The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Widya Pustaka SMP N 5 Melaya, 2022-04-21 19:43:53

AROK DEDES-Pramoedya Ananta Toer

AROK DEDES-Pramoedya Ananta Toer

Keywords: Arok,Dedes

AROK DEDES
Pramoedya Ananta Toer

Djvu: otoy
http://otoy-ebookgratis.blogspot.com/

Edit & Convert to Txt, Pdf, Jar: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi

Dari Penerbit

AROK DEDES adalah novel-sejarah yang seperti juga tetralogi "Bumi Manusia"
ditulis Pramoedya Ananta Toer di Pulau Buru. Kesulitan dana akibat bertubi-tubi
diberangus oleh kekuasaan represif rejim Orde Baru menyebabkan "Arok Dedes"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

ini baru sekarang dapat kami terbitkan. Masih ada tulisan penting lain ditulis
Pramoedya di Buru yang kami harapkan bisa menyusul terbit dalam waktu dekat,
yaitu satu-satunya karya dalam bentuk drama/sandiwara berjudul "Mangir".
Sebenarnya masih ada satu karya besar lagi yang berbobot setara dengan "Arus
Balik" dan "Arok Dedes", tetapi sangat disesalkan karya besar itu sirna, sudah tidak
tentu lagi rimbanya ke mana.

"Mata Pusaran", demikian judul novel-sejarah yang hilang itu, berkisah tentang
awalnya disintegrasi kekuasaan Majapahit oleh konflik intern yang mencetuskan
perang paregreg antara Ratu Suhita dengan panglima perempuannya Ni Paksini/Ni
Ken Su-praba melawan BhreWirabhumi dari Lumajang.

Naskah utuh yang sebenarnya sudah rampung itu pernah dititipkan oleh penulis
pada seorang perwira angkatan laut pada saat meninggalkan pulau Buru, tetapi
disita oleh penguasa dengan cara dan praktek-praktek kebiasaan Orde Baru: tanpa
kejelasan otoritas dan proses penyitaan sehingga tidak memungkinkan
mengclaimnya kembali atau bahkan mengusut keberadaannya. Juga tidak ada
jaminan sama sekali naskah sitaan itu tersimpan dan terpelihara baik terhadap
berbagai kemungkinan kemusnahan. Kekhawatiran ini ternyata beralasan sekali.
Seorang ilmuwan Belanda yang rajin mencari literatur di pasar buku tua di pasar
Senen Jakarta secara mengherankan sekali menemukan naskah "Mata Pusaran"
itu. Apa yang dia temukan masih dalam format ketik-ketikan setengah folio yang
sudah difotokopi, namun sangat disayangkan tidak lengkap, tidak utuh.

Orang Belanda itu yang menyadari betapa berharganya penemuannya itu telah
menyerahkan apa yang tersisa dari "Mata Pusaran" itu kepada redaksi Hasta Mitra.
Dalam hubungan itu kami di sini ingin mengimbau semua pihak agar juga
melakukan hal yang sama bila kebetulan dapat menemukan naskah tersebut,
dalam keadaan utuh atau pun sepotong-sepotong. Pramoedya dengan sangat
kecewa mengatakan bahwa usia dan kesehatannya sudah tidak memungkinkan lagi
baginya untuk menulis ulang novel tsb. Oleh karena itu, dari lembaran-lembaran
tersisa yang mungkin masih dapat dilacak kembali, redaksi - dengan bantuan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

pembaca - berniat sedapatnya menghimpun dan merampungkan kembali novel itu
agar menjadi naskah utuh untuk dapat dibaca oleh segenap peminat karya-karya
Pramoedya.

Kembali mengenai buku "Arok Dedes", mungkin menarik untuk dicatat di sini
bahwa novel ini ditulis oleh Pramoedya seperempat abad yang lalu dalam status
sebagai tahanan di Buru pada saat kekuasaan rejim Suharto sedang sejaya-jayanya.
Ciri yang khas dari kepujanggaan Pramoedya adalah bahwa dia dengan caranya
sendiri sebagai sastrawan berkomunikasi dan mencoba menjelaskan kepada
bangsa Indonesia, terutama generasi mudanya, tentang mengapa nasib Indonesia
menjadi belingsat seperti sekarang ini. Untuk itu dia tetap menggunakan media
bahasa yang menjadi ciri kekuatannya dengan tetap berkukuh berada di wilayah
sastra - lepas dari slogan, propaganda dan jargon politik - meski kisah yang dia
bawa sarat muatan politiknya. Dan lahan serta bahan ramuan yang dipakai untuk
berkomunikasi adalah panggung sejarah Nusantara kita sendiri.

Pramoedya pernah mengatakan bahwa kudeta pertama yang terjadi dalam sejarah
Nusantara kita adalah ketika Ken Arok tampil merebut kekuasaan Tumapel. Kisah
"Arok Dedes" ini merawi-kan peristiwa kudeta pertama dalam sejarah Nusantara
kita itu. Kudeta atau coup d'etat adalah pengertian modern tentang perebutan
kekuasaan negara, namun dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara
perebutan kekuasaan negara seperti itu sudah pernah terjadi pada awal abad 13.
Tetapi kudeta di abad 13 itu berlangsung khas dan unik. Pramoedya yang kenal
betul kebu-dayaan Jawa sampai ke tulang sumsum membeberkan bagaimana
dengan kelihaian yang canggih Arok berhasil menjadi Akuwu Tumapel
menyingkirkan Tunggul Ametung. Dengan dukungan kelompok agama di Jawa -
dalam hal ini tokoh pendeta Syiwa - Ken Arok berhasil bertengger di puncak
kekuasaan lewat "kudeta a la feodal Jawa", licik munafik, tidak terbuka, lempar
batu sembunyi tangan.

Tidak terlalu mengherankan bila para pembaca setelah mengikuti kisah "Arok
Dedes" Pramoedya - walau tidak disuruh - asosiasi mereka dengan sendirinya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

segera pindah dari abad 13 langsung ke abad 20 di tahun 1965-an. Sampai hari ini
pun belum selesai orang mengkaji apa yang sebenarnya terjadi di tahun 1965 itu.
Bagaimana bisa terjadi "peralihan kekuasaan" dari Presiden Soekarno ke Suharto?
Bagaimana orang yang mengkup kekuasaan justru berhasil melempar tuduhan kup
itu kepada pihak-pihak lain sampai yang difitnah menjadi korban kesengsaraan dan
penderitaan - bagaimana orang yang memberi informasi tentang bakal terjadinya
kup, malah ditangkap dan dipendam lebih tigapuluh tabun dalam penjara?

Nalar ilmu mengatakan bahwa sejarah tidak mungkin berulang. Itu betul sekali,
akan tetapi dan sejarah itu jugalah akan bisa kita baca berbagai gejala kemiripan
masakini dan masa lampau. Cukup banyak terdapat analogi yang dapat
memperkaya wa-wasan budaya dan politik kita untuk mengenali diri kita sendiri -
membaca hari ini dan masa depan lewat pelajaran hal-ihwal yang diwarisi masa
lampau, lewat sejarah yang menjadi asset kaya bagi mereka yang mau belajar dan
menarik manfaat dari berbagai pengalaman yang telah terjadi.

Kurang-lebih 25 tahun yang lalu dalam keadaan terkucil di pulau pembuangan
Buru, lahirlah kisah AROK DEDES Pramoedya ini. Dengan media sastra dan
berpaling ke sejarah kita sendiri, Pramoedya berkisah dan menyampaikan pesan
kepada bangsa dan generasi mudanya mengenai keberadaan kehidupan dalam era
rejim Orde Baru yang sedang dijalani Indonesia.

Demikianlah catatan pendek tentang "Arok Dedes" sebelum kami menutup
pengantar ini dengan satu catatan yang mungkin menarik untuk tidak dilewatkan.

"Arok Dedes" adalah karya Buru Pramoedya AnantaToer terbitan Hasta Mitra yang
pertama kali diterbitkan setelah Suharto lengser bulan Mei 1998 tahun lalu. Dalam
"era reformasi" dan suasana euforia atas kejatuhan militerisme Orde Baru dan
lahirnya "kebebasan pers", patut dicatat di sini bahwa sampai kata pengantar
penerbit ini naik ke percetakan, tidak pernah larangan atas buku-buku Pramoedya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

oleh Kejaksaan Agung itu dicabut. Pramoedya sebagai penulis dan kami sebagai
editor/penerbit, memang tidak terlalu mengandalkan keputusan resmi seperti itu.
Pencabutan larangan terbit sebenarnya merupakan suatu langkah untuk
kepentingan citra Pemerintah sendiri. Bagi kami, ada atau tidak ada pencabutan
larangan buku-buku yang dibreidel, kami akan tetap jalan terus seperti biasa
selama syarat-syarat beaya cetak masih mampu kami penuhi. Menerbitkan buku
adalah kerja politik untuk menegakkan apa yang menjadi hak paling sah dari setiap
individu.

Bukankah semua buku-buku Pramoedya - terutama karya-karya Pulau Buru - justru
diterbitkan semasa Suharto masih sekuasa-kuasanya? Tidak kami tunggu kebaikan
hati para penguasa militer, kejaksaan, kepolisian dan birokrasi sampai mereka
menghadiahi kami kebebasan bersuara, kebebasan untuk menerbitkan buku-buku
yang kami ingini. Dalam kenyataan bukan kebebasan atau kelonggaran, sebaliknya
rejim Suharto tak henti-hentinya memberangus Pramoedya dan Hasta Mitra, tetapi
Pramoedya dan Hasta Mitra pun tak henti-hentinya bangkit lagi setiap kali setelah
digebuk. Secara ekonomis kami memang ba-bak-belur, tetapi secara politik kami
tidak pernah tertaklukkan. Tekad untuk tetap terbit semasa rejim represif Orde
Baru adalah bentuk sumbangan Pramoedya dan Hasta Mitra untuk ikut
menegakkan demokrasi, karena kami sadar bahwa kebebasan dan hak-hak azasi
kami di jaman Orde Baru adalah sesuatu yang harus kami rebut dan tegakkan
sendiri, bukan sesuatu yang bisa diharapkan bakal dihadiahi oleh Suharto atau
seorang Habibie.

Akhirnya ingin kami sampaikan di sini tentang kepergian untuk selama-lamanya
seorang rekan dan salah seorang dari tiga pendiri Hasta Mitra pada bulan Juni yang
lalu, bung Hasyim Rachman, pada saat Pramoedya sedang bersafari selama tiga
bulan di Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Prancis dan Jerman. Bung Hasyim
Rachman adalah seorang wartawan yang seperti juga Pramoedya dipenjarakan
oleh rejim Suharto selama 14 tahun, sepuluh tahun di antaranya di Pulau Buru.
Selepas Buru dia dengan caranya sendiri sejak hampir 20 tahun yang lalu telah ikut
mempelopori pertarungan panjang melawan kekerasan rejim Orde Baru. Dia ikut
aktif menegakkan demokrasi lewat usaha penerbitan buku, jadi sudah sejak lama

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

dia bekerja sebelum gerakan era reformasi pemuda/mahasiswa mulai bangkit
untuk menumbangkan jen-dral Suharto pada 1998 tahun yang lalu.

