a.n Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual u.b. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Anggoro Dasananto NIP.196412081991031002 REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SURAT PENCATATAN CIPTAAN Dalam rangka pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal permohonan : EC00202318779, 3 Maret 2023 Pencipta Nama : Fitri Anjaswuri, M.Pd., Dendy Saeful Zen, Fitrah, M.Pd. dkk Alamat : Jalan Malabar Rt 006 Rw 006, Kel. Sidanegara, Kec. Cilacap Tengah, Jawa Tengah, Kode Pos: 53223. , Kab. Cilacap,, JAWA TENGAH, 53223 Kewarganegaraan : Indonesia Pemegang Hak Cipta Nama : Fitri Anjaswuri, M.Pd., Dendy Saeful Zen, Fitrah, M.Pd. dkk Alamat : Jalan Malabar Rt 006 Rw 006, Kel. Sidanegara, Kec. Cilacap Tengah, Jawa Tengah, Kode Pos: 53223. , Kab. Cilacap,, JAWA TENGAH, 53223 Kewarganegaraan : Indonesia Jenis Ciptaan : Karya Tulis (Artikel) Judul Ciptaan : PENERAPAN MODEL VISUAL AUDITORI KINESTETIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PESERTA DIDIK DISLEKSIA DI SEKOLAH DASAR Tanggal dan tempat diumumkan untuk pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia : 3 Maret 2023, di Bogor Jangka waktu pelindungan : Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan Pengumuman. Nomor pencatatan : 000451702 adalah benar berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pemohon. Surat Pencatatan Hak Cipta atau produk Hak terkait ini sesuai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
LAMPIRAN PENCIPTA No Nama Alamat 1 Fitri Anjaswuri, M.Pd. Jalan Malabar Rt 006 Rw 006, Kel. Sidanegara, Kec. Cilacap Tengah, Jawa Tengah, Kode Pos: 53223. 2 Dendy Saeful Zen, Fitrah, M.Pd. Kp. Panembong Kaler Rt 001 Rw 002, Kel. Mekarsari, Kec. Cianjur, Kab. Cianjur, Jawa Barat, Kode Pos: 43211. 3 Yuli Mulyawati Perumahan Aida Gawa, Jalan Katulampa Panjang Rt 003 Rw 019, Kel. Katulampa, Kec. Bogor Timur. Kode Pos: 16144. 4 Resyi A. Gani, M.Pd., Jalan Ciheuleut RT. 002, RW. 009, Kel. Baranangsiang, Kec. Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat, Kode Pos: 16143 LAMPIRAN PEMEGANG No Nama Alamat 1 Fitri Anjaswuri, M.Pd. Jalan Malabar Rt 006 Rw 006, Kel. Sidanegara, Kec. Cilacap Tengah, Jawa Tengah, Kode Pos: 53223. 2 Dendy Saeful Zen, Fitrah, M.Pd. Kp. Panembong Kaler Rt 001 Rw 002, Kel. Mekarsari, Kec. Cianjur, Kab. Cianjur, Jawa Barat, Kode Pos: 43211. 3 Yuli Mulyawati Perumahan Aida Gawa, Jalan Katulampa Panjang Rt 003 Rw 019, Kel. Katulampa, Kec. Bogor Timur. Kode Pos: 16144. 4 Resyi A. Gani, M.Pd., Jalan Ciheuleut RT. 002, RW. 009, Kel. Baranangsiang, Kec. Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat, Kode Pos: 16143 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
PENERAPAN MODEL VISUAL AUDITORI KINESTETIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PESERTA DIDIK DISLEKSIA DI SEKOLAH DASAR Fitri Anjaswuri1), Dendy Saeful Zen2), Yuli Mulyawati✉ 3) , Resyi A Gani4) 1, PGSD, Universitas Pakuan, Indonesia 2 PGSD, Universitas Pakuan, Indonesia ,3 PGSD, Universitas Pakuan, Indonesia ,4 PGSD, Universitas Pakuan, Indonesia [email protected],1) [email protected] 2) , [email protected] 3) , [email protected] 4) ABSTRACT APPLICATION OF THE VISUAL AUDITORY KINESTHETIC MODEL IN LEARNING TO READ FOR DYSLEXIC STUDENTS IN ELEMENTARY SCHOOLS Dyslexia is a type of learning difficulty where a person has difficulty with inaccuracies (slow) and needs a lot of effort to read a word, has difficulty understanding the meaning of something read, has difficulty spelling, has difficulty writing, has difficulty understanding numbers or counting numbers, difficulty with mathematical reasoning. , and his academic ability is far below expectations for students his age. Reading for elementary school students is a basic skill that is also the core of formal education. A student who does not have the ability to read will have difficulty learning and mastering other knowledge, as a result, they will not develop both in school and in life. Students who have learning difficulties with dyslexia require serious treatment by the teacher, therefore, teachers need to provide assistance. The method that dyslexic students really need to help overcome their difficulties is to function all types of sensors, so an adequate and appropriate method is the multisensory method. The multisensory method is an exercise that uses all the sensory features that students have to recognize and learn something. This research aims to describe the successful experience of teachers applying the multisensory method in dealing with students with dyslexia. The research method is an explanatory case study. The research refers to a single instrumental case study or a single instrumental case study. The research was conducted at SDN Cilubang 01 Kab. Bogor, Bogor City, West Java. The research subjects were students with the initials "D", while the participants were 3rd -grade teachers and student’s parents. The procedure for conducting this research consisted of studying one individual, called acting data by collecting stories from the student, teacher, and parents. Data processing is based on the results of interviews, observations, and documentation made in chronological reporting of individual experiences, researchers collect descriptions of events or events and then configure them into a story using a storyline. The results of the study were obtained based on a diagnostic assessment, the subject was dyslexic students. Efforts were made to help dyslexic students by applying Visual. Auditory, Kinesthetic (VAK) uses letter cards, letter blocks, and letter puzzles. Media is used to activate all multisensory properties owned by students. The conclusion is that the application of the multisensory method can significantly increase motivation and improve the reading skills of dyslexic students. Keywords: Multisensory, Dyslexia, Elementary School Disertakan Abstrak Bahasa Indonesia Disleksia adalah jenis kesulitan belajar dimana seseorang mengalami kesulitan dalam ketidak akuratan ( lambat) dan perlu usaha keras untuk membaca sebuah kata, kesulitan memahami
