Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak Penulis modul: Aditya Dharma, S.Si, M.B.A. KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT KEPALA SEKOLAH, PENGAWAS SEKOLAH DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2022
Bahan Ajar Pendidikan Program Guru Penggerak Paket Modul 1: Paradigma dan Visi Guru Penggerak Modul 1.2 “Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak” Edisi Ketiga Penulis Modul: Edisi Kesatu (September 2020): • Aditya Dharma, S.Si, M.B.A. Edisi Kedua (Februari 2021): • Aditya Dharma, S.Si, M.B.A. • Khristian Arimara, S.Psi. Edisi Ketiga (Januari 2022): • Aditya Dharma, S.Si, M.B.A. (terdapat penyesuaian grafis untuk angkatan 6) Editor: Direktorat Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbudristek _______________________________________________________________ _____________________________ Hak Cipta © 2022 pada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Dilindungi Undang-undang Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Lembar Pengesahan Tahapan Nama Tanda Tangan Tanggal Review Dr. Rita Dewi Suspalupi, M.Ak. Verifikasi Dr. Kasiman, M.T. Validasi Dr. Praptono, M.Ed.
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | i Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Pemimpin sekolah, dalam berbagai literatur, disebut berperan besar dalam menentukan keberhasilan sekolah karena ia mempunyai tanggung jawab dalam menyinergikan berbagai elemen di dalamnya. Seorang pemimpin sekolah yang berkualitas akan mampu memberdayakan seluruh sumber daya di ekosistem sekolahnya hingga dapat bersatu padu menumbuhkan murid-murid yang berkembang secara utuh, baik dalam rasa, karsa dan ciptanya. Tak dipungkiri, pemimpin sekolah merupakan salah satu aktor kunci dalam terwujudnya Profil Pelajar Pancasila. Untuk dapat menjalankan peran-peran tersebut, seorang pemimpin sekolah perlu mendapatkan pendidikan yang berkualitas sebelum ia menjabat. Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP), sebagai bagian dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar episode kelima, didesain untuk mempersiapkan guru-guru terbaik Indonesia untuk menjadi pemimpin sekolah yang berfokus pada pembelajaran (instructional leaders). Melalui berbagai aktivitas pembelajaran dalam PPGP, kandidat kepala sekolah masa depan diharapkan dapat memiliki kompetensi dalam pengembangan diri dan orang lain, pengembangan pembelajaran, manajemen sekolah serta pengembangan sekolah. Kami memiliki harapan besar agar lulusan PPGP dapat mewujudkan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan di seluruh wilayah negeri ini, di mana keberpihakan pada murid menjadi orientasi utamanya. Upaya pemenuhan kandidat kepala sekolah yang lebih optimal menuntut penyesuaian pada desain pembelajaran PPGP. Karena itu, terhitung dari angkatan kelima durasi program diefisiensikan dari sembilan menjadi enam bulan. Selain itu, PPGP juga menerapkan diferensiasi proses untuk peserta di daerah yang memiliki akses terbatas, baik dari segi transportasi maupun telekomunikasi. Namun, terlepas dari moda penyampaian yang beragam, para Calon Guru Penggerak (CGP) di seluruh Indonesia sama-sama mempelajari materi-materi bekal kepemimpinan dengan sistem on-the-job
ii | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak learning di mana selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di sekolah sekaligus menerapkan pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke dalam pembelajaran di kelas. Pendekatan pembelajaran juga tetap menggunakan siklus inkuiri yang sarat dengan refleksi dan praktik langsung, baik bersama sesama CGP maupun rekan sejawat di sekolah. Pendampingan di lapangan juga tetap menjadi kunci dari keberhasilan implementasi konsep di kelas atau sekolah CGP. Tentu saja, seluruh upaya tersebut tidak akan berhasil tanpa peran berbagai tim pendukung yang telah bekerja keras dan berkontribusi positif mewujudkan penyelesaian bahan ajar ini serta membantu terlaksananya PPGP. Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada para pengembang modul, tim digitalisasi, serta fasilitator, pengajar praktik dan instruktur. Semoga Allah Yang Mahakuasa senantiasa memberkati upaya yang kita lakukan demi transformasi pendidikan Indonesia. Amin. Jakarta, Januari 2022 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Dr. Iwan Syahril, Ph.D.
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | iii Surat dari Instruktur Selamat datang Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak! Selamat datang dalam Modul “Nilai-nilai dan peran guru penggerak”. Modul ini akan mengeksplorasi mengapa dan bagaimana nilai-nilai dan peran seorang Guru Penggerak mampu menumbuhkan sekolah dan ekosistem pendidikan agar berpihak pada murid. Mengapa demikian? Dunia kini sudah semakin tanpa batas, teknologi telah berhasil menghilangkan jarak. Pertukaran budaya baik yang positif maupun negatif kini menjadi sukar terawasi dan tanpa filter. Filter tersebut diharapkan dapat ditumbuhkan sejak dini dalam setiap diri manusia Indonesia agar budayanya tidak tergerus oleh budaya lain yang lebih agresif melakukan penetrasi. Oleh karena itu, sebagai pendidik, kita dituntut untuk berpikir kembali mengenai makna dan tujuan pendidikan kita. Dalam kaitannya dengan Standar Nasional Pendidikan, modul ini berusaha menempatkan Profil Pelajar Pancasila sebagai acuan utama standar kompetensi lulusan, karenanya harus dijadikan pedoman dan dihidupi oleh para pendidik, khususnya Guru Penggerak di Indonesia. Kita semua mengalami fenomena pandemi COVID-19 sejak permulaan tahun 2020. Secara fisik sekolah dan kelas diadakan dari jauh, namun sebetulnya jika dipikirkan ternyata kelas-kelas ini justru mendekat dan masuk ke rumah-rumah murid kita di masa pandemi ini. Pandemi membukakan mata kita bahwa guru punya peran yang besar dalam proses belajar murid-muridnya, sekaligus mengungkapkan bahwa orangtua pun punya peran yang tak terelakkan dalam pendidikan anak-anaknya di rumah. Hal itu membuat kita kembali percaya bahwa gotong-royong dalam pendidikan adalah hal yang tidak bisa ditawar lagi. Dari pengalaman tersebut, kita disadarkan kembali bahwa pendidikan adalah suatu hal yang sifatnya individual sekaligus komunal yang tak terpisahkan. Murid di kelas-kelas kita adalah bagian dari sebuah komunitas di rumah, di masyarakat, dan di lingkungan.
iv | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak Mempertimbangkan kesalingterhubungan dan kerumitan tersebut, maka sebagai pendidik mau tidak mau kita harus menilik kembali apakah nilai-nilai diri kita telah selaras dengan tuntutan zaman dan alam yang seperti itu. Dengan maksud itulah maka dalam modul ini Bapak/Ibu diajak masuk ke dalam dan menelusuri diri sendiri sebagai manusia sekaligus pendidik, kemudian mengakui bahwa Anda sekalian adalah pribadi-pribadi istimewa yang unik. Modul ini mengajak Bapak/Ibu menyadari bahwa nilai-nilai yang perlu diyakini seorang pendidik itu dipengaruhi oleh interaksi antara cara kerja pikiran serta emosi sebagai aspek intrinsik dengan aspek ekstrinsik dalam suatu lingkungan pembelajaran. Bapak/Ibu pun akan mengeksplorasi dan berkolaborasi untuk merencanakan perubahan nyata pada lingkungan masingmasing. Diharapkan, setelah mengalami dan berproses sepanjang materi ini, Bapak/Ibu sekalian dapat menemukan jati dirinya sebagai Guru Penggerak. Selamat belajar! Aditya Dharma, S.Si, M.B.A.
