The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Bahan menulis karya ilmiah untuk mahasiswa STKIP Babunnajah pandeglang

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by mamanr080771, 2021-09-26 10:51:36

MENULIS ILMIAH

Bahan menulis karya ilmiah untuk mahasiswa STKIP Babunnajah pandeglang

Keywords: Menulis Ilmiah

1

KATA PENGANTAR

Bahan ajar menulis ilmiah bahasa Indonesia ini disusun dengan
menggunakan pendekatan komunikatif, artinya lebih menekankan pada
kemampuan dalam menggunakan bahasa dan bukan kemampuan
menguasai unsur-unsur bahasa. Di samping itu, kurikulum KKNI dan
Rencana Pembelajaran Semester (RPS) disusun berdasarkan pada analisis
kebutuhan yang dilanjutkan dengan penyusunan bahan ajar menulis ilmiah
bahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dosen dan
mahasiswa pada mata kuliah bimbingan penulisan karya tulis ilmiah bahasa
Indonesia dengan mencari model yang sesuai dengan tuntutan kurikulum.
Adanya RPS yang dijadikan sebagai acuan, agar standar kompetensi yang
harus dicapai oleh mahasiswa melalui berbagai indikator. Indikator itu sendiri
dimaksudkan sebagai rambu-rambu, ukuran, dan ciri-ciri yang harus
dilakukan, dikerjakan, dicapai oleh mahasiswa dalam menguasai dan
menggunakan dalam mengembangkan kemampuannya.

Tiap topik dalam bahan ajar menulis ilmiah bahasa Indonesia
dikembangkan dengan lima komponen, yaitu:

1. Capaian pembelajaran
2. Indikator
3. Uraian materi
4. Sumber
5. Latihan dan tugas.

Secara garis besar, isi bahan ajar menulis ilmiah ini diuraikan dalam
tiap topik.

Topik 1, (A). Struktur menulis ilmiah, topik ini mencakup: (1) judul, (2)
kata pengantar, (3) pendahuluan, (4) perumusan masalah, (5) metode dan
hasil pemecahan masalah, (6) kesimpulan dan saran, (7) daftar pustaka, dan
(8) tata cara pengutipan. (B) Ciri-ciri Bahasa Ilmiah, dan (C) Manfaat
penulisan karya ilmiah.

Topik 2, Penalaran ilmiah, topik ini mencakup: (a) penalaran induktif,
(b) penalaran deduktif, dan (c) salah nalar.

Topik 3, Kalimat, topik ini mencakup: (a) struktur kalimat, dan (b) Jenis
kalimat, yang terdiri atas: (1) jenis kalimat menurut bentuknya, (2) jenis

2

kalimat menurut struktur gramatikanya, (3) jenis kalimat menurut bentuk
retorikanya, (4) keefektifan kalimat.

Topik 4, Pengembangan paragraf, topik ini mencakup: (1) pengertian
paragraf, (2) syarat pembentukan paragraf, (3) ciri-ciri paragraf, (4) kalimat
topik, (5) peletakan kalimat topik, dan (6) unsur-unsur kebahasaan
pembangun paragraf, (7) pola pengembangan paragraf, dan (8) hubungan
logis antar kalimat.

Topik 5, Pemilihan kata (diksi), topik ini mencakup: (a) pengertian
diksi, (b) syarat ketepatan pemilihan kata, (c) majas (gaya bahasa), dan (d)
hal-hal yang harus dihindari dalam pemilihan kata.

Bahan ajar menulis ilmiah bahasa Indonesia ini telah disempurnakan
berdasarkan hasil perbaikan dengan teman-teman dosen maupun pakar.
Hasil perbaikan tersebut menjadi masukan dan pertimbangan dalam
penyempurnaan bahan ajar menulis ilmiah bahasa Indonesia ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak atas
dorongan moril bapak Farid Ibnu Wahid, M.Pd., (Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia Untirta). Dr. Dase Erwin Juansah, M.Pd.,
(Dekan FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa). Prof. Dr. Ilzamudin
Ma’mur, M.A. (Guru Besar Tetap UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten),
dan kepada semua pihak yang turut membantu penerbitan modul bahan ajar
Menulis Ilmiah.

Semoga bahan ajar menulis ilmiah ini bermanfaat bagi dosen mata
kuliah Bahasa Indonesia dan mahasiswa dalam memahami dan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan menulis ilmiah.

Pandeglang, September 2021
Penulis,

Dr. Sobri, M.Pd.
NIDN. 0011046808

3

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ....................................................................................... i
Kata Pengantar ...................................................................................... ii
Daftar isi .................................................................................................. iv
1. Topik 1: A. Struktur Menulis Ilmiah ..................................................... 1
1
(1) Judul ........................................................................................ 1
(2) Kata Pengantar ........................................................................ 2
(3) Pendahuluan ............................................................................ 3
(4) Perumusan Masalah ................................................................ 3
(5) Metode dan Hasil Pemecahan Masalah .................................. 4
(6) Kesimpulan dan saran ............................................................. 4
(7) Daftar Pustaka ......................................................................... 10
(8) Tata Cara Pengutipan .............................................................. 12
B. Ciri-ciri Bahasa Ilmiah ................................................................... 16
C. Manfaat Penulisan Karya Ilmiah .................................................... 18
Latihan 1 .............................................................................................

2. Topik 2: Penalaran Ilmiah ................................................................... 19
(a) Penalaran Induktif ......................................................................... 19
(b) Penalaran Deduktif ........................................................................ 20
(c) Salah Nalar .................................................................................... 21
Latihan 2 ............................................................................................. 25

3. Topik 3: Kalimat .................................................................................. 26
(a) Struktur Kalimat ............................................................................. 26
(b) Jenis Kalimat ................................................................................. 26
1. Jenis Kalimat Menurut Bentuknya .............................................. 26
2. Jenis Kalimat Menurut Struktur Gramatikalnya ........................... 27

4

3. Jenis Kalimat Menurut Bentuk Retorikanya ................................ 28
4. Keefektifan Kalimat ..................................................................... 29
Latihan 3 ............................................................................................. 37

4. Topik 4: Pengembangan Paragraf ..................................................... 38
(1) Pengertian Paragraf ...................................................................... 38
(2) Syarat Pembentukan Paragraf ...................................................... 39
(3) Ciri-ciri Paragraf ............................................................................ 39
(4) Kalimat Topik ................................................................................. 39
(5) Peletakan Kalimat Topik ................................................................ 40
(6) Unsur-unsur Kebahasaan Pembangun Paragraf ........................... 41
(7) Pola Pengembangan Paragraf ...................................................... 41
(8) Hubungan Logis Antarkalimat ....................................................... 46
Latihan 4 ............................................................................................. 48

5. Topik 5: Diksi (Pemilihan Kata) ........................................................... 49
(a) Pengertian Diksi ............................................................................ 49
(b) Syarat Ketepatan Pemilihan Kata .................................................. 51
(c) Majas (Gaya Bahasa) .................................................................... 53
Latihan 5 ............................................................................................. 58
62
Daftar Pustaka ........................................................................................
Lampiran-Lampiran: 63
Contoh Format Margin Ukuran Kertas, Format Halaman Sampul Depan, 68
74
Format Halaman Abstrak, Format Makalah/Skripsi, dan Format
Teknik Penulisan Daftar Pustaka Model MLA dan APA ..............
Contoh Kurikulum Mata Kuliah Bahasa indonesia ..................................
Contoh Rencana Pembelajaran Semester (RPS) ...................................

5

MATERI AJAR 1
STRUKTUR MENULIS ILMIAH

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari topik materi ajar 1 mahasiswa dapat menggunakan
struktur penulisan ilmiah yang digunakan untuk menulis ilmiah.

INDIKATOR
1. Mampu menjelaskan struktur penulisan ilmiah
2. Mampu menuliskan ciri-ciri penulisan ilmiah, dan
3. Mampu menjelaskan manfaat penulisan karya ilmiah

A. Struktur Penulisan Ilmiah
Struktur penulisan ilmiah yang dimaksud dalam materi ajar ini, terbagi

ke dalam: bagian awal, yang terdiri atas: (a) Judul; (b) kata pengantar; (c)
daftar isi; (d) daftar tabel (jika ada); dan daftar gambar (jika ada). Selanjutnya,
bagian inti, yang terdiri atas: (a) pendahuluan; (b) perumusan masalah; (c)
metode dan hasil pemecahan masalah; (d) kesimpulan dan saran. Serta
bagian akhir, yang terdiri atas: (a) daftar pustaka; dan (b) lampiran-lampiran.

Berkaitan dengan tujuan penulisan ilmiah yang telah dipaparkan, maka
pada lampiran dituliskan: (a) nama lengkap; (b) pendidikan; (c) riwayat
mengajar; (d) karya-karya ilmiah yang pernah ditulis; (e) pertemuan-
pertemuan ilmiah yang pernah diikuti; dan (f) penghargaan ilmiah yang telah
diperoleh. Tetapi, dalam materi ajar struktur penulisan ilmiah ini hanya
sampai pada bentuk proposal penelitian untuk skripsi, yang meliputi bab 1
sampai dengan bab 3 dan daftar pustaka.

1) Judul
Judul sebuah karya ilmiah hendaknya singkat, namun dapat

menggambarkan secara keseluruhan isi karya ilmiah tersebut. Disarankan
agar panjang judul tidak lebih dari 14 patah kata atau paling banyak terdiri
atas 90 ketukan mesin tik. Oleh karena itu, dalam pemilihan judul hendaknya
dipilih kata dan istilah yang padat makna, tidak mengandung kata klise
(misalnya, penelitian mengenai, gagasan mengenai, dan penelaahan
terhadap), dan seyogyanya tidak memgandung singkatan atau akronim
(kecuali singkatan atau akronim itu telah dikenal baik oleh banyak orang).
Judul sebaiknya juga tidak dimulai dengan kata kerja.

2) Pengantar
Pengantar sering disebut kata pengantar, namun pada penulisan

ilmiah ini dipilih istilah pengantar untuk memberi makna bahwa pada bagian
ini tidak hanya terdiri dari sebuah kata. Pengantar memuat hal-hal yang
dianggap penting untuk disampaikan, misalnya ucapan syukur, tujuan

6

penulisan, isi singkat karya ilmiah, dan harapan-harapan. Agar para pembaca
mempunyai gambaran-gambaran tertentu tentang hasil penelitian yang
dilakukannya.

Dalam era sekarang ini ketika kesalingterkaitan disiplin menjadi pola
umum pendekatan, sering kali terjadi bahwa suatu kegiatan (misalnya
penelitian) tidak mungkin dilaksanakan tanpa bantuan pihak lain. Oleh karena
itu, pada pengantar perlu dicantumkan ucapan terima kasih atas segala
bentuk bantuan yang memungkinkan terlaksananya suatu kegiatan. Namun,
pihak yang diberi ucapan terima kasih hendaknya dibatasi hanya orang atau
badan yang secara nyata memberikan pertolongan atau kontribusi yang
berarti.

3) Pendahuluan
Pendahuluan umumnya memuat dua hal pokok, yaitu: (1) latar

belakang masalah, dan (2) pentingnya masalah tersebut dicarikan
pemecahannya.

Pada dasarnya, masalah atau permasalahan ada kalau terjadi
kesenjangan antara das sollen dan das Sein, ada perbedaan antara apa
yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, antara apa yang
diperlukan dan apa yang tersedia, antara harapan dan kenyataan, dan
sejenis dengan itu. Oleh karena itu, penyelesaian permasalahan pada
dasarnya adalah suatu usaha untuk menutup atau setidak-tidaknya dapat
memperkecil kesenjangan itu.

Karena masalah yang diungkap dalam suatu tulisan diharapkan
marupakan masalah yang riil terjadi, maka akan lebih baik kalau dalam
bagian ini dikutipkan data-data (atau fakta-fakta riil) yang merupakan pemicu
adanya masalah tersebut. Misalnya, seorang penulis yang akan
membicarakan mengenai rendahnya mutu pengajaran bahasa Indonesia di
sekolah, seyogyanya menampilkan bukti-bukti empirik mengenai hal itu. Data
tentang raport yang dikutip dari suatu laporan resmi merupakan salah satu
bukti empirik tadi.

Latar belakang masalah yang diungkapkan (sebagai prolog suatu
tulisan) hendaknya tidak terlalu jauh dari masalah yang sebenarnya. Tidak
selayaknya untuk membahas masalah rendahnya mutu pengajaran bahasa
Indonesia di sekolah, dimulai dengan mengemukakan mukadimah UUD
1945, misalnya sifat tulisan yang lugas, terus terang, to the point, dan
semacamnya menjadi ciri yang perlu diperhatikan dalam penulisan
pendahuluan.

Pendahuluan perlu juga dimuat pentingnya penyelesaian masalah
yang dilakukan. Dalam mengemukakan pentingnya masalah dapat dituliskan
letak masalah yang dibicarakan dalam konteks permasalahan yang lebih
besar. Pengemukaan pentingnya penyelesaian permasalahan tersebut
secara implisit juga memuat manfaat dari penyelesaian masalah tersebut dan

7

sekaligus akan menentukan kadar kemanfaatan karya ilmiah itu sendiri.
Manfaat tersebut dapat merupakan manfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, pemecahan masalah pembangunan, atau
pengembangan kelembagaan.

4) Perumusan Masalah
Dalam bagian ini dikemukakan rumusan masalah yang muncul

berkaitan dengan latar belakang masalah yang ditulis pada pendahuluan.
Permasalahan hendaknya dirumuskan dengan jelas. Biasanya permasalahan
dirumuskan dalam bentuk kalimat Tanya, misalnya agar siswa dapat
mengarang dengan baik, metode apakah yang efektif dalam mengajar
bahasa Indonesia?, namun boleh juga tidak dalam bentuk kalimat tanya.

Untuk memperjelas (atau membatasi) permasalahan, dapat pula
diuraikan pendekatan dan konsep untuk menjawab permasalahan yang
dikemukakan, definisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan penelitian.

5) Metode dan Hasil Pemecahan Masalah
Jika permasalahan yang dikemukakan telah dicari jawabanya lewat

suatu penelitian, maka judul metode dan hasil pemecahan masalah yang
dipilih. Namun, apabila pemecahan masalah yang diusulkan baru dalam
tahap teoretik (gagasan-gagasan), maka judul pembahasan masalah yang
dipilih.

a. Metode dan Hasil Pemecahan Masalah
Bila judul ini yang dipilih, maka bagian ini terdiri dari: (a) metode

pemecahan masalah, dan (b) hasil pemecahan masalah. Pada metode
pemecahan masalah diuraikan: (a) lokasi penelitian, (b) tempat penelitian, (c)
sampel penelitian dan cara pengambilana sampel, (d) metode pengumpulan
data, (e) bahan dan alat yang dipakai, dan (f) teknik analisis yang dipakai.
Sedangkan, pada hasil pemecahan masalah diuraikan: (a) data penelitian, (b)
hasil analisis, dan (c) pembahasan hasil.
b. Pembahasan Masalah

Bila judul ini yang dipilih, maka pada pembahasan masalah ini
diuraikan tentang gagasan-gagasan yang diusulkan untuk menyelesaikan
permasalahan yang telah dikemukakan. Gagasan-gagasan yang dituangkan
hendaknya berdasarkan kepada argumentasi-argumentasi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Salah satu cara untuk memperlihatkan bahwa
tulisan itu berdasarkan kepada argumentasi yang baik ialah dengan mengacu
kepada buku-buku pustaka atau jurnal-jurnal ilmiah yang relevan. Disarankan
agar buku-buku atau jurnal yang diacu diterbitkan dalam kurun waktu kurang
dari sepuluh tahun dihitung dari saat karya ilmiah itu ditulis.

Argumentasi yang berdasarkan kepada pengalaman seseorang dapat
juga dipakai sebagai landasan, namun disarankan untuk tidak terlalu

8

mendominasi. Hal ini karena pengalaman seseorang kadang-kadang masih
bersifat subjektif, yang belum tentu benar untuk orang lain. Apabila
argumentasi berdasarkan kepada pengalaman, seyogyanya ditampilkan
bukti-bukti empirik dari pengalaman tersebut.

6) Kesimpulan dan Saran
Bagian ini disampaikan kesimpulan dari seluruh uraian yang telah

dikemukakan. Berdasarkan kesimpulan tersebut dituliskan saran yang perlu
dikemukakan oleh penulis.

Kesimpulan memuat rumusan yang menjawab permasalahan yang
telah dikemukakan, oleh karenanya kesimpulan tidak perlu terlalu panjang.
Kesimpulan sebaiknya hanya terdiri dari satu atau dua paragraf saja. Atau,
seperti yang banyak dilakukan, butir-butir yang menjadi kesimpulan suatu
tulisan disampaikan dengan sistem penomoran. Sebaiknya dihindari
kesimpulan yang sudah merupakan pengetahuan umum (sudah diketahui
oleh khalayak).

Saran berisikan harapan penulis mengenai tindakan apa yang dapat
dilakukan berkaitan dengan kesimpulan yang dikemukakan. Oleh karena itu,
saran sebaiknya berisi rumusan tindakan konkrit. Seperti pada kesimpulan,
saran hendaknya tidak menyarankan sesuatu yang sudah dikerjakan orang
atau menyarankan sesuatu yang secara umum selalu dinasehatkan oleh
banyak orang. Saran agar siswa belajar giat supaya naik kelas merupakan
contoh saran yang tidak perlu ditulis. Kecuali, pada saran perlu dijelaskan
kepada siapa (atau lembaga apa) saran itu disampaikan.

7) Daftar Pustaka
Ada dua prinsip yang perlu diingat dalam memilih buku (pustaka),

sumber dalam suatu penulisan, yaitu: relevansi dan kemutakhiran. Prinsip
relevansi mempunyai makna bahwa pustaka sumber yang dipilih adalah yang
benar-benar relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam karya
ilmiah. Sedangkan, prinsip kemutakhiran mengacu kepada pengertian bahwa
pustaka sumber yang digunakan hendaklah yang mutakhir (up to date).
Kecuali pustaka yang berkaitan dengan bidang kesejarahan, pada umumnya
sumber yang telah lama memuat teori-teori atau konsep-konsep yang sudah
tidak berlaku lagi karena kebenarannya telah dibantah oleh teori atau konsep
yang lebih baru.

Ada dua jenis sumber pustaka, yaitu sumber acuan umum dan sumber
acuan khusus, Teori-teori atau konsep-konsep pada umumnya dapat
diketemukan sumber acuan umum, misalnya dalam buku-buku teks, dan
ensiklopedia. Sedangkan, yang dimaksud dengan sumber acuan khusus
yaitu kepustakaan yang berwujud jurnal, penelitian, tesis, disertasi, dan
semacamya.

9

Salah satu tolak ukur dari kualitas karya ilmiah adalah seberapa
banyak pustaka acuan yang dipilih merupakan pustaka yang berkualitas.
Oleh karena itu, akurasi pemilihan pustaka acuan benar-benar diperlukan,
tidak sekedar menulis sederet buku namun jauh relevansinya dengan
permasalahan yang dibahas.

Hanya pustaka (buku-buku atau jurnal-jurnal) yang benar-benar
dipakai untuk menulis karya ilmiah saja yang dicantumkan pada daftar
pustaka. Sesuai dengan prinsip kemutakhiran, hendaknya daftar pustaka
yang dipakai tidak lebih dari sepuluh tahun umurnya, dihitung dari saat karya
ilmiah disusun. Hendaknya dihindari menuliskan buku-buku acuan demikian
banyak, namun buku-buku tersebut tidak pernah digunakan, atau bahkan
tidak pernah dibaca oleh penyusun karya ilmiah.

Salah satu fungsi pencantuman pustaka dalam suatu karya ilmiah
yaitu agar pembaca dapat mencari sendiri pustaka sumber tersebut karena
mungkin pembaca ingin membaca secara lengkap pustaka sumber tersebut.
Oleh karena itu, aturan penulisan pustaka wajib diikuti oleh penulis untuk
memungkinkan pembaca mencari pustaka acuan yang ditulis dalam daftar
pustaka.

Daftar pustaka ditulis dengan menggunakan sistem nama-tahun, yang
pada dasarnya ditulis dengan berdasarkan urutan alfabet nama pengarang,
tahun penerbitan, judul buku, kota penerbit, dan tahun penerbitan.

Judul buku ditulis dengan huruf tebal atau huruf miring (jika
menggunakan komputer). Gelar kesarjanaan dan gelar akademik nama
pengarang (misalnya: Drs., Dra., M.Sc. Dr., PhD, dan Prof) tidak perlu ditulis.
Contoh:

Thomson. The Writer Harbrace Handbook: Brief 2nd.ed. Boston:
Thomson Place. 2005.

Alek A., dan H. Achmad, H.P. Bahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.

Jika pada buku tersebut tidak dicantumkan nama pengarang, maka
lembaga yang menerbitkan dapat dianggap sebagai pengarang. Misalnya
seperti berikut:

Departemen Pendidikan Nasional. Pedoman Pembentukan Istilah.
Jakarta: Pusat Bahasa. 2005.

Jika pengarangnya tiga orang atau kurang, maka keseluruhan nama
penulis ditulis semuanya. Jika, pengarangnya terdiri dari empat orang atau
lebih, maka ditulis nama pengarang pertama (utama) disambung dengan kata
dkk. Misalnya pada contoh berikut:

10

Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsyad, dan Sakura H. Ridwan.
Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga. 1988.

Alwi, Hasan, dkk. Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Cet. Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka. 2003.

Artikel dari Suatu Jurnal. Jika yang dikutip adalah sebuah artikel dalam
suatu jurnal, prosiding, bulletin, dan semacamnya, maka ditulis seperti pada
contoh berikut ini.

Amiek Sumindriatmi. 1987, April. “Penyuluhan dan Bantuan Hukum
bagi Masyarakat”. Sumbangsih. 8: 29-31.

Pada contoh tersebut, jurnal Sumbangsih yang diacu mempunyai
nomor penerbitan 8 dan diterbitkan pada bulan April.

Artikel dari Surat Kabar, untuk menuliskan daftar pustaka yang
bersumber dari suatu artikel di surat kabar, ditulis seperti pada contoh berikut.

Hermawan Kertajaya. 1998, 24 Juli. “Informal Meeting di Pulau
Bundar”. Jawa Pos: 4.

Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi. Penulisan daftar pustaka yang
bersumber dari makalah, skripsi, tesis, dan disertasi, mengacu kepada
penulisan pustaka acuan yang bersumber dari buku. Sebaiknya, untuk
makalah, dituliskan pada forum apa makalah tersebut disampaikan dan
kapan forum tersebut dilaksanakan. Misalnya pada contoh-contoh berikut ini.

Anton M Moeliono. 1990. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa:
Suatu Ancangan Alternatif. Disertasi. Jakarta: Universitas
Indonesia.

Asim Gunarwan. 1988. Sekolah dan Perencanaan Bahasa di
Indonesia. Makalah pada Kongres Bahasa Indonesia V. Jakarta,
28 Oktober-2 November 1988.

Soecipto, 1991. Keterlibatan Dunia Kedokteran dalam Pengembangan
Ilmu Olahraga di Indonesia. Makalah. Solo: JPOK FKIP UNS.

Untuk lebih jelasnya teknik penulisan daftar pustaka dapat dilihat pada
tabel di bawah ini, berikut adalah cara penulisan daftar pustaka dengan
format MLA (The Modern Language Association) dan APA (American
Psychological Association)

11

No. Jenis Rujukan Format MLA Format APA

1. Satu Penulis Emzir. Metodologi Emzir. (2007) Metodologi
2. Dua Penulis Penelitian Pendidikan Penelitian Pendidikan
(Kuantitati dan (Kuantitati dan Kualitatif).
3. Tiga Penulis Kualitatif). Jakarta: PT. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Raja Grafindo Persada, Persada.
4. Lebih dari Tiga 2007.
Penulis H.P., Achmad dan Alek
H.P., Achmad dan Alek Abdullah. (2009). Linguistik
Abdullah. Linguistik Umum (Sebuah Ancangan
Umum (Sebuah Awal memahami Ilmu
Ancangan Awal Bahasa). Jakarta: FITK
memahami Ilmu Press.
Bahasa). Jakarta: FITK
Press, 2009. Akhadiah, Sabarti, Maidar G.
Arsyad, dan Sakura H.
Akhadiah, Sabarti, Maidar Ridwan. (1989).
G. Arsyad, dan Sakura Pembinaan Kemampuan
H. Ridwan. Pembinaan Menulis bahasa Indonesia.
Kemampuan Menulis Jakarta: Penerbit Erlangga.
bahasa Indonesia.
Jakarta: Penerbit Alwi, Hasan, el.al. (1993) Tata
Erlangga, 1989. Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta:
Alwi, Hasan, el.al. Tata Depdikbud.
Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta:
Depdikbud, 1993.

Atau Atau

Alwi, Hasan, dkk. Tata Alwi, Hasan, dkk. (1993). Tata

Bahasa Baku Bahasa Bahasa Baku Bahasa

Indonesia. Jakarta: Indonesia. Jakarta:

Depdikbud, 1993. Depdikbud.

5. Lebih dari Satu Sugono, Dendy. Berbahasa Sugono, Dendy. (2002).

Edisi Indonesia dengan Berbahasa Indonesia

Benar. Ed. Rev. dengan Benar. Ed. Rev.

Jakarta: Puspa Swara, Jakarta: Puspa Swara.

2002.

6. Penulis dengan Keraf, Gorys. Komposisi: Keraf, Gorys. (1982).

beberapa buku Sebuah Pengantar Argumentasi dan Narasi.

MLA : Kemahiran Berbahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka

pencantuman buku Ende Flores: Nusa Utama.

didasarkan urutan Indah, 1997.

tahun terbit. Keraf, Gorys. (1997)

---, Argumentasi dan Komposisi: Sebuah

APA: pencantuman Narasi. Jakarta: Pengantar Kemahiran

buku didasarkan Gramedia Pustaka Berbahasa. Ende Flores:

abjad judul buku. Utama, 1982. Nusa Indah.

Atau
Keraf, Gorys. Argumentasi

dan Narasi. Jakarta:

12

Gramedia Pustaka

Utama, 1982.
…, Komposisi: Sebuah

Pengantar Kemahiran

Berbahasa. Ende

Flores: Nusa Indah,

1997.

7. Penulis Tidak PPs. Universitas Negeri PPs. Universitas Negeri

Diketahui/Lembaga Jakarta. Buku Pedoman Jakarta. (2012). Buku

Penulisan Tesis dan Pedoman Penulisan Tesis

Disertasi. Jakarta: dan Disertasi. Jakarta:

Program Pascasarjana, Program Pascasarjana.

2012.

8. Buku Terjemahan Creswell, John W. Creswell, John W. (2002).

Research Design Research Design

Quantitative Quantitative Approaches.

Approaches. Terj. Terj. Angkatan III dan IV

Angkatan III dan IV KIK- KIK-UI bekerja sama

UI bekerja sama dengan Nur Khabibah.

dengan Nur Khabibah. Eds. Chryshnanda DI, dan

Eds. Chryshnanda DI, Bambang Hastobroto.

dan Bambang Jakarta: KIK Press.

Hastobroto. Jakarta:

KIK Press, 2002. Atau

Creswell, John W. (2002).

Atau Research Design

DI, Chryshnanda, dan Quantitative Approaches.

Bambang Hastobroto, (Terj. Angkatan III dan IV

Eds. Desain Penelitian, KIK-UI bekerja sama

Pendekatan Kualitatif dengan Nur Khabibah).

dan Kuantitatif, terj. dari Jakarta: KIK Press.

John Cresswell.

Jakarta: KIK Press,

2002.

9. Buku dengan Ihromi, T.O., peny. Pokok- Ihromi, T.O., (peny). (1981).

Penyunting/Editor Pokok Antropologi Pokok-Pokok Antropologi

Budaya. Jakarta: PT. Budaya. Jakarta: PT.

Gramedia, 1981. Gramedia.

Atau Atau

10. Serial/Berjilid Ilromi, T.O., ed. Pokok- Ilromi, T.O., (ed). (1981).
Pokok Antropologi Pokok-Pokok Antropologi
Budaya. Jakarta: PT. Budaya. Jakarta: PT.
Gramedia, 1981. Gramedia.

Sadie, Stanley, ed. The Sadie, Stanley, (ed). (1980).
New Grave Dictionary The New Grave Dictionary
of Music and Musicians. of Music and Musicians.
Vol. 15. London: Vol. 15. London:
Macmillan, 1980. Macmillan.

13

11. Jurnal Molnar, Andrea. Molnar, Andrea. (1998).
“Kemajemukan Budaya Kemajemukan Budaya
12. Majalah Flores: Suatu
13. Surat Kabar Flores: Suatu Pendahuluan. Antropologi
Pendahuluan.” Indonesia 56, 13-19.
14. Dokumen
Pemerintah Antropologi Indonesia Syifaa, Ika Nurul. (2004, 22-28
Juli). Klub Profesi,
56 (1998): 13-19. Perlukah Dimasuki?”
Syifaa, Ika Nurul. “Klub Femina. No. 30, 54-55.

Profesi, Perlukah Potret Industri Nasional: Tak
Dimasuki?” Femina. No. Berdaya Dihantam Impor
Komponen dan Disortasi
30, 22-28 Juli 2004, 54- Pasar. (1995, Desember
55. 23) Kompas, 13.
“Potret Industri Nasional:
Biro Pusat Statistik. (1993).
Tak Berdaya Dihantam Struktur Ongkos Usaha
Tani Padi dan Palawija
Impor Komponen dan 1990. Jakarta: BPS.
Disortasi Pasar.”

Kompas, 23 Des 1995.

13.

Biro Pusat Statistik.
Struktur Ongkos Usaha

Tani Padi dan Palawija

1990. Jakarta: BPS,

1993.

15. Naskah yang Ibrahim, M.D., P. Ibrahim, M.D., P. Tjitropranoto,

Belum Diterbitkan Tjitropranoto, dan Y. dan Y. Slameka. (1993).
Slameka. “National National Network of

Network of Information Information Services in

Services in Indonesia: Indonesia: A. Design

A. Design Study.” Study. Makalah tidak

Makalah tidak diterbitkan.

diterbitkan, 1993.

(Cheryl Glenn, et.al., Writer’s Harbrace Handbook, (Boston:Thomson Wadsworth, 2005), hh.

203-239.

Selain mengutip sumber-sumber tercetak, sekarang ini penulis juga
dapat mengumpulkan data dan referensi dari internet atau WWW (World
Wide Web, Jaringan Jagad Jembar). Aturan penulisan referensi sama saja
dengan rujukan buku, hanya tempat, nama, dan tanggal terbitan ditulis
berbeda. Artinya, unsur-unsur itu mengikuti tata cara penulisan di Internet.
Unsur-unsur yang dicantumkan dalam referensi Internet adalah sebagai
berikut:
a) Nama penulis yang diawali dengan penulisan nama keluarga;
b) Judul tulisan diletakkan di antara tanda kutip;
c) Judul karya tulis keseluruhan (jika ada) dengan huruf miring (italics);
d) Data publikasi berisi protokol dan alamat, path, tanggal pesan, atau waktu

akses dilakukan.

14

Berikut ini contoh pengutipan rujukan dari Internet:

1. Dari WWW (World Wide Web)
Walker, Janice R. “MLA-Style Citations`of Electronic Sources.” Style

Sheet. http://www.cas.usf.edu/english/walker/mla/html. (10 Feb.1996).

2. Dari ratron (Surat Elektronik, e-mail) Crossing Proposal.”
Bruckman, Amy S .“MOOSE

[email protected]. (20 Desember 1994).

3. Dari komunikasi lisan sinkronis (chatting), nama teman chatting
menggantikan nama penulis, jenis komunikasi (misalnya, wawancara
pribadi, alamat ratron (jika ada), tanggal komunikasi dalam tanda kurung.

Marsha S_Guest. Personal Interview. Telnet daedalus.com. 7777 (10
Februari 1996).

Format penyusunan daftar pustaka bukan hanya format MLA dan APA,
masih ada format lain, misalnya format Turabian, format Chicago (The
Chicago Manual Style), format Dugdale. Setiap format harus dipelajari.
Sebaiknya, dipilih salah satu format dan digunakan secara konsisten dalam
daftar pustaka, termasuk format yang dipakai oleh masing-masing lembaga
perguruan tinggi dengan gaya selingkung bidang.

8) Tata Cara Pengutipan
Dimaksudkan dengan kutipan adalah pendapat orang lain yang diambil

(dikutip) dan dimasukkan ke dalam naskah kita. Kutipan disebut juga sitasi
(Citation). Mengutip harus sama dengan aslinya, baik mengenai susunan
kalimatnya, kata-katanya, ejaan maupun tanda bacanya. Bahkan juga
kesalahan-kesalahan bahasa dan ejaan yang dibuat pengarang aslinya.
Kutipan dilakukan apabila penulis sudah memperoleh sebuah kerangka
berpikir yang mantap.

Penggunaan kutipan memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
1. Untuk menegaskan isi uraian;
2. Untuk membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan yang dibuat oleh

penulis;
3. Untuk memperlihatkan kepada pembaca materi dan teori yang digunakan

penulis;
4. Untuk mengkaji interprestasi penulis terhadap bahan kutipan yang

digunakan;
5. Untuk menunjukkan bagian atau aspek topik yang akan dibahas, dan
6. Untuk mencegah penggunaan dan pengakuan bahan tulisan orang lain

sebagai milik sendiri.

15

Ada beberapa cara mengutip yang dapat diterapkan secara
bervariasi dalam tulisan ilmiah. Jenis kutipan itu diantaranya yaitu: kutipan
langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung adalah pinjaman
pendapat dengan mengambil secara lengkap kata demi kata, kalimat demi
kalimat dari sebuah teks asli. Sebaliknya, kutipan tidak langsung adalah
pinjaman pendapat seorang pengarang atau tokoh terkenal berupa intisari
atau ikhtisar dari pendapat tersebut.

Adapun prinsip mengutip langsung mencakup:
1. Tidak boleh mengadakan perubahan terhadap teks asli yang dikutip;
2. Harus menggunakan tanda [sic!], jika ada kesalahan dalam teks asli;
3. Menggunakan tiga titik berspasi […], jika ada bagian dari kutipan yang

dihilangkan;
4. Mencantumkan sumber kutipan dengan sistem MLA, APA, atau sistem

yang berlaku sesuai dengan selingkung bidang.
Ada dua cara melakukan kutipan langsung, yaitu kutipan langsung

pendek dan kutipan langsung panjang.

Contoh: Kutipan Langsung Pendek (tidak lebih dari tiga baris)

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan memantau dan mengendalikan
perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk
“memandu pikiran dan tindakan”.1

___________________

1. Joseph LeDoux, The emotional Brain (New York: Simon & Schuster, 1996), h. 143.

Contoh: Kutipan Langsung Panjang (lebih dari tiga baris)

Nurgiyantoro mendefiniskan keterampilan berbicara sebagai berikut:

Keterampilan berbicara merupakan kemampuan yang bersifat menghasilkan dan
menyampaikan gagasan, pikiran, dan perasaan oleh pihak pembicara (aktif-produktif);
menyampaikan bahasa kepada pihak lain secara lisan; dan pada saat hampir bersamaan
pembicara memberikan gagasan-gagasan kepada lawan bicara sekaligus mengambil
gagasan dari lawan bicara tersebut.2

___________________

2. Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Yogjakarta:
BPFE, 1995), h. 273.

16

Tata cara pengutipan dalam teks seperti pada contoh di atas tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:

…, seperti diuraikan oleh Nurgiyantoro (1995:273) …, atau
Nurgiyantoro (1995:273) menyatakan bahwa …
Pada contoh di atas, buku yang diacu adalah karangan Burhan
Nurgiyantoro, tahun penerbitannya adalah tahun 1995, dan yang diacu
terdapat pada halaman 273.
Kutipan tak langsung, untuk dapat melakukan kutipan jenis ini,
pengutip harus memahami intisari dari bagian yang dikutip secara tidak
langsung. Kutipan tidak langsung dapat dibuat secara panjang maupun
pendek dengan cara sebagai berikut: (1) diintegrasikan dengan teks, (2)
diberi jarak antarbaris yang sama dengan teks, (3) tidak diapit tanda kutip,
dan (4) dicantukan sumber kutipan dengan sistem MLA, APA, atau
selingkung bidang.

B. Ciri-Ciri Bahasa Ilmiah
Bahasa Indonesia keilmuan merupakan ragam bahasa Indonesia yang

memiliki ciri-ciri kuhusus. Ciri-ciri khusus itu terdapat pada berbagai aspek,
seperti: cendikia, lugas dan jelas, memiliki gagasan, formal dan objektif, dan
penggunaan istilah teknis. Aspek-aspek tersebut akan diuraikan berikut ini.
1. Cendikia

Bahasa Indonesia keilmuan bersifat cendikia dengan pengertian
bahwa bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan untuk
mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat. Bahasa Indonesia yang
cendikia itu mampu membentuk pernyataan yang tepat, seksama, dan
abstrak. Kalimat-kalimatnya mencerminkan ketelitian yang objektif sehingga
suku-suku kalimatnya mirip dengan proposisi logika. Jika, sebuah kalimat
digunakan untuk mengungkapkan dua buah, dan masing-masing gagasan itu
memiliki hungungan kausalitas, dan proposisi berserta hubungannya itu
harus tampil secara jelas dalam kalimat, sebagaimana pada contoh berikut
ini.
(a) Pada era globalisasi itu dikhawatirkan akan terjadi pengeseran nilai-nilai

moral bangsa Indonesia terutama karena pengaruh budaya barat yang
masuk ke Indonesia.
(b) Kemajuan informasi pada era globalisasi itu dikhawatirkan akan terjadi
pengeseran nilai-nilai moral bangsa Indonesia terutama karena pengaruh
budaya barat yang masuk ke Indonesia yang dimungkinkan tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan moral bangsa Indonesia.

Kadang-kadang perbedaan kecermatan pikiran pada kedua kalimat
begitu sedikit sebagaimana terdapat contoh di bawah ini.
(a) Pergeseran nilai-nilai budaya bangsa terjadi karena pengaruh budaya

barat yang masuk ke Indonesia.

17

(b) Terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya bangsa disebabkan oleh
pengaruh budaya barat yang masuk ke Indonesia.

(c) Terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya bangsa karena pengaruh budaya
barat yang masuk ke Indonesia.

Contoh (a), dan (b) mengikuti proposisi. Di samping mengandung
keterangan, kedua kalimat tersebut mengandung pokok dan sebutan. Kalimat
(c) tidak mengikuti proposisi karena tidak mengandung sebutan. Kalimat (c)
itu hanya mengandung pokok dan keterangan. Di samping itu, terdapat
perbedaan gagasan yang terungkap dengan kalimat (a) dan (b). Perihal
pokok yang terungkap dengan kalimat (a) adalah pergeseran nilai-nilai
budaya bangsa, sedangkan yang terungkap dalam kalimat (b) adalah
terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya bangsa. Perihal pokok pada kalimat
(a) diungkapkan segi terjadinya, sedangkan pada kalimat (b) diungkapkan
dari segi sebabnya. Segi-segi redaksi pengungkapan yang mampu
menunjukkan perbedaan-perbedaan itu merupakan hal yang perlu ada dalam
bahasa Indonesia kelimuan.

2. Lugas dan Jelas
Bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk menyampaikan gagasan

ilmiah secara jelas dan tepat. Hal ini dapat direalisasikan jika, setiap gagasan
diungkapkan secara langsung. Makna yang diungkapkan dalam bahasa
Indonesia keilmuan adalah makna lugas. Pengungkapan secara kias tidak
dibenarkan. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
(a) Para dosen yang kadangkala kena getahnya oleh ulah sebagian

mahasiswa mempunyai tugas yang tidak ringan.
(b) Para dosen yang kadang-kadang atau bahkan sering terkena akibat ulah

sebagian mahasiswa mempunyai tugas yang berat.
Kalimat (a) tidak bermakna logis. Ungkapan kena getahnya dan tidak

ringan merupakan ungkapan yang tidak mampu mengungkapkan makna
secara langsung. Kedua ungkapan itu masing-masing dapat diganti terkena
akibat dan berat sebagaimana tampak pada kalimat (b) gagasan telah
diungkapkan secara langsung.

Di samping kelugasan, aspek lain yang perlu dimiliki bahasa Indonesia
keilmuan adalah kejelasan. Bahasa Indonesia keilmuan berfungsi sebagai
alat penungkap gagasan keilmuan secara jelas. Agar gagasan yang
diungkapkan jelas, bahasa yang digunakan juga harus jelas. Bahasa yang
jelas itu hanya membantu penulis untuk mengungkapkan gagasan-
gagasannya secara jelas pula. Karena itu, pembaca akan lebih mudah
memahami gagasan yang jelas daripada memahami gagasan yang tidak
jelas. Dengan kalimat (a) gagasan tidak dapat diungkapkan secara jelas,
sedangkan kalimat (b) gagasan dapat diungkapkan secara jelas.

