The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Isnawan DP, 2022-03-17 20:25:13

Pendidikan Kewarganegaraan

buku referensi

3) Mobilitas yang tinggi akan memudahkan siapapun di era globalisasi
akan mudah dalam melakukan perjalanan baik perjalanan jauh maupun
perjalanan pendek dengan adanya alat transportasi yang semakin
beragam;

4) Sikap kosmopolitan ataupun toleransi antara satu individu dengan yang
individu lain akan meningkat;

5) Perkembangan ekonomi, sosial dan budaya dengan globalisasi ini akan
membawa individu semakin semangat dalam meningkatkan potensi
dirinya; dan

6) Pemenuhan kebutuhan yang semakin kompleks dan tidan terbatas
sedikit demi sedikit akan mulai terpenuhi secara berkala pada era
globalisasi.

b. Dampak negatif dari globalisasi
Dampak negatif globalisasi antara lain, yakni:
1) Masyarakat yang konsumtif;
2) Segala informasi tidak tersaring untuk informasi baik maupun informasi
buruk;
3) Pemborosan dan perilaku yang menyimpang dari adat ketimuran;
4) Lebih condong pada budaya Barat sehingga budaya pribadi sering
ditinggalkan; dan
5) Sikap individualis dan menutup diri sering terjadi pada individu yang
mengikuti arus globalisasi secara terus-menerus.

Perkembangan sistem perdagangan luar negeri bersifat bebas ini merupakan
suatu penyebab adanya globalisasi ekonomi. Dengan berkembangnya maka
dapat menyebabkan negara berkembang itu tak dapat lagi memakai tarif
yang tinggi ketika dalam menyampaikan dan memberikan suatu proteksi
kepada industri yang akan baru berkembang. Perdagangan luar negeri lebih
luas mengakibatkan adanya halangan dan hambatan untuk negara yang
berkembang saat meningkatkan sektor industri domestik yang lebih cepat.
Sebenarnya globalisasi ini cenderung meningkatkan barang impor (barang dari
luar negeri ke dalam negeri) dan jika suatu negara itu tak mampu melakukan
persaingan, maka kegiatan ekspor (barang dari dalam negeri ke luar negeri)
menjadi tak berkembang. Dengan tidak berkembangnya kegiatan ekspor dapat
berdampak buruk bagi neraca pembayaran. Selain itu adapun dampak buruk
lain dari globalisasi ekonomi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran
neto dalam pendapatan faktor-faktor produksi dari luar negeri akan cenderung
mengalami defisit.

Citizenship Education | 43

3. Dimensi Globalisasi

Globalisasi yang dipicu oleh kemajuan di bidang teknologi komunikasi,
transportasi dan perdagangan berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia
dan bangsa di segala bidang. Malcolm Waters menyebut ada 3 (tiga) tema atau
dimensi utama globalisasi, yaitu: economic globalization, political globalization,
dan cultural globalization. Economic globalization atau globalisasi ekonomi
ditunjukkan dengan tumbuhnya pasar uang dunia, zona perdagangan bebas,
pertukaran global akan barang dan jasa serta tumbuhnya korporasi internasional.
Political globalization atau globalisai politik ditandai dengan digantikannya
organisai internasional dan munculnya politik global. Cultural globalization
atau globalisasi budaya ditandai dengan aliran informasi, simbol dan tanda
ke seluruh bagian dunia (Kalijernih, 2009: 40). Pendapat lain mengatakan
bahwa aspek globalisasi, meliputi: economic, cultural dan environmental
yang memiliki implikasi penting bagi suatu negara bangsa (Kate Nash, 2000 :
95). Masing masing dimensi tersebut membawa pengaruh bagi suatu bangsa.
Pengaruh globalisasi terhadap ideologi dan politik ialah semakin menguatnya
pengaruh ideologi liberal dalam perpolitikan negara-negara berkembang, yang
ditandai oleh menguatnya ide kebebasan dan demokrasi. Pengaruh globalisasi
terhadap bidang politik, antara lain maraknya internasionalisasi dan penyebaran
pemikiran serta nilai- nilai demokratis, termasuk di dalamnya masalah hak
asasi manusia (HAM). Disisi lain ialah masuknya pengaruh ideologi lain, seperti
ideologi Islam yang berasal dari Timur Tengah. Implikasinya adalah negara
semakin terbuka dalam pertemuan berbagai ideologi dan kepentingan politik
dunia.

Pengaruh globalisasi terhadap ekonomi antara lain menguatnya kapitalisme
dan pasar bebas. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tumbuhnya perusahaan-
perusahaan transnasional yang beroperasi tanpa mengenal batas-batas negara.
Selanjutnya juga akan semakin ketatnya persaingan dalam menghasilkan barang
dan jasa dalam pasar bebas. Kapitalisme juga menuntut adanya ekonomi
pasar yang lebih bebas untuk mempertinggi asas manfaat, kewiraswastaan,
akumulasi modal, membuat keuntungan dan manajemen yang rasional. Ini
semua menuntut adanya mekanisme global baru berupa struktur kelembagaan
baru yang ditentukan oleh ekonomi raksasa.

Pengaruh globalisasi terhadap sosial budaya adalah masuknya nilai-nilai
dari peradaban lain. Hal ini berakibat terjadinya erosi nilai-nilai sosial budaya,
atau bahkan jati diri suatu bangsa. Pengaruh ini semakin lancar sejalan dengan
pesatnya kemajuan teknologi media informasi dan komunikasi seperti televisi,
komputer, satelit, internet, dan sebagainya. Masuknya nilai budaya asing
akan membawa pengaruh pada sikap, perilaku dan kelembagaan masyarakat.

44 | Citizenship Education

Menghadapi perkembangan ini diperlukan suatu upaya yang mampu men­
sosialisasikan budaya nasional sebagai jati diri bangsa.

Globalisasi juga berdampak terhadap aspek pertahanan dan keamanan
negara. Menyebarnya perdagangan dan industri di seluruh dunia akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya konflik kepentingan yang dapat
mengganggu keamanan bangsa. Globalisasi juga menjadikan suatu negara perlu
menjalin kerjasama pertahanan dengan negara lain, seperti : latihan perang
bersama, perjanjian pertahanan dan pendidikan militer antar personel negara.
Hal ini dikarenakan ancaman dewasa ini bukan lagi bersifat konvensional,
tetapi kompleks dan semakin canggih. Contohnya ialah: ancaman terorisme,
pencemaran udara, kebocoran nuklir, kebakaran hutan, illegal fishing, illegal
logging, dan sebagainya.

Gejala global menghadirkan fenomena-fenomena baru yang belum pernah
dihadapi oleh negara bangsa sebelumnya. Fenomena baru itu misalnya,
hadirnya perusahaan multinasional, semakin luasnya perdagangan global, dan
persoalan lingkungan hidup. Di tengah era global, negara bangsa dewasa akan
berhadapan dengan fenomena- fenomena antara lain;

a. Menguatnya identitas lokal atau etno nationalism
b. Berkembangnya ekonomi global
c. Munculnya lembaga-lembaga transnasional
d. Disepakatinya berbagai hukum internasional
e. Munculnya blok-blok kekuatan
f. Pertambahan populasi dan meningkatnya arus migrasi
g. Munculnya nilai-nilai global
h. Kerusakan lingkungan hidup

Fenomena-fenomena tersebut, tentu saja akan dampak terhadap
kelangsungan hidup bangsa yang bersangkutan. Di satu sisi orang boleh
berharap adanya dampak positif yang dapat memberi kesejahteraan dan
kemajuan, namun di sisi lain pengaruh global ternyata juga berdampak negatif.
Sebagai contoh, tingginya intensitas interaksi dan komunikasi antar orang dari
berbagai negara, secara tidak disengaja juga berpotensi dalam hal penularan
berbagai macam penyakit. Akibatnya sebuah negara menghadapi ancaman
wabah penyakit. Contohnya, penyebaran wabah Flu Burung di Indonesia.
Dengan demikian, golbalisasi Abad XXI diyakini berpengaruh besar terhadap
kehidupan suatu bangsa. Globalisasi dapat dilihat dari dua sisi, pertama,
sebagai ancaman dan kedua, sebagai peluang. Globalisasi akan menimbulkan
ancaman, ditengarai oleh adanya dampak negatif bagi bangsa dan negara.. Di

Citizenship Education | 45

sisi lain globalisasi memberikan peluang yang itu akan berdampak positif bagi
kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, dalam era global ini perlu kita ketahui
macam ancaman atau tantangan apa yang diperkirakan dapat melemahkan
posisi negara-bangsa.

Glokalisasi
Istilah glokalisasi atau glocalization pertama kali dicetuskan oleh Roland

Robetson seorang pakar sosiologi. Istilah ini merupakan perpaduan antra
istilah globalisasi dan lokalisasi. Kata tersebut diadopsi dari istilah berbahasa
Jepang yaitu dochakuka, yang sebenarnya berarti adaptasi teknik bertani yang
dipadukan dengan keadaan setempat. Dengan kata lain merupakan strategi
pemasaran yang digunakan Jepang untuk memasarkan produknya agar
sesuai dengan selera pasar. Istilah ini menjadi sering digunakan sekitar tahun
1980 sejak dipolulerkan oleh Roland Robetson (Habibul Haque Khondker,
2004). Sederhananya glokalisasi (glocalization) sesuatu yang global yang
diinterpretasikan dengan nilai lokal. Jan Nederveen Pieterse mengungkapkan
globalization can mean the reinforcement of or go together with localism, as
in ‘think globally act locally’. (Jan Nederveen Pieterse: 2004).

Glokalisasi lakuran (gabungan) dari kata globalisasi dan lokalisasi.
Globalisasi dan lokalisasi merupakan nilai-nilai yang ideal dalam memahami
proses globalisasi pusat- Barat serta nilai kedaulatan budaya (Ouyang, 2005).
Glokalisasi secara umum adalah penyesuaian produk global dengan karakter
lokal. Digunakan sebagai jargon bisnis untuk menyebut penyesuaian produk
(barang/ jasa) terhadap daerah setempat atau kebudayaan tempat mereka jual.
Munculnya strategi glokalisasi merupakan kritik terhadap konsep perdagangan
bebas. Produsen menggunakan strategi glokalisasi dalam menjual produk global
(tidak berasal dari masyarakat setempat) mendapat respon positif masyarakat
setempat (buyer/konsumen), karena lebih mengena di hati mudah diterima oleh
konsumen. Think globally and act locally (berpikir global dan bertindak lokal).
Contohnya: Produk-produk makanan dan minuman yang berasal dari luar
negeri dipasarkan di Indonesia artis lokal untuk promosi agar mendapat hati di
pasar lokal. Glokalisasi sangat efektif dan berdampak besar bagi perusahaan-
perusahaan multinasional, menaikkan omzet penjualannya di Indonesia.

Glokalisasi salah satu konsep yang ikut berkembang bersama globalisasi.
Ronal Robertson mempopulerkan isilah glokalisasi pada tahun 1977 pada
suatu konferensi tentang “Globalization and Indigenous Culture”. Glokalisasi
melibatkan interaksi dari banyak format budaya lokal dan global yang memimpin

46 | Citizenship Education

heterogenitas dalam kaitan dengan variasi lingkungan budaya. Eko Budiarjo
menyatakan globalization with local flavor (globalisasi dengan citra lokal).

Glokalisasi dalam wilayah budaya diartikan sebagai munculnya interpretasi
produk-produk global dalam konteks lokal yang dilakukan oleh masyarakat
dalam berbagai wilayah dan budaya. Interprestasi lokal masyarakat tersebut
kemudian juga membuka kemungkinan adanya pergeseran makna atas nilai
budaya. Satu cara yang dapat dilakukan adalah penguatan budaya-budaya lokal.
Teori glokalisasi muncul sebagai alternatif penyelesaian masalah glokalisasi
budaya-budaya Indonesia. Glokalisasi adalah konsep kompleks yang terdiri atas
global dan lokal dalam batas Indonesia dan dunia. Inti makalah membahas
proses glokalisasi yaitu membangun keharmonisan antara yang global dan lokal,
universal dan partikular, persamaan dan perbedaan. Singkatnya, bhinneka
tunggal ika.

Glokalisasi berpusat pada dialogisme kebudayaan, pelestarian dan
perencanaan kawasan, dan pendidikan. Berdasarkan hasil dialog antar budaya
Indonesia, dikemukakan kearifan lokal Indonesia yang dapat diglobalkan yang
mengandung outstanding universal values. Contoh perbedaan interprestasi
diantaranya restoran cepat saji di Amerika atau Eropa yang termasuk junk food
yang dikonsumsi oleh kelas pekerja atau pelajar, di Indonesia hadir sebagai
tempat elit dan ekslusif. Terlihat adanya perbedaan interprestasi dan cara
pandang berbeda dari masyarakat Indonesia dan Amerika atau Eropa.

Bahasa merupakan salah satu medium yang digunakan dalam proses
glokalisasi. Bahasa mampu mendekatkan emosi hingga produk global terasa
lokal. Tahun 1996 pemerintah mengeluarkan peraturan agar meng-Indonesiakan
istilah –istilah asing. Serta mendubing film ke dalam bahasa Indonesia. Sebuah
tayangan telenovela atau sinetron dari India membuat ibu-ibu di Indonesia setia
menonton, tidak berarti ibu-ibu tertarik dengan budaya yang ditampilkan, tetapi
karena jalan cerita yang disuguhkan mengandalkan konflik keseharian manusia,
dari perebutan warisan, perselingkuhan hingga persaingan bisnis mduah diikuti
dan dimengerti karena disulihsuarakan dengan bahasa Indonesia.

Menurut Roland Robertson (2001) unsur unsur yang penting dalam proses
glokalisasi antara lain: Pertama, dunia sedang berkembang menjadi lebih
pluralistis. Kedua, para individu dan semua kelompok lokal memiliki kekuatan
yang luar biasa untuk beradaptasi, berinovasi, dan bermanuver di dalam sebuah
dunia yang mengalami glokalisasi. Ketiga: semua proses sosial bersifat saling
berhubungan dan bergantung satu dengan yang lain. Keempat: komoditas dan

Citizenship Education | 47

media tidak dipandang (sepenuhnya) koersif, tetapi tepatnya menyediakan
materi untuk digunakan dalam ciptaan individu atau kelompok di seluruh dunia
yang mengalami glokalisasi.

Dapat dikatakan bahwa glokalisasi adalah efek dari globalisasi. Agar nilai-
nilai global yang biasanya berasal dari budaya Barat dapat dengan mudah
diterima dengan mudah oleh masyarakat negara lain oleh karena itu kebudayaan
tersebut disisipi dengan nilai-nilai lokal sehingga terjadi semacam percampuran
kebudayaan (acculturation). Dalam hal ini globalisasi yang pada awalnya
seolah-seolah membuat kebudayaan diberbagai belahan dunia menjadi serupa,
mungkin tidak sepenuhnya benar karena pada dasarnya kebudayaan yang ada
disetiap daerah berbeda. Jadi saat globalisasi masuk ke dalam suatu negara
dengan dan nilai-nilainya budaya dicampurkan dengan nilai-nilai lokal, maka
kebudayaan yang dihasilkan pun akan berbeda.

