NEUROLINGUISTIK
HUBUNGAN BAHASA DAN OTAK
.
Anita Angraini Lubis, M. Hum
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim…Alhamdulillahirobbil’alamiin
Buku Neurolinguistik ini dapat dijadikan pedoman bagi program studi Tadris Bahasa
Indonesia, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Padangsidimpuan. Buku ini dapat
membantu dalam mempercepat penyebarluasan informasi yang terkait dengan
penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi kepada mahasiswa, dosen dan pimpinan serta
masyarakat. Dengan demikian, melalui buku ini menunjukkan adanya inovasi dalam mata
kuliah, dengan menawarkan mata kuliah “Neurolinguistik”. Bidang ilmu ini belum pernah ada di
IAIN Padangsidimpuan. Melalui mata kuliah ini akan menambah khazanah keilmuan mahasiswa
serta melebarkan skop penelitian mahasiswa tidak hanya melulu berkisar pada karya sastra,
puisi, cerpen, novel, dan lain sebagainya. Akan tetapi, melalui bidang ilmu ini mahasiswa
memiliki pengalaman yang lebih terkait bagaimana kemampuan para penyandang disabilitas
dalam berbahasa,sejauh mana ilmu Bahasa dapat membedah hal itu. Buku inijuga dapat
diakses kapanpun, dimanapun, dan oleh siapapun karena dibuat dalam bentuk elektronik book.
Kami menyadari buku ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, untuk itu
sumbangan pemikiran dan masukan dari semua pihak sangat kami harapkan, agar di masa
yang akan datang buku ini lebih baik. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam
penyusunan buku ini.
Padangsidimpuan, Oktober 2021
Dekan,
Dr. Lelya Hilda, M. Si.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………i
Daftar Isi………………………………………………………………………………………..ii
BAB I. KONSEP NEUROLINGUISTIK
A. Pengertian, dasar, dan Ciri Neurolinguistik…………………………………….1
B. Ruang Lingkup Neurolinguistik………………………………………………….2
C. Perkembangan Ilmu Neurolinguistik…………………………………………….3
BAB II. BAHASA DAN OTAK
A. Otak, Saraf, dan Kortikal…………………………………………………………9
B. Perkembangan Otak Manusia…………………………………………………….10
C. Peran Hemisfer Kiri dan Kanan………………………………………………….14
BAB III. KOMPONEN BERBAHASA
A. Komponen Otak…………………………………………………………………….26
B. Otak dan Bahasa……………………………………………………………………28
C. Proses Bahasa di Otak……………………………………………………………...30
D. Koordinasi Saraf di Otak…………………………………………………………..33
E. Daerah Ujaran………………………………………………………………………34
BAB IV. GANGGUAN BERBAHASA
A. Afasia………………………………………………………………………………..35
B. Gagap Bicara……………………………………………………………………….36
C. Autisme……………………………………………………………………………...37
D. Disleksia…………………………………………………………………………….38
E. Down Syndrome……………………………………………………………………40
BAB V. GANGGUAN BERBICARA
A. Gangguan Bicara………………………………………………………………….42
B. Gangguan Komunikasi……………………………………………………………43
C. Keterlambatan Bicara…………………………………………………………….44
D. Jenis Gangguan Berbicara dan Faktor Penyebabnya………………………….45
E. Penanganan Gangguan Berbicara……………………………………………….46
F. Merangsang Anak Berbicara…………………………………………………….47
G. Gangguan Artikulasi……………………………………………………………..48
H. Gangguan Proses Pendengaran…………………………………………………49
ii
BAB VI. TERAPI WICARA……………………………………………………………51
A. Kaidah Terapi
1. Terapi Perilaku Visual…………………………………………………52
2. Terapi Intonasi Melodi………………………………………………....54
3. Terapi Perbandingan Pendengaran…………………………………..56
B. Terapi Linguistik
1. Pencapaian Metode Terapi Perilaku Linguistik………………………63
Daftar Kepustakaan………………………………………………………………………64
iii
BAB I
KONSEP NEUROLINGUISTIK
Tujuan Instruksional Khusus
Pada bab ini diharapkan pembelajar dan pembaca memahami, bahwa linguistic
sebagai ilmu bahasa yang interdisipliner, khususnya hubungan antara bahasa dan otak.
Keduanya membahas tentang fungsi luhur bahasa dari berbagai aspek, baik neurolinguistik
sebagai disiplin ilmu, sejarah, maupun berbagai pemikiran setiap tokohnya.
A. Neurolinguistik
Neurolinguistik merupakan bidang kajian dalam ilmu linguistik yang
membahas struktur otak manusia untuk memproses bahasa, termasuk di dalamnya
gangguan yang terjadi dalam memproduksi bahasa dan berbicara (Sastra 2011:9).
Kedua belahan otak memiliki fungsi yang berbeda dalam hubungannya dengan
bahasa, namun keduanya saling melengkapi. Fungsi segmental bahasa yang
berkaitan dengan struktur tata bahasa terletak pada otak bagian kiri, tapi bahasa tidak
akan bermakna tanpa unsur suprasegmental seperti intonasi dan tekanan, bahkan
pada tingkat komunikasi yang lebih baik dalam kajian pragmatik. Otak belahan
kanan sangat berperan dalam hal mengatur rasa, makna, dan efektivitas kalimat yang
dituturkan oleh seseorang. Artinya, kecerdasan emosional seseorang bila ditangkap
dari tuturannya, adalah peran dari otak belahan kanan.
Perkembangan seorang anak sangat bergantung pada perkembangan otaknya.
Otak kita terdiri atas hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Wujud fisik dari hemisfer
kiri dan hemisfer kanan hampir sama, tetapi ada beberapa perbedaan. Misalnya, pada
hemisfer kiri ada daerah yang disebut dengan wernicke. Hemisfer kiri terdiri dari
empat daerah besar yang dinamakan lobe yang memiliki fungsi dan tugas masing-
masing. Lobe frontal (frontal lobe), bertugas mengurusi ihwal yang berkaitan
dengan kognisi, lobe temporal (temporal lobe) mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan pendengaran, lobe osipital (occipital lobe), menangani ihwal penglihatan,
dan lobe parietal (parietal lobe), mengurus rasa somaestetik, yakni rasa yang ada
pada tangan, kaki, muka, dan sebagainya (Sastra, 2011: 62-63).
Daerah yang berkaitan dengan wicara ini sampai kini dikenal dengan nama
broca. Dengan kata lain, bagian-bagian otak yang terlibat dengan bahasa adalah
1
wernicke dan broca. Bagian wernicke merupakan pusat pemahaman lisan dan bagian
broca merupakan pusat yang mengelola peyampaian lisan atau motor berbahasa.
Berdasarkan hal tersebut, penggunaan kedua belahan otak sangat perlu dalam
upaya mencapai komunikasi yang baik dan benar dalam kehidupan, baik komunikasi
verbal maupun nonverbal. Dalam penggunaan komunikasi verbal, setiap kita
dibekali kemampuan berbahasa, tetapi kemampuan tersebut tidak selalu sama, ada
yang normal dan ada yang tidak normal. Salah satu teori yang membahas terkait
kemampuan berbahasa, yaitu teori Gelstat yang dikenal sekitar tahun 1994,
membicarakan persepsi sebagai proses mental merupakan ―kesadaran bulat‖ yang
diperoleh oleh akal melalui pancaindera, sehingga akan memunculkan latar belakang
dan persepsi. Dengan kata lain, kognisi adalah proses akal atau mental yang juga
berlaku dalam teori Gestalt untuk memeroleh, menyimpan, dan mengubah
pengetahuan sebagai hasil dari persepsi terhadap hubungan dalam diantara benda-
benda, kejadian, atau apa saja yang kita alami melalui pancaindera.
B. Ruang Lingkup Neurolinguistik
Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam pembahasan nerologi bahasa,
berkaitan dengan kaidah neurolinguistik, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Kerusakan pada otak, berpengaruh terhadap usaha seseorang dalam memproses
bahasa, sedangkan kerusakan pada organ lain seperti jantung, paru-paru, hati,
dan ginjal memang tidak akan teralu berpengaruh terhadap fungsi kebahasaan.
Dengan demikian menunjukkan bahwa otak adalah suatu organ fisik yang sangat
berperan dalam proses kebahasaan. Kerusakan otak akan mengakibatkan
disfungsi khusus bahasa atau yang dikenal dengan afasia.
2. Kerusakan pada otak bagian kiri, menyebabkan sulitnya memproses bahasa,
walaupun mampu mendengar ujaran, tetapi gagal memahami maknanya. Pada
umumnya, kerusakan terjadi di bagian serebrum. Hemisfer kiri ini bertanggung
jawab terhadap satu tugas khusus, termasuk diantaranya pemrosesan bahasa,
sedangkan hemisfer kanan berfungsi terkait pengendalian jarak dan visiospasial.
3. Kerusakan pada otak bagian depan, akan berpengaruh terhadap rangsangan
linguistic untuk berbicara dan menulis. Kerusakan otak bagian belakang,
berpengaruh terhadap rangsangan linguistic mendengar dan membaca. Hemisfer
yang berbeda akan bertanggung jawab terhadap fungsi kebahasaan dan fungsi
mental yang berbeda pula. Hal ini mrujuk pada fungsi lokalisasi. Oleh karena itu,
2
kerusakan otak pada belahan kiri akan berpengaruh pada pemahaman bahasa
penderita tersebut.
4. Kerusakan otak juga berpengaruh dalam memahami indera perasa (agnosia).
Selain kemampuan pada proses pemahaman bahasa. Misalnya dalam mengenali
aroma jeruk, durian, dll. Hal ini juga berpengaruh terhadap bagian pergerakan
tubuh, seperti menjilat, dengan perintah atau berbicara dengan jelas. Oleh sebab
itu, kerusakan otak selain mengakibatkan tidak berfungsinya bahasa (afasia),
berkemungkinan juga akan mengganggu kemampuan seseorang dalam
memahami indera perasa (agnosia), untuk melakukan pergerakan secara tidak
sengaja atau spontan (apraksia), dan juga untuk menghasilkan tuturan dengan
jelas (disartria).
Sebagaimana halnya kasus pemerolehan bahasa, kaidah yang digunakan dalam
bidang neurolinguistik mempunyai kesulitan, karena seorang ahli neurologi bahasa harus
terikat pada tahap tertentudan berpedoman pada kasus penderita secara alami. Peneitian
neurolinguistik dilakukan melalui bidang patologi, yaitu denngan cara meneliti pasien yang
mengalami kerusakan otak. Oleh sebab itu, jelas bahwa neurolinguistik tidak dapat
mewujudkan kerusakan pada subjek normal dengan tujuan untuk mengetahui akibatnya,
tetapi justru harus menunggu dan mencari subjek yang sesuai.
Hal yang dapat menjelaskan kaidah penelitian neurolinguistik, secara umum
meliputi 3 hal, yaitu sebagai berikut.
1. Anatomi saraf pusat : fungsi yang dilakukan oleh setiap hemisfer serebrum.
2. Kerusakan otak yang berpengaruh kepada suatu bahasa
3. Ekspresi verbal penderita
Dengan demikian dapat dijabarkan bahwa neurolinguistik merupakan satu
bidang kajian interdisipliner dalam ilmu linguistic dan ilmu kedokteran yang
mengkaji hubungan anatar otak manusia dengan bahasa. Kajian dalam
neurolinguistik menunjukkan bahwa manusia ditakdirkan memiliki otak yang
berbeda denan primate lain, baik dalam struktur maupun fungsinya, sedangkan
Kridalaksana (1993), mengatakan bahwa neurolinguistik adalah cabang
linguistic yang mempelajari prakondisi neurologis untuk perkembangan bahasa.
C. Perkembangan Ilmu Neurolinguistik
1. Penemuan-penemuan ahli bedah otak
Penemu pertama pusat bahasa di hemisfer kiri otak ini ialah Carl Wernicke,
seorang dokter Jerman, pada tahun 1874 menemukan kerusakan pada lobus temporal
3
kiri (yang sekarang disebut ‖Wernicke's Area‖ = Medan Wernicke) yang
mengakibatkan gangguan dalam memahami ujaran yang disampaikan orang lain.
Pada tahun 1861 Paul Broca, seorang ahli bedah otak Perancis, memulai
pengkajian hubungan afasia dengan otak. Broca meneliti kemampuan berbahasa pasien-
pasien yang menderita himiflegia sisi kanan badan dengan cara mengautopsi otak
pasien ini. Sebelum pasien-pasien ini meninggal Broca menemukan mereka tidak dapat
berbicara tetapi memahami ucapan orang lain. Setelah diatopsi Broca menemukan
keretakan syaraf otak dibagian belakang lobus depan kiri (‖left frontal lobe‖) yang
disebut ―Broca's Area‖ = Medan Broca. Jadi, Brocalah yang pertama kali
membuktikan, bahwa afasia berhubungan dengan keretakan otak yang spesifik dan juga
menunjukkan bahwa keretakan-keretakan ini terjadi di hemisfer kiri otak untuk
memproduksi bahasa. Broca membuktikan, bahwa terdapat lokalisasi khusus di
hesmifer kiri otak untuk memproduksi bahasa.
Penemuan ini telah terbukti sebagai sebuah penemuan yang paling baik yang telah
berhasil menerangkan hakekat pusat bahasa dibelahan kiri otak (Geschwind, Cohen dan
Wartofsky) dalam (Sastra 2011).
Dari penemuan-penemuan para ahli kepada orang yang mengalami kerusakan
bagian hemisfer kiri pada otaknya yang menyebabkan orang tersebut mengalami
gangguan dalam berbahasa dapatlah disimpulkan bahwa bahasa berada disebelah kiri
belahan otak.
a) Teori Neurolinguistik Wernicke
Broca mengajukan tiga rumusan mengenai hubungan otak dengan bahasa: 1)
artikulasi bahasa diproses di konvolusi depan ke tiga hemisfer kiri otak, 2) terdapat
dominasi hemisfer kiri dalam artikulasi bahasa ; 3) memahami bahasa merupakan tugas
kognitif yang berlainan dari memproduksi bahasa. (Simanjuntak, 2009 : 192).
