43 moral. Salah satu ciri khasnya adalah perlunya pengendalian eksternal untuk membantu mereka mengembangkan penalaran moral. Imam Ghozali (2020) mengemukakan bahwa walaupun pemberian hadiah dan hukuman eksternal dapat diterapkan guna membangkitkan perilaku positif pada anak, pendidik perlu waspada agar tidak menyebabkan ketergantungan dan menghalangi pertumbuhan moral internal pada anak. Guru memiliki berbagai pilihan dalam memberikan hadiah dan hukuman kepada siswa, baik dalam bentuk fisik maupun non fisik. Hadiah fisik seperti permen atau cokelat dapat memberikan kegembiraan, sedangkan pujian atau acungan jempol dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa. Di sisi lain, hukuman fisik seperti dijewer atau pukulan ringan harus dihindari, dan hukuman non fisik seperti pengurangan waktu bermain atau mengerjakan tugas dapat menjadi alternatif yang lebih efektif 3. Membangun Jembatan Komunikasi pendidik dan peserta didik menjadi mudah Komunikasi yang efektif antara pendidik dan peserta didik termasuk bagian dari kunci utama dalam membangun interaksi positif dan meningkatkan
44 efektivitas pembelajaran. Guru perlu membentuk ruangan belajar yang aman dan nyaman bagi anak untuk mengemukakan pendapatnya tanpa rasa takut atau ragu. Membangun suasana belajar yang aman dan nyaman merupakan salah satu peran penting guru dalam mendorong siswa untuk berani berkomunikasi. Dengan menciptakan lingkungan yang suportif dan positif, siswa akan merasa lebih bebas untuk mengemukakan pendapat dan idenya tanpa rasa takut atau ragu. 4. Memberikan contoh yang baik bagi siswa. Guru merupakan role model bagi siswa. Hal ini berarti bahwa siswa akan meniru dan mengikuti perilaku guru, baik yang positif maupun yang negatif. Dengan demikian, upaya terpenting bagi pendidik untuk terus menunjukkan perilaku yang positif serta sesuai pada nilai-nilai yang ingin ditanamkan kepada anak. Guru dapat memperlihatkan contoh yang positif kepada anak untuk membangun ruang kelas yang berkarakter. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan bermacam cara, misalnya berbicara dengan sopan, tidak menggunakan kekerasan, taat dan tertib terhadap aturan, membuang sampah pada tempatnya, dan menunjukkan perilaku yang positif lainnya.
45 C. Guru Sebagai Model Karakter Peran guru sangatlah krusial dalam membimbing dan mengantarkan siswa di sekolah. Dalam proses pembentukan karakter siswa, guru perlu menciptakan lingkungan yang kondusif dan suportif untuk pengembangan karakter yang positif. di samping itu, pendidik juga bertanggung jawab dalam mengarahkan pemahaman dan menumbuhkan kecintaan siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Guru berperan penting dalam memberikan prinsip-prinsip luhur pada anak. Untuk itu, pendidik harus memiliki karakter yang baik dan kuat agar dapat menjadi teladan bagi siswa. Karakter yang baik dan kuat ini dapat ditunjukkan melalui berbagai hal, seperti berperilaku sopan, disiplin, bertanggung jawab dan peduli terhadap sesama. Sebagai model karakter bagi siswa, guru perlu memiliki beberapa kompetensi penting, di antaranya: 1. Guru perlu memiliki keahlian yang mendalam dalam pengembangan karakter siswa. di samping itu, pendidik perlu memiliki keahlian dalam memahami dan merespon kebutuhan individual setiap siswa 2. Kompetensi kemampuan dalam berkomunikasi merupakan bagian dari kompetensi penting yang
46 wajib ada pada pendidik. Kompetensi ini bersangkutan dengan kecakapan pendidik guna membangun komunikasi yang efektif dengan berbagai pihak, termasuk siswa, orang tua siswa, tetangga, dan teman. Kemampuan ini penting untuk menciptakan hubungan yang positif dan kolaboratif dalam proses pembelajaran. 3. Kompetensi Profesional, yaitu: a. Penyusunan desain pembelajaran yang komprehensif merupakan kunci untuk mencapai tujuan pembelajaran. Desain pembelajaran ini harus mencakup rumusan tujuan pembelajaran yang jelas, prioritas materi pembelajaran yang terstruktur, metode aktivitas belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kemampuan belajar anak, sumber materi ajar yang beragam dan mudah diakses, serta media pembelajaran yang menarik dan interaktif. b. Meningkatkan kualitas pembelajaran membutuhkan pelaksanaan sistem pembelajaran yang matang dan terstruktur. Hal tersebut dapat diterapkan dengan menggunakan berbagai metode belajar yang sesuai dengan tingkat
47 karakteristik materi dan siswa, serta dengan menyampaikan urutan pembelajaran dengan jelas dan sistematis. c. Melakukan evaluasi dan pengembangan Sistem pembelajaran. d. pengembangan dilakukan untuk menyempurnakan sistem pembelajaran agar lebih optimal dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Berikut adalah beberapa alasan mengapa guru perlu mengajarkan pendidikan karakter di sekolah: 1. Meskipun pembentukan karakter anak merupakan kewajiban keluarga dan pihak sekolah, terkadang siswa tidak selalu mendapatkan pendidikan karakter yang optimal di rumah. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kesibukan orang tua dengan pekerjaan, kurangnya pengetahuan tentang cara menanamkan nilai-nilai luhur kepada anak, dan keterbatasan waktu untuk berinteraksi dengan anak. 2. Meningkatkan kualitas pembelajaran bukan hanya memprioritaskan pada penguasaan materi, hal lain yang perlu dilakukan yaitu pembentukan karakter anak. Pendidikan karakter dapat membantu siswa
48 guna membentuk komunikasi yang harmonis dengan sesama, baik dengan teman sebaya, guru, maupun staf sekolah. 3. tidaklah sulit untuk menerapkan pendidikan karakter, dapat diterapkan selama lima menit sebelum proses pembelajaran di kelas dimulai. 4. Pendidikan karakter memiliki pengaruh yang besar dalam membangun generasi penerus yang bermoral dan berintegritas. Dengan menanamkan prinsipprinsip luhur seperti nilai tanggung jawab, nilai kejujuran, dan kerjasama, pendidikan moral berkarakter dapat membimbing anak untuk membentuk individu yang positif dan berkontribusi positif bagi bangsa dan negara.
