47 dan perkotaan, Indonesia akan menjadi negara yang lebih maju dan berkembang .
48
49 Kawan! Chairil Arifaldi Nasution Alarm dari handphone berbunyi, aku pun langsung terbangun dari tidur lelapku, dengan kondisi tubuh yang masih setengah sadar, aku pun bangun dari ranjangku dan langsung keluar dari kamarku, aku berusaha melihat jam di dinding ruang tamu sambil mengucek kedua mataku yang buram sambil menebak nebak jam berapa saat ini. “empat… lima… enam tiga..puluh? HAH?” ucapku dengan terkejut. Tiba tiba kesadaranku pun kembali, aku segera mengambil handuk dan langsung lari ke kamar mandi. Setelah mandi aku pun bergegas untuk memakai seragam sekolahku yang masih terlihat kusut dan tidak rapih. “kayaknya ibu lupa deh
50 menyetrika baju.” Ucapku. Hari ini adalah hari terakhir aku bersekolah di SD ya, akhirnya aku akan beranjak ke SMP. Banyak pertanyaan muncul di kepalaku tentang SMP, apakah mata pelajarannya semakin susah? Bagaimana dengan matematika dan fisika? Apakah soal ceritanya makin tambah susah? Ah sudahlah yang harus aku pikirkan adalah fakta bahwa jam sudah menunjukkan pukul 6:50. Aku melamun lagi. Aku langsung bergegas memesan ojek online dan berangkat sekolah. Namaku Nusa Ardi Wijaya. Seorang anak yang tinggal di Jakarta. aku berasal dari keluarga yang tergolong kaya, aku dimanja oleh orang tuaku sampai aku tidak mempunyai teman di komplek rumahku. aku hanya mempunyai 2 teman yaitu teman di sekolah. Setelah sampai di sekolah, aku pun berhenti sejenak sambil memandang gedung sekolah dan
51 mengalami flashback tentang kenangan yang ada di SD. Mulai dari kegiatan pramuka, study tour, dan lain-lain. Setelah berhenti sejenak, aku pun mengambil langkah dan masuk ke gedung sekolah. Setelah sampai di kelas, aku pun disapa oleh 2 teman dekatku, Arif dan Ilham, kita pun mengobrol tentang SMP yang akan kita masuki. Arif berencana untuk masuk SMP yang terkenal di kota ini, sedangkan ilham tidak mengusulkan tentang SMP yang mau dia masuki. Setelah beberapa saat mengobrol, bel masuk pun berbunyi kita pun duduk di bangku masing-masing. Dimulai dari wali kelas yang mengucapkan salam perpisahan kepada kelas kita, dan dilanjuti oleh acara lomba yang diselenggarakan oleh sekolah. Hari terakhir di sekolah di akhiri dengan momen yang biasa biasa saja, walaupun aku mengikuti lomba voli, tapi aku tidak memenangkannya.
52 Setelah sampai di rumah, aku pun beristirahat karena kondisi tubuhku yang lelah setelah mengikuti lomba sekolah. Malam hari pun tiba, aku melaksanakan shalat dan langsung ke meja makan untuk makan malam. Setelah duduk, aku pun langsung menyantap lauk yang sudah dimasak oleh ibuku. “Nak, ibu dan ayah harus berbicara denganmu.” Ucap ibuku “Bicara apa bu?” Ucapku dengan muka yang penasaran, dilanjutkan dengan ayahku “ini tentang pekerjaan ayah, ayah harus pindah ke kota jambi untuk proyek.” Ucap ayahku “Baiklah yah, ayah harus jaga kesehatan disana, jangan banyak merokok” Ucapku “Begini nak, kamu harus ikut. Karena kondisi ibumu, ia tidak bisa jauh dari ayah, ibu masih harus sering berobat dengan ayah. Ayah tahu kamu ingin
53 masuk ke sekolah yang sama dengan temanmu, tapi ibumu lebih penting.” Ucap ayahku. Walau berat, tapi aku sayang ibuku, dialah sosok yang merawatku dari kecil, jadi aku pun harus terpaksa ikut. “Baiklah yah, aku ikut. Oh iya, desa mana yang akan kita tinggali?” “Desa Jaya, terletak di pegunungan, warga-warga kebanyakan tergolong primitif, mereka tidak mempunyai TV, kebanyakan dari mereka kerja sebagai petani. Ayah membeli rumah di dekat sebuah sekolah smp, agar kamu bisa bersekolah dengan mudah.” Aku pun terdiam, memikirkan apakah aku akan betah disana? Rumah tanpa TV? Bagaimana aku bisa menonton kartun favoritku? Tapi aku dengar orang orang kampung suka bermain bola, mungkin aku bisa membuat banyak teman. Tapi apakah
54 mereka akan suka dengan orang kota? Aku terlalu lama melamun sampai orang tuaku pun menyadarkanku. “Kita akan berangkat dua hari lagi, bersiapsiaplah.” Ucap ayahku Aku pun langsung pergi ke kamar dan mengucapkan selamat tinggal kepada Arif dan Ilham, Ilham berencana untuk menonton bioskop dan bermain bersama untuk salam perpisahan. Keesokan harinya dihabiskan untuk bermain dengan temanku untuk terakhir kalinya. Aku pulang setelah Arif dan Ilham mengucapkan selamat tinggal. Berat rasanya, sudah menjadi teman selama enam tahun. Aku teringat pertama kali aku menemui Arif dan Ilham, aku masih duduk di bangku SD kelas 1, aku pun duduk bersama dengan 2 orang yang bernama Arif dan Ilham, disitulah pertemanan kami dimulai.
