97 B. Jenis-jenis Upaya Perlindungan Hukum Bagi Guru 1. Konsultasi Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI, guru dapat berkonsultasi kepada pihak-pihak yang kompeten. Konsultasi itu dapat dilakukan kepada konsultan hukum, penegak hukum, atau pihak-pihak lain yang dapat membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh guru tersebut. Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu yang disebut dengan klien, dengan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya. Konsultan hanya bersifat memberikan pendapat hukum, sebagaimana diminta oleh kliennya. Keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. Misalnya, seorang guru berkonsultasi dengan pengacara pada salah satu LKBH, penegak hukum, orang yang ahli, penasehat hukum, dan sebagainya berkaitan dengan masalah pembayaran gaji yang tidak layak, keterlambatan pembayaran gaji, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan lain-lain. Pihak-pihak yang dimintai pendapat oleh guru ketika berkonsultasi tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan, melainkan sebatas memberi pendapat atau saran, termasuk saran-saran atas bentuk-bentuk penyelesaian sengketa atau perselisihan. 2. Mediasi Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pihak-pihak
98 lain yang dimintai bantuan oleh guru seharusnya dapat membantu memediasinya. Merujuk pada Pasal 6 ayat 3 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999, atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau perbedaan pendapat antara guru dengan penyelenggara/satuan pendidikan dapat diselesaikan melalui bantuan “seorang atau lebih penasehat ahli” maupun melalui seorang mediator. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau perbedaan pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik. Kesepakatan tertulis antara guru dengan penyelenggara/satuan pendidikan wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilakasanakan dalam waktu lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Mediator dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak, dan mediator yang ditujuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak. 3. Negosiasi dan Perdamaian Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang negosiasi kepada guru atau kelompok guru. Menurut Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999, pada dasarya para pihak, dalam hal ini penyelenggara/satuan pendidikan dan guru, berhak untuk menyelesaikan sendiri sengket yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui para pihak. Negosiasi mirip dengan perdamaian yang diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata, dimana perdamaian itu adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang
99 sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan harus dibuat secara tertulis dan tidak di bawah ancaman. Namun demikian, dalam hal ini ada beberapa hal yang membedakan antara negosiasi dan perdamaian. Pada negosiasi diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan di antara para pihak yang bersengketa. Perbedaan lain adalah bahwa negosiasi merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan. Pelaksanaan perdamaian bisa di dalam atau di luar pengadilan. 4. Konsiliasi dan Perdamaian Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang konsiliasi atau perdamaian. Seperti pranata alternatif penyelesaian sengketa yang telah diuraikan di atas, konsiliasi pun tidak dirumuskan secara jelas dalam Undang Undang Nomor 30 tahun 1999. Konsiliasi atau perdamaian merupakan suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan. Untuk mencegah dilaksanakan proses litigasi, dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, konsiliasi atau perdamaian tetap dapat dilakukan, dengan pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
100 5. Advokasi Litigasi Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi litigasi. Banyak guru masih menganggap bahwa advokasi litigasi merupakan pekerjaan pembelaan hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan praktik beracara di pengadilan. Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian yang sempit terhadap apa yang disebut sebagai advokasi. Seolah-olah, advokasi litigasi merupakan urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktik hukum semata. Pandangan semacam itu tidak selamanya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Mungkin pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan kata advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain berarti pengacara hukum atau pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris, maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas. Advocate bisa berarti menganjurkan, memajukan (to promote), menyokong atau memelopori. Dengan kata lain, advokasi juga bisa diartikan melakukan „perubahan‟ secara terorganisir dan sistematis. 6. Advokasi Nonlitigasi Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi nonlitigasi.
101 Dengan demikian, disamping melalui litigasi, juga dikenal alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang lazim disebut nonlitigasi. Alternatif penyelesaian sengketa nonlitigasi adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengenyampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Dewasa ini cara penyelesaian sengketa melalui peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi maupun teoritisi hukum. Peran dan fungsi peradilan, dianggap mengalami beban yang terlampau padat (overloaded), lamban dan buang waktu (waste of time), biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap (unresponsive) terhadap kepentingan umum, atau dianggap terlalu formalistis (formalistic) dan terlampau teknis (technically). Dalam Pasal (1) angka (10) UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999, disebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. C. Asas Pelaksanaan Pelaksanaan perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan K3, dan perlindungan HaKI bagi guru dilakukan dengan menggunakan asasasas sebagai berikut: 1. Asas unitaristik atau impersonal, yaitu tidak membedakan jenis, agama, latar budaya, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi guru. 2. Asas aktif, dimana inisiatif melakukan upaya perlindungan dapat berasal dari guru atau lembaga mitra, atau keduanya. 3. Asas manfaat, dimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru memiliki manfaat bagi peningkatan profesionalisme, harkat, martabat, dan kesejahteraan mereka, serta sumbangsihnya bagi kemajuan pendidikan formal.
102 4. Asas nirlaba, dimana upaya bantuan dan perlindungan hukum bagi guru dilakukan dengan menghindari kaidah-kaidah komersialisasi dari lembaga mitra atau pihak lain yang peduli. 5. Asas demokrasi, dimana upaya perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh guru dilakukan dengan pendekatan yang demokratis atau mengutamakan musyawarah untuk mufakat. 6. Asas langsung, dimana pelaksanaan perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh guru terfokus pada pokok persoalan. 7. Asas multipendekatan, dimana upaya perlindungan hukum bagi guru dapat dilakukan dengan pendekatan formal, informal, litigasi, nonlitigasi, dan lain-lain D. Penghargaan dan Kesejahteraan Sebagai tenaga profesional, guru memiliki hak yang sama untuk mendapatkan penghargaan dan kesejahteraan. Penghargaan diberikan kepada guru yang berprestasi, berprestasi luar biasa, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus. Penghargaan kepada guru dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan/atau internasional. Penghargaan itu beragam jenisnya, seperti satyalancana, tanda jasa, bintang jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, jabatan fungsional, jabatan struktural, bintang jasa pendidikan, dan/atau bentuk penghargaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada sisi lain, peraturan perundang-undangan mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten wajib menyediakan biaya pemakaman dan/atau biaya perjalanan untuk pemakaman guru yang gugur di daerah khusus. Guru yang gugur dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran di daerah khusus, putera dan/atau puterinya berhak mendapatkan beasiswa sampai ke perguruan tinggi dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Kesejahteraan guru menjadi perhatian khusus pemeritah, baik berupa gaji maupun penghasilan lainnya. Guru memiliki hak atas gaji dan penghasilan lainya. Gaji adalah hak yang
103 diterima oleh guru atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di luar gaji pokok, guru pun berhak atas tunjangan yang melekat pada gaji. Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat oleh pemerintah dan pemerintah daerah diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan penggajian yang berlaku. Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan berdasarkan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesian yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai pendidik profesional. Ringkasnya, guru yang memenuhi persyaratan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, serta peraturan lain yang menjadi ikutannya, memiliki hak atas aneka tunjangan dan kesejahteraan lainnya. Tunjangan dan kesejahteraan dimaksud mencakup tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan fungsional, subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan. Khusus berkaitan dengan jenis-jenis penghargaan dan kesejahteraan guru disajikan berikut ini. 1. Penghargaan Guru Berprestasi Pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dilakukan melalui proses pemilihan yang ketat secara berjenjang, mulai dari tingkat satuan pendidikan, kecamatan dan/atau kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional. Pemilihan guru berprestasi dimaksudkan antara lain untuk mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru, yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Prestasi kerja tersebut akan terlihat dari kualitas lulusan satuan pendidikan sebagai SDM yang berkualitas, produktif, dan kompetitif. Pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk memberdayakan guru, terutama bagi mereka yang berprestasi. Seperti disebutkan di atas,