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | v Daftar Isi hlm. Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan ..................................i Surat dari Instruktur.........................................................................................................iii Daftar Isi ............................................................................................................................v Daftar Gambar..................................................................................................................vi Capaian yang Diharapkan..................................................................................................1 Ringkasan Alur Belajar MERDEKA......................................................................................2 Glosarium ..........................................................................................................................4 Pembelajaran 1 - Mulai Dari Diri .......................................................................................5 Pembelajaran 2 – Eksplorasi Konsep.................................................................................8 A. BAGAIMANA MANUSIA TERGERAK .................................................................. 9 B. BAGAIMANA MANUSIA MERDEKA BERGERAK............................................... 19 C. BAGAIMANA MENGGERAKKAN MANUSIA: MENUNTUN KEKUATAN KODRAT MANUSIA ................................................................................................................ 40 Pembelajaran 3 – Ruang Kolaborasi................................................................................49 Pembelajaran 4 – Demonstrasi Kontekstual ...................................................................52 Pembelajaran 5 – Elaborasi Pemahaman........................................................................54 Pembelajaran 6 – Koneksi Antarmateri...........................................................................55 Pembelajaran 7 – Aksi Nyata...........................................................................................57 Surat Penutup..................................................................................................................59 Daftar Pustaka .................................................................................................................60 Profil Penulis Modul ........................................................................................................62
vi | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak Daftar Gambar hlm. Gambar 1. Contoh gambar trapesium usia ..................................................................... 6 Gambar 2. Roda Emosi Plutchik....................................................................................... 7 Gambar 3. Kerangka Konsep Modul 1.2 .......................................................................... 9 Gambar 4. Tangkapan Gambar Video Eskalator dan Kerja Otak................................... 10 Gambar 5. Perumpamaan Otak Menggunakan Tangan................................................ 11 Gambar 6. Lima Kebutuhan Dasar Manusia .................................................................. 14 Gambar 7. Wiraga-Wirama: Tingkatan Jiwa Anak (Ki Hadjar Dewantara).................... 16 Gambar 8. Tahap Perkembangan Prikososial Erikson (sumber: helenggrasha)............ 17 Gambar 9. Interpretasi atas Maksud Pendidikan Ki Hadjar Dewantara........................ 20 Gambar 10. Profil Pelajar Pancasila............................................................................... 25 Gambar 11. Roda Nilai Guru Penggerak........................................................................ 33 Gambar 12. Dimensi pada lingkaran pengaruh............................................................. 41 Gambar 13. Tangkapan gambar video Diagram Identitas Gunung Es........................... 43 Gambar 14. Peran Guru Penggerak di lingkup kelas-sekolah dan lingkungan masyarakat ........................................................................................................................................ 44
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 1 Capaian yang Diharapkan Kompetensi lulusan yang dituju Modul ini diharapkan berkontribusi untuk mencapai kompetensi lulusan sebagai berikut: 1. Guru Penggerak memahami peran dan alasan menjadi pemimpin pembelajaran. 2. Guru Penggerak, melalui refleksi diri yang terdokumentasi, mampu secara reguler mengidentifikasi kebutuhan peningkatan kompetensi dan kematangan diri demi mendukung pembelajaran murid. 3. Guru Penggerak secara aktif menetapkan tujuan, membuat rencana, dan menentukan cara untuk mencapainya dalam meningkatkan kompetensi dan kematangan dirinya. Capaian umum modul 1.2 Secara umum, profil kompetensi yang ingin dicapai dari modul ini adalah Calon Guru Penggerak mampu: 1. menumbuh-kembangkan Profil Pelajar Pancasila, nilai-nilai dan peran Guru Penggerak (GP) dalam dirinya sehingga mampu menumbuh-kembangkan Profil Pelajar Pancasila dalam diri murid-murid. Capaian khusus modul 1.2 Setelah menyelesaikan modul ini, peserta diharapkan dapat menjadi guru penggerak yang mampu: 1. memahami bahwa manusia memiliki daya untuk memilih (choice theory) 2. memahami pentingnya menumbuhkan motivasi intrinsik 3. memahami bagaimana otak triune, kebutuhan dasar manusia, dan perkembangan psikososial mempengaruhi bagaimana nilai-nilai tumbuh dalam diri seseorang 4. memahami bagaimana nilai-nilai Guru Penggerak dapat menguatkan peran Guru Penggerak dalam membawakan perubahan pada ekosistem sekolah 5. mengadopsi kebiasaan reflektif sebagai Guru Penggerak
2 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak Ringkasan Alur Belajar MERDEKA Mulai dari diri – 1JP • CGP melakukan kegiatan Trapesium Usia dan refleksinya. • CGP menyatakan nilai dan peran Guru Penggerak menurut mereka sendiri. Eksplorasi konsep - 6JP • Belajar mandiri: CGP mengakses konsep materi yang terbagi dalam 3 bagian: 1. Bagaimana manusia tergerak: Kerja Otak (Triune-brain, Berpikir CepatLambat), Kebutuhan genetis (5 Kebutuhan Dasar Manusia), Tahap Tumbuh Kembang Anak (Psikososial) 2. Bagaimana manusia bergerak: Memahami Teori Pilihan, Motivasi Intrinsik Menuju Profil Pelajar Pancasila, Nilai Guru Penggerak dan Model refleksi, 3. Bagaimana menggerakkan manusia: Berpikir strategis dan menguatkan lingkaran pengaruh, Diagram identitas gunung es, Peran Guru Penggerak dan 4 kategori kompetensi pemimpin di lingkungan sekolah, • Forum Diskusi Tertulis: cerita tentang SATU nilai GP yang telah membantu melayani murid dan daftar kegiatan sebagai contoh penerapan peran GP yang dipahami saat ini. Ruang Kolaborasi – 6JP • CGP dalam kelompok membuat karya poster/peta pikiran/powerpoint/video tentang rancangan SATU kegiatan sebagai upaya mengkolaborasikan kekuatan nilai yang telah dimiliki tiap rekan dalam kelompok (3 JP). • CGP dalam kelompok mempresentasikan karya poster/peta
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 3 pikiran/powerpoint/video tentang rancangan SATU kegiatan sebagai upaya mengkolaborasikan kekuatan nilai yang telah dimiliki tiap rekan dalam kelompok (2 JP). • CGP membuat refleksi mengapresiasi peran SATU rekan sekelompok (1 JP). Demonstrasi Kontekstual – 3JP • CGP membuat gambaran diri sebagai Guru Penggerak di masa depan dalam bentuk tulisan naratif/poster/peta pikiran/powerpoint/video/audio sederhana. Elaborasi Pemahaman - 2JP • CGP membuat pertanyaan bermakna untuk menguatkan pemahamannya atas Modul 1.2 • CGP berdialog virtual dengan Instruktur Koneksi Antarmateri - 2JP • CGP membuat kaitan antara materi Modul 1.2. Nilai & Peran Guru Penggerak serta Modul 1.1. Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara menggunakan model refleksi 4P dalam bentuk tulisan-naratif/poster/petapikiran/powerpoint/video/audio sederhana. Aksi Nyata • CGP menjalankan pengembangan DIRI yang sederhana, konkret dan rutin serta dapat dilakukan sendiri dari sekarang (berangkat dari “Penerapan ke depan” pada Refleksi 4P yang telah dibuat di tahap Koneksi Antarmateri).
4 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak Glosarium CGP Calon Guru Penggerak tautan Terjemahan kata link yang jika di-klik akan mengarahkan pembaca ke alamat tujuan atau situs dalam jaringan (online) rubrik alat penilaian otentik yang dapat sekaligus difungsikan sebagai pemandu untuk menggambarkan kualitas tagihan yang diharapkan
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 5 Pembelajaran 1 - Mulai Dari Diri NILAI DIRI Durasi : 1JP Moda : Mandiri Tujuan pembelajaran khusus: CGP dapat mengidentifikasi nilai-nilai diri sendiri, yang selama ini melekat dalam pribadinya. CGP dapat menyatakan peran guru penggerak yang menurutnya sudah melekat dalam pribadinya. Selamat datang Bapak/Ibu CGP di Pembelajaran pertama dalam Modul 1.2 ini! Pada kesempatan ini, pembelajaran akan dimulai dengan membuat diagram trapesium usia dan menjawab beberapa pertanyaan mengenai diri Bapak/Ibu. Agar mendapatkan manfaat yang maksimal dari kegiatan ini, hal yang perlu diperhatikan ketika menjawab pertanyaan nanti adalah kejujuran Bapak/Ibu dalam memberikan jawaban. Tidak ada jawaban benar ataupun salah. Apa yang menjadi pertanyaan hanyalah upaya untuk membantu menggali pengalaman serta nilai diri Bapak/Ibu sendiri. Silakan jawab semua jangan sampai terlewat. Ambil waktu khusus agar dapat mengerjakannya dengan tenang. Selamat Mengerjakan! Kegiatan 1. Trapesium usia Kegiatan ini adalah hasil kolaborasi Ifa Hanifah Misbach, M.A., Psikolog (Ketua Tim Pengembang Jabar Masagi) dan Alm. Prof. Dr. H. Sutardjo A. Wiramihardja, Psikolog (Guru Besar Emeritus Fakultas Psikologi Unpad) beberapa tahun yang lalu. Di sini Bapak/Ibu akan membuat Diagram Trapesium Usia -nya sendiri dengan mengikuti instruksi berikut: 1. Buatlah garis miring naik ke atas (sisi kiri), tuliskan usia saat Bapak/Ibu menyelesaikan masa sekolah pada ujung garis tersebut.
