ dan jaringan yang betanggung jawab untuk membuang
zat-zat sisa disebut organ ekskresi. Organ-organ tersebut membuang limbah
melalui cara berikut ini:[4]
• Eliminasi limbah bernitrogen,
• Mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh,
• Mempertahankan komposisi ionik cairan ekstra seluler.
Organ ekskresi utama pada manusia adalah ginjal, paru-paru, kulit, dan
hati. Sistem ekskresi mempunyai peranan pusat dalam homeostatis, karena
berfungsi dalam pembuangan limbah maupun keseimbangan air
(osmoregulasi). Fungsi kunci sebagian besar sistem ekskresi, yaitu: filtrasi,
(proses penyaringan cairan tubuh dengan bantuan tekanan, yang menghasilkan
suatu filtrat); reabsorpsi, (pengambilan kembali zat-zat terlarut yang berharga
dari filtrat untuk produksi urine); dan sekresi (penambahan toksin dan zat
terlarut lainya dari cairan tubuh ke filtrat).[8]
3.10 Materi Tambahan: Untuk
mempelajari lebih lanjut, simak materi
yang terdapat pada barcode disamping
dalam menambah pemahaman materi
ini.
Fungsi dari organ ekskresi berkaitan dengan satu prinsip dasar, yaitu
untuk mempertahankan lingkungan internal yang konstan, sejumlah zat yang
masuk ke dalam suatu organisme harus seimbang dengan jumlah yang
dikeluarkan.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
104
FISIOLOGI OLAHRAGA
Tabel. 3.2 fungsi organ dalam sistim sekresi
Organ Fungsi
System 1. Mempertahankan konsentrasi cairan;
ekresi 2. Mempertahankan volume tubuh (konten cairan);
Ginjal 3. Mengeluarkan produk akhir metabolik;
4. Mengeluarkan substansi asing atau produk
Paru-paru
metabolismenya.
1. Penyaringan darah dan mengeluarkan zat sisa
metabolisme dalam bentuk urine;
2. Mengatur konsentrasi garam dan keseimbangan asam
basah darah;
3. Mengatur tekanan darah dan mengatur keseimbangan
air dalam tubuh;[10]
4. Membuang kelebihan nutrien tertentu seperti gula dan
asam amino ketika konsentrasinya meningkat dalam
darah;
5. Mengeluarkan substansi asing dan berbahaya dari
darah, seperti iodida, pigmen, obat-obatan dan
bakteri.[4]
mengerluarkan karbon dioksida dan uap air;[5]
Kulit mengeluarkan keringat;[5]
Hati 1. Pembentukan urea dan ammonia hasil pembongkaran
protein dan pembentukan cairan empedu.[5]
2. Sel-sel hati berperan dalam detoksifikasi banyak zat
kimia beracun dan mempersiapkan limbah mertabolik
untuk pembuangan.[8]
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
105
FISIOLOGI OLAHRAGA
Gambar. 3.39 Diagram Yang Menunjukkan Sistem Sekresi Tipe II.
Sistem sekresi tipe II atau tipe 2 (disingkat T2SS dalam bahasa Inggris)
adalah suatu sistem sekresi protein yang terdapat dalam
berbagai bakteri gram-negatif, termasuk berbagai patogen pada manusia,
seperti Pseudomonas aeruginosa dan Vibrio cholerae.[1] Sistem sekresi tipe II
adalah satu dari enam jenis sistem sekresi protein yang umum ditemui pada
bakteri gram-negatif.[2] Seperti sistem-sistem lainnya, sistem sekresi tipe II
membuka jalan bagi pemindahan protein sitoplasmik melintasi lipida
dwilapis pada membran sel bakteri gram-negatif.
Sistem ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama menggunakan jalur
sekresi Sec dan Tat yang memindahkan protein melintasi membran dalam
menuju periplasma.[3] Setelah protein yang disekresikan berada di periplasma,
terjadilah tahap kedua dan protein tersebut dikeluarkan dari sel.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
106
FISIOLOGI OLAHRAGA
Gambar 3,40 Kompleks "Jarum" Pada Sistem Sekresi Tipe III
Sistem sekresi tipe III atau tipe 3 (T3TS) adalah suatu sistem sekresi yang
terdapat dalam berbagai bakteri gram-negatif. Sistem ini digunakan untuk
memasukkan protein dari bakteri tersebut ke dalam sel-sel eukariota, termasuk
sel manusia, hewan dan tumbuhan.[1] Sistem ini adalah satu dari enam jenis
sistem sekresi yang terdapat pada bakteri-bakteri gram-negatif. Ciri khas
sistem ini adalah adanya "jarum" yang menjadi saluran antara sitoplasma sel
bakteri dengan sel target.[1][2] Jarum ini menembus tiga lapisan membran yang
sangat selektif dan sukar ditembus: dua membran bakteri gram-negatif itu
sendiri serta membran sel eukariota yang menjadi target.
K. Sistim Reproduksi
Sistem reproduksi atau sistem genital adalah sistem organ seks dalam
organisme yang bekerja sama untuk tujuan reproduksi seksual. Banyak zat non-
hidup seperti cairan, hormon, dan feromon juga merupakan aksesoris penting
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
107
FISIOLOGI OLAHRAGA
untuk sistem reproduksi.[1] Tidak seperti kebanyakan sistem organ, jenis
kelamin dari spesies yang telah terdiferensiasi sering memiliki perbedaan yang
signifikan. Perbedaan ini memungkinkan untuk kombinasi materi genetik antara
dua individu, yang memungkinkan untuk
kemungkinan kebugaran genetik yang lebih besar dari keturunan. Sistem
reproduksi yang melibatkan organ-organ reproduksi pada makhluk hidup
digunakan untuk berkembang biak atau melakukan reproduksi, dengan tujuan
untuk melestarikan jenisnya agar tidak punah.[3]
Terdapat dua modus utama reproduksi hewan, yaitu reproduksi aseksual
dan seksual. Reproduksi aseksual adalah penciptaan individu baru yang
semua gennya berasal dari satu induk tanpa peleburan sel telur dan
sperma. Reproduksi seksual adalah penciptaan keturunan melalui peleburan
gamet haploid untuk membentuk zigot yang diploid.[4] Sel-sel yang
terspesialisasi, yakni gamet, bersatu dalam penyatuan seksual dan
menghasilkan zigot. Pada tumbuh-tumbuhan dan hewan tingkat tinggi, gamet-
gametnya telah mencapai spesialisasi berderajat tinggi menjadi sperma yang
motil dan sel telur yang biasanya pasif dan memiliki cadangan makanan.[5]
Mekanisme fertilisasi memainkan peranan penting dalam reproduksi
seksual. Beberapa spesies melakukan fertilisasi eksternal, dan spesies lain
melakukan fertilisasi internal. Fertilisasi internal memerlukan perilaku
kooperatif, yang mengarah ke kopulasi. Fertilisasi internal juga memerlukan
sistem reproduksi yang canggih, termasuk organ kopulasi yang mengirimkan
sperma dan reseptakel atau penyangga untuk penyimpanan dan
pengangkutannya menuju telur yang matang. Karena fertilisasi eksternal
memerlukan suatu lingkungan di mana sebuah telur dapat berkembang tanpa
kekeringan atau cekaman panas, maka fertilisasi jenis ini terjadi hampir secara
eksklusif di habitat yang lembap.[4]
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
108
FISIOLOGI OLAHRAGA
o Fungsi sistim reproduksi
Reproduksi fungi adalah kompleks, yang mencerminkan perbedaan
dalam gaya hidup dan susunan genetik dalam kerajaan organisme yang
beragam ini.[15] Diperkirakan bahwa sepertiga dari semua fungi bereproduksi
menggunakan lebih dari satu metode propagasi; misalnya, reproduksi dapat
terjadi dalam dua tahap yang berbeda dalam daur hidup suatu
spesies, teleomorf dan anamorf.[16] Kondisi lingkungan memicu keadaan
perkembangan yang ditentukan secara genetik yang mengarah pada
penciptaan struktur khusus untuk reproduksi seksual atau aseksual. Struktur
ini membantu reproduksi dengan secara efisien menyebarkan spora
atau propagul yang mengandung spora.