104 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa ”Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan”. Secara historis pemilihan guru berprestasi adalah pengembangan dari pemberian predikat keteladanan kepada guru melalui pemilihan guru teladan yang berlangsung sejak tahun 1972 hingga tahun 1997. Selama kurun 1998-2001, pemilihan guru teladan dilaksanakan hanya sampai tingkat provinsi. Setelah dilakukan evaluasi dan mendapatkan masukanmasukan dari berbagai kalangan, baik guru maupun pengelola pendidikan tingkat kabupaten/kota/provinsi, maka pemilihan guru teladan diusulkan untuk ditingkatkan kualitasnya menjadi pemilihan guru berprestasi. Frasa “guru berprestasi” bermakna “prestasi dan keteladanan” guru. Sebutan guru berprestasi mengandung makna sebagai guru unggul/mumpuni dilihat dari kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru berprestasi merupakan guru yang menghasilkan karya kreatif atau inovatif antara lain melalui: pembaruan (inovasi) dalam pembelajaran atau bimbingan; penemuan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan; penulisan buku fiksi/nonfiksi di bidang pendidikan atau sastra Indonesia dan sastra daerah; penciptaan karya seni; atau karya atau prestasi di bidang olahraga. Mereka juga merupakan guru yang secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler. Pemilihan guru berprestasi dilaksanakan pertama kali pada tahun 2002. Penyelenggaraan pemilihan guru berprestasi dilakukan secara bertingkat, dimulai dari tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional. Secara umum pelaksanaan pemilihan guru berprestasi berjalan dengan lancar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Melalui pemilihan guru berprestasi ini telah terpilih guru terbaik untuk jenjang Taman-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, atau yang sederajat. Sistem penilaian untuk menentukan peringkat guru berprestasi dilakukan
105 secara ketat, yaitu melalui uji tertulis, tes kepribadian, presentasi karya akademik, wawancara, dan penilaian portofolio. Guru yang mampu mencapai prestasi terbaik melalui beberapa jenis teknik penilaian inilah yang akan memperoleh predikat sebagai guru berprestasi tingkat nasional. 2. Penghargaan bagi Guru SD Berdedikasi di Daerah Khusus/Terpencil Guru yang bertugas di daerah khusus, mendapat perhatian serius dari pemerintah. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun terakhir ini, pemberian penghargaan kepada mereka dilakukan secara rutin baik pada peringatan Hari Pendidikan Nasional maupun pada peringatan lainnya. Tujuan penghargaan ini antara lain, pertama, mengangkat harkat dan martabat guru atas dedikasi, prestasi, dan pengabdian profesionalitasnya sebagai pendidik bangsa dihormati dan dihargai oleh masyarakat, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kedua, memberikan motivasi pada guru untuk meningkatkan prestasi, pengabdian, loyalitas dan dedikasi serta darma baktinya pada bangsa dan negara melalui pelaksanaan kompetensinya secara profesional sesuai kualifikasi masingmasing. Ketiga, meningkatkan kesetiaan dan loyalitas guru dalam melaksanakan pekerjaan/jabatannya sebagai sebuah profesi, meskipun bekerja di daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam; bencana sosial; atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain yang mengharuskan menjalani kehidupan secara prihatin. Pemberian penghargaan kepada guru yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil bukanlah merupakan suatu kegiatan yang bersifat seremoni belaka. Penghargaan ini secara selektif dan kompetitif diberikan kepada dua orang guru sekolah dasar (SD) Daerah Khusus dari seluruh provinsi di Indonesia. Masing-masing Dinas Pendidikan Provinsi diminta dan diharuskan menyeleksi dan mengirimkan dua orang guru daerah khusus, terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan yang berdedikasi tinggi untuk diberi
106 penghargaan, baik yang berstatus sebagai guru pegawai negeri sipil (Guru PNS) maupun guru bukan PNS. Untuk dapat menerima penghargaan, guru SD berdedikasi yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil harus memenuhi kriteria umum dan khusus. Kriteria umum dimaksud antara lain beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; memiliki moralitas, kepribadian, dan kelakuan yang terpuji; dapat dijadikan panutan oleh siswa, teman sejawat dan masyarakat sekitarnya; dan mencintai tugas dan tanggungjawabnya. Kriteria khusus bagi guru SD Daerah Khusus untuk memperoleh penghargaan antara lain, pertama, dalam melaksanakan tugasnya senantiasa menunjukkan dedikasi luar biasa, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinan serta mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan fungsi- fungsi profesionalnya dengan segala keterbatasan yang ada di daerah terpencil. Kedua, tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus/terpencil sekurang-kurangnya selama lima tahun secara terus menerus atau selama delapan tahun secara terputus-putus. Keempat, berusia minimal 40 tahun dan belum pernah menerima penghargaan yang sejenis di tingkat nasional. Kelima, responsif terhadap persoalan-persoalan yang aktual dalam masyarakat. Keenam, dengan keahlian yang dimilikinya membantu dalam memecahkan masalah sosial sehingga usahanya berupa sumbangan langsung bagi penanggulangan masalahmasala tersebut. Ketujuh, menunjukkan kepemimpinan dalam kepeloporan serta integritas kepribadiannya dalam mengamalkan keahliannya dalam masyarakat. Kedelapan, menyebarkan dan meneruskan ilmu dan keahlian yang dimilikinya kepada masyarakat dan menunjukkan hasil nyata berupa kemajuan dalam masyarakat.
107 3. Penghargaan bagi Guru PLB/PK Berdedikasi Penghargaan bagi guru Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus (PLB/PK) berdedikasi dilakukan sejak tahun 2004. Penghargaan ini diberikan kepada guru dengan maksud untuk mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru PLB/PK, yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Guru PLB/PK berdedikasi adalah guru yang memiliki dedikasi dan kinerja melampaui target yang ditetapkan satuan Pendidikan Khusus mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan/atau menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional dan/atau internasional; dan/atau secara langsung membimbing peserta didik yang berkebutuhan khusus sehingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler. Seleksi pemilihan guru berdedikasi tingkat nasional dilaksanakan di Jakarta. Mereka berasal dari seluruh provinsi di Indonesia. Pemilihan guru PLB/PK berdedikasi ini dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Pemberian penghargaan ini diharapkan dapat mendorong guru PLB/PK dalam meningkatkan kemampuan profesional yang diperlukan untuk membantu mempersiapkan SDM yang memiliki “kelainan” tertentu untuk siap menghadapi tantangan kehidupan masa depannya. Dalam penetapan calon guru PLB/PK yang berdedikasi untuk diberi penghargaan, kriteria dedikasi dan prestasi yang menonjol bersifat kualitatif. Kriteria tersebut dapat dijadikan acuan atau pertimbangan dasar, sehingga guru PLB/PK berdedikasi yang terpilih untuk menerima penghargaan benarbenar layak dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Kriteria dedikasi dan prestasi dimaksud meliputi pelaksanaan tugas, hasil pelaksanaan tugas, dan sifat terpuji. Dimensi pelaksanaan tugas mencakup, pertama, konsisten dalam membuat persiapan mengajar yang standar bagi anak berkebutuhan khusus. Kedua, kecakapan dalam melaksanakan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Ketiga, keterampilan mengelola kelas sehingga tercipta suasana tertib. Keempat,
108 kemampuan melaksanakan komunikasi yang efektif di kelas. Kelima, konsisten dalam melaksanakan evaluasi dan analisis hasil belajar peserta didik berkebutuhan khusus. Keenam, objektivitas dalam memberikan nilai kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Dimensi kemampuan menunjukkan hasil pelaksanaan tugas secara baik mencakup, pertama, penemuan metode/pendekatan yang inovatif, pengembangan/pengayaan materi dan/atau alat peraga baru dalam khusus. Kedua, dampak sosial/ budaya/ ekonomi/ lingkungan terhadap proses belajar mengajar yang dirasakan atas penemuan metode/pendekatan yang inovatif, pengembangan/pengayaan materi dan/atau alat peraga baru dalam pembelajaranb agi anak berkebutuhan khusus. Ketiga, kemampuan memprakarsai suatu kegiatan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Keempat, memiliki sifat inovatif dan kreatif dalam memanfaatkan sumber/alat peraga yang ada di lingkungan setempat untuk kelancaran kegiatan belajar mengajar bagi anak berkebutuhan khusus. Kelima, mampu menghasilkan peserta didik yang terampil sesuai dengan tingkat kemampuan menurut jenis kebutuhan peserta didik. Dimensi memiliki sifat terpuji antara lain mencakup kemampuan menyampaikan pendapat, secara lisan atau tertulis; kesediaan untuk mendengar/menghargai pendapat orang lain; sopan santun dan susila; disiplin kerja; tanggung jawab dan komitmen terhadap tugas; kerjasama; dan stabilitas emosi. Dimensi memiliki jiwa pendidik mencakup beberapa hal. Pertama, menyayangi dan mengayomi peserta didik berkebutuhan khusus. Kedua, memberikan bimbingan secara optimal kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Ketiga, mampu mendeteksi kelemahan belajar peserta didik berkebutuhan khusus. Pemilihan guru berprestasi serta pemberian penghargaan kepada guru SD di Daerah Khusus dan guru PLB/PK berdedikasi seperti disebutkan di atas merupakan agenda tahunan. Namun demikian, meski sifatnya kegiatan tahunan, program ini bukanlah sebuah kegiatan yang bersifat seremonial belaka. Pelembagaan program ini merupakan salah satu
109 bukti kuatnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap profesi guru. Tentu saja, di masa datang, kualitas dan kuantitas pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dan berdedikasi senantiasa perlu ditingkatkan. 4. Penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana Pendidikan Sejalan dengan disahkannya Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru berprestasi dan berdedikasi memiliki hak atas penghargaan sesuai dengan prestasi dan dedikasinya. Penghargaan tersebut diberikan kepada guru pada satuan pendidikan atas dasar pengabdian, kesetiaan pada lembaga, berjasa pada negara, maupun menciptakan karya yang luar biasa. Kriteria guru yang berhak menerima penghargaan Satyalancana Pendidikan, meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umum antara lain warga negara Indonesia; berakhlak dan berbudi pekerti baik; serta mempunyai nilai dalam DP3 amat baik untuk unsur kesetiaan dan sekurang-kurangnya bernilai baik untuk unsur lainnya. Persyaratan khusus meliputi, pertama, diutamakan yang bertugas/pernah bertugas di tempat terpencil atau tertinggal sekurang-kurangnya selama lima tahun terus menerus atau selama delapan tahun terputus-putus. Kedua, diutamakan yang bertugas/pernah bertugas di daerah perbatasan, konflik, dan bencana sekurang- kurangnya selama 3 tahun terus menerus atau selama 6 tahun terputus-putus. Ketiga, diutamakan yang bertugas selain di daerah khusus, sekurang-kurangnya selama 8 tahun terus menerus dan bagi kepala sekolah sekurang-kurangnya bertugas 2 tahun. Keempat, berprestasi dan/atau berdedikasi luar biasa dalam melaksanakan tugas sekurang-kurangnya mendapat penghargaan tingkat nasional. Kelima, berperan aktif dalam kegiatan organisasi/asosiasi profesi guru, kegiatan kemasyarakatan dan pembangunan di berbagai sektor. Keenam, tidak pernah memiliki catatan pelanggaran atau menerima sanksi sedang dan berat menurut peraturan perundang-undangan.
