43 Jumlah Upah Rp. 8.900.000 Gaji Adm & Umum = Rp. 4.000.000 Gaji Pemasaran = Rp. 7.500.000 Jumlah Gaji Rp. 11.500.000 Jumlah Gaji dan Upah Rp. 20.400.000 Diketahui tarif BOP dibebankan atas dasar tarif 150% dari BTKL. BOP Sesungguhnya selain BTKL dan bahan penolong yakni : Biaya Depresiasi Mesin Rp. 1.500.000 Biaya Depresiasi Gedung Pabrik Rp. 2.000.000 Biaya Asuransi Gedung Rp. 700.000 Biaya Pemeliharaan Mesin Rp. 1.000.000 Biaya Pemeliharaan Gedung Rp. 500.000 Rp. 5.700.000 Diminta : 1). Buatlah jurnal yang diperlukan atas transaksi produksi di atas! 2). Buatlah kartu harga pokok kedua pesanan!
44 PENYELESAIAN 1. Pencatatan dalam Jurnal Mencatat pembelian bahan baku dan bahan penolong Persediaan bahan baku 5.475.000 Utang Dagang 5.475.000 Persediaan bahan penolong 470.000 Utang Dagang 470.000 Mencatat pemakaian bahan baku BDP Bahan Baku 5.475.000 Persediaan bahan baku 5.475.000 Mencatat pemakaian bahan penolong BOP Sesungguhnya 300.000 Persediaan bahan penolong 300.000 Mencatat biaya tenaga kerja Gaji dan Upah 20.400.000 Utang Gaji dan Upah 20.400.000 Mencatat distribusi biaya tenaga kerja BDP BTKL 5.900.000 BOP Sesungguhnya 3.000.000 Biaya Administrasi & Umum 4.000.000
45 Biaya Pemasaran 7.500.000 Gaji dan Upah 20.400.000 Mencatat pembayaran biaya tenaga kerja Utang Gaji dan Upah 20.400.000 Kas 20.400.000 Mencatat biaya overhead pabrik Mencatat pembebanan BOP BDP BOP 8.850.000 BOP Dibebankan 8.850.000 (150% dari BTKL) Mencatat BOP Sesungguhnya BOP Sesungguhnya 5.700.000 Akumulasi Depresiasi Mesin 1.500.000 Akumulasi Depresiasi Ged. 2.000.000 Asuransi dibayar dimuka 700.000 Persediaan Suku Cadang 1.000.000 Persediaan Bahan Bangunan 500.000 Pencatatan selisih BOP Penutupan BOP yang dibebankan BOP Dibebankan 8.850.000 Pembebanan Kurang BOP 150.000
46 BOP Sesungguhnya 9.000.000 Pencatatan BOP pada akhir periode HPP 150.000 Pembebanan Kurang BOP 150.000 Mencatat status masing – masing pesanan Pesanan 101 (sudah selesai) Persediaan Produk Jadi 3.600.000 BDP BBB 1.350.000 BDP BTKL 900.000 BDP BOP 1.350.000 Pesanan diserahkan ke konsumen HPP 3.600.000 Persediaan Produk Jadi 3.600.000 Pesanan 102 (belum selesai) Persediaan Produk dalam Proses 16.625.000 BDP BBB 4.125.000 BDP BTKL 5.000.000 BDP BOP 7.500.000
47 2. Kartu Harga Pokok Pesanan 101 Pemesan PT. Jaya Undangan Sifat Pesanan Segera 02-Nop-23 Jumlah 1.500 22-Nop-23 Harga Jual N o BPBG Kertas grade A Rp 850.000 BTK_TL 150% Rp 1.350.000 Tinta jenis X Rp 500.000 Rp 1.350.000 Rp 900.000 Rp 1.350.000 Rp 3.600.000 Jumlah Jumlah No. Kartu Jumlah Tgl Dasar Tarif % Jumlah PT. GARUDA KARTU HARGA POKOK Pesanan Jenis Produk Tgl Pesan Tgl Selesai Rp 4.500.000 BOP Tgl Ket Jumlah BBB BTKL Jumlah Total Biaya Produksi Tgl Jumlah 102 Pemesan PT. Maju Pamflet Iklan Sifat Pesanan Biasa 15-Nop-23 Jumlah 20.000 06-Des-23 Harga Jual N o BPBG Kertas grade B Rp 3.500.000 BTK_TL 150% Rp 7.500.000 Tinta jenis Y Rp 625.000 Rp 4.125.000 Rp 5.000.000 Rp 7.500.000 Rp16.625.000 Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Total Biaya Produksi Tgl Ket Jumlah Tgl Tgl Dasar Tarif % BBB BTKL Tgl Selesai Jumlah No. Kartu Jumlah BOP PT. GARUDA KARTU HARGA POKOK Pesanan Jenis Produk Tgl Pesan Rp 20.000.000
48
49 Sistem Harga Pokok Proses Eny Suprapti, SE, M.Ak 5
50 erusahaan manufaktur adalah Perusahaan yang mengolah bahan mentah menjadi produk jadi atau setengah jadi yang siap untuk dijual. Untuk menunjang kelancaran operasionalnya, suatu perusahaan harus mengelua rkan berbagai biaya, yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah biaya yang dapat ditelusuri ke produk, sedangkan biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri secara langsung pada produk. Dalam mengelola biaya-biaya yang dikeluarkan atau dikorbankan oleh Perusahaan, Perusahaan memerlukan akuntansi biaya sebagai alat untuk mengukur dan mengelola biaya. Informasi dari akumulati atau pengumpulan biaya-biaya yang telah dikeluarkan atau dikorbankan oleh suatu Perusahaan untuk menghasilkan suatu produk sangat diperlukan bagi Perusahaan untuk menghitung harga pokok produksinya. Biaya produksi sebenarnya diperlukan sebagai acuan ketika perusahaan menentukan harga jual, dan harga jual digunakan untuk menentukan hal-hal seperti besarnya keuntungan suatu perusahaan. Biaya produksi dibedakan menjadi metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses. Metode harga pokok pesanan digunakan oleh perusahaan yang memproduksi sesuai pesanan, sedangkan metode harga pokok proses digunakan oleh perusahaan yang memproduksi dalam jumlah besar. Metode harga pokok proses menghitung harga pokok produksi dengan cara membagi total biaya produksi yang dikeluarkan pada suatu periode tertentu dengan jumlah unit produk yang dihasilkan. Dalam banyak kasus, tidak perlu membedakan antara biaya produksi langsung dan tidak langsung. Secara umum, biaya overhead pabrik akan ditambahkan ke produk berdasarkan biaya sesungguhnya yang dikeluarkan selama periode akuntansi. P
51 Metode harga pokok proses adalah suatu sistem yang mencatat biaya produksi berdasarkan departemen atau pusat biaya dalam suatu periode. Perhitungan adalah suatu metode untuk menentukan jumlah biaya produksi yang terjadi setiap periode dan dialokasikan baik pada barang jadi maupun barang dalam proses untuk departemen yang terlibat. Harga pokok proses digunakan oleh Perusahaan-perusahaan yang menghasilkan produk dalam jumlah besar seperti: Pabrik kimia, produk semen, produk gula, dll. Perusahaan yang menerapkan sistem penetapan biaya proses, unit produksi biasanya melewati beberapa departemen produksi di setiap departemen, dan proses operasional membawa produk selangkah lebih dekat ke penyelesaian. Setiap departemen mungkin memerlukan bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Selama proses penyelesaian tertentu, produk setengah jadi dipindahkan ke departemen berikutnya. Setelah melewati departemen terakhir, barang diselesaikan dan diangkut ke gudang. Karateristik perhitungan biaya proses adalah sebagai berikut: a). Biaya diakumulasikan menurut departemen. b). Setiap departemen memiliki rekening persediaan barang dalam proses. Rekening ini di debit dengan biaya pemrosesan yang terjadi di departemen yang bersangkutan dan dikreditkan dengan harga pokok barang jadi yang ditransfer ke departemen lain atau ditransfer ke gudang barang jadi. c). Unit ekuivalen digunakan untuk menyatakan kembali persediaan barang dalam proses pada akhir periode. d). Biaya per unit ditentukan atau dihitung menurut departemen untuk setiap periode. e). Unit barang yang telah selesai diproses di salah satu departemen dan biaya yang berhubungan dengannya,