18

(a) Buku itu membicarakan sistem ekonomi negara-negara yang sedang
berkembang.

(b) Yang merasa kehilangan barang harap diambil di kantor sekretariat.

Gagasan pada kalimat (a) dan (b) tidak terungkap secara jelas,
ketidakjelasan pada kalimat tersebut, akibatnya satuan-satuan informasi yang
terkandung dalam kalimat juga tidak tertata secara teratur. Ketidaklogisan
terletak pada makna leksikal kata buku yang menduduki jabatan subjek
dalam kalimat aktif. Sesuai dengan fungsinya, maka kata buku tersebut
mempunyai makna gramatikal yang melakukan pekerjaan (membicarakan).
Padahal buku merupakan suatu benda mati yang tidak dapat melakukan apa-
apa, melainkan suatu benda yang seharusnya menjadi sasaran dari suatu
perkerjaan atau perbuatan. Seharusnya, kalimat tersebut dapat ubah
menjadi:
(1a) Di dalam buku itu, pengarangnya membicarakan sistem ekonomi

negara-negara yang sedang berkembang.
Atau:
(1b) Pengarang membicarakan sistem ekonomi negara-negara berkembang

dalam buku itu.

Ragam kalimat (b) letak ketidaklogisannya pada fungsi kelompok kata
yang merasa kehilangan barang dan bentuk kalimatnya, maka kelompok kata
tersebut lah yang dikenai pekerjaan diambil, bukan barangnya yang hilang.
Padahal mereka yang merasa kehilangan barang lah yang harus mengambil
barang itu di sekretariat. Jadi, kalimat tersebut seharusnya berbunyi:
(2a) Yang merasa kehilangan barang, harap mengambilnya di kantor

sekretariat.

3. Gagasan
Bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal

ini berarti bahwa penjelas diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang
diungkapkan, tidak pada penulis. Akibatnya, pilihan dalam bentuk kalimat
yang beroposisi, yakni kalimat pasif yang berorientasi pada gagasan dan
kalimat aktif yang berorientasi pada penulis, jatuh pada kalimat pasif. Kalimat
aktif dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari. Contoh:
(a) Dari uraian tadi penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam

menumbuhkan dan membina mahasiswa berbakat dosen diharapkan
bisa memberikan motivasi dan layanan kepada mahasiswa yang jenius
dan cerdas.
(b) Dari uraian tadi dapat disimpulkan bahwa dalam menumbuhkan dan
membina mahasiswa berbakat dosen diharapkan bisa memberikan
motivasi dan layanan kepada mahasiswa yang jenius dan cerdas.

19

Orientasi pelaku yang bukan penulis yang tidak berorientasi pada
gagasan perlu pula dihindari. Contoh kalimat (a) berorientasi kepada pelaku
yang bukan penulis, sedangkan kalimat (b) berorientasi pada gagasan.
(a) Kita tahu bahwa pendidikan di lingkungan keluarga sangat penting dalam

penanaman nilai-nilai karakter.
(b) Perlu diketahui bahwa pendidikan di lingkungan keluarga sangat penting

dalam penanaman nilai-nilai karakter.
Dengan uraian di atas tidak berarti bahwa dalam bahasa Indonesia

keilmuan tidak dapat digunakan kalimat aktif. Kalimat aktif dapat digunakan
selama pelaku dalam kalimat aktif itu merupakan realisasi orientasi gagasan
sebagaimana pada contoh kalimat berikut ini.
(a) Tarigan berpendapat bahwa pengajaran berbicara dilaksanakan secara

implisit dikaitkan, digandengkan, dan dituangkan pada pokok bahasa
membaca, kosakata, struktur, pragmatik, maupun apresiasi bahasa dan
sastra Indonesia.
(b) Sejalan dengan pendapat itu, Akhadiah mengemukakan pendapatnya
bahwa guru tidak hanya memiliki wawasan atau bekal ilmu yang luas
serta mampu menyusun bahan pembelajaran sesuai dengan kurikulum,
tetapi juga menguasai strategi dan teknik dalam pencapaian tujuan
pengajarannya.

4. Formal dan Objektif

Komunikasi ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi formal.

Bahasa Indonesia yang digunakan dalam komunikasi ilmiah berciri formal.

Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam

bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam

situasi formal atau resmi. Ciri formal itu tampak pada berbagai lapisan unsur

bahasa: kosakata, bentukan kata, dan bentukan kalimat. Pada lapis kosakata

dapat ditentukan kata-kata yang berisi formal dan kata-kata yang berisi

informal sebagaimana tampak pada contoh berikut ini.

Ciri formal Ciri informal

berkata bilang

karena lantaran

tidak ngak

beri kasih

sudah udah

lepas copot

dan lain-lain

Ciri formal juga ditampakkan pada unsur bentukan kata. Bentukan kata

tertentu memenuhi ciri formal, sementara bentukan kata yang lain menandai

ciri informal sebagaimana pada contoh berikut ini.

20

Bentukan kata ciri formal Bentukan kata ciri informal

Bercerita cerita

Bernyanyi nyanyi

Mencuci cuci

Terjatuh jatuh

Mendapatkan dapat

Mengelola ngelola

Berpisah pisah

Contoh tersebut di atas merupakan dua macam ciri bentukan kata

bercirikan informal. Ciri pertama adalah tidak adanya unsur formatif (afiks).

Ciri kedua adalah tidak sesempurnanya afiks pada suku kata bentukan. Ciri

ketiga adalah adanya unsur formatif yang berasal dari bahasa daerah.

Kalimat yang berciri formal ditandai oleh beberapa ciri. Ciri pertama

adalah kelengkapan unsur wajib sehingga memenuhi kelengkapan isi

preposisi, Kalimat (a) berikut ini memenuhi persyaratan kelengkapan itu,

sedangkan pada kalimat (b) tidak.

(a) Moeliono menyatakan bahwa bahasa ilmiah itu lugas dan eksak serta

menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam pengungkapan.

(b) Menurut Moeliono menyatakan bahwa bahasa ilmiah itu lugas dan eksak

serta menghindari dari kesamaran dan ketaksaan dalam pengungkapan.

Kalimat pragmatis sebagaimana yang diungkapkan di atas merupakan
kalimat yang tidak memenuhi persyaratan kelengkapan unsur wajib. Ciri
kedua adalah kelengkapan penggunaan kata fungsi atau kata tugas, yaitu
kata yang berfungsi atau bertugas memenuhi fungsi dan hubungan unsur
kalimat.

5. Penggunaan Istilah Teknis.
Bahasa Indonesia keilmuan digunakan dalam wacana teknis. Wacana

teknis ini digunakan dalam bidang keilmuan tertentu. Sesuai dengan
pengunaannya, bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan kelengkapan
peristilahan teknis. Wacana tertentu dilengkapi dengan istilah-istilah teknis
sesuai dengan bidang yang diungkapkan. Dalam bidang medis misalnya
dijumpai istilah-istilah: radiologi, terapi, asma, urine, katarak, anestesi, dan
lain-lain. Bidang keuangan, misalnya: debitur, kreditur, suku bunga, moneter,
implasi, dan sebagainya.

C. Manfaat Penulisan Karya Ilmiah
Menurut Akhadiah ada empat manfaat yang terdapat dalam menulis,

yaitu: (1) menulis menyumbang kecerdasan; (2) menulis mengembangkan
daya inisiatif dan kreativitas; (3) menulis menumbuhkan keberanian, dan (4)
menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.
Untuk lebih jelas manfaat penulisan karya ilmah akan diuraikan berikut ini.

21

a) Menulis Menyumbangkan Kecerdasan
Menulis adalah suatu aktivitas yang kompleks. Kompleksitas menulis

terletak pada tuntutan kemampuan mengharmoniskan berbagai aspek-aspek.
Aspek itu meliputi: pengetahuan tentang topik yang akan dituliskan,
penuangan pengetahuan itu ke dalam ramuan bahasa yang jernih, yang
disesuaikan dengan corak wacana dan kemampuan pembacanya, serta
penyajiannya selaras dengan konvensi atau aturan penulisan. Untuk sampai
pada kesanggupan seperti itu, seseorang perlu memiliki kalayakan dan
keluwesan pengungkapan, kemampuan mengendalikan emosi, serta menata
dan mengembangkan daya nalarnya dalam bebagai level berpikir, dari tingkat
mengingat sampai evaluasi.

b) Menulis Mengembangkan Daya Inisiatif dan Kreativitas
Dalam kegiatan membaca, segala hal telah tersedia dalam bacaan itu

untuk dimanfaatkan. Sebaliknya, dalam menulis seseorang mesti menyiapkan
dan mensuplai sendiri segala sesuatunya, unsur mekanik tulisan yang benar
seperti: pungtuasi, ejaan, diksi, pengalimatan, dan pewacanaan, bahasan
topik, serta pertanyaan dan jawaban yang harus diajukan dan dipuaskannya
sendiri. Agar hasilnya enak dibaca, maka apa yang dituliskan harus ditata
dengan runtun, jelas, dan menarik.

c) Menulis Menumbuhkan Keberanian
Ketika menulis, seseorang penulis harus berani menampilkan

kediriannya, termasuk pemikiran, perasaan atau emosi dan gayanya, serta
menawarkannya kepada publik. Konsekuensinya dia harus siap dan mau
melihat dengan jernih penilaian dan tanggapan apa pun dari pembacanya,
baik yang bersifat positif maupun negatif.

d) Menulis Mendorong Kemauan dan Kemampuan Mengumpulkan
Informasi.
Seseorang menulis karena mempunyai ide, gagasan, pendapat atau

sesuatu hal yang menurutnya perlu disampaikan dan diketahui oleh orang
lain. Tetapi apa yang disampaikannya itu tidak selalu dimilikinya saat itu.
Padahal dia tidak akan dapat menyampaikan banyak hal dengan memuaskan
tanpa memiliki wawasan atau pengetahuan yang memadai tentang apa yang
akan dituliskannya, kecuali kalau memang apa yang ia sampaikan hanya
sekedarnya.

Kondisi ini akan memacu seseorang untuk mencari, mengumpulkan
dan menyerap informasi yang diperlukannya. Untuk keperluan itu, ia mungkin
akan membaca, menyimak, mengamati, berdiskusi, dan berwawancara. Lalu
bagaimana ia akan memanfaatkan informasi itu? Cara mengumpulkan dan
menyerap informasi bagi orang yang sekedar tahu untuk dirinya sendiri atau

22

untuk disampaikan kembali kepada orang lain cenderung berbeda. Dimana
letak perbedaan itu?

Perbedaan itu paling tidak terletak pada hal berikut ini. Bagi penulis
(termasuk pembicara), pemerolehan informasi itu dimaksudkan dapat
memahami dan mengingatnya dengan baik, serta menggunakannya kembali
untuk keperluannya dalam menulis. Implikasinya ia akan berusaha untuk
menjaga sumber informasi itu serta memelihara dan mengorganisasikannya
sebaik mungkin. Upaya ini dilakukan agar ketika diperlukan, informasi itu
dapat dengan mudah ditemukan dan dimanfaatkan. Bentuk motif dan perilaku
seperti itu akan mempengaruhi minat dan kesungguhan dalam
mengumpulkan informasi seperti halnya membaca dan menulis serta strategi
yang ditempuhnya.

Sumber:
1. A.R., Syamsuddin. Dari Ide, Bacaan, Simakan Menuju Menulis Efektif:

Teori Teknik, Redaksi. (Bandung: Geger Sunten, 2011), h. 2-5.
2. Akhadiah, Sabarti. Menulis I (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001), h. 6.
3. Kusumah, Encep, dkk., Menulis 2 (Jakarta: Universitas Terbuka, 2003), h.

3.
4. Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa (Ende

Flores: Nusa Indah), hh. 179-180.
5. Siswoyo. Karya Ilmiah. (Jakarta: Erlangga, 1982), hh. 7-13.
6. Semi, M. Atar. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. (Bandung: Angkasa,

2007), hh.14-22.
7. Thomson. The Writer Harbrace Handbook: Brief 2nd.ed. (Boston: Thomson

Wadsworth, 2005), hh. 203-239.

LATIHAN 1:
1. Tulislah sebuah proposal penelitian yang berkaitan dengan mata kuliah

bimbingan penulisan karya tulis ilmiah. Pilihlah sebuah judul penelitian,
lalu rumuskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
hipotesis penelitian, teknik serta metode penelitian, dan penyusunan
daftar pustaka. Perhatikan struktur peulisan ilmiah, penalaran, kalimat,
pengembangan paragraf, diksi, ejaan dan tanda baca, dan kesesuain isi
karya ilmiah.

23

MATERI AJAR 2
PENALARAN

Capaian Pembelajaran

Setelah mempelajari topik 2 (dua) mahasiswa dapat menggunakan penalaran
ilmiah dalam penulisan karya ilmiah.

INDIKATOR

1. Mampu menggunakan penalaran dalam menulis ilmiah;
2. Mampu membedakan benar nalar dan salah nalar dalam menulis ilmiah

dan;
3. Mampu memberikan contoh-contoh salah nalar dalam menulis ilmiah.

a) Penalaran Induktif
Di dalam paparan dan persuasi logika sangat penting. Logika artinya

bernalar, penalaran (reasoning) adalah proses pengambilan kesimpulan
(conclusion, inference) dari bahan bukti atau petunjuk (evedence), ataupun
yang dianggap bahan bukti atau petunjuk. Secara umum adalah dua jalan
untuk mengambil kesimpulan yaitu: lewat induksi dan diduksi.

Induktif dapat ditafsirkan sebagai berikut: penalaran yang berawal
pada yang khusus atau yang spesifik dan berakhir pada yang umum.
Kesimpulan induktif selalu berupa generalisasi atau perumuman, artinya
pernyataan itu selalu meliputi sejumlah besar peristiwa yang khusus.

Banyak generalisasi induktif berdasarkan fakta, tetapi banyak juga
yang hanya berupa asumsi atau andaian. Andaian itu adalah fakta atau
pernyataan yang dianggap benar walaupun belum atau tidak dapat
dibuktikan. Pada induksi kita mengamati sejumlah peristiwa khusus dan
kemudian mengambil kesimpulan yang berupa generalisasi yang berlaku atas
kejadian yang disaksikan itu kita-kira juga akan berlaku pada peristiwa yang
sejenis pada waktu yang akan datang.

Generalisasi induktif sering diperkuat oleh contoh, perincian,
penjelasan, pengkhususan, atau ilustrasi. Generalisasi yang berdasarkan cita
rasa orang, atau keyakinan subjektif tidak dapat disanggah atau dibuktikan
salah tidaknya.

24

b) Penalaran Deduktif
Logika deduktif adalah kebalikan dari logika induktif. Deduktif sering

disebut penalaran dari umum ke yang khusus atau penerapan generalisasi
pada peristiwa dari yang khusus untuk mencapai kesimpulan. Jadi, proses
deduktif berlangsung dalam tiga tahap, yaitu: (1) generalisasi sebagai
pangkal bertolak; (2) penerapan generalisasi pada kejadian tertentu, dan (3)
kesimpulan deduktif yang berlaku bagi peristiwa khusus.

Hampir setiap keputusan atau kesimpulan yang kita ambil berdasarkan
pada deduktif, sedangkan generalisasi yang kita gunakan sering diperoleh
lewat pengamatan atau eksperimen orang lain. Dalam proses deduktif
hendaknya diperhatikan bahwa pengandaian atau generalisasi yang salah
walaupun penalaran kita benar.

Penalaran deduktif namanya silogisme yang terjadi ada tiga bagian,
yaitu: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Yang dimaksud dengan
premis itu adalah putusan (proposition) yang menjadi dasar bagi
argumentasi. Keputusan adalah pernyataan yang menyuguhkan sesuatu atau
mengingkarinya sehingga dapat dikatakan benar atau salah. Putusan
selanjutnya, baik dalam bentuk yang positif maupun yang negatif, mungkin
benar, mungkin salah, dan mungkin juga menyangsikan.

Premis mayor, suatu generalisasi yang meliputi semua unsur kategori,
banyak diantaranya, atau hanya beberapa unsur saja. Premis minor
penyamaan suatu objek atau ide dengan unsur yang dicakup oleh premis
mayor. Kesimpulan gagasan yang dihasilkan oleh penerapan generalisasi
dalam premis mayor pada peristiwa yang khusus dalam premis minor.

Sumber dan jenis ragam premis mayor yang mendasari kesimpulan
deduktif, di samping generalisasi induktif adalah tata nilai budaya, adat
istiadat, agama, keyakinan, wawasan, telah studi, politik, takhayul, dan
pikiran sehat.

Dalam paragraf yang bercorak penalaran deduktif kalimat pokoknya
biasanya suatu gagasan yang berupa kesimpulan silogisme, sedangkan
pengembangan paragraf akan berupa usaha membuktikan kesahihan premis
minor.

25

c) Salah Nalar
Salah nalar adalah gagasan, perkiraan, kepercayaan, atau kesimpulan

yang keliru atau sesat. Pada salah nalar kita bisa mengikuti tata cara
pemikiran dangan tepat. Telaah atas kesalahan itu membantu kita
menemukan logika yang tidak masuk akal dalam tulisan. Di bawah ini akan
diberikan 10 (sepuluh) macam salah nalar yang dapat dianalisis dalam
karangan.

1. Deduksi yang Salah
Salah nalar yang amat lazim kesimpulan yang salah dalam silogisme

yang berpremis salah atau yang berpremis yang tidak memenuhi syarat.

Contoh :

➢ Pak Budi bukan dosen yang baik karena mahasiswa yang tidak lulus
padanya lebih dari sepuluh persen.

➢ Pengiriman manusia ke bulan hanya penghamburan uang.

2. Generasi yang Terlalu Luas
Salah nalar jenis ini disebut juga induktif yang salah karena jumlah

percontohannya yang tidak memadai. Harus dicatat bahwa kadang-kadang
percontohan yang terbatas mengizinkan generalisasi yang sahih :
Contoh :
➢ Orang Indonesia itu malas.
➢ Orang Cina suka senyap.
➢ Polisi jalan raya sering melanggar aturan lalu lintas.

Disini perlu diberikan pewatasan dengan kata beberapa, banyak, prosentase
kecil, misalnya.

3. Pemikiran “atau ini, atau itu”
Salah nalar ini berpangkal pada keinginan untuk melihat masalah yang

rumit dari dua sudut pandangan (yang bertentangan) saja, isi pernyataan itu
jika tidak baik, tentu buruk; jika tidak benar, tentu salah; jika tidak putih, tentu
hitam.

26

4. Salah Nilai Atas Penyebaban
Generalisasi induktif sering disusun berdasarkan sebab dan akibat,

tetapi kadang-kadang tidak menilai dengan tepat sebab suatu peristiwa atau
hasil kejadian. Khususnya dalam hal-hal yang menyangkut manusia
penentuan sebab dan akibat sulit sifatnya. Salah nilai atau penyebabnya
yang lazim terjadi adalah salah nalar yang disebut post hoc, ergo propter hoc
sesudah itu, maka karena itu.
Contoh :
➢ Pemakaian Shampoo atau Ciptadent membuat orang jadi populer.
➢ Kepala SMK meninggal dalam tahanan; ia mati karena ditahan.

Salah tafsir juga sering mendasari salah nilai atas penyebaban. Misalnya
dalam takhayul orang.

Contoh:

➢ Kita perlu menginjak bumi tiga kali sesudah menyebut kebaikan diri
sendiri.

➢ Pemakaian batu cincin merah delima menyembuhkan penyakit encok.
➢ Susi Susanti jadi juara karena kita menyertakan doa restu baginya.

5. Analogi yang Salah
Analogi adalah usaha pembandingan dan merupakan upaya yang

berguna untuk mengembangkan perenggangan. Namun, analogi tidak
membuktikan apa-apa dan analogi yang salah dapat menyesatkan karena
logikanya yang salah.

Contoh :
➢ Rektor Universitas Mathla’ul Anwar harus bertindak seperti seorang

jenderal menguasai tentaranya agar disiplin dipatuhi.
➢ Negara ibarat kapal yang menuju tujuannya. Jika, nahkoda setiap kali

harus memungut suara sebelum menentukan arahnya, kapal itu tidak
kunjung sampai. Karena itu demokrasi dalam tata negara pun tidak
terlaksanakan.

27

6. Penyampingan Masalah
Salah nalar di sini terjadi jika argumentasi tidak mengenai pokok, atau

jika kita menukar pokok masalah dengan pokok lain, ataupun jika kita
menyeleweng dari garis.
Contoh :
➢ Jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin tidak mungkin terjadi

karena UUD menetapkan asas kekeluargaan untuk ekonomi kita.
➢ Mengapa dasar humor Indonesia itu berpangkal pada kedunguan?

Orang Indonesia tidak mengenal humor.
➢ Argumentasi tentang perlunya perencanaan keluarga, tidak perlu karena

kalimantan kosong.

7. Pembenaran Masalah Lewat Pokok Sampingan
Salah nalar di sini muncul jika argumentasi menggunakan pokok yang

tidak langsung berkaitan atau remeh untuk membenarkan pendiriannya.
Misalnya: orang merasa kesalahannya dapat dibenarkan karena lawan juga
berbuat salah.
Contoh:
➢ Orang boleh berkorupsi sebab para pejabat juga korupsi.
➢ Pegawai tidak perlu datang pada waktunya karena atasannya juga sering

terlambat.
➢ Janganlah membeli karcis jika naik bus kota, sebab kondektur

mengizinkan terlalu banyak penumpang.

8. Argumentasi lawan Hominim
Salah nalar ini terjadi jika kita dalam argumentasi melawan orangnya

dan bukan masalahnya. Khususnya di bidang politik argumentasi jenis ini
banyak dipakai.
Contoh:
➢ Usul perbaikan pemerintahan ditanggapi dengan menuduh pengusulnya

golongan ekstrem.
➢ Kepemimpinannya diragukan kerena ia mempunyai lima model.

9. Himbauan pada Keahlian yang Disangsikan
Dalam pembatasan masalah, orang sering mengandalkan wibawa

kalangan ahli untuk memperkuat argumentasinya. Mengutip pendapat

28

seseorang ahli amat berguna walaupun kutipan itu tidak dapat membuktikan
secara mutlak kebenaran pokok masalah.
Contoh:
➢ Kita mengutip dewan mahasiswa tentang persyaratan ujian sarjana.
➢ Kita mengutip pendapat bintang film tentang pengembangan partai politik.
➢ Kita mengutip pendapat seorang jenderal tentang pengembangan partai

politik.

10. Non Seguaiter
Dalam argumentasi salah satu nalar ini mengambil kesimpulan

berdasarkan premis yang tidak atau hampir tidak ada sangkut pautnya.
Contoh:
➢ PT. Astra merupakan pembuat mobil yang tebesar di Indonesia, karena

itu mobil Toyota yang dihasilkannya adalah mobil yang terbaik.
➢ Golkar merupakan kelompok yang paling banyak Cendikiawannya,

karena itu asul-usulnya paling bermutu.
➢ Pak Joni suka membentak-bentak. Banyangkan saja bagaimana ia

menghajar anaknya di rumah

Sumber:

1. Akhadiah, Sabarti. Menulis I (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka, 2001), h. 23.

2. Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsyad, dan Sakura H. Ridwan. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakaarta: Erlangga,
1989), hh. 41-46.

3. H.P., Achmad. Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatulloh, 2008), h. 5.

4. Keraf, Gorys. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa (Ende
Flores: Penerbit Nusa Indah, 1997), hh. 1-10.

5. Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2003), hh. 39-46.

29

LATIHAN 2:

Isilah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas!

1. Apa saja manfaat penalaran dalam penulisan karya ilmiah?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya salah nalar dalam penulisan karya

ilmiah?
3. Tuliskanlah lima buah contoh kalimat salah nalar dalam penulisan ilmiah?
4. Tuliskanlah masing-masing 2 (dua) contoh penalaran deduktif dan

indukatif dalam menulis ilmiah!
5. Jika Anda menulis proposal penelitian/skripsi, apakah Anda

menggunakan penalaran deduktif atau induktif, berikan alasan!

Jumlah jawaban yang benar x 100%
5
Tingkat Pengusaan :

30

MATERI AJAR 3
KALIMAT

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ajar 3 mahasiswa dapat membangun struktur
kalimat yang digunakan untuk menulis karya ilmiah

INDIKATOR
1. Mampu mengembangkan jenis-jenis struktur kalimat dalam menulis ilmiah
2. Mampu membedakan struktur kalimat berdasarkan gramatikalnya dan

bentuk gayanya (retorikanya), dan
3. Mampu menyusun keefektifan kalimat dalam menulis ilmiah

a) Struktur Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang disusun oleh kata-kata yang

memiliki pengertian yang lengkap. Di dalam kalimat itu dinyatakan dengan
unsur subjek dan predikat yang dirakit secara logis. Dalam karangan, kalimat
merupakan satuan yang terkecil, dalam analisis gramatikal, satuan yang
terbesar, di samping yang lebih kecil, frase dan klausa.

b) Jenis Kalimat
Kalimat menjelaskan pikiran dan perasaan penulis atau pembicara.

Jenis pikiran dan perasaan berbeda-beda, alasan berkomunikasi juga
berbeda-beda. Tidak mengherankan jenis kalimat juga berbeda-beda.
Penggolongannya dapat didasarkan pada maksud, struktur, dan bentuk
retorikanya.

1. Jenis Kalimat Menurut Bentuknya
Berdasarkan bentuknya, kalimat dapat dibedakan menjadi deklaratif,

introgatif, imperatif, aditif, responsif dan interjektif. Dalam bahasa lisan,
intonasi yang khas menjelaskan kapan kita berhadapan dengan salah satu
jenis itu. Dalam bahasa tulis, perbedaan dijelaskan dengan bermbaca-macam
tanda baca.

a. Kalimat Deklaratif (Pernyataan)
Kalimat deklaratif adalah kalimat yang mengandung intonasi deklaratif,

yang dalam ragam tulis (intonasi menurun, diberi tanda titik), Contoh: (1) Gaji
pegawai negeri tidak dinaikkan, (2) Dalam bulan puasa kaum muslimin
berpuasa.,dan (3) Ir. Alwan Murfid presiden direktur PT. Pembangunan Jaya.

31

b. Kalimat Introgatif (Pertanyaan)
Kalimat introgatif adalah kalimat yang mengandung intonasi introgatif,

yang dalam ragam tulis biasanya diberi tanda Tanya (?). Jenis kalimat
introgatif ini ditandai pula oleh partikel tanya seperti kah atau kata tanya,
seperti apa…, bagaimana …, mengapa … Contoh: (1) Apa saudara seorang
pegawai negeri?, (2) Bagaimana cara menggunakan alat ini?, (3) Mengapa
baru sekarang aku mencintainya?

c. Kalimat Imperatif (Perintah)
Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung intonasi

imperative, yang dalam ragam bahasa tulis biasanya diberi tanda seru (!).
Jenis kalimat imperative ini ditandai pula oleh partikel seperti -lah, atau kata-
kata seperti hendaklah dan jangan. Contoh: (1) Bacalah buku itu!, (2)
Berikanlah hadiah ini kepada orang itu!, dan (3) jangan marah!.

d. Kalimat Aditif
Kalimat aditif adalah kalimat terikat yang bersambung pada kalimat

pernyataan, dapat lengkap, dapat tidak. Contoh: (1) Sedangkan bulan
Desember, terang hujan tidak ada. (2) Cuma belum punya anak.

e. Kalimat Responsif
Kalimat responsif adalah kalimat terikat yang bersambung pada

kalimat pertanyaaan, dapat lengkap dapat tidak. Contoh: (1) Ya!, (2) Tadi
pagi!, (3) sedang merah!

f. Kalimat Interjektif
Kalimat interjektif adalah kalimat yang dapat terikat atau tidak seruan

ada dua macam: (a) yang terjadi dari klausa lengkap ditandai oleh partikel
seperti: alangkah, mudah-mudahan, dan bukankah; (b) yang terjadi dari
struktur bukan klausa. Dalam hal ini ditandai oleh partikel seru, seperti: aduh,
wah, dan amboi. Contoh: (1) Wah, ini baru kejutan!, (2) Amboi, cantiknya
gadis itu!, (3) mudah-mudahan Tuhan selalu menyertaimu!

2. Jenis Kalimat Menurut Struktur Gramatikalnya
Menurut strukturnya, kalimat berjenis tunggal dan majemuk

(kompleks). Yang majemuk dapat bersifat setara (koordinatif). Semuanya
dipakai dalam karangan yang baik sesuai dengan pokok pikiran yang
diajukan. Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal, gagasan
yang bersegi-segi diungkapkan dengan kalimat majemuk.

32

a. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat, tetapi yang

masing-masing dapat berupa bentuk majemuk. Contoh: (1) Budi (dan saya)
menulis (dan membaca). (2) Kami bergotong-royon, Mereka menonton
televisi di dalam rumah.

b. Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara terdiri atas dua suku kalimat (klausa) atau

lebih, tanda koma memisahkan suku kalimat itu jika subjeknya berbeda. Jika
kata penghubungnya menunjukkan pertentangan, atau jika suku kalimat itu
panjang-panjang. Gagasan yang segi-seginya sama pentingnya (sejumlah
kalimat tunggal) dituangkan ke dalam kalimat majemuk setara. Contoh: (1)
Badannya kurus, dan mukanya sangat pucat, (2) Orang itu hidup dalam
kemewahan, sedangkan tetangga-tetangganya hidup serba kekurangan. (3)
Mereka sedang belajar, atau mungkin mereka sedang mengobrol.

c. Kalimat Majemuk Taksetara
Kalimat majemuk bertingkat (taksetara) terdiri atas satu kalimat yang

bebas dan suku kalimat atau lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini
menggambarkan taraf kepentingan yang berbeda-beda di antara unsur
gagasan yang mejemuk. Inti gagasan dituangkan ke dalam suku induk,
sedangkan pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab-akibat, tujuan,
syarat, dan sebagainya. Dengan aspek gagasan yang lain, yang terungkap
dalam suku anak, akan ternyata dari tata susunannya. Contoh: (1) Ia
mengakui bahwa ia jatuh cinta kepadaku. (2) Maria dan kepala regu penyiar
pria mengetahui bahwa aku mendapat dukungan yang kuat dari kepala
bagian siaran.

d. Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat majemuk campuran jenis ini terdiri dari dua suku bebas atau

lebih (sifat kesetaraannya) dan satu suku terikat atau lebih (sifat
kesataraannya). Contoh: (1) karena sudah malam, kami berhenti dan semua
kawan kami langsung pulang. (2) kami pulang, tetapi semua kawan kami
masih tinggal karena belum selesai pekerjaannya.

3. Jenis Kalimat Menurut Bentuk Retorikanya
Bentuk retorikanya di sini berarti rancangan, gaya, tata susunan, atau

arsitektur kalimat yang menentukan efeknya terhadap pendengar atau
pembaca. Kalimat yang secara gramatikal sudah baik belum tentu
memuaskan dari sudut retorikanya. Unsur kalimat harus dikendalikan dan
dikelompokkan, kata yang tepat harus dipilih dan ditata, sehingga hasilnya
menunjukkan keserasian. Dengan kata lain, kalimat itu harus efektif. Menurut

33

bentuk retorikanya, kalimat dapat digolongkan menjadi kalimat yang melepas
(induk-anak), kalimat yang berklimaks (anak-induk), dan kalimat yang
berimbang (setara dan campuran).

a. Kalimat yang Melepas
Kalimat yang melepas mulai dengan struktur subjek-predikat (suku

induk) yang diikuti unsur tambahan yang sifatnya mana suka. Kalimat itu
sudah lengkap walaupun seandainya unsur tambahan itu dihilangkan.
Contoh: (1) Saya tidak akan datang, jika nanti hujan. (2) Kami belajar di aula.

b. Kalimat yang Berklimaks
Kalimat yang berklimaks mulai dari unsur tambahan yang diikuti oleh

struktur utama (suku induk) sehingga membangun ketegangan. Kalimat itu
baru selesai dan lengkap dengan adanya kata yang terakhir. Contoh: (1) Jika
nanti hujan, saya tidak akan datang. (2) Di aula, kami belajar.

c. Kalimat yang Berimbang
Kalimat berimbang adalah kalimat majemuk setara atau campuran

yang strukturnya memperlihatkan kesejajaran. Gagasan yang menunjukkan
penalaran yang sejalan dituangkan ke dalam bangun kalimat yang bersimetri.
Contoh; (1) Orang itu miskin, lagi pula sangat malas. (2) Mereka memilih
buku ini, atau menghafalkan diktat ini., dan (3) Mereka sedang belajar, atau
mungkin mereka sedang bermain.

4. Keefektifan Kalimat
Kalimat yang efektif adalah kalimat yang secara tepat mewakili

gagasan atau perasaan penulis. Untuk dapat membuat kalimat yang efektif,
ada tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu: kesatuan gagasan, kepaduan,
penalaran, kehematan atau ekonomi bahasa, penekanan, kesejajaran, dan
variasi. Di samping ke tujuh aspek tersebut ada pula tiga hal lain yang perlu
mendapat perhatian pada saat kita menulis, yakni pilihan kata, ejaan, dan
tanda baca. (pungtuasi).

a. Kesatuan Gagasan
Seperti halnya paragraf, gagasan sebuah kalimat harus jelas. Jika

gagasan utama sebuah paragraf terletak dalam kalimat pokok atau utama,
gagasan utama kalimat terletak pada subjek dan predikat kalimat. Sebuah
kjaliamat, terutama kalimat dalam laras ilmiah, harus mengandung sebuah
subjek dan predikat. Ketentuan tersebut dapat dilanggar dalam laras komik,
laras dongeng, atau tulisan berjenis narasi dan deskripsi.

Dalam tata bahasa Indonesia dikenal lima fungsi dalam kalimat,
masing-masing adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.

34

Subjek dan predikat merupakan inti kalimat. Inti kalimat yang memiliki
predikat berupa kata kerja yang transitif dapat dilengkapi oleh objek. Kalimat
yang memiliki predikat berupa kata kerja yang intransitive dapat diikuti oleh
pelengkap.

Subjek adalah bagian kalimat yang menandai apa yang dinyatakan
oleh penulis. Subjek dapat berupa kata benda, kata kerja, frase yang
dibendakan, atau klausa terikat.

Predikat adalah bagian kalimat yang menandai apa dinyatakan oleh
penulis tentang subjek. Dalam bahasa Indonesia, predikat dapat berupa kata
kerja, kata benda, kata sifat, kata bilangan dan frase kata depan. Perilaku
predikat dalam bahasa Indonesia berbeda dari bahasa-bahasa barat seperti
Inggris, Perancis atau Jerman.

Objek adalah bagian kalimat yang melengkapi kata kerja sebagai hasil
perbuatan, yang dikenai perbuatan, yang menerima, atau yang diuntungkan
oleh perbuatan. Untuk itu, dibedakan antar objek langsung dan objek tak
langsung. Objek langsung berupa kata benda, frase yang dibendakan, atau
klausa terikat. Predikat yang membutuhkan objek adalah kata kerja transitif
yang ditandai oleh kata berawalan me-, me-i, atau me-kan.

Pelengkap adalah bagian klausa yang merupakan bagian dari predikat
kata kerja yang menjadikannya predikat lengkap. Beda pelengkap dari objek
adalah bahwa objek dalam kalamat transitif aktif dapat menjadi subjek dalam
kalimat pasif. Predikat yang diikuti oleh pelangkap adalah kata berawalan
ber-, ter-, ke-an, ber-an, ber-kan, atau kata-kata menjadi, merupakan. Ada
berbagai jenis pelangkap. Sementara ini, yang didaftarkan dalam pengajaran
bahasa adalah sebagai berikut:
a. pelengkap subjek
b. pelengkap objek
c. pelangkap pelaku
d. pelengkap musabab
e. pelengkap pengkhususan
f. pelangkap resiprokal
g. pelengkap pemeri

Keterangan adalah bagian kalimat yang tidak merupakan inti kalimat.
Keterangan berfungsi meluaskan atau membatasi makna subjek atau
predikat. Jika keterangan dalam kalimat dihilangkan, informasi yang
terkandung dalam kalimat tidak akan berubah. Keterangan dalam kalimat
ditandai oleh kata depan (preposisi) yang mendahuluinya. Berbagai
keterangan yang sementara ini digunakan dalam pengajaran bahasa adalah
sebagai berikut:
a. keterangan akibat
b. keterangan perwatasan
c. keterangan alasan

35

d. keterangan alat
e. keterangan modalitas
f. keterangan asal
g. keterangan kualitas
h. keterangan waktu
i. keterangan perlawanan
j. keterangan kuantitas
k. keterangan tempat
l. keterangan objek
m. keterangan sebab
n. keterangan tujuan
o. keterangan subjek
p. keterangan syarat
q. keterangan peserta

Ada dua jenis kesatuan dalam sebuah kalimat, yaitu kesatuan tunggal
dan kesatuan gabungan atau majemuk. Kalimat yang mengandung kesatuan
tunggal adalah kalimat yang mengandung hanya sebuah subjek dan sebuah
predikat. Kalimat demikian dapat memiliki objek atau pelengkap dan dapat
pula diperluas oleh keterangan.

S1 + P1 (+ O/Pel) (+Ket.)

Kalimat yang mengandung kesatuan majemuk atau gabungan adalah
kalimat yang mengandung lebih dari satu subjek dan predikat. Kesatuan itu
dapat bersifat setara (koordinatif) atau bertingkat (subordinatif). Kesatuan
setara adalah penggabungan dua kalimat menjadi sebuah kalimat dengan
sebuah kata hubung atau konjungsi.

S1 + P1 + Konjungsi + S2 + P2

Kesatuan bertingkat adalah penggabungan dua kalimat atau lebih
dengan cara menyisipkan salah satu kalimat ke dalam kalimat lainnya diawali
oleh sebuah kata hubung. Kalimat yang menyisip disebut anak kalimat,
sedangkan kalimat yang disisipi disebut induk kalimat.

S1____________________ + P1
Konjungsi + S2 + P2

Contoh:

Bahwa ujian akan diundur sudah diketahui semua orang

Konj. + S2 + P2 = S1 P1 Pelengkap

36

S1 + P1 + ___ O1_________
Konjungsi + S2 + P2

Contoh:

Ia mengatakan bahwa Pemilu akan berlangsung damai

S1 P1 Konj. + S2 + P2

S1+ P1 + ______Keterangan_____

Konjungsi + S2 + P2

Contoh:

Peraturan itu berlaku setelah Rektor baru dilantik

S1 P1 Konj. + S2 + P2

b. Kepaduan
Kepaduan dalam kalimat berkaitan dengan hubungan timbal balik yang

baik dan jelas di antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang
membentuk kalimat itu. Hubungan itu harus logis dan jelas bagi pembaca.
Sering kali, ada kalimat yang terlalu panjang sehingga sulit bagi pembaca
untuk mengetahui maksud penulis. Perlu diingat bahwa keterangan yang baik
adalah keterangan yang dekat pada hal yang diterangkannya. Jika terlalu
banyak keterangan yang disisipkan ke dalam sebuah kalimat, pembaca akan
kehilangan fokus.

c. Penalaran
Kesatuan dan kepaduan dalam kalimat tidak akan tercapai jika tidak

disertai oleh penalaran. Penalaran adalah suatu alur berpikir yang berusaha
agar kalimat dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipahami dengan
mudah, cepat, tepat, serta tidak menimbulkan kesalahpahaman. Unsur-unsur
dalam kalimat dihubung-hubungkan sehingga membentuk kesatuan pikiran
yang masuk akal.

Kalimat majemuk, kalimat yang panjang dan luas merupakan kalimat
yang mengandung gabungan gagasan. Gagasan-gagasan itu dihubungkan
secara logis oleh kata hubung atau konjungsi. Berikut ini, didaftarkan
berbagai hubungan yang terbentuk di antara unit-unit bahasa dengan
penggunaan kata hubung tertentu. Di dalam karya tulis, hubungan logis harus
diungkapkan secara eksplisit agar pembaca mudah memahami maksud
penulis. Bahasa Indonesia mengenal tiga macam hubungan logis,
diantaranya sebagai berikut:
1. Hubungan koordinatif adalah hubungan setara di antara bagian-bagian

kalimat (proposisi).

37

Contoh: Museum itu kecil, tetapi memiliki koleksi yang sangat berharga.
Hubungan koordinatif dengan makna tertentu ditandai oleh kata hubung
tertentu, yaitu sebagai berikut:
a) Hubungan penambahan; dan
b) Hubungan pendampingan; serta
c) Hubungan pemilihan; atau
d) Hubungan perlawanan; tetapi, melainkan
e) Hubungan pertentangan; padahal, sedangkan

2. Hubungan korelatif adalah hubungan saling kait di antara bagian-bagian
kalimat.
Contoh: Istana itu tidak hanya menarik, tetapi juga merupakan warisan
sejarah. Hubungan korelatif ditandai oleh kata sambung yang menunjuk
hubungan logis tertentu.
a) Hubungan penambahan; baik … maupun ….; tidak hanya …., tetapi
juga…; bukan hanya …., melainkan juga…
b) Hubungan perlawanan: tidak …, tetapi…; bukan …, melainkan…
c) Hubungan pemilihan; apakah … atau…; entah … entah…
d) Hubungan akibat: demikian …, sehingga …: sedemikian rupa …,
sehingga …
e) Hubungan penegasan: jangankan …, … pun …

3. Hubungan subordinat adalah hubungan kebergantungan diantara induk
kalimat dan anak kalimat.
Contoh: Pertunjukan harus tetap berlangsung meskipun hanya sedikit
penontonnya.
Ada tiga belas macam hubungan subordinatif yang masing-masing
ditandai oleh kata sambung yang berbeda.
1) Hubungan waktu
a. Awal: sejak, semenjak, sedari.
b. Serempak: sewaktu, ketika, tatkala, sementara, bagitu, seraya,
selagi, selama, sambil, demi.
c. Posterioritas: setelah, sesudah, sehabis, selesai, seusai.
d. Anterioritas: sebelum.
e. Akhir: hingga, sampai.
2) Hubungan syarat: kalau, jikalau (lisan), jika, asal (kan), bila, manakala,
dengan syarat.
3) Hubungan pengandaian: andaikata, seandainya, umpamanya,
sekiranya.
4) Hubungan tujuan: untuk, supaya, agar, biar (lisan).
5) Hubungan perlawanan atau konsesif: biarpun, meskipun, walaupun,
sekalipun, sungguhpun, kendatipun.

38

6) Hubungan perbandingan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana,
seperti, sebagai, laksana, ibarat, daripada, alih-alih.

7) Hubungan sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.
8) Hubungan hasil atau akibat: sehingga, maka(nya), sampai-(sampai)
9) Hubungan alat: dengan, tanpa.
10)Hubungan cara: dengan, tanpa.
11)Hubungan pelengkap: bahwa, agar, untuk, apakah (dan kata Tanya

lain).
12)Hubungan keterangan: yang.
13)Hubungan perbandingan: sama …, dengan…, lebih …, daripada….,

berbeda …, dari.

d. Kehematan atau Ekonomi Bahasa
Kehematan adalah penggunaan kalimat yang tidak berbelit-belit dan

tidak boros kata. Kalimat yang berbelit-belit dapat memancing kesan bahwa
penulis tidak menguasai persoalan dan hanya menghabiskan waktu
pembaca. Kehematan menyangkut kemahiran dalam soal kaidah bahasa dan
pengetahuan makna kata. Kehematan tidak berarti bahwa kata yang
dibutuhkan atau kata yang menambah nilai arstistik boleh dihilangkan.

Panjang sebuah kalimat yang mudah dicerna oleh pembaca umum
atau anak-anak adalah 15-20 kata. Untuk pembaca dengan tingkat
pendidikan tinggi, dengan kemampuan sintesis yang lebih tinggi, kalimat
dapat dibangun oleh lebih dari 25 kata. Akan tetapi, tidak dianjurkan kalimat
mengandung lebih dari 30 kata.

Kehematan dapat diperoleh dengan lima cara, yaitu sebagai berikut:
1) Menggunakan kata yang lugas dan imbuhan yang jelas.
2) Menghindari penggunaan subjek yang sama dalam sebuah kalimat.
3) Menghindari penggunaan hiponim.
4) Menghindari penggunaan kata depan (preposisi) di depan kalimat.
5) Menghindari penggunaan kata ulang jika sudah ada kata bilangan di

depan kata benda.

e. Penekanan
Gagasan utama dalam sebuah kalimat tidak sama dengan penekanan

atas sebuah kata dalam kalimat. Penekanan dalam sebuah kalimat adalah
usaha penulis untuk menampilkan fokus dalam kalimat. Penekanan dalam
kalimat dapat bergeser dari satu kata ke kata lain dalam sebuah kalimat,
sedangkan gagasan utama dalam kalimat tidak dapat dipindah-pindah.
Penekanan diberikan untuk menjaga minat pembaca. Dalam ragam lisan,
penekanan dapat diperoleh dengan member tekanan pada kalimat dengan
intonasi tertentu disertai dengan mimik dan gerak tubuh.

Dalam ragam tulis, ada berbagai cara untuk memberi tekanan kepada
kata dalam sebuah kalimat, diantaranya:

39

1) Mengubah posisi dalam kalimat, yaitu dengan meletakkan kata atau
kelompok kata yang penting di awal kalimat.

2) Mengulang kata yang dianggap penting dalam kalimat.
3) Mempertengtangkan sebuah kata atau gagasan dengan kata atau

gagasan lain dalam kalimat sehingga muncullah gagasan yang
dipentingkan, dan
4) Memberi partikel penekan pada kata yang akan ditonjolkan dalam kalimat.

f. Kesejajaran
Kesejajaran adalah perincian beberapa unsur yang sama penting dan

sama fungsinya secara berurutan dalam kalimat. Dalam penyusunan itu,
harus diperhatikan bahwa digunakan bentuk bahasa yang sama atau
konstruksi yang sama. Kesamaan itu penting untuk menjaga pemahaman
dan fokus pembaca. Kesejajaran atau paralelisme itu terwujud dalam bentuk
sebagai berikut:
1) Jika urutan dinyatakan dalam kelompok kata (frase), urutan berikutnya

harus dinyatakan dalam kelompok kata (frase) juga,
2) Jika urutan dinyatakan dalam kelas kata tertentu, urutan berikutnya harus

dinyatakan dalam kelas kata yang sama.

g. Variasi
Variasi dalam kalimat adalah penggunaan berbagai pola kalimat untuk

mencegah kebosanan pembaca dan untuk menjaga agar minat dan perhatian
pembaca tetap terpelihara. Ada berbagai variasi dalam kalimat, yaitu:
1) Cara mengawali sebuah kalimat:

a. Subjek pada awal kalimat.
b. Predikat pada awal kalimat, atau
c. Keterangan pada awal kalimat.
2) Panjang pendek kalimat.
3) Jenis kalimat, seperti kalimat berita, kalimat perintah, dan kalimat tanya.
4) Kalimat aktif dan kalimat pasif.
5) Kalimat langsung atau tidak langsung.

Contoh: Pembentukan Kata

I. Kata Kerja Pelaku (hal proses)
(hal berjuang)
Berjuang Pejuang Perjuangan (hal berladang)
Peladangan (hal berdagang)
Berladang Peladang Perdagangan Hasil
Hal (proses) Tulisan
Berdagang Pedagang Penulisan Masukan
Pemasukan Dudukan
II. Kata Kerja Pelaku Pendudukan

Menulis Penulis

Memasukkan Pemasuk

Menduduki Penduduk

40

III. Kata Kerja (menjadikan bersenjata)
Mempersenjatai (membuat jadi beristri)
Memperistrikan (membuat jadi bertemu)
Mempertemukan

IV. Kata Benda/Kata Sifat/Kata kerja Perihal
Kuasa kekuasaan
Tenaga Ketenagaan
Adil Keadilan
Rakyat Kerakyatan
Makmur kemakmuran

V. Kata Kerja Pasif Proses yang Sudah Selesai
Jendela rumah itu ditutup Jendela rumah tertutup
(selesai ditutup)
Surat itu ditulis hari Senin Surat itu tertulis hari Senin
Buku Alwan dibawa (oleh) Brian buku Alwan terbawa (oleh) Brian

Sumber:
1. Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsyad dan Sakura H. Ridwan. Pembinaan

Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. (Jakarta: Erlangga, 2001),
hh. 116-134.
2. Effensi, S. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar.
(Jakarta: Pustaka Jaya, 2010), hh. 161-178.
3. Finosa, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diksi Insan
Mulia, 2001), hh. 111-131.
4. H.P. Ahcmad. Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, 2008), hh. 25-31.
5. _________. Sintaksis Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pustaka Mandiri,
2012), hh. 145-168.
6. Hasan, Alwi. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia: Kalimat (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 39.
7. Razak, Abdul. Kalimat Efektif: Struktur, Gaya dan Variasi. (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1992), hh. 13.
8. Semi, M. Atar. Menulis Efektif. (Padang; Angkasa Raya, 2003), hh. 154-
163.

41

LATIHAN 3:
1. Apa yang dimaksud dengan struktur kalimat?
2. Apa yang dimaksud dengan subyek dan predikat di dalam sebuah kalimat?

Jelaskan perbedaan serta fungsi keduanya?
3. Tulislah tiga buah contoh keefektifan kalimat dalam menulis!
4. Perbaikilah kalimat berikut agar menjadi kalimat yang efektif, baik dan

benar!
a) Kepada mahasiswa yang belum membayar uang ujian diharap

mendaftarkan diri pada sekretariat.
b) Ini harus siap kata Pak Dekan paling lambat besok pagi.
c) Bupati mengundang semua camat-camat di daerahnya.
5. Buatlah satu karangan pendek dengan menggunakan ciri kehematan atau
ekonomi bahasa, Kampusku.

Tingkat Penguasaan = Jumlah jawaban yang benar x 100%
5

42

MATERI AJAR 4
PENGEMBANGAN PARAGRAF

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ajar 4 mahasiswa dapat menggunakan struktur
paragraf yang digunakan untuk penulisan karya ilmiah.

INDIKATOR
1. Mampu menggunakan bermacam-macam paragraf dalam menulis.
2. Mampu menggunakan syarat-sayat pembentukan paragraf denagan

kesatuan dan kekoherensian, dan
3. Mampu manyusun struktur pengembangan paragraf yang baik dalam

penulisan karya ilmiah.

a) Pengertian Paragraf
Sebuah paragraf atau alinea adalah sebuah satuan pikiran yang

membahas satu gagasan melalui sebuah rangkaian kalimat yang saling
berhubungan. Gagasan yang terdapat dalam paragraf diuraikan pula oleh
uraian-uraian tambahan untuk memperjelas gagasan utama.

Panjang sebuah paragraf tidak pasti karena panjang pendeknya
sebuah paragraf ditentukan oleh kejelasan dan ketuntasan uraian yang
berhubungan dengan gagasan utama paragraf

Contoh (1)
Lukisan yang menggambarkan keindahan pemandangan yang digantungkan
di dinding berwarna putih atau warna terang, bisa memberikan suasana yang
amat teduh. Suasana seperti itu ditemui di lobi hotel atau restoran. Banyak
dinding hotel dihiasi lukisan yang menggambarkan seni dan budaya
Indonesia.

Manfaat sebuah paragraf pertama-tama adalah untuk memudahkan
orang mengerti dan memahami sebuah tema. Selain itu, sebuah paragraf
bermanfaat untuk memisahkan sebuah tema dari tema yang lain dan untuk
memberikan penekanan pada satu tema.

Dalam sebuah karya tulis dapat kita bedakan tiga jenis paragraf, yakni
paragraf pembuka, paragraf isi, dan paragraf penutup. Paragraf pembuka
adalah paragraf yang terdapat di awal karya tulis dan merupakan bagian
yang mengantar pokok pikiran yang terdapat dalam karya tulis tersebut.
Paragraf isi merupakan paragraf yang menguraikan inti permasalahan dalam
sebuah karya tulis, dan paragraf penutup merupakan bagian dari sebuah
karya tulis yang menyimpulkan atau mengakhiri sebuah karya tulis.

43

2) Syarat Pembentukan Paragraf
Sebuah paragraf yang baik dan efektif memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:
a. Setiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran atau gagasan

utama. Pikiran-pikiran lainnya dalam sebuah paragraf hanya melengkapi
pokok pikiran utama tadi.
b. Setiap paragraf harus memiliki kesatuan. Maksudnya dalam sebuah
paragraf tidak boleh terdapat penjelasan-penjelasan yang saling
bertentangan.
c. Setiap paragraf harus memiliki koherensi dan kesinambungan. Agar ada
pengembangan yang baik dalam sebuah paragraf harus dipelihara
keeratan hubungan antarkalimat serta tidak terdapat loncatan-loncatan
pikiran yang dapat membingungkan pembaca atau penyimpangan dari
pokok pikiran utama.

3) Ciri-ciri Paragraf
Adapun ciri-ciri paragraf yang baik adalah sebagai berikut:

a. Kalimat pertama bertakuk ke dalam lima ketukan spasi untuk jenis tulisan
ilmiah formal, misalnya: makalah, proposal penelitian/skripsi, tesis dan
disertasi. Tulisan berbentuk lurus yang tidak bertakuk (block style)
ditandai dengan jarak spasi merenggang, satu spasi lebih banyak
daripada jarak antarbaris lainnya.

b. Paragraf menggunakan gagasan utama (pikiran utama) yang dinyatakan
dalam kalimat topik.

c. Setiap paragraf menggunakan sebuah kalimat topik dan selebihnya
merupakan kalimat pengembang yang berfungsi menjelaskan,
menguraikan, menerangkan pikiran utama yang ada dalam kalimat topik,
dan

d. Paragraf menggunakan pikiran penjelas yang dinyatakan dalam kalimat
penjelas. Kalimat ini berisi detail kalimat topik. Paragraf bukan kumpulan
kalimat-kalimat topik. Paragraf hanya bersisi satu kalimat topik dan
beberapa kalimat penjelas. Setiap kalimat penjelas berisi detail yang
sangat spesifik, dan tidak mengulang pikiran penjelas lainnya.

4) Kalimat Topik
Gagasan utama diuraikan dalam sebuah kalimat yang disebut kalimat

topik. Kalimat topik mengungkapkan maksud pokok uraian paragraf. Kalmat-
kalimat lainnya berfungsi sebagai kalimat penjelas.