arti dari sesuatu yang dibaca, mengeja, menulis, memahami tentang angka atau penghitungan angka, kesulitan dengan penalaran matematika, serta kemampuan akademik tersebut jauh di bawah ekspektasi untuk peserta didik seusianya. Membaca bagi peserta didik sekolah dasar merupakan keterampilan dasar yang sekaligus merupakan inti dari pendidikan formal. Seorang peserta didik yang tidak memiliki kemampuan membaca akan mengalami kesulitan belajar dan menguasai pengetahuan lainnya, akibatnya mereka tidak akan berkembang baik di sekolah maupun dalam kehidupannya. Model yang sangat dibutuhkan peserta didik disleksia untuk membantu mengatasi kesulitannya adalah memfungsikan seluruh jenis sensorinya, sehingga model yang memadai dan tepat adalah model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK). Model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) merupakan latihan yang memfungsikan semua sensoris yang dimiliki peserta didik untuk mengenal dan mempelajari sesuatu.. Tujuan penelitian:ini adalah mendeskripsikan pengalaman sukses guru menerapkan model multisensory dalam menanganai peserta didik dieleksia. Model penelitian dengan study kasus eksplanatori. Penelitian mengacu studi kasus instrumental tunggal atau single instrumental case study. Penelitian dilaksanakan di SDN Cilubang 01 Kab. Bogor KotaBogor Jawa Barat. Subjek penelitian adalah peserta didik berinisial “D”. Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari mempelajari satu individu, mengumpulkan data melalui pengumpulan cerita dari peserta didik tersebut, guru, dan orangtua. Pengolahan data di dasarkan pada hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang dibuat dalam pelaporan pengalaman individu secara kronologis, peneliti mengumpulkan deskripsi peristiwa atau kejadian dan kemudian mengkonfigurasinya menjadi sebuah cerita menggunakan alur cerita. Hasil penelitian di dapatkan berdasarkan assement diagnostic subjek adalah peserta didik disleksisa,. Upaya yang dilakukan untuk membantu peserta didik disleksia dengan menerapkan model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK), penggunaan media kartu hurup, balok hurup, dan puzel hurup. Media di gunakan untuk mengaktipkan semua multisensory yang dimiliki oleh peserta didik . Kesimpulan penerapan model multisensory dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik disleksia secara signifikan. Kata Kunci: Visual_Auditori_Kinesetik, Disleksia, SD * Article Info Received date: Revised date: Accepted date: PENDAHULUAN Pendidikan menempatkan peserta didik menjadi sebagai titik sentral aktivitas di dalam pembelajaran. Pada saat pembelajaran dilaksanakan maka yang akan menjadi pertimbang pertama adalah apa yang menjadi hambatan belajar dan kebutuhan peserta didik. jika hal tersebut dapat diketahui maka kegiatan pendidikan akan terpusat kepada apa yang dibutuhkan oleh seorang peserta didik, bukan pada apa yang diinginkan orang lain. fungsi pendidikan disini adalah untuk memfasitilasi agar peserta didik dapat berkembang menjadi dirinya sendiri secara optimal selaras dengan potensi yang dimilikinya. Setiap peserta didik memiliki keunikannya tersendiri, mengalami kesulitan belajar yang berbeda, serta menunjukan fenomena yang beragam (heterogen). Untuk lebih memudahkan dalam memahami keragaman fenomena tersebut, kesulitan belajar dapat di klasifikasikan menjadi dua bagian yaitu kesulitan belajar yang bersifat internal yang disebut learning disability dan kesulitan belajar yang bersifat eksternal berkaitan dengan factor lingkungan yang disebut dengan learning problem (Murniarti, 2020) Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatanhambatan dalam kegiatan mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih keras untuk dapat mengatasinya. Kesulitan belajar yang dapat terdeteksi diantaraya adalah disleksia, diskalkulia,
disgrafia. Proses pembelajaran anak dengan kesulitan belajar membutuhkan beberapa strategi yang disesuaikan pada kondisi anak. Kesulitan membaca merupakan bagian dari kesulitan belajar pada kelompok masalah prestasi akademik. Guru dapat menganalisis dari karakteristik anak berdasarkan masalah yang dihadapi oleh anak, agar guru dapat memberikan solusi yang tepat bagi anak.(Supena et al., 2021) Peserta didik pengidap disleksia umumnya mengalami keterlambatan bahkan kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran, maka sebaiknya diterapkan model pembelajaran yang unik serta sesuai dengan karakteristik peserta didik (Hidayat, 2019). Disleksia secara umum merupakan gangguan belajar pada anak yang ditandai dengan kesulitan dalam membaca dan menulis. DSM V mencatat bahwa istilah tersebut mengacu pada pola kesulitan belajar yang ditandai ada masalah dengan kata yang akurat atau lancar membaca, decoding yang buruk, dan ejaan yang kurang baik serta hasil pengamatan kurang lebih setidaknya selama 6 bulan terhadap kesulitan belajar tersebut yang nampak pada peserta didik, meskipun ada intervensi yang menargetkan kesulitan-kesulitan tersebut (APA, 2013). Disleksia adalah suatu kesulitan pada proses belajar, yang dialami seseorang khususnya dalam membaca, menulis, dan