The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ramayantia, 2025-03-07 10:39:18

Pembelajaran Berkesadaran (Mindful)

i


3 BAB 2 PEMBELAJARAN BERKESADARAN Pembelajaran berkesadaran (mindful learning) adalah pembelajaran yang mendorong peserta didik memiliki kesadaran untuk menjadi pembelajar yang aktif dan mampu meregulasi diri (Tim Puskurjar, 2025). Indikator dari pembelajaran ini adalah peserta didik: (a) memahami tujuan pembelajaran, (b) termotivasi secara intrinsik (dari dalam diri sendiri) untuk belajar, dan (c) aktif mengembangkan strategi belajar untuk mencapai tujuan. Pembelajaran demikian membawa peserta didik pada pengalaman memahami dimana peserta didik aktif mengonstruksi pengetahuan bermakna terhadap suatu konsep atau materi. Pengetahuan bermakna apabila pengetahuan tersebut dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya yang ada dalam pikiran peserta didik, atau dikaitkan dengan konteks nyata dalam kehidupan seharihari. Sebagai contoh, peserta didik belajar SPLTV (Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel), maka guru membimbing peserta didik dengan mengaitkan SPLTV dengan SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel). Materi SPLDV adalah prasyarat untuk SPLTV, dan telah dipelajari peserta didik di kelas sebelumnya. Sebagai tambahan, materi tersebut perlu dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata. Pengalaman memahami tersebut dapat diperoleh peserta didik melalui perumusan tujuan pembelajaran yang mendalam. 2.1 Perumusan Tujuan Pembelajaran yang Mendalam Pengalaman penulis menunjukkan beberapa guru belum menganggap penting tujuan pembelajaran ini sehingga sekedarnya dalam merumuskannya. Padahal tujuan memegang peranan penting dalam mengembangkan perangkat pembelajaran. Perangkat tersebut terdiri dari RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik), media pembelajaran dan evaluasi. Penulis


4 kurang setuju dengan istilah “modul ajar” yang dikaitkan dengan RPP, karena kata “ajar” bermakna memberi tahu atau menjelaskan, padahal paradigma saat ini adalah “membelajarkan” atau “membimbing”. Penulis juga kurang setuju dengan pembuatan bahan ajar sebagai bagian dari perangkat pembelajaran karena bahan ajar memuat penjelasan konsep/materi, padahal konsep/materi tersebut seharusnya dikonstruksi oleh peserta didik secara aktif. Proses pembimbingan agar peserta didik mengonstruksi pengetahuannya dapat dilakukan guru melalui LKPD. Peranan utama tujuan pembelajaran adalah menjamin peserta didik memiliki pengalaman belajar memahami, mengaplikasi dan merefleksi. Secara khusus, tujuan ini bermanfaat dalam: 1. menentukan kompetensi yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, 2. urutan dari tujuan ini memandu alur aktivitas belajar dari peserta didik, 3. memuat cara untuk mencapai kompetensi tersebut, 4. menentukan tingkat kognitif yang dicapai peserta didik melalui kata kerja operasional yang digunakan dalam tujuan, dan 5. memandu instrumen evaluasi yang digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi tersebut. Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan guru dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang mendalam. 1. Pelajari capaian pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Contoh: capaian pembelajaran Fase E (SMA kelas X) untuk materi SPLTV sesuai dengan kurikulum Merdeka Belajar adalah: Elemen Capaian Pembelajaran Aljabar dan Fungsi Di akhir fase E, peserta didik dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear tiga variabel dan sistem pertidaksamaan linear dua variabel. Mereka dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persamaan dan fungsi kuadrat (termasuk akar imajiner), dan persamaan eksponensial (berbasis sama) dan fungsi eksponensial.