6 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak 2. Lanjutkan dengan membuat garis mendatar (tengah), yang menunjukkan usia kerja. Pada salah satu titik di garis tersebut, tuliskan angka yang menunjukkan usia saat ini. 3. Buatlah garis miring menurun (sisi kanan) untuk menandakan masa pensiun. 4. Ingatlah dua peristiwa penting pada masa sekolah; satu peristiwa bernuansa positif dan satu lagi yang negatif yang terkait relasi Bapak/Ibu dengan guru pada rentang usia PAUD sampai sekolah menengah (4-17 tahun). 5. Pada bagian garis miring naik ke atas (sisi kiri), tulis angka yang menunjukkan pada usia berapa kedua peristiwa tersebut terjadi (misalnya: umur 7 dan 12 tahun). 6. Hitunglah selisih dari usia Bapak/Ibu sekarang dan usia pada saat kedua peristiwa tersebut terjadi. [sumber: Modul pendidikan karakter Jabar Masagi] Gambar 1. Contoh gambar trapesium usia Tugas MD1. Refleksi Jika Bapak/Ibu sudah membuat diagram trapesium usia ini, jawablah pertanyaan berikut: 1. Apa peristiwa positif dan negatif yang saya tuliskan di sana? 2. Selain saya, siapa lagi yang terlibat di dalam masing-masing peristiwa tersebut? 3. Dampak emosi apa saja yang saya rasakan hingga sekarang? (silakan gunakan roda emosi Plutchik di Gambar 2 untuk mengidentifikasi persisnya perasaan Bapak/Ibu di masa itu) 4. Mengapa momen yang terjadi di masa sekolah masih dapat saya rasakan dan masih dapat memengaruhi diri saya di masa sekarang? 5. Pelajaran hidup apa yang saya peroleh dari kegiatan trapesium usia dan roda emosi, terkait peran saya sebagai guru terhadap peserta didik saya? 6. Bagaimana saya menuliskan nilai-nilai yang saya yakini sebagai seorang Guru, dalam 1 atau 2 kalimat menggunakan kata-kata: “guru”, “murid”, “belajar”, “makna”, “peran”?
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 7 Gambar 2. Roda Emosi Plutchik Tugas MD2. Nilai dan peran guru penggerak menurut saya 1. Apa nilai-nilai dalam diri saya yang membantu saya menggerakkan murid, rekan guru, dan komunitas sekolah saya? 2. Apa peran yang selama ini saya mainkan dalam menggerakkan murid, rekan guru, dan komunitas sekolah saya? Peran Fasilitator: 1. Fasilitator mengingatkan CGP untuk mengerjakan tugas pada bagian Mulai dari Diri 2. Fasilitator mempelajari jawaban dari CGP 3. Fasilitator memberikan komentar/apresiasi terhadap jawaban-jawaban CGP pada bagian ini
8 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak Pembelajaran 2 – Eksplorasi Konsep PEMBELAJARAN MANDIRI (4 JP) Durasi : 6JP Moda : Pembelajaran Mandiri dan Forum Diskusi Tertulis TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: CGP mengetahui hubungan antara emosi, cara kerja otak, kebutuhan dasar manusia, daya untuk memilih, motivasi intrinsik, dan struktur sistemik lingkungan dalam pembentukan nilai-nilai dalam diri seseorang CGP menjelaskan makna Profil Pelajar Pancasila dalam transformasi pendidikan. CGP menjelaskan makna nilai-nilai yang perlu dikembangkan guru penggerak. CGP menjelaskan makna peran guru penggerak dalam transformasi pendidikan. CGP mengetahui bahwa keteladanan dan sistem pembiasaan yang konsisten di suatu lingkungan mempengaruhi penumbuhan nilai-nilai dalam diri seseorang. CGP mengelaborasi makna pemimpin pembelajaran di sekolahnya masing-masing. NILAI KEMANUSIAAN: KEBAJIKAN UNIVERSAL Iwan Syahril Dirjen GTK Kemendikbudristek, menyatakan dalam refleksinya atas Asas Konvergensi Ki Hadjar Dewantara: "Perubahan yang kita lakukan di pendidikan harus menuju pada suatu titik yang memanusiakan manusia dan memperkuat nilai kemanusiaan kita." Dalam sesi ini, Bapak/Ibu akan melakukan aktivitas yang berbentuk paparan materi. Bapak/Ibu akan berinteraksi dengan materi secara mandiri dengan menyimak dan memaknai materi yang dipaparkan serta merefleksikannya. Sebagaimana dinyatakan dalam kalimat pembuka di atas, pendidikan harus mampu menumbuhkan manusia yang kuat nilai kemanusiaannya, yang memegang teguh nilainilai kebajikan. Dalam konteks yang beranekaragam, kita memerlukan pegangan yang mempersatukan. Nilai-nilai kebajikan yang sifatnya universal lah kemudian yang dapat dijadikan “landasan bersama” (common-ground), bagi beragam kepentingan, sukubangsa, ras, agama, dan antar-golongan. Semangat untuk mengapresiasi dan berpihak
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 9 pada nilai-nilai yang diperlukan dan menguntungkan anak adalah landasan dalam membawakan peran perubahan di pendidikan. Dengan demikian diharapkan, Bapak/Ibu dapat menilik kembali nilai-nilai yang sudah ada dalam diri pribadi lalu menguatkan yang selaras dengan nilai-nilai dan konsep yang dipromosikan dalam Program Guru Penggerak ini. Bapak/Ibu juga diharapkan untuk menjawab dengan seksama dan mendalam pertanyaan-pertanyaan refleksi yang telah disediakan agar pemahaman Bapak/Ibu akan konsep yang dipaparkan pun menjadi semakin kuat, semakin paham pula bagaimana manusia tergerak dan bergerak, sehingga semakin menghayati bagaimana menggerakkan manusia. Gambar 3. Kerangka Konsep Modul 1.2 A. BAGAIMANA MANUSIA TERGERAK Pertanyaan pemandu: Apa saja hal yang bekerja secara alami pada diri seorang manusia dan mempengaruhi bagaimana manusia dalam berperilaku?
10 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak A.1. Cara kerja otak: Sistem berpikir cepat dan lambat Pada bagian ini, Bapak/Ibu akan belajar bagaimana otak mempengaruhi bagaimana manusia tergerak melalui sebuah video pendek berjudul “Eskalator dan Kerja Otak”. Video ini berupaya menjelaskan bagaimana otak bekerja dalam dua sistem berpikir yang berbeda, yaitu berpikir cepat dan berpikir lambat melalui perumpamaan eskalator yang berjalan turun. Video ini juga membahas bagaimana otak “3-in-1 (Triune)” manusia bekerja. Gambar 4. Tangkapan Gambar Video Eskalator dan Kerja Otak Guru adalah manusia yang senantiasa berusaha untuk menggerakkan manusia lainnya. Oleh karena itu, guru harus lebih dulu sadar bagaimana dirinya tergerak, kemudian mempengaruhi dirinya untuk bergerak. Emosi adalah bagian utama dari lingkungan yang sifatnya psikis dan intrinsik yang dapat dipengaruhi dan harus dipertimbangkan pengembangannya oleh guru. Dalam rangkaian modul Pendidikan Guru Penggerak aspek emosi akan dibahas tersendiri dengan lebih detail dalam modul Pembelajaran Sosial Emosional.