mengeja kata. Membaca adalah sebuah keterampilan yang sangat penting yang perlu dimiliki oleh setiap orang. Dengan membaca diharapkan dapat membuka jendela dunia agar semua orang dapat melihat akan segala perubahan yang terjadi di dunia ini. Dengan membaca di harapkan semua orang dapat meningkat pengetahuannya. Membaca merupakan keterampilan dasar yang sekaligus merupakan inti dari pendidikan formal. Seorang peserta didik yang tidak memiliki kemampuan membaca akan mengalami kesulitan belajar dan menguasai pengetahuan lainnya, akibatnya mereka tidak akan berkembang baik di sekolah maupun dalam kehidupannya menurut Moats (1999) dalam (Handbook, 2014) Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilaksanakan di SDN Cilubang 01 Kab. Bogor. Observasi dilaksanakan di kelas 3 dengan guru kelas yang bernama ibu Ely Rahmawati,berdasarkan informasi guru kelas tersebut ada seorang peserta didik yang berinisial “D” yang menarik untuk di teliti karena peserta didik tersebut mempunyai kebutuhan khusus, dia duduk di kelas 3 Sekolah dasar akan tetepi belum bisa membaca lancar dan sering tertukar dalam menentukan arah, memerlukan waktu yang cukup banyak untuk dapat membaca dalam satu kata atau kalimat, kesulitan dalam menyebutkan nama-nama hari dan bulan. Hasil asessesmen diagnostic yang dilakukan oleh guru kelas serta berdasarkan informasi dari guru kelas 1, kelas 2 dan orang tuanya menunjukan bahwa peserta didik tersebut mengarah pada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar disleksia . Menurut Wijaya (2020) adanya paling sedikit satu dari gejala berikut dan sudah menetap selama minimal enam bulan dapat dikategorikan peserta didik berkesulitan belajar disleksia: a. Tidak akurat atau lambat dan perlu usaha keras untuk membaca kata b. Kesulitan memahami arti dari sesuatu yang dibaca c. Kesulitan mengeja d. Kesulitan menulis e. Kesulitan memahami tentang angka atau penghitungan angka f. Kesulitan dengan penalaran matematika. g. Kemampuan akademik tersebut jauh di bawah ekspektasi untuk anak seusianya dan menyebabkan kesulitan pada performa akademik, pekerjaan, atau aktivitas sehari-hari. Disleksia adalah jenis kesulitan belajar dimana seseorang akan mengalami kesulitan dalam berbagai komponen yang berkaitan dengan kegiatan membaca, seperti dalam hal mengenal huruf, menyusun kata serta kalimat dan akan berpengaruh pada proses belajarnya. Beberapa upaya yang dapat digunakan dalam membantu peserta didik dislekosa diantaranya strategi, model, model dan media pembelajaran. Media pembelajaran sangatlah penting sebagai penjelas dalam membuat kalimat bagi peserta didik disleksia dengan menggunakan media peserta didik lebih dapat menegenali ciri-ciri dari sebuah kata dan kalimat. Model yang tepat juga dapat mempengaruhi agar peserta didik disleksia dapat meningkatkan kemampuan membacanya (Supena & Dewi, 2020). Model yang sangat dibutuhkan anak disleksia untuk membantu mengatasi kesulitannya adalah memfungsikan seluruh jenis sensorinya, sehingga model yang memadai dan tepat adalah model Visual, Auditori, Kinestetik
(VAK). Model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) merupakan latihan yang memfungsikan semua sensoris yang masih dimiliki anak untuk mengenal dan mempelajari sesuatu. Model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) merupakan latihan yang memfungsikan semua sensoris yang dimiliki anak untuk dapat mengenal dan mempelajari sesuatu. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru dalam meningkatkan kemampuan membaca peserta didik disleksia? serta apakah penerapan model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik disleksia di sekolah dasar? KAJIAN PUSTAKA Kajian Berdasarkan hasil penelitian kita dapat melihat dari ciri-ciri peserta didik “D” mengarah kepada peserta didik diskleksia. Meskipun tidak dilakukan diagnose oleh psikolog, akan tetapi hasil Asessmen diagnostic yang dilakukan oleh guru terhadap peserta didik tersebut mengarah kepada peserta didik disleksia. Ciri-ciri disleksia menurut Jamaris (2014) adalah sebagai berikut: a. Membaca dan menulis huruf secara terbalik tulisan yang dibaca, seperti: duku dibaca kudu, d dibaca b, atau p dibaca q. b. Mengalami kesulitan dalam menyebutkan kembali informasi yang diberikan secara lisan. c. Memiliki kemampuan menggambar yang kurang baik. d. Sulit dalam mengikuti perintah yang diberikan secara lisan. e. Mengalami kesulitan dalam menentukan arah kiri dan kanan. f. Mengalami kesulitan dalam memahami dan mengingat cerita yang baru dibaca. g. Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran secara tertulis. h. Mengalami kesulitan dalam mengenal bentuk huruf dan mengucapkan bunyi huruf. i. Mengalami kesulitan dalam menggabungkan bunyi huruf menjadi kata yang berarti. j. Sangat lambat dalam membaca karena kesulitan dalam mengenal huruf, mengingat bunyi huruf dan menggabungkan bunyi huruf menjadi kata yang berarti. Berdasarkan wawancara dengan orangtua, kemungkinan peserta didik “D” memiliki faktor penyebab disleksia yaitu dari keturunan serta disebabkan sebelum kelahiran mengalami pendarahan. Hal ini sesuai pendapat dari Subini (2013) bahwa disleksia dapat disebabkan: a. Faktor keturunan (genetik) yang ditandai dengan gangguan spesifik pada syaraf. b. Pengaruh hormon prenatal (sebelum kelahiran). c. Gangguan neurologis. d. Terjadinya kerusakan akibat hipoksi-iskemik saat perinatal. Faktor penyebab lain menurut Valentina (2016) diantaranya faktor keturunan (genetik) yang memiliki struktur dan fungsi otak yang tidak normal. Selain itu, dapat terjadi karena adanya trauma atau benturan di area kepala pada saat