5 2. Pelajari kedalaman materi melalui buku matematika (minimal buku yang dikeluarkan oleh kementerian). Contoh: capaian pembelajaran sesuai kurikulum adalah peserta didik mampu menyelesaikan masalah SPLTV. Guru mempelajari materi tersebut pada buku matematika SMA kelas X untuk mengidentifikasi pengetahuan/kompetensi apa saja yang diperlukan agar peserta didik mampu menyelesaikan masalah SPLTV (capaian pembelajaran). Tuliskan kompetensi tersebut secara terurut. Panduan dalam mengurutkannya adalah kompetensi sebelumnya merupakan prasyarat bagi kompetensi sesudahnya. Urutan kompetensi untuk SPLTV adalah: a. menemukan definisi dari SPLTV, b. menemukan makna dari jawaban suatu SPLTV, c. membuat contoh SPLTV, d. menemukan cara menentukan jawaban dari SPLTV dengan metode eliminasi, e. menemukan cara menentukan jawaban dari SPLTV dengan metode substitusi, f. menentukan jawaban dari soal-soal SPLTV, g. menyelesaikan masalah SPLTV dalam konteks kehidupan sehari-hari. Kompetensi terakhir ini dimaksudkan untuk pemenuhan capaian pembelajaran. 3. Guru belajar cara membimbing peserta didik untuk mengonstruksi pengetahuan atau memperoleh kompetensi tersebut melalui buku teks atau artikel penelitian. 4. Tuliskan tujuan pembelajaran sesuai urutan kompetensi tersebut. Berikut ciri dari tujuan pembelajaran yang mendalam. a. Tujuan harus memuat kata kerja yang menyatakan kompetensi yang ingin dicapai. b. Tujuan memuat kata kerja yang dapat diukur. Contoh, kata kerja ”menemukan” dapat diukur, sedangkan kata ”menganalisis” sulit diukur. Kata


6 kerja yang terukur dapat dilihat pada kata kerja Taksonomi Bloom (Tabel 2.1). c. Setidaknya ada satu dari tujuan tersebut memuat capaian pembelajaran, dan kata kerja HOTS (higher order thinking skills) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi. HOTS pada Taksonomi Bloom ada pada level C4, C5 atau C6. d. Tujuan memuat cara atau kondisi untuk mencapai kompetensi tersebut. Tabel 2.1 Kata Kerja Operasional Taksonomi Bloom Memanggil (C1) Memahami (C2) Menerapkan (C3) Mengenali Mengingat kembali Mengulang kembali Membaca Menyebutkan Menuliskan Menghafal Membilang Menjelaskan Mengartikan Menginterpretasi Menampilkan Mempresentasikan Menggambar Memberi contoh Memberi bukancontoh Mengklasifikasi Menunjukkan Mengidentifikasi Melaksanakan Melakukan Menerapkan Menggunakan Menentukan Menyusun Mensimulasi Menghitung Menganalisis (C4) Mengevaluasi (C5) Mencipta (C6) Mengorganisasikan Memerinci Menguji Menemukan Menyeleksi Memecahkan masalah tertutup Menyelesaikan masalah tertutup Menyelesaikan masalah dengan satu cara Menyimpulkan Membandingkan Mengkritisi Menguji Mengcek Menilai Memutuskan Membuktikan Memprediksi Menafsirkan Memvalidasi Mempertahankan Membangun Merencanakan Memproduksi Mengkombinasikan Merancang Membuat Menciptakan Merekonstruksi Menyelesaikan masalah berakhirterbuka Menyelesaikan masalah dengan lebih dari satu cara


7 Contoh tujuan pembelajaran materi SPLTV di SMA Kelas X adalah peserta didik mampu: 1. menemukan definisi dari SPLTV (kompetensi yang dicapai dengan kata kerja level C4) melalui contoh dan bukan-contoh dari SPLTV (cara untuk mencapai kompetensi tersebut), 2. menemukan makna dari jawaban suatu SPLTV menggunakan contoh dan bukan-contoh dari jawaban (C4), 3. memberi dua contoh SPLTV dengan jawaban diketahui (C2), 4. menemukan cara menentukan jawaban dari SPLTV dengan mengubah SPLTV menjadi SPLDV menggunakan metode eliminasi (C4), 5. menemukan cara menentukan jawaban dari SPLTV dengan mengubah SPLTV menjadi SPLDV menggunakan metode substitusi (C4), 6. menentukan jawaban dari soal-soal SPLTV melalui permainan menggunakan aplikasi Educaplay, dan kuis individual (penggunaan permainan ini dimaksudkan agar pembelajarannya menjadi joyful) (C3), dan 7. menyelesaikan masalah tertutup dan berakhir-terbuka berkaitan dengan materi SPLTV dalam konteks kehidupan sehari-hari menggunakan cara yang telah ditemukan sebelumnya (C6). Langkah berikutnya adalah guru menentukan berapa banyak pertemuan untuk mencapai semua tujuan tersebut. Pertimbangan dalam menentukan banyak pertemuan: a. besar jp (jam pertemuan) dalam 1 kali tatap muka mata pelajaran matematika: ada yang 2 jp, ada yang 3 jp, b. Karakteristik peserta didik: ada peserta didik yang cepat belajar, ada yang perlu waktu dalam belajar, c. Ketersediaan dari media, internet, atau sarana pembelajaran lainnya, d. Tingkat kedalaman dari materi yang dipelajari peserta didik, dan e. Beban belajar peserta didik dalam satu kali pertemuan.