Reproduksi pada fungi secara aseksual dilakukan melalui
pembentukan tunas atau kuncup, serta melakukan proses fragmentasi dan
menghasilkan spora aseksual (sporangiospora/konidiospora). Reproduksi
seksual dimulai dengan penyatuan hifa yang terdiri dari
3.11 Materi Tambahan: Untuk
mempelajari lebih lanjut, simak materi
yang terdapat pada barcode disamping
dalam menambah pemahaman materi
ini.
proses plasmogami dan kariogami, yang menghasilkan spora seksual, yaitu
zigospora, askospora, basidiospora.[13]
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
109
FISIOLOGI OLAHRAGA
o Alat reproduksi pria
Gambar 3.41 Sistem Reproduksi Pria
Sistem reproduksi pada pria mencakup testis, duktus seminalis, vesika
seminalis, kelenjar prostat dan bulbouretral, uretra, skrotum, dan penis.
Struktur tersebut secara bersama-sama menghasilkan produk yang unik, yaitu
sperma, cairan seminalis, dan androgen. Cairan seminal adalah sekresi yang
dikumpulkan dari testis, epididimis, vesikula seminalis, dan prostat serta
kelenjar bulbouretra, atau disebut juga semen. Fungsi atau tujuan biologis dari
sistem reproduksi pria adalah untuk membentuk dan mengirimkan gametosit
(sperma) ke lubang uterus wanita.
Pengiriman tersebut diselesaikan melalui suatu aksi persetubuhan,
atau koitus, ketika penis yang ereksi disisipkan ke dalam vagina,
mengejakulasikan semen.[7] Sistem reproduksi pria menghasilkan hormon-
hormon seks jantan, atau androgen, yang mempersiapkan kelenjar-kelenjar
dan saluran-saluran tubular pada saluran reproduksi agar berfungsi, serta
menghasilkan karakteristik-karakteristik seksual sekunder.[5]
Sepasang testis sebagai organ primer pria dengan bentuk oval, yang
terbungkus dalam kantong skrotum. Testis berfungsi sebagai
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
110
FISIOLOGI OLAHRAGA
penghasil sperma dan hormon testosteron oleh sel-sel interstitial. Lobus-lobus
di dalam testis mengandung tubulus seminiferous yang berbelit-belit dan
bergabung menjadi saluran epididimis. Sepasang epididimis, saluran panjang
berkelok-kelok terdapat di dalam skrotum, sebagai tempat mengalirnya
sperma dan semen meninggalkan testis.[7]
Vas deferens merupakan lanjutan langsung dari epididimis. Vas
deferens kemudian berlanjut menuju duktus vesikula seminalis, dan bersama-
sama membentuk duktus ejakulatorius yang bermuara pada uretra di bagian
prostat.[8] Uretra sebagai saluran keluarnya sperma. Sperma diangkut dalam
cairan seminal yang tebentuk sepanjang saluran reproduksi pria. Pada
manusia, aktivitas sperma dapat berlangsung selama seminggu dalam saluran
reproduksi perempuan dan tiga hari dalam jenazah laki-laki.[5]
o Alat reproduksi perempuan
Gambar 3.42 Sistem Reproduksi Perempuan
Sistem reproduksi wanita mencakup ovarium, tuba uterin (tuba
fallopii/oviduk), uterus, vagina, vulva, dan payudara. Kesemua organ-organ
ini menghasilkan gamet wanita (ovum) dan hormon-hormon. Tujuan dan
fungsi sistem reproduksi wanita adalah untuk memberikan tempat bagi penis
pria pada saat koitus dan merupakan tempat dimana ovum yang telah dibuahi
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
111
FISIOLOGI OLAHRAGA
dapat tumbuh menjadi bayi, dan memproduksi ASI untuk bayi yang baru
lahir.[7]
Gonad wanita adalah sepasang ovarium yang tetap berada di dalam
rongga abdominal, ditahan pada posisinya oleh ligamen dan mesenterium
yang bermembran tipis. Ovarium berfungsi menghasilkan ovum dan hormon
(estrogen dan progesteron). Lebih dari 400.000 sel telur potensial terdapat
dalam ovarium, tapi hanya sekitar 400 yang akan
menjalani meiosis sempurna. Jika sel telur pada ovarium telah masak, akan
dilepaskan dari ovarium, dan peristiwa pelepasan telur dari ovarium
disebut ovulasi. Tuba fallopi yang berada di atas ovarium merupakan tempat
terjadinya fertilisasi sel-sel telur yang kemudian akan menuju ke uterus.
Uterus merupakan tempat berlangsungnya perkembangan embrio yang akan
menjadi fetus. Uterus terhubung ke saluran pendek bertepi yang tak rata yang
dikenal sebagai vagina.[5] Vagina menerima penis dan semen pada saat koitus,
mengeluarkan aliran menstruasi, dan membentuk saluran tempat terjadinya
kelahiran. Genitalia eksterna wanita disebut vulva.[7]
Manusia tidak punya musim tertentu bagi aktivitas seksual, seperti
hampir semua mamalia lainnya. Koitus dapat terjadi kapan saja dan koitus
selain berperan dalam fungsi reproduksi, bisa pula berfungsi hanya sebagai
aktivitas untuk mempertahankan seksualitas, yakni dengan menggunakan
kontrasepsi. Kontrasepsi adalah mencegah terjadinya pembuahan. Ada
beberapa metode, diantaranya yaitu:[5]
L. Sistim Integumen/ Kulit
Kulit adalah lapisan luar yang menutupi tubuh sebuah vertebrata.
Kulit terdiri atas epidermis, dermis, dan hipodermis. Kulit berfungsi sebagai
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
112
FISIOLOGI OLAHRAGA
alat ekskresi karena adanya kelenjar keringat (kelenjar sudorifera) yang
terletak di lapisan dermis.
Gambar 3.43 Struktur Kulit Dalam Tubuh Manusia
Kulit memiliki beberapa fungsi-fungsi yang mempunyai pera penting
diantaranya :
o Sebagai alat pengeluaran berupa kelenjar keringat.
o Sebagai indra peraba.
o Sebagai pelindung organ dibawahnya.
o Tempat dibuatnya vitamin D dengan bantuan sinar matahari.
o Pengatur dan penyeimbang suhu tubuh.
o Tempat menimbun lemak
2.12 Materi Tambahan: Untuk
mempelajari lebih lanjut, simak materi
yang terdapat pada barcode disamping
dalam menambah pemahaman materi
ini.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
113
FISIOLOGI OLAHRAGA
BAB IV
KESEGARAN JASMANI DAN OLAHRAGA
A. Kesegaran Jasmani Dan Kesehatan
1. Kesegaran Jasmani
Ada beberapa istilah lain yang dipergunakan untuk maksud yang sama
dengan kebugaran jasmani, yaitu: kesemuanya dimaksudkan untuk
menerjemahkan istilah asal yaitu: Physical Fitness. Untuk dapat memahami
arti kebugaran jasmani, perlu ditelusuri kembali dari istilah asalnya. Secara
harfiah arti physical fitness ialah kecocokan fisik atau kesesuaian jasmani. Ini
berarti ada sesuatu yang harus cocok dengan fisik atau jasmani itu; yaitu
macam atau beratnya tugas yang harus dilaksanakan oleh fisik atau jasmani
itu.