49 Bab 4 Menciptakan Proses Pembelajaran Berbasis Berkarakter A. Kurikulum dan Pendidikan karakter 1. Pengertian Kurikulum Berakar dari bahasa Yunani, kata "kurikulum" tercipta dari "curir" dan "curere". Istilah ini merujuk pada tempat berpacu atau lintasan lari dalam sebuah
50 perlombaan. Para peserta diharuskan mengikuti rute ini, layaknya pelari yang harus melewati lintasan yang telah ditetapkan. Hal ini mencerminkan bahwa kurikulum layaknya panduan yang wajib dipatuhi oleh seluruh siswa dalam aktivitas belajar. Di ranah pendidikan, "kurikulum" memiliki makna yang beragam menurut para ahli. Salah satu definisi dikemukakan oleh Ronald C. Doll dalam buku Ali Mudhofir, yaitu "Substansi proses, termasuk formal maupun informal, yang disajikan kepada pembelajar guna memperkaya wawasan dan pemahaman, mengembangkan keterampilan, serta mengubah etika dan moral dengan dukungan dari sekolah merupakan pengertian dari kurikulum sekolah". Sementara itu Maurice Fulton menyatakan jika “Kurikulum diartikan sebagai pembelajaran hidup yang diterima oleh anak yang diselenggarakan di sekolah”. Diantara berbagai penjelasan mengenai definisi kurikulum tersebut, dapat dipahami dalam tiga unsur utama, yakni: serangkaian materi pelajaran wajib bagi siswa, keseluruhan pengalaman belajar dan rancangan program pembelajaran. Pandangan klasik tentang kurikulum, di mana ia dipahami sebagai sekumpulan mata pelajaran wajib yang harus diselesai-
51 kan siswa untuk mendapatkan ijazah, masih banyak mempengaruhi teori dan praktik pendidikan hingga saat ini. Pemahaman ini sering kali mengaitkan kurikulum dengan tujuan meraih ijazah, di mana ijazah itu sendiri dianggap sebagai bukti kemampuan individu yang memilikinya. Kurikulum sebagai pengalaman belajar dapat diartikan sebagai urutan aktivitas yang dijalani anak, baik itu di ruangan kelas maupun di luar ruangan kelas, di bawah bimbingan dan pengawasan guru. Rancangan pembelajaran dalam kurikulum tidak hanya memuat rancangan berbagai aktivitas, akan tetapi sebagai sasaran yang harus diraih serta sebagai sarana evaluasinya guna mengukur kesuksesan dalam meraih tujuan. Selain itu, kurikulum juga memuat sarana atau media yang dianggap bisa membantu meraih tujuan tersebut. Kurikulum disusun sebagai rancangan guna melancarkan aktivitas dalam pembelajaran yang diarahkan dan dibimbing oleh pihak sekolah maupun lembaga pendidikan lainnya. Jadi Kurikulum dapat didefinisikan sebagai sebuah program pendidikan yang memuat berbagai materi serta pengalaman pendidikan yang telah
52 dirancang serta disusun dengan terstruktur yang didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan. Program ini digunakan sebagai acuan bagi praktisi pendidik dan siswa dalam aktivitas belajar guna meraih visi pendidikan. 2. Fungsi dan Peran Kurikulum Kurikulum bukan sekadar daftar materi ajar dan metode pengajaran. Kurikulum memiliki pengaruh yang luas dan mendalam pada berbagai aspek pendidikan. Contohnya, Kurikulum menjadi jembatan yang menghubungkan pendidik dan peserta didik dalam aktivitas belajar yang berlangsung. Kurikulum menjabarkan tujuan pembelajaran, materi ajar dan strategi pengajaran yang memungkinkan guru menavigasi proses belajar mengajar secara efektif, dan membantu siswa mencapai potensi mereka. Kurikulum berperan sebagai instrumen vital dalam mencapai tujuan pendidikan, memfasilitasi seluruh komponen pendidikan untuk bergerak selaras. Manfaatnya pun beragam, memberikan nilai positif bagi siswa, guru dan praktisi pendidikan secara langsung.
53 Kurikulum memiliki peran krusial bagi siswa. Selain sebagai panduan belajar mengajar, kurikulum membantu siswa beradaptasi dengan lingkungan, membentuk kepribadian yang utuh dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. berikut yang mencangkup empat fungsi fundamental kurikulum, yaitu: a. Fungsi Adaptasi Kehidupan manusia yang terikat dalam lingkungan yang dinamis dan selalu berubah menuntut individu untuk beradaptasi secara luwes. Dalam konteks ini, kurikulum berperan penting dalam mengantarkan individu menuju pencapaian welladjusted ness. b. Fungsi Integrasi Kurikulum berperan penting dalam membentuk pribadi yang utuh dan terintegrasi, yang pada gilirannya menjadi bagian integral dari masyarakat. Pribadi yang terintegrasi ini mampu berkontribusi dalam pengembangan dan pengintegrasian masyarakat. c. Fungsi Diferensial
54 Kurikulum idealnya mengakomodasi keragaman individu dalam masyarakat. Diferensiasi kurikulum menjadi kunci dalam mendorong pemikiran kritis dan kreatif, yang pada akhirnya berkontribusi pada kemajuan sosial. d. Fungsi Persiapan Kurikulum tak hanya berperan dalam proses belajar mengajar, tetapi juga membekali siswa untuk melanjutkan pendidikan atau terjun ke masyarakat. Kemampuan yang memadai sangatlah penting, mengingat sekolah tidak dapat memenuhi semua minat dan kebutuhan individu. Hal ini sejalan dengan tuntutan masyarakat demokratis, di mana fleksibilitas program kurikulum menjadi esensial. e. Fungsi Diagnostik Mengembangkan pemahaman dan penerimaan diri menjadi salah satu tujuan penting pendidikan. Melalui eksplorasi dan prognosa, kurikulum membantu siswa memaksimalkan potensi yang mereka miliki. Pengaruh kurikulum tak hanya dirasakan siswa, tetapi juga pendidik, utamanya dalam perencanaan dan penyelenggaraan pembelajaran. Pendidik berpe-
55 ran sebagai perancang pengelolaan kurikulum dengan menerapkan gagasan-gagasan kurikulum nasional. Oleh karena itu, pemahaman menyeluruh tentang esensi kurikulum menjadi esensial bagi guru. Dalam menjalankan peran sebagai pengembang kurikulum di sekolah, guru memiliki tugas utama untuk menganalisis kompetensi dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), serta kompetensi inti (KI) dan menelaah silabus sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Analisis kurikulum bertujuan untuk memahami syarat lulusan yang terakreditasi skala nasional, dengan demikian proses belajar terarah pada pencapaian keterampilan yang diinginkan. Hal ini diawali dengan analisis kebutuhan siswa, kemudian dilanjutkan dengan perencanaan penyempurnaan indikator, kemajuan kompetensi dan pemahaman minimum yang harus diperoleh pada saat proses kegiatan pembelajaran berlangsung dan setelahnya. Kriteria pencapaian kompetensi diwujudkan dalam bentuk langkah-langkah kegiatan penciri yang dirancang dan ditingkatkan menyesuaikan kebutuhan, termasuk di sekolah, daerah, maupun wilayah tempat kegiatan belajar dilaksanakan.