terjadi kecelakaan sehingga bagian otak yang mengatur penglihatan seseorang menjadi terganggu. Sedangkan menurut Udhiyanasari (2019) Peserta didik yang mengalami kesulitan membaca (disleksia) cenderung disebabkan oleh: a. Faktor suasana kelas yang cenderung kurang kondusif sehingga menimbulkan rasa kurang nyaman pada peserta didik disleksia. b. Faktor emosi, anak yang berkesulitan membaca cenderung memiliki emosi yang tidak stabil, mudah marah serta terpancing emosinya sehingga menghambat proses belajar. c. Kurangnya perhatian serta kerjasama dari pihak keluarga terhadap proses belajar anak. Jika kita lihat dari ciri-ciri dan factor penyebabnya bahwa disleksia dapat diklasifikasikan kedalam beberapa bagian. Disleksia menurut Subini (2013) diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Disleksia Diseidetis atau Visual b. Disleksia jenis ini penyebabnya adalah adanya gangguan fungsi otak bagian belakang yang menyebabkan kekeliruan pada memori visual. Karenanya, anak merasa kesulitan membedakan huruf yang bentuknya mirip. c. Disleksia Verbal atau Linguistik d. Disleksia jenis ini ditandai dengan kesulitan anak dalam mengeja kata, bahkan kesulitan dalam mencari kata atau kalimat. e. Disleksia Auditories f. Disleksia jenis ini ditandai oleh keterlambatan anak dalam membaca namun bahasa verbal serta visualnya baik. Sedangkan menurut Nofitasari & Ernawati (2014) Disleksia terbagi menjadi dua tipe, yakni disleksia visual dan disleksia auditori. Pada disleksia visual, anak merasa sukar dalam membedakan berbagai huruf yang mirip seperti b dan d, p dan q. Sedangkan pada disleksia auditori, anak cenderung sulit mengingat kata yang baru saja didengar. Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar disleksia memerlukan penanganan secara serius oleh guru oleh karena itu, guru perlu melakukan sebuah pendampingan. Cara yang dapat dilakukan dalam pendampingan belajar anak disleksia Valentina (2016), antara lain: a. Menggunakan media belajar. b. Meningkatkan motivasi belajar anak. c. Meningkatkan rasa percaya diri pada anak. d. Tidak menyalahkan anak atas kondisi yang dialaminya. e. Lakukan pendampingan anak pada saat belajar. Untuk dapat mengatasi kesulitan membaca peserta didik disleksia hal yang perlu dilakukan Vaughn (2009) menerapkan berbagai pendekatan untuk pemberian layanan di sekolah, termasuk (1) skrining universal untuk membaca (dan masalah matematika dan perilaku), (2) memantau kemajuan anak-anak yang berisiko melalui pemeriksaan penilaian yang sering menggunakan tugas kelancaran membaca, dan (3) memberikan intervensi yang semakin intens berdasarkan kemajuan anak. (4) Pembelajaran menggunakan media/model pembelajaran. Selain pendampingan diperlukan suatu model yang dapat meningkatkan kemampuan baik secara visual, auditori, kinestetik dan taktikal. Model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) merupakan sebuah model pembelajaran yang melibatkan semua indera yang ada pada manusia dalam proses pembelajaran.(Hidayah, 2020). Model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) adalah sebuah model pengajaran dalam membaca yang melibatkan seluruh indera anak diantaranya Visual, Auditori, Kinestetik dan Taktil.(Sutisna & Rahmawati, 2018). Dalam model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) mengoptimalkan modalitas yang ada seperti penglihatan (visual), pendengaran (auditori), gerakan (kinesthetik), dan perabaan (tactile).(Purnamasari, P,.& Soendari, 2018). Pembelajaran dengan menggunakan model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) mengoptimalkan seluruh modalitas indera (visual, audio, kinetik, dan taktil) dalam penerapannya sehingga dianggap lebih maksimal jika dibandingkan hanya memanfaatkan salah satu indera saja.(Destiana, 2016) Langkah atau cara dalam menerapkan model multisensory ini adalah dengan melibatkan semua komponen dalam diri peserta didik. Modalitas yang dilibatkan dalam model ini adalah visual (penglihatan), auditory (pendengaran), kinesthetic (gerakan), dan tactile (perabaan).(Mahilda Dea Komalasari, 2016). Sedangkan langkah-langkah penerapan model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK), (Astuti et al., 2015) yaitu: a. Anak diminta untuk melihat, memegang, dan meraba keseluruhan benda. b. Guru menyebutkan nama benda.
c. Anak diminta untuk menirukan ucapan guru. d. Anak melihat gambar gambar benda pada kartu. e. Setelah itu, anak diperlihatkan pada benda dan juga gambar benda. f. Guru menjelaskan bahwa benda yang ada pada gambar sama dengan benda aslinya. g. Guru menjelaskan karakteristik benda secara sederhana agar anak paham. Hal yang dilakukan oleh guru kelas peserta didik “ D” dengan penerapan model multisensory serta penggunaan media pembelajaran berupa kartu hurup, balok hurup, dan juga puzel hurup dapat meningkatkan motivasi peserta didik “D” dalam membaca. Setelah beberapa bulan menerapkan model multisensory peserta didik “D” dapat membaca dengan mengeja kata menjadi beberapa bagian tidak lagi perhurup, sudah bisa membaca meski terbata-bata dan tidak memerlukan waktu yang cukup lama, hurup yang terbalik-balik seperti d dan b, p dan q, m dan w sudah tidak ada lagi. Sudah dapat mengingat dan menulskan nama-nama hari, serta mengurutkan puzel nama-nama hari. Melihat perkembangan yang signifikan tersebut peneliti beranggapan bahwa model multisensory yang diterapkan pada peserta didik “D” telah berhasil dengan baik. Berdasarkan hal tersebut beberapa kelebihan dari model multisensory menurut Rukmana (2016), yaitu: a. Dilakukan secara mandiri (individual). b. Peserta didik dapat melihat dan mendengarkan secara