Dengan demikian secara garis besar dapat dikatakan bahwa kebugaran
jasmani ialah kecocokan keadaan fisik terhadap tugas yang harus dilaksanakan
oleh fisik itu; atau dengan perkataan lain: Untuk dapat melaksanakan tugas
fisik tertentu – dengan hasil yang baik – diperlukan syarat-syarat fisik tertentu
yang sesuai dengan sifat tugas fisik itu. Pengertian secara garis besar ini masih
memerlukan penjabaran lebih lanjut khususnya dalam kaitan dengan syarat-
syarat fisik tertentu. Syarat-syarat fisik itu dapat bersifat :
- Anatomis (Struktural)
- Anatomical (Structural) fitness.
- Fisiologis (Fungsional)
- Physiological (Functional) fitness.
Dengan demikian Physical fitness terdiri dari 2 bagian yaitu :
- Anatomical (Structural) fitness.
- Physiological (Functional) fitness.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
114
FISIOLOGI OLAHRAGA
Anatomical fitness : berhubungan dengan masalah-masalah yang bersifat
anatomis yaitu: tinggi badan, berat badan, kelengkapan anggota badan, ukuran
berbagai bagian badan.
Physiological fitness : berhubungan dengan masalah-masalah yang
bersifat fisiologis yaitu: Tingkat kemampuan menyesuaikan fungsi alat-alat
tubuhnya terhadap :
a. keadaan lingkungan :
- suhu
- kelembaban
- ketinggian
- sifat medan.
b. tugas fisik :
berbagai bentuk kegiatan dan beban (intensitas) kerja jasmaniah.
C. fisiologis yaitu:
- alat-alat tubuh berfungsi dalam batas-batas normal
- efisien
- tidak terjadi kelelahan yang berlebihan atau kele-lahan yang bersifat
kumulatif.
- telah pulih sempurna sebelum datangnya tugas yang sama pada esok harinya.
Pada saat ini pengertian Physical fitness lebih bertitik berat pada
Physiological fitness yang pada hakekatnya berarti : Tingkat kesesuaian
derajat sehat dinamis yang dimiliki oleh si Pelaksana terhadap beratnya tugas
fisik yang harus dilaksanakan. (lihat : Sehat ditinjau dari Ilmu Faal). Penitik-
beratan kepada Physiological fitness disebabkan oleh karena mengembangkan
kemampuan fungsional tubuh lebih membe-rikan hasil yang nyata bila
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
115
FISIOLOGI OLAHRAGA
dibandingkan dengan mengembangkan struktur tubuh. Contoh : orang yang
lemah tetapi sehat (statis) dengan melatih fisiknya melalui olahraga akan
menjadi orang yang lebih sehat (dinamis). Sebaliknya orang yang cacat
jasmaniahnya misalnya kehilangan satu tungkai atau lengannya tidak mungkin
dapat diperbaiki dengan melatih fisik melalui olahraga kecuali dengan
menggunakan prothese, tetapi fungsi jasmaninya masih selalu dapat diperbaiki
sehingga prestasi kerja/produktivitasnya masih selalu dapat ditingkatkan.
Kebugaran jasmani seperti telah dikemukakan di atas, adalah keadaan
kemampuan jasmani yang dapat menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya
terhadap tugas jasmani tertentu dan/ atau terhadap keadaan lingkungan yang
harus diatasi dengan cara yang efisien, tanpa kelelahan yang berlebihan dan
telah pulih sempurna sebelum datang tugas yang sama pada esok harinya.
Dengan demikian, kebugaran jasmani sesung-guhnya adalah derajat
sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam
melaksanakan tugas hidup sehari-hari dengan selalu masih mempunyai
cadangan kemampuan (tidak lelah berlebihan) untuk melakukan kegiatan fisik
extra serta telah pulih kembali esok harinya menjelang tugas sehari-harinya
lagi. Kebugaran jasmani/ sehat dinamis harus selalu dipelihara dan bahkan
ditingkatkan agar kemampu-an cadangan untuk menghadapi tugas-tugas extra
– khususnya bagi kesejahteraan keluarga, bagi kegiatan kemasyarakatan dan
guna menghadapi keadaan darurat – dapat bertambah.
Secara akademis, pengertian Kebugaran Jasmani hanya menunjuk-kan
hubungan relatif (keterkaitan) antara derajat sehat dinamis (kemampuan fisik)
yang dimiliki seseorang pada saat itu dengan tugas fisik yang harus dilakukan
artinya hanya menunjukkan adakah kesesuaian antara kondisi fisiknya pada
saat itu dengan tugas fisik yang harus dilakukan. Dengan pengertian demikian
maka sesungguhnya.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
116
FISIOLOGI OLAHRAGA
Kebugaran Jasmani tidak bertingkat-tingkat. Yang bertingkat-tingkat
adalah kemampuan/ kondisi fisik (sehat dinamis) dan beratnya tugas yang
harus dilaksanakan. Dalam perkembangannya di masyarakat Kebugaran
Jasmani kemudian diartikan sebagai derajat sehat dinamis, sehingga oleh
karena itu maka Kebugaran Jasmani menjadi bertingkat-tingkat sesuai derajat
sehat dinamis yang dimilikinya saat itu. Demikianlah maka derajat Kebugaran
Jasmani hakekatnya adalah derajat sehat dinamis yang diperlukan (yang
sesuai) dengan kebutuhannya untuk melakukan sesuatu tugas fisik. Dari
penjelasan terakhir ini semakin jelas bahwa Kebugaran Jasmani lebih bertitik
berat kepada Physiological Fitness.
2. Kesehatan.
Sehat adalah nikmat karunia Allah yang menjadi dasar bagi segala
nikmat dan kemampuan. Nikmatnya makan, minum, tidur, serta kemampuan
bergerak, bekerja dan berfikir, akan berkurang atau bahkan hilang dengan
terganggunya kesehatan kita. Demikianlah memang kita harus senantiasa
mensyukuri nikmat sehat karunia Allah ini dengan memelihara dan bahkan
meningkatkannya melalui berbagai upaya, di antaranya yang terpenting,
termurah dan fisiologis adalah melalui Olahraga. Bahasan mengenai
kesehatan ialah bahasan tentang segala permasalahan mengenai faktor
manusia yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
kualitas sehat seseorang. Oleh karena itu lebih dahulu perlu dimengerti apakah
sehat itu. Departemen Kesehatan dengan bersumber pada Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa:
Sehat adalah sejahtera jasmani, rohani dan sosial; bukan hanya bebas
dari penyakit, cacat ataupun kelemahan. Secara skema hal SEHAT =
SEJAHTERA + BEBAS - jasmani - penyakit - rokhani - cacat - sosial -
kelemahan Keadaan sehat sebagaimana yang dikemukakan di atas adalah
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
117
FISIOLOGI OLAHRAGA
keadaan sehat yang paripurna dan sempurna, yaitu sehat ideal atau sehat yang
diidam-idamkan. Akan tetapi adakah orang yang memiliki keadaan sehat yang
demikian itu ?! Keadaan sehat yang demikian itu agaknya sulit dijumpai oleh
karena manusia dalam perjalanan hidupnya senantiasa dihadapkan pada
berbagai macam ancaman bahaya. Ancaman bahaya itu dapat bersifat :
▪ Biologis : Berbagai macam penyakit infeksi oleh virus, bakteri dan
jamur, serta berbagai macam penyakit infestasi oleh parasit misalnya
oleh cacing dan amoeba.
▪ Kimia : Berbagai macam penyakit alergi, keracunan obat-obatan,
pestisida dan/atau pencemaran lingkungan lainnya.
▪ Fisika : Penyakit hyperbaric (peny. Caisson) yaitu penyakit akibat
tekanan barometer (udara) tinggi, sering dijumpai pada para Penyelam;
penyakit radiasi akibat terkena sinar radioaktif atau sinar rontgen
secara berlebihan; kecela-kaan lalulintas dan kecelakaan kerja.
