139 mencapai interoperabilitas sistem, dan mengelola kompleksitas proses implementasi.(Angelidou, M., 2014). Tantangan besar dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar adalah mendapatkan penerimaan masyarakat dan mengatasi penolakan terhadap perubahan(Gracias, S, J. dkk., 2023). Selain itu, masalah privasi dan keamanan seputar pengumpulan dan penggunaan data juga dapat menghambat penerimaan publik (Angelidou, M., 2014). Selain itu, kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai manfaat integrasi teknologi dalam pengembangan kota pintar dapat berkontribusi terhadap resistensi masyarakat(Gracias, S, J. dkk., 2023). Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini diperlukan keterlibatan dan edukasi masyarakat, mengatasi masalah privasi dan keamanan melalui kebijakan dan protokol yang transparan, dan menunjukkan manfaat nyata yang dapat dihasilkan oleh integrasi teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan efisiensi kota secara keseluruhan. Selain itu, memastikan keterjangkauan dan aksesibilitas teknologi merupakan tantangan dalam mengintegrasikannya ke dalam pengembangan kota pintar. Mengelola tingginya biaya implementasi yang terkait dengan pengintegrasian teknologi ke dalam pengembangan kota pintar juga merupakan tantangan yang signifikan. Kemitraan dan Kolaborasi antara pemerintah, institusi, dan perusahaan merupakan strategi penting yang dapat digunakan untuk mengatasi tantangan dalam penerapan inisiatif kota pintar. Selain itu, membina kolaborasi antara
140 pemerintah, lembaga, dan perusahaan melalui kemitraan publik-swasta dapat mendukung pengembangan dan penerapan solusi kota pintar. Tantangan penting lainnya dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar adalah mencapai interoperabilitas sistem. Mengintegrasikan berbagai teknologi dari berbagai pemangku kepentingan dan memastikan bahwa mereka dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan lancar dapat menjadi hal yang rumit dan menantang. Mengelola kompleksitas proses implementasi merupakan tantangan signifikan lainnya dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar. Tantangan ini memerlukan perencanaan, koordinasi, dan pengelolaan yang cermat untuk memastikan bahwa semua komponen dan pemangku kepentingan selaras dan bekerja menuju tujuan bersama. Oleh karena itu, pendekatan kolaboratif dan inovatif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan diperlukan untuk mengatasi tantangan ini dan berhasil mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar. Secara keseluruhan, mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar menimbulkan beberapa tantangan. Untuk mengatasi tantangantantangan ini memerlukan perencanaan yang matang, keterlibatan pemangku kepentingan, serta evaluasi dan pemantauan berkelanjutan untuk memastikan bahwa manfaatnya dimaksimalkan dan dampak negatifnya diminimalkan. (Angelidou, M., 2014). Beberapa tantangan dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar mencakup resistensi terhadap perubahan, masalah privasi dan keamanan, biaya implementasi yang tinggi, mencapai interoperabilitas sistem, keterjangkauan
141 dan aksesibilitas, mengelola kompleksitas implementasi, dan memastikan distribusi manfaat yang adil.(Gracias, S, J. dkk., 2023). Kesimpulannya, mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar menimbulkan berbagai tantangan seperti penolakan terhadap perubahan, masalah privasi dan keamanan, biaya implementasi yang tinggi, mencapai interoperabilitas sistem, keterjangkauan dan aksesibilitas, mengelola kompleksitas implementasi, dan memastikan distribusi manfaat yang adil. Mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota cerdas menimbulkan berbagai tantangan, termasuk resistensi terhadap perubahan, masalah privasi dan keamanan, biaya implementasi yang tinggi, mencapai interoperabilitas sistem, keterjangkauan dan aksesibilitas, mengelola kompleksitas implementasi, dan memastikan distribusi manfaat yang adil.(Angelidou, M., 2014). Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, perencanaan yang matang, keterlibatan pemangku kepentingan, serta evaluasi dan pemantauan yang berkelanjutan sangatlah penting. Selain itu, mengadopsi kerangka tata kelola yang kuat yang mendorong transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi semua pemangku kepentingan, mengembangkan kebijakan fleksibel yang disesuaikan dengan tujuan kota pintar tertentu, menciptakan kerangka hukum yang jelas untuk pengumpulan dan pembagian data, dan mendorong partisipasi masyarakat melalui pendekatan inovatif dapat membantu mengatasi hal ini. Selain itu, membina kemitraan dan kolaborasi antara pemerintah, lembaga, dan perusahaan melalui kemitraan publik-swasta, berinvestasi dalam program peningkatan kapasitas untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja lokal dan
142 memberdayakan mereka untuk berpartisipasi dalam pengembangan dan penerapan solusi kota pintar, dan berinvestasi dalam infrastruktur digital dan platform data terbuka juga dapat berkontribusi untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Untuk mengatasi tantangan dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar, perencanaan yang matang, keterlibatan pemangku kepentingan, serta evaluasi dan pemantauan yang berkelanjutan sangatlah penting. Penerapan inisiatif kota pintar memerlukan pendekatan kolaboratif dan inovatif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Selain itu, kota dapat berinvestasi pada infrastruktur yang ada dan mengembangkan infrastruktur baru, memanfaatkan teknologi seperti algoritma pembelajaran mesin dan analisis data besar, serta mengadopsi sistem yang terintegrasi, fleksibel, holistik. , dan pendekatan adaptif terhadap perencanaan kota cerdas. Mengatasi potensi kelemahan inisiatif kota pintar, seperti kesulitan berintegrasi ke dalam infrastruktur yang ada dan distribusi manfaat yang tidak merata, memerlukan penilaian yang cermat terhadap tradeoff dan keseimbangan antara manfaat dan kelemahan. Selain itu, kota harus mengatasi kekhawatiran warga mengenai privasi dan keamanan dengan menerapkan langkah-langkah perlindungan data yang kuat dan memastikan tata kelola data yang transparan. Singkatnya, mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar menimbulkan beberapa tantangan, termasuk perlunya perencanaan yang cermat dan keterlibatan pemangku kepentingan, mengatasi potensi kelemahan seperti kesulitan dalam mengintegrasikan ke dalam infrastruktur yang ada dan distribusi manfaat yang tidak
143 merata, serta mengatasi masalah privasi dan keamanan. Mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar menimbulkan beberapa tantangan, termasuk kesulitan dalam mengintegrasikan teknologi baru ke dalam infrastruktur yang ada, potensi penundaan dan peningkatan biaya, distribusi manfaat yang tidak merata, masalah privasi dan keamanan, penolakan terhadap perubahan, dan perlunya perencanaan yang cermat dan keterlibatan pemangku kepentingan. Mempertahankan dan memperbarui teknologi kota pintar merupakan tantangan lain dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar. Hal ini termasuk memastikan bahwa teknologi tetap berfungsi, andal, dan terkini, serta mengatasi masalah teknis atau gangguan yang mungkin timbul. Selain itu, seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, memperbarui dan mengganti sistem yang sudah ketinggalan zaman dapat memakan banyak biaya dan waktu bagi perkotaan(Gracias, S, J. dkk., 2023). Selain itu, penerapan inisiatif kota pintar memerlukan pertimbangan cermat terhadap lanskap budaya, politik, dan ekonomi masing-masing negara. Di dunia yang berubah dengan cepat saat ini, pentingnya prakiraan cuaca yang akurat tidak bisa dilebihlebihkan(Angelidou, M., 2014). Ketika mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar, kota sering kali menghadapi penolakan dari masyarakat terhadap perubahan, yang mungkin ragu untuk mengadopsi teknologi baru atau mengubah perilaku mereka. Selain itu,
