41 usaha harus memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuan ekonominya. Oleh karena itu, pajak penghasilan dirancang untuk menyesuaikan beban pajak secara proporsional dengan tingkat penghasilan yang dimiliki oleh masing-masing wajib pajak. Dengan demikian, sistem pajak penghasilan diharapkan dapat mengurangi disparitas ekonomi dan memastikan distribusi pendapatan yang lebih merata di dalam masyarakat Pajak penghasilan memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung penerimaan negara dan pembangunan nasional. Di Indonesia, pajak penghasilan merupakan sumber penerimaan pajak terbesar yang memberikan kontribusi signifikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 2022, penerimaan pajak penghasilan mencapai Rp892,7 triliun atau sekitar 52% dari total penerimaan perpajakan (Kementerian Keuangan, 2023). Penerimaan dari pajak penghasilan digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pertahanan dan keamanan, serta layanan publik lainnya. Selain itu, pajak penghasilan juga memiliki fungsi redistribusi pendapatan dengan membebankan tarif yang lebih besar bagi wajib pajak dengan penghasilan yang lebih tinggi. Subjek pajak penghasilan terdiri dari orang pribadi dan badan usaha. Orang pribadi meliputi penduduk Indonesia, orang asing yang menetap di Indonesia, serta orang asing yang berada di Indonesia selama lebih
42 dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Sementara itu, badan usaha yang menjadi subjek pajak penghasilan mencakup perseroan terbatas, persekutuan komanditer, firma, kongsi, perkumpulan, dana pensiun, organisasi sosial atau organisasi yang sejenis, dan bentuk usaha tetap (BUT). Sementara itu, objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yang didefinisikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan (Mardiasmo, 2016). Penghasilan dapat berupa gaji, upah, honorarium, hadiah, laba usaha, bunga, dividen, royalti, sewa, dan penghasilan lainnya. Tarif pajak penghasilan bervariasi tergantung pada jenis wajib pajak dan jumlah penghasilan yang diterima. Untuk orang pribadi, tarif pajak penghasilan ditetapkan secara progresif, dimulai dari tarif terendah 5% untuk penghasilan di bawah Rp60 juta per tahun hingga tarif tertinggi 35% untuk penghasilan di atas Rp500 juta per tahun. Sementara itu, untuk badan usaha, tarif pajak penghasilan yang berlaku adalah tarif tunggal sebesar 22% (Suandy, 2008). Perhitungan pajak penghasilan dilakukan dengan menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) terlebih dahulu. PKP adalah jumlah penghasilan yang menjadi dasar pengenaan pajak setelah dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan berbagai biaya yang dapat dikurangkan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Setelah meng-
43 hitung PKP, jumlah pajak terutang dihitung dengan mengalikan PKP dengan tarif pajak yang berlaku (Resmi, 2019). 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan jenis pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak di dalam daerah pabean. Konsep dasar PPN adalah pengenaan pajak atas penambahan nilai pada setiap tahap produksi dan distribusi barang atau jasa. Hal ini melibatkan setiap pelaku usaha dalam rantai pasok, mulai dari produsen hingga pengecer, untuk mengumpulkan dan membayar pajak atas penjualan produk mereka. Subjek PPN terdiri dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan bukan PKP. PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan PPN, sedangkan bukan PKP adalah orang pribadi atau badan yang tidak memenuhi syarat sebagai PKP (Ratnawati & Hernawati, 2016). Objek PPN meliputi berbagai transaksi, seperti penyerahan BKP di dalam daerah pabean, impor BKP, penyerahan JKP di dalam daerah pabean oleh PKP, pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, serta ekspor BKP Berwujud dan JKP oleh PKP. Tarif PPN di Indonesia adalah sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP), yang merupakan harga jual atau penggantian yang diterima oleh PKP, tidak termasuk PPN yang dipungut. PPN dipungut menggunakan
44 mekanisme Pajak Keluaran dan Pajak Masukan, di mana PKP dapat mengkreditkan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam periode yang sama, sehingga yang dibayarkan ke kas negara hanya selisih antara Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan (Mardiasmo, 2016). Administrasi PPN di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Berdasarkan undang-undang tersebut, PKP wajib melaporkan dan membayar PPN yang terutang setiap masa pajak (1 bulan) dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN. Selain itu, PKP juga wajib mengisi faktur pajak sebagai bukti pungutan PPN atas setiap penyerahan BKP atau JKP. Penerimaan dari PPN merupakan sumber penerimaan pajak terbesar kedua setelah pajak penghasilan di Indonesia. Pada tahun 2022, penerimaan PPN mencapai Rp512,6 triliun atau sekitar 30% dari total penerimaan perpajakan (Kementerian Keuangan, 2023). Penerimaan dari PPN digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan berbagai program pemerintah lainnya. 3. Pajak Bumi Bangunan (PBB) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. PBB termasuk dalam jenis pajak kebendaan yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi dan/atau bangunan. Subjek PBB adalah
45 orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Sedangkan objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha, dan tempat yang diusahakan (Resmi, 2019). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985, objek PBB diklasifikasikan menjadi: (1) Objek Pajak Sektor Perdesaan dan Perkotaan, meliputi tanah untuk pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, perhutanan, pertambangan, serta tanah dan bangunan untuk industri, pariwisata, perkantoran, perdagangan, dan lain-lain. (2) Objek Pajak Sektor Perkebunan, meliputi usaha perkebunan, perhutanan, dan lain-lain yang sejenis. (3) Objek Pajak Sektor Pertambangan, meliputi pertambangan minyak, gas bumi, panas bumi, dan pertambangan lainnya. Besaran tarif PBB ditetapkan sebagai berikut: (1) Untuk Objek Pajak Sektor Perdesaan dan Perkotaan, tarif 0,1% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk NJOP sampai dengan Rp1 miliar, dan 0,2% dari NJOP untuk NJOP di atas Rp1 miliar. (2) Untuk Objek Pajak Sektor Perkebunan, tarif 0,25% dari NJOP. (3) Untuk Objek Pajak Sektor Pertambangan, tarif 0,15% dari NJOP untuk pertambangan minyak, gas bumi, dan panas bumi, serta 0,3% dari NJOP untuk pertambangan
46 lainnya. NJOP merupakan harga rata-rata dari transaksi jual beli secara terbuka dan wajar untuk objek pajak tersebut, yang ditentukan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB melalui proses penilaian dan ditetapkan setiap 3 tahun sekali. Administrasi PBB diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sejak tahun 2014, PBB Sektor Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, sedangkan PBB Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan tetap menjadi pajak pusat yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Wajib Pajak PBB harus membayar pajak terutang setiap tahun dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan PBB setempat. 4. Cukai Cukai merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang cukup signifikan, terutama dari sektor barang-barang konsumsi tertentu yang memiliki eksternalitas negatif bagi masyarakat. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barangbarang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang cukai. Barang-barang yang dikenakan cukai biasanya adalah barang-barang yang konsumsinya perlu dikendalikan atau barang-barang yang dapat menimbulkan biaya sosial tinggi bagi masyarakat, seperti minuman mengandung etil alkohol, rokok atau
47 tembakau, dan barang-barang mewah lainnya (UndangUndang No 39, 2007). Subjek cukai adalah produsen atau importir barang-barang kena cukai. Sementara itu, objek cukai meliputi etil alkohol atau bahan yang mengandung etil alkohol (minuman mengandung alkohol), produk tembakau (rokok dan tembakau), dan barang kena cukai lainnya seperti kendaraan bermotor mewah, produk kosmetika tertentu, dan barang mewah lainnya (Undang-Undang No 39, 2007). Tarif cukai ditetapkan dengan persentase tertentu dari nilai barang tersebut atau dalam jumlah tertentu per satuan barang. Tarif cukai dapat berbeda-beda sesuai dengan jenis barang yang dikenakan cukai dan tujuan pemerintah dalam pengaturan konsumsi barang tersebut (Resmi, 2019). Dari segi administrasi, penerimaan cukai dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di bawah Kementerian Keuangan. Setiap produsen atau importir barang kena cukai wajib membayar cukai yang terutang dan melaporkannya secara berkala kepada DJBC melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Cukai (Undang-Undang Cukai, 2007). Penerimaan cukai merupakan salah satu penerimaan negara yang dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 2022, penerimaan negara dari cukai mencapai Rp195,3 triliun atau sekitar 11,4% dari total penerimaan perpajakan (Kementerian Keuangan, 2023). Selain memberikan kontribusi bagi penerimaan negara, pengenaan cukai juga memiliki tujuan lain,
