The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Optimalisasi Link and Match melalui Relationship Marketing dalam Pendidikan Tinggi Vokasi menekankan pentingnya membangun hubungan yang kuat antara lembaga pendidikan dan stakeholder industri. Ini melibatkan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan pasar kerja, pengembangan program-program pendidikan yang relevan dan responsif terhadap permintaan industri, serta peningkatan komunikasi dan kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan untuk memastikan kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki oleh lulusan dan kebutuhan pasar kerja yang terus berubah. Dengan pendekatan ini, pendidikan tinggi vokasi dapat menghasilkan lulusan yang siap berkontribusi secara langsung dalam dunia kerja, meningkatkan tingkat kesempatan kerja, dan memperkuat reputasi lembaga sebagai mitra yang berharga bagi industri.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-05-11 10:41:17

Optimalisasi Link and Match

Optimalisasi Link and Match melalui Relationship Marketing dalam Pendidikan Tinggi Vokasi menekankan pentingnya membangun hubungan yang kuat antara lembaga pendidikan dan stakeholder industri. Ini melibatkan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan pasar kerja, pengembangan program-program pendidikan yang relevan dan responsif terhadap permintaan industri, serta peningkatan komunikasi dan kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan untuk memastikan kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki oleh lulusan dan kebutuhan pasar kerja yang terus berubah. Dengan pendekatan ini, pendidikan tinggi vokasi dapat menghasilkan lulusan yang siap berkontribusi secara langsung dalam dunia kerja, meningkatkan tingkat kesempatan kerja, dan memperkuat reputasi lembaga sebagai mitra yang berharga bagi industri.

Optimalisasi Link and Match melalui Relationship Marketing Pendidikan Tinggi Vokasi Copyright© PT Penamudamedia, 2024 Penulis: Dr. Nur Aziz Sugiharto, S.E., Ak., M.M., CA ISBN: 978-623-8586-33-2 Desain Sampul: Tim PT Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, Mei 2024 x + 146, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit


v Kata Pengantar erima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah melimpahkan kepada kami dalam perjalanan menciptakan buku ini. Ucapan terima kasih kami panjatkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan bantuan dalam proses penulisan dan pengembangan karya ini. Dalam buku ini, kami mengeksplorasi tema penting dalam dunia pendidikan tinggi vokasi yang berkaitan dengan marketing, yaitu Optimalisasi Link and Match melalui Relationship Marketing. Dengan membawa pembaca melalui langkah-langkah strategis, contoh kasus yang ilustratif, dan pemikiran mendalam, kami berusaha untuk menyajikan pandangan yang komprehensif tentang bagaimana lembaga pendidikan vokasi dapat memperkuat hubungannya dengan dunia industri, menciptakan lulusan yang siap bersaing dalam pasar kerja yang semakin kompleks dan dinamis. Akhir kata, kami ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada anak, istri, orang tua, semua individu, institusi, dan organisasi yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini. Semoga buku ini memberikan manfaat dan inspirasi bagi pembaca dalam memahami pentingnya hubungan antara pendidikan tinggi vokasi dan dunia industri. Kami berharap agar buku ini dapat menjadi sumber pengetahuan yang berharga serta memicu pemikiran dan diskusi yang lebih luas dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan vokasi dan kesesuaian lulusan dengan tuntutan T


vi pasar kerja. Terima kasih atas segala dukungan dan semangat yang telah diberikan. Bandung, Maret 2024 Nur Aziz Sugiharto


vii Daftar Isi Kata Pengantar ..................................................................... v Daftar Isi ............................................................................ vii Pendahuluan ........................................................................ 1 Bab 1. Mengapa Harus Link and Match? ................................... 5 Bab 2. Landasan Teori Model Penta Helix ............................... 19 A. Konsep Dasar Model Penta Helix .................................... 20 B. Hubungan antara Penta Helix dan Pendidikan Tinggi Vokasi .......................................................................... 26 Bab 3. Konsep Relationship Marketing dalam Penta Helix ........ 36 A. Konsep Dasar Relationship Marketing............................. 37 B. Relationship marketing antar Komponen Penta Helix ...... 45 C. Luaran yang diharapkan................................................ 54


viii Bab 4. Pemerintah dan Pendidikan Tinggi Vokasi .................... 57 A. Peran Kebijakan Pemerintah dalam Program Link and Match ...........................................................................58 B. Implementasi Model Penta Helix dalam Kebijakan Pemerintah ...................................................................61 C. Dukungan Kelembagaan untuk Meningkatkan Kinerja Program........................................................................65 Bab 5. Industri dan Kolaborasi Pendidikan Vokasi ................... 68 A. Kemitraan Industri dalam Pendidikan Tinggi Vokasi ........69 B. Integrasi Kebutuhan Industri dalam Kurikulum ...............78 C. Praktik Magang dan Pembelajaran Berbasis Industri ........80 D. Project based learning dalam proses Pembelajan .............83 E. Teaching Factory dalam kurikulum.................................88 Bab 6. Perguruan Tinggi dan Kontribusinya dalam Link and Match ...................................................................... 90 A. Transformasi Kurikulum dan Metode Pembelajaran.........91 B. Penelitian dan Inovasi dalam Konteks Pendidikan Vokasi .95 C. Pemberdayaan Mahasiswa untuk Meningkatkan Keterampilan ................................................................98


ix Bab 7. Akademisi, Asosiasi, dan Media serta Konribusinya dalam Link and Match .............................................. 101 A. Penelitian dan kontribusinya dalam link and match........103 B. Peran serta Asosiasi Masyarakat dalam Link and Match ..106 C. Peran serta Media dalam Link and Match.......................117 Bab 8. Masyarakat sebagai Pendukung Pendidikan Vokasi ....... 120 A. Keterlibatan Masyarakat dalam Program Pendidikan Vokasi .........................................................................122 B. Dukungan Komunitas dalam Menyediakan Sarana Prasarana ....................................................................123 C. Memperluas Akses Pendidikan Vokasi ke Masyarakat .....125 Bab 9. Evaluasi Kinerja Program Link and Match .................... 129 A. Penilaian dan Evaluasi Terhadap Implementasi Model Penta Helix ..................................................................130 B. Identifikasi Tantangan dan Solusi dalam Meningkatkan Kinerja Program...........................................................132 C. Mengoptimalkan Hasil Program untuk Peningkatan Mutu Pendidikan Vokasi........................................................135 Refleksi dan Proyeksi Masa Depan........................................ 138 Daftar Pustaka ................................................................... 142 Tentang Penulis ................................................................. 146


x


1 Pendahuluan odel komitmen nilai hubungan Penta Helix menawarkan sebuah kerangka kerja yang inovatif dan kolaboratif untuk mengatasi kompleksitas tantangan pembangunan dalam berbagai sektor. Pemerintah sebagai regulator memegang peran kunci dalam mengatur dan menciptakan kebijakan yang mendukung pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Dengan mengembangkan regulasi yang kondusif dan insentif yang tepat, pemerintah dapat memfasilitasi kerja sama antara industri, akademisi, masyarakat, dan media, serta mendorong terciptanya lingkungan yang ramah inovasi. Industri berfungsi sebagai motor penggerak ekonomi yang memainkan peran utama dalam menciptakan lapangan kerja, menghasilkan produk dan layanan inovatif, serta menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Akademisi memiliki peran krusial dalam menghasilkan pengetahuan, keterampilan, dan inovasi yang dibutuhkan untuk mendukung perkembangan industri dan masyarakat. Melalui penelitian dan pendidikan yang berkualitas, akademisi dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap inovasi teknologi dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat dan media memainkan peran penting dalam memperkuat keterlibatan publik dan mendukung transparansi serta akuntabilitas dalam proses pembangunan. Dengan memberikan umpan balik yang konstruktif dan mengedepankan kepentingan publik, akademisi, masyarakat M