144 mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap potensi trade-off dan keseimbangan antara manfaat dan kerugian. Kekhawatiran masyarakat terhadap privasi dan keamanan juga harus diatasi untuk membangun kepercayaan publik dan dukungan terhadap proyek kota pintar(Gracias, S, J. dkk., 2023). Secara keseluruhan, mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar memerlukan perencanaan yang matang, keterlibatan pemangku kepentingan, serta evaluasi dan pemantauan berkelanjutan untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan potensi kerugian. Salah satu tantangan utama dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar adalah sulitnya mengintegrasikan teknologi baru ke dalam infrastruktur yang sudah ada(Angelidou, M., 2014). Kota mungkin menghadapi penolakan dari masyarakat ketika melaksanakan proyek kota pintar karena keragu-raguan dalam mengadopsi teknologi baru atau mengubah perilaku. Salah satu strategi utama untuk mengatasi tantangan dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar adalah dengan mengadopsi kerangka tata kelola yang kuat yang mendorong transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan. Hal ini mencakup pengembangan kebijakan fleksibel yang disesuaikan dengan tujuan kota pintar, pembuatan kerangka hukum yang jelas untuk pengumpulan dan pembagian data, serta penetapan protokol standardisasi dan
145 kerangka peraturan yang mendorong interoperabilitas, skalabilitas, dan keberlanjutan solusi kota pintar. Seiring dengan upaya kota-kota untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar, maka semakin penting untuk fokus pada peran regulasi dan kebijakan dalam mengatasi tantangan-tantangan yang terkait. Penerapan kerangka tata kelola yang kuat sangat penting dalam mendorong transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam proses pengembangan kota pintar. Untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar secara efektif, kota perlu menetapkan kebijakan fleksibel yang disesuaikan dengan tujuan spesifik dari inisiatif kota pintar. Kebijakan-kebijakan ini harus mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan data, pembangunan infrastruktur, dan proses pengambilan keputusan. Dengan memastikan bahwa semua tindakan dilakukan secara terbuka dan transparan, kota dapat membangun kepercayaan di antara warga dan pemangku kepentingan, yang sangat penting bagi keberhasilan proyek kota pintar. Kerangka hukum yang jelas untuk pengumpulan, pembagian, dan privasi data merupakan komponen penting dalam regulasi dan kebijakan kota pintar. Kota pintar sangat bergantung pada data untuk meningkatkan layanan, mengoptimalkan alokasi sumber daya, dan mengambil keputusan yang tepat. Oleh karena itu, sangat penting untuk memiliki peraturan yang kuat untuk menjaga privasi dan keamanan data ini sekaligus memfasilitasi penggunaannya secara bertanggung jawab dan etis. Untuk memastikan skalabilitas dan keberlanjutan solusi kota pintar, pembentukan protokol standardisasi dan kerangka
146 peraturan sangatlah penting. Protokol-protokol ini mendorong interoperabilitas antar teknologi dan sistem yang berbeda, sehingga memungkinkan integrasi dan kolaborasi yang lancar di berbagai fungsi kota. Selain itu, standardisasi berkontribusi pada kelangsungan infrastruktur kota pintar dalam jangka panjang dan mencegah silo teknologi, sehingga memungkinkan kota untuk beradaptasi dan tumbuh sebagai respons terhadap kemajuan teknologi yang terus berkembang. Dengan mendorong lingkungan peraturan yang mendorong kolaborasi, inovasi, dan partisipasi pemangku kepentingan, kota dapat menciptakan ekosistem yang mendukung keberhasilan integrasi teknologi ke dalam pengembangan kota pintar. Merangkul inisiatif data terbuka, kemitraan publik-swasta, dan kolaborasi lintas sektor dapat memfasilitasi penciptaan solusi bersama yang menjawab kebutuhan unik setiap kota sekaligus mendorong pertukaran praktik terbaik dan pembelajaran. Kesimpulannya, kerangka peraturan dan kebijakan memainkan peran penting dalam mengatasi tantangan yang terkait dengan pengintegrasian teknologi ke dalam pengembangan kota pintar. Dengan mendorong transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi, kota-kota dapat menciptakan lingkungan yang memupuk inovasi, menjamin privasi dan keamanan data, dan mendorong pertumbuhan berkelanjutan dari inisiatif kota pintar. Salah satu tantangan dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar adalah potensi
147 ketergantungan pada vendor pihak ketiga untuk solusi teknologi. Ketergantungan ini dapat menyebabkan masalah seperti lock-in, dimana kota menjadi bergantung pada produk atau layanan vendor tertentu, sehingga sulit untuk beralih ke solusi alternatif atau beradaptasi dengan perubahan kebutuhan.(Gracias, S, J. dkk., 2023). Selain itu, ketergantungan pada pihak ketiga juga dapat menimbulkan kekhawatiran mengenai kepemilikan dan keamanan data. Kota-kota perlu secara hati-hati mengelola dan memitigasi risiko-risiko ini dengan melakukan diversifikasi pemasok teknologi, mendorong interoperabilitas dan standar terbuka, serta mengembangkan keahlian internal untuk mengurangi ketergantungan pada vendor eksternal. (Angelidou, M., 2014). Tantangan potensial lainnya dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar adalah sulitnya mengintegrasikan teknologi baru ke dalam infrastruktur yang sudah ada(Gracias, S, J. dkk., 2023). Tantangan ini muncul dari kenyataan bahwa teknologi baru mungkin tidak mudah dipadukan atau diintegrasikan dengan sistem dan infrastruktur yang sudah ada di suatu kota. Mengintegrasikan teknologi baru ke dalam infrastruktur yang ada memerlukan perencanaan, koordinasi, dan potensi pembaruan atau modifikasi yang cermat untuk memastikan kompatibilitas dan kelancaran integrasi. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini memerlukan pendekatan kolaboratif dan inovatif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam proses perencanaan dan implementasi, kota dapat mengumpulkan beragam perspektif dan keahlian untuk mengatasi tantangan-tantangan ini secara efektif(Angelidou, M., 2014).
148 Selain itu, kota juga harus mengatasi kekhawatiran terkait privasi dan keamanan (Gracias, S, J. dkk., 2023). Mengatasi permasalahan ini sangat penting untuk membangun kepercayaan publik dan dukungan terhadap proyek kota pintar. Kota harus memprioritaskan perlindungan data warga dan memastikan adanya perlindungan privasi (Angelidou, M., 2014). Mengatasi tantangan dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar memerlukan perencanaan yang matang, keterlibatan pemangku kepentingan, serta evaluasi dan pemantauan yang berkelanjutan (Gracias, S, J. dkk., 2023). Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini, kota-kota dapat memaksimalkan manfaat dari inisiatif kota pintar dan meminimalkan potensi kerugiannya. Tantangan dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pengembangan kota pintar mencakup potensi ketergantungan pada vendor pihak ketiga, kesulitan dalam mengintegrasikan teknologi baru ke dalam infrastruktur yang ada, dan kekhawatiran mengenai privasi dan keamanan. Selain itu, mungkin terdapat tantangan dalam memastikan pemerataan manfaat inisiatif kota pintar di berbagai kelompok sosial-ekonomi. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, kota dapat menerapkan berbagai strategi(Angelidou, M., 2014). Kesimpulannya, keberhasilan integrasi teknologi ke dalam inisiatif kota pintar sangat penting untuk meningkatkan efisiensi perkotaan, keberlanjutan, dan kualitas hidup masyarakat. Meskipun terdapat tantangan seperti penolakan terhadap perubahan, masalah privasi dan keamanan, kesulitan berintegrasi ke dalam infrastruktur yang ada, potensi kesenjangan, dan kompleksitas proses implementasi, kota dapat
149 mengadopsi pendekatan multifaset untuk mengatasi tantangan ini. Dengan memprioritaskan keterlibatan masyarakat, memastikan privasi dan keamanan data, berinvestasi pada infrastruktur digital, mendorong kolaborasi antar pemangku kepentingan, dan berfokus pada distribusi manfaat yang adil, kota dapat mengatasi hambatan-hambatan ini dan membuka jalan bagi keberhasilan penerapan inisiatif kota pintar. Dengan menerapkan strategi ini, kota dapat memanfaatkan kekuatan teknologi untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih inklusif, terhubung, dan berkelanjutan bagi seluruh warganya.
150
151 Yunia Ikawati, S.ST, M.Tr.Kom
152 trategi pengembangan kota pintar berbasis teknologi informasi adalah rencana atau pendekatan pengembangan kota cerdas dan berkelanjutan melalui pemanfaatan teknologi informasi (TI) dan komunikasi. Tujuan utama dari strategi ini adalah untuk meningkatkan efisiensi, kenyamanan, keamanan dan kelestarian lingkungan kota. Mengembangkan strategi pengembangan kota pintar sangat penting karena membantu memastikan bahwa upaya dan sumber daya yang tersedia digunakan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pengembangan kota pintar berbasis teknologi informasi mencakup berbagai strategi yang membantu kota memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup, efisiensi operasional, dan keberlanjutan. Strategi Pembangunan Kota Pinter berbasis teknologi yang dapat diterapkan: Membangun infrastruktur teknologi yang kuat dan andal adalah kunci terpenting. Hal ini mencakup jaringan broadband yang luas dan berkecepatan tinggi, konektivitas 5G, dan infrastruktur komputasi awan untuk menyimpan dan mengelola data kota. Infrastruktur teknologi yang diperlukan untuk mengembangkan kota pintar mencakup beberapa komponen utama yang mendukung pengumpulan, pemrosesan, dan pertukaran data yang efisien. S
153 Berikut ini adalah beberapa infrastruktur teknologi penting untuk kota pintar: 1. Jaringan Komunikasi: Jaringan komunikasi yang kuat dan andal sangat penting, seperti jaringan broadband berkecepatan tinggi atau konektivitas 5G. Hal ini memungkinkan perangkat IoT, sensor, dan sistem lainnya terhubung dan mengirimkan data secara efisien secara real-time. 2. Sensor dan Perangkat IoT: sensor dan perangkat Internet of Things (IoT) akan dikerahkan di seluruh kota untuk memantau dan mengumpulkan data tentang berbagai aspek kehidupan kota, termasuk: Contoh: lalu lintas, kualitas udara, kualitas air, tingkat kebisingan. 3. Sistem Manajemen Data: Infrastruktur untuk menyimpan, mengelola, dan menganalisis data yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Hal ini mencakup sistem manajemen basis data, sistem penyimpanan data, serta teknologi analisis data seperti big data dan pembelajaran mesin. 4. Komputasi Awan: Penyediaan infrastruktur komputasi awan yang menyediakan daya komputasi yang diperlukan untuk memproses data secara efisien dan memberikan layanan kepada masyarakat dan bisnis. 5. Pusat Komando dan Kendali: Tempat di mana data dari berbagai sumber dikumpulkan, dianalisis, dan diintegrasikan untuk memberikan wawasan yang diperlukan bagi para pengambil keputusan kota. Pusat komando dan kendali juga dapat digunakan untuk mengoordinasikan respons terhadap keadaan darurat dan situasi kritis.
154 6. Kamera dan Sistem Pengawasan: Pemasangan kamera dan sistem pengawasan cerdas untuk meningkatkan keamanan perkotaan, memantau lalu lintas dan menyediakan layanan keselamatan publik. 7. Pusat Layanan Digital: Mengembangkan platform digital dan aplikasi seluler yang memungkinkan warga mengakses layanan publik, mengajukan laporan masalah infrastruktur, dan berinteraksi dengan pemerintah kota secara online. 8. Sistem Energi Cerdas: infrastruktur untuk memantau, mengelola, dan mengoptimalkan konsumsi energi perkotaan. Hal ini mencakup jaringan cerdas untuk pasokan listrik, sistem manajemen energi cerdas, dan solusi energi terbarukan. Infrastruktur teknologi ini merupakan unsur penting untuk merancang kota pintar yang dapat berfungsi secara efisien dan berkelanjutan serta meningkatkan kualitas hidup warganya. Menerapkan sistem yang memungkinkan pengumpulan data secara real-time dari berbagai sumber seperti sensor, kamera CCTV, perangkat Internet of Things (IoT), dan platform media sosial. Data ini dianalisis untuk memberikan wawasan untuk pengambilan keputusan. Sistem pengumpulan data untuk pengembangan kota pintar mencakup berbagai teknologi dan metode untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber di seluruh kota. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan wawasan yang akurat dan komprehensif tentang berbagai
155 aspek kehidupan kota, seperti transportasi, lingkungan hidup, dan pelayanan publik. Berikut adalah beberapa sistem pengumpulan data penting untuk pengembangan kota pintar: 1. Sensor : Sensor adalah komponen kunci dari sistem pengumpulan data kota pintar. Itu dapat dipasang di berbagai bagian kota untuk mengukur berbagai parameter seperti kualitas udara, suhu, kelembaban, tingkat kebisingan, tingkat polusi, dll. 2. Perangkat IoT (Internet of Things): Perangkat IoT seperti perangkat pintar, perangkat elektronik yang terhubung, kendaraan yang terhubung, dan infrastruktur terhubung lainnya dapat berkontribusi pada pengumpulan data di kota pintar. 3. Kamera Pengawas (CCTV): Kamera pengintai yang dipasang di seluruh kota dapat digunakan untuk memantau kondisi lalu lintas dan keselamatan masyarakat. 4. Sistem informasi geografis (GIS) : Sistem informasi geografis (GIS) digunakan untuk mengumpulkan, mengelola, dan menganalisis data spasial atau geografis. 5. Data dari Layanan Publik : Data layanan publik seperti angkutan umum, layanan kesehatan, kebersihan, dan infrastruktur perkotaan lainnya juga menjadi sumber informasi penting bagi pengembangan kota pintar. 6. Sistem informasi manajemen kota : Sistem informasi manajemen kota merupakan platform yang mengintegrasikan berbagai sumber data dan sistem informasi di seluruh kota.
156 Dengan memanfaatkan berbagai sistem pengumpulan data ini, sebuah kota pintar dapat mengumpulkan informasi yang mereka perlukan untuk meningkatkan efisiensi, keselamatan, keberlanjutan, dan kualitas hidup penduduk dan pengunjung kota. Menggunakan teknologi untuk mengoptimalkan konsumsi energi, mengelola limbah, dan menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Solusinya mencakup penggunaan sensor untuk memantau kualitas udara dan air, manajemen energi cerdas, dan produksi energi terbarukan. Energi dan lingkungan berkelanjutan merupakan strategi penting dalam pengembangan kota pintar berbasis teknologi informasi. Dengan menggunakan teknologi informasi, kota dapat meningkatkan efisiensi energi, mengurangi emisi karbon, dan melindungi lingkungan alam. Berikut adalah beberapa aspek penting energi dan lingkungan berkelanjutan dalam konteks pengembangan kota pintar: 1. Manajemen Energi Cerdas: Menggunakan sistem manajemen energi cerdas untuk memantau, mengendalikan, dan mengoptimalkan konsumsi energi di gedung, infrastruktur, dan fasilitas kota lainnya. 2. Produksi energi terbarukan: memperluas penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biomassa sebagai sumber energi utama kami. 3. Jaringan Energi Cerdas (Smart Grids): Penerapan jaringan energi cerdas yang menggunakan teknologi
157 informasi untuk mengelola produksi, distribusi, dan konsumsi energi secara efisien. 4. Pemantauan kualitas udara dan air: Menyebarkan sensor dan sistem pemantauan untuk memantau kualitas udara dan air di seluruh kota. 5. Pengelolaan sampah yang efisien: Menerapkan sistem pengelolaan sampah yang efisien dan terpadu untuk mengelola sampah, mendaur ulang bahan, dan mengurangi emisi sampah ke lingkungan. 6. Taman Kota dan Ruang Hijau: Mendorong pengembangan taman kota, ruang hijau, dan kawasan pedesaan di kota untuk meningkatkan kualitas udara, menciptakan habitat alami bagi flora dan fauna, serta meningkatkan kesejahteraan warga. Dengan memasukkan energi dan lingkungan berkelanjutan ke dalam strategi pengembangan kota cerdas, kota dapat menciptakan lingkungan hijau, meningkatkan kualitas hidup warganya, dan menjaga keberlanjutan sumber daya alam untuk generasi mendatang. Mendorong partisipasi aktif warga dalam pengembangan dan implementasi solusi kota pintar. Hal ini dapat dilakukan melalui platform partisipatif digital, seperti aplikasi dimana masyarakat dapat melaporkan permasalahan infrastruktur dan berkontribusi terhadap kebijakan kota. Partisipasi aktif warga dalam pengembangan dan penerapan solusi kota pintar berbasis teknologi informasi sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang
158 inklusif, berkelanjutan, dan selaras dengan kebutuhan masyarakat. Berikut beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses ini. 1. Pendidikan dan kesadaran masyarakat: Melakukan program pendidikan dan kampanye kesadaran masyarakat tentang konsep dan manfaat kota pintar serta bagaimana teknologi informasi dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, saya akan buktikan. 2. Forum dan diskusi publik: Menyelenggarakan forum dan diskusi publik untuk menerima masukan dan umpan balik dari masyarakat mengenai kebutuhan, prioritas, dan tujuan mereka terkait pengembangan kota pintar. 3. Platform Partisipatif Digital: Membangun platform digital yang memungkinkan warga berpartisipasi dalam proses pengembangan kota pintar secara online. 4. Survei dan Konsultasi: Secara rutin akan dilakukan survei dan konsultasi dengan warga untuk menilai kepuasan mereka terhadap layanan kota, mengidentifikasi permasalahan yang ada, dan mempelajari preferensi mereka mengenai pengembangan kota pintar. 5. Proyek Demonstrasi dan Uji Coba: Libatkan warga dalam proyek demonstrasi dan uji coba untuk menguji solusi kota pintar di lingkungan mereka. 6. Kemitraan dengan komunitas lokal dan organisasi nonpemerintah: Bekerja sama dengan komunitas lokal, organisasi non-pemerintah, dan kelompok komunitas
159 untuk mengidentifikasi kebutuhan dan mendapatkan beragam perspektif mengenai pengembangan kota pintar. 7. Transparansi dan Akuntabilitas: Memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengembangan dan implementasi solusi kota pintar. Dengan mendorong partisipasi aktif warga dalam pengembangan kota pintar, kota dapat memastikan bahwa solusi yang diterapkan mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat secara keseluruhan serta menciptakan lingkungan yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh warga. Merancang kebijakan dan peraturan yang mendukung pertumbuhan kota pintar dan melindungi keamanan data dan privasi warga. Kebijakan dan regulasi yang tepat merupakan strategi kunci dalam pengembangan kota pintar berbasis teknologi informasi. Kebijakan yang baik dapat memberikan panduan, menjamin keamanan, melindungi privasi, dan mendorong inovasi teknologi informasi dalam konteks pengembangan kota pintar. Berikut beberapa aspek kebijakan dan regulasi yang penting bagi pengembangan kota pintar: 1. Privasi dan Perlindungan Data: Melindungi data pribadi warga negara yang dikumpulkan dan diproses oleh sistem kota pintar memerlukan kebijakan privasi dan perlindungan data yang ketat. 2. Keamanan siber: Melindungi infrastruktur, sistem, dan data kota pintar dari serangan siber dan ancaman
160 keamanan digital lainnya memerlukan kebijakan keamanan siber yang kuat. 3. Interoperabilitas dan Standardisasi: Pedoman yang mengatur interoperabilitas dan standardisasi antara sistem dan teknologi yang digunakan di kota pintar. 4. Aksesibilitas dan Inklusi: Kebijakan yang menjamin aksesibilitas dan inklusivitas teknologi informasi bagi semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau ekonomi. 5. Keterbukaan dan Transparansi: Kebijakan yang mendorong keterbukaan dan transparansi dalam pengembangan dan pengoperasian kota pintar. 6. Penggunaan Data yang Bertanggung Jawab: Kebijakan yang mengatur penggunaan data yang bertanggung jawab dan etis dalam konteks kota pintar. 7. Kerja Sama Regional: Kebijakan yang mendorong kerja sama lintas regional antara pemerintah daerah, regional, dan pusat dalam pengembangan kota pintar. Dengan mengembangkan kebijakan dan peraturan yang tepat, kota pintar dapat menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif yang mendukung inovasi teknologi informasi. Kebijakan yang baik memberikan landasan yang kuat bagi pertumbuhan dan kemajuan dalam pembangunan kota pintar yang berkelanjutan. Mengembangkan program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan digital dan teknologi masyarakat dan pegawai kota agar mereka dapat
161 menggunakan dan mendukung pengembangan kota pintar secara efektif. Pendidikan dan keterampilan memegang peranan penting dalam pengembangan kota pintar berbasis teknologi informasi. Strategi untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan dalam konteks kota pintar tidak hanya mencakup pendidikan formal tetapi juga pelatihan teknis dan pembelajaran seumur hidup. Berikut adalah beberapa aspek penting pendidikan dan keterampilan dalam pengembangan kota pintar: 1. Pendidikan Teknologi Informasi: Memberikan akses dan dukungan terhadap pendidikan teknologi informasi di tingkat dasar, menengah, dan tinggi. 2. Literasi digital untuk semua: Memastikan semua warga negara memiliki akses dan keterampilan untuk menggunakan teknologi digital. 3. Keterampilan Analisis Data: memberikan pelatihan analisis data untuk membantu pejabat pemerintah, peneliti, dan profesional lainnya memahami dan menggunakan data secara efektif dalam pengambilan keputusan dan perencanaan kota. 4. Pengembangan Aplikasi dan Solusi: Menumbuhkan pengembangan keterampilan untuk menciptakan aplikasi dan solusi berbasis teknologi informasi yang mendukung kebutuhan kota pintar. 5. Pendidikan tinggi terkait: Mempromosikan pengembangan kurikulum pendidikan tinggi yang terkait dengan kebutuhan kota pintar. 6. Pelatihan Pengembangan Keterampilan: Memberikan program pelatihan dan pengembangan keterampilan
162 kepada karyawan yang ada di pemerintahan, industri swasta, dan sektor nirlaba. Dengan meningkatkan pendidikan dan keterampilan masyarakat, kota pintar dapat menciptakan lingkungan yang inovatif, adaptif, dan kompetitif di era digital. Pendidikan dan keterampilan juga merupakan landasan penting bagi inklusi sosial, pemberdayaan ekonomi, dan kemajuan berkelanjutan dalam pengembangan kota pintar. Strategi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan masing-masing kota, dan harus mencakup keterlibatan seluruh pemangku kepentingan agar pengembangan kota pintar dapat berhasil.