8 Ketujuh tujuan dari SPLTV tersebut dapat dicapai dalam delapan kali pertemuan dengan rincian sebagai berikut. Pertemuan Tujuan 1 1 2 2-3 3 4 4 5 6 6 7 7 8 Tes formatif Bila ada 7 tujuan, maka setidaknya ada 7 pertanyaan, soal, tugas, masalah, atau alat evaluasi lainnya yang digunakan untuk mengukur ketercapaian dari tujuan tersebut. Sebagai contoh, a. tujuan 1 diukur dengan meminta peserta didik menemukan dan menuliskan definisi SPLTV pada LKPD, b. tujuan 2 diukur dengan meminta peserta didik menemukan dan menuliskan makna dari jawaban pada LKPD, c. tujuan 3 diukur dengan memberikan soal pada LKPD: “berikan 2 contoh dari SPLTV dengan jawaban ?? = 2, ?? = −1, dan ?? = 3!”, d. tujuan 4 diukur dengan pertanyaan atau tugas pada LKPD yang membimbing peserta didik untuk menemukan cara mengubah SPLTV menjadi SPLDV menggunakan metode eliminasi, kemudian peserta didik diminta menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk menyelesaikan SPLDV tersebut, e. tujuan 5 diukur dengan pertanyaan atau tugas pada LKPD yang membimbing peserta didik untuk menemukan cara mengubah SPLTV menjadi SPLDV menggunakan metode substitusi, kemudian peserta didik diminta menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk menyelesaikan SPLDV tersebut, f. tujuan 6 diukur dengan soal-soal rutin melalui aplikasi Educaplay, dan 1 soal rutin untuk kuis individual,


9 g. tujuan 7 yang merupakan capaian pembelajaran diukur menggunakan (a) 2 masalah konteks kehidupan nyata (1 masalah tertutup dan 1 masalah berakhir-terbuka) berkaitan dengan SPLTV pada LKPD yang diselesaikan secara berkelompok di pertemuan ke-7, dan (b) 1 masalah tertutup dan 1 masalah berakhir-terbuka sebagai tes formatif di pertemuan ke-8. 2.2 Konflik Kognitif dan Pengaitan dengan Materi Prasyarat Konfilk kognitif adalah kesenjangan antara informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya yang ada dalam pikiran peserta didik. Pengetahuan sebelumnya yang saling terkait membentuk kerangka mental yang bermakna disebut dengan skema (Sternberg & Sternberg, 2012). Contoh konflik kognitif: peserta didik selama ini memahami konsep jembatan sebagai penghubung antara dua tempat yang dipisahkan oleh air. Di bawah jembatan yang ada adalah air (skema dalam pikiran peserta didik). Kemudian, guru mengajukan informasi baru kepada peserta didik yaitu gambar jembatan Semanggi di Jakarta dimana tidak ada air di bawah jembatan tersebut tetapi jalan/tanah. Terjadi konflik kognitif. Skema sebelumnya perlu diubah agar sesuai dengan informasi baru (akomodasi) sehingga terjadi perubahan makna dari jembatan menjadi penghubung antara dua tempat entah di bawahnya ada air atau tidak. Setelah terjadi keseimbangan (equiliberium) antara skema dengan informasi baru, informasi tersebut dikaitkan dengan skema dalam pikiran peserta didik (asimilasi). Proses akomodasi – asimilasi ini membuat pengetahuan menjadi bermakna dalam pikiran peserta didik. Berikut contoh penerapan konflik kognitif dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu menemukan cara menentukan jawaban dari SPLTV dengan mengubah SPLTV menjadi SPLDV menggunakan metode eliminasi. 1. Pada tahap pendahuluan, guru meminta semua peserta didik menyelesaikan masalah SPLDV berikut. Peserta