56 Untuk kepala sekolah, kurikulum dijadikan sebagai acuan utama dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah atau madrasah. Visi, misi, dan target pencapaian lembaga pendidikan pun diturunkan dari kurikulum yang telah ditetapkan. Sebagai pemimpin lembaga pendidikan, kepala sekolah perlu memahami tujuan sekolah dan regulasi yang berlaku, termasuk buku petunjuk pelaksanaan. Di samping peran sebagai pendidik, kepala sekolah juga bertanggung jawab sebagai pengawas (supervisor) untuk memastikan kelancaran pelaksanaan pendidikan, kinerja guru, dan pengembangan kurikulum. Seperti yang disampaikan oleh Moh. Surya 2023) Supervisi pendidikan dalam hal ini merupakan tahapan pelatihan secara kontinu dan sistematis yang dilakukan oleh pemimpin sekolah kepada pendidik dan tenaga kependidikan lainnya dengan tujuan guna mengembangkan kualitas pembelajaran dan capaian belajar anak. 3. Hubungan Antara Kurikulum dan Pendidikan Kurikulum dan pendidikan karakter memiliki kaitan yang saling melengkapi. Kurikulum, sebagai rangkaian perencanaan dan susunan terkait isi, tujuan, serta materi ajar dan langkah pelaksanaannya, di rancang selaras dengan penanaman prinsip-prinsip
57 kesatuan bangsa. Hal tersebut menandakan bahwa tujuan pembelajaran dan materi yang diajarkan dalam kurikulum harus mencontohkan kualitas-kualitas karakter yang ingin diajarkan pada siswa. Kurikulum yang menekankan pendidikan karakter memiliki ciri khas, yaitu fleksibilitas dalam pelaksanaannya. Hal tersebut selaras dengan landasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang menyediakan otonomi pada lembaga pendidikan atau sekolah guna menyempurnakan kurikulum yang selaras dengan keinginan dan masing-masing konteks. Kebijakan nasional yang telah ditetapkan tetap menja-di pedoman dalam pengembangan kurikulum MBS, namun sekolah memiliki kebebasan untuk menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan spesifik peserta didik dan lingkungan belajarnya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 terkait sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas) pasal 3 mengamanatkan pentingnya pembelajaran karakter dalam mencetak generasi muda bangsa. Pasal ini menyatakan bahwa pendidikan nasional berperan sebagai upaya guna menumbuhkan potensial anak menjadi individu yang religius, berilmu, berperilaku terpuji, sehat, terampil, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab. Strategi
58 habituasi pendidikan karakter dapat diterapkan melalui beberapa pendekatan, yaitu pengintegrasian prinsip-prinsip pendidikan karakter ke dalam lingkungan sekolah, pengembangan kebijakan sekolah yang berlandaskan nilai-nilai karakter, penanaman keteladanan dari seluruh warga sekolah, pembiasaan nilai-nilai karakter melalui kegiatan rutin dan spontan. Salah satu ciri guru yang menanamkan pendidikan karakter adalah kemampuannya dalam mengintegrasikan prinsip-prinsip karakter bangsa ke dalam aspek-aspek administrasi kegiatan belajar. Hal tersebut dapat dilihat dari pembentukan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), silabus, program semester (Promes) dan program tahunan (Prota) yang bermuatan prinsip-prinsip karakter. Penerapan nilai-nilai karakter pada anak dapat dilaksanakan dengan menerapkan beberapa aktivitas, baik yang terstruktur maupun tidak terstruktur. Berikut beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan yaitu mematuhi peraturan sekolah terkait pakaian seragam, rambut, kuku, tato, dan tata rias, menjaga kedisiplinan pada saat memasuki kelas dan pulang sekolah, ikut serta dalam kegiatan upacara bendera, dan berpartisipasi
59 pada aktivitas pembelajaran di kelas, memanfaatkan dengan bijak waktu istirahat dan tidak melakukan kegiatan yang mengganggu ketertiban, menjaga kebersihan lingkungan sekolah dan kelas dengan berpartisipasi dalam kegiatan kebersihan, melaksanakan kegiatan keagamaan dan sosial sesuai dengan keyakinan masing-masing. Kurikulum yang selaras dengan ilmu pengetahuan sangat penting untuk mendukung penanaman nilai-nilai karakter pada siswa. B. Membangun Pembelajaran Berbasis Karakter Pembelajaran merupakan proses partisipatif antara pendidik dan peserta didik yang saling belajar dan mengajar. Dalam proses ini, guru menyampaikan materi pembelajaran dengan tujuan untuk membentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada siswa. Aktivitas belajar mengajar tidak sekedar melibatkan pendidik dan peserta didik, melainkan juga bermacam aspek lain seperti fasilitas belajar mengajar, media pembelajaran, dan kurikulum pembelajaran. Hal ini guna membangun kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien. Menurut Hermawan (2023), Kegiatan pembelaja-
60 ran merupakan tahapan-tahapan kegiatan yang didesain dengan harapan guna membantu siswa meraih capaian pembelajaran tertentu, termasuk memperbaiki perilaku anak menjadi perilaku yang positif. Secara lebih luas, pembelajaran dapat dipahami sebagai suatu proses partisipatif pendidik dan peserta didik yang saling belajar dan mengajar dengan tujuan untuk membentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada siswa. Teori Behavioristik memandang pembelajaran sebagai proses pembentukan tingkah laku yang diinginkan melalui pengaturan stimulus dalam lingkungan belajar. Guru berperan dalam menciptakan stimulus yang tepat untuk mendorong respon atau tingkah laku yang diinginkan dari siswa. Teori Kognitif memandang pembelajaran sebagai proses aktif di mana siswa berpikir, mengolah informasi, dan membangun pengetahuan baru. Guru berperan dalam memberikan peluang pada anak untuk melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan menemukan pemahaman mereka sendiri. Teori Gestalt memandang pembelajaran sebagai proses pengorganisasian informasi oleh siswa untuk membentuk pola bermakna (Gestalt). Guru berperan dalam menyajikan materi ajar dengan sederhana agar mudah dimengerti dan terstruktur