110 5. Penghargaan bagi Guru yang Berhasil dalam Pembelajaran Tujuan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau lomba sejenis dapat memotivasi guru untuk lebih meningkatkan profesionalismenya, khususnya dalam kemampuan perancangan, penyajian, penilaian proses dan hasil pembelajaran atau proses bimbingan kepada siswa; dan meningkatkan kebiasaan guru dalam mendokumentasikan hasil kegiatan pengembangan profesinya secara baik dan benar. Lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Pertama, sosialisasi melalui berbagai media, antara lain penyusunan dan penyebaran poster dan leaflet. Kedua, penerimaan naskah. Ketiga, melakukan seleksi, baik seleksi administrasi maupun seleksi terhadap materi yang ditulis. Para finalis melaksanakan presentasi dan wawancara di hadapan dewan juri yang memiliki keahlian di bidang masing-masing. Sejalan dengan itu, aktivitas yang dilakukan adalah sebagai berikut: penyusunan pedoman lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; penilaian naskah lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; penilaian penentuan nominasi pemenang lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; penentuan pemenang lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; dan pemberian penghargaan pemenang lomba tingkat nasional. Hasil yang dicapai dalam lomba tersebut adalah terhimpunnya berbagai pengalaman guru dalam merancang, menyajikan, dan menilai pembelajaran atau bimbingan dan konseling yang secara nyata mampu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa, sehingga dapat dimanfaatkan oleh rekan guru yang memerlukan dicetak dalam bentuk buku yang berisi model-model keberbasilan dalam pembelajaran sebagai publikasi. 6. Penghargaan Guru Pemenang Olimpiade Era globalisasi menuntut SDM yang bermutu tinggi dan siap berkompetisi, baik pada tataran nasional, regional, maupun internasional.
111 Sejalan dengan itu, guru-guru bidang studi yang termasuk dalam skema Olimpiade Sains Nasional (OSN) merupakan salah satu diterminan utama peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran. Kegiatan OSN untuk Guru (OSN Guru) merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran mata pelajaran yang tercakup dalam kerangka OSN. Olimpiade Sains Nasional (OSN) untuk Guru merupakan wahana bagi guru menumbuhkembangkan semangat kompetisi dan meningkatkan kompetensi profesional atau akademik untuk memotivasi peningkatan kompetensinya dalam rangka mendorong mutu proses dan luaran pendidikan. Tujuannya adalah (1) menumbuhkan budaya kompetitif yang sehat di kalangan guru; (2) meningkatkan wawasan pengetahuan, motivasi, kompetensi, profesionalisme, dan kerja keras untuk mengembangkan IPTEK; (3) membina dan mengembangkan kesadaran ilmiah untu mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi masa kini dan yang akan datang; (4) mengangkat status guru sebagai penyandang profesi yang terhormat, mulia, bermartabat, dan terlindungi; dan (5) membangun komitmen mutu guru dan peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran secara lebih merata. Kegiatan OSN Guru dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari di tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, sampai dengan tingkat nasional. Hadiah dan penghargaan diberikan kepada peserta OSN Guru sebagai motivasi untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran dan kegiatan pendidikan lainnya. Hadiah bagi para pemenang tingkat kabupaten/kota dan tingkat provinsi pengaturannya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kepada pemenang di tingkat nasional diberi hadiah dan penghargaan dari kementerian pendidikan.
112 7. Pembinaan dan Pemberdayaan Guru Berprestasi dan Guru Berdedikasi Guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam membimbing peserta didik ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan. Untuk melaksanakan tugasnya, seorang guru tidak hanya memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi juga harus memiliki kepribadian yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi siswa, keluarga maupun masyarakat. Selaras dengan kebijaksanaan pembangunan yang meletakkan pengembangan sumber daya manusia sebagai prioritas pembangunan nasional, kedudukan dan peran guru semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi era global. Untuk itu, kemampuan profesional guru harus terus menerus ditingkatkan. Prestasi yang telah dicapai oleh para guru berprestasi perlu terus dijaga dan dikembangkan, serta diimbaskan kepada guru lainnya. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan pemilihan guru berprestasi, perlu dilaksanakan pembinaan dan pemberdayaannya agar pengetahuan dan wawasan mereka selalu berkembang sesuai dengan kemajuan IPTEKS. Program kerjasama peningkatan mutu pendidik antarnegara Asia, dalam hal ini dengan The Japan Foundation, misalnya, merupakan kelanjutan program-program yang telah dilaksanakan sebelumnya. Program kerjasama ini dilaksanakan untuk memberikan penghargaan kepada guru berprestasi dengan memberikan pengalaman dan wawasan tentang penyelenggaraan pendidikan dan budaya di negara maju seperti Jepang untuk dijadikan bahan pembanding dan diimplementasikan di tempat tugas mereka. Kontinuitas pelaksanaan program kerjasama ini sangat penting, karena sangat bermanfaat bagi para guru untuk meningkatkan pengetahuannya dalam melaksanakan tugas profesionalnya. 8. Penghargaan Lainnya Penghargaan lainnya untuk guru dilakukan melalui program kerjasama pendidikan antarnegara, khususnya bagi mereka yang
113 berprestasi. Kerjasama antarnegara ini dilakukan, baik di kawasan Asia maupun di kawasan lainnya. Kerjasama antarnegara bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan saling pengertian antaranggotanya. Melalui kerjasama ini, guru-guru berprestasi yang terpilih diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan singkat bidang keahlian atau teknologi pembelajaran, studi kebudayaan, studi banding, dan sejenisnya. Kerjasama ini antara lain telah dilakukan dengan negara-negara Asean, Jepang, Australia, dan lain-lain. Penghargaan lainnya yang diberikan kepada guru adalah Anugerah Konstitusi tingkat nasional bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk semua jenis dan jenjang. Penerima penghargaan ini adalah guruguru PKn terbaik yang diseleksi secara berjenjang mulai dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, sampai ke tingkat nasional. Penghargaan dan kesejahteraan guru diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang berbunyi: Pasal 36 1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan. 2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Pasal 37 1) Penghargaan dapat diberikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesidan satuan pendidikan. 2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional dan tingkat internasional. 3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam atau penghargaan lain.
