The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku ini berisi kumpulan makalah Filsafat Dan Nilai kebudayaan Pendidikan semester 1.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ainyyaturrizqoh, 2020-12-31 22:04:29

FILSAFAT DAN NILAI KEBUDAYAAN PENDIDIKAN

Buku ini berisi kumpulan makalah Filsafat Dan Nilai kebudayaan Pendidikan semester 1.

Keywords: filsafat,budaya pebdidikan

1. Pandangan Progresivisme tentang realitas
Asal hereby atau asal keduniawian, adanya kehidupan realita yang amat luas tidak
terbatas, sebab kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan
manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,
pengalaman manusia tentang penderitaan, kesedihan, kegembiraan, ke indahan
lain-lain adalah relita manusia hidup sampai mati. Pengalaman adalah suatu sumber
evolusi, yang berarti perkembangan, maju setapak demi setapak mulai dari yang
mudah-mudah menerobos kepada yang sulit-sulit (perkembangan yang lama)
pengalaman adalah perjuangan, sebab hidup adalah tindakan dan perubahan-
perubahan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu mengatasi
perjuangan, perubahan dan berani bertindak. Pengetahuan adalah informasi, fakta,
hukum prinsip, proses, kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil
proses interaksi dan pengalaman.
Pengetahuan di peroleh manusia baik secara lansung melalui pengalaman dan
kontak dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya, ataupun pengetahuan di
peroleh lansung melalui catatan-catatan. Pengetahuan adalah hasil aktivitas
tertentu. Makin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak
pengalaman kita dalam praktek, maka makin besar persiapan kita menghadapi
tuntutan masa depan. Pengetahuan harus disesuaikan dan di modifikasi dengan
realita baru di dalam lingkungan. Kebenaran ialah kemampuan suatu ide
pemecahan masalah, kebenaran adalah konsekuen daripada suatu ide, realita dan
daya guna dalam hidup.

2. Pandangan Progresivisme tentang Nilai
Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, dengan demikian adanya
pergaulan. Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai. Bahasa adalah sarana
ekpresi yang bersal dari dorongan, kehendak, perasaan, kecerdasan dari individu-
individu.

3. Pandangan Progresivisme Tentang Kurikulum
Selain kemajuan atau progres, lingkungan dan pengalaman mendapatkan perhatian
yang cukup dari progressivisme. Untuk itu filsafat progressivisme menunjukkan
dengan konsep dasarnya sejenis kurikululum yang program pengajarannya dapat
mempengaruhi anak belajar secara eduktif baik dilingkungan sekolah maupun
diluar lingkungan sekolah.

Adapun sikap progressivisme memandang segala sesuatu berasaskan fleksibilitas,
dinamika dan sifat-sifat yang sejenis tercernin dalam pandangannya mengenai
kurikulum sebagai pengalaman yang eduktif, bersifat eksperimental dan adanya
rencana dan susunan yang teratur. Dapat kita analisis dari penjelasan di atas bahwa
filsafat progresivisme menghendaki sekolah yang memiliki kurikulum dimana
bersifat fleksibilitas (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh doktrin
tertentu) luas dan terbuka. Dengan berpijak dari prinsip ini, maka kurikulum dapat
direvisi dan di evaluasi setiap saat sesuai kebutuhan setempat.untuk memnuhi
kebutuhan tersebut, maka filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang
bersifat luwes fleksibel dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa di ubah dan di bentuk
sesuai zamannya. Sekolah didirikan karena tidak mempunyai orang tua atau
masyarakat untuk mendidik anak. Karena itu kurikulum harus dapat mewadahi
aspirasi anak, oramg tua dan masyarakat. Maka kurikulum yang eduktif dan
eksperimental dapat memenuhi tuntutan itu. Sifat kurikulumnya adalah kurikulum
yang dapat di revisi dan jenisnya yang memadai, yaitu yang bersifat eksperimental
atau tipe core curriculum. Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum
eksperimental di dasarkan atas manusia dalam hidupnya slalu berinteraksi didalam
lingkungan yang komplek. untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk beradaptasi
dengan lingungan demi kelestarian hidupnya. Hidupnya bukan hanya untuk
kelestarian pertumbuhan saja, akan tetapi juga untuk perkembangan pribadinya.
Oleh karna itu manusia harus belajar dari pengalaman.
4. Pandangan Progresivisme Tentang Pendidikan
Filsafat Progresivisme mempunyai konsep bahwa manusia atau peserta didik
mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang merupakan suatu kelebihan
di bandingkan dengan makhluk lainya. Kelebihan manusia memiliki potensi akal
dan kecerdasan dengan sifat kreatif dan dinamis, peserta didik mempunyai bekal
untuk menghadapi dan memecahkan problematika. Kualitas perennial, tetapi di
tentukan oleh sejauh mana suatu pendidikan itu mampu utuk terus menerus
merekonstruksikan berbagai pengalaman.
Seiring pandangan di atas filsafat pendidikan islam mengakui bahwa peserta didik
memang memiliki potensi akal yang dapat dikembangkan dan mengakui pula
individu atau peserta didik pada dasarnya adalah insane yang aktif, kreatif dan
dinamis. Namun pendidikan Islam tidak hanya mengakui bahwa anak (peserta
didik) mempunyai banyak potensi yang menurut hasan langgulung potensi manusia

itu sebanyak sifat-sifat tuhan seperti yang terkandung dalam masmaul husna. Dan
di antara sekian banyak potensi tersebut yang sangat perlu dikembangkan adalah
potensi beragama

BAB IX
ALIRAN ESENSIALISME
A. Pengertian Aliran Esensialisme
Esensi diartikan sebagai ciri tetap yang ada pada setiap sesuatu yang ada. maksudnya
sesuatu yang bersifat konstan, tidak bisa berubah, kekal, dan akan selalu abadi. Aliran
esensialisme merupakan aliran pedidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang
ada sejak awal peradaban umat manusia. Aliran filsafat ini menginginkan agar manusia
kembali kepada kebudayaan lama, karena kebudayaan lama telah banyak membawa kebaikan
untuk manusia. Aliran esensialisme sudah ada sejak zaman Renaissance mulai tumbuh dan
berkembang dengan berbagai cara dan usaha-usahanya untuk menghidupkan kembali ilmu
pengetahuan, kebudayaan, dan kesenian zaman yunani dan romawi kuno. Aliran esensialisme
merupakan perpaduan dari aliran idealisme dan realisme, jadi dua aliran ini bertemu sebagai
pendukung esensialisme.

B. Tokoh-Tokoh Aliran Esensialisme
1. Menurut Mudyaharjo, tokoh aliran esensialisme adalah William Chandler Bagley. Bagley
lahir di detroit pada 15 maret 1874 dan meninggal di new york pada 1 juli 1946. Bagley
menempuh pendidikan tinggi di Universitas Negeri Michigan, Universitas Wisconsin, dan
menerima gelar oktor dari Universitas cornell pada tahun 1900. Sementara itu Bagley
berpendapat bahwa pendidikan adalah sarana untuk membentuk tingkah laku anak didik
dan ia berpendapat bahwa pendidikan bisa membantu merubah tingkah laku anak. jika
guru bisa menerapkan dengan tepat pada anak didik maka akan menciptakan efisiensi
sosial sebagai tujuan umum.
2. Johann Amos Comenius (1592-1670), tokoh Renaissance yang pertama yang berusaha
mensistematiskan proses pengajaran. Menurut johann Amos comenius tugas kewajiban
pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan.
3. John Locke (1632-1704), tokoh dari Inggris dan populer sebagai “pemikir dunia”. John
locke mengatakan bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
Ia juga mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak yang tidak mempunyai biaya.
4. Johann Fiedrich Herbart (1776-1841), salah seorang murid dari Immanuel kant yang
berpandangan kritis. Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa
seseorang dengan kesusilaan, dan ini disebut juga “pengajaran yang mendidik” dalam
proses pencapaian tujuan pendidikan.

5. William T. Harris (1835-1909) menurut tokoh ini tugas pendidikan adalah mengizinkan
terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti. Maksudnya Keberhasilan sekolah bisa
tercapai dikarenakan sebuah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun
temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri setiap orang kepada masyarakat.

C. Pandangan Esensialisme dalam Pendidikan
Menurut aliran esensialisme tugas pendidikan adalah mengajarkan pengetahuan dasar

dan keterampilan-ketampila dasar. Sehingga dalam prakteknya esensialisme cenderung
menekankan pada pelajaran membaca, menulis, dan menghitung, karena tiga pelajaran ini
dipandang sebagai pengetahuan dasar yang begitu ditekankan dalam esensiaisme. Jadi
kurikulum yang digunakan dalam aliran esensialisme menekankan pada pemahaman melalui
percobaan sains dan penguasaan ilmu-ilmu alamiah daripada ilmu spiritual. Mata pelajaran
yang tradisonal yang dianggap penting antara lain matematika, IPA, sejarah, bahasa asing dan
kesastraan, sedangkan mata pelajaran yang bersifat kurang akademik tidak diminati oleh aliran
esensialisme. Pelajaran sains, bahasa, sejarah dan sastra ini diharapkan dapat menjadi
kurikulum yang terpercaya untuk memenuhi kehidupan invidual dan sosial.

Sedangkan peranan guru dikalangan esensialisme berbeda dengan peranan guru
menurut progresivisme yang menganggap guru hanya sebagai fasilitator dan tidak bertindak
otoritatif, sebaliknya pada esensialisme guru menjadi otoritatif. Aliran ini menganggap
sekolah seharusnya mengajarkan nilai-nilai moral tradisional dan pengetahuan agar siswa kelak
menjadi warga Negara teladan. Maka pengajaran yang diberikan kepada siswa berupa rasa
hormat kepada kekuasaan, ketabahan, taat menjalankan kewajiban, tenggang rasa kepada orang
lain dan penguasaan hal praktis.