61 untuk membantu siswa dalam proses pengorganisasian tersebut. Teori Humanistik memandang pembelajaran sebagai proses aktif di mana siswa memiliki kebebasan untuk menentukan materi ajar dan metode belajar sesuai dengan kebutuhan dan pemahaman mereka. Pendidik memiliki peranan sebagai pemberi fasilitas untuk membimbing anak dalam kegiatan belajar dan mengembangkan potensi diri mereka. Meskipun guru memiliki peran penting dalam pembelajaran, bukan berarti mereka satu-satunya pihak yang aktif. Siswa juga memiliki peranan untuk ikut partisipatif dalam aktivitas belajar mengajar. Kegiatan belajar yang efektif membutuhkan keaktifan dari kedua belah pihak, di mana pendidik dan peserta didik saling belajar dan mengajar. Jika hanya guru yang aktif, sementara siswa hanya berperan secara pasif, maka aktivitas tersebut hanya dapat dikatakan sebagai mengajar. Guru menyampaikan materi pembelajaran, tetapi siswa tidak terlibat aktif dalam proses belajar. Hal ini tidak akan menghasilkan pembelajaran yang efektif. Sebaliknya, jika hanya siswa yang aktif, tanpa melibatkan keaktifan guru dalam mengelola dan menyusun pembelajaran, maka hal
62 tersebut hanya dapat dikatakan sebagai belajar. Siswa mencari informasi dan berusaha memahami materi dengan sendiri-sendiri, tanpa bimbingan dan dukungan dari guru. Hal ini juga tidak akan menghasilkan pembelajaran yang optimal. Proses pembelajaran bukan hanya dilaksanakan dalam aktivitas intrakurikuler, tetapi juga mencangkup aktivitas ko- dan ekstrakurikuler. aktivitas ekstrakurikuler yang dilaksanakan oleh sekolah merupakan media yang efektif guna membimbing perilaku dan mengembangkan kualitas belajar anak didik. Aktivitas ekstrakurikuler merupakan aktivitas pendidikan di luar kegiatan belajar yang bertujuan guna membimbing proses perkembangan anak secara holistik. Kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan, minat serta bakat anak sesuai dengan kebutuhan mereka. Kegiatan belajar merupakan prosedur yang dirancang untuk membimbing aktivitas belajar anak. Sistem ini mencakup berbagai peristiwa yang dirancang dan direncanakan sedemikian rupa untuk memotivasi dan menunjang berlangsungnya kegiatan belajar siswa. Karakter mengarah pada seperangkat perilaku, motivasi, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang.
63 Istilah "karakter" awalnya berasal dari bahasa Yunani "character" yang memiliki makna "menandai" atau "memfokuskan". Karakter mencerminkan bagaimana seseorang menerapkan nilai-nilai positif dalam wujud tingkah laku dan tindakan. Adapun ciri-ciri pembelajaran berbasis karakter yaitu antara lain: 1. Motivasi Belajar Pengertian motivasi belajar dapat dimaknai sebagai berbagai upaya yang dilakukan untuk mempersiapkan keadaan yang memicu siswa untuk bersemangat dan berambisi melakukan sesuatu. Motivasi ini berperan penting dalam membantu siswa untuk mengatasi rasa tidak suka terhadap suatu materi pelajaran dan mulai berusaha untuk memahaminya. Maka, Motivasi belajar dapat berasal dari luar maupun terbentuk dalam diri anak. Dalam aspek belajar, motivasi dimaknai sebagai seluruh upaya pendorong yang berada pada diri siswa. Daya pendorong ini membangkitkan semangat siswa untuk beraktivitas dalam belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan tergerak untuk terus belajar dan mencapai tujuan belajar yang diinginkan.
64 2. Bahan Belajar Bahan belajar merupakan informasi, gagasan, dan pedoman yang diperlukan untuk meraih capaian pembelajaran. Bahan belajar dapat berwujud teks tertulis, audio, gambar, video, serta media pembelajaran yang lain. Bahan belajar yang baik akan membimbing siswa untuk mempelajari materi pembelajaran dan mencapai tujuan belajar yang diinginkan. 3. Sarana Pembelajaran Media pembelajaran merupakan sarana bantuan yang berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan informasi dan materi ajar yang disajikan oleh pendidik kepada siswa. pemanfaatan media pembelajaran dalam aktivitas pembelajaran dapat membantu anak didik agar mudah untuk memahami informasi dan materi belajar. Informasi yang disajikan pada media pembelajaran harus dirancang dengan sederhana agar mudah diterima dan dipahami oleh siswa dengan penggabungan dari beberapa alat indera anak, dengan demikian penggunaan media pembelajaran visual dan taktil dalam aktivitas belajar dapat mengarahkan siswa untuk mengasimilasi materi pelajaran dengan lebih sederhana dan menarik. Media visual, seperti gambar, grafik, video, dan foto, dapat membimbing
65 siswa guna memvisualisasikan informasi dan menggagas ide-ide secara abstrak. 4. Suasana Belajar Suasana belajar yang kondusif dapat membangkitkan dorongan pada siswa untuk belajar dengan semangat. Suasana belajar yang kondusif memiliki beberapa ciri, yaitu komunikasi yang terbuka dan hangat, hubungan yang seimbang, kegairahan dan kegembiraan dalam belajar. Kegairahan dan kegembiraan dalam belajar dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor, yaitu materi pembelajaran yang selaras dengan karakteristik siswa, guru dapat memanfaatkan beberapa metode belajar yang kreatif dan menarik untuk membuat bahan ajar menjadi lebih sederhana agar mudah dimengerti oleh siswa, media pembelajaran yang menarik serta interaktif. Faktor internal pada diri siswa yaitu kesehatan jasmani yang baik, minat dan motivasi yang tinggi, dan perhatian yang positif. 5. Kondisi Siswa Yang Belajar Keberagaman karakteristik setiap siswa memiliki sifat yang unik dan perbedaan individual yang perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar.
66 Kesamaan siswa terletak pada tahapan perkembangan dan kemampuan yang perlu dikembangkan melalui aktivitas belajar. Keadaan siswa dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Oleh sebab itu, kegiatan pembelajaran yang efektif harus berfokus pada siswa, di mana siswa menjadi aktor utama pada proses belajar mengajar. Hal ini berarti guru tidak lagi mendominasi pembelajaran, tetapi berperan sebagai motivator, fasilitator dan pembimbing.