10 didik dapat berdiskusi dengan teman sebangkunya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masalah SPLDV Maeda membeli 3 pulpen dan 4 buku di toko Bintang seharga Rp65.000. Pada keesokan harinya, ia membeli kembali di toko yang sama, 4 pulpen dan 3 buku seharga Rp50.000. Berapa harga 1 pulpen dan 1 buku di toko tersebut? Jelaskan! 2. Salah satu peserta didik menuliskan penyelesaian masalah tersebut di depan kelas dan menjelaskannya. 3. Semua peserta didik memberikan apresiasi kepada temannya yang telah menjelaskan dengan mengucapkan terimakasih. 4. Guru berdiskusi dengan peserta didik mengenai cara menyelesaikannya hingga diperoleh kesimpulan bahwa caranya dengan mengubah SPLDV menjadi PLSV (Persamaan Linear Satu Variabel). 5. Guru mengajukan masalah dalam konteks kehidupan sehari-hari berkaitan dengan SPLTV, tetapi guru tidak menginformasikan kepada peserta didik bahwa masalah tersebut adalah SPLTV. Masalah SPLTV Adinda, Naja dan Kamila membeli pulpen, buku dan penghapus di toko Norahmi. Adinda membeli 3 pulpen, 4 buku dan 2 pengahapus seharga Rp64.000. Naja membeli 2 pulpen, 2 buku dan 1 pengahapus seharga Rp34.000. Kamila membeli 1 pulpen, 5 buku dan 3 pengahapus seharga Rp70.000. 6. Semua peserta didik diminta untuk membuat model matematika dari masalah tersebut. Peserta didik dapat berdiskusi dengan temannya untuk membuatnya. Pembuatan model ini seharusnya dapat dilakukan karena peserta didik mampu membuat model dari Masalah SPLDV sebelumnya. 7. Salah satu peserta didik menuliskan model untuk masalah SPLTV tersebut di depan kelas.


11 8. Guru dan peserta didik berdiskusi untuk mengidentifikasi banyak variabel yang terlibat dalam model tersebut. Hasil diskusi adalah penamaan model tersebut sebagai SPLTV. 9. Guru membimbing peserta didik menemukan definisi dari SPLTV. Salah satu peserta didik menuliskan definisi tersebut di depan kelas. Semua peserta didik menuliskan definisi tersebut di bukunya masing-masing. 10. Guru kembali bertanya jawab dengan peserta didik mengenai bagaimana menyelesaikan SPLTV. Pengetahuan sebelumnya berkaitan dengan menyelesaikan SPLDV dengan dua variabel. Informasi baru berkaitan dengan tiga variabel. Bagaimana menyelesaikan SPLTV? Pertanyaan ini menciptakan konflik kognitif. Konflik ini memotivasi peserta didik secara intrinsik (dari dalam diri sendiri) untuk belajar menyelesaikan SPLTV. 11. Guru membimbing peserta didik untuk mengaitkan cara menyelesaikan SPLTV dengan cara di SPLDV dengan mengajukan pertanyaan: “sebelumnya kita telah menarik kesimpulan bahwa cara menyelesaikan SPLDV (dua variabel) adalah dengan mengubahnya menjadi PLSV (satu variabel). Menurut kalian, bagaimana cara menyelesaikan SPLTV?”. Pengaitan tersebut membuat pengetahuan mengenai cara penyelesaian SPLTV menjadi bermakna dalam pikiran peserta didik. Pengetahuan yang bermakna akan lebih lama diingat oleh peserta didik. Bukan hanya itu, peserta didik tidak akan memiliki paradigma bahwa matematika adalah kumpulan rumus atau prosedur tanpa makna. 12. Guru membimbing peserta didik untuk membuat kesimpulan bahwa “cara menyelesaikan SPLTV adalah dengan mengubahnya menjadi SPLDV, kemudian peserta didik dapat menggunakan cara yang menurutnya mudah dan menyenangkan untuk menyelesaikan SPLDV tersebut”. Guru kembali mengajukan pertanyaan: “bagaimana cara mengubahnya?”. Setelah peserta didik memberikan


12 respons terhadap pertanyaan tersebut, guru mengapresiasi respons tersebut, dan mempersilahkan peserta didik menyelesaikan LKPD secara berkelompok untuk menemukan caranya. Aktivitas 1−12 tersebut dilakukan dengan interaksi langsung antara guru dan peserta didik. Guru sebenarnya dapat mendorong peserta didik lebih aktif lagi dengan menuangkan aktivitas 5−12 ke dalam LKPD. Aktivitas 1−4 tetap dilakukan dengan interaksi langsung. Mana penerapan yang lebih baik di antara keduanya? Jawabannya tergantung dari kesiapan peserta didik. Bila peserta didik sudah terbiasa dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka lebih baik menggunakan LKPD untuk aktivitas 5−12. Sebaliknya, bila peserta didik belum terbiasa, maka interaksi langsung dapat mendorong peserta didik untuk aktif dalam mengonstruksi pengetahuannya. Akan tetapi perlu diingat bahwa guru seharusnya secara bertahap mengurangi interaksi langsung, kemudian mengarahkan peserta didik agar lebih aktif dengan belajar menggunakan LKPD. Pembimbingan atau bantuan guru yang lambat laun dikurangi sejalan dengan peningkatan kemandirian peserta didik disebut dengan scaffolding (topangan) (Arends & Kilcher, 2010). Berikut contoh uraian dalam LKPD untuk menemukan cara penyelesaian SPLTV. PENEMUAN CARA MENYELESAIKAN SPLTV DENGAN ELIMINASI Sebelumnya kita telah berhasil menyelesaikan SPLDV. Sekarang kita akan belajar menyelesaikan masalah yang melibatkan tiga variabel. Tujuan Pembelajaran: Peserta didik mampu menemukan cara menentukan jawaban dari SPLTV dengan mengubah SPLTV menjadi SPLDV menggunakan metode eliminasi.