Rumusan Broca ini telah dikaitkan oleh Wernieke kepada bagian-bagian otak di
hemisfer kiri. Wernieke menemukan, bahwa medan Broca dan medan wernicke
dihubungkan oleh sebuah lajur syaraf yang besar yang disebut busur fasikulus. Dengan
penemuan ini Wernicke melahirkan sebuah model bahasa yaitu : pemrosesan bahasa
terjadi di beberapa bagian otak dan membuat prediksi yang benar, bahwa kerusakan
4
pada fasikulus busur membuat pasien tidak dapat mengulangi ujaran-ujaran yang
didengarnya. Kemudian pasien ini disebut menderita afasia konduksi.
Model Wernicke inilah yang disebut teori neurolinguistik Wernicke atau model
koneksionisme Wernicke. 10 bagian yang telah terpilih karena relevan untuk
disejajarkan dengan teori linguistik Chomsky. (Simanjuntak, 2009 : 193).
1. Medan Broca (Broca's area) terletak di depan daerah korteks di hemisfer kiril
2. Dalam daerah korteks yang disebut medan Broca ini terletak representasi motor
untuk muka, lidah, bibir, langit-langit, lipatan vokal atau pita suara dan lain-lain
yang semuanya termasuk alat-alat ucap.
3. Masuk di akal kalau kita menganggap bahwa medan Broca mengandung rumus-
rumus yang dapat mengubah atau mengkode bahasa yang didengar ke dalam bentuk
artikulasi, maksudnya untuk diucapkan.
4. Medan Wernicke (Wernicke's Area) terletak dekat representasi korteks pendengaran
di belahan otak kiri.
5. Medan Wernicke ini terlibatdalam pengenalan pola-pola bahasa ucapan. Proses
pengenalan ini sangat rumit.
6. Medan Broca dan medan Wernicke dihubungkan oleh busur fasikulus yang
mencerminkan antar ketergantungan kedua medan ini.
7. Kerusakan pada medan Broca akan mengakibatkan kegagalan memproduksi
bahasaucapan.
8. Kerusakan pada medan Wernicke akan mengakibatkan kegagalan untuk
memahamibahasa ucapan (bahasa lisan)
9. Kerusakan pada medanWernicke akan menghilangkan juga pemahaman bahasa
tulisan dan juga akan mengakibatkan kekacauan pada produksibahasa tulisan.
Dari teori Wernicke di atas dapat dilihat dengan jelas bagian-bagian otak kiri yang
bertugas yang mendukung semua tindakan bahasa. Kerusakan –kerusakan tertentu yang
terjadi pada bagian-bagian tertentu pada otak tersebut dengan jelas dipaparkan. Teori
Wernicke selaras dengan teori Chomsky karena sama- sama mengatakan bahwa bahasa
berada di dalam otak.
Tahun 1965 Norman Geschwind memperbaiki teori neurolinguistik koneksionisme
Wernicke dengan perincian anatomis yang menekankan setiap keluaran kognitif harus
dianalisis berdasarkan hipotesis yang eksplisit mengenai mekanisme syaraf otak yang
mendasarinya. Sehingga terdapat interaksi yang dinamis diantara masukan-masukan
dengan keluaran-keluaran daerah-daerah otak yang spesifik. Daerah- daerah yang telah
5
ditetapkan itu adalah : 1) korteks pendengaran utama, 2) medan Wernicke, 3)fasikulus
busur, 4) medan Broca, dan 5) korteks motor.
c.) Bukti-bukti Lateralisasi
Teori Lateralisasi adalah satu teori yang dapat ditarik secara jelas bahwa belahan
korteks dominan (hemisfer kiri) bertanggung jawab untuk mengatur penyimpanan
pemahaman dan produksi bahasa alamiah.
Dari defenisi teori lateralisasi di atas sudah dapat terjawab dan menarik suatu
kesimpulan yang menyatakan adanya spesialisasi atau semacam pembagian kerja pada
daerah-daerah otak (korteks) serebrum manusia berdasarkan teori Broca dan Wernicke.
Ada beberapa eksperimen yang menyokong teori lateralisasi adalah sebagai
berikut.
Gambar 1. Anatomi Otak
(Sumber: Brain Anatomy.com)
Gambar 2. Sel Saraf Otak
(Sumber: Brain Anatomy.com)
6
a. Tes menyimak rangkap
Tes ini pertama kali diperkenalkan oleh Broadbent (1954). Tes ini didasarkan
pada teori bahwa hemisfer kiri menguasai kerja anggota tubuh sebelah kanan, dan
hemisfer kanan menguasai kerja anggota tubuh sebelah kiri.
b. Tes Stimulus Elektrik
Tes stimulus elektrik ini pertama kali dilakukan oleh Penfield dan Rasmussen
(1951), lalu Penfield dan Robert (1959). Penfield dan robert dalam (Chaer, Abdul,
2002 : 126) mengemukakan bahwa stimulus elektrik pada korteks sebelah kiri telah
menyebabkan si pasien kehilangan kemampuan untuk berbicara, sedangkan stimulus
yang sama pada korteks sebelah kanan tidak mengganggu kemampuan berbicara si
pasien.
c. Tes grafik kegiatan elektris
Tes ini dilakukan untuk mengetahui adakah aliran listrik pada otak apabila
seseorang sedang bercakap-cakap dan kalau ada bagian manakah yang giat
mendapatkan aliran listrik ini. Tes grafik kegiatan elektris ini juga telah membuktikan
bahwa lateralisasi untuk bahasa adalah pada hemisfer kiri, sedangkan hemisfer kanan
untuk fungsi-fungsi lain yang bukan bahasa.
d. Tes wada
Tes wada ini pertama kali diperkenalkan oleh pakar Jepang bernama J. Wada
(1959). Dalam tes ini obat sodium amysal diinjeksikan ke dalam sistem peredaran darah
salah satu belahan otak. Belahan otak yang mendapatkan obat ini menjadi lumpuh untuk
sementara. Jika hemisfer kanan dilumpuhkan maka anggota badan sebelah kiri tidak
berfungsi tetapi fungsi bahasa tidak terganggu dan orang ini dapat bercakap-cakap.
Apabila hemisfer kiri yang diberi, maka anggota badan sebelah kanan yang menjadi
lumpuh termasuk fungsi bahasa.
Jelas, hasil tes ini membuktikan bahwa pusat bahasa berada pada hemisfer kiri.
e. teknik fisiologi langsung
teknik menyimak rangkap ini langsung merekam secara langsung getaran-getaran
elektris pada otak dengan cara electro-encephalo-grapky.
f. teknik belah-dua otak
Pada teknik ini kedua hemisfer sengaja dipisahkan dengan memotong korpus
kolosom, sehingga kedua hemisfer itu tidak mempunyai hubungan. Gazzaniga dalam
(Simanjuntak 1990 : 32). Jadi dengan pemutusan korpus kalosum itu, pasien tidak lagi
7
mempunyai satu akal (mind) melainkan dua akal.
Dari bukti-bukti lateralisasi di atas jelas dinyatakan bahwa bahasa berada di
henisfer kiri otak.
d). Bukti-bukti Lokalisasi
Teori lokalisasi atau lazim juga disebut pandangan lokalisasi berpendapat bahwa
pusat-pusat bahasa dan ucapan berada di daerah Broca dan daerah Wernicke.
8
BAB II
BAHASA DAN OTAK
A. Tujuan Instruksi Khusus
Pada bab dua ini diharapkan pembelajar dan pembaca memahami, bahwa
berbahasa merupakan kerja otak dan saraf-saraf yang berperan untuk itu, baik fungsi
kerjanya maupun berbagai gangguan pada otak, yang menyebabkan terjadinya gangguan
berbahasa dan berbicara.
1. Otak, Saraf, dan Kortikal
Otak mengatur aktivitas otot pada tubuh manusia, menandakan bahwa otak
merupakan kedudukan dari alam sadar manusia. Kita setuju bahwa ketika kita
memiliki ide, secara tidak sadar otak akan membawanya ke dalam bahasa dengan
menghasilkan ucapan-ucapan. Otak juga akan berperan dalam setiap tahapan ekspresi
linguistik yang dilalui walaupun belum secara penuh dimengerti. Kajian mengenai
interkoneksi dan komunikasi antara struktur yang berbeda dalam setiap hemisfer
(belahan) otak menjadi sangat menarik dilakukan, karena dapat menjelaskan
perbedaan yang mendasar antara struktur kortikal dan subkortikal mengenai
rancangan dan perpindahan reaksi neural.
Antara otak dan tubuh kita secara keseluruhan dihubungkan oleh sistem saraf
periferal. Sistem ini merupakan sistem yang mengatur fungsi tubuh seperti bernafas
dan pengaturan suhu tubuh yang disebut juga dengan sistem saraf autonomic
(Lumbantobing, 2000). Untuk dapat berbicara, otot mengatur alat-alat ucap seperti
lidah dan rahang. Apabila sebuah pesan akan ditulis, maka otot pada tangan harus
diatur dengan benar. Untuk memberi tanda-tanda pada bahasa isyarat, makana
keseluruhan postur tubuh, ekspresi wajah, dan pergerakan tangan pun harus
dikoordinasikan. Setiap otot yang penting untuk berkomunikasi, akan diatur oleh
saraf dan akan dihubungkan ke daerah otak.
Setiap saraf terdiri dari satu badan sel dan satu atau lebih perpanjangannya,
seperti kawat listrik yang menghubungkan sumber energi kepada alat-alatnya.
Perpanjangan (cabang) tersebut dapat sangat panjang yang akan membawa impuls ke
9
arah luar badan sel. Akson dari sebuah sel merupakan perpanjangan yang membawa
impuls ke arah luar badan sel yang disebut dengan dendrit.
Otak dan bagian tubuh periferal dihubungkan oleh kawat spinal. Spinal ini
terdapat dalam kolom spinal yang merupakan rangkaian tulang seseorang dan
masing-masing memiliki pusat cekungan yang terbuka pada kedua sisinya. Tulang-
tulang itu disatukan oleh kartilaks untuk membentuk kolom yang dimulai dari dasar
tengkorak, mengikuti tulang punggung, dan berakhir di tulang ekor. Kegunaannya
adalah untuk menyokong tubuh dan memungkinkan cairan pelindung untuk mengisi
pusat cekungan pada kolom. Permukaan sisi pada vertebrata memungkinkan
pasangan saraf spiral pergi keluar dan ke dalam kawat spinal. Kawat spinal ini
sebenarnya terus ke tengkorak yang digabungkan dengan batang otak, yang disebut
juga dengan ―otak primitif‖. Antara batang otak membagi menjadi dua hemisfer
terdapat irisan yang menyatukan kedua bagian tubuh. Irisan tersebut merupakan
struktur penting untuk mengatur otot.
Interkoneksi dan komunikasi antara susunan saraf yang berbeda dan belahan otak
yang berseberangan, dapat berkomunikasi dengan baik sebagaimana layaknya
komunikasi antara otak dengan tubuh melalui sistem saraf veripheral. Sistem saraf
veripheral merupakan sistem yang mengatur fungsi tubuh seperti pernapasan dan
pengaturan suhu tubuh. Sistem ini dinamakan sistem saraf autonomik. Fungsinya
membawa keluar banyak atau sedikit rangsangan tanpa kita sadari.
2. Saraf
Masing-masing saraf atau neuron terdiri atas sebuah sel tubuh dan satu atau lebih
perpanjangan yang berfungsi sama dengan urat saraf listrik yang menghubungkan
sumber kekuatan ke alat-alat tubuh. Perpanjangan ini bisa menjadi sangat panjang dan
membawa rangsangan mendekat atau menjauh dari sel tubuh. Salah satu bentuk
perpanjangan sel tubuh adalah Axon sel yang berfungsi membawa rangsangan
menjauh dari sel tubuh.
Sejumlah axon dapat mengontrol perpindahan urat-urat otot. Saraf sel tubuh, yaitu
axon dan urat-urat otot mengontrol sebuah unit motor. Otot yang berbeda mempunyai
urat-urat otot yang berbeda pula, serta dikontrol oleh saraf yang juga berbeda.
Sejumlah otot mempunyai sejumlah urat-urat otot per-unitnya, berkisar antara 100-
10
2000. Jika sebuah otot, seperti otot paha mempunyai urat-urat otot yang sangat
banyak per-unit motornya, dan otot tersebut hanya dikontrol oleh sedikit saraf, maka
otot paha tadi tidak akan mampu untuk perpindahan yang sulit. Namun sebaliknya,
jika banyak saraf yang mengontrol perpindahan dari urat-urat otot, seperti di mulut,
maka otot tersebut akan mampu untuk melakukan gerakan yang tepat dan sulit.
Susunan saraf rangsangan di otak yang berbentuk jalan kecil menghubungkan
sensor reseptor ke otak. Ketika kita berbicara, lidah dikontrol oleh sepasang saraf
kranial yang dinamakan saraf hipoglossal (Lenneberg, 1967). Masing-masing saraf
hipoglosal beranjak menuju sebagian lidah. Pesan yang kompleks dari otak harus
dikirim untuk mengatur lidah agar dapat berbicara. Contohnya, perbedaan bunyi
antara huruf t dan k dalam bahasa Inggris tidak bisa digambarkan dalam kontraksi
dan relaksi lidah yang sederhana. Kedua bunyi ini menghasilkan bentuk yang
berbeda. Untuk huruf ―t‖ ujung lidah menyentuh bagian depan langit-langit mulut,
sedangkan untuk huruf ―k‖ bagian belakang lidah menyentuh bagian belakang langit-
langit mulut.
3. Sistem Saraf Pusat
Urat saraf tulang belakang yang membentuk ikatan saraf yang menghubungkan
otak dan bagian belakang veripheral tubuh, ditempatkan di dalam tulang belakang.
Tulang belakang adalah sebuah rangkaian tulang manusia atau vertebrata yang
masing-masingnya mempunyai sebuah lubang pusat dan pembukaan pada bagian
sisinya. Semua tulang belakang tersebut digabungkan oleh tulang rawan muda untuk
membentuk sebuah kolom yang menjadi dasar tengkorak, memperpanjang
panjangnya punggung, dan berakhir di tulang sulbi atau tulang ekor. Tujuan
pembentukan tulang belakang ini adalah untuk menyokong tubuh, memungkinkan
terjadinya perpindahan pada batang tubuh dan melindungi urat saraf tulang belakang
dengan cairan pelindung yang mengisi lubang pesat pada kolom. Bagian pembuka
pada vertebrata membiarkan pasangan saraf tulang belakang untuk keluar dan masuk
ke dalam urat-urat saraf tulang belakang.
Urat saraf tulang belakang disambungkan ke tengkorak dan digabungkan dengan
sistem otak dinamakan dengan otak primitif (Masluqman, 2008). Sistem otak ini
dilibatkan dalam pemeliharaan fungsi tanpa sadar, seperti kesadaran dan pernapasan.
11
Irisan antara batang otak dan otak besar belakang adalah otak kecil belakang. Otak
kecil belakang terdiri dari dua belahan yang digabungkan di bagian tengah otak. Otak
kecil ini merupakan struktur yang penting untuk mengontrol otot.
4. Belahan Otak
Bagian terpenting dalam berbicara dan bahasa adalah otak besar. Otak besar
terbagi atas dua bagian, yaitu bagian kanan dan kiri. Bagian-bagian otak tersebut
tidak begitu terpisah, mereka dihubungkan oleh sekumpulan cairan yang paling
penting, yaitu kollosum. Permukaan dari belahan otak itu adalah kulit otak yang
dibedakan berdasarkan lilitannya. Masing-masing bagian menunjukkan bahwa suley
dan giry tertentu merupakan hal yang utama diucapkan dan bisa digunakan untuk
membatasi empat cuping, yaitu temporal, occipital, parretal, dan cuping parietal;
celah saluran memotong area bahasa dengan cuping temporal bawah, panfatel, dan
cuping frontal atas. Cuping frontal sering ditunjuk sebagai sebuah area depan otak.
Cuping parretal dan cuping occipital sebagai pasteriornya (bagian belakang). Cuping
temporal bisa pindah dari depan ke belakang antara anterior dan pasterior.
Kulit otak dan area sub kortikal merupakan bagian yang sangat penting. Area sub
kortikal kelihatan sebagai zat putih ketika menggunakan teknik starning. Beberapa
struktur spesifik di bagian pusat otak merupakan zat abu-abu seperti thalamus dan
hypothalamus. Struktur ini, selain berfungsi sebagai daerah bahasa juga berfungsi
pengatur kegiatan saraf lainnya, seperti tidur, nafsu makan, dan keinginan seksual.
Temporal isthmus (temporal genting) sepanjang arcuate fascicullus menghubungkan
area kortikal anterior dan pasterior yang akhirnya berbaur dalam area bahasa.
5. Perkembangan Otak Manusia
Struktur-struktur otak berasal dari neural plate. Neural plate adalah sebuah
lapisan tunggal sel yang berkembang di bagian tengah belakang embrio manusia
dalam masa kehamilan. Lapisan tunggal ini mulai membedakan lapisan menjadi tiga
tipe lapisan. Neuroanatomikal otak yang kompleks disadari melalui sebuah hubungan
dari tipe-tipe sel yang berbeda dan perpindahan sel ke lokasi yang berbeda dalam
perkembangan otak. Masing-masing tahap perkembangan tersebut tergantung pada
pesan genetik dan lingkungan hormon petal.
12
Geschwind (1985) menyatakan dengan adanya kehadiran beberapa sifat yang
tidak biasa dalam diri seseorang dan keluarganya, mungkin disebabkan oleh
lingkungan hormon fetalnya yang tidak biasa. Keseimbangan hormon tertentu dapat
membantu terjadinya perkembangan fetal yang normal. Pada individu-individu ini,
jumlah yang tidak biasanya dari hormon tertentu, khususnya hormon testosteron pada
tingkat tertentu sekitar 3 dan 4 bulan perkembangan fetal, akan menyebabkan
terjadinya perkembangan otak yang tidak normal. Prinsip-prinsip dasar hipotesis
Geschwind (dalam Obler, 1993) dapat dirumuskan sebagai berikut :
Selama bulan ketiga dan keempat perkembangan fetal, 3 sistem dikembangkan
dan yang mendominasi adalah bagian samping dari satu bagian otak, yaitu sistem
endokrinologikal, sedangkan sistem imun akan difungsikan untuk hardednes dan
bahasa. Hormon yang tidak biasa (faktor keturunan) bisa menyebabkan bentuk
perpindahan sel yang tidak biasa. Hal ini dapat menyebabkan kurang berkembangnya
area tertentu, seperti area yang salah satunya bersebelahan dalam belahan yang sama,
atau area yang salah satunya searah dalam belahan yang berbeda, tetapi ada pula area
yang mengalami perkembangan berlebihan. Perkembangan yang berlebih pada area
tertentu tersebut bisa menjadi sebuah talenta spesial (seperti musik atau matematika).
Bagaimanapun juga, munculnya kasus perkembangan hemisperik yang tidak biasa
ini akan menyebabkan fenomena sistem imun yang tidak biasa juga. Kemungkinan
terjadinya perbedaan organisasi otak manusia yang tidak kentara, menambah dimensi
lain dari kompleksitas untuk mempelajari representasi otak terhadap bahasa.
6. Daerah Kortikal Otak
Urat – urat otak dapat dilihat di sebagian besar kulit otak,beberapa daerah
mempunyai konsentrasi yang tinggi terhadap satu jenis urat atau urat jenis lain.
Contohnya ada sebuah area yang terletak di bagian belakang cuping frontal dan
didepan celah rolandik yang sebagian besar isi dari area tersebut adalah urat – urat
yang berperan untuk motor neuron. Urat berfungsi sebagai sel didaerah ini,telah
memungkinkan untuk merencanakan motor kulit otak,dan dapat menentukan
rangsangan saraf yang mengontrol perototan di bagian area.
Area dasar untuk menerima rangsangan visual adalah cuping occupital.
Representasi informasi visual lebih kompleks daripada representasi otak terhadap
13
otak. Informasi yang berasal dari mata bagian kanan datang ke belahan kiri otak juga.
Lahan visual adalah area yang bisa dilihat tanpa perpindahan kepala atau mata.Titik
tengah lahan ini adalah garis yang membagi antara lahan visual kanan dan kiri. Kedua
mata bisa melihat kedua lahan ini. Mata kanan dan kiri mengirim informasi tentang
lahan visual kiri ke belahan kanan otak dan informasi tentang lahan visual kanan
dikirim ke belahan kiri otak. Informasi yang diterima otak,dibagi dikedua belahan
otak tersebut karena kedua belahan otak ini dihubungkan oleh corpus callosum.
Cuping temporal berisikan Heschl’s gyrus,yaitu sebuah susunan khusus yang
penting untuk menerima rangsangan auditori. Selanjutnya pada kontralateral dan
ipsilateral ada jalan – jalan kecil antara telinga dan belahan otak,tapi jalan kecil di
kontralteral merupakan jalan kecil yang utama.
Sesuatu bisa mendorong cuping temporal menjauh dari cuping pariatel. Kelebihan
Heschl’s gyrus diperpanjang ke lingkaran suara. Antara cuping temporal dan cuping
pariatwl terletak planum temporale. Pada sebagian belahan kanan, karena area ini
bersebelahan dengan area bahasa lainnya.
7. Hemisfer Kiri dan Hemisfer Kanan
Salah satu penemuan yang menarik dari bidang kajian bahasa dan otak,yaitu
ditemukannya bahwa hemisfer kiri dan kanan otak mempunyai fungsi dan tugas
masing- masing tetapi saling melengkapi satu dengan yang lain. Sebuah konsep yang
perlu dipahami untuk setiap hemisfer adalah yang disebut ―dominan‖.
Dominan hemisfer kiri bagi bahasa telah dibicarakan oleh Penfield dan Lamar
(1959),bahwa 98 persen dari anggota masyarakat memiliki pusat bahasa pada
hemisfer kiri. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa 2 persen dari mereka yang
mempunyai dominan kanan. Hal ini merupakan kenyataan bilateral, artinya fungsi
bahasa mereka dipadukan sama rata atau setara oleh kedua hemisfer.
Hemisfer kiri berperan sebagai pemantau kemampuan tata bahasa seseorang
(bercakap- cakap, mengerti pembicaraan orang lain dan menulis),sedangkan hemisfer
kanan berperan dalam kemampuan menggunakan bahasa dengan baik
(intonasi,nada,tekanan,gerakan isyarat tubuh,tangan,dan ekspresi wajah ) agar lawan
bicara dapat memahami isi pikiran dan perasaan yang ingin dikomunikasikan dengan
14
lebih jelas. Otak kanan juga berfungsi dalam mengatur seseorang dalam hal bertatap
muka dengan lawan bicara.
Apabila hemisfer kiri dan hemisfer kanan seseorang mempunyai kemampuan
yang sama baiknya,maka seseorang akan dapat berbahasa dengan benar (tata
bahasanya) dan baik ( penggunaannya). Kemampuan kedua hemisfer ini dapat diteliti
dari orang yang mengalami gangguan pada otaknya yang menyebabkan terjadinya
gangguan berbahasa pada orang tersebut. Apabila gangguan terjadi pada otak kiri
maka orang tersebut tidak mampu menggunakan tata bahasa dengan
benar,pembicaraannya kacau tanpa susunan dan kaidah linguistik yang benar. Namun
ketika otak kanannya tidak mengalami gangguan maka ia masih mampu untuk
berkomunikasi dengan orang lain,yaitu melalui bahasa isyarat dan gerakan mata dan
ekspresi wajah.
Tetapi apabila hemisfer kanan mengalami gangguan,walaupun yang diucapkan
benar dari sudut tata bahasa,namun tuturannya tanpa nada kalimat sehingga terdengar
nada yang monoton dan tidak disertai gerakana.
Perkembangan seorang anak sangat bergantung kepada perkembangan otaknya.
Rangsangan otak termasuk pengajaran bahasa,sangat menentukan kualitas otak dan
sekaligus kualitas anak. Oleh sebab itu,perlu dilakukan perhatian khusus terhadap
kedua belahan hemisfer,baik hemisfer kiri maupun kanan,agar pola pikir secara logis
dan analitis serta pola holistus dan kreativitas dapat berkembang pada seorang
manusia.
Hemisfer kiri dikhususkan untuk pemahaman temporal yaitu memproses semua
rangsangan yang diterima dalam jangka waktu yang berbeda. Misalnya seseorang
didengarkan dua urutan nada,suatu dengungan,dan tiga nada yang lain. Apabila ia
diminta untuk mengenali kapan dengungan itu ada dalam jangka waktu ketiga
tersebut?
Maka jawabannya memerlukan pemrosesan oleh hemisfer kiri. Demikian
aritmatika,seperti mengetahui bahwa 1+2+3 = 6. Secara logika,seandainya A lebih
besar dari B,dan B lebih besar dari C,maka A lebih besar dari C.
Pembagian tugas hemisfer kiri dan kanan dibatasi oleh Brown (1972) sebagai
berikut.
15
a. Hemisfer Kiri
1) Bahasa.
2) Persepsi urutan tenporal.
3) Pengiraan.
4) Analisis.
b. Hemisfer Kanan
1) Memproses auditori non bahasa.
2) Memproses Visiospasial.
3) Stereognosis.
4) Sintesis.
8. Anatomi Hemisfer Kiri dan Hemisfer Kanan
Aktivitas fungsional hemisfer kanan serupa dengan hemisfer kiri (Prins 2004).
Daerah primer, sekunder, dan tersier juga ditemukan seperti daerah
oksipital,temporal,pariatel,dan frontak,tetapi kedua hemisfer mempunyai fungsi yang
berbeda.
Kedua hemisfer juga memperlihatkan perbedaan – perbedaan anatomi. Sulcus
Silvii di hemisfer kiri lebih panjang daripada dihemisfer kanan. Hemisfer kiri lebih
banyak mempunyai representasi sensorik dan motorik,sehingga secara umur
primernya lebih luas. Pada hemisfer kanan daerah yang lebih luas adalah korteks
asosiasi oksipital atau visual,korteks asosiasi parietal dan daerah prefrontal .
Dihenmisfer kanan,tingkat sekunder dari daerah -daerah posterior berfungsi untuk
penyadaran dan pengenalan pola. Dibidang auditif,penyadaran dan pengenalan pola –
pola nada,misalnya pola musik dan suara orang. Di hemisfer kanan juga terjadi
pengkodifikasian difusi atau berpencarnya informasi yang masuk, sedangkan di
hemisfer kiri terjadi pengkodifikasian vokal dan terarah.
Pins (2004) merumuskan perbedaan anatomu,pengolahan dan fungsi hemisfer kiri
dan kanan sebagai berikut :
HEMISFER KIRI HEMISFER KANAN
Perbedaan Anatomi Labih banyak bahan putih
Lebih banyak bahan abu – (akson)
16
abu (neuron) Lebih banyak hubungan
Lebih banyak hubungan in antardaerah
terdaerah Daerah prefrontal lebih
Daerah temporal lebih besar besar
Perbedaan Pengolahan Pengkodifikasian terpencar
Pengkodifikasian terarah Perhatian terpencar
Perhatian selektif langsung Perhatian terbagi
untuk arti pertama Pengolahan paralel
Pengolahan serial (berurut) (bersama)
Lebih analisis Lebih holistis
Memperhatikan detail Lebih sintesis
( analitis)
Perbedaan Fungsional Tugas ruang visual
Tugas kebahasaan Koordinasi program gerak
Praksis (pola gerakan serentak
berurutan )
9. Fungsi Lateralisasi
Adalah fungsi asimetris di kedua hemisfer yang bertingkat atau hierarki kortikal.
Di korteks primer belum terjadi lateralisasi, di korteks sekunder sudah ada
lateralisasi,sedangkan pada korteks tersier kebanyakan sudah terjadi lateralisasi.
10. Gangguan pada Hemisfer Kiri
a. Hemisferektomi
Orang dewasa yang menjalani hemisferektomi kiri atau pembedahan yang
dilakukan untuk membuang hemisferektomi, pada umumnya mengalami
kehilangan kemampuan berbahasa untuk selamanya,sedangkan hemisferektomi
kanan tidak mengakibatkan kehilangan fungsi bahasa untuk selamanya.
b. Temporal Planum
Merupakan trek serat putih yang terletak dibawah lobus temporal kanan
dan lobus temporal kiri. Penemuan pada peneliti ―Geschwind‖ membuktikan
bahwa dominan hemisfrer kiri pada manusia telah ditetapkan secara alami. Hal
17
itu berarti pula bahwa secara genetik struktur neuron telah diprogram lebih
banyak ke hemisfer kiri, sehingga manusia mampu untuk berbahasa dengan
adanya fungsi bahasa hemisfer kirinya.
c. Talamus
Talamus merupakan bahagian batang otak tinggi dan memiliki sturktur
paling bawah dalam sistem saraf pusat. Ia memiliki satu hemisfer kiri dan kanan.
Kerusakan pada talamus sebelah kiri menyebabkan tidak berfungsinya lingustik
seperti pengulangan yang tidak disengaja.
1) Gangguan-gangguan Perhatian
Gangguan-gangguan perhatian dapat berupa terjadinya pelambatan dalam
penyerahan informasi, dan tidak mempunyai waktu untuk menyerap dan
mengintegrasikan semua aspek dengan baik, maka prestasinya berkurang.
Gangguan-gangguan tersebut disebabkan oleh kerusakan pada daerah parietal
dan daerah frontal. Daerah parietal kanan diakibatkan oleh cedera pada
diskalkulia, yaitu sebuah gangguan menghitung secara tertulis, yang
melalaikan angka-angka yang ditulis sebelumnya. Sehingga, angka-angka
tersebut tidak turut diperhitungkan selanjutnya. mengakibatkan lemah sisi kiri
badan (Tomkins, 1995).
2) Gangguan-gangguan Daya Ingat
Gangguan pada daya ingat adalah gangguan penyimpanan informasi ruang
visual. Gangguan tersebut terletak pada daerah hipotalamus kanan (Squire,
1987).
3) Gangguan-Gangguan Emosi dan Perasaan
Cederanya pada bahan putih hemisfer kanan, maka kesadaran melalui
tubuhnya tidak wajar. Akibatnya, emosi dan perasaan badan juga tidak wajar.
4) Gangguan-gangguan Persepsi Auditif
a) Gangguan diskriminasi auditif.
Gangguan yang disebabkan oleh penghentian subkortikal ke
daerah temporal kanan, dapat menimbulkan pembedaan pola-pola musik
atau gangguan dalam membedakan suara orang.
b) Agnosia auditif.
18
Gangguan terjadi pada daerah parietal kanan, menimbulkan
gangguan dalam pengintegrasian pola-pola auditif yang disimpan pada
daya ingat semantik. Khususnya, gangguannya adalah agnosia musik atau
tidak mengenal lagu-lagu yang dikenal sebelumnya dan fonagnosia atau
tidak mengenal suara orang yang dikenal sebelumnya (Lancker, 1990).
c) Gangguan auditif ruang.
Sinyal-sinyal suara yang didengar dipindahkan ke ruang sebelah
kanan, sehingga penempatan suara menjadi terganggu.
B. Gangguan-gangguan persepsi visual.
Diskriminasi visual terganggu, dilihat dari diskriminasi wajah dan pembeda antar
latar depan dan latar belakang. Kerusakan terjadi pada daerah parietal posterior kanan,
menimbulkan prosopagnosia (tidak dapat mengenal wajah orang-orang yang dikenal),
dan disorientasi geografis (penderita tidak tahu berada di kota, negara, atau benua mana,
tetapi dapat mengenal lingkungan terdekatnya.
1. Miastenia Gravis
Menurut Santoso (2004), miastenia gravis adalah suatu penyakit autoimun,
persambungan otot dan saraf (neuromuscular junction) berfungsi secara tidak normal
dan menyebabkan kelemahan otot menahun. Gejala gejala yang terjadi dapat berupa
kelemahan pada otot mata, kelelahan otot yang berlebihan, terjadi kesulitan bicara
dan menelan.
Seperti yang dikatakan Yusuf (1990), bunyi-bunyi yang berkaitan dengan
berfungsinya langit-langit lunak (soft palate, velum) dan langit-langit keras adalah
bunyi velar: [k], [g] dan bunyi palatal: [c], [j], iy]. Apabila nerous vagus rusak, maka
fungsi kerongkongan dan faring terganggu (paralisis unilateral muskulus levator veli
palatine) yang menyebabkan palatum mole dan uvula bergeser ke arah sisi yang baik.
2. Cerebral Palsy
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada masa
perkembangan otak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat
kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum
selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif,
19
tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi
serebral.
Penderita cerebral palsy mengalami kesulitan dalam belajar dan perkembangan
fungsi kognitifnya, mereka sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi,
persepsi, maupun, kontrol geraknya. Dilihat dari manifestasi yang tampak pada
aktivitas motorik, penderita cerebral palsy dapat dikelompokkan menjadi spasticity,
athetosis, ataxia, tremor, dan rigidity.
Cerebral palsy athetosis tampak susah payah untuk berjalan, menggeliat-geliat,
dan terhuyung-huyung (sempoyongan). Karakteristik dari penderita cerebral palsy
athetosis ialah mengalami masalah di sebagian besar tangan, bibir, lidah, serta
kakinya. Hal yang menyebabkan gangguan ini terjadi karena luka pada sistem ekstra
piramida yang terletak pada otak depan maupun belakang.
Adnyana, 1995 (dalam Sastra, 2011) menjelaskan komponen-komponen
fungsional dari cara pengucapan penderita cerebral palsy, mencakup hal-hal sebagai
berikut.
a. Berbicara dilakukan saat menghembuskan nafas ketika pusat pernapasan terletak
dibalik otak.
b. Fonasi pemberian suara dengan menggetarkan pita-pita suara. Laring digetarkan
oleh banyak otot-otot kecil.
c. Terjadinya resonansi, yaitu turut bergetarnya udara dalam ruang mulut
tengorokan-hidung, yang digerakkan oleh gerakan pita-pita suara.
d. Artikulasi dalam pembentukan fonem-fonem.
e. Memiliki prosodi atau melodi kalimat yang tergantung pada variasi variasi
ketinggian suara, kekerasan dan lama fonem-fonem, serta waktu istirahat di antara
kata-kata.
20
BAB III
KOMPONEN BERBAHASA
Tujuan Instruksional Khusus
Pada bab 3 ini diharapkan pembelajaran dan pembaca memahami bahwa otak terdiri dari
beberapa komponen setiap komponen mempunyai tugas yang berbeda, begitu juga komponen
yang bertugas untuk si bahasa titik satu sama lain saling berkoordinasi yang akhirnya
memproduksi ujaran titik. Apabila terjadi gangguan fungsi tersebut makaterjadi gangguan dalam
bertutur dan memahami tuturan titik dalam bab ini juga dibicarakan Bagaimana tuturan dan
pendengaran bekerja untuk proses berbahasa dan berbicara.
A. Komponen Otak
Komponen berbahasa adalah bagian-bagian yang berperan dalam mendukung aktivitas
berbahasa pada manusia. Komponen yang dimaksudkan tidak lain adalah otak . Chart, 2003
(dalam Sastra, 2011) menjelaskan bahwa yang termasuk dalam komponen berbahasa adalah
sebagai berikut.
1. Otak
a. Otak Besar ( serebrum)
b. Otak Kecil (serebellum)
c. Batang Otak
2. Sumsum tulang belakang (medula spinalis)
Medula spinalis berada di dalam ruang tulang belakang.
3. Saraf tepi (saraf spinal dan saraf otak, yang sebagian berada di luar ruang tengkorak (otak)
dan ruang belakang (medula spinalis)
Menurut Prof. Albert Einstein, ada dua hal yang tidak terbatas di dunia ini hal tersebut
adalah alam semesta dan otak manusia. Otak manusia adalah otak yang tak ada pertandingannya
di dunia ini tidaklah salah satu manusia dijadikan makhluk paling mulia dari makhluk lainnya
yang diciptakan Allah SWT. Kemudian ditambah lagi, manusia dilengkapi dengan akal budi.
Dalam tulisan yang sama prof. Pyott Anokhin menuliskan tentang kedahsyatan otak
manusia. Ia menyatakan bahwa otak manusia mampu menyimpan satuan informasi sebanyak
angka 1( satu )yang diikuti angka 0 yang panjangnya 10,5 juta kilometer. Otak manusia normal
yang terdiri dari 1.000.000. 000.000 sel (1 triliun sel otak), yang diantaranya terdiri dari 100.000.
21
000. 000 neuron yang masing-masing membentuk jaringan satu sama lainnya sampai sekitar
20.000 bang setiap neuronnya. bila kita mengingat 10 satuan informasi setiap detiknya, dan kita
kalikan 24 jam /hari lalu dikalikan 360 hari/tahun, lalu dikalikan 100 tahun maka kita harus
memakai kapasitas otak kita sebesar 10% saja.
Berat otak manusia = 2% dari berat tubuh masing-masingnya, namun pembentukan oksigen
sebesar 20% dari kebutuhan oksigen tubuh kita. Sedangkan jumlah sel otak manusia normal
tidak berbeda jauh dari sel otak manusia jenius (seperti Einstein), hanya berselisih beberapa juta
saja titik perbedaannya adalah pada optimalisasi fungsi otak kiri dan otak kanannya.
Dalam kaitannya dengan berbahasa, otak berperan sebagai alat pengendali, pengatur semua
proses gerak dan aktivitas manusia. Letaknya di dalam ruang tengkorak yang secara umum
terdiri dari otak besar (serebrum), otak kecil (serebellum)dan batang otak.
Otak besar terbagi menjadi dua bagian/belahan (disebut juga hemisfer) yaitu hemisfer kiri
dan kanan yang dihubungkan dengan korpus kallosum.tiap hemisfer terbagi lagi dalam bagian
bagian besar yang disebut dengan lobus, yaitu lobus frontalis, lobus parietal lobus oksipitalis dan
lobus temporalis.permukaan otak yang tampak berkelok-kelok membentuk lekukan disebut
dengan silkus sedangkan yang berbentuk benjolan disebut dengan giro. Kedua permukaan itu
kemudian disebut dengan konteks beri-beri mempunyai peranan penting terhadap aktivitas.
Ketika mendengar orang lain berbicara, kita sering dengan mudah dapat memahami kata-
kata yang diucapkannya. Kita sering kurang menyadari bahwa ujaran yang dihasilkan dalam
bentuk bunyi-bunyian melalui udara itu sebenarnya adalah suatu hal yang kompleks. Dalam
bahasa Inggris rata-rata orang menuturkan 125-180 kata per menit. pembaca berita di televisi
dapat mencapai 210 kata, sedangkan tukang lelang dapat mencapai lebih dari itu (Gleason dan
Ratner, 1998). jumlah ini memberi gambaran bahwa sebagian besar kata-kata dalam bahasa
Inggris itu mempunyai satu suku kata seperti : book, go, eat, come, dsb. untuk bahasa Indonesia
hal ini belum di selidiki titik tetapi, oleh karena kebanyakan kata dalam bahasa Indonesia
mempunyai dua suku kata dua atau lebih ih seperti : makan, tidur, membawa, menyelesaikan,
maka jumlah kata-kata yang diucapkan permenit pastilah lebih kecil jika dibandingkan dalam
bahasa Inggris. Jumlah ini mungkin sekitar 80-110 kata saja.
Apabila dilihat dari jumlah bunyi yang diucapkan, ditemukan bahwa dalam bahasa
Inggris secara rata-rata ada 25-30 segmen bunyi atau font yang dihasilkan dalam setiap detik
(Gleason dan Radner, 1998).karena sifat bunyi dalam bahasa manapun sama, maka dapat diduga
22
bahwa orang Indonesia pun menghasilkan jumlah bunyi yang sama setiap saat yakni antara 25-
30 bunyi. dengan demikian setiap kali kita bercakap-cakap selama 1 menit, kita mengeluarkan
antara 1.500-1.800 bunyi.
Semua perempuan, laki-laki dan seorang anak juga berbeda-beda titik getaran pita suara
untuk wanita adalah antara 200-300 per detik, sedangkan terdengar lebih " garuk". Frekuensi
suara anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan suara perempuan karena getaran pita suaranya
dapat mencapai 400 per detik. Perbedaan-perbedaan ini dapat menghasilkan bunyi yang berbeda-
beda meskipun kata-kata yang diucapkan itu sama. Kata tidur yang diucapkan oleh seorang
perempuan, laki-laki, dan anak-anak tidak akan berbunyi sama. Namun, kita sebagai pendengar
dapat memersepsikannya sebagai kata yang sama. Hal ini karena kita dianugerahi alat-alat yang
dapat menunjang kita untuk berbahasa.
B. Otak dan Bahasa
Orang sudah lama sekali berbicara tentang otak dan bahasa. Aristoteles pada tahun 384-
322 sebelum masehi telah berbicara soal hati yang melakukan hal-hal yang kini kita ketahui
dilakukan oleh otak. Begitupula pelukis terkenal Leonardo da Vinci pada tahun 1.500-an
(Dingwall, 1988).namun titik tolak yang umum dipakai adalah setelah penemuan penemuan yang
dilakukan oleh Broca dan Wernicke pada tahun 1860-an.
Otak kita terdiri atas hemisfer kiri dan hemisfer kanan titik pada mulanya dinyatakan
bahwa hemisfer kiri "ditugaskan" terutama untuk mengelola ihwal bahasa dan hemisfer kanan
untuk hal-hal yang lain. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa hemisfer kanan pun ikut
bertanggungjawab pula dalam hal penggunaan bahasa.
Wujud fisik dari hemisfer kiri dan hemisfer kanan hampir sama tetapi di sana sini ada
sedikit perbedaan titik misalnya pada hemisfer kiri ada daerah yang ini daerah Wernicke, yang
lebih luas daripada bagian yang sama di hemisfer kanan. Wernicke diambil dari nama seorang
ahli dari Jerman, Carl Wernicke, yang hidup dari tahun 1848-1904 ia mempunyai pasien yang
terkena gangguan bicara, pasien ini dapat berbicara dengan lancar, tetapi maknanya tidak
menentu titik begitu juga komprehensi nya sangat terganggu. Setelah diteliti lebih lanjut dan
dibandingkan dengan pasien pasien lainnya maka disimpulkan bahwa di lobby temporal dan
agak menjorok ke daerah periodental dan bagian berkaitan dengan konferensi titik di daerah ini
kemudian dikenal dengan nama daerah Wernicke.
23
Hemisfer kiri terdiri dari empat daerah besar yang dinamakan lobby yang selain memiliki
fungsi bahasa juga memiliki tugas masing-masing :
1. Lobe frontal (frontal lobe)bertugas mengurusi ihwal yang berkaitan dengan kondisi
2. Lobe temporal (temporal lobe), mengurus hal-hal yang berkaitan dengan pendengaran
3. Lobe ospital (occipital lobe) menangani ihwal penglihatan, dan
4. Lobe pariental (parietal lobe) mengurus rasa somaestetik, yakni, rasa yang ada pada tangan,
kaki, muka dsb.
Pada lobe frontal terdapat suatu daerah yang kemudian dikenal sebagai daerah brocha.
Nama ini berasal dari seorang ahli bedah saraf Perancis yang bernama Piere Paul Broca yang
hidup dari tahun 1824-1880. Menjelang tahun 1863 Broca telah menyelidiki sekitar 20 kasus.
Setelah melakukan berbagai operasi post mortem (sesudah orang yang meninggal) akhirnya dia
berkesimpulan bahwa kita berbicara dengan memakai hemisfer kiri daerah yang berkaitan
dengan bicara ini sampai kini dikenal dengan nama daerah Broca. Dengan kata lain bagian-
bagian otak yang terlihat dengan bahasa adalah bagian Wernicke dan Broca. Bagian Wernicke
merupakan pusat pemahaman lisan dan bagian Broca merupakan pusat yang mengelola
penyampaian lisan atau motor berbahasa.
Pada semua lowbat terdapat Apa yang dinamakan girus (gyrus) dan siklus (sulcus).virus
adalah semacam gundul atau bukti dengan lereng-lereng nya sedangkan sulcus adalah seperti
lembah, bagian yang masuk kedalam titik salah satu girus tersebut adalah girus anguler (angular
gyrus).virus ini mempunyai fungsi untuk menghubungkan apa yang kita lihat dengan apa yang
kita pahami di daerah Wernicke.
Untuk menghubungkan apa yang kita dengar atau lihat dengan apa yang kita ucapkan ada
kelompok fiber yang dinamakan fasikulus arkuat (arcuate fasciculus). Tugas fiber fiber ini
adalah untuk mengoordinir pendengaran, penglihatan, dan pemahaman yang diproses di daerah
Wernicke dengan proses pengujian yang dilakukan di daerah Broca.
Pada daerah broca, agak ke belakang, ada jalur yang dinamakan korteks motor (motor cortex).
korteks ini bertugas untuk mengendalikan alat-alat ujaran seperti lidah, rahang, bibir, gigi dan
pita suara.
Pada lobe temporal terdapat korteks pendengaran primer yang berfungsi untuk
menanggapi bunyi yang didengar titik pada lobus oksipital juga terdapat korteks yang serupa
korteks visual tetapi tugasnya adalah untuk menanggapi apa yang dilihat.
24
C. Proses Bahasa di Otak
Proses berbahasa adalah proses yang ditampilkan manusia dalam kemampuan dan
perilakunya berfikir, bercakap-cakap, bersuara dan mengungkapkan segala sesuatu dengan suara.
Apabila proses ini berjalan dengan baik, maka seseorang dapat memahami dan menggunakan
isyarat komunikasi yang disebut dengan bahasa melalui proses produktif dan reseptif.
Proses berbahasa produktif dan proses berbahasa reseptif dapat dianalisis dengan
pendekatan perilaku behaviorisme dan pendekatan kognitif. Dalam kaitannya dengan psikologis;
maka proses reseptif ilah yang banyak disorot dan dibicarakan oleh pakar psikologistik (Parera
1996), seperti yang terdapat pada perolehan bahasa atau akuisisi.menganalisis proses produktif
dan proses reseptif tersebut berkembang menjadi sebuah pandangan terhadap perkembangan
bahasa pada anak anak sejak lahir sampai menjelang usia sekolah.
Pandangan behaviorisme menyatakan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama
dikendalikan dari luar si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan titik
anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungan yang tidak memiliki peranan
yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Kaum behavioris tidak mengakui
pandangan dengan bahwa anak mengetahui kaidah bahasa dan memiliki kemampuan untuk
mengabstrakkan ciri-ciri penting dari bahasa di lingkungannya. Perkembangan bahasa dipandang
sebagai salah satu kemajuan dari pengungkapan verbal yang berlaku secara acak sampai kepada
kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip pertania S-R (stimulus-
respon).
Pandangan kognitivisme yang sangat dikenal adalah tentang perseteruan Jean piaget dan
Chomsky dalam memandang alam (Lingkungan) terhadap proses pembahasan anak. Piaget
menyatakan bahwa struktur yang kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan oleh
alam dan bukan pula sesuatu yang dipelajari dari lingkungan. Sebaliknya Chomsky berpendapat
lingkungan berbahasa tidak dapat menjelaskan struktur yang muncul di dalam bahasa anak.
Selanjutnya Piaget menegaskan sebuah proses yang berlangsung pada tahap ini, yaitu proses
sensori motorik (S-M)yang terjadi saat anak lahir sampai berusia 18 bulan titik anak-anak pada
proses ini memahami dunia melalui alat indranya ( sensory) dan gerak kegiatan yang dilakukan
(motor). Anak hanya akan mengenal benda jika benda itu dialaminya secara langsung. Begitu
benda itu hilang dari penglihatannya maka benda itu dianggap tidak ada lagi titik menjelang
25
akhir usia 1 tahun barulah anak itu dapat menangkap bahwa objek itu permanen (tetap ada)
meskipun sedang tidak dilihatnya.
Proses encoding dan proses decode atau proses produksi dan reseptif berawal pada
pemahaman dan berakhir pada pemahaman. ini berarti bahwa proses berbahasa adalah proses
komunikasi yang bermakna dan berguna. Dengan kata lain, yang dikomunikasikan adalah makna
dan yang diterima adalah makna yang berupa pesan atau perasaan. Bagan tersebut juga
menunjukkan bahwa berbahasa itu merupakan proses mengirimkan berita dan menerima berita.
Kegiatan menghasilkan berita, pesan, dan amanat disebut produktif, sedangkan proses
penerimaan berita, pesan atau amanat disebut reseptif. Kedua proses ini terjadi secara
kesinambungan .
Berdasarkan proses reseptif dan produktif, maka proses berbahasa yang terjadi pada
anak-anak melalui tahapan berikut.
a. Imitasi
Imitasi dalam perolehan bahasa terjadi ketika anak menirukan pola bahasa maupun kosakata
dari orang-orang yang signifikan bagi mereka biasanya orangtua atau pengasuh. Imitasi yang
dilakukan oleh anak tidak hanya menirukan secara persis (mimikri)hal yang dilakukan orang
lain, namun anak memilih hal-hal yang dianggap oleh anak menarik untuk ditirukan.
b. Pengondisian
Mekanisme perolehan bahasa melalui pengondisian diajukan oleh Skinner,1974 (dalam Sastra,
2011) mekanisme pengondisian atau pembiasaan terhadap ucapan yang didengarkan anak dan
asosiasikan dengan objek atau peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu kosakata awal yang
dimiliki oleh anak adalah kata benda.
c. Kognisi sosial
Anak memperoleh pemahaman terhadap kata (semantik) karena secara kondisi ia memahami
tujuan seseorang memproduksi suatu fonem melalui mekanisme atensi bersama titik adapun
produksi bahasa diperolehnya melalui mekanisme imitasi.
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa proses berbahasa lebih bersifat bolak-balik antara
penutur dan pendengar, maka seorang penutur kemudian bisa menjadi pendengar dan seorang
pendengar kemudian bisa menjadi seorang penutur.begitulah proses yang terjadi bergantian yang
secara teoritis berjalan lama dan panjang, atau berjalan singkat dan cepat. Semua proses tersebut
dikendalikan oleh otak.
26
Otak memegang peranan penting dalam berbahasa titik prosesnya adalah sebagai berikut :
apabila input yang masuk adalah dalam bentuk tulisan, maka bunyi-bunyi itu ditanggapi di lobby
temporal, khususnya oleh korteks primer pendengaran titik di sini input tadi diolah secara rinci
sekali.
Setelah diterima, dicerna, dan diolah, maka bunyi bunyi bahasa tadi "dikirim" ke daerah
Wernicke untuk diinterpretasikan titik di daerah ini bunyi-bunyi itu dipilah-pilah menjadi suku
kata, kata frasa klausa, dan akhirnya kalimat. setelah diberi makna dan dipahami isinya, maka
ada dua jalur kemungkinan. Bila masuk kan tadi hanya sekedar informasi saja tidak perlu
ditanggapi, maka masukkan tadi cukup disimpan saja dalam memori titik suatu saat nanti
mungkin informasi itu diperlukan titik bila masuk kan tadi perlu ditanggapi secara verbal, maka
interpretasi itu dikirim ke daerah broca melalui fasikulus arkuat.
Pada daerah broca proses penanggapan dimulai titik setelah diputuskan tanggapan verbal itu
bunyinya seperti apa, maka daerah brocha "memerintahkan" motor corteks untuk
melaksanakannya. Proses pelaksanaan di korteks motor juga tidak sederhana titik untuk suatu
ujaran ada minimal 100 otot dan 140.000 rentetan neuromuskuler yang terlibat titik motor
korteks juga harus mempertimbangkan tidak hanya urutan kata dan urutan bunyi, tetapi juga
urutan dari filter fitur-fitur pada tiap bunyi yang harus dianjurkan.
Bila input yang masuk bukan dalam bentuk lisan, tetapi dalam bentuk tulisan maka jalur
pemrosesannya agak berbeda. Tetapi dalam bentuk tulisan, maka jalur prosesnya agak berbeda
titik masukkan tersebut tidak ditanggapi oleh korteks primer pendengaran, tetapi korteks visual
di lobbe oksipital. Masukan ini tidak berlangsung dikirim ke daerah Wernicke,tetapi harus
melewati girus anguler yang mengorganisasikan daerah pemahaman dengan daerah oksipital titik
setelah tahap ini, prosesnya sama yakni, input tadi dipahami oleh daerah Wernicke kemudian
dikirim ke daerah broca bila perlu tanggapan verbal. Bila tanggapannya juga visual maka
informasi itu dikirim ke daerah oriental untuk diproses visualisasinya.
D. Peran Hemisfer Kiri Dan Kanan
Dari gambaran di atas jelas tampak bahwa hemisfer kiri merupakan hemisfer
yang"bertanggung jawab" tentang ihwal kebahasaan. Akan tetapi,apakah hemisfer kanan sama
sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan kebahasaan?
Pandangan lama memang mengatakan bahwa ihwal kebahasaan itu ditangani oleh hemisfer
kiri,dan sampai sekarang pada pandangan itu masih juga banyak dianut orang dan banyak pula
27
benarnya. Penelitian wada (1949) hemisfer kiri yang "ditidurkan" maka terjadila gangguan
wicara. Tes yang dinamakan dichotic listening task yang dilakukan oleh Kimura (1961) juga
menunjukan hasil yang sama. Kimura memberikan imput,misalnya kata /da/ pada telinga kiri,dan
/ba/ pada telinga kanan secara simultan. Hasil eksperimen menunjukan bahwa imput yang masuk
lewat telinga kanan jauh lebiab akurat daripada yang lewat telinga kiri.
Dari hasil operasi yang dinamakan hemispherectomy-operasi,dimana satu hemisfer diambil
dalam rangka mencegah epilasi,terbukti juga bahwa bila hemisfer kiri yang diambil maka
kemampuan berbahasa orang itu menurun dengan derastis. Sebaliknya,bila yang diambil
hemisfer kanan,orang tersebut masih dapat berbahasa,meskipun tidak sempurna.
Walaupun kasus-kasus diatas mendukung peran hemisfer kiri sebagai hemisfer bahasa, dari
penelitian-penelitian mutakhir didapati bahwa pandangan ini tidak seluruhnya benar. Hemisfer
kanan pun ikut berperan. Ternyata ada hal-hal yang berkaitan dengan bahasa yang ternyata
ditangani juga oleh hemisfer kanan.
Dari orang-orang yang hemisfer kanannya terganggu,ditemukan bahwa kemampuan
mereka dalam mengurutkan peristiwa sebuah cerita atau narasi menjadi kacau. Mereka tidak
mampu lagi untuk menyatakan apa yang terjadi pertama,kedua,ketiga,dst. Orang-orang ini juga
mendapatkan kesukaran dalam menarik informasi. Kalau orang mendengar atau membaca
sebuah cerita tentang seorang pria yang sering menelefon,menemui,dan mengajak pergi seorang
wanita,maka dia akan kesukaran untuk menarik kesimpulan bahwa pria tersebut menyukai
wanita itu. Orang yang terganggu hemisfer kanannya juga tidak dapat mendeteksi kalimat
ambigu, dia juga kesukaran memahami metafora maupun sarkasme. Intonasi kalimat interogatif
juga tidak dibedakan dari intonasi kalimat deklaratif sehingga kalimat Tanya "Dia belum
datang?" Dikiranya sebagai kalimat deklaratif "Dia belum datang".
Dari gambaran ini tampak bahwa hemisfer kanan juga mempunyai peran terhadap bahasa,
tetapi memang tidak seintensif seperti hemisfer kiri. Namun demikian, hemisfer kanan tetap
memegang peran yang cukup penting dalam berbahasa.
E. Koordinasi Saraf di Otak
Berdasarkan kajian neorolinguistik,membunyikan satu kata saja akan melibatkan beratus
saraf. Saraf-saraf tersebut berkoordinasi atara satu dengan yang lain agar dapat menghasilkan
bunyi yang akan diucapkan oleh seseorang. Gangguan pada sala satu saraf menyebabkan
gangguan terhadap alat ucap. Akibatnya,bunyi bahasa yang dihasilkan akan cacat atau membuat
28
si pendengar kesulitan untuk menafsirkannya. Hal ini disebabkan karena alat-alat ucap tidak
dapat berfungsi dengan baik unthk membunyikan suatu fonem,yang bisa membawa perubahan
pada bunyi bahasa yang hendak diucapkan. Tuturan akan menyimpang dari apa yang seharusnya
dibunyikan dan keadan ini akan membawa kesulitan untuk dipahami pendengar.
Saraf utama yang terlibat dalam menghasilkan tuturan ialah:
1.Saraf karnial ke V (Trigeminalnerve) yang berkaitan dengan pergerakan mulut dan rahang;
2.Saraf karnial ke X (Vagus Nerve) yang berkaitan otot-otot pita suara;
3.Saraf karnial keXII (Hypoglossal Nerve) yang berkaitan dengan pergerakan lidah.
Dari sruktur serta organisasi otak manusia diketahui bahwa otak memegang peran yang
sangat penting dalam bahasa. Apabila imput yang masuk adalah dalam bentuk lisan,maka bunyi-
bunyi itu menanggapi di lobe temporal,khususnya oleh konteks primer pndengar. Di sini imput
tadi diolah secara rinci sekali.
Setelah diterima,dicerna,dan diolah maka bunyi-bunyi bahasa tadi "dikiri" ke daerah
wernicke untuk diinterpretasikan. Di daerah ini bunyi-bunyi itu dipilah-pilah menjadi suku kata,
kata, frasa ,kluasa ,dan akhirnya kalimat. Setelah diberi makna dan dipahami isinya, maka ada
dua jalur kemungkinan. Bila mashkan tadi hanya sekedar informasi saja tidak perlu
ditanggapi,maka masukan tadi cukup disimpan saja dalam memori. Suatu saat nanti mungkin
informadi itu diperlukan. Bila masukan tadi perlu ditanggapi secara verbal,maka interpretasi itu
dikirim ke daerah Broca melalui fasikulus arkuat.
Kemudian di daerah Broca proses penanggapan dimulai. Setelah diputuskan tanggapan verbal
itu bunyi nya seperti apa,maka daera Broca "memerintahkan" motor konteks untuk
melaksanakannya. Proses pelaksanaan di konteks motor juga tidak sederhana. Untuk suatu
ujaran ada minimal 100 otot dan 140.000 rentetan neuromuskuler yang terlibat. Motor konteks
harus juga mempertimbangkan tidak hanya urutan bunyi, tapi juga urutan dari fitur-fitur pada
tiap bunyi yang harus diujarkan.
F. Daerah Ujaran
Daerah ujaran terdiri atas bagian-bagian tersebut:
1. Bibir
Bibir atas dan bibir bawah. Kedua bibir ini dapat dirapatkan untuk membentuk bunyi
yang dinamakan bilabial. Bunyi seperti {p},{b},dan {m} adalah bunyi bilabial.
2. Gigi
29
Untuk menghasikan ujaran hanya gigi atas yang mempunyai peranan. Gigi ini dapat
dirapatkan kepada bibir bawah untuk menghasikan bunyi yang dinamakan labio-dental. Contoh
bunyi seperti ini ada lah bunyi {f} dan {v}.
3. Gusi atau alveolar
Daerah ini berada pada pangkal gigi atas. Ujung lidah dirapatkan ke gusi atas untuk
membentuk bunyi yang dinamakan bunyi alveoler. Bunyi {t} dan {d} dalam bahasa inggrin
adalah contoh bunyi alveolar.
4. Langit-langit keras
Daerah ini terletak pada rongga atas mulut,yaitu dibelakang daerah alveolar. Daera ini
dapat dirapatkan pada bagian depan lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan bunyi
alveopalatal seperti bunyi {c} fan {j}.
5. Langit-langit lunak
Daerah ini,terletak pada bagian belakang rongga mulut atas. Pada langit-langit lunak ini
dapat dirapatkan pada bagian belakang lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan velar
seperti bunyi {k} dan {g}.
6. Uvula
Pada ujung rahang atas terdapat anak tekak yang dinamakan uvula. Uvula dapat
digerakkan untuk menutup saluran kehidung atau membukanya. Bila uvula tidak dirapatkan pada
bagian atas laring,maka bunyi udara keluar melalui hidung. Bjnyi inilah yang dinamakan bunyi
sangau. Sebaliknya,bila uvula dirapatkan pada dinding laring maka udara disalurkan melalui
mulut dan menghasilkan bunyi yang dinamakan bunyi oral.
Alat-alat ujaran terdiri dari:
1. Lidah
Pada rahang bawah,di samping bibir dan gigi,terdapat pula lidah. Lidah adalah bagian
dari mulut yang kenyal;ia dapat dilenturkan dengan mudah. Lidah terbagi atas beberapa bagian:
a. Ujung lidah,adalah bagian yang paling depan pada lidah,
b. Daun lidah,adalah bagian yang berada persis dibelakang ujung lidah,
c. Depan lidah,adalah bagian yang sedikit ke tengah pada bagian daun di depan,
d. Belakang lidah,adalah bagian yang ada pada bagian belakang daun lidah.
Bagian-bagian ini dapat digerak-gerakkan dengan cara dikedepankan, dikebelakangkan,
dan dikebawahkan untuk membentuk bunyi-bunyi tertentu.
30
2. Pita suara
Pita suara adalah sepasang selaput yang berada di halkum (laring). Status selaput suara
ini turut menentukan perbedaan antara satu konsonan dengan konsonan lain.
3. Laring
Saluran udara menuju ke rongga mulut atau rongga hidung.
4. Rongga hidung
Rongga untuk bunyi-bunyi sengau seperti/m/ dan/n/.
5. Rongga mulut
Untuk bunyi-bunyi oral seperti /p/,/b/,dan/n/.
Kecacatan dalam satu saraf akan membawa gangguan terhadap ujaran. Peranan saraf-
saraf tersebut adalah untuk menggerakkan antikulator dan bagian-bagian yang terlibatdalam
berbahasa agar bunyi-bunyi bahasa dapat dihasilkan. Kegagalan menggerakkan antikulator
mengakibat kanterjadinya kekeliruan ucapan atau bunyi bahasa karena "perkataan" tidak dapat
diujarkan dengan betul.
Perbedaan antara satu bunyi yang dihasilkan dengan bunyi yang lain bergantung pula krpada
keadaan bagaimana udara dalam paru-paru dihembuskan keluar. Cara alat artikulator digerakkan
dan tempat tertahnnya udara dihembuskan krluar dari rongga mulut juga menentukan bentuk
bunyi. Dalam proses menghasilkan bunyi bahasa,bagian otak,mulut,dan paru-paru merupakan
bagian yang terlibat dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa.
Pembunyian bahasa berawal pada saat udara dari paru-paru dihembuskan keluar. Saat
proses penghembusan,udara bergerak melalui saluran suara yang melibatkan rongga
tekak,rongga mulut, dan rongga hidung. Alat di rongga tekak terdiri dari; glotis,pita suara,dan
epiglotis. Yang dirongga mulut adalah; bibir,gigi,gusi,langit,lidah dan anak tekak. Sedangkan
yang disalurkan hidung didominasi oleh rongga hidung. Hal ini bermakna,udara dari laru-paru
adalah elemen utama dalam berbahasa. Jika seseorang bemasalah dalam pernapasan seperti
"sesak nafas" dan "lelah",maka,akan menghasilkan bunyi fonem {b,p} dan tertahan di gusi
menghasilkan fonem {t,d}.saat proses tersebut,udara didalam paru-paru akan menuju pita suara
danbgetaran pita suara ini penting untuk menentukan perbedaan suatu bunyi yang
dihasilkan,apakah bersuara atau tidak. Jika pita suara bergetar disebut "bunyi bersuara" dan jika
sebalik nya maka disebut"bunyi tidak bersuara".
31
Untuk mengenali yang mana bunyi bersuara dan yang mana bunyi tidak bersuara dapat
kita lakukan dengan meletakkan telapak tangan di tekak sambil membunyikan bunyi "sssss..."
dan "zzzzz...",contohnya bunyi "sssss..."bukanlah merupakan bjnyj bersuara karena kita tidak
merasakan getaran terjadi dan bunyi "zzzzz..." adalah bunyi bersuara karena ada terjadi getaran
yang dapat dirasakan oleh telapak tangan kita (Bastiaanse,1999). Perbuatan dengan meletakkan
tangan di tekak tersebut adalah adalah panduan mudah untuk membedakan antara bunyi
bersuara dan tidak bersuara.
G. Tuturan
Ingram (2007) menjelaskan bahwa ada tiga aspek permasalahan yang harus diperhatikan
pada pengenalan kata-kata atau tuturan yang diucakan kleh penutur,di antaranya:
1. Sinyal masuk, struktur bunyi dari tuturan dan bagaimana sinyal dari tuturan diproses oleh
sistem pendengaran manusia.
2. Gambaran dalam fonologis: cara bagaimana sebuah kata atau target bunyi dari sebuah
kata tersimpan pada bagian pengenalan kata-kata dalam tuturan.
3. Hubjngan antara poin 1 dan 2: hubungan antara pengguaan alat pendengaran dan bagian
dalam daerah pengenalan kata-kata.
H. Spektogram Tuturan
Struktur akustik dari tuturan manusia digambarkan dengan menggunakan alat yang
dikenal dengan nama sprktogram. Gambaran struktur tuturan tersebut disebut energi akustik
yang berupa sinyal dari tuturan yang ditentukan oleh waktu dan ketetapan frekuensi. Sebagai
cintoh dapat dilihat pafa gambar berikut (sebuah spektogram dari frasa sheep likesoftt grass):
Spektogram digunakan untuk melihat batasa-batasan akustik yang jelas antara huruf
konsonan dan vokal. Dari frasa sheep like soft grass,bunyi 'sh' {|} pada sheep tiba-tiba berubah
manjadi energi yang terstruktur dari huruf vokal 'ee' {i},dengan tiga pita energi pokok ,yang
terletak tepat pada 200,2000,dan 2500 HZ pada garis vertikal dari spektogram . Pita energi pada
spektogram mewakili tiga frekuensi resonansi pertama dari sebuah sistem huruf vokal. Bunyi
tuturan dibuat dengan sebuah sistem vokal yang relatif terbuka dengan getaran vokal yang
tertutup (vokal,suara {I,r},dan huruf atau bunyi semi vokal {w,y}) memiliki pola yang khusus
pada spektogram,mencerminkan fakta frekuensi resonansi yang dihububgkan dengan bentuk
rongga bunyi yang digunakan untuk menghasilkan bunyi. Satu kelas bunyi,konsonan
'stop',seperti {k} pada 'like' termasuk energi kosong pada spektogram yang diucapkan tanpa
32
getaran atau disebut dengan istilah voiceless (yang terletak pada waktu 620-690 pada gambar di
atas.
I. Faktor Kesulitan Tuturan
Masalah Segmentasi
Masalah segmentasi maksudnya adanya pembagian-pembagian satu tuturan,misalnya
frasa,kata dan kalimat yang berbeda antara satu bahasa dengan bahasa lain.struktur gramatikal
bahasa indonesia berbeda dengan bahasa inggris,misalnya pada bahasa indonesia kita hanya
mengenal satu bentuk,baik untuk mengungkapkan kejadian masa lalu,masa sekarang,maupun
masa yang akan datang.pada bahasa inggris kitamengenal enam belas tenses(tata bahasa)yang
membedakan pola kalimat untuk mengekspresikan masa lampau,masa sekarang maupun masa
yang akan datang.
Varibilitas
Mengenali tuturan hampir dengan membaca tulisan tangan.tidak semua orang memiliki
kemampun yang sama untuk membaca tulisan tangan orang lain.terkadang mereka mengalami
kesulitan,karena ada tulisan yang jelas dibaca ada pula yang tidak jelas. Begitupun halnya
dengan tuturan.orang yang berbeda akan memiliki cara cara yang berbeda pula dalam
menuturkan sesuatu. Hal ini tentu saja menghasilkan pemahaman yang berbeda pula tentang satu
tuturan yang sama. Faktor yang jadi pembeda bisa saja karena ciri khas masing-masing
penutur,status atau keadaaan nya. Hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah lingkungan
berkenaan fengan fonologi,atau konteks dari bunyi,intonasi penutur,dan gaya penuturan.
Tingkat transmisi informasi tidak mempengaruhi kompleksitas pemetaan antara tuturan dan
pengenalannya. Model pengenalan tuturan sering dipengaruhi oleh perasaan sehingga informasi
yang diucapkan ditentukan oleh kondisi si penutur. Tingkat transmisi ini juga dipengaruhi oleh
sifat fonetis(bersifat konkret)dan fonologis(bersifat abstrak)penuturnya yang tergambar ketika
seseorang menghasilkan tuturan.
J. Paradigma Tuturan
Ada dua hipotesis mengenai pengenalan tuturan;hipotesis versi lemah dan hipotesis versi
kuat. Hipotesis versi lemah menyatakan bahwa pengenalan tuturan hanya diproses secara
linguistik tanpa adanya pengaruh dari otak. Hipotesis versi kuat menyatakan bahwa pengenalan
tuturan dipengaruhi oleh area bahasa pada otak manusia.
K. Paradigma dan Temuan
33
Ingram (2007)menjelaskan bahwa terdapat tiga paradigma penelitian yang dilakukan ahli, yaitu:
dichotic listening, categorical perception dan duplex perception.
Dichoti Listening
Penelitian ini dilakukan oleh kimura(1961). Beliau melakukan penelitian terhadap proses
pengenalan tuturan pada manusia yang diberikan headphones. Poin yang ditekankan adalah
proses dan hasil pendengaran manusia tersebut. Dari hasil penelitiannya,disimpulkan bahwa
telinga bagian kanan manusia lebih berfungsi dan kuat dalam mengani tuturan yang didengar
daripada telinga bagian kiri. Beliau juga menyatakan bahwa telinga bagian kanan manusia diatur
oleh hemisfer kiri dari kortek serebral.
Categorical Perception
Penelitian ini dilakukan oleh Lane (1965) dan Liberman dkk.(1967). Dari hasil
temuannya,mereka berkesimpulan bahwa proses pengenalan tuturan dipangaruhi oleh manusia
untuk melafalkan huruf vokal dan konsonan dengan benar. Merekan mencontohkan dengan kata
bad dab bed pada bahasa inggris. Jika pelafalan huruf vokal /a/ dan /e/ salah,maka artinya juga
berbeda.
Duplex Perseption
Penelitian ini diantaranya dilakukan oleh Gokcen dan Fox (2001),yang menemukan bahwa
pengenalan tuturan tidak hanya dipengaruhi oleh telinga bagian kanan,tapi dipengaruhi oleh
kerja sama telinga kiri dan kana. Telinga kanan akan mengenali tuturan kata dasar,dan telinga
kiri mengenali kata-kata yang kompleks.
Tuturan Leksikal
Pengenalan tuturan secara leksikal dapat dilakukan dengan merode TRACE yang
diciptakan oleh McClelland dan Elman (1986). TRACE adalah alat untuk mengenal tuturan
secara lekskon. Misalnya pada kata Christmas dan foolish. Bunyis pada Christmas dituturkan
dengan /s/ , sedangkan bunyi s pada foolish dituturkan dengan sy. Contoh lain misalnya bunyi
cub dan cup. Orang yang tidak bisa membedakan bunyi /b/ dan /p/ pada kata diatas akan
mengalami kekeliruan juga dalam penentuan makna. Bunyi /b/ dilafalkan dengan bergetar
(voiced) sedangkan bunyi /p/ tidak bergetar (voiceless)
L. Gangguan Proses Pendengaran dan Tuturan
Klasifikasi klinis dari gangguan proses pendengaran dan tuturan, antara lain :
Cortical Deafness (Tuli Kortikal)
34
Gangguan ini disebabkan oleh kerusakan pada lapisan luar sistem pendengarannya yang
menyebabkan penderita tidak dapat menerima stimuli secara total, tidak bisa mendengar apapun.
Auditory Agnosia (Agnotis Pendengaran)
Gangguan ini juga disebabkan oleh kerusakan sebgaian kecil lapisa luar sistem
pendengaran manusia, yang menyebabkan penderita tidak dapat mengenali kata-kata yang
umum, yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Penderita dapat mendengar stimulus
suara, tapu tidak bisa mengenalinya, suara yang didengar tidak jelas.
Pure Word Deafness (Tuli Kata)
Gangguan ini disebabkan karena kerusakan pada sel motorik dan sensorik istem
pendengaran, sehingga menyebabkan penderita tidak dapat mengenali tuturan atau bahasa lisan,
tapi dia mengetahui cara berbahasa dan pendengarannya tidak terganggu.
Phonological Retrieval Disorder (Gangguan Fonologis)
Gangguan ini disebabkan oleh kerusakan sel temporal perietal pada sistem pendengaran
manusia yang mengatur penerimaan unsur leksikon dan makna kata. Akibat dari gangguan ini
penderita tidak dapat mengenali unsur fonologis sebuah kata.
Otak secara langsung berhubungan dengan sistem pendengaran manusia dalam rangka
mengenali stimulus berupa tuturan. Jika terjadi kerusakan pada otak, maka akan mempengaruhi
sistem pendengaran manusia, begitupun sebaliknya. Proses pengenalan tuturan dapat dilihat
melalui alat yang disebut spektogram. Ada tiga aspek permasalahan yang harus diperhatikan
pada pengenalan tuturan, sinyal masuk (struktur bunyi dari tuturan dan bagaimana dari tuturan
diproses oleh sistem pendengaran manusia), gambaran dalam fonologis (cara bagaimana sebuah
kata atau target bunyi dari sebuah kata tersimpan pada bagian pengenalan tuturan. Ada 2 faktor
utama yang menyebabkan sulitnya pengenalan tuturan, yaitu, masalah segmentasi, dan
variabilitas.
35
BAB IV
GANGGUAN BERBAHASA
Gangguan pada Otak
Secara umum terdapat 4 jenis gangguan pada otak yang berpengaruh terhadap
kemampuan bahasa dan tuturan, yaitu afasia, agnosia, apraksia, dan disartria. Berikut
dibicarakan satu persatu dari berbagai jenis gangguan tersebut.
1. Afasia
Afasia merupakan gangguan bahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada
korteks. Afasia adalah suatu penyakit yang diperoleh apabila seseorang telah
memiliki suatu sistem linguistik. Artinya, seorang penderita afasia adalah seseorang
yang telah mempunyai kemampuan dan penguasaan terhadap suatu bahasa. Afasia
hanya dikhususkan untuk gangguan berbahasa saja. Apabila seseorang memperoleh
kecederaan otak sejak dilahirkan, secara langsung telah menghalanginya untuk
memperoleh bahasa apapun dan orang tersebut tidak dapat disebut sebagai seseorang
yang mengalami afasia.
Walaupun kerusakan otak mengakibatkan berbagai jenis sindrom atau kerusakan,
namun hanya melibatkan disfungsi bahasa saja yang dinamakan dengan afasia.
Dengan demikian afasia pada dasarnya disebabkan oleh karena adanya kecederaan
atau luka pada korteks atau pada trek serat putih yang menempatkan pusat bahasa di
dalam korteks.
2. Afasia Broca
Gangguan jenis ini dikenal juga dengan gangguan motorik atau afasia ekspresif.
Afasia ini melibatkan kerusakan pada bagian ketiga lingkaran depan hemisfer
dominan kiri. Kerusakan ini terjadi pada korteks motorik yang a. ra an mengawal otot
pertuturan. Gejala yang nampak apabila terjadi kerusakan pada korteks motorik ini
adalah: Pertama, fungsi motorik berada dalam keadaan normal dan otot pertuturan
berfungsi dengan baik, tetapi terjadi kelumpuhan pada hemisfer yang berlawanan
yaitu hemisfer kanan. Kedua, produksi tuturan penderita menjadi tidak fasih, tersekat-
sekat, sering terhenti dan tidak mempunyai intonasi yang normal. Ketiga, Tuturan
yang dihasilkan berbentuk ―"telegrafis', yaitu tuturan yang tidak mempunyai morfem
36
tata bahasa yang jelas seperti artikel, preposisi, penanda jamak, penanda milik,
penanda waktu pada kata kerja, dan sebagainya. Oleh sebab itu, semakin tinggi fleksi
bahasa penderita, maka akan semakin jelas gangguan bahasa yang dialami. Hasil
tuturan penderita penutur bahasa Jerman yang memiliki fleksi yang tinggi, maka
semakin beratlah tingkat gangguan bahasa yang dimilikinya. Keempat, gangguan
yang dialami tidak saja dalam aspek tuturan, tetapi juga membaca dan menulis,
sedangkan kemampuan dan keupayaan pemahaman penderita umumnya dalam
keadaan baik. Kelima, penderita melakukan pengawasan diri yang tinggi, sangat
menyadari kesalahan dan kesulitannya dalam bertutur tapi hal itu terjadi secara tidak
disengaja sehingga penderita secara psikologi sangat kesal terhadap kesalahannya
dalam bertutur. Schwartz (1988) mencontohkan tuturan seorang penderita afasia
ekspresif dalam sebuah artikel berjudul "Classification of Language Disorder from
the Psycholinguistic Point of View". Tuturan tersebut tentang tuturan seorang
penderita afasia ekspresif yang mencoba menerangkan sebuah gambar. Gambar
tersebut menggambarkan bagaimana seorang perempuan ketika memberikan bunga
kepada gurunya: "Girl is handing flowers to teacher" Pengguguran morfem tata
bahasa terjadi dalam kalimat tersebut, yang seharusnya "The girls is handing the
flowers to her teacher "The young...the girl....the little girl is...the flower" Terputus-
putusnya kalimat tersebut menunjukkan bahwa penderita hampir putus asa tetapi
kemudian menemukannya kembali. "The girl is....is rose...The girl is rosing. The
women and the girl was rosed" Pada kalimat tersebut terdapat penggunaan kata nama
rose menjadi suatu bentuk kata kerja.
3. Afasia Wernicke
Gangguan ini dikenal dengan afasia reseptif yang kerusakannya terjadi pada
bagian lingkaran suatu hemisfer yang dominan bahasa. Kerusakan terjadi berdekatan
dengan korteks auditori. Secara gejala yang nampak apabila bagian tersebut
terganggu adalah: Pertama, pendengaran normal.
Selain pembagian ketiga di atas, dikenal pula jenisnya berdasarkan letak daerah
kerusakan, antara lain:
a. Afasia Motorik
37
Afasia motorik terbagi ke dalam tiga macam:
1) Afasia Motorik Kortikal
Afasia motorik kortikal merupakan tempat penyimpanan sandi-sandi
perkataan pada korteks daerah Broca. Jika terjadi gangguan pada daerah ini,
maka hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran dengan
perkataan. Penderita afasia motorik kortikal masih bisa mengerti bahasa lisan
dan bahasa tulisan. Ekspresi verbal pasien tidak berfungsi dengan baik,
sedangkan ekspresi nonverbalnya bisa dilakukan.
2) Afasia Motorik Subkortikal
Kerusakan terjadi pada bagian bawah (subkortikal). Kerusakan hampir
sama dengan kerusakan yang terjadi pada kortikal, tetapi masih dapat
distimulasi, sehingga ekspresi verbal bisa dilakukan. Jadi, penderita afasia
motorik subkortikal tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya dengan
menggunakan perkataan, tetapi masih bisa mengeluarkan perkataan dengan
cara membeo.
3) Afasia Motorik Transkortikal
Kerusakan terjadi karena terganggunya hubungan antara daerah Broca dan
Wernicke. Hal ini mengakibatkan rusaknya sebagian daerah Broca. Jadi,
penderita afasia motorik tanskortikal dapat mengutarakan kata-kata yang
singkat dan tepat, tetapi masih menggunakan kata-kata substitusinya.
b. Afasia Sensorik
Kerusakan terjadi pada lesikortikal di daerah Wernicke hemisfer kanan.
Daerah Wernicke terletak pada kawasan asosiatif antara daerah visual, daerah
sensorik, daerah motorik dan daerah pendengaran. Kerusakan pada daerah
Wernicke menyebabkan tidak hanya pengertian dari apa yang didengar terganggu,
tapi juga pengertian apa yang dilihat ikut terganggu. Namun, penderita masih
memiliki kemampuan verbal, tapi tidak dapat dipahami oleh dirinya sendiri
maupun orang lain. Pecahnya pembuluh darah di otak merupakah tingkat afasia
yang cukup parah, bahkan bisa menyebabkan kematian. Gambar berikut
menunjukkan darah menyebar ke sel-sel saraf di otak:
38
Di samping itu, ada beberapa gangguan-gangguan yang terdapat pada
daerah Wernicke, yaitu di lobus temporal hemisfer kanan antara lain;
5) Anosognosia
Anosognosia adalah tidak mengenal dan menyangkal penyakit yang
diderita oleh penderita. Penyangkalan tersebut disebabkan oleh disfungsi
hemisfer kanan. Ciri lain yaitu penderita tidak peduli terhadap kekurangan
berfungsinya (Hillyard, 2004).
3. Agnosia
Agnosia adalah kehilangan kemampuan dalam memahami indra visual, auditori,
dan mengenal benda secara keseluruhan, yang disebabkan oleh kerusakan pada
korteks. Walaupun gangguan agnosia ini terjadi, namun sistem indra sebenarnya
masih ada tetapi yang terjadi adalah seseorang tersebut tidak dapat memahami atau
mengetahui dengan pasti apa yang disampaikan oleh indra. Oleh sebab itu, seseorang
yang mengalami gangguan agnosia pada dasarnya masih dapat melihat dengan
sempurna, tetapi ia tidak dapat mengetahui dengan jelas apa yang dilihatnya.
Seseorang yang mengalami gangguan auditori atau pendengaran, gan sempurna tetapi
tidak dapat pada dasarnya masih dapat mendengar mengetahui secara jelas apa yang
didengarnya dan membedakannya dengan kepekaan terhadap sesuatu.
4. Apraksia
Apraksia merupakan gangguan yang disebabkan oleh karena hilangnya
kemampuan untuk melakukan gerakan otomatis, yang disebabkan oleh hilangnya
perintah motorik terhadap korteks yang rusak. Apabila apraksia ini menjadi cerminan
pesan dari afasia, maka apraksia akan bermanfaat, sebab agnosia berpengaruh
terhadap pemahaman sehingga apraksia berpengaruh pula terhadap gerakan.
Walaupun demikian, sistem motorik indra haruslah dalam keadaan baik untuk
menerima rangsangan dan melakukan suatu gerakan. Seseorang yang tidak dapat
tersenyum seperti yang diperintahkan, namun kemudian dapat melakukannya secara
spontan, maka keadaan yang demikian orang tersebut mengalami apraksia. Seseorang
tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan suatu gerakan alami walaupun ia
mempunyai perintah motorik untuk berbuat demikian.
39
5. Disartria
Disartria adalah gangguan yang dialami oleh karena hilangnya perintah motorik
untuk bertutur dengan jelas. Keadaan tersebut menyebabkan suatu pertuturan menjadi
tidak fasih. Disartria menyebabkan kerusakan pada batang otak sehingga berbeda
dengan afasia, agnosia, dan apraksia yang secara langsung melibatkan korteks atau
serat putih yang terletak di bagian bawah otak. Disartria tidak dapat dikatakan sebagai
suatu bentuk gangguan bahasa yang sesungguhnya, tetapi lebih kepada bagaimana
perintah dan koordinasi berbagai jenis motorik untuk menghasilkan suatu tuturan,
sehingga tuturan menjadi terganggu disebabkan terganggunya artikulasi di rongga
mulut. Jadi gejala disartria sering terjadi gangguan artikulasi pada seseorang ketika
berinteraksi secara lisan.
Pada disartria LMN akan terdengar berbagai macam disartria tergantung pada
kelompok otot yang terganggu. Pada penderita paralisis bulbaris terutama lidah yang
lumpuh dan cara berbicara dengan lidah yang lumpuh dikenal dengan pelo. Jika
palatum mole lumpuh, disartria yang timbul bersifat sengau, seperti pada penderita
miastenia gravis. Penyakit-penyakit yang dapat membangkitkan disartria LMN adalah
polineuritis, difteria, siringobulbia, distrofia muskulorum progresiva dan miastenia
gravis.
D. Down Syndrome
Down syndrome adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom,
biasanya kromosom 21, yang tidak dapat memisahkan diri selama meiosis sehingga
terjadi individu dengan 47 kromosom. Kelainan ini pertama kali ditemukan oleh Seguin
pada tahun 1844. Kemudian, temuan tersebut diteliti lebih jauh oleh salah seorang dokter
asal Inggris yang bernama Langdon Haydon Down. Pada tahun 1866 dokter Down
menindaklanjuti pemahaman kelainan yang pernah dikemukakan oleh Seguin tersebut
melalui penelitian. Hal yang dilakukan dengan mengurai tanda-tanda klinis kelainan
aneuploidi pada manusia. Seorang individu aneuploidi memiliki kekurangan atau
kelebihan di dalam sel tubuhnya. Pada tahun 1970-an para ahli dari Amerika dan Eropa
40
merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu
pertama kali syndrome ini dengan istilah down syndrome dan hingga kini penyakit ini
dikenal dengan istilah yang sama yaitu down syndrome.
41
BAB V
GANGGUAN BERBICARA
Tujuan Intruksional Khusus
Pada bab ini diharapkan pembelajaran dan pembaca memahami bahwa, ganggan
berbicara berbicara berbeda dengan gangguan berbahasa dan berkomunikasi.Oleh karena itu
gangguan saraf di otak,maupun oleh gangguan artikulasi berbagai cara dapat di lakukan agar
tidak terjadi gangguan berbicara pada seseorang.
A. GANGGUAN BERBICARA
Berbicara adalah tahapan perkembangan yang telah dimulai sejak bayi.berbicara harus
di perhatikan sedini mungkin,karena ternyata dapat dijadikan parameter ada atau tidaknya
gaangguan perkembangan pada.tanpa mengabaikan tahap-tahap perkembangan lain,seperti
motorik kasar halus dan sosialisasi.
Berbicara adalah suatu ujaran, yaitu sebagai suatu cara berkomunikasi mengungkapkan
pikiran, pendapat , gagasan ,perasaan dan keinginan dengan bantuan lambing-lambang yang
disebut kata-kata bahwa ujaran adalah ekspresi dari gagasan pribadi seseorang.
Gangguan berbicara merupakan keluhan sebagian besar orang tua yang pada akhinya
didiagnosis sebagai gangguan perkembangan multisistem kelainan perkembangan yang muncul
dalam bentuk gangguan relasi dan komunikasi yang akhir-akhir ini terus meningkat.Dengan
mengerti tahap berbicara anak,diharapkan gangguan berbicara dapat segera ditemukan.Tahap
bahasa reseptif [masa preverbal] adalah bagaimana dapat memahami perkataan balita [bahwa
lima tahun.Tahap masa visual atau bahasa tubuh adalah bagaimana dapat mengerti bahasa bayi
melalui sikap tubuh atau ekspresi mukanya.Bahasa visual dan reseptif merupakan salah satu
tahap berbicara yang dapat dipakai untuk mendeteksi.
Masalah berbicara dan berbicara bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering
kali tumpang tindih. Berbicara adalah pengucapan yang menunjukkan keterampilan seseorang
mengucapkan suara dalam suatu kata.Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam
sesuatu cara tertentu.
42
B. GANGGUAN KOMUNIKASI
Gangguan komunikasi meliputi meliputi berbagai linkup masalah, yaitu gangguan bicara
bahasa,dan mendengar . Gangguan bahasa dan bicara melingkupi gangguan artikulasi,gangguan
mengeluarkan suara,biasanya karena memar atau luka pada otak.
Gangguan bicara pada anak adalah salah satu yang sering dialami oleh anak-anak dan terjadi
pada 12 anak atau 5-8 dari anak-anak persekolahan. Hal ini mencakup gangguan
berbicara.konsekuensi yang di ambil pada gangguan wicara yang terlambat ditangani adalah
perubahan yang signifikan dalam hal tingkah laku, gangguan kejiawaan,kesulitan membaca,dan
gangguan prestasi akademik termasuk penurunan prestasi di sekolah sampai drop-out. Dinas
kesehatan,gangguan bicara pada anak merupakan masalah yang sulit terdeteksi pada pusat
pelayanan primer.
Gangguan pendengaran dengan level pendengaran di bahwa normal. Dari jumlah ini, 10-20
memerlukan pendidikan khusus.
C. KETERAMPILAN BICARA
Ada banyak faktor keterlambatan perkembangan berbicara. Keterrlambatan berbicara yang
terjadi pada seseorang anak yang perkembaangannya dalam bidang normal , jarang disebabkan
oleh kelainan fisik , seperti kelainan lidah atau langit-langit mulut.Tetapi gangguan pendengaran
umumnya berkaitan dengan keterlambatan berbicara.
Faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan bicara pada anak di antaranya adalah ;
1.Gangguan Pendengaran
2. Gangguan pada otot bicara
3. Keterlambatan Kemampuan Kognitif
4. Mengalami Gangguan Pervasif
5 Kurangnya komunikasi serta Interaksi dengan orang tua dan linkungan
43
Banyak orang tua baru mengetahui anaknya mengalami gangguan ini sudah bisa
dideteksi saat anak berusia 3 bulan.untuk itu,orang tua harus bisa mengetahui gejala seorang
anak sejak awal,sehingga pengobatan bisa dilakukan sejak dini.
D. JENIS GANGGUAN BERBICARA DAN FAKTOR PENYEBABNYA
Gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas 3 golongan, yaitu ;
1. gangguan berbicara
2. gangguan berbahasa
3. gangguan berfikir biasa
E. Penanganan Gangguan Berbicara
Gangguan kemampuan bicara anak dibedakan menjadi dua ,yaknianak memang
mengalami gangguan bicara atau sekedar keterlambatan biasa.deteksi dini bisa di lakukan
sendiri oleh orang tua di rumah dengan memperhatikan keadaankarena kerusakan organ
tubuh yg berikut
1. Organ Pendengaran
Pancing anak dengan pertanyaan terbuka,misalnya,misalnya :ini gambar apa,sayang?
Pertanyaan terbuka memungkinkan orang tua mengeksplorasi dan menilai kemampuan berbicara
sekaligus pendengaran anak.Bila anak tidak menunjukkan ekspresi sama sekali,maka orang tua
harus waspada dengan segera memeriksakannya ke Dokter THT. Anak dengan gangguan
pendengaran tudak akan memberi respon terhadap bunyi-bunyian di sekitarnya,seperti suara
music dan sebagainya.
2. Otot Bicara
Bila lafal bicara anak tidak kunjung sempurna,orang tua sebaiknya waspada dengan
membawa anak ke Dokter untuk diperiksa apakah otot bicaranya mengalami ganguan.bisa jadi
otaknya sudah memerintahkan untuk menjawab dengan benar,tapi yg keluar dari mulut tetap
tidak jelas karena adanya gangguan persarafan
44
3. Kemampuan Kognitif
Perkembangan kemampuan bicara anak erat hubungannya dengan perkembagan kognitif.
Anak yang sudah bisa bicari belarti sudah mampu merepresentasikan objek yg dilihat dalam
bentuk image. Bila ada gangguan kognitif,maka image tersebut tidak akan terbentuk.bisa jadi
anak memang mempunyai keterbatasan pada intelegensinya dan ini bisa di teksi sendiri oleh
orang tua dengan melihat kemampuan motoric anak.Misalnya:Anak yg mengalami gangguan
bicara biasanya juga kurang mampu melakukan aktivitas lain
Selain gangguan yang di sebabkan oleh kerusakan organ tubuh,ada juga gangguan yang
disebabkan factor psikologis.Beberapa gangguan bicara banyak dijumpai pada anak usia
prasekolah karena gangguan psikologis tersebut adalah:
1. Cadel
Cadel dibefakan menjadi dua,yaitu cadel karena factor psikologis dan cadel karena
factor Neurologis. Cadel yang disebkan factor Neurologis berarti disebabkan adanya
gangguan di pusat bicara.untuk mengatasinya,anak dengan gangguan ini harus segera
dibawa ke neurologis. Pada prinsipnya gangguan ini masih bisa di tangani.Namun
bila kerusakannya termasuk parah,bukan tidak mungkin akan terbawa sampai dewasa.
Cadel yang kedua adalah cadel yang disebabkan factor psikologis.karena kehadiran
adik misalnya,maka untuk menarik perhatian orang tua,anak akan menunjukkan
kemunduran kemampuan bicara dengan menirukan gaya bicara adik bayinya.untuk
mengatasinya,orang tua harus menunjukkan bahwa perhstisn padanya tidak akan
berkurang karena kehadiran adik.selain itu,orang tua juga harus terus anak bicara
dengan bahasa yg benar jangan malah menirukan pelafalan yg tidak tepat
2. Gagap
Bila anak bicara dengan cara ―aaaa…..aakkuu‖,‖eee……eebaju‖atau mungkin
,‖mak….mak….makann‖ .anak bisa di kategorikan sebagai anak gagap .gagap juga bisa
disebabkan factor neurologis. Gagap yang disebabkan factor psikologis biasanya dialami
anak-anak yang mengalami tekanan .entah orang tuanya terlalu otoriter,keras,bahkan
kasar.gagap psikologis ini akan bertambah parah bila anak mendapat hukuman dari
lingkungan. Misalnya ditertawakan oleh temannya, dikagetkan atau tiap kali gagap orang
45
tua langsung melotot sambil membentak ―Ayo,bicara yg benar. Anak akan makin tegang
dan gagapnya akan menjadi-jadi.
Ketegangan emosional ini berhubungan langsung dengan ketegangan otot bicaranya
.makin tegang otot-otot bicaranya,anak akan makin kesulitan .cara menangai anak dengan
gangguan ini adalah dengan mengajaknya tenang,ambil napas dan konsentrasi pada apa
yang akan di ucapkannya.kalau perlu elus-elus punggungnya untuk memberi rasa tenang.
3. Gangguan Perpasif
Adalah gangguan bicara dan ucapan anak berlangsung melompat-lompat tidak
konsisten.bisa jadi anak seperti ini mengalami ganggua ADD . anal yang mengalami
keterbatasan ini mengalami masalh pusat di sarafnya.gangguan ini biasanya tidak
berdiri tunggal,tetapi di barengi ciri-ciri laen.seperti,pekerjaannya tidak pernah
tuntas,sulit,atau tidak bisa konsentrasidan sebagainya.
4. Tunawicara
Gangguan bicara yang paling berat adalah tunawicara.usia ini merupakan saat
yang paling tepat untuk apakah anak mempunyai kelainan tersebut atau tidak.pada usia
ini seharusnya kemampuan bicara anak sudah bagus.jika anak hanya mengeluarkan
bunyi-bunyikhas tanpa makna,seperti ―uuh…uhh…..ehh…‖ untuk menjawab atau
menunjukkan semua benda.hal ini bisa dijadikan indicator kalau dia belum bisa bicara
sama sekali,jika sudah ada gejala seperti itu,sebaiknya anak segera dibawa ke dokter.
Menurut Hutabarat (2008) ada beberapa tata laksana penanganan yg bisa
dilakukan dalam mengatasi dan mendeteksi dini factor yang bisa menyebabkan anak menjadi
terlambat bicara.pertama mengetahui riwayat penyakitnya‖jika ada gangguan pendengaran
lakukan intervesi secepatnya.karena,anak sedikit tuli saja .otomatis terlambat berbicara
karena tidak banyak mendengar kata-kata‖ .tindakan selanjutnya bisa di lakukan
pemeriksaan fisik .bisa juga melakukan tes skrining.
Pemeriksaan penunjang lain yangg bisa dilakukan adalah dengan terapi perilaku.ini
bertujuan mengubah atau menghilangkan tingkah laku anak yang tidak layak melalui
peningkatan dan pemahaman dan kepatuhan akan aturan,menilain dan melaukan terapi pada
anak-anak yang menunjukkan masalah perilaku atau kesulitan belajar.
46