FILSAFAT
MATERI MATA KULIAH FILSAFAT DAN NILAI
KEBUDAYAAN PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
BAB I
FILSAFAT DAN NILAI KEBUDAYAAN PENDIDIKAN
A. Pengertian Filsafat Dan Kebudayaan
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos
yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau
hikmah. Selain itu, terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata
bahasa Arab falsafah yang berasal dari bahasa Yunani, phylosophia: philos berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran.
Dari berbagai pengertian tersebut maka pengertian filsafat secara sistematik adalah
cinta terhadap pengetahuan dan kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan
atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya.
Dari segi istilah, Perantara mengemukakan filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir.
Namun, tak semua berpikir berarti berfilsafat. Karena berfilsafat adalah berfikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh.
Kebudayaan menurut Mukti Ali (1982 : 4) adalah budi daya, tingkah laku manusia.
Tingkah laku manusia digerakkan oleh akal dan perasaannya. Yang mendasari adalah ucapan
hatinya yang merupakan keyakinan dan penghayatannya terhadap sesuatu yang dianggap
benar. Apa yang dianggap benar itu besar atau kecil adalah agama. Dan agama, sepanjang tidak
diwahyukan adalah hasil pemikiran filsafat.
Gazalba (1979 : 72) mendefenisikan kebudayaan sebagai “cara berfikir dan cara
merasa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia, yang
membentuk kesatuan social dalam suatu ruang ruang dan satu waktu”. Cara berfikir dan merasa
merupakan kebudayaan bathiniah, sedangkan manifestasinya dalam bentuk cara berlaku dan
cara berbuat atau cara hidup adalah kebudayaan lahiriah. Pendapat lain menyatakan bahwa
budaya atau kebudayaan adalah formulasi dari tida unsur daya, yaitu daya cipta, daya rasa, dan
daya karsa (cipta, rasa, karsa).
Berikut definisi kebudayaan menurut beberapa ahli :
1) Taylor, budaya adalah suatu keseluruhan komplek yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadan dan kemampuan yang
lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat
2) Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajri
dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan
diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
3) Kotjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
milik dari manusia dengan belajar
4) Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hiup yang dicptakan oleh
manusia.
B. Wujud Kebudayaan Dan Unsur-Unsur
a) Wujud Kebudayaan
Menurut Prof. Dr.Koentjaraningrat, wujud kebudayaan itu dapat diklasifikasikan pada tiga
macam:
1. Wujud kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan dan sebagainya. Wujud pertama adalah ideal kebudayaan yang sifat abstrak,
tak dapat diraba dan di foto, layaknya dalam pikiran manusia. Sekarang kebudayaan
ideal ini banyak tersimpan di arsip-arsip kartu komputer, pita komputer dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat. Wujud kedua ini adalah yang disebut System Sosial atau Social
Sistem, yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu sendiri. Yang berintegrasi satu
sama lainya dari waktu kewaktu yang selalu menurut pola tertentu.
3. Wujud kebudayaan sebagai wujud hasil karya manusia. Wujud ketiga ini adalah yang
disebut kebudayaan fisik yaitu seluruh fisik hasil karya manusia dalam masyarakat
sifatnya sngat konkrit berupa benda-benda yang bisa diraba, difoto, dan dilihat. Dan
tiga wujud tersebut tidak saling lepas satu sama lainnya dalam masyarakat.
Dari ketiga wujud tersebut, kebudayaan dapat termanifestasi pada beberapa aspek sebagai
berikut:
1. Bahasa ( tulisan maupun lisan)
2. Sistem teknologi (peralatan dan perlengkapan hidup manusia)
3. Sistem mata pencarian (nelayan,petani,dan sebagainya)
4. Organisasi sosial (organisasi kemasyarakatan)
5. Sistem pengetahuan
6. Kesenian (seni rupa, seni sastra, seni tari dan sebagainya)
7. Religi.
b) Unsur-Unsur Kebudayaan
Prof. M.M Djojodigoeno menyatakan bahwa Kebudayaan atau budaya adalah daya
dari budi, yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Sehingga unsur-unsur didalamnya tiga aspek
tersebut yaitu :
1. Cipta : Kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal, yang ada pada
pengalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa ilmu
pengetahuan.
2. Karsa : Kerinduan manusia untuk menginisafi tentang hal sangkanparan. Dari
mana manusia sebelum lahir (sangkan) dan kemana manusia sesudah mati (paran)
hasilnya berupa norma-norma keagamaan, kepercayaan, timbulnya bermacam-
macam agama, karna kesimpulan manusia berbeda-beda pula.
3. Rasa : Kerinduan manusia akan keindahan, sehingga menimbulkan dorongan
untuk menikmati keindahannya. Manusia merindukan keindahan dan mennolak
keburukan / kejahatan. Buah perkembangan rasa ini menjelma menjadi norma
yang kemudian menghasilkan bermacam-macam kesenian.
C. Ruang Lingkup Filsafat
Ruang lingkup filsafat adalah segala sesuatu lapangan pemikiran manusia yang amat
luas (komprehensif). Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik
material konkrit maupun non material abstrak (tidak terlihat). Jadi obyek filsafat itu tidak
terbatas. Secara mikro (khusus) yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).
2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature of
Man).
3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan
kebudayaan.
4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
5. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sistem pendidikan).
6. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan
pendidikan
Will Durant dalam Hamdani Ali membagi ruang lingkup bidang studi filsafat itu ada lima:
logika, estetika, etika, politik dan metafisika.
a. Logika
Studi mengenai metode-metode ideal menganai berpikir (thingking) dan meneliti
(research) yang merupakan bentuk-bentuk aktivitas manusia melalui upaya logika agar
bisa dipahami.
b. Estetika
Studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang sesungguhnya.
c. Etika
Studi mengenai tingkah laku yang terpuji (teladan) yang dianggap sebagai ilmu
pengetahuan yang nilainya tinggi (sophisticated).
d. Politik
Studi tentang organisasi sosial yang utama dan bukan sebagaimana yang diperkirakan
orang, tetapi juga sebagai seni dan pengetahuan dalam melaksanakan pekerjaan kantor.
e. Metafisika
Studi mengenai realita (faktual) tertinggi dari hakikat semua benda (ultimate reality of
all thing), nyata dari benda (ontologi) dan dari akal pikiran manusia (ilmu jiwa filsafat)
serta suatu studi mengenai hubungan kokoh antara pikiran seseorang dan benda di
dalam proses pengamatan dan pengetahuan (epistemologi). Filsafat pendidikan
memiliki beberapa sumber:
a. Manusia (people) masyarakat kebanykan mengalami kesulitan-kesulitan dalam
proses pendewasaan atau kematangannya yang mana mempunyai dampak yang
signifikan terhadap sesuatu yang akan diyakini, terhadap sesuatu yang terjadi.
b. Sekolah (school), pengalaman-pengalaman seseorang kekuatan-kekuatan (forces),
jenis sekolah dan guru-guru di dalamnya, merupakan sumber-sumber pokok dari
filsafat pendidikan.
c. Lingkungan (environment), lingkungan sosial budaya di mana seorang tinggal dan
dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan.
D. Hubungan Filsafat dan Kebudayaan
Pada pokoknya kebudayaan adalah semua ciptaan manusia yang berlangsung dalam
kehidupan. Pendidikan dan kehidupan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi, yaitu
pendidikan adalah proses pengeporar kebudayaan dalam arti membudayakan manusia aspek
lain dari fungsi pendidikan adalah mengolah kebudayaan itu menjadi sikap mental, tingkah
laku, bahkan menjadi kepribadian anak didik. Jadi hubungan pendidikan dengan kebudayaan
adalah juga hubungan nilai demokrasi. Dimana fungsi pendidikan sebagai pengoper
kebudayaan mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu untuk membina kepribadian manusia
agar lebih kreatif dan produktif yakni mampu menciptakan kebudayaan.
Perlu didasari bahwa manusia sebagai pribadi, masyarakat, bangsa dan negara hidup
dalam suatu sosial budaya. Maka membutuhkan pewarisan dan pengambangan sosial budaya
yang dilakukan melalui pendidikan. Agar pendidikan berjalan dengan baik, maka
membutuhkan filosofis dan ilmiah berbagai sifat normatif dan pedoman pelaksanaannya.
Karena pendidikan harus secara fungsi mental yang berasas filosofis yang menjamin tujuan
untuk meningkatkan perkembangan sosial budaya, martabat bangsawa, kewibawaan dan
kejayaan negara.
Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan dalam budaya
nasional mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai budaya-budaya dan pranata
sosial dalam menunjang proses pengembangan danpembangunan nasional serta melestarikan
nilai-nilai luruh budaya bangsa. Merencanakan kegairahan masyarakat untuk menumbuhkan
kreaktivitas ke arah pembaharuan dalam usaha pendidikan yang tanpa kepribadian bangsa.
Kebudayaan mempunyai fungsi yang besari bagi manusia dan masyarakat, berbagai
macam kekuatan harus dihadapi seperti kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain itu manusia
dan masyarakat memerlukan kepuasan baik secara spritual maupun materil. Manusia
merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia danpat mengembangkan
kebudayaan. Begitu pula manusia hidup dan tergantung apa kebudayaan sebagai hasil
ciptaanya. Kebudayaan memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan
teknologi hasil ciptaannya. Dan kebudayaan juga diharapkan dengan pendidikan yang akan
mengembangkan dan membangkitkan budaya - budaya dulu, agar dia tidak punah dan terjaga
untuk selamanya.
Oleh karena itu, dengan adanya filsafat, kita dapat mengetahui tentang hasil karya
manusia yang akan menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam
melindungi manusia terhadap alam lingkungannya. Sehingga kebudayaan memiliki peran :
1. Suatu hubungan pedoman antara manusia atau kelompoknya.
2. Wadah untuk menyalurkan perasan dan kemampuan lain.
3. Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia.
4. Pembeda manusia dengan binatang.
5. Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana harus bertindak dan berperilaku dalam pergaulan.
6. Pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimnaa seharusnya bertindak, berbuat,
menentukan sikapnya jikga berhubungan dengan orang lain.
7. Sebagai modal dasar pembangunan.
Kebudayaan masyarkat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayan yang
bersumber pada masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau
kebudayan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dlaam melindungi masyarakat
terhadap lingkungan di dalamnya.
Apabila dibandingkan defenisi kebudayaan dan defenisi filsafat, bertemu dalam hal
berfikir. Filsafat ialah cara atau metode berfikir sistematik dan universal yang berujung pada
setiap jiwa, sedangkaan kebudayaan adalah salah satu hasil berfilsafat yang termaniferstasi
pada cipta, rasa, dan karsa sikap hidup dan pandangan hidup (Gazalba). Dengan demikian,
jelaslah filsafat mengendalikan cara berfikir kebudayaan. Di balik kebudayaan ditemukan
filsafat. Perbedaan kebudayaan dikembalikan kepada perbedaan filsafat.
Tuhan menentukan nilai melalui agama. Manusia menentukan nilai melalui filsafat.
Kebudayaan berpangkal pada manusia, maka yang menentukan kebudayaan adalah filsafat.
(Mustopo, 1983 : 71-72)
E. Hubungan Filsafat Dengan Pendidikan
Filsafat mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan, baik pendidikan dalam arti
teoritis maupun praktik. Setiap teori pendidikan selalu didasari oleh suatu sistem filsafat
tertentu yang menjadi landasannya. Demikian pula, semua praktik pendidikan yang diupayakan
dengan sungguh-sungguh sebenarnya dilandasi oleh suatu pemikiran filsafati yang menjadi
ideologi pendorongnya. Pemikiran filsafati tersebut berusaha untuk diwujudkan dalam praktik
pendidikan. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Imam Barnadib bahwa filsafat
pendidikan pada dasarnya merupakan penerapan suatu analisis filosofis terhadap lapangan
pendidikan. John Dewey, seorang filsuf Amerika yang sangat terkemuka mengatakan bahwa
filsafat merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai
pendidikan (Barnadib, 1994: 4)
Selanjutnya, Imam Barnadib mengatakan bahwa hubungan filsafat dan pendidikan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Hubungan keharusan
Berfilsafat berarti mencari nilai-nilai ideal (cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan
mengaktualisasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan manusia. Pendidikan bertindak mencari
arah yang terbaik, dengan berbekal teori-teori pendidikan yg diberikan antara lain oleh
pemikiran filsafat .