D. Prinsp-Prinsip Aliran Esensialisme
Secara garis besar Ma’ruf menyebutkan prinsip-prinsip pendidikan esensialisme sebagai
berikut:
1. Penddikan haruslah dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja muncul dari dalam
diri siswa dan menekankan pentingnya prinsip disiplin. Terhadap pandangan
progresivisme yang menekankan minat pribadi, mereka menerimanya sebagai konsep
untuk berbuat tapi minat yang paling tinggi dan dapat lebih bertahan tidak diperoleh sejak
awal atau sebelum belajar tetapi, muncul setelah bekerja keras. Seseorang yang melakukan
proses pendidikan terkadang melalui usaha yang cukup mudah tidak terlalu sulit dalam
prosesnya dan terkadang juga ada yang melalu proses yang sangat sulit dan harus berusaha

keras. Jadi dalam proses pendidikan itu harus ada usaha tidak berdiam diri menunggu
hasilnnya tanpa berusaha.
2. Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru bukan pada siswa. Seperti dalam aliran
progesivisme peranan guru dikalangan esensialisme berbeda dengan peranan guru
menurut progresivisme yang menganggap guru hanya sebagai fasilitator dan tidak
bertindak otoritatif, sebaliknya pada esensialisme guru menjadi otoritatif.
3. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional atau kebudayaan lama.
4. Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek materi yang telah ditentukan.
Kurikulum diorganisasikan dan direncanakan dengan pasti oleh guru. Esensialisme
mengakui bahwa pendidikan akan mendorong individu mengembangkan potensinya tetapi
realisasinya harus berlangsung dalam dunia yang bebas dari perorangan atau individu.
Karena itu sekolah yang baik adalah sekolah yang dapat menghindari sikap individualisme
peserta didik.
5. Tujuan akhir dari pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum karena
dianggap merupakan tuntunan demokrasi yang nyata.

BAB X
PERENIALISME
A. Pengertian Aliran Perenialisme

Perenialisme merupakan sutau aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20.
Perenialisme lahir dari suatu reaksi terhadap pendidikan progresif . Perenialisme menentang
pandangan progresivisme yang menekan perubahan dan suatu yang baru . Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan , ketidakpastian ,terutama dalam
kehidupan moral , intelektual , dan sosikultural

Solusi yang ditawarkan kaum perenialis adalah jalan mundur ke belakang dengan mengunakan
kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang
kukuh , kuat pada zaman kuno dan pertengahan . Peradaban- kuno (yunani purba) dan abad
pertengahaan sebagai dasar budaya bangsa- bangsa di dunia dari masa ke masa dari abad ke
abad (sa’dullah , 2009: 151 ),

Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad
pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang.
Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah
berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang.

Filsafasat Perenialisme mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini penuh dengan kekacauan
dan ketidak pastian,dan ketidak teraturan terutama dalam tatanan kehidupan
moral,intelektual,dan sosio kultural. Untuk memperbaiki keadaan ini dengan kembali kepada
nilai nilai atau prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu
abad pertengahan.

Perenialisme mempunyai ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri itu adalah (Sadullah Uyoh,2004:
23) :

❖ Perenialisme berakar pada tradisi filosofis klasik yang dikembangkan oleh plato,
Aristoteles dan Santo Thomas Aquines.

❖ Sasaran pendidikan ialah kemampuan menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan
nilai-nilai abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu.

❖ Nilai bersifat tak berubah dan universal.

❖ Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai zaman
pertengahan (renaissance).

B.Definisi Perenialisme Menurut Para Tokoh

1. Plato

Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu
filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral sofisme adalah manusia secara pribadi,
sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian dalam
kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber
dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia
lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan dalam
arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia
menemukan semuanya itu. Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat
ditemukan kembali oleh manusia.

2. Aritoteles

Aritoteles (348-322SM), adalah murid plato, namun dalam pemikiranya ia mereaksi terhadap
filsafat gurunya. Yaitu idealisme. Hasil pemikirnya disebut filsafat realisme (realism klasik).
Cara berfikir Arithoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan rasional spekulatif.
Arithoteles mengambil cara berfikir rasional, emepiris, realitas. Ia mengajarkan cara berfikir
atas prinsip realitas, yang lebih dekat dengan alam kehidupan manusia sehari-hari.

Arithoteles hidup pada abad 4 sebelum masehi, namun ia dinyatakan sebagai pemikir abad
pertengahaan. Karya-karya Arithoteles merupakan dasar berfikiran pertengahan yang
melahirkan renaissence. Sikap positifnya terhadap inkuiry menyebabkan ia mendapat sebutan
sebagai “bapak sains modern”. Kebajikan akan menghasilkan kebahagian dan kebajikan,
bukanlah peryataan atau perenungan pasif, melaikan merupakan sikap kemauan yang baik dari
manusia.

3. Thomas Aquina

Thomas Aquina mencoba mempertemukan sutu pertentangan yang muncul pada waktu itu,
yaitu antara ajaran kristen dengan filsafat (sebetulnya dengan filsafat Arithoteles, sebab pada
waktu itu yang dijadikan dasar pemikiran logis adalah neoplationalisme dan plotinus yang
dikembangkan oleh St. Agustinus. Menurut aquina, tidak terdapat pertentangan antara filsafat
(khususnya filsafat Aristhoteles) dengan ajaran agama (kristen). Keduanya dapat berjalan
dalam jalannya masing-masing. Thomas aquina secara terus menerus dan tanpa ragu-ragu
mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Arithoteles.Pandangan tentang realitas, ia
mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada , adanya itu karna diciptakan oleh tuhan, dan
tergantung kepada-nya. Mengalir dari tuhan bagaikan air yang mengalir dari sumbernya,
seperti halnya”emansi”. Thomas Aquina menekankan dua hal dalam pemikiran tentang
relitantanya, yaitu: 1) dunia tidak diadakan dari semacam bahan dasar , dan 2) penciptaan tidak
terbatas untuk suatu saat saja, demikian menurut Bertnes (1979).

Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukakan bahwa pengetahuan itu
diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan akal budi, menjadi pengetahuan, selain
pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu , manusia dapat memperoleh pengetahuan
dengan melaui pengalaman dan rasionya,(disini ia mengemukakan pandangan filsfat
idiealisme, realisme, dan ajaran grejanya). Filsafat aquina disebut tomisme. Kadang-kadang
orang tidak membedakan antara neotonisme dengan perenialisme.

Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

1. Menurut plato pendidikan adalah yang ideal harus didasarkan didasarkan paham, atas nafsu,
kemauan, dan akal.

2. Menurut Aritoteles pendidikan perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian dengan
filsafat sebagai alat untuk mencapainya.

3. Menurut Thomas Aquina pendidikan adalah menuntut kemampuan-kemampuan yang masih
tidur agar menjadi aktif.

C.Sejarah Aliran Perenialisme

Pendukung filsafat perenialisme adalah Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler.
Hutchins (1963) mengembangkan sutu kurikulum berdasarkan penelitian terhadap Great
Books (buku besar bersejarah) dan pembahasaan buku-buku klasik . Perenialis mengunaksn
prinsip-prinsip yang dikemukakan plato , Aristoteles , dan Thomas Aquino. Pandangan -
pandangan plato dan Aristoteles mewakili peradaban yunani kuno serta ajaran Thomas Aquino
dari abad pertengahan. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philoshopia
perenis. Pendidri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudisn didukung
dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-
13. Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat , kebudayaan yang mempunyai dua
sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman pada gereja khatolik,
khususnya menurut dan intreprestasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang
berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.

D.ANALISIS TERHADAP PERENIALISME

a)Kelebihan

1. perenialisme mengangkat kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang menjadi
pandangan hidup yang kokoh pada zaman kuno dan abad pertengahan. Dalam pandangan
perenialisme pendidikan lebih banyak mengarahkan perhatianya pada kebudayaan ideal yang
telah teruji dan tanguh.

2. Kurikulum menekankan pada perkembangan intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk
menjadi terpelajar menjadi kultural, para siswa harus berhadapan pada bidang-bidang seni dan
sains yang merupakan karya terbaik dan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia.

b) Kelemahan

1 . pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-
hari.pendidikan yang menganut paham ini menekankan pada kebenaran absolut,kebenaran
universal yang tidak terkait pada tempat dan waktu aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

2. perenialisme kurang menerima adanya perubahan-perubahan, karena menurut mereka
perubahan-perubahan menurut mereka banyak menimbulkan kekacauan, ketidakpastian, dan
ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural.

c) Solusi

1. Dalam proses pembelajaran guru harus menyeimbangkan antara pengetahuan dan kegiatan
sehari-hari siswa. Yaitu dengan menyeimbangkan aspek kognitif,afektif,
dan pesikomotorik.gurudikelas tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja.

2. Perenialis harus bisa lebih terbuka terhadap perubahan yang terjadi di setiap jaman karena
suatu perubahan tidak selalu berdampak buruk atau pengaruh negative dalam kehidupan moral,
intelektual, dan sosiokultural, harus dapat menyaring perubahan-perubahan yang terjadi.

E.Pandangan Perenialisme mengenai pendidikan

Filsafat pendidikan Perenialisme mempunyai empat prinsip dalam pembelajaran secara umum
yang mesti dimiliki manusia, yaitu:

1. Kebenaran bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu, dan orang
2. Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran
3. Kebenaran dapat ditemukan dalam karya – karya agung
4. Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar.
Sedangkan pandangan – pandangan kurikulumnya mempengaruhi praktik pendidikan.

1. Pendidikan Dasar dan Menengah

a)Pendidikan sebagai persiapan
Perbedaan Progresivisme dengan Perenialisme terutama pada sikapnya tentang “education as
preparation”. Dewey dan tokoh – tokoh Progresivisme yang lain menolak pandangan bahwa
sekolah (pendidikan) adalah persiapan untuk kehidupan. Tetapi Perenialisme berpendapat
bahwa pendidikan adalah persiapan bagi kehidupan di dalam masyarakat. Dasar pandangan ini

berpangkal pada ontologi, bahwa anak ada dalam fase potensialitas menuju aktualitas, menuju
kematangan.

b)Kurikulum Sekolah Menengah
Prinsip kurikulum pendidikan dasar, bahwa pendidikan sebagai persiapan, berlaku pula bagi
pendidikan menengah. Perenialisme membedakan kurikulum pendidikan menengah antara
program, “general education” dan pendidikan kejuruan, yang terbuka bagi anak 12-20 tahun.