13 Masalah Pulpen, Buku dan Penghapus Adinda, Naja dan Kamila membeli pulpen, buku dan penghapus di toko Norahmi. Adinda membeli 3 pulpen, 4 buku dan 2 penghapus seharga Rp64.000. Naja membeli 2 pulpen, 2 buku dan 1 penghapus seharga Rp34.000. Kamila membeli 1 pulpen, 5 buku dan 3 penghapus seharga Rp70.000. Tentukan harga pulpen, buku dan penghapus di toko tersebut! Jelaskan! 1. Buatlah model matematika dari masalah tersebut dengan cara yang serupa dengan SPLDV. Tuliskan modelnya di bawah ini. 2. Berapa banyak variabel yang terlibat dalam model tersebut? Tuliskan variabel tersebut! 3. Model matematika yang ditulis di nomor 1 disebut dengan Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel disingkat SPLTV. Menurut kalian, apa definisi dari SPLTV? (petunjuk: manfaatkan definisi SPLDV yang telah ditemukan sebelumnya, kemudian sesuaikan dengan banyak variabel pada SPLTV). 4. Kita akan menemukan cara menentukan jawaban dari SPLTV pada nomor 1. Caranya serupa dengan SPLDV sebelumnya dimana kita mengubah SPLDV (memiliki dua variabel) menjadi PLSV (memiliki satu variabel) menggunakan metode eliminasi atau subtitusi. Berdasarkan pemahaman tersebut, bagaimana cara menyelesaikan SPLTV dikaitkan dengan SPLDV? 5. Kita akan mengubah SPLTV menjadi SPLDV dengan metode eliminasi. Misakan model matematikanya: 3?? + 4?? + 2ℎ = 64 (Persamaan 1) 2?? + 2?? + ℎ = 34 (Persamaan 2) ?? + 5?? + 3ℎ = 70 (Persamaan 3)


14 dengan ?? = banyak pulpen, ?? = banyak buku, dan ℎ = banyak penghapus. Pertama, ada 3 variabel pada model tersebut, kita akan mengubahnya menjadi 2 variabel saja (SPLDV). Berarti kita harus memilih satu variabel yang dihilangkan, bisa variabel ??, ?? atau ℎ. Untuk belajar pertama kali, pilih variabel yang dihilangkan = ??. Kedua, pilih satu persamaan yang digunakan untuk menghilangkan variabel yang dipilih pada langkah pertama (yaitu variabel ??). Untuk belajar pertama kali, persamaan yang dipilih = 3. Ketiga, gunakan persamaan yang dipilih untuk menghilangkan variabel yang dipilih tersebut pada dua persamaan lainnya. Persamaan yang dipilih= 3, berarti hapus variabel ?? pada persamaan 1 dan 2. Caranya dengan menyamakan koefisien ??, sama seperti metode eliminasi di SPLDV, lalu kurangi atau tambah sehingga variabel ?? hilang (koefisiennya 0). Hapus ?? pada persamaan 1 menggunakan persamaan 3. Hasilnya dinamakan Pers. 4. Pers (3): ?? + 5?? + 3ℎ = 70 | × 3 | .............................. Pers (1): 3?? + 4?? + 2ℎ = 64 | × 1 | .............................. ............................... (Pers. 4) Hapus ?? pada persamaan 2 menggunakan persamaan 3, caranya sama dengan sebelumnya. Hasilnya dinamakan Pers. 5. (Catatan: pada aktivitas ini tidak ditulis persamaan 3 dan 2 dengan tujuan mengurangi bimbingan pada peserta didik sesuai dengan teori scaffolding) Keempat, tuliskan 2 persamaan (Pers. 4 dan 5) dengan 2 variabel (variabel ?? dan ℎ) yang dihasilkan pada langkah sebelumnya. Pers. (4): ........................... Pers. (5): ........................... Sistem yang diperoleh adalah SPLDV. Selamat, kita berhasil mengubah SPLTV menjadi SPLDV. Kelima, silahkan cari jawaban SPLDV tersebut menggunakan metode yang menurut kalian paling menyenangkan (metode subtitusi, eliminasi atau gabungan). Kemudian tulis jawabannya.