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 11 Bacaan 1. Perumpamaan Otak 3-in-1 (Triune) Manusia Menggunakan Tangan Bapak/Ibu sudah diajak melihat di balik kecanggihan otak manusia, ternyata ada bagian-bagian yang masih menyerupai otak Reptil, otak Mamalia (dan Primata). Dalam bacaan ini, Bapak/Ibu diajak untuk memvisualisasikan otak yang umumnya berukuran lebih-kurang sebesar dua kepal tangan Bapak/Ibu sendiri. Pergelangan tangan diumpamakan sebagai batang otak, jempol yang disembunyikan dalam 4 jemari lainnya diumpamakan sebagai sistem limbik (amigdala), dan 4 jemari lain sebagai otak berpikir atau otak luhur (neocortex). Gambar 5. Perumpamaan Otak Menggunakan Tangan Otak Reptil Batang otak mengelola semua otomatisasi dan reflek di tubuh demi kelangsungan hidup kita, sehingga mampu mengkonservasi energi yang digunakan otak. Bagian otak ini mengotomatisasi kerja organ dalam tubuh, seperti: jantung, hati, paru-paru, dan lain-lain yang terkait dengan sistem pernapasan, metabolisme, reproduksi, hormon,
12 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak suhu tubuh, bertahan hidup seperti: refleks untuk fight, flight, freeze (melawan, kabur, diam), melindungi dari bahaya. Bagian otak ini selalu menganggap semua adalah ancaman hingga terbukti aman. Bagian otak ini menyerupai otak Reptil. Otak Mamalia Sistem limbik (amigdala) yang menyerupai otak Mamalia ini, bertanggung jawab soal emosi. Bagian otak ini adalah pusat emosi (takut, sedih, marah, senang, jijik, terkejut, dan lain-lain), bertanggungjawab atas dinamika hormon dan sistem kekebalan tubuh. Letaknya begitu dalam di otak kita sehingga seringkali mampu mengambil alih kendali diri seseorang. Terlukanya perasaan jauh lebih sakit dan lama sembuhnya ketimbang luka fisik biasa. Otak Mamalia tersebut juga memiliki kecenderungan alamiah yang sama dengan Otak Reptil yaitu: sebanyak mungkin mengkonservasi energi melalui otomatisasi, auto pilot. Dalam gambar perumpamaan tangan di atas, jika ibu jari yang menggambarkan otak mamalia pengelola emosi dibiarkan mengambil kendali, dibiarkan lepas, dan keluar dari persembunyiannya di dalam 4 jemari yang lain, maka 4 jemari pun akan dipaksa membuka, keadaan ini menggambarkan keadaan otak luhur yang tidak dapat bekerja, tidak dapat aktif. Otak Berpikir (Otak Luhur – Otak Primata) Otak berpikir terdiri dari otak Primata (bagian gerak kompleks, rekayasa penggunaan alat) yang berada dalam satu kesatuan dengan otak manusia, otak luhur, atau neocortex. Otak ini mengelola kemampuan berpikir (logis, rasional, terstruktur), kemampuan berbahasa, perencanaan dan pemecahan masalah, berimajinasi (mengenai masa depan, visi). Otak ini memang bertugas untuk berpikir strategis, kreatif, metakognitif. Ini merupakan kekuatan, namun karena kerja itu semua memakan banyak sekali energi, maka hal ini pun sekaligus menjadi kelemahan. Jadi, di sini perlu diingat bahwa secara alamiah kita mempunyai kecenderungan untuk mengkonservasi energi. Insting kita akan lebih cepat bereaksi dan mengklasifikasikan sesuatu sebagai ancaman, ketimbang harus menganalisanya
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 13 terlebih dahulu apakah benar itu adalah ancaman. Kabar baiknya, otak manusia memiliki kemampuan untuk belajar. Tidak statis tapi elastis. Dengan demikian, penggunaan sistem berpikir lambat, penggunaan otak luhur (manusia) dapat kita pelajari agar tidak begitu saja memperkenankan sistem berpikir cepat (otak Reptil dan Mamalia) mengambil alih kendali diri kita. [sumber: http://www.whatonearthishappening.com/part-1-the-solution/65-the-triune-brain] A.2. Lima (5) Kebutuhan Dasar Manusia: Kebutuhan Genetis Disukai atau tidak, manusia adalah makhluk biologis yang memiliki sifat dasar menjaga keberlanjutan spesiesnya secara genetis. Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kebutuhan untuk diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan/penguasaan (power) adalah kebutuhan yang tidak cuma dimiliki oleh manusia, makhluk lain seperti Burung, Mamalia, dan Primata juga memiliki kebutuhan yang sama. Kita pasti pernah melihat anak-anak singa atau singa remaja bermain layaknya berkelahi sungguhan, atau anak-anak monyet yang usil saling mengganggu dan berakhir dengan kejar-kejaran dari pohon ke pohon. Itu adalah satu contoh kebutuhan bersenang-senang (fun). Kelima kebutuhan di atas bermuara pada kebutuhan tiap jenis makhluk untuk melanjutkan generasi, termasuk juga manusia. Mungkin kita pernah menjumpai seseorang dengan perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku. Besar kemungkinan, hal itu mereka lakukan karena mereka tak mampu memenuhi atau mereka tidak mendapatkan kebutuhan dasar mereka. Setiap perilaku kita adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan, sebuah usaha untuk memenuhi satu atau lebih kebutuhan dasar kita. Berikut ini, kita ulas satu demi satu kebutuhan tersebut dalam kaitannya dengan konteks pendidikan dan sekolah.
14 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak Gambar 6. Lima Kebutuhan Dasar Manusia 1. Kebutuhan Bertahan Hidup Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup misalnya makanan, pakaian, istirahat, tempat berlindung, keamanan, dan kesehatan. Secara sederhana itu dapat dipenuhi dengan makan, tidur, olahraga, memberikan perlindungan. 2. Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima) Kebutuhan ini termasuk kebutuhan psikologis seperti: rasa diterima, dipedulikan, berbagi, bekerja sama, menjadi bagian dari suatu kelompok, dikasihi-mengasihi, disayangi-menyayangi. Kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk terhubung dengan orang lain, teman, keluarga, pasangan, rekan kerja, kelompok, dan bahkan dengan binatang peliharaan. Kebutuhan ini biasanya dapat
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 15 dipenuhi melalui ketulusan dan kehangatan hubungan dengan keluarga, temanteman, kelompok, klub, guru, konselor, coach. 3. Kekuasaan dan Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan) Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan seseorang untuk untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi terampil, memimpin, berprestasi, diakui, dan didengar. Kebutuhan ini meliputi harga diri, keinginan untuk dianggap, dan meninggalkan pengaruh. Kebutuhan ini dapat dipenuhi melalui kegiatan-kegiatan seperti: proyek, hobi, tugas sekolah yang menantang-kontekstual-relevan, belajar menjadi orang yang kuat, membuat pilihan positif, dan bekerja. 4. Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan) Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan untuk mandiri, otonom, memiliki pilihan, mengembangkan daya lenturnya, dan mampu mengendalikan arahnya sendiri. Kebutuhan ini terkait dengan kebebasan untuk memilih dan membuat pilihan, kebutuhan bergerak, mencoba-coba, mengeksplorasi hal baru dan menarik. Pemenuhan kebutuhan ini dapat dilakukan dengan menyediakan variasi, waktu senggang, memberikan ruang untuk jadi diri sendiri yang merdeka, serta liburan. 5. Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang) Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, humor, bermain, bersenang-senang, bergembira, antusiasme, dan tertawa. Glasser menghubungkan kebutuhan ini dengan belajar. Menurutnya, dengan bermain kita sekaligus mempelajari banyak keterampilan hidup yang penting. Biasanya kebutuhan ini juga dapat dipenuhi dengan menyediakan tantangan, gurauan, dan pembelajaran yang bermakna. A.3. Tahap tumbuh kembang anak A.3.1. Wiraga-wirama Ki Hadjar Dewantara Setiap insan manusia memiliki cara pandangnya sendiri terhadap dunia sesuai dengan usia dan tahap tumbuh-kembangnya. Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa
16 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak proses belajar harus selaras dengan kodrat anak. Beliau paham bahwa dalam tiap periode usia anak memiliki kekhususan yang harus dijadikan bahan pertimbangan dalam proses belajar. Ki Hadjar Dewantara membagi periode usia anak ke dalam 3 tingkatan jiwa tiap 8 tahun (windu): Gambar 7. Wiraga-Wirama: Tingkatan Jiwa Anak (Ki Hadjar Dewantara) 1. Wiraga (periode usia 0-8 tahun): Dalam periode ini jasmani (raga) dan indera anak tumbuh pesat sekali. Dengan demikian, mereka harus banyak bergerak (melatih otot kasar/besar), melatih otot halus, mengeksplorasi indera mereka (pendengaran, perasa, pengecap, penciuman, peraba, termasuk imajinasi), dan mengenali simbol-simbol. Tak heran jika Ki Hadjar Dewantara juga menyebutnya sebagai Taman Indria. Para guru di periode ini terus berupaya fokus pada pemberian akses dan penyediaan pengalaman belajar agar anak makin merdeka dalam mengeksplorasi “dunia”nya (diri, sesama, dan lingkungan di dekatnya). 2. Wiraga-Wirama (periode usia 9-16 tahun): Pada periode usia ini, anak mulai berkembang pikirannya. Maka, selain melanjutkan pendidikan untuk mengakomodasi kebutuhan perkembangan jasmani dan indera mereka yang belum usai, pendidik juga mulai fokus dalam menuntun proses berpikir anak agar mereka semakin selaras (seirama) dengan sesamanya dan lingkungannya. Guru pada periode ini menuntun anak
