B A BA 7
C BC
D BD
... ... ...
dan seterusnya.
Banyak pasangan 8 × 7 = 56.
Gambar 3.2.2
Terdapat 8 benda atau unsur, yaitu: A, B, C, D, E, F, G, dan H, dalam setiap
pasangan hanya digunakan 2 unsur saja. Masing-masing pasangan ini disebut
permutasi 2 dari 8 unsur tersebut. Banyaknya seluruh permutasi ini ditulis P8,2 Jadi
P8,2 = 8 × 7 = 56, P9,2 = 9 x 8 = 72. Kita dapat juga membuat susunan terdiri dari 3
unsur dari 8 unsur tadi. Masing-masing susunan itu disebut permutasi 3 dari 8 unsur.
Secara umum permutasi dapat ditentukan sebagai berikut.
( , ) = ( !
− )!
Permutasi merupakan bentuk khusus aplikasi prinsip perkalian. Misalnya
jumlah objek adalah n, maka urutan pertama dipilih dari n objek, urutan kedua
dipilih dari n – 1 objek, urutan ketiga dipilih dari n – 2 objek, begitu seterusnya dan
urutan terakhir dipilih dari 1 objek yang tersisa.
Menurut prinsip perkalian, permutasi dari n objek adalah
n(n – 1)(n – 2) … (2)(1) = n!
47 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Definisi 3.2.2 (Permutasi)
Susunan terurut yang terdiri dari r unsur berbeda yang diambil dari n unsur berbeda
(r n) disebut permutasi r dari n unsur.
Jika kita memiliki 8 unsur dan akan disusun secara terurut terdiri dari 8 unsur,
berapa banyak susunan seluruhnya yang bisa kita buat? Dengan kata lain, berapa
P8,8? Untuk menjawabnya, kita pilih unsur pertama, untuk ini kita mempunyai 8
pilihan. Kemudian setelah unsur pertama kita tetapkan, kita pilih unsur kedua,
untuk ini kita mempunyai 7 pilihan. Setelah unsur pertama dan kedua kita tetapkan,
kita pilih unsur ketiga, untuk ini kita punya 6 pilihan. proses ini kita lanjutkan
sampai unsur ke 8 dari susunan dan untuk yang terakhir ini kita hanya punya 1
pilihan. Jadi banyak susunan yang peroleh adalah:
8×7×6×5×4×3×2×l
Jadi P8,8 = 8 × 7 × 6 × 5 × 4 × 3 × 2 × l = 8!
n! dibaca n faktorial, yang nilainya n! = n × (n – 1) × … × 3 × 2 × l .
Dengan demikian, kita peroleh banyak permutasi dari n unsur berbeda, yaitu Pn :
Pn = n × (n – 1) × … × 3 × 2 × l = n!
Definisi 3.2.3 (Faktorial)
n faktorial ditulis n! = n × (n – 1) × … × 3 × 2 × l
dengan n bilangan asli, dan 0! = 1 = 1!
Contoh 3.2.3:
Terdapat 6 mahasiswa yg memenuhi syarat dan bersedia menjadi pengurus
Kerohanian Islam (Rohis). Jika pengurus Rohis tersebut terdiri dari ketua, wakil
ketua, sekretaris dan bendahara, ada berapa macam susunan pengurus Rohis yang
mungkin terbentuk?
Jawaban:
48 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Persoalan ini termasuk dalam persoalan mencari banyak susunan terdiri dari 4 unsur
yang diambil dari 6 unsur. Oleh karena itu, yang akan kita tentukan adalah P6,4.
Untuk itu, perlu dijelaskan/dilakukan hal-hal berikut.
Ada 6 mahasiswa yang dipilih sebagai ketua. Seandainya ketua telah dipilih, maka
5 pilihan untuk wakil ketua. Jika ketua dan wakil ketua telah terpilih, maka ada 4
pilihan untuk sekretaris. Jika ketua dan sekretaris telah dipilih, maka tinggal 3
mahasiswa yang bisa dipilih untuk bendahara. Jadi banyaknya susunan pengurus
yang mungkin 6 × 5 × 4 × 3 = 360. Perkalian 6 × 5 × 4 × 3 dapat diubah menjadi
bentuk faktorial sebagai berikut.
6 5 4 3 6 5 4 3 2 1 6! 6!
2 1 2! (6 4)!
Dengan demikian, P6,4 6!
(6 4)!
Banyaknya Permutasi
Banyaknya permutasi r benda berbeda diambil dari n benda adalah
Pn,r (n n!
r)!
Kini kita akan mendalami kasus lain dari permutasi. Jika pada permutasi di atas kita
mempunyai n benda yang berbeda. Sekarang kita akan melihat bila diantara n benda
itu ada yang sama. Yaitu misalkan di antara n benda ada n1 buah benda yang sama
(n1 n). Maka di antara Pn,n1 permutasi, setiap n1! di antaranya adalah adalah sama,
sehingga Pn,n1 n! .
n1!
Misalnya 3 unsur a1, a2, dan b. Maka macam permutasinya adalah:
Pertama: a1 a2 b dan a2 a1 b
Kedua: a1 b a2 dan a2 b a1
Ketiga: b a1 a2 dan b a2 a1
49 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Setiap 2 permutasinya sama, sehingga Pn,n1 3! 3.
2!
Sekarang, anadikan kita terdapat n benda yang terdiri dari k kelompok, dan setiap
kelompok terdiri dari benda yang sama. Kelompok 1 beranggot n1, kelompok 2
beranggota n2, dan seterusnya hingga kelompok k beranggota nk.
Jadi, jumlah n = n1 + n2 + nk.
Dengan menggunakan hasil tersebut, kita peroleh:
Banyaknya permutasi dari n benda terdiri k kelompok yang setiap kelompok ke-i (1
i k) mempunyai anggota yang sama sebanyak ni adalah:
Pn,ni n!
n1!n2!n3!... nk !
Contoh 3.2.4:
Tentukan banyak susunan 4 huruf yang diambil dari kata "MANA"
Jawaban:
Diketahui n = 4, banyak huruf M = n1, = 1, banyak huruf A = n2 = 2, dan banyak
huruf N = n3 = 1, sehingga Pn,ni 4! 12 .
1!2!1!
Dengan demikian, banyak cara menyusun (permutasi) huruf pada kata “MANA”
adalah 12 cara.
Teorema 3.2.4
Banyaknya permutasi melingkar r unsur dari sebuah himpunan dengan n unsur
berbeda adalah
( , ) !
= ( − )!
Khususnya, permutasi melingkar dari n unsur adalah (n – 1)!
50 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Contoh 3.2.5:
Sebanyak 12 tanda-tanda khusus berbeda akan ditempatkan pada drum berputar.
Masalah ini merupakan masalah permutasi melingkar dengan n = r = 12. dengan
demikian banyaknya cara ada sebanyak
(12,12) 12!
12 = 12(12 − 12)!
12!
= 12(0)!
12 × 11!
= 12
= 11!
D. KOMBINASI
Bentuk khusus dari permutasi adalah kombinasi. Jika pada permutasi urutan
kemunculan diperhitungkan, maka pada kombinasi, urutan kemunculan diabaikan.
Misalkan urutan abc, acb, dan bca dianggap sama dan dihitung sekali.
Contoh 3.2.6:
Sebuah buku terdiri dari 5 bab. Anda hanya ingin membaca 3 bab saja. Ada berapa
banyak cara yang bisa dilakukan untuk membaca buku tersebut?
Jawaban:
Persoalan ini termasuk dalam persoalan kombinasi yaitu mencari banyak susunan
3 unsur dari 5 unsur berbeda tanpa memperhatikan urutannya. Misalkan bab yang
akan dibaca tersebut adalah A, B, C, D dan E, kombinasi itu dapat diperoleh dengan
cara berikut.
Pertama kita pilih A sebagai unsur pertama, B sebagai unsur kedua dan untuk
unsurke tiga ada tiga pilihan yaitu C, D atau E. Kemudian A sebagai unsur pertama,
C sebagai unsur kedua, dan untuk unsur ketiga ada 2 pilihan yaitu D atau E.
51 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Selanjutnya A sebagai unsur pertama D sebagai unsur kedua dan E sebagai unsur
ketiga. Berikutnya B kita pilih sebagai unsur pertama C kedua dan D atau E ketiga.
Selanjutnya C sebagai unsur pertama, D unsur kedua dan E atau A unsur ketiga.
Sehingga kita memperoleh susunan (kombinasi) sebanyak 3 + 2 + 1 + 2 + 2 = 10.
Susunan yang lain dapat diperoleh dari 10 susunan ini dengan mengubah urutannya.
Jadi jika urutan tidak diperhatikan maka kita memperoleh 10 susunan (kombinasi)
tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 3.2.2 berikut ini.
Gambar 3.2.2
Soal di atas dapat juga diselesaikan sebagai berikut. Banyaknya permutasi terdiri
dari 3 unsur diambil dari 5 unsur berbeda adalah P5,3 5! . Akan tetapi
(5 3)!
permutasi ini dapat dikelompokkan menjadi 3! = 6 kelompok yang setiap kelompok
memiliki anggota yang urutannya saja yang berbeda. Jadi setiap 3! permutasi
merupakan satu kombinasi saja. Sehingga banyak kombinasi 3 dari 5 unsur itu yang
diberi simbol C5,3 adalah C5,3 5! 3! 5 43 21 10 .
(5 3)! 213 21
52 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Banyak Kombinasi r Unsur Diambil dari n Unsur Berbeda
Banyak cara memilih r benda dari n benda yang berbeda tanpa memperhatikan
urutannya yaitu banyaknya kombinasi r unsur diambil dari n unsur berbeda adalah
Cn,r n! n!