2. Dasar pendidikan
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas terhadap realita termasuk manusia, maka dibahaslah
antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup.
Konsep-konsep ini selanjutnya menjadi dasar atau landasan penyusunan tujuan dan metodologi
pendidikan. Sebaliknya pengalaman pendidik dalam realita menjadi masukan dan
pertimbangan bagi filsafat utk mengembangkan pemikiran pendidikan. Filsafat memberi dasar-
dasar dan nilai-nilai yang sifatnya das Sollen (yang seharusnya), sedangkan praksis pendidikan
berusaha mengimplementasikan dasar-dasar tersebut, tetapi juga memberi masukan dari realita
terhadap pemikiran ideal pendidikan dan manusia. Jadi, ada hubungan timbal balik di antara
keduanya
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengani realita, maka dikupaslan antara lain
pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan
penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidik. Disamping itu, pengalaman pendidik
dalam menuntut pertumbuhan danperkembangan anak akan berhubungan dan berkenalan
dengan realita. Semuanya itu dapat disampaikan kepada flsafat untuk dijadikan bahan-bahan
pertimbangan dan tinjauan untuk memperkembangkan diri. Hubungan filsafat dengan filsafat
pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan
objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja
2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendiidkan atau pemahaman yang lebih
mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam
3. Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan
mengkoordinasikannya
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut
pandangannya berlainan
Dalam menerapkan filsafat pendidikan, seoran guru sebagai pendidik dia
mengharapkan dan mempunyai hak bahwa ahli-ahli filsafat pendidikan menunjukkan dirinya
pda masalah pendiidkan pad aumumnya serta bagaimna amasalah itu mengganggu pada
penyekolhan yang menyangkut masalah perumusan tujuan, kurkulum, organisasi sekolah dan
sebagainya. Dan para pendidik juga mengahrapkan dari ahli filsafat pendiidkan suatu
klasifikasi dari uraian lebih lanjut dari konsep, argumen dirinya literatur pendidikan terutam
adalam kotraversi pendidikan sistem-sistem, pengjuian kopetensi minimal dan kesamaan
kesepakatan pendidikan.
Brubacher (1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat
pendidikan, dalam hal ini pendidikan : bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau
pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat merupakan kegiatan
berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dankearifan. Sedangkan filsafat
pendidikan merupakan ilmu ayng pad ahakekantya jawab dari pertanyaa-pertanyaan yagn
timbul dalam lapangan pendidkan. Oleh karen aberisfat filosofis, dengan sendirinya filsafat
pendidikan ini hakekatnya adalah penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan
pendidikan.
BAB II
DEMENSI ONTOLOGI
A. PENGERTIAN ONTOLOGI
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi
tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada
masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales
terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi
terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah
pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka
(sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakikat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut
pandang:
1. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki
kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar
yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis.
Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni Monisme, Dualisme, Materialisme, Idealisme,
Agnostisisme
Monisme: aliran yang mempercayai bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada adalah satu
saja, baik yang asa itu berupa materi maupun ruhani yang menjadi sumber dominan dari yang
lainnya. Para filosof pra-Socrates seperti Thales, Demokritos, dan Anaximander termasuk
dalam kelompok Monisme, selain juga Plato dan Aristoteles. Sementara filosof Modern seperti
I. Kant dan Hegel adalah penerus kelompok Monisme, terutama pada pandangan Idealisme
mereka.
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan filsafat yang paling
kuno. Pertama kali diperkenalkan oleh filosof Yunani bernama Thales atas pernungannya
terhadap air yang terdapat dimana-mana, dan sampai pada kesimpulan bahwa “air merupakan
substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu”. Yang penting bagi kita
bukanlah mengenai kesimpulannya tersebut melainkan pendiriannya bahwa mungkin segala
sesuatu berasal dari satu substansi saja.
Dualisme: kelompok ini meyakini sumber asal segala sesuatu terdiri dari dua hakikat, yaitu
materi(jasad) dan jasmani(spiritual). Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama abadi dam azali. Perhubungan antara keduanya itulah yang
menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama
kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.
Descartes adalah contoh filosof Dualis dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang
(kebendaan). Aristoteles menamakan kedua hakikat itu sebagai materi dan forma (bentuk yang
berupa rohani saja). Umumnya manusia dengan mudah menerima prinsip dualisme ini, karenaa
kenyataan lahir dapat segera ditangkap panca indera kita, sedangkan kenyataan batin dapt
segera diakui adanya dengan akal dan perasaan hidup.
Materialisme: aliran ini menganggap bahwa yang ada hanyalah materi dan bahwa segala
sesuatu yang lainnya yang kita sebut jiwa atau roh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang
berdiri sendiri. Menurut pahan materialisme bahwa jiwa atau roh itu hanyalah merupakan
proses gerakan kebendaan dengan salah satu cara tertentu.
Materialisme terkadang disamakan orang dengan naturalisme.Namun sebenarnya terdapat
perbedaan antara keduanya. Naturalisme merupakan aliran filsafat yang menganggap bahwa
alam saja yang ada, yang lainnya di luar alam tidak ada. (Tuhan yang di luar alam tidak ada).
Sedangkan yang dimaksud alam (natural) disana ialah segala-galanya meliputi benda dan roh.
Sebaliknya materialisme menganggap roh adalah kejadian dari benda, jadi tidak sama nilainya
dengan benda.
Filsafat Yunani yang pertama kali muncul juga berdasarkan materialisme, mereka disebut
filsafat alam (natuur filosofie). Mereka menyelidiki asal-usul kejadian alam ini pada unsur-
unsur kebendaan yang pertama. Thales (625-545 s.M) menganggap bahwa unsur asal
itu air. Anaximandros (610-545 s.M) menganggap bahwa unsur asal itu apeiron yakni suatu
unsur yang tak terbatas. Anaximenes (585-528 s.M) menganggap bahwa unsur asal
itu udara. Dan tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah Demokritos (460-360 s.M) menggap
bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya tak dapat dihitung dan
sangat halus. Atom-atom itulah yang menjadi asal kejadian peristiwa alam. Pada Demokritos
inilah tampak pendapt materialisme klasik yang lebih tegas.
Idealisme: idealisme merupakan lawan dari materialisme yang juga dinamakan spiritualisme.
Aliran menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beraneka warna itu semua berasal dari roh
(sukma) atau yang sejenis dengan itu. Intinya sesuatu yang tidak berbentuk dan yang tidak
menempati ruang. Menurut aliran ini materi atau zat itu hanyalah suatu jenis daripada
penjelmaan roh. Alasan yang terpenting dari aliran ini adalah “manusia menganggap roh lebih
berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Roh dianggap sebagai
hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah badannya, bayngan atau penjelmaan saja.
Agnostisisme: pada intinya Agnostisisme adalah paham yang mengingkari bahwa manusia
mampu mengetahui hakikat yang ada baik yang berupa materi ataupun yang ruhani. Aliran ini
juga menolak pengetahuan manusia tentang hal yang transenden. Contoh paham Agnostisisme
adalah para filosof Eksistensialisme, seperti Jean Paul Sartre yang juga seorang Ateis.
B.OBJEK KAJIAN ONTOLOGI
Objek kajian ontology mencakup logika
filsafat
,metafisika,kosmologi,teologi,antropologi,etika,estetika,filsafat pendidikan,dan
hukum.
Objek metafisika terletak pada pembahasan prinsip prinsip yang paling universal,sesuatu hal
yang bersifat keluarbiasaan ,kareteristik hal hal yang mendasar berada di luar pengalaman
manusia,pandangan yang komprehensif tentang segala sesuatu ,membicarakan persoalan
persoalan seperti hubungan benda,hakikat perubahan,pengertian tentang kemerdekaan dll.
C.KETERKAITAN ANTARA ONTOLOGI DENGAN PENDIDIKAN
Hubungan antara ontologi dengan pendidikan
Ontologi merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan.Berisi
mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui
manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi
pendidikan ialah sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi
dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah
teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.
BAB III
DEMENSI EPISTEMOLOGI
II.A DEFINISI EPISTEMOLOGI
Epistemologiberasal dari yunani, yaitu "Episteme" berarti pengetahuan dan "logos"
berarti pemikiran. Jadi Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang membahas tentang
ilmu pengetahuan dari Sesuatu yang ada di dalam pendidikan. Epistemologi ini mengarah
pada pengetahuan atau teori ilmu pengetahuan.
Dalam hal ini kita membahas bagaimana Ilmu pengetahuan itu diperoleh, dan
bagaimana kita mengetahui apa yang kita ketahui. Banyak sekali perdebatan mengenai
ilmu pengetahuan.
Unsur-unsur Ilmu pengetahuan antara lain; mengetahui, diketahui, kesadaran
mengenai sesuatu yang diketahui. Dalam hal pendidikan, epistimologi berkaitan dengan
metode yang diberikan oleh guru.
II.B OBJEK KAJIAN EPISTEMOLOGI
Objek kajian epistimologi: Persoalan epistemologi juga berpusat pada apakah yang
ada didalamnya meliputi apakah sumber sumber pengetahuan, dari mana pengetahuan
yang benar, dan dengan cara apa kita dapat mengetahui. problem penampilan(appearance)
yang meliputi apakah yang menjadi karakteristik pengetahuan, apakah dunia ini riil diluar
akal, apakakah dunia dapat diketahui. Problem mencoba kebenaran(verification) yang
meliputi apakah pengetahuan kita itu benar, bagaimana membedakan kebenaran dan
kekeliruan.
III.C ALIRAN-ALIRAN DALAM EPISTEMOLOGI
a. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian. Kepastian yang diukur
dengan akal manusia. Menurut aliran ini memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal
menangkap obyek.
b. Empirisme
Berasal dari bahasa Yunani yaitu empeiria yang berarti " pengalaman indrawi " ,
empirisme adalah sumber utama pengenalan. Maksudnya adalah pengalaman lahiririah
maupun batiniah.
Empirisme berpendapat bawhwa pengetahuan berasal dari pengalamannya, sehingga
pengenalan indrawi merupakan pengenalan yang jelas dan sempurna
c. Positivisme
Adalah filsafat yang menyatakan pengetahuan yang autentik ialah hanyalah
pengetahuan yang berdasarkan pengalaman nyata. Tokoh aliran ini alag Auguste Comte.
Gagasan pokok positivisme comte ialah menerima ilmu pengetahuan positif sebagai titik
tolak kesilsafatan dan menolak pemgalaman batiniah sebagai titik tolak pengetahuan.
d. Intuisionisme
Adalah Hal-hal yang menjadikan segala pemikiran manusia diarahkan kepada hal-
hal yang badani. Akal manusia dipakai untuk menyelidiki segala sesuatu yang di analis,
ditafsirkan serta disusun kembali.
e. Kritisme
Adalah faham yang mengkritik terhadap faham Rasionalisme dan faham empirisme.
f. Fenomenologi
Adalah Suatu pengetahuan tentang kesadaran yang di alami manusia secara murni.
Dalam bidang filsafat fenomenologi mempelajari manusia tentang sebuah fenomena.
III.D KETERKAITAN ANTARA EPISTEMOLOGI DENGAN PENDIDIKAN
Hubungan epistemologi dengan pendidikan adalah untuk mengembangkan ilmu secara
produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu gambaran-gambaran umum
mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.
Dalam keterkaitannya pendidikan dengan epistemologi yaitu mengkaji mengenai cara
memperoleh pengetahuan beserta metode-metode yang diguanakan dalam ilmu pengetahuan.
Pengetahuan didapat melalui akal, intuisi, pengalaman dan pancaindra manusia.
Untuk mendapatkan sebuah pengetahuan yang sesuai dengan kebenaran maka
diperlukannya cara dan sarana yang benar. Ada kalanya apa yang kita yakini bisa salah atau
mengalami penyimpangan, oleh karena itu pengetahuan selalu berkembang dan berubah-ubah.
BAB IV
DEMENSI AKSIOLOGI
2.1 Pengertian Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata aksios yang berarti
nilai dan kata logos yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang
mempelajari tentang nilai dan juga dipahami sebagai teori nilai (Uyoh Sadulloh, 2007:
36). Menurut Jujun S. Suriasumantri (1999) asksiologi diartikan sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari berbagai pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh
atau didapat oleh manusia.
Dari segi bahasa, kata “nilai” semakna dengan kata axios dalam bahasa Yunani,
dan value dalam bahasa Inggris. Dalam buku Enciclopedy of Philosophy, istilah “nilai”
atau value dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. Kata “nilai” digunakan sebagai kata benda abstrak. Seperti: baik, menarik, dan
bagus. Yang dalam pengertian yang lebih luas mencakup segala bentuk
kewajiban, kebenaran dan kesucian. Sebagai kata benda asli yang berbeda
dengan fakta.
2. Kata “nilai” digunakan sebagai kata benda konkret. Misalnya, ketika kita
berkata sebuah “nilai” atau nilai-nilai. Pada bentuk ini, ia sering kali dipakai
untuk merujuk pada sesuatu yang bernilai, seperti ungkapan “nilai dia berapa?
Atau sebuah sistem nilai. Untuk itu, ia berlawanan dengan apa-apa yang tidak
dianggap baik atau tidak bernilai.
3. Kata “nilai” digunakan sebagai kata kerja. Seperti ungkapan atau ekspresi
menilai, memberi nilai dan dinilai. Pada bentuk ini, nilai sinonim dengan kata
“evaluasi” pada saat hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai.
Terlepas dari asal kata aksiologi, berikut penulis memaparkan beberapa pendapat
menurut para pakar mengenai definisi aksiologi :
1. (Jujun S. Suriasumantri, 2005: 105)
aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.
2. (Syafaruddin, 2008: 33)
aksiologi adalah menceritakan apa tujuan pengetahuan itu disusun serta
hikmah pengetahuan tersebut untuk kemaslahatan manusia.
3. Bramel
Menurut Bramel, aksiologi ini terbagi dalam tiga bagian.
a. Moral conduct, merupakan tindakan moral, bidang ini melahirkan
disiplin khusus, yaitu etika.
b. Esthetic expression, merupakan ekspresi keindahan. Bidang ini
menimbulkan atau melahirkan suatu keindahan.
c. Sosio-political life, merupakan kehidupan social politik, yang akan
melahirkan atau memunculkan filsafst sosio-politik.
4. Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152)
Aksiologi merupakan nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika
serta moral sebagai dasar normative penelitian dan juga penggalian, dan
juga penerapan ilmu. Mendefinisikan bahwa aksiologi ialah sebagai ilmu
pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari
sudut pandang kefilsafatan.
5. Kamus Bahasa Indonesia
aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia,
kajian tentang nilai-nilai khususnya etika
2.2 Obyek Kajian Akiologi
Aksiologi memuat pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai tinggi
dari tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama, nilai keindahan (estetika). Aksiologi ini
juga mengandung pengertian lebih luas daripada etika atau higher values of life (nilai-
nilai kehidupan yang bertaraf tinggi).
Dilihat dari jenisnya, paling tidak terdapat dua bagian umum dari aksiologi
dalam membangun filsafat ilmu ini, yaitu etika dan estetika.
a. Etika
Conny R. Semiawan (2005: 158) menjelaskan teteng etika itu sebagai: “the
study of the nature of morality and judgement”, kajian tenteng hakikat moral dan
keputusan (kegiatan menilai). Selanjutnya Semiawan menerangkan etika sebagai
prinsip atau standar perilaku manusia, yang kadang-kadang disebut dengan “moral”.
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti
• etika merupakan suatu kumpulan pengetshusn mengenai penilaian
terhadap perbuatan-perbuatan manusia.
• etika merupakan suatu predikat dimana untuk membedakan hal-hal,
perbuatan-perbuatan, manusia-manusia lain.
Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Di dalam etika, nilai kebaikan dari
tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang
penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri,
masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam filsafat etika muncul beberapa aliran yang merupakan prestasi atau hasil
akal para kaum filsafat, diantara aliran tersebut enam yang paling terkenal yaitu:
➢ Naturalisme
Perbuatan yang baik menurut aliran ini adalah perbuatan-perbuatan-perbuatan
yang sesuai dengan fitrah manusia. Baik mengenai fitrah lahir ataupun batin. Jadi,
menurut aliran naturalisme ini faktor lahir dan batin itu sama pentingnya sebab kedua-
duanya adalah fitrah manusia.
➢ Hedonisme
Menurut aliran hedonisme ini perbuatan yang baik itu adalah perbuatan yang
menimbulkan hedone(kelezatan/kenikmatan). Etika kaum Epikurisme merupakan
salah satu contoh dari aliran hedonisme yang mengatakan bahwa sebenarnya setiap
yang lezat adalah baik dan semua jalan kepadanya juga baik.
➢ Utilitarisme
Aliran ini juga dinamakan utilisme atau utilitarisme. Semua ditarik
dari utility yang berarti menfaat. Definisinya, aliran utilitarisme ialah aliran yang
menilai baik dan buruk perbuatan itu ditinjau dari kecil besarnya manfaatnya bagi
manusia. Tokoh yang terpenting dalam aliran ini adalah John Stuart Mill. Menurutnya
yang dinamakan kebaikan tertinggi ialah utility (manfaat). Dari penyelidikannya
bahwa tiap-tiap pekerjaan manusia diarahkan kepada manfaat. Jadi ukuran baik-
buruknya suatu perbuatan itu harus diukur dari manfaat yang dihasilkan.
➢ Idealisme
Aliran idealisme dalam hal metafisika berpendirian bahwa wujud yang paling
dalam dari kenyataan ialah yang bersifat kerohanian. Begitu juga dalam masalah
etika aliran idealisme ini berpendapat bahwa perbuatan manusia haruslah tidak
terikat pada sebab musabab lahir tapi tetapi setiap perbuatan manusia haruslah terikat
pada prinsip kerohanian yang lebih tinggi.
➢ Vitalisme
Aliran ini menilai baik buruknya perbuatan manusia memakai ukuran ada
tidaknya daya hidup yang maksimum mengendalikan perbuatan itu. Yang dianggap
baik menurut aliran ini ialah orang yang kuat yang dapat memaksakan dan
melangsungkan kehendaknya dan sanggup menjadikan dirinya selalu ditaati oleh
orang-orang yang lemah.
➢ Theologis
Aliran ini berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk dalam perbuatan manusia
itu diukur dengan pertanyaan apakah dia sesuai dengan perintah Tuhan atau tidak.
Amal perbuatan baik ialah amal perbuatan yang sesuai dengan perintah Tuhan yang
tertulis dalam Kitab suci. Sedangkan perbuatan-perbuatan yang buruk ialah
bertentangan dengan perintah Tuhan
b. Estetika
Mengenai estetika, Semiawan (2005: 159)menjelaskan sebagai: “the study of
nature of beauty in the fine art”, mempelajari tentang hakikat keindahan didalam
seni. Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat indah dan
buruk. Estetika membantu mengarahkan dalam membentuk suatu persepsi yagn baik
dari suatu pengetahuan ilmiah agar ia dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak
luas. Estetika juga berkaitan dengan kualitas dan pembentukan mode-mode yang
estetis dari suatu pengetahuan ilmiah itu.
2.3 Aksiologi filsafat pendidikan
Aksiologi Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good
and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and
ends). Terdapat dua kategori dasar aksiologis;
a) Objective
b) subjectiv
Keduanya beranjak dari pertanyaan yang sama: apakah nilai itu bersifat bergantung
atau tidak bergantung pada manusia (dependent upon or independent of mankind) Dari
sini muncul empat pendekatan etika, dua yang pertama beraliran obyektivis, sedangkan
dua berikutnya beraliran subyektivis.
1) teori nilai intuitif (the initiative theory of value).
2) teori nilai rasional (the rational theory of value).
3) teori nilai alamiah (the naturalistik theory of value).
4) teori nilai emotif (the emotive theory of value).
2.4 Penerapan aksiologi
1) Aksiologi pendidikan
Penerapan aksiologi dalam pendidikan misalnya saja adalah dengan
adanya mata pelajaran ilmu sosial dan kewarganegaraan yang mengajarkan
bagaimanakah etika atau sikap yang baik itu,selain itu adalah mata pelajaran
kesenian yang mengajarkan mengenai estetika atau keindahan dari sebuah karya
manusia. Dasar Aksiologis Pendidikan adalah Kemanfaatan teori pendidikan
tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk
memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses
pembudayaan manusia secara beradab.
2) Aksiologgi ilmu
Aksiologi ilmu merupakan teori nilai yang membahas tentang
keilmuan,bagaimana ilmu itu digunakakan bahkan bagaimana ilmu itu diakui
kebenaranya. Ilmu yang dihasilkan harus sesuai dengan kaidah norma dan
moral, karena manusia merupakan mahluk yang memiliki moral sehinggadalam
kehidupan sehari-haripun ilmu yang didapat harus dapat dikendalikan kegunaan
itu sendiri seperti contoh Ilmu Alam merupakan suatu pokok bahasan yang
memberikan dan mencerminkan fakta-fakta kehidupan di muka bumi,
keberadaan manusia, perkembangan akal budi, perkembangan IPTEK, dan
dampak yang diberikan oleh IPTEK terhadap lingkungan, seperti contoh energi
matahari dimana energi surya adalah energi yang berupa sinar dan panas dari
matahari.
3) Aksiologi seni
seni sangat dengan dengan estetika atau keindahan yang dapat dinikmati
dengan indrawi. Menurut Jhon Hosper dalam (Surajiyo, 2007 : 109) seni
meliputi setiap benda yang dibikin leh manusia untuk dilawankan dengan benda
benda alamiah. Orang memiliki jiwa seni kadang tak jarang dikatakan lain
adalah orang tersebut dapat digolongkan pada orang yang pintar menciptakan
sesuatu. Seni dalam panadangan ini bisa diartikan sebagai kegiatan kreatif
membuat atau menciptkan benda menjadi lebih indah. Menciptkan dengan
indah sendiri berkaitan dengan perasaan dan emosi membuat benda menjadi
baik dipandang secara indrawi manusia melalui pendekatan esetetika.
BAB V
ALIRAN IDEALISME
1. PENGERTIAN IDEALISME
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan
dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi alam ide. Karena
pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme.
idealisme mengembangkan pemikiran peserta didik sehingga menjadikan peserta didik mampu
menggunakan akal pikiran atau idenya dengan baik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dalam konteks pendidikan, paham ini mencita-citakan pemikiran atau ide tertinggi. Secara
kelembagaan institusional, maka pendidikan akan didominasi oleh fakultas atau jurusan filsafat
dan pemikiran pendidikan. Metode yang digunakan oleh aliran idealisme adalah metode
dialektik, syarat dengan pemikiran, perenungan, dialog, dan lain-lain. Kurikulum yang
digunakan dalam aliran idealisme adalah pengembangan kemampuan berpikir, dan penyiapan
keterampilan bekerja melalui pendidikan praktis. Evaluasi yang digunakan dalam aliran
idealisme adalah dengan evaluasi esay. Idealisme merupakan suatu aliran yang
mengedepankan akal pikiran manusia. Sehingga sesuatu itu bisa terwujud atas dasar pemikiran
manusia. Dalam pendidikan, idealisme merupakan suatu aliran yang berkontribusi besar demi
kemajuan pendidikan.
2. JENIS-JENIS IDEALISME
1. Idealisme Subjektif : Filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide
manusia atau ide sendiri.
2. Idealisme Objektif : Filsafat idelisme onjektif yang bertitik tolak pada ide diluar
manusia.
3. Idealisme personal : Nilai-nilai perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya.
3. TOKOH-TOKOH IDEALISME
➢ Plato (477 -347 Sb.M) : Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam
mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh
bagi pengalaman.
➢ Immanuel Kant (1724 -1804) : Menurut Kant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya
memang tidak akan ada bila seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi,
bila pengetahuan itu datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada
pengalaman.
➢ Pascal (1623-1662) Kesimpulan dari pemikiran filsafat Pascal antara lain :
a. Pengetahuan diperoleh melalaui dua jalan, pertama menggunakan akal dan
kedua menggunakan hati.
b. Menurut Pascal manusia adalah makhluk yang rumit dan kaya akan variasi serta
mudah berubah.
c. Filsafat bisa melakukan apa saja, namun hasilnya tidak akan pernah sempurna.
Kesempurnaan itu terletak pada iman. Sehebat apapun manusia berfikir ia tidak
akan mendapatkan kepuasan karena manusia mempunyai logika yang
kemampuannya melebihi dari logika itu sendiri.
➢ J. G. Fichte (1762-1914 M) : Secara sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang
objek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia
berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk
membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang
dipikirkannya.
➢ F. W. S. Schelling (1775-1854 M.) : Maksud dari filsafat Schelling adalah, yang pasti
dan bisa diterima akal adalah sebagai identitas murni atau indiferensi, yaitu antara yang
subjektif dan objektif sama atau tidak ada perbedaan.
➢ G. W. F. Hegel (1770-1031 M.) : Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau
spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya.
4. KONSEP FILSAFAT MENURUT ALIRAN IDEALISME
a. Metafisika-idealisme: secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan
rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan
rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih berperan.
b. Humanologi-idealisme: jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan
adanya kemampuan memilih.
c. Epistimologi-idealisme: pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan
pengingatan kembali melalui berpikir.
d. Aksiologi-idealisme: kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang
diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.
e. Ontologi-idealisme : aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka
ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang
tidak berbentuk atau menempati ruangan.
5. PRINSIP-PRINSIP IDEALISME
❖ Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-
gagasan atau ide (spirit).
❖ Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki,
melainkan hanya gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
❖ Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan
lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia.
❖ Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo sentris (berpusat kepada Tuhan),
kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang
mengandung kebenaran mutlak.
6. IDEALISME DALAM PENDIDIKAN
Aliran idealisme terbukti cukup banyak berpengaruh dalam dunia pendidikan.
William T.Harris adalah salah satu tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat
berpengaruh di Amerika Serikat.Bagi aliran idealisme,peserta didik merupakan pribadi
tersendiri,sebagai makhluk spiritual dan guru yang menganut paham idealisme biasanya
berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan,mereka tidak melihat murid
sebagai apa adanya tanpa adanya spiritual.Maka tujuan pendidikan menurut aliran
idealisme terbagi atas 3 hal yaitu:
❑ Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa
menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna,memiliki kehidupan yang
harmonis dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk
hidup lebih baik.
❑ Pendidikan idealisme untuk kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan antar
manusia.
❑ Pendidikan idealisme secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan
individual dengan sosial sekaligus yang juga terekspresikan dalam berkaitan dengan
Tuhan.
• FUNGSI GURU DALAM SYSTEM PENGAJARAN MENURUT ALIR AN
IDEALISME
1. Guru adalah personifikasi dari kenyataan anak didik.
2. Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa.
3. Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik.
4. Guru haruslah menjadi pribadi yang baik,sehingga disegani oleh murid.
5. Guru menjadi teman dari para muridnya.
• IMPLIKASI ALIRAN IDEALISME DALAM PENDIDIKAN
❑ Tujuan, untuk membentuk karakter,mengembangkan bakat atau kemampuan
dasar,serta kebaikan sosial.
❑ Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan
praktis untuk memperoleh pekerjaan.
❑ Metode,diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu dengan yang
lain),tetapi metode lain yang dapat dimanfaatkan.
❑ Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian,bakat dan kemampuan
dasarnya.
❑ Pendidik bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui
Kerjasama dengan alam.
• IMPLEMENTASI IDEALISME DALAM PENDIDIKAN
❑ Pendidikan bukan hanya mengembangkan dan menumbuhkan ,tetapi juga harus menuju
pada tujuan yaitu dimana nilai telah direalisasikan ke dalam bentuk yang kekal dan tak
terbatas.
❑ Pendidikan adalah proses melatih pikiran,ingatan,perasaan.
❑ Tujuan pendidikan adalah menjaga keunggulan kultural,sosial dan spiritual.
❑ Peranan pendidik menurut aliran ini adalah memenuhi akal peserta didik dengan
hakekat-hakekat dan pengetahuan yang tepat.
BAB VI
ALIRAN REALISME
2.1 Pengertian Realisme
Realisme adalah filsafat yang timbul pada jaman modern yang berpandangan bahwa
objek atau dunia luar itu adalah nyata pada sendirinya, realisme memandang pula bahwa
kenyataan itu berbeda dengan jiwa yang mengetahui objek atau dunia luar tersebut.
Kenyataan tidak sepenuhnya bergantung dari jiwa yang mengetahui, tapi merupakan hasil
pertemuan dengan objeknya orang dapat memiliki pengetahuan yang kurang tepat mengenai
benda atau sesuatu hal yang sesungguhnya, tetapi sebaliknya dapat memiliki gambaran yang
tepat mengenai apa yang nampak. Maka dari itu pengamatan, penelitian dan penarikan
kesimpulan mengenai hasil-hasilnya perlu agar dapat diperoleh gambaran yang tepat secara
langsung atau tidak langsung mengenaisesuatu.
Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme
berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monistis. Realisme berpendapat
bahwa hakikat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi
realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak, dan
di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek
pengetahuan manusia.
Realisme suatu aliran lahir di Eropa dalam abad ke-16/17 yang menunjukkan
keinginan untuk mengetahui segala sesuatu dalam alam. Ini berarti beralihnya perhatian dari
pelajaran-pelajaran tentang manusia kepada realita. Ini berarti pula kemajuan-kemajuan
dalam bidang ilmu pengetahuan alam.
Menurut Realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konsepsuil terlebih
dahulu, melainkan tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bila dihayati oleh subjek
tertentu dan selanjutnya akan tergantung pula dari sikap subjek tersebut.
Para penganut realisme mengakui bahwa seseorang bisa salah lihat pada benda-
benda atau dia melihat terpengeruh oleh keadaan sekelilingnnya. Namun, mereka paham
ada benda yang dianggap mempunyai wujud tersendiri, ada benda yang tetap diamati.
2.2 Bentuk - Bentuk Aliran Realisme
1. Realisme Rasional
Realisme dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme
religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”. Realisme klasik ialah
filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme
religius terutama Scholatisisme oleh Thomas Aquina, dengan menggunakan filsafat
Aristoteles dalam membahas teologi gereja. Thomas Aquina menciptakan filsafat baru
dalam agama Kristen, yang disebut Tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh
Neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.
Realisme Klasik maupun realisme religius menyetujui bahwa dunia materi adalah
nyata, dan berada di luar pikiran (ide) yang mengamatinya. Tetapi sebaliknya, tomisme
berpandangan bahwa materi dan jiwa diciptakan oleh tuhan, dan jiwa lebih penting daripada
materi karena tuhan adalah rohani yang sempurna. Thomisme juga mengungkapkan bahwa
manusia merupakan suatu perpaduan atau kesatuan materi dan rohani, dimana badan dan
roh menjadi satu. Manusia bebas dan bertanggung jawab untuk bertindak, namun manusia
juga abadi lahir ke dunia untuk mencintai dan mengasihi pencipta, karena itu, manusia
mencari kebahagiaan abadi.
2. Realisme Klasik
Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik
berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki rasional. Dunia dikenal melalui
akal, dimulai dengan prinsip “self evident”, dimana manusia dapat menjangkau kebenaran
umum. Self evident merupakan hal yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi
merupakan asas pembuktian tentang realitas dan kebenaran sekaligus. Self evident
merupakan suatu bukti yang ada pada diri (realitas, eksistensi) itu sendiri. Jadi, bukti
tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang lain. Self evident merupakan asas untuk
mngerti kebenaran dan sekaligus untuk membuktikan kebenaran. Self evident merupakan
asas bagi pengetahuan artinya bahwa pengetahuan yang benar buktinya ada didalam
pengetahuan atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan tentang Tuhan, sifat-sifat tuhan, eksistensi Tuhan, adalah bersifat self
evident. Artinya, bahwa adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain, sebab
Tuhan itu self evident. Sifat tuhan itu Esa, artinya Esa hanya dimiliki oleh Tuhan, tidak ada
yang menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut. Eksistensi Tuhan merupakan prima
kausa, penyebab pertama dan utama dari segala yang ada, yakni merupakan penyebab dari
realitas alam semesta. Sebab, dari semua kejadian yang terjadi pada alam semesta. Tujuan
pendidikan bersifat intelektual. Memperhatiakan intelektual adalah penting, bukan saja
sebagai tujuan, melainkan dipergunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah.
Bahan pendidikan yang esensial bagi aliran ini, yaitu pengalaman manusia. Yang
esensial adalah apa yang merupakan penyatuan dan pengulangan dari pengalaman manusia.
Kneller (1971) mengemukakan bahwa realisme klasik bertujuan agar anak menjadi manusia
bijaksana, yaitu seseorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan
fisik san sosial.
Menurut Aristoteles, terdapat aturan moral universal yang diperoleh dengan dengan
akal dan mengikat manusia sebagai makhluk rasional. Di sekolah lebih menekankan
perhatiannya pada mata pelajaran (subject matter), namun, selain itu, sekilah harus
menghasilkan individu-individu yang sempurna. Menurut pandangan Aristoteles, manusia
sempurna adalah manusia moderat yang mengambil jalan tengah. Pada anak harus diajarkan
ukuran moral absolut dan universal, sebab apa yang dikatakan baik atau benar adalah untuk
keseluruhan umat manusia, bukan hanya untuk suatu ras atau suatu kelompok masyarakat
tertentu. Hal ini penting bagi anak untuk mendapatkan kebiasaan baik. Kebaikan tidak
datang dengan sendirinya, melainkan harus dipelajari.
3.Realisme Natural Ilmiah
Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis
dengan sistem saraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan sosial (social
dispossition). Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari
organisme yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan penganut realisme
natural menolak eksistensi kemauan bebas (free will). Mereka bersilang pendapat dalam hal
bahwa individu ditentukan oleh akibat lingkungan fisik dan sosial dalam struktur
genetiknya. Apa yang tampaknya bebas memilih, kenyataannya merupakan suatu
determinasi kausal (ketentuan sebab akibat).
4. Neo Realisme dan Realisme Kritis
Selain aliran-aliran realisme, masih ada lagi pandanga lain yang termasuk realisme.
Aliran tersebut disedut “Neo Realisme” dari Frederick Breed, dan “Relisme Kritis” dari
Imanuel Kant. Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan
prinsip demokrasi. Prinsip pertama demokrasi adalah hormat menghormati atas hak-hak
individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah tuntunan
sosial dan individu. Istilah demokrasi harus di definisikan sebagai pengawasan dan
kesejahteraan sosial.
Realisme kritis di dasarkan atas pemikiran Imanuel Kant, seorang pensistensis yang
besar. Ia mensistensiskan pandangan yang berbeda antara empirisme dan rasionalisme,
antara skeptisisme dan paham kepastian antara eudaemonisme dengan puritanisme. Ia bukan
melakukan elektisime yang dangkal, melainkan suatu sintesis asli yang menolak kekurangan
yang berada pada kedua pihak yang disentiskannya, dan ia membangun filsafat yang kuat.
2.3 Konsep Filsafat dalam Aliran Realisme
1. Kenyataan yang sebenarnya hanyalah kenyataan fisik (materialisme) kenyataan material
dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan
(pluralisme). Metafisika realitas merupakan sisi lain idealisme. Jika ontologis idealisme
selalu merujuk bahwa yang ada adalah yang ideal atau sesuatu yang ada dan bisa difikirkan,
sebaliknya realisme justru meyakini bahwa yang ada adalah sesuatu yang bisa teramati oleh
indra. Dalam pandangan tersebut realism menjadikan indra atau pengamatan sebagai
instrument atau epistemology dalam memperoleh pengetahuan serta kebenaran. Para realis,
termasuk Bacon, memandang bahwa ilmu pengetahuan bukanlah suatu titik tempat bertolak
dan mengambil kesimpulan darinya, melainkan ilmu pengetahuan sesuatu tempat sampai
ketujuan. Untuk memahami dunia, orang mesti “mengamati”-nya. Kemudian
mengumpulkan fakta , lalu membuat kesimpulan berdasar kepada fakta-fakta itu dengan cara
membuat argumentasi induktif yang logis.
Di sini bagi seorang realis, seribu kali sekalipun, akal memiliki idev tentang sesuatu
hal. Akan tetapi, jika ia tidak bisateramati oleh indra, sesuatu itu bukanlahsesuatu yang ada.
Dalam banyak pengamatan, common sense menjadi epistemologi filsafat realisme. Cerapan
indrawi menjadi sarana utama untuk memperolehnya.seorang W.E Hocking dengan nada
sarkastiknya membuat pernyataan, betapa sebagai watak umum dari akal, realisme adalah
sebuah kecenderungan untuk menjaga diri dan preferensi hidup agar seseorang tidak
mencampuri putusan tentang segala sesuatu dan membiarkan objek-objek berbicara untuk
dirinya.
2. Humanologi-Realisme: Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa
merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir.
3. Epistemologi-Realisme: Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada
pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan
dapat diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan
memeriksa kesesuaiannya dengan fakta;
Realisme berpandangan bahwa mengetahui itu sama artinya dengan memiliki
pengetahuan tentang suatu objek. Kognisi atau hasil mengetahui itu melibatkan interaksi
antara pikiran manusia dan dunia di luar pikiran manusia. Bagi kaum realis, mengetahui
adalah dua buah sisi proses yang melibatkan sensasi dan abstraksi. Proses ini sesuai dengan
konsep realis tentang alam raya yang dualistic, tersusun atas materi dan struktur (komponen
dan forma). Bila sensasi diperkenalkan dengan obyek dan memberi kita informasi tentang
aspek material dari obyek ini dan kemudian data masuk ke dalam pikiran kita seperti data
yang masuk kedalamprogram computer. Sekali masuk kedalam pikiran data sensori ini
dipilih dipilih den digolongkan dan didaftar. Melalui sesuatu proses asbtraksi, akal sehat
merangkai data dalam dua kategori besar, yang satu sebagai sesuatu yang harus ada yang
selalu ditemukan dalam sebuah objek dan yang lainnya bersifat kontingen atau kadang-
kadang ditemukan dalam sebuah objek. Yang selalu hadir itulah yang harus ada atau esensial
bagi objek, disebut juga bentuk atau struktur. Bentuk adalah objek tepat dari abstraksi.
Dengan pendapatnya ini juga, epistimologi kaum realisme disebut juga epistimologi
“teori pengamat” artinya manusia sebagai pengamat kenyataan. Karena kita semua biasanya
terlibat dalam proses mengetahui yang melibatkan sensasi dan abstraksi, “pengamatan” kita
dapat berkisar dari hal hal yang paling kasar sampai pengumpulan data yang menggunakan
cara-cara terlatih serta tepat akurat. Sebagai pengamat kecil-kecilan dari kenyataan kita
mulai dengan memilah objek dalam mineral, tumbuhan dan hewan. Melalui perjalanan
waktu, manusia telah mengembangkan alat paling canggih seperti teleskop, mikroskop, dan
lain lain.
4. Aksiologi-Realisme: Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang
diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan
atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
2.4 Konsep Realisme dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan Sebagai Institusi Sosial
John Amos Comenius di dalam bukunya Great Didactic, mengatakan bahwa manusia
tidak diciptakan hanya kelahiran biologinya saja. Jika ia menjadi seorang manusia, budaya
manusia harus memberi arah dan wujud kepada kemampuan dasarnya. Dalam bukunya
Membangun Filsafat Pendidikan, Harry Broudy secara eksplisit ia menekankan bahwa
masyarakat mempunyai hak dengan mengabaikan keterlibatan pemerintah, yang akan
membawa pendidikan formal di bawah wilayah hukumnya karena ini merupakan suatu
lembaga atau institusi
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan john locke
bahwa akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang kosong tak ubahnya
kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan
dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu agar mereka menjadi sesuai
dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian, pendidikan dalam realisme kerap
diidentikkan sebagai sebagi upaya pelaksanaan psikologi behaviorisme ke dalam ruang
pengajaran.
Murid adalah sosok yang mengalami inferiorisasi secara berlebih sebab ia dipandang
sama sekali tidak mengetahui apapun kecuali apa-apa yang telah pendidikan berikan. Di sini
dalam pengajaran setiap siswa akan subjek didik tak berbeda dengan robot. Ia mesti tunduk
dan takluk sepatuh-patunya untuk diprogram dan mengerti materi-materi yang telah
ditetapkan sedemikian rupa.
Pada ujung pendidikan, realisme memiliki proyeksi ketika manusia akan dibentuk
untuk hidup dalam nilai-nilai yang telah menjadi common sense sehingga mereka mampu
beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan yang ada. Sisi buruk pendidikan model ini
kemudian cenderung lebih banyak dikendalikan skeptisisme positivistik, ketika mereka
dalam hal apa pun akan meminta bukti dalam bentuk-bentuk yang bisa didemonstrasikan
secara indrawi.
Realisme memiliki pula jasa bagi perkembangan dunia pendidikan. Salah satunya
adalah dengan temuan gagasan Crezh, salah seorang pendidik di Mosenius pada abad ke-17
dengan karya Orbic Pictus-nya. Pada periode itu, temuan Orbic Pictus sempat mengejutkan
dunia pendidikan dan dipandang sebagai gagasan baru. Ini disebabkan oleh paling tidak ada
periode tersebut belum ada satupun yang memiliki pemikiran untuk memasukkan alat bantu
visual separti gambar-gambar perlu digunakan dalam pengjaran anak, terutama dalam
mempelajari bahasa. Diabad selanjutnya, yaitu ke-18 menjelang abad 19, gagasan Moravi
ini menginspirasi seorang pestalozzi. Ia menghadirkan objek-objek peraga fisik dalam ruang
pengajaran di dalam kelas.
Corak lain pendidikan realisme adalah tekanan-tekanan hidup yang terarah kedalam
pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat mekanistik. Meskipun tidak semua
pengaturan yang bersifat mekanistik buruk, apa yang diterapkan realisme dalam ruang
pendidikan melahirkan berbagai hal yang kemudian menuai banyak kecaman sebab telah
menjadi penyebab berbagai dehumanisasi sosial.
A.Tujuan Pendidikan
Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial. Tujuan pendidikan realisme adalah
untuk “ penyesuaian diri dalam hidup dan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial.
Pendidikan bertujuan agar siswa dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah,
memperoleh keamanan dan hidup bahagia, dengan jalan memberikan pengetahuan esensial
kepada siswa. Pengetahuan tersebut akan memberikan keterampilan-keterampilan yang
penting untuk memperoleh keamanan dan hidup bahagia.
B. Kurikulum
Komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum
dan pengetahuan praktis.
Kurikulum pendidikan sebaiknya meliputi :
(1) Sains dan Matematika,
(2) Ilmu-ilmu kemanusiaan dan sosial,
(3) Nilai-nilai.
Kurikulum yang baik diorganisasi menurut mata pelajaran dan berpusat pada materi
pelajaran (subject matter centered) yang diorganisasi menurut prinsip-prinsip psikologi
belajar. Kurikulum direncanakan dan diorganisasi oleh guru/orang dewasa (society centered).
Isi kurikulum harus berisi pengetahuan dan nilai-nilai esensial agar siswa dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan alam, masyarakat, dan kebudayaannya.
C. Metode
Pembiasaan merupakan metode utama bagi filsuf penganut behaviorisme Metode
mengajar yang disarankan bersifat otoriter. Guru mewajibkan siswa untuk dapat menghafal,
menjelaskan, dan membandingkan fakta-fakta, menginterprestasi hubungan-hubungan, dan
mengambil kesimpulan makna-makna baru. Belajar tergantung pada pengalaman baik
langsung atau tidak langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode pontiditioning
(Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang digunakan.
D. Peran Peserta Didik
Menguasai pengetahuan yang handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan
yang baik adalah esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk
memperoleh hasil yang baik. Siswa berperan untuk menguasai pengetahuan yang diandalkan,
siswa harus taat pada aturan dan disiplin, sebab aturan yang baik sangat diperlukan untuk
belajar. Siswa memperoleh disiplin melalui ganjaran dan prestasi.
E. Peran Pendidik
............................................................................................................................................
Guru adalah pengelola KBM di dalam kelas (classroom is teacher-centered), guru penentu
materi pelajaran, guru harus menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata
pelajaran, dan membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang kongkret untuk dialami siswa.
Menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut
prestasi peserta didik. Guru harus menggunakan metode-metode objektif dengan
mengevaluasi dan memberikan jenis tes yang memungkinkan untuk dpt mengukur secara
tepat pemahaman siswa tentang materi-materi esensial. Untuk tujuan motivasi guru
memberikan ganjaran terhadap siswa yang mencapai sukses.
2.5 Implikasi Realisme dalam Pendidikan
Implikasinya : pendidikan adalah kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan
kewajiban penting bagi semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak
dilahirkan dengan pendidikan yang baik.
a. Tujuah Pendidikan
Aristoteles berpendapat bahwa pendidikan bertujuan membantu manusia mencapai
kebahagiaan dengan mengembangkan potensi diri seoptimal mungkin agar manusia menjadi
unggul. Rasionalitas manusia adalah kekuatan tertinggi manusia yang harus dikembangkan
melalui belajar berbagai macam ilmu pengetahuan. Manusia harus pula memberanikan diri
untuk mengenal diri, melatih potensi dan mengintegrasikan berbagai peran dan tuntutan
kehidupan sesuai dengan tatanan rasional berjenjang.
b. Konsep tentang Sekolah
Setiap lembaga memilki peran khusus, seperti lembaga keluarga, lembaga gereja,
demikian pula lembaga sekolah. Sekolah adalah lembaga khusus yang misi utamanya adalah
memajukan rasionalitas manusia. Sebagai institusi formal, maka harus mempunyai guru
yang kompeten ahli dalam bidangnya dan mengetahui bagaimana cara mengajar kepada
peserta didik yang belum dewasa. Fungsi utama sekolah adalah pengembangan intelektual
yang efisien. Sedangkan yang lain hanya fungsi sekunder, seperti fungsi reaksional, fungsi
komunitas social dan lain lain. Menggunakan sekolah sebagai agen layanan sosial berarti
membelokkan tujuan sekolah sehingga akhirnya sekolah menjadi tidak efisien.
c. Kurikulum
Kenyataan adalah obyek yang dapat diklasifikasikan dalam kategori kategori
berdasarkan kesamaan strukturnya. Ada berbagai disiplin ilmu berdasarkan kelompok ilmu
yang saling berkaitan untuk menjelaskan realitas. Setiap ilmu merupakan sistem konsep
dengan struktur tersendiri. Struktur mengacu pada kerangka konseptual dan makna serta
generalisasinya yang menerangkan tentang kenyataan, fisikal, alamiah, sosial, dan realitas
manusia . peran sarjana dan ilmuwan penting untuk menentukan wilayah kurikulernya.
Mereka ini tahu batas keahliannya dan bidang garapannya. Mereka terlatih dengan metode
inquiry yang merupakan cara efisien dalam penemuan berdasarkan riset ilmiah.
Cara paling efisien dan efektif untuk memahami kenyataan adalah belajar sistematis
suatu disiplin ilmu. Maka, kurikulum sebarusnya terdiri dari dua komponen dasar. Pertama,
bidang ilmu tertentu seperti sejarah, biologi, kimia, dan lain lain. Kedua ilmu tentang
kependidikan untuk membentuk kesiapan dan kedewasaan siswa.
Ajaran Pokok Realisme
a. Kita hidup dalam sebuah dunia yang di dalamnya terdapat banyak hal : manusia, hewan,
tumbuhan, benda, dan sebagainya yang eksistensinya benar-benar nyata dan ada dalam
dirinya sendiri.
b. Objek-objek kenyataan itu berada tanpa memandang harapan dan keinginan manusia.
c. Manusia dapat menggunakan nalarnya untuk mengetahui tentang obyek ini.
d. Pengetahuan yang diperoleh tentang obyek hukumnya dan hubungannya satu sama lain
adalah petunjuk yang paling diandalakan untuk tindakan tindakan manusia.
2.6 Filosof - Filosof Filsafat Pendidikan Realisme
1. Aristoteles (384-322 SM)
• Lahir pada1225 di Aquino, Italia.
• Imam dari Gereja Katolik Roma dalam Ordo Dominikan dari Italia.
• Berpengaruh filsuf dan teolog dalam tradisi skolastik, yang dikenal sebagai
Doctor Angelicus dan Dokter communis (Salah satu dari 33 Doktor Gereja).
• Meninggal pada tahun 1274 di Italia.
• Mendirikan Lyceum di Athena 334 SM.
• Menulis 27 dialog, untuk itu ia terkenal dizaman kuno, dan dianggap sejajar
dengan Plato..
• Dikenal dunia modern melalui catatan kuliah.
• Aristoteles Organon adalah kontribusi logika dan penalaran terdiri darienam
buku
Menurut Aristoteles,Universal adalah konsep-konsep, bukan sesuatu (menolak
Idealisme Plato).
• Penalaran deduktif berdasarkan pengalaman sebagai metode sains danfilsafat.
• Dalam ilmu pengetahuan, Aristoteles menghasilkan buku-buku dalam ilmu
alam, biologi, (Sejarah Hewan adalah prestasi ilmiah terbesarnya) dan psikologi
(On the Soul).
• Metafisika Aristoteles menghasilkan pandangannya tentang Allah sebagai
Penyebab Pertama, pikiran murni, internal alam.
• Etika adalah berkaitan dengan kebahagiaan individu: Politik adalah berkaitan
dengan kebahagiaan kolektif.
2. Santo Thomas Aquinas (1225-1274)
• Indra adalah sumber pengetahuan. Bentuk Manusia universal, atau kategori,
dari berbagai persepsi tentang seperti benda.
• Percaya pada pengetahuan melalui indra.
• Percaya bahwa baik materi dan hakikat terikat di benda-benda fisik.
• Percaya bahwa pengetahuan dimulai dengan rasa persepsi.
• Pengetahuan dapat tumbuh di luar indra ketika alasan dunia diterapkan pada
pengalaman indrawi.
• Percaya dalam menggunakan penalaran induktif untuk sampai
padageneralisasi atau universal.
• Dia berpikir penyelidikan ilmiah yang didukung Thomas berjuang keras untuk
menjawab hubungan antara Tuhan dan substansi material darimana dunia itu
dibuat.
• Jika Tuhan adalah roh, maka sesuatu akan terpisah dari-Nya. Jawaban Saint
Thomas pada masalah ini bahwa Tuhan adalah sesuatu yang tanpa batas dan
abadi, tidak ada awal atau akhirnya. Oleh karena itu, benda ini tidak hidup pada
waktu sama dengan Tuhan di dalam kekekalan sebelum alam semesta ini
dibuat. Tuhan menciptakan sesuatu benda, dan pada materi utama, Tuhan
menciptakan benda tersebut yang merupakan unsure pokok yang membedakan
dengan benda yang lainnya dan berbeda dengan objek individu dimana dunia
itu dibuat. Materi bukanlah satu hal yang otomatis atau keberadaan yang tanpa
sebab.
3. John Amos Comenius (1592 –1670)
John Amos Comenius (28 Maret 1592 -15 November 1670) seorang guru Ceko,
ilmuwan, pendidik, dan penulis. Dia adalah seorang Moravia (uskup) Protestan, pengungsi
religius, dan salah satu pencetus paling awal pendidikan universal, sebuah konsep yang
akhirnya ditetapkan dalam bukunya Didactica Magna. Ia sering dianggap sebagai FATHER
OF MODERN EDUCATION.
Konsepsi menarik dari pemikiran Comenius adalah realistis yang jelas, meski
keyakinan religiusnya tidak menyelaraskan dengan hal tersebut. Manusia bagaikan sebuah
cermin yang terpenjara dalam sebuah ruangan, yang merefleksikan gambaran-gambaran
dari semua yang ada disekitarnya, dan menjadi suatu figure hidup untuk menggambarkan
karakter dari pikiran. Kamar adalah duniayang eksternal.
4. Rene Descartes (1596-1650)
René Descartes (31 Maret 1596 – 11 Februari 1650), juga dikenal sebagai Renatus
Cartesius (bentuk Latin), adalah seorang filsuf Perancis, ahli matematika, ilmuwan, dan
penulis yang menghabiskan sebagian besar masa dewasanya di Republik Belanda
Meninggal di Stockholm, Swedia, di mana ia telah diundang sebagai guru untuk Ratu
Christina dari Swedia. Dia telah dijuluki sebagai "Bapak Filsafat Modern” . Adapun
filsafatnya:
• Metode Menulis tentang Metode dalam versi rasionalis pertama Discourseon
Method (Metode Pewacanaan).
• Keraguan dan Keberadaan Dia menulis tentang keraguan dan keberadaan pada
Meditasi Filsafat Pertama.
• Keseluruhan Filsafat Cartesianism adalah bahwa pikiran terpisah dari tubuh dan
bahwa tubuh dapat lebih dipahami.
5. Francis Bacon (Tokoh pada zaman realisme yang pertama kali menerapkan metode
induktif).
Ia berkeyakinan bahwa pendidikan masa lalu (klasik) tidak bermanfaat bagi umat
manusia lagi. Apabila manusia ingin sampai pada kebenaran harus meninggalkan cara
berpikir deduktif dan beralih ke induktif. Dengan cara berpikir yang analitik orang akan
dapat membuka rahasia alam dan dengan terbukanya alam itu kita sebagai bagian dari alam
dapat menentukan sikap dan mengatur strategi hidup. Artinya dengan terbukanya alam, kita
manusia dapat belajar menyesuaikan atau memanfaatkan alam dari hidup dan kehidupan
manusia.
BAB VII
ALIRAN PRAGMATISME
A. Pengertian Pragmatisme
Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani: pragma yang berarti perbuatan (action)
atau tindakan (practice). Isme berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian
Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan.
Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan
dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian,
patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”. Pragmatisme memandang bahwa
kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap
oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar
kalau berfungsi.[1]
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini
biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka
maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari
pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan
pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu
konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi
terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami
perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian,
ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, (1) menolak segala intelektualisme,
dan (2) absolutisme, serta (3) meremehkan logika formal.[2]
B. Pandangan Aliran Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran yang menjadi besar pengaruhnya khususnya di USA pada
abad ke-20 hingga mampu menyaingi idealisme dan realisme. Sesungguhnya landasan berpikir
pragmatik dirintis sejak zaman pra-Socrates di Yunani oleh Herakleitos, dan Protagoras
(sezaman dengan Socrates). Kebiasaan rata-rata warga USA yang kurang bersimpati pada teori
yang murni membawa tokoh realisme abad ke-19 seperti Charles Peirce dan William James
cenderung menyelidiki terjadinya proses pengetahuan dan bagaimana hubungan antara teori
dan praktek (tindakan/action).
Menurut aliran pragmatisme, manusia mampu mencapai bentuk ide (pikiran) yang jelas
dan efektif khususnya apabila akibat-akibat dari penggunaan suatu ide itu langsung dialami
ketika terdapat kesempatan untuk mencobakan baik tidaknya ide itu di dalam praktek
keseharian. Justru uji kebenaran dari suatu ide terletak pada kegunaan langsung dalam praktek
(The truth isin the making) dan tidak pada teori secara spekulatif.
John Dewey di awal abad 20 berhasil merumuskan proses berpikir secara praktis
(berciri reflektif) dengan mengidentifikasi lima tahapannya, sampai menghasilkan karya
klasiknya Democracy and Education (1916) dan mempromosikan aliran pragmatisme sebagai
filsafat hidup yang tidak intelektualistik sifatnya. Dengan menjadikan pragmatisme sebagai
filsafat hidup, tujuan pendidikan ialah agar terwujud pertumbuhan dan perkembangan pada
semua orang, khususnya dengan jalan belajar melalui pengalaman keseharian memecahkan
masalah.
C. Tokoh-Tokoh Pragmatisme
1. Charles Sandre Peirce ( 1839 M )
Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang
memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa,
pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran,
melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah (Ismaun,
2004:96).
Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme
tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari
kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat dibalik
realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk membantu
menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.
2. William James (1842-1910 M)
William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya
adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya,
keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga
menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin
mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang
dibarengi dengan usaha kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan
kehidupan.
Karya-karyanya antara lain, The Principles of Psychology (1890), The Will to Believe
(1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam
bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak,
yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang
mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam
pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar
dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience, James mengemukakan bahwa
gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang
mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam
bawah sadar kita, kita menjumpai suatu relitas yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah
kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak.
3. John Dewey (1859-1952 M)
Dewey adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk
memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta
aktifitasnnya dalam kehidupan sehari-hari, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat
adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam
pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman
adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak
pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat
menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari
konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya
yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu
dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-
penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa
depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey
dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan
instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan
nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak
pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan
tenaga kita.[3]
D. Implikasi Pragmatisme Terhadap Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan
Filsuf paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang
tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-
pengalaman yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik.
Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi:
· Kesehatan yang baik
· Keterampilan-keterampilan dan kejujuran dalam bekerja
· Minat dan hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
· Persiapan untuk menjadi orang tua
· Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial
Tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya
demokrasi. Menurut pragmatisme pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan
pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi
dan kehidupan sosial.
2. Kurikulum
Menurut para filsuf paragmatisme, tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri
sendiri (a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang aik pada masa
sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-
pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun
kurikulum tersebut akan berubah.
3. Metode Pendidikan
Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah
(problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery
method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat
pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias,
kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar
belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan
dapat tercapai.
4. Peranan Guru dan Siswa
Dalam pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa.
Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah
pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan,
hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang
dirasakannya.
Untuk membantu siswa, guru harus berperan:
· Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-film, catatan-
catatan, dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk
memunculkan minat siswa.
· Membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.
· Membimbing merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas guna
memecahkan suatu masalah.
· Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah.
· Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana mereka
mempelajarinya, dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa.
Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa “Siswa
merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh,
sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut
campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa”.
Callahan dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi pendidikan pragmatisme adalah
progresivisme. Artinya, pendidikan pragmatisme menolak segala bentuk formalisme yang
berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah yang tradisional. Anti terhadap
otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.[4]
Prinsip - Prinsip pragmatisme ada 4 meliputi:
· Bahwa esensi kenyataan adalah perubahan.
· Bahwa manusia adalah makhluk biologi dan sosial.
· Bahwa nilai-nilai bersifat relatif.
· Bahwa berfikir kritis secara cerdas.
BAB VIII
ALIRAN PROGRSIVISME
A. Pengertian Progresivisme
Menurut bahasa istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang artinya
bergerak maju. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata progresif
diartikan sebagai ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan sekarang; dan
bertingkat-tingkat naik. Dengan demikian, secara singkat progresif dapat dimaknai
sebagai suatu gerakan perubahan menuju perbaikan. Sering pula istilah progresivisme
dikaitkan dengan kata progres, yaitu kemajuan. Artinya progesivisme merupakan salah
satu aliran yang menghendaki suatu kemajuan, yang mana kemajuan ini akan membawa
sebuah perubahan. Pendapat lain menyebutkan bahwa progresivisme sebuah aliran
yang mengingikan kemajuan-kemajuan secara cepat (Muhmidayeli, 2011:151).
Menurut Gutek (1974:138) progresivisme modern menekankan pada konsep
‘progress’; yang menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dan menyempurnakan lingkungannya dengan menerapkan
kecerdasan yang dimilikinya dan metode ilmiah untuk menyelesaikan permasalahan
yang timbul baik dalam kehidupan personal manusia itu sendiri maupun kehidupan
sosial. Dalam konteks ini, pendidikan akan dapat berhasil manakala mampu melibatkan
secara aktif peserta didik dalam pembelajaran, sehingga mereka mendapatkan banyak
pengalaman untuk bekal kehidupannya
Berkaitan dengan pengertian tersebut, progresivisme selalu dihubungkan
dengan istilah the liberal road to cultural, yakni liberal bersifat fleksibel (lentur dan
tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, sering ingin mengetahui dan menyelidiki
demi pengembangan pengelaman (Djumransjah, 2006:176). Maksudnya aliran
progresivisme sangat menghargai kemampuan-kemampuan seseorang dalam upaya
pemecahan masalah melalui pengamalaman yang dimiliki oleh masing-masing
individu.
Dari beberapa penjelesan tersebut dapat dipahami bahwa aliran progresivisme
adalah suatu aliran dalam filsafat pendidikan yang menghendaki adanya perubahan
secara cepat praktik pendidikan menuju ke arah yang positif. Dengan kata lain,
pendidikan harus mampu mebawa perubahan pada diri peserta didik menjadi pribadi
yang tangguh dan mampu menghadapi berbagai persoalan serta dapat menyesuikan diri
dengan kehidupan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, progresivisme sangat
menghendaki adanya pemecahan masalah dalam proses pendidikan.
B. Pandangan Aliran Progresivisme
Pandangan-pandangan dalam progresivisme menyangkut beberapa hal yang mesti
diketahui, yaitu sebagai berikut (Iman, 2004: 46-60) :
1. Pandangan mengenai realita dan pengalaman
Pernyataan Dewey dalam bukunya Creative Intellegence bahwa “… sifat utama dari
pragmatisme mengenai realita yang umum”. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa
progresivisme mengandung pengertian dan kualitas suatu perubahan. Oleh karena
itu, pengalaman dapat diartikan sebagai ciri proses perjalanan hidup, karena hidup
merupakan perjuangan, tindakan, dan perbuatan. Maka pengalaman bermakna
perjuangan. Dewey menjelaskan bahwa pengalaman adalah serangkaian kejadian
dengan sifat-sifat khusus yang terjadi dengan sebagaimana adanya. John Dewey
menyebut arus pengalaman itu sebagai experimental continum. Dalam proses
mencari pengalamannya manusia memiliki peranan jauh di atas makhluk yang lain,
ia dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang lebih luas. Hal ini
berarti bahwa jiwa manusia merupakan sumber sebab dan pendorong yang amat
penting bagi adanya perbuatan.
2. Pandangan mengenai pengetahuan
Progresivisme merupakan teori yang lebih mengutamakan pembahasan secara
epistemologi daripada metafisika. Seperti halnya mengenai tinjauantentang
kecerdasan dan pengalaman yang keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan yang
lain. Maka tidak heran jika kemudian progresivisme adalah teori
pengetahuan.Konsep pengetahuan dalam pandangan aliran progresivisme yaitu
fakta yang masih murni (belum diolah/disusun), untuk memperoleh pengetahuan
itu progresivisme menggunakan metode induktif, rasional dan empirik, jadi
pengalaman sebagai suatu unsur utama dalam epistemologi adalah semata-mata
bersifat khusus. Dalam hal ini progresivisme membedakan antara pengetahuan dan
kebenaran. Nilai pengetahuan manusia harus diuji dalam kehidupan praktis,
sedangkan teori pengetahuan dari aliran pragmatisme merupakan strategi
selanjutnya dari konsepsi kurikulum progresivisme itu sendiri.
3. Pandangan mengenai nilai
Progresivisme memberikan pandangan tentang nilai bahwa nilai tidak timbul
dengan sendirinya, akan tetapi ada faktor yang merupakan pra syarat, yaitu bahasa.
Nilai timbul karena manusia memiliki bahasa, penggunaan bahasa ini tentulah
mendapat pengaruh yang berasal dari golongan, kehendak, perasaan, dan
kecenderungan dari masing-masing orang tersebut (pengguna bahasa), maka arti
nilai itu tidak eksklusif, nilai memiliki kualitas sosial, sifat sosial, juga bersifat
individual, sifat perkembangan nilai ini berdasarkan pada dua hal, yaitu untuk diri
sendiri dan untuk lingkungan yang lebih luas. Sifat perkembangan nilai berawal
dari hubungan timbal balik antara dua sifat nilai intrinsik dan instrumental yang
menyebabkan adanya sifat perkembangan dan perubahan pada nilai, memberikan
nilai tambah kepada beberapa aspek dari tujuan pendidikan, nilai-nilai itu
merupakan instrumen/alat.
4. Pandangan mengenai belajar
Pandangan progresivisme tentang konsep belajar berlandaskan pada pandangannya
tentang peserta didik. Peserta didik merupakan makhluk yang memiliki kelebihan
dibandingkan makhluk yang lain, yaitu akal dan kecerdasan. Akal dan kecerdasan
merupakan bekal dalam menghadapi dan memecahkan permasalahan. Sehubungan
dengan ini tugas utama dalam dunia pendidikan adalah berusaha meningkatkan
kecerdasan. Jasmani dan rohaniperlu untuk difungsikan, artinya peserta didik
berada aktif dalam lingkungannya dan memanfaatkan sepenuhnya lingkungan
tersebut. Oleh karena itu gagasan yang menunjukkan adanya dinding pemisah
antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan.Sekolah yang baik adalah
masyarakat yang baik dalam bentuk kecil, sedangkan pendidikan yang
mencerminkan keadaan dan kebutuhan masyarakat, perlu dilakukan secara teratur
sebagaimana halnya dalam lingkungan sekolah
5. Pandangan mengenai kurikulum
Pandangan mengenai kurikulum ini progresivisme memandang bahwa kurikulum
sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat eksperimental, dan adanya rencana
serta susunan yang teratur. Kurikulum yang baikmerupakan type “core curriculum”
yaitu sejumlah pengalaman belajar di sekitar kebutuhan umum. Kurikulum harus
terbuka dari kemungkinan untuk dilakukan peninjauan dan penyempurnaan.
Kurikulum memiliki sifat fleksibel yang dapat membuka kemungkinan bagi
pendidikan untuk memperhatikan tiap peserta didik dengan sifat-sifat dan
kebutuhannya masingmasing.Oleh karena sifat kurikulum yang tidak beku dan
dapat direvisi ini, maka jenis yang memadai adalah kurikulum yang seharusnya
berpusat pada pengalaman.
6. Pandangan mengenai pendidikan
Menurut progresivisme proses pendidikan mempunyai dua segi, yaitu psikologis
dan sosiologis. Dari segi psikologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-
tenaga atau dayaa yang ada pada peserta didik yang akan dikembangkan.
Sedangkan psikologinya seperti yang berpengaruh di Amerika, yaitu psikologi dari
aliran Behaviorisme dan Pragmatisme. Kemudian dari segi sosiologis, pendidik
harus mengetahui ke mana tenaga-tenaga itu harus dibimbingnya. John Dewey
menjelaskan bahwa tenaga-tenaga itu harus diabdikan pada kehidupan sosial, jadi
memiliki tujuan sosial. Maka pendidikan merupakan proses sosial dan sekolah
adalah suatu lembaga sosial. Pendidikan adalah alat kebudayaan yang paling baik.
Dengan pendidikan sebagai alat maka manusia dapat menjadi “The Master, not the
slaves of social as well as other kinds of natural change”
7. Pandangan tentang kebenaran
Progresivissme memandang tentang kebenaran itu sebagai peranan utama untuk
mencapai kecerdasan di dalam dunia ini. Kebenaran dipandang sebagai alat untuk
pembuktian. Cara untuk mencapai kebenaran sendiri adalah dengan metodologinya.
Bahwa alam semesta yang sulit rumit ini selalu saja dapat diketahui rahasia
persoalannya. Setelah menetapkan sesuatu kesulitan setepat mungkin dan meneliti
segala sumber untuk pemecahan masalah yang bisa didapatkan, maka dikemukakan
suatu hipotesa untuk pemecahannya. Setelah semua ini secara sistematis
dirumuskan di dalam pemikiran, lalu ditampilkan keluar untuk di uji coba.
Kemudian aktivitas secara terbuka dimulai di dalam lingkungan yang sulit untuk
melihat apakah hasilnya akan sesuai dengan hipotesa yang telah ditentukan
sebelumnya. Maka di sinilah kepentingan dari suatu kurikulum yang berdasarkan
aktivitas terpusat. Aktifitas ini penting untuk menjadikan pendidikan hidup dan
untuk membuat kehidupan itu memberikan kebenaran.
C. Implikasi Aliran Progresivisme Bagi Pendidikan
➢ Progresivisme Pendidikan
Dalam pandangan progresivisme pendidikan merupakan suatu sarana atau alat
yang dipersiapkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik supaya tetap
survive terhadap semua tantangan kehidupannya yang secara praktis akan senantiasa
mengalami kemajuan (Muhmidayeli, 2011:156). Selain itu, proses pendidikan
dilaksanakan berdasarkan pada asas pragmatis. Artinya, pendidikan harus dapat
memberikan kebermanfaatan bagi peserta didik, terutama dalam menghadapi persoalan
yang ada di lingkungan masyarakat. Dalam buku Philosofical Alternatives in
Education, Gutek (1974:140) menyebutkan bahwa pendidikan progresif menekankan
pada beberapa hal;
1. pendidikan progresif hendaknya memberikan kebebasan yang mendorong anak
untuk berkembang dan tumbuh secara alami melalui kegiatan yang dapat
menanamkan inisiatif, kreatifitas, dan ekspresi diri anak;
2. segala jenis pengajaran hendaknya mengacu pada minat anak, yang dirangsang
melalui kontak dengan dunia nyata;
3. pengajar progresif berperan sebagai pembimbing anak yang diarahkan sebagai
pengendali kegiatan penelitian bukan sekedar melatih ataupun memberikan banyak
tugas;
4. prestasi peserta didik diukur dari segi mental, fisik, moral dan juga perkembangan
sosialnya;
5. dalam memenuhi kebutuhan anak dalam fase perkembangan dan pertumbuhannya
mutlak diperlukan kerjasama antara guru, sekolah, rumah, dan keluarga anak
tersebut;
6. sekolah progresif yang sesungguhnya berperan sebagai laboratorium yang berisi
gagasan pendidikan inovatif dan latihanlatihan.
Menurut progresivisme proses pendidikan memiliki dua segi, yaitu
a. Dari segi psikologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau daya-
daya yang ada pada anak didik yang akan dikembangkan. Psikologinya seperti yang
berpangaruh di Amerika, yaitu psikologi dari aliran Behaviorisme dan
Pragmatisme.
b. Dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui kemana tenaga-tenaga itu harus
dibimbingnya. Di samping itu, progresivisme memandang pendidikan sebagai suatu
proses perkembangan, sehingga seorang pendidik harus selalu siap untuk
memodifikasi berbagai metode dan strategi dalam pengupayaan ilmu-ilmu
pengetahuan terbaru dan berbagai perubahan-perubahan yang menjadi
kencenderungan dalam suatu masyarakat (Muhmidayeli, 2012:156).
Dalam konteks ini, pendidikan harus lebih dipusatkan pada peserta didik,
dibandingkan berpusat pada pendidik maupun bahan ajar. Karena peserta didik
merupakan subjek belajar yang dituntut untuk mampu menghadapi berbagai
persoalan kehidupan di masa mendatang. Oleh karena itu, menurut Ahmad Ma’ruf
(2012) ada beberapa prinsip pendidikan yang ditekankan dalam aliran
progresivisme, di antaranya:
a. Proses pendidikan berawal dan berakhir pada anak.
b. Subjek didik adalah aktif, bukan pasif.
c. Peran guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing atau pengarah.
d. Sekolah harus kooperatif dan demokratis.
e. Aktifitas lebih fokus pada pemecahan masalah, buka untuk pengajaraan materi
kajian.
Bila dikaitkan dengan pendidikan di Indonesia saat ini, maka progresivisme
memiliki andil yang cukup besar, terutama dalam pemahaman dan pelaksanaan
pendidikan yang sesungguhnya. Di mana pendidikan sudah seharusnya
diselenggarakan dengan memperhatikan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh
peserta didik, serta berupaya untukmempersiapkan peserta didik supaya mampu
menghadapi dan menyelesaikan setiap persoalan yang dihadi di lingkungan
sosialnya. Hal tersebut senada dengan pengertian pendidikan di Indonesia, yakni
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Dalam pengertian ini, pendidikan tidak hanya dimaknai sebagai
transfer pengetahuan. Pendidikan berarti proses pengembangan berbagai macam
potensi yang ada dalam diri manusia, seperti kemampuan akademis, relasional,
bakatbakat, talenta, kemampuan fisik dan dayadaya seni. Dengan demikian dapat
dipahami, bahwa aliran progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di
dunia pendidikan di Indonesia. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar
kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan,
baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang
dibuat oleh orang lain.
➢ Tujuan Pendidikan Progresivisme
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme lebih
menekankan pada memberikan pengalaman empiris kepada peserta didik,
sehingga terbentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat (Muhmidayeli,
2012:156). Maksudnya pendidikan dimaksudkan untuk memberikan banyak
pengalaman kepada peserta didik dalam upaya pemecahan masalah yang
dihadapi di lingkungan sehari-hari. Dalam hal ini, pengalaman yang dipelajari
harus bersifat riil atau sesuai dengan kehidupan nyata. Oleh karenanya, seorang
pendidik harus dapat melatih anak didiknya untuk mampu memecahkan
problem-problem yang ada dalam kehidupan.
Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan progresivisme harus mampu
memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi
dengan lingkungan yang berbeda dalam proses perubahan secara terus
menerus.Yang dimakssud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan
masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh individu untuk
menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah.Pendidikan bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan berbagai masalah baru
dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial, atau dalam berinteraksi
dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses perubahan.
Menurut Barnadib, sebagaimana dikutip Jalaluddin dan Abdullah Idi
(2011:89) progresivisme menghendaki pendidikan yang progres. Dalam hal ini,
tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang
terus-menerus. Pendidikan bukan hanya menyampaikan pengetahuan kepada
anak didik, melainkan yang terpenting melatih kemampuan berpikir secara
ilmiah. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, maka tujuan pendidikan
menurut progresivisme ini sangat senada dengan tujuan pendidikan nasional
yang ada di Indonesia. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab. Jadi berdasarkan pengertian ini, maka aliran progresivisme
sangat sejalan dengan tujuan pendidikan yang ada di Indonesia.
➢ Kurikulum Pendidikan
Progresivisme Dalam pandangan progresivisme kurikulum merupakan
serangkaian program pengajaran yang dapat mempengaruhi anak belajar secara
edukatif, baik di lingkungan sekolah maupun di luar. Menurut Amir Ma’ruf
(2012) kurikulum dalam padangan progresivisme ialah sebagai pengalaman
mendidik, bersifat eksperimental, dan adanya rencana serta susunan yang
teratur. Pengalaman belajar adalah pengalaman apa saja yang serasi dengan
tujuan menurut prinsip-prinsip yang telah digariskan dalam pendidikan, dimana
setiap proses belajar yang ada membantu pertumbuhan dan perkembangan anak
didik. Artinya, kurikulum harusnya dirancang untuk mengembangkan berbagai
potensi peserta didik, serta dapat memberikan pengalaman yang berharga bagi
kehidupan anak didik.
Aliran progresivisme menghendaki kurikulum dipusatkan pada
pengalaman yang didasarkan atas kehidupan manusia dalam berinteraksi
dengan lingkungan yang kompleks (Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2012:91).
Namun, dalam hal ini progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran
yang diberikan terpisah, tetapi harus terintegrasi dalam unit. Zuhairini
(1991:24) menyebutkan core curriculum harus mengandung integrated
curriculum dengan mengutamakan metode problem solving.
Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Kilpatrick sebagaimana dikutip
Jalaluddin dan Abdullah Idi (2012:93) mengatakan suatu kurikulum dianggap
baik dapat didasarkan atas tiga prinsip, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas hidup anak pada tiap jenjang.
2. Menjadikan kehidupan aktual anak ke arah perkembangan dalam suatu
kehidupan yang bulat dan menyeluruh.
3. Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai suatu uji coba atas
keberhasilan sekolah, sehingga kemampuan anak didik dapat berkembang
secara aktual dan aktif memikirkan hal-hal baru yang baik untuk diamalkan.
Dalam rangka mewujudkan ketiga prinsip tersebut, Kilpatrick
mengungkapkan ada beberapa hal yang perlu diungkapkan, di antaranya:
1. Kurikulum harus dapat meningkatkan kualitas hidup anak didik sesuai
dengan jenjang pendidikan.
2. Kurikulum yang dapat membina dan mengembangkan potensi anak didik.
3. Kurikulum yang mampu mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif,
adaptif, dan mandiri.
4. Kurikulum berbagai macam bidang studi itu bersifat fleksibel.
Gambaran tersebut merupakan salah satu karakteristik kurikulum menurut
pandangan aliran progresivisme. Yang mana intinya kurikulum harus
terintegrasi antara masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dengan
model belajar sambil berbuat, serta menggunakan metode problem solving
dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Menurut Djumransjah (2006:181)
kurikulum progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang
terpisah, melainkan harus diusahakan menjadi satu unit dan terintegrasi.
Lebih lanjut, ia menambahkan praktik kerja di laboratorium, bengkel, dan
kebun merupakan kegiatan-kegiatan yang dianjurkan dalam rangka
terlaksananya learning by doing atau belajar untuk bekerja.
➢ Peran Guru dan Peserta Didik dalam Pandangan Progresivisme
• Peran Guru
Dalam pandangan progresivisme terdapat perbedaan antara peran guru
dan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Karena prinsip pembelajaran
progresivisme menghendaki pembelajaran yang dipusatkan pada siswa.
Guru dalam melakukan tugasnya dalam praktek pendidikan berpusat
pada anak, mempunyai peranan-peranan sebagai berikut:
1. Fasilitator, atau orang yang menyediakan dirinya untuk memberikan jalan
bagi kelancaran proses belajar sendiri siswa.
2. Motivator, atau orang yang mampu membangkitkan minat siswa untuk terus
giat belajar sendiri menggunakan semua alat dirinya.
3. Konselor, atau orang yang dapat membantu siswa menemukan dan
mengatasi sendiri masalah-masalah yang telah dihadapi setiap siswa dalam
kegiatan belajar sendiri.
Guru perlu mempunyai pemahaman yang baik tentang katakteristik
siswa, dan teknik-teknik memimpin perkembangan siswa, serta kecintaan
kepada anak, agar dapat melaksanakan peranan-peranan yang baik.
Aliran progresivisme ingin mengatakan bahwa tugas guru sebagai
pembimbing aktivitas anak didik/siswa dan berusaha memberikan
kemungkinan lingkungan terbaik untuk belajar. Sebagai Pembimbing ia tidak
boleh menonjolkan diri, ia harus bersikap demokratis dan memperhatikan hak-
hak alamiah anak didik/siswa secara keseluruhan.
• Peran Peserta Didik
Progresivisme menganggap setiap peserta didik sebagai subyek
pendidkan yang dituntut untuk aktif secara pribadi maupun kelompok.Sekolah
adalah dunia kecil (miniatur) masyarakat besar, dimana aktifitas ruang kelas
difokuskan pada praktik pemecahan masalah, serta atmosfer sekolah diarahkan
pada situasi yang kooperatif dan demokratis. Pendidikan berpusat pada anak
(child centered). Setiap anak didik adalah unik yang mempunyai pemikiran
sendiri, keinginan sendiri, serta memiliki harapan-harapan dan kecemasan
sendiri yang berbeda dengan orang dewasa.Oleh karena itu, mereka dituntut
aktif dalam menyampaikan ide atau gagasan yang mereka miliki secara aktif
baik individu maupun kelompok.
D. Implikasi Aliran Progresivisme Bagi Kebudayaan
Filsafat progressivisme memandang tentang kebudayaan bahwa budaya sebagai
hasil budi manusia, dan akan dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang
tidak beku, melainkan slalu berkembang dan berubah. Maka pendidikan sebagai usaha
manusia yang merupakan refleksi kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan kebudayaan
itu. Untuk itu pendidikan sebagai alat untuk memproses merekonstruksi kebudayaan
baru haruslah dapat menciptakan situasi yang eduktif yang pada hakikatnya akan dapat
memberikan warna dan corak dari out put (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran
yang dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia yang berkualitas unggul,
berkompotitif, inisiatif, adapti dan kreatif sanggup menjawab tantangan zamannya.
Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang berpusat kepada pengalaman atau
kurikulum eksperimental yaitu kurikulum yang berpusat kepada pengalaman, dimana
apa yang telah di peroleh anak didik selama disekolah akan dapat diterapkan dalam
kehidupan anyatanya. Dengan metode pendidikan “belajar sambil berbuat” (learning
by doing) dan pemecahan masalah (problem solving) dengan langkah-langkah
menghadapi problem, dengan demikian maka sangat jelas sekali bahwa filsafat
progressivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus
maju (progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban
baru.
Ada beberapa pandangan dalam aliran progresivisme ini antara lain: