s. Klimaks
Pengembangan paragraf melalui cara klimaks dilakukan melalui
peningkatan kepentingan atau perhatian terhadap gagasan-gagasan.
Gagasan bawahan diurutkan sedemikian rupa sehingga gagasan yang
berikutnya lebih tinggi daripada gagasan sebelumnya, seperti dalam contoh
berikut.
Segala kungkungan kini tak terasa lagi. Beban telah terlepas. Keterikatan tak
lagi menyiksa. Kita bebas berbicara. Merdekalah kita sebenar-benarnya
merdeka.
8. Hubungan Logis Antarkalimat
Hubungan logis dalam paragraf adalah hubungan dalam rangkaian
kalimat-kalimat yang ditata dengan baik dan masuk akal sehingga mudah
dipahami oleh pembaca. Dalam hubungan logis antarkalimat, pada dasarnya,
kata sambung yang digunakan harus mengacu ke kalimat terdahulu. Perlu
dicatat bahwa tidak semua kata sambung dalam kalimat dapat digunakan
untuk menghubungkan kalimat-kalimat dalam paragraf. Kata sambung
antarkalimat dapat juga digunakan untuk menghubungkan paragraf yang satu
dengan yang lain. Di dalam penulisannya, kata sambung antarkalimat harus
disertai koma.
Hubungan antarkalimat yang sering dipakai dalam tulisan adalah
sebagai berikut.
a. Hubungan akibat menyatakan akibat. Hubungan tersebut dimarkahi oleh:
akibatnya, walhasil, alhasil, karena itu, oleh karena itu, oleh sebab itu,
maka dari itu, sebagai akibatnya.
b. Hubungan konsekuensi. Hubungan yang menyatakan konsekuensi
ditandai oleh kata sambung dengan demikian, maka.
c. Hubungan sebab ditandai oleh kata sambung alasannya, sebabnya.
d. Hubungan tujuan ditandai oleh kata sambung untuk itu, untuk keperluan
itu, dan untuk tujuan itu.
e. Hubungan perlawanan/konsesif ditandai kata sambung meskipun
demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, kendati demikian/begitu,
bagaimanapun, akan tetapi, dan namun.
f. Hubungan pertentangan/ kebalikan ditandai oleh kata sambung
sebaliknya, sementara itu.
g. Hubungan waktu dapat dibedakan atas:
❖ Hubungan keserempakan yang ditandai oleh kata sambung sementara
itu, dalam pada itu, pada saat itu, pada saat yang bersamaan, ketika
itu.
51
❖ Hubungan anterioritas yang ditandai oleh kata sambung sebelumnya,
sebelum itu.
❖ Hubungan posteroritas yang ditandai oleh kata sambung sesudahnya,
sesudah itu, setelah itu, kemudian.
h. Hubungan syarat ditandai oleh kata sambung jika demikian halnya, kalau
begitu.
i. Hubungan urutan ditandai oleh kata sambung selanjutnya, demikian pula,
pertama, … kedua, … ketiga, … terakhir,…. atau pertama-tama, …
kemudian, … akhirnya,…
j. Hubungan penambahan ditunjukkan oleh kata sambung selain itu, tambah
lagi, lagi pula, di samping itu.
k. Hubungan keinklusifan dan keeksklusifan dinyatakan oleh kata sambung
kecuali itu, tanpa itu, di satu pihak…, di pihak lain…
l. Hubungan penegasan ditandai oleh kata sambung malahan, bahkan,
memang, apalagi, terlebih lagi, dangan kata lain, singkatnya, singkat kata.
m.Hubungan penyimpulan ditandai oleh kata sambung jadi, kesimpulannya,
demikianlah maka.
n. Hubungan pembenaran dinyatakan oleh kata sambung sesuangguhnya,
bahwasannya, sebenarnya.
Sumber:
1. Effendi, S. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar.
(Jakarta: Pustaka Jaya, 2010), hh. 161-178.
2. Hasan, Alwi. Paragraf: Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia. (Jakarta:
Depdiknas, 2001), hh. 4-6.
3. H.P., Achmad. Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: Universitas Negeri Islam
Syarif Hidayatullah, 2008), h. 42.
4. Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa (Ende
Flores: Nusa Indah, 1989), hh.62-81.
5. Tarigan, Djago. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan
Pengembangannya. (Bandung: Angkasa, 1981), hh. 29-34.
6. Wiyanto, Asul. Terampil Menulis Paragraf. (Jakarta: PT. Grasindo, 2004),
hh.32-40.
7. Widaghdo, Djoko. Bahasa Indonesia: Pengantar Kemahiran Berbahasa di
Perguruan Tinggi. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hh.83-
100.
