93 sila Pancasila, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari; mengenal karakter para perumus Pancasila; menunjukkan sikap bangga menjadi anak Indonesia yang memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. UUD RI 1945 Peserta didik mampu mengidentifikasi dan melaksanakan aturan di sekolah dan lingkungan tempat tinggal; mengidentifikasi dan melaksanakan hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga dan sebagai warga sekolah. Bhinneka Tunggal Ika Peserta didik mampu membedakan dan menghargai identitas diri, keluarga, dan temantemannya sesuai budaya, suku bangsa, bahasa, agama dan kepercayaannya di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat. NKRI Peserta didik mampu mengidentifikasi lingkungan tempat tinggal (RT, RW, desa atau kelurahan, dan kecamatan) sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; menunjukkan sikap kerja sama dalam berbagai bentuk keberagaman suku bangsa, sosial, dan budaya di Indonesia yang terikat persatuan dan kesatuan di lingkungan tempat tinggal dan sekolah.
94 Fase C Kelas 5 dan 6 SD Capaian Umum: Peserta didik memahami kronologi sejarah kelahiran Pancasila dan meneladani sikap para perumus Pancasila; memahami hubungan sila-sila Pancasila sebagai suatu kesatuan yang utuh dan makna nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup, dan ideologi negara; mengidentifikasi bentuk-bentuk norma, hak, dan kewajiban; mempraktikkan musyawarah membuat kesepakatan dan aturan bersama; menghormati, menjaga dan melestarikan keberagaman budaya dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika; mengenal wilayahnya dalam konteks kabupaten/kota, provinsi sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan menjaga persatuan dan kesatuan di lingkungan sekolah dan sekitar sebagai wujud bela negara. Capaian Per Elemen Pancasila Peserta didik mampu memahami kronologi sejarah kelahiran Pancasila; meneladani sikap para perumus Pancasila dan menerapkan di lingkungan masyarakat; menghubungkan silasila dalam Pancasila sebagai suatu kesatuan yang utuh, menguraikan makna nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup, dan ideologi bangsa dan negara. UUD RI 1945 Peserta didik mampu menyajikan hasil identifikasi bentuk-bentuk norma, hak, dan kewajiban dalam kedudukannya sebagai anggota
95 keluarga, warga sekolah, dan warga negara; mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari; melaksanakan praktik musyawarah untuk membuat kesepakatan dan aturan bersama, serta menerapkannya dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Bhinneka Tunggal Ika Peserta didik mampu menyajikan hasil identifikasi sikap menghormati, menjaga, dan melestarikan keberagaman budaya dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat. NKRI Peserta didik mampu mengenal wilayahnya dalam konteks kabupaten/kota, provinsi sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; menunjukkan perilaku, gotong royong untuk menjaga persatuan di lingkungan sekolah dan sekitar sebagai wujud bela negara. Berdasarkan capaian pembelajaran yang ada, guru menyusun Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). Alur tujuan pembelajaran merupakan serangkaian tujuan pembelajaran ang disusun secara logis dan sistematis untuk memudahkan peserta didik mencapai capaian pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Guru mengembangkan ATP berdasarkan kondisi peserta didik serta lingkungan sosial dan budaya berada. Hal ini menjadi bukti adanya fleksibilitas Kurikulum Merdeka dan
96 tuntutan kompetensi serta profesionalisme guru dalam menyusun pembelajaran. ATP pada Kurikulum 2013 dikenal sebagai silabus. Serangkaian persiapan pembelajaran Pendidikan Pancasila dibuat guru sebagai pedoman agar pada proses pembelajaran tidak melenceng dari tujuan yang akan dicapai. Kurikulum Merdeka menekankan pada pengembangan potensi peserta didik, termasuk dalam penyusunan pedoman mengajar dan penyesuaian CP. Guru merancang pembelajaran sesuai dengan minat, bakat, profil, serta kesiapan belajar peserta didik, termasuk pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila. Mengajarkan Pendidikan Pancasila bagi peserta didik di sekolah dasar membutuhkan strategi khusus terlebih pada Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini tidak menginginkan adanya pembelajaran yang fokus pada konten dan peserta didik menjadi mesin penghafal materi, terlebih Pendidikan Pancasila sebelumnya identik dengan konten teoritis tentang kenegaraan. Kurikulum Merdeka mengingkan pembelajaran Pendidikan Pancasila yang dinasmis, fleksibel, dan mampu mengembangkan potensi peserta didik. Pembelajaran disampaikan secara efektif dan tepat sasaran sesuai dengan minat, bakat, profil dan kesiapan peserta didik. Guru tidak hanya sebagai pendidik, pengajar, maupun fasilitator dalam pembelajaran. Pada Pendidikan Pancasila guru juga dituntut menjadi model bagi peserta didik. Segala sikap dan perilaku guru juga menjadi sarana belajar terlebih kaitannya dengan contoh
97 menjadi warga negara yang baik sesuai dengan tujuan pada awal pembahasan. Cara atau teknik guru dalam mengajarkan Pendidikan Pancasila harus memperhatikan beberapa hal, yaitu peserta didik, tujuan atau capaian pembelajaran, suasana, dan guru. Pada kurikulum merdeka sebelum memulai pembelajaran guru harus memiliki informasi peserta didik terkait minat, bakat, profil belajar, dan kesiapan belajar. Guru dapat menggunakan asesmen awal baik yang bersifat kognitif maupun nonkognitif. Informasi tentang keragaman keadaan peserta didik dapat menjadi pegangan dan acuan guru dalam menentukan teknik atau metode pengajaran yang paling sesuai. Misalnya guru bisa membentuk kelompok kecil berdasarkan minat dan profil belajar peserta didik serta menyediakan media beragam agar menjadi pilihan belajar peserta didik. Hal yang perlu dipertimbangkan guru dalam memilih teknik pengajaran adalah tujuan. Tujuan pembelajaran yang dijabarkan pada capaian pembelajaran menjadi pedoman bagaimana pembelajaran akan dilaksanakan. Guru akan menggunakan media gambar atau audio, belajar secara berkelompok atau individu, melakukan demonstrasi atau praktik langsung, bergantung dari tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tiap tujuan pembelajaran memiliki karakteristik yang khas dengan teknik tertentu. Misal pada suatu pembelajaran memiliki tujuan untuk mengenal diri identitas diri dan keluarga. Guru bisa memilih kombinasi teknik wawancara dan diskusi untuk kegiatan
98 pembelajaran. Akan sangat kecil kemungkinan guru hanya menggunakan ceramah pada pembelajaran tersebut. Hal berikutnya yang harus diperhatikan guru adalah suasana. Suasana belajar menjadi faktor penting dalam guru memilih teknik pengajaran. Peserta didik akan merasa jenuh jika setiap hari diajar dengan satu atau dua cara yang sama. Di sinilah peran guru hadir sebagai sutradara pembelajaran, sosok yang merancang skenario pembelajaran sehingga membuat semua yang terlibat menjadi antusias dan mendapatkan inti dari kegiatan pembelajaran tersebut. Penggunaan model, metode, atau media yang bervariasi bisa dilakukan guru untuk membangun suasana belajar yang optimal bagi peserta didik. Hal yang juga penting dalam pemilihan metode pengajaran adalah guru itu sendiri. Guru harus memiliki kemampuan dan kompetensi yang mumpuni dalam menggunakan berbagai macam teknik model dan media pembelajaran, termasuk kemampuan merancang skenario pembelajaran. Hal ini mendorong guru untuk terus belajar dan meningkatkan kapasitasnya sebagai pendidik. Setelah guru menguasai berbagai macam teknik dan metode pembelajaran, maka guru bisa meramu sebuah pembelajaran dalam bingkai model yang sesuai dengan tujuan, tentu dengan kembali memperhatikan faktor keadaan peserta didik dan lingkungan. Wuri Wuryandani dan Fathurrohman (2012: 43) menuliskan metode pembelajaran yang sering dan sesuai
99 untuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila adalah sebagai berikut: 1. Modeling Peserta didik pada jenjang sekolah dasar lebih mudah menirukan sesuatu yang ia lihat daripada mengamalkan apa yang diajarkan secara lisan. Hal ini menjadikan perhatian bagi guru untuk memberi contoh perilaku yang baik bagi peserta didik. Dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila model dapat berupa manusia dan nonmanusia. Manusia contohnya adalah memberi sosok panutan untuk peserat didik, seperti pahlawan atau tokoh masyarakat lain, bahkan bisa juga guru menjadi contoh untuk modeling peserta didik. Model nonmanusia contohnya adalah karakter atau tokoh dalam cerita anak seperti kancil dan monyet, atau pada cerita dongeng dan fabel lain yang dekat dengan dunia peserta didik. 2. Gaming Gaming atau permainan menjadi metode yang cocok diterapkan pada pembelajaran Pendidikan Pancasila di sekolah dasar. Sifatnya yang kompetitif memacu peserta didik untuk aktif memenangkan perlombaan. Antusias peserta didik ini juga akan berdampak pada kemauan mereka untuk memahami materi dan kemampuan dalam berinteraksi untuk memanangkan permainan. Tentunya hal ini akan melibatkan kompetensi kolaborasi dan berpikir kritis peserta didik.
100 3. Value Clarifivation Technicque Value Clarifivation Technicque (VCT) atau teknik mengklarifikasi nilai merupakan sebuah teknik pengajaran untuk membantu peserta didik mencari dan menemukan suatu nilai yang digunakan untuk menghadapi sebuah persoalan atau permasalahan melalui proses analisis nilai yang telah dimiliki dan tertanam pada peserta didik. Menurut Hall dalam Sutoyo (2020: 69) proses pembelajaran VCT meliputi 3 hal yaitu: a. Memilih dan menentukan nilai dengan bebas b. Merasa senang, bangga, bahagia dengan piluhan nilai c. Menginternalisasikan, bersikap, dan melaksanakan ataubertingkah laku sesuai dengan nilai yang menjadi pilihan. VCT mengasah aspek afektif peserta didik dimana mereka dapat menyelaraskan nilai yang dimiliki dengan nilai yang akan diterapkan sehingga dapat mengamalkan nilai-nilai tersebut dengan lebih mendalam. 4. Tanya jawab Tanya jawab merupakan suatu cara menyampaikan bahasan kepada peserta didik dengan cara bertanya kemudian dijawab dengan cara yang baik dan sesuai. Metode ini dapat sebagai selingan dan kombinasi pada metode ceramah yang dinilai konservatif. Tanya jawab mampu melibatkan peserta
101 didik untuk aktif dalam pembahasan. Pada pembelajaran Pendidikan Pancasila metode tanya jawab sangat mungkin dan sering dipraktikkan untuk membangun suasana belajar yang aktif dan komunikatif. Namun, untuk memaksimalkan proses tanya jawab maka peserta didik harus memiliki pengetahuan atau bekal untuk tanya jawab, bisa dengan cara membaca terlebih dahulu atau materi tanya jawab berasal dari pembahasan sebelumnya. 5. Diskusi Dikusi merupakan cara pengajaran dengan meminta peserta didik untuk membahas sebuah topik atau masalah kemudian. Pembahasan dilakukan secara ilmiah dan menjunjung tinggi nilai kejujuran dan saling menghormati. Pada cara ini peserta didik belajar untuk kerja sama dan berkolaborasi serta berkomunikasi dengan teman sebaya. Pada pembelajaran Pendidikan Pancasila cara ini bisa dilakukan dalam berbagai bahasan misalnya peserta didik berkelompok dan berdiskusi tentang contoh penerapan sila-sila Pancasila pada kehidupan di lingkungan sekolah. 6. Bermain peran Bermain peran merupakan sebuah cara belajar dimana peserta didik memainkan tingkah laku atau peran tertentu yang berhubungan dengan materi pelajaran. Pada Pendidikan Pancasila metode ini bisa dilakukan pada materi sejarah Pancasila dimana
102 peserta didik berperan sebagai para perumus Pancasila dan tokoh lainnya yang mendukung. Sebelumnya tentu mereka telah mempelajari urutan cerita yang akan diperankan. Metode ini memberi pengalaman bagi peserta didik untuk seolah-olah ada pada situasi tersebut. Penggunaan metode bermain peran diharapkan dapat membina nilai moral peserta didik, serta meningkatkan kesadaran dan penghayatan. 7. Karya wisata Karya wisata merupakan kegiatan kunjungan ke objek atau lokasi tertentu dengan maksud untuk belajar langsung. Kegiatan karya wisata memberi pengalaman dan kesan bagi peserta didik tentang suasana baru dalam belajar. Belajar tidak hanya terbatas di dalam kelas namun bisa di mana saja. Lokasi yang biasanya dikunjungi yang sesuai dengan Pendidikan Pancasila contohnya panti asuhan. Di sana peserta didik diasah kemampuan empati dan menghargai kepada sesama. Selain itu museum juga sering menjadi rujukan belajar terutama terkait sejarah. Selain itu guru juga bisa mengajak peserta didik untuk karya wisata ke lembaga pemerintahan seperti kantor kelurahan, kantor desa, atau pada jenjang dan bilang lain untuk memberi pengalaman dan wawasan peserta didik tentang pemerintahan.
103 BAB IV PEMBELAJARAN PANCASILA DI SEKOLAH DASAR
104 A. Pendidikan Pancasila dengan Problem Based Learning Mengajarkan Pendidikan Pancasila bisa menggunakan berbagai model pembelajaran, salah satunya dengan problem-based learning (PBL). Model pembelajaran ini menganut aliran konstruktivisme dengan membangun pengetahuannya sendiri, dimana bekal pengetahuan dan pengalaman yang peserta didik miliki digunakan untuk memecahkan masalah dan menemukan pengetahuan serta pemahaman baru. Model pembelajaran berbasis masalah mengondisikan peserta didik untuk belajar lewat pemecahan masalah yang kontekstual dan ada di lingkungan sekitar. Hal tersebut mendorong peserta didik memiliki kemampuan berpikir kritis. Mata pelajaran Pendidikan Pancasila memiliki pembahasan yang dekat dengan masalah di sekitar peserta didik secara kontekstual sehingga sangat mungkin diajarkan dengan model problem-based learning ini. Problem-based learning terdiri dari lima sintaks, yaitu: 1. Orientasi peserta didik pada masalah 2. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar 3. Membimbing penyelidikasn individual maupun kelompok 4. Mengembangkan dan menyajikan data 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
105 Pembelajaran Pancasila memiliki banyak kajian yang masuk pada ruang lingkung sosial sains. Penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dirasa tepat karena dengan model ini peserta didik dapat meningkatkan kepekaan terhadap masalah sosial yang ada di sekitarnya. Selain itu kemampuan berpikir kritis dan kolaboratif peserta didik juga terasah dengan adanya sintaks dari model pembelajaran ini. Hermansyah (2020: 2259) mengungkapkan bahwa kelebihan model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: 1. Memberi kepuasan pada peserta didik karena mampu membentuk dan menemukan pengetahuannya sendiri. 2. Memberi motivasi dan semangat partisipasi peserta didik dalam pembelajaran. 3. Membantu peserta didik menghubungkan pengetahuan dengan masalah atau situasi di dunia nyata. 4. Mampu mengambangkan pengetahuan baru yang didapat peserta didik dengan bertanggung jawab. 5. Mengembangkan kompetensi berpikir kritis peserta didik untuk mendapatkan dan menemukan pengetahuan baru dari aktivitas yang dilakukan sesuai dengan sintaks model ini. 6. Memberi kesempatan peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam menyelesaikan masalah yang disajikan dalam pembelajaran.
106 7. Menumbuhkan minat peserta didik untuk terus belajar walaupun tidak hanya terbatas pada pendidikan formal. 8. Memudahkan peserta didik menghadapi masalah dengan penguasaan konsep-konsep yang sesuai. Beberapa hal yang membatasi atau cenderung menjadi kelemahan dari model pembelajaran ini antara lain: 1. Jika masalah yang disajikan tidak membangun minat (bisa karena disajikan dengan kurang kontekstual) maka peserta didik tidak akan maksimal dalam mengkaji masalah tersebut termasuk dalam proses pemecahan masalah dan penggunaan pengetahuannya. 2. Membutuhkan persiapan yang cukup matang, baik dari segi konten maupaun media yang digunakan guru. Media tidak hanya dalam bentuk fisik tetapi juga hal yang dikaitkan dnegan inti permasalahan sebagai bahan kajian dalam pembelajaran. 3. Peserta didik terlebih dahulu harus mengetahui dan memahami tujuan dari memecahkan masalah dalam pembelajaran agar apa yang dilakukan tidak sia-sia dan hanya memenuhi sintaks pembelajaran. Berikut akan disajikan sebuah contoh skenario pembelajaran Pendidikan Pancasila yang dilakukan untuk kelas 5 sekolah dasar. Skenario pembelajaran termuat pada modul ajar sebagai berikut:
107 MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA Informasi Umum A. Identitas Modul Nama Penyusun Nama Sekolah Tahun Penyusunan Mata Pelajaran Fase/kelas Elemen Bab Materi Alokasi waktu : ................... : ................... : 2024 : Pendidikan Pancasila : C/Lima : Pancasila : 1. Pancasila dalam Kehidupan : Nilai-nilai Pancasila sebagai bentuk keiman: 2 JP (2x35 menit) B. Kompetensi Awal Peserta didik mampu memberikan contoh sikap dan perilaku penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. C. Profil Pelajar Pancasila - Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia - Bergotong royong - Bernalar kritis - Berkebhinnekaan global D. Sarana dan Prasarana - Buku teks pendamping Pendidikan Pancasila kelas V - Ruang kelas - Gambar dan video penerapan nilai Pancasila - Laptop
108 - LCD proyektor - Aplikasi quizziz paper mode - Print kertas quizziz paper mode E. Target Peserta Didik Peserta didik reguler F. Strategi Pembelajaran Pendekatan scientific TPACK; model PBL; metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan penugasan. Kompetensi Inti A. Capaian Pembelajaran Menghubungkan sila-sila dalam Pancasila sebagai suatu kesatuan yang utuh, menguraikan makna nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup, dan ideologi bangsa dan negara. B. Tujuan Pembelajaran Peserta didik dapat menunjukkan dan menceritakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai suatu kesatuan dalam bentuk keimanan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. C. Pemahaman Bermakna Peserta didik mampu menerapkan sila-sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dengan kondisi yang harmonis dan toleran. D. Pertanyaan Pemantik - Ingatkah kalian dengan nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila? - Sudahkah kalian mengamalkan nilai-nilai sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari?
109 - Apa contoh perilaku atau sikap kalian yang sesuai dengan pengamana sila Pancasila? - Apakah ada orang yang secara sadar tidak mengamalkan atau bahkan melanggar nilai sila Pancasila? E. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan Pembuka (10 menit) 1. Peserta didik menjawab salam pembuka dari guru. 2. Peserta didik dan guru berdoa Bersama. 3. Peserta didik melakukan presensi kehadiran. 4. Peserta didik dicek kesiapan belajarnya oleh guru, mulai dsemangat belajar (melakukan tepuk atau yel kelas), cek kerapdan ketersediaan alat belajar. 5. Peserta didik melakukan apersepsi dengan mengamati vitentang seorang anak yang menunggu teman berbeda agasedang beribadah untuk bermain bersama. 6. Peserta didik menjawab pertanyaan pemantik yang disampaiguru sebagai berikut: - Ingatkah kalian dengan nilai yang terkandung dalam setiap Pancasila? - Sudahkah kalian mengamalkan nilai-nilai sila Pancasila dakehidupan sehari-hari? - Apa contoh perilaku atau sikap kalian yang sesuai denpengamana sila Pancasila? - Apakah ada orang yang secara sadar tidak mengamalkan abahkan melanggar nilai sila Pancasila? 7. Peserta didik mendengarkan tujuan pembelajaran ydisampaikan oleh guru. 8. Peserta didik bersama guru membuat kesepakatan atau kont
110 belajar pada hari itu. Kegiatan Inti (50 menit) Tahap orientasi peserta didik pada masalah 1. Peserta didik memperhatikan penjelasan singkat guru terkait nilai sila-sila Pancasila kaitannya dengan bentuk keimanan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Peserta didik mengamati video yang ditampilkan guru tentang beberapa contoh sikap dan perilaku terpuji sehari-hari dan memberi pertanyaan bagian mana yang merupakan penerapan nilai sila-sila Pancasila kaitannya dengan bentuk keimanan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 3. Peserta didik diberikan waktu beberasa saat untuk memproses informasi dan ide yang didapat dari video. 4. Peserta didik mendiskusikan secara singkat terkait fenomena sosial tentang banyak hal yang kurang baik menjadi viral dan kaitannya dengan nilai sila Pancasila. Tahap mengorganisasikan peserta didik untuk belajar 1. Peserta didik dibagi menjadi kelompok kecil oleh guru dengan bantuan aplikasi grup generator pada mesin mencarian google. 2. Peserta didik memposisikan diri untuk berkelompok dan mengerjakan persoalan terkait fenomena sosial tentang banyak hal yang kurang baik menjadi viral dan kaitannya dengan nilai sila Pancasila. 3. Peserta didik berdiskusi dengan bantuan LKPD yang diberikan guru. Tahap membimbing penyelidikasn individual maupun kelompok
111 1. Peserta didik bekerja sama dalam kelompok untuk mencari ddan dukungan pemahaman melalui sumber belajar lain ytersedia seperti buku, internet dari laptop dan hp yang adakelas, serta diskusi dan tanya jawab dengan guru pada kelomtersebut. Tahap mengembangkan dan menyajikan data 1. Peserta didik menyajika hasil diskusi dan penemuannya secberkelompok dalam bentuk naskah cerita. 2. Peserta didik bersama kelompok bisa menyajikan hasil diskusidengan cara menceritakan langsung atau bermain peran denpembagian pada satu kelompok tersebut dan disajikan di dekelas. Tahap menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 1. Peserta didik maju untuk memaparkan hasil temuan bersadengan kelompoknya. 2. Peserta didik pada kelompok lain memberikan apresiasi berkomentar dan saran terhadap kelompok yang maju. 3. Peserta didik menerima tanggapan dari guru terkait pemapahasil kerja kelompok. Kegiatan Penutup (10 menit) 1. Peserta didik dengan bimbingan guru membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan. 2. Peserta didik menerima informasi dan penguat terkait materi dari guru. 3. Peserta didik melakukan evaluasi pembelajaran dengan menggunakan quizziz papper mode dari guru. 4. Peserta didik dan guru melakukan refleksi pembelajaran dengan
112 menjawab beberapa pertanyaan berikut: - Apa yang sudah kita pelajari hari ini? - Bagaimana perasaan kalian setelah belajar hari ini? - Hal dan bagian mana yang paling kalian sukai dari pembelajaran hari ini? - Apa yang masih menjadi kesulitan untuk kalian dari pembelajaran hari ini? 5. Peserta didik menyimak penjelasan guru terkait pembahasan materi pada pertemuan berikutnya. 6. Peserta didik dan guru melakukan doa bersama sebelum menutup pembelajaran. 7. Peserta didik menjawab salam penutup dari guru. 8. F. Asesmen dan Penilaian Jenis Asesmen Bentuk Asesmen diagnostik a. Nonkognitif dengan menanyakan keadaan dan kesiapan belajar peserta didik di awal pembelajaran b. Kognitif melalui pertanyaan pemantik Asesmen formatif selama proses pembelajaran a. Penilaian sikap dengan lembar observasi b. Penilaian kognitif pada cerita nilai-nilai sila Pancasila hasil diskusi
113 kelompok Asesmen sumatif Soal evaluasi pada akhir pembelajaran dengan quizziz paper mode G. Refleksi 1. Refleksi kegiatan pembelajaran Berikan tanda centang (v) pada pernyatan yang sesuai. No Aktivitas Indikator Ya Tidak 1 Perencanaan Ketepatan dalam mengembangkan sikap berdasarkan CP. Keterampilan mendesain media (terbaca/menarik/efektif/efisien) Kesesuaian media yang direncakan dengan CP 2 Pelaksanaan Keterampilan menarik perhatian peserta didik Keterampulan membuat pertanyaan awal dalam membuka pembelajaran Keterampilan memanfaatkan media mengaitkan dengan CP Keterampilan mentransfer materi dan nilai Keterampilan merespon, memberikan umpan balik, dan mengkonfirmasi nilai 3 Penilaian Ketepatan dalam menentukan instrumen penilaian
114 2. Refleksi guru Berupa pertanyaan yang harus dijawab sendiri oleh guru, antara lain: - Apakah peserta didik memahami materi yang telah diberikan? - Apa hal baik yang didapatkan peserta didik? - Apakah rencana pengajaran berjalan sesuai dengan target? - Apa kendala yang muncul pada proses pembelajaran? - Apakah pengalaman belajar yang disajikan dapat memotivasi peserta didik? 3. Refleksi peserta didik dengan memberi pertanyaan lisan sebagai berikut: - Apa yang sudah kita pelajari hari ini? - Bagaimana perasaan kalian setelah belajar hari ini? - Hal dan bagian mana yang paling kalian sukai dari pembelajaran hari ini? - Apa yang masih menjadi kesulitan untuk kalian dari pembelajaran hari ini? H. Remidial dan Pengayaan Remidial diberikan pada peserta didik yang membutuhkan bimbingan lebih untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan di awal. Indikator bagi peserta didik tersebut adalah mampu mengidentifikasi 5 nilai dan contoh penerapan sila-sila Pancasila yang ada di lingkungan rumah, sekolah, maupun masyarakat. Pengayaan diberikan pada peserta didik yang sudah melampaui tujuan pembelajaran dengan lebih maksimal daripada yang lain. Pengayaan yang diberikan berupa membuat catatan harian tentang perilakunya sehari-hari yang mencerminkan dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai bentuk keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam 1-2 halaman ukuran A4.
115 Lampiran 1. Bahan ajar nilai-nilai dan penerapan sila Pancasila 2. Lembar kerja peserta didik 3. Soal quizziz papper mode (Tempat, tanggal pembuatan) Mengetahui, Kepala sekolah, (nama) Guru Kelas 5, (nama) B. Pendidikan Pancasila dengan Project Based Learning Project-Based Learning atau pembelajaran berbasis projek merupakan sebuah model pembelajaran yang memberikan kesempatan peserta didik untuk aktif dalam pemecahan masalah dan dituangkan dalam sebuah produk sebagai solusi dari masalah tersebut. Walaupun model ini erat dengan menghasilkan produk tetapi yang menjadi esensi dari pembelajaran adalah proses peserta didik untuk menemukan dan menginvestigasi sebuah masalah dan pemecahannya.