Salah satu contoh proses glokalisasi adalah motif logo tim sepak bola dari
luar negeri yang terdapat dalam batik Pekalongan dan beberapa batik dari daerah
lainnya. Seperti yang sudah diketahui batik adalah kebudayaan asli Indonesia,
dengan beragam motif yang berbeda-beda setiap daerah. Beberapa pengrajin
batik dari Pekalongan ternyata cukup kreatif dalam membuat desain motif batik
yang disisipi oleh logo tim sepak bola dari luar negeri yang cukup terkenal
seperti Mancester United, FCB, Real Madrid, dll. Hal tersebut terjadi karena di
era globalisasi seperti saat ini arus informasi sangat mudah tersebar termasuk
dalam hal olahraga seperti sepak bola. Sehingga banyak warga Indonesia yang
mengidolakan tim sepak bola dari luar negeri ketimbang tim sepak bola sendiri.
Ternyata hal tersebut menjadi peluang pasar tersendiri bagi para pengusaha
batik untuk membuat motif batik yang disisipi logo tim sepak bola maanca
negara yang banyak digemari di Indonesia.

Sedangkan salah satu dampak penting dari globalisasi ekonomi yaitu
pengaliran investasi portofolio yang semakin meningkat. Investasi ini khususnya
terdiri atas adanya partisipasi dana dari luar negeri masuk ke pasar saham. Saat
pasar saham mengalami peningkatan, maka dana ini akan masuk mengalir dan
neraca pembayaran serta nilai uang akan bertambah baik. Namun saat harga
saham di pasar saham cenderung mengalami penurunan akan menyebabkan
dana dalam negeri akan masuk ke luar negeri, akibatnya neraca pembayaran
menjadi buruk serta memicu merosotnya nilai mata uang domestik. Sektor
keuangan menjadi tidak stabil dapat menyebabkan efek yang sangat buruk buat
kestabilan kegiatan ekonomi.

Dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil akan
mengikis dengan melajunya pertumbuhan ekonomi. Kesempatan kerja

48 | Citizenship Education

dan pendapatan nasional dalam pertumbuhannya akan semakin rendah
dan lambat. Laju pertumbuhan pengangguran akan sulit teratasi yang pada
akhirnya distribusi pendapatan semakin tidak adil dan menimbulkan semakin
buruknya masalah-masalah sosial-ekonomi dalam masyarakat. Lebih buruknya
lagi jumlah masyarakat miskin semakin besar, ketergantungan dengan dana
moneter asing semakin besar.

Patologi Sosial (Social Pathology)

Mudahnya mendapat informasi dari belahan penjuru dunia melalui tehnologi
informasi (internet, televisi dan sebagainya) memiliki pengaruh positif dan
negative. Pengguna informasi yang memiliki pondasi yang kuat (agama/ ilmu
pengetahuan) akan mampu memilah dan memilih informasi yang bermanfaat
serta berpengaruh positif dalam meningkatkan potensi diri dan bangsa.
Demikian sebaliknya pengaruh negative dapat terjadi jika pengguna (internet)
tidak memiliki pondasi yang kuat (agama, ilmu pengetahuan) sehingga mudah
terpengaruh terhadap hal-hal yang negative serta mampu menjerumuskan lebih
dalam masyarakat pada penyakit masyarakat.

Pengertian masalah sosial secara umum adalah segala sesuatu yang
menyangkut kepentingan umum. Sedangkan menurut para ahli masalah sosial
adalah suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat
yang berdasarkan atas studi mereka, yang mempunyai sifat-sifat yang dapat
menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara
keseluruhan. Disimpulkan bahwa masalah sosial adalah ketidaksesuaian antara
unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan
kelompok sosial, atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok
warga kelompok sosial tersebut, sehingga menyebabkan ketidaksesuaian ikatan
sosial. (Soekanto, 1998). Menurut Soejono Soekanto masalah sosial adalah
suatu ketidaksesuaian antara unsurunsur kebudayaan atau masyarakat yang
membahayakan kelompok sosial.Para sosiolog mendefinisikan patologi sosial
adalah, semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan,
stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekluargaan,
hidup rukun bertetangga disiplin, dan kebaikan hukum formal.

Di Indonesia, arus reformasi berjalan begitu cepat, dideklarasikan sejak
tahun 1998 oleh para reformis dari unsur akademik, politisi, tokoh masyarakat,
tentara, kepolisian, dan media massa. Reformasi, telah menyebabkan perubahan
arus yang cukup signifikan. Situasi ini telah mengubah jarum jam sejarah
dalam tata lakon kebangsaan Indonesia dari sentralisme ke desentralisme. Dari
otoritarianisme ke demokratisme. Dari birokratisasi ke debirokratisasi. Tetapi
ada juga yang lupa dan jarang diulas yaitu perubahan dari eksploitasi (umum

Citizenship Education | 49

dilakukan birokrasi terhadap publik) ke anarki yakni kekerasan yang dilakukan
publik terhadap publik atau dari publik ke birokrasi. Pada aspek yang terakhir
ini, terlihat bahwa perubahan ini belum menempati posisi keseimbangan dalam
berbagai kajian publik.

Pengertian Patologi Sosial
Patologi berasal dari kata phatos (Yunani) berarti disease (penderitaan

atau penyakit) dan logos yang berarti ilmu. Penyakit dimaksud dapat berupa
lahir dapat pula bersipat batin. Karena itu, secara bahasa kata patologi dapat
diterjemahkan dengan ilmu tentang penyakit. Jika kata patologi disandingkan
dengan kata sosial, maka, ia menjadi salah satu disiplin ilmu tersendiri, yakni
kajian tentang gejala-gejala sosial yang dianggap sakit. Kata sosial dapat
diterjemahkan sebagai tempat atau wadah pergaulan hidup antar manusia yang
perwujudannya berupa kelompok manusia atau organisasi yakni individu atau
manusia yang berinteraksi atau berhubungan secara timbal balik. Di sisi ini,
hubungan dimaksud bukan dalam konteks manusia dalam arti fisik, tetapi ia
dalam arti yang lebih luas yaitu comunity atau masyarakat.

Dengan demikian, patologi sosial dapat diartikan sebagai ilmu tentang
gejala-gejala sosial yang dianggap ‘sakit’ yang sakitnya dimaksud disebabkan
faktor-faktor sosial. Sakit yang dimaksud, tentu disebabkan oleh faktor-faktor
sosial atau berbagai dimensi yang berkaitan dengan dimensi-dimensi sosial.
Konsep ini bermula dari pengertian penyakit di bidang ilmu kedokteran dan
biologi yang kemudian diberlakukan pula untuk masyarakat. Dikarenakan
masyarakat itu tidak ada bedanya dengan organisme atau biologi, dalam konteks
ini, di lingkungan masyarakat dikenal dengan konsep penyakit. Istilah patologi
sering oleh para sosilog diterjemahkan semua tingkah laku yang bertentangan
dengan norma kebaikan dan stabilitas lokal yang tumbuh dan berkembang di
lingkungan masyarakat.

Pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidariatas, kekeluargaan, hidup
rukun dalam bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal jika dilanggar
dapat menjadi apa yang disebut dengan patologi sosial. Dalam pengertian ini,
patologi sosial dapat pula digambarkan sebagai suatu gejala dimana tidak ada
persesuaian antara berbagai unsur dari suatu keseluruhan, sehingga dapat
membahayakan kehidupan kelompok, atau yang sangat merintangi pemuasan
keinginan fundamental dari anggota-anggotanya. Konsekwensi dari dinamika
yang demikian, adalah ikatan sosial menjadi patah.

50 | Citizenship Education

Sejarah Patologi Sosial

Pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20, para sosilog mendefinisikan
patologi sosial sebagai semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma
kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas,
kekeluargaan, hidup rukun dengan tetangga, disiplin, kebaikan, dan taat pada
hukum formal. Beberapa faktor yang menjadi sebab utama lahirnya patologi
sosial, sebenarnya berakar dari posisi manusia sebagai makhluk yang cenderung
progresif dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Karakter manusia yang ingin
memenuhi kebutuhan hidup misalnya, secara faktual telah menghasilkan
teknologi yang demikian pesat. Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang
demikian, telah melahirkan masyarakat modern yang serba kompleks, seperti
terjadinya mekanisasi, industrialisasi, dan bahkan urbanisasi.

Revolusi industri telah menunjukan betapa cepatnya perkembangan ilmu-
ilmu alam dan eksakta yang tidak seimbang dengan berkembangnya ilmu-ilmu
sosial telah menimbulkan berbagai kesulitan yang nyaris dapat menghancurkan
umat manusia. Penggunaan mesin-mesin industri di pabrik-pabrik mendorong
munculnya penggangguran, perusahaan atau pabrik pada awalnya banyak
membutuhkan tenaga manusia kemudiasn diganti dengan mesin. Pemecatan
buruh pun tidak dapat dihidari, sehingga pengangguran meningkat (terutama
tenaga kerja yang tidak terampil), dengan timbulnya kota-kota industri cenderung
melahirkan terjadinya urbanisasi besar-besaran.

Jumlah pengangguran di kota semakin besar, adanya kecenderungan
pengusaha lebih menyukai tenaga kerja wanita dan anak-anak (lebih murah
dan lebih rendah upahnya). Pada akhirnya, keadaan ini semakin menambah
banyaknya masalah kemasyarakatan (social problem) terutama pada
buruh rendah yang berkaitan dengan kebutuhan sandang pangan. Kesulitan
mengadakan adaptasi dan adjustment menyebabkan kebingungan, kecemasan,
dan konflik-konflik. Baik yang bersifat internal dalam batinnya sendiri maupun
bersifat terbuka atau eksternalnya, sehingga manusia cenderung banyak
melakukan pola tingkah laku yang menyimpang dari pola yang umum dan
melakukan sesuatu apapun demi kepentingannya sendiri bahkan cenderung
dapat merugikan orang lain. Angka kriminalitas pun cenderung meningkat
seiring, tuntutan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan.

Perilaku yang mengandung dimensi patologi sosial, yang sering terjadi di
masyarakat, misal: 1) kontak fisik langsung seperti memukul, menendang,

Citizenship Education | 51

mendorong, dan tindakan kekerasan lain yang mengakibatkan seseorang
mengalami gangguan secara fisik atau kesehatan secara umum; 2) kontak
verbal langsung seperti memaki, mencela, memberi panggilan jelek, dan
ungkapan-ungkapan lain yang mengakibatkan menurunnya keadaan psikologis
dan penyesuaian sosial; 3) Perilaku non verbal langsung seperti sinis dan
mengintimidasi yang dapat mengganggu seseorang untuk memperoleh prestasi
dalam berbagai jenis dan jenjangnnya; 4) Perilaku non verbal tidak langsung
seperti mendiamkan dan menjauhi yang mengakibatkan rasa cemas berlebihan,
rasa takut dan bahkan ada keiinginan untuk melakukan bunuh diri, dan; 5)
pelecehan seksual patologi ini sering dilakukan di dunia pendidikan baik sekolah
atau kampus, mungkin yang lebih terkenal yaitu perpeloncoan (MOS).

Latar Belakang Munculnya Patologi Sosial
Pengaruh globalisasi yang kuat, berimbas pada kehidupan berbangsa dan

bernegara. Segala yang dianggap tabu oleh adat ketimuran, sedikit demi sedikit
mulai dianggap yang wajar, dikarenakan masuknya budaya barat dengan sangat
mudah dan diserap oleh masyarakat tanpa ada proses filterisasi.Menguatkan
pondasi untuk mengurangi imbas globalisasi harus dimulai dari keluarga.
Pendidikan moral, sopan santun, kesederhanaan, solidaritas, disiplin nilai-nilai
kebajikan didapat dari keluarga semenjak dari buaian hingga dewasa terpatri
dihati menjadikan pribadi yang baik. Patologi sosial akan muncul dan terjadi
apabila dalam keluarga tidak menanamkan nilai-nilai tersebut yang mana nilai
kebajikan akan menunjang kehidupan setelah dewasa.

Sejarah mencatat bahwa orang menyebut suatu peristiwa sebagai penyakit
sosial murni dengan ukuran moralitas. Sehingga apa yang dinamakan dengan
kemiskinan, pelacuran, alkoholisme, perjudian, dm sebagainya adalah sebagai
gejala penyuakit sosial yang harus segera dihilangkan di muka bumi. Masalahnya
adalah kapan kita berhak menyebutkan peristiwa itu sebagai gejala patologis
atau sebagai masalah sosial? Menurut Kartini dalam bukunya Patologi Sosial
menyatakan bahwa orang yang dianggap kompeten dalam menilai tingkah laku
orang lain adalah pejabat, politisi, pengacara, hakim, polisi, dokter, rohaniawan,
dan kaum ilmuan di bidang sosial. Sekalipun adakalanya mereka membuat
kekeliruan dalam membuat analisis dan penilaian tehadap gejala social, tetapi
pada umumnya mereka dianggap mempunyai peranan menentukan dalam
memastikan baik buruknya pola tingkah laku masyarakat. Mereka juga berhak
menunjuk aspek-aspek kehidupan sosial yang harus atau perlu diubah dan
diperbaiki. Kartini Kartono (2011) menyatakan patologi sosial adalah semua

52 | Citizenship Education

tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal,
pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun
bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal. Latar belakang munculnya
patologi sosial antara lain: a) Terdapatnya perbedaan kepentingan; b) prasangka
dan diskriminasi; dan c) konflik dalam kelompok.

Para ahli sosial penulis seperti Berstein, Cosser, Follet, Simomel, Wilson, dan
Ryland memandang konflik sebagai sesuatu yang tidak dapat dicegah timbulnya,
konflik mempunyai potensi untuk memberikan pengaruh positif maupun negatif
dalam berbagai taraf interaksi manusia. Konflik yang memberikan pengaruh
negatif inilah yang dapat menyebabkan pertentangan sosial.

Ada orang yang berpendapat bahwa pertimbangan nilai (value, judgement,
mengenai baik dan buruk) sebenarnya bertentangan dengan ilmu pengetahuan
yang objektif sebab penilaian itu sifatnya sangat subjektif. Karena itu, ilmu
pengetahuan murni harus meninggalkan generalisasi-generalisasi etis dan
penilaian etis (susila, baik dan buruk). Sebaliknya kelompok lain berpendapat
bahwa dalam kehidupan sehari-hari, manusia dan kaum ilmuan tidak mungkin
tidak menggunakan pertimbnagan nilai sebab opini mereka selalu saja merupakan
keputusan yang dimuati dengan penilaian-penilaian tertentu. Untuk menjawab
dua pendirian yang kontroversial tersebut, kita dapat meninjau kembali masalah
ini secara mendalam dari beberapa point yang disebutkan oleh Kartini Kartono
dalam bukunya yang berjudul Patologi Sosial, sebagai berikut.