55 Hari terakhir sebelum berangkat, aku pun mempacking barang-barangku. Dan sore hari sampai malam hari dihabiskan untuk bermain game. Hari keberangkatan pun tiba, ibu membangunkanku sangat pagi yakni pukul 4 pagi. Biasanya aku bangun jam 6 pagi untuk ke sekolah, jadi aku tidak terbiasa. Aku pun mengambil tasku yang penuh dengan barang dan langsung menaruhnya di bagasi mobil. Kami pun ke bandara dan berangkat dengan pesawat. Setelah mendarat, kita pun langsung memesan grab untuk pergi ke desa yang akan kita tempati. Selama perjalanan aku hanya tertidur karena lelah. Aku pun dibangunkan oleh ibu dari tidur lelapku, setelah keluar mobil, aku disambut oleh pemandangan hutan yang indah, tepat dibawah jurang ada sungai yang airnya jernih, pepohonan yang hijau dan banyak suara burung berkicau. Aku pun langsung bersemangat untuk pergi ke rumah
56 baruku. Aku dan orang tuaku mendaki selama 5 menit untuk sampai ke rumahku, rumahku terletak tinggi di pegunungan. Pemandangan dari rumahku sungguh indah, banyak pegunungan terlihat dari sini. Aku pun langsung beristirahat di rumahku. Walaupun tidak ada AC, suhu di kamarku ternyata sangat dingin karena rumahku terletak di gunung dan masih pagi. Libur sekolah ku habiskan berdiam di rumah. Ayahku membelikan TV agar aku betah. Tiba saatnya aku masuk ke SMP, saat hari pertama, aku duduk dengan anak yang tidak kukenali, ia memakai peci, dan sepertinya ia adalah orang yang taat agama. Aku pun diam saja karena takut ia tidak mau berteman denganku. Ternyata, ia menyapaku. “Halo, namaku Alief, kamu sepertinya murid pindahan ya? Aku tidak pernah melihatmu di desa ini.” Ucap Alief.
57 Karena malu, aku menjawab dengan berpura pura ketawa sambil mengangguk. Alief pun tau bahwa aku malu. “Jangan malu, desa ini penuh dengan orang yang ramah, kamu pasti akan betah karena orangnya ramah-ramah, hehe. Oh iya, siapa namamu?” Ucap Alief. “N-Namaku Nusa.” Ucapku dengan malu. “Salam kenal Nusa, semoga aja kamu betah di desa kita. Mari kita menjadi kawan!” Ucap Alief. “Salam kenaaal….” Ucapku dengan malu. Aku pun mempunyai teman di hari pertamaku di SMP. Setelah pulang, aku menceritakan seputar apa yang aku alami di sekolah. Hari Libur pun tiba. Aku keluar dari rumahku dan aku bertemu dengan anak anak yang sedang bermain bola voli di lapangan. Karena malu, aku
58 pun hanya menonton saja. Tiba tiba Alief datang dan menyapaku. Ia bertanya kenapa tidak mau ikut bermain. Aku hanya menjawab karena aku takut mereka menolak karena aku anak kota. Alief pun mengerti, dia langsung memanggil anak anak yang ada di lapangan dan mengenalkan diriku kepada mereka. Aku pun bisa bermain karena bantuan Alief. Setelah bermain, aku berterima kasih kepada Alief karena membantuku untuk mendapatkan teman. Aku pun mulai betah di desa ini. Senin pun tiba. Setelah 2 jam pelajaran, bel istirahat pun berbunyi, aku langsung ke kantin dengan Alief. Kita menyantap makanan bersama sambil mengobrol. Ia menanyakanku kota ku sebelum berpindah ke jambi. “Aku berasal dari kota jakarta, ayahku harus pindah kerja karena proyek, ibuku sedang sakit, jadi aku harus ikut.” Ucapku
59 Ternyata ada yang menguping pembicaraan ku dengan Alief. Aku sadar tapi aku diam saja. Aku pun kembali ke kelas dan melanjutkan pelajaran. Bel pulang pun berbunyi, aku dan alief pulang melewati gang yang sempit. Disitu kami dihalang oleh 3 orang yang mempunyai badan besar. “Haa… kamu disana, kamu dari kota kan?” Ucap salah satu dari mereka “Bagaimana kamu tahu?” Ucapku “Kami menguping pembicaraanmu dengan teman di sampingmu itu.” Ucap salah satu dari mereka “Terus kenapa kalau dia dari kota?” Ucap Alief. “Kami sangat benci dengan orang kota, mereka sombong, mereka merendahkan kami orang kampung!” “T-tapi aku tidak seperti itu, aku orangnya baik kok.” Ucapku
60 “Berhenti berbicara, sungguh orang kota banyak bohongnya!” Salah satu dari mereka mencoba untuk menonjokku. Tapi dilawan oleh Alief yang jago bela diri. Setelah Alief menendang salah satu dari mereka, kita pun langsung lari sekencang-kencangnya sampai 3 anak itu kehilangan jejak kami. “Huff, untung saja kita selamat.” Ucap Alief. “Makasih ya Lief, kalau tidak aku bisa babak belur.” Ucapku “Sama-sama, 3 orang tadi adalah bully terkenal di sekolah kita. Mereka membenci orang kota karena orang tua mereka dihina.” Ucap Alief Aku pun merasa kasihan dengan 3 orang tadi. Kita pun pulang ke rumah masing masing.