▪ Mental : Berbagai rasa tidak puas, kecewa, sakit hati dll.
Manusia dapat menderita berbagai macam penyakit, cacat maupun
kelemahan yang dapat mengenai jasmani, rokhani maupun sosial; secara
tersendiri maupun bersama-sama, dengan tingkat/derajat yang berbeda-beda
dari mulai yang ringan sampai kepada yang berat. Demikianlah akibat adanya
ancaman bahaya dalam perjalanan kehidupan ini, maka agaknya jarang atau
bahkan mungkin tidak ada orang yang memenuhi batasan sehat WHO yang
merupakan sehat sempurna. Kutub lain dari sehat ialah sakit, sehingga
sesungguhnya sehat adalah bertingkat-tingkat.
Oleh karena itu adalah lebih masuk akal untuk menyebut sehat dalam
pengertian derajat sehat. Dengan istilah ini yang dilihat ialah berapa banyak
ke-sehat-an dimiliki manusia itu, sehingga dengan demikian maka
sesungguhnya semua orang memiliki derajat sehat tertentu. Pemakaian istilah
demikian sejalan dengan istilah ke-kaya-an, dimana orang dilihat dari berapa
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
118
FISIOLOGI OLAHRAGA
kaya-nya dan bukan dari berapa miskinnya. Demikianlan maka derajat sehat
ialah sehat sempurna dikurangi oleh tingkat/derajat sakitnya. Derajat sehat =
Sehat sempurna – tingkat/derajat sakit.
Namun demikian, pengertian derajat sehat yang bersumber pada
batasan sehat WHO belum memberikan gambaran yang jelas bagaimana
hubungan sebab akibatnya dengan olahraga dan khususnya bagaimana
mekanismenya maka olahraga dapat menyehatkan dan meningkatkan
kebugaran jasmani. Untuk keperluan ini perlu kita meninjau sehat ini dari
sudut yang lain yaitu dari sudut Ilmu Faal. Ilmu Faal ialah Ilmu yang
mempelajari fungsi/cara bekerja sesuatu struktur, khususnya struktur biologik.
Pada manusia struktur biologik itu ialah jasmani beserta seluruh alat-alat
tubuhnya. Oleh karena itu bahasan sehat menurut Ilmu Faal adalah bahasan
sehat dari aspek jasmaniah, yaitu :
o normalnya proses-proses fisiologi didalam tubuh
o normalnya fungsi alat-alat tubuh
o normalnya fungsi tubuh secara keseluruhan.
Oleh karena fungsi alat-alat tubuh berubah antara keadaan istirahat dan
keadaan kerja, maka sehat menurut Ilmu Faal dibagi dalam 2 tingkatan :
▪ sehat statis : yaitu normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu
istirahat. Normalnya fungsi alat-alat tubuh ini juga bertingkat-tingkat
sehingga terdapat istilah derajat sehat statis
▪ sehat dinamis : yaitu normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu
bekerja/ berolahraga, yang juga bertingkat-tingkat, tergan-tung pada
beratnya kerja atau olahraga yang dilakukan, sehingga terdapat istilah
derajat sehat dinamis.
Orang yang sehat dinamis, pasti juga ia sehat statis; akan tetapi tidak
pasti sebaliknya. Contoh: penyakit jantung angina pectoris dan dyspnoe
d’Effort (sesak nafas yang terjadi pada aktivitas fisik) pada penyakit jantung
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
119
FISIOLOGI OLAHRAGA
mitral stenosis. Pada keadaan istirahat mereka bisa sehat (bebas gejala), tetapi
pada waktu bekerja/berolahraga timbul gejala-gejala penyakitnya.
Sehat dinamis adalah sasaran yang harus dicapai melalui kegiatan olahraga,
karena berolah-raga atau mengolah-raga sesungguhnya adalah melatih alat-
alat tubuh agar tetap dapat berfungsi normal pada waktu bekerja/berolahraga,
yang pasti juga normal pada keadaan istirahat.
Demikianlah maka sehat ditinjau dari Ilmu Faal didasarkan pada
masalah kemampuan fungsional jasmaniah, tanpa memperhatikan apakah ia
mungkin berpenyakit kulit misalnya panu, eczema atau cacat jasmaniah yang
menurut WHO berarti bahwa ia tidak sehat; akan tetapi kemampuan
fungsionalnya masih selalu dapat ditingkatkan, yang berarti bahwa derajat
sehatnya masih selalu dapat dipertinggi. Usaha pembinaan kesehatan pada
dasarnya hanya terdiri dari dua bidang garapan saja yaitu :
1. Pembinaan kesehatan yang ditujukan pada faktor manusia.
2. Pembinaan kesehatan yang ditujukan pada faktor lingkungan.
Pembinaan kesehatan pada faktor manusia meliputi usaha-usaha:
▪ penyembuhan (kuratif) termasuk didalamnya usaha pemulihan
(rehabilitatif).
▪ pencegahan (preventif) termasuk didalamnya usaha peningkatan
(promotif).
Pembinaan kesehatan pada faktor lingkungan umumnya termasuk sebagai
bagian dari usaha pencegahan (preventif). Dengan demikian usaha
pencegahan mempunyai 2 sasaran, yaitu:
▪ usaha pencegahan yang berupa memperbaiki faktor manusia (faktor
intrinsik), dengan mengaktifkan unsur-unsur dalam tubuh manusia.
▪ usaha pencegahan yang berupa memperbaiki faktor lingkungan (faktor
extrinsik).
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
120
FISIOLOGI OLAHRAGA
Tujuan dari semua usaha-usaha kesehatan ini ialah menciptakan
manusia-manusia yang bukan saja sehat tetapi juga produktif, yaitu yang dapat
menjamin kehidupannya sendiri, keluarganya, masyarakat-nya, bangsa serta
negaranya dan bukannya menjadi beban bagi masyarakat/negaranya. Dalam
masalah kesehatan pada faktor manusia, usaha kuratif memang lebih
merupakan wewenang kalangan medis dan paramedis.
Tetapi usaha preventif, apalagi yang bersifat perbaikan faktor
lingkung-an, lebih bersifat multidisipliner, meliputi banyak bidang keahlian:
planologi, teknik lingkungan, gedung/bangunan, kesehatan masyarakat,
kedokteran dan ahli kesehatan lainnya. Usaha preventif yang ditujukan pada
faktor manusianya juga meliputi banyak bidang keahlian : gizi, ilmu faal,
olahraga, kedokteran dan kesehatan masyarakat. Usaha pencegahan yang
berupa memperbaiki faktor manusia meliputi :
▪ Pendidikan kesehatan
▪ Perilaku hidup sehat
▪ Pembinaan hidup sehat
▪ Imunisasi
▪ Gizi
▪ Peningkatan kebugaran jasmani
▪ Peningkatan ketrampilan kerja/olahraga
▪ Penyelenggaraan kesehatan kerja/olahraga
Tujuan usaha ini ialah meningkatkan derajat sehat dan produktivitas
manusia sebagai tenaga kerja/olahragawan. Demikianlah maka terlihat disini
bahwa pembinaan kebugaran jasmani merupakan bagian dari usaha
pencegahan pada faktor manusia. Usaha pencegahan yang berupa
memperbaiki faktor lingkungan meliputi :
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
121
FISIOLOGI OLAHRAGA
▪ Kebersihan lingkungan: pembuangan sampah
▪ Pembasmian sumber penularan/penyakit
▪ Penyediaan/penggunaan air bersih
▪ Pencegahan pencemaran lingkungan
▪ Penyehatan rumah/ruang kerja :
▪ Cahaya/penerangan
▪ Ventilasi
▪ Kelembaban
▪ Suhu
▪ Sinar/radiasi
▪ Ketenangan/kebisingan
▪ Getaran/vibrasi
B. Metabolisme Energi Pada saat Olahraga
Dalam mekanisme biologis sistem tubuh, ATP berperan sebagai
sumber energi untuk seluruh fungsi normal. Otot yang berkontraksi,
menghasilkan kerja yang memerlukan energi secara terus menerus.