1. Ilmu pengetahuan itu sendiri selalu mengandung nilai-nilai tertentu. Hal
ini dikarenakan ilmu pengetahuan menyangkut masalah mempertanyakan
dan memecahkan kesulitan hidup secara sistematis selalu dengan jalan
menggunakan metode dan teknik-teknik yang berguna dan bernilai.
Dikatakan bernilai karena dapat memenuhi kebutuhan manusiawi yang
universal ini, baik yang individual maupun sosial sifatnya, selalu diarahkan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang bernilai;

2. Ada keyakinan etis pada diri manusia bahwa penggunaan teknologi dan
ilmu pengetahuan modern untuk menguasai alam (kosmos, jagad) sangatlah
diperlukan demi kesejahteraan dan pemuasan kebutuhan hidup pada
umumnya. Jadi ilmu pengetahuan dengan sendirinya memiliki sistem nilai.
Lagi pula kaum ilmuan selalu saja memilih dan mengembangkan usaha/
aktivitas yang menyangkut kepentingan orang banyak, maka memilih
masalah dan usaha yang mempunyai nilai praktis; dan

3. Falsafah yang demokratis sebagaimana tercantum dalam Pancasila
menyatakan bahwa baik individu maupun kelompok dalam masyarakat
Indonesia, pasti mampu memformulasikan serta menentukan sistem nilai

Citizenship Education | 53

masing-masing dan sanggup menentukan tujuan serta sasaran yang bernilai
bagi hidupnya

Perkembagan Patologi Sosial
Perkembangan studi patologi sosial memilki fase-fase tersendiri Adapun

perkembangan patologi sosial ada melalui tiga fase yakni:

1. Fase masalah sosial (social problem). Pada fase ini menjadi penyelidikan
patisos action masalah-masalah sosial seperti pengangguran, pelacuran,
kejahatan, masalah penduduk, dst

2. Fase disorganisasi sosial Pada fase ini menjadi objek penyelidikan peksos
adalah disorganisasi sosial, fase ini merupakan koreksi dan perkembangan
dan fase masalah sosial

3. Fase sistematik, Fase ini merupakan perkembangan dari dua fase
sebelumnya. Pada fase ini patologi sosial berkembang menjadi ilmu
pengetahuan yang memiliki sistem yang bulat. (St. Yembiarto, 1981)

Dalam menganalisa sebuah kasus yang berkaitan dengan patologi sosial atau
penyakit masyarakat, maka ada beberapa teori yang digunakan, diantaranya :

1. Teori Perubahan Sosial
Pada terori ini mengungkapkan bahwa apabila suatu aspek kehidupan pada

masyarakat telah mengalami perubahan (baik secara cepat atau lambat),
maka akan terjadi masalah sosial.
2. Teori Culture Lag (ketertinggalan kebudayaan)
Satu budaya terdiri dari beberapa aspek, jika ada salah satu aspek dari
budaya itu yang tertinggal, maka akan terjadi culture lag (ketertinggalan
kebudayaan), akibatnya dapat menimbulkan masalah sosial.
3. Teori Konflik Sosial
Situasi yang menimbulkan pertentangan antarindividu ataui masyarakat
disebut sebagai konflik sosial. Konflik sosial dapat menimbulkan masalah
sosial, contohnya seperti perang, pertentangan buruh dan majikan, dan lain
sebagainya.
4. Teori Disorganisasi Sosial
Disorganisasi sosial terjadi ketika seseorang tidak melaksanakan fungsinya
dalam sebuah organisasi. Disorganisasi sosial dapat menimbulkan keretakan
organisasi sosial yang berkelanjutan, akibatnya menimbulkan masalah
sosial. Disorganisasi sosial dapat terjadi karena adanya perubahan sosial
yang ada.

54 | Citizenship Education

5. Teori Patologi

Menurut teori patologi, masyarakat selalu dalam keadaan sakit atau
masyarakat yang tidak berfungsi baik sebagian atau keseluruhan.
Masyarakat dapat dikatakan sehat jika seluruh anggota masyarakat
berfungsi dengan baik. Jika dipandang dari luar, masyarakat memang
terlihat menjalankan fungsinya dengan baik, namun jika dilihat dari dalam,
pada kenyataannya masyarakat tidak menjalankan fungsinya dengan baik.
Misalnya, masyarakat yang makmur, tampak terlihat makmur dari luar,
namun di dalamnya banyak masalah yang dihadapi.

Kasus Terorisme

Pasca reformasi 1998, negara Indonesia dihebohkan dengan beberapa
kasus teroris. Tim Detasemen Khusus 88 telah menyergap seorang teroris yang
diduga kuat sebagai otak teroris terbesar, selain Noordin M. Top, tewas saat
penggrebegan pada tanggal 17 September 2009 di Sukoharjo. Sesudah Noordin
M. Top terbunuh, salah satu pentolan teroris juga tewas dalam penggrebegan
pada tanggal 10 Maret 2010 d di Pamulang, yaitu Dulmatin. Tewasnya Dulmatin
di Pamulang, Tanggerang, Banten, makin menambah daftar panjang jumlah
teroris yang berkeliaran di Indonesia. Aksi teror di Indonesia dimulai pada tahun
2000 yakni terjadinya Bom Bursa Efek Jakarta, banyak merenggut korban jiwa.

Kemudian terjadi kembali bom Bali tahun 2002. Mayoritas korban dari bom
Bali 1 ini adalah warga asing, khususnya warga Australia. Namun tak sedikit
pula warga Indonesia yang menjadi korban. Selang 3 tahun kemudian, terjadi
kembali bom Bali 2 yang menghacurkan kawasan Bali. Tidak berbeda dengan
bom Bali 1, mayoritas korban bom Bali 2 adalah warga asing yang sedang
berlibur di pulau Dewata ini. Dilihat dari beberapa kasus bom yang terjadi di
Indonesia, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya para pelaku pemboman atau
yang biasa dikenal dengan sebutan teroris ini mempunyai misi utama yaitu
menjaga bangsa Indonesia dari pengaruh Barat yang dapat membuat moralitas
bangsa menjadi ‘rusak’.

Upaya menjaga moralitas memang sangat perlu, namun ada yang salah
dari cara kelompok tersebut dalam menjaga bangsa ini agar tidak terpengaruh
oleh bangsa asing. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa kasus pemboman
yang terjadi di Indonesia, banyak warga Indonesia menjadi korban akibat
ledakan bom tersebut. Padahal yang menjadi sasaran teroris adalah warga asing
atau para pendatang yang dipandang dapat merusak moralitas bangsa. Selain
itu, alasan mereka melakukan penteroran adalah sebagai Jihad. Hampir dari
semua teroris yang ada didduga dari masyarakat Islam. Padahal, Islam tidak
pernah mengajarkan kekerasan antara sesama umat beragama. Lebih tepat jika
dikatakan terorisme merupakan sebuah tindak kriminal yang merugikan banyak

Citizenship Education | 55

pihak, bukan berlandaskan agama Islam. Jadi salah besar jika seorang teroris
mengatakan perbuatan yang dilakukannya adalah sebuah kepatuhan terhadap
agama Islam.

Selain itu, teroris sangat identik dengan sikap yang sangat tertutup dengan
masyarakat sekitar. Hal ini dapat terjadi karena adanya perubahan sosial yang
terjadi di dalam masyarakat. Perubahan struktur dan fungsi dalam masyarakat
membuat para teroris sulit untuk terungkap. Sebenarnya bukan hanya para
teroris saja yang bersifat tertutup, namun lingkungan masyarakat tempat
berdiamnya teroris juga kurang peka terhadap apa yang ada di lingkungan
sekitarnya. Masyarakat dikatakan berfungsi dengan baik jika mereka telah
mampu bersosialisasi terhadap masyarakat sekitar secara berkelanjutan
(sustainable). Proses sosialisasi ini secara tidak langsung dapat merekatkan
atau meningkatkan rasa kebersamaan dan rasa saling memiliki antara warga.
Namun, yang terjadi sekarang ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang
seharusnya ada. Sikap acuh tidak acuh antara warga mulai tumbuh pada
masyarakat sekarang.

Untuk dapat mencegah atau mengurangi hal ini, diperlukan kesadaran sosial
yang kuat terhadap pentingnya proses sosialisasi di masyarakat agar masyarakat
dapat menjalankan fungsinya kembali dan kasus-kasus seperti Dulmatin dan
Noordin tidak akan terjadi lagi. Kondisi yang terjadi pada masyarakat Indonesia
sekarang ini adalah kurangnya penyaringan budaya-budaya asing yang
seharusnya tidak diterapkan di Indonesia. Dalam Ilmu sosiologi, yang dimaksud
dengan ketertinggalan kebudayaan (culture lag) adalah jika suatu kebudayaan
memiliki beberapa aspek dan salah satu aspek dari kebudayaan itu tertinggal.

Gillin & Gillin (Simanjuntak, 1981: 276) merumuskan bahwa patologi sosial
ialah terjadinya maladjustment yang serius di antara berbagai unsur dalam
keseluruhan konfigurasi kebudayaan sedemikian rupa. Sehingga membahayakan
kelangsung­an hidup suatu kelompok sosial atau secara serius menghambat
pemuasan kebutuhan asasi anggota kelompok yang mengakibatkan hancurnya
ikatan sosial mereka. Masyarakat Indonesia sedang mengalami perubahan sosial
yang cepat sebagai akibat pertemuan kebudayaan masyarakat dunia. Hal ini
dimungkinkan perkembangan teknologi. Sebagai akibat pertemuan kebudayaan
dunia ini maka institusi sosial tidak lagi dalam keadaan intergrasi tetapi sudah
dalam disorganisasi.

Gejala-Gejala Patologi Sosial

Agar dapat meminimalisir terjadinya patologi sosial, maka perlu mengetahui
delapan (8) gejala patologi sosial, yakni:

56 | Citizenship Education

1. Hancurnya nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat
a. Melemahnya kontrol Negara sebagai penegak hukum dan keadilan
masyarakat;
b. Rendahnya kesadaran representativeness di kalangan masyarakat dan
anggota parlemen juga mengakibatkan kesadaran sistemik-demokratis
akhirnya kurang dapat berjalan secara optimal;
c. Kuatnya hegemoni partai atas anggota parlemen sebagai wakil rakyat.
Kepentingan partai politik seringkali mengalahkan kepentingan
masyarakat yang diwakili oleh anggota parlemen; dan
d. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk memilih wakil rakyat/pimpinan
nasional secara rasional berdasarkan aspirasi dan kepentingan mereka.

2. Memudarnya kehidupan kewargaan dan nilai-nilai komunitas
a. Pelanggaran atas hak-hak individual, penjarahan atas hak milik orang
lain, dan penjarahan tanah adat secara sistematis oleh pengusaha/
penguasa;
b. Mentalitas kesadaran akan tanggung jawab (perilaku sosial) atas
pemeliharan fasilitas umum; dan
c. Kebersamaan sebagai anggota masyarakat juga semakin mengalami
kemerosotan.

3. Kemerosotan nilai-nilai toleransi dalam masyarakat
a. Uniformasi yang dilakukan oleh rezim otoriter juga membawa akibat
buruk pada harmonitas masyarakat yang plural (nilai-nilai local
tradisional termarjinalisasi);
b. Intoleransi juga semakin menggejala dalam konteks interaksi
antaragama, antardaerah, antaretnis, antarpartai politik; dll.; dan
c. Kecenderungan untuk memaksakan kehendak suatu kelompok sosial
tertentu.

4. Memudarnya nilai-nilai kejujuran, kesopanan, dan rasa tolong-menolong
a. Nilai-nilai tersebut semakin menipis;
b. Ikatan-ikatan sosial lama yang mengedapankan sikap kasih sayang
terhadap sesama berubah wajah menjadi dehumanisasi;
c. Anggota masyarakat seakan-akan menjadi individu yang kaku; dan
d. Maraknya tindakan asusila, penjudian, narkotika, perkelahian, pesta
seks di tempat terbuka, dan sebagainya.

5. Melemahnya nilai-nilai dalam keluarga
a. Melemahnya akibat saling pengaruh antara faktor eksternal dan internal
keluarga ditandai:

Citizenship Education | 57

1) Melemahnya nilai tanggung jawab dalam keluarga,
2) Tidak terpenuhinya kebutuhan akan dukungan dan perlindungan

terhadap anggota keluarga.
3) Lunturnya moral dan kebersamaan dalam keluarga.
b. Disharmonis/miskomunikasi hubungan orang tua dan anak, akibat
bekerja lebih keras guna mencukupi kebutuhan keluarga.
6. Praktik KKN dalam penyelenggaraan pemerintahan
a. Mewabahnya berbagai bentuk abuse of power, ditandai dengan tidak
diperolehnya pelayanan yang adil dari penyelenggara Negara;
b. Kurangnya transparasi dalam penyelenggaraan keuangan Negara;
c. Law inforcement terhadapa praktik KKN belum memuaskan; dan
d. Kenaikan dan pelayanan kebutuhan publik tidak diiringi dengan servise
yang baik, bersifat kolusif.
7. Kerusakan sistem dan kehidupan ekonomi
a. Merebaknya monopoli yang bersembunyi dengan istilah tata niaga,
akibatnya kompetisi yang sehat di dunia usaha;
b. Membesarnya tingkat pengangguran terdidik dan non terdidik, serta
pemusatan kawasan pembangunan; dan
c. Kultur budaya yang rendah, rendahnya entrepreneurship di kalangan
masyarakat dan pola konsumtif yang tinggi.
8. Pelanggaran terhadap nilai-nilai kebangsaan.
a. Fenomena gerakan separatisme;
b. Mulai terkikisnya keberagaman dalam suatu bangsa (Bhinneka Tunggal
Ika); dan
c. Tersumbatnya solidaritas kebangsaan oleh berbagai keterbatasan dan
kentalnya kepentingan untuk memusahkan diri.

Upaya Mengatasi Patologi sosial
Langkah dan upaya untuk mengatasi terjadinya patologi sosial pada

masyarakat Indonesia, antara lain:

1. Memberikan pengajaran dan menjelaskan tentang pendidikan kewarga­
negaraan, nilai-nilai Pancasila dan nilai kebangsaan pada semua masyrakat
Indonesia, sehingga semua nilai mendarah daging kepada seluruh rakyat
dan warga dapat sadar dan mengerti tentang permasalahan bangsa dan
menkonsistenikan segala tindakan warga terhadap nilai-nilai bangsa;

2. Mengidenfikasi dan menganalisis kembali kebijakan pemerintah yang telah
dibuat, agar tidak ada kekecewaan rakyat terhadap kebijakan pemerintah.

58 | Citizenship Education

Jika rakyat kecewa terhadap kebijakan pemerintah, maka hal ini dapat
diselesaikan dengan cara mengkaji ulang sehingga dapat terselesaikan
secara musyawarah dan mufakat;

3. Membuat beberapa organisasi atau departemen yang menampung aspirasi
dan keluhan rakyat terhadap segala permaslahan pemerintah, demokrasi,
dan HAM;

4. Menjelaskan akan pentingnya partisipasi aktif rakyat dalam demokrasi dan
pentingnya demokrasi yang bertanggung jawab;

5. Menindak dengan tegas setiap pelanggaran hukum, demokrasi, dan HAM
sesuai dengan UU dan peraturan tidak tebang pilih.

6. Mentransparansi beberapa informasi yang penting bagi rakyat baik berupa
informasi pelanggaran, kebijakan dan memprivatisasi segala informasi yang
dapat memecah belah demokrasi dan persatuan kesatuan bangsa;

7. Mengatur dan membebaskan rakyat untuk membentuk ormas-ormas
politik, sosial yang penting bagi masyarakat sesuai dengan nilai demokrasi
yang bertaggungjawab;

8. Membuat kebijakan yang memperhatikan kepentingan rakyat, sehingga
setiap elemen pemerintahan, industri, ekonomi, dan lainnya memberi
perhatian kepada rakyat yang membutuhkan;

9. Memberikan kesejaheraan pendidikan kepada rakyat secara optimal dan
layak, serta terdistribusi secara layak kepada masyarakat;

10. Menindak secara tegas pelanggaran-pelanggaran terhadap sistem budaya
ekonomi dan pelanggaran terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan;

11. Memberikan pegajaran dan pemahaman nilai-nilai agama secara mendarah
daging pada masyarakat;

12. Membuka lapangan pekerajaan bagi para pengganguran;

13. Membangun dan menanam kembali pohon-pohon serta taman kota untuk
mengurangi polusi udara;

14. Memberikan konsep dan pengajaran pada rakyat tentang nilai-nilai patriot
dalam pembelaan Negara baik dalam pembelaan Negara dalam serangan
militer dan nonmiliter;

15. Memelihara dan membudayakan budaya yang penting bagi jati diri bangsa;

16. Memfilter dan menindak tegas pelanggaran terhadap budayadan jati diri
bangsa;

17. Selalu mengidentifikasi, menganalisis dan merencanakan kebijakan pe­
merintah agar dapat selalu berkembang dan berevolusioner kearah yang
lebih baik dan optimal sehingga mencegah adanya kekecewaan terhadap
kebijakan pemerintah;

Citizenship Education | 59

18. Berpatisipasi aktif, memilih dan memfilter calon pejabat baik eksekutif
mauun legislatif secara ketat, sehingga mendapatkan anggota pemerintahan
yang berkompeten dan memperatikan kepentingan rakyat secara bijaksana

19. Seluruh elemen Negara harus memperhatikan dan peduli terhadap
kesejahteraan rakyat dalam pendidikan, ekonomi, dan lainnya;

20. Pemerataan kesejahteraan rakyat dalam pendidikan, ekonomi, dan lainnya
secara terdisibusi dengan baik dan lancar hingga mencapai daerah terpencil.