2. Pendidikan Tinggi dan Adult Education

a) Kurikulum Universitas
Program “general education” dipersiapkan untuk pendidikan tinggi dan adult education.
Pendidikan tinggi sebagai lanjutan pendidikan menengah dengan program general education
yang telah selesai disiapkan, bagi umur 21 tahun sebab dianggap telah cukup mempunyai
kemampuan melaksanakan program pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi pada prinsipnya
diarahkan untuk mencapai tujuan kebajikan intelektual yang disebut “The intellectual love of
good”.

b) Kurikulum Pendidikan Orang Dewasa
Tujuan pendidikan orang dewasa ialah meningkatkan pengetahuan yang telah dimilikinya
dalam pendidikan lama sebelum itu, menetralisir pengaruh – pengaruh jelek yang ada. Nilai
utama pendidikan orang dewasa secara filosofis ialah mengembangkan sikap bijaksana, guna
merenorganisasi pendidikan anak – anaknya, dan membina kebudayaannya. Malahan Hutchins
mengatakan, pendidikan orang dewasa adalah jalan menyelamatkan kehidupan bangsa –
bangsa.

BAB XI

ALIRAN EKSISTENSIALISME

A. Hakikat Eksistensialisme
Kata Eksistensialisme berasal dari kata eks = keluar,

dan sistensi atau sisto yang berarti, menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam
keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh
akunya. Karena manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya
untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan - merencanakan, yang berdasar
pada pengalaman yang konkret.

Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan
berdasar pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.

Pendapat lain, menyatakan “eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam ilmu
filsafat yang menekankan pada manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas
tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya
bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang
eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu
bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Manusia juga dipandang sebagai suatu
mahluk yang harus bereksistensi (berbuat), mengkaji cara manusia berada di dunia dengan
kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.

B. Latar Belakang Lahirnya Eksistensialisme

Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Krisis berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang
biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji.
Dengan demikian filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke krisis yang lain. Begitu juga
filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas aliran filsafat yang
telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:

a. Materialisme

Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti
halnya kayu dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama
dengan benda, akan tetapi mereka mengatakan bahwa pada akhirnya, jadi pada prinsipnya,
pada dasarnya, pada instansi yang terakhir manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan
kata lain materi; betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul
ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.

b. Idealisme
Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran;
menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi seluruh
manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran.
c. Situasi dan Kondisi Dunia
Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia Eropa
Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia tidak menentu.
Tingkah laku manusia telah menimbulkan rasa muak atau mual. Penampilan manusia penuh
rahasia, penuh imitasi yang merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut
konvensi atau tradisi. Manusia berpura-pura, kebencian merajalela, nilai sedang mengalami
krisis, bahkan manusianya sendiri sedang mengalami krisis. Sementara itu agama di sana dan
di tempat lain dianggap tidak mampu memberikan makna pada kehidupan.

C. Ciri-ciri Eksistensialisme
Dari sekian banyak filsuf eksistensialisme atau eksistensialis yang memiliki pendapat

dan pemikiran berbeda dalam ke-eksistensialimeannya, dapat kita temukan ciri-ciri yang sama,
yang menjadikan sistem itu dapat di cap sebagai eksistensialisme. Menurut Harun Hadiwijono
(1990) ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

1. Motif pokok adalah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara manusia berada.
Hanya manusialah yang bereksistensi. Eksistensi adalah cara khas manusia berada.
Pusat perhatian ini adalah manusia. Oleh karena itu, filsafat ini bersifat humanitis.
2. Bereksistensi harus diartikan bersifat dinamis. Bereksistensi berarti
menciptakan dirinya secara aktif. Bereksistensi berarti berbuat, menjadi,
merencanakan. Setiap manusia menjadi lebih atau kurang dari keadaanya.
3. Di dalam eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka. Manusia adalah
realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada hakikatnya manusia
terikat kepada dunia sekitarnya, terlebih lagi pada manusia sekitarnya.

4. Eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang konkret,
pengalama yang eksistensial. Hanya arti pengalaman ini berbeda-beda. Heidegger
memberi tekanan kepada kematian, yang menyuramkan segala sesuatu, Marcel kepada
pengalaman keagamaan dan Jaspers kepada pengalaman hidup yang bermacam-macam
seperti kematian, penderitaan, perjuangan dan kesalahan.
.

D. Tokoh-tokoh Eksistensialisme

a. Soren Aabye Kiekegaard
Soren Aabye Kierkegaard (lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 Mei 1813 – meninggal

di Kopenhagen, Denmark, 11 November 1855 pada umur 42 tahun) adalah
seorang filsuf dan teolog abad ke-19 yang berasal dari Denmark. Kierkegaard sendiri melihat
dirinya sebagai seseorang yang religius dan seorang anti-filsuf, tetapi sekarang ia dianggap
sebagai bapaknya filsafat eksistensialisme.

Banyak dari karya-karya Kierkegaard membahas masalah-masalah agama seperti
misalnya hakikat iman, lembaga Gereja Kristen, etika dan teologi Kristen,
dan emosi serta perasaan individu ketika dihadapkan dengan pilihan-pilihan eksistensial.
Karena itu, karya Kierkegaard kadang-kadang digambarkan sebagai eksistensialisme
Kristen dan psikologi eksistensial. Karena ia menulis kebanyakan karya awalnya dengan
menggunakan berbagai nama samaran, yang seringkali mengomentari dan mengkritik karya-
karyanya yang lain yang ditulis dengan menggunakan nama samaran lain, sangatlah sulit untuk
membedakan antara apa yang benar-benar diyakini oleh Kierkegaard dengan apa yang
dikemukakannya sebagai argumen dari posisi seorang pseudo-pengarang.

Ludwig Wittgenstein berpendapat bahwa Kierkegaard "sejauh ini, adalah pemikir yang
paling mendalam dari abad ke-19".

Ide-ide pokok Soren Aabye Kierkegaard adalah sebagai berikut:

1) Tentang Manusia
Kierkegaard menekankan posisi penting dalam diri seseorang yang "bereksistensi"

bersama dengan analisisnya tentang segi-segi kesadaran religius seperti iman, pilihan, keputus
asaan, dan ketakutan. Pandangan ini berpengaruh luas sesudah tahun 1918, terutama di Jerman.

Ia mempengaruhi sejumlah ahli teologi protestan dan filsuf-filsuf eksistensial termasuk Barh,
Heidegger, Jaspers, Marcel, dan Buber.

Alur pemikiran Kierkegaard mengajukan persoalan pokok dalam hidup; apakah artinya
menjadi seorang Kristiani? Dengan tidak memperlihatkan "wujud" secara umum, ia
memperhatikan eksistensi orang sebagai pribadi. Ia mengharapkan agar kita perlu memahami
agama Kristen yang otentik. Ia berpendapat bahwa musuh bagi agama Kristiani ada dua, yaitu
filsafat Hegel yang berpengaruh pada saat itu. Baginya, pemikiran abstrak, baik dalam bentuk
filsafat Descartes atau Hegel akan menghilangkan personalitas manusia dan membawa kita
kepada kedangkalan makna kehidupan. Dan yang kedua adalah konvensi, khususnya adat
kebiasaan jemaat gereja yang tidak berpikir secara mendalam, tidak menghayati agamanya,
yang akhirnya ia memiliki agama yang kosong dan tak mengerti apa artinya menjadi seorang
kristiani.

Kierkegaard bertolak belakang dengan Hegel. Keberatan utama yang diajukannya
adalah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan
idea yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai sesuatu
"aku umum", tetapi sebagai "aku individual" yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan
ke dalam sesuatu yang lain. Kierkegaard sangat tidak suka pada usaha-usaha untuk menjadikan
agama Kristen sebagai agama yang masuk akal (reasonable) dan tidak menyukai pembelaan
terhadap agama Kristiani yang menggunakan alasan-alasan obyektif.
Penekanan Kierkegaard terhadap dunia Kristiani, khususnya gereja-gerejanya, pendeta-
pendetanya, dan ritus-ritus (ibadat-ibadat)nya sangat mistis. Ia tidak menerima faktor perantara
seperti pendeta, sakramen, gereja yang menjadi penengah antara seorang yang percaya dan
Tuhan Yang Maha Kuasa.
2) Pandangan tentang Eksistensi

Kierkegaard mengawali pemikirannya bidang eksistensi dengan mengajukan
pernyataan ini; bagi manusia, yang terpenting dan utama adalah keadaan dirinya atau eksistensi
dirinya. Eksistensi manusia bukanlah statis tetapi senantiasa menjadi, artinya manusia itu selalu
bergerak dari kemungkinan kenyataan. Proses ini berubah, bila kini sebagai sesuatu yang
mungkin, maka besok akan berubah menjadi kenyataan. Karena manusia itu memiliki
kebebasan, maka gerak perkembangan ini semuanya berdasarkan pada manusia itu sendiri.
Eksistensi manusia justru terjadi dalam kebebasannya. Kebebasan itu muncul dalam aneka
perbuatan manusia. Baginya bereksistensi berarti berani mengambil keputusan yang
menentukan bagi hidupnya. Konsekuensinya, jika kita tidak berani mengambil keputusan dan
tidak berani berbuat, maka kita tidak bereksistensi dalam arti sebenarnya.