163 Yudha Riwanto,S.Kom, M.Kom
164 erangka kerja pembangunan smart city telah banyak dikembangkan para ilmuwan dan ahli baik di dalam maupun luar negeri. institusi yang melakukan pengembangan kerangka kerja smart city untuk pembangunan diantara CISCO, Council for Smart Cities, Uni Eropa, dan IEEE. Selain itu lembanga dalam negeri yang mmengebangkan adalah think tank, saat ini kerangka pemikiran yang dikembangkan telah disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia serta menjadi acuan Panduan Penyusunan Rencana Induk Smart City. Dalam membangun smart city suatu kota harus sudah siap dalam Smart City Readiness terlebih dahulu. Ada beberapa elemen kunci dalam mempersiapkan kawasan cerdas dan budaya Untuk membuat rencana induk ini, studi persiapan kota pintar hanya berfokus pada tiga elemen: struktur, infrastruktur, dan suprastruktur. Diagram yang menggambarkan unsur-unsur kesiapsiagaan daerah dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 1 Element Smart City Readiness ( sumber: Citiasia Center for Smart Nation (CCSN) 1. Struktur yaitu penyiapan sumber daya pengembangan sumber daya manusia (SDM), sumber daya anggaran, tata kelola, dan pelayanan publik bagi pelaksana dan penerima manfaat smart city. K
165 2. Infrastruktur yaitu mengembangkan infrastruktur pendukung kota pintar, termasuk infrastruktur digital , infrastruktur fisik, serta infrastruktur sosial untuk kepentingan umum. 3. Suprastruktur yaitu membuat kebijakan, peraturan dan kelembagaan lokal, serta mengelola implementasi pengembangan kota pintar. Kerangka smart city berikutnya mmerupakan dimensidimensi yang berada pada smart city itu sendiri. Aspek utama kota pintar Sebagai landasan penerapan smart city, terdapat enam aspek konsep smart city (Giffinger et al., 2007) . Aspek tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan Smart City Index untuk 70 kota di Eropa Indeks Griffinger sebagai metode evaluasi kota-kota yang menerapkan konsep kota pintar di seluruh dunia. Dimensi-dimensi tersebut dikembangkan menjadi delapan dimensi, antara lain: Smart Economy menjadi pendorong utama smart city. Kota yang memiliki daya beli yang tinggi menjadi parameter sebagai kota cerdas. Ekonomi mencakup daya saing inovasi, kewirausahaan, dan produktivitas perkotaan. Dengan melakukan inovasi bersekala besar maka semakin banyak pula terciptanya usaha baru yang muncul dan persaingan dalam dunia usaha dan pasar modal semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk menjaga kelangsungan usaha para pengusaha tersebut, inovasi-inovasi baru harus diciptakan. Ekonomi cerdas ini bertujuan agar tercipta sebuah ekosistem ekonomi di dalam kawasan yang dapat menjawab masalah pada era informasi yang disruptif saat ini dan
166 memerlukan adaptasi yang cepat. Upaya menuju pengembangan smart economy akan dilaksanakan melalui beberapa indikator, antara lain: 1. Membangun ekosistem industri (industri). 2. Tercapainya kesejahteraan masyarakat (welfare). 3. Membangun ekosistem transaksi keuangan (Transaction). Smart Governance dapat diartikan sebagai pengelolaan perkotaan yang cerdas. Komponen pengelolaan ini secara umum tertuju pada tata kelola pemerintah daerah sebagai lembaga yang melakukan konntrol atas aspek kehidupan di perkotaan. Dukungan pemerintah daerah terhadap pengembangan kawasan greenfield harus ditingkatkan agar kawasan brownfield dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat serta mengimbangi pembangunan. Yang bisa kita lakukan adalah mengembangkan kawasan greenfield dengan meningkatkan produktivitas dan memperkuat masyarakat dengan memperkuat hubungan antara kawasan greenfield dan daerah yang telah lebih maju serta mengelola dan mengendalikan penggunaan sumber daya yang ada. Tujuan dari smart governance adalah dapat terciptanya penyelenggaraan pemerintahan daerah dan administrasi publik yang efektif, efisien, dan komunikatif, serta selalu meningkatkan kinerja birokrasi melalui inovasi yang terpadu dan adaptasi teknologi yang cepat. Upaya pengembangan smart governance dilakukan dengan menggunakan berbagai metrik, antara lain:
167 1. Pelayanan Publik. 2. Administrasi birokrasi yang efisien ( birokrasi). 3. Efisiensi kebijakan publik. Lingkungan Cerdas dapat diartikan bahwa dalam pembangunan perkotaan lingkungan merupakan komponen pennting setara dengan pembangunan infrastruktur fisik dan masyarakat. Karena lingkungan perkotaan nantinya akan menggunakan teknologi untuk menjamin kelangsungan hidup penduduk, faktor lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kemajuan suatu daerah. Lingkungan cerdas mmerupakan lingkungan memberikan kenyamanan, kelestarian sumber daya, serta keindahan visual dan non fisik kepada masyarakat luas. Sesuai UU Penataan Ruang, 30% wilayah kota harus dijadikan ruang hijau milik swasta dan publik. Lingkungan yang bersih dan rapi merupakan contoh penerapan lingkungan yang cerdas. Inisiatif Pengembangan Lingkungan Cerdas akan dilaksanakan dengan menggunakan beberapa indikator, antara lain: 1. Pengembangan Program Perlindungan Lingkungan (Protection). 2. Pengembangan pengelolaan sampah dan limbah (Waste). 3. Penngembangan Pengelolaan Energi yang Bertanggung Jawab (Energy).
168 Hidup Cerdas menjamin standar hidup yang layak bagi masyarakat kota, sebagai salah satu kota Bandung di Indonesia yang telah memperkenalkan smart city, menjamin kecukupan taraf hidup warganya dalam tiga unsur utama, yaitu kecukupan gaya hidup (harmoni) dan kecukupan kualitas kesehatan (health). Kesesuaian sarana transportasi (mobilitas). Selain itu, hidup cerdas juga bergantung pada pendidikan, budaya, dan disiplin masyarakat. Masyarakat terpelajar dan penduduk kota mempunyai budaya dan disiplin tingkat tinggi untuk menjalani kehidupan intelektual yang menghormati hukum dan hak orang lain. Tujuan dari kehidupan cerdas di kota pintar adalah agar tercipta lingkungan hidup yang nyaman, tentam, efisien sehingga menjadi lingkungan yang layak huni. Upaya pengembangan perumahan pintar mengalami kemajuan berdasarkan indikator-indikator berikut : 1. Keserasian tata ruang wilayah (Harmoni). 2. Pembangunan infrastruktur kesehatan (Health). 3. Menjamin pilihan transportasi (Mobility). Mobilitas Cerdas Mobilitas cerdas adalah penyediaan transportasi dan infrastruktur yang memungkinkan pergerakan dan perpindahan penduduk dalam suatu kota, serta akses cepat, jangka pendek, aman dan nyaman ke wilayah luar kota system. Dalam membangunan infrastruktur dapat dilakukan melalui penguatan dalam sistem perencanaan infrastruktur perkotaan, tata kelola
169 aliran sungai, peningkatan kualitas dan kuantitas pasokan air, perbaikan layanan transportasi, penataann hunian mmasyarakat, serta memperbaiki konsistensi dalam manajemen pembangunan infrastruktur. Kesiapan dan penataan infrastruktur yang baik akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan dapat meningkatkan produktivitas karena waktu dan tenaga tidak terbuang secara percuma karena ketidaksiapann infrastruktur, sehingga dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat. Dalamm sebuah pembangunan selalu dihadapkan modal, baik modal ekonomi, sumberdaya , maupun sosial . kemmudahan memmperloleh akses pada UMKM terhadap permodalan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan mengembangkan usahanya sangat dibutuhkan. Modal sosial diannntaranya kepercayaan, kerja saling menguntungkan, toleransi, rasa hormat, saling memberi, dan kerja sama sosial, memmiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui berbagai mekanisme diantaranya peningkatan tanggung jawab untuk kebaikan bersama, partisipasi yang tinggi dalam proses demokrasi, dan peningkatan manfaat sosial. Nilai-nilai tersebut harus dipertahankan agar terjaga dalam kehidupan sosial masyarakat smart city.