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 17 untuk melakukan, membiasakan, menginsyafi, hingga akhirnya menyadari mengapa mereka (misalnya) melakukan kebiasaan baik yang mereka lakukan di sekolah, bukan sekedar menuruti/mengikuti suatu aturan/kebiasaan saja. 3. Wirama (periode usia 17-24 tahun): Guru pada rentang usia ini, menuntun dan menantang anak dalam hal pengelolaan diri dan pengenalan potensi dirinya. Anak dalam periode ini mulai menata bagaimana agar masa depannya senantiasa seirama dengan sesama dan semesta. Anak dipaparkan pada keputusan-keputusan mengenai bagaimana menebalkan jati dirinya di tengah masyarakat dan lingkungan. Mereka sadar bagaimana membawa diri sebagai manusia yang merdeka. Mereka sadar betul bahwa ini hidup mereka, ini negara-bangsa-dan tanah air mereka. [sumber:https://www.salamyogyakarta.com/proses-belajar-harus-sejalan-dengan-kodrat-anak-anak/] A.3.2. Tahap perkembangan psikososial Erik Erikson Erik Erikson adalah psikolog yang meyakini bahwa kepribadian seseorang itu tumbuh dalam rangkaian tahapan (8 tahapan). Tiap tahapan menggambarkan dampak dari pengalaman sosial pada mereka. Hingga kini, teori psikososial ini masih menjadi pegangan dalam teori perkembangan. Untuk keperluan program Guru Penggerak ini, akan dibahas 6 tahapan saja, pada periode usia 0-40 tahun. Gambar 8. Tahap Perkembangan Prikososial Erikson (sumber: helenggrasha)
18 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak 1. Tahap 1 (Usia 0-1,5 tahun) Pada tahap ini, anak menumbuhkan harapan dan mengembangkan rasa percaya saat orangtua (pengasuh/lingkungan sosial) menyediakan kasih sayang, kelembutan, dan kepedulian. Dan kurangnya itu semua membuat anak mengembangkan ketidakpercayaan. 2. Tahap 2 (Usia 1,5-3 tahun) Tahap ini adalah tahap usia dini dimana anak menumbuhkan tekad dan kehendak mereka hanya jika orangtua (pengasuh/lingkungan sosial) menyediakan kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan kontrol diri serta kemandirian. Jika tidak maka yang tumbuh adalah keraguan dan rasa rendah diri. 3. Tahap 3 (Usia 3-5 tahun) Tahapan usia ini adalah masa awal anak bersekolah. Anak mulai mengeksplorasi maksud dan tujuan-tujuan dalam kehidupan/lingkungan mereka. Orangtua (pengasuh/lingkungan sosial) pada tahap ini perlu membuka banyak kesempatan pada anak untuk mengambil inisiatif. Jika tidak demikian atau respon yang diberikan orangtua (pengasuh/lingkungan sosial) atas laku anak tidak hati-hati maka yang tumbuh pada anak adalah rasa bersalah. 4. Tahap 4 (Usia 5-12 tahun) Pada periode ini anak menumbuhkan rasa kompeten atau kebanggaan atas pencapaian dan kemampuan mereka. Untuk itu, orangtua (pengasuh/lingkungan sosial) mereka harus menyediakan pengalaman bagi anak untuk menumbuhkembangkan produktivitas mereka dalam belajar. Jika tidak, dalam diri mereka akan tumbuh rasa inferior, merasa kecil dan tidak berarti. 5. Tahap 5 (Usia 12-18 tahun) Periode ini terjadi pada masa remaja. Karakteristik anak pada usia ini adalah labil dan galau, karena mereka memang sedang mencari dan mencoba-coba untuk menebalkan identitas diri mereka. Pengalaman ini akan mempengaruhi perilaku mereka di masamasa berikutnya. Mereka mencari pegangan untuk menambatkan loyalitas mereka. Maka orangtua (pengasuh/lingkungan sosial) perlu menuntun proses penguatan
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 19 identitas agar mereka tidak mengalami kebingungan peran. 6. Tahap 6 (Usia 18-40 tahun) Di periode usia ini, seseorang mulai mengeksplorasi hubungan relasi yang sifatnya pribadi. Ini adalah masa dewasa muda dimana mereka mulai mencari dan mendalami perasaan cinta. Seseorang di tahap ini mulai membangun rasa dan kedekatan intim dengan orang lain dan keluarga. Jika kesempatan untuk menumbuhkan itu semua tidak tersedia untuknya, maka akan berujung pada lemahnya dukungan sosial bagi dirinya. Dirinya merasa terisolasi dari lingkungan sosialnya. [sumber: https://www.verywellmind.com/] Tugas A. Setelah menyimak video dan bacaan pada bagian ini: ● Bagaimana Bapak/Ibu memahami cara kerja otak, 5 kebutuhan dasar manusia, tahap tumbuh-kembang anak berserta pengaruhnya pada pembentukan kebiasaan dan nilai-nilai hidup manusia? Mengapa demikian? ● Menurut Bapak/Ibu nilai-nilai apa yang perlu dikuatkan sebagai guru penggerak? Mengapa demikian? B. BAGAIMANA MANUSIA MERDEKA BERGERAK Pertanyaan pemandu: Apa makna dari pernyataan: manusia merdeka adalah manusia yang berdaya dalam memilih dan mereka termotivasi dari dalam? B.1. Manusia Merdeka: Berdaya dalam Memilih (Teori Pilihan) Ki Hadjar Dewantara pernah mengingatkan pada kita tentang konsep manusia merdeka, yaitu: mereka tidak terperintah, mereka dapat menegakkan dirinya, tertib mengatur perikehidupannya, sekaligus tertib mengatur perhubungan mereka dengan kemerdekaan orang lain. Dengan begitu, pendidikan seyogyanya adalah upaya sadar untuk menumbuhkan manusia-manusia yang merdeka. Dalam pernyataannya yang lain,
20 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak Ki Hadjar Dewantara (Dasar-dasar Pendidikan, 1936), menyampaikan bahwa: “Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat.” Gambar 9. Interpretasi atas Maksud Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Jika kita maknai sedikit mendalam pernyataan tersebut, maka pendidikan harus mampu menuntun anak untuk memilih jalan kodrat yang menguatkan mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat. Kita kemudian dapat juga melihat bahwa “sebagai manusia”, kita perlu memperhatikan hubungan kita dengan Tuhan, diri kita sendiri, sesama, dan semesta. Sebagai manusia ber-Tuhan, sebagai makhluk dengan otak paling canggih, kita harus menyadari peran penting kita dalam harmonisasi antara individu manusia dengan manusia lain, makhluk lain, dan ibu bumi. Semakin harmonis hubungan kita, maka makin besar kesempatan kita mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Kita juga dapat melihat bahwa “sebagai anggota masyarakat”, kita adalah bagian dari berbagai lingkungan sekaligus. Kita adalah anggota dari suatu keluarga, kita juga anggota dari masyarakat di lingkungan rumah tinggal, kita juga anggota masyarakat di kelas-sekolah dan lingkungan sekitar sekolah, kita juga anggota masyarakat lokal
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 21 (kabupaten/kota/provinsi), kita pun adalah anggota masyarakat di tingkat nasional, regional, dan global. Ketika kita paham bahwa sebagai individu kita adalah anggota masyarakat yang lebih luas, maka kita juga harus paham bahwa secara individu, kita berkontribusi, serta membawa potensi diri kita (baik potensi kebaikan maupun keburukan) ke dalam semua lingkungan tersebut. Dengan demikian, kita perlu secara sadar, sepenuh hati dan pikiran, menjadi seseorang yang makin berdaya dalam memilih sehingga semakin bijaksana dalam menjalani kemerdekaan kita itu. William Glasser (1998) pernah menyatakan dalam “teori pilihan”, bahwa perilaku seorang manusia adalah buah dari pilihan yang dibuat oleh manusia itu sendiri (baca Bacaan 1. Aksioma terkait pilihan). Setiap hari, manusia selalu berada dalam situasi untuk memilih. Apakah harus bangun pagi atau tidur lagi, apakah harus bereaksi keras atas berita yang menyinggung perasaan walaupun belum pasti kebenarannya atau mengecek dahulu kebenarannya dahulu, dan lain sebagainya. Untuk itu, kita perlu terus berlatih untuk: (1) fokus pada apa yang terjadi saat ini bukan masa lalu; (2) menghindari 7-kebiasaan buruk yang secara eksternal “mengganggu” relasi dengan orang lain: mengkritik, menyalahkan, mengeluh, menjengkelkan, mengancam, menghukum, menyuap (memberi reward) untuk mengendalikan orang lain; (3) menjalankan 7-kebiasaan mempedulikan orang lain: mendukung, mendorong, mendengarkan, menerima, mempercayai, menghormati, dan menegosiasikan perbedaan; (4) menghindari membuat dalih dan alasan karena menghalangi kita membangun relasi; (5) bersabar. [sumber: Glasser, 2011]
22 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak Bacaan 2. Aksioma1 terkait “pilihan” (Glasser, 1998) Untuk membantu mendefinisikan kembali apa yang dimaksud dengan “diri kita yang merdeka”. 1. Satu-satunya orang yang perilakunya dapat kita kendalikan adalah diri kita sendiri. 2. Yang bisa kita berikan kepada orang lain hanyalah informasi. 3. Semua masalah psikologis yang bertahan lama adalah masalah relasi (hubungan). 4. Masalah relasi selalu menjadi bagian dari kehidupan kita saat ini. 5. Apa yang terjadi di masa lalu berkaitan dengan keadaan kita sekarang ini, tetapi kita hanya dapat memenuhi kebutuhan dasar kita saat ini dan berencana untuk terus mengejar pemenuhannya di masa depan. 6. Kita hanya dapat memenuhi kebutuhan kita dengan cara memuaskan gambaran yang kita anggap sebagai realitas di benak kita sendiri (disebut juga sebagai: Dunia Berkualitas). Setiap manusia memiliki gambaran realitas yang berbeda dalam memandang dunia mereka, biasanya gambaran itu lahir dari pengalaman hidup mereka dan biasanya terkait: (1) orang-orang yang paling kita inginkan ada bersama kita, (2) hal-hal yang paling ingin kita miliki atau alami, dan (3) gagasan atau sistem keyakinan yang kemudian mengatur sebagian besar respon perilaku kita. 7. Yang kita lakukan hanyalah berperilaku. 8. Setiap perilaku terdiri dari empat komponen: (1) tindakan, (2) pemikiran, (3) perasaan, dan (4) fisiologis. 9. Setiap perilaku adalah buah dari pilihan. Kita memiliki kontrol langsung atas komponen tindakan dan pemikiran. Kita dapat mengontrol komponen perasaan dan fisiologis secara tidak langsung lewat cara kita memilih komponen tindakan dan pemikiran tadi. 10. Karena setiap perilaku ada dalam kendali kita sendiri, maka kita perlu fokus pada apa yang dapat dilakukan (fokus pada kata-kerja) untuk mengambil kendali atas perilaku dalam suatu keadaan bukan berperilaku sebagai korban dari suatu keadaan. Keterangan: aksioma1 = menurut KBBI, adalah “pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian” B.2. Manusia Merdeka: Termotivasi dari Dalam (Motivasi Intrinsik)