21. Pemerintah dan seluruh elemen masyakat harus lebih menghormati dan
meghargai jasa-jasa para pahlawan, dan tidak hanya pada pahlawan militer.
Agar dapat mengelimir/meminimalisir fenomena tersebut, perlu adanya

reorientasi Nation Bulding, sehingga dapat kembali melekatkan ikatan-ikatan
kebangsaan yang beragam menjadi satu bangsa.

Praktik Kewarganegaraan
1. Apa yang Anda ketahui tentang Globalisasi dan Glokalisasi?
2. Berikan argumentasi bahwa nilai-nilai perjuangan bangsa erat kaitannya

dengan Glokalisasi dan Globalisasi.
3. Apa yang dimasud dengan patalogi sosial? Jelaskan dengan argumentasi

Anda!
4. Jelaskan 8 (delapan) macam penyakit sosial, sertakan Jelaskan dengan

argumentasi Anda!
5. Upaya-upaya apa yang harus dilakukan agar patologi sosial dapat

diminimalisirkan?

Ditulis tangan dalam lembar kertas folio bergaris, dikumpulkan kuliah minggu
depan, sebagai tugas individu.

60 | Citizenship Education

Bab 4

INTEGRASI NASIONAL, NASIONALISME, DAN
PATRIOTISME SEBAGAI PARAMETER PERSATUAN DAN

KESATUAN BANGSA

Dalam mengarungi kehidupannya, sebuah negara-bangsa (nation state)
selalu dihadapkan pada upaya bagaimana menyatukan keanekaragaman
orang-orang yang ada di dalamnya agar memiliki rasa persatuan, kehendak
untuk bersatu dan secara bersama bersedia membangun kesejahteraan untuk
bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, bagaimana mungkin suatu negara-
bangsa dapat membangun, jika orang-orang yang ada di dalam negara tersebut
tidak mau bersatu, tidak memiliki perasaan sebagai satu kesatuan dan tidak
bersedia mengikatkan diri sebagai satu bangsa.

Suatu negara-bangsa membutuhkan persatuan untuk bangsanya yang
dinamakan integrasi nasional. Dapat dikatakan bahwa sebuah negara bangsa
yang mampu membangun integrasi nasionalnya akan memperkokoh rasa
persatuan dan kesatuan bangsa-bangsa yang ada di dalamnya. Integrasi
nasional merupakan salah satu tolok ukur persatuan dan kesatuan bangsa.

Konsep Integrasi Nasional, Nasionalisme, dan Patriotisme

1. Pengertian Integrasi Nasional
Marilah kita telusuri istilah integrasi nasional ini. Kita dapat menguraikan

istilah tersebut dari dua pengertian: secara etimologi dan terminologi. Etimologi
adalah studi yang mempelajari asal usul kata, sejarahnya dan juga perubahan
yang terjadi dari kata itu. Pengertian etimologi dari integrasi nasional berarti
mempelajari asal usul kata pembentuk istilah tersebut. Secara etimologi,
integrasi nasional terdiri atas dua kata integrasi dan nasional.

Sekarang, kita telusuri pengertian integrasi nasional secara terminologi.
Terminologi dapat diartikan penggunaan kata sebagai suatu istilah yang telah

Citizenship Education | 61

dihubungkan dengan konteks tertentu. Konsep integrasi nasional dihubungkan
dengan konteks tertentu dan umumnya dikemukakan oleh para ahlinya. Berikut
ini disajikan beberapa pengertian integrasi nasional dalam konteks Indonesia
dari para ahli/penulis:

Tabel Pengertian Integrasi Nasional dari Pakar

Nama Pengertian Integrasi Nasional
Saafroedin Upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan
Bahar (1996) pemerintah dan wilayahnya
Riza Noer Pembentukan suatu identitas nasional dan penyatuan
Arfani (2001) berbagai kelompok sosial dan budaya ke dalam suatu
kesatuan wilayah
Djuliati Suroyo Bersatunya suatu bangsa yang menempati wilayah tertentu
(2002) dalam sebuah negara yang berdaulat.
Ramlan Proses penyatuan berbagai kelompok sosial budaya dalam
Surbakti satu kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas nasional
(2010)

Istilah Integrasi nasional dalam bahasa Inggrisnya adalah “national
integration”. “Integration” berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Kata
ini berasal dari bahasa latin integer, yang berarti utuh atau menyeluruh.
Berdasarkan arti etimologisnya itu, integrasi dapat diartikan sebagai pembauran
hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. “Nation” artinya bangsa sebagai
bentuk persekutuan dari orang-orang yang berbeda latar belakangnya, berada
dalam suatu wilayah dan di bawah satu kekuasaan politik.

“National integration is the awareness of a common identity amongst the
citizens of a country. It means that though we belong to different castes,
religions and regions and speak different languages we recognize the fact
that we are all one. This kind of integration is very important in the building
of a strong and prosperous nation”. Kurana (2010)

Ada pengertian dari para ahli atau pakar asing mengenai istilah tersebut.
Misalnya, Kurana (2010) menyatakan integrasi nasional adalah kesadaran
identitas bersama di antara warga negara. Ini berarti bahwa meskipun kita
memiliki kasta yang berbeda, agama dan daerah, dan berbicara bahasa yang
berbeda, kita mengakui kenyataan bahwa kita semua adalah satu. Jenis integrasi
ini sangat penting dalam membangun suatu bangsa yang kuat dan makmur.

Secara terminologi, istilah integrasi nasional memiliki keragaman
pengertian, sesuai dengan sudut pandang para ahli. Namun demikian kita dapat
menemukan titik kesamaaannya bahwa integrasi dapat berarti penyatuan,

62 | Citizenship Education

pembauran, keterpaduan, sebagai kebulatan dari unsur atau aspek aspeknya.
Dalam hal ini kita dapat membedakan konsep integrasi dalam beberapa
jenis yang pada intinya hendak mengemukakan aspek-aspek apa yang dapat
disatukan dalam kerangka integrasi nasional. Selanjutnya kita akan menelusuri
jenis-jenis integrasi.

a. Jenis Integrasi
Tentang pengertian integrasi ini, Myron Weiner dalam Ramlan Surbakti

(2010) lebih cocok menggunakan istilah integrasi politik daripada integrasi
nasional. Menurutnya integrasi politik adalah penyatuan masyarakat dengan
sistem politik. Integrasi politik dibagi menjadi lima jenis, yakni 1) integrasi
bangsa, 2) integrasi wilayah, 3) integrasi nilai, 4) integrasi elit-massa, dan 5)
integrasi tingkah laku (perilaku integratif).

1) Integrasi bangsa menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok
budaya dan sosial dalam satu kesatuan wilayah dan dalam suatu
pembentukan identitas nasional;

2) Integrasi wilayah menunjuk pada masalah pembentukan wewenang
kekuasaan nasional pusat di atas unit-unit sosial yang lebih kecil yang
beranggotakan kelompok kelompok sosial budaya masyarakat tertentu;

3) Integrasi elit massa menunjuk pada masalah penghubungan antara
pemerintah dengan yang diperintah. Mendekatkan perbedaan-perbedaan
mengenai aspirasi dan nilai pada kelompok elit dan massa;

4) Integrasi nilai menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang
minimum yang diperlukan dalam memelihara tertib sosial;

5) Integrasi tingkah laku (perilaku integratif), menunjuk pada penciptaan
tingkah laku yang terintegrasi dan `yang diterima demi mencapai tujuan
bersama.

Menurut Suroyo (2002), integrasi nasional mencerminkan proses persatuan
orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai
perbedaan baik etnisitas, sosial budaya, atau latar belakang ekonomi, menjadi
satu bangsa (nation) terutama karena pengalaman sejarah dan politik yang
relatif sama. Dalam realitas nasional integrasi nasional dapat dilihat dari tiga
aspek yakni aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya. Dari aspek politik,
lazim disebut integrasi politik, aspek ekonomi (integrasi ekonomi), yakni saling
ketergantungan ekonomi antar daerah yang bekerjasama secara sinergi, dan
aspek sosial budaya (integrasi sosial budaya) yakni hubungan antara suku,
lapisan dan golongan. Berdasar pendapat ini, integrasi nasional meliputi: 1)
Integrasi politik, 2) integrasi ekonomi, dan 3) integrasi sosial budaya.

Citizenship Education | 63

1) Integrasi Politik

Dalam tataran integrasi politik terdapat dimensi vertikal dan horizontal.
Dimensi yang bersifat vertikal menyangkut hubungan elit dan massa,
baik antara elit politik dengan massa pengikut, atau antara penguasa dan
rakyat guna menjembatani celah perbedaan dalam rangka pengembangan
proses politik yang partisipatif. Dimensi horizontal menyangkut hubungan
yang berkaitan dengan masalah teritorial, antar daerah, antar suku, umat
beragama dan golongan masyarakat Indonesia.

2) Integrasi Ekonomi

Integrasi ekonomi berarti terjadinya saling ketergantungan antar
daerah dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Adanya saling
ketergantungan menjadikan wilayah dan orang-orang dari berbagai latar
akan mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dan sinergis. Di
sisi lain, integrasi ekonomi adalah penghapusan (pencabutan) hambatan-
hambatan antardaerah yang memungkinkan ketidaklancaran hubungan
antar keduanya, misal peraturan, norma, prosedur dan pembuatan aturan
bersama yang mampu menciptakan keterpaduan di bidang ekonomi.

3) Integrasi sosial budaya

Integrasi ini merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda
dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang
berbeda tersebur dapat meliputi ras, etnis, agama, bahasa, kebiasaan,
sistem nilai, dan lain sebagainya. Integrasi sosial budaya juga berarti
kesediaan bersatu bagi kelompok-kelompok sosial budaya di masyarakat,
misal suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

b. Pentingnya Integrasi Nasional

Menurut Myron Weiner dalam Surbakti (2010), dalam negara merdeka,
faktor pemerintah yang berkeabsahan (legitimate) merupakan hal penting bagi
pembentukan negara-bangsa. Hal ini disebabkan tujuan negara hanya akan
dapat dicapai apabila terdapat suatu pemerintah yang mampu menggerakkan
dan mengarahkan seluruh potensi masyarakat agar mau bersatu dan bekerja
bersama. Kemampuan ini tidak hanya dapat dijalankan melalui kewenangan
menggunakan kekuasaan fisik yang sah tetapi juga persetujuan dan dukungan
rakyatnya terhadap pemerintah itu. Jadi, diperlukan hubungan yang ideal
antara pemerintah dengan rakyatnya sesuai dengan sistem nilai dan politik yang
disepakati. Hal demikian memerlukan integrasi politik. Negara-bangsa baru,
seperti halnya Indonesia setelah tahun 1945, membangun integrasi juga menjadi
tugas penting. Ada dua hal yang dapat menjelaskan hal ini. Pertama, pemerintah
kolonial Belanda tidak pernah memikirkan tentang perlunya membangun
kesetiaan nasional dan semangat kebangsaan pada rakyat Indonesia. Penjajah

64 | Citizenship Education

lebih mengutamakan membangun kesetiaan kepada penjajah itu sendiri dan
guna kepentingan integrasi pribadi kolonial. Jadi, setelah merdeka, kita perlu
menumbuhkan kesetiaan nasional melalui pembangunan integrasi bangsa.

Kedua, bagi negara-negara baru, tuntutan integrasi ini juga menjadi
masalah pelik bukan saja karena perilaku pemerintah kolonial sebelumnya,
tetapi juga latar belakang bangsa yang bersangkutan. Negara-bangsa (nation
state) merupakan negara yang di dalamnya terdiri dari banyak bangsa (suku)
yang selanjutnya bersepakat bersatu dalam sebuah bangsa yang besar. Suku-
suku itu memiliki pertalian primordial yang merupakan unsur negara dan telah
menjelma menjadi kesatuan etnik yang selanjutnya menuntut pengakuan dan
perhatian pada tingkat kenegaraan. Ikatan dan kesetiaan etnik adalah sesuatu
yang alami, bersifat primer. Adapun kesetiaan nasional bersifat sekunder. Bila
ikatan etnik ini tidak diperhatikan atau terganggu, mereka akan mudah dan
akan segera kembali kepada kesatuan asalnya. Sebagai akibatnya mereka akan
melepaskan ikatan komitmennya sebagai satu bangsa. Ditinjau dari keragaman
etnik dan ikatan primordial inilah pembangunan integrasi bangsa menjadi
semakin penting. Ironisnya bahwa pembangunan integrasi nasional selalu
menghadapi situasi dilematis seperti terurai di depan. Setiap penciptaan negara
yang berdaulat dan kuat juga akan semakin membangkitkan sentimen primordial
yang dapat berbentuk gerakan separatis, rasialis atau gerakan keagamaan.

Kekacauan dan disintegrasi bangsa yang dialami pada masa-masa awal
bernegara misalnya yang terjadi di India dan Sri Langka dapat dikatakan bukan
semata akibat politik “pecah belah” kolonial namun akibat perebutan dominasi
kelompok kelompok primordial untuk memerintah negara. Hal ini menunjukkan
bahwa setelah lepas dari kolonial, mereka berlomba saling mendapatkan
dominasinya dalam pemerintahan negara. Mereka berebut agar identitasnya
diangkat dan disepakati sebagai identitas nasional. Integrasi diperlukan guna
menciptakan kesetiaan baru terhadap identitas-identitas baru yang diciptakan
(identitas nasional), misal, bahasa nasional, simbol negara, semboyan nasional,
ideologi nasional, dan sebagainya.

c. Integrasi versus Disintegrasi
Kebalikan dari integrasi adalah disintegrasi. Jika integrasi berarti penyatuan,

keterpaduan antarelemen atau unsur yang ada di dalamnya, disintegrasi dapat
diartikan ketidakpaduan, keterpecahan di antara unsur-unsur yang ada. Jika
integrasi terjadi konsensus maka disintegrasi dapat menimbulkan konflik atau
perseturuan dan pertentangan.

Disintegrasi bangsa adalah memudarnya kesatupaduan antar golongan, dan
kelompok yang ada dalam suatu bangsa yang bersangkutan. Gejala disintegrasi

Citizenship Education | 65

merupakan hal yang dapat terjadi di masyarakat. Masyarakat suatu bangsa
pastilah menginginkan terwujudnya integrasi. Namun, dalam kenyataannya
yang terjadi justru gejala disintegrasi. Disintegrasi memiliki banyak ragam,
misalkan pertentangan fisik, perkelahian, tawuran, kerusuhan, revolusi, bahkan
perang. Kesenjangan ekonomi dapat menyebabkan disintegrasi bangsa. Hal
ini disebabkan karena tidak stabilnya keuangan negara yang salah satunya
disebabkan karena penerimaan negara yang belum memadai. Menurut Anda,
apa sajakah hal-hal yang menyebabkan terjadinya gejala disintegrasi bangsa?
Carilah faktor-faktor penyebab disintegrasi tersebut melalui diskusi kelompok.

2. Pengertian Nasionalisme

Pengertian nasionalisme dapat dipahami apabila dimengerti terlebih dulu
apa yang dimaksud dengan bangsa (nation). Pengertian bangsa menurut Ernest
Renan (1823-1892) adalah: suatu jiwa suatu asas spiritual. Bangsa adalah
suatu solidaritas yang besar, yang terbentuk oleh perasaan yang timbul sebagai
akibat pengorbanan-pengorbanan yang telah dibuat dan yang dalam masa
depan bersedia dibuat lagi. Suatu bangsa dianggap mempunyai suatu masa
lampau, akan tetapi ia melanjutkan dirinya dalam masa sekarang ini dengan
suatu kenyataan yang jelas, persetujuan, keinginan yang dinyatakan dengan
jelas untuk melanjutkan kehidupan bersama.

Nasionalisme adalah semacam etnosentrisme atau pandangan yang
berpusat pada bangsanya. Gejala seperti semangat nasional, kebanggaan
nasional, patriotisme dan sebagainya terdapat pada semua bangsa, sebagai
suatu gejala umum untuk mensolidarisasikan diri dengan suatu kelompok yang
senasib (Ensiklopedi Politik dan Pembangunan, 1988: 219)

Nasionalisme (dalam arti negatif) adalah suatu sikap yang keterlaluan,
sempit dan sombong. Apa yang menguntungkan bangsa sendiri dianggap benar,
sampai kepentingan dan hak bangsa lain diinjak-injak. Nasionalisme seperti itu
mencerai beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya. Nasionalisme
(dalam arti positif) adalah sikap nasional untuk mempertahankan kemerdekaan
dan harga diri bangsa dan sekaligus menghormati bangsa lain. Nasionalisme
dalam pengertian ini sangat berguna untuk membina rasa persatuan antara
penduduk negara yang hiterogen karena perbedaan suku, agama, ras, dan
antargolongan, serta berfungsi untuk membina rasa identitas dan kebersamaan
dalam negara dan sangat bermanfaat untuk mengisi kemerdekaan yang sudah
diperoleh.

Dari istilah bangsa atau nation inilah melahirkan istilah nasionalisme.
Pengertian nasionalisme ada tiga macam yaitu:

66 | Citizenship Education

a. Menurut Encyclopedia Britania, nasionalisme merupakan keadaan jiwa
setiap individu yang merasa bahwa setiap orang memiliki kesetiaan dalam
keduniaan (sekuler) tertinggi kepada negara kebangsaan

b. Menurut International Encyclopedia of the Social Sciences, nasionalisme
adalah suatu ikatan politik yang mengikat kesatuan masyarakat modern
dan memberi keabsahan terhadap klaim (tuntutan) kekuasaan.

c. Nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa kesetiaan
tertinggi atas setiap pribadi diserahkan kepada negara kebangsaan atau
nation state.

Namun, ada beberapa pengertian nasionalisme yang diartikan salah
sehingga menimbulkan kerancauan pengertian, pengertian nasionalisme dapat
dibagi menjadi dua yakni dalam pengertian luas dan pengertian sempit sebagai
berikut.

a. Nasionalisme dalam arti sempit, nasionalisme dalam pengertian ini dapat
diartikan sebagai perasaan cinta terhadap bangsanya secara berlebih-
lebihan, sehingga memandang bangsa dan suku bangsa lainnya lebih
rendah. Nasionalisme dalam arti sempit sering disebut dengan Jingosme
atau chauvisme. Misalnya, nasionalisme bangsa Jerman di masa kekuasaan
Adolf Hitler (1933-1945). Menurut Hitler dalam bukunya Mein Kampt
(perjuanganku, bangsa Jerman (ras Arya) merupakan ras yang paling
unggul dibanding ras lain). Contoh lain dari nasionalisme yang memiliki
arti sempit adalah ketika negara Italia di masa kekuasaan Benito Mussolini
(1883-1945). Bentuk nasionalisme Italia di bawah pemerintahan Benito
Mussolini dikenal dengan fasisme.

b. Nasionalisme dalam arti luas, nasionalisme dalam pengertian ini dapat
diartikan sebagai perasaan cinta dan bangga terhadap tanah air dan
bangsanya, tanpa memandang lebih rendah terhadap bangsa dan negara
lain.

Nasionalisme menjadi dasar pembentukan negara kebangsaan. Hubung­
an nasionalisme dan negara kebangsaan memiliki kaitan yang erat. Negara
kebangsaan adalah negara yang pembentukannya di dasarkan pada semangat
kebangsaan/ nasionalisme. Artinya adanya tekad masyarakat untuk membangun
masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga
masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. Rasa
nasionalisme sudah dianggap muncul manakala suatu bangsa memiliki cita-cita
yang sama untuk mendirikan suatu negara kebangsaan. Nasionalisme merupakan
paham kebangsaan, semangat kebangsaan dan kesadaran kebangsaan. Paham
nasionalisme akan menjadikan kita memiliki kesadaran akan adanya bangsa
dan negara.

Citizenship Education | 67

Nasionalisme menjadi persyaratan mutlak bagi hidupnya sebuah bangsa
Ideologi nasionalisme membentuk kesadaran para pemeluknya, bahwa loyalitas
tidak lagi diberikan kepada golongan atau keompok kecil, seperti agama, ras,
suku dan budaya (primordial), namun ditujukan kepada komunitas yang dianggap
lebih tinggi, yaitu bangsa dan negara. Sebagai kesimpulannya, nasionalisme
sebagai ide (ideologi) menjadi conditio sine quanon (keadaan yang harus ada)
bagi keberadaan negara dan bangsa.

3. Pengertian Patriotrisme
Patriotisme berasal dari kata patria, artinya tanah air. Kata patria berubah

menjadi patriot yang berarti seseorang yang mencintai tanah air. Seorang
patriotik adalah orang yang cinta pada tanah air dan rela berkorban untuk
mempertahankan negaranya. Patriotisme berarti paham tentang kecintaan
pada tanah air. Semangat patriotisme adalah semangat untuk mencintai tanah
air. Gerakan patriotisme muncul setelah terbentuknya bangsa yang dilandasi
nasionalisme. Pada dasarnya patriotisme berbeda dengan nasionalisme,
meskipun berdekatan dan umumnya dianggap sama. Patriotisme lahir dari
semangat nasionalisme dengan terbentuknya negara.

Sikap patriotisme yang diwujudkan dalam semangat cinta tanah air dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a. Perbuatan rela berkorban untuk membela dan mempertahankan negara
dan bangsa;

b. Perbuatan untuk mengisi kelangsungan hidup negara dan bangsa.

Perbuatan membela dan mempertahankan negara diwujudkan dalam bentuk
kesediaan berjuang untuk menahan dan mengatasi serangan atau ancaman
bangsa lain yang akan menghancurkan begara. Selain itu, ancaman negara lain,
ancaman dari kelompok bangsa sendiri, kegiatan yang dapat merugikan negara,
dan ancaman alam dapat mengakibatkan kerusakan dan kehancuran negara.
Kelangsungan hidup negara dapat diwujudkan dengan kesediaan bekerja sesuai
dengan bidang dan kapasitasnya dalam rangka meningkatkan harkat dan
martabat bangsa, serta pencapaian tujuan negara.

Pengembangan semangat kebangsaan atau nasionalisme pada generasi
bangsa harus disertai maksud mengambangkan semangat patriotik dalam setiap
jiwa generasi muda. Penanaman jiwa patriotisme harus dilandasi oleh semangat
kebangsaan atau nasionalisme. Sebaiknya, jiwa nasionalisme dalam setiap
pribadi warga perlu dilanjutkan dengan semangat patriotik untuk mencintai dan
rela berkorban demi kemampuan bangsa.

68 | Citizenship Education

Sosio Historis Integrasi Nasional

Mengintegrasikan bangsa umumnya menjadi tugas pertama bagi negara
yang baru merdeka. Hal ini dikarenakan negara baru tersebut tetap menginginkan
agar semua warga yang ada di dalam wilayah negara bersatu untuk negara
yang bersangkutan. Apakah bangsa Indonesia pernah mengalami integrasi,
nasionalisme dan jiwa patriotisme sebelum proklamasi kemerdekaan tanggal
17 Agustus 1945?

1. Perkembangan Sejarah Integrasi di Indonesia

Menurut Suroyo (2002), ternyata sejarah menjelaskan bangsa kita sudah
mengalami pembangunan integrasi sebelum bernegara Indonesia yang merdeka.
Menurutnya, ada tiga model integrasi dalam sejarah perkembangan integrasi di
Indonesia, yakni 1) model integrasi imperium Majapahit, 2) model integrasi
kolonial, dan 3) model integrasi nasional Indonesia.

a. Model integrasi imperium Majapahit

Model integrasi pertama ini bersifat kemaharajaan (imperium) Majapahit.
Kemaharajaan yang begitu luas ini berstruktur konsentris. Dimulai dengan
konsentris pertama yaitu wilayah inti kerajaan (nagaragung): Pulau Jawa
dan Madura yang diperintah langsung oleh raja dan saudara-saudaranya.
Konsentris kedua adalah wilayah di luar Jawa (mancanegara dan pasisiran)
yang merupakan kerajaan-kerajaan otonom. Konsentris ketiga (tanah
sabrang) adalah negara-negara sahabat dimana Majapahit menjalin
hubungan diplomatik dan hubungan dagang, antara lain dengan Champa,
Kamboja, dan Ayudyapura (Thailand).

b. Model integrasi kolonial

Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut dengan integrasi atas wilayah
Hindia Belanda baru sepenuhnya dicapai pada awal abad XX dengan wilayah
yang terentang dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah kolonial mampu
membangun integrasi wilayah juga dengan menguasai maritim, sedang
integrasi vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dibina
melalui jaringan birokrasi kolonial yang terdiri dari ambtenaar-ambtenaar
(pegawai) Belanda dan pribumi yang tidak memiliki jaringan dengan massa
rakyat. Dengan kata lain pemerintah tidak memiliki dukungan massa yang
berarti. Integrasi model kolonial ini tidak mampu menyatukan segenap
keragaman bangsa Indonesia tetapi hanya untuk maksud menciptakan
kesetiaan tunggal pada penguasa kolonial.

c. Model integrasi nasional Indonesia

Model integrasi ketiga ini merupakan proses berintegrasinya bangsa
Indonesia sejak bernegara merdeka tahun 1945. Meskipun sebelumnya

Citizenship Education | 69

ada integrasi kolonial, namun integrasi model ketiga ini berbeda dengan
model kedua. Integrasi model kedua lebih dimaksudkan agar rakyat jajahan
(Hindia Belanda) mendukung pemerintahan kolonial melalui penguatan
birokrasi kolonial dan penguasaan wilayah.

Integrasi model ketiga dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang
baru yakni bangsa Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan
(nasionalisme) yang baru atau kesadaran kebangsaan yang baru. Model integrasi
nasional ini diawali dengan tumbuhnya kesadaran berbangsa khususnya pada
diri orang-orang Indonesia yang mengalami proses pendidikan sebagai dampak
dari politik etis pemerintah kolonial Belanda. Mereka mendirikan organisasi-
organisasi pergerakan baik yang bersifat keagamaan, kepemudaan, kedaerahan,
politik, ekonomi perdagangan dan kelompok perempuan. Para kaum terpelajar
ini mulai menyadari bahwa bangsa mereka adalah bangsa jajahan yang
harus berjuang meraih kemerdekaan jika ingin menjadi bangsa merdeka dan
sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka berasal dari berbagai daerah
dan suku bangsa yang merasa sebagai satu nasib dan penderitaan sehingga
bersatu menggalang kekuatan bersama. Misalnya, Sukarno berasal dari Jawa,
Mohammad Hatta berasal dari Sumatera, AA Maramis dari Sulawesi, Tengku
Mohammad Hasan dari Aceh.

Dalam sejarahnya, penumbuhan kesadaran berbangsa tersebut dilalui dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut.

a. Masa Perintis, adalah masa mulai dirintisnya semangat kebangsaan melalui
pembentukan organisasi-organisasi pergerakan. Masa ini ditandai dengan
munculnya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Kelahiran
Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

b. Masa Penegas, adalah masa mulai ditegaskannya semangat kebangsaan
pada diri bangsa Indonesia yang ditandai dengan peristiwa Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928. Dengan Sumpah Pemuda, masyarakat Indonesia
yang beraneka ragam tersebut menyatakan diri sebagai satu bangsa yang
memiliki satu Tanah Air, satu bangsa, dan bahasa persatuan yaitu bahasa
Indonesia.

c. Masa Percobaan, bangsa Indonesia melalui organisasi pergerakan mencoba
meminta kemerdekaan dari Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan
yang tergabung dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1938
mengusulkan Indonesia Berparlemen. Namun, perjuangan menuntut
Indonesia merdeka tersebut tidak berhasil.

d. Masa Pendobrak, pada masa tersebut semangat dan gerakan kebangsaan
Indonesia telah berhasil mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan

70 | Citizenship Education

kemerdekaan. Kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamirkan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu bangsa Indonesia menjadi bangsa
merdeka, bebas, dan sederajat dengan bangsa lain. Nasionalisme telah
mendasari bagi pembentukan negara kebangsaan Indonesia modern.

Dari sisi politik, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan
pernyatan bangsa Indonesia baik ke dalam maupun ke luar bahwa bangsa ini
telah merdeka, bebas dari belenggu penjajahan, dan sederajat dengan bangsa
lain di dunia. Dari sisi sosial budaya, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 merupakan “revolusi integratifnya” bangsa Indonesia, dari bangsa yang
terpisah dengan beragam identitas menuju bangsa yang satu yakni bangsa
Indonesia.

Tugas berat selanjutnya adalah mengintegrasikan segenap unsur di dalam
agar negara-bangsa yang baru ini kokoh, bersatu dan dapat melanjutkan
kehidupannya sebagai satu kesatuan kebangsaan yang baru.

2. Pengembangan Integrasi di Indonesia

Lalu bagaimana mengembangkan integrasi nasional sebuah bangsa? Howard
Wriggins dalam Muhaimin dan Collin Max Andrews (1995) menyebut ada lima
pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik mengembangkan
integrasi bangsa. Lima pendekatan sebagai faktor yang menentukan tingkat
integrasi suatu negara adalah: 1) Adanya ancaman dari luar, 2) Gaya politik
kepemimpinan, 3) Kekuatan lembaga-lembaga politik, 4) Ideologi Nasional,
dan 5) Kesempatan pembangunan ekonomi.

a. Adanya ancaman dari luar

Adanya ancaman dari luar dapat menciptakan integrasi masyarakat.
Masyarakat akan bersatu, meskipun berbeda suku, agama dan ras ketika
menghadapi musuh bersama. Contoh, ketika penjajah Belanda ingin
kembali ke Indonesia, masyarakat Indonesia bersatu padu melawannya.
Suatu bangsa yang sebelumnya berseteru dengan saudara sendiri, suatu
saat dapat berintegrasi ketika ada musuh negara yang datang atau
ancaman bersama yang berasal dari luar negeri. Adanya ancaman dari luar
ini mendorong masrakat/bangsa bersatu.

b. Gaya politik kepemimpinan

Gaya politik para pemimpin bangsa dapat menyatukan atau mengintegrasikan
masyarakat bangsa tersebut. Pemimpin yang karismatik, dicintai rakyatnya
dan memiliki jasa-jasa besar umumnya mampu menyatukan bangsanya
yang sebelumya tercerai berai. Misal Nelson Mandela dari Afrika Selatan.
Gaya politik sebuah kepemimpinan dapat dipakai untuk mengembangkan

Citizenship Education | 71

integrasi bangsanya. Adakah pemimpin Indonesia yang mampu menyatukan
seperti itu?

c. Kekuatan lembaga-lembaga politik

Lembaga politik, misalnya birokrasi, juga dapat menjadi sarana pemersatu
masyarakat bangsa. Birokrasi yang satu dan padu dapat menciptakan
sistem pelayanan yang sama, baik, dan diterima oleh masyarakat yang
beragam. Pada akhirnya masyarakat bersatu dalam satu sistem pelayanan.

d. Ideologi Nasional

Ideologi merupakan seperangkat nilai-nilai yang diterima dan disepakati.
Ideologi juga memberikan visi dan beberapa panduan bagaimana cara
menuju visi atau tujuan itu. Jika suatu masyarakat meskipun berbeda-
beda tetapi menerima satu ideologi yang sama maka memungkinkan
masyarakat tersebut bersatu. Bagi bangsa Indonesia, nilai bersama yang
dapat mempersatukan masyarakat Indonesia adalah Pancasila. Pancasila
merupakan nilai sosial bersama yang dapat diterima oleh seluruh masyarakat
Indonesia.

Nilai-nilai bersama tidak harus berlaku secara nasional. Di beberapa daerah
di Indonesia terdapat nilai-nilai bersama. Dengan nilai itu kelompok-
kelompok masyarakat di daerah itu bersedia bersatu. Misal “Pela Gadong”
sebagai nilai bersama yang dijunjung oleh masyarakat Maluku.

e. Kesempatan pembangunan ekonomi

Jika pembangunan ekonomi berhasil dan menciptakan keadilan, maka
masyarakat bangsa tersebut dapat menerima sebagai satu kesatuan. Namun
jika ekonomi menghasilkan ketidakadilan maka muncul kesenjangan atau
ketimpangan. Orang-orang yang dirugikan dan miskin sulit untuk mau
bersatu atau merasa satu bangsa dengan mereka yang diuntungkan serta
yang mendapatkan kekayaan secara tidak adil. Banyak kasus karena
ketidakadilan, maka sebuah masyarakat ingin memisahkan diri dari bangsa
yang bersangkutan. Dengan pembangunan ekonomi yang merata maka
hubungan dan integrasi antar masyarakat akan semakin mudah dicapai.

Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat
dapat terintegrasi, apabila:

1. Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental
yang dapat dijadikan rujukan bersama. Jika masyarakat memiliki nilai
bersama yang disepakati maka mereka dapat bersatu, namun jika sudah
tidak lagi memiliki nilai bersama maka mudah untuk berseteru.

2. Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus, memiliki “cross cutting
affiliation” sehingga menghasilkan “cross cutting loyality”. Jika masyarakat

72 | Citizenship Education

yang berbeda-beda latar belakangnya menjadi anggota organisasi yang
sama, maka mereka dapat bersatu dan menciptakan loyalitas pada
organisasi tersebut, bukan lagi pada latar belakangnya.

3. Masyarakat berada di atas memiliki sifat saling kebergantungan di antara
unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi. Apabila masyarakat saling memiliki ketergantungan, saling
membutuhkan, saling kerjasama dalam bidang ekonomi, maka mereka akan
bersatu. Namun jika ada yang menguasai suatu usaha atau kepemilikan
maka yang lain akan merasa dirugikan dan dapat menimbulkan perseteruan.

Pendapat lain menyebutkan, integrasi bangsa dapat dilakukan dengan dua
strategi kebijakan yaitu “policy assimilasionis” dan “policy bhinneka tunggal
ika” (Sjamsudin, 1989). Strategi pertama dengan cara penghapusan sifat-sifat
kultural utama dari komunitas kecil yang berbeda menjadi semacam kebudayaan
nasional. Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan
hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru.
Apabila asimilasi ini menjadi sebuah strategi bagi integrasi nasional, berarti
bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar
unsur-unsur budaya yang ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi
satu dan tidak lagi menampakkan identitas budaya kelompok atau budaya lokal.

Membangun fasilitas infrastruktur seperti jalan, gedung pertemuan,
lapangan olahraga, dan pasar merupakan contoh kebijakan penyelenggara
negara yang memungkinkan mampu mengintegrasikan masyarakatnya. Hal ini
dikarenakan masyarakat dari berbagai latar belakang akan bertemu, berinteraksi
dan bekerjasama. Pembangunan berbagai fasilitas itu dapat dilakukan apabila
memiliki sumber pembiayaan yang cukup. Di negara yang sedang membangun,
salah satu sumber utama pembiayaan negara tersebut adalah pajak yang
dipungut dari warga negara, pendapatan negara terbesar di Indonesia dari
sektor pajak.

Pajak sebagai instrumen memperkokoh Integrasi Nasional Salah satu
tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana tersebut dalam alenia ke
empat Pembukaan UUD 1945 adalah “memajukan kesejahteraan umum”.
Kesejahteraan umum akan dapat dicapai atau akan lebih cepat dicapai, apabila
keuangan negara sehat, atau dengan kata lain negara memiliki dana yang
cukup untuk membiayai seluruh kegiatan yang diperlukan untuk menunjang
tujuan negara “memajukan kesejahteraan umum” tersebut. Berbicara tentang
keuangan negara yang sehat, tidak dapat dilepaskan dari sumber-sumber
penerimaan negara. Salah satu sumber keuangan negara adalah penerimaan
dari sektor pajak. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir Penerimaan pajak

Citizenship Education | 73

merupakan sumber pendapatan negara yang utama. Pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara tahun 2016, pemerintah menargetkan pendapatan yang
bersumber dari penerimaan pajak adalah sebesar 1.360 triliun atau sebesar
74,63 % dari penerimaan negara secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian di atas, Anda diminta menganalisis akibat dan dampak
yang timbul apabila penerimaan dari sektor pajak tidak memenuhi target
yang telah di tentukan atau penerimaan pajak di bawah ketentuan yang telah
direncanakan. Adakah implikasinya bagi integrasi bangsa Indonesia?

Dinamika dan Tantangan Integrasi Nasional
1. Dinamika Integrasi Nasional di Indonesia

Sejak kita bernegara tahun 1945, upaya membangun integrasi secara terus-
menerus dilakukan. Terdapat banyak perkembangan dan dinamika dari integrasi
yang terjadi di Indonesia. Dinamika integrasi sejalan dengan tantangan zaman
waktu itu. Dinamika itu dapat kita contohkan peristiswa integrasi berdasar 5
(lima) jenis integrasi sebagai berikut:

a. Integrasi bangsa
Tanggal 15 Agustus 2005 melalui MoU (Memorandum of Understanding)

di Vantaa, Helsinki, Finlandia, pemerintah Indonesia berhasil secara damai
mengajak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk kembali bergabung dan setia
memegang teguh kedaulatan bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Proses ini telah berhasil menyelesaikan kasus disintegrasi yang
terjadi di Aceh sejak tahun 1975 sampai 2005.
b. Integrasi wilayah
Melalui Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, pemerintah
Indonesia mengumumkan kedaulatan wilayah Indonesia yakni lebar laut
teritorial seluas 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik
ujung yang terluar (point to point) pada pulau-pulau Negara Indonesia.
Dengan deklarasi ini maka terjadi integrasi wilayah teritorial Indonesia.
Wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah dan laut tidak lagi
merupakan pemisah pulau, tetapi menjadi penghubung pulau-pulau di
Indonesia.
c. Integrasi nilai
Pengalaman mengembangkan Pancasila sebagai nilai integratif terus-
menerus dilakukan, misalnya, melalui kegiatan pendidikan Pancasila baik
dengan mata kuliah di perguruan tinggi dan mata pelajaran di sekolah.
Melalui kurikulum 1975, mulai diberikannya mata pelajaran Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) di sekolah. Saat ini, melalui kurikulum 2013

74 | Citizenship Education

terdapat mata pelajaran PPKn. Melalui pelajaran ini, Pancasila sebagai nilai
bersama dan sebagai dasar filsafat Negara disampaikan kepada generasi
muda.

d. Integrasi elit-massa

Dinamika integrasi elit–massa ditandai dengan seringnya pemimpin
mendekati rakyatnya melalui berbagai kegiatan. Misalnya kunjungan ke
daerah, temu kader PKK, dan kotak pos presiden. Kegiatan yang sifatnya
mendekatkan elit dan massa akan menguatkan dimensi vertikal integrasi
nasional.

e. Integrasi tingkah laku (perilaku integratif).

Mewujudkan perilaku integratif dilakukan dengan pembentukan lembaga-
lembaga politik dan pemerintahan termasuk birokrasi. Dengan lembaga dan
birokrasi yang terbentuk maka orang-orang dapat bekerja secara terintegratif
dalam suatu aturan dan pola kerja yang teratur, sistematis, dan bertujuan.
Pembentukan lembaga-lembaga politik dan birokrasi di Indonesia diawali
dengan hasil sidang I PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yakni memilih Presiden
dan Wakil Presiden sesuai amanah UUD 1945 pasal 3 Aturan Peralihan;
Untuk pertama kalinya Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia
Persiapan Kemercekaan Indonesia (UUD 1945 sebelun Amandemen).
Sidang PPKI ke-2 tanggal 19 Agustus 1945 memutuskan pembentukan
dua belas kementerian dan delapan provinsi di Indonesia.

2. Tantangan dalam Membangun Integrasi Nasional

Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan yang
dihadapi datang dari dimensi horizontal dan vertikal. Dalam dimensi horizontal,
tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar
pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam dimensi
vertikal, tantangan yang ada adalah berupa celah perbedaan antara elite dan
massa, di mana latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite
berbeda dari massa yang cenderung berpandangan tradisional. Masalah yang
berkenaan dengan dimensi vertikal lebih sering muncul ke permukaan setelah
berbaur dengan dimensi horizontal, sehingga hal ini memberikan kesan bahwa
dalam kasus Indonesia dimensi horizontal lebih menonjol daripada dimensi
vertikalnya. Terkait dengan dimensi horizontal ini, salah satu persoalan yang
dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam mewujudkan
integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang masih kuat. Titik pusat
goncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah
hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan
kebiasaan.

Citizenship Education | 75

Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan
hasil-hasil pembangunan dapat menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan
keputusasaan di masalah SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan),
gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa. Hal ini
dapat berpeluang mengancam integrasi horizontal di Indonesia. Terkait dengan
dimensi vertikal, tantangan yang ada adalah kesediaan para pemimpin untuk
terus menerus bersedia berhubungan dengan rakyatnya. Pemimpin mau
mendengar keluhan rakyat, mau turun kebawah, dan dekat dengan kelompok-
kelompok yang merasa dipinggirkan.

Tantangan dari dimensi vertikal dan horizontal dalam integrasi nasional
Indonesia tersebut semakin tampak setelah memasuki era reformasi tahun
1998. Konflik horizontal maupun vertikal sering terjadi bersamaan dengan
melemahnya otoritas pemerintahan di pusat. Kebebasan yang digulirkan
pada era reformasi sebagai bagian dari proses demokratisasi telah banyak
disalahgunakan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak
seenaknya sendiri. Tindakan ini kemudian memunculkan adanya gesekan-
gesekan antar kelompok dalam masyarakat dan memicu terjadinya konflik atau
kerusuhan antarkelompok. Bersamaan dengan itu demonstrasi menentang
kebijakan pemerintah juga banyak terjadi, bahkan seringkali demonstrasi itu
diikuti oleh tindakan-tindakan anarkis. Keinginan yang kuat dari pemerintah
untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan pemerintah yang sesuai
dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan masyarakat terhadap
pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat melaksanakan kebijakan
pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti vertikal. Sebaliknya
kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang tidak/kurang
sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian
besar warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan
kurang adanya integrasi vertikal. Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang
dapat melayani dan memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak-
tidaknya kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan
harapan sebagian besar warga masyarakat.

Jalinan hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang
berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara
damai dan saling menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan
pembedaan yang ada satu sama lain, merupakan pertanda adanya integrasi
dalam arti horizontal. Kita juga tidak dapat mengharapkan terwujudnya integrasi
horizontal ini dalam arti yang sepenuhnya. Pertentangan atau konflik antar
kelompok dengan berbagai latar belakang perbedaan yang ada, tidak pernah
tertutup sama sekali kemungkinannya untuk terjadi. Namun yang diharapkan

76 | Citizenship Education

bahwa konflik itu dapat dikelola dan dicarikan solusinya dengan baik, dan
terjadi dalam kadar yang tidak terlalu mengganggu upaya pembangunan bagi
kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan nasional.

Di era globalisasi, tantangan itu ditambah oleh adanya tarikan global di
mana keberadaan negara-bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi
tuntutan dan kecenderungan global. Dengan demikian keberadaan negara
berada dalam dua tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi
yang cenderung mangabaikan batas-batas negara bangsa, dan tarikan
dari dalam berupa kecenderungan menguatnya ikatan-ikatan yang sempit
seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan. Disitulah nasionalisme dan
keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang semakin berat. Di sisi
lain, tantangan integrasi juga dapat dikaitkan dengan aspek aspek lain dalam
integrasi yakni aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Deskripsi Integrasi Nasional

Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap
negara. Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang sangat diperlukan
bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan
yang diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh
pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian yang diderita, baik
kerugian berupa fisik material seperti kerusakan sarana dan prasarana yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti
perasaan kekhawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang
berkepanjangan. Di sisi lain, banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki
oleh negara di mana semestinya dapat digunakan untuk melaksanakan
pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat akhirnya harus dikorbankan
untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa
diwarnai dengan konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.
Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin
diwujudkan, karena setiap masyarakat di samping membawa potensi integrasi
juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan.

Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerjasama, serta konsensus
tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang
mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat
seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan
kepentingan menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-perbedaan
itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apa pun
kondisinya, integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan

Citizenship Education | 77

untuk membangun kejayaan bangsa dan negara sehingga perlu senantiasa
diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat berarti
kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.

Praktik Kewarganegaraan
Secara berkelompok carilah sebuah kasus disintegrasi yang terjadi di Indonesia
dewasa ini. Selanjutnya analisislah berita tersebut berdasarkan aspek-aspek
berikut ini:
a. Judul berita dan sumbernya;
b. Isi pokok berita;
c. Kaitannya dengan jenis integrasi;
d. Faktor penyebab disintegrasi; dan
e. Alternatif penyelesaiannya.
Hasil diskusi ditulis tangan pada lembar folio bergaris dan dikumpulkan
pertemuan minggu depan, sebagai tugas individu.

78 | Citizenship Education

Bab 5

HUBUNGAN NEGARA DAN WARGA NEGARA

Pembicaraan hubungan negara dan warga negara sebenarnya merupakan
pembicaraan yang amat tua. Thomas Hobbes, tokoh yang mencetuskan
istilah terkenal Homo homini lupus (manusia pemangsa sesamanya),
mengatakan bahwa fungsi negara adalah menertibkan kekacauan atau chaos
dalam masyarakat. Walaupun negara adalah bentukan masyarakat, namun
kedudukan negara adalah penyelenggara ketertiban dalam masyarakat agar
tidak terjadi konflik, pencurian, kekacauan, kerusuhan, dan lain-lain. Sebagai
warga negara, bentuk keterikatan kita terhadap negara adalah adanya hak dan
kewajiban secara timbal balik (resiprokalitas). Warga negara memiliki hak dan
kewajiban terhadap negara, sebaliknya pula negara memiliki hak dan kewajiban
terhadap warga negara. Hak dan kewajiban warga negara merupakan isi
konstitusi negara perihal hubungan antara warga negara dengan negara, di
Indonesia, diatur dalam UUD NRI 1945.

Pengertian Bangsa
Bangsa adalah orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa

dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengertian bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya
terikat karena kesatuan bahasa serta wilayah tertentu di muka bumi. Sejarah
timbulnya bangsa-bangsa di dunia berawal dari Benua Eropa. Pada akhir abad
XIX, di Benua Eropa timbul berbagai gerakan kebangsaan. Gerakan tersebut
mengakibatkan kerajaan-kerajaan besar di Eropa seperti, kerajaan Austria-
Hongaria, Turki dan Prancis, terpecah menjadi negara-negara kecil. Banyaknya
gerakan kebangsaan di Eropa saat itu dan keberhasilan mereka menjadi bangsa
yang merdeka, mempunyai pengaruh yang besar pada kehidupan Eropa maupun
wilayah lain di dunia.

Citizenship Education | 79

Ernet Renan (guru besar Universitas Sorbone), menyatakan bahwa bangsa
adalah kesatuan solidaritas yang terdiri dari orang-orang yan saling merasa setia
satu sama lain. Bangsa adalah suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu kesatuan
solidaritas yang besar, yang tercipta oleh suatu perasaan pengorbanan yang
telah dibuat di masa lampau dan oleh orang-orang yang bersedia brbuat untuk
masa depan. Bangsa memiliki masa lampau , tetapi ia melanjutkan dirinya pada
masa kini, melalui suatu kenyataan yang jelas, yaitu kesepakatan, keinginan
yang dikemukakan dengan nyata untuk terus hidup brsama. Oleh karena itu
suatu bangsa, tidak bergantung pada persamaan asal ras, suku bangsa, agama,
bahasa, geografi, atau hal-hal lain yang sejenis. Akan tetapi kehadiran suatu
bangsa adalah, seolah-olah suatu kesepakatan bersama yang terjadi setiap hari
(Bachtiar, 1987: 23).

Benidict Anderson mendefinisikan pengertian bangsa secara agak lain
dibandingkan pakar yang lain. Menurut Anderson, bangsa adalah komunitas
politik yang dibayangkan (imagined political community), artinya tidak selalu
sesuai dengan kenyataan. Komunitas politik dibayangkan itu terdapat dalam
wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat. Dikatakan sebagai komunitas politik
yang dibayangkan, karena bangsa yang paling kecil sekalipun para anggotanya
tidak saling mengenal. Perasaan sebangsa inilah yang menyebabkan berjuta-
juta orang bersedia mati bagi komunitas yang dibayangkan itu (Surbakti,
1992: 42). Mengacu pada pendapat Anderson, penciptaan solidaritas nasional
digambarkan sebagai proses pengembangan imajinasi di kalangan anggota
masyarakat tentang komunitas mereka.

Dalam pandangan Otto Bauer, bangsa adalah suatu persatuan perangai,
yang timbul karena persamaan nasib. Soekarno memiliki pemahaman yang
relatif baru daripada keduanya. Berkat analisis geopolitiknya, ia menekankan
persatuan antara orang dengan tanah airnya sebagai syarat bangsa. Sedangkan
pengertian bangsa menurut Mohammad Hatta adalah suatu persatuan yang
ditentukan oleh keinsyafan, sebagai suatu persekutuan yang tersusun menjadi
satu, yaitu terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsyafan
yang bertambah besar oleh karena seperuntungan, malang sama diderita, mujur
sama di dapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya
oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam dalam hati dan
otak (Sutrisno,1983: 38).

Jadi pengertian bangsa mengandung intisari adanya elemen pokok berupa
jiwa, kehendak, perasaan, pikiran, semangat, yang bersama-sama membentuk
kesatuan, kebulatan dan persatuan serta semuanya itu yang dimaksud adalah
aspek kerokhaniannya. Bangsa bukanlah kenyataan yang bersifat lahiriyah saja,
melainkan lebih bercorak ruhaniah, yang adanya hanya dapat disimpulkan

80 | Citizenship Education

berdasarkan pernyataan senasib, sepenanggungan, dan kemauan membentuk
kolektivitas.

Pengertian Hak dan Kewajiban

Banyak literatur yang mendefinisikan hak asasi sebagai hak-hak dasar
yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha
Kuasa. Pengetian itu kurang tepat sebab kemudian muncul pertanyaan penting.
Apakah sebelum lahir, janin yang ada di dalam kandungan tidak memiliki hak
asasi? Pemahaman yang kurang tepat seperti itu dapat memunculkan fenomena
seperti di Belanda terkait dengan kode etik dokter kandungan. Manakala ada
pasien yang secara medis dinyatakan hamil, tetapi pasien tersebut tidak ingin
mempertahankan kehamilan, maka dokter harus memastikan dengan bertanya
sampai tiga kali apakah ibu yang tersebut bahagia dengan kehamilan itu. Jika
memang ibu tidak bahagia atau tidak menghendaki kehamilan tersebut, dokter
dapat melakukan aborsi terhadap janin tersebut. Aborsi adalah tindakan yang
dilegalkan oleh pemerintah Belanda. Alasan diperbolehkan aborsi adalah bahwa
setiap ibu punya hak untuk hamil atau tidak hamil. Tidak dipikirkan tentang
hak janin untuk hidup. Inilah problem mendasar ketika hak asasi manusia
dipandang hanya melekat pada manusia sejak lahir.

Akan lebih tepat dikatakan bahwa hak asasi melekat pada diri manusia
sejak proses terjadinya manusia. Janin punya hak hidup meskipun belum dapat
berbicara apalagi menuntut hak. Aborsi tidak dapat dibenarkan hanya karena
orang tua tidak menginginkan kehamilan, namun tentu dapat dibenarkan
manakala ada alasan-alasan khusus, misal secara medis kehamilan tersebut
membahayakan jiwa sang ibu. Oleh karena itu tepat kiranya mengacu pada
pengertian hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 pasal 1 yang menyebutkan: “Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum dan Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.”

Adapun kewajiban asasi adalah kewajiban dasar yang harus dijalankan oleh
seseorang dalam kaitannya dengan kepentingan dirinya sendiri, alam semesta,
masyarakat, bangsa, negara maupun kedudukannya sebagai makhluk Tuhan.
Ini adalah kewajiban dalam arti yang luas, yang tentu tidak akan mungkin
dibahas semua dalam bab ini. Kewajiban terhadap diri banyak dibicarakan
dalam ilmu-ilmu terkait dengan kepribadian dan kesehatan, kewajiban

Citizenship Education | 81

terhadap alam dibicarakan dalam etika lingkungan, kewajiban sebagai makhluk
Tuhan dibicarakan dalam agama, sedangkan dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan berbicara masalah kewajiban terkait dengan hubungan
antarwarga negara maupun antara warga negara dengan negara, hubungan
yang bersifat horizontal.

Pengertian Negara

Beraneka ragam pengertian tentang negara diungkapkan oleh beberapa
tokoh ilmu negara, sejak zaman Yunani kuno sampai abad modern. Pengertian
negara menurut Kranenburg, negara pada hakikatnya adalah sebuah organisasi
kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa.
Menurut Kranenburg sebelum terbentuknya negara terlebih dahulu harus ada
sekelompok manusia yang mempunyai kesadaran untuk mendirikan suatu
organisasi untuk menjamin dan memelihara kepentingan mereka. Jadi unsur
bangsa adalah primer (ada lebih dulu), sedangkan negara adalah sekunder
(keberadaannya menyusul kemudian).

Pendapat Kranenburg dikuatkan oleh kenyataan adanya organisasi seperti
PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Anggota PBB adalah negara-negara, tapi
organisasi itu disebut Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations) bukan
Perserikatan Negara-Negara (United States). Hal ini menurut Kranenburg
menunjukkan bahwa bangsa itu menjadi dasar dari adanya negara. Dengan
demikian bangsalah yang primer dan yang sekunder adalah negara. Sebaliknya,
menurut Logemann, Negara adalah organisasi kemasyarakatan (ikatan kerja)
yang mempunyai tujuan untuk mengatur dan memelihara masyarakat tertentu
dengan kekuasaan. Jadi, pertama-tama negara itu adalah organisasi kekuasaan
yang memiliki gezag atau kewibawaan yang terkandung pengertian, dapat
memaksakan kehendaknya kepada semua orang yang diliputi oleh organisasi
kekuasaan tersebut. Pendapat Logemann tersebut menyiratkan hal yang
berbeda dari pendapat Kranenburg, bahwa organisasi kekuasaan (negara) yang
menciptakan bangsa.

Van Apeldoorn dalam bukunya Inleiding tot de Studie van Het Nederlands
Recht, menyatakan istilah negara dipakai dalam empat arti. Pertama, dalam
arti ‘penguasa’, untuk menyatakan orang atau orang-orang yang menjalankan
kekuasaan tertinggi atas persekutuan rakyat yang tinggal pada satu wilayah.
Kedua dalam arti ‘persekutuan rakyat’, yakni untuk menyatakan suatu bangsa
yang hidup dalam suatu wilayah yang berada di bawah kekuasaan tertinggi dan
kaidah-kaidah hukum yang sama. Ketiga dalam arti suatu ‘wilayah tertentu’,
yakni untuk menyatakan suatu wilayah yang di dalamnya hidup suatu bangsa

82 | Citizenship Education

di bawah kekuasaan tertinggi. Keempat ‘kas negara’, yakni untuk menyatakan
harta yang dipegang oleh penguasa untuk kepentingan umum.

Menurut Miriam Budiardjo, negara adalah suatu daerah teritorial yang
rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari
warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui
penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah. Negara merupakan
suatu organisasi yang dalam wilayah tertentu dapat memaksakan kekuasaannya
secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat
menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama. Negara juga berwenang
menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimanakah kekuasaan itu dapat
digunakan oleh individu, kelompok, maupun negara itu sendiri. Dengan demikian
negara dapat membimbing berbagai macam kegiatan warga negaranya ke arah
tujuan bersama yang telah ditetapkannya.

Masih banyak pendapat lain yang tentunya berbeda satu dengan yang
lainnya. Perbedaan tersebut lebih menyangkut pada asal usul, hakikat negara,
serta tujuan negara, yang memang relatif sangat tergantung pada perkembangan
zaman, keadaan maupun tempat. Hingga saat ini telah menjadi kelaziman
dan diakui banyak orang, bahwa pengertian negara sebagai suatu masyarakat
politik, harus memiliki unsur wilayah, rakyat dan pemerintahan yang berdaulat.

Dalam konferensi Pan-Amerika di Montevideo pada tahun 1933 telah
menghasilkan Montivideo Convention of the Rights and Duties of States,
dengan rumusan sebagai berikut: The state as a person of international law
should possess the following qualification; a permanent population, a defined
territory, a government, and a capacity to enter into relation with other states.
Jadi unsur-unsur konstitutif negara menurut konvensi tersebut adalah: penduduk
yang tetap, wilayah tertentu, pemerintah dan kemampuan untuk melakukan
hubungan dengan negara lain.

Jika syarat berdirinya negara yang bersifat konstitutif seperti tersebut di
atas, maka syarat yang bersifat deklaratif adalah, adanya tujuan negara,
memiliki UUD (konstitusi), adanya pengakuan dari negara lain baik secara
de jure maupun secara de facto, serta masuknya negara dalam perhimpunan
bangsa-bangsa misalnya PBB.

Dilihat dari bentuknya, negara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu negara
kesatuan (unitary state) dan negara serikat (federation state). Dalam negara
kesatuan tidak dikenal adanya negara bagian (tidak ada negara dalam negara),
yang ada adalah daerah otonom dan wilayah administratif seperti propinsi
(daerah tingkat I) dan kabupaten atau kota (daerah tingkat II). Dalam negara
serikat, dikenal adanya negara bagian (negara dalam negara). Dengan demikian

Citizenship Education | 83

ada pemerintah negara bagian ada pula pemerintah federal yang membawahi
semua negara bagian. Pemerintah federal biasanya memegang kekuasaan bidang
pertahanan dan keamanan, moneter, politik luar negeri, serta peradilan. Urusan
lain di luar keempat bidang tersebut dapat menjadi wewenang pemerintah
negara bagian.

Pengertian Warga Negara

Berbicara tentang warga negara tidak dapat dilepakan dari pembicaraan
tentang penduduk. Penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal
dalam suatu negara. Sah dalam artian tidak bertentangan dengan ketentuan
ketentuan dan tata cara masuk dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah negara
yang bersangkutan. Di dalam suatu negara, biasanya dibedakan antara orang
asing dan warga negara. Orang asing adalah orang di luar warga negara. Orang
asing yang berada di wilayah suatu negara dilindungi oleh hukum internasional.
Jadi dimanapun ia berada berhak mendapatkan perlindungan dari negara yang
bersangkutan. Pada dasarnya orang asing mendapat perlakuan yang sama.
Perbedaan keduanya terletak pada perbedaan beberapa hak seperti hak politik
untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum yang hanya dimiliki oleh
warga negara, tidak oleh orang asing, begitu juga hak untuk diangkat menjadi
pejabat negara.

Status kewarganegaraan dalam suatu negara biasanya terkait dengan
dua asas, yaitu iussanguinis (asas keturunan) dan asas ius soli (asas
tempat kelahiran). Lazimnya kedua asas tersebut sama-sama dipakai dalam
kewarganegaraan suatu negara. Secara khusus di Indonesia, menurut UU No.
12 Tahun 2006 Pasal 2, menyebutkan: Yang menjadi Warga Negara Indonesia
adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Secara rinci termuat
pada UU No. 12 Tahun 2006 Pasal 4 (baca halaman 83). Sedangkan dalam
UUD 1945 Amandemen Bab X pasal 26 - 27, sebagai berikut.

a. Pasal 26, ayat (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga negara. Ayat (2) Penduduk ialah warga negara
Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

b. Pasal 27, ayat (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya. Ayat (2), Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ayat (3),
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara.

84 | Citizenship Education

UU Kewarganegaraan yang Pernah Berlaku di Indonesia

Dalam konteks Indonesia, pasal 26 ayat (1) UUD 1945 menetapkan
bahwa yang dimaksud warga negara Indonesia adalah adalah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undang-undang sebagai warga negara. Beberapa ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur perihal kewarganegaraan Indonesia dapat
dikemukakan sebagai berikut:

1. UU No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara;
2. UU No. 6 Tahun 1947 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 3

Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara;
3. UU No. 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan

Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia;
4. UU No. 11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang Waktu Lagi untuk

Mengajukann Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia;
5. UU No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia;
6. UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan atas pasal 18 UU No. 62 Tahun

1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia; dan
7. UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Berdasarkan UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan pasal 4, 5,
dan 6 menyatakan sebagai berikut.

Pasal 4
Warga Negara Indonesia adalah:

a. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau
berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara
lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi warga negara
Indonesia;

b. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga
negara Indonesia;

c. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
Indonesia dan ibu warga negara asing;

d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
asing dan ibu Warga Negara Indonesia;

e. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum
negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak
tersebut;

Citizenship Education | 85

f. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara
Indonesia;

g. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia;

h. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai
anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin;

i. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;

j. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui;

k. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya
tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;

l. anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang
ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara
tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada
anak yang bersangkutan;

m. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Pasal 5
(1) Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah,

belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara
sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai
Warga Negara Indonesia.

(2) Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat
secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan
pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

Pasal 6
(1) Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak

sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l,
dan pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18
(delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan
memilih salah satu kewarganegaraannya.

(2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan

86 | Citizenship Education

melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan
perundang-undangan.
(3) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah
anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

Harmonisasi Kewajiban Hak Warga Negara dan Negara

Dalam tradisi budaya Indonesia semenjak dahulu, tatkala wilayah Nusantara
ini diperintah raja-raja, kita lebih mengenal konsep kewajiban dibandingkan
konsep hak. Konsep kewajiban selalu menjadi landasan aksiologis dalam
hubungan rakyat dan penguasa. Rakyat wajib patuh kepada titah raja tanpa
reserve sebagai bentuk penghambaan total. Keadaan yang sama berlangsung
tatkala masa penjajahan di Nusantara, baik pada masa penjajahan Belanda
maupun masa pendudukan Jepang. Horizon kehidupan politik daerah jajahan
mendorong aspek kewajiban sebagai postulat ide dalam praksis kehidupan
politik, ekonomi, dan sosial budaya. Lambat laun terbentuklah mekanisme
mengalahkan diri dalam tradisi budaya Nusantara. Bahkan dalam tradisi Jawa,
alasan kewajiban mengalahkan hak telah terpatri sedemikian kuat. Mereka
masih asing terhadap diskursus hak. Istilah kewajiban jauh lebih akrab dalam
dinamika kebudayaan mereka.

Walaupun demikian dalam sejarah Jawa selalu saja muncul pemberontakan
petani, perjuangan kemerdekaan atau protes-protes dari wong cilik melawan
petinggi-petinggi mereka maupun tuan-tuan kolonial (Hardiman, 2011). Aksi-
aksi perjuangan emansipatoris itu antara lain didokumentasikan Multatuli
dalam buku Max Havelaar yang jelas lahir dari tuntutan hak-hak mereka. Tidak
hanya itu, ide tentang Ratu Adil turut mempengaruhi lahirnya gerakan-gerakan
yang bercorak utopis. Perjuangan melawan imperialisme adalah bukti nyata
bahwa sejarah kebudayaan kita tidak hanya berkutat pada ranah kewajiban an
sich. Para pejuang kemerdekaan melawan kaum penjajah tak lain karena hak-
hak pribumi dirampas dan dijarah. Situasi perjuangan merebut kemerdekaan
sambung menyambung dan tanpa henti, sejak perjuangan yang bersifat
kedaerahan, dilanjutkan perjuangan menggunakan organisasi modern, dan
akhirnya perang kemerdekaan memungkinkan kita sekarang ini lebih paham
akan budaya hak daripada kewajiban. Akibatnya tumbuhlah mentalitas yang
gemar menuntut hak dan jika perlu dilakukan dengan berbagai cara termasuk
dengan kekerasan, akan tetapi ketika dituntut untuk menunaikan kewajiban
malah tidak mau. Dalam sosiologi konsep ini dikenal dengan istilah strong
sense of entitlement.

Citizenship Education | 87

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan hak dan kewajiban itu dan
bagaimanakah hubungan keduanya? Hak adalah kuasa untuk menerima atau
melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu
dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang pada prinsipnya dapat
dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu
yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu tidak dapat oleh
pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh
yang berkepentingan. Kewajiban dengan demikian merupakan sesuatu yang
harus dilakukan (Notonagoro, 1975).

Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut “teori korelasi” yang dianut oleh pengikut utilitarianisme, ada
hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban. Menurut mereka, setiap
kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain, dan begitu pula
sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa kita baru dapat berbicara tentang hak
dalam arti sesungguhnya, jika ada korelasi itu, hak yang tidak ada kewajiban
yang sesuai dengannya tidak pantas disebut hak. Hal ini sejalan dengan filsafat
kebebasannya Mill (1996) yang menyatakan bahwa lahirnya hak Asasi Manusia
dilandasi dua hak yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak
kebebasan. Hak kebebasan seseorang, menurutnya, tidak boleh dipergunakan
untuk memanipulasi hak orang lain, demi kepentingannya sendiri. Kebebasan
menurut Mill secara ontologis substansial bukanlah perbuatan bebas atas dasar
kemauan sendiri, bukan pula perbuatan bebas tanpa kontrol, namun pebuatan
bebas yang diarahkan menuju sikap positif, tidak mengganggu dan merugikan
orang lain.

Atas dasar pemikiran tersebut, maka jika hanya menekankan pada hak dan
mengabaikan kewajiban maka akan melahirkan persoalan-persoalan. Persoalan-
persoalan apa sajakah yang akan muncul? Akankah hal itu merugikan solidaritas
dalam masyarakat? Akankah hak menempatkan individu di atas masyarakat?
Akankah hal itu kontraproduktif untuk kehidupan sosial? Akankah ia memberi
angin pada individualsme? Padahal, manusia itu merupakan anggota masyarakat
dan tidak boleh tercerabut dari akar sosialnya. Hanya dalam lingkungan
masyarakatlah, manusia menjadi manusia dalam arti yang sesungguhnya.
Dalam sejarah peradaban umat manusia inovasi hanya muncul ketika manusia
berhubungan satu sama lain dalam arena sosial. Muncul pertanyaan, apakah
dengan mengakui hak-hak manusia berarti menolak masyarakat? Mengakui
hak manusia tidak sama dengan menolak masyarakat atau mengganti
masyarakat itu dengan suatu kumpulan individu tanpa hubungan satu sama
lain. Yang ditolak dengan menerima hak-hak manusia adalah totaliterisme,
yakni pandangan bahwa negara mempunyai kuasa absolut terhadap warganya.

88 | Citizenship Education

Paham ini sempat dianut oleh negara Fasis Jerman dibawah Hitler dan Italia
dibawah Musolini, di mana negara mempunyai kuasa absolut terhadap seluruh
warga negaranya, serta Jepang pada masa Teno Heika, yang menempatkan
Kaisar sebagai pemilik kuasa absolut terhadap rakyatnya (Alisjahbana, 1978).
Dengan demikian pengakuan hak-hak manusia menjamin agar negara tidak
sampai menggilas individu-individu.

Konsep yang perlu diusung adalah menyeimbangkan dalam menuntut hak
dan menunaikan kewajiban yang melekat padanya. Yang menjadi persoalan
adalah rumusan aturan dasar dalam UUD NRI Tahun 1945 yang menjamin hak-
hak dasar warga negara, sebagian besar tidak dibarengi dengan aturan dasar
yang menuntut kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi. Padahal sejatinya
dalam setiap hak melekat kewajiban, setidak-tidaknya kewajiban menghormati
hak orang lain. Coba Anda periksa naskah UUD NRI Tahun 1945, pasal-pasal
mana saja yang berisi aturan dasar tentang hak dan sekaligus juga berisi aturan
dasar mengenai kewajiban warga negara. Jika hubungan warga negara dengan
negara itu bersifat timbal balik, carilah aturan atau pasal–pasal dalam UUD
NRI 1945 yang menyebut hak-hak negara dan kewajiban negara terhadap
warganya.

Sebagai contoh hak dan kewajiban warga negara yang bersifat timbal
balik atau resiprokalitas adalah hak warga negara mendapat pekerjaan dan
penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2, UUD 1945). Atas dasar hak ini,
negara berkewajiban memberi pekerjaan dan penghidupan bagi warga negara.
Untuk merealisasikan pemenuhan hak warga negara tersebut, pemerintah tiap
tahun membuka lowongan pekerjaan di berbagai bidang dan memberi subsidi
kepada rakyat.

Guna merealisasikan kewajiban warga negara, negara mengeluarkan
berbagai kebijakan dan peraturan yang mengikat warga negara dan menjadi
kewajiban warga negara untuk memenuhinya. Salah satu contoh kewajiban
warga negara terpenting saat ini adalah kewajiban membayar pajak (pasal 23A,
UUD 1945). Hal ini dikarenakan saat ini pajak merupakan sumber penerimaan
negara terbesar dalam membiayai pengeluaran negara dan pembangunan.
Tanpa adanya sumber pendapatan pajak yang besar maka pembiayaan
pengeluaran negara akan terhambat. Dalam RAPBN 2018, total belanja Negara
direncanakan sebesar Rp 2.220,7 triliun. Jumlah tersebut meliputi Belanja
Pemerintah Pusat sebesar Rp1.454,5 triliun dan transfer ke Daerah dan Dana
Desa sebesar Rp 766,2 triliun. Menurut APBN 2018, pendapatan negara
tahun 2018 diproyeksikan sebesar Rp 1.894,72 triliun. Pajak diproyeksikan
menyumbang sekitar 85,5% pendapatan negara atau sebesar Rp 1618,1

Citizenship Education | 89

triliun. pendapatn dari hibah dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
sebesar Rp 275,43 triliun (UU No. 15 Tahun 2017). Jadi membayar pajak
adalah contoh kewajiban warga negara yang nyata di era pembangunan seperti
sekarang ini. Dengan masuknya pendapatan pajak dari warga negara maka
pemerintah negara juga akan mampu memenuhi hak warga negara yakni hak
mendapatkan penghidupan yang layak.

Pada uraian di atas Anda telah memperoleh pemahaman bahwa tradisi
budaya Indonesia semenjak zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara lebih
mengenal konsep kewajiban dibandingkan konsep hak. Mekanismenya
adalah kepatuhan tanpa reserve rakyat terhadap penguasa dalam hal ini raja
atau sultan sebagai bentuk penghambaan secara total. Keadaan yang sama
berlangsung tatkala masa penjajahan di Nusantara di mana horizon kehidupan
politik daerah jajahan mendorong aspek kewajiban sebagai postulat ide dalam
praksis kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya. Dua kekuatan inilah
yang mengkonstruksi pemikiran rakyat di Nusantara untuk mengedepankan
kewajiban dan dalam batas-batas tertentu melupakan pemerolehan hak,
walaupun pada kenyataannya bersifat temporal karena sebagaimana terekam
dalam Max Havelaar rakyat yang tertindas akhirnya memberontak menuntut
hak-hak mereka.

Sosio Historis Kewajiban Hak Negara dan Warga Negara
1. Sumber Historis

Secara historis perjuangan menegakkan hak asasi manusia terjadi di dunia
Barat (Eropa). Adalah John Locke, seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, yang
pertama kali merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat
pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik.
Adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yakni:

a. Magna Charta (1215)

Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan.
Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para
bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan
tanpa adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai
balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh para
bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi
bagian dari sistem konstitusional Inggris.

b. Revolusi Amerika (1276)

Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris
disebut Revolusi Amerika. Declaration of Independence (Deklarasi

90 | Citizenship Education

Kemerdekaan) Amerika Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli1776
merupakan hasil dari revolusi ini.
c. Revolusi Prancis (1789)
Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya
sendiri (Louis XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut.
Declaration des droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak
Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan
ini memuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan
persaudaraan (fraternite).

Dalam perkembangannya, pemahaman mengenai HAM makin luas. Sejak
permulaan abad XX, konsep hak asasi berkembang menjadi empat macam
kebebasan (The Four Freedoms). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh
Presiden Amerika Serikat, Franklin Dilano Rooselvelt (1882-1945). Keempat
macam kebebasan itu meliputi:

a. kebebasan untuk beragama (freedom of religion),
b. kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech),
c. kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan
d. kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).

Adakah keempat jenis HAM itu ada dalam aturan dasar konstitusi kita? Hak
asasi manusia kini sudah diakui seluruh dunia dan bersifat universal, meliputi
berbagai bidang kehidupan manusia dan tidak lagi menjadi milik negara Barat.
Sekarang ini, hak asasi manusia telah menjadi isu kontemporer di dunia. PBB
pada tanggal 10 Desember 1948 mencanangkan Universal Declaration of
Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia), tentang HAM dibahas
dalam bab tersendiri. Pemahaman HAM di Indonesia sebagai tatanan nilai,
norma, sikap yang hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya
berlangsung sudah cukup lama. Perkembangan pemikiran dan pengaturan
HAM di Indonesia dibagi dalam dua periode (Manan, 2001), yaitu periode
sebelum kemerdekaan (1908–1945) dan periode setelah kemerdekaan (1945–
sekarang).

Jika kita menelusuri kondisi kehidupan sosial politik Indonesia periode
1950-1959 tampak beberapa keadaan sebagai berikut. Pertama, semakin
banyak tumbuh partai-partai politik dengan beragam ideologinya masing–
masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul–betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi
berlangsung dalam suasana kebebasan, fair (adil) dan demokratis. Keempat,
parlemen atau dewan perwakilan rakyat representasi dari kedaulatan rakyat

Citizenship Education | 91

menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan
kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran
tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya
kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.

2. Sumber Sosiologis

Akhir-akhir ini kita menyaksikan berbagai gejolak dalam masyarakat yang
sangat memprihatinkan, yakni munculnya karakter buruk yang ditandai kondisi
kehidupan sosial budaya kita yang berubah sedemikian drastis dan fantastis.
Bangsa yang sebelumnya dikenal penyabar, ramah, penuh sopan santun, dan
pandai berbasa-basi sekonyong-konyong menjadi pemarah, suka mencaci,
pendendam, perang antarkampung dan suku dengan tingkat kekezaman yang
sangat biadab. Bahkan yang lebih tragis, anak-anak kita yang masih duduk
di bangku sekolah pun sudah dapat saling menyakiti. Bagaimana kita dapat
memahami situasi semacam ini? Situasi yang bergolak serupa ini dapat dijelaskan
secara sosiologis karena ini memiliki kaitan dengan struktur sosial dan sistem
budaya yang telah terbangun pada masa yang lalu. Mencoba membaca situasi
pasca reformasi sekarang ini terdapat beberapa gejala sosiologis fundamental
yang menjadi sumber terjadinya berbagai gejolak dalam masyarakat kita
(Wirutomo, 2001).

Pertama, suatu kenyataan yang memprihatinkan bahwa setelah tumbangnya
struktur kekuasaan ‘otokrasi’ yang dimainkan Rezim Orde Baru ternyata bukan
demokrasi yang kita peroleh melainkan oligarki dimana kekuasaan terpusat pada
sekelompok kecil elit, sementara sebagian besar rakyat (demos) tetap jauh dari
sumber-sumber kekuasaan (wewenang, uang, hukum, informasi, pendidikan,
dan sebagainya).

Kedua, sumber terjadinya berbagai gejolak dalam masyarakat kita saat ini
adalah akibat munculnya kebencian sosial budaya terselubung (socio-cultural
animosity). Gejala ini muncul dan semakin menjadi-jadi pasca runtuhnya
rezim Orde Baru. Ketika rezim Orde Baru berhasil dilengserkan, pola konflik
di Indonesia ternyata bukan hanya terjadi antara pendukung fanatik Orde Baru
dengan pendukung Reformasi, tetapi justru meluas menjadi konflik antarsuku,
antarumat beragama, kelas sosial, kampung, dan sebagainya. Sifatnya pun
bukan vertikal antara kelas atas dengan kelas bawah tetapi justru lebih sering
horizontal, antarsesama rakyat kecil, sehingga konflik yang terjadi bukan konflik
yang korektif tetapi destruktif (bukan fungsional tetapi disfungsional), sehingga
kita menjadi sebuah bangsa yang menghancurkan dirinya sendiri (self destroying
nation). Bangsa Indonesia yang dikenal ramah dan sopan menderita patologi
sosial akhirnya menjadi bangsa bar-bar yang senang kekerasan dan kebrutalan.

92 | Citizenship Education


Click to View FlipBook Version