61 Setelah beberapa bulan tinggal di desa ini. Berkat Alief, aku pun mempunyai banyak teman. Aku dan Alief pun menjadi sahabat dan memanggil satu sama lain dengan kata “KAWAN.”
62
63 SAHABAT UNTUK SELAMANYA Bimo Perwira Putra Fajar Bercerita tentang seorang anak yang tinggal di desa di daerah Kalimantan anak itu bernama Farel, Farel adalah anak yang hobi bermain dan sangat aktif, ayah Farel adalah seorang petani karet, Farel mempunyai teman bernama Fatur dan Rahmat, mereka sangat sering bermain bersama. Hingga suatu saat mereka kedatangan tetangga baru yang pindah dari kota tetangga itu mempunyai anak bernama Nico, Nico pindah ke Kalimantan karena pekerjaan ayahnya, keesokan harinya mereka bertiga melihat Nico bermain sendirian di depan rumahnya, merekapun mendatangi rumah Nico dan mengajak nya kenalan “Halo aku Farel nama kamu siapa ”Nico pun membalas“, aku Nico
64 salam kenal ya” Mereka pun bermain dan mengobrol bersama hingga sore hari”. Setelah itu mereka pun pulang ke rumah masingmasing. Sesampainya di rumah Farel pun berbincang dengan ayahnya yang baru pulang dari kebun, sembari menunggu ibu menyiapkan masakan untuk makan malam, “Bagaimana hasil di kebun yah”, Ayah pun membalas, “Hasilnya agak kurang nak karetnya sangat sedikit yang bisa dipanen, kamu bagaimana di sekolah? “Alhamdulillah aku baik baik saja di sekolah, tadi aku berkenalan dengan anak yang baru pindah dari kota kebetulan dia sekelas dengan ku”, Ayah pun senang mendengarnya karna anaknya mendapatkan teman baru Setelah mereka berbincang bincang ibu pun datang membawa makanan menuju ruang makan, setelah makan farel pun bersiap siap untuk tidur karena besok dia harus pergi untuk
65 sekolahKeesokan paginya farel berangkat ke sekolah dan belajar seperti biasa, beberapa saat kemudian bel sekolah berbunyi, menandakan semua orang di sekolah untuk pulang ke rumah masing masing, saat farel sedang berjalan tiba tiba Nico menghampiri Farel. “Rel, nanti kita main yok”,Farel pun menjawab,“Maaf Nico aku tidak bisa karena aku harus membantu ayahku di kebun”,Lalu Nico pun tiba-tiba menawarkan diri untuk membantu,“Kalo aku ikut kamu membantu Ayahmu apakah kamu keberatan? “Farel menjawab,“Sebenarnya tidak sih kalo mau mah sekalian ajak Rahmat sama Fatur aja”,“oke sampai nanti ya Rel”. Lalu merekapun berkumpul di depan rumah Farel dan mereka berangkat menggunakan sepeda masing masing, mereka membantu Ayah Farel memanen karet dan setelah selesai ayah Farel sangat berterimakasih kepada mereka.
66 “Anak-anak terimakasih ya sudah membantu”,mereka pun membalas,“Iya sama sama om”,Setelah itu mereka pun bermain kejar kejaran saat itu giliran Farel yang jadi Farel mengejar Nico hingga ke jalan tiba-tiba.DUARR!!!!!,Nico tertabrak oleh motor, Farel dan yang lainnya langsung menghampiri Nico dan membawanya ke puskesmas terdekat orangtua Nico mendengar kabar itu langsung pergi menuju puskesmas disana mereka bertiga bertemu orangtua Nico. Ayah Nico marah ke mereka bertiga,“Kalian dasar anak anak gak tau diri, kalian mau tanggung jawab gak anak saya bisa jadi begini gara gara kalian”. Mereka pun terdiam dan akhirnya pulang setelah itu mereka bertiga berencana untuk menjenguk Nico, mereka bertiga pun menuju puskesmas, sesampainya di puskesmas mereka meminta maaf ke orangtua Nico.