15 ?? = ...... ℎ = ...... Keenam, substitusi nilai ?? dan ℎ tersebut ke salah satu persamaan dari model SPLTV untuk memperoleh nilai ??. ?? = ...... Jadi, jawaban/selesaiannya = {??, ??, ℎ} = ............. 6. Untuk meningkatkan pemahaman terhadap cara menyelesaikan SPLTV. Sekarang kita selesaikan model tersebut dengan pemilihan variabel yang dihapus atau persamaan yang dipilih berbeda dengan sebelumnya. Langkahnya tetap sama. Pembagian tugas per kelompok sebagai berikut. Kelompok 1 dan 2: pilih variabel yang dihapus sama yaitu p, tetapi persamaan yang dipilih berbeda dengan sebelumnya. Kelompok 3 dan 4: pilih variabel yang dihapus berbeda, tetapi persamaan yang dipilih sama dengan sebelumnya yaitu Pers. 3. Kelompok 5 dan 6: baik variabel dan persamaan yang dipilih berbeda dengan sebelumnya. Apakah hasilnya sama atau berbeda? ................................... 7. Sekarang tuliskan jawaban dari Masalah Pulpen, Buku dan Penghapus di awal lembar kerja ini. Harga pulpen = ....... Harga buku = ....... Harga penghapus = ....... Pengaitan antara materi yang dipelajari dengan materi relevan yang telah dipelajari peserta didik sebelumnya disebut dengan apersepsi. Materi relevan sebelumnya disebut materi prasyarat. Matematika adalah ilmu yang hirarkis, artinya materi saat ini bisa dipahami secara bermakna apabila peserta didik telah memiliki skema bermakna terhadap materi prasyarat. Apabila skema tersebut belum dimiliki, maka peserta didik akan kesulitan memahami materi saat ini. Inilah keunikan dari matematika yang membuat pengaitan materi ini menjadi keharusan.


16 Beberapa praktik yang dilakukan guru belum menerapkan apersepsi dengan baik saat ini, sebagai contoh. 1. Guru bertanya: ”materi apa yang kita pelajari minggu lalu? Masih ingat? Sebutkan materi tersebut apa saja!”. Materi minggu lalu bisa jadi bukan materi prasyarat. Misalkan pada materi SPLTV, guru seharusnya menyatakan: ”kita telah mempelajari materi SPLDV di kelas sebelumnya. Cara menyelesaikan SPLTV berkaitan dengan SPLDV. Kita akan mengingat kembali mengenai SPLDV dengan menyelesaikan masalah berikut (mulai aktivitas nomor 1 diilustrasi sebelumnya)”. 2. Guru hanya bertanya apakah kalian sudah paham atau belum mengenai materi SPLDV yang akan digunakan untuk menyelesaikan SPLTV. Bila peserta didik menjawab ”paham” atau ”ingat”. Guru tidak mengecek lebih lanjut pemahaman tersebut dengan mengajukan pertanyaan, soal, tugas atau masalah tertentu untuk peserta didik selesaikan dan presentasikan penyelesaiannya. Peserta didik yang menjawab ”paham”, apakah peserta didik tersebut benar-benar paham? Akan tetapi, bila peserta didik mampu menyelesaikan dan mempresentasikan penyelesaian dari masalah tertentu, maka kita yakin bahwa materi prasyarat yang dibutuhkan untuk keberhasilan pembelajaran materi saat ini telah dipahami oleh peserta didik. Pengalaman penulis dalam mengembangkan perangkat pembelajaran, materi prasyarat yang perlu diingat kembali dan dimiliki oleh peserta didik sebelum belajar materi yang baru bisa mengalami perubahan dari rancangan awal. Sebagai contoh, pada awal pengembangan perangkat, penulis memilih materi prasyarat adalah menentukan kuadrat bilangan. Materi yang dikembangkan perangkatnya adalah teorema Pythagoras. Pada saat pengembangan LKPD dimana peserta didik perlu menentukan luas persegi dari sisi-sisi suatu segitiga siku-siku untuk menemukan teorema tersebut, penulis menyadari bahwa materi prasyarat yang lebih terkait dengan teorema ini adalah menentukan luas persegi. Bila peserta didik mampu menentukan luas