(n r)!
Didefinisikan 0 ! = 1.
Definisi 3.2.5 (Kombinasi)
Banyaknya kombinasi r unsur dari himpunan dengan n unsur dinotasikan dengan
C(n,r) atau ( )
Contoh 3.2.7:
Banyaknya cara menyusun warna baju tiga kali seminggu untuk pergi ke kantor
adalah C(7,3) = 7! = 35 cara.
3!4!
E. PERMUTASI DAN KOMBINASI MULTI-HIMPUNAN
Misal S sebuah multi-himpunan. Sebuah permutasi r di S adalah susunan
terurut r unsur (yang tidak harus beda) di S. Jika banyaknya unsur S adalah n, maka
sebuah permutasi n di S merupakan suatu permutasi di S. Sebagai contoh, jika S =
{2.a, 1.b, 3.c}, maka acbc dan cbcc adalah permutasi-4 di S. Sedangkan abccca
adalah permutasi-6 di S. Multi himpunan tidak mempunyai permutasi-7, karena 7
> 2 + 1 + 3 = 6, yaitu banyaknya unsur di S.
Teorema 3.2.6
Misalkan S multi-himpunan dengan k jenis objek berbeda. Jika masing-masing
jenis objek memiliki bilangan pengulangan n1, n2, ..., nk dengan n = n1 + n2 + ... +
nk maka banyaknya permutasi di S adalah
!
( ; 1, 2, … , ) = 1! 2! … !
53 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Contoh 3.2.8:
Permutasi huruf-huruf dalam kata MISSISSIPPI merupakan permutasi multi-
himpunan. Banyaknya permutasi adalah
11!
1! 4! 4! 2!
Teorema 3.2.7
Misalkan S adalah multi-himpunan dengan k jenis objek berbeda, masing-masing
bilangan pengulangannya tak hingga. Banyaknya kombinasi-r di S adalah C(k-
1+r,r)
Contoh 3.2.9:
Banyaknya cara memilih tiga dari tujuh hari yang disediakan (pengulangan
dibolehkan) adalah C(7 + 3 – 1, 3) = C(9, 3) = 84
Teorema 3.2.8
Misalkan S adalah multi-himpunan dengan k jenis objek berbeda, masing-masing
bilangan pengulangannya tak hingga. Banyaknya kombinasi-r di S jika masing-
masing jenis harus diambil minimal 1 adalah C(r-1,k-1)
Contoh 3.2.10:
Sebuah toko roti menjual 8 jenis roti. Bila kita membeli 12 buah roti dengan setiap
jenisnya minimal 1 buah, kemungkinannya adalah C(12-1, 8-1) = C(11, 7) = 330
F. KOEFISIEN BINOMIAL
Bilangan C(n, k) atau ( ) merepresentasikan bilangan kombinasi k dari himpunan
dengan n unsur.
Koefisien binomial ( ) didefinisikan untuk semua bilangan bulat tak negative k
dan n. Jika k > n maka ( ) = 0. Juga untuk semua n, ( 0 ) = 1. Jika n positif dan
1 ≤ k ≤ n, maka
( ) = ! = ( − 1) … ( − + 1)
( − ( − 1) … 1
! )!
54 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Teorema binomial memberikan cara untuk menjabarkan bentuk perpangkatan (x +
y)n , yang dalam hal ini n adalah bilangan bulat positif.
Teorema 3.2.9 (Binomial)
Misalkan n bilangan bulat positif. Untuk semua x dan y berlaku:
( + ) = ∑ ( ) −
=0
Dari koefisien binomial untuk n dan k bilangan bulat positif diperoleh identitas-
identitas berikut.
1. ( ) = ( − 11)
−
2. ( 0 ) + ( 1 ) + ( 2 ) + ⋯ + ( ) = 2
3. ( 0 ) − ( 1 ) + ( 2 ) − ⋯ + (−1) ( ) = 0
4. 1( 1 ) + 2 ( 2 ) + ⋯ + ( ) = . 2 −1
5. ( + 1)2 −2 = ∑ =1 2 ( )
Contoh 3.2.11:
Hitunglah (04) + (14) + (24) + (43) + (44) dengan menggunakan identitas binomial.
Penyelesaian:
Sesuai dengan identitas koefisien binomial yaitu:
( 0 ) + ( 1 ) + ( 2 ) + ⋯ + ( ) = 2
Maka,
(04) + (14) + (24) + (34) + (44) = 24
(04) + (41) + (24) + (43) + (44) = 16
Teorema 3.2.10 (Multinomial)
Misalkan n bilangan bulat positif. Untuk semua x1, x2, ..., xt
( x1 + x2 + ... + xt )n = ∑ ( 1 ) 1 1 2 2 …
2 …
55 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
dimana bentuk terakhir diperluas untuk semua barisan bilangan bulat tak negatif n1,
n2, ..., nt dengan n1 + n2 + nt = n
Contoh 3.2.12:
Koefisien 13 2 32 pada bentuk (2x1 – 3x2 + 5x3)6 adalah
(3 6 2) (23)(−3)(52) = 6!
1 3! 1! 2! (8)(−3)(25)
= 6 ×5 ×4× 3! (600)
3! 1! 2!
6×5×2
= 1 (600)
= −36000
Teorema 3.2.11 (Teorema Binomial-Newton)
Untuk suatu z dengan |z| < 1
∞
( + 1) = ∑ ( )
=0
Jika n bilangan bulat positif dan r = -n, dengan demikian r bilangan bulat negatif,
maka
( ) = (− ) = − (− − 1) … (− − + 1) = (−1) ( + 1) … ( + − 1)
! !
= (−1) ( + − 1)
Teorema binomial dapat dipakai untuk menghitung aproksimasi akar kuadrat
sehingga didapatkan hasil yang akurat.
Jadi, untuk |z|<1
√1 + = (1 + )1⁄2 = 1 + ∞ (−1) −1 (2 −−12)
× 22 −1
∑
=1
= 1 + 1 − 2 1 (12) 2 + 3 1 (42) 3 − ⋯.
2 × 23 × 25
Contoh 3.2.13:
√20 = √16 + 4 = 4√1 + 0,25
= 4 [1 + 1 (0,25) − 2 1 (21) (0,25)2 + 3 1 (42) (0,25)3 − ⋯ . ]
2 × 23 × 25
56 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
= 4 [1 + 1 (0,25) − 2 1 2! (0,25)2 + 3 1 4! (0,25)3 − ⋯ . ]
2 × 23 1! 1! × 25 2! 2!
= 4 [1 + 1 (0,25) − 1 (0,25)2 + 3 1 4 × 3 × 2! (0,25)3 − ⋯ . ]
2 23 × 25 2 × 1 × 2!
= 4 [1 + 1 (0,25) − 1 (0,25)2 + 1 (0,25)3 − ⋯ . ]
2 23 24
= 4 [1 + 1 (0,25) − 1 (0,25)2 + 1 (0,25)3 − ⋯ ]
2 8 16
= 4,472... .
Teorema 3.2.12 (De Moivre)
Misalkan n adalah bilangan bulat positif (n > 0). Banyak solusi bulat positif dari
x1 + x2 + … + xr = n, xi > 0
adalah
C(n – 1, r – 1)
Akibat 3.2.12
Misalkan n adalah bilangan bulat positif (n > 0). Banyak solusi bulat non negatif
untuk yi ≥ 0
y1 + y2 + … + yr = n,
adalah
C(n + r – 1, r – 1)
Contoh 3.2.14:
Terdapat 5 orang dalam lift yang memiliki 8 lantai. Berapa banyak cara mereka
dapat memilih lantai untuk keluar lift?
Penyelesaian:
x1 + x2 + x3 + x4 + x5 + x6 + x7 + x8 = 5, xi ≥ 0
Banyak solusi
C(5 + 8 – 1, 8 – 1) = C(12, 7)
12!
= 7! 5!
12 × 11 × 10 × 9 × 8 × 7!
= 7! × 5 × 4 × 3 × 2 × 1
= 12 × 11 × 3 × 2
= 792
57 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
RANGKUMAN
1. Banyaknya permutasi dari n benda yang berbeda diambil r benda sama dengan
Pn,r (n n! .
r)!
2. Banyaknya permutasi n benda yang terdiri k kelompok dan setiap kelompok ke-
i (1 i k) mempunyai anggota yang sama sebanyak ni,
maka Pn,ni n!
n1!n2!n3!... nk !
3. Banyak cara memilih r benda dari n benda yang berbeda tanpa memperhatikan
urutannya yaitu banyaknya kombinasi r unsur diambil dari n unsur yang
berbeda adalah Cn,r n! .
(n r)! n!
LATIHAN 3
1. Kota Impian terdiri dari beberapa lorong yang digambarkan sebagai garis-garis
pada gambar di bawah ini. Tentukan berapa banyak jalur terpendek dari A ke B
seperti pada gambar berikut ini!
B
Kota
Impian
A
2. Seperti nomor 1, namun di Kota Impian tersebut telah dibangun taman kota
yang digambarkan sebagai daerah yang diarsir. Maka tentukan banyak jalur
terpendek yang dapat dilalui dari A ke B, jika Anda tidak boleh melalui atau
menembus taman kota tersebut!
58 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
B
Kota
Impian
A
3. Seorang siswa diminta untuk menyelesaikan 5 dari 6 soal ulangan, akan tetapi
soal nomor 1 harus dipilih. Tentukan banyaknya pilihan yang dapat diambil
oleh siswa tersebut!
JAWABAN LATIHAN 3
1. Dengan cara apapun Anda mencoba, maka Anda akan memperoleh jalur
terpendek dari A ke B dengan melangkah 4 kali ke kanan dan 5 kali ke atas.