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 23 UU RI No. 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Ketentuan Umum Pasal 1, No.1, menyatakan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Pernyataan tersebut merupakan penguatan bahwa pendidik harus menuntun segala kekuatan kodrat anak dari dalam. Ryan dan Deci (2000) melalui teori determinasi diri (self-determination theory), mengisyaratkan bahwa pendidik perlu fokus dalam menyediakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang memungkinkan anak menguatkan dan menumbuhkembangkan motivasi intrinsik mereka. Dalam penerapannya, suasana belajar dan proses pembelajaran yang disediakan harus dapat membuat anak senantiasa: merasa kompeten (mampu, dapat, cakap), merasa saling-terhubung (kebutuhan sosial yang diusahakan oleh individu untuk membangun hubungan dengan sesamanya), dan merasa otonom (mandiri, merdeka). Jadi, jika kita mengharapkan anak memiliki determinasi atau ketetapan hati, dalam menentukan jalan kodrat mereka, maka anak harus mampu menghayati perasaan akan kompetensi, otonomi, dan relasi mereka dan mengambil makna positifnya. Kata "merasa" menjadi kata yang penting untuk diperhatikan karena menunjukkan bahwa suasana dan proses pembelajaran harus mampu menguatkan anak di tingkat “perasaan” sehingga bersifat pribadi dan mendalam bagi masing-masing anak. Dengan demikian, para pendidik harus mulai dan terus menguatkan dirinya untuk menumbuhkembangkan motivasi intrinsik. B.3. Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila Dunia pendidikan Indonesia kini telah memiliki acuan Profil Pelajar Pancasila (Bacaan 3) sebagai gambaran, proyeksi, dan harapan yang bangsa kita upayakan agar mewujud pada murid Indonesia di masa depannya kelak. Jadi masuk akal rasanya jika
24 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak Profil Pelajar Pancasila tersebut pun dihidupi oleh para pendidik sebagai model mental mereka. Profil Pelajar Pancasila mengandung enam dimensi yang kesemuanya berakar pada falsafah Pancasila: (1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; (2) Mandiri; (3) Bergotong-royong; (4) Berkebinekaan global; (5) Bernalar kritis; (6) Kreatif. Bersamaan dengan itu, diharapkan Bapak/Ibu juga mulai mengenali dan memaknai nilai-nilai Guru Penggerak. Nilai-nilai ini diharapkan dapat menguat pada diri Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak untuk menjalankan peran terutama dalam persoalan strategis, melampaui persoalan teknis atau operasional. Bacaan 3. Profil Pelajar Pancasila Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak, pada modul sebelumnya kita sudah mempelajari bahwa tujuan dari pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggitingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hadjar Dewantara mengemukakan bahwa dalam proses menuntun, diri anak perlu merdeka dalam belajar serta berpikir, dituntun oleh para pendidik agar anak tidak kehilangan arah serta membahayakan dirinya. Semangat agar anak dapat bebas belajar, berpikir, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan berdasarkan kesusilaan manusia ini yang akhirnya menjadi tema besar kebijakan pendidikan Indonesia saat ini, Merdeka Belajar. Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan ini juga memperkuat tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia.
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 25 Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020). Profil Pelajar Pancasila ini dicetuskan sebagai pedoman untuk pendidikan Indonesia. Tidak hanya untuk kebijakan pendidikan di tingkat nasional saja, akan tetapi diharapkan juga menjadi pegangan untuk para pendidik, dalam membangun karakter anak di ruang belajar yang lebih kecil. Pelajar Pancasila disini berarti pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila. Pelajar yang memiliki profil ini adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya yang harus dilihat sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Apabila satu dimensi ditiadakan, maka profil tersebut menjadi tidak bermakna. Keenam dimensi itu adalah: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif. Gambar 10. Profil Pelajar Pancasila
26 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia Murid dengan dimensi profil ini berarti murid tersebut mengamalkan nilai-nilai agama dan kepercayaannya sebagai bentuk religiusitasnya, percaya dan menghayati keberadaan Tuhan serta memperdalam ajaran agamanya yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari sebagai bentuk penerapan pemahaman terhadap ajaran agamanya. Dalam usahanya memperkuat iman dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, murid dengan profil ini juga menghargai segala bentuk ciptaan Nya, baik itu alam tempat ia tinggal, manusia lain, dan yang juga tidak boleh dilupakan, dirinya sendiri. Dengan menghargai hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri, orang lain, serta alam, maka seorang murid dapat memenuhi dimensi ini. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. ● Akhlak Beragama. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu ataupun memiliki: - Mengenal dan mencintai Tuhan Yang Maha Esa - Pemahaman agama/kepercayaan - Pelaksanaan ajaran agama/kepercayaan ● Akhlak Pribadi. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan ataupun memiliki: - Integritas (sebagai bentuk penghormatan terhadap diri sendiri dalam relasi dengan orang lain) - Merawat diri secara fisik, mental, dan spiritual ● Akhlak kepada manusia. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan: ● Mengutamakan persamaan dengan orang lain dan menghargai perbedaan ● Berempati kepada orang lain
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 27 ● Akhlak kepada alam. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan: - Menjaga lingkungan - Memahami keterhubungan ekosistem bumi ● Akhlak bernegara. Dalam elemen ini seorang murid mampu menunjukkan: - Melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara 2) Berkebinekaan Global Murid dengan dimensi profil ini merupakan seorang murid yang berbudaya, memiliki identitas diri yang matang, mampu menunjukkan dirinya sebagai representasi budaya luhur bangsanya, serta terbuka terhadap keberagaman budaya daerah, nasional, global. Hal ini dapat diwujudkan dengan kemampuan berinteraksi secara positif antar sesama, memiliki kemampuan komunikasi interkultural, serta mampu memaknai pengalamannya di lingkungan majemuk sebagai kesempatan pegembangan dirinya. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Berkebinekaan Global: ● Mengenal dan menghargai budaya. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu: - Mendalami budaya dan identitas budaya - Mengeksplorasi dan membandingkan pengetahuan budaya, kepercayaan, serta praktiknya - Menumbuhkan rasa menghormati terhadap keanekaragaman budaya ● Komunikasi dan interaksi antar budaya. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan: - Berkomunikasi antar budaya - Mempertimbangkan dan menumbuhkan berbagai perspektif ● Refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan: ● Melakukan refleksi terhadap pengalaman kebinekaan
28 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak ● Menghilangkan stereotip dan prasangka ● Menyelaraskan perbedaan budaya ● Berkeadilan Sosial. Dalam elemen ini seorang murid mampu: - Turut serta aktif, membangun masyarakat yang adil, inklusif dan berkelanjutan - Berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan bersama - Memahami peran individu dalam demokrasi 3) Gotong Royong Seorang murid yang memiliki dimensi Gotong Royong berarti murid tersebut mampu berkolaborasi dengan orang lain dan secara proaktif mengupayakan pencapaian kesejahteraan dan kebahagiaan orang-orang yang ada dalam masyarakatnya. Murid tersebut juga sadar bahwa Ia tidak hidup sendiri, memiliki kesadaran diri sebagai bagian dari kelompok, sehingga perlu ada usaha dari dirinya untuk membantu pencapaian kebahagiaan kelompoknya. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Gotong Royong: ● Kolaborasi. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan: - Kerjasama - Berkomunikasi untuk mencapai tujuan bersama - Menumbuhkan rasa saling ketergantungan positif (menyadari peran dirinya dan peran orang lain dalam kontribusinya dalam pencapaian tujuan kelompok) - Koordinasi Sosial (melakukan koordinasi demi pencapaian tujuan bersama) ● Kepedulian. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan atau memiliki: - Tanggap terhadap lingkungan