52 ditransfer ke departemen berikutnya atau ke persediaan barang jadi. f). Biaya total dan biaya per unit untuk setiap departemen secara periodik dijumlah, dianalisa dan dihitung dengan menggunakan laporan biaya produksi departemen. Ketika memproduksi suatu produk dalam proses yang berkesinambungan, perusahaan berasumsi bahwa semua unit yang diproduksi adalah sama. Karena merupakan proses yang berkesinambungan, maka ada unit produksi yang belum siap untuk diolah, sehingga nilai ini sesuai dengan unit ekuivalen. Unit fisik yang setara dengan unit produksi yang diselesaikan selama periode ini. Itu dianggap sama dengan unit produk jadi. Tingkat kelengkapan suatu produk bervariasi untuk setiap elemen biaya produksi. Biasanya, suatu produk diselesaikan lebih cepat karena biaya bahan baku dibandingkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Oleh karena itu, banyak produk yang mungkin lengkap dari sudut pandang biaya bahan mentah, namun belum lengkap dari sudut pandang tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Jika biaya overhead pabrik dihitung berdasarkan biaya tenaga kerja langsung, maka kesiapan atau kelengkapan produk ditinjau dari biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik akan sama. Laporan harga pokok produksi adalah laporan tentang aktivitas departemen manufaktur selama periode waktu tertentu. Laporan harga pokok produksi dihasilkan pada akhir setiap periode. Laporan biaya produksi dengan metode biaya proses sebagai berikut: 1. Laporan produksi fisik. 2. Laporan biaya yang dibebankan dan harus dipertanggungjawabkan oleh setiap departemen
53 3. Tanggung jawab atas biaya yang dibebankan pada departemen. Terdapat lima tahapan untuk menghitung biaya sebuah produk di perhitungan biaya proses, yaitu: a. Ukur Arus fisik b. Hitung ekuivalen unit produk c. Identifikasi biaya produk sesuai dengan ekuivalen unit d. Hitung biaya per ekuivalen unit e. Pertanggungjawabkan biaya produk yang dipakai Dengan penetapan biaya berdasarkan proses, semua biaya yang dapat dibebankan ke suatu departemen dirangkum dalam laporan biaya produksi departemen tersebut. Laporan biaya produksi merupakan dokumen kerja yang menunjukkan total biaya yang dikeluarkan dan ditagihkan untuk produksi selama satu bulan. Laporan ini juga merupakan sumber untuk membuat ringkasan entri jurnal untuk mencatat biaya per unit yang ditransfer dari satu departemen produksi ke departemen produksi lainnya dan pada akhirnya ke persediaan barang jadi. Laporan biaya produksi departemen tersedia dalam berbagai bentuk dan format, namun yang terpenting harus mencakup unsur-unsur berikut: 1. Total biaya dan biaya satuan pekerjaan yang diterima dari satu atau lebih departemen lain. 2. Total biaya dan biaya per unit bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik yang ditambahkan ke departemen. 3. Biaya persediaan awal dan akhir barang dalam proses. 4. Biaya diteruskan ke departemen berikutnya atau persediaan barang jadi.
54 Laporan Harga Pokok Produksi Proses Produksi HANYA SATU Departemen Contoh 1 Merek minyak goreng “Sunrise” yang diproduksikan sebuah perusahaan manufaktur. Produk yang sudah selesai langsung ditransfer ke gudang barang jadi. Data berikut berhubungan dengan produksi bulan Mei 2023: Bahan baku yang dimasukkan untuk proses produksi sebesar 150.000 unit. Produk jadi ditransfer ke gudang barang jadi sebesar 90.000 unit. Pada akhir periode terdapat produk yang belum selesai diproses sejumlah 60.000 unit dengan tingkat kerampungan 100 % bahan dan 50% tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Biaya yang terjadi selama bulan Mei 2023: Bahan Baku Langsung Rp. 35.500 Tenaga Kerja Langsung 37.000 Biaya Overhead Pabrik 36.000 Biaya Produksi Rp. 108.500 Langkah 1. Ukur Arus Fisik Produk Masuk Proses 150.000 unit Produk Selesai Ditransfer ke Gudang 90.000 unit Persediaan Barang dalam Proses 60.000 unit 150.000 unit
55 Langkah 2. Hitung Ekuivalen Unit Produk Ekui. Unit Produk = Jumlah Barang Jadi + (Persediaan Akhir Barang Dalam Proses x % Tingkat Kerampungan) Ekui. Unit BB = 90.000 unit + (60.000 unit x 100%) = 90.000 unit + 60.000 unit = 150.000 unit Ekui. Unit BTK = 90.000 unit + (60.000 unit x 50%) = 90.000 unit + 30.000 unit = 120.000 unit Ekui. Unit BOP = 90.000 unit + (60.000 unit x 50%) = 90.000 unit + 30.000 unit = 120.000 unit Langkah 3. Identifikasi biaya produksi sesuai ekuivalen Bahan Baku Langsung Rp. 35.500 Tenaga Kerja Langsung Rp. 37.000 Biaya Overhead Pabrik Rp. 36.000 Total Biaya yang Dipertanggungjawabkan Rp. 108.500 Langkah 4. Hitung Biaya per Ekuivalen unit Unsur Biaya Jumlah Biaya (Rp) Ekuivalen unit (EU) Harga per EU (Rp) BB 35.500 150.000 0,237 TKL 37.000 120.000 0,308 OH 36.000 120.000 0,300 108.500 0,845
56 Langkah 5. Pertanggungjawaban biaya produk yang dipakai Produk Selesai ditransfer ke Gudang (90.000 unit x Rp. 0,845) Rp. 76.050 Persediaan Akhir barang dalam Proses : BB (60.000 unit x 100% x Rp.0,237) TKL (60.000 unit x 50% x Rp. 0,308) OH (60.000 unit x 50% x Rp. 0,300) Rp. 14.200 Rp. 9.250 Rp. 9.000 Rp. 32.450 Total Pertanggungjawaban Biaya Rp. 108.500 Daftar Kuantitas Fisik Produk Masuk proses 150.000 Unit Produk Selesai Ditransfer ke Gudang 90.000 Unit Persediaan Akhir Barang dalam Proses (100% BB, 50% TKL dan OH) 150.000 Unit Pembebanan Biaya Jumlah Biaya Harga Per EU BB Rp 35.500 Rp 0,237 TKL Rp 37.000 Rp 0,308 OH Rp 36.000 Rp 0,300 Total Rp 108.500 Rp 0,845 Harga Pokok Produksi Produk Selesai Ditransfer ke Gudang Rp 76.050 (90.000 unit x Rp. 0,845) Persediaan Akhir Barang Dalam Proses : BB : 60.000 unit x 100% x Rp. 0,237) Rp 14.200 TKL : 60.000 unit x 50% x Rp. 0,308) Rp 9.250 OH : 60.000 unit x 50% x Rp. 0,300) Rp 9.000 Rp 32.450 Rp 108.500 EU 150.000 120.000 120.000 60.000 Unit Laporan Harga Pokok Produksi Mei 2023