Mengapa demikian? Karena untuk mendapatkan jalur terpendek, Anda tidak
bisa berbalik arah ke kiri maupun ke bawah. Misalnya: arah Kanan = K, dan
Atas = A.
B
A
Sehingga salah satu contoh jalur terpendek dari A ke B adalah:
K,K,K,K,A,A,A,A,A, atau A,A,A,A,A,K,K,K,K, atau K,A,K,A,K,A,K,A,A.
Ini mengandung arti bahwa ada 9 langkah di mana 4 langkahnya harus ke kanan.
59 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Dengan demikian kita akan menyususun 4 unsur dari 9 unsur yang ada
menggunakan kombinasi, yaitu:
C9,4 (9 9! 126
4)!.4!
Atau jika Anda mengartikan bahwa untuk jalur terpendek dari A ke B adalah
melalui 9 langkah di mana 5 langkahnya harus ke atas, maka kita akan
menyusun 5 unsur dari 9 unsur sebagai berikut:
C9,5 (9 9! 126
5)!.5!
2. Nampaknya masalah pada nomor 2 ini lebih rumit jika dibandingkan dengan
nomor 1. Untuk mengetahui berapa banyak jalur terpendek dari A ke B, tanpa
melalui daerah yang diarsir, berarti kita harus mengetahui berapa cara dari A ke
B melalui P, Q, R, S, T, dan U.
A ke P, lalu P ke B = C6,1 C3,0 6 1 6
A ke Q, lalu Q ke R, lalu R ke B = C4,1 C2,1 C3,1 4 2 3 24
A ke S, lalu ke B = C5,2 C4,1 10 4 40
A ke T, lalu ke B = C5,1 C4,0 5 1 5
Dengan demikian, banyaknya jalur terpendek dari A ke B tanpa melalui taman
kota (daerah yang diarsir) adalah = 6 + 24 + 40 + 5 = 75 jalur terpendek.
60 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
3. Dari 6 soal yang tersedia diambil 5 soal (tanpa memperhatikan urutannya) dan
soal nomor 1 harus dipilih. Ini berarti hanya tinggal 5 soal yang akan diambil 4
soal saja, sehingga banyaknya pilihan yang dapat diambil oleh siswa tersebut
adalah: C5,4 5! 120 5 pilihan.
(5 4)!.4! 1 24
TES FORMATIF 3
1. Tentukan banyaknya bilangan yang terdiri atas tiga angka yang dapat disusun
dari himpunan A = {1, 2, 3, 4, 5}!
2. Terdapat 20 siswa dalam satu kelas. Jika setiap siswa besjabat tangan pada saat
bertemu dan berpisah, maka tentukan berapa banyak jabat tangan yang terjadi!
3. Ada 8 mahasiswa hendak mengadukan persoalannya kepada Dosen
Pembimbing Akademiknya. Akan tetapi 2 di antaranya sudah menjalani proses
bimbingan. Tentukan banyak cara mereka antri.
4. Terdapat 5 buku berbahasa Indonesia, 6 buku berbahasa Inggris, dan 7 buku
berbahasa Arab. Bila dipilih 2 buku dari 2 bahasa yang berbeda, hitunglah
banyaknya kemungkinan yang terjadi.
5. Tentukan banyaknya jalur terpendek dari A ke B pada gambar di bawah ini:
B
A
6. Dalam permainan sepakbola ada empat kategori pemain yaitu depan, tengah,
belakang dan penjaga gawang. Persib dalam menghadapi Persipura,
menggunakan sistem 1-4-4-2 (gawang, belakang, tengah, depan). Jika tersedia
61 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
2 penjaga gawang, 7 belakang, 7 tengah, 5 depan, ada berapa kemungkinan
kesebelasan yang bisa dibentuk?
7. Seperti pada konteks soal nomor 6, tentukan berapa peluang terpilihnya
seseorang untuk dijadikan pemain inti?
8. Dalam suatu perkumpulan akan dipilih perwakilan yang terdiri dari 6 orang.
Calon yang tersedia terdiri dari 5 orang pria dan 4 wanita. Banyaknya susunan
perwakilan yang dapat dibentuk jika sekurang-kurangnya terpilih 3 pria
adalah...
9. Carilah koefisien 12 23 3 42 dalam ekspansi ( 1 − 2 + 2 3 − 2 4)8
10. Hitunglah jumlah solusi persamaan 1 + 2 + 3 = 14 dalam bilangan bulat
tak negative yang tidak melebihi 8
62 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
REFERENSI
Bryant, V. (1993). Aspectcs of Combinatorics: A Wide Ranging introduction.
Cambridge: Cambridge University Press.
Cabrera, G.A. (1992). A Framework for Evaluating the Teaching of Critical
Thinking. Education 113 (1) 59-63.
Copi, I.M. (1972). Introduction to Logic. New York: Macmillan.
Durbin, J.R. (1979). Modern Algebra. New York: John Wiley & Sons.
Gerhard, M. (1971). Effective Teaching Strategies With the Behavioral Outcomes
Approach. New York: Parker Publishing Company, Inc.
Lipschutz, S. (1981). Set Theory and Related Topics. Schaum Outline Series.
Singapore: McGraw Hill International Book Company.
Naga, D.S. (1980). Berhitung, Sejarah, dan Pengembangannya. Jakarta: PT.
Gramedia.
Purcell, E.J. dan Varberg, D. (1996). Kalkulus dan Geometri Analitis. Jakarta:
Erlangga.
Ruseffendi, E.T. (1984). Dasar-dasar Matematika Modern untuk Guru. Bandung:
Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Potensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta
Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam
Rangkan Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat
Tinggi Siswa SLTP. Disertasi Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.
Thomas, D.A. (2002). Modern Geometry. California, USA: Pacific Grove.
Wheeler, R.E. (1992). Modern Mathematics. Belmont, CA: Wadsworth.
63 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
BAB IV
FUNGSI PEMBANGKIT
64 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
4.1 PENDAHULUAN
Fungsi Pembangkit adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan. Dengan men-translasi persoalan ke dalam dunia
Fungsi Pembangkit, maka kita dapat menggunakan sifat-sifat khusus dari Fungsi
Pembangkit sebagai jalan untuk memecahkan masalah. Fungsi Pembangkit ini bisa
kita perlakukan sebagaimana fungsi-fungsi pada umumnya. Misal saja melakukan
operasi diferensial. Hal ini membuat ada yang beranggapan bahwa Fungsi
Pembangkit merupakan jembatan antara matematika diskrit dan kontinu. Fungsi
Pembangkit memiliki banyak penggunaan, misalnya untuk menyelesaikan
permasalahan rekurensi, counting, membuktikan identitas kombinatorika, maupun
aplikasi-aplikasi lain yang beragam. Dalam penerapannya, banyak metode yang
menggunakan Fungsi Pembangkit sebagai senjata utama penyelesaian masalah,
misal “The “Snake Oil”Method”, “The Sieve Method”, dan lain-lain.
Dalam menyelesaikan permasalahan, ada banyak sekali pilihan metode atau
pendekatan yang dapat dipergunakan. Misalnya saja, tentang metode pembuktian.
Kita bisa menggunakan metode reductio ad absurdum yang memanfaatkan fakta
bahwa hanya salah satu dari P atau negasi P yang benar. Ada lagi metode
kontraposisi. Metode ini memanfaatkan pernyataan yang ekivalen antara P → Q
dan Qu → P′. Bisa juga kita menggunakan Prinsip Induksi Matematika, atau
beberapa metode lainnya.
Seperti halnya dalam matematika diskrit. Ada banyak metode yang dapat
kita pergunakan dalam menyelesaikan permasalahannya. Fungsi Pembangkit ini
layaknya sebuah jembatan yang menghubungkan Matematika diskrit dan kontinu,
khususnya pada bagian teori variabel kompleks.
65 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Dalam modul ini akan dibahas fungsi pembangkit biasa, menghitung
koefisien pada fungsi pembangkit, dan fungsi pembangkit eksponen, dengan tujuan
pembelajaran khususnya adalah mahasiswa dapat:
1. menjelaskan konsep deret kuasa.
2. menjelaskan definisi dari fungsi pembangkit biasa
3. mengidentifikasi identitas polinom fungsi pembangkit biasa
4. menentukan koefisien pada fungsi pembangkit biasa
5. menjelaskan definisi dari fungsi pembangkit eksponen
6. mengidentifikasi identitas polinom fungsi pembangkit eksponen
7. menentukan koefisien pada fungsi pembangkit eksponen
Untuk membantu Anda dalam mempelajari modul 4 ini, silakan perhatikan
beberapa petunjuk belajar berikut ini:
1. Bacalah dengan teliti bagian pendahuluan ini sampai Anda memahami secara
tuntas tentang apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari modul 4 ini.
2. Bacalah sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dari kata-kata
yang dianggap baru. Carilah pengertian kata-kata kunci tersebut dalam kamus
atau ensiklopedia yang Anda miliki.
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian melalui pemahaman sendiri dan tukar
pikiran dengan mahasiswa lain atau dengan tutor Anda.
4. Untuk memperluas wawasan, baca dan pelajari sumber-sumber lain yang
relevan. Anda dipersilakan untuk mencari dan menggunakan berbagai sumber,
termasuk dari internet.
5. Mantapkan pemahaman Anda dengan mengerjakan latihan dan melalui kegiatan
diskusi dalam kegiatan tutorial dengan mahasiswa lainnya atau dengan teman
sejawat.