2 dan media dapat membantu memastikan bahwa pembangunan berjalan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, melalui kolaborasi lintas-sektoral yang didasarkan pada Model Penta Helix, diharapkan dapat tercipta sinergi yang kuat untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Konteks Program Link and Match dalam Pendidikan Tinggi Vokasi di Indonesia mencerminkan dinamika yang kompleks dari pasar kerja dan sistem pendidikan vokasional di negara ini. Sebagai negara berkembang yang memiliki populasi yang besar dan beragam, Indonesia menghadapi tantangan dan peluang unik dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terus berkembang. Dalam beberapa tahun terakhir, pendidikan tinggi vokasi telah menjadi fokus utama pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Program Link and Match menjadi salah satu strategi yang diadopsi oleh institusi pendidikan vokasi di Indonesia untuk memastikan relevansi kurikulum dan kegiatan pembelajaran dengan tuntutan industri. Konsep ini mengusung ide bahwa kolaborasi erat antara pendidikan dan industri akan menghasilkan lulusan yang lebih siap untuk memasuki dunia kerja. Dengan membangun keterlibatan yang kuat antara lembaga pendidikan dengan sektor industri, program Link and Match bertujuan untuk menyelaraskan keterampilan dan kompetensi yang diajarkan di kelas dengan kebutuhan dan ekspektasi dunia kerja. Namun, implementasi Program Link and Match di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya


3 adalah keragaman industri di seluruh negeri, dari sektor manufaktur hingga pariwisata, pertanian, dan teknologi informasi. Setiap sektor memiliki kebutuhan yang berbedabeda, dan pendidikan vokasi harus mampu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada. Selain itu, dengan munculnya tren transformasi digital dan era industri 4.0, ada juga kebutuhan untuk memperbarui kurikulum dan memperkenalkan keterampilan baru yang sesuai dengan permintaan pasar kerja yang berkembang pesat. Oleh karena itu, dalam konteks Indonesia, keberhasilan Program Link and Match tidak hanya bergantung pada kolaborasi antara lembaga pendidikan dan industri, tetapi juga membutuhkan dukungan pemerintah yang kuat. Kebijakan dan regulasi yang mendukung, insentif untuk industri yang terlibat, serta investasi dalam fasilitas dan pelatihan tenaga pendidik menjadi kunci dalam memperkuat program ini. Dengan demikian, Program Link and Match memiliki potensi besar untuk meningkatkan relevansi pendidikan vokasi, mempersiapkan lulusan yang lebih kompeten dan siap kerja, serta mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Masyarakat juga memiliki peran yang besar dalam menciptakan image bahwa pendidikan vokasi akan mempercepat kemajuan industri, mempermudah memperoleh pekerjaan, meningkatkan nilai produk, meningkatkan kualitas kehidupan, dan lulusannya memiliki posisi yang terhormat. Ini penting agar vokasi dipandang sebagai jalur pendidikan yang bergengsi dan bernilai tinggi sehingga akan diisi oleh putera puteri terbaik bangsa Indonesia.


4 Di masa depan, untuk bisa masuk dalam pendidikan vokasi diperlukan input dari para siswa putera puteri bangsa yang memiliki talenta terbaik, memiliki nilai tambah, dan mampu berkompetisi secara maksimal yang akan digodog dengan fasilitas dan sumber daya yang lengkap sehingga diharapkan akan melahirkan lulusan yang memiliki kompetensi unggul dan benar-benar dibutuhkan oleh industri.


5 Bab 1 Mengapa Harus Link and Match? ink and Match sebagai sebuah kebijakan dalam mengatasi kesenjangan antara kompetensi lulusan Pendidikan dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia usaha/dunia industri sebenarnya sudah lama diterapkan di berbagai negara untuk mengatasi masalah tingginya tingkat pengangguran pada angkatan kerja, sementara disisi lain banyak industri yang kekurangan tenaga kerja yang berkualitas. Beberapa negara yang sukses menerapkan kebijakan link and match diantaranya adalah Jerman, Swis, Denmark, Norwegia, Belanda, dan Luxemburg, sementara yang gagal diantaranya adalah Indonesia, Korea Selatan, dan Inggris. Kegagalan tersebut pada umumnya disebabkan oleh kurangnya dukungan pemerintah, kerja sama yang tidak berhasil, penerimaan masyarakat atas pendidikan vokasi rendah, struktur sosial yang tersentralisasi, perencanaan yang tidak terealisasi, rendahnya kualitas kontrol dan lain sebagainya (Wicaksono, 2020) Kesenjangan antara kompetensi lulusan pendidikan dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia usaha/dunia industri tersebut akan berdampak pada banyaknya lulusan L


6 pendidikan yang tidak terserap pada dunia kerja/industri atau dengan kata lain meningkatnya pengangguran terdidik. Padahal siswa/mahasiswa masuk dan mengikuti seluruh program belajar di sekolah/universitas dan memilih jurusan atau program studi dengan tujuan agar bias masuk diterima dan sukses di pekerjaan. Tetapi ternyata salah satu indikator keberhasilan dalam pekerjaan adalah menggunakan kompetensi yang diperoleh di sekolah/universitas untuk dikembangkan di pekerjaan guna memajukan usaha (Robst, 2007). Kuantitas pendidikan hanyalah satu cara untuk mempertimbangkan kesesuaian antara sekolah dan pekerjaan. Para pekerja mungkin akan tidak cocok jika tingkat pendidikannya sesuai tetapi jenis sekolahnya tidak (Sloane, 2003). Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan dalam hubungan antara lulusan pendidikan terhadap industri adalah adanya ketidak cocokkan antara hasil yang diperoleh di pendidikan dengan kebutuhan di pekerjaan sehingga banyak diantara mereka yang mengalami kegagalan (Chernoff & Boudarbat, 2009). Missmatch pendidikan secara vertikal terjadi ketika strata pendidikan dari lulusan tidak sesuai dengan kebutuhan pekerjaan di industri dan secara horizontal terjadi ketika bidang studi atau program studi yang telah ditempuh oleh siswa/mahasiswa tidak sesuai dengan bidang pekerjaan yang diperoleh. Industri sangat berkepentingan untuk mempertimbangkan bidang studi atau kompetensi yang didapat dari sekolah/universitas untuk menganalisis berbagai jenis keahlian yang diperlukan; Sekolah/Universitas tidak saja menyediakan lulusan sebagai tenaga kerja atau human capital secara umum, namun harus menyediakan kompetensi dari


7 biidang studi tertentu yang memberikan keahlian dan ketrampilan khusus di pekerjaan untuk industri (Hersch & Hersch, 1975; Walters, 2004). Para pemimpin bisnis sektor swasta percaya bahwa perbedaan ini terutama disebabkan oleh masalah dalam struktur pendidikan, kualitas dan isi sistem pendidikan, khususnya di Universitas. Sistem telah gagal memberikan keterampilan, bakat, dan orientasi pekerjaan yang dibutuhkan untuk tenaga kerja lulusan (Senarath & Patabendige, 2014). Artinya bahwa pendidikan dikatakan belum berhasil ketika masih menyisakan masalah dalam penyediaan kompetensi lulusan sebagai tenaga kerja di industri. Selain permasalahan dalam ketidakcocokan pendidikan, perlu juga dilakukan identifikasi dan kajian terhadap dampak lulusan sekolah/universitas yang tidak sejalan dengan program pendidikan, bahkan ketidakmampuan pendidikan dalam mencetak kompetensi lulusan dapat menjadikan pengangguran meningkat (Badillo Amador et al., 2008);(Diem, 2015). Pada tabel 1.1 terlihat masih adanya tingkat pengangguran terbuka yang berasal dari tamatan perguruan tinggi.


8 Tabel 1.1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan (Persen) Tahun 2020 – 2022 Tingkat Pendidikan Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tingkat Pendidikan 2020 2021 2022 Tidak/Belum Pernah Sekolah/Belum Tamat & Tamat SD 3,61 3,61 3,59 SMP 6,46 6,45 5,95 SMA umum 9,86 9,09 8,57 SMA Kejuruan 13,5 5 11,1 3 9,42 Diploma I/II/III 8,08 5,87 4,59 Universitas 7,35 5,98 4,80 Sumber : Laporan BPS Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2020-2022 Disisi lain terdapat lowongan kerja yang belum terisi semua yang mungkin disebabkan oleh tidak terpenuhinya kompetensi para pencari/pelamar kerja sesuai dengan standar industri. Sebagai gambaran, pada gambar 1.1 terlihat adanya lowongan kerja di Provinsi Jawa Barat yang digunakan sebagai sampel lokasi dalam penelitian ini yang ternyata tidak terisi semua dan menyisakan kekosongan pada jenis pekerjaan tertentu di industri.


9 Gambar 1.1 Jumlah pencari kerja, lowongan kerja tersedia, dan lowongan kerja terisi di Provinsi Jawa Barat Tahun 2022 Sumber : Laporan BPS jumlah pencari kerja, lowongan kerja tersedia, dan lowongan kerja terisi di Provinsi Jawa Barat Tahun 2022 Program link and match sebenarnya telah dicanangkan sejak tahun 1989, namun demikian berdasarkan data statistik menunjukkan angka pengangguran ternyata masih cukup tinggi (lihat tabel 1.1), tingginya lowongan kerja yang tidak terisi (tahun 2020 sebesar 26,7%), yang disebabkan oleh rendahnya kualitas pekerja, menunjukkan bahwa sebenarnya kebutuhan industri akan tenaga kerja yang terampil kompeten masih tinggi, khususnya bagi tenaga kerja lulusan universitas dan pendidikan tinggi. Lulusan pendidikan yang tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi dan keahliannya akan mengakibatkan tingkat pendapatan yang lebih rendah, tingkat kepuasan kerja yang rendah, sehingga tingkat turnover pekerja juga tinggi, yang


10 kemudian berdampak pada produktivitas pekerja (Holzer, 2013). Tuntutan lapangan kerja industri adalah pemenuhan kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dan kompeten dalam berbagai jenis pekerjaan, dan ini harus bias dipenuhi oleh sistem pendidikan. Tenaga kerja terdidik yang disediakan oleh sekolah/pendidikan tinggi tidak hanya harus memenuhi kebutuhan dalam jumlah (kuantitas) tenaga kerja, tetapi juga pemenuhan kebutuhan dalam keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja industri (Ansar, 2016). Para peneliti sebelumnya dalam membahas link and match atau disebut juga education job match menggunakan pendekatan dengan landasan teori-teori seperti: teori human capital yang menyatakan bahwa terdapat berbagai aspek yang dapat digunakan dalam membentuk human capital selain dari pendidikan (lulusan pendidikan), seperti pengalaman pekerjaan, pelatihan, dan lain-lain. Tenaga kerja yang paling produktif adalah tenaga kerja yang paling baik sehingga layak untuk mendapatkan posisi terbaik dan penghasilan yang tinggi (Allen & Weert, 2007). Permasalahan mismatch pendidikan dalam teori ini dipandang sebagai bagian dari pasar kerja yang tidak efisien, seperti fenomena berupa solusi sementara dengan penggantian bentuk human capital dengan satu bentuk yang lain. Teori human capital beranggapan bahwa sekolah/pendidikan tinggi mempercayai dunia kerja industri yang memerlukan keahlian dan keterampilan tersebut dan tenaga kerja dengan keahlian sudah tersedia (Allen & Weert, 2007). Dipihak lain, teori Credentialism meyakini bahwa keahlian dan keterampilan akan diperoleh dan muncul dari


11 pekerjaan saat bekerja dan pendidikan dianggap sebagai prediktor untuk menghasilkan produktivitas di masa mendatang sehingga keahlian dan keterampilan dapat dilatih dan dibentuk oleh pemberi kerja di dunia industri. Teori ini juga mempertanyakan apakah pendidikan dapat menyediakan keterampilan yang dibutuhkan sebagai bekal yang digunakan dalam pekerjaan. Teori kredensialisme juga meyakini bahwa mismatch antara pendidikan dan dunia industri dapat diatasi dengan pelatihan kerja di perusahaan. Apabila terjadi masalah ketidaksesuaian antara pendidikan dan dunia kerja, hal ini merupakan ”gejala persediaan” (supply phenomina), yaitu ketidaksesuaian yang disebabkan sebagai gejala ketidakmampuan sistem pendidikan dalam mencetak lulusan yang dapat dididik dan dilatih atau yang memiliki kemauan untuk belajar dan berlatih agar menjadi tenaga yang kompeten dan terampil yang dapat memenuhi kebutuhan industri (Chernoff & Boudarbat, 2009). Teori Job-matching didasarkan pada pendapat bahwa terdapat banyak pekerjaan dengan berbagai keahlian dan keterampilan yang bervariasi dan dengan berbagai tingkat pengalaman yang berbeda seperti jenis tenaga kerja yang berbeda juga. Pada posisi kerja yang tinggi sebaiknya di duduki oleh tenaga kerja yang ahli dan terampil dan berpendidikan tinggi sehingga mismatch terjadi jika terdapat jumlah posisi pekerja ahli atau tenaga kerja berpendidikan tinggi saling melebihi yang lainnya (Sorenson & Kalleberg, 1981; Jovanovic, 1979). Teori perubahan teknologi menekankan tentang perkembangan teknologi yang pesat dalam sistim ekonomi yang modern dan maju (advance). Dalam kondisi ini matching


12 pendidikan dan pekerjaan yang dialami oleh tenaga kerja senior dan berpengalaman dalam perusahaan menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan tenaga kerja baru di perusahaan yang menerima pendidikan dengan kompetensi teknologi yang lebih mutakhir (Chernoff & Boudarbat, 2009). Istilah gejala permintaan (demand phenomina) muncul sebagai sebutan untuk Mismatch antara pendidikan dan pekerjaan, dimana ketidaksesuaian tidak semata-mata disebabkan oleh sistem pendidikan yang diciptakan di sekolah/pendidikan tinggi, tetapi perusahaan/industri juga belum melaksanakan dan memfungsikan sistem pelatihan bagi tenaga kerja secara maksimal. Dengan adanya demand phenomina ini maka sistim pelatihan kerja bagi tenaga kerja di perusahaan harus menjadi bagian yang integral dan tersistem dalam industri atau perusahaan (Cummings, 1980). Dalam pelaksanaan fungsi dan peran perusahaan, dimana perusahaan menyediakan pelatihan kerja bagi pekerja, maka dunia industri atau perusahaan akan berfungsi sebagai training ground. Dengan demikian maka produktivitas tenaga kerja dapat digunakan sebagai salah satu indikator secara langsung dalam pengawasan dan pengendalian perusahaan terhadap pekerjanya. Pelatihan yang dilakukan oleh industri atau perusahaan menjadi tempat dan cara yang paling tepat untuk menghasilakn tenaga kerja yang kompeten, memiliki keahlian, dan siap pakai (ready trained), di lain pihak sistem pendidikan formal oleh sekolah/pendidikan tinggi harus mampu menghasilkan lulusan berupa tenaga potensial yang memiliki keahlian atau keterampilan dasar yang dapat dikembangkan di dunia kerja atau industri secara maksimal (Hasibuan, 1987).


13 Permasalahan ketidaksesuaian antara pendidikan dan pekerjaan di Indonesia yang meliputi bidang pendidikan, pelatihan dan tenaga kerja saat ini menjadi permasalahan penting yang harus diselesaikan karena di beberapa negara lain telah berhasil diselesaikan. Untuk itu perlu dilakukan beberapa program terobosam yang terintegrasi antara semua pihak yang berkepentingan seperti dunia pendidikan dan pelatihan, pemerintah dan dunia industri (Tilaar, 1999). Program-program pelatihan yang relevan harus dilakukan tidak saja oleh industri, tetapi juga oleh sistim pendidikan yang dipraktekan di sekolah/pendidikan tinggi atau pendidikan luar sekolah agar dapat memenuhi kebutuhan industri (Rusdin, 2017). Mengingat pada penelitian sebelumnya dalam pembahasan link and match, pendekatan yang digunakan adalah hubungan antara pendidikan dan pekerjaan/industri, serta ada juga yang melibatkan pemerintah sebagai regulator dengan didasari teori sumber daya manusia, pendidikan, dan perubahan teknologi, dimana permasalahan mismatch education ini tidak bisa diselesaikan secara internal pendidikan dan industri maupun dengan model triple helix tetapi harus melibatkan seluruh pemangku kepetingan terkait dengan pendidikan vokasi, maka pada penelitian ini akan menggunakan pendekatan teori pemasaran khususnya teori total pemasaran hubungan (total relationship marketing) yang melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) link and match pada pendidikan tinggi vokasi dengan berbasis penta helix. Dalam teori relationship marketing dijelaskan bahwa perusahaan harus mampu menciptakan, membangun dan


14 mempertahakan hubungan dengan stakeholders (pemegang saham, pelanggan, suplayer dan sebagainya) dalam jangka panjang, dan tetap berusaha mencari dan menambah pelanggan baru (Hasanuddin, 2009). Pemasaran hubungan dapat terjadi bila ada keinginan kuat atau komitmen kuat antara pihak-pihak terkait untuk mempertahankan dan meningkatkan hubungan bisnis dalam jangka panjang (Robert Dwyer, 1987). Teori tentang pemasaran hubungan ini menjadi penting karena teori marketing selama ini hanya menggunakan dalil bahwa untuk meningkatkan kinerja pemasaran berupa omset penjualan, jumlah profit, pangsa pasar atau kinerja pemasaran lainnya dalam perkembangan teknologi saat ini sudah tidak memadai lagi hanya dengan mengandalkan penerapan berbagai strategi bauran pemasaran (marketing mix) yang sudah ketinggalan jaman atau konvensial untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan memuaskan konsumen/pelanggannya (Kristaung, 2005). Teori pemasaran hubungan merupakan perkembangan dari teori pemasaran transaksional/penjualan yang berfokus pada produk dan kemudian berkembang menjadi berfokus pada pelanggan dengan segala aspek strategi, taktik, maupun operasional pemasaran (bauran pemasaran). Saat ini peamasaran hubungan tidak hanya berfokus pada hubungan antara produsen, pelanggan, dan supplier, tetapi juga dengan pihak-pihak terkait lainnya yang berkepentingan terhadap going concern perusahaan (Kristaung, 2005). Dalam pemasaran diperlukan sebuah paradigma baru yaitu konsep pemasaran yang mampu menciptakan, mempertemukan, dan membangun hubungan baik dari


15 berbagai pihak yang berkepentingan, dimana hubungan tersebut dapat memberikan nilai tambah dan manfaat serta memiliki masa depan yang baik dalam jangka panjang. Untuk meningkatkan kinerja pemasaran salah satu konsep kuncinya adalah dengan membangun kepercayaan pelanggan dan memelihara komitmen pelanggan, selain itu telah terjadi perubahan paradigma pemasaran dalam perkembangan teori manajemen pemasaran dimana semula merupakan konsep penjualan berkembang menjadi konsep pemasaran (Kotler & Armstrong, 2008). Dalam perkembangannya, kemudian muncul teori total pemasaran hubungan yang memiliki peran penting, baik dalam perusahaan manufaktur maupun dalam perusahaan jasa. Peran total pemasaran hubungan dalam produk jasa ini menjadi lebih penting karena sifat-sifat jasa yang berbeda dengan sifat barang secara fisik. Kunci kesuksesan dalam pemasaran jasa tergantung dari bagaimana perusahaan mampu membina hubungan yang harmonis dengan pelanggan, pegawai, peneliti, dan mitra bisnis lainnya (Zineldin, 2000). Penelitian total pemasaran hubungan dalam perusahaan jasa selama ini lebih banyak dilakukan pada industri jasa secara umum, oleh karena itu penting bagi penulis untuk meneliti pemasaran hubungan pada jasa pendidikan khususnya pada pendidikan tinggi vokasi yang memang mengkhususkan penyiapan tenaga kerja yang terampil dan siap kerja. Apakah total pemasaran hubungan yang ditawarkan mampu mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan link and match.


16 Dilain pihak, penelitian tentang pemasaran hubungan selama ini lebih banyak membahas hubungan antara perusahaan dan pelanggannya, sementara dalam penelitian ini akan dibahas total pemasaran hubungan meliputi hubungan antara perusahaan/lembaga dengan mitra terkait seperti pemerintah, akademisi, komunitas terkait, mitra industri, dan media. Pola hubungan dan nilai yang diharapkan dari masingmasing pihak dalam kerja sama/kolaborasi diharapakan dapat dirumuskan dengan baik dalam penelitian ini. Dalam bidang pendidikan tinggi, penelitian hubungan antara mitra institusi terkait yang berkepentingan dalam pengembangan dan pemasaran pendidikan masih sangat sedikit. Penelitian dalam industri jasa pendidikan saat ini lebih banyak dilakukan pada minat dan perilaku mahasiswa dan hubungan antara lembaga pendidikan tinggi dengan mahasiswa pada Universitas, Sekolah Tinggi, Akademi, Institut, dan Sekolah umum lainnya. Masih sedikit penelitian yang dilakukan pada nilai hubungan antara stakeholder’s pada lembaga pendidikan tinggi untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas. Pada masa kompetisi pendidikan tinggi yang sulit di mana banyak Lembaga menawarkan produk yang sama atau hampir sama dalam hal biaya, konten modul, dan kualitas; diferensial layanan mahasiswa dapat memberikan lembaga pendidikan dengan keunggulan kompetitif yang berbeda. Karena hasil kompetisi yang sengit dalam sedikit variasi fasilitas, maka kualitas layanan mahasiswa telah dianggap sebagai salah satu faktor utama, apakah Lembaga pendidikan beroperasi dengan sukses atau tidak (Gyamfi et al., 2007).


17 Dalam penelitian ini penciptaan kinerja (efektifitas) link and match pada pendidikan tinggi vokasi yang diwakili oleh Politeknik merupakan peningkatan layanan dengan penciptaan kolaborasi melalui hubungan yang baik antara lembaga pendidikan dengan mitra industri, komunitas, peneliti, dan media. Kekuatan model komitmen hubungan antara stakeholder’s lembaga pendidikan/sekolah vokasi ini diharapkan dapat menjadi keunggulan, nilai tambah, kekuatan, dan kemampuan bersaing bagi lembaga untuk meningkatkan nilai hubungan, reputasi, dan kepercayaan dari masyarakat. Penelitian sebelumnya tentang komitmen nilai hubungan banyak yang menggunakan variabel kepercayaan, komitmen, nilai, komunikasi, dan kualitas hubungan, sebagaimana yang digunakan oleh peneliti dalam disertasi ini, namun dalam penelitian ini variabel terikat yang akan diuji adalah efektivitas link and match sebagai program relevansi pendidikan dengan dunia usaha atau dunia kerja. Efektivitas komunikasi menjadi fungsi dasar yang mendukung dan mengintegrasikan semua kegiatan/proyek/ hubungan antar komponen penta helix (Zulch, 2014), dan nilai hubungan secara bersama antar komponen penta helix sebagai hasil kolaborasi antar organisasi hubungan (Crook & Combs, 2007). Sedangkan kepercayaan dari masing-masing komponen penta helix merupakan instrumen untuk mengembangkan dan memelihara hubungan yang menguntungkan untuk tujuan bersama dari pihak yang terlibat (Ganesan, n.d.; Palmatier et al., 2006). Komitmen kepada nilai hubungan dari masingmasing komponen penta helix mengikat mitra pada hubungan, membentuk dasar yang kuat untuk pemeliharaannya


18 (Geyskens & Scheer, 1996; Morgan & Hunt, 1994), dan reputasi perguruan tinggi sebagai variabel moderasi menyatakan bahwa reputasi yang kuat adalah kompetensi kunci untuk lembaga pendidikan agar berhasil dan memenangkan persaingan di pasar global (Mazzarol & Soutar, 2008). Penciptaan kekhasan model total pemasaran hubungan yang baik pada pendidikan tinggi vokasi ini dibentuk berdasarkan Penta Helix dengan lima unsur/komponen stakeholder’s lembaga pendidikan tinggi vokasi yaitu Akademisi, Pemerintah, Industri, Komunitas, dan Media. Ruang lingkup pendidikan vokasi dalam penelitian ini dibatasi pada penyelenggara internal lembaga pendidikan.


19 Bab 2 Landasan Teori Model Penta Helix andasan Teori Model Penta Helix menawarkan sebuah kerangka kerja yang inovatif dalam memahami dinamika hubungan antara lima pihak utama dalam ekosistem inovasi dan pembangunan. Konsep dasar Model Penta Helix mengacu pada interaksi yang harmonis antara pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media dalam menciptakan nilai tambah bagi masyarakat secara keseluruhan. Hal ini melibatkan kolaborasi lintas-sektoral yang terus menerus dan saling mendukung guna mencapai tujuan bersama dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hubungan antara Penta Helix dan Pendidikan Tinggi Vokasi menyoroti pentingnya integrasi pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja dan industri. Dalam konteks pendidikan tinggi vokasi, model Penta Helix memberikan pandangan yang komprehensif tentang bagaimana institusi pendidikan dapat berkolaborasi dengan pemerintah, industri, dan masyarakat untuk memastikan relevansi kurikulum, penyelenggaraan magang, dan pengembangan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja. Dengan demikian, Penta Helix menjadi L


20 landasan bagi implementasi program Link and Match dan strategi lainnya dalam meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan vokasi. Peran Komitmen Nilai Hubungan dalam Model Penta Helix menekankan pentingnya kerjasama yang berkelanjutan dan saling menguntungkan antara semua pihak terkait. Komitmen nilai hubungan ini menciptakan dasar yang kuat untuk kolaborasi lintas-sektoral yang efektif dalam menciptakan inovasi, meningkatkan daya saing ekonomi, dan memajukan kesejahteraan masyarakat. Dengan memperkuat keterlibatan dan komitmen dari pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media, Model Penta Helix dapat menjadi alat yang efektif dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. A. Konsep Dasar Model Penta Helix Model Penta Helix adalah sebuah kerangka kerja inovatif yang menekankan pentingnya kolaborasi lintassektoral antara lima pihak utama dalam menciptakan inovasi dan pembangunan yang berkelanjutan. Dalam model ini, pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media saling berinteraksi dan saling mendukung dalam upaya menciptakan nilai tambah bagi masyarakat secara keseluruhan. Secara teoritis, model ini mencerminkan pendekatan sistemik yang diusulkan oleh Rogers (2005), di mana inovasi dipandang sebagai hasil dari interaksi antara berbagai elemen dalam sistem, dan memiliki potensi untuk merubah perilaku, struktur, dan kebudayaan dalam masyarakat. Dalam konteks Model Penta Helix, kolaborasi di antara lima pihak tersebut


21 dianggap sebagai kunci keberhasilan dalam menciptakan inovasi yang relevan dan berkelanjutan. Pemerintah memegang peran penting dalam Model Penta Helix sebagai regulator dan pemfasilitator dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi. Teori ahli seperti Etzkowitz dan Leydesdorff (2000) menyoroti peran pemerintah dalam menciptakan kebijakan dan regulasi yang mendukung kolaborasi antara sektor publik, swasta, dan akademik. Dengan menciptakan kerangka kerja yang jelas dan insentif yang tepat, pemerintah dapat mendorong interaksi yang produktif di antara berbagai pihak untuk mencapai tujuan bersama dalam pembangunan. Industri, sebagai motor penggerak ekonomi, juga memiliki peran yang signifikan dalam Model Penta Helix. Teori ekonomi inovasi, seperti yang dikemukakan oleh Schumpeter (2010), menyoroti peran utama industri dalam memfasilitasi proses inovasi dan penciptaan nilai tambah dalam perekonomian. Dalam konteks Penta Helix, industri berkontribusi dalam menciptakan lapangan kerja, menghasilkan produk dan layanan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi melalui investasi dan inovasi teknologi. Akademisi atau lembaga pendidikan juga memainkan peran yang krusial dalam Model Penta Helix. Teori sosiologi pendidikan, seperti yang dikemukakan oleh Bourdieu (2017), menyoroti peran institusi pendidikan dalam reproduksi dan distribusi pengetahuan serta kapital sosial. Dalam konteks Penta Helix, akademisi bertanggung jawab untuk menghasilkan keterampilan, penelitian, dan


22 pengembangan teknologi yang relevan dengan kebutuhan industri dan masyarakat. Masyarakat, sebagai penerima manfaat langsung dari inovasi dan pembangunan, memiliki peran penting dalam mendukung Model Penta Helix. Teori partisipasi masyarakat, seperti yang dikemukakan oleh Arnstein (2019), menyoroti pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan sebagai bentuk kontrol sosial yang lebih demokratis. Dalam konteks Penta Helix, masyarakat memberikan umpan balik, partisipasi, dan dukungan dalam proses pembangunan, serta memastikan bahwa kepentingan mereka diwakili dan diperjuangkan. Terakhir, media memainkan peran kunci dalam menyebarkan informasi dan membangun kesadaran tentang pentingnya kolaborasi dalam Model Penta Helix. Teori komunikasi, seperti yang dikemukakan oleh Habermas (2008), menyoroti peran media dalam menciptakan ruang publik yang memungkinkan dialog dan diskusi yang demokratis. Dalam konteks Penta Helix, media memainkan peran penting dalam meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan publik dalam proses pembangunan, serta menyuarakan kepentingan masyarakat kepada para pemangku kepentingan lainnya. Dengan demikian, melalui kerja sama yang erat di antara lima pihak utama ini, Model Penta Helix memiliki potensi besar untuk menciptakan inovasi yang relevan dan berkelanjutan, serta mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.


23 Sejarah model penta helix Sejarah Model Penta Helix mengakar pada perkembangan konsep kolaborasi lintas-sektoral dalam pembangunan dan inovasi. Meskipun tidak ada catatan resmi yang menetapkan waktu atau titik awal yang jelas bagi model ini, pemikiran dan konsep yang membentuk dasar Model Penta Helix telah muncul seiring dengan evolusi teori dan praktik pembangunan ekonomi, pendidikan, dan inovasi. Salah satu titik awal pengembangan konsep ini adalah kerangka kerja Triple Helix, yang pertama kali diusulkan oleh Henry Etzkowitz dan Loet Leydesdorff pada tahun 1990-an. Model Triple Helix mencakup tiga sektor utama: universitas, industri, dan pemerintah, dan menyoroti pentingnya kolaborasi di antara ketiganya dalam mendukung inovasi dan pengembangan ekonomi. Pengembangan lebih lanjut dari Model Triple Helix menjadi Model Quadruple Helix dengan penambahan dimensi baru: masyarakat. Model ini menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses inovasi dan pembangunan ekonomi, serta mengakui peran penting masyarakat dalam menyuarakan kepentingan publik dan mempengaruhi kebijakan. Selanjutnya, Model Quadruple Helix berkembang menjadi Model Penta Helix dengan penambahan dimensi kelima: media. Dimasukkannya media sebagai bagian dari kerangka kerja ini menyoroti peran penting media dalam menyebarkan informasi, membangun kesadaran, dan mempengaruhi opini publik dalam konteks inovasi dan pembangunan.


24 Sejak itu, Model Penta Helix telah menjadi salah satu kerangka kerja utama dalam memahami dan mendukung kolaborasi lintas-sektoral dalam pembangunan ekonomi, pendidikan, dan inovasi di berbagai negara. Konsep ini telah digunakan sebagai dasar untuk merancang kebijakan, program, dan proyek kolaboratif di berbagai tingkat, mulai dari tingkat lokal hingga internasional, dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, inovasi yang berkelanjutan, dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. (Sutono & Par, 2020) Bagaimana model penta helix berkembang dan diadobsi di Indonesia? Di Indonesia, Model Penta Helix berkembang dan diadopsi sebagai kerangka kerja yang relevan dalam upaya memperkuat kolaborasi lintas-sektoral dalam pembangunan ekonomi, pendidikan, dan inovasi. Meskipun belum ada catatan resmi tentang waktu atau titik awal yang jelas untuk pengadopsian model ini di Indonesia, konsepkonsep yang mendasari Model Penta Helix telah mulai muncul dalam berbagai kegiatan dan inisiatif pembangunan di negara ini. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan minat yang kuat dalam mendorong kerja sama lintas-sektoral dalam pembangunan. Sebagai contoh, berbagai program dan inisiatif pemerintah, seperti Gerakan Ekonomi Kreatif Indonesia dan Program Revolusi Industri 4.0, mencerminkan upaya untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media dalam mendukung inovasi dan pertumbuhan ekonomi.


25 Industri di Indonesia juga semakin menyadari pentingnya kolaborasi lintas-sektoral dalam memperkuat daya saing dan inovasi. Banyak perusahaan telah terlibat dalam berbagai inisiatif kolaboratif dengan universitas, lembaga penelitian, dan pemerintah untuk mengembangkan produk dan layanan baru, serta meningkatkan efisiensi operasional dan keberlanjutan. Di sektor pendidikan, perguruan tinggi dan lembaga pendidikan vokasi di Indonesia mulai memperhatikan pentingnya memperkuat hubungan dengan dunia industri dan masyarakat. Banyak program magang, kerja sama riset, dan pelatihan kerja telah diluncurkan untuk memastikan bahwa lulusan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja. (Sudiana et al., 2020) Masyarakat Indonesia juga semakin menyadari pentingnya peran mereka dalam mendukung pembangunan ekonomi dan inovasi. Berbagai organisasi masyarakat sipil, LSM, dan kelompok advokasi telah terlibat dalam berbagai kegiatan untuk mempengaruhi kebijakan, membangun kesadaran, dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Media, sebagai penyampai informasi dan pendapat publik, juga memainkan peran penting dalam mempromosikan kolaborasi lintas-sektoral dan membangun opini publik yang mendukung inovasi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Secara keseluruhan, Model Penta Helix telah mulai diadopsi dan diterapkan dalam berbagai konteks di Indonesia, meskipun tantangan dan hambatan masih ada


26 dalam mewujudkan kerja sama yang efektif di antara lima pihak utama ini. Namun, dengan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait, Model Penta Helix memiliki potensi besar untuk memperkuat kolaborasi lintas-sektoral dalam mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif, inovasi yang berkelanjutan, dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. B. Hubungan antara Penta Helix dan Pendidikan Tinggi Vokasi Pendidikan tinggi vokasi merupakan suatu bentuk pendidikan yang menekankan pada pengembangan keterampilan praktis dan langsung relevan dengan kebutuhan industri. Berbeda dengan pendidikan tinggi tradisional yang cenderung bersifat akademis, pendidikan vokasi memberikan penekanan yang lebih besar pada penerapan praktis keterampilan dalam konteks pekerjaan sehari-hari. Program-program pendidikan vokasi ini dirancang untuk mempersiapkan siswa dengan keterampilan yang diperlukan untuk memasuki dan berhasil dalam berbagai bidang pekerjaan, seperti manufaktur, teknik, perawatan kesehatan, pariwisata, dan manajemen bisnis. Salah satu ciri khas utama dari pendidikan tinggi vokasi adalah kolaborasinya yang erat dengan industri dan dunia usaha. Kerja sama ini memastikan bahwa kurikulum dan program-program pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini dan masa depan. Institusi pendidikan vokasi sering melakukan konsultasi dengan perusahaan-perusahaan lokal dan regional untuk


27 memahami tren industri, permintaan tenaga kerja, dan kebutuhan keterampilan yang diperlukan. Hal ini memungkinkan mereka untuk menyesuaikan programprogram mereka agar relevan dan responsif terhadap perubahan di dunia kerja. Selain itu, pendidikan tinggi vokasi juga menekankan pada pengalaman praktis di dunia kerja melalui program magang, kerja lapangan, dan proyek-proyek industri. Melalui pengalaman ini, siswa memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan keterampilan yang mereka pelajari di kelas dalam konteks nyata dan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang lingkungan kerja yang sebenarnya. Magang juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk membangun jaringan profesional, mendapatkan umpan balik langsung dari praktisi di lapangan, dan mengeksplorasi berbagai jalur karir yang tersedia. (Muhyi et al., 2017) Dengan demikian, pendidikan tinggi vokasi memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui kombinasi antara pembelajaran teoritis dan pengalaman praktis, pendidikan vokasi memberikan landasan yang kokoh bagi siswa untuk memasuki dunia kerja dengan keterampilan yang relevan dan siap pakai. Hubungan antara Model Penta Helix dan Pendidikan Tinggi Vokasi sangatlah relevan dan saling mendukung. Pendidikan tinggi vokasi merupakan bagian integral dari Model Penta Helix karena pendidikan tinggi vokasi berperan dalam menciptakan tenaga kerja yang terampil


28 dan siap pakai untuk memenuhi kebutuhan industri dan masyarakat. Berikut adalah beberapa aspek yang menyoroti hubungan antara Penta Helix dan Pendidikan Tinggi Vokasi: (Amrial et al., 2017) 1. Relevansi Kurikulum Pendidikan tinggi vokasi diharapkan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan praktis yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Dalam konteks Model Penta Helix, kolaborasi antara lembaga pendidikan vokasi dengan industri, pemerintah, dan akademisi dapat membantu memastikan bahwa kurikulum yang diajarkan relevan dan mengikuti perkembangan terkini di industri. Kurikulum pendidikan harus selalu diupdate agar relevan dengan kebutuhan industri sehingga dapat menciptakan lulusan sebagai sumber daya manusia yang kompeten dan siap bersaing di pasar kerja. Dengan merancang kurikulum yang mengintegrasikan kebutuhan dunia industri, maka proses belajar diarahkan pada kasus-kasus yang terjadi di industri sehingga mahasiswa memahami konsep penyelesaian masalah yang terjadi di industri dan kelak akan siap menghadapi tantangan sektor kerja dengan kompetensi yang dibutuhkan. Memahami kebutuhan industri dan mendesain kurikulum yang sesuai dan cocok sebagai instrumen pendidikan akan mempermudah pemahaman mahasiswa untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan yang relevan. Dengan demikian, penting bagi institusi pendidikan untuk terus mengadopsi dan


29 menyesuaikan kurikulum mereka agar sesuai dengan dinamika industri serta membantu mengisi kesenjangan keterampilan. 2. Kerjasama Industri dan Pendidikan Pendidikan sebenarnya bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi semua pihak yang menjadi elemen bangsa memiliki peran yang besar dalam upaya untuk memajukan pendidikan guna menciptakan kecerdasan kehidupan berbangsa dan bernegara serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks tanggung jawab memajukan pendidikan ini, perlu dilakukan kerja sama dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas pendidikan termasuk pendidikan vokasi agar proses transformasi pendidikan berjalan lebih cepat dalam kerangka menciptakan generasi bangsa yang cerdas dan berdaya saing global. Salah satu model kerja sama yang dapat dilakukan adalaha melalui Model Penta Helix berupa terjalinnya kerjasama yang erat antara 5 komponen yang terdiri dari industri, pemerintah, lembaga pendidikan, akademisi, masyarakat/asosiasi dan media melalui berbagai macam metode pembelajaran dan program kerja sama yang relevan dengan kebutuhan industri dan peningkatan kompetensi lulusan. Metode pembelajaran seperti Project Based Learning, Teaching Factory, Magang Kerja, kerja sama riset, dan proyek kolaboratif lainnya adalah beberapa contoh kerja sama yang dapat dilaksanakan


30 oleh Penta Helix ini. Lembaga pendidikan vokasi dapat memfasilitasi interaksi antara mahasiswa dan dunia industri, memungkinkan mereka untuk mendapatkan pengalaman praktis dan memahami kebutuhan sebenarnya di lapangan. 3. Metode Pembelajaran Pendidikan Tinggi Vokasi Beberapa metode pembelajaran di pendidikan tinggi vokasi telah berhasil dilaksanakan dengan baik dan memberikan hasil yang berbeda bila dibandingkan dengan motede pembelajaran klasikal di dalam kelas. Metode pembelajaran yang saat ini dilakukan meliputi magang, praktek kerja lapangan, project based learning, teaching factory mampu memberikan sumbangan terhadap pemahaman teknis dan peningkatan keterampilan mahasiswa. Selain itu mahasiswa juga dapat mengaplikasikan pengetahuan yang mereka pelajari di kelas ke dalam konteks kerja nyata. Dalam Model Penta Helix, metode pembelajaran ini dapat menjadi sarana untuk memperkuat hubungan antara pendidikan, industri, dan masyarakat, serta memperluas jaringan profesional mahasiswa, bahkan lebih jauh dapat menciptakan lapangan kerja baru. 4. Pengembangan Keterampilan Sesuai Kebutuhan Melalui kerjasama dengan industri dan lembaga lainnya, pendidikan tinggi vokasi dapat memastikan bahwa lulusan mereka dilengkapi dengan keterampilan yang sesuai dengan permintaan pasar kerja. Dalam Model Penta Helix, lembaga pendidikan vokasi dapat


31 merespons dengan cepat terhadap perubahan kebutuhan industri dan teknologi, sehingga menghasilkan lulusan yang siap bersaing di pasar kerja yang dinamis. Dalam konsep model Penta Helix, pengembangan keterampilan dan keahlian mahasiswa didisain dengan kolaborasi dalam penyiapan infrastruktur dan fasilitas penunjang yang memadai. Masing-masing komponen Penta Helix memiliki peran yang berbeda, lembaga pendidikan menyiapakan kurikulum dan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan industri, sedangkan industri menyediakan fasilitator dan peralatan yang relevan, akademisi dapat melakukan penelitian dan pengembangan metode secara ilmiah, masyarakat atau asosiasi melakukan pengujian dan sertifikasi, media dapat menjadi sarana sosialisasi yang baik. 5. Inovasi dalam Pendidikan Vokasi Hasil kolaborasi yang baik akan memberikan banyak insight yang dapat melahirkan inovasi baru secara terus menerus dalam pengembangan pendidikan vokasi. Hal ini bermanfaat untuk mempercepat implementasi kompetensi lulusan dalam dunia industri dan pembangunan masyarakat secara lebih komprehensif. Model Penta Helix ini akan mendorong dan merangsang munculnya inovasi dalam pendidikan tinggi vokasi itu sendiri. Dengan melibatkan industri, pemerintah, dan akademisi dalam proses pengembangan kurikulum dan metodologi pembelajaran,


32 lembaga pendidikan vokasi dapat mengadopsi pendekatan yang lebih inovatif dan responsif terhadap kebutuhan mahasiswa dan industri. Dengan demikian, hubungan antara Model Penta Helix dan Pendidikan Tinggi Vokasi merupakan hubungan yang saling memperkuat, di mana pendidikan tinggi vokasi memiliki peran kunci dalam mendukung kolaborasi lintas-sektoral dan menciptakan tenaga kerja yang terampil, berdaya saing, dan siap pakai untuk memasuki pasar kerja. 6. Peran Komitmen Nilai Hubungan dalam Model Penta Helix Peran Komitmen Nilai Hubungan dalam Model Penta Helix sangatlah penting karena menciptakan dasar yang kuat untuk kolaborasi lintas-sektoral yang efektif dan berkelanjutan. Komitmen nilai hubungan mengacu pada kesediaan semua pihak yang terlibat dalam model ini untuk berpartisipasi secara aktif, saling mendukung, dan bertanggung jawab dalam menciptakan nilai tambah bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Berikut adalah beberapa peran penting dari komitmen nilai hubungan dalam Model Penta Helix: Membangun Kepercayaan dan Kerjasama: Komitmen nilai hubungan membantu membangun kepercayaan di antara semua pihak yang terlibat dalam Model Penta Helix. Kepercayaan merupakan fondasi yang diperlukan untuk memfasilitasi kerjasama yang efektif dan saling menguntungkan antara pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media. Dengan adanya kepercayaan,


33 semua pihak dapat bekerja sama secara lebih efisien dan produktif dalam mencapai tujuan bersama. Meningkatkan Keterlibatan dan Partisipasi: Komitmen nilai hubungan juga mendorong keterlibatan aktif dan partisipasi dari semua pihak yang terlibat dalam Model Penta Helix. Ketika semua pihak merasa didengar, dihargai, dan terlibat dalam proses pembangunan, mereka lebih cenderung untuk berkontribusi dengan ide-ide, sumber daya, dan upaya mereka untuk mencapai hasil yang lebih baik secara bersama-sama. Memperkuat Kolaborasi dan Inovasi: Komitmen nilai hubungan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk kolaborasi lintas-sektoral yang berkelanjutan dan produktif. Ketika pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media berkomitmen untuk bekerja sama dalam menciptakan nilai tambah bagi masyarakat, mereka dapat menghasilkan inovasi baru, menemukan solusi yang lebih baik, dan mencapai hasil yang lebih signifikan daripada jika mereka bekerja sendiri. Mendorong Pembangunan Berkelanjutan dan Inklusif: Komitmen nilai hubungan juga membantu memastikan bahwa pembangunan yang terjadi dalam Model Penta Helix berlangsung secara berkelanjutan dan inklusif. Dengan memperhatikan kepentingan dan aspirasi semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat yang terpinggirkan, model ini dapat memastikan bahwa hasil pembangunan dapat dinikmati oleh semua orang dan tidak meninggalkan siapa pun di belakang. (Halibas et al., 2017)


34 Untuk menjamin realisasi kolaborasi dalam kerangka Penta Helix di pendidikan tinggi vokasi dalam peningkatan kinerja program link and match dapat menggunakan model komitmen pada nilai hubungan sebagaimana tersaji pada gambar 2.1 dibawah ini. Gambar 2.1. Model Komitmen pada Nilai Hubungan (Sugiharto, NA, 2023) Dalam gambar 2.1 diatas terlihat bahwa untuk meningkatkan kinerja link and match pada pendidikan tinggi vokasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan relationship marketing yang melibatkan pendidikan tinggi vokasi dan seluruh komponen penta helix dengan menggunakan model komitmen pada nilai hubungan untuk meningkatkan kinerja link and match sehingga permasalahan yang terjadi dapat teratasi. Komitmen terhadap nilai hubungan yang disepakati oleh seluruh komponen penta helix (pemerintah, industri, akademisi, komunitas, dan media) dengan pendidikan tinggi vokasi (Politeknik) sangat penting dalam hubungan


35 kolaboratif. Nilai relasional didefinisikan sebagai hasil yang diperoleh dari hubungan kolaboratif yang meningkatkan kemampuan kompetitif mitra (Jozee, 2000). Komitmen merupakan inti dari semua hubungan yang kuat dan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kinerja loyalitas (Evanschitzky et al., 2006). Model komitmen pada nilai hubungan merupakan model yang menunjukkan pentingnya nilai relasional yang harus didefinisikan dan disepakati para pihak, dimana nilai tersebut harus dijadikan sebagai landasan untuk semua bentuk hubungan/kolaborasi para pihak dan direalisasikan dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, komitmen nilai hubungan memainkan peran sentral dalam menggerakkan Model Penta Helix menuju pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan berdampak positif bagi masyarakat. Dengan adanya komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat, model ini memiliki potensi besar untuk menciptakan sinergi yang kuat dan memberikan manfaat yang signifikan bagi semua pemangku kepentingan.