114 4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari guru nasional,hari pendidikan nasional, dan lain-lain. Pasal 38 Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundangundangan. E. Tunjangan Guru Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesian guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum tersebut meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Pemenuhan hak guru untuk memperoleh penghasilan didasari atas pertimbangan prestasi dan pengakuan atas profesionalitasnya. Dengan demikian, penghasilan dimaksud merupakan hak yang diterima oleh guru dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesian yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai pendidik profesional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan tonggak sejarah bagi peningkatan kesejahteraan guru di Indonesia. Menyusul lahirnya UU ini, pemerintah telah mengatur beberapa sumber penghasilan guru selain gaji pokok, yaitu tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus. 1. Tunjangan Profesi
115 Guru profesional dituntut oleh undang-undang memiliki kualifikasi akademik tertentu dan empat kompetensi yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional atau akademik. Sertifikasi guru merupakan proses untuk memberikan sertifikat pendidik kepada mereka. Sertifikat pendidik dimaksud merupakan pengakuan negara atas derajat keprofesionalan guru. Seiring dengan proses sertifikasi inilah, pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menamanatkan bahwa “Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat”. Pemberian tunjangan profesi diharapkan akan mampu mendorong dan memotivasi guru untuk terus meningkatkan kompetensi dan kinerja profesionalnya dalam melaksanakan tugas di sekolah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, dan penilai peserta didiknya. Besarnya tunjangan profesi ini setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Guru yang sudah bersertifikat akan menerima tunjangan profesinya jika guru yang bersangkutan mampu membuktikan kinerjanya yaitu dengan mengajar 24 jam tatap muka per minggu dan persyaratan lainnya. Guru akan menerima tunjangan profesi sampai yang bersangkutan berumur 60 tahun. Usia ini adalah batas pensiun bagi PNS guru. Setelah berusia 60 tahun guru tetap berhak mengajar di manapun, baik sebagai guru tidak tetap maupun guru tetap yayasan untuk sekolah swasta, dan menyandang predikat guru bersertifikat, namun tidak berhak lagi atas tunjangan profesi. Meski guru memiliki lebih dari satu sertifikat profesi pendidik, mereka hanya berhak atas “satu” tunjangan profesi.
116 Tunjangan profesi diberikan kepada semua guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan syarat lainnya, dengan cara pembayaran tertentu. Hal ini bermakna, bahwa guru bukan PNS pun akan mendapat tunjangan yang setara dengan guru PNS dengan kualifikasi akademik, masa kerja, serta kompetensi yang setara atau ekuivalen. Bagi guru bukan PNS, tunjangan profesi akan dibayarkan setelah yang bersangkutan disesuaikan jenjang jabatan dan kepangkatannya melalui impassing. Tunjangan profesi tersebut dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 2. Tunjangan Fungsional Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 17 ayat (1) mengamanatkan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan tunjangan fungsional kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 17 ayat (2) mengamanatkan bahwa subsidi tunjangan fungsional diberikan kepada guru yang bertugas di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Sehingga dalam pelaksanaannya, tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional ini dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (Pasal 17 ayat (3). Besarnya tunjangan fungsional yang diberikan untuk guru PNS seharusnya sesuai dengan jenjang jabatan fungsional yang dimiliki. Namun saat ini baru diberikan tunjangan tenaga kependidikan berdasarkan pada golongan/ruang kepangkatan/jabatannya. Khusus mengenai besarnya subsidi tunjangan fungsional bagi guru bukan PNS, agaknya memerlukan aturan tersendiri, berikut persyaratannya. 3. Tunjangan Khusus Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan
117 Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor merupakan komitmen Pemerintah untuk terus mengupayakan peningkatan kesejahteraan guru dan dosen, di samping peningkatan profesionalismenya. Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 18, disebutkan bahwa guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan ditugaskan di di daerah khusus berhak memperoleh tunjangan khusus yang diberikan setara dengan satu kali gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Mengingat tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru di Daerah Khusus, sasaran dari program ini adalah guru yang bertugas di daerah khusus. Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dimaksudkan dengan Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain. a. Daerah terpencil atau terbelakang adalah daerah dengan faktor geografis yang relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulaupulau terpencil; dan daerah dengan faktor geomorfologis lainnya yang sulit dijangkau oleh jaringan transportasi maupun media komunikasi, dan tidak memiliki sumberdaya alam. b. Daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil adalah daerah yang mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta tidak dilibatkan dalam kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan yang mengakibatkan daerah belum berkembang. c. Daerah perbatasan dengan negara lain adalahbagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat maupun di laut kawasan perbatasan berada di kecamatan; dan pulau kecil terluar
118 dengan luas area kurang atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum Internasional dan Nasional. d. Daerah yang mengalami bencana alam yaitu daerah yang terletak di wilayah yang terkena bencana alam (gempa, longsor, gunung api, banjir, dsb) yang berdampak negatif terhadap layanan pendidikan dalam waktu tertentu. e. Daerah yang mengalami bencana sosial dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi yang membahayakan guru dalam melaksanakan tugas dan layanan pendidikan dalam waktu tertentu. f. Daerah yang berada dalam keadaan darurat lain adalah daerah dalam keadaan yang sukar/sulit yang tidak tersangka-sangka mengalami bahaya, kelaparan dan sebagainya yang memerlukan penanggulangan dengan segera. Tunjangan khusus yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Penetapan Daerah Khusus ini rumit dan tentatif adanya. Sebagai “katup pengaman” sejak tahun 2007, pemerintah memberikan bantuan kesejateraan untuk guru yang bertugas di Daerah Khusus atau Daerah Terpencil di 199 kabupaten di Indonesia. Sampai tahun 2010 tunjangan tersebut mencapai Rp 1.350.000 per bulan. Harapan yang ingin dicapai dari pemberian tunjangan khusus ini adalah selain meningkatkan kesejahteraan guru sebagai kompensasi daerah yang ditempati sangat sulit, juga memotivasi guru untuk tetap mengajar di sekolah tersebut. Pada sisi lain, pemberian tunjangan ini bisa sebagai insentif bagi guru baru untuk bersedia mengajar di Daerah Khusus ini. Belum terpenuhinya jumlah guru di daerah terpencil diharapkan juga semakin mudah dilakukan dengan insentif tunjangan khusus ini. 4. Maslahat Tambahan
119 Salah satu komponen penghasilan yang diberikan kepada guru dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah pemberian maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi (Pasal 15 ayat 1). Maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh guru dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 ayat (2), dimana pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan bagi guru. Tujuan pemberian maslahat tambahan ini adalah untuk: (1) memberikan penghargaan terhadap prestasi, dedikasi, dan keteladanan guru dalam melaksanakan tugas; (2) memberikan penghargaan kepada guru sebelum purna tugas terhadap pengabdiannya dalam dunia pendidikan; dan (3) memberikan kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih baik dan bermutu kepada putra/putri guru yang memiliki prestasi tinggi. Dengan demikian, pemberian maslahat tambahan akan bermanfaat untuk: (1) mengangkat citra, harkat, dan martabat profesi guru; (2) memberikan rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang profesi guru; (3) merangsang guru untuk tetap memiliki komitmen yang konsisten terhadap profesi guru hingga akhir masa bakti; dan (4) meningkatnya motivasi guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.
120
121 ETIKA PROFESI GURU A. Etika Profesi 1. Pengertian Etika Etika berasal dari bahasa Yunani "ethos" yang berarti adat istiadat atau kebiasaan yang baik. Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu "Mos" dan dalam bentuk jamaknya "Mores", yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Menurut Bertens dalam Etika seri Filsafat Atma Jaya memaparkan pengertian etika dalam dalam bentuk jamak ta etha yang juga berarti adat kebiasaan. Sedangkan menurut Riady dalam Filsafat Kuno dan Manajemen Modern, etika adalah adat-istiadat atau kebiasaan yang realistis bukan teoritis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan merumuskan pengertian etika dalam tiga arti sebagai berikut: a. Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, tentang hak dan kewajiban moral. b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut di masyarakat. Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai jasa. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada profesi, pekerjaan, rekan, pemakai jasa, dan masyarakat. 2. Pengertian Profesi Profesi berasal dari bahasa latin "Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan "apa saja" dan "siapa saja"
122 untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Menurut Siti Nafsiah profesi adalah suatu pekerjaan yang dikerjakan sebagai sarana untuk mencari nafkah hidup sekaligus sebagai sarana untuk mengabdi kepada kepentingan orang lain (orang banyak) yang harus diiringi pula dengan keahlian, ketrampilan, profesionalisme, dan tanggung jawab. Sedangkan Doni Koesoema berpendapat bahwa profesi merupakan pekerjaan, dapat juga berwujud sebagai jabatan di dalam suatu hierarki birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta memiliki etika khusus untuk jabatan tersebut serta pelayanan baku terhadap masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu. Dari beberapa pengertian menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pekerjaan tidak sama dengan profesi. Profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai perkembangan teknologi. Terdapat tiga unsur penting yang mengikat suatu profesi. Pertama, suatu pernyataan atau janji terbuka. Artinya pernyataan yang dinyatakan oleh tenaga profesional bermakna terbuka dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Pernyataan tersebut juga mengandung norma-norma dan nilai etik yang merupakan ekspresi dari kepribadiannya dan tampak pada
123 tingkah lakunya sehari-hari. Kedua, mengandung unsur pengabdian. Artinya, profesi dimaksudkan untuk menciptakan kebaikan, kesempurnaan, dan kesejahteraan dimasyarakat. Pengabdian ini juga dapat diartikan lebih mengutamakan kepentingan orang banyak, Pengabdian yang diberikan juga harus sesuai dengan bidang-bidang profesi yang digelutinya. Ketiga, suatu jabatan atau pekerjaan. Suatu profesi erat kaitannya dengan jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian, pengetahuan, dan keterampilan tertentu. Dalam hal ini juga merupakan suatu keharusan untuk memiliki kompetensi yang baik serta menuntut adanya pengembangan agar profesi yang digeluti dapat berfungsi dengan baik pula. 3. Pengertian Etika Profesi Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, norma, nilai, kaidah ukuran dan adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang prilaku manusia dalam hidupnya. Etika Profesi adalah sebuah sikap hidup yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada seseorang yang sifatnya profesional. Etika ini berhubungan dengan masyarakat atau konsumen secara langsung. Etika profesi berperan sebagai tata cara atau norma yang secara tegas menyatakan baik buruknya sikap seorang profesional untuk bertindak sesuai aturan yang telah ditetapkan. Etika profesi adalah suatu ilmu mengenai hak dan kewajiaban yang dilandasi dengan pendidikan keahlian tertentu. Dasar ini merupakan hal yang diperlukan dalam beretika profesi. Sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan ketidaksesuaian. Profesionalisme sangat penting dalam suatu pekerjaan, bukan hanya loyalitas tetapi etika profesi lah yang sangat penting. Etika sangat penting dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga bila suatu profesi tanpa etika akan terjadi penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan terjadinya ketidakadilan. Ketidakadilan yang dirasakan oleh orang lain akan mengakibatkan kehilangan kepercayaan yang berdampak sangat
124 buruk, karena kepercayaan merupakan suatu dasar atau landasan yang dipakai dalam suatu pekerjaan. Kode etik profesi berfungsi sebagai pelindung dan pengembangan profesi. Dengan adanya kode etik profesi, masih banyak kita temui pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi, apalagi jika kode etik profesi tidak ada, maka akan semakin banyak terjadi pelanggaran. Akan semakin banyak terjadi penyalah gunaan profesi. Secara umum, kode etik atau etika profesi guru diperlukan dengan beberapa alasan, antara lain: a. Melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. b. Mengontrol terjadinya ketidakpuasan dan persengketaan dari para pelaksana, sehingga dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal pekerjaan. c. Melindungi para praktisi masyarakat, terutama dalam hal adanya kasus-kasus penyimpangan tindakan. d. Melindungi anggota masyarakat dari praktek-praktek yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku. B. Tujuan, Fungsi dan Manfaat Etika Profesi 1. Tujuan Etika Profesi Dalam buku Dr. Anda Juanda, M.Pd. yang berjudul "Profesi Keguruan" bahwa tujuan etika adalah memberitahukan bagaimana kita dapat menolong manusia di dalam kebutuhannya yang riil yang secara susila dapat dipertanggungjawabkan. Berkenaan dengan tujuan etika profesi adalah untuk memelihara keseluruhan profesi dan melindungi masyarakat. Biasanya etika profesi ditulis dalam bentuk kode etik dan pelaksanaannya dibawah pengawasan sebuah majelis atau dewan kehormatan etik. Tujuan pokok dari rumusan etika dalam kode etik keguruan, antara lain: a. Standar-standar etika, yang menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada satu lembaga dan masyarakat umum.
125 b. Membantu para profesional dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat dalam menghadapi dilema pekerjaan mereka. c. Standar etika bertujuan menjaga reputasi atau nama para professional. d. Untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga profesi. e. Standar etika juga merupakan pencerminan dan pengharapan diri dari komunitasnya, yang menjamin pelaksanaan kode etik tersebut dalam pelayanannya. f. Standar-standar etika mencerminkan/membayangkan pengharapan moral-moral komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya. g. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi. h. Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum atau undang-undang. Seseorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sanksi atau denda dari induk organisasi profesinya (Jurah Jamil, 2022). 2. Fungsi Etika Profesi Menurut Biggs dan Mitchel fungsi kode etik atau etika profesi guru adalah sebagai pedoman pelaksanaan tugas profesional anggota suatu profesi dan pedoman bagi masyarakat pengguna suatu profesi dalam meminta pertanggungjawaban jika ada anggota profesi yang berlindak diluar kewajaran sebagai seorang profesional. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Oteng Sutisna, yang mengemukakan fungsi kode etik guru sebagai berikut: a. Agar guru memiliki pedoman atau arahan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya, sehingga terhindar dari penyimpangan profesi. b. Agar guru bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya sebagai seorang pendidik, pembimbing dan pelatih.
126 c. Dengan adanya persatuan atau ikatan dari profesi, maka akan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan sehingga tidak terjadi perpecahan maupun pertentanggan dikalangan pelaku profesi. d. Diharapkan dengan adanya tugas profesi, maka kualitas dari pelayanan akan meningkat sehingga masyarakat akan percaya tugas profesinya yang benar-benar sudah professional. e. Dengan adanya ikatan dan persatuan profesi tersebut, maka akan membantu memecahan kesulitan dan permasalahan di dalam pelaksanaan tugas profesi tersebut. f. Karena tugas profesi ini merupakan ikatan atau persatuan dari para anggota profesi, maka masalah-masalah yang ada dalam tugas profesi tersebut dapat diselesaikan sendiri tanpa adanya campur tangan dari pihak lain. 3. Manfaat Etika Profesi Etika profesi salah satu aturan yang mengikat individu dalam kelompok kerjanya. Sebagai regulasinya, hanya mengenal dua bidang pelaku; pelaku yang sesuai dengan aturan dan perilaku yang berlawanan dengan aturan. Etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat yang akan dilayani. Etik profesi itu merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesinya. Baier menyatakan etika profesi merupakan prinsip kerja yang mengikat selama seseorang bekerja dalam profesi tertentu yang ditampilkan dalam bentuk rincian tugas, tanggung jawab, dan hak-hak pekerja. Dalam konteks seperti ini etika profesi dari perspektif telaah etika dapat dimasukkan ke dalam moral rules; yakni aturan moral yang diharapkan dapat berperilaku moral berdasarkan perintah dan larangan yang dianggap memiliki otoritas untuk aturan-aturan itu. Aturan-aturan moral itu biasanya ditujukan untuk individu maupun kelompok yang menuntut dan menghendaki ketaatan mutlak dari pelakunya. Ada tiga hal pokok yang merupakan manfaat dari etika profesi, yaitu:
127 a. Etika profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalisme yang ditetapkan, artinya dengan kode etik profesi pelaksana profesi akan dapat mengetahui segala sesuatu yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan b. Etika profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Artinya, bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial) c. Etika profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Artinya para pelaksana profesi dan ada suatu instansi atau perusahaan yang tidak boleh instansi atau mencampuri pelaksanaan profesi di perusahaan lain (Jurah Jamil, 2022). Sedangkan, Bertens menyatakan pada prinsipnya etika profesi sangat bermanfaat untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok profesi dalam masyarakat yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok profesi tersebut. Dengan demikian etika profesi sangat bermanfaat untuk dapat menjaga martabat atau kehormatan suatu profesi berkaitan dengan pengontrolan dan penilaian terhadap penerapan keahlian profesionalnya sekaligus untuk melindungi masyarakat dari penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian dari kelompok profesi tersebut. C. Prinsip Etika Profesi Suatu prinsip etika berlaku untuk suatu profesi tertentu. Adapun prinsip-prinsip etika profesi yaitu: 1. Prinsip Tanggung Jawab Suatu profesi harus memiliki prinsip untuk bertanggung jawab atas akibat yang akan ditimbulkan dari profesi tersebut. Dengan kata lain seseorang dapat mempertanggungjawabkan tugas dan dampak dari pekerjaannya berdasarkan profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan profesinya maupun terhadap diri sendiri.