67 “Om Tante kami sangat menyesal dan merasa bersalah karena kami Nico jadi begini”,orangtua Nico pun membalas,“Jangan harap kami menerima permintaan maaf kalian dasar gak tau diri”. Akhirnya mereka pun pulang dan berdiskusi bagaimana supaya orangtua Nico memaafkan mereka,“Gimana ya supaya orangtua Nico maafin kita”,Farel pun menjawab,“Aku ada ide,gimana kalo kita memberikan Nico makanan”,“Boleh aja sih”,Mereka pun datang ke rumah Nico dengan membawakan makanan. Kali ini orangtua Nico memaafkan mereka bertiga.“Teman teman gak usah repot-repot membawakan makanan”,“Tidak apa apa Nico hitung-hitung ini permintaan maaf kami”Bukan salah kalian kok teman teman namanya juga sudah takdir beberapa minggu kemudian saat Nico sudah sembuh mereka kembali bermain bersama.
68
69 KEINDAHAN DESA BADUI Ghifari Aditian Utomo Suatu hari di Sabtu pagi menyambut aku dengan penuh semangat, disertai oleh udara yang sejuk dan cuaca yang cerah. Matahari bersinar terang menyinari langit biru dengan kehangatan yang memancar. Burung – burung pun berkicau riang menyambut pagi yang cerah ini. Saat aku terbangun aku mendengar suara merdu, ternyata suara merdu itu datang dari dapur. Ternyata ibuku yang menyanyikan lagu merdu itu sambil memasak sarapan.
70 “Oh ternyata anak kesayangan bunda sudah bangun” kata bunda. “iya bunda. Agus baru bangun dan lapar” jawab Agus. Bunda menjawab “nih bunda bikin nasi goreng ayam kesukaan Agus”. “wah, terima kasih bunda” dengan ekspresi wajah yang terkesan. *Agus memakan sarapan dengan penuh kenikmatan. Saat Agus menikamati sarapan, ayahnya baru saja keluar dari kamar tidurnya dan bergabung di meja makan. Bunda Agus membawa secangkir kopi susu untuk suami tercinta, saat ayah meminum kopinya dia memberi tau kita tentang Desa Badui. Agus berkata “apa itu Desa Badui ?”.
71 Ayahnya pun menjawab “Desa Badui adalah salah satu desa di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Di dalamnya terdapat suku Badui atau orang Kanekes yang merupakan sekelompok masyarakat yang memegang teguh kearifan lokal”. Ayah Agus mengajak Agus dan bundanya pergi ke Desa Badui karena ayah Agus sangat penasaran dengan Budaya Badui, bunda Agus pun setuju pergi ke desa. Tapi Agus merasa desa itu biasa saja dan tidak menarik sama sekali Agus adalah seorang anak modern yang sangat menyukai kehidupannya di kota, Agus tinggal di Kota Cilegon bersama keluarganya dan dia sangat kecanduan main hp. Tapi Agus memutuskan untuk ikut karena di bosan di rumah. Pada jam 7.56 mereka pada pada bersiap – siap, kemudian jam 8.01 mereka masuk ke dalam mobil lalu pergi menuju destinasi mereka. Saat di perjalanan orang tua Agus menikmati suasana
72 Kota Cilegon sambil mendengar lagu di radio mobil, sedangkan Agus asik bermain hp selama dalam perjalanan. “Gus jangan main hp aja gus, nikamati suasana di sekitar” kata ayah Agus. “Yahhhh” jawab Agus dengan nada yang pelan. Di perjalanan Agus tetap saja fokus main hp, dia sedang main front fire. Agus sangat menyukai game tersebut, sampai - sampai Agus mempunyai julukan “bocil ff” di lingkungan main nya. Orang tua nya khawatir Agus kecanduan main hp, ayahnya mencoba untuk menasehatinya “gus ingat jangan kecanduan main hp” Agus diam saja. Setelah lima jam berlalu Agus dan orang tua nya sudah sampai di wilayah Kabupaten Lebak. Ada patung “selamat datang” menyambut para pengunjung yang datang, ternyata para pengunjung yang datang sangat banyak Agus berpikir “pengunjung nya banyak banget, apakah desa ini sangat begitu menarik”. Pada saat perjalanan
73 menuju ke desa ada anak kecil menjual tongkat pendaki harganya 10rb per tongkat, tongkat itu terbuat dari kayu yang berbobot ringan Ayah Agus beli tiga tongkat dari anak itu. “Ade dari mana” kata ayah Agus. Anak itu menjawab dengan logat yang halus “saya dari desa pak”. “Desa, apakah maksudmu Desa Badui ?” kata ayah Agus. “Iya pak, saya berasal dari Desa Badui” jawab anak itu. “Mengapa kamu jualan tongkat pendaki” kata ayah Agus. “Karena desa kita di perbukitan tinggi, tongkat ini berguna untuk membantu pendaki dalam berpijak sehingga tidak mudah tergelincir dan bisa seimbang Ketika melangkah” jawab anak itu.