44

5) Peletakan Kalimat Topik
Ada 3 (tiga) macam cara penempatan kalimat topik, diantaranya

sebagai berikut:
a. Kalimat topik di awal paragraf, contoh:

Landasan yang dapat didarati pesawat jet Fokker F28 dan sejenisnya akan
ditambah tiga buah lagi pada tahun 2004. Dari 55 landasan yang dibina oleh
Dirjen Perhubungan Udara, dewasa ini hanya 23 saja yang sanggup
menampung pesawat Fokker F28. Di antaranya ialah Lapangan Udara
Panasan di Solo, Ahmad Yani di Semarang, dan Supadio di Pontianak, yang
semua diresmikan awal tahun ini. Sekarang landasan Blang Bintang di Banda
Aceh, Sentasi di Jayapura, dan Penfui di Kupang sedang diperpanjang dan
diperluas. Pada akhir tahun ini, perbaikan ketiga landasan itu diharapkan
sudah selesai, dan pesawat jet jenis Fokker F28 dapat mendarat di sana dan
memperluas jaringan lalu-lintas udara di tanah air kita.

b. Kalimat topik di akhir paragraf, contoh:

Setiap malam berpuluh ribu tikus menyerbu desa-desa di Kecamatan
Pagelaran. Segala macam tanaman, hingga pohon petai cina yang sudah
tua, habis digerogoti tikus. Binatang peliharaan seperti ayam, kambing, dan
kerbau tidak luput dari serangan yang ganas itu. Apalagi bahan makanan.
Memang itu yang dicari. Habis tandas ditelan tikus. Bahkan penduduk
beberapa desa terpaksa diungsikan karena ketakutan. Sampai sekarang
masih ada orang yang tidak mau pulang ke kampung halamannya. Memang
dahsyat sekali serangan hama tikus yang melanda Pandeglang pada tahun
2010-2012.

c. Kalimat topik di awal dan di akhir paragraf, contoh:
Pemerintah bukannya tidak tahu bahwa rakyat Indonesia haus akan rumah
yang sehat dan kuat. Kementerian Perumahan Rakyat sudah lama
menyelidiki hal itu. Dicarinya bahan rumah yang kuat dan murah. Agaknya
bahan perlit yang diperoleh dari batu-batuan gunung berapi menarik
perhatian. Bahan itu tahan api, tahan air, dan tahan suara. Karena berlimpah-
limpah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. harganya
dapat ditekan menjadi murah. Lagi pula, perlit dapat dicetak menurut
kemauan kita. Itulah sebabnya mengapa pemerintah berusaha membayar
ratusan ribu rumah murah yang kuat dan sehat untuk memenuhi kebutuhan
rakyat.

45

6. Unsur-unsur Kebahasaan Pembangun Paragraf.
Unsur-unsur kebahasaan pembangun paragraf, diantaranya:

a. Penunjukan, yakni penggunaan kata-kata untuk menunjukkan atau
mengacu kata-kata atau suatu acuan yang sudah disebutkan, misalnya:
kata itu, ini, tersebut, demikian.

b. Penggantian, yakni penanda hubungan kalimat yang berupa kata-kata
yang menggantikan kata-kata yang lain yang sudah disebutkan
sebelumnya, misalnya dengan kata ganti orang (dia, mereka, dan lain-
lain), hal itu, itulah, itu, ini, sana, sini, situ, begitu, begini.

c. Pelesapan, yakni ada unsur kalimat yang tidak dinyatakan secara tersurat
pada kalimat berikutnya dan kehadiran unsur itu dapat diperkirakan atau
dipulihkan.

d. Perangkaian, yakni ada kata-kata yang merangkaikan kalimat satu dengan
yang lainnya dengan: seperti: sebaliknya, sesudah itu, dengan demikian,
oleh karena itu, walaupun demikian, namun.

e. Pengulangan, yakni ada kata-kata yang diulang dengan tujuan mendapat
penekanan atau pementingan, atau pengulangan bentuk atau imbuhan.

7) Pola Pengembangan Paragraf
Pola pengembangan paragraf yang dipakai seorang penulis untuk

mengembangkan tema tulisannya adalah dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Penambahan
Pola pengembangan paragraf dengan cara penambahan dilakukan

seperti dalam contoh berikut ini.

Persoalannya mereka khawatir setelah renovasi mereka tidak dapat
berdagang di lokasi itu. Di samping itu, mereka juga mengharapkan dapat
menjadi pelaksana renovasi pasar tersebut.

b. Urutan waktu dan peristiwa
Pola pengembangan paragraf dengan cara urutan peristiwa dan waktu

tanpak seperti dalam contoh berikut ini.

Baru-baru ini Dr. Osofsky mengatakan, “Bayi-bayi yang cerdik itu lebih
banyak memandang kepada ibunya untuk mengatakan sesuatu. Kemudian,
sang Ibu akan tersenyum pada bayinya, mengusap pipinya, dan dengan
cepat mendekapnya.

c. Perlawanan dan pertentangan
Pola pengembangan paragraf dapat juga dilakukan dengan cara

perlawanan dan pertentngan seperti dalam contoh berikut ini.

46

Dr. Monaki menekankan, mereka menghadapi krisis energi, kekurangan
tenaga kerja, miskinya sumber daya alam, dan pasar dalam negeri yang
terbatas. Walaupun demikian, pengusaha Jepang tidak menyerah dan
mengupayakan semua potensi untuk bisa bertahan.

d. Peningkatan
Paragraf berikut dikembangkan dengan cara peningkatan menjadi

lebih dari pernyataan sebelumnya.

Jadi jelas, jika data yang diberikan oleh South ini sahih, penduduk Jakarta
sebenarnya sedang mengalami krisis air minum. Bahkan, majalah itu juga
menyebutkan bahwa hanya sepuluh persen saja penduduk Jakarta yang bisa
menikmati air bersih. Selebihnya bisa jadi menikmati yang sarat dengan
bakteri coli itu.

e. Sebab-akibat
Cara pengembangan paragraf yang paling sering dilakukan adalah

pengembangan dengan menyusun peristiwa dalam urutan sebab-akibat.
Contoh berikut memperlihatkan hubungan itu.

Menurut pakar pendidikan, dalam keadaan sekarang jika sekolah hanya
boleh dipakai pada pagi hari, akan banyak anak usia sekolah yang tidak
tertampung. Karena itu, katanya, masalah ini harus dilihat sebagai masa
transisi.

f. Syarat
Paragraf dapat pula dikembangkan dengan mengemukakan syarat,

seperti dalam contoh berikut.

Dengan kekuatan ekonominya saat ini, masyarakat Amerika menganggap
Jepang berusaha menghancurkan ekonomi mereka. Jika demikian halnya,
benarkan peringatan 55 tahun serangan terhadap Pearl Harbor dilakukan
untuk menggaungkan kembali kesan bahwa Jepang tetap musuh Amerika
yang berbahaya?

g. Cara
Contoh berikut memperlihatkan pengembangan paragraf yang

mengemukakan cara.

Kebanyakan penduduk yakin, Moskow yang berjarak delapan ribu kilometer
dari wilayah itu (Kepulauan Kuril) telah menyerahkan kepulauan itu kepada
Jepang. Dengan itu, mereka berharap, Jepang akan membayar beberapa

47

juta yen yang akan sangat berguna untuk membantu perekonomian Rusia
yang lumpuh ketika itu.

h. Kesimpulan
Pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan mengemukakan

seluruh kesimpulan. Contoh.
Hakim dengan menggunakan hukum acara perdata sebagai “aturan
permainan” melalui putusan-putusannya menciptakan hukum. Dengan
demikian, hakim seperti halnya pembentuk undang-undang adalah
pembentukan hukum juga.

i. Kegunaan
Salah satu yang dapat ditempuh untuk mengembangkan paragraf ialah

dengan menyebutkan kegunaan, seperti dalam contoh berikut ini.

Menurut Syahrir, program pemerataan pembangunan memang sulit dipacu
karena pemerintah menghadapi persoalan yang cukup berat, yakni
menipisnya anggaran dana pembangunan. Untuk itu, katanya, sebaiknya
kebijakan pemberian saham 1-5 persen dari BUMN dan swasta kepada
koperasi dialihkan untuk membantu program-program inpres.

j. Contoh
Untuk mengembangkan sebuah pokok pikiran yang sulit sebaiknya

dipakai cara pengembangan melalui contoh, seperti terlihat dalam contoh
berikut ini.

Saat ini pelbagai upaya pemerataan itu sudah dilakukan. Misalnya, program-
program inpres, kemitraan usaha antara bapak angkat dan anak angkat,
serta penyebaran proyek pembangunan di semua daerah. Hal yang lebih
baru dan mendasar adalah pengalihan saham dari perusahaan besar dan
sehat kepada koperasi serta penyediaan kredit usaha kecil oleh perbankan.

k. Perbandingan
Pengembangan paragraf melalui perbandingan sering dipakai dalam

sebuah karya tulis, contoh.

Walaupun jelas berbeda dalam hal panjang, dari segi bangunnya paragraf
dan esai itu sama. Misalnya, paragraf diawali dengan kalimat topik. Dalam
esai, paragraf pertama merupakan pendahuluan yang memperkenalkan
bahan bahasan dan menetapkan fokus topik. Begitu pula tubuh esai terdiri
atas rangkaian paragraf yang memperluas dan menunjang gagasan yang
dikemukakan dalam paragraf pendahuluan. Akhirnya penyudah, baik berisi
penegasan kembali, kesimpulan, ataupun pengamatan mengakhiri sebuah

48

paragraf. Esai juga mempunyai sarana yang membawa gagasanya kepada
ketuntasan. Walaupun dalam tulisan modern yang tercipta terdapat
kekecualian atas rampatan di muka, kebayakan paragraf dan esai paparan
memiliki bangun yang serupa.

l. Ibarat
Paragraf dapat pula dikembangkan dengan sebuah ibarat, seperti

dalam contoh berikut ini.
Lelaki tua itu menerangkan sedikit, menurut agama, setengah permulaan
hidup seseorang berupa pendakian, dan setengah sisanya penurunan. Pada
penurunan, hidup orang tidak lagi menjadi miliknya karena dapat diambil
sewaktu-waktu.

m. Daftar
Yang dimaksud dengan pengembangan paragraf melalui daftar adalah

pengembangan seperti dalam contoh berikut.

Pola susunan sebab-akibat dipakai dalam tulisan ilmiah atau keteknikan
untuk berbagai keperluan, antara lain untuk (1) mengemukakan alasan
dengan logis, (2) memberikan suatu proses, (3) menerangkan mengapa
sesuatu terjadi demikian, dan (4) meramalkan runtutan peristiwa yang akan
datang.

n. Definisi
Dalam sebuah karya ilmiah seringkali dipakai pengembangan paragraf

dengan definisi seperti dalam contoh berikut ini.

Pembangunan tidak pernah, dan tidak akan dapat, didefinisikan dengan
memuaskan bagi semua orang. Secara umum, pembangunan menunjuk
kepada kemajuan yang diinginkan di bidang sosial dan ekonomi, tetapi
manusia selalu berbeda-beda pendapatnya tentang apa yang diinginkannya.
Sudah tentu pembangunan harus berarti perbaikan hidup, dan untuk itu
pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi sangat menentukan.

o. Pertanyaan
Paragraf dapat dikembangkan pula melalui sebuah pertanyaan seperti

dalam contoh berikut.

Tahun 1961 David McClelland, seorang psikolog Universitas Harvard,
menerbitkan The Achieving Society, sebuah upaya dengan ambisi yang luar
biasa untuk mengetahui mengapa kebudayaan tertentu lebih berhasil dari
yang lain. Mengapa di kalangan suku Afrika Barat, kaum Asyani dan Ibo
begitu dominan dalam segi ekonomi? Mengapa begitu banyak perdagangan

49

di Asia tenggara dikuasai oleh orang Cina perantau? Mengapa imigran
Yahudi di Amerika Serikat maju lebih pesat dari kelompok yang lain?

p. Gambaran
Variasi pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan sebuah

gambaran seperti dalam contoh berikut.

Perikanan menduduki tempat penting dalam ekosistem dunia, baik dalam
bidang ekonomi dunia maupun makanan manusia, dengan menyumbangkan
23 persen dari seluruh komsumsi protein hewani. Di beberapa negara
berkembang, seperti juga di beberapa negara industri, ikan merupakan
sumber protein hewani. Industri perikanan dilihat dari segi ekonomi juga
penting. Bank Dunia memperkirakan bahwa dua belas juta buruh di seluruh
dunia hidup dengan menangkap ikan atau bertani ikan; jutaan lebih terlibat
dalam pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran tangkapan mereka.

q. Perincian
Dalam tulisan ilmiah sering kali dipakai paragraf dengan perincian

seperti terlihat dalam contoh berikut.

Di hutan Kalimantan hidup kera tak berekor, yang jika berdiri tingginya
mencapai 1,14 meter dan disebut orang utan. Hanya anaknya yang mirip
manusia. Dahi orang utan dewasa miring ke belakang. Di atas matanya yang
jeluk terdapat pinggiran tulang yang menganjur. Hidung pesek, sementara
sekat rongga hidungnya menganjur keluar cuping hidung. Mulutnya
menganjur monyong, dan bibir tipis dan pendek. Dagu tidak ada; leher
pendek dan memiliki kantung leher. Si Jantan biasanya berjanggut merah.

r. Penggolongan
Jika dalam sebuah tulisan ada beberapa fenomena yang harus

dikelompokkan maka cara pengembangan paragraf dengan penggolongan
banyak dipakai. Contoh.

Dunia tumbuhan terbagi atas empat divisi yang besar, yakni tumbuhan daun
(talofita), lumut (briafita), paku-pakuan (pteridofita), dan tumbuhan bunga
(spermatofita). Setiap divisi itu terbagi lagi atas kelas, kelas atas bangsa,
bangsaa tas marga, dan marga atas jenis. Setiap jenis mempunyai satu
varietas atau lebih.

50


Click to View FlipBook Version