17 tersebut, maka peserta didik tersebut pasti mampu menghitung kuadrat bilangan. Rumus luas persegi menggunakan kuadrat dari panjang sisinya. Pertanyaan pada aktivitas nomor 11 di ilustrasi sebelumnya disebut dengan pertanyaan pemantik di era kurikulum merdeka. Akan tetapi dalam praktiknya, guru terjebak dengan pertanyaan yang jawabannya ya/tidak. Contoh pada tahap pendahuluan, guru bertanya: “apakah kalian tahu apa itu SPLTV?”. Jelas peserta didik belum tahu SPLTV karena belum belajar dengan menjawab “belum” atau diam saja. Contoh lainnya di tahap inti, guru bertanya: ”apakah kalian sudah paham”. Jawabannya ya/tidak. NCTM dalam bukunya Empowering the Beginning Teacher of Mathematics in High School menyatakan guru seharusnya menghindari pertanyaan seperti itu (Chappell et al., 2004). Guru sebaiknya memberikan soal atau kuis dengan materi tersebut untuk mengukur sejauh mana peserta didik sudah belajar, atau guru mengajukan pertanyaan yang efektif: “apa yang dimaksud dengan persamaan linear? Berikan contoh persamaan linear dan bukan persamaan linear!”. Pertanyaan yang efektif dan tidak-efektif lebih lanjut akan dibahas di Bab 3. 2.3 Pengetahuan Bermakna melalui Pengaitan dengan Konteks Kehidupan Nyata Matematika adalah ilmu yang abstrak. Pembelajaran matematika seharusnya membawa yang abstrak tersebut menjadi nyata dalam pikiran peserta didik. Sebagai contoh, definisi lingkaran adalah kurva tertutup sederhana dimana titik-titik dalamnya adalah himpunan convex, dan setiap titik pada lingkaran memiliki jarak yang sama dengan suatu titik tetap yang disebut titik pusat (Brumbaugh et al., 2005). Bila dalam pembelajaran di kelas, guru langsung menyampaikan definisi tersebut kemudian memberikan contoh dari definisi tersebut, maka peserta didik khususnya di SD akan kesulitan dalam memahaminya. Konsep yang abstrak tadi perlu diwakilkan (direpresentasi) dengan benda konkrit seperti uang logam, ban sepeda, atau gambar lingkaran.


18 Peserta didik dapat mengonstruksi pengetahuan bermakna melalui wakil tersebut. Lebih lanjut, pengetahuan bermakna bagi peserta didik khususnya di jenjang SD dan SMP apabila pengetahuan tersebut sejalan dengan maknanya dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya konsep himpunan di SD, tidak didefinisikan dalam matematika, tetapi maknanya ada dalam kehidupan nyata sebagai kumpulan, kelompok atau gerombolan objek tertentu. Konsep volume, linear, bangun datar, tegak lurus atau lainnya di SMP memiliki makna yang berpadanan dengan artinya dalam kehidupan sehari-hari. Pada jenjang SMA dan perguruan tinggi, tidak semua konsep memiliki padanan arti dalam kehidupan sehari-hari karena sifat keabstrakan dari matematika. Pada kedua jenjang tersebut, peserta didik sudah memasuki tahap operasional formal sehingga dapat memahami definisinya. Akan tetapi, ada juga materi yang memiliki padanan arti seperti konsep limit di SMA dan perguruan tinggi yang berarti batas dimana batas tersebut tidak boleh dicapai oleh seseorang seperti batas kecepatan, begitu pula dengan limit. Penggunaan konsep matematika yang maknanya tidak sesuai konteks kehidupan nyata sebaiknya dihindari terlebih lagi di jenjang SD atau SMP. Sebagai contoh, konsep bilangan negatif sebagai hutang, tambah sebagai maju, atau kurang sebagai mundur. Konsep matematika yang artinya berbeda dengan konteks kehidupan nyata akan membentuk paradigma dalam pikiran peserta didik bahwa matematika adalah kumpulan konsep tanpa makna. Paradigma yang demikian membuat peserta didik tidak termotivasi dalam belajar, dan konsep tersebut mudah dilupakan (Skemp, 1987). Bilangan negatif seharusnya diwakilkan oleh kancing berwarna tertentu, misal merah, dan bilangan positif dengan kancing berwarna putih di jenjang SD atau SMP. Bilangan −5 diwakilkan dengan 5 kancing merah. Tambah dalam kehidupan nyata berarti menambahkan sesuatu, begitu pula artinya dalam matematika. Makna tersebut nantinya dibawa ke garis bilangan. Caranya, peserta didik memperoleh bahwa