Kegiatan fisik yang diprogram untuk meningkatkan kualitas kinerjanya,
akan memerlukan energi yang lebih besar sesuai tingkat pekerjaannya.
Tulisan ini menjelaskan secara rinci berbagai proses penyediaan energi bagi
kontraksi otot, mulai dari komponen pembentukan energi (ATP) sampai
pada pemanfatannya dalam kinerja fisik. Secara mendasar penyediaan
sumber energi latihan dapat berasal dari 3(tiga) sistem, yaitu sistem
fosfagen atau sistem ATP-PC sistem asam laktat (sistem glikolisis) dan
sistem aerobik. Dua yang pertama tersebut tergolong dalam sistem
anaerobik.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
122
FISIOLOGI OLAHRAGA
Latihan atau aktifitas fisik dan penyediaan sumber energi pada
hakekatnya merupakan variabel yang erat berhubungan secara timbal balik.
Keduanya dapat dikembangkan secara bersamaan melalui program latihan
yang diatur sedemikian rupa menurut tujuan pengembangan yang
direncanakan. Disamping prinsip pengembangannya bersifat individu dan
harus meningkat, terdapat juga berbagai metode latihan yang harus diacu
untuk efisensi kerja dalam upaya mengembangkan energi predominan pada
peningkatan kualitas fisik tertentu. Dalam penerapannya dilapangan, sistem
energi selalu dikaitkan kegiatan fisik yang terprogram atau dengan latihan
yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas fisik yang diperlukan oleh
berbagai cabang olahraga.
1. Energi Kontraksi Otot
Peranan ATP sebagai sumber energi untuk proses biologik
berlangsung secara siklus. Sebenarnya ATP terbentuk dari ADP dan Pi
melalui proses fosforilasi yang dirangkai dengan proses oksidasi molekul
penghasil energi. Selanjutnya dialirkan ke proses reaksi biologik yang
memerlukan energi untuk dihidrolisis menjadi ADP dan Pi, yang sekaligus
melepaskan energi yang diperlukan oleh proses tersebut. Demikian
seterusnya sehingga terjadi siklus ATP-ADP secara terus menerus.
Salah satu jaingan tubuh yang menggunakan ATP sebagai sumber
energi adalah otot, yang digunakan untuk kontraksi sehingga menimbulkan
gerak sebagai kinerja fisik. Kandungan ATP paling banyak terdapat dalam
sel otot yaitu sekitar 4-6 mM/kg otot dibanding di dalam tubuh lainnya.
Namun ATP yang tersedia ini hanya cukup untuk melakukan gerak cepat
dan berat selama 3-8 detik. Oleh karena itu kinerja fisik yang lebih lama
dari waktu tersebut ATP perlu segera dibentuk kembali. Proses
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
123
FISIOLOGI OLAHRAGA
pembentukan ini dapat diperoleh melalui tiga cara, yakni; sistem ATP-PC
(phosphagen system); sistem glikolisis (lactic acid system) dan sistem
aerobik (aerobic system) yang meliputi oksidasi karbohidrat dan lemak.
2. Sumber Energi Langsung – ATP
Adenosine triphosphate (ATP) adalah bentuk penggunaan langsung
dari energi kimia untuk kerja biologis, termasuk aktivitas biologis otot dan
tersimpan dalam sel-sel terutama sel-sel otot. Struktur kimia ATP (Gambar
4-1) terdiri dari sejumlah besar molekul adenosin dan tiga kelompok fosfat.
Senyawa antara dua grup fosfat terakhir disebut “senyawa kaya energi “
dan bila diuraikan secara kimia (Gambar 4-2) energi akan dilepaskan
sehingga memungkinkan sel untuk melakukan kerja. Semua kerja biologis
memerlukan energi langsung yang berasal dari pemecahan ATP.
Pemecahan 1 mol ATP dapat menghasilkan energi sebesar 7 – 12 kkal.
Gambar 4.1 Adenosin Trifosfat (ATP) terdiri dari molekul adenosin dan tiga
komponen penting yang disebut gugus fosfat. (Diterjemahkan dari: Sports
Physiology, Richard W.Bowers 1992)
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
124
FISIOLOGI OLAHRAGA
Gambar 4.2 ATP dipecah menjadi ADP dan Pi. Energi yang dilepaskan dari hasil
pemecahan ATP digunakan untuk kerja biologis. (Diterjemahkan dari: Sports
Physiology, Richard W.Bowers 1992).
Tubuh terdapat zat kimia yang membuat otot berkontraksi atau
relaksasi. Zat kimia tersebut dinamakan adenosin trifosfat, adenosine
triphosphate (ATP). Selama aktivitas otot, senyawa ini diubah menjadi ADP
(adenosin difosfat) dan fosfat berenergi tinggi(phosphate inorganic = Pi)
seperti pada (Gambar 2) bersamaan dengan mekanisme ini energi siap pakai
dibentuk untuk kontraksi otot. Selanjutnya untuk memproduksi kembali
(resintesis) ATP bahan dasarnya berasal dari pemecahan bahan makanan dan
kreatinfosfat (Phosphocreatin = PC) yang keduanya secara bersamaan dengan
energi yang diperlukan dalam reaksi resintesis ATP, (Gambar 4-3)
Gambar 4.3 Energi untuk resintesis ATP berasal dari makanan dan kreatinfosfat,
dipecah menjadi ADP + Pi dan selanjutnya menjadi ATP. (Diterjemahkan dari:
Sports Physiology, Richard W.Bowers 1992).
Jumlah ATP dalam otot sangat terbatas dan oleh karena itu perlu
terus dibentuk ATP baru agar sumber energi yang kita miliki tidak segera
habis. Walaupun demikian didalam otot terdapat sejumlah sistem yang
berfungsi sebagai perbantuan dan secara konstan melakukan resintesis ATP
dari ADP. Dengan cara ini jumlah ATP tetap cukup untuk melanjutkan
aktivitas selama intensitasnya rendah sampai sedang.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
125
FISIOLOGI OLAHRAGA
3. Metabolisme Aerobik dan Anaerobik
Istilah metabolisme tertuju pada seluruh reaksi kimia yang terdapat
dalam tubuh, meliputi produksi energi yang berasal dari makanan yang
dicerna (seperti perubahan dan penyimpanannya), pertumbuhan dan
kerusakan pada jaringan, energi yang terpakai, dan berbagai proses kimia
lainnya. Sekarang mari kita konsentrasi pada kandungan energi dan proses
penggunaannya yang memungkinkan kinerja atlet cukup mudah dan
efisien. Energi diproduksi dan tersimpan dalam bentuk ATP.
Metabolisme aerobik menyangkut hasil serangkaian reaksi kimia
yang memerlukan oksigen dalam memecah karbohidrat, lemak, protein
menjadi karbondioksida dan air. Proses kimia ini disebut oksidasi yang
terjadi di mitokondria. Sedangkan metabolisme anaerobik adalah hasil
serangkaian reaksi kimia yang tidak memerlukan oksigen atau mekanisme
produksi energi (ATP) tanpa oksigen. Terdapat tiga rangkaian
pembentukan energi, dua diantara tiga rangkaian reaksi untuk sintesis ATP
itu adalah sistem ATP-CP dan sistem asam laktat yang keduanya tergolong
anaerobik. Satu rangkaian lainnya adalah termasuk aerobik yaitu sistem
oksigen.