67 Bab 5 Menciptakan Keluarga Berkarakter A. Strategi Mendidik Anak Berkarakter di Sekolah Implementasi pendidikan berkarakter sebagai salah satu inovasi dalam pembelajaran perlu segera dilaksanakan dengan menerapkan berbagai strategi khusus di tingkat sekolah. Hal ini bertujuan agar tujuan pembelajaran yang mengarah pada pembentukan karakter dapat
68 tercapai, yaitu membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, toleran, gotong royong, berjiwa patriotik, dinamis, berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu, strategi pembelajaran berkarakter di sekolah harus disusun dengan mengacu pada beberapa komponen, yaitu strategi kegiatan pembelajaran, pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan kokurikuler dan/atau ekstrakurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. Secara rinci, strategi pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut: 1. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar. Pendekatan ini membantu guru dan peserta didik menghubungkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik dapat mengaitkan pengetahuan yang mereka miliki dengan menerapkannya dalam keseharian mereka. Sehingga melalui pembelajaran kontekstual, mereka (peserta
69 didik) dapat mencapai hasil yang lebih komprehensif, bukan hanya aspek kognitif, tapi juga aspek afektif, dan juga aspek psikomotor. Proses belajar kontekstual terdapat beberapa strategi, berikut: a. Pembelajaran berbasis masalah, b. Pembelajaran kooperatif, c. Pembelajaran berbasis proyek, d. Pembelajaran pelayanan, dan e. Pembelajaran berbasis kerja. Strategi di atas dapat memberikan efek peningkatan karakter untuk peserta didik, berupa karakter cerdas, karakter berpikir terbuka, karakter tanggung jawab dan karakter rasa ingin tahu. 2. Aktivitas untuk membangun Budaya di Sekolah Di sekolah pendidikan karakter diarahkan untuk menciptakan kebiasaan sekolah (pembudayaan), seperti nilai-nilai yang mendasari tingkah laku, tradisi dan ikon-ikon yang dipraktikkan. cara pengembangan kualitas pendidikan karakter pada keseharian di sekolah, sebagai berikut:
70 a. Aktivitas rutinitas Aktivitas rutinitas adalah kegiatan yang dijalankan oleh peserta didik dengan terus menerus setiap waktu. Contohnya termasuk upacara setiap hari Senin, pengecekan kebersihan diri, waktu piket kelas, aktivitas shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an bersama setiap pagi atau setiap Jumat, baris depan kelas sebelum masuk kelas, berdoa sebelum dan sesudah proses pembelajaran, serta memberi salam saat bertemu dengan guru, dan teman. b. Aktivitas naluriah Aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik secara naluriah pada saat itu juga, seperti menggalang dana ketika ada teman terkena musibah atau untuk masyarakat yang terdampak bencana. Contoh lain adalah ketika guru mengetahui tindakan atau sikap yang kurang baik, maka guru segera memberikan koreksi agar peserta didik itu tidak mengulangi tindakan tersebut. Misalnya, membuang sampah sembarangan, berteriak sehingga mengganggu orang lain, berkelahi, memalak orang lain, bertindak tidak sopan, melakukan pencurian, atau menggunakan pakaian tidak pantas. Aktivitas naluriah juga berlaku
71 untuk perilaku baik yang perlu dipuji, seperti mendapatkan nilai bagus, menolong sesama, meraih prestasi bidang olahraga atau kesenian, mau memberi nasehat kepada teman yang berperilaku tidak baik, contohnya menasehati teman agar tidak makan sambil berdiri. c. Panutan Merupakan tingkah laku dan sikap guru dan peserta didik dalam mencontohkan sikap yang baik dengan tindakan positif yang diharapkan dapat menjadi panutan untuk peserta didik lainnya. Contohnya guru datang lebih awal daripada peserta didik, begitu pun kesopanan, kerapian, kebersihan, cinta damai, kasih sayang, perhatian, kejujuran, kerja keras, dan kepercayaan diri. "Guru ibarat jiwa bagi pendidikan karakter, karena guru (sebagian besar) menjadi penentu karakter murid. Keberhasilan adanya panutan dalam pendidikan karakter adalah ketika murid dapat mencontoh model peran dari pendidik. Apa yang peserta didik pahami tentang nilai-nilai tersebut bukanlah sesuatu yang jauh dari kehidupan mereka, melainkan sesuatu yang mereka lihat dalam tingkah laku pendidik."
72 d. Penciptaan kondisi Menciptakan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter harus dilakukan dalam lingkungan sekolah yang nyaman, aman, dan tertib. Contohnya, memastikan kebersihan tubuh dan pakaian, kebersihan toilet, ketersediaan tempat sampah, keberadaan halaman yang hijau, serta penempatan poster kalimat yang bijak dan religius di lingkungan sekolah. 3. Aktivitas Ekstrakurikuler Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler untuk pengembangan diri peserta didik yang mendukung pendidikan karakter, membutuhkan panduan pelaksanaan, peningkatan besarnya sumber daya manusia, dan penyegaran aktivitas yang sudah ada di sekolah, seperti aktivitas pramuka, paduan suara, kegiatan luar ruangan, dan lain-lain. "Kegiatan ekstrakurikuler yang telah lama diselenggarakan oleh sekolah adalah salah satu alat terbaik untuk pembentukan karakter dan untuk meningkatkan prestasi akademik murid." 4. Aktivitas Keseharian di Rumah dan di Masyarakat Dalam aktivitas ini, sekolah bisa berusaha menciptakan keselarasan antara karakter yang dita-
73 namkan di lingkungan sekolah dengan kebiasaan yang ada di rumah dan masyarakat. Sekolah dapat menyusun kuesioner mengenai nilai-nilai yang ditekankan di sekolah, dengan responden dari keluarga dan lingkungan terdekat anak/siswa. Menurut UUD tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab IV Pasal 7 menyatakan bahwa "Orang Tua memiliki hak untuk ikut berperan dalam memilih satuan pendidikan...", dan Pasal 9 menyatakan bahwa "Masyarakat bertanggung jawab untuk memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan". Seluruh prinsip pengembangan di atas relevan dengan manajemen sekolah, sebagaimana dinyatakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional: “Manajemen adalah cara merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pendidikan karakter dengan baik dalam kegiatan pendidikan. ”Manajemen ini mencakup “nilai-nilai yang diperlukan”, kurikulum, metode pembelajaran, penilaian, peran pendidik dan pengajar, serta faktor terkait lainnya. Oleh karena itu, manajemen sekolah merupakan alat yang efektif untuk membangun pendidikan karakter.