57 Jurnalnya : Produk Diolah LEBIH DARI SATU Departemen Apabila produk diolah melalui beberapa departemen produksi, maka barang yang telah selesai diproses di departemen awal akan diteruskan ke departemen berikutnya sampai ke departemen terakhir dan akhirnya ditransfer ke gudang barang jadi. Dengan demikian harga pokok produk jadi di departemen I akan menjadi beban di departemen II. Contoh 2 PT. Sahabat mengolah produk melalui dua departemen produksi yaitu departemen I dan departemen II. Produk yang telah selesai dikerjakan di departemen I langsung ditransfer ke departemen II untuk diproses lebih lanjut, sedangkan produk yang telah selesai diproses di departemen II Mencatat Penggunaan Bahan Baku untuk produksi : BDP-BB 35.500 Persediaan BB 35.500 Mencatat Pembebanan biaya tenaga kerja produksi : BDP-BTKL 37.000 Biaya Gaji dan Upah 37.000 Mencatat Pembebanan BOP/OH : BDP-OH 36.000 Biaya overhead Pabrik dibebankan 36.000 Mencatat Produk jadi di transfer ke gudang : Persediaan Barang Jadi 76.050 BDP-BB 21.300 BDP-BTKL 27.750 BDP-BOP 27.000 Mencatat Produk dalam Proses : Persediaan PDP 32.450 BDP-BB 14.200 BDP-BTKL 9.250 BDP-BOP 9.000
58 ditransfer ke gudang barang jadi. Berikut adalah data yang berkaitan dengan produksi pada bulan April 2023: Departemen I Ekuivalen unit Bahan Baku = 322.000 unit + (98.000 unit x 100% = 322.000 unit + 98.000 unit = 420.000 unit Ekuivalen unit biaya konversi = 322.000 unit + (98.000 unit x 40%) = 322.000 unit + 39.200 unit = 361.200 unit Departemen I Departemen II Unit Produk : Produk Masuk Proses 420.000 unit Diterima Dari Departemen I 322.000 unit Ditransfer ke Departemen II 322.000 unit Ditransfer Ke Gudang 280.000 unit Persediaan Akhir Barang Dalam Proses 100% Bahan, 40% Biaya Konversi 98.000 unit 1/3 Biaya Konversi 42.000 unit Biaya-Biaya : Bahan Baku Langsung Rp 218.400 Tenaga Kerja Langsung Rp 252.840 Rp 249.900 Biaya Overhead Pabrik Rp 242.004 Rp 223.440
59 Departemen II Ekuivalen unit biaya konversi = 280.000 unit + (42.000 unit x 1/3) = 280.000 unit + 14.000 unit = 249.000 unit Daftar Kuantitas Fisik Produk Masuk Proses 420.000 unit Produk Selesai Ditransfer ke Departemen II 322.000 unit Persediaan Akhir Barang Dalam Proses (100% BB, 40% Biaya Konversi) 98.000 unit 420.000 unit Pembebanan Biaya Jumlah biaya EU Harga Per EU BB Rp 218.400 420.000 Rp 0,52 TKL Rp 252.840 361.200 Rp 0,70 OH Rp 242.004 361.200 Rp 0,67 Total Rp 713.244 Rp 1,89 Harga Pokok Produksi Produk Selesai Ditransfer ke Departemen II (322.000 unit x Rp. 1,89) Rp 608.580 Persediaan Akhir Baranag Dalam Proses BB : 98.000 unit x 100% x Rp. 0,52 Rp 50.960 TKL : 98.000 unit x 40% x Rp. 0.70 Rp 27.440 OH : 98.000 unit x 40% x Rp. 0.67 Rp 26.264 Rp 104.664 Rp 713.244 Laporan Harga Pokok Produksi Depantemen I April 2023
60 Daftar Kuantitas Fisik Produk Masuk Proses 322.000 unit Produk Selesai Ditransfer ke Departemen II 280.000 unit Persediaan Akhir Barang Dalam Proses (1/3 Biaya Konversi) 42.000 unit 420.000 unit Pembebanan Biaya Jumlah biaya EU Harga Per EU BB Rp 608.580 322.000 Rp 1,89 TKL Rp 249.900 294.000 Rp 0,85 OH Rp 223.440 294.000 Rp 0,76 Total Rp 1.081.920 Rp 3,50 Harga Pokok Produksi Produk Selesai Ditransfer ke Departemen II (280.000 unit x Rp. 3,5) Rp 980.000 Persediaan Akhir Baranag Dalam Proses BB : 42.000 unit x 100% x Rp. 1,89 Rp 79.380 TKL : 42.000 unit x 1/3 x Rp. 0,85 Rp 11.900 OH : 42.000 unit x 1/3 x Rp. 0.76 Rp 10.640 Rp 101.920 Rp 1.081.920 Laporan Harga Pokok Produksi Depantemen II April 2023
61 Perbedaan Metode Harga Pokok Proses dan Metode Harga Pokok Pesanan Dr. Rr. Dian Indriana TriLestari SE., Msi., Ak., CA., CRP. 6
62 erusahaan manufaktur adalah perusahaan yang mengubah bahan mentah menjadi produk jadi. Proses produksinya dapat dilakukan melalui dua metode, yang pertama disebut sebagai metode harga pokok proses dan kedua adalah metode harga pokok pesanan. (Hansen and Mowen, 2009) Perhitungan metode harga pokok proses dan metode harga pokok pesanan untuk laporan kepada pihak eksternal sesuai dengan Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) mengenai pembebanan harga pokok penuh melibatkan dua metode, yaitu metode full costing dan variable costing. Perbedaannya, jika pada metode full costing memperlakukan biaya tetap sebagai biaya produk, sementara metode variable costing memperlakukan biaya tetap sebagai biaya periode. (Hansen and Mowen, 2009) Perbedaan antara metode harga pokok proses dan metode harga pokok pesanan adalah : (Mulyadi, 2016) 1. Pengumpulan Biaya 2. Perhitungan Harga Pokok Produksi per unit 3. Pengelompokan Biaya Produksi 4. Unsur Biaya yang dikelompokkan dalam BOP A. Metode Harga Pokok Proses Metode pertama yaitu Metode Harga Pokok Proses (Mowen, Hansen and Heitger, 2017) adalah cara untuk mengumpulkan biaya produksi yang didasarkan pada karakteristik dari proses produksi perusahaan. Karakteristik dari Metode Harga Pokok Proses adalah: 1. Produk yang dihasilkan adalah produk massa dan standar P
63 2. Produk yang dihasilkan selalu sama selama periode proses produksi (tidak ada variasi produk) 3. Proses produksi dimulai saat diterbitkan surat perintah untuk memproduksi produk yang memuat tentang rencana produksi produk standar dalam jangka waktu tertentu. 4. Perhitungan laba atau rugi berdasarkan penjualan produk setiap periode akuntansi Manfaat informasi harga pokok produksi dari metode harga pokok proses bagi manajemen: 1. Menentukan Harga Jual Produk Kegiatan produksi massal perusahaan adalah mengolah produknya untuk memenuhi persediaan di gudang. Biaya produksi tersebut dihitung dalam periode tertentu untuk memberikan informasi tentang biaya produksi per unit produk. Dalam menentukan harga jual produk, informasi ini dipertimbangkan bersama dengan informasi biaya lainnya dan informasi non-biaya. 2. Memantau realisasi biaya produksi Jika perusahaan telah menetapkan rencana produksi untuk periode tertentu, manajemen memerlukan informasi tentang biaya produksi yang sebenarnya terjadi selama pelaksanaan rencana tersebut. Berdasarkan kebutuhan tersebut, pengumpulan biaya produksi selama kebutuhan periode tersebut dilakukan menggunakan metode harga pokok proses.