4. Sistem Fosfagen (Sistem ATP-PC)
Selama aktivitas dengan intensitas tinggi penggunaan ATP
berlangsung sangat cepat. Fosfatkreatin (creatine phosphate = CP) seperti
halnya ATP tersimpan dalam otot yang bila diuraikan akan melepaskan
energy. Keduanya tergololng kelompok fosfat dan karena itu maka disebut
sistem fosfagen. Energi yang dilepaskan digunakan untuk meresintesis
ATP. Rangkaian reaksi gandanya dinyatakan seperti skema berikut:
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
126
FISIOLOGI OLAHRAGA
CP Cr + Pi + Eenrgi
Energi + ADP + Pi ATP
Walaupun rangkaian reaksi tersebut dilihat sederhana, namun di
dalam tubuh keadaannya lebih kompleks serta memerlukan adanya enzim.
Senyawa protein ini berfungsi mempercepat terjadinya reaksi kimia
tertentu, misalnya semua reaksi metabolik dalam tubuh memerlukan enzim
termasuk sintesis atau resintesis ATP.
Kandungan ATP dan PC di dalam otot sangat sedikit, diperkirakan
hanya 0,3 mol pada wanita, dan 0,6 mol pada pria. Jumlah keseluruhan ATP
yang berasal dari sistem fosfagen ini sangat terbatas dan akan terkuras habis
dalam kisaran waktu 10 detik pada kinerja super maksimal. Dalam olahraga
pasokan energi utama ATP – PC sangat penting pada saat sprint (100 m),
lompat dan berbagai keterampilan dengan waktu dalam hitungan detik.
Gambar 4.4. Molekul PC = phospho creatine (kreatinfosfat). (Diterjemahkan dari: Sports
Physiology, Richard W.Bowers 1992).
Gambar 4.5. Sintesis ATP yang berasal dari PC di sel otot. (Diterjemahkan dari: Sports
Physiology, Richard W.Bowers 1992).
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
127
FISIOLOGI OLAHRAGA
Keuntungan penggunaan sistem fosfagen, adalah:
1. Tidak tergantung kepada rangkaian reaksi yang panjang.
2. Sistem fosfagen tidak tergantung kepada transport oksigen ke otot
yang sedang bekerja.
3. ATP dan PC tersedia di dalam mekanisme kontraksi otot.
5. Sistem Asam Laktat
Sistem asam laktat ini disebut juga dengan istilah glikolisis anaerobik
(anaerobic glycolysis) yang berarti penguraian glikogen tanpa oksigen.
Dalam beberapa referensi dijelaskan bahwa glikolisis anaerobik berarti
metabolisme karbohidrat yang tidak sempurna. Secara sederhana dan secara
berurutan mekanisme sistem ini terjadi dalam sel otot. Seperti (Gambar 6),
penguraian glikogen menghasilkan energi untuk resintensis ATP. Oleh
karena produk sampingan pada sistem ini adalah asam laktat (lactic acid)
maka disebut juga sistem asam laktat.
Asam laktat yang terakumulasi sangat tinggi dalam darah dan otot dapat
menyebabkan kelelahan otot. Hal ini terjadi karena oksigen tidak
mencukupi lagi (insufficient) dalam memenuhi kebutuhan oksigen dalam
sirkulasi demikian asam laktat masih dapat dikonversi menjadi glukosa.
Proses perubahan ini berlangsung di dalam hati yang dikenal dengan istilah
Daur Cori. Melalui sistem ini 180 gram glikogen menghasilkan 3 mol ATP.
Rangkaian reaksi ganda pada sistem ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
128
FISIOLOGI OLAHRAGA
1. (C6H12O6) n 2 C3H6O3 +
Energi
(glycogen) (lactic acid)
2. Energi + 3 Pi + 3ADP 3 ATP
Gambar 4.6. Glikolisis anaerobik (anaerobic glycolysis)
dalam sel otot. (Dikutip dari buku: The Physiological
Basis Of Exercise and Sport. 5th edition. Fox EL, Bowers,
Foss ML, Iowa: Brown & Benchmark, 1993)
Seperti halnya sistem fosfagen, glikolisis anaerobik merupakan
faktor sangat penting dalam aktivitas olahraga terutama dalam fungsinya
memberikan energi (ATP) secara cepat. Sebagai contoh; aktivitas olahraga
atau latihan dengan pemakaian waktu 1 sampai 3 menit, suplai energinya
terutama berasal sistem glikolisis anaerobik. Aktivitas olahraga seperti lari
400 m, 800 m energi yang digunakan tergantung pada sistem ini. Demikian
juga saat menjelang akhir pada lomba lari 1500 m, sistem ini berperan untuk
kinerja maksimal sampai melewati garis finish.
Asam laktat yang menumpuk di dalam sel otot akan cepat berdifusi ke
dalam darah dan dapat menyebabkan kelelahan. Keadaan ini dapat terjadi
karena kecepatan suplai oksigen lebih rendah dibanding regulasi keperluan
energi pada saat latihan yang berat. Hal ini berarti pula kecepatan resintesis
ATP tidak dapat mengimbangi kecepatan penggunaannya. Begitu juga
hidrogen dan NAD+(nikotinamida adenindinukleotida) tidak dapat diproses
melalui rantai pernafasan, sedangkan untuk oksidasi didalam glikolisis sangat
tergantung pada adanya NAD+ ini Kelelahan yang diderita akibat penumpukan
asam laktat bukan merupakan petaka bagi atlet, sebab asam laktat merupakan
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
129
FISIOLOGI OLAHRAGA
sumber energi kimia yang sangat bermanfaat. Jika oksigen sudah cukup
kembali (melalui pertukaran gas) seperti pada saat pulih asal (recovery), atau
pada saat intensitas latihan diturunkan atau dikurangi, maka hidrogen akan
terikat ke asam laktat dan diangkut oleh NAD+ selanjutnya terjadilah oksidasi.
Akibat dari mekanisme oksidasi ini maka asam laktat akan dikonversi menjadi
asam piruvat dan dipergunakan sebagai sumber energi. Selengkapnya
perhatikan reaksi Daur Cori.
6. Sistem Oksigen atau Sistem Aerobi
Rangkaian reaksi pada sistem ini berlangsung di dalam mitochondria
atau disebut juga power houses, yaitu tempat sistem aerobik membuat
energi ATP. Dengan adanya oksigen, 180 gram glikogen diurai menjadi
karbondioksida(CO2) dan air (H2O) dan menghasilkan energi yang cukup
untuk resintesis 39 mol ATP. Rangkaian reaksinya mirip dengan reaksi
pada glikolisis anaerobik di dalam sel otot, khususnya di subseluler yang
disebut mitochondria. Ada tiga rangkaian reaksi utama dalam sistem
aerobik yaitu (1) Glikolisis Aerobik, (2) Siklus Krebs, (3) Sistem Transport
Elektron (STE).
Gambar 4.7 Glikolisis aerobik (aerobic glycolysis) dalam
sel otot. (Dikutip dari buku: The Physiological Basis Of
Exercise and Sport. 5th edition. Fox EL, Bowers, Foss ML,
Iowa: Brown & Benchmark, 1993).
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
130
FISIOLOGI OLAHRAGA
7. Glikolisis Aerobik
Glikolisis aerobik berarti penguraian glikogen secara sempurna
dengan bantuan oksigen. Bedanya dengan glikolisis anaerobik terletak pada
pencegahan akumulasi asam laktat oleh oksigen. Perbedaan yang nyata
tampak pada akumulasi asam laktat. Pada glikolisis aerobik tidak terjadi
penumpukan asam laktat karena adanya oksigen. Hal ini dikarenakan oleh
adanya degradasi komplit dari glukosa menjadi CO2 dan H2O melalui
proses oksidasi dalam Siklus Krebs dan Sistem Transport Elektron(STE).