Kierkegaard membedakan tiga bentuk eksistensi, yaitu estetis, etis, dan religius.
Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Manusia hidup dalam lingkungan dan
masyarakat, karena itu fasilitas yang dimiliki dunia dapat dinikmati manusia sepuasnya. Di sini
eksistensi estetis hanya bergelut terhadap hal-hal yang dapat mendatangkan kenikmatan
pengalaman emosi dan nafsu. Eksistensi ini tidak mengenal ukuran norma, tidak adanya
keyakinan akan iman yang menentukan.
Eksistensi etis. Setelah manusia menikmati fasilitas dunia, maka ia juga memperhatikan
dunia batinnya. Untuk keseimbangan hidup, manusia tidak hanya condong pada hal-hal yang
konkrit saja tapi harus memperhatikan situasi batinnya yang sesuai dengan norma-norma
umum. Sebagai contoh untuk menyalurkan dorongan seksual (estetis) dilakukan melalui jalur
perkawinan (etis).
Eksistensi religius. Bentuk ini tidak lagi membicarakan hal-hal konkrit, tetapi sudah
menembus inti yang paling dalam dari manusia. Ia bergerak kepada yang absolut, yaitu Tuhan.
Semua yang menyangkut Tuhan tidak masuk akal manusia. Perpindahan pemikiran logis
manusia ke bentuk religius hanya dapat dijembatani lewat iman religius.
3) Teodise

Menurut Kierkegaard, antara Tuhan dengan alam, antara pencipta dan makhluk terdapat
jurang yang tidak terjembatani. Ia menjelaskan bahwa Tuhan itu berdiri di atas segala ukuran
sosial dan etika. Sedangkan manusia jauh berada di bawah-Nya. Keadaan seperti ini
menyebabkan manusia cemas akan eksistensinya. Tetapi dalam kecemasan ini, seseorang itu
dapat menghayati makna hidupnya. Jika seseorang itu berada dalam kecemasan, maka akan
membawa dirinya pada suatu keyakinan tertentu. Perilaku ini memperlihatkan suatu loncatan
yang dahsyat di mana manusia memeluk hal yang tidak lagi masuk akal.

Selanjutnya ia mengatakan bahwa agama Kristen itu mengambil langkah yang dahsyat,
langkah menuju yang tidak masuk akal. Di sana agama Kristen mulai. Alangkah bodohnya
orang yang ingin mempertahankan agama Kristiani. Tetapi menurut Kierkegaard iman adalah
segala-galanya. Bila seseorang itu memihak agama Kristen atau memusuhinya atau memihak
kebenaran atau memusuhinya. Agama Kristen itu bisa benar secara mutlak tetapi bisa juga
salah secara mutlak.

Inti pemikiran dari tokoh ini adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis
tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan,
dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari
manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.

b. Friedrich Nietzsche
Menurutnya manusia yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan

untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super
(uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini
hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih
aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.

c. Karl Jaspers
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri.

Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan dan mengatasi semua
pengetahuan obyektif, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran
Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.

d. Martin Heidegger
Martin Heidegger (lahir di Mebkirch, Jerman, 26 September 1889 –meninggal 26 Mei

1976 pada umur 86 tahun) adalah seorang filsuf asal Jerman. Ia belajar di Universitas Freiburg
di bawah Edmund Husserl, penggagas fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana
1928. Karya terpenting Heidegger adalah Being and Time (German Sein und Zeit, 1927).

Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala
sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-
benda yang ada diluar manusia, baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia
karena benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan
tujuan mereka.

e. Jean Paul Sartre
Jean-Paul Sartre (lahir di Paris, Perancis, 21 Juni 1905 – meninggal di Paris, 15 April

1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap
mengembangkan aliran eksistensialisme.Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada
dibanding esensi.

Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil
kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya,
satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia.

Pada tahun 1964, Ia diberi Hadiah Nobel Sastra, namun Jean-Paul Sartre menolak. Ia
meninggal dunia pada 15 April 1980 di sebuah rumah sakit di Broussais (Paris). Upacara
pemakamannya dihadiri kurang lebih 50.000 orang. Pasangannya adalah seorang filsuf wanita
bernama Simone de Beauvoir. Sartre banyak meninggalkan karya penulisan diantaranya
berjudul Being and Nothingness atau Ada dan Ketiadaan.

Ide-ide pokok Sartre adalah sebagai berikut:
1) Tentang Manusia

Bagi Sartre, manusia itu memiliki kemerdekaan untuk membentuk dirinya, dengan
kemauan dan tindakannya. Kehidupan manusia itu mungkin tidak mengandung arti dan bahkan
mungkin tidak masuk akal. Tetapi yang jelas, manusia dapat hidup dengan aturan-aturan
integritas, keluhuran budi, dan keberanian, dan dia dapat membentuk suatu masyarakat
manusia. Dalam novel semi-otobiografi La Nausee (1938) dan essei L'Eksistensialisme est un
Humanism (1946), ia menyatakan keprihatinan fundamental terhadap eksistensi manusiawi
dan kebebasan kehendak. Menurutnya, manusia tidak memiliki apa-apa sejak ia lahir. Dan
sepertinya, dari kodratnya manusia bebas dalam pilihan-pilihan atas tindakannya atau memikul
beban tanggung jawab.

Sartre mengikuti Nietzsche yakni mengingkari adanya Tuhan. Manusia tak ada
hubungannya dengan kekuatan di luar dirinya. Ia mengambil kesimpulan lebih lanjut, yakni
memandang manusia sebagai kurang memiliki watak yang semestinya. Ia harus membentuk
pribadinya dan memilih kondisi yang sesuai dengan kehidupannya. Maka dari itu "tak ada
watak manusia", oleh karena tak ada Tuhan yang memiliki konsepsi tentang manusia. Manusia
hanya sekedar ada. Bukan karena ia itu sekedar apa yang ia konsepsikan setelah ada---seperti
apa yang ia inginkan sesudah meloncat ke dalam eksistensi". Sartre mengingkari adanya
bantuan dari luar diri manusia. Manusia harus bersandar pada sumber-sumbernya sendiri dan
bertanggung jawab sepenuhnya bagi pilihan-pilihannya. Karena itu bagi Sartre, pandangan
eksistensialis adalah suatu doktrin yang memungkinkan kehidupan manusia. Eksistensialime
mengajarkan bahwa tiap kebenaran dan tiap tindakan mengandung keterlibatan lingkungan dan
subyektifitas manusia.
2) Dua Tipe Ada: L'etre-pour-Soi dan L'etre-en-Soi

Pemikiran Sartre tentang 'ada' tertuang dalam karya monumentalnya L'etre et Le neant
(Keberadaan dan Ketiadaan). Menurut dia, ada dua macam "etre" atau :'ada', yaitu L'etre-pour-
Soi (ada-untuk dirinya sendiri) dan L'etre-en-Soi (ada-dalam dirinya sendiri).
a) L'etre-en-Soi (being in itself/ada dalam dirinya sendiri)

L'etre-en-Soi sama sekali identik dengan dirinya. L'etre-en-Soi tidak aktif, tidak juga
paisf, tidak afirmatif dan juga tidak negatif: kategori-kategori macam itu hanya mempunyai
arti dalam kaitan dengan amnesia. L'etre-en-Soi tidak mempunyai masa silam, masa depan:
tidak mempunyai kemungkinan ataupun tujuan. L'etre-en-Soi sama sekali kontingen, yang
berarti ia ada begitu saja, tanpa dasar, tanpa diciptakan, tanpa diturunkan, dari sesuatu yang
lain. Jadi ada dalam dirinya sendiri. Istilah L'etre-en-Soi ini untuk menunjukkan eksistensi di
dalamnya seseorang bertindak sebagai sesuatu yang ada begitu saja, tanpa menyadari bahwa
pilihan otentik, bebas, terbuka bagi semua tindakan seseorang. Kualitas ada-dalam dirinya
sendiri adalah milik semua benda dan manusia sejauh mereka bertindak sebagai obyek yang
diam.

b) L'etre-pour-Soi
Konsep ini tidak mentaati prinsip identitas seperti halnya dengan etre-en-soi.

Diungkapkan di sini, bahwa manusia mempunyai hubungan dengan keberadaannya. Ia
bertanggung jawab atas fakta bahwa ia ada dan bertanggung jawab atas fakta bahwa ia seorang
pekerja. Kalau benda-benda itu tidak menyadari dirinya ada, tetapi manusia sadar bahwa ia
berada. Di dalam kesadaran ini, yaitu di dalam kesadaran yang disebut reflektif, ada yang
menyadari dan ada yang disadari, ada subyek dan ada obyek.
3) Mauvaise Foi

Konsep ini menjelaskan bahwa penyangkalan diri seseorang terutama faal tidak
mengakui dan tidak menerima bahwa seseorang mempunyai kebebasan memilih. Sikap ini
menghindar tanggung jawab dan takut membuat keputusan. Konsep ini juga mengandung
pengertian kurangnya penerimaan diri, teristimewa tidak menerima atau menipu diri sendiri
tentang apa yang benar mengenai diri sendiri.
4) Kebebasan

Dalam pemikiran Sartre selalu bermuara pada konsep kebebasan. Ia mendefinisikan
manusia sebagai kebebasan. Sartre memberikan perumusan bahwa pada manusia itu eksistensi
mendahului esensi, maksudnya setelah manusia mati baru dapat diuraikan ciri-ciri seseorang.
Perumusan ini menjadi intisari aliran eksistensialisme dari Sartre. Kebebasan akan memberi
rasa hormat pada dirinya dan menyelamatkan diri dari sekedar menjadi obyek. Kebebasan
manusia tampak dalam rasa cemas. Maksudnya karena setiap perbuatan saya adalah tanggung
jawab saya sendiri. Bila seseorang menjauhi kecemasan, maka berarti ia menjauhi kebebasan.
Kebebasan merupakan suatu kemampuan manusia dan merupakan sifat kehendak. Posisi
kebebasan itu tidak dapat tertumpu pada sesuatu yang lain, tetapi pada kebebasan itu sendiri.