langsung. c. Peserta didik dapat menirukan yang dipelajarinya secara langsung. d. Guru bisa mengoreksi kesalahan peserta didik saat itu juga. Dari teori yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disintesiskan bahwa model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) adalah sebuah model yang melibatkan seluruh indera (lebih dari satu sensori). Modalitas dari model ini tentunya melibatkan penglihatan (visual), pendengaran (auditori), gerakan (kinesthetik), dan perabaan (tactile). Adapun Tahapan penggunaan model ini meliputi; visual: guru menunjukkan kata, auditori: guru menyebutkan kata, diucap ulang oleh anak, kinestetik & taktil: anak diminta untuk menelusuri kata secara berulang-ulang, kemudian menuliskannya kembali tanpa melihat contoh. Melalui model ini, pembelajaran dirasa akan lebih aktif dan interaktif. Namun tentunya, banyak yang harus dipersiapkan terutama oleh guru sebagai trainer yang harus menguasai model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) ini secara utuh. Upaya yang dilakukan oleh guru tak akan berhasil dengan baik jika guru tidak melakukan identifikasi secara dini. Restrepo Klinge (2019) menunjukkan bahwa kesalahpahaman guru tentang disleksia dapat mengurangi kemungkinan bahwa instruksi keaksaraan berbasis identifikasi yang tepat akan diberikan kepada individu dengan disleksia. Kerjasama dengan orang tua sangat diperlukan agar peserta didik menjadi percaya diri dan termotivasi dalam pembelajaran. Menurut Ruijssenaars & Hellendoorn (2000) faktor-faktor yang mengurangi konsekuensi negatif atau meningkatkan kemungkinan hasil yang menguntungkan dari disleksia yaitu : 1) menggali kemampuan yang ada pada diri peserta didik, 2) gaya pengasuhan orang tua yang menumbuhkan rasa percaya diri harga diri pada anak mereka, 3) latar belakang keluarga yang menghargai pendidikan dan menyediakan sarana untuk mendaftarkan pendidikan khusus layanan kational dan psikologis, 4) Hubungan kerjasama keluarga dengan sekolah, 5) pengakuan ketidakmampuan belajar pada usia yang relatif muda, 6) Intervensi yang intensif dan efektif selama tahun sekolah dasar, 7) Penerimaan proaktif dan keterbukaan tentang disabilitas.
MODEL PENELITIAN Model penelitian yangdigunakan adalah jenis penelitian kualitatif. Model penelitian yang digunakan adalah model penelitian dengan study kasus eksplanatori, studi kasus berfokus pada fenomena dalam kehidupan nyata peserta didik (Creswell, 2018). Penelitian mengacu studi kasus instrumental tunggal atau single instrumental case study yang merupakan bentuk penelitian studi kasus pada peserta didik disleksia yang dilakukan dengan menggunakan sebuah kasus untuk memberi gambaran mengenai suatu isu atau masalah yang akan diteliti Tellis (1997). Studi kasus dapat dilihat memenuhi tiga prinsip model kualitatif: mendeskripsikan bagaimana peserta didik disleksia tersebut belajar, memahami karakteriktik dan cara menanganinya, dan menjelaskan peran dari guru dan orang tua/keluarga dalam meningkatkan kemampuan membaca peserta didik disleksia tersebut. Yang menjadi subjek penelitian adalah peserta didik berinisial “D”, sedangkan partisipannya adalah guru kelas 3, orang tua peserta didik, serta studi dokumentasi pada hasil belajar peserta didik. Penelitian di laksanakan di Kelas 3 SDN Cilubang 01 Kab. Bogor Provinsi Jawa Barat. Waktu penelitian di semester genap tahun pelajaran 2022-2023. Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari mempelajari satu individu, mengumpulkan data melalui pengumpulan cerita dari peserta didik tersebut, guru, dan orangtua. Pengolahan data di dasarkan pada hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang dibuat dalam pelaporan pengalaman individu secara kronologis, peneliti mengumpulkan deskripsi peristiwa atau kejadian dan kemudian mengkonfigurasinya menjadi sebuah cerita menggunakan alur cerita. (Creswell et al., 2007). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Assesmen Diagnostic Karakteristik Peserta didik Disleksia Assesmen diagnostic awal yang dilakukan adalah dengan mengetes peserta didik “D” untuk membaca, setelah di tes ternyata peserta didik tersebut belum bisa membaca dengan lancar, membaca dengan cara mengeja pun sangat kesulitan karena ada hurup yang terbalik. Berdasarkan keterangan dai guru kelas 1 dan 2 pun menyatakan bahwa peserta didik tersebut mengalami kendala saat membaca, sehingga untuk dapat memahami mata pelajaran yang lain pun memerlukan bantuan orang lain untuk membacakan. Peserta didik tersebut dapat memahami materi dengan mendengarkan penjelasan dari guru. Untuk kemampuan berhitung dia memilik kemampuan yang lebih di bandingkan dengan teman-temannya. Hasil wawancara dengan guru tentang karakteristik anak berkebutuhan khusus pada peserta didik “D” sebagai berikut: Peserta didik “D” memiliki karakteristk anak berkebutuhan khusus karena meskipun telah kelas 3 sekolah dasar akan tetapi dia belum bisa membaca. Peserta didik tersebut masih belum dapat membaca lancar dikarenakan seringkali ada hurup-hurup yang terbalik sehingga sulit untuk merangkainya menjadi sebuah kata. Hurup yang sering terbalik diantaranya hurup d dengan b, p dengan q, w dengan m, n dengan m, belum bisa mengeja hurup menjadi kata. Untuk hurup vocal sudah bisa menyebutkan, sedangkan untuk hurup konsonan belum hapal secara keseluruhan dan seringkali terbalik-balik Hasil wawancara dengan orang tuanya berkaitan dengan asessemen diagnostik, sebagai berikut : Sebagai orang tua saya mengakui akan kekurangan anak saya yang memerlukan penanganan khusus, karena anak saya sampai saat ini sudah kelas 3 belum bisa membaca.