52
LATIHAN 4:
Isilah pertanyaan di bawah dengan singkat dan jelas!
1. Jelaskan pengertian paragraf dan ciri-ciri paragraf!
2. Sebutkan tiga syarat pembentukan sebuah paragraph yang baik!
3. Buatlah suatu contoh tulisan dengan menggunakan paragraf pembuka!
4. Apa sebabnya dalam sebuah paragraf tidak boleh terdapat beberapa
pokok pikiran?
5. Buatlah contoh sebuah paragraf yang mengandung tiga pokok pikiran,
kemudian pisahkan menjadi tiga paragraf!
Tingkat Penguasaan = jumlah jawaban yang benar x 100%
5
53
MATERI AJAR 5
DIKSI (PILIHAN KATA)
Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ajar 5 mahasiswa dapat memahami dan
menggunakan kriteria pilihan kata meliputi ketepatan, kecermatan, dan
keserasian yang digunakan untuk menulis karya ilmiah.
INDIKATOR
1. Mampu mengunakan pemilihan kata dalam menulis ilmiah.
2. Mampu mengembangkan kriteria pemilihan kata dalam menulis ilmiah.
3. Mampu memberikan contoh-contoh penggunaan diksi dalam menulis
ilmiah
a) Pengertian Diksi
Diksi adalah pemilihan dan penggunaan kata atau pemilihan yang
bermakna tepat dan selaras (cocok penggunaannya) untuk mengungkapkan
gagasan dan pokok pembicaraan, peristiwa, dan khayalak atau pendengar.
Ada dua istilah pengertian diksi yang berkaitan dengan masalah ini,
yaitu pemilihan kata dan pilihan kata. Pemilihan kata adalah proses atau
tindakan memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat,
sedangkan pilihan kata adalah hasil dari proses atau tindakan tersebut.
Bandingkan misalnya, dengan istilah penulisan dan tulisan. Penulisan
merupakan proses atau tindakan menulis, sedangkan tulisan merupakan
hasil dari proses menulis.
Dalam kegiatan berbahasa, pilihan kata merupakan aspek yang
sangat penting karena pilihan kata yang tidak tepat selain dapat
menyebabkan ketidakefektifan bahasa yang digunakan, juga dapat
mengganggu kejelasan informasi dan rusaknya situasi komunikasi juga tidak
jarang disebabkan oleh penggunaan pilihan kata yang tidak tepat.
Pilihan kata yang tepat dan selaras penggunaannya, baik bahasa tulis
maupun bahasa tutur. Ketepatan dan keselarasan penggunaan kata juga
harus memperhatikan aspek nonkebahasaan yaitu, situasi, pembicaraan
pemirsa, para pembaca maupun para pendengar. Ide atau gagasan yang
baik sekalipun tidak dapat tersampaikan sesuai dengan sasaran apabila
kaidah-kaidah di atas diperhatikan.
Selanjutnya, masalah pemilihan kata hendaknya benar-benar
diperhatikan oleh para pemakai bahasa agar bahasa yang digunakan menjadi
objektif dan mudah dipahami sebagaimana yang kita maksudkan. Untuk
mengetahui kriteria pemilihan kata, baik lisan maupun tulisan pemakai
bahasa hendaknya dapat memenuhi kriteria dalam pemilihan kata. Kriteria itu
adalah (1) ketepatan, (2) kecermatan, dan (3) keserasian.
54
1. Ketepatan
Ketepatan dalam pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan
memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat dan gagasan
itu dapat diterima secara tepat pula oleh pembaca dan pendengarnya.
Dengan kata lain, pilihan kata yang digunakan harus mampu mewakili
gagasan secara tepat dan dapat menimbulkan gagasan yang sama pada
pikiran pembaca dan pendengarnya.
Ketepan pilihan kata semacam itu dapat dicapai jika, pemakai bahasa
mampu memahami perbedaan: (1) kata-kata yang bermakna denotatif dan
konatatif; dan (2) kata-kata yang bersinonim.
Berikutnya, selain dituntut mampu memahami perbedaan makna
denotasi dan konotasi, pemakai bahasa juga dituntut mampu memahami
perbedaan makna kata-kata yang bersinonim agar dapat memilih kata secara
tepat. Apabila telah memahami benar perbedaan makna kata yang
bersinonim, pemakaian kata diharapkan dapat memilih salah satu kata yang
bersinonim itu untuk digunakan dalam konteks yang tepat. Dengan demikian,
ia diharapkan tidak mengalami kesulitan dalam menemukan kata yang akan
digunakan.
2. Kecermatan
Kecermatan dalam pemilihan kata berkaitana dengan kemampuan
memilih kata yang benar-benar diperlukan untuk mengungkapkan gagasan
tertentu. Untuk itu, pemakai bahasa harus mampu memahami bahasa secara
cermat, kata-kata yang mubazir atau kata-kata yang kehadirannya dalam
konteks tertentu tidak diperlukan. Dengan memahami kata-kata yang
mubazir, pemakai bahasa dapat menghindarinya dalam pemakaian kata yang
tidak tepat.
Sehubungan dengan masalah tersebut, perlu pula dipahami adanya
beberapa penyebab timbulnya kemubaziran itu, antara lain: (a) penggunaan
makna jamak/ganda, (b) penggunaan kata yang mempunyai kemiripan
makna atau fungsi secara berganda, dan (c) konteks kalimatnya.
Berdasarkan beberapa keterangan tersebut, kecermatan dalam
pemilihan kata dapat dicapai jika, pemakai bahasa mampu memahami makna
kata-kata yang bersinonim, kata yang bermakna denotasi dan konotasi, dan
mampu pula memahami kata-kata yang pemakaiannya mubazir.
3. Keserasian
Keserasian dalam kata berkaitan dengan kemampuan menggunakan
kata-kata yang sesuai dengan konteks pemakaiannya. Konteks pemakaian
yang dimaksud dalam hal ini erat kaitannya dengan faktor kebahasaan dan
nonkebahasaan.
Faktor kebahasaan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan
pemilihan kata, antara lain: (a) hubungan makna antara yang satu dengan
55
kata yang lain; dan (b) kelaziman penggunaan kata-kata tertentu.
Hubungan makna antara kata yang satu dengan kata lain dalam
sebuah kalimat, misalnya dapat kita perhatikan pada penggunaan kata di
mana, dan yang mana. Berdasarkan konteks kalimatnya, penggunaan kata-
kata penanya itu tidaklah tepat karena kata penanya itu seharusnya
digunakan untuk mengungkapkan pertanyaan, sedangkan hubungan makna
antarkata dalam kalimat yang menggunakan kata di mana dan yang mana
tidak memerlukan kehadiran kata penanya. Oleh karena itu, dalam kalimat
berita (bukan kalimat tanya) pemakaian kata-kata penanya itu hendaknya
dihindari.
Selanjutnya, faktor kebahasan yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan kata menyangkut kelaziman kata-kata yang harus dipilih. Dalam hal
ini, yang dimaksud kata lazim adalah kata yang sudah biasa digunakan
dalam berkomunikaksi, baik lisan maupun tulisan. Kata yang lazim juga
berarti kata yang sudah dikenal atau diketahui secara umum. Dengan
demikian, penggunaan kata yang lazim dapat memudahkan pemahaman
pembaca terhadap informasi yang disampaikan. Sebaiknya, penggunaan
kata yang tidak/kurang/belum lazim dapat mengganggu kejelasan informasi
yang disampaikan karena pembaca atau pendengar belum memahami benar
maknanya. Oleh karena itu, penggunaan kata yang tidak lazim hendaknya
dihindari. Atau jika, kata itu akan digunakan, penggunaannya harus disertai
keterangan penjelas. Jika perlu, keterangan penjelas ini dapat dicantumkan
pada cacatan kaki agar penjelasannya dapat lebih leluasa.
Beberapa faktor nonkebahasaan yang telah di atas, sebagai bagian
dari tradisi yang melingkupi kehidupan masyarakat, mau tidak mau
terpengaruh pula dalam pemakaian bahasa karena bahasa pada dasarnya
juga merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Dengan demikian, faktor-
faktor nonkebahasaan itu baik yang menyangkut situasi, lawan bicara,
maupun sarana pemakaiannya, harus pula dipertimbangkan dalam pemilihan
kata khususnya dan pengguna bahasa pada umumnya.
b) Syarat Ketepatan Pemilihan Kata
Kemahiran memilih kata terkait erat dengan penguasaan kosakata.
Seseorang yang menguasai kosakata, selain mengetahui makna kata, ia juga
harus memahami perubahan makna. Agar dapat menjadi pemilih kata yang
akurat seseorang harus menguasai sejumlah persyaratan lagi, diantaranya
ada enam syarat yang dianjurkan untuk melatih ketajaman, yaitu:
(1) Dapat membedakan antara denotasi dan konotasi
Contoh:
a. Bunga melati hanya tumbuh di tempat yang tinggi (gunung)
b. Jika bunga bank tinggi, orang enggan mengambil kredit bank.
56
(2) Dapat membedakan kata-kata yang hampir bersinonim.
Contoh:
a. Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
b. Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah
peraturan yang selama ini memberatkan pengusaha.
Kata-kata lain yang bersinonim, ialah:
Agung, besar, raya.
Mati, wafat, meninggal.
Cahaya, sinar.
Ilmu, pengetahuan.
(3) Dapat membedakan kata-kata yang hampir mirip dalam ejaannya.
Contoh:
intensif - insentif
karton - kartun
korporasi - koperasi
interferensi - inferensi
preposisi - proposisi
(4) Dapat memahami dengan tepat makna kata-kata abstrak
Contoh:
Keadilan, kebahagiaan, keluhuran,
Kebajikan, kebijakan, kebijaksanaan.
(5) Dapat memakai kata penghubung yang berpasangan secara tepat.
Contoh:
Pasangan yang salah Pasangan yang benar
antara … dengan … antara … dan …
tidak … melainkan … tidak … tetapi …
baik … ataupun … baik … maupun …
bukan … tetapi … bukan … melainkan …
Contoh pemakaian kata penghubung yang salah.
(1) Antara hak dengan kewajiban karyawan haruslah berimbang.
(2) Korban PHK itu tidak menuntut bonus, melainkan pesangon.
(3) Baik dosen ataupun mahasiswa ikut memperjuangkan reformasi.
(4) Bukan aku yang tidak mau, tetapi dia yang tidak suka.
Contoh pemakaian kata penghubung yang benar.
(1.a) Antara hak dan kewajiban karyawan haruslah berimbang.
(2.a) Korban PHK itu tidak menuntut bonus, tetapi pesangon.
57
(3.a) Baik dosen maupun mahasiswa ikut memperjuangkan reformasi
(4.a) Bukan aku yang tidak mau, melainkan dia yang tidak suka.
(6) Dapat membedakan antara kata-kata yang umum dan kata-kata yang
khusus.
Contoh:
Kata melihat adalah kata umum yang merujuk pada perihal mengetahui
sesuatu melalui indera mata. Kata melihat tidak hanya digunakan untuk
menyatakan membuka mata serta menunjuk ke objek tertentu, tetapi juga
untuk mengetahui hal yang berkenaan dengan objek tersebut.
Contoh:
Kata umum: melihat
Kata khusus: melotot, membelalak, melirik, mengerling, mengintai,
mengintip, memandang, menatap, memperhatikan, mengamati,
mengawasi, menonton, meneropong.
Contoh lain:
Perbandingan Kata Indonesia-Inggris dalam Upaya Mendapatkan
Diksi yang Tepat.
Indonesia Inggris
Perencanaan Planning
Rencana Plan
Jadwal Schedule
Program Program
Agenda, acara Agenda
Rancangan, desain Design
Blangko Blank
Nihil Nil, nought
Kosong Empty
Hanpa, vakum vacuum
c) Majas (Gaya Bahasa)
Majas atau gaya bahasa adalah cara penutur mengungkapkan
maksudnya. Banyak cara yang dapat dipakai untuk menyampaikan sesuatu.
Ada cara yang memakai perlambang (majas metafora, personifikasi); ada
cara yang menekankan kehalusan (majas eufemisme, litotes); dan masih
banyak lagi majas yang lainnya. Semua itu pada prinsipnya merupakan corak
seni berbahasa atau retorika untuk menimbulkan kesan tertentu pada mitra
berkomukasi kita.
Ada enam faktor yang mempengaruhi tampilan berbahasa seorang
komunikator dalam berkomunikasi dengan komunikannya, yaitu:
58
(1) Cara dan media komunikasi: lisan atau tulis, langsung atau tidak
langsung, media cetak atau media elektronik;
(2) Bidang ilmu: filsafat, sastra, hokum, teknik, kedokteran, dan lain-lain;
(3) Situasi: resmi, tidak resmi, setengah resmi;
(4) Ruang atau konteks: seminar, kuliah, ceramah, pidato;
(5) Khalayak: dibedakan berdasarkan umur (anak-anak, remaja, orang
dewasa); jenis kelamin (laki-laki, perempuan); tingkat pendidikan (rendah,
menengah, tinggi), status sosial; dan
(6) Tujuan: membangkitkan emosi, diplomasi, humor, informasi.
Beberapa majas yang terpenting, adalah (1) majas perbandingan, (2)
majas pertentangan, (3) majas pertautan, untuk lebih jelas dapat lihat di
dalam bagan di bawah ini.
Majas
Perbandingan Pertentangan Pertautan
-perumpamaan -hiperbol -metonimi
-kiasan -litotes -sinekdot
-Penginsanan -ironi -kilasan
-eufemisme
a. Majas Persamaan atau Simile
Majas persamaan atau simile adalah persamaan dua hal. Kedua hal itu
dapat disela oleh kata seperti, ibarat, atau bagai.
Contoh:
Gadis itu seperti bunga melati di kampung kami.
Ia manis seperti putri dari kayangan.
b. Majas Perumpamaan
Majas hampir sama dengan dengan simile, tetapi perumpamaan tidak
mempunyai unsur yang disamakan. Apabila rumus simile A = B, rumus
perumpamaan Ø = B.
Contoh:
Bagai air di daun talas.
Seperti bunga kembang petang.
c. Majas Metafora
Metapora adalah majas yang mengimplisitkan persamaan. Metapora
menyatakan sesuatu secara langsung dua benda yang sama. Kalau
simile mengungkapkan: Gadis itu seperti bunga melati, metafora
59
mengungkapkan dengan cara lain, yaitu: Aku bertemu dengan bunga
melati kampung kami.
Dua hal yang diperbandingkan itu dapat berupa beririsan sehingga
membentuk suatu majas metafora. Kalau kita mempertentangkan atau
menyamakan sifat raja dengan sifat matahari, kita juga menemukan raja
siang untuk sebutan matahari.
Contoh:
Ia sampah masyarakat
Ia berkenanlan dengan bintang film.
Beberapa kata lain yang termasuk metafora ialah anak emas, mata
jarum, dan sebagainya.
d. Majas Metonimia
Metonimia adalah majas yang berorientasi pada bagian kecil suatu
benda. Metonimia anggota himpunan yang besar. Melati adalah
metonimia bunga; avanza adalah metonimia mobil, Sampurna adalah
metonimia rokok. Untuk menyebutkan sesuatu, cukup disebutkan bagian
metonimianya saja agar makna kalimat itu lebih jelas.
Contoh:
Ia datang dengan Avanza
(maksudnya mobil)
Ia sedang membentul
(maksudnya merokok)
Dia hanya mendapat perak
(maksudnya medali)
e. Majas Personifikasi
Personifikasi adalah majas penginsanan. Majas ini adalah majas
pemanusiaan alam. Alam dianggap manusia, dapat berbicara, bertindak,
dan bergerak seperti manusia.
Contoh:
Catatan itu dapat memperlihatkan kepada kita tentang kejamnya tindakan
hitler pada masa-masa silam.
Pembangunan kini membelah desa dan kota.
60
f. Majas Litotes
Litotes adalah majas yang merendahkan diri secara berlebih-lebihan.
Contoh:
Ia berjuang dengan menitikkan darahnya ke persada tanah tercinta ini.
Engkau menganggap ceritaku hanya angin lalu.
g. Majas Hiperbol
Hiperbol adalah majas yang melebih-lebihkan sesuatu dengan cara
meninggikan hal-hal yang tidak semestinya.
Contoh:
Harga-harga sekarang mencekik leher.
Ia mengabadikan keluarga itu.
h. Majas ironi
Majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksusd
berolok-olok. Maksud itu dapat dicapai dengan mengemukakan (1)
makna yang berlawanan dengan makna sebenarnya, (2) ketaksesuaian
antara harapan dan kenyataan, dan (3) ketaksesuaian antara suasana
yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya.
Contoh:
Bukan main bersihnya di sini, di mana-mana ada sampah.
Laporanmu terakhir waktu Lebaran yang lalu, bukan? Maklum kita sibuk
sekali. (atasan yang menantikan laporan yang tidak kunjung dating).
Sudah pulang engkau, baru pukul dua malam. (ayah yang dengan kesal
menunggu-nunggu anak gadisnya pulang).
i. Majas Sinekdoke
Sinekdoke adalah majas yang menyebut nama bagian sebagai pengganti
nama keeluruhannya, atau sebaliknya.
Contoh:
Tiga atap (rumah).
Kesebelasan (Jakarta) melawan (kesebelasan) Bandung.
j. Majas Eufemisme
Eufemisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan
yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau tidak
menyenangkan.
Contoh:
Meninggal, tunakarya, tinja, Penyesuaian harga, kemungkinan
kekurangan makan, membebastugaskan, dan lain-lain.
61
k. Majas Kilasan
Kilasan majas menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau
tokoh berdasarkan pranggapan adanya pengetahuan bersama yang
dimiliki oleh pengarang dan pembaca dan adanya kemampuan pada
pembaca untuk menangkap pengacuan itu.
Contoh:
Apakah peristiwa G.30 S/PKI akan terjadi lagi? (kilasan yang mengacu ke
pemberontakan kaum komunis).
Tidak usah menjadi Sidik untuk membongkar korupsi itu. (kilasan yang
merujuk ke peristiwa ketika Menteri PAN menyamar sebagai orang
kebanyakan).
d) Hal-hal yang harus dihindari dalam pemilihan kata
✓ Hindari pemakaian kata ambigu.
Contoh:
Istri Wakil Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Banten yang baru itu
akan meluncurkan buku berjudul Sehat itu Mahal.
(Catatan: Siapa yang baru? Istri wakil direktur atau pak wakil direktur
yang baru menjabat?).
.
✓ Hindari pemakaian kata slang
Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya
ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak
boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu. Oleh karena itu,
kosakata yang digunakan dalam slang ini selalu berubah-ubah.
Contoh:
Ada mangsa (bahasa rahasianya penjahat artinya barang)
Dapat daun (bahasa rahasia pencuri artinya uang)
✓ Hindari pemakaian kata jargon
Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh
kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan yang digunakan
seringkali tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau
masyarakat di luar kelompoknya.
Contoh:
Bahasa kelompok montir atau perbengkelan ada ungkapan-ungkapan
seperti: roda gila, didongkrak, dices, dibalans, dan dipoles.
Bahasa kelompok tukang batu atau bangunan ada ungkapan, seperti:
disipati, diekspos, disiku, dan ditimbang.
62
✓ Hindari pemakaian kata kolokial
Kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan
sehari-hari. Kolokial berarti bahasa percakapan, bukan bahasa tulis.
Juga tidak tepat kalau kolokial ini disebut bersifat kampungan atau
bahasa kelas bawah, sebab yang penting adalah konteks dalam
pemakaiannya.
Contoh:
Dok (=dokter)
Prof (=professor)
Let (=letnan)
Ndak ada (=tidak ada)
Trusah (=tidak usah), dan sebagainya.
Sumber:
1. Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia
(Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa, 1988), hh. 142-149.
2. Chaer, Abdul, dan Leone Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
(Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hh. 142-149.
3. Djajasudarma, T. Fatimah. Semantik 2 Pemahaman Ilmi Makna.
(Bandung: PT. Refika Aditama, 1999), hh. 18-22.
4. Finosa, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diksi Insan
Mulia, 2001), hh. 93-97.
5. Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama),
hh.
LATIHAN 5:
I. Pilihan jawaban untuk soal nomor 1-5 memiliki cakupan makna yang
sepadan.
1. Forum komunikasi ilmiah merupakan … perdebatan para intelektual.
a. arena
b. ajang
c. sarana
d. medan
2. Angkatan udara mengempur … pertahanan musuh
a. basis
b. dasar
c. fondasi
d. alas
63
3. Sekalipun disiksa, pejuang sejati itu tidak mau … kepada negerinya.
a. membelot
b. murtad
c. berkhianat
d. durhaka
4. Sebelum meninggal dunia orang tuanya sudah … sebidang tanah di depan
rumah mereka untuk dijadikan majlis taklim.
a. menyedekahkan
b. menghibahkan
c. menzakatkan
d. mewakafkan
5. Tolong kirimkan … surat itu kepada Sekretaris.
a. duplikat
b. tembusan
c. salinan
d. tiruan
II. Soal nomor 6-10 pilihlah salah satu pernyataan yang tepat dari A, B, C
dan D untuk melengkapi atau menjawab soal di bawah ini.
6. Dalam kalimat berikut ini, kata penghubung yang berpasangan secara
tepat adalah ….
a. Antara anak dengan ayah pasti ada kesamaannya.
b. Bukan dia yang kupanggil, tetapi engkau
c. Baik kakak maupun adiknya sama-sama juara tenis.
d. Ia tidak menipu, melainkan ditipu.
7. “Waktu siar” adalah terjemahan yang paling tepat untuk istilah ….
a. air-fare
b. on the air
c. on air
d. air time
8. Kata “makan” yang berarti “memerlukan” terdapat pada kalimat ….
a. Orang itu dipecat dari jabatannya karena makan suap.
b. Rem mobil itu tidak makan lagi sehingga perlu diganti.
c. Pembuatanb jalan raya di kota-kota besar memakanbiya jutaan rupiah.
d. Kasihanilah orang cacat yang tidak dapat mencari kan itu.
64
9. Pasien itu sedang diperiksa oleh seorang internis. “Internis” dokter ahli ….
a. penyakit jiwa
b. penyakit dalam
c. penyakit kandungan
d. penyakit syaraf
10. anak-anak … mendapat pendidikan khusus di sekolah luar biasa.
a. tuna susila, tuna netra.
b. tuna rungu, tuna karya.
c. tuna netra, tuna wisma.
d. tuna netra, tuna rungu.
III. Soal nomor 11-20 pilihlah jawaban yang Anda anggap paling tepat
dengan membubuhi tanda silang (X) pada salah satu dari A, B, C,
atau D pada lembar jawaban.
11. Pengertian gaya bahasa tercakup dalam pernyataan berikut, kecuali ….
a. Wujud pemakaian bahasa yang bersifat menegaskan,
memperbandingkan, mempertentangkan, menyindir.
b. Pilihan kata pada kalimat, banyak bermakna tambahan (konotasi).
c. Hanya terdapat dalam bahasa lisan.
d. Rangkaian kata yag membentuk kalimat mebuat lukisan hidup, berjiwa
dan indah.
12. Ciri gaya bahasa metapora, antara lain merupakan ….
a. Perbadingan langsung
b. Perbandingan tak langsung
c. Perbandingan berimbang
d. Perbandingan kiasan
13. Yang bukan gaya bahasa hiperbola, dari kalimat-kalimat berikut adalah
….
a. Asean wadah kerjasama regional di belahan bumi Asia Tenggara.
b. Mutiaraku yang hilang kembali.
c.Keluarga berencana dilancarkan demi mengatasi ledakan penduduk.
d.Dengan serangan mendadak, pasukan itu menarik langkah seribu.
14. Gaya bahasa litotes dipergunakan orang dengan maksud ….
a. Menyindir secara halus
b. Memelihara keakraban
c. Merendahkan diri
d. Membanggakan diri
65
15. Gaya bahasa efemisme, terungkap dalam kalimat ….
a. Bu, saya mau ke belakang sebentar?
b. Bu, bolehkah saya ke WC sebentar?
c. Bu, bolehkan saya ke belakang sebentar?
d. Bu, saya mau buang air sebentar?
16. Kalimat-kalimat berikut bergaya bahasa metonimia, kecuali ….
a. Baygon membunuh nyamuk seketika.
b. Pernahkah anda membaca sejuta matahari, Motinggo Busye.
c. Rambutku rapi sepanjang hari berkat Erasmic.
d. Tibalah saatnya kami mohon diri.
17. Brian membisu seribu bahasa, membungkan sejuta kata.
Kalimat itu bergaya bahasa hiperbola, karena ….
a. Mengumpamakan benda mati seperti makhluk hidup.
b. Menegaskan sesuatu secara berlebih-lebihan.
c. Menyindir secara tajam.
d. Melambangkan sesuatu dengan jelas.
18. Sinonim pasangan kata-kata berikut sebagai gaya bahasa efemisme
(ungkapan pelembut), kecuali ….
a. mati-tutup usia
b. dikubur-dikebumikan
c. jelek-buruk
d. minta izin-mohon diri.
19. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Pepatah itu berarti
….
a. Susah sekali mendayung perahu di lautan.
b. Mengerjakan beberapa pekerjaan yang selesai sekaligus.
c. Mengerjakan pekerjaan secara gotong-royong.
d. Mengadakan pelayaran ke dua pulau atau lebih.
20. Orang kampung yang baru pertama kali masuk kota itu tercengang-
cengang menyaksikan sesuatu, seperti ….
a. Kucing dibawakan lidi.
b. Rusa masuk kampong.
c. Cacing kepanasan.
d. Ikan dalam belanga.
Tingkat Penguasaan = Jumlah jawaban yang benar x 100%
20
66
DAFTAR PUSTAKA
A.R., Syamsuddin. Dari Ide, Bacaan, Simakan Menuju Menulis Efektif: Teori
Teknik, Redaksi. Bandung: Geger Sunten, 2011.
Arifin, E. Zaenal, dan S. Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia Jakarta:
Mediyatama Sarana Perkasa, 1988.
Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsyad dan Sakura H. Ridwan. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2001.
_________. Menulis I (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001.
Chaer, Abdul, dan Leone Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta, 1995.
Djajasudarma, T. Fatimah. Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:
PT. Refika Aditama, 1999.
Effendi, S. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta:
Pustaka Jaya, 2010.
Finosa, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia,
2001.
Hasan, Alwi. Paragraf: Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta:
Depdiknas, 2001.
H.P. Achmad. Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, 2008.
_________. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Mandiri, 2012.
Kusumah, Encep, dkk., Menulis 2. Jakarta: Universitas Terbuka, 2003.
Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Ende
Flores: Nusa Indah. 1997.
___________. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakrta: Gramedia Pustaka Utama.
1994.
Razak, Abdul. Kalimat Efektif: Struktur, Gaya dan Variasi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Siswoyo. Karya Ilmiah. Jakarta: Erlangga, 1982.