6. Jangan lewatkan untuk mencoba menyelesaikan setiap permasalahan yang
dituliskan pada setiap akhir kegiatan belajar. Hal ini berguna untuk mengetahui
apakah Anda sudah memahami dengan benar kandungan modul ini.
Selamat belajar! Tetaplah bersemangat!
Ingatlah, kemampuan yang Anda miliki sebenarnya jauh lebih hebat daripada yang
Anda pikirkan!
66 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
4.2 URAIAN MATERI
A. FUNGSI PEMBANGKIT BIASA
Fungsi pembangkit (generating function) dari sebuah fungsi numerik
an=(a0, a1, a2,… , ar, … )
adalah sebuah deret tak hingga
A(z) = a0 + a1 z + a2 z2 + a3 z3 + … + an zn + … .
( ingat: 1 1 z z 2 z 3 z 4 z 5 .........) deret
1 z
maclouren
Pada deret tersebut, pangkat dari variabel z merupakan indikator sedemikian
hingga koefisien dari zn adalah harga fungsi numerik pada n. Untuk sebuah fungsi
numerik an digunakan nama A(z) untuk menyatakan fungsi pembangkitnya.
Definisi 4.2.1
Misalkan ( ) = 0, 1, 2, … , , … adalah suatu barisan bilangan.
Fungsi pembangkit biasa (FPB) dari barisan ( ) didefinisikan sebagai berikut:
∞
( ) = ∑ = 0 + 1 + 2 2 + ⋯
=0
Barisan terhingga 0, 1, 2, … , dapat dipandang sebagai barisan tak terhingga
0, 1, 2, … , , … , +1, +2, … dengan +1 = +2 = ⋯ = 0. Sebuah fungsi
pembangkit biasa dapat pula diasosiasikan dengan sebuah barisan terhingga dari
bilangan-bilangan. Jika barisan bilangan ( ) adalah tidak terhingga, kita
asumsikan bahwa kita telah memilih x sedemikian sehingga x membuat bentuk di
atas konvergen.
Contoh 4.2.1:
Tentukan barisan dari FPB
67 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Penyelesaian: 2 3
( ) = 1 + + 2! + 3! + ⋯
2 3
( ) = 1 + + 2! + 3! + ⋯
11
( ) = (1,1, , 2! , 3! , … )
Contoh 4.2.2.
Diketahui fungsi numerik gn = 3n , n 0. Fungsi numerik tersebut dapat pula ditulis
sebagai gn = (1, 3, 32, 33, … ).
Fungsi pembangkit dari fungsi numerik gn tersebut adalah
G(z) = 1 + 3 z + 32 z2 + 33 z3 + … 3n zn + …
yang dalam bentuk tertutup dapat ditulis sebagai G(z) = 1
1 3z
Jika fungsi numerik c merupakan jumlah dari fungsi numerik a dan b, maka
fungsi pembangkit dari fungsi numerik c tersebut adalah C(z) = A(z) + B(z),
dimana A(z) merupakan fungsi pembangkit dari fungsi numerik a dan B(z) adalah
fungsi pembangkit dari fungsi numerik b.
Contoh 4.2.3.
Diketahui fungsi numerik gn = 3n , n 0 dan fungsi numerik hn = 2n, n 0.
Jika jn = gn + hn , maka J(z) = 1 + 1 yang dapat pula ditulis sebagai
1 3z 1 2z
J(z) = 2 5z
1 5z 6z2
68 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Contoh 4.2.4.
Diketahui fungsi pembangkit dari fungsi numerik a adalah A(z) = 2 .
1 4z2
Fungsi pembangkit tersebut dapat ditulis sebagai A(z) = 1 + 1 .
1 2z 1 2z
Dengan demikian diperoleh fungsi numerik an :
an = 2n + (-2)n , n 0
atau dapat ditulis sebagai
an = 0 n ganjil
2n 1 n genap
Jika A(z) merupakan fungsi pembangkit dari fungsi numerik an, maka
ziA(z) adalah fungsi pembangkit dari Sia , untuk i bilangan bulat positif.
Contoh 4.2.5
Tentukan Fungsi Pembangkit Biasa (FPB) dari barisan (1 , 1 , 1 , … )
4! 5!
3!
Penyelesaian:
Misalkan ( ) adalah FPB dari ( ) = (1 , 1 , 1 , … )
4! 5!
3!
Dengan menggunakan definisi FPB, diperoleh:
∞
( ) = ∑ = 0 + 1 + 2 2 + ⋯
=0
( ) = 1 0 + 1 + 1 2 + ⋯
3! 4! 5!
Metode fungsi pembangkit dapat digeneralisasi bagi bilangan bulat n untuk
menentukan banyaknya penyelesaian bilangan bulat bagi persamaan
1 + 2 + 3 + ⋯ + =
Dengan pembatasan pada tiap yaitu 1 ≤ i ≤ n.
69 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Misalkan kita ingin memilih 4 objek dari satu himpunan yang terdiri dari 5 tipe
objek, dimana tipe 1, 2, dan 3 masing-masing 1 objek, dan tipe 4 dan 5 masing-
masing 2 objek. Masalah ini ekivalen juga dengan masalah distribusi 4 objek yang
sama ke dalam 5 kotak berbeda, dimana kotak 1, 2, dan 3 paling banyak 1, kotak 4
dan 5 paling banyak 5.
Secara umum, dapat dituliskan (1 + )3(1 + + 2)2. Bentuk ini sama dengan
menentukan banyaknya solusi bulat dari persamaan
1 + 2 + 3 + 4 + 5 =
Dengan 0 ≤ 1 , 2, 3 ≤ 1 dan 0 ≤ 4 , 5 ≤ 2
Contoh 4.2.6
Misalkan kita ingin menentukan fungsi pembangkit untuk ar, yaitu banyaknya cara
memilih r bola dari setumpuk bola yang terdiri atas 3 bola hijau, 3 bola putih, dan
3 bola emas. Masalah ini dapat dimodelkan sebagai banyaknya solusi bilangan
bulat.
1 + 2 + 3 + 4 = , 0 ≤ ≤ 3
Disini 1 merepresentasikan jumlah bola hijau yang dipilih, 2 jumlah bola putih
yang dipilih, 3 jumlah bola biru yang dipilih, dan 4 jumlah bola emas yang dipilih.
Jadi, fungsi pembangkitnya ( 0 + 1 + 2 + 3)4 = (1 + 1 + 2 + 3)4
B. MENGHITUNG KOEFISIEN PADA FUNGSI PEMBANGKIT BIASA
Kita akan mengembangkan teknik-teknik aljabar untuk menghitung koefisien
fungsi pembangkit. Teknik-teknik tersebut adalah dengan mereduksi fungsi
pembangkit yang diberikan menjadi fungsi pembangkit dengan tipe binomial atau
hasilkali dari fungsi pembangkit dengan tipe binomial. Berikut ini adalah semua
identitas polinom dan ekspansi polinom yang dipergunakan.
1. 1− +1 = 1 + + 2 + ⋯ +
1−
70 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
2. 1 = 1 + + 2 + ⋯
1−
3. (1 + ) = 1 + ( 1 ) + ( 2 ) 2 + ⋯ + ( ) + ⋯ + ( )
4. (1 − ) = 1 − ( 1 ) + ( 2 ) 2 − ⋯ + (−1) ( ) + ⋯ +
(−1) ( )
5. 1 = ∑0∞ ( + − 1)
(1− )
6. Jika h(x) =f(x)g(x), dimana f(x)= 0 + 1 + 2 2 + ⋯ dan g(x)= 0 +
1 + 2 2 + ⋯ maka ℎ( ) = 0 0 + ( 1 0 + 0 1) + ( 2 0 + 1 1 +
0 2) 2 + ⋯ + ( 0 + −1 1 + −2 2 + ⋯ + 0 ) + ⋯
7. Koefisien pada (1 + + 2 + ⋯ ) adalah C(r+n-1,r) = ( + − 1)
Sebagai latihan silahkan pembaca membuktikan polinom tersebut.
Contoh 4.2.7
Tentukan koefisien x16 pada ( 2 + 3 + 4 + ⋯ )5.
Penyelesaian:
( 2 + 3 + 4 + ⋯ )5 = [ 2(1 + + 2 + ⋯ )]5
= 10(1 + + 2 + ⋯ )5
= 10 (1 1 5
−
)
= 10. (1 1
− )5
Karena x16 = x10.x6 berarti mencari koefisien x16 pada ( 2 + 3 + 4 + ⋯ )5 sama
dengan mencari koefisien x6 pada 1 yaitu
(1− )5
(5 + 6 − 1) = (160) (Identitas 7)
6
10!
= 6! 4!
71 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
10 × 9 × 8 × 7 × 6!
= 6! × 4 × 3 × 2 × 1
= 10 × 3 × 7
= 210
Jadi, koefisien x16 pada ( 2 + 3 + 4 + ⋯ )5 adalah 210.
Contoh 4.2.8
Banyaknya cara memilih 25 mainan dari 7 tipe mainan dimana tiap tipe antara 2
dan 6 sama dengan mencari koefisien x25 dari fungsi pembangkit.
( 2 + 3 + 4 + 5 + 6)7
Penyelesaian:
( 2 + 3 + 4 + 5 + 6)7 = [ 2(1 + + 2 + 3 + 4)]7
= 14(1 + + 2 + 3 + 4)7
Sekarang tinggal mencari koefisien x11 pada (1 + + 2 + 3 + 4)7. Dengan
menggunakan identitas (1) diperoleh.