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 29 - Persepsi sosial (memahami dan menghargai lingkungan sosialnya, untuk memunculkan situasi yang sejalan dengan kesejahteraan lingkungan sosialnya) ● Berbagi. Memberi dan menerima segala hal yang penting bagi kehidupan pribadi dan bersama. 4) Mandiri Seorang murid yang memiliki dimensi mandiri berarti murid tersebut mempunyai prakarsa atas pengembangan diri dan prestasinya dan didasari pada pengenalan kekuatan serta keterbatasan dirinya serta situasi yang dihadapi, dan bertanggung jawab atas proses dan hasilnya. Murid yang memiliki dimensi ini juga mampu mengelola dirinya sendiri (pikiran, perasaan, tindakan) untuk mencapai tujuan pribadinya ataupun tujuan bersama. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Mandiri: ● Pemahaman diri dan situasi. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu: - Mengenali kualitas dan minat diri serta tantangan yang dihadapi - Mengembangkan refleksi diri ● Regulasi diri. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu: - Regulasi emosi - Menetapkan tujuan dan rencana strategis pengembangan diri dan prestasi - Memiliki inisiatif bekerja secara mandiri - Mengembangkan kendali dan disiplin diri - Percaya diri, resilien dan adaptif 5) Bernalar Kritis Seorang murid yang memiliki dimensi Bernalar Kritis berarti murid tersebut mampu menggunakan kemampuan nalar dirinya untuk memproses informasi, mengevaluasinya, hingga menghasilkan keputusan yang tepat untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapinya. Murid tersebut mampu
30 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak menyaring informasi, mengolahnya, mencari keterkaitan berbagai informasi, menganalisa serta membuat kesimpulan berdasarkan informasi tersebut. Dimensi ini juga berarti keterbukaan terhadap berbagai macam perspektif ataupun pembuktian baru (termasuk pada pendapatnya semula yang digugurkan oleh pembuktian baru ini). Keterbukaan ini pun mampu bermanfaat dalam kehidupan murid di masa mendatang karena menumbuhkan murid yang terbuka, mau mengubah pendapatnya, serta menghargai pendapat orang lain. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Bernalar Kritis: ● Memperoleh dan memproses informasi dan gagasan. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu: - Mengajukan pertanyaan (untuk mengumpulkan data yang akurat) - Mengidentifikasi, mengklarifikasi dan mengolah informasi dan gagasan ● Menganalisa dan mengevaluasi penalaran. ● Merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri. 6) Kreatif Seorang murid yang memiliki dimensi kreatif berarti mampu memodifikasi, menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak untuk mengatasi berbagai persoalan baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk lingkungan di sekitarnya. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Kreatif: ● Menghasilkan gagasan yang orisinal. ● Menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal. ● Memiliki keluwesan berpikir dalam mencari alternatif solusi permasalahan.
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 31 Profil Pelajar Pancasila ini juga tidak harus diajarkan dalam mata pelajaran khusus, namun memang harus diajarkan secara eksplisit, juga terintegrasi dalam muatan pembelajaran. Dalam usaha mewujudkan Profil Pelajar Pancasila ini, tentunya perlu peran pendidik untuk menuntun anak serta menumbuhkan profil yang dijabarkan. Peran pendidik yang pertama terkait dengan Profil Pelajar Pancasila ini adalah mengenali dan menjalankan profil ini terlebih dahulu. Ketika seorang pendidik menghidupi profil ini, maka akan lebih mudah bagi murid untuk mengikutinya. Keteladanan seorang guru dalam menjalankan profil ini pasti akan dilihat dan dipelajari oleh para muridnya. Oleh karena itu, Program Guru Penggerak ini ada untuk melengkapi Bapak/Ibu sekalian agar menjadi Guru Penggerak yang berfokus pada pembentukan Profil Pelajar Pancasila. B.4. Nilai-nilai Guru Penggerak Rokeach (dalam Abdul H., 2015), menyatakan bahwa nilai merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan tolok ukur pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai-nilai positif dalam diri seseorang akan membantu mereka mengambil posisi ketika berhadapan dengan situasi atau masalah, sebagai bahan evaluasi ketika membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Melihat peranan nilai sangat penting dalam kehidupan tingkah laku sehari-hari, maka rasanya penting bagi seorang Guru Penggerak untuk bisa memahami dan menjiwai nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak. Guru Penggerak diharapkan untuk memimpin dan mengelola perubahan. Sebagai pemimpin perubahan, Guru Penggerak diharapkan mulai berlatih dan mengadopsi kebiasaan “berpikir sistem” sebagai pendekatan holistik yang berfokus pada bagaimana bagian-bagian penyusun sebuah ekosistem pendidikan saling terkait dan bagaimana bagian-bagian tersebut dari waktu ke waktu bekerja secara simultan dalam konteks lain atau sistem lain yang lebih besar. Dengan begitu, Guru
32 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak Penggerak dapat lebih mendalam dan jernih dalam “memahami perubahan” yang sedang berjalan (atau dibawakan) terutama pada tataran strategis untuk menjawab pertanyaan “mengapa” yang menjadi alasan moral dan rasional, dan memiliki mentalitas untuk mewujudkan inisiatif perubahan menjadi nyata (make it happen mentality). Guru Penggerak yang paham akan perubahan berarti paham bahwa bersama perubahan, datang pula gangguan atau kekacauan. Akan ada perbedaan pendapat yang harus dipahami, didamaikan. Guru Penggerak perlu “membangun keselarasan atau koherensi” secara efektif untuk menuntun yang lain melampaui perbedaan dan menerima perbedaan yang muncul ke permukaan. Dengan demikian, Guru Penggerak juga akan mengadopsi mentalitas “berpikir berbasis aset” yang mengapresiasi dan memanfaatkan kekuatan atau sumberdaya yang telah dimiliki, bukan berkutat pada apa yang tidak dimiliki. Dengan demikian, dalam membawakan perubahan Bapak/Ibu diharapkan dapat beranjak dari keadaan diri yang kurang berkesadaran menuju ke diri yang berkesadaran penuh. Kesadaran penuh bersama lima keterampilan sosial-emosional (kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan relasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan beretika) yang memungkinkan bertumbuhnya pola pikir dan nilai-nilai yang diharapkan menubuh pada Guru Penggerak akan dipelajari lebih dalam di paket modul berikutnya (Modul 2.2 . Gambar 10 di bawah ini berupaya mengilustrasikan kata-kata kunci yang terkait dengan nilai-nilai guru penggerak: (1) berpihak pada murid, (2) reflektif, (3) mandiri, (4) kolaboratif, serta (5) inovatif.
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 33 Gambar 11. Roda Nilai Guru Penggerak Nilai 1. Berpihak pada Murid Berpihak pada murid adalah nilai yang telah dibahas khusus sebelumnya di Modul 1.1. sebagai filosofi utama dari Ki Hadjar Dewantara. Nilai ini mensyaratkan Guru Penggerak untuk selalu bergerak dengan mengutamakan kepentingan murid. Sebagai bentuk keberpihakan tersebut, kita juga perlu menilik sejenak dokumen yang disetujui dan berlaku secara universal di dunia yang terkait dengan pendidikan anak, yaitu: Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak atau United Nations Convention on the Rights of the Child (UN CRC) yang juga telah disetujui/diratifikasi oleh hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia melalui Keppres No. 36 Tahun 1990. Tujuan pendidikan anak secara universal cukup jelas dituliskan dalam pasal 29 ayat 1 UN CRC sebagai berikut:
34 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak 1. Negara-negara Pihak setuju bahwa pendidikan anak harus diarahkan untuk: (a) pengembangan kepribadian, bakat dan kemampuan mental dan fisik anak secara maksimal; (b) Pengembangan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, dan untuk prinsip-prinsip yang diabadikan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa; (c) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua anak, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya anak itu sendiri, untuk nilai-nilai nasional dari negara tempat anak itu tinggal, negara dari mana ia mungkin berasal, dan untuk peradaban yang berbeda dengan milik mereka; (d) Penyiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab dalam masyarakat yang bebas, dalam semangat saling memahami, perdamaian, toleransi, kesetaraan jenis kelamin, dan persahabatan di antara semua orang, kelompok etnis, bangsa, dan agama, serta orang-orang asli; (e) Pengembangan rasa hormat terhadap lingkungan alam. Makna dari tujuan pendidikan pada pasal 29 ayat 1 UN CRC ini sangat dalam dan luas, melampaui teksualnya karena kesepakatan ini dihasilkan oleh seluruh ahli anak di dunia dengan latar-belakang ilmu yang beragam. Kesepakatan ini telah melingkupi 4 poin utama yakni perkembangan diri sendiri, penguatan identitas yang melingkupi anak, penghormatan HAM, dan penghormatan atas lingkungan. Poin penghormatan kepada HAM itu intrinsik dengan nilai universal manusia dan selaras dengan Sila 2 Pancasila. Penghormatan terhadap lingkungan alam, merupakan bentuk tanggung-jawab dan perwujudan filosofi Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan anak yang selaras dengan kodrat alam dan kodrat zaman, mengingat persoalan lingkungan alam, perubahan iklim, perusakan lingkungan dan lain sebagainya akan semakin nyata di harihari depan anak-anak kita.