48 seperti mengatur konsumsi barang-barang tertentu yang berpotensi menimbulkan biaya sosial tinggi, melindungi kesehatan masyarakat, dan mendorong peralihan konsumsi ke barang-barang yang lebih sehat dan ramah lingkungan (Mardiasmo, 2016) Dengan demikian, kebijakan cukai tidak hanya berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, tetapi juga sebagai instrumen untuk mengatur pola konsumsi masyarakat dan mengurangi eksternalitas negatif dari konsumsi barang-barang tertentu. 5. Pajak Perdagangan Luar Negeri Pajak perdagangan luar negeri merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari kegiatan ekspor dan impor barang. Pajak ini dikenakan atas lalu lintas barang yang melewati batas wilayah pabean Indonesia, baik untuk tujuan ekspor maupun impor (Purwito, 2008) Pengenaan pajak perdagangan luar negeri memiliki dua tujuan utama, yaitu mengatur arus barang yang masuk dan keluar dari wilayah pabean Indonesia, serta meningkatkan penerimaan negara dari sektor perdagangan luar negeri (Waluyo, 2022). Pajak perdagangan luar negeri terdiri dari beberapa jenis pajak, antara lain: Bea Masuk, Cukai, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Impor, Pajak Penghasilan (PPh) atas Impor, Bea Keluar, dan Pungutan Ekspor. Bea Masuk merupakan jenis pajak yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor ke wilayah pabean Indonesia, sedangkan Bea Keluar dikenakan atas barang-barang yang diekspor dari
49 wilayah pabean Indonesia (Anjarwi, 2021). Di samping itu, atas barang-barang impor juga dikenakan Cukai (untuk barang-barang tertentu), PPN, dan PPh. Administrasi pajak perdagangan luar negeri dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di bawah Kementerian Keuangan. DJBC memiliki kewenangan untuk melakukan pemungutan, pengawasan, dan penindakan atas pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai, termasuk dalam hal pengenaan pajak perdagangan luar negeri (Undang-Undang No 17, 2006) Setiap importir atau eksportir wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melaporkannya kepada DJBC melalui Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atau Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Penerimaan dari pajak perdagangan luar negeri memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi penerimaan negara. Pada tahun 2022, penerimaan dari Bea Masuk, Cukai, PPN atas Impor, dan PPh atas Impor mencapai Rp331,7 triliun atau sekitar 19,4% dari total penerimaan perpajakan (Kementerian Keuangan, 2023). Penerimaan ini digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan nasional, termasuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya. Selain memberikan kontribusi bagi penerimaan negara, pengenaan pajak perdagangan luar negeri juga memiliki tujuan lain, seperti melindungi industri dalam negeri dari persaingan produk impor, mendorong ekspor untuk meningkatkan cadangan devisa, serta mengatur arus keluar-masuk barang
50 tertentu untuk kepentingan nasional. Dengan demikian, kebijakan pajak perdagangan luar negeri tidak hanya berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, tetapi juga sebagai instrumen kebijakan ekonomi dan perdagangan nasional. 6. Pajak Lainnya Penerimaan pajak lainnya merupakan sumber penerimaan negara yang berasal dari berbagai jenis pajak selain jenis-jenis pajak yang telah dijelaskan sebelumnya. Jenis-jenis pajak yang termasuk dalam penerimaan pajak lainnya antara lain Bea Materai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dikenakan atas barang-barang mewah, seperti kendaraan bermotor mewah, barangbarang elektronik tertentu, dan lain-lain. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. PPnBM bertujuan untuk mengenakan pajak tambahan atas konsumsi barang-barang mewah, selain Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dikenakan. Di sisi lain, Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen-dokumen tertentu, seperti surat perjanjian, akta notaris, dan lain-lain. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Bea Materai bertujuan untuk memungut pajak atas dokumen-dokumen yang memiliki kekuatan
51 hukum tertentu, serta sebagai sumber penerimaan negara. B. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penerimaan negara tidak hanya bersumber dari sektor perpajakan, tetapi juga berasal dari berbagai sumber lain di luar pajak yang disebut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP merupakan salah satu komponen penting dalam struktur penerimaan negara, yang berperan dalam mendukung pembiayaan pembangunan nasional dan penyelenggaraan pemerintahan. Secara umum, PNBP dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama, yaitu Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Penerimaan Bukan SDA. PNBP diperoleh dari berbagai sumber penerimaan di luar pajak, seperti penerimaan dari sumber daya alam, bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), penerimaan dari jasa dan pelayanan pemerintah, denda, dan lain-lain (Undang-Undang No 20, 1997). Penerimaan SDA mencakup penerimaan dari sektor pertambangan, kehutanan, perikanan, minyak bumi dan gas alam, serta panas bumi. Beberapa jenis PNBP yang termasuk dalam kategori ini adalah penerimaan dari iuran tetap, royalti, pungutan ekspor, dan lain-lain. Penerimaan SDA merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang cukup signifikan, terutama bagi negara-negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Sementara itu, Penerimaan Bukan SDA mencakup penerimaan dari Badan Layanan Umum (BLU), bagian laba BUMN, penerimaan dari pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, penerimaan dari jasa dan pelayanan
52 pemerintah, serta denda dan sanksi lainnya (Kementerian Keuangan, 2023). 1. Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) Penerimaan negara dari sumber daya alam (SDA) merupakan salah satu komponen utama dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, seperti minyak bumi, gas alam, batubara, mineral, hutan, dan laut, memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Pengelolaan dan pemanfaatan SDA yang tepat menjadi sangat penting dalam rangka menjaga keberlanjutan sumber penerimaan ini sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Penerimaan SDA terdiri dari beberapa sektor utama, yaitu pertambangan umum, minyak bumi dan gas alam (migas), kehutanan, perikanan, dan panas bumi. Penerimaan dari sektor pertambangan umum mencakup penerimaan dari kegiatan pertambangan mineral dan batubara, seperti iuran tetap, royalti, dan pungutan ekspor. Sementara itu, penerimaan dari sektor migas meliputi penerimaan dari bagi hasil minyak mentah, gas alam, dan penerimaan lainnya (Kementerian Keuangan, 2023). Sektor kehutanan juga menyumbang penerimaan SDA yang cukup besar, terutama dari hasil pengusahaan hutan, provisi sumber daya hutan, dan dana reboisasi. Sementara itu, sektor perikanan memberikan kontribusi dari penerimaan hasil perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Terakhir, penerimaan dari sektor panas bumi berasal dari setoran
53 bagian pemerintah atas kegiatan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi (Putra et al., 2023). Pengelolaan SDA diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Regulasi ini bertujuan untuk mengatur pemanfaatan SDA secara optimal, adil, dan berkelanjutan, serta menjamin kepastian hukum bagi para pelaku usaha di sektor terkait. 2. Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Salah satu sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang cukup signifikan berasal dari bagian laba usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Undang-Undang No 19, 2003). Dengan kepemilikan tersebut, negara berhak untuk mendapatkan bagian dari laba yang dihasilkan BUMN setiap tahunnya. Penerimaan negara dari bagian laba BUMN diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa BUMN wajib menyetorkan sebagian laba bersihnya kepada negara setelah
54 dikurangi penyisihan untuk cadangan, pembagian keuntungan kepada pegawai, dan anggaran untuk pengembangan usaha Besaran setoran bagian laba ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku Kuasa Pemegang Saham setelah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Penerimaan negara dari bagian laba BUMN ini cukup besar kontribusinya terhadap PNBP. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pada tahun 2022, penerimaan negara dari bagian laba BUMN mencapai Rp41,5 triliun atau sekitar 7,5% dari total PNBP (Kementerian Keuangan, 2023). Beberapa BUMN yang memberikan kontribusi terbesar antara lain PT Pertamina (Persero), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 3. Badan Layanan Umum (BLU) Selain laba BUMN, Salah satu sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang juga cukup signifikan berasal dari Badan Layanan Umum (BLU). BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Peraturan Pemerintah No 23, 2005). BLU menerapkan pola pengelolaan keuangan yang berbeda dari instansi pemerintah pada umumnya, yaitu dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum.
55 Penerimaan BLU berasal dari hasil pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, penelitian, dan pengujian. BLU diperbolehkan memungut biaya dari masyarakat sebagai imbalan atas layanan yang diberikan, dengan besaran biaya yang ditetapkan oleh masing-masing BLU sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Kementerian Keuangan, 2023). Sebagian dari penerimaan ini wajib disetorkan ke kas negara sebagai PNBP, sedangkan sisanya dapat digunakan langsung oleh BLU untuk membiayai operasional dan investasi dalam rangka meningkatkan layanan kepada masyarakat. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pada tahun 2022, penerimaan PNBP dari BLU mencapai Rp24,6 triliun atau sekitar 4,5% dari total PNBP (Kementerian Keuangan, 2023). Beberapa BLU yang memberikan kontribusi terbesar antara lain perguruan tinggi negeri, rumah sakit pemerintah, dan lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah (Kementerian Keuangan, 2022). Penerimaan negara dari BLU memiliki peran penting dalam mendukung pembiayaan layanan publik yang disediakan oleh pemerintah. Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, pemerintah dapat memberikan layanan yang lebih baik dan efisien kepada masyarakat, sekaligus meningkatkan penerimaan negara dari sektor ini (Kementerian Keuangan, 2021).
56 C. Hibah Hibah dapat didefinisikan sebagai penerimaan negara yang berasal dari pemberian pihak lain secara sukarela, baik dari pemerintah negara lain, organisasi internasional, badan/lembaga asing, badan/lembaga swasta, maupun perorangan, tanpa adanya kewajiban untuk membayar kembali. Hibah dapat berupa uang, barang, jasa, atau surat berharga yang diterima oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Undang-Undang No 17, 2003). Penerimaan negara dari Hibah diatur dalam UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hibah yang diterima pemerintah pusat dicatat sebagai penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan Hibah yang diterima pemerintah daerah dicatat sebagai penerimaan daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengelolaan Hibah oleh pemerintah harus dilakukan secara transparan dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Besarnya kontribusi Hibah terhadap penerimaan negara tidak dapat dipandang sebelah mata. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, pada tahun 2022, penerimaan negara dari Hibah mencapai Rp48,8 triliun atau sekitar 8,8% dari total Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) (Kementerian Keuangan, 2023). Hibah yang diterima pemerintah pusat sebagian besar berasal dari pemerintah negara lain, lembaga multilateral seperti Bank Dunia, serta lembaga dan organisasi internasional lainnya.
57 Penerimaan negara dari Hibah memiliki peran penting dalam mendukung pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Hibah dapat digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan prioritas pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur, penyediaan layanan publik, bantuan sosial, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Hibah memberikan kontribusi signifikan dalam upaya mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Keberadaan Hibah juga mencerminkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat internasional terhadap upaya pembangunan Indonesia. Hibah merupakan manifestasi dari kerjasama internasional dan solidaritas global dalam mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh bangsa di dunia. Dengan pengelolaan yang baik dan transparan, Hibah dapat menjadi modal penting bagi Indonesia dalam mewujudkan cita-cita pembangunan nasional.
58 PEMBANGUNAN EKONOMI VS EKSPLOITASI SDA embangunan Ekonomi di era saat ini telah memasuki perubahan iklim yang ‘labil’ karena tidak berada pada waktu statis. Hal ini diakibatkan banyak perubahan fisik pada permukaan bumi yang diakibatkan kerusakan lingkungan. Berbagai upaya dilakukan dalam memanfaatkan sumber daya alam sebagai sumber energi dalam meminimalisasi penggunaan sumber daya alam secara berlebihan. Indonesia termasuk ke dalam negara yang terus melakukan pembangunan sektor ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di lain sisi sumber daya alam menjadi terancam pasalnya beberapa material tidak dapat diperbaharui ketika sudah di eksploitasi. Beberapa Sumber daya alam merupakan kekayaan yang tidak dimiliki oleh setiap negara seperti nikel, batu bara, pasir dan lain-lain (Asiah and Prajanti 2014). Indonesia negara yang memiliki berbagai ekosistem contohnya ekosistem hutan yang tersebar dari berbagai daerah P
59 di Indonesia. Ekosistem hutan seringkali menjadi obyek paling sering bermasalah dalam ranah pembangunan suatu wilayah. Salah satunya pembukaan lahan yang berlandaskan pada terganggunya ekosistem hutan, hal ini terjadi di wilayah Kalimantan, Papua, Sumatera, Sulawesi dan beberbagai daerah Indonesia. Yang kita tahu bahwa hutan merupakan habitat flora dan fauna yang sangat vital. Dilain sisi, Ekosistem laut juga memiliki peran dalam membangun ekonomi bahari. Hasil laut merupakan sektor yang sangat menjanjikan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Ekosistem laut menyimpan banyak biota laut yang mana hampir 70% dari berbagai jenis seluruh dunia dapat kita temui. Namun ancaman bagi eksistem laut terus bertambah seiring dengan banyak titik pembangunan dari pesisir laut hingga aksi penangkapan ikan dengan teknologi berbahaya. Laut di Indonesia memiliki pemandangan biota laut yang indah, hal ini dapat kita temui di berbagai kawasan Indonesia seperti Raja Ampat di Provinsi Papua Barat Daya, Banda Neira Maluku, Wakatobi Sulawesi tenggara, dan berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, berbagai terumbu karang, yang jadi rumah bagi biota laut termasuk ke dalam terumbu karnag terbanyak 15% dari terumbu karang dunia. A. Pengertian Pembangunan Ekonomi Berdasarkan data 2015 Encyclopaedia Britannica merilis pengertian pembangunan ekonomi yaitu perubahan ekonomi nasional yang berpenghasilan rendah menjadi industri moderen yang mengubah ekonomi negara baik secara data kualitatif maupun kuantitatif (Pangestu,
60 Hikmawan, and Fathun 2021). Pembangunan selalu mengarah pada pemanfaatan berbagai sektor dalam taraf meningkatkan taraf ekonomi seperti peningkatan sektor pertanian ke arah pengolahan bahan mentah menjadi industri makanan jadi. Selain itu, dapat kita lihat pada reklamasi pantai dalam memenuhi kebutuhan lahan dalam pembangunan konstruksi. Pandangan perspektif pembangunan ekonomi mengarah pada bagaimana memengaruhi pandangan primitif, miskin dan kumuh menjadi maju, makmur dan tertata. Negara dunia ketiga selalu berkutat dalam pembahasan konsep awal pembangunan ekonomi namun selalu mengarah pada pembangunan infrastruktur (Adiyanti 2016). Ketika suatu negara miskin secara finansial maka hal ini akan mengarahkan konsentrasi pada pemenuhan kebutuhan primer sebelum berfokus pada pemenuhan infrastruktur kota. Setelah masa penjajahan, peran dunia II dan colonialisme eropa berakhir, banyak negara-negara bekas jajahan membangun standar rendah yang kemudian disebuat negara dunia ketiga. Hal ini disebut sebagai pembeda dengan negara-negara maju. Negara-negara ini memulai proses dengan tetap mempertahankan cara-cara primitif dalam memenuhi segala kebutuhannya. Negara dunia ketiga seringkali didasarkan pada standar pada pendapatan perkapita yang rendah, infrastruktur yang tidak memadai serta tingkat pendidikan rendah. Pembangunan ekonomi dianggap terjadi jika ketiga sektor tersebut sudah mengalami peningkatan.
61 Economic Development pelaku utama di dalamnya adalah masyarakat (Wijaya et al. 2022). Pelibatan masyarakat dalam sektor pembangunan memegang peran penting untuk menyukseskan pembangunan. Ketika pembangunan ekonomi berhasil, maka akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang diikuti peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam ilmu perencanaan, Economic Development merupakan proses dari perencanaan pembangunan yang dilakukan secara sadar untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat (Litasari 2018). Kegagalan pembangunan ekonomi biasanya diakibatkan oleh adanya tahapan perencanaan yang tidak dilakukan dengan baik ketika proses pelaksanaan. Sedangkan pada tahap proses, seringkali pembangunan seperti dianggap sebagai aktivitas formalitas, Kondisi ini dapat kita temui pada berbagai pembangunan leading sector yang mengarahkan pada kegagalan pembangunan. B. Tujuan Pembangunan Ekonomi Pembangunan dimaknai tidak hanya berkutat pada peningkatan pendapatan, pembangunan infrastruktur, peningkatan jasa perekonomian dan sebagainya. Hal ini tidak hanya tentang pertumbuhan, tetapi bagaimana kebermanfaatan dan keberlanjutan dari stuatu pembangunan. Keberlanjutan pembangunan selalu mengarah pada keselarahan hidup antara manusia dan lingkungan, yang mana kemajuan taraf hidup diselaraskan dengan keseimbangan lingkungan.
62 Proses perencanaan Pembangunan mengedepankan kesejahteraan inklusif, standar kehidupan yang lebih layak, dan bermartabat bagi seluruh warga Indonesia. Pembangunan ekonomi yang bertransformasi dari peran masyarakat, dukungan pemerintah serta peran sektor swasta juga turut berperan dalam peningkatan pembangunan ekonomi. Adanya tujuan pembangunan meliputi sebagai berikut: 1. Peningkatan ketersediaan barang serta jasa. Hal ini tidak hanya sekedar pembicaraan tentang generasi, namun lebih pada tentang cara memperluas distribusi barang-barang penting untuk mendukung kehidupan seperti nutrisi dan minuman, pendidikan, perlindungan, kesejahteraan dan keamanan. 2. Kenaikan Gaji Perkapita. Kenaikan Gaji adalah salah satu cara untuk menjadi lebih makmur. Selain itu, pendidikan yang lebih baik dan lebih banyak pembukaan usaha merupakan tujuan penting lainnya. Perbaikan lebih memerlukan perhatian lebih terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Jadi, hakikat sukses di sini bukan berarti diukur secara material, tetapi terlalu tidak relevan jika hanya berfokus pada satu aspek. 3. Mewujudkan kebebasan dalam mengambil pilihan ekonomi dan sosial dengan bertanggung jawab. Masyarakat dan negara harus bebas dari perbudakan, kesengsaraa dan kebodohan. Peningkatan kualitas hidup merupakan gambaran hasil perbaikan finansial. Ilustrasi lain mencakup tingkat pendidikan yang lebih
63 tinggi, peningkatan efisiensi, dan pengajaran terbuka yang unggul. Pengaruh Positif Pembangunan Ekonomi a. Pembangunan ekonomi mempercepat pelaksanaan dari kegiatan usaha, yang nantinya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. b. Pertumbuhan ekonomi akan mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat, sesuai dengan potensi setiap daerah. c. Menciptakan lapangan kerja sebagai bagian dari perbaikan pendapatan dapat membantu meningkatkan tingkat pendapatan nasional. d. Melalui kemajuan keuangan, struktur keuangan dapat diubah, mulai dari struktur pembangunan agraris menjadi struktur pembangunan mekanis, sehingga pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh negara akan menjadi lebih berbeda dan aktif serta mengalami perubahan. e. Peningkatan finansial memerlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga diharapkan ilmu pengetahuan dan inovasi akan berkembang lebih cepat. Sehingga dapat memajukan kesejahteraan masyarakat. Dampak Negatif Pembangunan Ekonomi a. Pembangunan yang tidak terencana dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup. b. Kemajuan bidang industri mengakibatkan menurunnya jumlah lahan pertanian.
64 c. Berkurangnya habitat alam, antara alam hayati maupun hewani. d. Berdampak pada penurunan kualitas air, udara serta tanah akibat polusi dari tindakan masyarakat yang tidak bertanggung jawab (Afriyenis 2016). C. Apa itu Eksploitasi SDA? Eksploitasi adalah suatu kegiatan atau gerakan yang dilakukan dengan tujuan untuk meminta keuntungan atau menyalahgunakan sesuatu secara tidak wajar dan subyektif tanpa ada kewajiban apa pun (Lako 2015). Penyalahgunaan harta bersama adalah suatu usaha untuk menyalahgunakan harta yang lazim secara tidak wajar dalam rangka memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup atau memuaskan keinginan seseorang. Hal ini dapat menyebabkan iklim yang luar biasa dan dapat menyebabkan pemanasan global. Penyalahgunaan sumber daya alam ini sering kali menyebabkan kerusakan serius terhadap lingkungan. Hal tersebut bisa menyebabkan cuaca ekstrim dan bisa menyebabkan pemanasan global. Eksploitasi pada sumber daya alam ini sering kali akan menyebabkan kerusakan parah pada lingkungan. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan pembakaran lahan hutan skala besar untuk mendapatkan manfaat dari pembukaan lahan kelapa sawit telah tiba. Hal ini menyebabkan beberapa kerusakan pada lingkungan makhluk dan tumbuhan,
65 dan dapat menyebabkan bencana alam, seperti gelombang pasang. 2. Menangkap ikan dengan memanfaatkan bahan kimia atau bahan peledak yang bisa berdampak pada kerusakan habitat ikan dan lingkungan yang lebih luas. 3. Munculnya aktivitas tambang tanpa izin yang menambang sumber daya alam secara massif. Tambang ini sering ditemui pada tambang liar seperti pasir, emas, batu bara, nikel dan lain-lain. D. Eksploitasi Hutan dan Dampaknya Kebutuhan akan produksi kertas, tisu, kayu lapis dan barang-barang kayu lainnya dimanfaatkan oleh masyarakat. Tingginya penggunaan kertas disebabkan oleh tingginya permintaan akan bahan-bahan dasar dalam pembuatan kertas. Dalam bidang administrasi, kertas merupakan salah satu syarat penting dalam menjalankan formulir organisasi perkantoran. Dalam memberikan sumber bahan pembuatan kertas, pohon ditebang sebagai bahan baku pembuatan kertas. Selain karena faktor produksi yang membutuhkan bahan baku, pemenuhan lahan pertanian juga turut andil dalam pembukaan lahan yang mengorbankan hutan-hutan. Berbagai peristiwa kebakaran hutan, diakibatkan oleh aktivitas yang tidak bertanggung jawab untuk kemudian dialih fungsi lahan baik dijadikan pemukiman, perkebunan, lahan peternakan dan lain-lain. Kebakaran dapat mengganggu habitat mahluk hidup yang ada di dalam hutan, mengakibatkan polusi udara dan akan berujung pada kepunahan spesies.
66 Pada sektor pertambangan, hutan banyak menjadi obyek eksploitasi untuk mengeruk sumber endapan bahan galian yang sering disebut mineral berharga. Hal ini Nampak tidak hanya pada permukaan kulit bumi tetapi penurunan pada struktur tanah, yang sewaktu-waktu dapat mengakibatkan tanah longsor. Pentingnya izin lingkungan dalam sektor pertambangan berfungsi sebagai payung dalam penegakan kebijakan agar ekosistem tetap terjaga. Kondisi ini selalu menjadi pekerjaan rumah akibatnya berseliweran tambang tak berijin. Pada tahun 2022 sebanyak 2.741 ilegal di Indonesia. Dari aktivitas tambang illegal ini sangat berdampak pada ekosistem lingkungan terutama hutan, menurunnya kualitas udara dan sulitnya akses air bersih. Berikut ini adalah beberapa dampak penyalahgunaan lahan hutan yang patut Anda ketahui. 1. Kerusuhan hewan liar ke lingkungan masyarakat Hilangnya habitat hewan-hewan liar akibat penebangan hutan mengakibatkan perpindahan habitat yang tidak teratur dari hewan-hewan. Akibatnya seperti gajah dan monyet masuk ke pemukiman masyarakat, merusak fasilitas bahkan membahayakan penduduk setempat. Kasus lain juga ditemui babi hutan yang merusak tanaman perkebunan akibat tempat tinggalnya sudah beralih fungsi. Kondisi ini membawa hubungan manusia dengan hewan-hewan dalam kondisi konflik akibat adanya ancaman kepunahan serta bertambahnya korban baik dari pihak manusia maupun binatangbinatang tersebut.
67 2. Ekosistem Terganggu Hutan merupakan lingkungan tempat tumbuh bagi berbagai jenis makhluk dan spesies tumbuhan. Hal ini berarti bahwa hutan merupakan salah satu aset kehidupan yang harus dirawat dan dijaga. Kegiatan eksploitasi hutan dapat menimbulkan kerugian. Kerusakan hutan yang terjadi akan mengakibatkan banjir dan disintegrasi yang dapat membawa partikelpartikel tanah menuju lautan yang selanjutnya dapat mengalami sedimentasi atau endapan di area hilir. 4. Kerugian Ekonomi Kawasan hutan adalah sumber kekayaan di wilayah hulu yang memiliki peran penting dalam ekosistem. Beberapa orang bergantung pada hasil hutan untuk kehidupan sehari-hari mereka, baik dari kegiatan berburu, kayu bakar, kebutuhan sayur dan lain-lain. Jika hutan dirusak, sumber penghasilan mereka juga akan hilang. Selain itu, kerusakan hutan juga dapat memicu berbagai macam bencana yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian khususnya kerugian finansial. Kejadian ini seringkali terjadi disekitar lokasi pertambangan, yang mana sumber air bersih sulit diakses. Sehingga masyarakat harus membeli air bersih agar dapat bertahan di pemukiman masyarakat. Pembangunan ekonomi akan selalu bertentangan dengan dampak eksploitasi sumber daya alam. Meningkatnya ekonomi akibat faktor kebutuhan fisiologis atau basic needs, memaksa manusia melakukan pemanfaatan sumber daya alam. Peran
68 manusia sebagai khalifa di bumi harus tercermin dalam perilaku sehari-hari. Kemajuan ekonomi harus diiringi dengan sifat yang peduli dengan lingkungan. Perilaku kecil yang dapat kita lakukan dengan membuang sampah pada tempatnya, memisahkan sampah organik dan anorganik dan aktivitas positif lain. Dalam hirarki manajemen limbah dalam pembangunan, limbah konstruksi menyumbang 30% ke dalam tahapan akhir yaitu Tempat pembuangan akhir sampah. Ini menjadi gambaran bahwa dari awal saja suatu pembangunan sudah memberikan beban bagi lingkungan, apalagi setelah gedung tersebut sudah digunakan oleh masyarakat publik. Berdasarkan data Kementan (Kementerian Pertanian) setiap tahunnya sebanyak 90,000 – 10,000 hektar mengalami peralihan alih fungsi. Lahan ini merupakan aset penting dalam mengembalikan kelestarian lingkungan. Pembangunan ekonomi yang mengarah pada optimalisasi sumber daya, seringkali berbenturan dengan aturan. Peralihan lahan tidak hanya terjadi di sekotr kehutanan, tetapi daerah pesisir kota yang dulunya digunakan sebagai lahan pertanian, kini beralih ke lahan pemukiman. Tingginya permintaan masyarakat tentang hunian layak di pinggiran kota, terus mempengaruhi penyempitan lahan pertanian. Di sisi lain, kebutuhan pangan juga meningkat seiring dengan meningkatnya penduduk setiap tahunnya. Pandangan developmenttalism akan terus mengarah pada peningkatan sektor
69 industri yang akan terus memanfaatkan sumber daya yang ada. Beriringan dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, sektor pertanian, perikanan, peternakan terus diupayakan untuk pemenuhan permintaan kebutuhan pasar. Permintaan ini juga pertanda bahwa ekonomi masyarakat sudah mengalami peningkatan. Perspektif lingkungan akan selalu berpikir tentang bagaimana keberlanjutan lingkungan, keseimbangan lingkungan, dan bagaimana manusia dapat berperan sebagai pemimpin di bumi.
70 KEPENDUDUKAN DAN TENAGA KERJA A. Pengertian Kependudukan Ilmu demografi atau sering disebut sebagai kependudukan adalah mengenai konsep dasar dan pengertian. Demografi berasal dari bahasa Yunani: demos dan grafein. Demos adalah rakyat /penduduk, dan grafein adalah menulis. Dengan demikian, demografi secara umum dapat diartikan sebagai tulisan-tulisan tentang penduduk. Istilah demografi pertama kali dipakai oleh Achile Guillard tahun 1855 dalam karyanya: Elements de Statistique Humaine, ou Demographie Comparee. Mengacu pada hal tersebut, Carmichael (2016) kemudian mengartikan demografi secara luas sebagai 'the study of human populations' atau studi kependudukan. Masalah demografi lebih ditekankan pada studi kuantitatif dari berbagai faktor yang mempengaruhi
71 pertumbuhan penduduk (fertilitas, mortalitas, migrasi). Ketiga faktor ini biasanya disebut sebagai variabel atau komponen pertumbuhan penduduk. Ketiga variabel demografi tersebut ditambah dengan faktor lain seperti perkawinan, perceraian dan mobilitas sosial (perubahan status sosial) akan menentukan struktur atau komposisi penduduk. Bebera ahli telah mendifinisakan istilah demografi, beberapa istilah tersebut antara lain: Tabel 1. Defenisi Ilmu Demografi Menurut Para Ahli Sumber Definisi Guillard (1855) Merupakan sejarah alamiah dan sosial manusia yang dijelaskan melalui pengetahuan matematis terhadap perubahan umum yang terjadi pada populisi (dapat meliputi kondisi fisik, maupun aspek intelektual, dan moral) International Union for the Scientific Study of Population (1958) Merupakan ilmu tentang jumlah penduduk, terutama berkaitan dengan ukuran, struktur, dan unsur-unsur yang membangunnya Philip M Hauser dan Dudley Duncan (1959) Ilmu yang mempelajari jumlah, persebaran territorial, dan komposisi penduduk serta perubahan-perubahan nya yang biasanya timbul karena natalitas, mortalitas, gerak teritorial (migrasi), dan mobilitas sosial (perubahan status)
72 Donald Bogue (1969) Ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematik tentang ukuran (jumlah), komposisi, dan distribusi penduduk sepanjang masa melalui bekerjanya lima komponen demografi: fertilitas, mortalitas, perkawinan. migrasi, dan mobilitas sosial. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk mengembangan teori yang menjelaskan peristiwaperistiwa melalui grafik dan kemudian membandingkannya. George W. Barclay (1970) Ilmu yang memberikan gambaran yang menarik dari penduduk secara statistik. Demografi mempelajari tingkah laku keseluruhan penduduk, bukan tingkah laku perorangan. Shryock, Siegel and Associates (1973) Demografi merupakan ilmu mengenai populasi yang dapat didefinisikan secara sempit ataupun luas. Pen- definisian yang sempit yaitu mencakup ukuran, distribusi, struktur, dan perubahan penduduk Pendefinisian yang luas mencakup etnik, sosial, dan karakteristik ekonomi. Dalam definisi yang luas, ilmu demografi dapat terkait ke permasalahan dalam proses- proses demografi, antara lain meliputi tekanan penduduk terhadap sumber daya, penurunan jumlah penduduk, pembatasan keluarga, asimilasi imigran, permasalahan
73 perkotaan, pembagian legislatif, tenaga kerja, serta maldistribusi pendapatan. Wunsch dan Termote (1978) Ilmu tentang populas, meliputi peningkatan jumlah kelahiran dan imigrast, dan penurunan jumlah kematian dan emigrans. Demografi jaga merupakan ilmu tentang berbagai faktor penentu perubahan populasi, dan dampaknya terhadap populasi di sekitarnya Hinde (1998) limu tentang struktur penduduk dan perubahannya Seiring dengan meningkatnya kompleksitas sosial akibat modernisasi yang mempengaruhi perubahan struktur penduduk ilmu demografi menjadi sangat penting untuk mengestimasikan jumlah dan komposisi penduduk di masa mendatang Preston et al. (2001) Merupakan ilmu yang mempelajari proses-proses ke- pendudukan dan berbagai hal yang mempengaruhinya. Weinstein dan Pullai (2001) Merupakan ilmu mengenai populasi. Fokus utamanya adalah karakteristik agregat kehidupan manusia sejak dilahirkan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. bereproduksi, sampai dengan mengalami kematian. Siegel dan Ilmu sains yang mempelajari populasi manusia, meliputi lima aspek yaitu (1)
74 Swanson (2004) ukuran, (2) distribusi, (3) komposisi, (4) dinamika penduduk dan (5) faktor sosioekonomi yang terpengaruh sebagai akibat dari perubahan populasi yang terjadi. Sumber: Carmichael, 2016 Berdasarkan definisi-definisi tersebut, beberapa hal penting terkait definisi dan lingkup ilmu demografi yang perlu dipahami adalah: ‚Demografi mempelajari proses dan struktur. Proses meliputi peristiwa- peristiwa demografi yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi. Struktur meliputi jumlah, persebaran dan komposisi penduduk‛. Proses demografi mempengaruhi struktur demografi. Demografi memberikan gambaran menyeluruh tentang perilaku penduduk, baik secara agregat (keseluruhan) maupun kelompok. Demografi dalam makna yang sempit, mencakup analisis demografi atau dalam makna yang luas mencakup baik analisis demografi maupun studi kependudukan. Pemisah antara studi kependudukan dan analisis demografi umpamanya telah dilakukan oleh Hause (1969) yang menyatakan bahwa : 1. Analisis demografi merupakan analisis statistic terhadap jumlah, distribusi, dan komposisi penduduk, serta komponen-komponen variasinya dan perubahan; sedangkan, 2. Studi kependudukan mempersoalkan hubungan antara variabel demografi dan variabel dari sistem lain.
75 B. Teori Kependudukan Dimulai dengan Robert Thomas Malthus (1766-1834) terkenal sebagai pelopor Ilmu Kependudukan (population studies) sebagai bagian dari rentetan perkembangan demografi yang telah dimulai sejak pertengahan abad ke-17. Karya Malthus yang popular yang sering di sebut sebagai prinsip kependudukan (The Principle of Population). Inti pemikiran dan pendapat Malthus kemudian dikenal dengan Teori Kependudukan Malthus. Abstraksi dari tulisan- tulisan Malthus ada dalam A Summary View of the Principles of Population, Malthus memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu : (1) bahwa pangan dibutuhkan untuk hidup manusia, dan (2) bahwa kebutuhan nafsu seksual antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjang masa. Atas dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak ada pengekangan, kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dari pertambahan subsisten (pangan). Perkembangan penduduk akan mengikuti deret ukur, sedangkan perkembangan subsisten (pangan) mengikuti deret hitung dengan interval 25 tahun. Pengekangan prefentif yang dianjurkan Malthus adalah pengendalian diri dalam hal nafsu seksual antar jenis seperti penundaan perkawinan. Pengekangan positif merupakan faktor yang mempengaruhi angka kematian; dapat berupa epidemic, penyakit dan kemiskinan. Kritik terhadap teori kependudukan Malthus yang juga sering dipandang sebagai kelemahan dari teori tersebut antaranya berkisar pada penekankan keterbatasan
76 persediaan tanah tampa mempertimbangkan perkembangan teknologi, serta kurang memperhitungkan bahwa pengontrolan kelahiran dan kemajuan sistem transportasi dan berlangsungnya perdagangan internasional membuka pasaran baru bagi barang-barang hasil pabrik atau industry, sumber-sumber bahan mentah tambahan, dan mempermudah emigrasi. Beralih ke teori transisi demografi yang merupakan teori kependudukan yang dominan meskipun tak luput dari berbagai kritikan. Teori ini merupakan salah satu diantara teori-teori kependudukan yang tergolong social theories. Salah satu teori kependudukan dewasa ini telah muncul suatu aliran pemikiran yang agak berbeda; dipelopori oleh Caldwell, umpamanya dapat dilihat dari tulisannya berjudul Toward A Restatement of Demographic Transition Theor, teori yang mengemukakan bahwa hanya ada dua tipe rezim fertilitas. Pertama, tipe rezim dimana individu-individu tidak memperoleh keuntungan ekonomis dengan membatasi fertilitas. Sedangkan tipe kedua merupakan tipe rezim yang sering atau kemungkinan besar memberikan keuntungan ekonomis bagi individu-individu yang membatasi fertilitas. Dalam kedua situasi, perilaku manusia tidak saja rasional tetapi juga rasional secara ekonomi. Diantaranya aliran-aliran kekayaan antargenerasi dan nilai nilai anak dipersoalkan dalam kerangka pemikiran diatas. Perubahan dari tipe rezim fertilitas pertama yang dicirikan oleh economically unrestricted fertility ke tipe rezim fertilitas kedua yang dicirikan oleh economically restricted fertility pada dasarnya lebih merupakan produk sosial.
77 Akhirnya patut disebut bahwa aliran pemikiran yang dipelopori Marx lebih merupakan ‚dokrin sosial‛ mengenai kepandudukan. Adanya ‚surplus penduduk‛ dan kemiskinan semata-mata merupakan akibat logis dari sistem kapitalisme. Dengan demikian pemecahannya menurut aliran pemikiran ini haruslah melalui suatu revolusi sosial. Tidak ada persoalan pertumbuhan penduduk yang perlu dirisaukan. C. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi tdak semata-mata berkaitan dengan pendapatan per kapita, tetapi juga berkorelasi dengan distribusi rata-rata pendapatan penduduk. Kemungkinan bahwa pendapatan perkapita naik tetapi hanya untuk Sebagian kecil penduduk, dilain pihak sebahagian besar penduduk justru mengalami penurunan pendapatan. Artinya dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi dalam arti luas berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan social ekonomi Masyarakat secara luas. Pertumbuhan penduduk dan Pembangunan ekonomi, terdapat tiga pendapat dari berbagai kaum. Pertama, Kaum Nasionalis. Kaum ini beranggapan bahwa pertumbuhan penduduk akan merimplikasi terhadap peningkatan ekonomi. Hal ini di dasarkan bahwa penduduk yang banyak akan berakibat pada produktifitas yang tinggi pula (Weeks, 2012). Kedua, kelompok Marxist yang berpendapat bahwa tidak ada korelasi antara pertumbuhan penduduk dengan Pembangunan ekonomi. Masalah yang berhubungan
78 dengan kurangnya Pembangunan ekonomi seperti kelaparan, kemiskinan itu sebagai hasil dari ketidakbenaran insttitusi social maupun ekonomu di daerah yang bersangkutan. Ketiga, adalah Neo-Malthusian. Mereka mengikuti teori Malhtus, dengan ini bahwa pertumbuhan penduduk apabila tdk dikendalikan akan menghilangkan hasil-hasil yang diperoleh dari Pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan penduduk akan yang tinggi akan mengakibatkan gagalnya Pembangunan ekonomi. Berdasarkan uraian mengenai teori kependudukan di atas, kita dapat memahami bahwa dalam memandang penduduk sebagai salah satu factor, dikaitkan dengan factor-faktor yang lain. Kemudian, pandangan-pandangan selanjutnya telah didukung oleh bukti empiris. Barangkali yang perlu direnungkan adalah antar dua variable, yaitu pertumbuhan penduduk dan Pembangunan ekonomi, variable mana yang berfungsi sebagai pengaruh dan mana yang berfungsi sebagai variable terpengaruh. D. Angkatan Kerja, Pembangunan dan Kesempatan Kerja Pengukuran besarnya angkatan kerja, kesempatan kerja maupun aspek lain yang berhubungan dengan itu, masalah konsep dan definisi yang dipakai sangat penting untuk diperhatikan. Berbeda konsep dan definisi yang dipakai akan berbeda pula hasil-hasil yang diperoleh. Referensi waktu yang dipakai untuk menilai apakah seseorang bekerja atau sedang mencari kerja mempengaruhi besarnya angkatan kerja dan reit partisipasi angkatan kerja, reit
79 pengangguran, dan perimbangan antar sektor pekerjaan dari penduduk yang tergolong angkatan kerja. Suatu pendekatan ketenagakerjaan yang paling populer adalah pendekatan labour force (labour force approach). Pendekatan ini dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1930-an sebagai pengganti pendekatan gainful occupation (gainful worker) yang sudah dikenal sebelumnya. Dalam pendekatan labour force, seseorang yang termasuk angkatan kerja adalah yang aktif secara ekonomi (mencari pekerjaan) dengan dua kemungkinan: mendapat pekerjaan yang digolongkan bekerja (employed persons) dan yang belum atau tidak mendapatkan pekerjaan digolongkan sebagai pengangguran (unemployed persons). Sedangkan pada pendekatan gainful worker, hanya orangorang yang tergolong bekerja yang dikategorikan angkatan kerja. Pendekatan gainful worker dianggap mengandung kelemahan karena tidak dapat menangkap masalah pengangguran. Angkatan kerja (labour force) merupakan economically active population, sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang tergolong non- economically active population. Konsep man power juga menunjuk pada labour force. Ini berbeda dengan penduduk usia kerja, karena tak semua penduduk usia kerja tergolong dalam angkatan kerja. Akan tetapi hanyalah mereka yang dinyatakan sebagai tergolong dalam usia kerja yang diperhatikan apakah tergolong angkatan kerja atau bukan. Penetapan usia kerja sendiri tak lepas dari masalah-masalah. Umpamanya, di suatu masyarakat banyak anak yang tak tergolong usia kerja pada kenyataannya bekerja, sementara mungkin banyak
80 orang yang tergolong umur pensiun masih bekerja. Bagi penetapan usia kerja, yang memerlukan kehati-hatian adalah penetapan batas umur bawah dan batas umur atas seperti halnya yang telah dikemukakan pada uraian tentang konsep angka rasio beban tanggungan. Batas-batas usia kerja dari penduduk warga suatu masyarakat merupakan fungsi dari kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Angkatan Kerja yang belum termanfaatkan secara penuh dapat dibagi dalam kategori- kategori: (1) Penganggur (penganggur terbuka); (2) Jam kerja kurang; (3) tingkat pendapatan rendah meskipun jam kerja cukup; (4) tidak sesuai antara pekerjaan dan pendidikan/keterampilan yang diperoleh; (5) penganggur pasif atau tenaga kerja yang kehilangan harapan Untuk kategori-kategori yang tergolong jam kerja kurang, tingkat pendapatan rendah, dan tidak sesuai antara pekerjaan dan pendidikan/keterampilan sering dipakai istilah-istilah seperti setengah pengangguran, dan pengangguran terselubung. Kategori "jam kerja kurang" disebut juga "visible underemployment" sedangkan kategori-kategori "tingkat pendapatan rendah meskipun jam kerja cukup" dan "tidak sesuai antara pekerjaan dan pendidikan/ keterampilan" disebut "invisible underemployment." Mereka yang tergolong penganggur pasif atau tenaga kerja yang kehilangan harapan merupakan orang-orang yang tidak aktif mencari pekerjaan tetapi mereka akan menerima jika pekerjaan tersedia bagi mereka. Dalam pengertian ini "kesempatan kerja" bukanlah "lapangan pekerjaan yang masih terbuka," walaupun
81 komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja yang ada di waktu yang akan datang. Memang mungkin pada suatu waktu "lapangan pekerjaan yang masih terbuka" cukup banyak, sementara jumlah pencari kerja (penganggur) banyak pula. Hal ini dapat terjadi karena kurang baiknya distribusi "lapangan pekerjaan yang masih terbuka" itu bertalian dengan pola persebaran penduduk, ataupun karena alasan lain seperti faktor keterampilan/keahlian daru para pencari kerja.
82 EKONOMI KERAKYATAN A. Pandangan Ekonomi Dunia Dunia telah beberapa kali mengalami fase signifikan dari mulai Perang Dunia Pertama dan Perang Dunia kedua Dimana ideologi ekonomi barat cukup kental dikenalkan melalui bearagam proses termasuk pada fase kolonialisme di Indonesia. ideologi utama terkait ekonomi yang terbesar adalah pandangan Kapitalisme yang dipopulerkan oleh Adam Smith dan ideologi Sosialisme oleh Karl Heinrich Marx. Paham – paham ini merupakan paham ekonomi yang menjadi dasar lahirnya berbagai pandangan ekonomi di Dunia termasuk Ekonomi Kerakyatan yang dipopulerkan oleh Mohammad Hatta. Adam Smith menyatakan bahwa sistem ekonomi kapitalis merupakan suatu sistem yang dapat membuat
83 sebuah kesejahteraan di dalam masyarakat. Sebab, pemerintah tidak melakukan campur tangan terhadap kebijakan ataupun mekanisme pasar yang ada (Fauziyah, 2024). Dalam Bukunya ‚Wealth of Nation‛ Smith berpandangan bahwa semua orang di dunia seharusnya diberi kebebasan untuk bekerja atau berusaha dalam persaingan yang sempurna tanpa intervensi Pemerintah. Pandangan ini juga disebut sebagai pandangan ekonomi klasik Dimana kata kunci dari pandangan ekonomi ini adalah Pasar Bebas untuk mencapai kesejahteraan. Pandangan Klasik meyakini bahwa Tingkat output dan harga keseimbangan hanya dapat dicapai bila perekonomian berada pada Tingkat kesempatan kerja penuh (full employment) dan keseimbangan dengan Tingkat kesempatan kerja penuh itu hanya dapat dicapai melalui bekerjanya mekanisme pasar secara bebas (Sinaga, et al., 2008). Namun pandangan ini di kritik oleh pandangan Sosialisme yang dikemukakan oleh Karl Marx. Dalam bukunya Das Kapital, Marx menganggap sebagai kebenaran bahwa Perusahaan kapitalis perorangan dan relatif kecil, tidak punya atau sedikit saja yang dapat mengontrol harga – harga produk mereka. Atau bahkan tidak sama sekali. Mereka harus menjualnya di pasar dan hanya akan melahirkan monopoli – monopoli baru oleh korporasi atau pemilik modal yang besar sehingga menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin tinggi (Brewer, 2022). Sedangkan sistem ekonomi sosialis merupakan suatu sistem ekonomi yang dalam pelaksanaannya diatur langsung oleh pihak pemerintah. Di dalam sistem ini, semua kegiatan perekonomian sepenuhnya merupakan tanggung jawab suatu negara atau pemerintah pusat. Oleh sebab itu, sistem
84 ekonomi sosialis sering disebut juga sebagai sistem ekonomi terpusat. Dimana semuanya harus diatur oleh pemerintah dan dikomandokan dari pemerintah pusat. Pihak pemerintah berperan penuh dalam mengawasi semua kegiatan ekonomi (Azizah, 2024). Pandangan Kapitalisme dan Sosialisme tersebut melahirkan berbagai teori dan pendekatan dalam Pembangunan ekonomi Masyarakat seperti Teori Klasik, Teori Neo Klasik, Teori Keynes, Teori Basis Export, Teori Sektor, Teori Pertumbuhan Wilayah, Teori Kumulatif, Teori Aglomerasi, Teori Tempat Sentral serta Teori Growth Pole. Sehingga negara – negara di Dunia mulai membuat sistem ekonomi yang menggunakan beragam teori dan pendekatan menyesuaikan dengan kultur Masyarakat pada negara itu sendiri. Terdapat tiga inti Pembangunan (Todaro & Smith, 2011) yaitu Kecukupan (Sustenance), harga diri (Self Esteem) dan kebebasan (Freedom). Kecukupan yaitu barang dan layanan dasar seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal yang diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia pada Tingkat paling minimum. Harga diri merupakan suatu perasaan berharga yang dinikmati suatu Masyarakat jika sistem dan Lembaga sosial, politik dan ekonominya menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan seperti kehormatan, martabat, integritas dan kemandirian. Sedangkan kebebasan adalah situasi yang menunjukan bahwa suatu Masyarakat memiliki berbagai alternatif untuk memuaskan keinginannya dan setiap orang dapat mengambil pilihan riil sesuai keinginannya. Sedangkan Pembangunan memiliki tiga tujuan (Todaro & Smith, 2011) yaitu :
85 1. Peningkatan ketersediaan dan perluasan distribusi barang – barang kebutuhan hidup yang pokok seperti makanan, tempat tinggal, Kesehatan dan perlindungan. 2. Peningkatan standar hidup yang bukan hanya berupa peningkatan pendapatan tetapi juga ketersediaan lapangan kerja yang lebih banyak, Pendidikan yang lebih baik, serta perhatian lebih besar terhadap nilai – nilai budaya dan kemanusiaan. Secara keseluruhan, hal – hal ini tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan yang bersifat materi (Material Well Being) tetapi juga menumbuhkan harga diri individu dan bangsa. 3. Perluasan pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi individu dan bangsa secara keseluruhan, yang tidak hanya membebaskan mereka dari kungkungan sikap menghamba dan perasaan bergantung kepada orang dan negara – bangsa lain tetapi juga dari berbagai faktor yang menyebabkan kebodohan dan kesengsaraan. Pandangan – pandangan tersebut memberikan insight kepada para founding father Indonesia Dimana telah dirumuskan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang mengatur sistem ekonomi di Indonesia yang juga dikenal dengan Ekonomi Kerakyatan. B. Masalah Ketimpangan Ekonomi Sistem kapitalisme yang tidak didukung dengan pemerataan kemampuan Masyarakat akan menimbulkan masalah – masalah kemiskinan baru seperti ketimpangan pendapatan. Pemilik modal akan cenderung memiliki kesempatan yang lebih baik daripada rakyat yang tidak memiliki modal besar . Para Ekonom biasanya mengukur
86 ketimpangan berdasarkan dua ukuran utama (Todaro & Smith, 2011) yaitu distribusi ukuran pendapatan dan distribusi pendapatan fungsional. Distribusi pendapatan perorangan merupakan distribusi pendapatan berdasarkan kelas ukuran orang – orang, sebagai contoh bagian pendapatan total yang diperoleh dari persentase tertentu orang – orang termiskin atau terkaya- tanpa mempersoalkan sumber pendapatannya. Sedangkan distribusi pendapatan fungsional merupakan pendekatan yang berupaya menjelaskan pangsa pendapatan nasional total yang diterima tiap faktor produksi (lahan, tenaga kerja dan modal). Daripada memandang orang – orang sebagai entitas terpisah, teori distribusi pendapatan fungsional berusaha menemukan persentase yang diterima oleh tenaga kerja secara keseluruhan dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang didistribusikan dalam bentuk uang sewa, bunga dan laba. Beberapa tools pengukuran ketimpangan banyak dikenal seperti Kurva Lorenz dan Koefisien Gini. Kurva Lorenz merupakan suatu grafik yang menggambarkan perbedaan distribusi ukuran pendapatan dari kemerataan sempurna. Sedangkan Koefisien Gini merupakan ukuran numerik agrerat ketimpangan pendapatan yang bekisar dari 0 (kemerataan sempurna) sampai dengan 1 (ketimpangan sempurna). Koefisien Gini diukur secara grafis dengan membagi bidang yang terletak diantara garis pemerataan sempurna dan kurva Lorenz dengan bidang yang terletak di bagian kanan garis pemerataan sempurna dalam diagram Lorenz. Semakin tinggi nilai koefisien semakin tinggi pula Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan, sebalikanya semakin rendah nilai koefisien Gini semakin merata pula distribusi
87 pendapatan. Berikut adalah Perkembangan Gini Ratio Indonesia (Worldbank, 2024) Gambar 1. Grafik Perkembangan Gini Ratio di Indonesia Sumber : World Bank, 2024 Data menunjukan bagaimana perkembangan ketimpangan ekonomi di Indonesia sejak masa ke masa terutama pasca terjadinya modernisasi Dimana proses neoliberalisme semakin besar. Hal ini tentu menjadi tantangan Pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan Ekonomi Kerakyatan dengan berbagai intervensi namun tetap pada koridor jalan Tengah, tidak murni kapitalis atau sosialis. C. Pemikiran Bung Hatta Dan Konsep Ekonomi Kerakyatan Indonesia telah mengalami masa kolonialisme berabad – abad oleh Belanda sebagai blok barat dan Jepang di Akhir penjajahan masa perang dunia kedua. Masa kolonialisme
88 memberikan dampak signifikan terutama terkait tata Kelola pemerintahan yang digunakan. Terjadi penindasan dalam berbagai sektor termasuk sektor ekonomi Dimana Masyarakat Indonesia tidak memiliki hak atas pengelolaan tanah maupun sumber daya alam yang mereka miliki. Kondisi penindasan tersebut dilaksanakan selama berates – ratus Tahun yang kemudian para pemuda Indonesia yang berhasil mengenyam Pendidikan tinggi pada saat itu terpanggil untuk memerdekakan rakyatnya di Indonesia. Mohammad Hatta merupakan salah satu sosok pejuang ekonomu yang memberikan pandangan secara siginifikan terhadap Ekonomi Kerakyatan. Bung Hatta yang juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia dan penggagas Ekonomi Kerakyatan. Mohammad Hatta seorang proklamator yang lahir di Bukittinggi dan menjadi seorang pemikir juga pemimpin ekonomi pada masa nya. ia menempuh Pendidikan di Rotterdam, Belanda, untuk mempelajari ilmu ekonomi di Nederland Handelschogeschool yang saat ini menjadi Erasmus Universiteit. Selain itu, Bung Hatta aktif dalam berbagai organisasi seperti Jong Sumatranen Bond pusat dan di Perhimpunan Hindia atau Indische Vereeniging sebagai bendahara. Dalam masa pergerakan selama di organisasi, Bung Hatta pernah dipenjara di Den Haag pada 23 September 1927 dan baru dibebaskan pada 22 Maret 1928. Bung Hatta kemudian bebas setelah menyampaikan pidato pembelaannya yang dikenal dengan judul Indonesia Free. Pasca bebas, Bung Hatta Kembali ke Indonesia dan sempat beberapa kali ditangkap oleh pemerintah Kolonial karena dianggap radikal karena aktif di organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia bersama Sutan Sjahrir dan
89 diasingkan ke berbagai tempat seperti Boven Digoel di Papua, Banda Naira di Maluku dan di Sukabumi Jawa Barat. Pada tahun 1930 Bung Hatta telah mengemukakan niatnya untuk mengikutsertakan rakyat, dalam Daulat Rakyat (1931), pada artikel yang berisi ekonomi Rakyat dalam Bahaya. Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat Indonesia tidak ditingkatkan, bahkan dipadamkan oleh sistem monopoli. Peristiwa perang dunia kedua dan kondisi rakyat Indonesia membuat Hatta memiliki pemikiran yang konstruktif. Dibalik himpitan pendekatan Kapitalisme berat dan sosialisme pada blok timur saat itu, Bung Hatta percaya bahwa bukan ‚isme – isme‛ bangsa eropa yang akan menolong Indonesia, Tapi pemikiran atau ‚isme‛ yang digali dari kehidupan dan kebudayaan Indonesia sendirilah yang akan melakukannya. Atas dorongan tersebut, Bung Hatta mulai memperkenalkan Ekonomi Kerakyatan Dimana gagasan ini merupakan sebuah jalan Tengah untuk memastikan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia (Zon, 2016). Konsep Ekonomi Kerakyatan merupakan gagasan untuk memerdekakan rakyat Indonesia secara utuh dengan memberikan kekuasaan kepada rakyat untuk mengelola asset – asset yang mereka miliki seperti tanah dan sumber daya Alam. Negara membantu dalam membina rakyat untuk dapat mengoptimalkan dan mendayagunakan asset – asset tersebut, sehingga mereka dapat berdaya dan meningkatkan nilai jual, pendapatan dan daya beli Masyarakat. Secara implementatif, bentuk ekonomi kerakyatan pada saat itu seperti Koperasi, Perkebunan Rakyat, Pertanian Rakyat, Tembakau Rakyat, Tambak Rakyat hingga Pertambangan
90 Rakyat (Meutia, 2021). Ekonomi Rakyat digunakan untuk melakukan Counter terhadap paham – paham kapitalisme barat yang dinilai tidak adil dan menyengsarakan rakyat. Pada Konsep Ekonomi Rakyat, Negara melakukan Intervensi kepada sektor – sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti Kekayaan Alam, Air dan Sumber daya lainnya untuk digunakan sebesar – besarnya untuk kepentingan rakyat. Kesejahteraan Sosial dalam Sidang BPUPKI diusulkan oleh Mohammad Hatta (Ruslina, 2012), sebagai berikut: 1. Orang Indonesia hidup dalam tolong-menolong, 2. Tiap-tiap orang Indonesia berhak mendapat pekerjaan dan mendapat penghidupan yang layak bagi manusia. Pemerintah menanggung dasar hidup minimum bagi seseorang, 3. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama, menurut dasar kolektif, 4. Cabang produksi yang menguasai hidup orang banyak, dikuasai oleh pemerintah, 5. Tanah adalah kepunyaan masyarakat, orang-seorang berhak memakai tanah sebanyak yang perlu baginya sekeluarga, 6. Harta milik orang-seorang tidak boleh menjadi alat penindas orang lain, 7. Fakir dan miskin dipelihara oleh Pemerintah. Cabang produksi yang mengasai hajat hidup orang banyak adalah cabang produksi yang termasuk dalam kategori public utility. (Bakhri, 2013). Tugas negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk itu, negara perlu untuk menguasai