74 “Oh begitu...” jawab Ayah Agus. Setelah berbincang dengan anak itu Ayah Agus kasih tongkat mendaki ke Agus dan bundanya “tongkat ini buat apa ?” kata Bunda, Ayah pun menjawab “untuk mendaki, ternyata desa nya di perbukitan tinggi”. Merekapun mulai mendaki ke desa, saat mendaki sebelum memasuki desa badui luar, dalam perjalan ada toko – toko berjualan oleh – oleh Badui. Orang tua Agus menikmati suasana sekitar sedangkan Agus fokus main hp sambil mendaki. Saat sampai di desa “ternyata seperti ini Desa Badui” kata ayah Agus, Desa Badui dikenal dengan kehidupan masyarakatnya yang masih sangat terpencil dan menjaga keaslian tradisi nenek moyang mereka. Masyarakat Badui mengenakan pakaian tradisional khas, seperti baju serba hitam untuk Badui luar dan baju serba putih untuk Badui dalam. Mereka memiliki rumah tradisional yang di sebut
75 “pondok”, biasanya terbuat dari bambu beratap ilalang. “Yah ternyata unik juga ya desanya” kata bunda. “iya bun yang paling unik nya mereka sama sekali tidak meggunakan elektronik” kata ayah. Ada seorang bapak – bapak memberi sambutan kepada para pengunjung “selamat datang di desa kami” kata bapak itu, bapak itu mengenakan baju serba hitam dan memakai blangkon biru. Ayah Agus menyapa bapak itu dengan lembut “selamat siang pak, bapak asli desa sini ?” bapak itu menjawab “iya saya asli desa sini dan saya juga kepala desa sini”, “terimakasih atas sambutannya pak” kata ayah. Orang tua Agus ingin melanjutkan ke desa dua yaitu Badui dalam, tetapi Agus sepertinya tidak akan melanjutkan ke desa ke dua yaitu Badui dalam, maka Agus meminta izin kepada orang tua
76 nya untuk beristirahat di Badui luar, di karena kan Agus sangat lelah. Agus beristirahat di rumah warga, saat orang tua nya meniggalkan Agus untuk istirahat ada seorang remaja berpakaian serba putih “permisi mau numpang istirahat” kata remaja itu dengan bahasa sunda Badui. Remaja itu menghampiri Agus dan kita saling berbicara dan saling mengenal. “ Kenalin nama saya Asep, kamu nama nya siapa dan dari mana ?” kata Asep. “Nama Agus saya dari Cilegon, kalo kamu ?” jawab Agus. “Saya dari Badui dalam” jawab Asep. Kata Agus “uhhh jauh juga”. “Kamu ngapain ke sini ?” kata Asep.
77 “Pada awal nya saya enggan ikut orang tua saya ke Badui, setelah sampai di perkampungan Badui saya merasa semangat” jawab Agus. Pada akhirnya Asep mengajak Agus berkeliling desa dan akhirnya Agus setuju, mereka pun jalan – jalan berkeliling desa dan belajar kehidupan tentang budaya Badui. Orang Badui makan makanan yang sederhana seperti nasi, tahu, tempe, ayam, ikan asin, sayuran, dan sambel. Kemudian mereka suku Badui tidak boleh menjual beras, salah satu alasan di balik larangan menjual beras adalah untuk menjaga keharmonisan sosial dan ekonomi di dalam masyarakat Badui. Anak, remaja, dan perempuan dewasa memakai emas untuk memperlihatkan status social. Agus dan Asep pun selesai berkeliling desa mereka Kembali ke tempat istirahat yang sebelumya, Asep berpamitan ke Agus karena hari mau menjelang maghrip “Gus saya balik dulu ya”
78 kata Asep, Agus pun menjawab “oh ya sampai jumpa nanti” saat berpamitan Agus bertemu dengan orang tua nya “maaf ya nak harus nunggu lama, ternyata Badui dalam sangat jauh”, “tak apa – apa bu, pak” kata Agus. Akhirnya keluarga Agus meninggal kan Desa Badui setelah menikmati pertualangan. Cerita ini mengajarkan tentang kemampuan kita untuk menghadapi perubahan fleksibilitas dalam berpikir, dan kemauan untuk mencoba memahami dan menghargai perbedaan. MENGENAL TEKNOLOGI Revan Atha Nugraha Rango merupakan seorang anak yang tinggal di sebuah desa, tepatnya di desa Baduy Dalam LebakSerang Banten. Desa yang ditinggali Rango
79 memiliki tradisi yang sangat kuat, banyak sekali tradisi yang berlaku di desa tersebut diantaranya seperti kepercayaan masyarakat desa yang mengacu pada sundawiwitan (alam). Terlebih lagi di Desa Baduy juga masyarakatnya tidak diperkenankan untuk mengenal teknologi sehingga kehidupannya jauh dari moderenisasi. Hal itu merupakan salah satu nilai norma yang harus di patuhi oleh masyarakat Baduy. Konflik pun muncul ketika rango, seorang anak yang berasal dari suku Baduy merantau ke kota untuk mengenyam pendidikan. Di kota, Rango mendapatkan banyak hal tentang kemajuan hidup modernisasi. Dan dari situlah Rango dapat mengenal teknologi yang menurutnya dapat sangat membantu untuk kemajuan kehidupannya. Setelah kurang lebih 5 tahun merantau ke kota, Rango akhirnya pulang ke desa nya yang menjadi tempat hidupnya sedari kecil. Di desa tersebut Rango
80 mengenalkan teknologi kepada masyarakat kampung nya dengan tujuan agar bisa membuka wawasan masyarakatnya. Akan tetapi hal tersebut bertentangan dengan nilai norma yang berlaku di desa nya. Sehingga rango pun dipangil oleh kepala suku yang bernama Ki Ageng. Beliau terkenal dengan watak tegas, terlebih ketika ada masyarakat yg melanggar nilai norma nya maka akan di beri hukum. Terlebih lagi di Desa Baduy juga masyarakatnya tidak diperkenankan untuk mengenal teknologi sehingga kehidupannya jauh dari moderenisasi. Hal itu merupakan salah satu nilai norma yang harus di patuhi oleh masyarakat Baduy. Akan tetapi, Rango ingin sekali mengubah nasib hidupnya di desa hingga ia bertekad untuk merantau mengenyam pendidikan di kota. Ia meminta izin kepada Bapaknya yang bernama Suharjo dan Ibunya yang bernama Cendana.
81 “Nak, bapak kurang setuju jika kamu merantau ke kota, bapak khawatir akan menjadi masalah di desa ini ,kamu tau kan banyak remaja di desa ini yg pendidikannya tidak tinggi”, ucap Suharjo “Iya nak betul kata bapak mu, ibu juga khawatir kamu akan mengenal teknologi, sedangkan mengenal teknologi itu bertentangan dengan norma di desa ini”, Ucap Cendana Rango pun hanya terdiam mendengar keputusan orang tua nya. Hari demi hari di lewati rango sambil memikirkan apakah ia harus mengikuti orang tuanya atau tetap bertekad merantau ke kota. Tetapi tekad nya sudah bulat, ia tetap ingin merantau ke kota walaupun di tentang oleh bapak dan ibunya. Alhasil orang tuanya mau tidak mau mengizinkan rango. Dan rango pun meninggalkan Baduy yang
82 merupakan desa kelahirannya untuk merantau ke kota Serang. Perjalan dari desa ke kota itu memakan waktu sekitar 8 jam, tepat di pukul 18.00 rango tiba di terminal kota, ia pun bingung entah ingin kemana layaknya orang yang tidak memiliki tujuan. Terlebih pakaian rango masih terlihat kuno, banyak sekali orang yang memperhatikannya. Hari demi hari dilewati rango, hingga ia bertemu dengan seorang dosen perguruan tinggi yang bernama pak Daman. Mereka pun berbincangbincang “Nak siapa namamu ?, dari mana asal mu ?” ucap pak Daman “Iya pak saya rango, remaja dari suku Baduy yang merantau untuk berkuliah”, ucap Rango
83 Oh gitu, kebetulan kamu ingin berkuliah saya ada info untuk tes beasiswa kuliah siapa tau kamu bisa lolos " ucap pak Daman Baik pak terimakasih atas infonya " ucap rango Berkat pak Daman lah rango bisa berkuliah selama 4 tahun. Hari kelulusan pun tiba, ya benar rango sekarang sudah menjadi seorang sarjana. Dan ia pun langsung bergegas pulang ke kampung halamannya untuk menemui orang tuanya. Perjalanan panjang pun dilalui rango, dan tibalah ia di desa kelahirannya yaitu desa Baduy. Ia bergegas menemui orang tuanya, dan orang tuanya menangis haru tidak menyangka bahwa anaknya bisa mengenyam pendidikan. Selama merantau ke kota untuk berkuliah, rango mendapatkan banyak pengalaman, wawasan dan
84 ilmu pengetahuan. Hingga pada suatu ketika rango mengajarkan teknologi kepada masyarakat Baduy dengan tujuan agar bisa menambah wawasan masyarakat setempat. Reaksi masyarakat Baduy pun senang karena setelah sekian lama tidak mengenal teknologi karena memang nilai norma yang harus di patuhi. Akan tetapi hal ini pun diketahui oleh kepala suku Baduy yang bernama Ki Ageng. Beliau terkenal dengan sikap yang tegas, sekali ada masyarakat nya yang ngelanggar maka tidak segan untuk diberi hukuman. Ekspresi marah tergambar jelas di muka Ki Ageng sehingga, ia bergegas menuju rumah rango untuk menemuinya. Brakk, pintu pun dibanting olehnya, dan langsung memarahi rango karenanya mengenalkan teknologi
85 kepada masyarakatnya, padahal itu adalah nilai norma yang harus dipatuhi. Yang ditakutkan Ki Ageng ialah, dengan adanya teknologi masyarakat Baduy dapat bersikap semena-semena dan nantinya bisa melunturkan nilai-nilai budaya di masyarakat Baduy. Rango yang memiliki sikap tenang dan penyabar mengajak Ki Ageng diskusi terkait tujuannya mengenalkan teknologi kepada masyarakat Baduy. Tetapi Ki Ageng tidak ingin berdiskusi karena sudah terbawa emosi sehingga Ki Ageng sempat ingin mengusir rango dari desa Baduy karena menganggap, ulah rango bisa merusak tradisi yang ada di Baduy. Warga yang mengetahui hal tersebut pun langsung melaporkan ke kepala desa yang bernama Ki Jarot. Mendengar kabar itu Ki Jarot pun langsung bergegas menuju rumah rango. Dan benar terjadi
86 perdebatan di rumah itu sampai Ki ageng sudah mengeluarkan barang-barang milik keluarga rango untuk di usir dari Baduy. Ki Jarot pun langsung mencairkan perdebatan itu, dan menanyakan asal mula perdebatan yang terjadi. Dengan nada yang menggebu² Ki Ageng pun memberitahu tentang perilaku rango yang dinilai sangat buruk karena dapat mempengaruhi nilai tradisi yang ada. " Si rango, anak muda ini sudah berani melanggar nilai norma yang berlaku, pemuda macam apa ini " ucap Ki Ageng Rango apakah benar yang diucapkan Ki Ageng ? " Ucap Ki Jarot. Bukan seperti itu pak, saya bukan berniat melanggar norma yang ada, tapi saya hanya ingin mengenalkan teknologi agar masyarakat Baduy itu memiliki wawasan dan pengetahuan " ucap rango
87 Iya nak mungkin niat mu baik tetapi tradisi kita itu berbeda dengan kota, kita harus menghormati itu " ucap Ki Jarot. Perdebatan pun berlangsung lama hingga pada akhirnya muncul kesepakatan, dimana Ki Jarot akan mempertimbangkan hal tersebut. Baik, ini nanti akan saya diskusikan dulu dengan masyarakat setempat agar dapat tercipta keputusan bersama " ucap Ki Jarot Alhasil di dapatkan keputusan bersama yaitu : masyarakat Baduy diperbolehkan untuk mengenal teknologi tetapi terdapat pembatasan wilayah yang terbagi atas dua yaitu Baduy luar dan Baduy dalam. Baduy luar ialah masyarakat Baduy yang mengenal teknologi demi kemajuan hidupnya, sementara Baduy dalam ialah masyarakat yang tetap berpegang teguh dengan tradisi nya.
88 Disini rango merasa bersyukur karena sebagian masyarakat di desa nya, sudah mulai mengenal teknologi sehingga banyak sekali kemajuan kehidupan masyarakat nya misalnya saja : masyarakat nya bisa berdagang menjual hasil alamnya melalui handphone yang dapat lebih memudahkannya. Akan tetapi ia juga tetap menghargai keputusan masyarakat Baduy dalam yang berpegang teguh Terhadap tradisi
89
90 SEORANG REMAJA YANG MERANTAU Zaim Aqilah Arafat Namaku Alex. Aku dilahirkan di sebuah desa 5 tahun yang lalu. Saat ini, aku berada di Kalimantan kurang lebih 15 tahun. Dalam kurung waktu 15 tahun, aku tidak pernah melihat kampung halaman, tidak pernah melihat senyum dari keluarga maupun sahabat di kampung.
91 Aku sangat merindukan kebersamaan bersama mereka. Kehidupan di tanah rantau sungguh berbeda dengan situasi di kampung. ketika ingin makan sesuatu selalu berkaitan dengan uang. Kalau tidak ada uang berarti tidak bisa makan. Ini berbeda sekali dengan kehidupan di kampungku. Entah uang ada atau tidak ada makanan selalu ada. Sungguh sedih kehidupan di tanah rantau. Betapa sulitnya mencari makanan untuk hidup. Sejak memutuskan untuk merantau di Kalimantan, aku sempat meragukan diriku yang cenderung malas soal kerja. Setiap hari selalu nongkrong di kios tetangga, merokok dan minuman alkohol sampai mabuk. Aku tidak pernah berpikir bagaimana masa depan hidupku.
92 Aku tidak pernah berpikir apa yang dilakukan oleh ayah yang bekerja hanya untuk menghidupi keluarga kami. Semua itu tidak pernah kusadari. Aku hanya berpikir tentang rokok dan minuman alkohol saja. Ketika peristiwa sedih menimpa diriku di mana ayah telah pergi meninggalkan kami. Sejak saat itu aku sadar tidak ada lagi yang bisa menghidupi keluarga kami. Tidak mungkin ibu bisa menghidupi kami dengan kondisi kesehatan yang kurang baik. Apalagi persistiwa yang barusan menimpa dalam hidupnya. Di mana orang yang mencintainya dan ia cintai telah hilang dari hidupnya. Apakah ibu dengan keadaan seperti itu masih bisa menghidupkan kami. Ketika aku sadar, aku memutuskan untuk pergi merantau agar ibu selalu tersenyum dan bahagia di mata kami anaknya. Aku tidak ingin juga ibu pergi meninggalkan kami seperti ayah. Aku ingin ibu
93 selalu ada bersama kami sampai ajal menjemputnya. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun pun berganti. Tak terasa 5 tahun sudah kulalui. Canda tawa, susah dan senang datang silih berganti. Itulah seni dari kehidupan. Sekian lama aku bergumul bersama orang –orang asing di tempat asing pula. Kesendirian, kesunyian dan kehampaan selalu kurasa dalam hidupku. Betapa aku sulit menyesuaikan diri di tempat asing ini. Dalam keadaan seperti ini, aku bingung, aku ragu dan bimbang dalam mengarungi kehidupan dan menjalankan hidup ini sendirian. Dalam hatiku bertanya, mampukah aku mengarungi kehidupan seperti ini. Setelah sekian tahun aku meninggalkan keluarga, aku tidak lagi merasakan kasih sayang dari mereka. Hidupku hampa . Hampir saban hari aku terus bergumul dengan kehidupan seperti ini. Menyendiri di tengah situasi
94 yang kurang damai. Kini aku menikmati rotasi kehidupan seperti ini. Betapa sulitnya hidup ini. Hidup ini tak segampang seperti membalik telapak tangan. Aku harus berbaur dengan orang-orang asing di tempat ini. Aku tidak ingin menyendiri terus, aku harus berada bersama mereka. Aku ingin menikmati perjalanan bersama mereka. Aku yakin mereka juga sama seperti diriku. Mereka juga telah meninggalkan keluarga demi mencari sesuap nasi di tanah rantau. Berpikir seperti inilah sehingga dari hari ke hari aku selalu merasakan kasih sayang dari orang asing. Mereka telah menerima diriku. Indra, seorang lebih tua dariku berasal dari pulau Jawa mendengarkan keluh kesah kehidupan dalam keluargaku. Ternyata apa yang kualami sama seperti keluarga Indra. Pada akhirnya aku dan Indra menjadi keluarga kecil di tanah rantau walau beda agama. Nasihat
95 dari Indra selalu berharga untukku. Di saat aku mengeluh dengan teman-teman karyawan, dia selalu memberikan peneguhan. Mulai dari saat itu, aku merasakan kasih sayang dari orang-orang asing. Orang yang sebelumnya tidak ada dalam benakku. Bersama Indra membuat segala sesuatu yang tak mungkin menjadi mungkin. Demi hidup dan masa depan keluargaku, aku harus sungguh-sungguh untuk bekerja dan jauhkan dari pikiran yang membuat diriku terbelenggu. Aku tidak boleh mengeluh terus tentang hidupku. Aku harus optimis dan selalu bekerja demi menghidupi keluarga kami. Ketika sang surya terbit dari arah Timur dihiasi dengan embun-embun pagi yang membuat hijaunya rumput dekat perusahan ini. Rasa kantuk dan lelah semalam suntuk mempersiapkan stok kelapa sawit bisa terobati dengan suasana ini.
96 “ Tuhan, semoga hari ini aku dapat menjalankan semua tugasku dengan baik.” Itulah secuil doaku sebelum memulai aktivitas. Hal ini telah terbiasa dalam keluarga kami. Ibu selalu mengajarkan kami berdoa sebelum bekerja. Pantas ibu umur panjang karena doa tidak pernah lepas dari hidupnya. Betapa sucinya ibuku. Ketika aku lagi asyik menikmati indahnya mentari di pagi hari, tiba-tiba Indra mengajakku ke sebuah rumah dekat perusahan kami. Tanpa berpikir panjang apa yang akan terjadi, aku mengikutinya saja. Betapa kagetnya diriku ketika melihat seorang gadis tengah duduk sendirian di dalam rumah ini. Aku melihat Indra sangat ramah dengannya. Mungkin Indra telah lama mengenalnya. Barangkali demikian. Gumangku dalam hati.