116 Prinsip dalam project-based learning ini berawal dari sebuah masalah. Dari masalah tersebut peserta didik dikondisikan sedemikian rupa untuk memecahkannya. Penyajian masalah tentu disesuaikan pada tingkat dan keadaan peserta didik. Prinsip berikutnya adlah otentik dan relevan. Masalah atau yang menjadi pemabahasan peserta didik haruslah mencakup apa yang ternjadi pada dunia nyata peserta didik. Mereka memiliki pengalaman dan gambaran dalam masalah tersebut sehingga mampu melahirkan gagasan atau ide-ide segar yang berasal dari pemikiran kritis mereka. Kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih juga merupakan prinsip dalam project-based learning. Peserta didik dengan kemampuan dan minat yang berbeda diberi keleluasaan untuk memilih metode yang akan digunakan dalam pemecahan masalah. Selain itu, mereka juga diberi kebebasan untuk mencari cara dalam menghasilkan produk hasil belajar mereka. Hal ini tentu tetap dengan pertimbangan, pendampingan, dan bimbingan guru mauapun sumber belajar lain yang tersedia dalam pembelajaran berbasis projek. Prinsip project-based learning berikutnya adalah sefl reflection atau kemampuan merefleksikan. Peserta didik, dengan segala pengalaman dan pengetahuan yang telah terbentuk dan dimiliki, menggunakannya untuk mengerjakan masalah dan projek yang dihadapi pada model pembelajaran ini. Kemampuan menganalisis dan
117 menyimpulkan serta mengambil tindakan yang sesuai menjadi kompetensi yang berhubungan dengan prinsip sefl reflection ini. Memberi tindak lanjut atau feedback merupakan prinsip dari model pembelajaran berbasis projek. Model ini mengajarkan peserta didik untuk secara aktif memberi dan menerima serta mengolah masukan atas projek yang sedang dikerjakan dalam kelompok. Hal tersebut juga mendorong kompetensi kolaborasi antar peserta didik dalam kelompok serta memantapkan nilai profil pelajar Pancasila. Pada akhir proses pembelajaran berbasis projek, peserta didik harus mampu memaparkan atau mempresentasikan penemuan dan produk yang dihasilkan dari proses belajarnya dan kelompok. Presentasi ini dilakukan di depan teman sekelas dan guru kemudian diberikan apresiasi. Selain itu pada prinsip ini juga diharapkan peserta didik mampu menarik kesimpulan dari apa yang telah mereka kerjakan dan hasilkan dari projeknya. Sintaks atau tahapan pada project-based learning terdapat 6, yaitu: 1. Merumuskan pertanyaan utama Pertanyaan yang menjadi dasar dalam pembelajaran harus sesuai dengan dunia nyata dan dapat dihapami oleh peserta didik. Pemasalahan yang bersifat kontekstual akan mendorong peserta didik
118 untuk melakukan penelitian yang mendalam untuk memberoleh solusi dan membuat produk yang paling sesuai dengan masalah yang dijabarkan. 2. Membuat perencanaan Setelah ditemukan pertanyaan utama yang mendasari masalah, maka akan ditemukan alternatif solusi yang mungkin bisa diterapkan. Perencanaan meliputi aturan dalam kegiatan, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung projek (bisa membaca referensi, mengeksplorasi sumber belajar nyata, wawancara, dan lain-lain), serta menentukan alat dab bahan yang akan dibutuhkan dan dimanfaatkan pada proses membuatan dan menyelesaian projek. 3. Menyusun jadwal aktivitas Peserta didik dan guru menentukan tenggat waktu dan jadwal kegiatan dalam pembuatan projek. Pembelajaran dengan menggunakan model ini tidak bisa dilakukan hanya dalam satu kali pertemuan tetapi memerlukan periode waktu tertentu. Perlu adanya kesepakatan antara guru dan peserta didik untuk jadwal dan agenda kegiatan agar terselesaikan secara efisien. Peserta didik diberi kebebasan untuk memanajemen waktu dalam pengerjaan namun tetap sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Pada tahap ini guru harus memiliki keterampilan pemilihan cara dalam memantau kegiatan peserta didik agar tetap sesuai dengan tujuan pembelajaran.
119 4. Memonitor proses pengerjaan projek Pada tahap ini guru melakukan pendampingan dan bimbingan kepada peserta didik dalam membuat projeknya. Hal ini dilakukan agar peserta didik tidak berubah arah dalam membuat projek, bukan sematamata untuk mengahasilkan produk tetapi kembali pada inti bahwa produk yang dihasilkan merupakan jawaban atau solusi dari permasalahan yang telah dipaparkan sebelumya. Guru bertindak sebagai mentor yang mengarahkan peserta didik untuk tetap fokus pada masalah awal, tidak sewenang-wenang memberikan pandangan dan masukan tetapi tetap memperhatikan alur berpikir peserta didik. 5. Memberi penilaian terhadap produk yang dihasilkan Produk yang dihasilkan peserta didik tidak harus selalu dalam bentuk fisik atau sebuah benda artisik. Bisa saja produk tersebut berbentuk sebuah laporan atau cerita terkait solusi dari pemasalahan awal. Pada tahap ini guru memberikan penilaian dari proses belajar peserta didikserta memberi umpan balik. Klarifikasi juga bisa dilakukan pada tahap ini untuk memperkaya nilai dari produk yang dihasilkan peserta didik. Penialain produk pada tahap ini bisa dilakukan dengan presentasi di hadapan guru dan teman sekelas atau dengan metode kunjung karya kelompok di kelas.
120 6. Melakukan evaluasi Evaluasi yang dilakukan pada tahap akhir projectbased learning berisi kegiatan refleksi dari peserta didik dan guru selama kegiatan berlangsung. Proses refleksi bisa dilakukan secara individu maupun kelompok. Bentunya bisa berupa ungkapan lisan, tertulis, angket, maupun dengan metode lain. Peserta didik diberi banyak kesempata untuk mengungkapkan pengalamannya dari segi perasaan dan pemahaman tentang projek yang telah diselesaikan. Mengingat pembelajan dengan model project-based learning dilakukan lebih dari satu pertemuan, maka pada Pendidikan Pancasila pembelajaran dengan model ini bisa dikembangkan untuk mengasah kinerja peserta didik. Banyak capaian pembelajaran yang bisa diterapkan dengan menggunakan model ini, salah satunya pada fase C, peserta didik mampu mengenal wilayahnya dalam konteks kabupaten/kota, provinsi sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Capaian pembelajaran tersebut bisa diturunkan dengan tujuan pembelajaran peserta didik mampu mengetahui dan menyampaikan sikap dan perilaku persatuan untuk menjaga keutuhan NKRI. Pada awalnya akan disajikan sebuah kasus sosial yang berkaitan dengan rendahnya penghargaan warga Indonesia terhadap negara. Kemudian akan muncul pertanyaan-pertanyaan dari peserta didik kenapa hal tersebut bisa terjadi, apa yang menyebabkan muncul
121 sikap-sikap tidak menghargai dari warga negaranya sendiri, dan lain sebagainya. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dikerucutkan pada sebuah gagasan untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik memiliki tugas besar yaitu membuat penyelesaian dari masalah tersebut dalam rentang waktu tertentu. Projek hasil pemecahan masalah bisa saja berupa gagasan tertulis yang disampaikan secara lisan pada saat presentasi tentang fenomena warga negara yang tidak menghargai negaranya sendiri dan solusi baik dari sudut pandang pemerintah, lingkungan sekitar, maupun dirinya sendiri. Selain itu bisa juga berupa sebuah video, pamflet, atau poster imbauan karya peserta didik yang mengkampayekan persatuan dan penghargaan terhadap negara. Penerapan model pembelajaran berbasis projek pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila sangat beragam. Banyak capaian pembelajaran yang mungin dikembangkan dengan model pembelajaran ini. Butuh kreatifitas dan komitmen guru yang tinggi untuk menghadirkan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi peserta didik. Selain itu model ini juga mampu mengambangkan profil pelajar Pancasila dengan aktivitas dan konten yang termuat di dalamnya.
122 C. Pendidikan Pancasila dengan Pembelajaran Berdiferensiasi Pembelajaran berdiferensiasi mulai populer di Indonesia semenjak diberlakukannya Kurikulum Merdeka. Secara singkat, pembelajaran berdiferensiasi dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan pengajaran yang memfokuskan pada kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Segala perencanaan dan tindakan yang dilakukan pada pembelajaran didasari dengan keadaan peserta didik dalam hal minat dan bakat, kemampuan, serta kebutuhan belajar masing-masing. Dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi diharapkan peserta didik mampu memaksimalkan pengembangan potensinya, lebih aktif dalam belajar, serta memiliki makna dalam kegiatan belajarnya. Sebagai sebuah gambaran, anak dengan kemampuan di atas rata-rata akan cenderung bosan dan menjadi pengganggu di kelas. Ia telah selesai denagn tugas klasikal yang diberikan guru dan membutuhkan kegiatan lain, tidak hanya duduk dan menunggu teman lain selesai. Akhirnya anak ini kemungkinkan besar akan membuat aktifitas yang berpotensi mengganggu pembelajaran. Namun dengan diterapkannya pembelajaran berdiferensiasi diharapkan dapat mengakomodir anak-anak dengan kebutuhan berbeda, contohnya pada kasus tersebut. Contoh praktiknya anak tersebut akan dimasukkan dalam kelompok peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih dan dalam pembelajaran ia akan diberikan
123 tantangan yang sesuai. Pada pembahasan hak dan kewajiban, jika teman pada umumnya mencari contoh hak dan kewajiban, maka kelompok peserta didik dengan kemampuan lebih bisa diminta untuk menganalisis kenapa perilaku A dikatergorikan menjadi hak atau kewajiban. Pada tahap itu sudah terjadi diferensiasi pada pembelajaran, yaitu diferensiasi proses.Pembelajaran berdiferensiasi bisa dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Diferensiasi konten Pembelajaran dengan diferensiasi konten artinya guru menyediakan konten belajar dalam berbagai macam bentuk sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Sebagai contoh dalam mengajarkan contoh penerapan sila Pancasila dalam kehidupan peserta didik ada yang lebih paham dengan konten dalam bentuk gambar, komik, cerita, video, atau dengan penjelasan langsung dari guru. Keragaman peserta didik inilah yang menjadi fokus guru dalam menyajikan pembelajaran agar mampu mengakomodir kebutuhan belajarnya. 2. Diferensiasi proses Diferensiasi proses dilakukan berdasarkan kebutuhan belajar peserta didik serta karakter materi yang akan diajarkan. Alternatif kegiatan pada diferensiasi proses antara lain; kegiatan berjenjang, pertanyaan pemantik, agenda pendampingan individual, mengembangkan kegiatan bervariasi sesuai gaya belajar, serta pengelompokan yang
124 dinamis pada satu kelas. Sebagai contoh guru bisa saja minggu pertama membagi kelompok siswa berdasarkan minat, kemudian minggu berikutnya berdasarkan gaya belajar. Hal ini akan membuat peserta didik tidak bosan dan pembelajaran berlangsung secara dinamis. Kegiatan pembelajaran yang dinamis membuat peserta didik antusias dan mampu memaksimalkan potensinya. Begitu halnya dengan penggunaan media sesuai dengan gaya belajar. Kecenderungan pemahaman terhadap audio, visual, maupun kinestetik bagi peserta didik sangat penting, namun dengan variasi dari ketiga gaya tersebut pembelajaran akan semakin hidup. Bahkan peserta didik dengan gaya visual pun bisa jadi bosan jika belajar hanya dengan media gambar dan visual. Adanya variasi ini sekaligus memberikan pengalaman belajar berbeda bagi peserta didik. 3. Diferensiasi produk Diferensiasi produk artinya memberi kebebasan peserta didik untuk memilih akan menyajikan hasil belajarnya dalam bentuk apa. Diferensiasi jenis ini bisa dilakukan pada satu kali pertemuan, namun akan lebih efektif jika dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Memahami suatu materi kemudian mewujudkannya dalap sebuah produk, sesuai dengan tujuan dan capaian pembelajaran, merupakan sebuah proses yang panjang bagi peserta didik. Maka dari itu,
125 butuh waktu yang cukup bagi mereka untuk mengeksplor dengan lebih leluasa. Penggunakan ketiga jenis diferensiasi tersebut harus disesuaikan terlebih dahulu dengan kebutuhan belajar peserta didik dan karakteristik materi. Ada beberapa bahasan materi yang tidak sesuai jika menerapkan diferensiasi produk, dan begitu selanjutnya. Kebutuhan belajar peserta didik mencakup 3 hal sebagai berikut: 4. Kesiapan belajar Kesiapan belajar atau readiness tidak terkait dengan kecerdasan atau tingkat intelektual. Kesiapan belajar mengarah pada apakah pengetahuan dan keterampilan peserta didik pada saat ini telah sesuai untuk belajar materi yang akan disampaikan. Sebagai contoh, jika akan mengajarkan penerapan nilai sila Pancasila maka sebelumnya peserta didik harus sudah belajar dan mengetahui tentang nilai sila Pancasila. Apabila hal tersebut tidak tercapai maka akan sulit untuk belajar materi berikutnya. Tujuan mengetahui kesiapan belajar peserta didik adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran sehingga semua peserta didik mampu mencapai tujuan belajarnya. Tomlinson (dalam Kusuma 2020) menuliskan prespektif kontinum dalam menentukan kesiapan belajar, yaitu: a. Konkret ke abstrak b. Sederhana ke kompleks
126 c. Terstuktur ke open ended d. Tergantung (dependent) ke mandiri (independent) e. Lambat ke cepat 5. Minat Peserta didik memiliki ketertarikan dan minat yang beragam dari teman sekelasnya. Jika ada kecenderungan memiliki minat yang sama hal itu terjadi karena proses interaksi dan tidak menjadi identik memiliki ketertarikan dengan jenis dan porsi yang sama pula. Tujuan mempertimbangkan minat peserta didik terhadap perencanaan pembelajaran antara lain: a. Membuat siswa merasa nyaman karena ada kecocokan antara sekolah dan apa yang mereka sukai b. Menunjukkan integrasi antar mata pelajaran c. Menggunakan hal yang telah dikenal oleh peserta didik untuk mempelajarai hal yang baru bagi mereka d. Meningkatkan motivasi belajar 6. Profil belajar Profil belajar merupakan sebuah sudut pandang luas tentang hal-hal yang mempengaruhi peserta didik dalam aktivitas belajarnya. Profil belajar bisa dipengaruhi banyak faktor seperti bahasa yang digunakan sehari-hari, budaya yang berkembang di lingkungan sekitar, kondisi keluarga, dan lain-lain.
127 Sebagai contoh peserta didik yang tinggal di lingkungan dengan nilai keagamaan yang kental akan memiliki kecenderungan belajar yang berbeda dengan mereka yang tinggal di lingkungan dengan nilai agama biasa. Guru pada kedua lingkungan yang berbeda itu juga akan berbeda pula pengajarannya kepada peserat didik. Contoh lainnya adalah peserta didik yang tinggal di daerah pegunungan dengan suhu, cuaca, dan kondisi alam yang dingin dan rindang akan memiliki gaya dan kesukaan yang berbeda dengan peserta didik dari daerah perkotaan. Konten pelajaran dan pendekatan kontekstualnya pun akan berbeda pula. Tugas guru adalah menyesuaikan pembelajaran agar dapat sedekat mungkin dengan peserta didik sebagai subjek belajarnya. Mengetahui profil belajar dari peserta didik berarti sudah mengantongi satu bekal dalam menyusun pembelajaran yang dapat mengoptimalkan potensi. Menggunakan pembelajaran berdiferensiasi untuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila merupa-kan sebuah alternatif yang bisa guru pilih. Peserta didik dilayani sesuai dengan kebutuhannya, kemudian diberikan kebebasan dalam mengekspresikan hasil belajar melalui diferensiasi produk. Hal tersebut sesuai dengan ciri pembelajaran berdiferensiasi yaitu: 1. Mengakui karakteristik dan keadaan peserat didik yang berbeda-beda
128 2. Menggunakan berbagai metode dan teknik dalam pengajaran untuk memenuhi tujuan pemaksimalan pengembangan potensi peserta didik 3. Menciptakan pengalaman berlajar yang efektif dan efisien sekaligus bermakna bagi peserta didik Pembelajran berdiferensiasi bisa diterapkan untuk pembelajaran Pendidikan Pancasila. Mengingat mata pelajaran ini masuk para rumpun sosial yang memungkinkan banyak analisis berbasis keragaman dan kegiatan yang mampu menampung segala karakteristik peserta didik. Sebagai contoh ketika guru ingin mencapai tujuan agar peserta didik mampu mengidentifikasi aturan yang ada di lingkungan rumah dan sekolah. Pada awalnya guru harus sudah memiliki informasi terkait kebutuhan belajar peserta didik. Setelah itu guru menyusun rencana pembelajaran yang paling sesuai. Misal diketahui bahwa peserta didik memiliki minat pada bidang seni dan kesiapan belajar mereka cukup beragam, maka guru bisa mendesain sebuah skenario pembelajaran yang memberi beragam tampilan sumber belajar dan kebebasan untuk mengekpresikan hasil belajarnya. Pada kegiatan inti guru memberi penjelasan tentang aturan yang ada di lingkungan rumah dan sekolah. Guru menyediakan sumber belajar lain yang lebih lengkap dalam bentuk teks bacaan. Teks bacaan pun bisa disesuaikan lagi dalam bentuk digital atau print out, sesuai dengan keadaan dan suasana sekolah. Guru juga memfasilitasi sumber belajar
129 dalam bentuk video untuk memberi gmbaran yang lebih jelas bagi peserta didik dengan kesiapan belajar yang berbeda. Pada akhirnya peserta didik diminta untuk mengidentifikasi aturan-aturan tersebut. Di sini mereka diberi kebebasan lagi akan menuangkan gagasan dalam bentuk apa. Tahap ini mencermintakan adanaya diferensiasi produk. Peserta didik bisa mengidentifikasikan hasil belajar tentang aturan di rumah dan sekolah dalam bentuk teks, atau peta konsep, atau laporan lisan, dan lain-lain. Semua itu bisa terjadi dengan bimbingan dan pendampingan dari guru. D. Kegiatan Inspiratif dalam Pembelajaran Pendidikan Pancasila Tren model pembelajaran yang memfokuskan pengajaran pada aktivitas peserta didik sedang banyak diaplikasikan guru pada praktik di kelas. Model pembelajaran berbasis masalah, berbasis projek, serta pembelajaran bediferensiasi yang memberi perhatian pada keberagaman karakteristik peserta didik sudah menjadi makanan sehari-hari bagi para guru dan praktisi di lapangan. Berikut beberapa kegiatan yang bisa dijadikan inspirasi dan referensi dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila agar makin kuat tercipta karakter dan profil pelajar Pancasila adalah sebagai berikut: 1. Keyakinan kelas atau kontrak belajar Membuat keyakinan kelas atau kontrak belajar sebelum memulai kegiatan pembelajaran merupakan
130 sebuah aktivitas yang memberi manfaat bukan hanya untuk peserta didik tetapi juga guru. Keyakinan kelas dipikirkan, dibuat, dan disepakati oleh peserta didik sendiri dengan bimbingan guru. Keyakinan kelas berisi nilai-nilai atau sikap yang dipercaya dan disepakati baik untuk kondisi belajar di kelas. Peserta didik secara sadar ikut membuat dan memiliki keyakinan kelas tersebut. Pada keyakinan kelas tidak ada hukuman, tetapi peserta didik meyakini adanya konsekuensi dan tanggung jawab yang harus mereka hadapi jika tidak sesuai dengan keyakinan kelas yang sebelumnya telah mereka buat bersama. Peserta didik yang ikut andil dalam membuat keyakinan kelas secara tidak sadar telah belajar menjadi warga negara yang baik dalam tingkatannya. Pada proses ini peserta didik belajar untuk menghargai pendapat orang lain, berdiskusi dengan saling menghormati, menggunakan kemampuan berpikir kritis dan tanggap terhadap kondisi lingkungan seperti apa yang ingin mereka ciptakan. Pendidikan Pancasila telah dipraktikkan dalam penyusunan keyakinan kelas. Hal ini seperti melakukan kegiatan demokratis dalam versi mini. Banyak manfaat yang didapat peserta didik terkait pengembangan keterampilan sosial dan tanggung jawab. Selain itu, dengan adanya keyakinan kelas proses pembelajaran akan semakin kondusif dan guru tidak banyak melakukan intervensi pada proses
131 pembelajaran yang tidak sesuai dengan skenario dengan alasan pengondisian kelas. Dengan begitu kegiatan membuat keyakinan kelas dan mengamalkannya merupakan sebuah kegiatan yang memberi dampak baik tidak hanya bagi peserta didik tetapi semua yang berhubungan dengan proses pembelajaran. 2. Icebreaking Selingan berupa icebreking merupakan kegiatan yang membuat peserta didik antusias. Tidak jarang peserta didik lebih terlihat aktif dan senang ketika melakukan kegiatan selingan ini dibanding pada kegiatan inti pembelajaran. Hal ini terjadi karena beberapa faktor diantaranya ketidaktertarikan mereka pada materi pembelajaran atau pengemasan pembelajaran yang kurang menarik oleh guru. Selain itu faktor kelelahan karena terlalu banyak kegiatan juga bisa menjadi slaah satu penyebab. Maka dari itu icebreaking dilakukan sebagai sarana untuk mengembalikan semangat dan antusias peserta didik untuk kembali belajar. Bentuk icebreaking beranekaragam, bisa berupa tepuk, nyanyian, atau permaianan sederhana. Pendidikan Pancasila identik dengan kegiatan pembelajaran yang membosankan dan terlalui teoritik, baik tentang Pancasila, pemerintahan, wilayah NKRI, nilai dan norma, serta lain sebagainya. Stigma yang sudah terbentuk cukup sulit diubah
132 bahkan dengan menggunakan model pembelajaran yang mampu menarik peran aktif peserta didik. Menghadirkan icebreaking pada sela-sela waktu pembelajaran menjadi alternatif bagi guru untuk mengembalikan mindfulness peserta didik dalam belajar. 3. Kegiatan sosial-budaya Kegiatan sosial-budaya bisa diintegrasikan dalam pembelajran Pendidikan Pancasila yang memuat banyak unsur sosial masyarakat serta kebudayaan Indonesia. Praktik kegiatan sosial budaya antara lain pentas seni, pameran, penugasan portopolio dan studi kasus. Pada Pendikan Pancasila peserta didik bisa membuat pentas seni dengan tema peristiwa menjelang kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Variari bermain peran dan dipentaskan akan memberi pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Mereka tidak hanya tahu dan paham tentang peristiwa tersebut tetapi juga mendalami secara personal dalam sebuah peran yang dipentaskan.
133 DAFTAR PUSTAKA Afandi, M., & Rijal, M. R. (2018). Peningkatan Hasil Belajar PKn pada Materi Organisasi Melalui Metode Student Facilitator and Explaining. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Amin, Zainul Ittihad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Universitas Terbuka Hermansyah, H. Problem Based Learning in Indonesian Learning. In Social, Humanities, and Educational Studies (SHES): Conference Series (Vol. 3, No. 3, pp. 2257-2262). Gowa, P. K., & Hamka, H. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran Inside Outside Circle (IOC) terhadap Hasil Belajar PKn Murid SDinpres. Hartono, Rudi. (2013). Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima Murid. Yogyakarta: DIVA Press. John J. Cogan dan Ray Derricot. (2009). Citizenship for The 21 st century: An International Perspective on Education. London: Kogan Page Limited. Karakter Dalam Pembelajaran Sekolah Dasar Fiqri Kukuh Rahma Linda Sekolah Dasar Negeri, P, (n.d.). Workshop Nasional Penguatan Kompetensi Guru
134 Sekolah Dasar SHE: Conference Series 3 (3) (2020) 2222-2226. https://jurnal.uns.ac.id/shes Karwati Euis, dan Donni Juni Priansa. Managemen Kelas. Bandung: CV Alfabeta, 2015. Kusuma, Oscarina Dewi dan Siti Luthfah. 2020. Memenuhi Kebutuhan Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Berdeferensiasi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Platform Merdeka Mengajar (guru.kemdikbud.go.id) Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nurdin, Syafruddin., Adriantoni. (2016). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Nursalim. Managemen Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta: Lontar Mediatama, 2018. Magdalena, Ahmad. (2020). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar Negeri Bonjong 3 Pinang. Bintang: Jurnal Pendidikan dan Sains. Vol 2, Nomor 3, Desember Muliardi.2023.”Mengembangkan Kreativitas dan Karakter bangsa melalui Kurikulum Merdeka di Madrasah”. Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora. Vol.02,No.1, April, 2023. Rahmadyanti Dewi dan Agung Hartoyo. “Potret Kurikulum Merdeka, Wujud Merdeka Belajar di Sekolah Dasar”.
135 JURNAL BASICEDU, Vol. 6, No. 4, 2022, Hal. 7174- 7187. Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. Somantri, M. N. 2001, Menggagas Pembaharuan Pendidikan PKn. Bandung: Remaja Rosda Karya dan PPS UPI Sunarso, dkk. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan PKn untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: UNY Press. Sutoyo. (2020). Strategi Pembalajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Surakarta: Percetakan Kurnia. Tirtoni, F. (2016). Pembelajaran PKn Di Sekolah Dasar. Yogyakarta: CV. Buku Baik Yogyakarta. Tirtoni, F. (2018). Pengembangan Pembelajaran PKN di Sekolah Dasar. Sidoarjo: UMSIDA Press Winataputra, U. S. (2016). Posisi akademik pendidikan kewarganegaraan (PKn) dan muatan/ mata pelajaran PPKn dalam konteks sistem pendidikan nasional. Jurnal Moral Kemasyarakatan, 1(1), 15–36. Widiasih, Luh Sri. (2017). Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Siswa Sekolah Dasar. pdf-esai-pendidikankarakterdocx_compress. pdf- esai-pendidikan karakterdocx_compress. Wuri Wuryandani dan Fathurrohman. (2012). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
136 TENTANG PENULIS Yogi Aldias Zakariyah. Lahir di Mojokerto, 25 Pebruari 1998. Dia merupakan lulusan S-1 Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah di IAIN Ponorogo. Saat ini dia melanjutkan studi S2 Pendidikan Dasar di Universitas Negeri Yogyakarta melalui beasiswa LPDP Kementerian Keuangan RI. Penulis juga memiliki karya buku yang sudah terbit diantaranya Klinik Scholarship Hunter, Euforia Menjadi Dewasa, Ensiklopedia Ragam Berita, dan Goresan Pena Bersyair. Di samping itu, penulis juga menyukai hobi serta rutinitasnya seperti Publik Speaking, MC, Moderator, dan sebagainya. Jika ingin berkomunikasi dengan penulis bisa melalui Instagram: @yogialdias, Facebook: Yogi Aldias, dan Email: [email protected].
137 Ain Maigina. Lahir di Cimahi, 5 Mei 1994, merupakan seorang Guru PNS sekolah dasar di Kabupaten Puroworejo, Jawa Tengah. Ia menyelesaikan studi S-1 di jurusan PGSD Universitas Negeri Yogyakarta. Ia juga telah menyelesaikan pendidikan profesi guru pada tahun 2022 dan pendidikan guru penggerak angkatan 6 pada tahun 2023. Merasa haus untuk belajar lagi, saat ini ia sedang mengenyam pendidikan magister di Universitas Negeri Yogyakarta juga pada program studi Pendidikan Dasar sebagai awardee BPI skema GTK. Penulis aktif dalam kegiatan pengembangan profesi di tingkat daerah dan beberapa kali menjadi narasumber dalam bidang inovasi dan pemanfaatan teknologi pada pembelajaran di sekolah dasar. Jaringan komunikasi dan media berbagi bisa diakses melalui akun instragram dengan username ainmaigina atau melalui laman https://sites.google.com/view/portofolioainmaigina/ Unik Ambar Wati S.Pd., M.Pd., Ph.D. Merupakan dosen aktif mengajar di Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Yogyakarta. Beliau aktif mengajar dan mengampu perkuliahan seperti Perencanaan Pembelajaran, Strategi Belajar Mengajar, Inovasi Pendidikan, dan Teknologi. Saat ini, beliau juga terlibat aktif di berbagai kegiatan serta riset sehingga banyak
138 mengahasilkan karya publikasi ilmiah. Jika ingin mengunjungi profil penulis pada google cendekia bisa mengakses https://scholar.google.co.id/citations?user=b62wlasAAAAJ&hl= en
139