Apa yang dapat kami lakukan bagi rekan yang sudah pergi lebih dulu, tidak lain
adalah ketetapan hati untuk meneruskan segala yang positif yang pernah dia
kerjakan - yaitu meneruskan penerbitan buku-buku bermutu - dalam hal ini
sekurang-kurangnya menyelenggarakan program penerbitan ulang karya-karya
Pramoedya Ananta Toer, terutama buku-buku yang dilarang semasa rejim Orde
Baru.

Joesoef Isak, ed.

Prakata

Terjadilah pada tahun 1215 di inggris: raja john dengan segala keagungannya telah
mengumumkan maklumat bersejarah Magna Charta. Dunia peradaban menjadi
gempar. Jaman Tengah yang mencekik karena kekuasaan mutlak para raja duniawi
dan rohani dengan maklumat itu seakan mendapat pelita di tangan untuk keluar
dari pengap cekikan.

Magna Charta memberikan kebebasan pribadi dan kebebasan politik pada kawula
Inggris, pada ummat manusia.

Dan berabad lamanya maklumat itu tinggal hanya dongengan indah. Kenyataannya
tetap tergantung-gantung di langit biru. Namun bagi ummat manusia yang tercekik
itu, dia meniupkan harapan dan kepercayaan, bahwa benar setiap orang adalah
sama di hadapan Tuhan dan sesamanya. Adalah tidak benar orang menjadi

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

berbeda-beda dan bertingkat-tingkat hanya karena kadar kekuasaan duniawi dan
rohani. Kenyataan tinggal seperti sediakala.

Pada tahun 1215 M. atau 1137 Saka, bukan Magna Charta yang menerangi Bumi
Jawa. Inggris tidak mengenal Jawa, Jawa tak mengenal Inggris. Namun Magna
Charta yang lebih luas telah berlaku sejak Sri Erlangga naik tahta (1020-1042 M.) di
Kahuripan. Pada tahun Raja John mengumumkan maklumatnya yang bersejarah,
Magna Charta Erlangga itu telah dilindas oleh keturunannya sendiri yang kelima, Sri
Kretajaya, raja Kediri (1185-1222 M.)- Negeri Tumapel, di bawah perlindungan
Kediri, diperintah oleh Akuwu Tunggul Ametung, sepenuhnya mengikuti jejak
Kretajaya, juga dalam mengimprovisasi perbudakan, yang dua abad lamanya telah
dihapuskan sejak Erlangga.

Pada tahun 1215 itu juga seorang bocah berumur belasan, di kemudian hari
dikenal dengan nama Arok, telah mengorganisasi perlawanan secara tidak sadar
terhadap Tunggul Ametung. Dalam lima tahun kemudian, berumur dua puluh,
telah menjadi taktikus perang, yang mengubah cara berperang gaya Hindu di Jawa,
juga seorang politikus dan negarawan dengan gaya sendiri.

Pada tahun 1220 M. atau 1142 Saka, ia memasuki pekuwuan Tumapel sebagai
prajurit. Dalam hanya dua bulan ia telah gulingkan Tunggul Ametung dan sendiri
marak jadi Akuwu, langsung mengembalikan Magna Charta Erlangga pada
kedudukan semula.

Pada tahun 1222 M. atau 1144 Saka, hanya dalam dua tahun, ia telah gulingkan
raja terkuat di Jawa, Sri Kretajaya, dan dengan demikian mengembalikan Magna
Charta Erlangga untuk seluruh Jawa.

Cerita "Arok dan Dedes" terjadi dalam jaman leluhur sudah terbiasa memerintah,
berpolitik, berintrik, biasa menggulingkan dan membangunkan negara - suatu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

kondisi yang mungkin menyebabkan orang Indonesia dewasa ini menganggap
terlalu maju untuk jamannya. Kiranya anggapan demikian kurang te-pat.Taktik-
taktik Arok sendiri telah dipraktekkan berulang-kali, baik untuk menggulingkannya
sendiri oleh anak-tirinya Anusa-pati, Jayakatwang dalam menggulingkan
Kretanegara, mau pun oleh turunan Arok keempat, Raden Wijaya, dalam
menggulingkan dua musuh sekaligus, Jayakatwang dan balatentara Kubilai Khan
pada 1293. Juga dekritnya tentang persaudaraan kepercayaan telah dirumuskan
dalam pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389 M.) oleh Mpu Tantular: Bhineka
Tunggal Ika.

Baik roman sejarah "Arok dan Dedes" mau pun "Dedes dan Arok" tidak lain
daripada usaha membangunkan basis sosial-historis bagi sejarah-hidup Arok dan
Dedes, yang mulai membukakan peradaban baru di Jawa, makin meninggalkan
pengaruh Hindu, untuk data sejarah yang banyak kali terdengar kedongeng-
dongengan. Materi sejarah yang paling kuat adalah yang didapatkan pada sisa Tugu
Kemenangan Arok, yang kini dimasukkan dalam komplex Candi Singasari - yang
sebenarnya bukan candi dan biasa dinamai Candi Tumapel - dan karya Mpu
Tanakung "Lubdaka" yang ditulis pada masa-hidup Ken Arok sendiri.

TUMAPEL http://inzomnia.wapka.mobi

Koleksi ebook inzomnia

Ia takkan dapat lupakan peristiwa itu pertama kali ia sadar dari pingsan. Tubuhnya
dibopong diturunkan dari kuda, dibawa masuk ke ruangan besar ini juga. Ia
digeletakkan di atas peraduan, dan orang yang menggotongnya itu, Tunggul
Ametung, berdiri mengawasinya. Ia tengkurapkan diri di atas peraduan dan
menangis. Orang itu tak juga pergi. Dan ia tidak diperkenankan meninggalkan bilik
besar ini. Gede Mirah menyediakan untuknya air, tempat membuang kotoran dan
makanan. matahari belum terbit. Lampu-lampu suram menerangi bilik besar itu.
Begitu matahari muncul masuk ke dalam seorang tua mengenakan tanda-tanda
brahmana. Ia tak mau turun dari peraduan. Tetapi Tunggul Ametung
membopongnya lagi, mendudukkannya di sebuah bangku yang diberi bertilam
permadani. Ia tutup mukanya dengan tangan. Tunggul Ametung duduk di
sampingnya. Orang dengan tanda-tanda brahmana itu telah menikahkannya.
Hanya Gede Mirah bertindak sebagai saksi. Kemudian Tunggul Ametung
meninggalkan bilik bersama brahmana itu. Sejak itu ia tidak diperkenankan keluar
dari bilik besar ini.

Semua berlangsung secara rahasia. Empat puluh hari telah lewat. Sekarang ini
Gede Mirah meriasnya. Ia telah sampai pada riasan terakhir.

ia ingin kerja rias ini tiada kan berakhir. Dalam empat puluh hari ia telah bermohon
pada Mahadewa agar melepaskannya dari kungkungan ini, mengembalikannya
pada ayahnya tercinta di desa. Semua sia-sia. Hari yang ke empat puluh adalah hari
selesainya wadad pengantin, ia menggigil membayangkan seorang lelaki sebentar
nanti akan membawanya ke peraduan. Dan ayahnya tak juga datang untuk
membenarkan perkawinan ini. ia sendiri juga tidak membenarkan.

"Perawan terayu di seluruh negeri," bisik Gede Mirah.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

"Tanpa riasan sahaya pun tiada orang lain bisa menandingi."

Bedak telah menutupi sebagian dari kepucatannya. Sekali lagi airmata merusakkan
rias itu.

"Jangan menangis. Berterimakasihlah kepada para dewa. Tak ada seorang wanita
yang telah ditempatkan pada satu kedudukan oleh Yang Mulia Tunggul Ametung.
Tak pernah Yang Mulia melakukan wadad kecuali hanya untukmu. Pernikahan itu
takkan dapat dibatalkan. Yang Suci Belakangka adalah juga seorang brahmana
sebagai ayahmu. Mantra-mantranya sama mengikat dengan yang diucapkan oleh
ayahmu."

Dedes masih juga belum membuka mulut dalam empat puluh hari ini. Ia selalu
terkenang pada ayahnya. Tanpa pembenaran dan restunya, semua hanya akan
menuju pada bencana. Dan sebagai gadis yang terdidik untuk menjadi brahmani, ia
tahu Tunggul Ametung hanya seorang penjahat dan pendekar yang diangkat untuk
jabatan[Tunggul Ametung bukan nama pribadi, tapi gelar jabatan gendar-meri,
artinya penggada kayu] itu oleh Sri Kretajaya untuk menjamin arus upeti ke Kediri.
Semua brahmana, termasuk ayahnya, membencinya. Dua puluh tahun sebagai
Tunggul Ametung pekerjaan pokoknya adalah melakukan perampasan terhadap
semua terbaik milik rakyat Tumapel: kuda terbaik, burung terbaik, perawan
tercantik.

"Mari, Dara," dan ditariknya perawan itu berdiri dari duduknya.

Dedes tetap tak bicara. Bedak dan mangir itu tak dapat menyembunyikan
kepucatannya. Dada telanjangnya mulai ditutup dengan sutra terawang tenunan
Mesir tipis laksana selaput kabut menyapu gunung kembar. Peniti pada seutas tali
emas membikin sutra terawang itu menyangsang pada lehernya, sebagian

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

menutup rambut. Dan tali emas itu sendiri kemudian dilibatkan tiga kali pada leher
untuk kemudian jatuh pada perutnya. Selembar sutra berselang-seling benang
emas dan perak terkaitkan pada kondai dengan tusuk kondai, jatuh melalui kuping
kiri ke atas pundak.

"Mari, Dara," katanya lagi dan dipimpinnya Dedes sang cantik, sang ayu, sang
segala pujian itu hendak meninggalkan bilik.

Gedung pekuwuan itu dalam segala hal meniru istana Kediri, malahan nampak
berusaha hendak mengatasi. Juga tatacara yang berlaku. Sepuluh tahun yang lalu
Tumapel masih berupa desa sama dengan desa-desa lain. Kini gedung-gedung
bermunculan seperti dari perut bumi. Tumapel berubah menjadi kota dan beratus
desa bawahannya berubah jadi kumpulan gubuk dan pondok bobrok. Tunggul
Ametung Tumapel melambung naik jadi raja kecil, dengan kekuasaan tanpa batas,
hanya takluk pada Kediri.

Dua orang pengawal, mendengar gerincing giring-giring, membuka tabir berat dari
potongan ranting bambu petung, menghentakkan pangkal tangkai tombak sebagai
penghormatan, membungkuk tanpa memandang pada Dedes.

Gede Mirah menyerahkannya pada rombongan wanita pengiring yang langsung
menyerahkannya pada Yang Suci Belakang-ka, Pandita Negeri Tumapel.

Semua menunduk mengikatkan pandang pada lantai. Juga Dedes. Hanya Yang Suci
mengangkat muka, memimpin semua meninggalkan keputrian menuju ke pendopo
pekuwuan. Iringan itu merupakan permainan warna dalam siraman sinar matahari
sore. Di depan sendiri Dedes dalam intan baiduri gemerlapan. Rambutnya
dimahkotai dengan pita emas dengan matahari intan bertaburan pada kening. Kulit
tubuhnya yang dimangir kuning muncul dari balik terawang sutra Mesir dengan
sepasang buahdada seperti hendak bertanding dengan matahari.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Yang Suci Belakangka mengenakan jubah hitam berkalung lempengan emas
dengan hiasan dudul bergambar lambang serba Wisynu: cakra dan sangkakala.
Kalung jabatan itu diberati dengan patung garuda, juga dari emas. Semua berkilat-
kilat memuntahkan pantulan api dari dalamnya.