74 B. Membangun kerja sama antar Sekolah dan Orang Tua dalam Pengembangan Karakter Anak Pentingnya peran orang tua dalam keberhasilan pendidikan anak telah dibuktikan secara tak terbantahkan dalam berbagai penelitian dan teori pembelajaran. Kemitraan antara guru dan orang tua dalam sistem pendidikan harus seimbang, dengan faktor-faktor seperti guru menjalankan tugasnya secara formal dan terorganisir, sedangkan orang tua menjalankan tugasnya dalam suasana yang lebih informal. Lebih lanjut, guru berperan penting dalam memenuhi kebutuhan kognitif anak, sedangkan orang tua berperan penting dalam menanamkan nilai moral, karakter, dan sikap pada anak. Apabila pola hubungan ini sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini (Kurikulum 2013), maka guru akan bertanggung jawab membantu anak mengembangkan kemampuan dan keterampilan kognitif dan orang tua akan bertanggung jawab membantu anak mengembangkan mental dan keterampilan sosial. Pada tahap perkembangan tertentu, anak meniru orangtuanya. Menurut tokoh-tokoh penting dalam teori perkembangan seperti Lawrence Kohlberg, Jean Piaget,
75 Stanley Hall, dan Jean-Jacques Rousseau, antara usia 0 dan 12 tahun, anak-anak meniru contoh perilaku dan aspek linguistik orang tuanya untuk memulai. Sederhananya, anak pada tahap ini meniru, mengamati dan mendengarkan orang tuanya dalam banyak hal, termasuk ucapan, percakapan, dan pola perilaku. Padahal, fondasi kepribadian anak terbentuk pada masa ini. Oleh karena itu, dalam ilmu pendidikan sangat dianjurkan agar orang tua memahami apa yang disebut dengan keterlibatan keluarga pada tahap awal tumbuh kembang anak. Keterlibatan orang tua dan keluarga dalam pendidikan anak sejak dini dinilai sangat penting. Sebab, anak usia dini merupakan masa anak meniru dan orang tua diharapkan memberikan contoh yang baik sebagai guru pertama bagi anak sebelum ia memulai pendidikan formal. Orang tua membutuhkan informasi dan bimbingan yang berdampak pada kesehatan, kesejahteraan, kepercayaan diri, dan kepribadian anak mereka dalam banyak hal. Departemen Pendidikan Umum meluncurkan kampanye nasional pada tahun 1987 yang disebut Tahun Pendidikan Rumah. Orang tua, sebagai pendidik sukarela, dengan tanpa biaya atau batasan, mengikuti program kampanye yang
76 melibatkan kunjungan rutin pendidik setiap bulan ke rumah orangtua. Selama kunjungan tersebut, mereka memberikan tugas ringan kepada anak-anak, misalnya bermain puzzle, sementara orangtua mengamati dan membantu anak-anak belajar. Selain itu, program kampanye ini juga menyelenggarakan pertemuan berbagi pengalaman antara orang tua anak dengan orang tua yang memiliki anak sebaya. Tujuan dari kemitraan sekolah ini termasuk: 1. Melatih guru mengenai peran mereka dalam mendorong keterlibatan orang tua yang lebih aktif. 2. Berkomunikasi dengan sekolah tentang cara meningkatkan komunikasi antara rumah dan sekolah. 3. Dapatkan masukan langsung dari orang tua tentang perannya dalam pendidikan anaknya. Selain mendukung orang tua dan anak, sekolah dapat melangkah lebih jauh dengan melibatkan orang tua sebagai mitra dalam menyelesaikan tugas tertentu dan meningkatkan nilai-nilai moral dan kebiasaan yang baik. Tantangan ini terdiri dari dua aspek:
77 1. Mendorong dan mendukung orang tua untuk memainkan peran utama sebagai pendidik moral anak. 2. Mendapat dukungan orang tua untuk membantu sekolah menyukseskan upayanya untuk meningkatkan moral positif. Kolaborasi antara sekolah dan orang tua akan menghasilkan 10 rangkaian nilai karakter anak, termasuk: 1. Keyakinan diri 2. Tanggung jawab dan dapat dipercaya 3. Rasa ingin tahu dan motivasi belajar 4. Kemampuan mandiri dan inisiatif 5. Kemampuan bekerja sama dengan teman 6. Kepedulian terhadap orang lain 7. Kebaikan hati dan perhatian 8. Semangat kerja keras 9. Mencapai hasil yang baik 10. Menunjukkan sikap ramah
78 Membangun Komunitas untuk Kebutuhan Bangsa: Peran Sekolah dan Orang Tua, Kemitraan antara sekolah, orang tua, dan masyarakat dapat digambarkan melalui berbagai cara berikut ini: 1. Pelaksanaan kampanye nasional yang menekankan peran penting orang tua dalam perkembangan anak. 2. Implementasi kebijakan pemerintah, seperti pemberian cuti orang tua untuk mendukung interaksi antara orang tua dan keluarga. 3. Lakukan survei terhadap nilai-nilai orang tua untuk mengetahui aspek-aspek karakter yang ingin ditumbuhkan pada diri anak. 4. Menyelenggarakan lokakarya keterampilan mengasuh anak di sekolah untuk membantu orang tua mendukung tumbuh kembang anaknya di rumah. 5. Menyediakan materi diskusi nilai-nilai berbasis keluarga yang disampaikan kepada orang tua di kelas. 6. Sekolah dapat membantu orang tua dalam berdiskusi tentang berbagai topik secara daring.
79 C. Strategi Penguatan Keluarga untuk Pendidikan Karakter Anak Pendidikan awal setiap individu dimulai dari lingkungan keluarga, dimana proses pendidikan diri memegang peranan yang sangat penting. Orang tua memegang peranan penting dalam hal ini. Pendidikan mandiri kognitif, emosional dan psikomotorik terjadi terutama di lingkungan rumah. Hal ini karena individu terlibat dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari struktur keluarga dan maknanya hingga memilih liburan, mengekspresikan emosi, mengendalikan keinginan, disiplin, menanggapi norma dan nilai, bahkan mengambil keputusan sulit dalam situasi konflik itu secara langsung. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika perilaku orang tua mempunyai pengaruh yang kuat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap peniruan perilaku tersebut oleh anak. Kata ini mengacu pada keadaan bawah sadar anak, dan pikiran bawah sadar mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Fenomena ini kadang-kadang disebut “fenomena gunung es”. Contoh terkenal dari fenomena ini adalah tenggelamnya kapal Titanic yang menunjukkan pentingnya memper-
80 hatikan peran keluarga sebagai stimulus pembentukan pikiran bawah sadar anak. Dari mengembangkan citra diri yang positif hingga membuat keputusan bijak saat berinteraksi dengan orang lain, pengalaman keluarga memainkan peran yang sangat besar. Mengasuh anak di lingkungan rumah dapat menimbulkan dampak jangka panjang, seringkali meninggalkan bekas luka yang sulit diperbaiki. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga merupakan fondasi terpenting dalam membentuk kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Diperlukan mekanisme yang efektif untuk mencapai tujuan bersama yaitu menyelaraskan aspek keluarga dan pendidikan formal. Mekanisme ini harus selalu mengedepankan peran orang tua sebagai pengurang risiko dalam membesarkan anak. Penguatan peran keluarga dalam proses pendidikan anak selalu berdampak positif terhadap “kedewasaan” orang tua dalam membesarkan anak, termasuk pembentukan citra diri anak. Namun, tentunya kemampuan mengasuh anak sangat dipengaruhi oleh berbagai risiko umum yang melekat, termasuk perubahan pola pengasuhan keluarga sebelumnya.