128 Pekerjaan yang dilakukan dengan baik dan penuh tanggung jawab akan memperoleh hasil yang maksimal. 2. Prinsip Keadilan Pada prinsip ini, setiap profesi dituntut untuk mengedepankan keadilan dalam menjalankan pekerjaannya. Prinsip keadilan menuntut seseorang yang profesional agar menjalankan profesinya tanpa merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya pihak yang dilayani dalam profesi tersebut. Seseorang yang profesional dalam profesinya tidak akan melakukan diskriminasi ataupun membeda-bedakan dalam memberikan pelayanan karena keadilan harus diberikan kepada siapa saja yang berhak. 3. Prinsip Otonom Setiap profesi memiliki wewenang dan kebebasan dalam menjalankan pekerjaan sesuai dengan bidangnya. Seorang profesional memiliki hak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan pertimbangan kode etik profesi. Dengan demikian setiap tugas yang dikerjakan dapat diselesaikan dengan baik. Prinsip otonom harus dijalankan bersama dengan prinsip tanggung jawab dan prinsip keadilan. Hal ini berarti suatu profesi memiliki kebebasan dengan tetap memegang tanggung jawab dan dilakukan tanpa merugikan hak dan kepentingan pihak lainnya. 4. Prinsip Integritas Moral Integritas moral adalah kualitas kejujuran dan prinsip moral dalam diri seseorang yang dilakukan secara konsisten dalam hal ini adalah ketika menjalankan profesinya. Prinsip integritas moral menuntut seseorang profesional agar memiliki komitmen pribadi untuk menjaga kepentingan profesi, masyarakat, dan diri sendiri. Konsistensi kejujuran serta moral yang baik seseorang sangat berkaitan dengan profesionalitas seseorang. Orang yang profesional dalam profesinya adalah orang yang memiliki integritas pribadi atau moral yang tinggi. Prinsip ini merupakan tuntutan untuk seorang profesional agar dalam menjalankan tugas profesinya tetap dapat menjaga nama baik serta citra dan martabat profesinya.
129 Prinsip adalah sesuatu yang menjadi pedoman untuk berpikir dan bertindak. Oleh karena itu, keempat prinsip di atas harus dilaksanakan secara berkesinambungan agar profesionalitas profesi dapat tercapai (Rohman, 2022). D. Kode Etik Secara etimologi kode etik berarti pola aturan, tata cara, tanda pedoman etis dalam melakukan pekerjaan sehingga kode etik merupakan pola aturan atau tata cara etis sebagai pedoman perilaku. Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu. Setiap profesi memiliki kode etik profesi termasuk juga profesi guru. Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara. Kode etik profesi guru berfungsi untuk mengatur hubungan guru dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan tugas profesinya, diantaranya peserta didik, orang tua/wali siswa, masyarakat, sekolah, profesi, organisasi profesi, maupun pemerintah. Untuk itu dengan kode etik yang ada seorang guru dapat bersikap dan bertindak yang sesuai. Dengan kode etik ini harapannya tidak akan terjadi permasalahan antara guru dengan guru, guru dengan siswa, guru dengan masyarakat, bahkan guru dengan pemerintah sebab bagaimana guru bersikap dan bertindak sudah diatur (Ali Nurhadi, 2017). Kode Etik Guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. PGRI misalnya, telah membuat Kode Etik Guru yang disebut dengan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI). KEGI ini merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI Nomor V/Konpus II/XIX/2006 tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada Kongres XX PGRI No. 07/Kongres/XX/PGRI/2008 tanggal 3 Juli 2008 di Palembang. KEGI ini dapat menjadi Kode Etik tunggal bagi setiap orang yang menyandang profesi guru di Indonesia atau menjadi referensi bagi organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI untuk merumuskan Kode Etik bagi anggotanya. Didalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 menjelaskan tentang pentingnya kode etik guru dengan jelas menyatakan bahwa” pegawai
130 negeri sipil memiliki kode etik sebagai pedoman sikap, sikap tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.” Dalam penjelasan undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya kode etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanan tugasnya dan dalam pergaulan sehari hari. Kode etik guru Indonesia berdasarkan hasil rumusan kongres PGRI XIII pada tanggal 21-25 November 1973 di Jakarta, terdiri dari sembilan item, yaitu: 1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber pancasila. 2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik masing-masing. 3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan. 4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua anak didik sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik. 5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan. 6. Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya. 7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan. 8. Guru secara hukum bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai pengabdiannya. 9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dalam upaya mewujudkan kode etik guru Indonesia, perlu memperhatikan sejumlah faktor yang hingga saat ini masih dirasakan sebagai kendala. Faktor-faktor tersebut adalah: a. Kualitas pribadi guru
131 b. Pendidikan guru c. Sarana dan prasana pendidikan d. Sistem pendidikan e. Kedudukan, karier dan kesejahteraan guru f. Kebijakan pemerintah Berbagai pihak yang memiliki keterkaitan (pembuat kebijakan atau keputusann, pakar, manajer, pelaksana) secara proporsional dan professional seyogyanya dapat bekerjasama secara sistematik, sinergik, dan simbiotik dalam mewujudkan kode etik guru Indonesia. Sanksi bagi guru yang melanggar kode etik guru sudah disiapkan sesuai dengan perundang-undangan yang berkaitan dengan profesi guru. Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh guru terhadap kode etik guru Indoneisa dapat dikategorikan dengan tiga jenis, antara lain: (a) Pelanggaran kategori ringan, (b) Pelanggaran kategori sedang, dan (c) Pelanggaran kategori berat. Sanksi yang diberikan kepada guru yang melanggar bukan hanya berupa hukuman semata, tetapi pemberian pemberian sanksi tersebut juga merupakan upaya pembinaan yang dilakukan oleh profesi guru serta untuk menjaga harkat dan martabat guru. Guru yang melanggar juga dapat melakukan pembelaan diri tanpa bantuan organisasi profesi guru atau penasehat hukum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian sanksi terhadap pelanggaran kode etik profesi guru ditujukan sebagai efek jera agar guru tidak dapat melanggarnya lagi (Heri Susanto, 2020). E. Contoh Pelanggaran Kode Etik Kode etik suatu profesi dapat diartikan sebagai suatu hal berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Dalam profesi guru terdapat kode etik guru yang bertujuan untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga, dan mempertahankan profesionalisme sebagai pendidik. Mirisnya, peraturan ataupun norma yang berlaku tidak semuanya diterapkan pada guru bahkan beberapa oknum pun melanggar aturan yang merusak profesionalismenya sebagai pendidik. Dan tentu saja terdapat fakta bahwa etika sudah mulai redup dalam dunia Pendidikan, akibat pelanggaran etika terjadi dalam profesi guru (Suhaila, 2021).
132 Adapun contoh pelanggaran kode etik menurut Hasyifanura (2017) antara lain: a. Guru memposisikan diri sebagai penguasa dalam memberikan sanksi saat peserta didik melakukan kesalahan. b. Guru memberikan reward (imbalan) semata-mata untuk membina kepatuhan peserta. c. Guru tidak mampu menunjukkan kejujuran sehingga tidak pantas untuk ditiru. d. Guru tidak mengkomunikasikan perkembangan siswa kepada orang tua. e. Guru tidak menumbuhkan kepercayaan dan penghargaan atas siswanya. f. Guru tidak mampu mengembangkan strategi, metode, maupun media yang tepat dalam pembelajaran yang disebabkan karena tidak memahami perilaku siswanya. g. Guru melakukan tindak kekerasan yang tidak dapat ditolelir dan tindak asusila yang dilakukannya. Sanksi terhadap guru dapat berupa: a. Teguran. Contoh kasus guru jang terlalu memberikan tugas yang banyak atau berlebihan. b. Peringatan tertulis. Contoh kasus guru yang sering terlambat. c. Penundaan pemberian hak guru. Contoh kasus guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban. d. Penurunan pangkat. Contoh kasus penyelewengan kekuasaan. e. Pemberhentian dengan hormat. Contoh kasus kasus meninggal dunia, mencapai batas usia pension f. Pemberhentian tidak dengan hormat. Contoh kasus melanggar sumpah dan janji jabatan, melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama satu tahun. Guru sebagai tauladan bagi siswa, seharusnya tidak pantas melakukan Tindakan yang melanggar aturan, norma-norma terlebih lagi pemerintah telah memberikan kode etik guru yang harus dipenuhi, berikut merupakan upaya yang dapat dilakukan agar tidak melakukan pelanggaran kode etik:
133 a. Sebelum menjadi guru, seorang calon guru seharusnya diberi tes psikologi yang ketat agar mampu menghadapi setiap karakter siswa. b. Guru wajib untuk membaca dan menjalankan profesinya sesuai kode etik keguruan. c. Mengikuti pelatihan-pelatihan bagaimana seorang guru mengahadapi siswa yang berbeda karakter. Sehingga seorang guru, mampu menangani siswa yang karakternya nakal atau bandel. d. Guru seharusnya memahami perkembangan tingkah laku siswanya. Apabila guru memahami tingkah laku siswa dan perkembangan tingkah laku itu, maka strategi, metode, media pembelajaran dapat dipergunakan secara lebih efektif. e. Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada siswa adalah menjadikan siswa mampu mengembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, serta membangkitkan kecintaan terhadap belajar secara berangsur-angsur dalam diri siswa. F. Implementasi Etika Profesi Etika profesi guru merupakan bagian penting dalam membantu meningkatkan mutu Pendidikan di Indonesia. Dengan guru yang menerapkan etika profesi dalam kegiatan belajar mengajar harus menjadi tempat yang nyaman bagi siswa dalam menimba ilmu, didalamnya bukan hanya mentrasfer ilmu yang dimiliki guru pada siswa, melainkan membimbing dan menjadi teladan bagi siswa dalam menjadi pribadi yang memiliki karakter yang baik. Etika profesi pengajar pada hakekatnya adalah perumusan dan pelaksanaan cara mengajar yang baik serta pelaksanaanya sesuai dengan perilaku yang baik dimasyarakat. Namun demikian untuk menjadikan pengajar sebagai suatu profesi masih memerlukan pemikiran yang lebih mendalam. Menurut Agista Islamilyardi & Veri Sopiansah (2019) etika yang harus dilakukan guru terhadap siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan di lingkungan sekolah: a. Berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syari’at Islam b. Guru hendaknya memiliki keikhlasan dalam mengajar
134 c. Mencintai siswa sebagaimana mencinta dirinya sendiri d. Memberi kemudahan dalam mengajar dan menggunakan kata-kata yang dapat dipahami e. Membangkitkan semangat siswa dengan jalan memotivasinya f. Memberikan latihan-latihan yang bersifat membantu g. Selalu memperhatikan kemampuan siswa h. Tidak menampakkan kelebihan sebagian siswa terhadap siswa yang lain i. Mengerahkan minat siswa j. Bersikap terbuka dan lapang dada kepada siswa k. Membantu memecahkan kesulitan siswa l. Tunjukkan sikap arif dan tawadhu’ ketika memberi bimbingan kepada siswa m. Menghormati siswa dengan memanggil namanya yang baik.
