The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku ini menyajikan hasil penelitian menganai nilai historis dan budaya dari sebuah makanan tradisional yang mungkin belum begitu dikenal luas, yaitu dangke.<br><br>Dangke, makanan khas dari Kab. Enrekang Sulawesi Selatan, bukan hanya sekadar santapan lezat, tetapi juga mengandung warisan historis yang kaya dan erat terkait dengan identitas budaya suatu masyarakat.<br><br>Buku ini menjelaskan jejak sejarah yang menarik, mulai dari asal-usulnya hingga pengembangan dangke saat ini di masyarakat. Buku ini juga menyajikan proses pembuatan dangke dari awal hingga akhir yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Selain aspek historis dan proses pembuatan, buku ini membahas potensi kesehatan dan gizi yang terkandung dalam dangke. Melalui buku ini, pembaca akan memperoleh pemahaman yang tentang bagaimana makanan tradisional seperti dangke tidak hanya hidup sebagai warisan budaya, tetapi juga memiliki potensi sebagai jawaban atas tantangan gizi di era modern.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-01-26 09:33:37

Dangke

Buku ini menyajikan hasil penelitian menganai nilai historis dan budaya dari sebuah makanan tradisional yang mungkin belum begitu dikenal luas, yaitu dangke.<br><br>Dangke, makanan khas dari Kab. Enrekang Sulawesi Selatan, bukan hanya sekadar santapan lezat, tetapi juga mengandung warisan historis yang kaya dan erat terkait dengan identitas budaya suatu masyarakat.<br><br>Buku ini menjelaskan jejak sejarah yang menarik, mulai dari asal-usulnya hingga pengembangan dangke saat ini di masyarakat. Buku ini juga menyajikan proses pembuatan dangke dari awal hingga akhir yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Selain aspek historis dan proses pembuatan, buku ini membahas potensi kesehatan dan gizi yang terkandung dalam dangke. Melalui buku ini, pembaca akan memperoleh pemahaman yang tentang bagaimana makanan tradisional seperti dangke tidak hanya hidup sebagai warisan budaya, tetapi juga memiliki potensi sebagai jawaban atas tantangan gizi di era modern.

Dangke: Pangan Tinggi Protein dari Suku Massenrempulu Copyright© PT Penamudamedia, 2023 Penulis: Mertien Sa’pang, Abdul Salam, Harna, Andi Rahmayanti R, Seprianto, Mieke Nurmalasari ISBN: 978-623-09-7459-5 Desain Sampul: Tim PT Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, Desember 2023 vi + 61, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit


v engan rasa syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang melimpahkan berbagai nikmatnya sehinga kami dapat menyelesaikan proses penyusunan buku hasil penelitian ini. Buku merupakan hasil dari perjalanan penelitian kami yang telah melibatkan dedikasi, semangat, dan kerja keras. Buku ini menggambarkan upaya mendalam untuk menjelajahi, menganalisis, dan merangkum temuan dari penelitian Studi Ekplorasi Dangke Sebagai Pangan Tradisional Tinggi Protein dari Enrekang, Sulawesi Selatan yang telah dilakukan. Melalui lembaran-lembaran ini, kami berharap dapat berbagi pengetahuan, wawasan, dan pemahaman baru yang diperoleh dalam rangka mendukung pengembangan makanan tradisional. Seluruh proses penulisan buku ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung kami dalam proses penulisan buku ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, kami berharap bahwa buku ini dapat memberikan manfaat yang nyata bagi pembaca, khususnya bagi penggiat makanan tradisional. D


vi PRAKATA ............................................................................. v DAFTAR ISI ......................................................................... vi Kuliner Indonesia .................................................................. 1 A. Gambaran umum kuliner di Indonesia ............................. 1 B. Produk susu tradisional di Indonesia................................ 5 Kajian historis dan nilai budaya dari dangke ........................... 12 A. Gambaran Umum Suku Massenrempulu .........................12 B. Nilai Historis dan Budaya Dangke ...................................16 Dangke sebagai Sajian Kuliner .............................................. 20 A. Bahan utama dangke......................................................20 B. Proses pembuatan dangke..............................................24 C. Penyajian dangke...........................................................34 Potensi Dangke Sebagai Pangan Tinggi Protein ....................... 38 DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 52 TENTANG PENULIS ............................................................. 58


1 Kuliner Indonesia A. Gambaran umum kuliner di Indonesia Indonesia, sebagai negara dengan keberagaman kultural yang kaya, terdiri dari lebih dari 1.340 suku bangsa yang berbicara dalam 2.500 jenis bahasa, serta menganut beragam agama dan kepercayaan (Badan Pusat Statistik, 2021). Keberagaman ini menjadi landasan utama yang secara fundamental memengaruhi corak dan keanekaragaman makanan tradisional Indonesia. Budaya makanan Indonesia membawa pengaruh yang kuat dari berbagai faktor, termasuk geografi, sejarah, dan warisan budaya. Dengan 17.508 pulau yang membentuk negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa, mencakup pantai, gunung berapi, hutan tropis,


2 dan keanekaragaman hayati yang unik. Indonesia dengan iklim tropis dan kelembaban tinggi menciptakan lingkungan yang mendukung beragam sumber daya alam, yang pada akhirnya memperkaya kuliner Indonesia (Wijaya, 2019). Selain itu, geografis Indonesia yang terletak di sekitar 'Cincin Api Pasifik', area atau wilayah dengan intensitas aktivitas seismik yang tinggi. Fenomena ini, meskipun sering diiringi oleh bencana alam, memberikan keuntungan bagi pertanian Indonesia. Frekuensi aktivitas seismik ini menghasilkan abu vulkanik yang subur, menyuburkan tanah dan memperkaya hasil pertanian. Oleh karena itu, sumber daya alam ini menjadi dasar yang kuat untuk keanekaragaman dan kelezatan bahan makanan di Indonesia. Selain itu, perbedaan geografis di seluruh Indonesia menciptakan keragaman bahan makanan lokal, teknik memasak, dan cita rasa khas setiap daerah. Secara umum, pulau-pulau di bagian barat Indonesia, seperti Borneo, Jawa, dan Sumatra, memiliki wilayah yang hijau dan subur. Borneo memiliki hutan hujan yang luas dan garis pantai berawa yang mendukung kehidupan beragam flora dan fauna. Jawa dan Sumatra, yang memiliki banyak gunung berapi, dikenal dengan kebun yang subur, kebun kelapa, sawah-sawah yang luas, sungai-sungai yang deras, dan


3 pantai-pantai yang mempesona. Keberlimpahan sumber daya alam ini memberikan pengaruh yang besar pada keanekaragaman kuliner di wilayah ini. Pertanian subur di pulau-pulau barat Indonesia menciptakan kondisi ideal untuk budidaya berbagai bahan makanan. Kebun-kebun yang makmur menghasilkan buahbuahan tropis, rempah-rempah, dan sayuran yang menjadi dasar dari masakan khas daerah tersebut. Kelapa yang melimpah menghasilkan santan dan kelapa parut yang digunakan dalam banyak hidangan tradisional. Di sisi lain, pulau-pulau di bagian timur Indonesia, seperti Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku, memiliki karakteristik geografis yang berbeda. Nusa Tenggara yang berbatu dan semi-arid dengan musim kemarau yang panjang dan keras cenderung memengaruhi ketersediaan bahan makanan di daerah tersebut. Sulawesi, dengan iklim yang beragam, menyebabkan berbagai daerah menerima hujan monsun pada waktu yang berbeda, mempengaruhi pola tanam dan panen. Keanekaragaman ini memberikan keunikan pada kuliner setiap wilayah. Contohnya, 'Kepulauan RempahRempah Maluku' terkenal dengan kekayaan rempahrempahnya, yang menjadi daya tarik bagi banyak pedagang dari seluruh dunia dalam sejarah. Papua, di bagian


4 baratnya, mencakup beragam ekosistem mulai dari hutan hujan hingga rawa-rawa, memberikan variasi bahan makanan yang melimpah (Wijaya, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa kuliner Indonesia bukan hanya mencerminkan kekayaan alam, tetapi juga sejarah dan keberagaman budaya yang membuatnya khas dan menggoda selera. Makanan tradisional Indonesia menjadi cermin dari identitas suku, agama, dan budaya. Keberagaman ini tercermin dalam berbagai rasa yang khas, teknik memasak yang unik, dan cara penyajian yang beragam. Makanan bukan hanya sekadar kebutuhan fisiologis, melainkan juga menjadi representasi dari sejarah, kepercayaan, dan cara hidup masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, memahami makanan tradisional secara holistik, dapat memberikan gambaran makanan yang tidak hanya menyediakan zat gizi yang diperlukan tubuh, tetapi juga memainkan peran penting dalam membentuk identitas kultural. Misalnya, bahan-bahan lokal yang digunakan dalam masakan tradisional tidak hanya memberikan cita rasa yang khas, tetapi juga mencerminkan keberlanjutan budaya dan keterkaitan masyarakat dengan lingkungannya. Keberagaman dan warisan kuliner Indonesia tidak hanya sekadar aspek kuliner, tetapi juga menjadi salah satu elemen utama dalam melestarikan dan mempromosikan


5 keberagaman budaya negara Indonesia. Hal tersebut tergambar melalui keberagaman kekayaan kuliner yang tercermin dalam kreativitas masyarakat setempat serta pemanfaatan sumber daya alam yang berlimpah. Salah satunya adalah potensi Indonesia dalam pengembangan agribisnis produksi susu karena kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di beberapa wilayah dataran tinggi yang memungkinkan untuk produksi susu. Produksi susu yang berlimpah di beberapa wilayah di Indonesia turut memberikan andil dalam terciptanya makanan atau minuman tradisional yang berbahan dasar susu seperti ‘dadiah’ dari Sumatera Selatan, ‘dangke’ dari Sulawesi Selatan, ‘dali ni horbo’ atau ‘bagot ni horbo’ dari Sumatera Utara, serta ‘cologanti’ dan ‘litsusu’ dari Nusa Tenggara Barat (Surono, 2015). B. Produk susu tradisional di Indonesia Ada sekitar 100.000 jenis komponen di dalam susu yang tergolong sebagai zat gizi seperti lemak, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral, serta beberapa senyawa lainnya. Kandungan zat gizi susu sangat baik karena mempunyai proporsi yang seimbang dan mudah dicerna dalam jumlah tertentu sehingga dapat memenuhi kebutuhan zat gizi bagi tubuh. Sekitar 95% dari nitrogen pada susu dalam bentuk protein. Protein pada susu


6 mengandung komponen yang penting dan zat biologis aktif. Beberapa peptida bioaktif dari protein susu memiliki potensi sebagai modulator untuk pengaturan proses dalam tubuh, sehingga memberikan efek fisiologis yang bermanfaat untuk tubuh (Harna & Irawan, 2020). Namun berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat konsumsi susu orang Indonesia pada tahun 2020 cukup rendah yaitu 16,27 kg per kapita/tahun. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Vietnam yang mencapai 20 kg/kapita/tahun atau Malaysia sekitar 50 kg/kapita/tahun. Sehingga secara umum terlihat bahwa konsumsi susu di Indonesia masih perlu ditingkatkan mengingat susu merupakan salah satu sumber protein yang baik (Ginting et al., 2023). Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan kembali mempromosikan dan mengenal produkproduk olahan susu tradisional yang sudah cukup familiar di masyarakat. Indonesia memiliki beberapa olahan susu tradisional seperti dadiah, dali ni horbo, dangke, dan lain-lain. Dadiah merupakan produk fermentasi dari susu kerbau yang diproduksi dan dikonsumsi oleh kelompok etnis Minangkabau di Sumatera Barat. Proses pembuatan dadiah dimulai dengan menuangkan susu kerbau segar ke dalam tabung bambu, yang kemudian ditutup menggunakan daun


7 pisang, dan dibiarkan selama dua hingga tiga hari di tempat yang sejuk. Dadiah dianggap bermanfaat untuk kesehatan manusia dan menjadi salah satu makanan tradisional khas budaya Minangkabau. Orang-orang setempat menyebutnya dadiah, dan produk susu ini sangat populer di Bukit Tinggi, Padang Panjang, Solok, Lima Puluh Kota, dan Tanah Datar. Dadiah kini menjadi bagian dari makanan tradisional dan sering disajikan pada acara pesta pernikahan atau saat seseorang diberi gelar kehormatan "Datuk" di Sumatera Barat. (Abdullah et al., 2021). Gambar 1 Dadiah, Fermentasi Susu Khas Minangkabau (Sumber: https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/dadiahfermentasi-susu-tradisional-khas-minangkabau/) Dadiah dapat dicerna dengan mudah karena asam amino yang dihasilkan selama proses fermentasi. Komposisi kimia dadiah secara umum ditandai oleh kandungan protein dan lemak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan


8 yogurt, sementara kandungan karbohidrat dan kelembapan dadiah jauh lebih rendah. Selama pembuatan dadih, perubahan kandungan susu terjadi pada berbagai tahap fermentasi. Kontaminan alami susu seperti BAL mengubah laktosa menjadi asam laktat, mengendapkan protein susu, membentuk dadiah, dan juga dapat menghasilkan metabolit yang bervariasi tergantung pada bakteri yang terlibat. Keberadaan asam laktat membuat dadih memiliki tingkat keasaman lebih tinggi dibandingkan susu kerbau. Dadih memiliki kandungan laktosa yang rendah karena mengalami fermentasi, sehingga cocok untuk dikonsumsi oleh orang yang memiliki intoleransi laktosa. Proses fermentasi laktosa menjadi asam laktat menjadi cara penting untuk mencegah atau membatasi kerusakan susu akibat pertumbuhan bakteri pencemar dan aktivitas enzimnya (Surono, 2015). Dali atau bagot ni horbo merupakan hidangan tradisional Batak yang menyerupai keju asal Tapanuli, Sumatera Utara. Keju ini memiliki tampilan berwarna putih kekuningan, tekstur serupa tahu, dan cita rasa menyerupai susu. Dalam bahasa suku Batak, istilah "bagot", "ni", dan "horbo" masing-masing mengartikan "susu" dan "kerbau". Secara komersial, keju ini dikenal dengan nama dali atau dali ni horbo. Proses pembuatan dali ini cukup sederhana,


9 yakni susu kerbau segar direbus perlahan dalam panci sambil diaduk, dan penambahan air/sari nanas segar atau daun papaya. Proses pengadukan dilakukan terus menerus hingga susu membentuk gumpalan. Orang-orang asli Tapanuli menggunakan sari nanas segar yang masih mentah sebagai koagulan, karena menghasilkan dali berwarna putih kekuningan, sementara sari daun pepaya menghasilkan dali berwarna putih kehijauan dengan rasa yang agak pahit (Surono, 2015). Gambar 2 Dali ni horbo (Sumber:https://indonesia.go.id/kategori/pariwisata/596/bagot-nihorbo-kuliner-khas-batak?lang=1) Dangke merupakan sejenis keju tradisional yang memiliki tekstur lembut dan rasa yang kaya. Dangke diolah dengan cara memanaskan susu kerbau segar dengan api kecil hingga mendidih. Kemudian ditambahkan air dari irisan buah pepaya mentah dalam jumlah tertentu;


10 campuran diaduk selama kurang lebih 15 menit, dan akibatnya protein susu menggumpal. Bekuan tersebut disimpan dalam cetakan yang terbuat dari tempurung kelapa dan ditekan untuk memisahkan cairannya. Menambahkan daun, batang, atau buah pepaya yang masih mentah dalam jumlah berlebihan akan memberikan rasa pahit yang kuat pada dangke karena pembentukan peptida yang kecil (Hardiansyah et al., 2022; Noviatanti Nabilah et al., 2022; Surono, 2015). Dangke, sebuah produk kuliner unggulan dari suku Massenrempulu, membawa cerita keberagaman kuliner di Indonesia yang belum sepenuhnya dijelajahi dan dihargai secara luas. Meskipun memiliki kekayaan kuliner yang luar biasa, suku Massenrempulu dan khususnya produk unggulannya, dangke, belum mendapatkan perhatian yang sebanding dengan makanan tradisional lainnya, seperti tempeh dan dadiah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya eksplorasi budaya dan promosi kuliner dari wilayah ini. Keadaan ini menciptakan keprihatinan akan hilangnya jejak dangke secara bertahap, terutama dalam era globalisasi dan pasar bebas yang semakin memengaruhi pola konsumsi masyarakat (Ismail & Dyah, 2023). Oleh karena itu, penulisan buku hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih


11 mendalam dan apresiasi terhadap keunikan dangke serta potensinya sebagai pangan tinggi protein. Buku ini tidak hanya menyajikan kekayaan budaya kuliner suku Massenrempulu, tetapi juga bertujuan untuk memberikan dukungan terhadap pelestarian dan pengembangan produk tradisional ini. Lebih lanjut, penulisan buku ini menjadi langkah awal dalam memperdalam pemahaman terhadap nilai gizi dan keunikannya sebagai bagian integral dari warisan kuliner Indonesia. Dengan menyoroti nilai dan keunggulan dangke, diharapkan masyarakat Indonesia dan dunia pada umumnya akan semakin menghargai dan mengakui keberagaman kuliner lokal. Seiring dengan itu, upaya pelestarian dan pengembangan dapat terus dilakukan untuk memastikan keberlanjutan produk kuliner tradisional seperti dangke di tengah arus modernisasi dan perubahan pola konsumsi global.


12 Kajian historis dan nilai budaya dari dangke A. Gambaran Umum Suku Massenrempulu Suku Massenrempulu, salah satu kelompok etnis yang menetap di wilayah Sulawesi Selatan. Selama bertahuntahun, literatur sejarah dan kebudayaan terkadang hanya mencatat tiga suku utama di wilayah tersebut, yakni Bugis, Makassar, dan Toraja. Meskipun demikian, pada saat ini terdapat beberapa kelompok etnis, termasuk Suku Massenrempulu, yang memperjuangkan pengakuan dan pemahaman mendalam terkait identitas kultural mereka. Suku Massenrempulu secara geografis berdomisili di


13 Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Hardiansyah et al., 2022). Meskipun lokasinya berdekatan dengan wilayah adat Suku Toraja, terdapat kecenderungan di mana Suku Massenrempulu terkadang dianggap sebagai bagian dari komunitas Toraja. Namun, data yang diperoleh dari narasumber kunci menegaskan bahwa adat dan budaya Suku Massenrempulu memiliki perbedaan, terutama terkait pelaksanaan upacara adat dan praktik keagamaan. Keberagaman budaya di Sulawesi Selatan tidak hanya tercermin dalam perbedaan adat dan kepercayaan sukusuku yang berbeda, tetapi juga melibatkan keragaman kuliner tradisional yang kaya akan cita rasa dan teknik memasak yang unik. Melalui upaya untuk lebih memahami dan menghargai keberagaman kuliner tradisional, kita dapat membuka pintu untuk pertukaran budaya yang lebih dalam antar suku-suku di Sulawesi Selatan. Ini bukan hanya tentang mencicipi hidangan lezat, tetapi juga tentang meresapi warisan budaya yang hidup dan berkembang melalui proses kuliner. Dengan mengakui dan menghormati keanekaragaman kuliner, kita dapat memperkuat ikatan antar suku dan mendorong pengembangan potensi ekonomi lokal melalui promosi warisan kuliner sebagai daya tarik wisata yang unik. Keberagaman kuliner tradisional, oleh karena itu, tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik, tetapi


14 juga memperkaya dan merajut kembali kain budaya yang membentuk Sulawesi Selatan sebagai bagian integral dari kekayaan budaya Indonesia secara keseluruhan. Gambar 3 A) Peta Indonesia (wilayah yang bergaris merah adalah Provinsi Sulawesi Selatan); B. Peta Pulau Sulawesi (wilayah bergaris merah adalah Kabupaten Enrekang); C. Peta Wilayah Kabupaten Enrekang (Sumber: https://www.google.com/maps). Suku Massenrempulu, sebagai salah satu kelompok etnis di daerah tersebut, juga memberikan kontribusi berharga terhadap keberagaman kuliner tradisional yang dapat menjadi jendela ke dalam kehidupan sehari-hari dan nilai-nilai budaya mereka. Meskipun mungkin belum banyak yang mencatat keanekaragaman kuliner Suku Mas-


15 senrempulu dalam literatur umum, namun pengetahuan lokal dan keberlanjutan tradisi lisan telah mewariskan resep-resep dan teknik masak turun-temurun. Kuliner tradisional Suku Massenrempulu mencerminkan hubungan erat antara masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Bahanbahan lokal yang digunakan tidak hanya memberikan rasa khas, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Keberagaman kuliner tradisional Suku Massenrempulu tidak hanya menjadi ekspresi dari kekayaan rasa dan aroma, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya terkait dengan proses memasak dan konsumsi makanan. Setiap hidangan tradisional dapat menjadi cerminan dari sejarah dan nilai-nilai sosial yang dipegang oleh suku ini. Kata ‘Massenrempulu’ dalam Bahasa enrekang diartikan sebagai ‚melekat seperti beras ketan‛. Oleh karena itu penamaan suku massenrempulu dipahami sebagai simbol kesatuan yang melekat dari tiga suku kecil yang mendiami wilayah Kab. Enrekang yaitu suku duri, maiwa, dan enrekang (Bahri, 2020). Namun ada juga literatur yang menyebutkan bahwa suku massenrempulu terdiri atas suku duri, enrekang, dan maroangin. Selain itu, keberagaman tradisi turun temurun dan nilai-nilai budaya memainkan peran penting dalam cara


16 makanan tradisional disiapkan dan disajikan. Metode memasak, teknik pengawetan, dan tata cara penyajian seringkali diwariskan dari generasi ke generasi. Ini menciptakan makanan yang memiliki cita rasa dan karakteristik khas dari suatu budaya tertentu. Hal ini juga tergambar pada suku massenrempulu, terdapat berbagai macam makanan tradisional diantaranya adalah dangke, pulu mandotti, dan nasu cemba (Bahri, 2020; Hasmah, 2020; Ismail & Dyah, 2023). B. Nilai Historis dan Budaya Dangke Dangke, sebuah produk olahan susu, membawa kearomaan keunikan kuliner dalam tradisi Suku Massenrempulu. Produk ini sering dikenal sebagai varian keju tradisional yang melekat erat dengan identitas kultural suku tersebut. Dangke bukan sekadar makanan, melainkan sebuah warisan rasa yang khas dan tak tertandingi, yang diyakini tidak dapat dijumpai di daerah lain. Keunikan ini bahkan diakui secara resmi sebagai kekayaan intelektual komunal, terdaftar dengan nomor pencatatan P73202100022, mengukuhkan posisinya sebagai elemen berharga dalam warisan kuliner Suku Massenrempulu.


17 Gambar 4 Dangke, Keju Tradisional Kab. Enrekang, Sulawesi Selatan (Sumber: Dokumentasi Tim Penulis) Dangke memiliki akar sejarah sejak abad ke-18 dan diperkirakan pertama kali diproduksi di daerah Curio Kabupaten Enrekang (Mustamin & Sumilih, 2021). Hasil wawancara mendalam mengenai sejarah dangke dengan tokoh masyarakat di wilayah Curio mengungkapkan bahwa pada masa lalu hampir semua rumah tangga di wilayah tersebut memelihara hewan ternak kerbau, yang menghasilkan susu kerbau dalam jumlah yang melimpah. Fenomena ini tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi geografis Curio yang terletak di dataran tinggi, menciptakan lingkungan ideal untuk beternak, tetapi juga oleh keberlimpahan


18 padang rumput di wilayah ini yang menyediakan pakan yang cukup untuk hewan ternak. Sejarah Dangke juga melibatkan inovasi yang lahir dari kebijaksanaan nenek moyang. Kondisi saat itu terdapat produksi susu kerbau yang dapat terbuang percuma, nenek moyang di wilayah Curio menciptakan solusi dengan mengolah susu kerbau tersebut hingga menggumpal. Proses ini tidak hanya meningkatkan daya tahan susu, tetapi juga menghasilkan produk bernama dangke yang dapat dijadikan lauk dalam hidangan sehari-hari. Keahlian ini pun menjadi tradisi berharga yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, perlu dicatat bahwa meskipun Dangke memiliki nilai kuliner yang tinggi, pada masa lalu, harganya yang mahal menyebabkan hidangan ini umumnya disajikan hanya untuk tamu kehormatan. Seiring berjalannya waktu, keunikan dan kelezatan Dangke kemudian dikenal secara lebih luas, memberikan dampak positif pada pengembangan dan penyebaran produk ini ke luar wilayah Curio. Sebagai bagian dari warisan kuliner, sejarah Dangke tidak hanya menjadi penanda berharga dari kreativitas nenek moyang, tetapi juga sebuah kisah panjang tentang bagaimana kebijaksanaan lokal dapat menghasilkan kuliner yang berkelas dan berdaya saing di tingkat nasional.


19 Meskipun kebanyakan informan tidak memiliki pengetahuan langsung mengenai asal-usul proses pembuatan dangke, mereka secara umum memiliki pemahaman tentang dasar pemberian nama pada hidangan ini. Sejarah ini melibatkan kedatangan petugas Belanda ke wilayah Curio yang kemudian menjadi momen signifikan. Masyarakat setempat menganggap petugas Belanda sebagai tamu penting dan menyambut mereka dengan menyajikan hidangan dangke. Terkesan oleh keramahan dan kebaikan hati masyarakat Masserempulu, petugas Belanda mengucapkan kata 'dank je wel,' yang berarti terima kasih dalam bahasa Belanda (Mustamin & Sumilih, 2021; Yusuf et al., 2022). Hal ini juga diperkuat dengan beberapa informasi dari informan wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah.


20 Dangke sebagai Sajian Kuliner A. Bahan utama dangke Dangke merupakan produk olahan dari susu kerbau atau susu sapi yang dibentuk menjadi keju yang unik. Keunikan dangke terletak pada cita rasanya yang khas, yang menciptakan pengalaman kuliner yang memikat. Kandungan gizi dari susu kerbau atau susu sapi, bahan dasar dangke, memberikan tambahan nilai bagi konsumen, mengingat keberlimpahan zat gizi dalam susu. Susu mengandung sekitar 100.000 jenis komponen yang dapat dikategorikan sebagai zat gizi, termasuk lemak, protein, karbohidrat, vitamin, mineral, dan berbagai senyawa lainnya. Keberagaman ini memberikan keunggul-


21 an pada kandungan zat gizi susu, yang seimbang dan mudah dicerna dalam proporsi tertentu, memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Selain itu, susu dianggap sebagai nutriseutikal yang mampu meningkatkan tingkat kesehatan (Harna & Irawan, 2020; Singh & Sachan, 2011). Dalam konteks emulsi lemak dalam air, susu mengandung gula, garam mineral, dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Komponen air susu menyediakan unsur-unsur gizi yang sangat penting untuk pertumbuhan dan kesehatan. Komposisi zat gizi ini dapat bervariasi secara signifikan bergantung pada berbagai faktor, seperti keturunan, jenis hewan, jenis dan komposisi pakan, kondisi iklim, waktu, lokasi, prosedur pemerahan, dan usia sapi. Komponen utama susu melibatkan air, lemak, protein (seperti kasein dan albumin), laktosa (gula susu), dan abu. Kandungan gizi dalam susu dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat mengakibatkan variasi kualitas pada setiap jenis susu. Beberapa hal yang memengaruhi komposisi zat gizi dalam susu melibatkan variasi genetik dan jenis ternak. Meskipun ternak termasuk dalam jenis sapi perah, perbedaan dalam keturunan bisa memengaruhi hasil produksi susu (Harna & Irawan, 2020; Ni Made Suci Sukmawati, 2014).


22 Tabel 1 Kandungan Zat Gizi Susu Kerbau dan Susu Sapi Kandungan Zat Gizi Susu kerbau, segar Susu sapi, segar Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (Mg) Fosfor (Mg) Besi (Mg) Retinol (Mcg) Β Karoten (Mcg) Karoten -Total (Mcg) Thiamin (Mg) Riboflavin (Mg) Niasin (Mg) Vit_C(Mg) 160 6.3 12.0 7.1 216 101 0.2 24 - - 0.04 0.07 - 1 61 3.2 3.5 4.3 143 60 1.7 39 12 - 0.03 0.18 0.2 1 Air (g) 73,8 88,3 Sumber: Daftar Komposisi Pangan Indonesia (https://www.panganku.org/id-ID)


23 Selain itu, faktor-faktor seperti umur dan ukuran badan ternak juga berperan dalam menentukan kandungan zat gizi dalam susu. Umur sapi dapat memengaruhi jumlah lemak dan bahan kering tanpa lemak dalam susu. Faktor lain seperti tingkat laktasi dan kondisi kesehatan ternak, seperti adanya mastitis, juga dapat memberikan dampak signifikan terhadap komposisi susu. Nutrisi dari pakan yang diberikan ternak juga memainkan peran penting dalam menentukan komposisi zat gizi susu. Jenis pakan, tingkat konsentrat, dan kecukupan air yang diberikan ternak dapat memengaruhi kadar lemak, protein, dan asam lemak dalam susu. Hal ini menunjukkan bahwa aspek-aspek nutrisi ternak dapat berdampak langsung pada kualitas susu yang dihasilkan. Faktor lingkungan juga turut berkontribusi dalam menentukan komposisi susu. Musim hujan dan kemarau, serta fluktuasi suhu lingkungan, dapat memberikan perbedaan pada kandungan lemak susu. Oleh karena itu, pemahaman terhadap lingkungan tempat ternak berada juga perlu diperhatikan untuk menjaga konsistensi kualitas susu. Selain itu, prosedur pemerahan susu juga menjadi faktor penting. Jumlah pemerahan per hari, lama pemerahan, dan waktu pemerahan dapat memengaruhi


24 produksi susu dan komposisi gizinya. Pemerahan pada waktu yang berbeda dalam sehari dapat menghasilkan susu dengan komposisi yang sedikit berbeda. Dengan memahami semua faktor ini, kita dapat memastikan kualitas dan konsistensi komposisi zat gizi dalam susu yang dihasilkan. B. Proses pembuatan dangke Proses produksi dangke yang sederhana, yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, telah menjadi suatu keunikan yang menonjol dalam tradisi kulinernya. Komponen-komponen bahan baku yang diperlukan untuk membuat dangke terdiri atas susu, getah buah pepaya, dan garam. Saat awal kemunculannya masyarakat menggunakan susu kerbau sebagai bahan utama. Namun, perubahan pola aktivitas masyarakat, khususnya pergeseran sebagian peternak kerbau menjadi petani kopi kalosi, telah menyebabkan penurunan drastis ketersediaan susu kerbau di Curio. Kendati susu kerbau merupakan bahan utama dalam pembuatan dangke, perubahan sosioekonomi di wilayah tersebut memaksa adaptasi dalam proses produksi. Selain itu, pada abad ke-20, pemerintah meluncurkan program bantuan yang mencakup impor sapi perah di beberapa wilayah di Kecamatan Cendana (Mustamin & Sumilih, 2021). Program ini berkontribusi pada variasi bahan baku dangke


25 dengan memperkenalkan susu sapi sebagai alternatif, menciptakan dinamika baru dalam tradisi kuliner dan teknik memasak dangke. Seiring waktu, perubahan ini tidak hanya mencirikan pergeseran dalam sumber daya bahan baku, tetapi juga mencerminkan adaptasi budaya terhadap perubahan lingkungan dan kebijakan pemerintah. Sebagai hasilnya, sejarah perubahan bahan baku dangke tidak hanya mencerminkan perubahan dalam pola aktivitas ekonomi masyarakat, tetapi juga kisah perubahan dinamis dalam produksi kuliner yang memadukan tradisi dengan inovasi. Hal ini sejalan dengan pengakuan informan dari Kecamatan Cendana. Selain itu, peningkatan produksi susu sapi perah yang melampaui produksi susu kerbau telah menjadi salah satu pendorong utama perubahan dalam bahan baku pembuatan dangke. Perubahan ini mulai terjadi di wilayah Kecamatan Cendana dan kemudian menyebar ke Kecamatan Anggeraja. Perubahan pola produksi ini sebagian besar dipicu oleh pertumbuhan lebih besar dalam industri peternakan sapi perah, yang menawarkan potensi produksi susu yang lebih besar dan dapat diakses secara lebih efisien dibandingkan dengan susu kerbau.


26 Meskipun adaptasi ini terjadi di beberapa wilayah, namun produsen dangke di wilayah Kecamatan Curio tetap mempertahankan identitas khas mereka. Mereka terus memanfaatkan susu kerbau sebagai bahan utama dalam proses pembuatan dangke, menciptakan keunikan dan keaslian dalam produk mereka. Seiring dengan perubahan ini, terjadi dinamika unik dalam tradisi kuliner. Keputusan untuk mempertahankan penggunaan susu kerbau di tengah arus perubahan dan modernisasi menunjukkan komitmen terhadap warisan lokal dan nilai-nilai budaya. Hal ini juga menciptakan pembeda yang jelas antara dangke yang diproduksi di Curio dengan varian dangke dari wilayah lain yang telah beralih menggunakan susu sapi perah. Sebagai hasilnya, sejarah modifikasi bahan baku dangke tidak hanya mencerminkan adaptasi terhadap faktor-faktor ekonomi, tetapi juga menjadi narasi tentang bagaimana keberlanjutan tradisi dan nilai-nilai lokal tetap dijunjung tinggi dalam menghadapi perubahan global. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi kelompok terarah menunjukkan bahwa seluruh proses pembuatan dangke masih menggunakan resep turun temurun yang sama baik untuk dangke kerbau maupun dangke sapi (Gambar 2). Penggunaan resep yang turun menurun


27 sehingga belum ada takaran pasti untuk penggunaan getah pepaya dan garam (Wahyuni Hatta et al., 2014). Secara umum, produk keju yang ditemukan di berbagai belahan dunia pada awalnya berkembang melalui produksi rumahan, sebuah fenomena yang juga terlihat dalam pembuatan Dangke. Walaupun demikian, popularitas Dangke belum setara dengan berbagai jenis keju ternama dari negara-negara lain, seperti Cheddar, Kraft, Mozzarella, dan Cottage (Malaka et al., 2015). Proses pembuatan Dangke pada gambar 2 menunjukkan persamaan yang signifikan dengan proses pembuatan keju tradisional dari berbagai wilayah dunia, seperti keju tradisional Aljazair (Jben, Mechonia, dan Fresh killa), dan keju tradisional Yunani (Tsalafouti) (Leksir et al., 2019; Malissiova et al., 2023). Sebagai contoh proses pembuatan keju ‘Jben’ secara tradisional di negara-negara Maghreb. Proses pembuatan dimulai dengan proses pengasaman biasanya terjadi di suhu ruang selama 24 hingga 72 jam tergantung pada suhu. Keju "Jben" dibuat dari susu mentah domba atau susu mentah kambing, diasamkan, dan mengalami koagulasi secara spontan dengan enzim koagulasi yang berasal dari tumbuhan seperti bunga cardoon (Cynara cardunculus L.), tumbuhan berduri liar (Cynara humilis), artichoke (Cynara


28 scolymus), atau biji labu. Seluruh bagian tanaman dimaserasi/direndam dalam susu, digunakan untuk mempercepat koagulasi dan memberikan cita rasa khas pada keju. Jenis tanaman yang digunakan bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, menciptakan variasi cita rasa dan tekstur yang disukai oleh masyarakat setempat. Gumpalan yang terbentuk kemudian disaring dan bisa diasinkan atau tidak tergantung pada selera masing-masing (Leksir et al., 2019; Ouadghiri et al., 2005). Gambar 5 Keju Jben dari Moroko (Sumber: https://moroccanzest.com/moroccan-breakfast/) Selain itu, terdapat keju tradisional lain yang memiliki kemiripan dengan dangke yaitu keju Halloumi. Keju ini merupakan jenis keju yang berasal dari wilayah Mediterania, terutama populer di negara-negara seperti Siprus, Yunani, dan Turki. Keunikan Halloumi terletak pada


29 teksturnya yang kenyal dan dapat dipanaskan tanpa meleleh, sehingga cocok untuk dipanggang, dipanggang, atau digoreng. Keju ini umumnya dibuat dari campuran susu domba dan susu kambing, tetapi beberapa variasi dapat mencakup campuran susu sapi. Halloumi memiliki rasa gurih yang lezat dan seringkali digunakan dalam hidangan mediterania atau hidangan yang dipanggang. Proses pembuatan keju Halloumi mengikuti serangkaian langkah-langkah yang cermat, menciptakan hasil akhir yang unik dan kenyal. Pertama-tama, susu yang biasanya terdiri dari campuran susu domba dan susu kambing dipanaskan hingga mencapai suhu tertentu. Selanjutnya, dalam tahap penggumpalan susu, enzim penggumpal atau mikroba yang mengandung rennet ditambahkan ke dalam susu. Tujuan dari langkah ini adalah membentuk curds atau gumpalan yang menjadi dasar keju. Proses berlanjut dengan pemotongan curds, di mana curds yang terbentuk dipotong menjadi potongan-potongan kecil untuk memisahkan whey atau cairan susu yang tersisa. Tahap ini penting untuk membentuk tekstur kenyal yang khas pada keju Halloumi. Pemanasan dan pemadatan curds kemudian dilakukan, seringkali menggunakan air panas atau uap, hingga mencapai suhu tertentu. Ini memberikan


30 keju Halloumi sifat uniknya yang tahan panas dan dapat dipanggang tanpa meleleh. Gambar 6 Keju Halloumi dari Cyprus (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Halloumi) Setelah proses pematangan, keju Halloumi dipotong dan dibentuk menjadi bentuk-bentuk tertentu, seperti persegi atau memanjang. Langkah selanjutnya melibatkan penjemuran keju dalam larutan garam, memberikan rasa khas dan meningkatkan daya tahannya. Keju kemudian menjalani proses pematangan lanjutan selama beberapa minggu, memungkinkan rasa dan teksturnya berkembang dengan lebih baik. Meskipun terdapat beberapa kesamaan dengan proses pembuatan dan kemiripan tekstur, setiap langkah dalam


31 pembuatan Dangke memiliki karakteristik khas yang menjadi cerminan dari warisan budaya khusus dan bahan baku lokal yang digunakan. Proses tersebut umumnya melibatkan pemanfaatan bahan koagulan alami, tahapan pemisahan curd dan whey, serta peran sentral faktor-faktor lokal dalam membentuk rasa dan tekstur akhir produk keju. Kesamaan dalam proses ini menggambarkan prinsip dasar yang melandasi keragaman kuliner global, serta memberikan pemahaman betapa pentingnya menjaga dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam keju tradisional di seluruh dunia. Walaupun dangke belum mencapai tingkat ketenaran global yang dimiliki oleh beberapa keju terkemuka, analisis komprehensif terhadap proses pembuatannya memberikan pandangan yang lebih dalam tentang betapa beragamnya kuliner tradisional. Upaya untuk memahami dan menghargai keunikan setiap jenis keju, termasuk Dangke, tidak hanya menciptakan pemahaman mendalam terkait budaya dan sejarah lokal, tetapi juga menggambarkan kekayaan yang terkandung dalam ragam kuliner global yang terus berkembang. Kurang tereksplornya dangke terkait dengan sejumlah faktor yang mempengaruhi proses produksi keju. Salah satu faktor utama yang menjadi kendala adalah variasi kualitas produk Dangke yang masih


32 tinggi. Hal ini disebabkan oleh belum adanya standarisasi dalam proses produksi yang berkaitan dengan parameter seperti suhu pemanasan susu dan konsentrasi getah papaya sebagai bahan koagulan. Sebagian besar produsen juga menyatakan jumlah getah papaya yang digunakan beragam dan menyesuaikan dengan pengalaman masing-masing. Selain itu, penggunaan getah papaya yang berlebihan juga dapat menghasilkan rasa pahit. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk membuat standarisasi proses pembuatan. Salah satunya pilihan yang dapat dilakukan adalah penggunaan enzim papain komersil sebagai koagulan (Musra et al., 2021). Proses penggumpalan susu oleh enzim dimulai dengan tahap gelatinasi, dan ketika terjadi hidrolisis protein secara berlebihan sebagai akibat dari pengaruh suhu pemanasan dan konsentrasi enzim yang tidak terkendali, hal ini dapat memiliki dampak negatif pada pembentukan curd, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Kurangnya standar produksi yang ketat dan parameter kontrol yang konsisten dalam produksi Dangke menjadi salah satu hambatan utama dalam upaya meningkatkan popularitas produk ini sejajar dengan kejukeju dari negara-negara lain yang telah berhasil


33 membangun reputasi yang kuat di pasar global (Malaka et al., 2015). Gambar 7 Proses Pembuatan Dangke (Sumber: Dokumentasi Tim Penulis) Susu disaring dan dimasukkan kedalam panci. Susu dipanaskan dengan api sedang Getah papaya dibuat dari buah papaya mengkal Getah pepaya dicampurkan kedalam panci berisi susu Diaduk perlahan dan ditambahkan garam secukupnya Diaduk perlahan hingga terbentuk gumpalan Dangke dicetak dengan tempurung kelapa Dangke ditiriskan Dangke dibungkus dengan daun pisang


34 C. Penyajian dangke Dangke, dengan penyajiannya yang berbeda dari produk keju pada umumnya, menawarkan pengalaman kuliner yang unik dan memikat. Berbeda dengan sekadar makanan selingan, dangke dihadirkan sebagai lauk pada hidangan utama, menjadi pusat perhatian dalam santapan makanan utama. Keistimewaan dangke terlihat dalam kreativitas penyajiannya yang dapat membentuk berbagai variasi citarasa. Salah satu cara menikmati dangke adalah melalui kombinasi sisa gumpalan dangke dengan wai dangke (air dangke) dan nasi setelah proses pembuatan selesai. Proses ini menghasilkan kombinasi yang unik, di mana rasa gurih yang khas dari wai dangke, yang menyerupai santan, memberikan rasa baru pada hidangan ini. Penggabungan elemen-elemen ini tidak hanya menciptakan variasi cita rasa, tetapi juga menggambarkan seni penyajian yang terkandung dalam budaya kuliner. Selain itu, dangke dapat dinikmati dalam bentuk mentah setelah proses pembentukan selesai. Ini mempertahankan kelembutan dan kelezatan dari dangke, memberikan rasa yang otentik bagi para penikmatnya. Namun, eksplorasi rasa dangke tidak berhenti di situ. Penyajian kuliner dangke juga melibatkan proses


35 penggorengan, di mana potongan dangke yang tipis dicelupkan dalam minyak panas. Hasilnya adalah lapisan luar dangke yang renyah dan gurih, sementara bagian dalamnya tetap lembut dan melekat. Cara ini merupakan cara yang paling umum dilakukan dalam penyajian dangke. Dangke juga bisa dioleh dengan metode pembakaran. Potongan dangke dibakar di atas panggangan hingga menghasilkan aroma yang khas dan rasa yang lebih mendalam (Gambar 4). Selain itu, dangke juga dapat diiris tipis dan digunakan sebagai bahan utama dalam hidangan yang kaya rasa. Penambahan bumbu seperti bawang merah, bawang putih, dan cabai digunakan dalam proses tumis dangke. Masyarakat massenrempulu dalam menjamu tamu biasanya menyajikan olahan dangke dengan nasi/sokko pulu mandotti dan sambal. Aroma khas dari sokko pulu mandotti memberikan cita rasa khas (Hasmah, 2020). Dangke bukan hanya sekadar makanan, melainkan karya seni rasa dan tekstur yang memikat. Fleksibilitas dangke dalam merespon variasi selera dan preferensi kuliner membuktikan bahwa hidangan tradisional dapat tetap relevan dan menarik dalam menantang inovasi kuliner modern. Sebagai bagian integral dari warisan kuliner lokal, dangke menceritakan kisah budaya dan kreativitas,


36 menciptakan perjalanan rasa yang tak terlupakan bagi setiap penikmatnya. Penyajian dangke sebagai bagian dari menu seharihari tidak hanya memberikan alternatif yang beragam dan lezat, tetapi juga memberikan kontribusi yang signifikan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani dalam pola makan harian. Pandangan ini mendapat dukungan kuat dari berbagai produsen dan penggemar dangke, yang menilai bahwa rasa gurih yang khas dari dangke memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas rasa dalam berbagai resep masakan. Gambar 8 Cara Penyajian Dangke A. Sisa gumpalan dangke, wai dangke, dan nasi; B. Dikonsumsi langsung setelah dicetak; C. Dangke dipotong kecil-kecil kemudian di goreng; D. Dangke dan wai dangke disajikan dengan sokko pulu mandotti (Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti)


37 Keunggulan dangke dalam memberikan rasa yang istimewa membuka pintu untuk variasi dalam pengolahan makanan sehari-hari. Dalam konteks ini, dangke tidak hanya dianggap sebagai produk pangan semata, tetapi sebagai elemen kreatif yang memperkaya pengalaman kuliner. Penggunaan dangke dalam berbagai hidangan, baik itu sebagai lauk, bahan pelengkap, atau bahkan dalam variasi makanan ringan, dapat membantu meningkatkan diversifikasi pangan sumber protein hewani. Dengan memasukkan dangke ke dalam berbagai hidangan, kita dapat menciptakan pilihan makanan yang lebih berimbang dan bervariasi. Ini tidak hanya memberikan sensasi baru dalam hal cita rasa, tetapi juga memberikan keleluasaan bagi mereka yang ingin menjaga pola makan yang beragam. Oleh karena itu, dangke bukan hanya menjadi bahan makanan, melainkan juga menjadi bagian dari upaya untuk menciptakan pola makan seharihari yang lebih seimbang dan menarik.


38 Potensi Dangke Sebagai Pangan Tinggi Protein eistimewaan dangke terletak pada perannya yang setara dengan sumber protein hewani lainnya saat penyajian makanan utama. Sebagai produk makanan dengan bahan dasar susu, dangke memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2. Kandungan protein yang signifikan dalam dangke memberikan kontribusi penting dalam mendukung berbagai fungsi tubuh manusia. K


39 Dengan tingginya kandungan protein, dangke mampu berperan dalam proses pembentukan dan perbaikan jaringan otot, menjaga kesehatan tulang, dan mendukung kekuatan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, dalam perspektif gizi, masyarakat Massenrempulu secara empiris meyakini bahwa konsumsi dangke dapat memberikan manfaat khusus bagi perkembangan dan pertumbuhan anak-anak. Fokus khusus pada pertumbuhan fisik dan kognitif anak-anak menunjukkan bahwa dangke bukan hanya sekadar sumber protein, tetapi juga dianggap sebagai elemen penting dalam mendukung kesehatan dan perkembangan generasi penerus. Pengenalan dangke sebagai sumber protein yang bergizi dan memiliki dampak positif pada pertumbuhan dan kesehatan memberikan konteks yang lebih luas. Dangke tidak hanya menjadi pilihan makanan yang lezat, tetapi juga menjadi bagian integral dari upaya untuk memastikan asupan protein yang optimal dalam pola makan sehari-hari. Selain itu, informasi mengenai kandungan dangke juga sudah di sosialisasikan oleh pemerintah. Kegiatan sosialisasi ini diadakan oleh penyuluh dari dinas terkait seperti dinas peternakan atau pertanian. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dangke yang dihasilkan dari susu kerbau atau sapi memiliki keragaman kandungan gizi yang sangat besar. Faktor-faktor yang


40 memengaruhi keragaman ini mencakup kualitas bahan baku, jenis serta tingkat enzim penggumpal yang digunakan, metode pengolahan yang diterapkan, dan cara penyimpanan produk. Keberagaman ini muncul karena tidak adanya standarisasi dalam proses pembuatan dangke di Kabupaten Enrekang. Masyarakat di Kabupaten Enrekang membuat dangke sesuai dengan tradisi dan pengalaman masing-masing, sehingga proses tersebut dapat memengaruhi mutu akhir dari produk keju ini, termasuk peningkatan yang cukup signifikan pada kandungan protein dan lemak. Pada sudut pandang lain, variasi dalam praktik pengolahan dan bahan baku menghasilkan karakteristik khas pada dangke setiap produsen, menjadikannya suatu bentuk seni kuliner lokal yang memperkaya keberagaman makanan tradisional di Kabupaten Enrekang. Meskipun variabilitas ini memberikan tantangan dalam mencapai konsistensi mutu, namun juga mencerminkan kekayaan dalam keberagaman produk dan warisan kuliner yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan kata lain, dangke tidak hanya merupakan produk makanan, melainkan juga sebuah warisan budaya yang hidup dan terus berkembang. Berdasarkan hasil analisis yang tergambar dalam Tabel 2 memperlihatkan perbedaan yang signifikan dalam kandungan protein antara dangke kerbau dan susu kerbau, di mana


41 kandungan protein dangke kerbau mencapai 2 hingga 3 kali lipat lebih tinggi. Demikian juga, kandungan protein pada dangke sapi menunjukkan peningkatan yang luar biasa, bahkan mencapai 5- 10 kali lipat dari kandungan protein susu sapi. Namun, seiring dengan peningkatan kandungan protein, kandungan lemak dalam dangke juga mengalami kenaikan, memberikan catatan penting untuk tetap mengonsumsinya dengan porsi yang seimbang agar keseimbangan gizi terjaga. Lebih lanjut, ketika kita menilai rata-rata kandungan protein dari kedua jenis dangke yang tercatat dalam Tabel 2, kita dapat menyimpulkan bahwa keduanya memenuhi persyaratan klaim pangan tinggi protein yang telah ditetapkan oleh Codex Stan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut standar Codex Stan, pangan berbentuk padat diharapkan mengandung minimal 20% dari Nilai Kecukupan Gizi (NRV) per 100 gram (sekitar 11.4 gram) agar dapat diakui sebagai pangan tinggi protein. Di sisi lain, syarat klaim tinggi protein menurut BPOM Indonesia sedikit berbeda, di mana kandungan protein pada pangan berbentuk padat harus mencapai minimal 35% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) per 100 gram (sekitar 21 gram). Sekitar 95% dari nitrogen pada susu dalam bentuk protein. Fraksi protein pada susu mengandung komponen yang penting dan zat biologis aktif. Beberapa peptida bioaktif dari protein susu memiliki potensi sebagai modulator untuk pengaturan proses


42 dalam tubuh, sehingga memberikan efek fisiologis yang bermanfaat untuk tubuh. Protein susu dapat dikategorikan sebagai makanan fungsional yang berhubungan dengan penyakit kronik seperti penyakit kardiovaskuar dan diabetes tipe 2. Protein susu pada umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu kasein dan protein whey atau disebut sebagai serum protein. Kasein dan whey memiliki sifat fisikokimia dan biologis yang unik. Kasein merupakan komponen protein yang terbesar dalam susu dan sisanya berupa protein whey. Kadar kasein pada protein susu mencapai 80% dari jumlah protein yang terdapat dalam susu sapi, sedangkan protein whey sebanyak 20%. Tabel 2 Perbandingan Kandungan Protein dan Lemak Susu Sapi, Susu, Kerbau, Dangke Sapi, dan Dangke Kerbau Zat Gizi Susu Sapi* Dangke Sapi** minmax (mean) Susu Kerbau* Dangke Kerbau** min-max (mean) Klaim Tinggi Protein Codex BPOM Protein (g/100 g) 3.2 15.7- 33.3 (23.8) 6.3 14.5- 26.1(21.3) 20% dari NRV/100 g 35%A LG/10 0 g


43 Lemak (g/100 g) 3.5 8.8- 21.6 (14.8) 12 10.1-23.9 (15.9) Kadar air (%) 88.3 49.3- 62.4 (55) 73.8 43.3-62.8 (52.7) Kadar abu (%) 0.7 1.9-2.4 (2.1) 0.8 1.9-2.7 (2.3) *Sumber: Daftar Komposisi Pangan Indonesia (https://www.panganku.org/id-ID) **Sumber: (Hatta et al., 2013) NRV (Nutrition Reference Value / Angka Kecukupan Gizi) protein= 57 g/hari(Codex Alimentarius Internatinal Food Standards, 2013; Ministry of Health RI, 2019) ALG (Acuan Label Gizi) protein= 60 g/hari(Food and Drug Supervisory Agency RI, 2019) Kasein susu banyak terdapat dalam bentuk casein micelle atau kumpulan kasein. Casein micelle memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan karakteristik susu, terutama sifat koloidal susu. Kasein di dalam susu dikenal sebagai senyawa posfoprotein yang dapat diendapkan dengan cara pengasaman


44 pada pH 4.6 pada suhu 20°C. Kasein tidak mudah terdenaturasi, namun pemanasan mendekati 120°C akan mendorong perubahan kimiawi kasein, sehingga sifatnya menjadi tidak larut. Kasein mempunyai nilai gizi protein tinggi karena mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup. Kasein sering digunakan sebagai protein standar (protein reference) pada saat uji nilai gizi protein suatu bahan pangan. Kasein dapat dipisahkan dengan menggunakan metode elektroforesis menjadi 4 fraksi, yaitu αs1- (40%), αs2- (10%), β- (45%) dan k-kasein (5%). Masing-masing frasksi memiliki fungsi yang berbeda, αs1-kasein dapat mengikat kalsium yang sangat efektif dan mengikat Zn. Peptida αs2-kasein bertindak sebagai antibakteri. Fraksi β-kasein adalah paling hidrofobik dibanding fraksi kasein lainnya dan mengandung sejumlah komponen karbohidrat berupa oligosakarida (Tabel 3). Jenis protein susu yang lain adalah protein whey, protein ini terdapat dalam bentuk terlarut dalam serum. Whey adalah serum susu yang dihasilkan dari industri pembuatan keju setelah proses pemisahan kasein dan lemak selama pengendapan susu. Whey dikenal sebagai limbah industri pangan, khususnya dari pembuatan produk susu keju. Protein whey berbentuk globular, kecuali pada ptoteose peptone. Protein whey mengandung komponen bioaktif yang dapat menurunkan atau mencegah resiko penyakit kardiovaskular.


Click to View FlipBook Version