Sartre mengakui pemikiran Mark lebih dekat dengan keadaan masyarakat dan satu-
satunya filsafat yang benar dan definitif. Filsafat Mark telah memberikan kesatuan konkrit dan
dialektis antara ide-ide dengan kenyataan pada masyarakat. Mark telah menekankan konsep
keberadaan sosial ketimbang kesadaran sosial. Dan bagi Sartre, Mark adalah seorang pemikir
yang berhasil meletakkan makna yang sebenarnya tentang kehidupan dan sejarah. Meski
demikian, Sartre tidak menganggap pemikiran Mark sebagai akhir suatu pandangan filsafat,
karena setelah cita-cita masyarakat tanpa kelas versi Mark terbentuk, maka persoalan filsafat
bukan lagi soal kebutuhan manusia akan makan dan pakaian, tetapi persoalan filsafat mungkin
dengan memunculkan tema yang baru, seperti soal kualitas hidup manusia masa depan. Tetapi
pemikiran Mark itu dinilai relevan untuk masa kini.

Inti pemikirannya adalah menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah
diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia
yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri
sendiri.

BAB XII

ALIRAN REKONSTRUKSIONISME

1. Rekonstruksionisme Menurut Para Tokoh
1) Imam Barnadib
Mengartikan rekonstruksionisme sebagai filsafat pendidikan yang menghendaki agar anak

didik dapat membangkitkan kemampuannya untuk secara rekonstruktif menyesuaikan diri
dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh
dari iptek.

2) John Hendrik
Rekonstrusionisme merupakan reformasi sosial yang menghendaki budaya modern para
pendidik. Rekonstrusionisme memandang kurikulum sebagai problem sentral dimana
pendidikan harus menjawab pertanyaan beranikah sekolah membangun suatu orde sosial yang
baru. Sehingga tujuan utama dan tertinggi hanya dapat diraih melalui kerjasama antar bangsa
tanpa membeda-bedakan warna kulit, nasionalitas, dan kepercayaan supaya peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran di tatanan sosial masyarakat akan terwujud.
3) Jalaludin
Rekonstruksionisme adalah aliran yang berupaya merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern, serta berupaya mencari
kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam
suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam
pandangan rekonstruk-sionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang baru. Untuk tujuan tersebut diperlukan kerja sama antarumat
manusia.
4) Zuhairini
Aliran rekonstruktivisme ini intinya merupakan kelanjutan dari aliran progresivisme yang
menyatakan bahwa peradaban manusia di masa depan sangat diutamakan. Dalam konteks
pendidikan, aliran ini bertujuan hendak membina suatu konsensus yang paling luas dan paling
mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia, dengan merombak
kembali tata susunan pendidikan lama dengan tata susunan pendidikan yang sama sekali baru.

2. Pandangan Rekonstruksionisme
1) Pandangan secara Ontologi
Dalam Ontologi dapat diterangkan tentang bagaimana hakikat dari segala sesuatu. Aliran

rekonstruksionisme memandang bahwa realita itu bersifat universal, dimana realita itu ada di
suatu tempat. Dan tiap realita sebagai substansi selalu cendrung bergerak dan berkembang dari
potensialitas menuju aktualitas (teknologi).

2) Pandangan secara Ontologis
Dalam proses timbal balik sesama manusia, dibutuhkan nilai-nilai. Aliran
rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural yaitu
menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis.
3) Pandangan secara Epistemologis
Kajian epistemologis pada aliran ini adalah lebih merujuk pada pendapat aliran pragmatisme
(progresivisme) dan perenialisme. Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar dari suatu
kebenaran dapat dibuktikan dengan self-evidence yakni bukti yang ada pada diri sendiri, realita
dan eksistensinya. Kajian tentang kebenaran itu diperlukan suatu pemikiran, metode yang
digunakan untuk menuntun agar sampai kepada pemikiran yang hakiki. Penalaran-penalaran

memiliki hukum-hukum tersendiri agar dijadikan pegangan ke arah penemuan defenisi atau
pengertian yang logis.
3. Rekontruksionisme Tentang Pendidikan

Perkembangan teori rekonstruksinisme sejak awal kemunculannya hingga akhir-akhir ini
memperjuangkan hal yang sama yakni pendidikan hendaklah menjadi wahana rekonstruksi
social. Sebagai teori, rekonstruksionisme menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam
kaitannya dengan masyarakat. Pendukung rekonstruksinisme yakin bahwa pendidikan adalah
institusi social dan sekolah merupakan bagian dari masyarakat.

Rekonstruksionisme tidak saja berkonsentrasi tentang hal-hal yang berkenaaan dengan
hakikat manusia, tetapi juga terhadap teori belajar yang dikaitkan dengan pembentukan
kepribadian subjek didik yang berorientasi pada masa depan. Oleh karena itu, maka idealitas
terletak pada filsafat pendidikannya. Bahkan penetapan tujuan dalam hal ini merupakan sesuatu
yang penting dalam aliran ini. Segala sesuatu yang diidamkan untuk masa depan suatu
masyarakat mesti ditentukan secara jelas oleh pendidikan.

Para Rekonstruksionis menginginkan, bahwa pendidikan dapat memunculkan kesadaran
para subjek didik untuk senantiasa memperhatikan permasalahan social, ekonomi dan politik
dan menjelaskan kepada mereka bahwa memecahkan semua problem itu hanya melalui
keterampilan memecahkan problem. Tujuan aliran ini tidak lain adalah untuk membangun
masyarakat baru, yakni suatu masyarakat global yang memiliki hubungan interdependensi.

1. Implikasi Aliran Rekonstruksionise bagi Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan
a. Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk
melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
b. Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-
insinyur” sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal
wajah masyarakat masa kini.
c. Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para
peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia
dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang
diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
2. Metode pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan
programatik untuk perbaikan.Dengan demikian menggunakan metode pemecahan
masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
3. Kurikulum
Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan
masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan
politik yang dihadapi umat manusi, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi
para peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah
untuk aksi kolektif. Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu
sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.

BAB XIII
ALIRAN BEHAVIORISME
II.A pengertian Filsafat Pendidikan Teori Aliran Behaviorisme

Aliran behaviorisme sering disebut dengan aliran perilaku yang merupakan flosofi
dalam psikologi yang menganggap bahwa semua yang dilakukan organisme (tindakan,
pikiran dan perasaan) dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Teori belajar
behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.

Teori behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner.
Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal scbagai aliran
behavioristik. Aliran ini menckankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajan

Teori behavioristik dengan model hubungan stimalus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman,
Sescorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya

Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Stimulus adalah segala hal yang diberikan oleh guru kepada
pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh
karena itu sesuatu yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang diterima oleh
pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat perubahan tingkah laku
tersebut terjadi atau tidak.

Aliran behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajar, media dan fasilitas

pembelajaran yang tersedia. Aliran ini juga memandang pengetahuan sebagai hal yang
objcktif, pasti, tetap dan tidak berubah.

Behaviorisme juga memandang bahwa belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar. Fungsi
mind (pikiran) adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui
proses berpikir. Apa yang dipahami guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Behavioristik memandang bahwa pembelajar atau murid merupakan objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Kurikulum dikembangkan
secara terstruktur dengan menggunakan standar tertentuBehavioristik

Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini bahwa untuk
mengkaji perilaku individu harus dilakukan terhadap setiop aktivitas individu yang dapat
diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang terjadi dalam diri individu. Olch karena itu,
penganut aliran behaviorisme menolak keras adanya aspek-aspek kesadaran atau
mentalitas dalam individu.

Pandangan ini sebetulnya sudah berlangsung lama sejak jaman Yunani Kuno, ketika
psikologi masih dianggap bagian dari kajian filsafat. Namun kelahiran behaviorisme
sebagai aliran psikologi formal diawali olch J.B. Watson pada tahun 1913 yang
menganggap psikologi sebagai bagian dari ilmu kealaman yang eksperimental dan
obycktif, olch sebab itu psikologi harus menggunakan metode empiris, seperti: observasi,
conditioning, testing, dan verbal reports.

Behaviorisme merupakan kekuatan pendidikan sejak abad pertengahan. Sebagai
suatu pendekatan terhadap pendidikan, behaviorisme terbuka bagi manusia modern yang
mengutamakan metodologi ilmiah dan obvektivitas" seperti sektor yang dapat diukur dari
komunitas bisnis yang menilai hasil efisiensi, dan ckonomi yang terlihat mendesak
(Haryo, 2007).

Pengertian belajar menurut teori Behavioristik adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya reaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dikatakan telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan pada tingkah lakunya, apabila dia belum
menunjukkan perubahan tingkah laku maka belum dikatakan bahwa ia telah melakukan
proses belajar. Teori ini sangat mementingkan adanya input yang berupa stimulus dan
output yang berupa. respons. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga,
gambargambar. atau cara-cara tertentu untuk membantu proses belajar (Budiningsih.

2003). Jadi, Teori belajar Behavoristik adalah teori belajar yang lebih menekankan pada
tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi
respon terhadap lingkungan Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku
mereka.

Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku
manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara
reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini
berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah
laku adalah hasil belajar.

II.B tokoh-tokoh Filsafat Pendidikan Teori Aliran Behavionisme
Tokoh-tokoh aliran behaviorisme diantaranya adalah Thorndike, Watson, Clark hull,

Edwin Guthrie, dan BF. Skinner. Berikut akan dibahas karyakarya para tokoh aliran
behaviorisme.

1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon
adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran,
perasaan, gerakan atau tindakan.

Teori yang dikembangkan oleh Thondike di kenal dengan istilah koneksionisme
(comnectionism). Teori ini memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya belajar
adalah adanya asosiasi atau menghubungkan antara kesan indera (stimulus) dengan
dorongan yang muncul untuk bertindak (respon), yang di sebut dengan connecting.
Dalam teori ini juga di kenal istilah selecting, yaitu stimulus yang beraneka ragam di
lingkungan melalui proses mencoba-coba dan gagal (trial &error)

Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk
asosiasi (commection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia
akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan
belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.

Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan sumbangan
cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ja dinobutkan sebagai salah satu tokoh
pelopor dalam psikologi pendidikan. Selain itu, bentuk belajar yang paling khas baik
pada hewan maupun pada manusia menurutnya adalah "trial and error learaing atau
selecting and connecting learning" dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.

Menurut Thondike terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu:

a. The Law of Effect (Hukum Akibat)

Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya
menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini
menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnva koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu
perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali
akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderungdihentikandan tidak akan diulangi. Koneksi antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak dupat menguat atau melemah, tergantung pada "buah" hasil
perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan
muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya. ia akan dihukum Kecenderungan
mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.

b. The Law of Exercise (Hukum Latihan)

Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka
asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini. Hukun latihan mengandung dua
hal yaitu The Law of Use (hubunganhubungan atau koneksi-koncksi akan menjadi
bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu) dan
The Law of Disue (hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi
bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang
melemahkan hubungan tersebut).

c. The Law of Readiness (Hukum Kesiapan)

Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan
tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. prinsip pertama teori koncksionisme
adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara
kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa

senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung
mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit
akan menghasilkan prestasi memuaskan.

Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
Komponen-komponen pengajaran yang penting menurut pandangan behaviorisme
adalah kebutuhan akan:

1. Perumusan tugas atau tujuan belajar secara bchaviorial
2. Membagi task" menjadi "subtasks"
3. Menentukan hubungan dan aturan logis antara "subtasks"
4. Menctapkan bahan dan prosedur pengajaran tiap-tiap "subtasks"
5. Memberi "feedback" pada setiap penyelesaian "subtasks" atau tujuan-tujuan tiap

kompetensi dasar.
Salah satu fungsi guru yang terpenting setelah menganalisa ialah menentukan tugas,
Analisa tugas akan membantu guru dalam membimbing belajar murid. Bagi penyusun
program,analisa tugas membantu menentukan susunan bahan pelajaran dalam mesin
mengajar. Perencanaan kurikulum dapat mengatur urutan unit-unit belajar.

2. John Watson (1878-1958)

Watson adalah scorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Setelah
memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin den Yunani), matematika, dan
filsafat di tahun 1900, ia menempuh pendidikan di University of Chicago. Minat
awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke psikologi karena pengaruh Angell.
Pemikiran Watson menjadi dasar bagi para penganut behaviorisme berikutnya.
Behaviorisme secara keras menolak ansarunsur kesadaran yang tidak nyata sebagai
obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata.
Dengan denmikian. Bchaviorisme tidak setuju dengan penguraian iwa ke dalam clemen
sepert yang dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah
lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih
memfokuskan diri pada proses-proses mental.

Meskipan pandangan Behaviorisme sekilas tampak radikal dan mengubah
pemahaman tentang psikologi secara drastis, Brennan (199) memandang munculnya

Behaviorisme lebih sebagai perubahan evolusionen daripada revolasioner. Dasar-dasar
pemikiran Behaviorisme sudah ditemun berabad-abad sebeluanya.

Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dan diukur. Jadi perubahan-
perubahan mental dalam diri sescorang selama proses belajar, tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Sebagai seorang pembelajar. Watson
mempunyai beberapa pandangan yaitu:

a. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud
dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan
jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban
terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk
pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, Icarmed dan unlearmed

b. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku Perilaku
manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat
pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal in pada Lundin, 1991 p. 173).
Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia
ditentukan olch faktor ckstemal, bukar berdasarkan free will.

c. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya. mind
mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijclaskan
melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara
total. la hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari
consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama. behaviorisme dan kelak dipegang
kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat vang berbeda-beda. Pada titik
ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani teriadi
penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di
awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berialannya waktu behaviorisme
justru menjadi populer.

d. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus
menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation,
conditioning, festing, dan verbal reports.

e. Secara bertahap Watson menolak konsep insting mulai dari karakteristiknva
sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits,
dan akhimya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan
lain-lain

f. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson,
juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits vang merupakan dasar perilaku adalah
hasil belajar vang ditentukan oleh dua hukum utama. recency dan frequency. Watson
mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike.
Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. la menerapkannya pada
percobaan phobia (subvek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson
punya banvak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thondike salah.

g. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengar William
James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya
sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh mana sesuatu dijadikan habits.
Faktor yang menentukan adalah kebutuhan. proses thinking and speech terkait erat.
Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada
keterampilan berbicara dan dapar disamakan dengan proses bicara yang 'tidak
terlihat', masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau
gesture lainnya.

i. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat
dikontrol dan ada hukum yang mengatunya. Jadi psikologi adalah ilmu yang bertujuan
meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus

h. Banyak mendorong penelitian eksperimen dengan conditoning di USA.

3. Clark L. Hull (1884-1952)

Menamatkan Ph.D dalam bidang psikologi dari University of Wisconsin dan
mengajar di sana selama 10 tahun, kemudian mendapat gelar professor dari Yale dan
menetap di uni ini hingga masa pensiunnya. Sepanjang karirnya, Hull mengembangkan
ide di berbagai bidang psikologi, terutama psikologi belajar, hipnotis, teknik
sugesti.Metode yang paling sering digunakan adalah eksperimental lab.

Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Menurut Clark Hull, semua fungsi tingkah laku

bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab
itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis
(drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan
manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat berwujud macam-macam.

4. Burrhus Frederic Skinner/BF. Skinner (1904- 1990)

BE. Skinner terkenal dengan teori pengkondisian operan (operant conditioning)
atau juga disebut pengkondisian instrumental (instrumental conditioning) yaitu suatu
bentuk pembelajaran dimana konsekuensi perilaku menghasilkan berbagai
kemungkinan terjadinya perilaku tersebut. Penggunaan konsekuensi yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku itulah yang disebut
dengan pengkondisian operan.

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli
konsep para tokoh sebelumnya. la mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana,
namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya.

Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena
stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus
itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku.

Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul
akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan
menambah rumitnya masalah karena perlu penjelasan lagi.

5. Albert Bandura (1925 -..)

Bandura lahir di Canada, memperoleh gelar Ph. D dari University of lowa dan
kemudian mengajar di Stanford University. Sebagai seorang behaviorist, Bandura
menekankan teorinya pada proses belajar tentang respon lingkungan. Oleh karenya
teorinya disebut teori belajar sosial, atau modeling. Prinsipnya adalah perilaku
merupakan hasil interaksi resiprokal antara pengaruh tingkah laku, koginitif dan
lingkungan. Singkatnya, Bandura menekankan pada proses modeling sebagai sebuah
proses belajar.

Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social learning). ia
mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Teori belajar
Bandura adalah teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri yang
menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang
lain. Teori ini menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku
timbal balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan pengaruh
lingkungan. Faktor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian, mengingat
produksi motorik, motivasi.

6. Ivan Pavlov (1849-1936)

Ivan Pavlov mengemukakan teori kondisioning klasik (classical conditioning)
yaitu sejenis pembelajaran dimana sebuah organisme belajar untuk menghubungkan
atau mengasosiasikan stimulus dengan respon

Faktor yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik pavlov adalah:

a. generalisasi, yaitu melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang serupa
denzan stimulus terkondisi asli untuk menshasilkan respon serupa Contoh :
scorang pescrta didik merasa gugup ketika dikritik atas hasil ujian yang jclek
pada mata pelajaran matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika, peserta
didik tersbut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa
hitungan. Jadi kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari
melakukan ujian mata pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.

b. Deskrininasi, yaitu organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap
yang lainnya.
Contoh: dalam mengalami ujian dikelas yang berbeda, pesta didik tidak merasa
sama gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa Indonesia dan scjarah karena
keduanya merupakan subjck yang berbeda.

c. Pelemahan (extincition). proses melelahnya stimulus yang terkondisi dengan
cara menghilangkan stimulus tak terkondisi.
Contoh : kritikan guru yang terus menerus pada hasil ujian yang jelek. membuat
peserta didik tidak temotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta didik
permah
mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat termotivasi belajar

Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk
mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi
belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.

7. Edwin Guthrie (1886-19590

ER Guthrie mengembangkan teori belajar kontiguitas S-R di Universitas
Washington. Menurut Guthrie, bahwa prinsip kontiguitas adalah kombinasi stimuli yang
telah menghasilkan respon diteruskan sehingga stimulus yang dikontigukan tetap
menghasilkan respon tadi. Guthrie menolak hukum ulangan yang dianut Watson. Azas
belajar Guthrie vang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain
yang dapat terjadi,

Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, sehingga dalam kegiatan
belajar peserta didik perlu diberi stimulus dengan sering agar hubungan stimulus dan
respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalan proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

Di dalam teori belajarnya, Guthric berpendapat, bahwa organisme otototot dan
pengeluaran getah kelenjar-kelenjar. Respon semacam itu disebut gerakan-gerakan.
Guthric mengatakan, suatu tindakan terdiri atas serentetan gerakan-gerakan yang
diasosiasikan bersama dengan hukum kontiguitas Guthrie menolak teori Thorndike
yang mengatakan bahwa dasar respon adalah tindakan-tindakan dan bukan gerakan-
gerakan.

Dalam proses-belajar, yang diasosiasikan adalah suatu stimulus dengar respon R,
tepatnya adalah stimulus yang mengenai organ tubuh dan syarafnya (sebagai sensasi)
dan kemudian menimbulkan respon tersebut. Eksperimer yang diadakan olch Gjuthrie
di Horton (1946) dengan kucing dalam sangkar.

II.C Ciri-ciri Filsafat Pendidikan Aliran Behaviorisme
Untuk mempermudah mengenal teori belajar behaviorisme digunakan ciri- ciri

sebagai berikut:

1. Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2. Mementingkan bagian-bagian (elentaristis)
3. Mementingkan peranan reaksi (respon)
4. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5. Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan
7. Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan "mencoba dan gagal" atau trial

and error"

II.C IMPLIKASI TEORI BEHAVIORISME DALAM PENDIDIKAN
Pada paruh awal abad keduapuluh, teori behaviorisme sempat mendominasipendidikan di

Amerika, bahkan bisa dikatakan hingga kini. Terbukti dari posisiSkinner yang menempati
urutan pertama dalam daftar psikolog paling ternama diabad keduapuluh (lihat lampiran).
Karena itulah beberapa model pembelajaranjuga sangat dominan sisi behavioristiknya.

Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan
peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan.

➢ Model Pembelajaran Behavioristik
Cruickshank, Jenkins & Metcalf (2014a:124-125, 2014b:29-40) memberikanlima contoh

model pembelajaran behavioristik, yaitu:
a) Direct Instruction (DI)
Yaitu pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk mempelajari materi
dankemampuan akademik secara langsung dengan cara yang paling efisien. Materiyang

cocok menggunakan DI adalah yang bersifat dasar, seperti membaca,
menulis,matematika, dan seterusnya.
b) Programmed Instruction (PI)
Pembelajaran Terprogram melibatkan pengaturan materi pelajaran ataupraktik ke
dalam bagian - bagian kecil yang disebut kerangka.Siswa merespon pertanyaan atau
masalah (stimulus) dalam setiap kerangka. Jika jawaban siswa benar,mereka menerima
penguatan positif dan kerangka berikutnya disajikan. Ketikasiswa merespon secara
salah, mereka diminta untuk mengulangi atau diberikaninformasi lebih untuk
membantu siswa menemukan jawaban.
c) Computer-Assisted Instruction (CAI)
Pembelajaran Terasistensi Komputer mengacu kepada penggunaan komputeruntuk
menampilkan Pembelajaran Terprogram. Banyak jenis program CAI yangtersedia dan
kebanyakan menuntut siswa untuk terlibat dalam banyak latihan.
d) Precision Teaching (PT)
Model pengajaran ketepatan ini muncul ketika para pelajar menguasai faktaatau
keahlian, kemudian dilanjutkan mempraktikkan keahlian ini sampai merekameraih
tingkat ketepatan atau kelancaran yang tinggi, atau dalam kata lain, modelpembelajaran
ini disebut sebagai “latihan menciptakan kesempurnaan”.
e) Applied Behavioral Analysis (ABA)
Model pembelajaran ini banyak digunakan dalam ranah klinis (rumah sakit,penjara,
sekolah) untuk memodifikasi perilaku klien menuju pola yang lebih normalatau dapat
diterima. Model ABA ini selalu menggunakan prinsip pengondisianoperan-nya
Skinner, dan sampai saat ini masih aktif dalam komunitasnya yang adadi Amerika
Serikat

BAB XIV
HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT,PENDIDIKAN,MANUSIA DAN BUDAYA

A. HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA,PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN

1. Manusia dan Filsafat

Karena manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak danberfikir, dan kerena
situasi dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan peristiwa-
peristiwa penting bahkan dasyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menenteng dan
menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, temenung, memikirkan segala hal yang
terjadi disekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, diliatnya bahwa segala
sesuatu tumbuh diatasnya, berkembang, berbuah,dan melimpah ruah.

Di dalam sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuranmanusia
meningkat tinggi, maka tampullah manusia-manusia unggul merenung dan memikir,
menganalisa, membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan
kehidupan, sosial masyarakat, alam semesta, dan jagad raya. Maka lahirlah untuk pertama
kalinya filsafat dalam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode dua, lalu sophisme,
kemudian filsafat klasik yang bermula kurang lebih enam abad sebelum Masehi.

Memang filsafat alam, baik periode pertama maupun periode kedua, begitu pula pemikiran
Sophisme, belumlah mempunyai pengaruh yang mendalam, dalam bidang pendidikan. Berulah
setelah lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh sokrates (470 SM – 399 SM), dan murid-
muridnya plato dan aristoteles, filsafat mulai berpengaruh positif dalam bidang pendidikan.

Proses kehidupan umat manusia di abad kedua puluh ini, semuanya perubahan-perubahan yang
drastis. Kebangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong proses kehidupan umat
manusia diatas permukaan planet bumi ini ratusan tahun lebih maju dari abad-abad
sebelumnya. Dua kali perang dunia telah merubah status permukaan bumi secara drastis.
Kemauan teknologi telah mendekatkan jarak bumi yang jauh menjadi dekat sekali, seperti di
sebelah rumah saja. Apa yang terjadi di sutau negara pada detik ini dan saat ini juga telah
diketahui olehnegara-negara lain di dunia ini. Jadi untuk menghadapi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sudah jelas sistem pendidikan, teori pendidikan,
dan filsafat pendidikan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dunia sekarang ini. Sistem

pendidikan, teori pendidikan, filsafat pendidikan dan peralatan pendidikan tradisional sudah
jelas tidak akan dapat menjawab tantangan zaman yang sekarang kita hadapi.

Kita harus mengakui bahwa dalam sistem, teori,dan filsafat pendidikan kita masih mengiport
dari negara lain. Meskipun para ahli kita dalam bidang ini barangkali sudah ada, akan tetapi
belum berani tampil ke depan. Baiklah marilah! Kita gunakan sistem, teori, peralatan dan
filsafat pendidikan oran lain dulu, sebelum kita dapat menciptakan sendiri semuanya itu, asal
kita usahakan untuk menyeuaikannya dengan kepribadian kita, kita ambil mana yang baik dan
kita buang mana yang mudharat, lalu kita jadikan hak milik kita sendiri. Jadi dalam hal ini
harus ada proses indonesialisme.

2. Filsafat dan Teori Pendidikan

Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara lebih rinci dapat
diuraikan sebgai berikut:

1. Filsafat,dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang
digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan
menyusun teori-teori pendidikannya, disamping menggunakan metoda-metoda ilmiah lainnya.

2. Fisafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah berkembang oleh
para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai
relefansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar teori-teori dengan pandangan
filsafat pendidikan yang telah dikembangkan t[i]ersebut bisa diterapkan dalam praktek
kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam
masyarakat.

3. Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau
pedagogik.

3. Filsafat dengan Teori Budaya

Berbicara mengenai sosial budaya tidak akan terlepasa dari peran manusia sebagai makhluk
sosial dan kebiasaan sebagai budaya mereka. Pada dasarnya kebudayaan merupakan hasil
ciptaan manusia yang berlangsung dalam kehidupan.Pendidikan dan
kehidupan ialah suatu. yaitu pendidikan adalah proses kebudayaan dalam arti membudayakan
manusia aspek lain dari fungsi pendidikan adalah mengolah kebudayaan itu menjadi sikap

mental, tingkah laku, bahkan menjadi kepribadian anak didik. Jadi hubungan pendidikan
dengan kebudayaan adalah hubungan nilai. Dimana fungsi pendidikan sebagai pengoper
kebudayaan mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu untuk membina kepribadian manusia
agar lebih kreatif dan produktif yakni mampu menciptakan kebudayaan.

Tidak terlepas dari itu manusia sebagai pribadi, masyarakat, bangsa dan negara hidup dalam
suatu sosial budaya. Maka membutuhkan penerus sosial budaya yang dilakukan melalui
pendidikan. Agar pendidikan berjalan dengan baik dan sesuai. Maka pendidikan harus berazas
filosofis yang menjamin tujuan untuk meningkatkan perkembangan sosial budaya, martabat
bangsawan, kewibawaan dan kejayaan negara. Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan
suatu pendidikan dalam budaya nasional mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan
nilai budaya-budaya dan pranata sosial dalam menunjang proses pengembangan dan
pembangunan nasional serta melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa.Kebudayaan
mempunyai fungsi yang besar bagi manusia dan masyarakat, berbagai macam kekuatan harus
dihadapi seperti kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain itu manusia dan masyarakat
memerlukan kepuasan baik secara spritual maupun materil. Manusia merupakan makhluk yang
berbudaya, melalui akalnya manusia dapat mengembangkan kebudyaan. Begitu pula manusia
hidup dan tergantung pada kebudayaan sebagai hasil ciptaanya. Kebudayaan memberikan
aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya. Dan
dengan pendidikan yang akan mengembangkan dan membangkitkan budaya-budaya dulu, agar
dia tidak punah dan terjaga untuk selamanya.

Dengan adanya filsafat, kita dapat mengetahui tentang hasil karya manusia yang akan
menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia
terhadap alam lingkungannya. Sehingga kebudayaan memiliki peran :

1. Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya.

2. Wadah untuk menyalurkan perasan dan kemampuan lain.

3. Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusiapembeda manusia dengan
binatang.

4. Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana harus bertindak dan berperilaku dalam pergaulan.

5. Pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimnaa seharusnya bertindak, berbuat,
menentukan sikapnya jikga berhubungan dengan orang lain.

6. Sebagai modal dasar pembangunan

Apabila dibandingkan defenisi kebudayaan dan defenisi filsafat, dalam hal berfikir. Filsafat
ialah cara atau metode berfikiryang teratur dan logis (sistematik) dan universal yang berujung
pada setiap jiwa, sedangkaan kebudayaan adalah salah satu hasil berfilsafat yang terwujud
(termanifestasi) pada cipta, rasa, dan karsa sikap hidup dan pandangan hidup (Gazalba).
Dengan demikian, jelaslah filsafat mengendalikan cara berfikir kebudayaan. Di balik
kebudayaan ditemukan filsafat. Perbedaan kebudayaan dikembalikan kepada perbedaan
filsafat. Karena setiap manusia memiliki filsafat yang berbeda, apalagi kelompok atau
masyarakat, tentunya akan berbeda filsafatnya.

Tuhan menentukan nilai melalui agama. Manusia menentukan nilai melalui filsafat.
Kebudayaan berpangkal pada manusia, maka yang menentukan kebudayaan adalah filsafat.

B. HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT,PENDIDIKAN,MANUSIA,& BUDAYA

Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok. Karena
filsafat lah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang kerohanian untuk
mencapai kebenaran atau pengetahuan. lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia tidak
pernah merasa puas dengan meninjau suatu hal dari sudut yang umum, melainkan juga ingin
memperhaikan hal-hal yang khusus.

Kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan atau berfikir filosofis dan
berfikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan piaget tentang epistemologi genetis, yaitu
fase-fase berfikir dan pikiran manusia dengan mengambil contoh perkembangan akan mulai
dari tahun pertama usia anak hingga dewasa sebagaimana diuraikan oleh halford sebagai
berikut:
Jasa utama dari piaget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tinggah laku
yang terdiri atas empat fase, yaitu:

1. Fase Sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia dimana caraberfikir anak
masih sangat ditentukanoleh kemampuan pengalaman sensorinya, sehingga sangat sedikit
terjadi peristiwa berfikir yang sebenarnya, dimana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam
proses berfikir dan pikiran anak.

2. Fase Pra-operasional, pada usia kira-kira antara 5 – 8 tahun, yang ditandai adanya kegiatan
berfikir dengan mulai menggunakan tanggapan (disebut logika fungsional).

3. Fase Operasional yang kongkrit, yaitu kegiatan berfikir untuk memecahkan persoalan
secara kongkrit dan terhadap benda-benda yang kongkrit pula.

4. Fase Operasi Formal, pada anak dimulai usia 11 tahun. Anak telah mulai berfikir abstrak,
dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesa serta
memprosenya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problema walaupun si anak
belum mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan bagaimana realisasinya.

Bisa disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, antara lain :

1. Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem

2. Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan
dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.

3. Di samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam
tiap-tiap ilmu pengetahuan.

4. Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu
pengetahuan. Tidak mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan
dengan meninggalkan syarat yang telah ditentukan oleh filsafat.

5. Filsafat juga memberikan metode atau cara kepada setiap ilmu pengetahuan

C. KEDUDUKAN FILSAFAT DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka
terlebih dahulu diungkapkan kembali pengertian filsafat. Filsafat berarti cinta akan
kebijaksanaan. Jadi seorang filosof adalah orang yang mencintai kebijaksanaan dan hikmat
yang mendorong manusia itu sendiri untuk menjadi orang yang bijaksana. Dalam arti lain,
filsafat didifinisikan sebagai suatu pemikiran yang radikal dalam arti mulai dari akarnya
masalah samapai mencapai kebenaran melalui tahapan pemikiran. Oleh karena itu seorang
yang berfilsafat adalah orang yang berfikir secara sadar dan bertanggung jawab dengan
pertanggungjawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri.

Filsafat dalam coraknya yang religius bukanlah berarti disamakan dengan agama atau
pengganti keduudkan agama, walaupun filsafat dapat menjawab segala pertanyaan atau sial-
soal yang diajukan. Kedudukan agama sebagai pengetahuan adalah lebih tinggi daripada
filsafat karena didalam agama masih ada pengetahuan yang tak tercapai oleh budi biasa adan
hanya dapat diketahui karena diwahyukan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keduudkan filsafat dalam kehidupan manusia
adalah:

1. Memberikan pengertian dan kesadaran kepada manusia akan arti pengetahuan tentang
kenyataan yang diberikan oleh filsafat.

2. Berdasarkan dasar-dasar hasil kenyataan itu, maka filsafat memberikan pedoman hidup
kepada manusia. Pedoman itu mengenai segala sesuatu yang terdapat disekitar maunusia
sendiri seperti kedudukan dalam hubungannya dengan yang lainnya. Kita juga mengetahui
bahwa alat-alat kewajiban manusia meliputi akal, rasa dan kehendak. Dengan akal, filsafat
memberikan pedoman hidup untuk berfikir guna memperoleh pengetahuan. Dengan rasa dan
kehendak maka filsafat memberikan pedoman tentang kesusilaan mengenai baik dan buruk.

Uraian mengenai filsafat sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya kiranya akan banyak
memberikan gambaran dan kemudian dalam memahami lapangan pendidikan dan filsafat
pendidikan kemudian. Dan munculnya filsafat pendidikan sebagai suatuilmu baru setelah tahun
1900-an tiada lain adalah sebagai akibat adanya hubungan timbal-blik antara filsafat dan
pendidikan, untuk memecahkan dan memjawab persoalan-persoalan pendidikan secara
filosofis.

Dan uraian mengenaifilsafat sebelumnya akan terasa lebih penting lagi karena hubungan antara
filsafat dan pendiidkan tidak hanya sekedar biasa melainkan hubungan yang bersifat keharusan.

A. PENDIDIKAN DI ERA 4.0

Revolusi industri 4.0 ditandai dengan integrasi online dengan produksi industri untuk
peningkatan efisiensi proses industri.

Saat ini kita sedang menghadapi revolusi industri keempat yang dikenal dengan revolusi
industri 4.0. Revolusi ini merupakan era inovasi disruptif, dimana era ini berkembang sangat
begitu pesat, sehingga membawa dampak terciptanya pasar baru bahkan lebih dasyatnya lagi
era ini mampu mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, menggantikan teknologi yang
sudah ada. Era digital ini bukan hanya berdampak pada bidang industry saja akan tetapi
berdampak ke segala aspek kehidupan manusia di dunia tanpa kecuali dunia pendidikan.

Menghadapi tantangan yang besar era revolusi industri 4.0 ini, maka pendidikan dituntut untuk
berubah juga karena kita hanya disungguhkan dua pilihan yaitu berubah atau mati. Termasuk
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Era pendidikan yang dipengaruhi

oleh revolusi industri 4.0 disebut Pendidikan 4.0 yang bercirikan pemanfaatan teknologi digital
dalam proses pembelajaran dikenal dengan sistem siber (cyber sistem ) dan mampu membuat
proses pembelajaran berlangsung secara kontinu tanpa batas ruang dan tanpa batas waktu.

Tantangan pendidikan pada era revolusi industri 4.0 ini khususnya di Indonesia bukan lagi
hanya berbicara pada masalah klasik yaitu pemerataan dan pemenuhan akses, sarana prasarana
Pendidikan tetapi juga berbicara mutu lulusan yang mampu bersaing dengan tuntutan
perkembangan. Pendidik dituntut untuk bisa beradaptasi dengan zaman, dituntut menguasai
lebih duluan teknologoi agar dapat menyesuaikan dengan peserta didik, jangan sampai peserta
didik sudah berada pada revolusi industry 3.0 sementara pendidiki masih seputar revolusi
industry 2.0, peserta didik sudah memasuki era digital 4.0 sedangkan guru masih bergelut pada
era 3.0 kalau sudah situasi demikian yang terjadi maka dipastikan pincang sehingga titik temu
antara guru dengan peserta didik tidak akan ada. Meskipun perkembangan Pendidikan belum
bisa secara optimal mengikuti kecepatan akibat revolusi industri tersebut tetapi salah satu
upaya yang perlu dilakukan untuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 ini adalah
melalui peningkatan kualitas guru agar mampu mengajarkan materi dengan pendekatan
penerapan penggunaan Teknologi informasi (TI) dalam proses belajar mengajar kalau tidak
maka akan semakin jauh ketinggalan oleh zaman dan ini berefek pada mutu lulusan. Seorang
pendidik harus bisa memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar pada setiap jenjang pendidikan. Upaya ini dilakukan agar dapat
mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul dengan kompetensi global dan mampu
beradaptasi pada era yang ada, meskipun teknologi informasi berkembang demikian cepat dan
sumber-sumber belajar begitu mudah diperoleh, peran guru sebagai pendidik tidak dapat
tergantikan oleh kemajuan teknologi tersebut ketika mampu beradaptasi.

B. IMPLEMENTASI DI LIHAT BUDAYA TERKINI

mplementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti
mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan
sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan
untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah
dalam kehidupan kenegaraan.

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang oleh Lipsky
disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur prilaku
kelompok sasaran. Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu
badan yang berfungsi sebagai implementor, misalnya, kebijakan pembangunan infrastruktur
publik untuk membantu masyarakat agar memiliki kehidupan yang lebih baik, Sebaliknya
untuk kebijakan makro, misalnya, kebijakan pengurangan kemiskinan di pedesaan, maka
usaha-usaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten,
kecamatan, pemerintah desa. Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh
banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu
sama lain. Dengan Adanya Implementasi Kebijakan mengorganisasikan, melaksanakan
kepemimpinan untuk melaksanakan untuk memimpin pelaksanaan dan melakukan
pengendalian pelaksanaan secara rinci kegiatan implementasi kebijakan di mulai dari
implementasi strategi, pengorganisasian, pergerakan kepemimpinan dan pengendalian akan
berjalan dengan lancar sesuai dengan yang diinginkan.

C. KEARIFAN LOKAL KEBUDAYAAN YANG ADA DI KUDUS

Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung
kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan
kearifan hidup. Itulah cara kita bersikap secara kearifan lokal sebagai upaya penguatan identitas
keindonesiaan (Revitalisasi Kearifan Lokal). Hal ini dapat dipahami karena nilai-nilai
Pancasila sesungguhnya adalah kristalisasi dari kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat
berbagai daerah. Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai
strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam
menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering
juga dikonsentrasikan sebagai kebijakan setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat
“local Knowledge” atau kecerdasan setempat “local Genius”. Sains modern dianggap
memanipulasi alam dan kebudayaan dengan mengobyektifkan semua kehidupan alamiah dan
batiniah dengan akibat hilangnya unsur “nilai” dan “moralitas”. Sains modern menganggap
unsur “nilai” dan “moralitas” sebagai unsur yang tidak relevan untuk memahami ilmu
pengetahuan. Berikut adalah kearifan local kebudayaan yang ada di Kudus:

1. Kearifan Lokal Masyarakat Kudus Kulon dalam tradisi Perawatan Rumah Pencu
2. Kearifan lokal buka luwur
3. Kearifan lokal kupatan dan syawalan

4. Kearifan lokal dhandangan
5. Kearifan lokal ampyang maulid
6. Kearifan lokal sewu kupat
7. Kearifan lokal resik-resik sendang dan nyiwer desa


Click to View FlipBook Version