(1 + + 2 + 3 + 4)7 = 1 − 5 7
( 1 − )
= (1 − )−7(1 − 5)7
Misalkan f(x) = (1 − )−7dan g(x) = (1 − 5)7, dengan menggunakan ekspansi (5)
dan (4) diperoleh:
f(x) = (1 − )−7 = 1 + (1 + 7 − 1) + (2 + 7 − 1) 2 + ⋯ + ( + 7 − 1) +
1 2
⋯
g(x) = (1 − 5)7 = 1 − (17) 5 + (72) 10 − ⋯ − (−1) (7 ) 5 − ⋯ − (77) 35
untuk mencari koefisien x11 pada (1 + + 2 + 3 + 4)7, kita hanya
membutuhkan bentuk a11-ibi dalam ekspansi (6) yaitu:
72 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
11 0 + 6 5 + 1 10
= (11 +7 − 1) . 1 + (6 + 7 − 1) . (− (17)) + (1 + 7 − 1) . (72)
1 1 1
= (117) − (112) (17) + (17) (27)
17! 12! 7! 7! 7!
= 1! 16! − 1! 11! . 1! 6! + 1! 6! . 2! 5!
17 × 16! 12 × 11! 7 × 6! 7 × 6! 7 × 6 × 5!
= 1! 16! − 1! 11! . 1! 6! + 1! 6! . 2 × 1 × 5!
= 17 − 12 × 7 + 7 × 21
= 17 − 84 + 147
= 80
C. FUNGSI PEMBANGKIT EKSPONEN
Dalam hal penyusunan objek-objek seringkali urutan menjadi sangat penting,
sehingga diperlukan fungsi pembangkit lain yang bisa membantu solusinya. Fungsi
pembangkit ini disebut fungsi pembangkit eksponen. Untuk mengembangkan
fungsi pembangkit eksponen ini akan banyak memakai teorema binomial Newton.
Fungsi pembangkit eksponen digunakan untuk model-model menyelesaikan
masalah menyusun dan distribusi objek-objek berbeda. Karena urutan menjadi hal
yang diperhatikan, maka perhatian kita pada masalah permutasi. Kita notasikan
banyaknya permutasi k unsur dari n unsur dengan P(n, k).
Definisi 4.2.2
Untuk barisan bilangan real 0, 1, 2, …
( ) = 0 + 1 + 2 2 + 3 3 + ⋯ = ∞
2! 3! !
∑
=0
disebut fungsi pembangkit eksponensial bagi barisan tersebut.
73 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Contoh 4.2.9
Tentukan fungsi pembangkit eksponensial dari barisan berikut:
(5,3,5,3,5,...)
Penyelesaian:
( ) = ∑∞ =0 = 5 + 3 ∙ + 5 ∙ 2 + 3 ∙ 3 + 5 ∙ 4
! 2! 3! 4!
2 4 3
= (5 + 5 ∙ 2! + 5 ∙ 4! + ⋯ ) + (3 + 3 ∙ 3! + ⋯ )
2 4 3 5
= 5 (1 + 2! + 4! + ⋯ ) + 3 ( + 3! + 5! + ⋯ )
+ − − −
= 5( 2 )+3( 2 )
5 + 5 − + 3 − 3 −
=2
8 + 2 −
=2
= 4 + −
Contoh 4.2.10
Carilah jika ( ) Fungsi Pembangkit Eksponensial barisan ( ) dan adalah
bilangan bulat positif.
a. ( ) = 3
2−3
b. ( ) = 1+2 + 2
3
c. ( ) = 1+
(1+ −6 2)
Penyelesaian:
a. ( ) = 3
2−3
= 3 1
(2−3 )
= 3 (2 − 3 )−1
74 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
= ∑ ∞ =0(3) (2 − 3 )−1
!
= (1 + 3 + 32 2 + 33 3 + ⋯ ) (2 − 3 )−1
2! 3!
= (2 − 3 ) + (2 − 3 )3 + (2 − 3 ) ( 2) + ⋯
2!
= (2 − 3 + 6 − 9 2) + 2 2 − 3 3 + ⋯
2! 3!
= 2 + 3 − (9 + 2 ) 2 + ⋯
2!
Sehingga diperoleh
= (2, 3, 9 + 2)
2!
b. ( ) = 1+2 + 2
3
= −3 (1 + 2 + 2)
= (3 − 3 − 3 2 − 3 2 − ⋯ ) (1 + 2 + 2 + ⋯ )
2! 3!
= 4 − − 3 + 1 2 − 3 3
2! 3!
Sehingga diperoleh
= (4, −1, 3 , − 3 , … )
2! 3!
c. ( ) = 1+
(1+ −6 2)
= (1 + )(1 + − 6 2)
= 1 + (1 + + 2 + 3 + ⋯ ) (1 + − 6 2)
2! 3!
= (2 + + 2 + 3 + ⋯ ) (1 + − 6 2)
2! 3!
Contoh 4.2.11
Terdapat beberapa cara untuk membagi buah apel (yang identik) kepada anak,
sedemikian hingga;
a. Setiap anak memperoleh paling sedikit 5 apel
b. Setiap anak mendapat tidak lebih dari 100 dan tidak kurang dari 10 apel
75 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Penyelesaian:
a. Setiap anak memperoleh paling sedikit 5 apel
( ) = ( 5 + 6 + 7 + … )
= [ 5 (1 + + 2 + 3 + 4 + … )]
= 5 ( 1
1− )
= 5 (1 − )−
= 5 ∑ ∞ =0 ( + − 1)
= ∑ ∞ =0 ( + − 1) +5
b. Setiap anak mendapat tidak lebih dari 100 dan tidak kurang dari 10 apel.
( ) = ( 10 + 11 + 12 + … + 100)
= [ 10 (1 + + 2 + 3 + … + 90)]
= 10 (1 − 91) (1 − )−
= 10 (1 − 91) ∑∞ =0 ( + − 1)
= (1 − 91) ∑ ∞ =0 ( + − 1) +10
Contoh 4.2.12
Misalkan kita akan menentukan fungsi pembangkit eksponen untuk ar , banyaknya
susunan berbeda dari r objek yang dipilih dari 4 tipe objek berbeda, dengan setiap
tipe objek muncul paling sedikit 2 dan paling banyak 5.
Disini kita ingin mencari koefisien dari fungsi pembangkit eksponen
!
2 3 4 5 4
( 2! + 3! + 4! + 5! )
Beberapa identitas ekspansi untuk fungsi pembangkit eksponen selengkapnya
adalah sebagai berikut.
1. = 1 + + 2 + 3 + ⋯ = ∑∞ =0
!
2! 3!
2. = 1 + + 2 2 + 3 3 + ⋯ + + ⋯
2! 3! !
76 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
3. − 1 − = 2 + 3 + ⋯
2! 3!
4. 1 ( + − ) = 1 + 2 + 4 + 6 + ⋯
2 2! 4! 6!
5. 1 ( − − ) = 1 + 3 + 5 + 7 + ⋯
2 3! 5! 7!
6. Koefisien adalah
!
Contoh 4.2.13
Tentukan berapa banyak cara menempatkan 25 orang dalam tiga ruangan dengan
paling sedikit 1 orang tiap ruangan.
Penyelesaian:
Fungsi pembangkit eksponen untuk masalah diatas adalah sebagai berikut:
( + 2 + 3 + ⋯ 3 = ( − 1)3
2! 3!
)
= 3 − 3 2 + 3 − 1
Untuk mencari banyaknya cara menempatkan 25 orang dalam 3 ruangan dengan
paling sedikit 1 orang tiap ruangan dapat diperoleh dengan cara mencari koefisien
dari 25 pada
25!
3 − 3 2 + 3 − 1
Dengan menggunakan identitas (2), maka diperoleh:
3 − 3 2 + 3 − 1 = ∞ 3 − 3 ∞ 2 + 3 ∞ − 1
! ! !
∑ ∑ ∑
=0 =0 =0
= ∞ − 3. 2 + 3) − 1
!
∑(3
=0
Sehingga, koefisien dari 25 adalah 325 − 3. 225 + 3
25!
77 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
RANGKUMAN
1. Misalkan ( ) = 0, 1, 2, … , , … adalah suatu barisan bilangan. Fungsi
pembangkit biasa (FPB) dari barisan ( ) didefinisikan sebagai berikut:
∞
( ) = ∑ = 0 + 1 + 2 2 + ⋯
=0
2. Identitas polinom dan ekspansi polinom yang dipergunakan pada fungsi
pembangkit biasa:
1) 1− +1 = 1 + + 2 + ⋯ +
1−
2) 1 = 1 + + 2 + ⋯
1−
3) (1 + ) = 1 + ( 1 ) + ( 2 ) 2 + ⋯ + ( ) + ⋯ + ( )
4) (1 − ) = 1 − ( 1 ) + ( 2 ) 2 − ⋯ + (−1) ( ) + ⋯ +
(−1) ( )
5) 1 = ∑∞0 ( + − 1)
(1− )
6) Jika h(x) =f(x)g(x), dimana f(x)= 0 + 1 + 2 2 + ⋯ dan g(x)= 0 +
1 + 2 2 + ⋯ maka ℎ( ) = 0 0 + ( 1 0 + 0 1) + ( 2 0 + 1 1 +
0 2) 2 + ⋯ + ( 0 + −1 1 + −2 2 + ⋯ + 0 ) + ⋯
7) Koefisien pada (1 + + 2 + ⋯ ) adalah C(r+n-1,r) = ( + − 1)
3. Untuk barisan bilangan real 0, 1, 2, …
( ) = 0 + 1 + 2 2 + 3 3 + ⋯ = ∞
2! 3! !
∑
=0
disebut fungsi pembangkit eksponensial.
4. Identitas polinom dan ekspansi polinom yang dipergunakan pada fungsi
pembangkit eksponen yaitu:
1) = 1 + + 2 + 3 + ⋯ = ∑∞ =0
2! 3! !