135
136 PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN A. Peran Guru dalam Pembelajaran Guru merupakan peran yang sangat penting dalam pendidikan di sekolah, masa depan anak didik banyak tergantung kepada bagaimana guru mengajar. Di dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2005, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru harus memposisikan diri secara aktif menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang tengah berkembang serta tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendunia. Guru memiliki tanggung jawab untuk membawa peserta didik mencapai cita-cita yang diinginkan. Peran guru sangatlah penting dalam mengajar dan mendidik siswanya. Secara sederhana, peran guru dalam pembelajaran yaitu: pertama, mengajar. Artinya guru bertugas untuk mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada muridmuridnya. Kedua, mendidik. Artinya guru bertugas untuk mendidik tingkah laku murid supaya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, guru harus menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik supaya menjadi teladan atau contoh untuk muridmuridnya. Ketiga, membimbing. Artinya guru bertugas untuk membimbing muridnya supaya berada dijalur yang tepat dalam kehidupan mereka sehingga tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. Dr. Oemar Hamalik dalam bukunya Psikologi Belajar dan Mengajar menulis peran guru yaitu pertama sebagai pengajar, salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru di sekolah ialah memberikan pelayanan kepada para siswa agar mereka menjadi anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah itu. Kedua sebagai pembimbing, guru memberikan bimbingan bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum terhadap sekolah, keluarga, serta masyarakat.
137 Peran guru dianggap dominan menurut Dr. Rusman, M.Pd. diklasifikasikan sebagai berikut. 1. Guru sebagai demonstrator Melalui perannya sebagai demonstrator, guru hendaknya menguasai bahan atau materi pembelajaran yang akan diajarkan dan mengembangkannya, karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. 2. Guru sebagai pengelola kelas Dalam perannya sebagai pengelola kelas (learning managers). Guru hendaknya mampu melakukan penanganan pada kelas, karena kelas merupakan lingkungan yang perlu diorganisasi. 3. Guru sebagai mediator dan fasilitator Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup untuk media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Begitu juga guru sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar. 4. Guru sebagai evaluator Guru sebagai evaluator yang baik, guru hendaknya melakukan penilaian untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai apa tidak, apakah materi yang diajarkan sudah dikuasai atau belum oleh siswa, dan apakah metode yang digunakan sudah cukup tepat. B. Masalah-Masalah Internal dan Eksternal Belajar 1. Masalah Internal Belajar Masalah internal belajar adalah masalah-masalah yang timbul dari diri peserta didik atau faktor-faktor internal yang menimbulkan permasalahan pada peserta didik dalam belajar. Contoh dari masalah belajar internal dapat dilihat dari kasus berikut:
138 Siska adalah gadis berusia 15 tahun. Akhir-akhir ini, prestasinya sangat menurun. Hasil ulangannya selalu buruk kalau ulangan harian. Namun, ketika ujian sumatif hasil ulangan Siska tidak begitu buruk. Soal-soal ulangan dicetak dan dibagikan kepada setiap murid. Namun demikian, peringkat Siska dikelas turun secara drastis dari peringkat 1 menjadi peringkat 10. Dari kasus tersebut dapat kita lihat, masalah yang ditekankan adalah kemampuan indera untuk menangkap rangsangan. Dengan pemahaman tersebut maka bisa kita kemukakan bahwa masalah-masalah belajar internal memiliki faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri. Menurut, Syah (2017:130), faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik meliputi 2 aspek, yaitu: a. Aspek Fisiologis (yang bersifat jasmaniah). Pada kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi tingkat semangat dan intisitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Contohnya seperti indera penglihatan, sangat mempengaruhi siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan. b. Aspek Psikologis (yang bersifat rohaniah). Ada banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar dan prestasi belajar siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: 1. Tingkat kecerdasan atau intelegensi siswa Intelegensi adalah sebuah kemampuan untuk bertindak untuk mendapatkan pencapaian atau sesuatu dengan tujuan untuk berfikir secara rasional. 2. Sikap atau tingkah laku siswa Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku tertentu sesuai dengan apa yang sedang dihadapinnya. 3. Bakat siswa Bakat adalah sebuah kapasitas atau potensi seseorang untuk dapat melakukan suatu tugas yang sebelumnya hanya diperolah dari sedikit
139 belajar atau latihan atau bahkan tidak perlu mengalami proses belajar tersebut. 4. Minat siswa Seorang siswa memiliki minat jadi salah satu faktor penentu dalam prestasi belajar siswa. 5. Motivasi siswa Motivasi belajar adalah sebuah motor pergerakkan yang dapat mengaktifkan semangat siswa dalam meraih prestasi. 6. Emosi Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang berpengaruh bagi siswa dalam meraih prestasi belajar yang baik. 7. Penyesuaian diri Siswa yang memiliki penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan sekitar akan memiliki prestasi yang baik, karena siswa mudah beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. 2. Masalah Eksternal Belajar Masalah eksternal belajar adalah masalah-masalah yang timbul dari luar diri peserta didik atau faktor-faktor eksternal yang menimbulkan permasalahan peserta didik dalam belajar. Contohnya pada masalah kebersihan tempat buat belajar. Menurut Ahmadi (2013:138), yang tergolong faktor yang berasal dari luar diri peserta didik, adalah: a. Faktor sosial yang terdiri atas : 1. Lingkungan keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi atau hubungan antar anggota keluarga, suasana rumah, pengertian orang tua, dll. 2. Lingkungan sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, disiplin sekolah, keadaan gedung, dll. 3. Lingkungan masyarakat, meliputi bentuk kehidupan masyarakat, teman bergaul, dll. b. Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. c. Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, dll.
140 C. Pengolahan Sumber Belajar Proses belajar mengajar merupakan sistem yang tidak terlepas dari komponen-komponen yang saling berkaitan di dalamnya. Salah satu komponen tersebut adalah sumber belajar. Sumber belajar adalah daya yang dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar. Baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagian maupun keseluruhan. Pengolahan yakni berupa cara kita untuk mengolah sebuah hal yang akan kita capai. Sedangkan sumber belajar merupakan sebuah konsep yang akan memudahkan dalam menunjang kegiatan belajar mengajar. Jadi, pengolahan sumber belajar merupakan cara kita mengolah sumber belajar sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan apa yang diajarkan. Berdasarkan tipe atau asal-usulnya, sumber belajar dapat dibedakan dua jenis menurut AECT dalam Komalasari (2010:109) yaitu: 1. Sumber belajar yang dirancang (learning resource by design), yaitu sumber belajar yang secara khusus atau sengaja dirancang atau dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Contohnya: Buku pelajaran, modul, program VCD pembelajaran, dan lain-lain. 2. Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (learning resource by utilization), yaitu sumber belajar yang secara tidak langsung dirancang atau dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, tetapi dapat dipilih dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnya: Surat kabar, siaran televisi, pasar, terminal, dan lain-lain. Sumber belajar dipandang sebagai suatu sistem karena merupakan satu kesatuan yang di dalamnya terdapat komponen-komponen dan faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh satu sama lain. Sumber belajar menurut AECT dalam Draryanto (2010:60-62) terdiri dari: 1. Pesan (message) adalah informasi yang ditransmisikan atau diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide, fakta, makna, dan data. Contoh: Bahan, pelajaran, cerita rakyat, dongeng, dan sebagainya. 2. Manusia (people) yang berperan sebagai pencari, penimpan, pengolah, dan penyaji pesan atau informasi. Contoh: Guru, dosen pembimbing, guru pembina, tutor, siswa, pemain, pembicara, instruktur, dan penatar.
141 3. Bahan (materials) adalah sesuatu (program, media, atau software) yang mengandung pesan untuk disajikan melalui pengguna alat dirinya sendiri. Contoh: Buku, modul, majalah, bahan majalah terprogram, transparansi, film, video tapel, pita audio (kaset audio), filmstrip, dan sebagainya. 4. Alat (device) adalah sesuatu (handware atau perangkat keras) yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang ada didalam bahan. Contoh: Proyektor slide, OHP, monitor televisi, monitor komputer, kaset recorder, kaset radio, dan lain-lain. 5. Metode/teknik (technique) adalah prosedur yang runtut atau acuan yang disiapkan dalam memanfaatkan bahan, peralatan, orang dan lingkungan dalam menyampaikan pesan. Contoh: Simulasi, diskusi, ceramah, pemecah masalah, tanya jawab, dan sebagainya. 6. Lingkungan (setting), yaitu situasi sekitar dimana pesan disampaikan. Contoh: Ruangan kelas, studio, aula, dan sebagainya. Sebelum memanfaatkan sumber belajar secara luas, hendaknya seorang guru memahami beberapa kualifikasi atau kriteria dalam memilih sumber belajar. Kriteria umum dalam memilih dan mengolah sumber belajar adalah: 1. Ekonomis dalam arti hendaknya dalam memilih sumber belajar mempertimbangkan segi ekonomis dalam arti murah. 2. Praktis dan sederhana, praktis artinya tidak memerlukan pelayanan dan pengadaan sampingan yang sulit dan langka. Sederhana artinya tidak memerlukan pelayanan khusus yang mensyaratkan keterampilan yang rumit dan kompleks. 3. Mudah diperoleh, dalam arti sumber belajar itu dekat, tersedia dimana-mana dan tidak perlu diadakan dan dibeli. 4. Bersifat fleksibel, artinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan pembelajaran dan tidak dipengaruhi oleh faktor luas, misalnya kemajuan teknologi, nilai, budaya, dan lainnya. 5. Komponen-komponen sesuai dengan tujuan. Adapun beberapa kriteria mengolah sumber belajar berdasarkan tujuan antara lain:
142 1. Sumber belajar guna memotivasi, terutama berguna untuk siswa yang lebih rendah semangat belajarnya. 2. Sumber belajar untuk pembelajaran, yaitu mendukung kegiatan belajar mengajar. 3. Sumber belajar untuk penelitian, merupakan bentuk yang dapat diobservasi, dianalisis, dicatat secara diteliti dan sebagainya. 4. Sumber belajar untuk memecahkan masalah. Implementasi pemanfaatan sumber belajar di dalam proses pembelajaran sudah tercantum dalam kurikulum saat ini bahwa proses pembelajaran yang efektif adalah proses pembelajaran yang menggunakan berbagai ragam sumber belajar. Manfaat sumber belajar di antaranya adalah: 1. Memberi pengalaman belajar secara langsung kepada peserta didik sehingga pemahaman dapat berjalan dengan cepat. 2. Dapat menyajikan sesuatu yang tidak mungkin dikunjungi atau dilihat secara langsung. 3. Dapat menambah dan memperluas pengetahuan. 4. Dapat memberi informasi yang akurat. 5. Dapat membantu memecahkan masalah pendidikan. 6. Dapat memberi motivasi yang positif, apabila diatur dan direncanakan pemanfaatannya secara tepat. 7. Dapat memacu untuk berpikir, bersikap, dan berkembang lebih lanjut.
143
144 KOMPETENSI GURU A. Pengertian Kompetensi Guru Kompetensi berasal dari bahasa Inggris (Competence) yang artinya kemampuan atau kecakapan. Kompetensi (Competency) berarti kemampuan seorang pendidik dalam mengaplikasikan dan memanfaatkan situasi belajar mengajar dengan menggunakan prinsip-prinsip dan teknik penyajian bahan pelajaran yang telah disiapkan secara matang, sehingga peserta didik akan mudah dalam memahaminya. Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang di refleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Oleh karena itu, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan dalam bentuk perilaku yang cerdas dan penuh dengan tanggung jawab apa yang dimiliki oleh seorang guru terhadap profesinya. Jadi, jelas bahwa seorang guru itu dituntut untuk memiliki kompetensi atau kemampuan dalam ilmu yang dimilikinya, kemampuan penguasaan mata pelajaran, kemampuan berinteraksi sosial baik dengan sesama guru dan kepala sekolah atau peserta didik bahkan dengan masyarakat (Novali, 2015). Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme guru. Guru yang profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan). Kompetensi utama yang harus dikuasai guru adalah memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Namun kompetensi ini memiliki sembilan karakteristik citra guru yang ideal, diantaranya yaitu: 1. Memiliki semangat juang yang tinggi dan kualitas keimanan dan ketaqwaan yang mantap. 2. Mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek. 3. Mampu belajar dan bekerjasama dengan profesi lain.
145 4. Etos kerja tinggi. 5. Memiliki kejelasan dan kepastian dalam pengembangan karir. 6. Berjiwa profesional tinggi. 7. Memiliki kesejahteraan lahir dan batin, material dan non material. 8. Memiliki wawasan masa depan. 9. Mampu melaksanakan fungsi dan perannya secara terpadu. Dalam bidang pendidikan, khusunya pendidikan formal di sekolah, guru adalah komponen penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dengan kata lain guru adalah komponen yang paling berpengaruh pada terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian upaya apapun yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pendidikan tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan tanpa di dukung adanya guru yang profesional dan berkompeten. Dalam hal ini maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan atau keterampilan yang harus dimiliki dan dikembangkan seorang guru dalam menjalankan tugas profesinya demi menciptakan mutu pendidikan yang lebih baik. Seorang guru dituntut profe sional dan mampu mengolah IPTE dalam mengikuti perkembangan zaman yang semakin pesat. B. Jenis-Jenis Kompetensi Guru 1. Kompetensi Kepribadian Guru Para peserta didik mendambakan kepribadian guru, sampai–sampai mereka tidak memperhatikan apa yang terjadi di papan tulis karena terpesona oleh penampilan gurunya. Oleh karena itu guru harus berani tampil beda, harus berbeda dari penampilan–penampilan orang lain yang bukan guru, beda dan unggul (diferent and distingtif). Sebab penampilan guru, bisa membuat murid senang belajar, bisa membuat murid betah di kelas, tetapi bisa juga membuat murid malas belajar bahkan malas masuk kelas seandainya penampilan gurunya acak-acakan tidak karuan. Disinilah guru harus tampil beda agar bisa ditiru dan diteladani peserta didiknya.
146 a. Pengertian kompetensi kepribadian guru Pakar psikologi memposisikan kepribadian lebih pada perbedaan individual yaitu karakteristik yang membedakan individu dari individu lain, meski tidak ada definisi tunggal kepribadian dapat didefinisikan dengan “pola perilaku dan cara berfikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya”. Tidak ada dua orang yang memiliki kepribadian yang sama, dan karena itu tidak ada dua orang yang bertingkah laku sama dalam penyesuaian dengan lingkungan. Menurut Rifai, seorang guru harus memiliki sikap yang dapat memiliki kepribadian sehingga dapat dibedakan dengan guru yang lain. Memang kepribadian menurut Zakiah Darajat, disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, dan atau ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau melalui atasannya saja. Kepribadian mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian seseorang, selama hal tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran. Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pada pasal 28, ayat 3 kompetensi kepribadian ialah kemampuan kepribadianyang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan tingkah laku pribadi guru itu sendiri yang nantinya harus memiliki