81 Pengamatan saya, seringkali orang tua secara tidak sadar menerapkan pola pengasuhan yang sama seperti yang mereka terapkan pada anak-anaknya, meskipun ada potensi dampak negatifnya. Contoh pola asuh yang dapat berdampak negatif antara lain penggunaan hukuman fisik dalam pengasuhan, keyakinan bahwa anak harus mengakui kesalahannya tanpa bantuan, kurangnya penghargaan atas prestasi yang pantas, dan perbandingan antar anggota keluarga, penolakan untuk memahami perbedaan, penekanan , dll. Fokus pada hasil tanpa mempertimbangkan keutuhan proses, rasa tidak nyaman mendiskusikan pendidikan seks dengan anak. Masih banyak aspek “statis” lainnya yang sering dimasukkan orang tua ke dalam pendidikan anakanak mereka. Sekolah yang didukung oleh orang tua yang aktif dalam program nilai seringkali memiliki orang tua yang berperan sebagai pemimpin. Strategi yang umum digunakan untuk mempromosikan pendidikan karakter melalui dukungan keluarga, dengan kerjasama sekolah, disebut Proyek Perkembangan Anak. Setiap sekolah yang berpartisipasi biasanya memiliki kelompok orang tua yang tugasnya merencanakan cara bagi keluarga untuk
82 mencapai tujuan yang sama seperti guru kelas. Menurut temuan Proyek Perkembangan Anak di Sekolah, sekitar 50% orang tua melaporkan perubahan positif dalam kehidupan keluarga mereka melalui partisipasi dalam Pameran Sains Keluarga. Namun sayangnya, hal ini merupakan pengamatan yang umum. Menjadi orang tua adalah pekerjaan yang sangat bermanfaat, tanpa memerlukan pelatihan khusus apa pun. Menurut Proyek Pengembangan Anak San Ramon, setiap dua hingga tiga minggu, para guru mengirimkan tugas rumah kepada keluarga melalui anak-anak, seperti membacakan cerita pendek atau puisi bersama-sama dengan keluarga. Salah satu tugas rumah lainnya adalah menyusun empat aturan yang harus diikuti oleh anak di rumah, lalu mendiskusikan aturan tersebut beserta alasan di baliknya dengan orang tua. Tugas utama anak di sekolah adalah belajar, dan dukungan paling dasar yang dibutuhkan sekolah dari orang tua adalah dukungan terhadap proses pembelajaran. Partisipasi orang tua dalam pembelajaran anak merupakan prioritas utama dalam reformasi sekolah saat ini.
83 Bab 6 Mengembangkan Potensi Karakter Peserta Didik A. Pendidikan Karakter Dimulai Dari Dalam Keluarga Menurut Sutrisnowati dalam buku Dr. Edy Karno, S.Pd, M.Pd, pendidikan karakter perlu dimulai sejak dini karena anak adalah cerminan awal manusia dalam proses menjadi manusia, dengan dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis bagi pembentukan pola penyesuai-
84 an personal dan sosial. Jika dasar-dasar kebajikan tidak ditanamkan pada usia dini, anak tersebut akan menjadi dewasa tanpa nilai-nilai kebajikan. Di sini, pendidikan karakter yang merupakan penilaian subjektif seseorang terhadap kualitas psikologis dan moral orang lain atau atribut kepribadian yang dapat diterima secara sosial menjadi penting dan merupakan syarat penting bagi negara untuk menumbuhkan kebaikan dan menghilangkan budaya negatif. Pengasuhan sehari-hari adalah faktor yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan karakter seseorang, karena meskipun setiap orang dilahirkan dengan potensi kebaikan atau nilai-nilai, anak harus memahami lingkungan dan pendidikan. Setiap perilaku dan pola asuh orang tua dalam keluarga pasti berdampak pada pembentukan kepribadian atau karakter anak. Perilaku ini, termasuk cinta ibu, sentuhan, keterikatan emosional, dan penanaman nilai, sangat mempengaruhi bagaimana anak mengatasi konflik masa kanak-kanak dan menentukan keberhasilannya dalam kehidupan sosial sebagai orang dewasa. Ada banyak hal yang harus dilakukan seorang ibu dalam membentuk karakter anak-anaknya. Pertama, menerapkan pengasuhan anak dalam pendidikan karakter di
85 keluarga. Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak sangat bergantung pada cara orang tua membesarkan mereka. Pola asuh dapat diartikan sebagai mode interaksi antara anak dan orang tua, yang mencakup pemenuhan kebutuhan fisik (seperti pola makan, minum, dll.) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, perasaan, dll.), serta standar sosialisasi yang berlaku di masyarakat, agar anak dapat hidup harmonis dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga mencakup cara interaksi orang tua dan anak dalam konteks pendidikan karakter. Oleh karena itu, baik melalui pendekatan otoriter, demokratis, maupun toleran, peran orang tua dalam membina karakter anak sangat penting. Kedua, keterikatan psikologis antara ibu dan anak. Ibu perlu membina dan memperkuat keintiman psikologis dengan anak melalui hal-hal sederhana, seperti menanyakan bagaimana keadaannya di sekolah, menanyakan tentang pekerjaan rumahnya, dan menanyakan kesulitannya di sekolah. Keterikatan psikologis semacam ini sangat penting untuk membangun rasa percaya diri pada anak, agar mereka lebih terbuka, peduli, dan merasa aman. Ketiga, menanamkan pengetahuan dasar pendidikan akhlak. Dalam hal ini, keluarga mendidik anak sesuai
86 dengan syariat Islam, yang tercermin dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Karena manusia pada dasarnya adalah baik, dan yang membuat mereka menjadi buruk adalah lingkungannya. Oleh karena itu, pendidikan akhlak berdasarkan hukum syariah harus dilakukan oleh keluarga, terutama oleh orang tua. Anak adalah amanah dari Allah yang dipercayakan kepada orang tua. Menjadi tanggung jawab orang tua untuk menanamkan pendidikan karakter sejak dini guna membentuk generasi muda yang lebih baik. Selain itu, orang tua harus memberikan contoh yang baik dan menjadi teladan bagi anak-anak mereka, karena pada dasarnya anak-anak akan meniru apa yang mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari. B. Pendidikan Karakter di Sekolah Di sekolah, penerapan pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang bernilai. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan pendidikan karakter di sekolah meliputi: 1. Nilai-nilai yang menjadi dasar etika peserta didik perlu disosialisasikan.