64 3. Menghitung Laba atau Rugi Bruto Periode Tertentu Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam suatu periode menghasilkan laba bruto atau mengalami rugi bruto, manajemen membutuhkan informasi tentang biaya produksi yang dikeluarkan untuk membuat produk selama periode tersebut. Informasi laba atau rugi bruto periodik diperlukan untuk menilai sejauh mana produk berkontribusi dalam menutup biaya-biaya non-produksi dan menciptakan laba atau rugi. 4. Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk Dalam Proses yang Disajikan Dalam Neraca Dalam neraca, manajemen harus mencantumkan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang masih dalam proses pada tanggal neraca. Untuk melakukan ini, manajemen perlu mencatat biaya produksi setiap periode. Dengan menggunakan catatan biaya produksi tersebut, manajemen dapat menentukan biaya produksi yang masih terkait dengan produk yang sedang dalam proses pada tanggal neraca. Keterkaitan biaya produksi dengan produk yang sedang dalam proses pada tanggal neraca akan ditampilkan dalam neraca tersebut sebagai harga pokok persediaan produk dalam proses. B. Metode Harga Pokok Pesanan Metode Harga Pokok Pesanan merupakan sistem akuntansi biaya berkelanjutan yang mengumpulkan biayabiaya berdasarkan jenis pekerjaan (order) tertentu. Karakteristik Metode Harga Pokok Pesanan :
65 1. Hasil suatu produk adalah produk yang unik atau mempunyai spesifikasi tertentu sesuai permintaan pemesan 2. Produk yang dihasilkan mempunyai jenisa variasi produk yang berbeda-beda sesuai order pemesan 3. Setiap jenis pekerjaan mempunyai kartu harga pokok pesanan (job order cost sheet) untuk setiap jenis produk yang dikerjakan 4. Perhitungan laba atau rugi ditentukan berdasarkan masing-masing jenis pesanan Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi Metode Harga Pokok Pesanan bagi manajemen : (Horngren et al., 2014) 1. Menentukan Harga Jual yang Akan Dibebankan Kepada Pemesan Biaya adalah pengeluaran sumber daya ekonomi yang diukur dalam nilai uang, yang telah terjadi atau mungkin akan terjadi untuk tujuan tertentu. Produksi perusahaan yang berdasarkan pesanan mengolah produk sesuai dengan spesifikasi tertentu yang diberikan oleh pemesan. Manajemen perusahaan konstruksi adalah contoh pengguna informasi biaya yang dihasilkan melalui metode harga pokok pesanan. Dalam operasional perusahaan tersebut, perhitungan biaya berdasarkan proyek dan hasil perhitungan akan digunakan untuk membuat penawaran harga kepada pemilik proyek selama proses lelang. Jika perusahaan konstruksi tersebut memenangkan lelang proyek, metode harga pokok pesanan akan digunakan untuk mengumpulkan
66 biaya proyek yang sebenarnya dikeluarkan untuk mengendalikan biaya proyek. 2. Mempertimbangkan Penerimaan atau Penolakan Pesanan Terkadang, produk yang dipesan oleh pelanggan sudah tersedia di pasar, sehingga manajemen perlu memutuskan apakah akan menerima atau menolak pesanan tersebut. Untuk membuat keputusan ini, manajemen memerlukan informasi tentang total harga pokok pesanan yang akan diterima. Informasi ini penting karena memberikan perlindungan bagi perusahaan agar tidak mengalami kerugian dalam menerima pesanan. Tanpa informasi total harga pokok pesanan, manajemen tidak dapat memastikan apakah harga yang diminta oleh pelanggan akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. 3. Memantau realisasi biaya produksi Informasi perkiraan biaya produksi untuk pesanan tertentu dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan harga jual kepada pelanggan. Informasi ini juga membantu dalam mempertimbangkan apakah pesanan tersebut harus diterima atau tidak. Jika pesanan diterima, manajemen membutuhkan informasi tentang jumlah biaya produksi yang sebenarnya dikeluarkan untuk memenuhi pesanan tersebut. Jumlah keseluruhan dari biaya produksi per pesanan dilakukan dengan metode harga pokok pesanan.
67 4. Menghitung Laba atau Rugi Bruto Tiap Pesanan Untuk menentukan apakah suatu pesanan akan menghasilkan laba bruto atau rugi bruto, manajemen membutuhkan informasi tentang biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk pesanan tersebut. Informasi mengenai laba atau rugi bruto dari setiap pesanan diperlukan untuk menilai kontribusi setiap pesanan dalam menutup biaya-biaya non-produksi dan menghasilkan laba atau rugi. Oleh karena itu, manajemen menggunakan metode harga pokok pesanan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang sebenarnya dikeluarkan untuk setiap pesanan, sehingga dapat menghasilkan informasi mengenai laba atau rugi bruto dari setiap pesanan. C. Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk Dalam Proses yang Disajikan Dalam Neraca Ketika manajemen diminta untuk membuat lapor-an keuangan periodik, mereka harus menyusun neraca dan laporan laba rugi. Dalam neraca, manajemen harus mencantumkan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang masih dalam proses pada tanggal neraca. Untuk melakukan ini, manajemen perlu menjaga catatan biaya produksi untuk setiap pesanan. Dengan menggunakan catatan biaya produksi tersebut, manajemen dapat menentukan biaya produksi yang terkait dengan pesanan yang telah selesai diproduksi tetapi belum diserahkan kepada pemesan pada tanggal neraca. Biaya terkait dengan pesanan yang telah selesai tetapi belum
68 diserahkan kepada pemesan tersebut akan ditampilkan dalam neraca dengan kategori sebagai harga pokok persediaan produk jadi. Sementara biaya terkait dengan pesanan yang belum selesai pada tanggal neraca akan ditampilkan dalam neraca dengan kategori sebagai harga pokok persediaan produk dalam proses. D. Perbedaan metode harga pokok proses dan metode harga pokok pesanan (Supriyono, 1999) 1. Pengumpulan Biaya Produksi Perbedaan dari kedua metode tersebut dari segi pengumpulan biaya produksi adalah adalah; metode harga pokok proses mengumpulkan biaya produksi per departemen produksi per periode akuntansi, sedangkan metode harga pokok pesanan mengumpulkan biaya produksi menurut pesanan. 2. Perhitungan Harga Pokok Produksi per unit Perbedaan selanjutnya, Metode Harga Pokok Proses menghitung harga pokok produksi per unit dengan cara membagi total biaya produksi yang dikeluarkan selama periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama periode yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan setiap akhir periode akuntansi. Metode Harga Pokok Pesanan menghitung harga pokok produksi per unit dengan cara membagi total biaya yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.
69 3. Pengelompokan Biaya Produksi Perbedaan selanjutnya terdapat dalam pengelompokan biaya produksi. Dari segi biaya produksi langsung dan tidak langsung, metode harga pokok proses tidak membedakan keduanya, terutama ketika perusahaan hanya menghasilkan satu jenis produk. Biaya overhead pabrik (BOP) diberlakukan pada produk berdasarkan biaya yang sebenarnya terjadi. Di sisi lain, pengelompokan biaya produksi dalam metode harga pokok pesanan, biaya produksi tersebut harus dibedakan menjadi biaya produksi langsung dan tidak langsung. 4. Unsur yang dikelompokan dalam BOP Dalam metode Harga Pokok Proses, unsur biaya overhead pabrik (BOP) mencakup biaya produksi selain biaya bahan baku dan bahan penolong, serta biaya tenaga kerja (baik langsung maupun tidak langsung). Biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk sesuai dengan biaya yang sebenarnya terjadi selama periode akuntansi tertentu. Sementara itu, dalam metode Harga Pokok Pesanan, komponen dari biaya overhead pabrik sendiri terdiri dari biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan biaya produksi lainnya yang dikategorikan selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Metode ini mengenakan biaya overhead pabrik berdasarkan tarif yang telah ditetapkan sebelumnya.
70
71 Produk Bersama Putu Sri Arta Jaya Kusuma, S.E., M.Si 7
72 erusahaan manufaktur harus memperhatikan alokasi yang dibebankan ke dalam sebuah produk. Hal ini berkaitan dengan kemampuan bersaing perusahaan. Jika produk dibebankan biaya melebihi atau kurang dari yang seharusnya, maka perusahaan akan sulit bersaing secara harga karena terjadi ketidaksesuaian dalam menentukan biaya produksi dari produk tersebut. Dalam sebuah perusahaan manufaktur, seringkali tidak hanya dihasilkan satu produk dalam sebuah proses produksi. Perusahaan seringkali menghasilkan lebih dari satu produk atau banyak produk dalam sebuah proses produksi yang sama. Produk yang dihasilkan tersebut dapat berupa produk bersama dan produk sampingan. Produk bersama merupakan produk yang dihasilkan dari sebuah proses produksi yang sama dimana produk tersebut memiliki nilai jual yang tidak jauh berbeda atau hampir sama. Sedangkan produk sampingan merupakan produk yang dihasilkan dari proses produksi yang sama dengan produk utama namun nilainya jauh berbeda dengan produk utama. Seluruh produk bersama mengalami proses produksi yang sama walaupun tidak harus dihasilkan dalam volume yang sama besar. Karena itu, perusahaan perlu melakukan alokasi biaya kepada masing-masing produk bersama yang dihasilkan. A. Definisi Produk Bersama Produk bersama merupakan dua atau lebih produk yang dihasilkan dari proses produksi yang sama. Seluruh produk dihasilkan dari proses yang sama namun tidak selalu dengan kuantitas yang sama sampai pada suatu tittik yang disebut titik pisah dimana produk sudah dapat menjadi unit-unit tersendiri. Produk bersama tidak bisa P
73 dihindari dalam sebuah proses produksi yang mengharuskan memproduksi suatu produk dengan harus mendapat produk lainnya. Misalkan dalam sebuah rumah potong hewan, tidak bisa dipilih hanya akan memproduksi salah satu bagian saja tetapi dengan melakukan proses produksi perusahaan mendapatkan keseluruhan produk/bagian dari hewan tersebut seperti daging, kulit, jeroan dan iga. B. Definisi Biaya Bersama Produk bersama erat kaitannya dengan biaya bersama. Biaya bersama merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan sejak produk bersama masih dalam satu kesatuan produk hingga mencapai titik pisah. Selama proses pengolahan produk bersama perusahaan tidak mungkin bagi perusahaan untuk mengidentifikasi biaya yang dikeluarkan ke dalam masing-masing produk sehingga perlu dilakukan alokasi pada saat produk mencapai titik pisah. C. Karakteristik Produk Bersama Produk Bersama memiliki beberapa karakteristik antara lain: 1. Produk bersama merupakan produk yang menjadi pokok dari kegiatan produksi, berbeda dengan produk sampingan yang merupakan produk yang muncul karena produksi produk utama. 2. Memiliki hubungan antar produk karena berasal dari proses produksi yang sama, sehingga jika ada penambahan dalam satu produk maka akan berdampak pada penambahan produk lainnya atau
74 dengan kata lain produk satu tidak dapat dihasilkan tanpa memproduksi produk yang lainnya. 3. Nilai produk bersama relative sama satu dengan yang lainnya. 4. Karena merupakan produk utama dari kegiatan produksi, biasanya memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dari produk sampingan. 5. Memiliki titik pisah. Pada satu titik produk bersama satu dengan yang lainnya tidak lagi mengalami proses produksi yang sama dimana titik ini disebut dengan titik pisah (split off). Setelah terjadi split off, produk dapat langsung dijual ataupun mendapatkan proses lebih lanjut sebelum dijual. 6. Dalam hal pengolahan produk bersama, tidak dapat dihindari produsen harus memproduksi produk bersama seperti misalnya dalam industry pengolahan minyak dimana perusahaan dalam pengolahan minyak mentah dapat menghasilkan berbagai macam bahan bakar minyak secara bersamaan dan tidak dapat dipilih salah satunya seperti minyak tanah, bensin, solar dan lain-lain. D. Akuntansi Produk Bersama Perusahaan yang menghasilkan produk bersama seringkali bingung ketika hendak membebankan biaya ke dalam masing-masing produk karena produk-produk tersebut lahir dari proses produksi yang sama khususnya sebelum titik pisah. Dalam hal ini, manajemen perusahaan dalam menentukan harga jual harus menentukan terlebih dahulu kontribusi produk-produk tersebut. Perusahaan juga bisa mempertimbangkan alokasi biaya bersama
75 masing-masing produk dengan memperhatikan harga pasar dari produk-produk tersebut karena harga pasar merupakan salah satu cara untuk menilai seberapa besar kontribusi terhadap pendapatan perusahaan dari masingmasing produk yang mana nantinya dapat digunakan untuk proporsi dari biaya bersama yang dialokasikan ke dalam masing-masing produk. Tujuan utama dari alokasi ini adalah agar perhitungan laba menjadi lebih komprehensif dan diketahui kontribusi masing-masing produk terhadap perusahaan. Metode dapat digunakan untuk menentukan alokasi biaya bersama antara lain: 1. Metode nilai jual relatif 2. Metode satuan fisik 3. Metode rata-rata 4. Metode rata-rata tertimbang 1. Metode nilai jual relatif Metode nilai jual relatif atau metode nilai pasar relatif adalah satu metode yang dapat digunakan dalam akuntansi produk bersama untuk melakukan alokasi biaya bersama. Dalam metode ini, nilai biaya bersama yang dibebankan kepada produk bersama ditentukan berdasarkan harga pasar saat itu. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memperoleh gambaran yang akurat mengenai nilai produk bersama berdasarkan kondisi pasar yang sebenarnya. Cara ini dinilai cukup adil biaya Bersama yang dibebankan ke dalam sebuah produk sesuai dengan nilai pasar karena akan berdampak pada keseimbangan marjin kontribusi dari masing-masing produk. Cara ini juga dianggap cukup fair dimana
76 produk yang memiliki nilai lebih tinggi akan dibebankan biaya yang lebih tinggi, begitu pula sebaliknya. Contoh 1: Metode Nilai Pasar Untuk Produk dapat langsung dijual Perusahaan “Rich” memproduksi empat jenis produk bersama yaitu produk A, B, C dan D. Produk dapat langsung dijual setelah titik pisah. Total biaya produksi bersama sebesar Rp 100.000.000. Kuantitas produksi untuk produk A 30.000 unit, B 20.000 unit, C 20.000 unit dan D 30.000 unit. Harga jual / nilai pasar per unit pada saat titik pisah : produk A Rp 1000, B Rp 3.000, C Rp 3.500 dan D Rp 5.000 Alokasi Biaya Bersama dengan metode Nilai Pasar Produk Kuantitas produksi Harga jual / unit (Dalam Rp) Nilai Pasar Total Rasio dari nilai pasar (%) Alokasi biaya bersama Biaya / unit A 30.000 1.000 30.000.000 0,10 9.677.419 322,58 B 20.000 3.000 60.000.000 0,19 19.354.839 967,74 C 20.000 3.500 70.000.000 0,23 22.580.645 1129,03 D 30.000 5.000 150.000.000 0,48 48.387.097 1612,90 TOTAL 310.000.000 100.000.000
77 Contoh 2: Metode Nilai Pasar Untuk Produk Yang Harus Diproses Lebih Lanjut Perusahaan “Snickers” memproduksi empat jenis produk bersama yaitu produk A, B, C dan D. Total biaya produksi bersama sebesar Rp 100.000.000. Kuantitas produksi untuk produk A 30.000unit, B 20.000unit, C 20.000unit dan D 30.000unit. Harga jual akhir (ultimate market value) yaitu harga jual setelah produk mengalami proses lanjutan untuk produk A: Rp 1.000, B: Rp 6.000, C: Rp5.000 dan D: Rp 10.000. Biaya Produksi lebih lanjut untuk produk A: Rp5.000.000, B: Rp12.000.000, C: Rp15.000.000 dan D: Rp30.000.000 Alokasi Biaya Bersama dengan metode Nilai Pasar (Produk harus diolah lagi) 2. Metode Satuan Fisik Dalam metode satuan fisik, alokasi biaya bersama ke masing-masing produk menggunakan kuantitas dari bahan baku utama yang dialokasikan ke produk tersebut. Kuantitas fisik yang digunakan masingmasing produk dapat berupa satuan berat, volume, jumlah satuan ataupun yang lainnya. Alokasi Biaya Bersama dengan metode Nilai Pasar (Produk harus diolah lagi) Produk Kuantitas Produksi Harga jual Akhir Total Nilai Pasar Akhir Biaya Produksi Lanjutan Nilai Pasar Hipotesis Alokasi Biaya Bersama Total Biaya Produksi Biaya / Unit A 30.000 1.000 30.000.000 5.000.000 25.000.000 8.680.556 13.680.556 456,01851 85 B 20.000 6.000 120.000.000 12.000.000 108.000.000 37.500.000 49.500.000 2.475 C 20.000 5.000 100.000.000 15.000.000 85.000.000 29.513.889 44.513.889 2.226 D 10.000 10.000 100.000.000 30.000.000 70.000.000 24.305.556 54.305.556 5.431 TOTAL 288.000.000 100.000.000 162.000.000
78 Contoh: Dalam sebuah perusahaan pengolahan batubara, setiap 3.000 kg batu bara yang diolah memerlukan biaya bersama sebesar 6.000.000. dari setiap 3.000 kg batu bara yang diolah akan muncul limbah berupa air sebanyak 100 kg. Oleh karena itu air tidak dapat dijual maka biaya bersama hanya akan dialokasikan pada produk yang memiliki nilai jual. Alokasi Biaya Bersama dengan metode satuan fisik Produk Jumlah (kg) Alokasi Limbah (Kg) Jumlah setelah alokasi limbah Alokasi biaya bersama Coke 2323 80,103 2.403,103 4.806.373 Coal Tar 129 4,448 133,448 266.906 Benzol 21,9 0,755 22,655 45.312 Sulfate 26,0 0,897 26,89655172 53.795 Gas 400,0 13,793 413,7931034 827.615 Air 100,0 TOTAL 3.000 100 3000 6.000.000
79 3. Metode Biaya Rata-rata Selain dua metode diatas, metode yang digunakan untuk mengalokasikan biaya bersama adalah metode biaya rata-rata. Dalam metode biaya rata-rata, dihitung dengan membagi seluruh biaya bersama dengan julah unit yang diproduksi untuk mendapatkan biaya alokasi per unit. Setelah itu, biaya per unit akan dikalikan jumlah produksi masingmasing produk. Metode ini biasanya digunakan pada produk yang memiliki nilai yang relative sama dari yang lainnya. Metode ini muncul karena keyakinan bahwa produk yang mengalami proses produksi yang sama sebaiknya dibebankan biaya yang sama. Contoh: Berdasarkan contoh 1 diatas, Perusahaan “Rich” memproduksi empat jenis produk bersama yaitu produk A, B, C dan D. Total biaya produksi bersama sebesar Rp 100.000.000. Kuantitas produksi untuk produk A 30.000 unit, B 20.000 unit, C 20.000 unit dan D 30.000 unit. Apabila perusahaan menggunakan metode biaya rata-rata sederhana alokasi biaya sebagai berikut: Biaya Rata-rata per unit: 100.000.000 : 100.000 unit = Rp 1.000 Produk Alokasi Biaya Bersama A 30.000 x Rp 1.000 = Rp 30.000.000 B 20.000 x Rp 1.000 = Rp 20.000.000