36 Bab 3 Konsep Relationship Marketing dalam Penta Helix onsep Relationship Marketing dalam Model Penta Helix menyoroti pentingnya membangun hubungan yang kuat dan berkelanjutan antara semua pihak yang terlibat dalam ekosistem inovasi dan pembangunan. Konsep ini mendasarkan diri pada ide bahwa hubungan yang baik antara pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media merupakan kunci keberhasilan dalam menciptakan nilai tambah bagi masyarakat secara keseluruhan. Konsep ini menekankan pentingnya memahami dan memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pemangku kepentingan dengan cara yang berkelanjutan dan berorientasi pada hubungan jangka panjang. Ini mencakup pembangunan dan pemeliharaan hubungan yang kuat, komunikasi terbuka, pertukaran informasi yang efektif, serta keterlibatan aktif dalam memecahkan masalah dan menciptakan nilai tambah. Relationship marketing antar Penta Helix mengacu pada penerapan prinsip-prinsip relationship marketing dalam konteks kerja sama lintas-sektoral antara pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media dalam Model Penta Helix. Hal ini melibatkan pembangunan hubungan yang saling K


37 menguntungkan, kolaborasi yang erat, dan komitmen untuk bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Luaran yang diharapkan dari penerapan konsep Relationship Marketing dalam Penta Helix meliputi peningkatan kepercayaan dan keterlibatan semua pihak yang terlibat, peningkatan kolaborasi dan inovasi, serta tercapainya pembangunan berkelanjutan dan inklusif. Dengan membangun hubungan yang kuat dan berkelanjutan antara semua pemangku kepentingan, Model Penta Helix dapat menciptakan nilai tambah yang signifikan bagi masyarakat dan memberikan dampak positif yang berkelanjutan. A. Konsep Dasar Relationship Marketing Relationship Marketing adalah pendekatan strategis dalam pemasaran yang berfokus pada membangun dan memelihara hubungan jangka panjang yang kuat dengan pelanggan, konsumen, atau pemangku kepentingan lainnya. Dalam Relationship Marketing, perusahaan tidak hanya berfokus pada transaksi satu kali, tetapi juga berupaya untuk mengembangkan hubungan yang berkelanjutan dengan para pelanggan. Pendekatan ini melibatkan interaksi yang berulang, komunikasi terbuka, dan pemberian nilai tambah yang berkelanjutan untuk memperkuat ikatan antara perusahaan dan pelanggan. Prinsip utama dari Relationship Marketing adalah memahami dan memenuhi kebutuhan serta keinginan pelanggan, membangun kepercayaan, serta meningkatkan loyalitas untuk menciptakan nilai jangka panjang bagi kedua belah pihak.


38 Menurut teori terkait, Relationship Marketing dilihat sebagai pendekatan yang sangat penting dalam membangun hubungan yang kuat antara perusahaan dan pelanggan. Salah satu teori yang relevan adalah teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory). Teori ini menyatakan bahwa individu cenderung menjalin hubungan yang positif dengan orang lain ketika mereka merasakan manfaat dari hubungan tersebut dan percaya bahwa manfaat tersebut akan terus ada di masa depan. Dalam konteks pemasaran, teori ini menekankan bahwa pelanggan cenderung menjadi loyal terhadap merek atau perusahaan yang memberikan manfaat yang konsisten dan memenuhi harapan mereka. (Hutabarat et al., 2021) Selain itu, Teori Keterikatan (Attachment Theory) juga relevan dalam konteks Relationship Marketing. Teori ini menunjukkan bahwa individu memiliki kebutuhan akan keterikatan emosional dengan orang lain, termasuk merek atau perusahaan. Ketika pelanggan merasa terikat secara emosional dengan merek tertentu, mereka cenderung lebih loyal dan terus mengembangkan hubungan yang kuat dengan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, dalam pemasaran, membangun keterikatan emosional antara pelanggan dan merek menjadi kunci untuk menciptakan hubungan jangka panjang yang bermakna. Teori Komitmen (Commitment Theory) juga memberikan wawasan penting tentang pentingnya komitmen dalam hubungan pelanggan. Teori ini menyatakan bahwa pelanggan yang merasa terikat secara psikologis atau emosional terhadap merek atau perusahaan cenderung lebih cenderung untuk tetap setia dan loyal. Oleh karena


39 itu, perusahaan perlu berusaha untuk membangun tingkat komitmen yang tinggi di antara pelanggan mereka dengan memberikan layanan yang unggul, pengalaman yang memuaskan, dan nilai tambah yang berkelanjutan. (Bruhn, 2015) Teori Interaksi Simbolis (Symbolic Interaction Theory) juga dapat diterapkan dalam konteks Relationship Marketing. Teori ini menyoroti pentingnya simbol-simbol dan interaksi sosial dalam membentuk makna dan perilaku individu. Dalam pemasaran, merek dan produk sering kali menjadi simbol-simbol yang merefleksikan identitas dan nilai-nilai pelanggan. Dengan memahami bagaimana pelanggan memaknai merek dan produk, perusahaan dapat membangun hubungan yang lebih dalam dan bermakna dengan pelanggan mereka. Teori Penerimaan Teknologi (Technology Acceptance Theory) juga relevan dalam era pemasaran digital saat ini. Teori ini menunjukkan bahwa penerimaan dan penggunaan teknologi dipengaruhi oleh persepsi individu tentang kegunaan dan kemudahan penggunaan teknologi tersebut. Dalam konteks Relationship Marketing, perusahaan perlu memastikan bahwa penggunaan teknologi dalam interaksi dengan pelanggan, seperti media sosial atau platform digital lainnya, dapat memberikan nilai tambah yang nyata dan mudah digunakan bagi pelanggan. Terakhir, Teori Ekuitas Merek (Brand Equity Theory) memberikan pandangan tentang bagaimana pelanggan memandang merek dan bagaimana persepsi mereka terhadap merek tersebut memengaruhi perilaku


40 pembelian mereka. Merek yang memiliki ekuitas yang tinggi cenderung lebih menarik bagi pelanggan dan lebih mampu mempertahankan loyalitas pelanggan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perusahaan perlu berinvestasi dalam membangun dan memelihara ekuitas merek yang kuat melalui berbagai upaya pemasaran yang berkelanjutan dan konsisten. Dengan memperhatikan teori-teori ini, perusahaan dapat mengembangkan strategi Relationship Marketing yang efektif untuk membangun hubungan yang kuat dan berkelanjutan dengan pelanggan mereka. (Purnomo et al., 2021) Tujuan dari Relationship Marketing adalah untuk membangun hubungan yang kuat, berkelanjutan, dan saling menguntungkan antara perusahaan dan pelanggan atau pemangku kepentingan lainnya. Berikut adalah uraian tujuannya: (Kamelinia Magda Harum, 2021) 1. Meningkatkan Loyalitas Pelanggan Salah satu tujuan utama Relationship Marketing adalah untuk meningkatkan tingkat loyalitas pelanggan. Dengan membangun hubungan yang kuat dan positif dengan pelanggan, perusahaan dapat memastikan bahwa pelanggan mereka lebih cenderung untuk tetap setia dan terus membeli produk atau jasa dari perusahaan tersebut. Loyalitas pelanggan membantu meningkatkan retensi pelanggan, meningkatkan nilai seumur hidup pelanggan, dan mengurangi biaya pemasaran.


Click to View FlipBook Version