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 35 Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru Penggerak harus didasari oleh semangat untuk memberdayakan dirinya serta memanfaatkan aset/kekuatan yang ada untuk menyediakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang positif serta berkualitas bagi muridnya. Segala hal yang Guru Penggerak lakukan, harus bergeser dari pemuasan kepentingan diri sendiri, maupun pihak lain, menuju kepentingan pembelajaran murid. Guru Penggerak yang memiliki nilai ini, akan selalu berpikir mengenai pertanyaan utama yang mendahulukan muridnya, seperti: “apa yang murid butuhkan?”, “apa yang bisa saya lakukan agar suasana belajar dan proses pembelajaran ini lebih baik?”, “bagaimana saya dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi anak untuk mewujudkan dunia yang mereka idamkan?”, dan lain-lain. Nilai 2. Mandiri Nilai Mandiri ini, secara sederhana menggambarkan semangat Guru Penggerak untuk terus belajar sepanjang hayat. Ini juga berarti seorang Guru Penggerak harus senantiasa memampukan dirinya sendiri dalam melakukan aksi serta berkenan mengambil tanggung jawab dan turun tangan untuk memulai perubahan. Guru Penggerak yang mandiri termotivasi untuk mengembangkan dirinya tanpa harus menunggu adanya pelatihan yang ditugaskan oleh sekolah, dinas, atau pihak lain. Seyogyanya, dalam membawakan perubahan yang positif, pendidik perlu memahami psikis-fisik-etis-estetis manusia dan pedagogis (pendidikan anak). Hal itu selaras dengan Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa seorang guru harus menguasai lima ilmu yaitu: ilmu hidup batin (psikologis), ilmu hidup jasmani (fisiologis), ilmu kesopanan (etika), ilmu keindahan (estetika), dan ilmu pendidikan (pedagogis). Dengan demikian, Guru Penggerak harus secara sengaja merencanakan dan melakukan perbaikan diri sehingga makin menguasai dan makin ahli dalam apapun yang dianggap perlu untuk membawakan perubahan yang berpihak pada murid. Guru Penggerak yang mandiri memiliki daya lenting dan terpacu untuk memperhatikan kualitas kinerja dan hasil kerja mereka. Mereka beranjak dari “kekaburan dan ketidaktepatan” menuju “keelokan dan ketepatan” kualitas kinerja dan hasil kerja mereka.
36 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak Nilai 3. Reflektif Nilai Reflektif layaknya adalah model mental yang diharapkan menubuh pada Guru Penggerak dimana mereka senantiasa memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya, baik yang terjadi pada diri sendiri maupun pihak lain secara positifapresiatif-produktif. Proses mewujudkan Profil Pelajar Pancasila pada diri sendiri sebagai Guru Penggerak dan menuntun perwujudannya pada murid-murid merupakan perjalanan yang penuh dengan variasi pengalaman-pengalaman. Pengalamanpengalaman ini boleh jadi akan menimbulkan kesan positif maupun negatif. Dengan mengamalkan nilai reflektif, Guru Penggerak memanfaatkan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai pembelajaran untuk menuntun dirinya, murid, dan sesama dalam menangkap pembelajaran positif, sehingga mampu menjalankan perannya dari waktu ke waktu. Guru Penggerak yang memiliki nilai reflektif, memiliki daya saing yang tinggi karena mereka sadar akan hakikat persaingan. Mereka akan bersaing dengan potensi dan upaya diri mereka sendiri. Dengan begitu, mereka terus mengupayakan peningkatan efikasi dirinya, bagaimana mendorong dirinya untuk membuat pilihanpilihan masuk akal dan bertanggung jawab untuk memperbaiki kualitas kinerja dan hasil kerjanya, serta bergeser dari dorongan perubahan diri yang sifatnya eksternal menuju penguatan dorongan diri yang bersifat internal. Guru Penggerak yang reflektif tidak hanya berhenti sampai rencana tindakan saja, mereka juga mengejawantahkannya lewat tindakan nyata sebagai perbaikan yang perlu dilakukan. Dalam konteks Pendidikan Guru Penggerak, Bapak/Ibu CGP harus menjadikan refleksi sebagai kebiasaan bukan sekedar sebagai tugas menyelesaikan tagihan materi. Refleksi yang baik dapat membantu mengubah pengalaman menjadi proses pembelajaran yang memberdayakan baik individu maupun kelompok dalam meningkatkan dan mengungkap potensi mereka. Sehingga refleksi harus menjadi kebutuhan. Guru Penggerak yang reflektif memperlakukan kegiatan refleksi ini secara pribadi, menuliskan kata demi kata yang memang bermakna dan membuat dirinya sendiri tulus bergerak, bukan sekedar untuk terlihat indah dan enak dibaca saja. Bacaan
Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak | 37 di bawah ini adalah dua model refleksi yang dapat diadopsi dan mulai dibiasakan untuk dilakukan. Bacaan 4. Model Refleksi Model refleksi 4P Merupakan model pertanyaan yang bisa kita gunakan untuk memaknai pengalaman yang sudah pernah kita rasakan sebelumnya. Keempat langkah ini merupakan terjemahan dari 4F yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway (1991), yaitu: ● Peristiwa (Facts): paparan objektif berdasarkan pengalaman nyata atas apa yang sejauh ini telah dialami. Contoh pertanyaan: apa kendala yang saya hadapi? apa hal baik yang saya alami dalam proses tersebut? apa yang saya lakukan dalam mengatasi kendala tersebut? apakah tindakan tersebut berhasil? ● Perasaan (Feelings): apa yang dirasakan kini setelah mengikuti proses tersebut. Contoh pertanyaan: Apa yang saya rasakan ketika menghadapi kendala tersebut? ketika saya mencoba mengatasi kendala tersebut bagaimana perasaan saya? ● Pembelajaran (Findings): apa hal paling konkrit yang dapat diambil sebagai pembelajaran dan mungkin telah membawa makna baru. Contoh pertanyaan: apa yang saya pelajari dari proses ini? apa hal baru yang saya ketahui mengenai diri saya setelah proses ini? ● Penerapan ke depan (Future): apa hal yang dapat segera diterapkan baik sebagai individu. Contoh pertanyaan: apa yang bisa saya lakukan ke depannya dari pembelajaran dalam proses ini? pada aspek apa? Model refleksi 5M Model refleksi ini diadaptasi dari model 5R (Bain dkk. (2002) dalam Ryan & Ryan
38 | Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak (2013)). 5M terdiri dari langkah-langkah berikut: ● Mendeskripsikan (Reporting): menceritakan ulang peristiwa yang terjadi ● Merespon (Responding): menjabarkan tanggapan yang diberikan dalam menghadapi peristiwa yang diceritakan, misalnya melalui pemberian opini, pertanyaan, ataupun tindakan yang diambil saat peristiwa berlangsung. ● Mengaitkan (Relating): menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan pengetahuan, keterampilan, keyakinan atau informasi lain yang dimiliki. ● Menganalisis (Reasoning): menganalisis dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi, lalu mengambil beberapa perspektif lain, misalnya dari teori atau kejadian lain yang serupa, untuk mendukung analisis tersebut. ● Merancang ulang (Reconstructing): menuliskan rencana alternatif jika menghadapi kejadian serupa di masa mendatang. Nilai 4. Kolaboratif Nilai Kolaboratif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa membangun daya sanding. Mereka memperhatikan pentingnya kesalingtergantungan yang positif terhadap seluruh pihak pemangku kepentingan yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas terkait) dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, seorang Guru Penggerak akan bertemu banyak sekali pihak yang mampu mendukung pencapaian Profil Pelajar Pancasila. Guru Penggerak diharapkan mampu mengomunikasikan kepada semua pihak mengenai pentingnya keberpihakan pada murid. Guru Penggerak yang menjiwai nilai kolaboratif mampu membangun rasa saling percaya dan saling menghargai, serta mengakui dan mengelola kekuatan serta perbedaan peran tiap pemangku kepentingan di sekolah, sehingga tumbuh semangat saling mengisi, saling melengkapi. Semangat pembelajaran tim. Mereka beranjak dari