80 C 20.000 x Rp 1.000 = Rp 20.000.000 D 30.000 x Rp 1.000 = Rp 30.000.000 TOTAL 100.000.000 4. Metode Biaya Rata-rata Tertimbang Metode biaya rata-rata relative sederhana namun terkadang dalam banyak kasus terlalu sederhana untuk digunakan sehingga ada metode lain yang dapat digunakan yaitu metode biaya rata-rata tertimbang. Metode ini selain menghitung kuantitas fisik produksi, namun juga mempertimbangkan factor lain yang disebut angka penimbang. Angka penimbang ini berguna sebagai pembobotan untuk masing-masing produk. Cara menentukan angka penimbang dapat dengan bermacam-macam cara seperti kesulitan pembuatan produk, jumlah bahan yang dipakai, Dengan metode biaya rata-rata tertimbang, dapat diperhitungkan dengan lebih kompleks segala hal yang berkaitan dengan produksi seperti tingkat kesulitan, waktu produksi dan kuantitas serta ukuran lainnya. Semua factor tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk menentukan angka penimbang sehingga alokasi menjadi lebih tepat. Contoh: Berdasarkan contoh 1, Perusahaan “Rich” memproduksi empat jenis produk bersama yaitu produk A, B, C dan D. Total biaya produksi bersama sebesar Rp 100.000.000. Kuantitas produksi untuk
81 produk A 30.000 unit, B 20.000 unit, C 20.000 unit dan D 30.000 unit. Harga jual / nilai pasar per unit pada saat titik pisah : produk A Rp 1000, B Rp 3.000, C Rp 3.500 dan D Rp 5.000, apabila perusahaan menggunakan angka penimbang untuk produk A: 3point, B: 12 Point, C:13,5 point dan D: 15 Point E. Biaya Bersama dan Keputusan Manajemen Biaya bersama adalah biaya yang dibagi bersama oleh beberapa produk dalam sebuah proses produksi. Keputusan manajemen terkait biaya bersama seringkali melibatkan pertimbangan antara keuntungan jangka pendek dan jangka panjang. Dalam mengambil keputusan terkait biaya bersama, manajemen perlu mempertimbangkan efisiensi, alokasi sumber daya yang tepat, dan dampaknya terhadap tujuan organisasi secara keseluruhan. Produk Kuantitas Angka Penimbang Jumlah x Angka Penimbang Alokasi Biaya Bersama A 30.000 3 90.000 90.000/1.050.000x100.000.000 = 8.571.428,57 B 20.000 12 240.000 240.000/1.050.000 x 100.000.000 = 22.857.142,9 C 20.000 13,5 270.000 270.000/1.050.000 x 100.000.000 = 25.714.285,7 D 30.000 15 450.000 450.000/1.050.000 x 100.000.000 = 42.857.142,9 Jumlah 1.050.000
82 Dalam menghadapi keputusan terkait biaya bersama, manajemen harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti tingkat penggunaan sumber daya oleh produk yang terlibat, kontribusi masing-masing produk terhadap tujuan organisasi, dan potensi dampak negatif dari alokasi yang tidak tepat. Selain itu, penting bagi manajemen untuk melibatkan departemen terkait dalam proses pengambilan keputusan untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam alokasi biaya bersama. Dengan mempertimbangkan semua faktor ini, manajemen dapat membuat keputusan yang optimal untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif. Dalam metode alokasi biaya bersama, dapat diketahui bahwa seluruh metode tidak dapat mengetahui aliran biaya bersama yang digunakan masing-masing produk sehingga dilakukan alokasi. Namun terlihat jelas bahwa metode alokasi sendiri sukar untuk diterapkan tanpa melihat tujuannya. Penting bagi manajemen untuk menghitung margins laba. Dalam satuan jumlah unit bersama sehingga tidak terjadi bias dalam menghitung kontribusi dari masing-masing unit. Sebagai contoh bisa saja ketika menghitung alokasi biaya bersama ke masingmasing produk, manajemen menemukan salah satu produk mengalami kerugian sehingga dapat muncul rekomendasi untuk menghentikan produksinya. Dalam hal ini perlu diingat Kembali bahwa produk bersama tidak bisa dihentikan produksinya saat produk lainnya diproduksi. Sebagai contoh perusahaan menghasilkan produk A dan B biaya sebesar Rp400.000 dan jumlah masing-masing
83 sama 20.000kg. Dengan metode rata-rata berarti bahwa produk A dan B sama-sama mendapatkan alokasi biaya bersama sebesar Rp20. Jika harga jual produk A adalah Rp22 dan produk B adalah Rp18, maka manajemen bisa salah melihat perhitungan tersebut dan menganggap produk B memberikan kontribusi kerugian sebesar Rp2. Seharusnya, karena produk A tidak dapat diproduksi tanpa memproduksi produk B maka manajemen perusahaan harus melihat bahwa produk B memberikan kontribusi sebesar Rp18 untuk menutup biaya bersama. Produk B terlihat memberikan kerugian sebesar Rp2 padahal jika tidak diproduksi maka kerugian dari perusahaan akan menjadi Rp18 (Rp22-Rp40).
84
85 Proses Pencatatan Akuntansi Biaya Desti Fitriani, SE.Ak., MA, CPMA, CA, CRP 8
86 A. Sistem Pencatatan Akuntansi Biaya dengan Pendekatan Normal Costing Proses pencatatan akuntansi biaya dengan menggunakan pendekatan normal costing merupakan pendekatan yang paling umum digunakan. Pendekatan normal costing memperlakukan pencatatan atas biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga langsung yang terjadi dalma proses produksi dengan menggunakan biaya aktual, karena kedua biaya tersebut merupakan biaya langsung (direct cost) yang dapat ditelusuri dengan mudah ke objek biayanya. Sedangkan untuk biaya overhead produksi (termasuk biaya bahan baku tidak langsung dan biaya tenaga tidak langsung), dicatat pertama kali dengan menggunakan alokasi biaya yang diperkirakan terjadi dalam proses produksi. Hal ini dikarenakan biaya overhead produksi merupakan biaya tidak langsung (indirect cost) yang tidak dapat ditelusuri dengan mudah atau sederhana ke objek biayanya, sehingga diperlukan metode alokasi. Di akhir periode pembukuan, Perusahaan akan melakukan penyesuaian pencatatan biaya overhead mengikuti biaya aktual yang terjadi. Sehingga, pada akhir periode terdapat dua kemungkinan penyesuaian yang dilaukan atas biaya overhead ini. Pertama, penyesuaian dilakukan dengan menambahkan beban pokok penjualan bilamana biaya overhead yang aktual terjadi melebihi estimasi biaya overhead yang diperkirakan di awal periode (underallocated). Alternatif kedua, penyesuaian dilakukan dengan mengurangi beban pokok pennjualan apabila biaya overhead yang aktual terjadi lebih rendah daripada biaya overhead yang diestimasikan di awal (overallocated).
87 Dalam teknis pencatatannya, perlu dibedakan antara akun-akun utama buku besar (general ledger) dengan akun-akun pembantu buku besar (subsidiary legder accounts). Untuk membedakannya, terkadang penamaan akun utama buku besar akan ditandai dengan “Kontrol/Pengendali/Utama” atau penamaan lainnya yang mengindikasikan akun utama di general legder. Dalam ilustrasi disini, akun-akun utama di buku besar akan ditandai dengan “Kontrol” (misalnya Bahan Baku Kontrol atau Hutang Dagang Kontrol). Sedangkan akun di buku besar pembantu akan ditambahkan dengan rincian tambahan, misalnya berdasarkan tipe/nama bahan baku dan nama kreditur kepada siapa Perusahaan berhutang. Umumnya Perusahaan secara simultan mencatat transaksi di jurnal umum dan di jurnal khusus. Namun ada pula yang mencatatnya langsung ke jurnal khusus ketika transaksi terjadi dan mencatat ke jurnal umum setiap bulan sekali saja. Untuk memperjelas ilustrasi proses pencatatan akuntansi biaya pada Perusahaan manufaktur dengan pendekatan normal costing, perhatikan contoh berikut ini: 1. PT Abrakadabra memiliki saldo persediaan awal bahan baku pada 1 Mei 20X4 sebesar Rp. 10.000.000. Selama bulan Mei Perusahaan melakukan pembelian bahan baku total sebesar Rp. 100.000.000 secara kredit. Transaksi ini dicatat sebagai berikut: Bahan Baku Kontrol 100.000.000 Hutang Dagang Kontrol 100.000.000
88 2. PT Abrakadabra menggunakan bahan baku langsung selama bulan Mei sebesar Rp. 81.000.000,- dan bahan baku tidak langsung sebesar Rp. 9.000.000,-. Biaya bahan baku langsung yang digunakan dalam proses produksi akan dicatat ke dalam akun Barang dalam Proses, sedangkan untuk biaya bahan baku tidak langsung dicatat sebagai bagian dari biaya Overhead Kontrol. Transaksi ini dicatat sebagai berikut: Barang dalam Proses Kontrol 81.000.000 Overhead Kontrol 9.000.000 Bahan Baku Kontrol 90.000.000 3. Biaya tenaga kerja yang terjadi selama bulan Mei 20X4 adalah sebesar Rp. 55.000.000,- yang terdiri dari biaya tenaga kerja langsung Rp. 38.000.000,- dan biaya tenaga tidak langsung Rp. 17.000.000,-. Biaya tersebut diakui dan dibayarkan di bulan Mei. Biaya tenaga langsung yang digunakan dalam proses produksi akan dicatat ke dalam akun Barang dalam Proses, sedangkan untuk biaya tenaga tidak langsung dicatat sebagai bagian dari biaya Overhead Kontrol. Transaksi ini dicatat sebagai berikut: Barang dalam Proses Kontrol 38.000.000 Overhead Kontrol 17.000.000 Kas Kontrol 55.000.000
89 4. PT Abrakadabra mengestimasikan total biaya overhead yang akan terjadi selama tahun 20X4 adalah Rp. 150.000.000 dengan dasar alokasi biaya menggunakan jumlah jam tenaga langsung yang diperkirakan akan menghabiskan 30.000 jam selama tahun 20X4. Selama bulan Mei diperkirakan PT Abrakadabra akan menggunakan 2.500 jam tenaga langsung. Dalam pendekatan normal costing, biaya overhead dialokasikan merupakan jumlah biaya overhead yang diestimasikan ke objek biaya/produksi berdasarkan tarif estimasi biaya overhead. Tarif biaya overhad dihitung dengan membagi total estimasi biaya overhead dengan level aktivitas yang dijadikan dasar alokasinya. Dalam ilustrasi ini, tarif biaya overhead dihitung sebagai berikut: Tarif biaya overhead= Rp. 300.000.000,- 30.000 jam tenaga langsung = Rp.10.000/jam tenaga langsung Dengan demikian, biaya overhead yang dialokasikan di bulan Mei 20X4 adalah: Rp. 10.000/jam tenaga langsung x 4.000 jam tenaga langsung = Rp. 40.000.000,-. Biaya ini dicatat dalam akun Barang dalam Proses Kontrol (debit) dan dikreditkan pada akun Overhead Alokasian.
90 Transaksi ini dicatat sebagai berikut: Barang dalam Proses Kontrol 40.000.000 Overhead Alokasian 40.000.000 5. Selama bulan Mei 20X4 biaya overhead lainnya (selain bahan baku tidak langsung dan tenaga tidan langsung) yang terjadi di PT Abrakadabra sebesar Rp. 30.000.000,- yang terdiri dari biaya penyusunan mesin Rp. 10.000.000,-, biaya utilitas (Listrik, air, internet) Rp. 15.000.000,- serta biaya pajak bangunan pabrik sebesar Rp. 5.000.000,-. Biaya utilitas dan pajak bangunan pabrik telah dibayarkan tunai oleh Perusahaan. Sama halnya dengan biaya bahan baku tidak langsung dan biaya tenaga tidak langsung, biaya-biaya overhead lainnya yang terjadi selama periode berjalan akan dicatat menjadi bagian dari biaya Overhead Kontrol di sisi debit. Sedangkan di sisi kredit akan dicatat sesuai dengan jenis transaksi yang terjadi. Transaksi ini dicatat sebagai berikut: Overhead Kontrol 30.000.000 Akumulasi Penyusutan Mesin Pabrik 10.000.000 Kas Kontrol 20.000.000
91 6. PT Abrakadabra memiliki saldo awal persediaan barang dalam proses sebesar Rp. 1.000.000. Pada 31 Mei 20X4, saldo akhir barang dalam proses menunjukkan saldo Rp. 50.000.000. Barang yang sudah selesai diproduksi kemudian dipindahkan ke gudang persediaan barang jadi Dalam tahap ini Perusahaan perlu menghitung barang yang sudah selesai diproduksi untuk kemudian dipindahkan pencatatannya ke dalam persediaan barang jadi. Persediaan awal barang dalam proses = Rp. 1.000.000 Produksi selama periode berjalan = Rp. 81.000.000 (bahan baku langsung) + Rp. 38.000.000 (tenaga langsung) + Rp. 40.000.000 (overhead alokasian) = Rp. 159.000.000 Total biaya produksi diperhitungkan = Rp. 160.000.000 Persediaan akhir barang dalam proses = Rp.50.000.000 Barang yang selesai diproses dan dipindahkan ke Gudang barang jadi = Rp. 110.000.000
92 Transaksi ini dicatat sebagai berikut: Persediaan Barang Jadi Kontrol 110.000.000 Barang dalam Proses Kontrol 110.000.000 7. PT Abrakadabra memiliki persediaan barang jadi pada 1 Mei 20X4 sebesar Rp. 5.000.000. Persediaan barang jadi pada 31 Mei 20X4 menunjukkan saldo sebesar Rp.35.000.000. Selama bulan Mei 20X4 perusahaan membukukan penjualan senilai Rp. 150.000.000. Penjualan masih dalam piutang kepada pelanggan. Dalam tahap ini Perusahaan perlu memperhitungkan Beban Pokok Penjualan yang terjadi selama bulan Mei 20X4 sebagai berikut: Persediaan awal barang jadi = Rp. 5.000.000 Produksi bulan berjalan (dari ilustrasi No. 6) = Rp. 110.000.000 Persediaan barang jadi diperhitungkan = Rp. 115.000.000 Persediaan akhir barang jadi = (Rp.35.000.000) Beban Pokok Penjualan = Rp. 80.000.000