2) = 1 + + 2 2 + 3 3 + ⋯ + + ⋯
2! 3! !
78 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
3) − 1 − = 2 + 3 + ⋯
2! 3!
4) 1 ( + − ) = 1 + 2 + 4 + 6 + ⋯
2 2! 4! 6!
5) 1 ( − − ) = 1 + 3 + 5 + 7 + ⋯
2 3! 5! 7!
6) Koefisien adalah
!
Latihan 4
1. Tentukan fungsi pembangkit dari ar = 2 + 3 r+1 .
r jika r genap
jika r ganjil
2
2. Tentukan fungsi pembangkit dari fungsi ar =
- r
2
3. Tentukan fungsi numerik dari fungsi pembangkit
a. A(z) = 2
1 2z
b. B(z) = 2 z
1 2z
2
1 z
c. C(z) =
2
4 4z z
4. Berapa banyak cara untuk mendistribusikan 25 bola identik ke dalam 7 kotak
berbeda, jika kotak pertama dapat diisi paling banyak 10 bola dan bola-bola
yang lain dapat dimasukkan pada setiap 6 kotak lainnya.
5. Tentukan fungsi pembangkit eksponen bagi tiap barisan berikut:
a. 1, a, a2, a3, ...
b. 1, b2, b4, b6, ...
6. Tuliskan barisan yang dibentuk oleh fungsi pembangkit eksponen berikut:
a. ( ) = 4 2
b. ( ) = 2 + 2
1−3
79 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
REFERENSI
1. Cohen, Daniel I. A. 1978 . Basic Techniques Of Combinatorial Theory. John
Wiley & Sons.
2. Wilf, Herbert S. 1989. Generating functionology. Department of Mathematics
University of Pennsylvania.
3. Varberg, Dale. 2003. Calculus 8th Edition. Prentice Hall, Inc.
4. http://www.math.itb.ac.id/~diskrit/ 4.17AM 12/11/2009
5. Sutarno, Heri, dkk. 2005. Matematika Diskrit. IKIP Malang: UM Press
6. Munir, Rinaldi. 2010. Matematika Diskrit. Bandung: Informatika Bandung
7. J.A. Bondy and U.S. R. Murty. 1976. Graph Theory with Applications.
U.S.A.
8. K.H. Rosen, Discrete Mathematics and Applications, McGraw-Hill, New
York, 7th Edition, 2012
80 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
BAB V
RELASI REKURSIF
5.1 PENDAHULUAN
Relasi rekursif (recurrence relation) juga dinamakan persamaan beda
(different equation). Kiranya jelas bahwa menurut relasi rekursif itu, kita dapat
mengerjakan perhitungan setahap demi setahap untuk menentukan dari
−1, −2, … untuk menentukan +1 dari 0, 1, … , −1 dan begitu seterusnya,
asalkan nilai fungsi di satu lebih titik diketahui sehingga komputasi bisa dimulai.
Nilai-nilai awal yang diketahui itu dinamakan syarat batas. Setelah memodelkan
suatu masalah kedalam bentuk relasi rekursif langkah selanjutnya adalah
menyelesaikan relasi rekursif tersebut.
Setelah mempelajari Modul 5 ini, secara umum mahasiswa dapat
memahami konsep dan penerapan dari relasi rekursif homogen dan non homogen,
serta keterkaitannya dengan bagian matematika yang lain dan kehidupan sehari-
hari, sedangkan lebih khusus mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan definisi relasi rekursif linier.
2. Membedakan relasi rekursif homogen dan non homogen
3. Menyelesaikan solusi umum dari relasi rekursif homogen dan non homogen.
4. Menyebutkan keterkaitan model relasi rekursif homogen dan non homogen serta
fakta sehari-hari
Untuk membantu Anda dalam mempelajari modul 5 ini, silakan perhatikan
beberapa petunjuk belajar berikut ini:
1. Bacalah dengan teliti bagian pendahuluan ini sampai Anda memahami secara
tuntas tentang apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari modul 5 ini.
81 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
2. Bacalah sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dari kata-
kata yang dianggap baru. Carilah pengertian kata-kata kunci tersebut dalam
kamus atau ensiklopedia yang Anda miliki.
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian melalui pemahaman sendiri dan tukar
pikiran dengan mahasiswa lain atau dengan tutor Anda.
4. Untuk memperluas wawasan, baca dan pelajari sumber-sumber lain yang
relevan. Anda dipersilakan untuk mencari dan menggunakan berbagai sumber,
termasuk dari internet.
5. Mantapkan pemahaman Anda dengan mengerjakan latihan dan melalui
kegiatan diskusi dalam kegiatan tutorial dengan mahasiswa lainnya atau dengan
teman sejawat.
6. Jangan lewatkan untuk mencoba menyelesaikan setiap permasalahan yang
dituliskan pada setiap akhir kegiatan belajar. Hal ini berguna untuk mengetahui
apakah Anda sudah memahami dengan benar kandungan modul ini.
Selamat belajar! Tetaplah bersemangat!
Ingatlah, kemampuan yang Anda miliki sebenarnya jauh lebih hebat daripada yang
Anda pikirkan!
82 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
5.2 URAIAN MATERI
A. RELASI REKURSIF LINEAR DENGAN KOEFISIEN KONSTANTA
Bentuk umum bagian rekursif dari suatu relasi rekursif linear berderajat k
adalah sebagai berikut: ( ) = 0 + 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − dimana c
sebagai konstanta dan f(n) adalah fungsi dalam n dan 0 ≠ 0. Jika f(n) = 0 maka
relasi rekursifnya disebut homogen; jika tidak demikian nonhomogen. Selanjutnya,
jika untuk setiap ∈ {1, 2, 3, … , }, c sebagai konstanta, maka relasi rekursifnya
disebut relasi rekursif dengan koefisien konstanta. Misalnya:
a) 2 1 + 3 −1 = 2 adalah sebuah relasi rekursif linear berderajat satu dengan
koefisien konstanta.
b) 1 = 2 = 0; = −1 + −2 + 1, ≥ 3 adalah relasi rekursif linear
nonhomogen berderajat dua dengan koefisien konstanta.
c) 1 = 2 = 1; = −1 + −2 + 1, ≥ 3 adalah relasi rekursif linear
nonhomogen berderajat dua dengan koefisien konstanta.
d) 0 = 1 = 1; = 0 −1 + 1 −2 + ⋯ + +1 0 ≥ 1 adalah relasi
rekursif nonlinear
e) 0 = 1; 0 = −1 + (−1) , ≥ 1 adalah relasi rekursif linear
nonhomogen dengan koefisien nonkonstanta.
Perlu dicatat bahwa suatu relasi rekursif berderajat k terdiri atas sebuah bagian
rekursif dan k kondisi awal berurutan. Relasi rekursif demikian mendefinisikan
tepat satu fungsi.
Untuk suatu relasi rekursif linear berderajat k dengan koefisien-koefisien konstanta
sebagaimana ditunjukkan dari penjelasan di atas, jika k nilai berturut-turut dari
fungsi numeric diketahui untuk suatu m tertentu, maka nilai dapat dihitung
berdasarkan:
= − 1 [ 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − − ( )]
0
Selanjutnya, nilai −1 dapat dihitung sebagai berikut:
83 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
1
+1 = − 0 [ 1 + 2 −1 + ⋯ + − +1 − ( + 1)]
Dengan nilai-nilai +2, +3, … dapat dihitung dengan cara serupa. Disamping
itu, nilai − +1 dapat dihitung sebagai berikut:
1
− +1 = − [ 0 −1 + 1 −2 + ⋯ + +1 − − ( − 1)]
Dan nilai − +2 dapat dihitung sebagai berikut:
1
− +2 = − [ 0 −2 + 1 −3 + ⋯ + +1 − −1 − ( − 2)]
Nilai-nilai −2 dan −3 dapat dihitung dengan cara serupa. Untuk suatu relasi
rekursif linear berderajat k, nilai k buah a, yang berurutan selalu dapat digunakan
untuk menentukan fungsi numeric a secara tunggal. Dengan kata lain, nilai k buah
a, yang berurutan membentuk suatu syarat batar yang layak. Akan tetapi, untuk
suatu relasi rekursif linear berderajat k, kurang dari k nilai fungsi tidak akan cukup
untuk menentukan fungsi numeric tersebut secara tunggal.
B. RELASI REKURSIF HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN
KONSTANTA
Bentuk umum dari relasi rekursif linear homogen dengan koefisien konstanta
adalah sebagai berikut:
= 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − dengan 1, 2, … , bilangan-bilangan real
≠ 0
Dengan kondisi awal (syarat batas), dan untuk 1 ≤ ≤ , = .
Solusi homogeny bagi suatu relasi rekursif linear dengan koefisien-koefisien
konstanta mempunyai bentuk 1 ; dalam hal ini 1 dinamakan akar karakteristik
dan A adalah suatu konstanta yang ditentukan oleh syarat batasnya. Dengan
mengganti dengan di dalam relasi rekursif dan ruas kanannya disamakan
dengan 0, kita peroleh:
0 + 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − = 0
84 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Persamaan ini dapat disederhanakan menjadi
0 + 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + = 0
Yang dinamakan persamaan karakteristik bagi relasi rekursif bersangkutan.
Dengan demikian, jika 1 adalah salah satu dari akar-akar relasi rekursif tersebut,
maka 1 merupakan suatu solusi homogeny bagi relasi rekursif tersebut.
Relasi rekursif yang berderajat k mempunyai k akar karakteristik jika akar-akar
persamaan karakteristik itu berada semuanya, tidak susah untuk memverifikasi
bahwa
1( ) = 1 1 + 2 2 + ⋯ +
Juga merupakan solusi homogen (umum) bagi relasi rekursif tersebut dalam hal ini
1, 2, … , adalah akar-akar karakteristik yang berbeda dan 1, 2, … , adalah
konstanta-konstanta yang harus ditentukan oleh syarat-syarat batasnya. Akhirnya
diperoleh solusi homogen (khusus).
Pada bagian ini akan dikembangkan suatu teknik untuk menyelesaikan relasi
rekursif homogeny dengan koefisien konstanta. Untuk maksud tersebut diperlukan
teorema berikut.
Teorema 5.2.1 (Prinsip Superposisi)
Jika 1( ) dan 2( ) berturut-turut adalah solusi dari
+ 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − = 1( ) (5.1)
Dan
+ 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − = 2( ) (5.2)
Maka untuk sebarang konstanta 1 dan 2. 1 1( ) + 2 2( ) adalah sebuah solusi
dari
+ 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − = 1( ) + 2( ) (5.3)
Sebagai akibat dari Teorema Prinsip Superposisi diperoleh teorema berikut.
85 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Teorema 5.2.2
Jika 1( ), 2( ), … ( ) berturut-turut adalah solusi dari
+ 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − = 0 (5.4)
Maka 1 1( ) + 2 2( ) + ⋯ + ( ) juga solusi dari (5.4) untuk sebarang
konstanta 1, 2, … .
Untuk menyelesaikan relasi homogen dengankoefisien konstanta pertama-tama kita
misalkan 0 ≠ 0. Untuk menentukan x, kita substitusi a dengan x dengan ∈
[ , − 1, − 2, … , − ], diperoleh:
+ 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − = 0
Bagi kedua ruas persamaan terakhir ini dengan − diperoleh
+ 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + = 0 (5.5)
Persamaan (5.5) disebut persamaan karakteristik dari relasi rekursif homogen
dengan koefisien konstanta. Pada umumnya persamaan (5.5) mempunyai k akar
beberapa diantaranya mungkin bilangan kompleks.
Jika 1, 2, … , adalah akar-akar (yang berbeda) dari persamaan (5.6) maka
. 1 ≤ ≤ adalah solusi dari + 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − = 0
dengan ≠ 0
Berdasarkan teorema 5.1 jika 1( ), 2( ), … ( ) berturut-turut adalah solusi
dari + 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − = 0 (5.7)
Maka 1 1( ) + 2 2( ) + ⋯ + ( ) juga solusi dari (5.7) untuk sebarang
konstanta 1, 2, … . Dengan demikian solusi umum dari relasi rekursif homogeny
koefisien konstanta adalah:
= 1 1 + 2 2 + ⋯ + = 0 (5.8)
Dari persamaan (5.8) dan k kondisi awal (syarat batas) akan terbentuk suatu system
persamaan yang terdiri dari k persamaan dengan k variabel 1, 2, … . Jika solusi
86 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
dari system persamaan ini kita substitusikan ke persamaan (5.8) diperoleh solusi
homogen (khusus) dari relasi rekursif
+ 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − = 0 dengan ≠ 0
Contoh 5.2.1
Selesaikan solusi umum dari relasi rekursif berikut
1 = 2 = 1, = −1 + −2 ≥ 3
Penyelesaian:
Misalkan = −1, ≠ 0 maka bentuk rekursif = −1 + −2 menjadi
− −1 − −2 = 0
Bagi kedua ruas persamaan terakhir dengan −2 diperoleh persamaan
karakteristik sebagai berikut: 2 − − 1 = 0
Persamaan karakteristik tersebut memiliki akar-akar karakteristik yaitu:
1 = 1+√5 dan 2 = 1−√5
2 2
sehingga solusi homogen (umum) dari relasi rekursif adalah
(ℎ) = 1 1 + 2 2
(ℎ) = 1 [1+√5] + 2 [1−√5] (5.9)
2 2
Karena kondisi awal 1 = 1 dan 2 = 1, maka dari (5.9) diperoleh system
persamaan berikut:
1 [1+√5] + 2 [1−√5] = 1 (5.10)
(5.11)
2 2
1 [1+√5]2 + 2 [1−√5]2 = 1
2 2
Selanjutnya dari persamaan (5.10) dan (5.11) diperoleh 1 = √5 dan 2 = − √5
5 5
Substitusikan nilai 1 dan 2 ini ke persamaan (5.9), diperoleh solusi homogen
(khusus) dari relasi rekursif sebagai berikut:
87 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
(ℎ) = √5 1 + √5 − √5 1 − √5
5 [ 2] 5 [ 2]
Catatan: Walau formula melibatkan bilangan rasional dapat dicek bahwa
untuk setiap ≥ 1, adalah bilangan bulat non negatif.
C. AKAR RANGKAP
Misal persamaan karakteristik (5.6) mempunyai sebuah akar rangkap,
katakan 1 akar rangkap m (artinya dari ke k akar-akar dari (5.6) terdapat m akar
yang masing-masing nilainya 1). Maka dapat ditunjukkan bahwa masing-masing
dari:
1 , 1 , 2 1 , … , −1 1 adalah solusi dari relasi (5.6). ini bersama dengan
Teorema 5.3.1, menghasilkan teorema berikut.
Teorema 5.2.3
Jika persamaan karakteristik (5.6) dari relasi rekursif + 1 −1 + ⋯ +
− = 0; ≠ 0, mempunyai sebuah akar 1 katakan, rangkap ≤ , maka
solusi umum dari + 1 −1 + ⋯ + − = 0; ≠ 0, yang melibatkan 1
mempunyai bentuk
0 1 + 1 1 + 2 2 1 + ⋯ + −1 −1 1
Contoh 5.2.2
Carilah solusi homogen (umum) dan solusi homogen (khusus) untuk yang
memenuhi relasi berikut = 3 −1 + 6 −2 − 28 −3 + 24 −4
Dengan 0 = 1 ; 1 = 2 : 2 = 3 dan 3 = 4
Penyelesaian:
Misalkan = ; ≠ 0. Maka bagian rekursif dari relasi rekursif diperoleh:
= 3 −1 + 6 −2 − 28 −3 + 24 −4 ekuivalen dengan
− 3 −1 − 6 −2 + 28 −3 − 24 −4 = 0
88 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Bagi kedua ruas dari persamaan terakhir ini dengan −4 , diperoleh persamaan
karakteristik sebagai berikut: − 3 −1 − 6 −2 + 28 − 24 = 0 ekuivalen
dengan
( − 2)3( + 3) = 0
Akar-akar dari persamaan karakteristik ini adalah x = 2 (rangkap 3) dan x = -3
Sehingga, berdasarkan teorema 5.2.3 dan Teorema 5.2.2, solusi homogen (umum)
dari rekursif di atas adalah
= 02 + 1 2 + 1 22 + 3(−3) (5.12)
karena 0 = 1, 1 = 2, 2 = 3, dan 3 = 4 dari (5.12) diperoleh system
persamaan berikut:
1 = 0 + 3
2 = 2 0 + 2 1 + 2 2 − 3 3
3 = 4 0 + 8 1 + 16 2 + 9 3
4 = 8 0 + 24 1 + 72 2 − 27 3
dengan solusinya
0 = 1 2; 1 = 7; 2 = − 3; 3 = − 2
125
125 200 40
Substitusikan nilai-nilai 0, 1, 2, dan 3 ini ke dalam persamaan (5.12), diperoleh
solusi homogen (khusus) yang diminta
= 1 2 (2) + 7 (2) − 3 2(2) − 2 (−3)
125 200 40 125
D. RELASI REKURSIF TIDAK HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN
KONSTANTA
Bentuk umum dari relasi rekursif linear tidak homogen dengan koefisien
konstanta adalah sebagai berikut:
89 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
+ 1 −1 + ⋯ + − = ( ); ≠ 0, ( ) ≠ 0,
dengan k kondisi awal (syarat batas), dan untuk 1 ≤ ≤ , 1 = konstanta.
Belum ada prosedur umum untuk menentukan solusi khusus bagi suatu
relasi rekursif. Dalam kasus yang sederhana, pertama-tama kita buat bentuk umum
dari solusi khusus berdasarkan bentuk ( ), dan kemudian kita tentukan solusi
pastinya berdasarkan relasi rekursif yang diberikan. Perhatikanlah kasus-kasus
berikut ini.
Kasus 1
Bila ( ) merupakan suatu polinom berderajat t di dalam n yaitu
1 + 2 −1 + ⋯ + + +1
Maka bentuk umum solusi khususnya
1 + 2 −1 + ⋯ + + +1
Contoh 5.5.1
Misalkan kita akan mencari solusi khusus untuk relasi rekursif tidak homogen
+ 5 −1 + 6 −2 = 3 2 − 2 + 1 (5.13)
Solusi khususnya mempunyai bentuk (5.14)
1 2 + 2 + 3
Dengan mensubstitusikan (5.14) ke dalam (5.13), kita peroleh
( 1 2 + 2 + 3) + 5( 1( − 1)2 + 2( − 1) + 3)
+ 6( 1( − 2)2 + 2( − 2) + 3) = 3 2 − 2 + 1
Setelah disederhanakan menjadi
12 1 2 − (34 1 − 12 2) + (29 1 − 17 2 + 12 3) = 3 2 − 2 + 1
(5.15)
Dengan membandingkan koefisien kedua ruas (5.15), kita memperoleh
persamaan-persamaan
12 1 = 3
34 1 − 12 2 = 2
29 1 − 17 2 + 12 3 = 1
yang menghasilkan
90 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
1 = 14; 2 = 1234; 3 = 71
288
jadi, solusi khususnya adalah
( ) = 1 2 + 13 + 71
4 24 288
Kasus 2
Bila ( ) berbentuk 1, maka solusi khususnya akan berbentuk umum
1, dengan syarat bukan akar krakteristik relasi rekursif tersebut.
Contoh 5.2.3
Carilah solusi khusus untuk relasi rekursif tidak homogeny berikut
+ 5 −1 + 6 −2 = 42. 4 (5.16)
Penyelesaian:
Solusi khususnya mempunyai bentuk umum . (5.17)
Dengan mensubstitusikan (5.17) ke dalam (5.16), kita peroleh
. 4 + 5 . 4 −1 + 6 . 4 −2 = 42. 4
. 4 + 5 . 4 4−1 + 6 . 4 4−2 = 42. 4
. 4 + 5 . 4 + 6 . 4 = 42. 4
4 16
42 . 4 = 42. 4
16
= 16
Jadi, solusi khususnya adalah ( ) = 16. 4
Contoh 5.2.4
Carilah solusi khusus untuk relasi rekursif tidak homogeny berikut.
− 6 −1 + 9 −2 = 3 (5.18)
Penyelesaian:
Persamaan karakteristiknya:
2 − 6 + 9 = 3
( − 3)2 = 3
Ternyata 3 merupakan akar karakteristik kembarnya. Karena itu bentuk umum
solusi khususnya adalah 23 (5.19)
Dengan mensubstitusikan (5.19) ke dalam (5.18), kita memperoleh
91 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
23 − 6 ( − 1)23 −1 + 9 ( − 2)23 −2 = 3
23 − 6 ( 2 − 2 + 1)3 3−1 + 9 ( 2 − 4 + 4)3 3−2 = 3
23 − 2 23 + 4 3 − 2 3 + 23 − 4 3 + 4 3 = 3
2 3 = 3
= 1
2
Jadi, solusi khususnya adalah ( ) = 1 23
2
Kasus 3
Bila ( ) berbentuk perkalian antara polinom dengan fungsi eksponen, maka
solusi khususnya akan berbentuk perkalian antara kasus 1 dengan kasus 2. Yaitu,
bila ( ) berbentuk
( 1 + 2 −1 + ⋯ + + +1)
maka bentuk umum solusi khususnya
( 1 + 2 −1 + ⋯ + + +1)
Contoh 5.2.5
Carilah solusi khusus untuk relasi rekursif tidak homogen berikut
= − −1 + 3 . 2 (5.20)
Penyelesaian:
Persamaan karakteristiknya:
+ 1 = 3 . 2
Solusi khususnya mempunyai bentuk umum [ 1 + 0]. 2 (5.21)
Dengan mensubstitusikan (5.21) ke dalam (5.20), kita memperoleh
[ 1 + 0]. 2 + [ 1( − 1) + 0]. 2 −1 = 3 . 2
1 . 2 + 0. 2 + 1 . 2 −1 − 1. 2 −1 + 0. 2 −1 = 3 . 2
1 . 2 + 0. 2 + 1 . 2 − 1 . 2 + 0 . 2 = 3 . 2
2 2 2
( 1 + 1) . 2 + (3 0 − 1) . 2 (5.22)
2 2 2
Dengan membandingkan koefisien kedua ruas (5.22), kita memperoleh
persamaan-persamaan
1 + 1 = 3 dan 3 0 − 1 = 0
2
22
92 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
1 = 2 dan 0 = 2
3
Jadi, solusi khususnya adalah
( ) = (2 + 2) 2
3
Solusi (total) bagi suatu relasi rekursif linear tidak homogen dengan
koefisien-koefisien konstanta merupakan jumlah dua bagian, solusi homogen
(khusus) yang memenuhi relasi rekursif itu bila ruas kanannya disamakan dengan
0, dan solusi khusus yang memenuhi relasi rekursif itu dengan ( ) di tuas kanan.
Misalkan akar-akar karakteristik relasi rekursif itu berbeda semuanya. Solusi
totalnya mempunyai bentuk umum
= 1 1 + 2 2 + ⋯ + + ( )
dalam hal ini ( ) adalah solusi khususnya.
Contoh 5.2.6
Carilah solusi total untuk relasi rekursif tidak homogeny berikut.
− 6 −1 + 9 −2 = 3
Penyelesaian:
Pada contoh 5.2.4 yang telah dikerjakan dan diperoleh 3 merupakan satu-satunya
akar karakteristik kembarnya, sehingga solusi homogen (umumnya) adalah
( ) = 03 + 1 3 + 1 23
2
dan solusi khususnya adalah
( ) = 1 23 .
2
Diperoleh solusi totalnya adalah
= 03 + 1 3 + 1 23
2
Contoh 5.2.7
Misalkan kita akan mencari solusi khusus untuk relasi rekursif tidak homogen
+ 5 −1 + 6 −2 = 42. 4 (lihat contoh 4.4)
solusi totalnya adalah
93 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
= 1(−2) + 2(−3) + 16. 4 (5.23)
Misalkan diketahui syarat-syarat batasnya adalah 2 = 278 dan 3 = 962
Setelah disubstitusikan ke (5.23), diperoleh system persamaan linear
278 = 4 1 + 9 2 + 256
962 = −8 1 − 27 2 + 1024
Setelah system persamaan linear ini diselesaikan kita memperoleh
1 = 1 dan 2 = 2.
Jadi, solusi totalnya adalah
= (−2) + 2(−3) + 14. 4
E. MENYELESAIKAN RELASI REKURSIF DENGAN FUNGSI
PEMBANGKIT
Untuk suatu relasi rekursif ordo ke-k yang menspesifikasikan suatu fungsi
numeric, kita haruas tahu untuk nilai-nilai n berapa saja relasi itu berlaku. Kita catat
bahwa relasi itu berlaku hanya jika ≥ sebab, untuk < , relasi itu akan
melibatkan − sesuatu yang tidak didefinisikan.
Prosedur umum untuk menentukan fungsi pembangkit bagi fungsi numerik
a dari relasi rekursif 0 + 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − = ( ) yang
berlaku untuk ≥ , dalam hal ini ≥ . Dengan mengalikan kedua ruas
persamaan ini dengan dan kemudian menjumlahkan hasilnya dari n = a ke n =
∞, kita memperoleh
∞∞
∑( 0 + 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + − ) = ∑ ( )
= =
Karena
∞
∑ 0 = 0( ( ) − 0 − 1 − 2 2 − ⋯ − −1 −1)
=
∞
∑ 0 −1 = 1 ( ( ) − 0 − 1 − 2 2 − ⋯ − −2 −2)
=
94 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
……………………………………………………………………
∞
∑ − = ( ( ) − 0 − 1 − 2 2 − ⋯ − − −1 − −1)
=
maka kita memperoleh
( ) = 0 + 1 1 + ∞ ( ) + 0( 0 + 1 + 2 2 + ⋯
+⋯
[∑
=
+ −1 −1) + 1 ( 0 + 1 + 2 2 + ⋯ + −2 −2) + ⋯
+ ( 0 + 1 + 2 2 + ⋯ + − −1 − −1)]
Contoh 5.2.6
Misalkan kita akan menyelesaikan relasi rekursif
− 5 −1 + 6 −2 = 2 + , ≥ 2, dengan syarat batas 0 = 1 dan 1 = 1
dengan terlebih dahulu mencari fungsi pembangkitnya, A(z).
Karena
∞∞ ∞ ∞∞
∑ − 5 ∑ −1 + 6 ∑ −2 = ∑ 2 + ∑
=2 =2 =2 =2 =2
maka kita memperoleh
( ) − 0 − − 5 [ ( ) − 0] + 6 2 ( ) = 4 2 + ((1 1 )2 − 1)
1 − 2 −
yang dapat disederhanakan menjadi
1 − 8 + 27 2 − 35 3 + 14 4
( ) = (1 − )2(1 − 2 )2(1 − 3 )
( ) = 5⁄4 + 1⁄2 − 1 3 − (1 2 + 17⁄4
1 − (1 − )2 − 2 − 2 )2 1 − 3
Dengan demikian kita memperoleh
= 5 + 1 ( + 1) − 3. 2 − 2( + 1)2 + 17 3
4 2 4
= 7 + − . 2 +1 − 5. 2 + 17 3
4 2
4
95 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t
Contoh 5.2.7
Misalkan kita akan menggunakan fungsi pembangkit biasa untuk relasi rekursif
berikut:
0 = 1, 1 = 3 ; = 2 −1 + 4 −1, ≥ 2
Misal P(x) adalah fungsi pembangkit biasa dari barisan ( ). Maka menurut
definisi
∞
( ) = ∑
=0
karena untuk ≥ 2, = 2 −1 + 4 −1, kalau kedua ruas dari persamaan ini
dikalikan dengan kemudian “dijumlahkan” untuk n = 2 samai n = ∞, diperoleh
∞∞
∑ = ∑(2 −1 + 4 −1)
=2 =2
ekuivalen dengan
∞∞ ∞
∑ = 2 ∑ −1 + ∑ 4 −1
=2 =2 =2
ruas kiri persamaan di atas adalah
∞∞
∑ = ∑ − 0 − 1
=2 =2
= ( ) − 1 − 3
Suku pertama ruas kanan persamaan di atas adalah
∞∞
2 ∑ −1 = 2 ∑ −1 −1
=2 =2
∞
= 2 (∑ −1 −1 − 0)
=2
= 2 ( ( ) − 1)
= 2 ( ) − 2
Suku kedua ruas kanan persamaan di atas adalah
96 | M o d u l M a t e m a t i k a D i s k r i t