Masih banyak hurup-hurup yang kebalik-balik. Untuk hurup vocal anak saya sudah bisa meyebutkannya kalua konsonan dia sering lupa dan kebalik-balik. Hasil observasi dan wawancara langsung kepada peserta didik tersebut peneliti dapat melihat dan mendengar secara langsung peserta didik “D” ini memang terbalik-balik dalam menyebutkan hurup dan untuk mengeja sebuah kata memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan factor penyebab peserta didik “D” mengalami disleksia berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua peserta didik “D” bahwa kemungkinan yang menjadi factor penyebab adalah: Saat akan melahirkan “D” mengalami proses pendaharan yang akut, posisi plasenta ada di bawah sehingga lubang lahir tertutup posisi kepala bayinya masih di atas. Saat akan melahirkan saya dalam keadaan stress sehingga mempengaruhi saat persalinan dan akhirnya lahir dengan cesar. Keadaan ini mungkin menjadi salah satu factor penyebabnya. Selain itu kemungkinan juga ada factor keturunan karena dari beberapa anak saudara dari pihak bapaknya yang memilki keadaan seperti “D” bahkan lebih parah anaknya baru kelas 5 sekolah dasar baru bisa membacanya dan itu pun tidak lancar masih terbata-bata. 2. Penerapan Model Pembelajaran Multisensori pada Peserta didik Disleksia Untuk mengatasai kendala dalam membaca agar peserta didik disleksia tersebut bisa dengan cepat dapat membaca. Guru perlu melakukan pendekatan dan juga model pembelajaran yang sesuai agar peserta didik tersebut dapat belajar secara efektip dan efesien. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan kepada guru, orang tua dan peserta didik bahwa model pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah dengan menerapkan model multisensory. Dengan model multisensory diharapkan peserta didik dapat mengaktipkan dan menyeimbangkan antara visual, audio, kinstetik dan juga taktilnya. Model multisensory sering kali dinamakan dengan model VAKT. Dimana penggunaan model ini sangat penting bagi anak yang berkebutuhan khusus. a. Visual (Penglihatan) Sisw “D” diajak untuk melihat, mengamati objek dan gambar, mengidentifikasi nama objek, membedakan dua objek atau lebih melalui Buku bergambar, buku bergambar dengan huruf, kartu huruf, buku bergambar dengan cerita, buku cerita bergambar. Pengembangan kosa kata, pengenalan huruf, kata dan kalimat, bahasa ekspresif dan reseptif. b. Auditori Untuk melatih auditorinya guru melaksanaknnya dengan cara bercakap-cakap, membacakan hurup-hurup vocal dan konsonan melalui media kartu hurup, balok hurup dan puzzle hurup hal ini merangsang auditori peserta didik dalam pemahaman bahaasa dan huruf serta kesadaran fonologis. c. Kinestetik dan Taktil Untuk melatih motoric dan kinstetiknya peserta didik “D” diajak oleh guru melakukan aktivitas seperti melipat, menempel, menggunting, menuliskan, meraba, menggambar, mencari hurup, mengurutkan hurup pada puzzle hurup, memasukan balok hurup ke kotak dan menyusunnya menjadi sebuah kata. Aktivitas ini diharapkan dapat melatih keterampilan motorik, kreativitas, kemampuan berkomunikasi dan interaksi, pengenalan bentuk kepada peserta didik “D” 3. Media Pembelajaran Dalam Membaca Pada Peserta didik Disleksia Media pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus sangat penting sekali karena media pembelajaran membuat peserta didik berkebutuhan khusus menjadi lebih tertarik. Media
pembelajaran yang digunakan dalam mengatasi peserta didik disleksia diantaranya dengan menggunakan kartu hurup, balok hurup dan media puzzle hurup. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada peserta didik dan juga guru antara lain. Untuk membantu peserta didik “D’ media yang digunakan pertama kali untuk mengenal hurup dengan menggunakan kartu hurup, karena peserta didik “D” masih belum mengenal banyak hurup terutama hurup konsonan sedangkan hurup vocal sudah bisa menunjukan dan menuliskannya. Setelah beberapa lama ternyata denga mengunakan hurup kata masih belum menunjukan yang signifikan saya mencoba menggunakan balok hurup sesuai dengan masukan dari peneliti dan peserta didik tertarik serta termotivasi untuk belajar, secara kinsetetik semakin terampil mencari hurup-hurupyang disebutkan oleh saya dan mengurutkan menjadi sebuah kata dan menyebutkannya akan tetapi masih terdapat kesulitan untuk menuliskannya, untuk membantu peserta didik dapat menuliskannya denngan mudah dan sesuai makka atas dasar diskusi dengan peneliti kemudian mencoba menggunakan puzzle hurup, dengan puzzle hurup peserta didik dapat meraba bentuk setiap hurupnya sehingga memudahkannya untuk dapat merealisasikan dalam bentuk tertulis. Reaksi peserta didik ketika menggunakan media interaktif ini sangat antusias dan senang belajar menuliskan hurup-hurup dan menuliskannya dalam bentuk kata. 4. Hasil penerapan model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) pada peserta didik “D” terutama pada saat menulis pada mata pelajaran lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru : Peserta didik “D” mengalami kesulitan dalam menuliskan ide-idenya. Ketika diberikan sebuah teks yang di bacakan peserta didik dapat dengan cepat menangkap isi teks tersebut dan memberikan idenya akan tetapi ketika akan menuliskan ide-ide tersebut dalam bentuk tulisan peserta didik “D” tidak dapat menuliskannya dengan baik, karena kemampuan kosa kata dan kemampuan mengidentifikasi setiap hurupnya masih membingkungkan bagi ”D”. Untuk dapat membantu peserta didik, saya sebagai guru biasanya mendiktekannya persatu hurup setiap kata apa yang menjadi ide-ide dari peserta didik tersebut, Untuk melatih visualnya, pendengarannya, dan melatih kinestetik dan taktilnya saya akan meminta peserta didik “D”menuliskan kata yang di diktekan oleh saya, hal ini dimaksudkan agar peserta didik “D” terlatih multisensorinya. Berkaitan dengan kemampuan dalam mata pelajaran matematika, hasil wawancara dengan guru : Peserta didik “D” untuk mata pelajaran matematika memilki kelebihan di bandingkan teman-temannya yang lain. Peserta didik “D” selalu merasa senang dan termotivasi belajar jika dalam matematika ada hitung-hitungannya. Akan tetapi jika dalam matematika tersebut ada soal cerita kemudian harus di uraikan, dia akan kebingungan dan sulit mengisinya karena keterbatasan kemampuan membacanya. Upaya yang dilakukan oleh guru adalah menggunakan kartu hurup kepada peserta didik untuk menyusun kata atau kalimat matematikanya. Dan hasilnya peserta didik dapat menyusun kata tersebut kemdian peserta didik diminta untuk menyalin susunan kartu hurup tersebut di buku serta di bacakan kata atau kalimatnya. Berdasarkan hasil wawancara bagaimana peserta didik “D” dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Sosial. bahwa: Peserta didik “D” dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan social akan sangat terbantu jika media pembelajarannya dibantu dengan media audio atau audio visual/ video. Karena jika di sajikan dalam bentuk teks peserta didik tersebut mengalami kesulitan membaca dan kadang menimbulkan keprustasian kepada peserta didik tersebut sehingga kadang mengganggu temannya yang sedang membaca. Oleh karena itu
biasanya sebagai gurunya jika medianya teks maka guru yang akan membacakan teks tersebut untuk membantu pemahamn siwa “D” dalam pembelajaran IPS. Peserta didik “D” diminta menuliskan kata atau kalimat yang di bacakan oleh guru, meskipun memerlukan waktu yang cukup lama karena peserta didik DV” harus mengingat harup perhurup agar menjadi sebuah kata dan kalimat lengkap. Jika sudah di tulis guru meminta peserta didik membacakannya. Berdasarkan hasil wawancara bagaimana peserta didik “D” dalam Kehidupan Sehari.- harinya bahwa: Peserta didik “D” adalah anak yang periang, percaya diri mudah bergaul dengan teman-temannya. Akan tetapi dia akan menjadi pemarah dan bersikap tantrum jika ada teman-temannya yang dia rasa telah melecehkan atau menghindarinya. Peserta didik “D” ini sangat sentsitif. Jika sudah tantrum dia akan mengamuk nangis sekencangkencangnya dan sulit untuk berhenti jika tidak ada ibunya. Oleh karena itu saya sebagai guru berusaha lebih dekat dengan peserta didik “D” agar peserta didik tersebut merasa nyaman degan saya dan dapat menuruti apa yang saya sampaikan. Dan alhamdulilah setelah beberapa minggu anak tersebut lebih dekat degan saya gurunya. Dalam keseharian seringkali dia lupa dengan nama-nama hari. Kadang tertukar antara kanan dan kiri. Sehingga perlu terus diajarkan tentang arah, nama hari dan nama-nama bulan karena dia sering lupa. Untuk membantu peserta didik mengenal arah guru menggunakan media gambar tentang arah mata angin. Dan peserta didik “D” di minta untuk menuliskan arah mata angin berdasarkan gambar. 1) Upaya Dalam Pendampingan Peserta didik Disleksia Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelasnya factor penyebab peserta didik “D” belum bisa membaca: Factor penyebab peserta didik “D” belum bisa membaca adalah kurangnya pemahaman saya sebagai guru mengenai anak berkebutuhan khusus diantaranya disleksia, kurangnya pemahaman di awal-awal tentang model membaca yang dapat dilakukan pada anak disleksia serta fungsi media pembelajaran belum sepenuhnya di pahami dalam membantu belajar membaca peserta didik disleksia sehingga cara mengajarkan membaca di samakan dengan peserta didik pada umumnya. Apabila dilhat dari cir-cirinya peserta didik “D” ini peraya diri akan tetapi secara emosional sering kali mudah tersinggung dan marah. Temanteman di kelasnya dianggap tidak kondusif sehingga menjadi kurang termotivasi untuk belajar. Kerjasama dengan orang tua untuk membimbing anaknya membaca di rumah awalnya kurang terbina dengan baik akan tetapi setelah berkomunikasi diadakan kesepakatan untuk bekerjasama membantu peserta didik “D” belajar membaca di sekolah dan di rumah. Upaya yang dilakukan untuk membantu peserta didik disleksia dalam membaca dengan mengajak kerja sama dengan orang tua di rumah. Guru meminta orang tua mendampingi dan membantu peserta didik dalam belajar membaca yang dilakukan secara intensif di rumah, hal ini sesuai dengan wawancara pada orang tua peserta didik : Saya selalu membimbing dan membantu “D” saat di rumah dengan menggunakan media dan model yang sama yang di lakukan oleh guru. Jika saya harus bekerja maka yang akan mendampingi belajar adalah kakaknya yangsudah kuliah dan yang SMA, saya selalu menitipkan kepada keluarga untuk selalu membantu dan membimbing “D. saya tidak merasa malu ataupun minder dengan keadaan anak saya tersebut, karena saya yakin setiap anak diberikan kekurangan dan juga kelebihan sendiri-sendiri. Yang saya lakukan sekarang adalah membangun kepercayaan dirinya bahwa dia mempunyai kelebihan dari orang lain yang saat ini mungkin belum terlihat nyata tapi suatu saat akan terlihat. Daya ingat “D”
sangat tinggi dibandingkan saudara-saudaranya saat seumuran dia. Dia pun sangat kritis dalam hal yang dia anggap menarik menurutnya. SIMPULAN DAN SARAN Disleksia adalah suatu kesulitan pada proses belajar, yang dialami seseorang khususnya dalam membaca, menulis, dan mengeja kata. Peserta didik pengidap disleksia umumnya mengalami keterlambatan bahkan kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran. Seorang peserta didik yang tidak memiliki kemampuan membaca akan mengalami kesulitan belajar dan menguasai pengetahuan lainnya. Beberapa upaya yang dapat digunakan dalam membantu peserta didik disleksia diantaranya strategi, model, model dan media pembelajaran. Model yang sangat dibutuhkan anak disleksia untuk membantu mengatasi kesulitannya adalah memfungsikan seluruh jenis sensorinya, sehingga model yang memadai dan tepat adalah model Visual, Auditori, Kinestetik. Model Visual, Auditori, Kinestetik, merupakan latihan yang memfungsikan semua sensoris yang masih dimiliki anak untuk mengenal dan mempelajari sesuatu. Model Visual, Auditori, Kinestetik merupakan latihan yang memfungsikan semua sensoris yang dimiliki anak untuk dapat mengenal dan mempelajari sesuatu. Berdasarkan hasil penelitian upaya yang dilakukan oleh guru dan orang tua dalam meningkatkan kemampuan membaca anak disleksia adalah dengan penerapan model Visual, Auditori, Kinestetik. Penerapan model VAK akan lebih efektif dan efisien ketika menggunakan media pembelajaran berupa kartu hurup, balok hurup, dan juga puzel hurup dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik disleksia secara signifikan. Setelah 6 bulan treatmen dilakukan peserta didik tersebut sudah bica baca meski terbata-bata, tapi tidak lagi tertukaur hurup.sinergitas anatara guru, orang tua dan peserta didik akan mempercepat penanganan kesulitan membaca bagi anak dileksia. Saran yang dapat peneliti berikan adalah dalam menghadapi peserta didik dilseksia diperlukan penangangnan khusus dan kesabaran agar peserta didik diskleksia dapat ditangani lebih cepat sehingga mental dari peserta didik pun akan tertolong dengan baik. Karena bila terlambat dan terjadi bullying menjadikan mental peserta didik disleksia menjadi drop. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan Terima Kasih Peneliti sampaikan kepada Yayasan Pakuan Siliwangi, Ubiversitas Pakuan, FKIP Universitas Pakuan yang telah mendukung dan mendanai penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. In Encyclopedia of Applied Psychology, Three-Volume Set. https://doi.org/10.1016/B0-12-657410- 3/00457-8 Astuti, S. I., Arso, S. P., & Wigati, P. A. (2015). Pembelajaran Pemahaman Makna Kata Pada Anak Tunagrahita Ringan. Pembelajaran Pemahaman Makna Kata Pada Anak Tunagrahita Ringan, 3, 103–111. Destiana, L. (2016). PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MENGGUNAKAN MODEL VAKT (VISUAL AUDITORI KENISTETIK TAKTIL) UNTUK ANAK AUTIS KELAS I DI DI SLB AUTISMA DIAN AMANAH YOGYAKARTA. In Universitas Negeri Yogyakarta (Issue May). Fandian Zona Rukmana. (2016). PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MODEL VISUAL, AUDITORI, KINESTETIK (VAK) PADA ANAK TUNARUNGU KELAS II. In Universitas Negeri Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta. Fletcher, J. M., & Vaughn, S. (2009). Response to intervention: Preventing and remediating academic difficulties. Child Development Perspectives, 3(1), 30–37. https://doi.org/10.1111/j.1750- 8606.2008.00072.x
Handbook, D. (2014). “Procedures concerning dyslexia and related disorders.” Texas Education Agency. Hidayah, P. (2020). Pengaruh Model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Bagi Siswa Penderita Disleksia Di Sd. Universitas Islam Negeri Raden Inten. Hidayat. (2019). Pengenalan Ciri Anak Pengidap Disleksia. PEDADIDAKTIKA: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 7(2), 21–32. Jamaris. (2014). Kesulitan Belajar: Perspektif, Asesmen, dan Penanggulangannya. Ghalia Indonesia. Mahilda Dea Komalasari. (2016). Model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) untuk meningkatkan kemampuan membaca pada peserta didik disleksia di sekolah dasar. Proseding Seminar Nasional PGSD UPY Dengan Tema Strategi Mengatasi Kesulitan Belajar Ketika Murid Anda Seorang Disleksia., 97–110. Murniarti, E. (2020). Kesulitan Belajar (Konsep Dasar, Gejala Dan Efek Sosial Psikologisnya) Dan Teknik Pengumpulan Data Dan Asesment. http://repository.uki.ac.id/2920/1/BahanAjar102020.pdf Nofitasari, A., & Ernawati, N. (2014). Teori dan model pengajaran pada anak Dyslexia. Proseding Seminar Nasional PGSD UPY Dengan Tema Strategi Mengatasi Kesulitan Belajar Ketika Murid Anda Seorang Disleksia., 172–181. Purnamasari, P,.& Soendari, T. (2018). Model Vakt Untuk Pembelajaran Membaca Permulaan Anak Tunagrahita Ringan. Jurnal Jassi_annaku, 19(1), 25–31. Restrepo Klinge, S. (2019). No TitleΕΛΕΝΗ. Αγαη, 8(5), 55. Ruijssenaars, W., & Hellendoorn, J. (2000). Dutch adults with dyslexia. Remedial and Special Education, 21(4), 227–239. Subini. (2013). Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak”. Yogyakarta: Javalitera. Halaman 53. Supena, A., & Dewi, I. R. (2020). Model Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) untuk Siswa Disleksia di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(1), 110–120. https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i1.623 Supena, A., Munajah, R., & Łuniewska, M. (2021). Analisis Kesulitan Belajar Membaca Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar. 5(1), 10–18. Sutisna, N., & Rahmawati, A. (2018). Pengaruh Model Vakt Terhadap Peningkatan Kemampuan Mengenal Bangun Datar Pada Anak Cerebral Palsy. Pedagogia, 16(2), 157. https://doi.org/10.17509/pdgia.v16i2.11334 Udhiyanasari. (2019). Upaya Penanganan Kesulitan Membaca Permulaan Pada Anak Berkesulitan Membaca Kelas II di SDN Manahan Surakarta. Plpb Ikip Pgri Jember, 3(1), 39–50. Valentina, H. dan. (2016). Disleksia Bukan Bodoh, Bukan Malas tetapi Berbakat (Gramedia P). Wijaya, E. (2020). Identifikasi Dan Intervensi Gangguan Belajar Spesifik Pada Anak. Damianus: Journal of Medicine, 19(1), 70–79. https://doi.org/10.25170/djm.v19i1.1279