170 Smart Branding Dimensi ketujuh dari konsep kota pintar adalah smart branding, yang mengacu pada strategi merek untuk pengembangan wilayah yang lebih cerdas. Smart branding merupakan inovasi pemasaran regional untuk meningkatkan daya saing dengan berfokus pada tiga elemen utama: pariwisata, bisnis, dan citra kota. Konsep smart branding merupakan bagian penting dari konsep smart city. Karena di era informasi saat ini, kota tidak hanya harus mampu mengoptimalkan potensi lokal untuk memenuhi kebutuhan, namun juga mendorong partisipasi masyarakat untuk menang secara internal dan eksternal. Selain revitalisasi kawasan, kami juga melibatkan pelaku usaha dan investor untuk mendukung percepatan pembangunan daerah.Tujuan dari smart branding adalah untuk meningkatkan daya saing suatu daerah dengan membentuk lanskap perkotaannya dan memasarkan potensinya di tingkat lokal, nasional, dan internasional Upaya pengembangan merek yang cerdas dilakukan dengan menggunakan beberapa metrik, antara lain: 1. Membangun dan Memasarkan Ekosistem Pariwisata (Tourism Branding) 2. Membangun Platform dan Memasarkan Ekosistem Bisnis Daerah (Business Branding) 3. Membangun dan Memasarkan Wajah Kota (City) Penampilan (Branding)
171 Dalam konteks perkotaan, kecerdasan masyarakat mencakup diskusi tentang peran manusia sebagai unsur kunci dalam struktur kota. Di era kota cerdas, interaksi manusia telah berkembang menjadi suatu sistem sosioteknis yang kompleks, di mana dimensi fisik dan virtual kehidupan kota menjadi semakin terintegrasi. Komunikasi antar penduduk kota menjadi lebih efektif dan lancar berkat penggunaan teknologi sebagai perantara. Visi masyarakat cerdas dalam kota cerdas adalah untuk menciptakan ekosistem sosio-teknis yang ramah manusia dan dinamis, baik dalam dunia nyata maupun virtual, serta mempromosikan masyarakat yang produktif, berkomunikasi dengan baik, dan aktif secara digital. Upaya untuk mencapai tujuan ini akan mengikutsertakan beberapa indikator, seperti: 1. Mengembangkan Sistem Pertukaran Lokal yang Efisien (Komunitas) 2. Membangun lingkungan pembelajaran yang efisien (Pembelajaran) 3. Penerapan Sistem Keamanan Masyarakat (Keamanan)
172
173 Dr. Ni Luh Yulyana Dewi, S.Ikom., M.A.P
174 aat ini di Indonesia, smart city menjadi sebuah trend. Smart city bukan hanya sebuah ungkapan gengsi yang dikatakan sebagai kota cerdas; itu juga merupakan langkah besar menuju kemajuan kota negara yang bergantung pada teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pembangunan smart city, secara harafiah, didefinisikan sebagai sebuah kota yang dirancang untuk membantu masyarakat, terutama dalam hal mengelola sumber daya dengan efisien dan efektif (Hasibuan & Sulaiman, 2019). Di Indonesia terdapat program smart city, yang merupakan bagian dari implementasi Internet of Things (IoT). Yang tujuan utama dari program ini adalah untuk mengintegrasikan informasi dari masyarakat, pemerintah, dan infrastruktur kota untuk memberikan layanan yang lebih baik. Pembangunan smart city merupakan upaya kreatif yang dilakukan oleh ekosistem kota untuk menyelesaikan berbagai masalah dan meningkatkan kualitas hidup orang dan komunitas setempat (Imam Ridwansyah, 2016). Smart city adalah gagasan kota cerdas yang dapat membantu masyarakat mengelola sumber daya yang sudah ada dengan cepat dan efisien serta memberikan informasi yang tepat kepada lembaga atau masyarakat untuk melakukan tugas atau untuk mengantisipasi kejadian yang tidak terduga (Hasibuan & Sulaiman, 2019). Dalam hal ini bagaimanakah pemerintah, komunitas, dan infrastruktur dapat diintegrasikan? yaitu dengan membuat aplikasi adalah salah satu caranya. Apakah kota yang memiliki banyak fungsi dapat disebut sebagai smart city? bisa atau tidak, memiliki banyak aplikasi bukanlah satu-satunya cara untuk menunjukkan bahwa sebuah kota adalah smart city. Namun, itu S
175 bisa berfungsi sebagai referensi untuk mengembangkan kota lebih lanjut menuju pembangunan smart city berbasis teknologi informasi (Utomo & Hariadi, 2016). Sebagian besar kota pintar juga dikenal sebagai "smart city" yang mulai menunjukkan penyelesaian masalah inovatif yang meningkatkan kinerja kota. Ini dimulai dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara parsial untuk menyelesaikan masalah yang paling penting. Konsep smart city yang disempurnakan dari konsep sebelumnya, merupakan bagian dari smart city yang menempatkan pembangunan dan pengelolaan kota pada dimensi teknologi serta mempertimbangkan aspek-aspek yang mungkin belum ada pada konsep berbasis TIK yang telah muncul sebelumnya. (Imran & Armawan, 2019). Ada tiga dimensi konsep smart city, menurut beberapa penelitian. Dimensi-dimensi ini adalah sebagai berikut (Hasibuan & Sulaiman, 2019): 1. Dimensi Teknologi: Infrastruktur fisik, teknologi pintar, sarana mobilitas yang canggih, dan jaringan komputer yang memadai sangat penting untuk pembangunan smart city. 2. Dimensi Sumber Daya Manusia: Pendorong utama untuk membangun smart city adalah kreativitas, pengetahuan, pendidikan, dan pembelajaran. Di sana, pengetahuan digunakan untuk mengubah masalah
176 manual ke model sistem digital melalui kratifitas dan diskusi. 3. Dimensi Institusional, Pembangunan dan pelaksanaan smart city membutuhkan dukungan pemerintah dan kebijakan. Dalam proses membangun lingkungan administratif yang terintegrasi, kebijakan ini membantu membangun hubungan antara lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah, serta sektor lainnya. Selain ketiga dimensi tersebut, smart city juga memiliki elemen utama yaitu: infrastruktur, modal, aset, perilaku, budaya, ekonomi, sosial, teknologi, politik, dan lingkungan. Penerapan smart city dibagi menjadi enam tingkat (Hasibuan & Sulaiman, 2019), yang mencakup: 1. Level 0, merupakan tahap awal implementasi gagasan smart city yaitu kota masih biasa tetapi memiliki potensi untuk menjadi smart city. 2. Level 1, merupakan level memulai suatu kota atau daerah menjadi smart city, yang ditandai dengan ketersediaan internet secara menyeluruh pada wilayah kota. 3. Level 2, merupakan tahap kelanjutan dari level pertama, ditandai dengan kota yang mulai terhubung dengan jaringan di kota lainnya atau telah menerapkan konsep Metropolitan Area Network (MAN). 4. Level 3, merupakan level open information, dimana kota yang memiliki keterbukaan dengan kota lain untuk berbagi data dan informasi secara online. 5. Level 4, kota yang memiliki proses mengolahan data dan informasi menggunakan keamanan yang baik,