Dengan demikian selama glikolisis aerobik 180 gram glikogen
dipecah/diurai menjadi 2 mol asam piruvat, dan cukup untuk melepaskan
energi untuk resintesis 3 mol ATP. Rangkuman reaksi sistem ini adalah:
1. (C6H12O6) n 2C3H4O3 + Energi
(Glikogen) (Asam piruvat)
2. Energi + 3ADP + 3Pi 3 ATP
8. Siklus Krebs
Asam piruvat yang terbentuk selama glikolisis aerobik dipecah
dengan pertolongan acetyl co-enzyme A atau disingkat acetyl co-A.
Selanjutnya asam piruvat yang sudah mengalami perubahan kimia ini
masuk ke dalam Siklus Krebs atau disebut juga Citric Acid Cycle/
Tricarboxylic Acid Cycle. Selama Siklus Krebs terdapat dua perubahan
kimia yang penting yakni; 1) terjadi produksi karbondioksida (CO2) dan, 2)
proses oksidasi (khususnya, penghilangan/pelepasan elektron). Seperti
yang telah disebutkan, produksi CO2 menyebar/berdifusi ke dalam darah
dan dibawa menuju paru -paru, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
131
FISIOLOGI OLAHRAGA
Secara kimia, oksidasi (oxidation) didefinisikan sebagai penghilangan/
pelepasan muatan listrik negatif (electron) dari suatu senyawa kimia. Pada
kasus ini, elektron dipindahkan dalam bentuk atom hidrogen (H) dari atom
karbon yang semula adalah pyruvic acid dan, sebelumnya lagi, adalah
glikogen. Atom hidrogen mengandung partikel positif yang disebut proton
(disini diacukan sebagai ion hidrogen) dan partikel negativ yang disebut
elektron. Asam piruvat (pyruvic acid) dalam bentuk modifikasinya
mengandung karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Ketika H
dihilangkan/dilepaskan, hanya C dan O (khususnya, komponen kimia karbon
dioksida) yang tertinggal. Oleh karena itu, dalam siklus Krebs, asam piruvat
teroksidasi, dan hasilnya adalah produksi CO2
H H+ + e-
(atom hidrogen) (ion hidrogen) (elektron)
9. Sistem Transport Elektron (ETS)
Kelanjutan dari penguraian glikogen, produk ahkir (H20) terbentuk dari
ion hidrogen dan elektron yang telah dihilangkan di dalam Siklus Krebs serta
oksigen yang kita hirup. Rangkaian spesifik atas bebagai reaksi dimana H 20
terbentuk disebut sistem transport elektron atau rantai respiratory. Intinya, apa
yang terjadi di dalam sistem transport elektron adalah bahwa ion hidrogen dan
elektron "ditransport" menuju oksigen oleh "pengangkut elektron" melalui
serangkaian reaksi enzymatic, yang mana produk ahkirnya adalah air.
oksigen (O2) menghasilkan 2 mole air (2H20). Ketika elektron melewati
rantai respirasi, energi akan dilepaskan dan ATP akan di-resintesis melalui
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
132
FISIOLOGI OLAHRAGA
reaksi berpasangan. Untuk setiap pasang elektron (2e-) yang melewati rantai
tersebut, sejumlah energi dilepaskan untuk resintesis sekitar 3 mole ATP.
Keseluruhannya, 12 pasang elektron dihilangkan dari penguraian 180 grams
glikogen, dan oleh karena itu 36 mole ATP dapat dibentuk. Maka, selama
metabolisme aerobik, kebanyakan dari total 39 mole ATP di -resintesis di
dalam sistem transport elektron bersamaan dengan terbentuknya air.
10. Beta-oksidasi (Metabolisme Lemak)
Dalam kondisi-istirahat, sekitar dua-per-tiga energi kita berasal dari
metabolisme lemak dan hanya satu-per-tiga berasal dari metabolisme
karbohidrat. Selama latihan, ketergantungan terhadap lemak sebagai
sumber utama asupan secara dramatis menyusut, khususnya di bawah
kondisi pengunaan power yang tinggi, sebagai contoh; melempar, sprint,
atau melompat. Akan tetapi, selama aktivitas dengan durasi panjang (lama),
perpaduan penggunaan lemak dan karbohidrat menjadi sangat penting.
"Perpaduan" bahan makanan bergantung pada intensitas dan durasi latihan,
level pengkondisian atlet, serta diet dan status nutrisi atlet.
Tahap pertama penguraian lemak disebut Beta-oksidasi. Intinya, senyawa
fatty acid "dispersiapkan" untuk masuk kedalam Siklus Krebs. Setelah itu,
hasil akhirnya berlaku sama dengan glikogen; yaitu, air dan karbon dioksida
terbentuk serta energi dilepaskan untuk resynthesis ATP. Tiap-tiap mole fatty
acid yang telah teroksidasi menghasilkan cukup energi untuk resynthesize
sekitar 140 mole ATP.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
133
FISIOLOGI OLAHRAGA
Tabel. 4.1 Karakteristik umum dari Sistem Energi
Karakteristik Sistem ATP-PC Sistem Asam Sistem Oksigen
Laktat
Kebutuhan Oksigen Anaerobik Aerobik
Produksi ATP Sangat cepat Anaerobik Lambat
Cepat
Glikogen, lemak,
Sumber energy Kreatin fosfat Glikogen sedikit protein
Kapasitas produksi Sangat terbatas Terbatas Tidak terbatas
ATP
Kapasitas daya Rendah Rendah Tinggi
tahan
Produksi daya Sangat tinggi Tinggi Rendah sampai
ledak Explosive power, sedang
Aktivitas
Tipe aktivitas antara 1-3 Daya tahan
menit
11. Perubahan dan Responsif Kardiorespirator pada saat
Olahraga dan Pada Saat Pemulihan.
Bagian ini membahas perubahan yang terjadi sehubungan dengan
sistem kardiovaskular dan pernafasan segera setelah dimulainya latihan,
selama latihan keadaan stabil submaksimal, dan selama latihan tambahan
hingga intensitas maksimum. Secara umum, perubahan segera yang terjadi
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
134
FISIOLOGI OLAHRAGA
pada awal latihan diatur oleh peningkatan output dari korteks motorik di otak
yang mengarahkan kontrol kardiovaskular dan pusat kontrol pernapasan yang
terletak di medulla. Pusat kontrol ini memodifikasi divisi parasimpatis dan
simpatik dari sistem saraf otonom sebelum, selama, dan setelah latihan.
Faktor-faktor neural dan humoral (kimia) yang menyempurnakan perubahan
kardiorespirasi untuk latihan akan dibahas nanti dalam bab ini. Bagian ini
membahas perubahan denyut jantung (HR), volume stroke (SV), curah
jantung (Q˙), dan tekanan darah, serta perubahan pada sistem pernapasan
selama dan setelah latihan.
12. Heart Rate (HR)
HR ditentukan oleh tingkat pengeluaran impuls yang berasal dari
nodus sinoatrial (SA), alat pacu jantung yang dominan. Fungsi listrik dari
simpul SA harus secara langsung dipengaruhi oleh sistem saraf otonom
jika HR berubah dari istirahat ke latihan. bahwa saat istirahat saraf vagus
memberikan aktivitas parasimpatik kronis yang kuat pada jantung melalui
pelepasan asetilkolin, neurotransmitter yang bertindak langsung pada SA
dan atrioventrikular (AV) node untuk memperlambat HR. Biasanya,
aktivitas parasimpatis membuat HR kurang dari 100 beats / min (bpm) saat
istirahat. Setelah inisiasi latihan, bagaimanapun, aktivitas sistem
parasimpatis menurun, memungkinkan HR untuk naik. Aktivitas sistem
saraf simpatis secara bertahap meningkat. Sebagai perbandingan, pikirkan
sebuah mobil. Agar mobil bergerak, kita harus memastikan rem mati dan
pedal gas ditekan sampai kita mencapai kecepatan yang kita inginkan.
Secara fisiologis, sistem saraf kita melakukan hal yang sama.