Semi, M. Atar. Menulis Efektif. Padang; Angkasa Raya, 2003.
___________. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa, 2007.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popupler. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan. 2003.
Thomson. The Writer Harbrace Handbook: Brief 2nd.ed. Boston: Thomson
Wadsworth, 2005.
Tarigan, Djago. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan
Pengembangannya. Bandung: Angkasa, 1981.
Widagdo, Djoko. Bahasa Indonesia: Pengantar Kemahiran Berbahasa di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.
Wiyanto, Asul. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: PT. Grasindo, 2004.
67
Contoh: Format Margin Ukuran Kertas
4 Cm
4 Cm 3 Cm
3 Cm
68
Contoh: Format Halaman Sampul
4 Cm
JUDUL DIKETIK TEBAL; SEMUA HURUF KAPITAL
TANPA TANDA BACA DI AKHIR JUDUL
JIKA LEBIH DARI DUA BARIS, SPASI DIJADIKAN
SATU SETENGAH
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Bahasa Indonesia
Semester Ganjil Tahun Akademik 2020/2021
Dosen Pengampu: Dr. Sobri, M.Pd.
4 Cm 3 Cm
Oleh
Nama Mahasiswa
NIM
Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNTIRTA
2021
3 Cm
69
Contoh: Format Halaman Abstrak
4 Cm
ABSTRAK
Judul Abstrak diletakkan di tengah (center). Baris pertama teks
Abstrak diketik 3 (tiga) spasi dari judul ABSTRAK. Teks diketik
dengan spasi tunggal, menggunakan huruf Time New Roman atau
Arial 10 Point seperti contoh di sini. Teks Abstrak dan seluruh
naskah makalah/skripsi diketik rata kiri-kanan (justify). Panjang
Abstrak 75-100 kata, hanya satu paragraf.
Kata Kunci: Diurutkan sesuai abjad, tiap kata kunci diakhiri 3 Cm
tanda baca titik koma (;), kecuali yang terakhir (ditutup dengan
tanda baca titik). Jarak baris satu spasi.
4 Cm
3 Cm
70
Contoh: Format Makalah
4 Cm Nomor
Halaman
Paragraf BAB 1 3 Cm Batas bidang
menjorok PENDAHULUAN pengetikan.
ke dalam A. Latar Belakang Huruf Time
lima New Roman
sampai xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx atau Arial 12
tujuh xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx foint, baris 2
ketuk/spasi xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx spasi. Teks rata
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx kiri-kanan.
4 Cm xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx . Tanda baca (.),
(,),(;), (:), (?),
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx (!) diketik
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx rapat dengan
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx huruf yang
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx mendahului-
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx nya.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx.
3 Cm 71
Nomor halaman Bab di
ketik di bawah posisi
tengah (center)
Contoh: Teknik Penulisan Daftar Pustaka
Model MLA dan APA
4 Cm
DAFTAR PUSTAKA 3 Cm
4 Cm Sudjana, Nana. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah: Makalah,
Skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung: Sinar Baru, 1991.
(Format MLA (The Modern Language Association).
Arifin, E. Zaenal. (1998). Dasar-Dasar Penulisan Karangan
Ilmiah (Lengkap dengan Kaidah Bahasa Indonesia yang
Benar untuk Perguruan Tinggi). Jakarta: PT. Grasindo
Widiasarana Indonesia.
Hardjodipuro, Siswoyo. (1982). Karya Ilmiah. Jakarta: Erlangga
(Format APA (American Psychological Association).
Catatan:
Unsur yang harus dicantumkan dalam daftar pustaka adalah:
1. Nama penulis yang diawali dengan penulisan nama keluarga;
2. Tahun terbit karya ilmiah yang bersangkutan;
3. Judul karya ilmiah dengan menggunakan huruf besar untuk
huruf pertama tiap kata kecuali untuk kata sambung dan kata
depan; dan
4. Data publikasi berisi nama tempat (kota) dan nama penerbit
karya yang dikutip.
Teknik penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut:
1. Baris pertama dimulai pada pias (margin) sebelah kiri, baris
kedua dan selanjutnya dimulai dengan 3 ketukan ke dalam.
2. Jarak antarbaris adalag 1,5 spasi.
3. Daftar pustaka diurut berdasarkan abjad huruf pertama nama
keluarga penulis. (Akan tetapi, cara mengurut daftar pustaka
amat bergantung pada bidang ilmu. Setiap bidang ilmu
memiliki gaya selingkung)
4. Jika penulis yang sama menulis beberapa karya ilmiah yang
dikutip, nama penulis itu harus dicantumkan ulang.
3 Cm
72
73