177 sehingga setiap data yang terakses tetap terjaga nilai kepentingan yang ada di dalam data dan informasinya. 6. Level 5, merupakan integrasi yang baik di dalam maupun antar kota sebagai kombinasi level 2,3, 4. Untuk mencapai level kelima di atas, suatu kota memerlukan dukungan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan konsepnya. Pihak yang terlibat termasuk pemerintah, akademisi, masyarakat umum, pengembang, media, dan sektor swasta. Semua pihak memiliki peran masing-masing dalam menerapkan konsep smart city. Sebagai contoh, pemerintah harus membuat kebijakan yang membantu membangun ekosistem smart city yang terintegrasi. Akademisi memberikan saran kebijakan yang didasarkan pada penelitian dan riset yang mereka lakukan. Teknologi digunakan oleh pengembang untuk membuat aplikasi. Semua program dipromosikan dan disosialisasikan oleh media. Pihak swasta memberikan dana, dan masyarakat dan komunitas ikut berpartisipasi dalam mengubah kebiasaan buruk lama menjadi yang baru. Konsep ini tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ada keterlibatan dari salah satu pihak (Utomo & Hariadi, 2016). Smart city menggabungkan informasi perkotaan dan menciptakan ruang publik di mana orang dapat berinteraksi dan berbagi pengetahuan, pengalaman, dan kepentingan bersama. Kota yang berbasis jaringan dapat memberikan pelayanan publik dan menciptakan nilai sosial ekonomi bagi individu dan organisasi (Sugara et al., 2021; Nurkholis
178 et al., 2021; Kusnadi et al., 2021; Sulistiani et al., 2022) (Imran & Armawan, 2019). Untuk mewujudkan pembangunan smart city, diperlukan pendekatan yang menyeluruh dan terintegrasi yang melibatkan pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Ini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan efisiensi operasional kota, dan mendorong pengembangan ekonomi lokal. Menurut Imran & Armawan (2019), pertumbuhan pembangunan smart city mencakup modal manusia, yang diwakili oleh tenaga kerja yang terampil; modal infrastruktur, yang diwakili oleh media berteknologi tinggi; modal sosial, yang diwakili oleh komunikasi dan informasi yang terbuka; dan modal kerja, yang diwakili oleh individu yang inovatif. Agar keempat komponen ini dapat dilaksanakan secara terstruktur dan efektif, sistem dan konsep harus direncanakan secara menyeluruh untuk mendukungnya (Izzuddin, 2022). Terdapat indikator yang perlu diperhatikan saat mengembangkan pembangunan smart city di Indonesia. Menurut Beesmartcity, perusahaan yang menawarkan solusi perkotaan asal Jerman, ada enam indikator yang menunjukkan kesuksesan smart city yaitu (https://www.softwareseni.co.id/blog/5-ide-smart-city-diindonesia)
179 Gambar 12.1 Kesuksesan Smart City 1. Smart Economy, Industri kreatif digital yang mendorong pertumbuhan ekonomi merupakan contoh pengembangan smart economy. Banyak peluang bisnis baru muncul berkat kemajuan teknologi digital, yang seringkali menghasilkan solusi ampuh untuk masalah perkotaan. (Izzuddin, 2022). 2. Smart Environment, Salah satu aspek dari smart city berfokus pada bagaimana menciptakan lingkungan yang pintar. Untuk mewujudkan lingkungan yang pintar, perlu ada berbagai aplikasi dan teknologi yang mendukung pengelolaan lingkungan, seperti sensor (Batuara et al., 2022). 3. Smart Government, Lebih berfokus pada tata kelola pemerintahan, di mana hubungan dan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat menghasilkan pemerintahan yang jujur, adil, dan demokrasi. Smart governance terdiri dari tiga prinsip
180 utama, yaitu adanya tranparansi di seluruh negara, partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan secara langsung maupun tidak langsung, dan peningkatan jumlah dan kualitas pelayanan publik (Izzuddin, 2022). 4. Smart Living, Untuk mendukung smart living, tiga elemen penting harus dipenuhi: fasilitas pendidikan yang memadai bagi masyarakat yang menggunakan teknologi informasi; penyediaan sarana dan prasarana yang meningkatkan potensi pariwisata daerah; dan adanya infrastruktur teknologi informasi yang memadai sehingga segala fasilitas dan layanan publik dapat berjalan dengan baik melalui akses internet dan ketersediaan tenaga kerja IT/SDM yang kompeten (Izzuddin, 2022). 5. Smart Mobility, Dalam hal mobilitas sosial dan transportasi, merupakan komponen dari konsep smart city. Dengan menggunakan proses transportasi dan mobilitas yang cerdas untuk menyediakan layanan publik yang lebih baik, smart mobility dapat mengurangi masalah umum yang berhubungan dengan transportasi publik seperti kemacetan, pelanggaran lalu lintas, dan polusi udara (Izzuddin, 2022). 6. Smart People, Menjadi salah satu komponen yang mendukung efektivitas pelaksanaan smart city. Dalam implementasinya, pembangunan selalu memerlukan modal, baik modal ekonomi, modal manusia, maupun modal sosial. Adanya pendidikan formal yang berbasis IT, seperti e-learning, akses internet yang mudah, pembelajaran melalui komputer, dan komunitas IT dan lainnya yang berhubungan dengan teknologi dan peran
181 masyarakat dalam penggunaan teknologi informasi (Bahri et al., 2021). Pendekatan cerdas untuk teknologi informasi dan pelayanan publik dikenal sebagai "smart city". Konsep "integralistik atau terintegrasi" digunakan dalam membangun kota impian untuk mengatasi masalah seperti pertumbuhan penduduk, infrastruktur TI, masalah ekonomi, politik, budaya, dan perubahan paradigma pemerintahan. Dengan demikian, peran pemerintahan sangat penting dalam membangun smart city. Paradigma pemerintahan dapat menentukan arah pembangunan pilar smart city. Paradigma pemerintahan yang berkembang saat ini menganut sistem terbuka seperti: 1) kelembagaan inklusif, yang berarti sikap terbuka terhadap pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang kuat. 2) pemerintahan kolaboratif, yang berarti adanya forum deliberatif di mana para stakeholder yang terlibat dapat berbicara satu sama lain hingga mencapai konsensus tentang masalah publik. 3) integrated governance menggambarkan struktur hubungan formal dan informal yang digunakan untuk mengelola urusan melalui pendekatan kolaboratif (join-up) antar pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. 4) open governance merupakan upaya untuk menerapkan integrasi layanan, keterbukaan akses informasi ke publik, dan mendorong masyarakat untuk terlibat dalam kebijakan pemerintah (Hasibuan & Sulaiman, 2019).
182 Dalam tulisan ini dibuat daftar beberapa negara yang menjadi leading of innovations (memimpin inovasi) konsep smart city yaitu: 1. Asia Singapura merupakan negara percontohan untuk pembangunan smart city di Asia Tenggara, seperti yang dilakukan Jepang dan Korea Selatan di Asia Timur, yang telah lama menerapkan smart city dan cyber cities karena basis industri telekomunikasi dan komputer mereka yang paling canggih di dunia. IBM Singapura menyatakan bahwa smart city Singapura berfokus pada fasilitas angkutan publik seperti MRT, dengan populasi 5,312 juta orang dan PDRB nasional sebesar 274,7 USD pada tahun 2012 (Rusadi, 2021). 2. Australia Dalam implementasi konsep smart city, Australia memprioritaskan infrastruktur dan partisipasi online. Portal e-government dikembangkan pada tahun 2009, menurut Cruickshank dan Deakin (2009). Selain itu, pernyataan lokal menyatakan bahwa setiap kota besar dan berskala medium di kawasan laut hitam telah memiliki portal yang memungkinkan penduduknya mengakses internet (Rusadi, 2021). 3. Eropa Sejak digital/cyber city pertama kali muncul di Belanda antara tahun 1990-1993 dan diikuti oleh negara di sekitarnya, Eropa memiliki kelembagaan smart city terbesar di dunia. Urenio adalah organisasi yang terdiri dari kumpulan laporan smart city yang dijalankan di Uni Eropa.