Agar HR meningkat, sistem saraf melepaskan "istirahat" (sistem
parasimpatik) dan melibatkan "akselerator" (sistem simpatis) untuk
mencocokkan kebutuhan metabolik untuk aliran darah selama latihan.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
135
FISIOLOGI OLAHRAGA
Bahkan sebelum latihan dimulai, aktivitas sistem kardiovaskular
meningkat. Sebagai contoh, tekanan darah dan tekanan darah meningkat
beberapa menit sebelum onset latihan. Secara umum, jika pertarungan
latihan memiliki intensitas tinggi atau mendekati maksimal, atau jika
seseorang berpartisipasi dalam acara olahraga yang diisi secara
emosional (mis., Lomba bersepeda dan maraton), maka latihan pra-
latihan HR dan tekanan darah lebih tinggi. Peningkatan antisipatif dalam
aktivitas kardiovaskular ini dimediasi oleh peningkatan saraf simpatetik
aktivitas sistem.3,5 Gambar 6-1 menampilkan perubahan kardiovaskular
pada Q˙ (Gambar 6-1A), SV (Gambar 6-1B), dan HR (Gambar 6-1C) itu
terjadi dalam transisi dari istirahat ke latihan steady-state dan menuju
pemulihan.
Perubahan ini cepat dan terjadi melalui mekanisme saraf yang
muncul dari pusat kontrol kardiovaskular.6 Dalam beberapa detik
pertama setelah otot mulai berkontraksi, peningkatan HR dan SV,
mengarah ke peningkatan Q˙. Seperti yang ditunjukkan sebelumnya,
peningkatan HR dimediasi oleh penarikan aliran keluar parasimpatis dan
peningkatan aliran simpatis ke jantung.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
136
FISIOLOGI OLAHRAGA
Gambar 4.8 Perubahan kardiovaskular. Perubahan dalam (A) curah jantung
(Qı), (B) volume stroke (SV), dan (C) denyut jantung (HR) saat istirahat, selama
latihan submaksimal hingga intensitas steady state, dan selama periode
pemulihan pasca latihan.
Perubahan kardiorespirasi yang terjadi selama waktu yang lama
(misalnya, lebih dari 10 menit) serangan latihan submaksimal dari beban
kerja konstan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ini termasuk durasi dan
intensitas latihan, jenis latihan (misalnya, tubuh bagian atas vs tubuh
bagian bawah), dan apakah latihan dilakukan dalam lingkungan yang
tenang atau penuh gejolak (misalnya, efek angin, suhu, kelembaban, dan
ketinggian). Hal terpenting yang perlu diingat adalah bahwa perubahan
parameter kardiovaskular (dan pernafasan) secara tepat sesuai dengan
tingkat aktivitas metabolik dan meningkat secara progresif dengan
intensitas latihan. Sebagai contoh, latihan steady-state submaksimal
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
137
FISIOLOGI OLAHRAGA
berkepanjangan pada 75% konsumsi oksigen maksimal (V˙O2max) akan
menimbulkan peningkatan yang lebih besar dalam fungsi kardiorespirasi
dibandingkan dengan latihan yang lama pada 50% VO2max.
Sehubungan dengan HR, peningkatan awal mendadak dan terjadi
dalam beberapa menit pertama aktivitas, terutama dengan penarikan
aktivitas parasimpatis dan peningkatan aktivitas simpatetik. Jika intensitas
latihan tetap konstan dan di bawah ambang laktat, HR akan mencapai
dataran tinggi (steady state) dan tetap relatif stabil selama durasi latihan
submaksimal. Di titik ini dalam sesi latihan, permintaan untuk darah,
oksigen, dan nutrisi dari otot rangka bekerja sedang dicocokkan dengan
output dari sistem kardiovaskular. Jika intensitas latihan semakin
meningkat, seperti dengan latihan bertahap hingga intensitas maksimum,
HR terus meningkat untuk menyesuaikan meningkatnya kebutuhan
oksigen. Memang, permintaan oksigen selama latihan tambahan relatif
sebanding dengan intensitas latihan.
13. Volume Stroke dan Curah Jantung
SV (Stroke Volume), atau jumlah darah yang dikeluarkan oleh
jantung dalam satu ketukan (mL / beat), juga meningkat secara tiba-tiba
pada awal latihan. Ingat bahwa saat istirahat, rata-rata SV sekitar 70 mL
/ denyut pada orang sehat, tetapi selama onset latihan, SV dapat
meningkat lebih dari 100 mL / beat dan meningkat sebagai fungsi
intensitas latihan, hingga sekitar 50% hingga 60% VO2max . Meskipun
beberapa mekanisme berkontribusi terhadap peningkatan SV saat
intensitas latihan meningkat selama latihan yang berkepanjangan,
peningkatan SV pada awal latihan disebabkan oleh pelepasan
neurotransmitter norepinefrin dari serabut saraf simpatis yang
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
138
FISIOLOGI OLAHRAGA
menginervasi miokardium. Gambar 6-2 menunjukkan pengaruh
stimulasi simpatis yang meningkat pada jantung. Norepinefrin dan
epinefrin dalam darah juga meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel
(peningkatan kontraktilitas), menyebabkan jumlah yang lebih besar dari
darah keluar dari jantung (SV yang lebih besar) untuk setiap volume
akhir diastolik yang diberikan.
Peningkatan SV pada onset aktivitas juga akan stabil selama
serangan latihan submaksimal, biasanya setelah beberapa menit pertama
latihan (lihat Gambar 8-1B). SV meningkat sebanding dengan intensitas
latihan, tetapi bagi kebanyakan orang, SV akan mencapai nilai
maksimum sekitar 40% hingga 60% dari V˙O2max. Seperti yang
didiskusikan nanti dalam bab ini, SV dapat terus meningkat melampaui
level ini pada atlet ketahanan yang sangat terlatih. Ingat dari Bab 7 bahwa
Q˙ adalah produk HR dan SV (Q˙ = HR × SV) dan mewakili volume
(liter) darah yang dipompa oleh jantung dalam 1 menit. Ini rata-rata
sekitar 5 L / menit pada individu yang beristirahat sehat. Seperti yang
dapat Anda duga, karena HR dan SV meningkat pada awal latihan, Q˙
juga meningkat (lihat Gambar 6-1A). Ada peningkatan 2 hingga 3 kali
lipat Q˙ pada saat inisiasi latihan, yang sebagian besar didorong oleh
penarikan aktivitas parasimpatis dan peningkatan stimulasi simpatis ke
jantung.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
139
FISIOLOGI OLAHRAGA
Gambar 4.9 Pengaruh stimulasi saraf dan hormonal simpatis pada volume stroke (SV).
Peningkatan aliran simpatis ke jantung dan stimulasi diperantarai katekolamin serta
meningkatkan kontraktilitas jantung. Hasilnya adalah SV yang lebih besar untuk
volume akhir-diastolik yang diberikan. Fungsi ini membantu meningkatkan SV selama
latihan. SNS = sistem saraf simpatik.
• Faktor-Faktor Yang Meningkatkan Stroke Volume Selama
Olahraga
Peningkatan SV selama latihan dipengaruhi oleh sejumlah faktor
yang meningkatkan kekuatan miokard kontraksi. Pengaturan
homeometrik termasuk peningkatan input sistem saraf simpatik ke
miokardium, serta katekolamin yang bersirkulasi. Pengaturan
heterometrik terutama dipengaruhi oleh aliran balik vena. Peningkatan
aliran balik vena meningkatkan volume akhir diastolik. Peningkatan
volume akhir-diastolik (preload) ini menghasilkan peningkatan SV
melalui mekanisme Frank-Starling. Selama olahraga, aliran balik vena
meningkat oleh venokonstriksi, pompa otot skeletal, dan pompa
pernapasan.
Moch. Nasmay Lupita, S.Or / Pascasarjana / Universitas Negeri Malang
140