The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku tentang pendidikan karakter memberikan pemahaman tentang pentingnya mengembangkan karakter yang baik dan moral dalam pendidikan. Buku ini membahas berbagai konsep dan prinsip dasar pendidikan karakter, serta memberikan strategi dan contoh praktis untuk mengimplementasikannya dalam konteks pendidikan.

Buku ini menyoroti nilai-nilai moral yang penting, seperti integritas, rasa hormat, tanggung jawab, kerja sama, keadilan, dan empati. Buku ini juga mengajarkan bagaimana mengembangkan sikap positif, seperti kesabaran, ketekunan, rasa percaya diri, dan rasa syukur.

Selain itu, buku ini menunjukkan pentingnya lingkungan pendidikan yang mendukung dalam membentuk karakter yang baik. Buku ini memberikan panduan tentang bagaimana guru, orang tua, dan masyarakat dapat berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang mempromosikan pembentukan karakter yang kuat.

Dengan membaca buku ini, pembaca akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya pendidikan karakter dan bagaimana mengimplementasikannya dalam pendidikan. Buku ini menjadi sumber inspirasi dan panduan praktis bagi pendidik, orang tua, dan siapa pun yang tertarik untuk membentuk karakter yang baik dalam diri mereka sendiri atau orang lain.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-01-26 11:09:24

Pendidikan Karakter

Buku tentang pendidikan karakter memberikan pemahaman tentang pentingnya mengembangkan karakter yang baik dan moral dalam pendidikan. Buku ini membahas berbagai konsep dan prinsip dasar pendidikan karakter, serta memberikan strategi dan contoh praktis untuk mengimplementasikannya dalam konteks pendidikan.

Buku ini menyoroti nilai-nilai moral yang penting, seperti integritas, rasa hormat, tanggung jawab, kerja sama, keadilan, dan empati. Buku ini juga mengajarkan bagaimana mengembangkan sikap positif, seperti kesabaran, ketekunan, rasa percaya diri, dan rasa syukur.

Selain itu, buku ini menunjukkan pentingnya lingkungan pendidikan yang mendukung dalam membentuk karakter yang baik. Buku ini memberikan panduan tentang bagaimana guru, orang tua, dan masyarakat dapat berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang mempromosikan pembentukan karakter yang kuat.

Dengan membaca buku ini, pembaca akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya pendidikan karakter dan bagaimana mengimplementasikannya dalam pendidikan. Buku ini menjadi sumber inspirasi dan panduan praktis bagi pendidik, orang tua, dan siapa pun yang tertarik untuk membentuk karakter yang baik dalam diri mereka sendiri atau orang lain.

Pendidikan Karakter 41 TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA MODERN PENDIDIKAN memainkan peran penting dalam kehidupan manusia karena tidak hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga membentuk karakter dan mempersiapkan orang untuk menghadapi kesulitan hidup. Dengan demikian, pendidikan berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup individu dan masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan


42 Pendidikan Karakter merupakan pilar utama dalam pembangunan bangsa, dan masalah yang dihadapi sistem pendidikan saat ini semakin kompleks dan berubah-ubah di era modern. Pendidikan harus mampu menyesuaikan diri dan mempersiapkan generasi masa depan untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi, perubahan sosial, dan tuntutan global. Bagian ini akan membahas beberapa masalah penting yang ada di dunia pendidikan saat ini, dengan penekanan khusus pada perubahan yang terjadi dalam teknologi, paradigma, kurikulum, dan elemen penting lainnya yang membutuhkan pemikiran mendalam dan solusi kreatif. A. Perubahan Paradigma Pendidikan Pendidikan perlu diubah di era modern. Model konvensional yang hierarkis dan linear tidak cukup lagi. Kita perlu beralih ke pendekatan yang lebih holistik, berfokus pada pengembangan keterampilan abad ke-21, seperti pemecahan masalah, kreativitas, dan kemampuan berkolaborasi. Kita perlu beralih ke pendekatan yang lebih holistik, berfokus pada pengembangan keterampilan abad ke-21. Salah satu perubahan paradigma pendidikan yang terjadi di era kontemporer adalah pergeseran fokus dari mendapatkan informasi sederhana ke pembangunan keterampilan kritis. John Dewey, seorang filosof terkenal tentang pendidikan, mengatakan, "Pendidikan bukanlah persiapan untuk kehidupan; pendidikan adalah kehidupan itu sendiri." Andreas Schleicher, Direktur Edukasi dan Keterampilan OECD, menggarisbawahi betapa pentingnya membangun keterampilan yang sesuai dengan abad ke-21, seperti kreativitas, pemecahan masalah, dan kemampuan berkolaborasi, dalam konteks perubahan paradigma ini. Menurutnya, "Pendidikan harus lebih menekankan pada apa


Pendidikan Karakter 43 yang dapat dilakukan siswa dengan pengetahuan daripada sekadar pengetahuan." Dampak teknologi terhadap transformasi paradigma pendidikan juga menjadi perhatian. "Teknologi tidak hanya mengubah cara kita hidup, tetapi juga harus mengubah cara kita belajar," kata Sugata Mitra, seorang pakar pendidikan dan teknologi. Untuk membuat lingkungan pembelajaran yang dinamis, integrasi teknologi sangat penting.Seorang ahli pendidikan terkemuka, Michael Fullan, menekankan betapa pentingnya pembelajaran kontekstual yang berpusat pada siswa. "Pendidikan yang efektif adalah bagaimana kita menyelaraskan pembelajaran dengan kebutuhan dan minat siswa," katanya. Pendidikan dapat menjadi lebih adaptif, relevan, dan memberikan landasan yang kokoh untuk perkembangan generasi masa depan dengan memahami dan menerapkan perspektif pemikir-pemikir ini. Perubahan paradigma pendidikan bukan hanya perlu, tetapi juga penting untuk memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi alat transformasional dalam menghadapi perubahan dinamis di era modern. B. Perkembangan teknologi pendidikan Paradigma pembelajaran berubah, yang merupakan salah satu dampak utama teknologi pada pendidikan. Pembelajaran biasanya dilakukan di kelas, dengan guru berfungsi sebagai sumber utama informasi. Namun, berkat kemajuan teknologi, siswa sekarang dapat mengakses data dari berbagai sumber melalui internet. Perangkat lunak pembelajaran interaktif, aplikasi pendidikan, dan platform


44 Pendidikan Karakter online telah mengubah cara siswa dan guru berinteraksi satu sama lain. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Smith dan Jones (2019) menemukan bahwa penggunaan perangkat lunak pembelajaran interaktif meningkatkan tingkat retensi informasi siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi tidak hanya mempermudah akses ke informasi tetapi juga meningkatkan kualitas pembelajaran. Meskipun teknologi telah memperluas akses ke pendidikan di seluruh dunia, ada risiko ketidaksetaraan. UNESCO (2021) mengutip data yang menunjukkan bahwa masih ada banyak wilayah di seluruh dunia yang tidak memiliki akses yang memadai terhadap teknologi pendidikan. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan pendidikan antara daerah yang lebih maju teknologi dan daerah yang lebih tertinggal. Untuk menyelesaikan ketidaksetaraan pendidikan, pemerintah, lembaga internasional, dan sektor swasta harus bekerja sama untuk memastikan akses yang adil terhadap teknologi pendidikan. Selain itu, teknologi telah meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Siswa dapat terlibat dalam pembelajaran di luar kelas dan berpartisipasi dalam diskusi online dengan menggunakan perangkat mobile, platform daring, dan media sosial. Siswa yang aktif terlibat dalam pembelajaran online memiliki tingkat motivasi yang lebih tinggi dan hasil belajar yang lebih baik, menurut Johnson et al. (2020). Meskipun ada manfaatnya, penggunaan teknologi dalam pendidikan juga memiliki beberapa masalah. Mengelola jumlah data yang besar dan seringkali tidak terfilter merupakan masalah utama. Agar siswa dapat memahami dan menyaring informasi yang diperoleh dari berbagai sumber,


Pendidikan Karakter 45 mereka membutuhkan literasi digital yang kuat. Masa depan pendidikan dibentuk oleh perubahan paradigma pembelajaran, keterlibatan siswa, tantangan literasi digital, dan akses ke informasi di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting bagi semua pemangku kepentingan untuk bekerja sama untuk memastikan bahwa teknologi terus memberikan manfaat pendidikan yang positif dan merata. C. Relevansi Kurikulum Kurikulum, sebagai pedoman utama dalam 45endidikan, sangat penting untuk membentuk dan mengarahkan pembelajaran siswa. Dalam dunia yang berubah cepat dan dinamis ini, sangat penting untuk memastikan bahwa siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan masa depan. Dunia pendidikan telah mengalami perubahan besar sebagai akibat dari kemajuan baru-baru ini dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. "Kurikulum harus responsif terhadap perkembangan teknologi agar mencerminkan kebutuhan masyarakat yang terus berubah," kata Johnson (2018). Agar kurikulum sesuai dengan dunia nyata, penggunaan teknologi seperti kecerdasan buatan, teknologi blockchain, dan pemodelan simulasi harus menjadi prioritas utama. Pendidikan modern tidak hanya mencakup transfer pengetahuan; itu juga melibatkan menyiapkan siswa untuk menghadapi kesulitan masa depan. "Kurikulum yang relevan mencakup pengembangan keterampilan abad ke-21, termasuk pemecahan masalah, kreativitas, dan keterampilan berkomunikasi," kata Darling-Hammond (2017). Agar siswa tidak hanya memahami materi tetapi juga dapat


46 Pendidikan Karakter menggunakannya dalam situasi dunia nyata, kurikulum harus menggabungkan elemen-elemen ini. Pembaruan kurikulum adalah tindakan responsif untuk mengatasi perubahan. "Pembaharuan kurikulum harus melibatkan peninjauan menyeluruh terhadap kebutuhan masyarakat dan dunia kerja," kata Fullan (2016). Menyesuaikan materi pelajaran, menggunakan metode pengajaran yang inovatif, dan meningkatkan keterampilan adaptasi dan kolaborasi adalah semua bagian dari proses ini. Kurikulum adalah masalah pedagogis yang penting untuk mencetak generasi yang siap menghadapi masalah masa depan. Kurikulum harus mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini. Oleh karena itu, pembaharuan kurikulum harus dipandang sebagai kewajiban untuk memastikan bahwa pendidikan memberikan bekal yang sesuai dan relevan bagi siswa. D. Diversitas dan Inklusivitas Pendidikan harus mampu mengakomodasi dan merangkul diversitas dalam segala aspeknya di era yang semakin terhubung di dunia ini. Diversitas dan inklusivitas dalam pendidikan bukan hanya tentang memahami perbedaan, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan belajar yang inklusif bagi semua siswa. Dalam dunia pendidikan, keanekaragaman siswa tergantung pada budaya, etnis, agama, jenis kelamin, dan keberagaman lainnya. ‚Diversitas bukan hanya tentang mengakui perbedaan, tetapi juga memanfaatkannya sebagai kekuatan untuk meningkatkan pemahaman dan perspektif,‛ kata Banks dan McGee Banks (2019). Pendidikan yang berpusat pada diversitas memberi siswa kesempatan untuk memperkaya pengalaman mereka


Pendidikan Karakter 47 belajar dan mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat yang beragam. UNESCO (2020) menyatakan bahwa "Inklusivitas pendidikan bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan dapat diakses oleh semua siswa, tanpa memandang perbedaan." Tidak hanya memberikan akses, tetapi juga menciptakan budaya sekolah yang menghargai dan mendukung keberagaman. Seluruh komunitas belajar manfaat dari pendidikan inklusif, bukan hanya siswa yang mungkin memiliki kebutuhan khusus. "Pendidikan inklusif dapat meningkatkan rasa harga diri, motivasi, dan partisipasi siswa, sambil meningkatkan pemahaman dan toleransi di antara semua siswa", kata Forlin et al. (2017). Pembelajaran di lingkungan yang inklusif membuka lebih banyak peluang untuk bekerja sama dan berbagi ide. Semua pemangku kepentingan harus bekerja sama untuk meningkatkan diversitas dan inklusi dalam pendidikan. Guru harus memahami situasi dan kebutuhan siswa mereka, membuat lingkungan belajar yang mendukung, dan menerapkan pendekatan pembelajaran yang responsif terhadap keberagaman. Pemerintah dan institusi pendidikan harus membuat kebijakan yang mendukung inklusi dan menyediakan sumber daya yang cukup untuk membantu semua siswa. Diversitas dan inklusi adalah prinsip penting yang harus menjadi dasar pendidikan kontemporer. Pendidikan dapat menjadi kekuatan positif dalam membentuk sikap siswa terhadap dunia yang beragam dengan menggunakan pendekatan yang berpusat pada keberagaman dan inklusivitas. Pendidikan dapat memberikan kontribusi nyata untuk membangun masyarakat yang inklusif dan saling


48 Pendidikan Karakter menghormati dengan membuat lingkungan belajar yang menerima semua siswa. E. Kesiapan Guru Guru memiliki peran yang sangat penting dalam mendidik generasi penerus, terutama dalam menghadapi tantangan pendidikan modern yang terus berkembang. Tidak hanya guru harus menguasai materi pelajaran, mereka harus dapat beradaptasi dengan kemajuan teknologi, mengendalikan keragaman siswa, dan menggunakan pendekatan pendidikan yang kreatif. Perubahan dinamis dalam kurikulum, teknologi, dan tuntutan masyarakat yang semakin kompleks menandai pendidikan kontemporer. "Kesiapan guru mencakup pemahaman terhadap dinamika kelas, kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan kurikulum, dan kemampuan untuk menggunakan teknologi secara efektif dalam pembelajaran," kata Ingersoll (2018). Untuk memberikan pengalaman belajar yang relevan dan bermakna bagi siswa, guru harus siap. Kemampuan pengajar berdampak langsung pada kualitas pembelajaran di kelas. "Guru yang siap dan terampil dalam menggunakan berbagai strategi pengajaran dapat memberikan dampak positif pada hasil belajar siswa," kata Hattie (2017). Tidak hanya penguasaan materi, guru harus memiliki keterampilan interpersonal, keterampilan teknologi, dan kemampuan untuk memberikan motivasi kepada siswa mereka. Dibutuhkan banyak hal untuk meningkatkan kesiapan guru; ini termasuk pelatihan yang memadai, dukungan institusional, dan kesadaran akan kemajuan pendidikan. "Investasi dalam pelatihan dan pengembangan profesional dapat membantu guru mengatasi


Pendidikan Karakter 49 tantangan dan memperkuat kesiapan mereka," tegas Ingersoll (2018). Pemerintah, lembaga pendidikan, dan guru sendiri harus bekerja sama untuk meningkatkan kemampuan guru. Pelatihan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan, bersama dengan dukungan institusional, harus ditekankan. Selain itu, guru harus diberi kesempatan untuk berbagi praktik dan pengalaman terbaik melalui komunitas pembelajaran profesional. Di era modern yang dinamis, kompetensi guru sangat penting untuk menjamin kualitas pendidikan. Guru dapat berperan aktif dalam membentuk generasi yang siap menghadapi dunia yang terus berubah dengan memahami dan mengatasi masalah seperti perkembangan kurikulum, teknologi, dan keberagaman siswa. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesiapan guru dan menjaga kualitas pendidikan, dukungan dan investasi yang berkelanjutan perlu diberikan. F. Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja guru berdampak pada guru itu sendiri dan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Sebagaimana dinyatakan oleh Hattie dan Timperley (2007), "evaluasi yang fokus pada peningkatan pengajaran dapat berkontribusi signifikan pada hasil belajar siswa." Evaluasi kinerja dapat membantu merancang program pengembangan profesional, menemukan area yang perlu ditingkatkan, dan mendorong inovasi dalam pembelajaran dengan memberikan umpan balik yang terarah. Pendekatan holistik untuk menilai kinerja guru tidak hanya melihat hasil ujian atau observasi di kelas. "Evaluasi


50 Pendidikan Karakter holistik mencakup penilaian terhadap pencapaian siswa, kontribusi terhadap lingkungan sekolah, dan partisipasi dalam pengembangan kurikulum," kata Reeves (2018). Metode ini memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh dan wajar tentang peran guru dalam pembelajaran dan perkembangan siswa. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan guru harus bekerja sama untuk meningkatkan evaluasi kinerja guru. Pengakuan terhadap keberagaman konteks pembelajaran, pelatihan evaluasi yang menyeluruh, dan penerapan instrumen evaluasi yang sah dan dapat diandalkan dapat menjadi langkah penting. Melibatkan guru dalam proses evaluasi juga dapat membangun budaya kerja tim yang mendukung kemajuan karyawan. Sangat penting untuk memastikan kualitas pendidikan melalui evaluasi kinerja guru. Evaluasi dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan memberikan umpan balik konstruktif dan menggunakan pendekatan holistik. Oleh karena itu, evaluasi kinerja guru harus diawasi secara konsisten untuk meningkatkan sistem pendidikan.


Pendidikan Karakter 51 PENCEGAHAN BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH BULLYING atau perundungan merupakan tindakan penggunaan kuasa yang bertujuan menyakiti individu atau kelompok baik secara verbal, fisik dan psikologis, sehingga mengakibatkan korban mengalami perasaan tertekan, trauma dan tidak berdaya. Bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu bull atau banteng yang senang menggunakan tanduk untuk merunduk pada siapapun yang ditenui. Dalam bahasa Indonesia, secara etimologis bully bermakna penggertak, atau orang yang mengganggu orang


52 Pendidikan Karakter lemah. Pelaku bullying merasa memiliki kekuasaan untuk melakukan apapun kepada korbannya. Sedangkan disisi lain, korban mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang terancam, teraniaya dan tertekan sehingga tidak bisa berbuat apapun untuk melawan. Perilaku terkait bullying banyak kita jumpai di lingkup sekolah. Sejatinya, sekolah tidak hanya mengajarkan ilmu, namun juga mempersiapkan anak atau siswa menjadi sumber daya manusia yang berbudi pekerti baik, berkarakter kuat, memiliki penguasaan iptek, unggul dan berdaya saing, serta diharapkan menjadi agen perubahan masa depan yang jauh lebih baik. Oleh karenanya, pendidikan karakter menjadi hal dasar yang punya nilai urgensi tinggi untuk ditanamkan kepada siswasiswa mulai dari sekolah dasar hingga lanjut, selain itu pendidikan karakter menjadi hak sekaligus tanggung jawab pendidik terlebih di era sekarang. Data hasil Asesmen Nasional (AN) tahun 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023 mencatat sebanyak 24,4 persen peserta didik mengalami berbagai jenis bullying, baik secara verbal, fisik, relasional, ataupun secara daring (cyberbullying). Bullying merupakan masalah serius yang dapat berdampak jangka panjang bagi korban, pelaku serta lingkungan sekolah secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami, mencegah dan mengatasi bullying dalam lingkup sekolah. A. Penyebab Bullying di Sekolah Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan bullying di sekolah, termasuk tekanan sosial, ketidakmampuan untuk mengelola emosi, dan pengaruh lingkungan di rumah. Selain itu, adanya ketidaksetaraan kekuatan antara pelaku dan korban juga dapat menjadi pemicu utama dari perilaku


Pendidikan Karakter 53 bullying. Selain itu, pengaruh media sosial dan tekanan teman sebaya juga dapat memainkan peran dalam meningkatkan kasus bullying di sekolah. Populasi siswa yang paling rentan dengan risiko tertinggi untuk mengalami bullying adalah mereka yang memiliki indikator seperti status sosial ekonomi rendah; perbedaan etnis, bahasa, perbedaan budaya; migrasi atau perpindahan; dan kemiskinan (UNESCO, 2017). Menurut CDC, anak lakilaki lebih mungkin mengalami bullying fisik dari siswa lain, sementara anak perempuan lebih mungkin mengalami bullying verbal dan relasional (Centers for Disease Control and Prevention, 2016). B. Dampak Bullying Dampak dari bullying sangat besar, yang paling buruk adalah bunuh diri. Istilah "bullycide" merupakan gabungan dari bullying dan bunuh diri untuk menjelaskan ketika seseorang mengakhiri hidupnya sebagai akibat dari bullying. Siswa juga berisiko mengalami masalah kesehatan mental seperti depresi, kesepian, kecemasan, dan harga diri yang rendah (Dake, Price, & Telljohann, 2003). Siswa juga dapat mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi di sekolah sehingga mengalami penurunan prestasi akademis. Beberapa siswa yang menjadi korban bahkan mengalami trauma jangka panjang yang memengaruhi kehidupan mereka bahkan setelah mereka tamat dari sekolah. C. Tipe Bullying 1. Physical Bullying atau Penindasan Fisik melibatkan penggunaan kekuatan fisik (misal, memukul,


54 Pendidikan Karakter menendang, menampar, menyandung, meludahi) yang ditujukan pada individu atau kelompok siswa. 2. Verbal Bullying melibatkan komunikasi lisan atau tertulis yang yang menyebabkan kerugian bagi korban termasuk ejekan, panggilan nama, ancaman, bahasa atau catatan yang menyinggung, dan gerakan tangan yang menghina. 3. Relational Bullying (atau penindasan sosial) melibatkan perilaku yang dirancang untuk mengucilkan atau merusak reputasi korban secara sosial, termasuk menyebarkan rumor, isolasi sosial, pengabaian, dan mendorong orang lain untuk tidak berteman dengan individu tersebut. 4. Cyberbullying melibatkan perilaku yang bertujuan untuk menyakiti seseorang melalui sarana elektronik (misalnya media sosial, pesan teks, game, aplikasi seluler), termasuk menyebarkan rumor, memposting gambar yang membahayakan, melanggar etika dan norma, mencemooh nama, dan mendorong pengucilan sosial. 5. Damage to Property melibatkan penyerang yang dengan sengaja merusak atau mencuri properti seseorang dengan maksud menyebabkan kerugian materil bagi korban. D. Strategi Pencegahan Bullying : Peran Sekolah dan Komunitas Pencegahan bullying memerlukan keterlibatan semua pihak, termasuk sekolah, guru, orang tua, dan siswa. Sekolah perlu menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, dengan mengadopsi kebijakan anti-bullying yang jelas dan memberikan sosialisasi maupun pelatihan kepada guru, tenaga kependidikan dan siswa untuk mengidentifikasi,


Pendidikan Karakter 55 melaporkan, dan menangani kasus bullying. Selain itu, pendekatan kolaboratif antara sekolah dan komunitas juga penting, melalui program-program pendidikan tentang bullying serta dukungan bagi korban dan pelaku. Pertama, penting untuk memahami bahwa pencegahan bullying di sekolah bukanlah tanggung jawab yang hanya harus dipikul oleh guru dan tenaga kependidikan di sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama baik oleh orang tua, siswa, dan masyarakat secara keseluruhan. Salah satu pendekatan yang efektif dalam strategi pencegahan bullying di sekolah adalah dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman berkaitan dengan bullying. Program-program pendidikan, seminar, pelatihan dan workshop yang menyasar semua pihak yang terlibat dapat membantu membangun pemahaman yang jauh lebih baik tentang dampak bullying dan cara-cara untuk mencegahnya. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta budaya sekolah yang menolak tindakan bullying. Pendidikan peer-to-peer menjadi sarana yang dapat dikembangkan agar siswa dapat berpartisipasi dalam program untuk mengajarkan teman sebaya mengenai bahaya atau dampak bullying dan cara pencegahannya. Saat mendapati korban bullying disekitar kita, maka siswa dapat memberikan dukungan kepada korban, mengingat korban bullying mayoritas dialami oleh siswa perempuan, maka hal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan dukungan moral seperti mendengarkan cerita dan sudut pandang mereka dan menemani hingga merasa lebih baik. Selain itu, penting juga untuk menciptakan mekanisme pelaporan yang efektif di sekolah. Siswa harus merasa nyaman dan yakin bahwa jika mereka menjadi korban atau menyaksikan bullying, mereka dapat melaporkannya tanpa adanya rasa takut dan khawatir akan reaksi negatif atau


56 Pendidikan Karakter balasan dari pelaku. Mekanisme ini harus diikuti dengan tindakan yang tegas dan konsisten terhadap pelaku bullying oleh pihak guru. Peran guru yang dapat ditekankan dalam pencegahan perilaku bullying di sekolah antara lain menciptakan lingkungan kelas yang aman, nyaman dan positif. Guru dapat memastikan bahwa kelas adalah tempat yang aman dan mendukung bagi kelangsungan siswa selama berada di sekolah. Intervensi dini juga merupakan keterampilan yang harus dimiliki guru, dengan demikian guru dapat mengambil tindakan jika menyadari adanya sinyal atau tanda bullying, mengingat pelaku bullying mayoritas dilakukan oleh siswa laki-laki. Peran guru lainnya yakni menjadi sahabat bagi siswa, guru dapat menjadi pihak yang netral dan penengah jika terdapat konflik antar siswa. Selanjutnya, peran orang tua juga sangat penting dalam pencegahan bullying. Pendidikan karakter, penanaman moral, kebajikan, dan religiusitas menjadi tugas utama orang tua dimana anak tumbuh dan belajar di lingkungan terdekat dengan orang tua. Selain itu, bagi remaja, komunikasi terbuka dua arah antara orang tua dan anak menjadi hal yang harus diupayakan dan dibiasakan, termasuk mengenai pengalaman saat berada sekolah dapat membantu mengidentifikasi tanda-tanda bullying dan memberikan dukungan jika diperlukan. Selain itu, orang tua juga dapat mendukung program pencegahan di sekolah dan terlibat aktif dalam mendukung kesadaran tentang masalah bullying ini di masyarakat. Tak kalah penting untuk diterapkan yaitu penanaman sikap atau budaya meminta dan memberi maaf agar kemarahan dapat terurai dan tidak menjadi sikap mendendam berkepanjangan yang memicu tindakan balas dikemudian hari.


Pendidikan Karakter 57 Gambar 1. Skema strategi pencegahan anti-bullying Kerangka di atas merupakan konsep The Multi-tiered Systems of Support (MTSS) mencakup intervensi atau layanan berbasis sekolah yang menangani berbagai "tingkat atau level" dukungan yang diperlukan untuk menangani berbagai masalah pembelajaran, kesehatan mental, dan kesehatan emosional-perilaku yang dimiliki oleh siswa. Pendekatan ini juga digunakan dalam pencegahan dan intervensi bullying. 1. Layanan Tingkat Dasar (primary tier) dikenal juga sebagai layanan universal, disediakan untuk semua siswa tanpa memandang apa yang menjadi kebutuhannya. Di level ini berisi program pencegahan bullying yang diakumulasikan untuk setiap warga sekolah, yakni berupa kebijakan sekolah yang jelas dan tegas mengenai bullying serta pendidikan dan sosialisasi anti bullying. Hasil yang ingin dicapai berupa iklim sekolah yang positif, peningkatan kesadaran baik guru maupun siswa,


58 Pendidikan Karakter peningkatan monitoring atau pemantauan, dan peningkatan kolaborasi antar pihak untuk mencapai tujuan yang positif. 2. Layanan Tingkat Dua (secondary tier) merupakan dukungan yang ditargetkan kepada kelompok siswa tidak menunjukkan progress yang memuaskan di level sebelumnya. Pada level ini, lebih spresifik program yang ditujukan dalam pencegahan bullying antara lain kelas yang disetting terstruktur, kurikulum kemampuan sosial, pembelajaran kooperatif dalam kelompok, dan partisipasi dalam kegiatan ekstrakulikuler. Dengan demikian hasil yang dicapai antara lain peningkatan rasa saling memiliki antar siswa, kemampuan sosial dalam peer-grup maupun role model siswa dan peningkatan kebebasan dalam lingkup pertemanan. 3. Layanan Tingkat Tiga (tertiary tier) merupakan layanan spesifik dan intensif yang ditujukan untuk individu yang menggunakan asesmen perilaku, social stories, dan pengajaran untuk mengenali sinyal dan perilaku tidak tampak serta self determination skills. Hasil yang ingin dicapai antara lain peningkatan kompetensi sosial, kebebasan atau kemandirian, dan kemampuan mengenali nilai atau value pribadi. E. Pertolongan Pertama Psikologis (Psychological First Aid) di Sekolah dalam Penanganan Korban Bullying Menurut WHO (2011), PFA adalah perawatan dasar yang bersifat praktis, suportif, dan humanis, yang dapat digunakan untuk memberi pertolongan individu yang mengalami tekanan karena bencana atau keadaan krisis, diberikan sesegera setelah krisis terjadi, dengan pendekatan yang tidak


Pendidikan Karakter 59 memaksa dan disesuaikan dengan nilai-nilai yang berlaku. Krisis dalam konteks PFA tidak terbatas pada bencana alam, namun juga krisis akibat kehilangan atau kejadian traumatik. Bencana alam, kecelakaan, konflik/perang, KDRT, kehilangan orang terdekat, sexual harrasment atau bullying juga termasuk kondisi krisis, yang berpotensi menimbulkan gangguan psikologis baik ringan, sedang maupun berat. Krisis yang dialami mungkin akan berdampak pada satu individu atau individu lainnya karena setiap individu memiliki ketahanan mental yang berbeda. PFA (Psychological First Aid) memiliki potensi untuk memitigasi (mencegah) permasalahan kesehatan jiwa yang lebih berat serta kesulitan jangka panjang dalam pemulihannya. PFA tidak hanya memberikan ketenangan kepada korban tetapi juga membantu korban untuk mampu berhubungan dengan yang lain, mampu mengakses menolong diri mereka sendiri, baik sebagai individual maupun komunitas. F. Pertolongan Pertama Psikologis di Sekolah Di lingkup sekolah, PFA melatih guru maupun tenaga kependidikan lainnya sebagai penghubung penting dalam meningkatkan ketahanan, mengenali adanya tanda-tanda gangguan psikologis, dan untuk membantu siswa serta keluarga mereka kembali ke keadaan normal setelah menghadapi peristiwa penuh tekanan. Kemampuan yang Harus Dimiliki Guru: 1. Mendengarkan & Memahami Pada langkah pertama, guru harus menyediakan kesempatan kepada siswa untuk berbagi pengalaman yang ia miliki dan mengekspresikan berbagai perasaan takut, cemas, dan


60 Pendidikan Karakter kekhawatiran terhadap sesuatu yang mungkin dapat terjadi. Dalam tahap ini sikap yang harus dimiliki adalah: a. Memastikan bahwa siswa dapat bercerita dengan aman & nyaman b. Tidak memaksa siswa untuk bercerita lebih dalam tanpa kesediaannya sendiri c. Menerima dengan penuh empatik dan memberikan dukungan d. Tidak melakukan judgement / menghakimi 2. Melindungi Fokus pada pemulihan rasa aman dan nyaman secara fisik maupun emosional. a. Siswa yang mengalami trauma mungkin mengalami lebih banyak kebingungan ketika rutinitas sekolah sehari-hari mereka terganggu, termasuk aktivitas sepulang sekolah, karena perubahan jadwal rutin mereka. b. Penting juga pada fase ini untuk melindungi siswa dari cedera fisik dan trauma psikologis lebih lanjut. c. Mengamati perubahan perilaku, penarikan diri, perilaku menentang, kesulitan belajar dan berkonsentrasi. 3. Hubungkan Salah satu reaksi umum dari peristiwa traumatis maupun penuh tekanan adalah penarikan diri secara sosial dan emosional, maupun muncul perasaan kehilangan dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan komponen penting dari kesejahteraan emosional dan pemulihan setelah menghadapi penuh tekanan. a. Diskusikan Pencarian & pemberian dukungan Jika siswa enggan mencari dukungan, mungkin ada banyak alasan sebagai berikut: 1) Tidak mengetahui apa yang ia butuhkan


Pendidikan Karakter 61 2) Merasa malu atau lemah karena membutuhkan bantuan 3) Khawatir menjadi beban bagi orang lain 4) Tidak tahu kemana harus meminta bantuan 5) Muncul pikiran, ‚Tidak seorang pun dapat memahami apa yang saya alami‛ 6) Pernah mencoba mencari bantuan di masa lalu dan ternyata mengecewakan. b. Diskusikan Pencarian & pemberian dukungan Dalam membantu siswa untuk menghargai nilai dukungan sosial dan keterlibatan dengan orang lain, Anda juga bisa membantu mereka untuk: 1) Pikirkan jenis dukungan yang paling membantu 2) Pikirkan siapa yang mungkin mereka dekati untuk mendapatkan dukungan semacam itu 3) Pilih waktu dan tempat yang tepat untuk mendekati orang tersebut 4) Bicaralah dengan orang yang mendukung dan jelaskan bagaimana dia dapat membantu 5) Terima kasih kepada orang yang telah mendukung atas waktu dan bantuannya 4. Tenang pada saat situasi krisis atau penuh tekanan, para siswa baik anak-anak maupun remaja mengamati reaksi orang dewasa dan meniru bagaimana cara mereka ketika menghadapi permasalahan. Terutama selama dan setelah situasi penuh tekanan terjadi, maka upayakan diri untuk tetap dalam kondisi yang tenang. 5. Mengajarkan Selama masa pemulihan dari peristiwa yang penuh tekanan, penting untuk mendidik, memberi contoh atau mengedukasi siswa tentang reaksi stres yang dapat terjadi meliputi: a. Perubahan fisik


62 Pendidikan Karakter b. Perubahan pemikiran c. Perubahan perasaan. Misalnya, guru dapat berkata, ‚Setelah situasi yang tidak menyenangkan, siswa mungkin mengalami kesulitan tidur atau kesulitan dalam perhatian dan konsentrasinya. Jika hal ini terus terjadi secara berkelanjutan, silahkan untuk melakukan konsultasi dengan profesional psikiater ata psikolog.


Pendidikan Karakter 63 PERAN PENGAJAR DALAM PENANAMAN KARAKTER PENDIDIKAN karakter merupakan aspek yang sangat penting dalam pembentukan individu yang bertanggung jawab, beretika, dan berempati dalam masyarakat. Dalam konteks ini, peran pengajar tidak dapat diabaikan. Pengajar bukan hanya sekadar penyampai pengetahuan akademik, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral untuk membimbing dan membentuk karakter siswa. Pengajar adalah agen perubahan utama yang dapat membantu siswa mengembangkan nilai-nilai moral dan etika yang kokoh,


64 Pendidikan Karakter yang akan membimbing mereka dalam menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya pendidikan karakter menjadi semakin nyata dalam era modern yang kompleks, di mana nilai-nilai tradisional seringkali dihadapkan pada tantangan dari berbagai arah. Dalam menghadapi perubahan sosial, teknologi, dan budaya, pendidikan karakter bukan hanya suatu konsep yang diinginkan, tetapi suatu kebutuhan mendesak. Pengajar memegang kunci untuk membentuk kepribadian siswa, memberikan fondasi moral yang kuat yang akan membantu mereka mengatasi berbagai dilema moral yang mungkin mereka hadapi di masa depan. Dalam bab ini, pembaca akan menjelajahi peran kritis yang dimainkan oleh pengajar dalam penanaman karakter. Penulis menguraikan bagaimana pengajar dapat menjadi teladan, memberikan bimbingan moral, menciptakan lingkungan belajar yang mendukung, dan mengembangkan strategi pembelajaran yang efektif untuk mendukung perkembangan karakter siswa. Melalui pemahaman mendalam tentang peran pengajar dalam pendidikan karakter, kita dapat memahami bagaimana pengajar dapat membentuk generasi yang memiliki nilai-nilai moral yang tinggi, integritas yang kuat, serta kemampuan untuk berempati dan berkontribusi positif dalam masyarakat. A. Model Peran Pengajar dalam Pendidikan Karakter Dalam konteks pendidikan karakter, pengajar memiliki peran sentral sebagai agen perubahan dalam membentuk moralitas dan nilai-nilai siswa. Sebagai model teladan, pengajar menjadi contoh yang diikuti oleh siswa dalam perilaku dan tindakan sehari-hari. Mereka tidak hanya mengajar dengan kata-kata, tetapi juga dengan contoh nyata dari integritas, tanggung jawab, dan empati yang mereka


Pendidikan Karakter 65 tunjukkan (Berkowitz & Bier, 2007). Dengan memberikan bimbingan moral, pengajar membimbing siswa dalam memahami perbedaan antara benar dan salah, serta mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai moral yang mendasar. Pentingnya komunikasi yang efektif dan hubungan emosional antara pengajar dan siswa tidak bisa diabaikan. Melalui komunikasi yang terbuka dan penuh empati, pengajar dapat memahami kebutuhan, aspirasi, dan masalah siswa. Dengan demikian, mereka dapat memberikan bimbingan yang sesuai, mendukung perkembangan karakter siswa, dan membantu mereka mengatasi konflik moral yang mungkin mereka hadapi (Elias, 2003). Lingkungan belajar yang aman dan mendukung emosi memungkinkan siswa merasa dihargai dan diterima, faktor penting untuk pertumbuhan karakter yang positif. B. Bimbingan Moral oleh Pengajar Penting untuk memahami bahwa bimbingan moral oleh pengajar bukan hanya sekadar tambahan dalam kurikulum, melainkan landasan esensial dalam membentuk karakter siswa. Menurut Berkowitz dan Bier (2007), pendidikan karakter melalui bimbingan moral oleh pengajar memainkan peran krusial dalam membentuk landasan moral dan etika siswa. Ini tidak hanya mencakup pemahaman nilai-nilai moral secara teoritis, tetapi juga aplikasi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Literatur mendukung gagasan bahwa bimbingan moral yang efektif dapat mempengaruhi perilaku siswa secara positif (Lickona, 1991). Dengan membangun kesadaran siswa terhadap nilai-nilai moral dan memberikan arahan yang


66 Pendidikan Karakter konsisten, pengajar menciptakan lingkungan di mana karakter dapat berkembang, memberikan kontribusi pada pembentukan generasi yang bertanggung jawab dan berintegritas. 1. Pembahasan nilai – nilai moral dalam konteks pembelajaran Pengajar dapat memasukan pembahasan nilai – nilai moral langsung ke dalam kurikulum untuk memberikan dasar konseptual bagi siswa. Menurut Elias (2003), pendekatan ini membantu siswa mengaitkan nilai-nilai moral dengan materi pelajaran, sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menginternalisasi konsep-konsep tersebut. Sebagai contoh, dalam mata pelajaran sejarah, pengajar dapat menyoroti tokoh-tokoh sejarah yang menonjolkan nilai-nilai moral tertentu, memberikan contoh konkret dari penerapan nilai-nilai tersebut dalam konteks sejarah. 2. Penanganan konflik moral didalam kelas Konflik moral di dalam kelas adalah suatu realitas yang harus diatasi oleh pengajar. Jones dan Zakariya (2011) menyoroti pentingnya pengajar sebagai mediator dalam menangani konflik moral di antara siswa. Dengan menciptakan ruang yang mendukung dialog terbuka, pengajar dapat membimbing siswa dalam memahami perspektif yang berbeda dan mengajarkan keterampilan penyelesaian konflik yang positif. Melalui pendekatan ini, pengajar memainkan peran kunci dalam mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan membuat keputusan moral yang tepat. Dalam hal ini, komunikasi yang efektif dan pendekatan yang penuh empati dari pengajar menjadi


Pendidikan Karakter 67 faktor penentu dalam menangani konflik moral (Elias, 2003). Melalui pemberian contoh dan bimbingan yang baik, siswa dapat belajar bagaimana menanggapi konflik dengan cara yang mempromosikan pemahaman, toleransi, dan solusi yang adil C. Strategi Pengajar dalam Mengembangkan Karakter Siswa Pendekatan pembelajaran aktif dan reflektif menjadi landasan utama dalam mengembangkan karakter siswa. Dengan melibatkan siswa dalam diskusi moral, mereka diberi kesempatan untuk mempertimbangkan perspektif berbeda dan mengembangkan pemahaman mendalam tentang nilainilai moral. Diskusi semacam ini menciptakan ruang di mana siswa dapat berbagi pengalaman, merenungkan nilai-nilai, dan memahami konsekuensi dari tindakan moral atau tidak moral (Leming, 2017). Selain itu, melibatkan siswa dalam simulasi situasi kehidupan nyata dan proyek-proyek kolaboratif memberikan pengalaman langsung yang memperkuat pembelajaran karakter. Dalam situasi simulasi, siswa dapat melihat dampak dari pilihan moral yang mereka buat dalam skenario yang aman dan terkendali. Proyek-proyek kolaboratif, di mana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan tertentu, membangun kerjasama tim, tanggung jawab bersama, dan menghormati pendapat orang lain, mendukung pengembangan keterampilan sosial dan moral (Jones & Zakariya, 2011). Dengan demikian siswa tidak hanya memahami nilainilai karakter, tetapi juga belajar bagaimana menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kombinasi pendekatan pembelajaran aktif, reflektif, dan pengaplikasian nilai-nilai karakter dalam konteks kehidupan


68 Pendidikan Karakter nyata, pengajar dapat menciptakan pengalaman pendidikan yang kaya dan mendalam, membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai karakter yang akan membimbing mereka sepanjang hidup. D. Penerapan Pendidikan Karakter dalam Praktik Pengajaran Selain memahami teori dan strategi, pengajar juga perlu memahami bagaimana menerapkan pendidikan karakter dalam kegiatan sehari-hari di kelas. Salah satu pendekatan yang efektif adalah menciptakan situasi pembelajaran yang mencerminkan nilai-nilai karakter yang diinginkan. Misalnya, dalam pelajaran sejarah, pengajar dapat membahas tokoh-tokoh sejarah yang memperlihatkan nilai-nilai seperti keberanian, integritas, atau empati, sehingga siswa dapat melihat contoh konkret dari nilai-nilai tersebut. Pengajar juga dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dalam kurikulum dengan merancang tugas-tugas atau proyek-proyek yang memerlukan pemikiran moral dan etika. Contohnya, dalam pelajaran seni, siswa dapat diminta untuk membuat karya seni yang merefleksikan nilai-nilai seperti keindahan, kesederhanaan, atau keberagaman. Dengan cara ini, siswa tidak hanya memahami nilai-nilai tersebut secara teoritis, tetapi juga merasakan pengalaman langsung dalam mengaplikasikannya dalam karya seni mereka. Selain itu, pengajar juga dapat menggunakan studi kasus atau cerita-cerita inspiratif untuk mengajarkan nilai-nilai karakter. Dengan menganalisis kasus nyata di mana orangorang harus membuat keputusan moral yang sulit, siswa dapat belajar bagaimana menilai situasi, mempertimbangkan


Pendidikan Karakter 69 nilai-nilai, dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan nilai-nilai karakter yang ditanamkan E. Evaluasi dan Umpan Balik dalam Pendidikan Karakter Penting untuk mencatat bahwa pendidikan karakter memerlukan evaluasi yang teliti. Pengajar dapat merancang pertanyaan reflektif atau studi kasus untuk mengukur pemahaman siswa tentang nilai-nilai karakter yang diajarkan. Selain itu, pengajar dapat melibatkan siswa dalam diskusi kelompok atau proyek kolaboratif untuk mengamati bagaimana siswa mengaplikasikan nilai-nilai karakter dalam kerjasama tim. Umpan balik juga memainkan peran kunci dalam pengembangan karakter siswa. Pengajar dapat memberikan umpan balik konstruktif tentang perilaku atau keputusan siswa yang mencerminkan nilai-nilai karakter. Siswa yang menunjukkan integritas atau empati dalam situasi tertentu dapat dipuji dan diakui. Sebaliknya, jika siswa terlibat dalam perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter yang diajarkan, pengajar dapat memberikan umpan balik yang mendukung perkembangan positif siswa F. Pendidikan Karakter sebagai Bagian Integral Kurikulum Pendidikan karakter seharusnya tidak terpisah dari kurikulum akademik, tetapi seharusnya menjadi bagian integral dari pendidikan. Pengajar dapat merancang rencana pelajaran yang menggabungkan nilai-nilai karakter ke dalam pembelajaran mata pelajaran utama seperti matematika, ilmu pengetahuan, dan bahasa. Sebagai contoh, dalam


70 Pendidikan Karakter pelajaran matematika, siswa dapat mempelajari konsep kejujuran melalui pemecahan masalah yang memerlukan integritas dalam menjawab soal-soal. Siswa akan melihat keterkaitan antara nilai – nilai karakter dan pembelajaran akademik jika pendidikan karakter di integrasikan pada kurikulum. Selain itu siswa memahami bahwa nilai – nilai tersebut relevan dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Pendekatan yang menyeluruh dan konsisten dapat menjadikan pendidikan karakter menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman pendidik siswa, membantu mereka tumbuh menjadi individu yang berintegritas, bertanggung jawab, dan empatik dalam menghadapi tantangan kehidupan.


Pendidikan Karakter 71 BAHAYA BUDAYA ASING DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER A. Budaya Asing Budaya asing merujuk pada suatu konsep yang mencakup praktik, norma, nilai, dan tradisi yang berasal dari kelompok atau masyarakat yang berbeda dengan budaya lokal atau negara di mana individu atau kelompok tersebut berada. Secara umum, budaya asing sering kali mengandung unsur-unsur yang berbeda dan terkadang saling bertentangan


72 Pendidikan Karakter dengan budaya lokal. Dalam konteks ini, budaya asing dapat diartikan sebagai keseluruhan pola tindakan, nilai, dan norma yang diperoleh seseorang melalui interaksi dengan individu dari kelompok sosial yang berbeda, melibatkan aspek-aspek seperti bahasa, keyakinan, dan gaya hidup (Hofstede, 2001). B. Ragam Budaya Asing yang Merasuk dalam Masyarakat Budaya asing adalah suatu kumpulan elemen yang beragam, meliputi bahasa, makanan, fashion, musik, agama, serta teknologi dan media. Dengan pesatnya kemajuan teknologi dan fenomena globalisasi, penyebaran budaya asing semakin mudah dan merata di seluruh dunia. Konsep globalisasi budaya, yang mencakup komodifikasi budaya seperti barang konsumen, media, dan gaya hidup yang berasal dari budaya asing (Appadurai, 1990), terus berkembang sebagai hasil dari interaksi intensif antarbudaya. Proses ini membentuk suatu dinamika di mana unsur-unsur budaya asing menjadi semakin terintegrasi dan diakses secara luas oleh masyarakat global, menciptakan pola-pola kehidupan yang semakin terdiversifikasi dan terinterkoneksi secara global. C. Pengaruh Budaya Asing Terhadap Karakter Dampak budaya asing terhadap sifat individu adalah subjek yang kompleks dan sering diselidiki dalam disiplindisiplin seperti studi budaya, psikologi, dan sosiologi. 1. Perubahan Nilai dan Norma Sosial Budaya asing seringkali membawa konvensi dan norma sosial yang berbeda dari budaya lokal. Konsep


Pendidikan Karakter 73 difusi budaya menunjukkan bahwa ketika budaya asing diterima dalam suatu masyarakat, terjadi transformasi dalam nilai-nilai dan norma sosial. Sebagai contoh, di budaya Barat, sering kali ditekankan nilai individualisme, berbeda dengan budaya lokal yang mungkin lebih menekankan pada kolektivisme. Perubahan ini mungkin memiliki dampak pada karakter individu dalam cara mereka memandang diri sendiri dan berinteraksi dengan orang lain. 2. Dampak Perubahan Budaya Asing Terhadap Karakter Individu Teori identitas budaya mencerminkan bagaimana individu mengenali diri mereka dalam kerangka budaya. Penerimaan unsur-unsur budaya asing memiliki potensi untuk memengaruhi identitas individu. Berdasarkan teori ini, perubahan karakter dapat terjadi pada individu karena mereka berupaya untuk beradaptasi dengan elemen-elemen budaya asing yang dianggap menarik 3. Pengaruh Budaya Pop dan Tren Mode Teori budaya pop menyatakan bahwa budaya asing, khususnya melalui bentuk hiburan pop seperti musik, film, dan mode, memiliki potensi untuk memengaruhi gaya berpakaian, komunikasi, dan perilaku individu. Dengan demikian, budaya pop asing dapat berperan dalam membentuk karakter individu dan mendorong untuk mengadopsi tren yang mungkin tidak sejalan dengan budaya lokal. 4. Bagaimana Budaya Asing Memengaruhi Pola Pikir dan Perilaku


74 Pendidikan Karakter Teori psikologi sosial menunjukkan bahwa persepsi dan pola pikir individu dapat dipengaruhi oleh budaya asing. Ketika individu terpapar kepada budaya asing melalui media atau interaksi sosial, di saat itu mungkin individu mulai mengadopsi pandangan dan tindakan yang sejalan dengan budaya tersebut. Pengaruh budaya asing terhadap karakter dapat menimbulkan dampak yang beragam, baik positif maupun negatif, tergantung pada konteks serta respons individu dan masyarakat. Beberapa orang mungkin mengalami perubahan karakter yang positif, sementara yang lain mungkin menghadapi konflik budaya. Kesadaran diri, pendidikan, dan pemahaman budaya memiliki peran krusial dalam membantu individu mengelola pengaruh budaya asing dengan efektif. D. Pengaruh Budaya Asing Terhadap Karakter Dampak budaya asing terhadap karakter mengacu pada bagaimana unsur-unsur budaya, norma, dan nilai-nilai yang berasal dari luar lingkungan budaya lokal dapat memengaruhi sifat individu dan masyarakat. Dalam konteks ini, akan dijelaskan beberapa teori yang mendukung pemahaman mengenai pengaruh budaya asing terhadap karakter. 1. Teori Difusi Budaya Teori difusi budaya menyatakan bahwa budaya dapat menyebar melalui kontak antarbudaya. Kajian dari (Simmons, 2007) menunjukkan bahwa saat budaya asing diintegrasikan dalam suatu masyarakat, nilai-nilai dan norma sosial lokal dapat mengalami perubahan. Sebagai contoh, perubahan pola makan dan diet terjadi ketika makanan asing diperkenalkan. Hal ini bisa memengaruhi


Pendidikan Karakter 75 karakter individu serta kebiasaan individu dalam hal makanan. 2. Teori Identitas Budaya Teori ini menekankan bagaimana individu mengidentifikasi diri mereka dalam konteks budaya. Pengaruh budaya asing dapat mempengaruhi identitas individu. Misalnya, penelitian oleh (Berry, 2005) dalam studi identitas budaya menunjukkan bahwa individu mungkin mengalami perubahan karakter ketika mereka mencoba menyesuaikan diri dengan elemen budaya asing yang dianggap menarik, yang mungkin bertentangan dengan budaya lokal. 3. Teori Budaya Pop dan Globalisasi Budaya pop dari luar negeri, seperti musik, film, dan mode, dapat memengaruhi karakter individu dan masyarakat secara signifikan. Teori ini menunjukkan bagaimana budaya asing dapat memengaruhi cara individu berpakaian, berbicara, dan berperilaku. Sebagai contoh, penelitian oleh (Schaefer, 2013) menggambarkan bagaimana budaya pop Korea (Hallyu) telah memengaruhi selera mode dan musik di berbagai negara. 4. Psikologi Sosial dan Pengaruh Budaya Psikologi sosial mengajarkan bahwa persepsi dan pola pikir individu dapat dipengaruhi oleh budaya asing. Ketika individu terpapar kepada budaya asing melalui media atau interaksi sosial, mereka mungkin mulai mengadopsi pandangan dan tindakan yang sejalan dengan budaya tersebut. Penelitian oleh (Markus dan


76 Pendidikan Karakter Kitayama, 1991) tentang konsep diri independen dan diri interdependen menyoroti bagaimana budaya asing dapat memengaruhi pandangan individu tentang diri mereka sendiri dan hubungan dengan orang lain. Penting untuk diketahui bahwa dampak pengaruh budaya asing dapat berbeda-beda, tergantung pada konteks, individu, dan budaya tertentu yang terlibat. Beberapa individu mungkin mengalami perubahan karakter yang positif, sementara yang lain mungkin mengalami konflik budaya. Kesadaran diri dan pemahaman budaya yang mendalam dapat membantu individu dan masyarakat mengelola pengaruh budaya asing dengan bijak. E. Perubahan Gaya Hidup Tema perubahan gaya hidup, terutama dalam konteks pengaruh budaya asing, adalah subjek yang signifikan dalam studi budaya, perilaku, dan sosiologi. Di bawah ini, akan diulas tentang perubahan gaya hidup dilengkapi dengan teori dan contoh yang relevan. Perubahan gaya hidup merujuk pada perubahan dalam cara individu hidup, termasuk pola konsumsi, pola makan, aktivitas fisik, hiburan, dan preferensi pribadi. Perubahan ini sering kali dipengaruhi oleh budaya asing dan tren global. Berikut adalah beberapa teori yang mendukung pemahaman tentang perubahan gaya hidup. 1. Teori Konsumen dan Globalisasi Teori konsumen menggambarkan bagaimana globalisasi, dengan pengaruh budaya asing, telah mengubah pola konsumsi individu. Penelitian (Ritzer, 2004) dalam


Pendidikan Karakter 77 "The Globalization of Nothing" menyatakan bahwa globalisasi telah menciptakan makanan cepat saji, di mana budaya yang mengubah cara orang makan. Contoh konkrit adalah peningkatan konsumsi makanan siap saji dan minuman berkafein yang berkaitan dengan perubahan gaya hidup yang lebih cepat dan mobilitas yang lebih tinggi. 2. Teori Perubahan Sosial Teori ini menekankan bagaimana perubahan dalam budaya dan teknologi dapat mengubah pola hidup. Penelitian (Castells, 2010) dalam "The Rise of the Network Society" menggambarkan bagaimana perkembangan teknologi dan konektivitas global telah mengubah cara orang bekerja, berkomunikasi, dan bersosialisasi, yang semuanya dapat memengaruhi gaya hidup. 3. Teori Pengaruh Budaya Pop Budaya pop, yang sering kali diimpor dari luar negeri, dapat memengaruhi gaya hidup individu. Contoh kasus adalah penelitian (Lee dan Cho, 2020) tentang dampak "Korean Wave" (Hallyu) yang telah memengaruhi minat orang-orang dalam musik, drama, mode, dan produk kecantikan Korea. 4. Teori Psikologi Sosial dan Perubahan Perilaku Teori psikologi sosial menjelaskan bahwa individu cenderung mengadaptasi perilaku mereka sesuai dengan norma dan nilai budaya yang mendominasi dalam lingkungan sosial. Penelitian (Cialdini dan Trost, 1998) tentang teori pengaruh sosial menunjukkan bagaimana individu dapat terpengaruh oleh kebiasaan dan


78 Pendidikan Karakter preferensi orang-orang di sekitar mereka, yang dapat mencakup perubahan dalam gaya hidup. Perubahan gaya hidup yang dipengaruhi oleh budaya asing dapat memiliki dampak yang kompleks, seperti perubahan positif dalam pola makan dan kesehatan, tetapi juga dapat membawa risiko, seperti konsumsi yang berlebihan dan gaya hidup yang berlawanan dengan budaya lokal. Penting untuk memahami teori-teori di balik perubahan gaya hidup ini dan mengakui bahwa adaptasi budaya dapat memainkan peran besar dalam transformasi individu dan masyarakat dalam dunia yang semakin terhubung global. F. Hilangnya Identitas Budaya Lokal Hilangnya identitas budaya lokal adalah fenomena yang menjadi perhatian penting dalam konteks globalisasi, di mana budaya asing dan tren global sering kali mendominasi dan dapat mengancam budaya lokal yang unik. Hilangnya identitas budaya lokal merujuk pada penurunan, pelemahan, atau bahkan hilangnya elemenelemen khas dan tradisi budaya lokal dalam masyarakat. Hal ini sering kali disebabkan oleh pengaruh budaya asing dan globalisasi. 1. Teori Keterpaparan Budaya Asing Teori ini menggambarkan bagaimana ketika budaya asing masuk ke dalam masyarakat, nilai-nilai dan norma budaya lokal dapat tergeser atau terlupakan. Penelitian (Robertson, 1992) dalam "Globalization: Social Theory and Global Culture" menguraikan bagaimana globalisasi


Pendidikan Karakter 79 dapat menghancurkan budaya lokal dengan mempopulerkan budaya global yang seragam. 2. Teori Identitas Budaya Teori identitas budaya menekankan bagaimana hilangnya elemen budaya lokal dapat mengancam identitas masyarakat. Teori ini berpendapat bahwa budaya lokal adalah bagian integral dari identitas suatu komunitas. Penelitian (Hall, 1990) dalam "Cultural Identity and Diaspora" membahas bagaimana identitas budaya memainkan peran penting dalam pemahaman diri individu dan kelompok. 3. Teori Kekuatan Ekonomi Kekuatan ekonomi global sering kali mendorong penyebaran budaya asing dan produk global, yang dapat mengancam budaya lokal. Penelitian (Hannerz, 1992) dalam "Cultural Complexity" membahas bagaimana industri hiburan dan periklanan berperan dalam penyebaran budaya asing, menggantikan produk lokal, dan menciptakan homogenisasi budaya. 4. Teori Konservasi Budaya Teori ini berfokus pada perlindungan dan pelestarian budaya lokal. Upaya untuk menjaga budaya lokal dapat melibatkan langkah-langkah seperti mempromosikan warisan budaya, melindungi situs bersejarah, dan mendukung seni dan tradisi lokal. Buku "Cultural Survival: A Handbook for All of Us" oleh (Adams, 2018) mengulas strategi pelestarian budaya dalam menghadapi globalisasi. Hilangnya identitas budaya lokal dapat memengaruhi aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Pemahaman dan perlindungan budaya lokal


80 Pendidikan Karakter adalah penting untuk mempertahankan keragaman budaya di dunia yang semakin terhubung dan berubah dengan cepat. G. Bahaya Ketergantungan Budaya Asing Bahaya ketergantungan terhadap budaya asing adalah topik yang penting dalam konteks globalisasi, di mana budaya asing seringkali mendominasi dan memiliki dampak yang signifikan pada individu dan masyarakat. Bahaya ketergantungan terhadap budaya asing mengacu pada dampak negatif yang dapat timbul ketika individu atau masyarakat secara berlebihan mengadopsi dan menggantungkan diri pada elemen-elemen budaya asing. Kondisi ini dapat mengancam budaya lokal, identitas, ekonomi, dan kemandirian. Ketergantungan terhadap budaya asing dapat membuat suatu masyarakat kehilangan kontrol atas nilainilai dan norma budaya mereka sendiri. Pemaksaan tekanan dari budaya asing kepada masyarakat lokal begitu gencar melalui media hiburan dan produk global lainnya (Tomlinson, 1991). Ketergantungan pada barang dan hiburan budaya dari luar negeri dapat merugikan perekonomian lokal. Apabila produk asing menguasai pasar lokal, ini bisa mengakibatkan berkurangnya kesempatan kerja dan dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi (McChesney, 1999). Ketergantungan pada budaya asing memiliki potensi mengancam keragaman budaya dan identitas masyarakat. Teori identitas kultural menekankan betapa pentingnya melestarikan warisan budaya lokal sebagai cara untuk memahami dan merasa terikat dengan identitas kultural (Hall, 1996). Ancaman dari ketergantungan pada budaya asing melibatkan risiko terhadap keragaman budaya,


Pendidikan Karakter 81 kemandirian ekonomi, dan kebebasan berpikir. Memahami konsep-konsep ini dapat membantu masyarakat dan individu untuk lebih berwaspada terhadap dampak yang mungkin timbul akibat ketergantungan pada budaya asing, serta berupaya menjaga keseimbangan yang sehat antara budaya asing dan budaya lokal. H. Upaya Perlindungan Budaya Lokal Upaya perlindungan budaya lokal mencakup berbagai tindakan yang bertujuan untuk melestarikan dan mempromosikan elemen-elemen budaya lokal. Ini termasuk bahasa, tradisi, seni, musik, tarian, pakaian tradisional, dan warisan budaya lainnya. 1. Teori Pelestarian Budaya Teori ini fokus pada pelestarian warisan budaya lokal sebagai cara untuk menjaga identitas dan keunikan masyarakat. UNESCO telah mempromosikan pelestarian budaya melalui Instrumen Warisan Kemanusiaan Tak benda. Salah satu konsep dalam pelestarian adalah 'warisan budaya tak benda' yang didefinisikan oleh (Smith, 2006) dalam "Heritage, Communities, and Archaeology" sebagai "ekspresi budaya yang terus hidup di dalam masyarakat dan diturunkan dari generasi ke generasi." 2. Teori Identitas Budaya Teori ini menggarisbawahi pentingnya budaya lokal dalam membentuk identitas masyarakat. Penelitian oleh (Appadurai, 1996) dalam "Modernity at Large" menyoroti bagaimana identitas budaya lokal adalah bagian integral dari identitas individu dan kelompok.


82 Pendidikan Karakter 3. Teori Partisipasi Masyarakat Upaya perlindungan budaya lokal sering melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi program pelestarian. Teori partisipasi menekankan pentingnya masyarakat lokal dalam merancang dan mengelola inisiatif pelestarian budaya. Penelitian (Putnam, 1993) dalam "Making Democracy Work" membahas konsep partisipasi dalam konteks pelestarian budaya. 4. Teori Pendidikan Budaya Pendidikan budaya adalah elemen kunci dalam upaya perlindungan budaya lokal. Teori ini menekankan pentingnya pendidikan untuk memperkenalkan generasi muda pada budaya lokal dan warisan budaya. Penelitian oleh UNESCO dalam "Education for Sustainable Development Goals" menyebutkan bahwa pendidikan budaya membantu mengembangkan pemahaman, penghargaan, dan kepedulian terhadap budaya lokal. Upaya perlindungan budaya lokal penting untuk menjaga keberagaman budaya dan mencegah hilangnya identitas budaya lokal akibat globalisasi. Dalam dunia yang semakin terhubung, memahami teori dan praktik yang mendukung perlindungan budaya lokal dapat membantu masyarakat melestarikan dan merawat warisan budaya lokal warisan leluhur.


Pendidikan Karakter 83 UPAYA PENANAMAN AKHLAK PADA PELAJAR A. Penanaman Akhlak Perkembangan teknologi berpengaruh pada perkembangan peradaban. Saat ini telah memasuki era ilmu pengetahuan modern yaitu society 5.0 sebagai masa Revolusi Industri 4.0. manusia membutuhkan kehidupan yang


84 Pendidikan Karakter nyaman. Dalam bidang Pendidikan, era sekarang adalah era Revolusi Indutri 4.0, dimana dalam kegiatan proses pendidikan menggunakan teknologi cyber, seperti dalam proses pembelajaran menggunakan media pembelajaran berbasis digital. Semakin pesatnya perkembangan digital berdampak dalam perilaku manusia pada kehidupan sehari-hari bahkan sampai pada tindakan kriminal. Hal tersebut merupakan tanggungjawab bersama dalam mengontrol dan menciptakan lingkungan sehat, berpikir jernih, dan bersikap bijak dalam bertindak. Oleh karena itu perlu penguatan karakter dalam penanaman nilai-nilai moral membentuk pribadi yang religius, mandiri, berintegritas, nasionalis, dan dapat bekerjasama (Yandri A, SH., 2022). Pendidikan karakter seperti keteladanan, kasih sayang, moralitas, perilaku, dan kebhinnekaan harus disampaikan dan dibina kepada pelajar atau siswa. Dengan demikian pelajar mampu menerapkan di kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pemikiran tersebut melahirkan Perpres Nomor 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter. Penguatan pendidikan karakter merupakan prioritas utama dalam pendidikan dengan mensinergikan dan memperkuat kurikulum pada pendidikan karakter, seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017). Penerapannya dalam proses pembelajaran intrakurikuler dan ekstrakurikuler dengan mengotimalkan penggunaan media pembelajaran digital. Pentingnya peran guru dalam membimbing dan mengarahkan pelajar agar mampu mencerdaskan pelajar yang berakhlak mulia. Dalam hal ini pemerintah telah mengatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan,


Pendidikan Karakter 85 dijelaskan dalam pasal 6 yaitu ruang lingkup dalam peraturan daerah bahwa pendidikan karakter dan akhlak mulia terdapat dalam pendidikan formal. Perilaku manusia berhubungan dengan Allah SWT, diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Penerapan perilaku dalam mewujudkan kesejahteraan sosial tertuang pada sila kelima Pancasila, dengan demikian pendidikan karakter selain diperoleh dalam lingkungan keluarga, terdapat dalam proses pembelajaran. Adapun sikap dan perbuatan mencerminkan norma-norma hukum, agama, sosial budaya, dan terintegritas dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, sekolah, dan masyarakat. Menurut kamus Bahasa Indonesia karakter merupakan, ‚tabiat; sifat-sifat kejiwaan, ahklak atau budi pekerti yg membedakan seseorang dengan yang lain‛ (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008). Sedangkan menurut Mahmud Syaltut karakter adalah ahklak, moral, dan budi pekerti dalam jiwa seseorang dan berpengaruh dalam tindakan (dalam Sungkowo, 2014). Cerminan seseorang yang memiliki ahklak, apabila dalam mengatasi permasalahan dan bersikap mampu menunjukkan kebaikan dan berpikir bijak tanpa menyinggung perasaan orang lain dan mampu menunjukkan kesopanan dalam bertindak. Perbuatan tersebut berpengaruh langsung pada lingkungan sekitar, sehingga dapat dilihat bahwa seseorang tersebut berahklak. Pendidikan karakter yang diperoleh dalam lembaga pendidikan sebagai upaya penanaman ahklak agar dapat berpikir dan bertindak sesuai nilai-nilai moral dan etika. Pendidikan karakter fokus dalam prinsip menampilkan interaksi individu dengan diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan, dengan tujuan meningkatkan pemahaman


86 Pendidikan Karakter ideologi, menghargai pendapat, dan kemampuan berperilaku baik (Zubaedi, 2011). Pentingnya diberikan pendidikan karakter pada pelajar sebagai upaya memupuk nilai-nilai moral dalam pendidikan karakter, sehingga dapat merespon cara berpikir pelajar dalam berperilaku sesuai norma dan akidah Dengan demikian dapat mengangkat kredibilitas seseorang menjadi lebih baik dan mampu menjalani kehidupan sekalipun mendapat tantangan tersulit dan menjadi individu yang dewasa serta matang dalam berpikir dan bertindak. B. Tujuan penanaman Akhlak Penanaman ahklak merupakan tanggungjawab bersama dalam membentuk karakter dan mengenal nilai-nilai moral, sehingga membantu mengembangkan sikap positif dalam berinteraksi dan mampu membangun lingkungan yang lebih baik. Menurut Gunawan tujuan penanaman ahklak adalah membentuk pribadi menjadi baik dalam lingkungan sekitar, bermasyarakat, dan bernegara. Adapun hubungan kemasayarakat dipengaruhi oleh suku, golongan, dan budaya. Pada hakikatnya nilai-nilai budaya tidak terlepas dari kehidupan bermasayarakat, maka relevansi pendidikan karakter dalam konteks pendidikan tidak terlepas dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sebagai binaan pribadi generasi muda(Gunawan, 2022). Tujuan penanaman ahklak adalah a) mengenal dan bertakwa pada Allah SWT; b) memperkuat perkembangan diri dengan ilmu agama; c) terbinanya ahklak menjadi baik dalam lingkungan sekitar; d) pembiasaan dalam berperilaku baik dan sopan di lingkungan sekitar. Seseorang dengan


Pendidikan Karakter 87 pembiasaan berperilaku sopan santun terhadap orang yang lebih tua dan peduli dengan sesama merupakan sikap ahlak terpuji; e) pembentukan karakter dan kepribadian yang baik; f) meningkatkan kesadaran moral; g) membangun dan menciptakan hubungan yang baik dan hidup lebih bermakna; h) berintegritas kebangsaan dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan bermasyarakat dan berbudaya; i) pengembangan kesadaran tinggi dalam menghargai diri sendiri dan orang lain. Pembentukan karakter dengan menanamkan ahklak berdampak positif bagi individu dan masyarakat sehingga mampu bertanggungjawab, menjadikan norma dan etika sebagai landasan dalam berinteraksi, menciptakan pimpinan berkualitas. Secara keseluruhan mampu membangun masyarakat yang harmonis dan Sejahtera. C. Tantangan Era Digital Bagi Generasi Sekarang Perkembangan ilmu pengetahuan memengaruhi kebutuhan literasi dan berhubungan dengan teknlogi. Pemahaman dalam penggunaan teknologi dibutuhkan untuk generasi Revolusi Industri. Kebertahanan manusia dalam digitalisasi untuk berinteraksi sosial, dituntut dalam pengembangannya. Secara otomatis mendorong manusia untuk mencari informasi sebagai Upaya peningkatan ilmu pengetahuan sebagai salah satu elemen pendudukung kinerja. Dengan demikian lembaga pendidikan harus mengikuti trend yang terjadi berdasarkan konteks masyarakat dalam kehidupan sosial. Adapun proses pendidikan dituntut untuk memenuhi kebutuhan literasi melalui digital. Hal tersebut berpengaruh dalam perilaku pelajar untuk berinteraksi dengan lainnya.


88 Pendidikan Karakter Perkembangan teknologi menjadi tantangan dalam pengembangan kapasitas kognitif pelajar, diperlukan keterampilan dan sikap mental untuk bertahan dan pada era revolusi industri. Tantangan yang dihadapi tersebut aebagai berikut. 1. perilaku online dalam penggunaan teknologi banyak manipulatif 2. tantangan keamanan privasi dalam data yang berhubungan dengan jaringan internet 3. ketergantungan dengan digital, sehingga kurang bersosialisasi dan terganggunya kesehatan akibat radiasi. 4. muncul ketidakstabilan sosial, sebagai akibat mosi tidak percaya dengan adanya berita hoax. Penguatan pemahaman nilai-nilai ahklak diperlukan sebagai manusia yang bertanggungjawab dan berpikir kritis terhadap informasi yang diterima dalam menghadapai tantangan era digital. D. Peran Orangtua dalam Penanaman Ahklak Penanaman karakter dalam keluarga yang telah diberikan oleh orangtua sejak dini merupakan salah satu upaya orangtua dalam mendidik anak menjadi lebih baik. Kriteria Pendidikan ahklak yang telah diberikan dan dicontohkan oleh orangtua belum menjamin seorang anak memiliki ahklak baik. Pendidikan ahklak yang diperoleh dari lingkungan keluarga adalah peran orangtua. Bagaimana orangtua berperilaku baik pada anak. Anak lebih cenderung meniru perilaku orang terdekat. Orangtua yang bersikap kasar dan kurang bijak dalam lingkungan keluarga, seorang anak


Pendidikan Karakter 89 merasa bahwa perlakuan tersebut adalah benar. Sehingga pada lingkungan di luar rumah mereka menunjukkan perilaku kebiasaan di rumah. Pentingnya orangtua memberikan contoh dan pembinaan pada seorang anak bagaimana bersikap terhadap keluarga dan rang lain dengan nilai-nilai norma agama. Agama merupakan pedoman hidup dalam berperilaku baik. Setiap agama selalu mengajarkan kebaikan. Tuntunan tersebut dapat membantu program pemerintah dalam mencerdaskan pelajar dari perspektif ahklak mulia. Dengan demikian kebiasaan seorang anak dimplementasikan pada saat pelajar tersebut berinteraksi pada lembaga pendidikan, sebagai contoh di sekolah. Penilaian terbaik dalam perilaku seorang anak di tengah-tengah lingkungan sekitar atau masyarakat merupakan bukti nyata bahwa anak tersebut adalah anak berperilaku baik dan sopan. Seorang anak yang memiliki ahklak dapat berinteraksi sopan dan beradap dalam lingkungan sekitar. Tetapi hal tersebut belum menunjukkan signifikasi sikap berahklak. Kecerdasan seorang anak diperoleh tidak hanya dalam keluarga tetapi di masyarakat khususnya dalam ranah pendidikan. Nilai-nilai pendidikan karakter yang diperoleh pelajar dalam lembaga pendidikan dapat dikolaborasikan di rumah sebagai Upaya mendukung pengembangan karakter sehingga mampu memperkuat karakter anak dan mendukung dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang mempromosikan perkembangan karakter yang baik pada pelajar di lingkungan keluarga. Dalam membentuk karakter berahklak pada dunia pendidikan merupakan program unggulan di setiap lembaga pendidikan. Sebagai akibat tantangan digital tantangan yang


90 Pendidikan Karakter semakin pesat. Tanggungjawab pemerintah dalam mengentaskan pelajar berintergritas dan bermartabat serta berbudaya dalam menerapkan nilai-nilai moral diterapkan melalui proses kegiatan pendidikan. Kecerdasan emosi seorang pelajar diawali dengan perilaku yang baik dan berahklak. Menurut Zubeidi, bahwa kecerdasan emosional bagian penting dalam penanaman karakter bagi pelajar. Dalam pendidikan, kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual dapat membangun pembelajaran karakter, hubungan kecerdasan tersebut saling terkait dan terintegrasi sehingga membentuk pribadi yang bermatabat (Zubaedi, 2011). Melalui penanaman karakter mampu meningkatkan cara pandang dan berpikir pelajar dalam berinteraksi pada kegiatan proses pembelajaran. Secara tidak langsung pelajar beradaptasi dengan lingkungan pendidikan untuk berperilaku sesuai dengan kecerdasan moral dan etika. Proses kegiatan pendidikan antara pendidik dan antar pelajar atau warga sekolah dalam berperilaku, mereka menunjukkan adab baik dan beretika, saling menghargai dan menghormati sebagai contoh seorang pelajar memberi salam pada guru atau antar pelajar saling membantu bila salah satu teman lupa membawa alat tulis. Perbuatan baik dengan saling memperhatikan merupakan salah satu sikap moral saling menghormati dan manghargai. E. Pendekatan Pendidikan Karaker Melalui penanaman karakter yaitu nilai-nilai etika dasar membentuk pemahaman dan kepedulian dan mampu mengembangkan wawasan kognitif, efektif dan perilaku. Dalam hal ini pelajar dapat belajar memahami bentuk kebaikan dan mampu bertindak atas dasar nilai etika dan


Click to View FlipBook Version