183 Selain itu, smart city di Uni Eropa dapat diakses melalui situs web resminya: http://www.smartcities.eu/. Contoh implementasi smart city sangat terkait dengan kemajuan teknologi logis di Amerika Serikat, di mana perangkat lunak lebih sering dibuat dan dipasarkan, termasuk sejumlah aplikasi yang dapat diakses melalui GooglePlay. Smart city negara tersebut menggunakan basis bottom-up participatory karena mempertahankan ciri keseimbangan urban-ruralnya. Sistem yang dilakukan untuk menjalankan smart city adalah dengan menggunakan crowd interactive misalnya car pooling sehingga memungkinkan seseorang bepergian dengan hemat (Rusadi, 2021). 4. Indonesia Jakarta sebagai ibu kota Indonesia, adalah lokasi awal pengembangan smart city. Meskipun konsep smart city masih baru dikenal, komunitas tertentu di Indonesia sudah menerapkan konsep dasar seperti digital/cyber cities. Indonesia memulai mengadopsi smart city sekitar tahun 2012. Dianggap mampu menyelesaikan masalah perkotaan yang semakin terurbanisasi, semakin banyak seminar, forum komunitas, workshop, dan presentasi formal dilakukan untuk menyebarkan gagasan ini kepada masyarakat umum yang dianggap dapat menyelesaikan masalah perkotaan (Rusadi, 2021). Selain itu, Majalah Warta Ekonomi memberikan penghargaan Smart City Award 2011 kepada Surabaya, yang merupakan salah satu contoh smart city yang dibangun secara menyeluruh. Hasilnya menunjukkan bahwa pembangunan smart city menggunakan konsep cerdas
184 dalam empat fase: (1) pembenahan internal pemerintah; (2) penguatan modal sosial; (3) pengembangan layanan eksternal pemerintah; dan (4) pembangunan infrastruktur publik. Hal ini menunjukkan bahwa Surabaya secara konsisten mendukung smart governance. Setelah itu, Surabaya menjadi smart people dan akhirnya menjadi smart cities yang lengkap. Secara konsisten, pemerintahan pintar memainkan peran penting dalam pengembangan smart city. Bandung dan TELKOM juga bekerjasama pada 30 September 2013, Bandung sekarang menggunakan tagline smart cities. Pelayanan publik dalam hal kesehatan, agama, pendidikan, perpajakan, pariwisata, perdagangan, dan kesejahteraan masyarakat adalah fokus sisi cerdas yang ingin dilaksanakan (Antarajawabarat.com, 2013). Sejak gerakan hotspot masuk RW pada tahun 2012, Bandung telah berkembang menjadi cyber city awal (pikiran rakyat.com, 2012). Baik sekarang maupun di masa mendatang, Bandung akan menggunakan smart economic dengan menerapkan smart card, yang dapat berfungsi sebagai kartu identitas, alat transaksi, dan identitas donasi. Selain itu, identifikasi donasi juga diperlukan. Selain itu, telah digunakan aplikasi Poumum untuk memudahkan manajemen transportasi umum melalui Portal Bandung. Aplikasi berbasis Android dan Web akan menampilkan informasi tentang E-tiket, dan E-Tourism, serta pemandu pelancong dan pengguna transportasi umum.
185 Ajang Sopandi, S.Kom., M.Kom.
186 inamika kota saat ini ditandai dengan beragamnya permasalahan yang kompleks dan meningkatnya ekspektasi terhadap pemerintahan yang cerdas sehingga menimbulkan tantangan baru bagi sistem tata kelola publik. Menemukan bentuk-bentuk operasi dan kolaborasi baru yang didukung oleh Teknologi Informasi (TI) merupakan tantangan utama bagi perkotaan. Smart city adalah sebuah konsep kota yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara intensif untuk mengintegrasikan seluruh infrastruktur dan pelayanan dari pemerintah kepada warga masyarakatnya. Maka dari itu diperlukan suatu model atau landasan dalam pengelolaan teknologi informasi yang efektif agar konsep smart city berjalan dengan baik. Tujuan kota pintar adalah menciptakan lingkungan pertukaran informasi, kolaborasi, interoperabilitas, dan memberikan pengalaman sempurna bagi seluruh penghuni. Kota pintar harus menganggap inovasi sebagai mekanisme untuk mengubah dan meningkatkan alat-alat teknologi, memberikan layanan yang lebih baik dan menciptakan kondisi untuk menggunakannya dengan lebih baik (Nam & Pardo, 2011b). Dalam hal ini, manajemen teknologi di kota pintar harus memfasilitasi dan mendorong akses terhadap informasi dan layanan sebagai elemen kunci pembangunannya (Maestre & Nieto, 2015). D
187 Kapasitas teknologi informasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk memperoleh, menyebarkan, dan memanfaatkan sumber dayanya dalam teknologi informasi, dikombinasikan dengan sumber daya lainnya, untuk mencapai tujuan bisnisnya melalui TI (Zhang, Sarker, & McCullough, 2008). Young (2011) mendefinisikannya sebagai total kapasitas teknologi informasi yang harus dipertahankan suatu organisasi agar dapat mendukung aktivitas manajemennya secara efisien dan meningkatkan kinerja bisnisnya dalam lingkungan TI. Kapabilitas TI menyatukan elemen perangkat keras, perangkat lunak, layanan, praktik manajemen, teknologi, dan keterampilan manajemen (Kettinger & Lee, 2005). Modernisasi administrasi publik dengan memperkuat peran TI merupakan salah satu landasan strategi pertumbuhan kota yang cerdas, berkelanjutan, dan inklusif (Gaulÿ, Jurgita, & Jolanta, 2015). Karena meningkatnya tren kota-kota yang mengadopsi visi kota pintar, model untuk menganalisis kapasitas manajemen TI akan memungkinkan kota-kota untuk lebih memahami bagaimana kota-kota tersebut berevolusi dari teknologi. Hal ini akan memungkinkan para pengambil keputusan untuk memvisualisasikan dan mengembangkan tindakan dan strategi yang bertujuan untuk mengkonsolidasikan kota pintar berbasis TI.
188 Internet of Thing (IoT) adalah jaringan perangkat yang terhubung seperti mobil, sensor, dan perangkat rumah tangga yang berkomunikasi dan bertukar data. Komunikasi ini terjadi melalui unit kendali pusat berbasis IoT yang menggunakan Internet. Data yang dikumpulkan dan dikirimkan oleh sensor dan perangkat IoT disimpan di server cloud (komputasi awan). Penggunaan sumber daya dan perangkat lain memainkan peran penting dalam menganalisis, mengelola, dan mengelola sumber daya kota pintar IoT. Menghubungkan sensor dan perangkat IoT dengan penggunaan analisis data (data analysis) memfasilitasi konvergensi elemen perkotaan fisik dan digital untuk meningkatkan efisiensi sektor publik dan swasta, memberikan manfaat ekonomi, dan meningkatkan kehidupan warga masyarakat. Penelitian IoT merevolusi layanan kota pintar. Penggunaan sumber daya dan perangkat lain yang tepat memainkan peran penting dalam studi, pengelolaan, dan pengelolaan sumber daya IoT di kota pintar. Kota-kota di seluruh dunia beralih ke teknologi dan jaringan canggih ini untuk membantu mereka mengatasi kelangkaan sumber daya. Seiring dengan meningkatnya populasi dan urbanisasi, banyak kota akan beralih ke Internet of Things (IoT) dan jaringan canggih di tahun-tahun mendatang untuk membantu mereka mengatasi kelangkaan sumber daya.