87 2. Mengidentifikasi karakter secara menyeluruh (pemikiran, perasaan, dan perilaku). 3. Melakukan pendekatan yang efektif untuk membangun karakter, serta menciptakan komunitas sekolah yang peduli. 4. Menghargai setiap peserta didik dan membantu mereka untuk sukses. 5. Menumbuhkan motivasi. 6. Mengaktifkan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama. 7. Membagi kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter. 8. Mengaktifkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra. 9. Mengevaluasi karakter sekolah dan fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter. 10. Manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik. Secara keseluruhan, Jamal menyimpulkan bahwa pendidikan karakter dapat dioptimalkan dengan:
88 1. Pendidikan karakter secara komprehensif melalui proses pembelajaran yang terintegrasi baik di dalam maupun di luar kelas untuk semua mata pelajaran. 2. Pendidikan karakter secara menyeluruh melalui manajemen sekolah yang terorganisir melalui bidang perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Aspekaspek pendidikan karakter yang akan direncanakan, dijalankan, dan diawasi meliputi nilai-nilai karakter, kompetensi lulusan, muatan pembelajaran, dan pembinaan karakter peserta didik. Penerapan manajemen pendidikan karakter harus melibatkan partisipasi, demokrasi, elaborasi, dan eksplorasi. 3. Pendidikan karakter secara menyeluruh melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler dirancang secara profesional untuk menjadi sarana efektif dalam membentuk karakter berdasarkan potensi individu. C. Peran Lingkungan Masyarakat, Peran Kegiatan Olahraga, dan Peran Institusi 1. Peran Masyarakat Lingkungan sosial juga memiliki peran yang signifikan dalam membentuk karakter anak didik. Menurut Linton, masyarakat merujuk pada setiap
89 kelompok manusia yang telah lama berinteraksi dan bekerja sama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka sendiri dan memiliki kesadaran kolektif tentang identitas mereka sebagai sebuah entitas sosial di dalam batas-batas tertentu. Masyarakat berperan sebagai lingkungan di mana anak-anak berinteraksi dan bersosialisasi. Dalam konteks ini, warisan budaya disampaikan melalui proses sosialisasi. Individu sebagai bagian dari masyarakat mengembangkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang ada. Dalam pandangan John Locke yang disampaikan dalam diktat Dyah Kumala Sari, ia berpendapat bahwa perkembangan seseorang dari anak menjadi dewasa dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman yang diterimanya sejak masa kecil. Oleh karena itu, masyarakat menjadi tempat di mana anak-anak belajar melalui interaksi sosial dan menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dalam sistem masyarakat. Contoh-contoh perilaku yang dapat diadopsi oleh masyarakat termasuk: a. Mengedepankan semangat gotong royong, seperti melakukan kegiatan membersihkan halaman
90 rumah secara bersama-sama, membersihkan saluran air, atau menanam tanaman di pekarangan rumah. b. Mengajarkan anak untuk tidak membuang sampah sembarangan atau meludah di tempat umum yang dapat merusak, serta tidak mencoretcoret fasilitas umum. c. Mengajak untuk memberi teguran kepada anak yang melakukan perilaku yang tidak pantas. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam masyarakat: a. Kurangnya perhatian b. Kurangnya rasa tanggung jawab c. Menganggap perilaku anak sebagai sesuatu yang lumrah Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, didalam bukunya Adi Suprayitno dan Wahid Wahyudi. menurut Qurais Shihab, nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dalam sistemnya dapat mempengaruhi sikap dan perspektif masyarakat secara menyeluruh. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada konteks
91 saat ini dan tempatnya sendiri, maka usaha dan ambisi mereka juga akan terbatas pada konteks yang sama. Peran serta Masyarakat (PSM) dalam pendidikan secara erat terkait dengan perubahan pandangan masyarakat terhadap pendidikan. Ini memang bukan tugas yang mudah. Namun, jika tidak dimulai dan dilakukan sekarang, kapan pun kesempatan untuk mencapai tingkat keterlibatan, kepedulian, dan peran serta aktif masyarakat yang optimal dalam dunia pendidikan akan sulit terwujud. 2. Peran Olahraga Olahraga merupakan salah satu opsi yang efektif untuk membentuk karakter seseorang. Dengan semboyan "sport for all", olahraga menjadi langkah penting dalam proses pembentukan karakter. Proses ini tidak hanya dipengaruhi oleh budaya nasional, tetapi juga oleh budaya dan karakteristik unik dari berbagai cabang olahraga. Oleh karena itu, untuk meningkatkan reputasi Indonesia di mata dunia, penting untuk memperkuat sektor olahraga nasional. Dengan berpartisipasi dalam olahraga, berbagai karakter positif dapat dibangun dalam perilaku yang
92 terlibat dalam aktivitas tersebut. Melalui olahraga, seseorang dapat mengembangkan tanggung jawab, rasa hormat, dan empati terhadap sesama. Nilai-nilai seperti ketekunan, kejujuran, dan keberanian juga dapat diperoleh melalui keterlibatan dalam kegiatan olahraga, dan tentu saja masih banyak lagi. Selain itu, langkah-langkah seperti ini merupakan upaya awal untuk menegaskan kembali peran olahraga dalam pembentukan karakter. 3. Peran Institusi Karakter memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang karena menjadi salah satu penentu keberhasilannya. Oleh karena itu, penting untuk mengaktifkan peran tersebut dengan baik. Pendidikan tidak hanya berkisar pada aspek kecerdasan, tetapi juga pada pembentukan nilai-nilai atau karakter yang mulia. Keberhasilan seseorang tidak hanya bergantung pada pengetahuan dan keterampilan teknis, tetapi juga pada kemampuan untuk mengelola diri sendiri dan berinteraksi dengan orang lain (keterampilan sosial). Namun, terdapat kesenjangan antara ciri-ciri masyarakat Indonesia dengan cita-cita bangsa. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya atau menurunnya karakter bangsa termasuk: