The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Berawal dari tugas wajib sebagai dosen yaitu tridharma perguruan tinggi salah satunya adalah Pengabdian Masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan di 3 sekolah di dua Kabupaten yaitu 2 sekolah di kabaupaten Bireuen dan 1 sekolah di takengon, kegiatan tersebut mengilhami penulisan buku ini. Buku ini ditulis hasil kolaborasi antara satu dosen K3 dan 2 mahasiswa semester 3.

Buku ini menjelaskan tentang pengantar ergonomic pada sekolah. Dimulai dari sejarah ilmu ergonomic di dunia dan Indonesia dan kegunaannya pada lingkungan sekolah. Kemudia buku ini juga menjelaskan terkait dengan antopomteri dan kesesuaian antara stasiun belajar dengan antropometri pada siswa disekolah. Banyak factor yang mempengerauhi prestasi belajar disekolah diantaraya, factor pencahayan dan warna, factor kebisingan, suhu dan getaran yang semua berikat pada ketidaknyamanan pada siswa disaat melakukan aktivitas pembelajaran. Didalam buku ini juga dijelaskan terkait dengan penyakit yang bisa ditimbulkan oleh stasiun belajar yang tidak ergonomic.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-02-16 11:07:35

Pengantar Ergonomi pada Anak Sekolah

Berawal dari tugas wajib sebagai dosen yaitu tridharma perguruan tinggi salah satunya adalah Pengabdian Masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan di 3 sekolah di dua Kabupaten yaitu 2 sekolah di kabaupaten Bireuen dan 1 sekolah di takengon, kegiatan tersebut mengilhami penulisan buku ini. Buku ini ditulis hasil kolaborasi antara satu dosen K3 dan 2 mahasiswa semester 3.

Buku ini menjelaskan tentang pengantar ergonomic pada sekolah. Dimulai dari sejarah ilmu ergonomic di dunia dan Indonesia dan kegunaannya pada lingkungan sekolah. Kemudia buku ini juga menjelaskan terkait dengan antopomteri dan kesesuaian antara stasiun belajar dengan antropometri pada siswa disekolah. Banyak factor yang mempengerauhi prestasi belajar disekolah diantaraya, factor pencahayan dan warna, factor kebisingan, suhu dan getaran yang semua berikat pada ketidaknyamanan pada siswa disaat melakukan aktivitas pembelajaran. Didalam buku ini juga dijelaskan terkait dengan penyakit yang bisa ditimbulkan oleh stasiun belajar yang tidak ergonomic.

91 BAB 5 PENCAHAYAAN DAN WARNA A. Pengaruh Pencahayaan Pada Kesehatan Mata Anak Pencahayaan memegang peranan penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kesehatan mata anak. Berbagai aspek, seperti tingkat intensitas, distribusi cahaya, dan suhu warna, dapat mempengaruhi kenyamanan visual dan performa belajar. Pemahaman mendalam terhadap pengaruh pencahayaan pada kesehatan mata anak menjadi esensial dalam merancang lingkungan belajar yang ergonomis.


92 Bab 5. Pencahayaan dan Warna 1. Intensitas Cahaya dan Kesehatan Mata Intensitas cahaya yang tepat adalah kunci untuk mendukung kesehatan mata anak. Cahaya yang terlalu redup atau terlalu terang dapat menyebabkan ketegangan mata, gangguan fokus, dan bahkan dapat merugikan perkembangan penglihatan. Menurut penelitian (Smith, 2018), intensitas cahaya yang optimal untuk ruang belajar anak usia sekolah berkisar antara 300 hingga 500 lux. Penggunaan sumber cahaya yang sesuai, seperti lampu LED dengan kontrol kecerahan, dapat memberikan fleksibilitas dalam menyesuaikan intensitas cahaya sesuai kebutuhan. 2. Distribusi Cahaya Merata Distribusi cahaya yang merata di seluruh ruangan belajar sangat penting untuk mencegah bayangan yang dapat mengganggu visi anak. Penempatan lampu secara strategis dan penggunaan perangkat pencahayaan tambahan, seperti lampu meja, dapat membantu mencapai distribusi cahaya yang optimal. Hal ini khususnya penting saat anak melakukan aktivitas membaca atau menulis. 3. Suhu Warna Cahaya Suhu warna cahaya, diukur dalam kelvin (K), juga memiliki dampak signifikan pada kenyamanan visual anak. Cahaya berwarna hangat (kisaran 2700-3000 K) umumnya dianggap lebih nyaman untuk kegiatan belajar, sedangkan cahaya berwarna


93 dingin (kisaran 5000-6500 K) dapat meningkatkan kewaspadaan. Pemilihan suhu warna yang tepat dapat membantu menciptakan atmosfer yang kondusif untuk berbagai jenis kegiatan belajar. 4. Perlindungan Mata dari Sinar Biru Sinar biru yang terkandung dalam cahaya, terutama dari perangkat elektronik seperti komputer dan tablet, dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan mata anak. Penggunaan filter anti-sinar biru pada perangkat elektronik atau pemberian istirahat mata secara berkala dapat membantu melindungi mata anak dari efek sinar biru yang berlebihan. 5. Ergonomi Penerangan pada Area Kerja Aspek ergonomi dalam pencahayaan juga perlu diperhatikan, seperti penempatan lampu di atas area kerja untuk menghindari bayangan yang mengganggu. Penerapan prinsip-prinsip ini dapat membantu meningkatkan kenyamanan visual, mengurangi ketegangan mata, dan mengoptimalkan kinerja belajar anak. Pencahayaan yang baik sangat penting untuk kesehatan mata dan kenyamanan belajar anak di sekolah. Pencahayaan yang buruk dapat menyebabkan : 1. Mata lelah Mata bekerja lebih keras untuk melihat dengan jelas pada pencahayaan yang buruk. Ini dapat


94 Bab 5. Pencahayaan dan Warna menyebabkan mata lelah, sakit kepala, dan mengurangi konsentrasi. 2. Mata kering Pencahayaan yang kurang dapat membuat mata kita melebar untuk menyerap sebanyak mungkin cahaya. Ini meningkatkan penguapan air mata alami mata, yang dapat menyebabkan mata kering dan iritasi. 3. Sakit kepala Ketegangan pada mata karena berjuang melihat dalam cahaya redup dapat memicu sakit kepala. Sakit kepala juga bisa disebabkan oleh silau dari pencahayaan yang berlebihan. 4. Gangguan penglihatan Pencahayaan yang buruk secara terus menerus dapat menyebabkan rabun jauh, rabun dekat, dan masalah penglihatan lainnya. Ini terutama berbahaya bagi anak-anak karena mata mereka masih berkembang. Untuk melindungi kesehatan mata dan penglihatan anak, sekolah perlu menyediakan pencahayaan yang cukup dan sesuai standar. Level pencahayaan di kelas harus 300-500 lux. Hindari silau dengan menggunakan lampu dengan penutup dan permukaan yang tidak memantulkan cahaya berlebihan. Jendela juga perlu dilengkapi dengan tirai yang dapat menghalau sinar matahari langsung.


95 B. Psikologi Warna dalam Ruang Belajar Warna Warna memiliki dampak psikologis yang signifikan pada suasana dan kinerja belajar di ruang kelas. Memahami psikologi warna dapat menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan anak. Berikut adalah pembahasan tentang psikologi warna dalam ruang belajar, dengan fokus pada pengaruhnya terhadap psikologi dan kesejahteraan siswa. 1. Warna dan Emosi Warna memiliki kemampuan untuk memicu respon emosional. Dalam konteks ruang belajar, pemilihan warna dapat menciptakan suasana yang mendukung pembelajaran. Misalnya, warna biru sering dikaitkan dengan ketenangan dan fokus, sementara warna kuning dapat merangsang kreativitas dan energi. Penggunaan kombinasi warna yang cerdas dapat merangsang berbagai respon emosional yang positif. 2. Pengaruh Psikologis Warna pada Konsentrasi dan Fokus Pemilihan warna yang tepat dapat membantu meningkatkan konsentrasi dan fokus siswa. Warnawarna yang lembut dan tenang, seperti hijau dan biru, dapat menciptakan atmosfer yang mendukung pemahaman dan retensi informasi. Sebaliknya, warna yang terlalu terang atau mencolok dapat mengalihkan perhatian dan mengurangi tingkat konsentrasi.


96 Bab 5. Pencahayaan dan Warna 3. Konsep Ruang dan Ukuran dengan Warna Penggunaan warna juga dapat memengaruhi persepsi ruang dan ukuran. Warna-warna terang dapat memberikan kesan ruangan yang lebih luas, sementara warna gelap dapat memberikan kesan kehangatan dan kenyamanan. Pemilihan warna yang tepat dapat digunakan untuk mencapai tujuan desain interior yang mendukung kebutuhan belajar dan menciptakan lingkungan yang sesuai. 4. Identitas dan Budaya Sekolah melalui Warna Warna juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan identitas dan budaya sekolah. Pemilihan warna yang konsisten dengan nilai-nilai dan tujuan pendidikan dapat menciptakan rasa kebanggaan dan keterikatan siswa terhadap lingkungan belajar mereka. 5. Peran Warna dalam Membentuk Perilaku Belajar Psikologi warna juga dapat memengaruhi perilaku belajar siswa. Warna-warna tertentu dapat merangsang kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi antar siswa. Pemilihan warna yang sesuai dapat menciptakan suasana yang positif dan mendorong partisipasi aktif dalam proses pembelajaran. 6. Pengaruh Warna Terhadap Motivasi Warna juga dapat memengaruhi tingkat motivasi siswa. Warna-warna


97 cerah dan positif dapat meningkatkan semangat belajar dan motivasi untuk menyelesaikan tugas. Pemilihan warna yang tepat dapat menjadi faktor pendukung untuk menciptakan pengalaman belajar yang positif dan memotivasi. 7. Warna di kelas dan sekolah dapat memengaruhi psikologi dan kinerja belajar anak. Beberapa pengaruh warna adalah : 1. Merah, kuning, dan oranye membangkitkan semangat dan energi. Baik digunakan dalam jumlah kecil untuk membangkitkan motivasi. 2. Biru dan hijau menenangkan. Cocok digunakan pada dinding untuk menenangkan pikiran. 3. Ungu dan violet membantu konsentrasi dan kreativitas. Baik untuk area belajar dan berpikir. 4. Abu-abu, coklat, dan hitam dapat terlihat suram. Gunakan hanya untuk aksen. 5. Terang dan gelap kontras secara berlebihan dapat mengganggu mata. Usahakan pencahayaan dan warna seragam di seluruh ruang. 6. Pola dan motif rumit pada lantai dan langit-langit bisa mengganggu konsentrasi.


98 Bab 5. Pencahayaan dan Warna 7. Lebih baik gunakan warna solid dengan aksen sederhana. Dengan pemilihan warna yang tepat, suasana kelas dapat terasa lebih positif dan kondusif untuk belajar. Psikologi warna perlu dipertimbangkan dalam desain interior maupun eksterior sekolah. C. Ergonomi Pencahayaan dan Warna di Sekolah Pengaturan pencahayaan dan warna di lingkungan sekolah memegang peran penting dalam menciptakan kondisi belajar yang optimal dan mendukung kesejahteraan siswa. Berikut adalah beberapa rekomendasi untuk peningkatan ergonomi pada aspek pencahayaan dan warna di sekolah. 1. Pencahayaan a. Penyesuaian Intensitas Cahaya: Sediakan sistem pencahayaan yang dapat diatur sesuai kebutuhan. Fasilitas pencahayaan yang dapat diubah intensitasnya dapat disesuaikan dengan aktivitas belajar yang berbeda, seperti kegiatan kelompok atau membaca. b. Pemanfaatan Cahaya Alami: Manfaatkan cahaya alami seoptimal mungkin. Desain ruang kelas yang memaksimalkan masuknya cahaya matahari dapat


99 mengurangi ketergantungan pada pencahayaan buatan dan memberikan efek positif pada kesejahteraan siswa. c. Penempatan Sumber Cahaya: Letakkan sumber cahaya secara strategis untuk menghindari bayangan yang mengganggu. Penempatan yang tepat dapat memastikan bahwa seluruh area ruang kelas mendapatkan pencahayaan yang merata, mendukung fokus siswa. d. Warna Dinding dan Permukaan: Pilih warna dinding dan permukaan yang dapat memantulkan cahaya dengan baik. Warna-warna cerah seperti putih atau krem dapat membantu memantulkan cahaya, menciptakan ruang yang lebih terang. e. Penggunaan Lampu LED: Pertimbangkan penggunaan lampu LED yang ramah lingkungan dan hemat energi. Lampu LED menghasilkan cahaya yang hampir mendekati spektrum cahaya alami dan memiliki umur yang lebih lama. 2. Warna a. Pemilihan Warna dengan Perhatian pada Fungsi Ruang: Pilih warna yang sesuai dengan fungsi ruang. Misalnya, warna-warna tenang seperti biru atau hijau dapat digunakan di area belajar, sementara


100 Bab 5. Pencahayaan dan Warna warna yang lebih cerah seperti kuning atau oranye dapat digunakan di area kreativitas. b. Kombinasi Warna yang Harmonis: Gunakan kombinasi warna yang harmonis untuk menghindari kelelahan mata. Kontras yang berlebihan antara dinding, lantai, dan furnitur dapat menciptakan ketegangan visual yang dapat mengganggu kenyamanan belajar. c. Pertimbangkan Budaya Sekolah: Pemilihan warna juga harus mempertimbangkan budaya dan identitas sekolah. Warna-warna yang mencerminkan semangat dan nilai- nilai sekolah dapat meningkatkan rasa kebanggaan siswa terhadap lingkungan belajar mereka. d. Inovasi Teknologi Warna: Pemakaian teknologi warna yang inovatif dapat digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar. Misalnya, penggunaan papan tulis interaktif dengan warnawarna yang menarik dapat meningkatkan keterlibatan siswa.


101 D. Penerapan Ergonomi Pencahayaan dan warna di Sekolah Beberapa rekomendasi lain juga untuk meningkatkan kenyamanan dan ergonomi pencahayaan serta warna di sekolah : 1. Gunakan lampu LED berwarna putih dengan correlated color temperature (CCT) 3500-4000K untuk pencahayaan ruang kelas. Ini menghasilkan cahaya putih alami yang nyaman untuk mata. 2. Atur layout lampu secara seragam dan hindari bayangan tajam serta silau. Letakkan lampu di antara rak buku untuk pencahayaan tidak langsung yang lembut. 3. Manfaatkan cahaya alami dengan jendela besar. Pasang tirai tebal untuk menghalau silau matahari langsung jika perlu. 4. Gunakan skema warna tenang seperti biru, hijau, dan ungu muda pada dinding untuk efek menenangkan. Aksen warna cerah bisa ditambahkan untuk membangkitkan mood. 5. Hindari pola dan motif berlebihan pada lantai dan furniture yang bisa mengganggu konsentrasi.


102 Bab 5. Pencahayaan dan Warna 6. Lukis ulang dinding setiap 2 tahun sekali karena cat memudar dan kotor dapat mempengaruhi pencahayaan. Juga bersihkan lampu dan jendela secara rutin. 7. Tanam pohon dan tanaman di sekitar bangunan sekolah untuk nuansa asri, udara segar, dan kenyamanan termal yang lebih baik. 8. Evaluasi tingkat pencahayaan dan ergonomi warna di berbagai ruang setiap tahun untuk perbaikan berkelanjutan. Libatkan psikolog, arsitek, dan ahli kesehatan jika perlu. Beberapa rekomendasi dapat meningkatkan ergonomi pencahayaan dan penggunaan warna yang tepat di sekolah untuk kenyamanan dan kesehatan penglihatan siswa. Pemilihan desain interior yang mempertimbangkan aspek psikologis akan menciptakan suasana belajar yang lebih kondusif.


103 REFERENSI Birren, F. (2006). Color Psychology and Color Therapy: A Factual Study of the Influence of Color on Human Life. Citadel. Boyce, P. R., Hunter, C. M., & Howlett, O. (2003). The Benefits of Daylight through Windows. Troy, NY: Rensselaer Polytechnic Institute. Brown, A., & Jones, C. (2019). "Ergonomic Design in School Furniture: A Comprehensive Review." International Journal of Applied Ergonomics, 41, 112-125. Chen, L., & Wang, G. (2020). "Effects of Classroom Environmental Factors on Students' Learning Performance: A Literature Review." Frontiers in Psychology, 11, 160. Dul, J., & Weerdmeester, B. (2015). Ergonomics for Beginners: A Quick Reference Guide. CRC Press. Fisher, K., Hirsh-Pasek, K., Golinkoff, R. M., Singer, D. G., & Berk, L. (2011). Playing to Learn: The Role of Play in the Early Years. Routledge. Grandjean, E. (1980). Ergonomics in Computerized Offices. Taylor & Francis.


104 Bab 5. Pencahayaan dan Warna Green, T., & Harris, J. (2016). "Assessing the Impact of Classroom Design on Pupils' Learning: A Literature Review." Sage Open, 6(1). Hartig, T., Evans, G. W., Jamner, L. D., Davis, D. S., & Gärling, T. (2003). Tracking Restoration in Natural and Urban Field Settings. Journal of Environmental Psychology, 23(2), 109- 123. Hattie, J. (2009). Visible Learning: A Synthesis of Over 800 MetaAnalyses Relating to Achievement. Routledge. Hedge, A. (2008). Human Factors and Ergonomics in Consumer Product Design: Methods and Techniques. CRC Press. Heschong, L., Wright, R. L., & Okura, S. (2002). Daylighting impacts on human performance in school. Journal of the Illuminating Engineering Society, 31(2), 101– 114. Jonassen, D. H. (2000). Computers as Mindtools for Schools: Engaging Critical Thinking.Prentice Hall. Johnson, M., & Davis, R. (2017). Postural Discomfort and Behavioral Concentration in Students. Journal of School Health, 87(3), 109-117. Knez, I. (2014). Effects of Colour of Light on Nonvisual Psychological Processes. Journal of Environmental Psychology, 38, 158-164.


105 Kwallek, N., Lewis, C. M., & Robbins, A. S. (1988). Effects of office interior color on workers’ mood and productivity. Perceptual and Motor Skills, 66(1), 123–128. Lippman, P. C., & Rivers, J. M. (1998). The Role of Architecture in Human Memory: A Study of Two Museums. Environment and Behavior, 30(3), 427-451. Molenbroek, J. F. M., & Hale, A. R. (1997). Office Ergonomics: Practical Applications. CRC Press. Moore, G. T., & Lackney, J. A. (1994). School Design: A Two-Tiered Study Examining the Relationship Between School Building Conditions and Student Achievement. The American Institute of Architects Press. Panero, J., & Zelnik, M. (1979). Human Dimension & Interior Space: A Source Book of Design Reference Standards. Watson-Guptill. Pheasant, S. (1996). Bodyspace: Anthropometry, Ergonomics and the Design of Work. CRC Press. Smith, M. J., & Cohen, H. H. (1973). Designing for People: The Ergonomics of Human Factors. Tavistock Publications. Woolley, S. M. (2014). Handbook of Human Centric Visualization. Springer.


106 Bab 5. Pencahayaan dan Warna Smith, J. (2018). Lighting for Schools: A Guide for DecisionMakers. Educational Collaborative for International Schools. Smith, J. (2018). "The Impact of Ergonomics on Learning in Educational Environments." Journal of Educational Ergonomics, 12(2), 45-58. Steele, J. R. (2002). The Impact of Classroom Environment on Student Learning. The Clearing House, 75(6), 284-287. Tanner, K. D. (2013). Structure Matters: Twenty-One Teaching Strategies to Promote Student Engagement and Cultivate Classroom Equity. CBE—Life Sciences Education, 12(3), 322-331. Weinstein, C. E., & Mayer, R. E. (1986). The T 19eaching of Learning Strategies. Handbook of Research on Teaching, 315-327.


107 BAB 6 PENYAKIT AKIBAT TIDAK ERGONOMI A. Latar Belakang Setiap waktu murid Sekolah menghabiskan waktunya untuk belajar hingga pelajaran diterima dalam ruang kelas. Para murid memakai meja beserta kursi untuk menulis, membaca materi yang diberikan guru. Agar membantu murid agar pelajaran diterima dengan maksimal dibutuhkan meja serta kursi yang ergonomis. Ergonomi ialah Ilmu, seni serta penerapan tekhnologi yang berfungsi menyesuaikan ataupun menseimbangkan antara semua fasilitasi yang dipakai baikpun itu sedang melakukan kegiatan ataupun rehat


108 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi dengan kesanggupan dan kekurangan insan manusia dari segi fisikal ataupun mentalitas hingga kehidupan yang berkualitas sepenuhnya jadi lebih baik. Ergonomi bisa jadi pilar kesehatan serta jadi sebuah indikator kesejahteraan. Perbaharuan ergonomi penting dilaksanakan sebagai sebuah daya usaha cegah pada penyakit yang bernama CTDs (Cumulative Trauma Disorders) sebab dari resiko gestur beban, frekuensi, janggal serta waktu yang berasal dari pekerjaan, contohnya sakit tengkuk, sakit pinggang area bawah ataupun low back pain, kesemutan di jari telunjuk, pada area jari yang tengah dan area jari yang manis dan diikuti sakit panas kketika malam, tingkah laku lemas dan sakit ketika tangan bergerak serta diketahui bernama Carpal Tunnel Syndrome. Penyakit akibat tidak ergonomi pada anak sekolah ialah gangguan kesehatan diderita seseorang karena kebiasaan atau terkena bakteri tak kasat mata di sekolah. terdapat bermacam penyakit dan sebabnya. Masing-masing mempunyai penyebab yang berbeda-beda. Penyakit disebabkan belajar perlu kita ketahui, karena kebanyakan orang lalai ketika keluhan yang dialami merupakan akibat karena harian rutinitas anak yaitu salah satunya pegal di punggung bagian bawah. Sakit di punggung area bawah ataupun disebut low back pain (LBP) merupakan sebuah akibat muskuloskeletal


109 karena ergonomi yang salah. LBP diartikan sebagai nyeri/sakit yang terlokal dengan ukuran Costae atau lipatan di gluteaus inferior dan telah berlangsung lama atau melebihi satu hari. Dan diiringi dengan nyeri pada kaki ataupun tak berasa namun bukan rasa sakit yang berkait dengan mens atau kehamilan (Fuji., 2019). Nyeri/pegal pada area punggung bagian bawah merupakan sebab utama dari cacat yang memengaruhi ketika bekerja dan kesejahteraan. Keluhan nyeri/ pada area punggung bagian bawah bisa terjadi terhadap semua orang, baik gender, umur, ras, pendidikan dan pekerjaan. Nyeri/pegal pada area punggung bagian bawah merupakan status yang sering kali membawa orang sakit untuk berobat ke negara maju. Penelitian di Italia mengatakan nyeri pada area punggung bagian bawah berkisar 32 persen pada umur diatas 65 tahun dan 36 persen pada dewasa umur 70 hingga 79 tahun menurut study of community-dwelling. Sedangkan penyakit muskuloskeletal di umur diatas 60 tahun pada negara berkembang dikatakan berkisar 18 persen hingga 29 persen tiap bulan. Nyeri/pegal di area punggung bagian bawah tak terjadi pada usia dewasa saja, namun juga bisa terjadi di usia muda. Data mengatakan jika anak masih sekolah yang konsultasi ke dokter atas keluhan nyeri/pegal pada punggung bagian bawah sebanyak 24.5 persen (Ben, 2019).


110 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi Berlandaskan pada penelitian Danish, frekuensi nyeri/pegal di area punggung bagian bawah pada 546 anak usia masih sekolah dijumpai sebanyak 51.3 persen dengan rentang pada umur 14-17 tahun (Ben, 2019). Penelitian di Iran, dikatakan sebanyak 35.3 persen anak usia masih sekolah 12-14 tahun alami nyeri/pegal pada punggung bagian bawah. Pada ergonomi, ukuran tubuh merupakan hal yang penting, contohnya cara manusia ketika duduk hari-hari dengan waktu yang lama. Fungsi pertama dari desain ergonomic sebagai kursi (tempat duduk) dan meja ialah menghasilkan sedemikian rupa tempat duduk dan meja belajar, hingga dapat menopang bentuk punggung yang tulangnya fisiologis, ketika begitu maka harapan otot bekerja tak harus bergerak dengan berlebihan. Penerapan alat belajar kursi dan meja yang ergonomis bisa cegah lebih dini datangnya bermacam gangguan kesehatan murid di saat dewasa mereka nanti dan membentuk gestur tubuh yang baik, mengurangi lelah, lebih konsentrasi hingga akhirnya dapat membuat sumber daya manusia untuk lebih berkualitas dan meningkat baik itu derajat kesehatan maupun peningkatan segi kemampuan/konsentrasi ketika belajar.


111 B. Ergonomic Dampak Ergonomic di lokasi kerja baik itu gerakan ber ulang, saat bekerja yang tak nyaman, mengangkat barang yang berat lama lambatnya akan menciptakan keluhan sakit otot (myalgia), sakit punggung (low back pain) hingga cedera pada sistem otot dan rangka. Sistem bekerja yang tak baik berhubungan dengan bidang Ergonomi, bisa mengakibatkan ketidak efisienannya dalam produksi dan dapat berpotensi menciptakan gangguan kesehatan dan ketidaknyamanannya pekerja serta bisa menggakibatkan perusahaan rugi secara ekonomi. Gangguan pada kesehatan akibat dari pajanan Ergonomi di lokasi kerja seperti : 1. Datangnya kelelahan dalam bekerja 2. Datangnya penyakit akibat bekerja 3. Datangnya kecelakaan dalam bekerja Terapan ergonomic di lokasi kerja bisa dilakukan dengan cara melakukan identifikasi pada proses kerja dan lokasi kerja. Dampak ergonomic bisa memberi manfaat untuk kesehatan serta keselamatan para pekerja hingga dapat memberikan dampak dan manfaat lain yaitu : 1. Meminimalkannya usaha dalam bekerja 2. Menguranginya terjadi kerusakan pada alatdalam bekerja 3. Meningkatkannya produktivitas dalam bekerja


112 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi Di lokasi bekerja yang sudah didesain dengan baik, pastinyanya pekerja dapat menaikkan produksi yang lebih banyak dengan cara usaha yang maksimal dan penekanan terhadap risiko pada kesehatan serta keselamatan pekerja. Manfaat ergonomic bisa di dapatkan melalui : 1. Para pekerja pribumi yang sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan kerja 2. Analisis proses pekerja perorang 3. Nilai dari kapasitas dan kemampuan pekerja saat bekerja 4. Menyesuaikan tugas fisik dan mental pekerja yang dituntut dengan merancang lokasi kerja yang baik 5. Menaikkan sistem organisasi secara keseluruhan Posisi duduk Ergonomis bisa dilaksanakan dengan beberapa cara berikut : 1. Posisi badan jangan menunduk 2. Posisi Duduk jangan terlalu lama 3. Pakailah tempat duduk/kursi yang simetris 4. Dapatkan ruang gerak yang cukup 5. Kursi lebarnya harusnya lebih lebar dari pinggul 6. Kursi harusnya pendek dari lutut 7. Gunakan tempat duduk yang ada sandaran punggungnya 8. Gunakan meja yang ada sandaran tangan setinggi siku nya.


113 C. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi Sakit karena bekerja adalah semua sakit yang ditimbulkan karena pekerjaan atau lingkungan pekerjaan. Sakit ini biasanya timbul karena di akibatkan oleh adanya pekerjaan. makanya acap kali diberi nama penyakit buatan insan manusia (Manmade disease). Ada 3 pengertian yang biasa dipakai untuk mendeskripsikan sakit akibat bekerja yakni sakit datangnya karena adanya hubungan kerja, sakit yang datangnya karena kerja ataupun lingkungan kerja, dan sakit karena kerja. Ke tiga istilah ini mempunyai arti yang sama saja dan mempunyai hukum serta aturan undangundang sehingga jadi landasan. sakit karena bekerja ialah sakit yang datangnya dari kerja itu sendiri ataupun lingkungan kerja (Sumamur, 2009). Penyakit yang memiliki sebab yang spesifik ataupun alasan yang kuat dengan pekerjan, umumnya terdiri pada 1 unsur sebab dan telah diakui. 1. Sakit atau sakit dan bersangkutan pada kerja (work related disease) sakit yang memiliki bermacam unsur, Dimana peran faktor kerja bersamaan faktor resiko lain dalam mengembangnya suatu sakit dan memiliki etiology nan komplek. 2. Sakit yang berkenaan dengan penyebaran/populasi bekerja (disease affecting working populations)


114 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi Sakit yang ada di banyaknya kerja tanpa ada sebab pada lokasi kerja. Tapi, bisa diberatkan karena situasi kerja yang berbahaya pada kesehatan. Penyebab sakit akibat tidak ergonomi dibedakan menjadi 5, yaitu : 1. Fisik a. Bunyi bisa membuat tak bisa mendengar. paparan dari cahaya Ro ataupun Cahaya radioaktif yang mengakibatkan seperti sakit susunan didarah dan kelainannya pada jangat/kulit. Radiation dari Cahaya infra merah dapat menyebabkan katarak di mata, dan sinar ultraviolet jadi penyebab conjungtivitas photo electrica. Suhu yang tinggi sebabkan Heat cramps atau Hyperpyrexia, Heat stroke sedang keadaan udara rendah seperti timbulkan Frosbite. b. Begitu tinggimya tekanan sebabkan Caisson disease. Pencahayaan yang tidak bagus atau tidak baik contohnya sebabkan kelainan pada indera mata ataupun silau dan membuat terjadinya kecelakaan lebih mudah. 2. kimiawi a. Debu sebabkan Pnemokoniosis, antara lain : Asbestosis, Silikosis b. Uap antara lain sebabkan mentalitas (Fume fever dermatitiss), ataupun teracun. c. Larutan sebabkan Dermatitis. d. Awan ataupun kabut, contohnya racun dari serangga


115 (Insecticides), racun dari jamur dapat menyebabkan keracunan. 3. Infeksi, contohnya karena benih sakit Anthrax ataupun Brucella dengan buruh penyamak jangat/kulit. 4. Fisiologic, sebabkan karena salahnya construksi alat, posisi tubuh tidak bagus, sebuah kiat dalam bekerja dan lainnya dan semua itu memunculkan Lelah pada fisikal, hingga lama kelamaan merubah fisik dari tubuh para buruh. 5. Mentalitas Psikologic, bisa dilihat contohnya di antara pekerjaan yang tidak baik, ataupun contohnya situasi bosan akibat monoton. Sebab dari penyakit karena bekerja itu bisa kerja secara mandiri ataupun dengan sinergis. Pencegahan terhadap sakit karena kerja diawal mungkin merupakan kebijakan paling penting. Seperti pencegahan pada kecelakaan kerja, maka pencegahan sakit karena kerja dibutuhkan peraturan perundangan, pengawasan, standarisasi, penelitian, penyuluhan, pelatihan, pendidikan dan semua segi kehidupan. Pencegahan memiliki 2 aspek yakni administratif dan tekhnis yakni penerapan nyata didalam lapangan terhadap para pekerja dan lingkung bekerja. Menurut tekhnis kegiatan mencegah adalah penginformasian resiko berbahaya kerjaan dan lingkung pekerjaan untuk kesehatan serta ukuran, dan usaha serta


116 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi evaluasi pengendalian, pengecekan kesehatan sebelumnya bekerja, penungasan, berjangka dan khusus, subsitusion barang karena kurangnya dampak negatifnya pada tenaga buruh, isolasion operation / alur producsi yang sangat bahaya, dan penggunaan mesin/alat protecttion. Sehingga seorang pekerja posisinya sesuai sebaik-baiknya, artinya bahwa bersangkutan dengan terjamin keadaan kesehatannya dan produktivitasnya dari kerja secara maksimal, maka penting adanya kesetaraan yang baik dan construktif antar unsur dari bebannya bekerja, keadaan situasi dalam bekerja dan capacity dalam bekerja. Terdiri lima faktor penyebab beban tambahan, yaitu : 1. Fisik, yakni meliputi tentang situasi fisikal seseorang layaknya gedung, ataupun volum dari udara/ kapita, ataupun luasnya ruangan kerja, dan hal lain yang memiliki sifat fisikis contohnya temperatur dari suhu, kelembaban dari angin, cahaya penerangan, tekanan dari udara, serta kelekasan dari udara, juga bisingnya, kemudian vibration mekanic, serta radiation. 2. Kimia, yakni seluruh zat kimiawi yang organis maupun anorganis dan tak lain yaitu bentuk fisik itu adalah salah satu dari seperti wujud Gas, Debu/abu, Uapan, Fume, kabut dari asap, awan, zat cair dan zat padat. 3. Biologis, yakni seluruh makhluk terdiri jenis hewan hingga jenis tumbuhan, mulai yang sederhana yang ber


117 sel tunggal hingga yang tinggi pada tingkatannya. 4. Fisiologic/ergonomic, yakni hubungan antar pekerjaaan insan dengan lingkung kerja layaknya sejenis konstruksion dari machine nan diselerasikan menurut suatu manfaat dari Indra penglihatan, dengan fostur dan dengan kiat bekerja nya menimbangkan oleh faktor dari antropometric. 5. Mentals dan psikologic, yakni reaktion mentalitas dan jiwa dalam keadaan bekerja, hubung antar seorang wira usaha dan seorang buruh bekerja, dari procedural dari organisation dalam pelaksana kerja. Unsur yang perlu pada kapasitas fisikal para kerja dilihat pada pen dekatan gerakan gestur body meliputi hal berikut : 1. Kekuatan dari otot /strength Kekuatan ada di dalam body, antaranya adalah kesanggupan kekuatan otot dalam mencapai sebuah kontraktion berguna membangunkan sebuah arus kepada sebuah penghambatan. Kontraktion dari otot pada ketika melaksanakan suatu penahanan atau suatu uji coba kekuatan, dibagi jadi 3 kategori, yakni contraksi Isotonik, contraksi Isokinetik, contraksi Isometrik. Kekuatan dari otot kaki, hingga dengkul hingga otot pantat juga kuat dalam memertahankan untuk keserasian suatu body ketika ada sebuah gaya.


118 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi Kesanggupan otot itu berkaitan secara terus pada mampunya otot dalam perlawanan sebuah gravitasi dan gaya luar lain dengan terus yang memengaruhi situasi pada body. 2. Daya Tahan (endurance) Kekuatan Tahanan sebuah otot merujuk ketika mampunyai body berlansung menerus memakai kekuatan dari kekuatan serta bertahan dari contraksi yang ber ulang dalam masa tertentu. Kekuatan tahanan dari otot sangatlah perlu melewati sebuah uji coba fisikal hingga mendapat tugas yang susah me mungkinkan dari otot dalam waktu durasi amat lama tampa alami lelah nan amat berat. 3. Kelenturan (Flexibility) Kelenturan ataupun Fleksibilitas mengacu dengan bermacam pergerakan di suatu sendi dan panjangnya dari otot nan melewati sautu persendian. Fleksibilitasi body sangatlah bermacam, terutama pada sebuah beda Panjangnya dari kekuatan di multi sendi. Fleksibilitasi di berbagai persendian juga bisa ditingkatkan hingga ke posisi tertentu dengan sebuah uji coba. Hilangnya sebuah fleksibilitasi juga bisa jadi suatu sebab sebuah predis posisi pada masalah keadaan fisikis, layaknya syndrome sakit ataupun keseimbangan terganngu dari tubuh Ketika melaksanakan kegiatan. Secara Anatomi


119 ada berapa bidang yang butuh pada kelenturan adalah, yaitu: a. Joints Sendi di dalam tubuh manusia itu dikelilingi oleh sebuah membran sinovial dan sebuah tulang rawan yang bernama artikular. Elastisitas sebuah otot rentang sendi mobilitas sangatlah dibutuhkan dalam suatu layanan pekerjaan tertentu. b. Aerolar Tissue Jaringan (areolara permable) yang secara luas telah didistribusikan ke dalam seluruh tubuh, Jaringan ini juga berfungsi sebagai pengikat umum untuk seluruh jaringan yang lain dan harus dipelihara dengan melalui sebuah latihan fisik. c. Muscle tissue Jaringan dari otot terbuat daris sebuah bahan yang elastis. Jaringan ini juga diatur dalam bundel dari serat paralel. d. Stretch Reseptor Reseptor atau peregangan mempunyai dua bagian, yakni ada tendon Golgi dan sel Spindle. golgi tendon reseptor yang letaknya di ujung serat otot dan menyampaikan pesan kepada otot untuk melakukan relaksasi. Dan di sisi lain Sel Spindle, letaknya di pusat


120 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi pada otot. Menyampaikan pesan kepada otot untuk melakukan kontraksi e. Stretching Fleksibilitas harus ditingkatkan dengan melalui peregangan. Peregangan pun hanya bisa dimulai ketika keadaan otot hangat atau suhu dari tubuh dibangkitkan. Agar lebih efektif saat melakukan peregangan, Gaya yang setidaknya diterapkan pada tubuh setidaknya sekitar sepuluh detik, namun, diadakan jika terlalu lama, otot bisa menjadi agak longgar dan melar. f. Dynamic Fleksibilitas Dinamis diklarifikasi sebagai kemampuan untuk menuntaskan bermacam gerakkan sebuah sendi. Hal seperti ini juga dapat mengontrol sebuah gerakan dan dengan meningkat kecepatan ketika peregangan di bagian tubuh. Bentuk peregangan ini menyiapkan tubuh untuk aktivitas fisikal dan kinerja olahraga. Dinamis menaikkan peregangan sekitar gerakan, aliran suatu darah dan Oksigen menuju jaringan lunak sebelum tenaga. g. Static active Statis atau peregangan aktif dengan memegang posisi dipanjangin hanya dengan kekuatan dari otot, misalnya menahan kaki ke depan, ke samping, atau ke belakang.


121 h. Ballistic Balistik atau peregangan terpisah, dari semua jenis yang lain dari sebuah peregangan. Kinerja yang aktual gerakan dari balistik untuk mencegah perpanjangan sebuah jaringan. Gerakan ini harusnya dilakukan hanya ketika posisi tubuh kita sangat hangat sebab jika tidak, bisa mengakibatkan cedera. i. Limits of Flexibility Semua individu itu dilahirkan dengan gerak rentang yang tertentu untuk seluruh sendi di dalam tubuh. j. Internal factors of flexibility Tuntutan sebuah gerakan meliputi dari ketahanan, dari kekuatan serta jangkauan gerak. Secara internal, sendi, dan otot, serta tendon hingga ligamen bisa mempengaruhi fleksibilitas seseorang. k. External factors of Flexibility Faktor external ialah datang dari luar, misalnya seperti usia, perilaku, cuaca dan juga bisa memengaruhi dari fleksibilitas. Jaringan umum serta perubahan dari kolagen dengan usia mempengaruhi individu. l. Sign of Injury Peregangan jika dilakukan terlalu lama dan terlalu banyak bisa membuat untuk kita jadi cedera. Setiap sebuah gerakan yang tiba-tiba ataupun terlalu cepat bisa menyebabkan otot terlalu kencang, hal seperti ini


122 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi menyebabkan rasa sangat sakit yang hebat. Maka dari itu, biarkan otot harus dalam keadaan rileks. 4. Keseimbangan pada Tubuh (Balance) Keseimbangan ialah hasil sejumlah system tubuh bekerja sama, telinga atau sistem vestibular, , mata atau sistem visual hingga rasa tubuh dalam ruang / proprioception idealnya itu harus utuh. Keseimbangan juga dapat digambarkan denan suatu kemampuan dalam mempelihara dan mempertahankan dari pusat massa (g), dalam bidang tumpu topangan anggota tubuh. Keseimbangan dari tubuh sangatlah komplek yang disertai system interaksi, dan saling berhubung dengan sempurna hingga secara otomatis mengkoordinasi masukan serta lingkungan (system saraf pusat untuk mengciptakan suatu keluaran sebuah gerak vertikal). Kendali yang postural dihubung dengan keseimbangan dalam gaya dinamis. Penelitian ini juga memakai desain study Cross Sectional, melalui variabel dependen merupakan keluhan gangguan dari muskuloskeletal dan dari variabel independen merupakan faktor resiko perseorangan, juga pekerjaan, lingkungan pekerjaaan, dan peralatan pekerjaan. Penelitian ini dilakuksan pada bulan November hingga Desember 2023 pada anak-anak usia sekolah. Dengan total semua responden yang didapati


123 dari seluruh populasi sekitar 150 anak-anak usia masih sekolah sehingga total seluruh sampel yang didapatkan dari perhitungannya menggunakan rumus dari slovin ialah 50 responden. Gambar 1. Original Nordic Musculoskeletal Questionnaire Sumber : (Ramdan, Duma and Setyowati, 2019) Dari hasil analisia menggunakan dengan program Statistical Package for Social Science (SPSS) yang versi 20, didapatkanlah distribusi anak-anak usia masih sekolah yang alami keluhan dari gangguan mudah lelah sebanyak 84,7


124 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi persen dan yang tak alami keluhan sebanyak 15,3 persen. Keluhan masalah kronik paling banyak dirasakan pada tubuh bagian punggung bawah 60,2%, bahu 52%, dan leher 41,8%. D. Gejala Penyakit yang timbul 1. Mudah lelah Kemungkinan sebab tubuh yang lekas lelah ialah posisi saat duduk yang tidak ergonomis. Sehingga anakanak umur sekolah bisa istirahat sebentar seperti melakukan pemasanasan, berdiri dari tempak duduk, dan mengubah posisi saat duduk menjadi posisi yang ergonomis. 2. Meningkatkan risiko diabetes dan penyakit jantung Tak hanya mudah lelah saja, posisi saat duduk yang tak ergonomis bisa meningkatkan resiko terkena penyakit diabetes (gula) dan sebuah penyakit jantung. Dikarenakan menurunnya efektivitas regulasi dari gula darah didalam tubuh. Tak hanya itu, duduk dengan cara gestur yang tak ergonomis bisa meningkatkan tekanan dari darah menjadi tinggi terkhususnya pada bagian dari tungkai atas. Menurunnya laju dari aliran darah serta kadar oksigen di pembuluh darah lah yang mengakibatkan tekanan dalam darah menjadi sangat tinggi. kalau hal ini terus-menerus dibiarkan, maka ini


125 dapat beresiko seseorang alami gangguan di organ jantung. 3. Permasalahan sendi dan tulang Permasalahan inilah yang sangat sering terjadi. Duduk dalam keadaan postur yang tidak ergonomis bisa mengakibatkan masalah, contohnya pegal dan sakit pada leher, dibahu, dilengan, dipunggung, dipinggang, otot ditulang dan di jari-jari. Ini terjadi sebab adanya kelainan di spine ataupun diruas tulang belakang yang berguna penyangga tubuh akibat dari postur tubuh yang tak sesuai. Selain itu, kekurangan oksigen ketika posisi tak ergonomis bisa membuat kita menjadi cepat sakit/pegal. 4. Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) Ialah suatu gangguan muskuloskeletal sebab dari ergonomi yang salah. Sakit/nyeri punggung bagian bawah diartikan sebagai sakit/nyeri yang terlokalisasi antar batas Costae serta lipatan Gluteaus Inferior yang berlangsung dalam waktu lebih dari satu hari. Bisa juga disertai dengan sakit/nyeri kaki ataupun mati rasa namun tidak dibilang rasa nyeri/sakit yang berkait dengan mens atau kehamilan (Fuji, 2019). Nyeri acap terjadi bersifat akut atau menjalar di pinggul dan antara paha. ketika nyeri terjadi, punggung bawah juga terasa sangat kaku dan sakit. Hal semacam ini sering diakibatkan karena terlalu sering memakai otot dan


126 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi regangan terulang atau cedera berkelanjutan dalam waktu tertentu (Mentari, 2019). Prevalensi sakit/nyeri punggung bawah diperkirakan >70 persen di negara industri serta prevalensi rata-rata per tahun sekitar 15 persen-45 persen (Kaplan, 2013). Sakit/nyeri punggung bawah dibilang kronis jika terjadi secara persisten dalam waktu 12 minggu ataupun lebih. Hal semacam ini dikatakan tegak diagnosis jika sakit/nyeri persisten ini terdapat setelah episode akut. 5. Asma Para Anak-anak usia masih sekolah acap kali terkena pencemaran dari bahan Gas, kimia dan juga abu sering akan terjadi situasi seperti ini. Biasanya akan lekas datang kalau para awak kerja tak menggunakan pelindung diri seperti penutup hidung dan mulut. Awak kerja yang beresiko akan alami sesak nafas ialah awak kerja yang di perusahaan seperti tukang pangkas, di panglong, di tempat pengelasan. Sesak nafas yang dikarenakan kerja mempunyai efek hampir mirip seperti sakit sesak nafas (asma) yang ada biasanya, yakni seperti susah bernapas, serta batuk dan mengi. Cuman, asma lain biasanya gejala bisa parah ketika kerja dan akan baik saat cuti. Tingkatan parahnya sesak nafas akibat kerja bergantung ketika lamanya kita terkena pemicu. Makin lama terpapar maka makin acap kali terkena, maka


127 makin parah pula efek awal sesak nafas yang datang. Namun, gejala akan lebih mudah untuk sembuh jika pengidap diketahui dengan cepat. 6. Carpal tunnel syndrome (CTS) CTS sering dialami pada Anak-anak usia masih sekolah yang acap kali memakai tangan untuk gerakan berulang. CTS dikenal dengan gejala seperti kesemutan, mati rasa/kaku, atau lemah pada tangan. Keluhan seperti ini bisa dihilangkan dengan cara mengistirahatkan tangan sebentar disaat belajar, mengompres tangan menggunakan es, dan meminum obat untuk meredakan nyeri. 7. Dermatitis kontak Saat ini terjadi kepada Anak-anak usia masih sekolah yang sering tersentuh dengan bahan kimia, bahan pengawet, parfum ,nikel, bahan pestisida, pewarna rambut, hingga perhiasan yang bisa membuat kulit iritasi atau timbulnya alergi. Dermatitic kontak dikenal dengan warna merah yang bisa menyebabkan gatal, dan bersisik Kulit pun bisa menjadi keras, pecah, dan berasa nyeri saat di sentuh. Anak-anak usia masih sekolah dapat mengelak dari keluhan ini dengan cara menggunakan alat pelindung pada saat bekerja, semisalnya seperti sarung tangan yang berbahan karet.


128 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi REFERENSI Abdulrahim, M., Aziza, N., & Sholihah, Q. (2022). Ergonomi Industri. Universitas Brawijaya Press. Achwan, A., & Nasirudin, Y. (2023). Pelayanan Fisioterapi Preventif Dan Promotif Pada Nyeri Punggung Bawah Dengan Pendekatan Ergonomi Di Wilayah Puskesmas Jatirahayu Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi. Jurnal Pengabdian Masyarakat Fisioterapi Dan Kesehatan Indonesia, 2(2), 194-201. Aprilia, I., Hutabarat, J., & Haryanto, S. (2022). Analisis Risiko Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Berbasis Ergonomi Pada Pekerja Pemasangan Atap Bangunan Di Cv. Bejo Abadi Kabupaten Pasuruan. Jurnal Valtech, 5(2), 95-105. Berek, N. C. (2023). Upaya Pencegahan Penyakit Di Sekolah Montesori Kupang Dan Paud Tunas Zaitun. Hadi, P., & Hasmar, W. (2021). Ergonomi Duduk Yang Benar Untuk Mencengah Terjadinya Low Back Pain (Lbp) Di Kelurahan Mayang Mangurai Kota Jambi. Jurnal Abdimas Kesehatan (Jak), 3(3), 287-294. Halfa'badriyyah, Z., Setyaningsih, Y., & Ekawati, E. (2021). Hubungan Faktor Individu, Durasi Kerja, Dan Tingkat


129 Risiko Ergonomi Terhadap Kejadian Musculoskeletal Disorders Pada Penenun Songket Pandai Sikek. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(6), 778-783. Mawaddah, R. P. (2023). Analisis Hubungan Faktor Risiko Individu Dan Postur Kerja (Ergonomi) Dengan Kejadian Muskuloskeletal Disorders Pada Pekerja Di Tpa Talang Gulo Kota Jambi (Doctoral Dissertation, Universitas Jambi). Rahmawati, A. (2021). Risk Factor Of Low Back Pain. Jurnal Medika Hutama, 3(01 Oktober), 1601-1607. Salcha, M. A., Kessi, A. T. F., Juliani, A., & Ahjad, M. (2020). Tingkat Risiko Ergonomi Pada Aktivitas Manual Handling Di Gudang Bulog Baru Panaikang I Kota Makassar. Jurnal Mitrasehat, 10(1), 100-111. Suryanto, D., Ginanjar, R., & Fathimah, A. (2020). Hubungan Risiko Ergonomi Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Pekerja Informal Bengkel Las Di Kelurahan Sawangan Baru Dan Kelurahan Pasir Putih Kota Depok Tahun 2019. Promotor, 3(1), 41-49. Triyana, T., Haryatno, P., Noerjanah, N., & Astuti, D. N. (2024). Hubungan Ergonomi Kerja Terhadap Musculosceletal Disorder Pada Petani Di Klaten. Jurnal Fisioterapi Dan Rehabilitasi, 8(1), 16-22.


130 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi TENTANG PENULIS MUHAMMAD ZIA ULHAQ, SKM., MKM., CRA Penulis merupakan Putra asli Bawean tepatnya di Kecamatan Sangkapura Kabupaten Gresik, Penulis lahir pada tahun 1985, masa kecil dihabiskan di pulau bawean, sebelum merantau penulis lulusan SMAN 1 Sangkapuran, kemudian diterima di S-1 Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Jember tahun 2004-2009. Setelah lulus penulis melanjutkan aktivitasnya di dunia indutri selama sepuluh tahun dan 2019 kemudian melanjutkan S-2 di Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Negri Sebelas Maret Surakata dan lulus tahun 2021.lulus S-2 penulis berkarya sebagai akademisi dan bekerja di STIKES Kepanjen sebagai dosen Prodi Administrasi rumah sakit, kemudian pindah Ke Universitas Alma Ata Yogyakarta di Prodi yang sama, kemudian menjabat sebagai Ketua Prodi Administrasi Rumah Sakit 2022-2023, kemudian menjabat sebagai sekretaris pemintan administrsi rumah sakit di


131 Program Studi Pasca sarjana Ilmu Kesehatan Masyrakat Universitas Alma ata, ditahun yang sama menjadi sekretasi daerah IAKMI kabupaten Bantul, menjadi Surveior FKTP di bawah naungan LAMFI, menjadi Trainer di Bidang Manajemen Risiko, trainer ahli K3 umum, trainer K3 Rumah Sakit dan Fasyankes, Menjadi Ketua Pelaksana kegiatan Pemecahan Rekor Muri 14.000 porsi menu cegah stunting sejawa tengah di program Gong Ceting Kerjasama 14 Perguruan Tinggi dengan BKBBN. serta menjabat sebagai Direktur Utama PT. Cendrawasih Langit Mataram yang bergerak di bidang training dan konsultan. Saat ini Penulis sebagai dosen di Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh. Serta pada akhir tahun 2023 Lolos Beasiswa S-3 di The Phillipina Women’s University Manila. AMANDA DWINATA HALIM Penulis asli Natal, tepatnya di Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Lahir pada 28 Maret 2002, masa kecil dihabiskan di Natal, Menempuh jenjang sekolah dasar di SDN 358 Natal, di sekolah dasar dan tergabung di dalam grup Drum Band, setelah itu penulis melanjutkan sekolah menengah pertamanya di SMP N 1 Natal. Sewaktu berada di SMP tersebut bergabung dalam grup Marching Band dan juga Sanggar Seni yang ada di sekolah


132 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi tersebut. Selanjutnya penulis melanjutkan sekolah menengah atas nya di Madrasah Aliyah Negeri 2 Mandailing Natal. Di sekolah ini penulis tergabung dalam grup Sanggar Seni MAN 2 Madina. Penulis pernah mengikut lomba Fashion Show pada tahun 2017 dalam memeriahkan 1 Muharram yang diikuti seluruh sekolah di Kecamatan Natal Mandailing Natal dan penulis Juara 1 tingkat sekolah menengah atas. Pada tahun 2019 penulis juga dipilih untuk mmewakili MAN 2 Madina pada lomba fashion show tingkat kecamatan dalam memeriahkan acara 1 muharram dan meraih juara 2. Kemudian pada awalnya penulis melanjutkan studi S1 di Universitas Jambi (UNJA) prodi seni tari tahun 2020, namun di semester 3 penulis memutuskan untuk pindah kuliah ke Aceh dan diterima di Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh (UMMAH) jurusan Kesehatan Masyarakat pada tahun 2022. Sekarang penulis masih menempuh proses masa perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh. MAHLIA ULFA Penulis bernama Mahlia Ulfa, lahir di Geundot pada tanggal 22 April 2002. Sekarang tinggal bersama keluarga di dusun Suka Mulia Desa Geundot Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen. Penulis merupakan anak ke dua dari delapan saudara, menyelesaikan pendidikan formalnya di MIN 2 Bireuen, selesai


133 pada tahun 2014, kemudian melanjutkan ke MTs N 2 Bireuen selesai pada tahun 2017, kemudian melanjutkan ke MA Swasta Syamsuddhuha Boarding School selesai pada tahun 2020. Selama di MA tersebut penulis aktif di bidang organisasi sebagai anggota di bidang Cleanness Section ( bidang kebersihan ) yang mengontrol wadah-wadah kotor dan timbunan sampah pada setiap asrama dan lingkungan pondok serta menjadi contoh tauladan bagi ratusan adek-adek kelas. Penulis juga sering mengikuti acara perlombaan dalam peringatan 1 Muharram di pondok pesantren. Pada tahun 2022 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh. Penulis aktif didalam kegiatan intra kampus yakni sebagai anggota DPM FIKES. Penulis juga terdaftar sebagai salah satu anggota Kader di Posyandu Meulati di Desa Geundot, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen yang bertugas menangani pendaftaran, penimbangan berat badan anak, penyuluhan, pencatatan serta pemberian makanan tambahan bagi anak-anak balita. Motto hidup “Hiduplah untuk mati, hiduplah untuk orang banyak dan berikan ilmu yang bermanfaat untuk sesama walaupun hanya sekecil biji sawi”.


134 Bab 6. Penyakit Akibat Tidak Ergonomi


Click to View FlipBook Version