Di belakang barisan dara pengiring, berselendang aneka warna dengan buahdada
penuh menggagahi pemandangan, dengan gelang dan binggal perak dan suasa
mengangakan mulut naga.

Iringan itu berjalan selangkah dan selangkah seperti takut bumi jadi rengkah
terinjak. Tetap tinggal Yang Suci yang tiada menunduk dengan jubah gemersik pada
setiap langkah.

Delapan puluh langkah keluar dari keputrian iringan sampai di pendopo istana sang
Akuwu. Empat orang prajurit berbareng meniup sangkakala. Dan keluarlah Tunggul
Ametung dengan pakaian kebesaran, menandingi pakaian Sri Kretajaya. Ia diapit
oleh barisan narapraja, kemudian diiringkan oleh pasukan pengawal, yang
mendadak keluar dari samping-menyamping istana, menaikkan tombak dan
menghentakkan pangkalnya ke lantai.

Sangkakala berhenti berseru-seru. Akuwu Tumapel turun dari pendopo
menyambut pengantinnya, menggandengnya.

Dua orang prajurit datang membawa dua ekor kuda dengan hiasan serba perak.
Mereka mengangkat sembah kemudian mempersembahkan kuda mereka.

Tunggul Ametung menolong Dedes naik ke atas kuda yang seekor. Ia sendiri
menaiki yang lain. Dan iringan itu mengikuti di belakang berjalan kaki,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

meninggalkan pekuwuan, langsung menuju ke alun-alun. Dua orang prajurit itu
menuntun kuda pengantin. Juga turun dan kuda Tunggul Ametung sendiri
menolong pengantinnya, membimbingnya mendaki tangga panggung. Janur kuning
dan daun beringin menyambut kedatangan mereka.

Dan rakyat yang menonton di seputar alun-alun itu hening tanpa sorak-sorai.

Para narapraja ikut naik ke panggung. Para pengiring berbaris bersua di bawah.

Yang Suci Belakangka berdiri di hadapan pengantin, memberi hormat, menyingkir
ke samping menghadapi rakyat. Ia angkat tongkat-sucinya. Keadaan semakin
hening. Mendadak men-derum genderang dari belakang para penonton. Dengan
tangan kanan Yang Suci mengangkat giring-giring emas dan mengge-rincingkannya
tiga kali.

Berpuluh pandita dari seluruh negeri Tumapel, yang didatangkan dari kota dan
desa dan diturunkan dari gunung-gunung Arjuna, Welirang, Kawi dan Hanung
[Hanung, sekarang dikenal dengan nama Anjasmara.], berbaris seorang-seorang
dengan jubah aneka warna dan destar sesuai dengan warna jubahnya. Di tangan
mereka terangkat umbul-umbul kecil. Semua berjumlah empat puluh, empat puluh
pandita, empat puluh hari pengantin telah mematuhi wadad perkawinan agung
tatacara para raja dari jauh di masa silam yang sudah tak dapat diingat lagi kapan.

Di belakangnya lagi sebarisan dara belasan tahun menari dalam irama gamelan.
Pemimpinnya membawa bendera sutra merah, besar, pertanda darah perawan
pengantin diharapkan. Pakaian mereka kain batik, tanpa selembar pun baju,
dengan perhiasan dan mahkota bunga-bungaan.

Waktu sebarisan kepala desa menyusul, memikul patung dewa yang sedang duduk
di atas punggung garuda seluruhnya terbuat daripada anyaman rontal, penonton

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

bersorak-sorai, kemudian mengangkat sembah. Hanya para brahmana dan
brahmani, yang berada di antara para penonton dan menyembunyikan
kepercayaannya selama ini, dalam kediamannya masih dapat mengenal, patung itu
sama sekali bukan seorang dewa, hanya seorang raja yang diperdewakan:
Erlangga.

Sesampai di depan panggung semua barisan berjalan miring menjauh memasuki
tengah-tengah alun-alun. Hanya barisan patung di atas garuda itu tetap berhenti di
depan panggung.

Tunggul Ametung berdiri, menggandeng pengantinnya, dan memimpinnya
berlutut, kemudian mengangkat sembah.

Para narapraja di belakang pengantin agung juga mengangkat sembah.

Yang Suci melihat tangan Dedes gemetar dalam sembahnya. Dan ia lihat
airmatanya titik. Kemudian tangan itu jatuh lunglai di atas pangkuan. Belakangka
membantunya mengangkat tangan itu dan memperbaiki sembahnya. Berbisik
menindas:

"Dewa Sang Akuwu sekarang juga dewamu."

Tetapi tak dapat lebih lama Yang Suci menunjang sembah Dedes. Ia harus
memimpin upacara selesai wadad itu. Sembah pengantin itu jatuh lagi di
pangkuan. Belakangka berdiri, mengangkat tongkat sucinya dan giring-giringnya
pun gemerincing.

Angin pancaroba meniup keras, berpusing di tengah lapangan, membawa debu,
membubung tinggi kemudian membuyar, melarut dalam udara sore.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Yang Suci mengucapkan mantra restu, ditutup dengan suara seratus sangkakala.

Barisan wanita dari semua biara negeri Tumapel yang diakui muncul dalam pakaian
warna-warni, mengambil alih pemikul-an patung rontal, membawanya ke tengah
alun-alun, menenggelamkannya dalam luapan api. Kemudian barisan pandita
dengan abu patung dalam bokor emas mempersembahkannya pada Tunggul
Ametung yang telah duduk kembali.

Upacara penutupan brahmacarya telah selesai.

Tunggul Ametung berdiri berseru pada rakyatnya:

"Demi HyangWisynu, pada hari penutupan brahmacarya ini,

kami umumkan pada semua yang mendengar, pengantin kami ini, Dedes, kami
angkat jadi Paramesywari, untuk menurunkan anak yang kelak menggantikan
kami."

Belakangka mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. Terdengar sorak bersambut-
sambutan.

Dengan didahului oleh abu patung dalam bokor di atas talam di tangan seorang
pandita, Akuwu Tumapel dan pengantinnya menuruni panggung, berjalan kaki
menuju ke istananya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Para narapraja tinggal di pendopo, duduk bersimpuh. Akuwu dan pengantinnya
dalam iringan Yang Suci, dan seorang pandita membawa bokor abu Erlangga
menuju ke Bilik Agung yang terletak di balik pendopo.

Mereka dapatkan Gede Mirah menyambut di dalam. Diterimanya bokor emas itu
dari tangan pandita dan menaruhnya di atas meja, kemudian menyembahnya.

Dedes berjalan tanpa kemauan. Ia dengar Yang Suci sekali lagi berbisik menindas:
"Basuhlah kaki Yang Mulia."

Dara itu masih juga tak dapat membendung airmatanya dan menangis tersedan-
sedan. Ia memprotes entah pada siapa: seorang brahmani yang harus mencuci kaki
seorang sudra yang di-satriakan oleh Kediri.

"Yang Mulia Akuwu Tumapel,"Yang Suci mulai memimpin upacara, "kaki Yang
Mulia."

Tunggul Ametung dalam berdiri itu mengangkat kaki kanan pada Dedes yang telah
dipaksa berlutut oleh Yang Suci. Air bunga dalam jambang itu bergerak-gerak kecil.

"Bukankah Yang Mulia Akuwu sudah cukup memuliakan kau, Dedes? Paramesywari
Tumapel? telah mengangkat naik kau dalam perkawinan kebesaran ini?" tindas
Yang Suci.

Melihat Dedes tak juga mencuci kaki Tunggul Ametung, ia sandarkan tongkat-
sucinya pada meja, menangkap tangan lembut Dedes dan memaksanya membasuh
kaki kanan suaminya, kemudian yang kiri.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Dedes tak juga bangkit dari berlutut. Kembali Yang Suci juga yang memimpinnya
berdiri, membisikkan pada ubun-ubunnya, memberkahinya dengan restu
kebahagiaan seru seorang putra calon pemangku Tumapel hendaknya segera
dilahirkannya.

Upacara selesai dan malam pun jatuh.

Pesta untuk rakyat, juga pesta di pekuwuan telah selesai. Tumapel mulai sunyi
dalam tengah malam. Dan dingin pancaroba membikin orang lari di bawah selimut
masing-masing.

Dalam Bilik Agung Dedes berlutut menghadapi peraduan. Airmatanya telah kering.
Tapi dalam hadnya masih juga mengucur tiada henti. Gede Mirah dan Rimang tak
mampu menghiburnya.

Ia tahu pikirannya tidak kacau. Hatinya masih dapat menilai, mantra yang
diucapkan oleh Belakangka dalam Sansakerta mengandung banyak kesalahan ucap
dan bahasa. Lima tahun yang lalu pun ia berumur sebelas waktu itu ia sudah
mampu menyalahkan, apalagi sekarang. Ia tak bisa terima perkawinan semacam
ini: seorang brahmani harus membasuh kaki seorang sudra yang disatriakan. Dan
ayahnya, seorang brahmana terpelajar, merasa tidak perlu untuk menengok.

Empat puluh hari ia telah membisu. Hanya itu yang ia bisa berbuat untuk melawan
Tunggul Ametung.

Menghadapi peraduan begini, dengan Gede Mirah dan Rimang terus juga mencoba
menghiburnya, ia teringat pada suatu cerita pokok tentang perkawinan antara

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

wanita kasta brahmana dengan seorang pria kasta satria. Ayahnya, Mpu Parwa,
yang menceritakan padanya dalam suatu pelajaran tentang tata-tertib triwangsa.

Pada suatu kali di tahun 1107 Saka Sri Ratu Srengga javasaba dari Kediri mangkat.
Pertentangan terjadi dalam istana siapa yang harus dinobatkan. Raden Dandang
Gendis melarikan diri dari istana ke Gunung Wilis. Di sana ia jatuh cinta pada gadis
anak brahmana Resi Brahmaraja bernama Amisani.

Waktu itu Dedes menerimanya hanya sebagai pelajaran sejarah, dan sekarang ini ia
baru mengerti, semua itu peringatan pada dirinya untuk tidak menerima lamaran
dan suami seorang dari kasta satria. Ia sesali dirinya sendiri mengapa ia baru
sekarang ini mengerti makna cerita itu. Dan bagaimana cerita itu selanjutnya.

Resi Brahmaraja tidak menyetujui percintaan itu. Amisani ini, kata sang Resi, hanya
gadis desa, tidak layak mendampingi Tuan jadi Paramesywan, duduk di singgasana
di kemudian hari. Tapi cinta telah membutakan Dandang Gendis. Ia menjawab: Jika
aku disuruh memilih antara Amisani dan mahkota, sekarang juga aku dapat
katakan, aku pilih Dewi Amisani.

Resi Brahmaraja, yang mengenal betul kehidupan istana, meminta pada Dandang
Gendis untuk memikirkannya kembali, jangan sampai hati tertutup oleh nafsu.
Anakku, Tuan, aku tahu, dia lebih berbahagia hidup di Gunung Wilis ini daripada di
istana.

Dandang Gendis tak dapat dibelokkan kemauannya. Perkawinan dilangsungkan.
Tiga tahun ia tinggal di padepokan Resi Brahmaraja. Pada suatu hari datang dari
Kediri ke Gunung Wilis Mpu Tanakung dan adiknya sendiri, Mahisa Walungan.
Mereka datang menjemputnya untuk dinobatkan jadi raja Kediri. Ini terjadi pada

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

tahun 1110 Saka. Ia tidak lain daripada Sri Kreta-jaya[Kretajaya - gajah yang jaya.
Kreta, gajah.] yang memerintah Kediri sekarang.

Di istana Amisani, si anak desa, tidak disukai oleh para putri istana. Orang pun
memasang racun untuk membunuhnya. Amisani akhirnya mati termakan racun itu
....

Dedes terbangun dari renungannya. Ia kini sedang mengulangi kisah hidup
Amisani. Ia mengerti di Tumapel tersedia banyak racun untuk melenyapkannya dari
muka bumi. Aku tidak harus mati karena racun, ia yakinkan dirinya sendiri, yang
lain bisa, Dedes tidak! Ia harus hidup. Ia masih akan bersimpuh pada kaki ayahnya
untuk memohon ampunnya karena tak mampu membela diri. Ia harus telan semua
upacara penghinaan kaum Wisynu atas dirinya. Ia angkat dagu, dan:

"Ayah, sekarang ini sahaya kalah menyerah. Dengarkan sumpah sahaya, sahaya
akan keluar sebagai pemenang pada akhir kelaknya."

Harum mangir pada kulitnya bersama harum dupa-setanggi memadati ruangan
besar Bilik Agung itu. Hatinya sendiri semakin sempit terhimpit. Dara yang terasuh
dengan cinta-kasih seorang bapa ini tak punya kekuatan untuk melawan. Ilmu dan
pengetahuan, yang dituangkan padanya oleh ayahnya, tidak berdaya menghadapi
Sang Akuwu.

"Akhir kelaknya sahaya yang menang, Ayah, Agunglah kau, puncak Triwangsa,
kaum brahmana. Agunglah Hyang Mahadewa Syiwa!"

Dan Tunggul Ametung hanya seorang jantan yang tahu memaksa, merusak,
memerintah, membinasakan, merampas. Bahkan membaca ia tak pernah, karena
memang tidak bisa. Menulis apa lagi.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Dedes tak tahu harus berbuat apa. Melawan ia tak mampu-Lari ia pun tak mampu.
Meraung tidak mungkin.

Dua orang wanita itu tiba-tiba bersiap-siap, mengangkat sembah padanya dan
meninggalkan Bilik Agung.Tanpa mengangkat pandang tanpa berpaling ia
mengerti, Sang Akuwu telah meninggalkan pendopo dan memasuki ruang besar
ini.

Ia tetap berlutut menghadap ke peraduan. Ia dengar langkah kaki. Juga ia dengar
suara terompah: Yang Suci Belakangka.

Langkah-langkah itu semakin mendekat, menghampirinya, ia tahu detik-detik ini
adalah upacara menaiki peraduan pengantin.

Ia menggigil.

Dedes tak memberikan sesuatu teaksi waktu tangan Tunggul Ametung dengan
hati-hati melepas sutra terawang Mesir dari peniti dan tali, dan menyusupkan pada
tangannya. Menurut tata-tertib yang diketahuinya, dengan sutra itu ia harus
membasuh muka Tunggul Ametung, badan dan tangan sebagai awal upacara.

Tangan Akuwu itu menariknya, dengan lembut memaksanya berdiri dan
memimpinnya ke arah jambang air bunga. Tekanan paksa dari Belakangka
menyebabkan ia mencelupkan sutra itu ke dalam jambang dan mulai membasuh
muka bopeng bekas jerawat besar, kemudian dada dan dua belah tangannya yang
berbulu Sutra itu jatuh dari tangannya yang menggigil. Ia tetap menunduk di
bawah tembusan pandang Sang Akuwu.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Yang Suci mengambil sutra itu dan menggandengkan tangan Tunggul Ametung
pada pengantinnya:

"Yang Mulia, bawalah perempuan ini naik ke peraduan. Para dewa membenarkan.
Pimpinlah dalam sanggama untuk mendapatkan karunianya, mendapatkan calon
pemangku Tumapel," ia bunyikan giring-giringnya, kemudian meninggalkan Bilik
Agung.

Berdua mereka berdiri di depan peraduan, mengawasi lembaran kapas yang
tergelar di atas tilam. Sinar empat damar di setiap pojok bilik itu menerangi seluruh
ruangan. Dan bayang-bayang hampir-hampir tiada.Tunggul Ametung menoleh
pada dua orang wanita yang duduk bersimpuh di pintu. Mereka mengangkat
sembah dan pergi, hilang di balik tabir berat potongan-potongan ranting bambu
petung.

Tunggul Ametung merabai lembaran kapas itu dan menatap pengantinnya. Dan
Dedes mengerti sepenuhnya: kapas itu akan menampung darah perawan yang
sebentar lagi harus ia teteskan. Gigilannya semakin menjadi-jadi. Besok sebelum
matahari terbit, kapas dengan bercak darah itu akan diambil dengan upacara oleh
Gede Mirah.

"Mengapa tak juga aku dengar suaramu, Permata?" ia letakkan tangan pada
pundak pengantinnya, dan ia rasai gigilan itu. "Mengapa tak juga kau lepas seluruh
pakaianmu? Bukankah kapas itu telah menunggu kesediaanmu?"

Dara itu tetap membisu.

"Apakah perlu kupanggilkan Gede Mirah untuk membantumu?" Dedes menjawab
dengan tangis.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Tunggul Ametung menangkap muka istrinya dan diciumnya pada pipi dan lehernya:

"Keayuan yang keramat ini para dewa semoga takkan merusakkannya Jangan jadi
susut keayuan ini. Dengar, Dedes, aku panggilkan keabadian untuk kecantikanmu
demi Wisynu Sang Pemelihara aku patrikan keayuanmu dalam keabadian dalam
sebutan Ken. Diam kau, sekarang, dengarkan suamimu."

Ken Dedes kehilangan keseimbangan. jatuh berlutut di hadapan peraduan.

Mendengar denting binggal yang bersintuhan tidak wajar Gede Mirah masuk lagi
ke dalam, mengangkat sembah, dan:

"Yang Mulia," ia mempersembahkan kehadirannya.

Tanpa menunggu perintah Gede Mirah membuka ikat pinggang emas Ken Dedes,
meletakkan dengan rapi pada bagian kaki peraduan, kemudian menarik tali
pinggang, dan lolos semua pakaian pengantin itu, telanjang bulat seperti boneka.
Gede Mirah mengangkatnya ke atas peraduan, tepat di atas lembaran kapas.

Ken Dedes menutup matanya dengan tangan dan menangis tersengal-sengal,
laksana boneka emas di atas lembaran perak. Bertahun ia telah mengimpikan saat
ini, waktu datang ternyata ia takut dan jijik sekaligus.

Dan Gede Mirah memindahkan tangan penutup mata itu ke samping dan
memperbaiki rias, mengeringkan airmata, berbisik:

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

"Bila Hyang Surya besok mengirimkan restunya, tubuh dan jiwa pengantin ini
sudah jadi sepenuh wanita."

Ia tinggalkan Bilik Agung setelah mengangkat sembah.

Tunggul Ametung memperhatikan tubuh istrinya yang indah tertelentang seperti
kala dilahirkan. Ia belaikan tangan pengasih pada pipi, leher, dada dan perut
pengantinnya, kemudian ia sendiri naik ke atas peraduan dan menenggelamkan
Dedes dalam pelukannya.

Kutaraja. ibukota Tumapel. tenggelam dalam dingin pancaroba. Di rumah-rumah
penjagaan, para kemit masih sibuk memperbincangkan upacara selesai
brahmacarya. Seluruh negeri baru tahu dari upacara itu, bahwa Paramesywari
Tunggul Ametung adalah anak brahmana Mpu Parwa dari desa Panawijil. Semua
orang tahu brahmana itu tidak mendapatkan pengakuan dari Yang Suci Belakangka,
maka juga tidak dibenarkan menerima pelajar. Satu-satunya murid yang resmi
adalah anak-tunggalnya: Dedes.

Barangsiapa pada malam itu belum tidur, dia bertanya-tanya, apa sebabnya
perkawinan itu dirahasiakan. Dan mengapa Tunggul Ametung justru hanya
mengambil gadis desa. Bukankah di Kutaraja sendiri banyak gadis cantik yang patut
dipara-mesywarikan?

Peristiwa itu mendesak berita hebat dari hampir dua bulan lalu yang menyebabkan
penjagaan istana Tumapel dan seluruh Kutaraja diperketat. Berita itu adalah
tentang Borang, seorang pemuda berperawakan kukuh, berani atau nekad, tanpa
kegemaran. Ia muncul di tanah lapangan Bantar, setengah hari perjalanan di
sebelah barat Kutaraja. Dan orang dengan diam-diam mengagungkan dan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

membenarkan Borang, bahkan menganggapnya sebagai titisan Hyang Wisynu
sendiri.

Bantar adalah sebuah dukuh di kaki Gunung Arjuna, di pinggir jalan negeri yang
menghubungkan Tumapel dengan Kediri. Pembangun dukuh adalah Ki Bantar.
Beberapa tahun yang lalu ladang Bantar tidak tanah lapang seperti sekarang,
karena Ki Bantar setiap musim kemarau menanaminya dengan bawang merah.
Seorang narapraja dalam perjalanan ke Kediri telah mengusirnya bersama semua
keluarganya. Semua harta milik dan ladangnya dirampas oleh desa.

Di lapangan Bantar ini dua bulan yang lalu Borang muncul dalam terang cahaya
bulan. Anak buahnya telah mengerahkan seluruh penduduk untuk berkumpul dan
melingkarinya. "Akulah Borang," ia memperkenalkan diri. "Mengapa kalian diam
saja waktu Ki Bantar dan keluarganya diusir dari sini? Katakan padaku sekarang:
siapa yang bersuka hati karena ke-pergiannya?"

Penduduk yang menjadi waspada tidak menjawab. Siapa Bo-rang, orang tak tahu.
Selama ini banyak perlawanan terhadap Tunggul Ametung, dan hampir semua
telah dipatahkan. Boleh jadi Borang punggawa Tumapel, boleh jadi juga sebaliknya.

"Mengapa kalian diam saja tidak menjawab? Sekarang tidak, waktu Ki Bantar diusir
juga tidak. Apakah kalian kurang menyembah dan berkorban pada Hyang Wisynu,
maka kurang keberanian dalam hati kalian?"

"Bukankah kami tidak bersalah memuja dan mengkorbaninya, ya, Borang?"
seseorang bertanya.

"Pemujaan dan korban kalian tiada arti bila kalian tak dapatkan keberanian itu dari
Hyang Wisynu."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

"Barangkali kau seorang pemuja Hyang Syiwa, Borang. Kalau demikian janganlah
disinggung dengan ucapanmu apa yang kami cintai, sembah dan korbani."

"Apakah kekurangan Hyang Wisynu maka Ki Bantar sampai terusir dari desa dan
kalian diam saja? Apakah dia kurang memuja dan mengkorbani?"

"Tidak, Borang, jangan salahkan juga kami. Tumapel terus-menerus menyalahkan
kami. Kalau kau pun demikian, apalah gunanya menggiring kami ke tengah tanah
lapang ini?"

"Kalian memuja Hyang Wisynu hanya karena Akuwu Tumapel juga melakukannya?"

Angin pancaroba yang dingin itu meniup tanpa mengindahkan puncak pepohonan
yang membangkang. Dan yang berselimut kain biru dalam temaram cahaya bulan
itu tiada menjawab.

"Kekuasaan Akuwu Tumapel yang diberkahi oleh Hyang Wisynu telah membikin
kalian mengidap kemiskinan tidak terkira. Dengan segala yang diambil dari kalian
Akuwu Tumapel mendapat biaya untuk bercumbu dengan perawan-perawan kalian
sampai lupa pada Hyang Wisynu. Dengan apa yang diambil dari kalian itu juga Sri
Baginda Kretajaya di Kediri sana tak lebih baik perbuatannya. Sama sekali tak ada
artinya dibandingkan dengan kemuliaan Hyang Wisynu," ia diam untuk memberi
kesempatan pada penduduk Bantar untuk mengerti, ia bukan seorang narapraja,
juga bukan penyokong Akuwu Tumapel, bahkan menempatkan diri sebagai
lawannya.

"Nah, jawab sekarang. Adakah kalian setuju Ki Bantar dan keluarganya diusir?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Seorang bertubuh tinggi-besar juga berselimut gelap, menghampiri Borang,
menelakkan tanya: "Siapa kau sesunggahnya?"

"Jangan perhatikan siapa aku, dengarkan kata-kataku. Jangan kau kira Borang
gentar karena yang datang padaku berperawakan tinggi dan besar. Kau sudah tidak
berdaya selama ini. Borang masih berdaya."

"Siapa kau?" desak orang itu.

"Kalau kau narapraja dari Tumapel, kebetulan, biar semua orang lihat dan tahu
siapa Borang. Apa maumu?"

Orang-orang dukuh Bantar, laki dan perempuan, mulai mendesak mendekati.

"Katakan berdepan-depan pada semua orang ini," si tinggi besar meneruskan, "Kau
musuh Tumapel."

"Aku bukan musuh Tumapel Aku musuh Akuwu Tunggul Ametung. Apa perlu
kuulangi?"

"Katakan kau musuh Sri Baginda Kretajaya."

"Musuh dari semua yang membenarkan Tunggul Ametung, juga musuh dari
ketidaktahuan, kebodohan. Maka itu, dengar, hanya mereka yang tidak mengenal
Hyang Mahadewa Syiwa selalu dalam cengkeraman kebodohan dan ketidaktahuan.
Hyang Bathara Guru tahu segalanya. Hyang Mahadewa, juga Hyang Bathara Guru,
Maha Pencipta."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

"Jadi kau memusuhi kami penyembah Wisynu?"

"Tidak, Kalian membutuhkan pancaran Hyang Mahadewa untuk dapat mengerti,
bahwa tinggal jadi petani pemelihara sawah, ladang dan ternak saja, membikin
kalian tidak tahu untuk siapa kalian bekerja. Sewaktu kalian tekun bekerja
memelihara apa saja, elang berdatangan menggondol segala yang kalian usahakan.
Apakah Hyang Wisynu menitahkan agar kalian memelihara elang itu dengan tekun
juga?"

"Kau menghujat, Borang."

"Aku, Borang, menghujat ketidaktahuan kalian."

"Suaramu masih kekanak-kanakan, belum mantap. Berapa umurmu maka berani
bicara urusan para dewa?"

"Dilahirkan boleh jadi pada waktu kau mendapatkan restu perkawinan."

"Masih bocah tahu apa kau tentang urusan dewa?"

"Setidak-tidaknya dari Hyang Bathara Guru aku tahu, dua hari lagi kalian akan
mendapat perintah untuk mengangkut upeti ke Kediri. Dari Hyang Wisynu aku
tahu, kalian akan lakukan itu dengan patuh."

"Penghujat!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Orang-orang yang melingkari mereka berdua diam mendengarkan pertengkaran
dalam malam dingin menggigit itu.

"Para pandita, malahan Yang Suci sendiri tak pernah terdengar bicara selancang
kau."

"Maka Borang yang memulai."

"Berani mati, kau, bocah kemarin."

"Yang lebih muda belum tentu lebih tidak tahu, belum tentu lebih pengecut
daripada kau. Dengarkan bisikan Hyang Syiwa." "Bisikan kepadamu?"

"Dengarkan kau, si-lebih-tua-daripadaku, bergabung kalian semua yang malam ini
di Bantar. Demi Hyang Wisynu, angkut semua upeti ke Kediri. Sampai ke
Sanggarana, lihat kalian ke sebelah kiri ...jangan hampiri aku, demi Hyang Durga,
hancur kau bila tak mundur lima langkah ... hancur kalian, bukan karena narapraja
Tumapel, tapi demi Hyang Durga sendiri."

Orang itu mundur tiga langkah dengan ragu-ragu.

"Dua langkah lagi.'" orang itu mengikuti perintahnya. "Dan hancur kau dan kalian di
Sanggarana sana, bila tidak berhenti di bawah pohon beringin sebelah kiri jalan,
dengan tanduk Nan-di, karena kalian tidak boleh terus, kalian harus membelok ke
kiri. tunggu di bekas pertapaan Bonardana."

Anak buah Borang bertugal mengepung penduduk Bantar tanpa membuka mulut.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

"Ayoh, siapa harus menjawab aku? Mengapa kau diam saja?" kata Borang
ditujukan pada si tinggi-besar. "Hanya badanmu saja yang tinggi-besar? Kalau kau
harus menjawabkan untuk seluruh Bantar, jawablah."

Orang itu tidak menjawab. Seorang kakek maju padanya. Dalam cahaya rembang
itu nampak ia telah bongkok dan bertongkat:

"Tentara Tumapel akan antarkan anak-anak yang memikul." "Kalian penyembah
Hyang Wisynu yang kurang baik. Kesetiaan telah kalian persembahkan pada
Tunggul Ametung, bukan pada Hyang Wisynu. Yang kalian sembah bukan dewa
cinta-ka-sih, bukan Sri Dewi, bukan Hyang Wisynu, tapi gandarwa ketakutan.
Dengarkan, kalian, bila seorang brahmana bicara: tentara Tumapel akan tumpas di
Sanggarana. Juga setiap orang di antara kalian yang tidak setia pada perintah ini.
Juga setiap orang di antara kalian yang lebih takut pada Akuwu Tumapel dan
tentaranya Dan kalian takkan dapatkan sesuatu jawaban. Karena apa yang aku
katakan ini adalah juga dari para dewa."

Angin meniup keras. Borang memperketat selimut tubuhnya. Ia angkat tangan dan
mengucap:

"Dirgahayu! Pulanglah kalian," ia berjalan meninggalkan kepungan, dan orang-
orang meminggir memberi jalan.

"Borang!" orang tua bongkok itu menahan dengan pang-gilannya "Pemikul-pemikul
ke Kediri tidak hanya dari Bantar, juga dari dukuh lain dari desa-desa lain."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

"Semua harus berlaku seperti orang-orang Bantar." "Jangan pergi dulu. brahmana
muda. Perlihatkanlah mukamu biar kami mengenal kau. Biar penduduk Bantar
menyalakan api unggun."

Borang berjalan menghampiri si tua bongkok:

"Nyalakan api, kenalilah wajah Borang."

Ranting kekayuan di sekeliling lapangan Bantar dikumpulkan cepat beramai-ramai.
Api unggun menyala setelah kawul itu menyambar api dari gesekan kayu sadang.

Borang berdiri menatap api, mengangkat tangan:

"Inilah Borang. Dia tidak lari karena sinar api atau pun matahari."

Orang melihat seorang pemuda berumur mendekati dua puluh, berpakaian rapi
berwarna coklat tanah: destar, selimut badan, kain bawah. Matanya menyala
seperti menyemburkan api menandingi unggun.

"Telah kalian kenal wajah Borang. Perhatikan," ia buka selimut badannya dan
muncul kalung perak dari lempengan yang ber-taut-tautan dengan gambar dudul
hamsa[hamsa, angsa.], garuda dan nandi. Pada tangannya ia membawa trisula
pendek dari perunggu.

Melihat lambang-lambang para dewa dipersatukan di kalung dan pada tangan,
berkilat-kilat memantulkan sinar api unggun, orang pun menjatuhkan diri
bersimpuh di tanah dengan puncak hidung menyentuh bumi. Lama, menunggu
perkenan untuk mengangkat kembali kepala. Dan perkenan itu tiada juga datang.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Waktu mereka memaksa diri mengangkatnya, Borang telah tiada, juga anak
buahnya .....

Malam itu para kemit tidak membicarakannya lagi. Juga tidak membicarakan iring-
iringan pengangkut upeti dari seratus desa yang hilang di hutan Sanggarana dan
tumpasnya tentara pengawal Tumapel.

Darah perawan itu telah menetes pada lembaran kapas.

Waktu Gede Mirah memasuki Bilik Agung, Akuwu dan Ken Dedes sudah tiada.
Kapas itu digulungnya setelah ditaburinya dengan daun bunga, diletakkan di atas
talam, dan dengan iringan Rimang dibawa pergi ke Bilik Larangan untuk disimpan.

Waktu Hyang Surya terbit,Yang Suci Belakangka di pendopo mengumumkan pada
sekalian pembesar pekuwuan, bahwa Ken Dedes adalah seorang perawan suci
yang mematuhi ajaran nenek moyang, para dewa dan para guru. Pengumuman itu
sebentar kemudian merembesi seluruh pekuwuan dan ibukota Tumapel. Berita
dikirimkan juga ke desa-desa dan ke biara-biara di gunung-gunung, sebagai
perintah isyarat dari Yang Suci Belakangka kepada para biarawan dan pandita, agar
bersama memanjatkan terimakasih dan puja sekaligus agar pengantin yang baru
meninggalkan keremajaannya, memasuki kedewasaan penuh itu, dilimpahi karunia
lebih banyak, dan semoga seorang calon pemangku Tumapel mulai dikandung
dalam rahimnya.

Di dapur pekuwuan, seorang penanak nasi berbisik pada temannya:

"Tak mungkinkah darah itu berasal dari seratus nyamuk kenyang, misalnya, atau
Yang Mulia Paramesywari menggigit jarinya sendiri dan meneteskannya pada kapas
itu?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

"Stt. Kepalamu bisa hilang dengan darah nyamukmu," temannya memperingatkan.

"Kepercayaanku sudah hilang pada kesucian," Oti berbisik lagi.

"Tentu, karena kau sendiri tak pernah suci sejak bayi."

"Banyak benar orang merasa puas dengan kesuciannya, hanya karena tak ada yang
mengganggunya, seperti Yang Mulia Paramesywari Ken Dedes. Berapakah banyak
jumlah dan kau tak bakal tahu orang yang justru tak boleh punya kesucian?"

"Hyang Wisynu memuliakan kesucian.Tak perlu kau ikut-ikut dengan orang Syiwa
gila itu."

"Dan siapa bakal mengganti kesucian yang hilang tanpa mau sendiri? Hyang
Wisynu?" Oti membantah.

Gadis berumur dua puluh itu datang dari sebuah pulau jauh yang ia tak pernah
mau menyebut namanya. Perompak telah menyerang kampungnya waktu ia
sedang berdayung seorang diri di muara sungai untuk mengumpulkan telor penyu.
Umur be rapa ia waktu itu? Ia tak tahu. Yang teringat olehnya ia dapat
menghitungnya dengan dua kali banjir besar di kampungnya. Yang terakhir banjir
itu begitu derasnya. Rumah-rumah panggung ditumbangkan. Orang dibantingkan
oleh arus pada batang-batang kayu hutan. Dengan surutnya banjir hujan tak turun
lagi sampai seratus hari. Kali pada kering hutan di pegunungan mulai menyala
terbakar, dan pagi itu ia disergap di atas biduknya oleh serombongan perahu yang
merompak kampungnya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Setelah itu ia dijual sebagai budak, dari pulau satu ke yang lain. Dari sebanyak itu
lelaki yang menggunakan dirinya ia tak mendapatkan seorang bayi pun. Para dewa
tak membenarkan lahirnya bocah dengan terlalu banyak bapak, pernah seorang
wanita senasib sependeritaan mengatakan padanya, juga para leluhur tidak; kalau
tidak, anak dengan terlalu banyak bapak akan lahir seperti lipan, dengan kaki
seratus.

Terakhir kali dijual ialah sewaktu kapal besar itu membawanya ke pelabuhan
Gresik. Ia dibeli oleh seorang pedagang ikan kering. Pekerjaannya mempesiangi
ikan dan menjemurnya, sampai pada suatu kali ia terbujuk oleh seorang
pengangkut garam ke pedalaman. Orang itu setiap bulan dua kali dengan
perahunya hilir dan mudik di kali Brantas. Seorang narapraja telah merampasnya
dari tangan lelaki itu, karena perahu garam dan ikan asin itu tenggelam, dan orang
itu tak mampu mengganti harganya. Dan istana Kediri ia dihadiahkan pada Tunggul
Ametung karena mempunyai keahlian istimewa: membuat sambel jeruk yang
menimbulkan gairah makan.

"Kau perlu pengampunan, Oti, demi Hyang Wisynu," bisik temannya.

Dengan Jawa yang kaku dan selalu salah tekanan ia membantah, juga dalam
bisikan:

"Justru mereka yang memperlakukan aku sekehendak hatinya yang memerlukan
pengampunan."

"Boleh jadi dahulu kau orang Buddha atau Syiwa."

"Semua yang tak kau sukai kau anggap orang Buddha atau Syiwa."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

"Semua yang jahat berasal dari orang-orang Syiwa yang memuliakan kama[Kama,
nafsu.] tanpa batas itu" "Stt. Lurah dapur datang."

"Nyi Lurah, berilah ijin pada kami untuk sekali ini bisa ikut mengagumi Yang Mulia
Paramesywari."

Wanita tua itu tersenyum senang, dan:

"Tak ada yang lebih ayu daripada Ken Dedes. Kalian perlu lihat. Sebentar lagi Yang
Mulia Akuwu dan Paramesywari akan keluar dari pura. Semua rakyat pekuwuan
akan mengelu-elukan sepanjang jalan. Mengapa tidak?"

Oti membuang muka. Ia hanya seorang budak, tak mungkin bisa bercampur
dengan orang banyak yang bebas. Apalagi menyaksikan orang-orang besar.
Lambat-lambat ia melangkah keluar dari dapur.

"Oti!" lurah dapur, Sina, memanggilnya. Dan waktu budak itu berdiri di
hadapannya, dengan kepala menunduk, ia meneruskan, "lepas tapasmu, sekali ini
mari ikut."

"Tanpa tapas penutup kepala, mereka akan tangkap dan aniaya sahaya ini."

Lurah Sina memberinya kain penutup kepala:

"Berjalan kalian berdua di belakangku. Semua ingin melihat

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Yang Mulia Paramesywari." Juga budak yang lain itu, Unggok, melepas tapas
penutup kepala sebagai tanda budak, dan menggantinya dengan selendang.

Semua pekerja dapur keluar, bermandi sinar matan pagi yang sedang mengusir
kabut. Puncak pegunungan di kejauhan pun mulai berjengukan berebut dulu untuk
melihat pengantin yang baru keluar dari pura. Dingin pagi telah berkurang. Dan
jalan pendek dari batu, penghubung antara pura pekuwuan dengan gerbang
belakang gedung itu, telah tertutup oleh penghuni pekuwuan, terjaga oleh
pasukan pengawal.

Akuwu yang mendekati lima puluh itu berjalan seiring dengan pengantinnya yang
berumur enam belas. Mereka berjalan lambat seakan takut membangunkan
cengkerik tidur. Di belakangnya mengiringkan beberapa orang abdidalam
membawa jam-bang-jambang kuningan berisikan air bunga.

Para penonton bersimpuh dan mengangkat sembah.

Dari bawah keningnya Oti dapat melihat kesuraman yang meliputi wajah Ken
Dedes dan kebahagiaan yang terpancar pada mata Sang Akuwu. Dedes berwajah
bulat, berhidung bangir-tipis, pertanda berdarah Hindu mengalir dalam tubuhnya.
Tunggul Ametung berwajah bulat, berhidung pesek, berpipi tebal, tak ubahnya
dengan petani Tumapel lainnya. Mata mereka sama besar dan bulat. Dedes
menunduk sedang Tunggul Ametung mengangkat dagu seperti sedang memimpin
perang.

Begitu muda dan suci Oti menjatuhkan pandang pada tanah di antara dua kaki
Lurah Sina. Barangkali lima atau enam musim lebih muda daripadaku, cantik gilang-
gemilang, semua bakal berada di bawah perintahnya semua, pria dan wanita.
Sungguh seorang dewi di atas bumi.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Kemudian ia lihat kaki Dedes yang berhartal itu melangkah lambat-lambat,
kemudian pada buahdada yang menggeletar dari balik sutra terawang itu pada
setiap langkah. Ia rasai setiap ayunan kakinya menginjak-injak pada kepala dan
tengkuknya.

Dia memiliki segala. Dia dewi di atas bumi itu. Dan aku? Diriku sendiri pun tidak,
dan selama ini tak pernah jadi milikku sendiri.

Di pulaunya tak ada orang pernah didewikan atau didewakan. Orang berperang
dan mati, mengaduk hutan dan laut tanpa pernah jadi budak. Orang berladang,
menangkap ikan, mencari telor penyu untuk seluruh kampung. Orang bersesaji
hanya untuk para leluhur. Di sini semua untuk dua orang itu saja .... Dan semua
kebesaran hanya milik para dewa. Ia tahu betul, di kampungnya dewa tak pernah
berkuasa.

Kembali ke dapur ia kenakan lagi tapas kelapa penutup kepaia Ia menjadi terdiam.
Ia menyesal telah ikut melihat kebesaran yang terlampau besar tergelar di
hadapannya: manusia dan perhiasannya.

Beberapa tahun yang lalu ia belajar membaca dari temannya yang bukan budak, si
Polang. Dari temannya itu juga ia dapat membaca rontal lepas dari Arjuna Wiwaha
salinan dari karya Mpu Kanwa. Ia mengherani adanya raksasa dan ia tak dapat
membayangkannya. Ia mengherani adanya satria yang mendapatkan kelebihan-
kelebihan dari para dewa. Dan betapa banyak dewa, raksasa dan satria dalam
pikiran orang Tumapel. Juga di Jawa ini ia banyak dengar orang menyebutkan
kebesaran para dewa dan satria, dan dengan diam-diam ia mencoba pahami
kehinaan dirinya sendiri sebagai budak.

Ah, hanya budak. Jangankan para dewa dan satria, seorang lelaki biasa pun tak ada
datang untuk merayunya apalagi mela-marnya. Wanita budak paling baik hanya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

untuk pria budak. Dan di istana Tumapel ini dia tak ada. Setidak-tidaknya ia belum
pernah menemui. Mereka ditempatkan jauh dari Kutaraja. Ia tak tahu di mana.
Setidak-tidaknya tak diperkenankan menginjak bumi mulia yang terjamah oleh kaki
Sang Akuwu. Ia pernah dengar budak lelaki dipekerjakan di pembakaran batu bata
dan di pembelahan batu. Ia merindukan tempat yang tak diketahui namanya itu. Ia
merindukan salah seorang di antara mereka yang bakal melamarnya. Ia
merindukan seorang bayi, yang dapat digendong dan ditimangnya. Ia akan
nyanyikan untuknya lagu-lagu dari kampungnya dulu di muara sungai. Mungkinkah
itu? Maukah dan mampukah orang itu menebusnya dari pekuwuan ini, sedang
mereka tak mampu menebus dirinya sendiri?

Apa saja yang telah dilakukan oleh para dewa itu maka ia sampai kehilangan hak
untuk menikmati apa yang patut dinikmati oleh manusia seperti halnya dengan Ken
Dedes? Samsara? Tahu apa aku tentang hidupku terdahulu sampai aku harus jadi
budak orang lain sekarang ini?

"Awas!" budak Unggok memekik.

Oti melompat. Budak-budak wanita lain yang memikul belanga tembaga berisi air
mendidih itu tergoncang-goncang karena pemikul terdepan terpeleset oleh
ceceran kuah. Badan mereka kukuh seperti lelaki, mengkilat karena panas dan
keringat.

"Tonga, tonga!" budak pemikul itu mendengus.

Tak ada orang mengerti maksudnya. Tak ada orang yang mau mengenal
bahasanya.

Hari ini hati Oti rusuh tiada menentu. Ia tak bisa berdamai dengan nasibnya. Ia
mengiri pada Ken Dedes. Ia tak dapat mengerti mengapa semua orang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

menganggap perkawinan agung itu sebagai sesuatu yang semestinya. Dan dirinya
sendiri? Mengapa harus menjadi budak, sekedar dapat makan dan secabik pakaian
agar tetap hidup dan tetap menjadi budak? Direnggang-kannya tali tapas kelapa
penutup kepala itu. Ia sengaja hendak membikin lambang kehinaan itu jatuh dan
akan pura-pura tidak tahu. Tahun demi tahun, siang dan malam benda coklat itu
semakin berat juga menekan hatinya.

Waktu tapas itu akhirnya jatuh tepat di bawah kaki Lurah Sina, suatu pukulan rotan
telah menghantam pipinya. Jalur merah segera melintang pada mukanya, ia tak
mengerang, tidak mengaduh. Ia tahu, itulah yang bakal diterimanya. Tapi ia telah
mencoba. Dan benar-benar tanda budak itu harus tetap dikenakannya.

"Kau sendiri tahu, bukan aku yang mengizinkan." bentak Lurah Sina.

Tanpa bicara ia tutup kembali kepalanya.

Lurah Sina duduk lagi di ambin, membantu merajang bawang merah, seakan tiada
terjadi sesuatu atas diri siapa pun.

Pagi itu Arya Artya duduk termenung di tepian kolam pemandian. Memasuki
umurnya yang ke empat puluh ia nampak semakin suram. Pengesahan gelar Arya
dari Yang Suci setahun yang lalu belum juga membawa pengaruh baik atas dirinya.

Yang Suci tidak pernah membantah kebenaran silsilah, benar ia berdarah Arya,
juga mengakui ia seorang brahmana. Semua orang Kutaraja tahu, di puranya
sendiri ia mempersembahkan korban. Bahwa ia seorang yang berpengetahuan luas
tentang sifat-sifat semua dewa, syakti dan lambang-lambang serta tafsirnya.
Bahwa ia menguasai Bharatayuddha karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh,
menguasai Mahabharata dan Ramayana asli, juga Ramayana dari jaman Rakai

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Balitung, tiga ratus tahun yang lalu, Sansakerta dan Jawa. Tetap:Yang Suci
Belakangka tak juga memberinya ijin untuk mengajar.

Tidak seperti brahmana lain, ia memilih tempat di pinggiran ibukota. Bila mengikuti
kebiasaan kaum brahmana selama dua ratus tahun belakangan ini, ilmu dan
pengetahuan hanya akan tersebar di lereng gunung-gunung sepi. Ia mencoba
mematahkan kebiasaan itu. Dan ia tidak berhasil. Bahkan tak ada seorang
narapraja pun pernah datang berkunjung, apalagi belajar. Betapa rendahnya harga
brahmana di mata Tumapel.

Seperti kaum brahmana lain selama dua ratus tahun belakangan ini ia pun
menyesali Erlangga, orang yang serba bisa itu, juga bisa membikin terdesaknya
kaum brahmana. Dialah pula yang melarang adanya paria, perbudakan. Dia hanya
mengakui triwangsa; biara, candi, bahkan pura negara pun kehilangan pamor
dengan hilangnya perbudakan, kaum paria hina itu, makhluk serendah hewan di
luar triwangsa.

Untuk mengambil hati kaum brahmana Sri Baginda Kreta-jaya menghidupkan
kembali perbudakan untuk merawat bangunan-bangunan suci Yang Suci
Belakangka dengan serta-merta membenarkan. Suatu telah ditemukannya untuk
men-ciptakan perbudakan. Akuwu Tumapel menyokong dan meman-faatkannya.
Dan dipergunakan budak-budak itu untuk memperkaya diri mereka berdua.

"Sekumpulan ular bermuka dua," sebut Arya Artya."Mem-perbudak orang-orang
tak berdaya, dan membikin orang tak berdaya untuk dijadikan budak."

Duduk di bawah naungan pohon beringin muda di tepi kolam pemandian ini benar-
benar ia tak dapat memusatkan pikirannya. Belakangka mempunyai kedudukan
terlalu kuat. ia tak mampu untuk dapat mendesaknya. Akuwu Tumapel telah
tergenggam dalam cengkeramannya. Ia mencoba mengenangkan kembali

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

perayaan selesai brahmacarya kemarin. Ken Dedes kini telah jadi milik Tunggul
Ametung. Dan Akuwu itu menoleh padanya pun tidak dalam upacara kemarin.
Bukankah telah dinasihatinya Akuwu itu untuk mengambil gadis itu dengan segala
cara yang mungkin. Dia telah mengambilnya, dan ia tak juga mendapatkan ucapan
terimakasih, apalagi memberikan kedudukan Belakangka pada dirinya.

Ia menyesal telah menghadiri upacara kemarin. Tidak hadir pun tidak mungkin
pengkokohannya sebagai brahmana bisa dicabut oleh Tunggul Ametung. Ia akan
kehilangan bantuan negeri, dan akan terpaksa membuka perguruan di lereng
gunung juga seperti brahmana yang selebihnya.

Ia tahu, Mpu Parwa dengan diam-diam telah menerima beberapa orang pelajar.
Sampai sebegitu jauh ia tak persembahkan itu pada Sang Akuwu. Orang berilmu,
berpengetahuan dan berbakat itu tak boleh punah. Jabatan Pandita Negeri
untuknya belum lagi berarti dibandingkan dengan hancurnya brahmana itu. Ia
hanya dapat persembahkan nasihat untuk mengambil Dedes. Dan untuk jasanya
itu ia tidak mendapat apa-apa. Uh, melihat padanya pun Tunggul Ametung tidak.

Ia sudah tak punya jalan untuk dapat bercengkerama dengan penguasa Tumapel
itu. Orang sebodoh itu, tapi gesit, tangkas dan cerdik seperti tikus pada umumnya.
Seluruh ilmu dan pengetahuanku tak dapat menembus ketidaktahuannya.Tapi
sekali kau akan terjatuh dalam pengaruhku

Ia tak dapat berdamai dengan nasibnya: seorang brahmana yang dipersamakan
kedudukan dan kehormatannya dengan seorang kepala desa.

Dalam usahanya untuk memusatkan pikiran ia bangkit kemudian berjalan
mengelilingi kolam pemandian. Sebentar ia berhenti mengawasi bambu pancuran
yang tak henti-hentinya memuntahkan air, tepat seperti pancuran candi Belahan.
Ia berjalan lagi, dan kini ingatannya menggapai kembali peristiwa Belahan itu ....

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Tiga bulan yang lalu ia ikut dalam rombongan pengiring Sang Akuwu berkunjung ke
candi Belahan di lereng utara Gunung Penanggungan. Tunggul Ametung hendak
meminta berkah pada Hyang Wisynu, pada arwah Sang Sri Erlangga untuk
rencananya mengambil Dedes, agar tidak memungkinkan amarah kaum brahmana.

Sebagai brahmana penganut Syiwa ia tak rela mengangkat sembah pada arwah
seorang raja, biar pun dikeramatkan sebagai titisan Hyang Wisynu. Seperti kaum
brahmana selebihnya ia juga tidak membenarkan adat baru mengangkat arwah
raja menjadi dewa yang harus disembah dan dipinta restunya. Tak pernah itu
diajarkan dalam kitab-kitab suci purba. Orang-orang Wisynu dimulai dengan
Erlangga yang membuka adat memuja arwah leluhur, perbuatan khianat pada para
dewa. Semua para dewa yang menentukan, bukan petani-petani bodoh itu.

Orang tak menegurnya waktu ia tak ikut mengangkat sembah. Mereka semua
tenggelam dalam kekhidmatan, tak memperhatikannya. Waktu rombongan
memasuki candi dengan jalan menekuk lutut, tak habis-habisnya ia menyumpah
harus berlaku seperti itu terhadap arwah seorang raja tani. Dan abu Sri Erlangga itu
ditanam di bawah lantai pemandian. Orang beringsut-ingsut mengelilingi kolam,
dengan kepala menekuri air. Kemudian semua menuju ke dinding belakang candi.
Entah berapa kali orang mengangkat sembah pada patung pada dinding itu:
Erlangga di atas garuda bertubuh manusia, dipahat dari sebuah batu kali besar.
Dan di bawah patung itu berdiri dua orang Paramesywarinya: Sri dan Laksmi, dua-
duanya putri Sri Teguh Dharmawangsa. Dua-duanya tidak dipahat dari batu, hanya
dari tanah liat bakar, merah kecoklatan. Tentu saja, karena Paramesywari adalah
Syiwa.

Ia tak dapat menghapus gambar Erlangga sebagai Wisynu itu dari ingatannya. Dan
patung potret itu tidak berhidung bangir seperti dirinya, bukan hidung warisan
Hindu, hanya warisan Sudra terkutuk. Kalau ia harus menyembah, ia akan tujukan
pada Sri dan Laksmi, yang nyata berhidung bangir Hindu dan Syiwa pula, bukan
Wisynu.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Betapa ia benci pada Erlangga, raja pertama yang mulai tidak mengindahkan
ajaran, mengangkat diri dan nenek-moyangnya jadi dewa dengan nama dewa-
dewa Hindu. Seluruh keturunannya mengikutinya, juga Akuwu Tumapel yang
bukan keturunan hanya seorang Akuwu! Itu pun ia tak dapat mempengaruhinya.

Mereka semua patut jadi isi nerakanya Wairocana. Takkan mendapatkan ampun
sebagaimana diperoleh Purnawijaya.

Ingatannya kembali melayang pada perayaan kemarin. Sejoli pengantin baru.Yang
Suci memimpin seluruh upacara. Dari cara upacara itu dilangsungkan dan mantra-
mantra itu diucapkan ia mengambil kesimpulan: Yang Suci tidak pernah meniupkan
dalam kesedaran Tunggul Ametung rahasia hidup yang mempertautkan
atman[Atman, diri, mikrokosmos.] dengan brahman[Brahman, semesta yang suci,
makrokosmos.]. Kalau tidak mana mungkin rumah Tiwan, hanya karena atapnya
lengkung berbentuk tanduk Nandi, kendaraan Hyang Mahadewa Syiwa itu, dibakar,
dan Tiwan sendiri dengan anak bininya diikat dengan nagabanda[Nagabanda, tali
berbentuk naga, pengikat mayat sebelum dibakar.] dan dipaksa masuk ke dalam
api?

Arya Artya tak dapat menanggung cemburuan Wangsa Erlangga[Wangsa (dinasti)
Erlangga disebut juga Wangsa Isana.] bahkan juga akuwunya terhadap segala yang
berbau Syiwa.

"Kalau aku tak berhasil mendudukkan cakrawarti Hyang Syiwa di Tumapel,
terkutuklah kalian Wangsa Erlangga! Terkutuk! Juga seluruh adipati, bupati dan
akuwunya! Terkutuk!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Ia turun ke pemandian dan mulai berenang-renang dalam air hangat itu, mondar-
mandir beberapa kali, kembali duduk di atas batu di pinggir kolam dan menggosok
badan. Turun lagi ke air kemudian ia berendam.

Sampai ia dalam perjalanan menuju ke rumah ia masih juga tak dapat menentukan
apa harus ia perbuat selanjutnya. Sekiranya begitu bakal jadinya, ia tak bakal
bisikkan Dedes pada kuping Tunggul Ametung. Ia dapat mempersuntingkan untuk
diri sendiri.

Sampai di rumah untuk ke sekian kalinya ia bertanya pada diri sendiri: Jadi apakah
aku ini, yang bernafsu untuk jadi pandita negeri, seorang brahmana pemuja Sang
Hyang Mahadewa Syi-wa, yang gagal melaksanakan keinginan untuk jadi pandita
akuwu Wisynu? Sudah sedemikian hinakah arya Hindu di bawah Wisynu Jawa ini?

Karena tak mendapat kepuasan dari pergulatannya ia jatuhkan diri duduk di atas
tikar pandan, menyanyikan sebuah karya Baga-watgita dalam Sansakerta ....

Pancaroba yang cemerlang itu menjanjikan panen palawija gilang-gemilang sebagai
restu Dewi Sri untuk pernikahan Tunggul Ametung.Yang Suci telah mengukuhkan
kenyataan ini dan mempersembahkannya pada Sang Akuwu. Ia sendiri pada pagi
itu telah mengeluarkan perintah pada semua petani untuk memuliakan Dewi Sri
dengan lebih meriah. Patung dari jerami huma harus didirikan di semua pelataran
lumbung desa dan keluarga, dan sesaji di pura desa harus dipenuhi.

Tunggul Ametung menjanjikan karunia emas lima puluh saga[ukuran berat untuk
emas, ± 1 gram] dan perak seratus lima puluh catak[ukuran berat untuk perak, ± 20
gram.] pada desa dengan panen terbaik untuk memperbaiki pura desanya.
Menyusul janji karunia seratus saga emas dan dua ratus catak perak kepada

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

barangsiapa dapat menangkap Borang hidup atau mati. Atau Santing, atau Arih-
Arih, atau nama apa pun yang dipergunakannya.

Pengumuman itu diserukan di panggung alun-alun. Belum lagi tersebar ke semua
desa seorang kepala pasukan telah menjatuhkan diri di hadapan Tunggul Ametung
di pendopo.

"Ampun Yang Mulia, kerusuhan terjadi di barat Kutaraja Sahaya mohon
balabantuan. Mereka terlalu kuat."

"Siapa bangkitkan kerusuhan itu? Borang? Santing?"

"Bukan, Yang Mulia."

"Arih-Arih lagi?"

"Tidak jelas,Yang Mulia."

"Bukankah yang dipadamkan Kidang Tandingan sebulan lalu bernama Arih-Arih?"
"Tepat, Yang Mulia." "Juga yang sekali ini orangnya muda?" "Boleh jadi, Yang
Mulia."

"Siapkan pasukan kuda, aku sendiri yang bakal tangkap bajingan muda itu."

Tunggul Ametung tak pernah marah mendapatkan laporan adanya kerusuhan.
Apalagi bila yang memimpin seorang muda. Ia sendiri meningkat ke atas melalui
cara yang demikian juga Dan ia mengerti perasaan pemuda-pemuda yang juga

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

ingin jadi Tunggul Ametung. Soalnya bagaimana cara ia mempertahankan
kedudukannya dan bagaimana ia mengadu-domba antara gerombolan pemuda
yang satu dengan yang lain. Ia tahu Arih-Arih, Santing dan Borang, barangkali tiga
orang pemuda atau seorang dengan tiga nama, mempunyai cara-cara yang ia
belum pernah melakukan, bahkan belum pernah mengenal. Tetapi ia senang
dengan tantangan itu. Ia akan memberikan kesempatan berkelahi, dan
kemenangan hanya untuk dirinya sendiri.

ia berpaling pada Belakangka:

"Yang Suci, tambahkan pada karunia itu, sebuah patung Hyang Wisynu dari emas
dan tamtama dalam pasukan pengawal pekuwuan, barangsiapa bisa menangkap
mereka bertiga atau dia dengan tiga nama itu dalam keadaan hidup."

"Tetapi Yang Mulia tidak diperkenankan meninggalkan pengantin."

"Untuk hadiah bagi Paramesywari."

"Hadiah yang dijanjikan itu semua memang akan jatuh ke tangan Yang Mulia
sendiri. Jangan lakukan.Yang Mulia. Panjang hari tidak mencukupi. Lagipula belum
dibenarkan Yang Mulia meninggalkan pengantin masih sepuluh hari lagi."

Tunggul Ametung tertawa meremehkan. Hari ini juga ia akan perlihatkan apa yang
ia bisa pada Paramesywari. Resi Talu pengurus Candi Belahan itu bukankah sudah
meramalkan diri bakal lebih besar, jauh lebih besar daripada Sri Baginda Kretajaya?
Sebelum matan tenggelam ia sudah akan mengutip karunia yang ia janjikan sendiri.

Kuda Tunggul Ametung lari mencongklang diikuti oleh dua buah pasukan. Desa-
desa Pangkur, Karangksetra dan Randualas telah dilewati. Bukit-bukit telah

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

dilewati, dan di hadapan mereka membubung puncak Gunung Arjuna. Sampai di
pertigaan jalan ke Kediri dan desa Kapundungan Tunggul Ametung berhenti. Jalan
itu semakin mendaki, dan ia tahu kudanya telah lelah. Pasukan telah menyusulnya.

"Memang desa-desa sebelah barat ini agak sulit diatur," serunya, sengaja untuk
didengar juga oleh orang-orang desa. "Lihat, kotor. Lain kali semua desa dengan
jalan kotor begini bukan saja hanya malah harus diperingatkan, diperiksa."
"Diperiksa, Yang Mulia?"

"Diperiksa, mulai sekarang. Kekotoran ini sarang perusuh."

"Mulai sekarang belum mungkin, Yang Mulia, tempat kerusuhan justru sudah
dekat."

"Apa kataku? Sarang perusuh," ia memberi perintah agar sebuah pasukan berjalan
di depannya. Pasukan lainnya diperintahkannya berhenti.

Pasukan itu mencongklang seirama. Debu berkepulan di udara. Tak urung Tunggul
Ametung melecut kendaraannya dan menyusul di belakangnya. Mereka menjurus
lurus ke Gunung Arjuna.

Kepala pasukan di depan mendadak berhenti di tikungan, berpaling ke belakang
dan memekik: "Balik, Yang Mulia! Cepat!"

Tepat di bawah lereng terjal Tunggul Ametung berhenti. Ia tertawa dalam hatinya
diperingatkan untuk balik. Dari pengalaman ia tahu, pohon di belokan jalan sana itu
jatuh karena ditebang. Perusuh sedang pesta-pora di desa selanjutnya. Beberapa
kali dahulu ia sendiri telah merobohi jalanan dengan pohon untuk menghalangi
pengejaran pasukan kuda Kediri.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Suatu gerak mencurigakan membikin ia memegangi hulu senjatanya. Ia angkat
pandangnya ke tebing di samping kanannya. Di atas sebuah batu berdiri seorang
berkumis sekepal, ber-destar hitam dan berpenutup dada hitam pula. Pada
tangannya ia membawa trisula. Ia tahu benar itu bukan trisula untuk berkelahi, tapi
untuk upacara keagamaan orang-orang Syiwa. Cawatnya berwarna coklat dan
nampak sudah tua. Terompah tapas dikenakan pada kakinya.

"Siapa yang kau cari, Akuwu Tumapel?" tegur orang berkumis sekepal itu.

"Siapa kau?" bentak kepala pasukan yang segera datang untuk melindungi Akuwu.

"Diam kau, prajurit. Tidakkah kau tahu aku sedang bicara dengan Akuwu Tumapel?
Jangan terlalu dekat. Daging kalian bisa buyar di bawah seratus lima puluh mata
tombak. Siapa kau cari Akuwu? Aku?"

Dari atas kudanya Tunggul Ametung menggerang:

"Kau! Borang, Arih-Arih, Santing. Melihat dari kekurang-ajaranmu, kaulah Borang."

"Tak aku kenal nama Borang."

"Arih-Arih?"

"Tidak" "Santing?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

"Kalau seorang berani menghadapi Tunggul Ametung seorang diri begini, dia tak
perlu berbohong." "Siapa kau?" "Brahmana dari utara."

"Tak ada tempat untuk brahmana di Tumapel."

Kepala pasukan itu mengangkat tombak untuk dilemparkan.

"Apakah kau anggap prajurit Tumapel saja yang bisa lemparkan tombak? Lihat
trisula ini. Sekali aku angkat kilat Sang Mahakala akan sambar kalian dengan
seratus limapuluh mata tombak."

"Jadi cantrik Arya Artya pun kau belum patut," Tunggul Ametung mengejek orang
berkumis sekepal itu.

"Di pekuwuan kau bebas bicara seperti itu. Tunggul Ametung. Dalam apitan
gunung dan jurang begini aku lebih kuasa daripada kau, dan seribu orang seperti
kau." "Siapa kau?"

"Ingat-ingat wajahku ini, dan kembali kau segera pada pengantinmu. Apa kau
relakan dia jadi janda?"

"Tidak percuma pasukan kuda ada di depan dan belakangku."

"Apa artinya pasukan kudamu dalam apitan gunung dan jurang? Tak mengerti kau
tentang perang? Kembali! Dengarkan nasihatku sebelum murka Hyang Mahadewa
jatuh di atas kepalamu."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Orang berkumis sekepal itu membuka kain penutup dada. Muncullah perak
bergambar dudul Durga Mahisasuramardini[Durga Sang Pembunuh Yaksa
Banteng].

Tunggul Ametung menutup mata dari pantulan tajam itu dengan lengan. Dari adi
pun ia sudah tak tahan terhadap ketajaman pandang mata orang itu. Sebagai orang
yang berpengalaman dalam adu kekuatan dan adu senjata ia tahu, barangsiapa
kalah pandang, dialah pula yang bakal kalah berlawan.

Ia turunkan lengannya, memalingkan muka, menarik kendali kuda dan berjalan
lambat-lambat meninggalkan tempat itu Kepala pasukan itu memburunya dan
memprotes: "Ijinkanlah kami menumpasnya."

"Kembali! bukan lawanmu. Bukan lawan kita. Seorang brahmana yang akan
menyelesaikannya."

Sampai pada pasukan kedua ia gerakkan tangan memberi isyarat untuk pulang.

Di pekuwuan ia perintahkan pada Yang Suci untuk memanggil Arya Artya. Dan
karena orang yang merasa diri brahmana dari kadar puncak itu tak punya dan tak
dapat menunggang kuda, baru di malam hari ia tiba.

"Apa yang Bapa ketahui tentang seorang brahmana muda di Tumapel ini?"

"Tak ada brahmana muda di Tumapel ini. Semua sudah tercatat dalam ronta! Yang
Suci. Yang Mulia.Yang diijinkan mengajar dan yang tidak. Bapa termasuk yang tidak
diijinkan."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

"Maksudku seorang brahmana muda."

"Sekiranya ada, dia akan sowan pada Bapa ini untuk mendapatkan restu. Bila
demikian Bapa akan segera menyampaikan pada Yang Suci. Lagi pula, tak mungkin
seorang muda bisa jadi brahmana. Untuk dapat menguasai Sansakerta paling tidak
dia membutuhkan sepuluh tahun. Tanpa itu bagaimana seorang muda dapat
mengenal Atharwaweda dan menjadi brahmana? Berapa umur orang yang
mengaku brahmana muda itu. Yang Mulia?"

"Dari kumisnya yang setebal kepalan, kiranya tiga puluh."

"Dengan umur tiga puluh orang baru bisa menghafal mantra-mantra
pentahbisan,"Arya Artya mengangguk. "Belum pernah terdengar ada brahmana
berkumis sekepal. Di mana Yang Mulia jumpai dia?"

Tunggul Ametung tak menjawab. Pada waktu itu Belakangka datang. Menghormat
kedua-duanya dan memulai:

"Yang Mulia, mendengar dari para prajurit tentang brahmana muda itu ..."

"Tak ada brahmana muda berkumis sekepal, Yang Mulia, percayalah," sumbar Arya
Artya.

"Serahkan persoalan ini pada sahaya,Yang Mulia. Bukan suatu perkara yang sulit."

"Tak ada brahmana seperti itu. Dia hanya penipu. Yang Mulia, sepatutnya
dihancurkan badannya dengan garukan kerang."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Click to View FlipBook Version