19 2 + 5 = 7 menggunakan kancing warna putih. Pada garis bilangan, peserta didik menemukan bahwa awalnya ada di bilangan 2, ditambah 5, menjadi 7. Bilangan 7 di sebelah kanan 2, sehingga tambah 5 artinya bergerak ke kanan sebanyak 5 langkah. Melalui dua contoh lagi berkaitan dengan penjumlahan, peserta didik menemukan bahwa tambah bilangan positif berarti melangkah ke sebelah kanan sebanyak bilangan tersebut. Begitu pula dengan makna kurang bilangan positif yang berarti melangkah ke sebelah kiri sebanyak bilangan tersebut. Bagaimana halnya dengan tambah bilangan negatif, dan kurang bilangan negatif? Silahkan pelajari pada buku Matematika SMP kelas 7 yang ditulis oleh penulis di link: https://intip.in/BilBulat (Mairing, 2020a). Dengan demikian, sangat penting bagi guru untuk mengaitkan materi matematika dengan konteks kehidupan nyata, atau pengetahuan sebelumnya yang ada dalam pikiran peserta didik. Pengaitan tersebut dimaksudkan agar peserta didik memahami bahwa matematika ada dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman demikian membuat peserta didik termotivasi secara intrinsik dalam belajar. Kegiatan memotivasi tersebut seharusnya dilakukan pada tahap pendahuluan pembelajaran. Berikut beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk memotivasi peserta didik dengan mengaitkan konsep/materi dengan konteks kehidupan nyata. 1. Guru menampilkan video yang menunjukkan hubungan dan manfaat materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, guru menayangkan video berikut sesudah tujuan pembelajaran. https://youtu.be/bNzrR3t-8D0?si=dqjU4DOxvrHhAT1O.


20 Sebelum penayangan video, guru meminta peserta didik untuk mencatat informasi penting pada cerita dalam video tersebut. Setelah menyimak video tersebut, peserta didik diminta untuk menceritakan kembali cerita pada video beserta informasi pentingnya. Aktivitas ini dimaksudkan untuk membimbing peserta didik dalam memahami masalah, sekaligus melatih peserta didik untuk meningkatkan kemampuan komunikasinya, dan literasi membaca. 2. Bila tidak ada video atau LCD, cerita tersebut dapat dimuat dalam LKPD. Salah satu peserta didik membaca cerita tersebut sambil berdiri di tempatnya. Peserta didik lainnya menyimak dan mencatat informasi penting. 3. Bila memungkinkan peserta didik dapat mengunjungi tempat tertentu untuk memahami makna suatu konsep/materi dalam kehidupan sehari-hari, atau untuk menyelesaikan masalah/proyek mengenai materi tertentu. Contohnya, peserta didik mengunjungi pengrajin batik. Kemudian, peserta didik mengeksplorasi objek, konsep dan kearifan lokal yang ada pada motif batik sekaligus menyelesaikan proyek. Proses pembimbingannya dilakukan melalui LKPD yang diselesaikan peserta didik secara berkelompok. Produk akhir dari proyek dipresentasikan di depan kelas. Contoh eksplorasi motif batik masyarakat Dayak Ngaju Kalimantan Tengah dapat dipelajari di link: https://intip.in/EtnoBatik (Mairing, Pancarita, et al., 2024), dan penerapannya di dalam kelas di link: https://intip.in/EtnoImplementasi (Mairing & Nini, 2023). 2.4 Pengetahuan Bermakna melalui Aktivitas Enaktif – Ikonik – Simbolik Pengetahuan yang bermakna membuat peserta didik mampu menerapkannya dalam konteks kehidupan seharihari. Pengetahuan tersebut dapat dikonstruksi peserta didik melalui aktivitas enaktif – ikonik – simbolik. Aktivitas ini pertama kali diperkenalkan oleh Bruner. Enaktif artinya peserta didik belajar menggunakan tangannya untuk


21 memanipulasi benda konkrit. Aktivitas ini disebut juga learning by doing. Ikonik artinya peserta didik belajar melalui representasi (wakil) konsep dalam bentuk gambar. Simbolik artinya peserta didik belajar menggunakan simbol atau representasi abstrak dari konsep matematika (Arends & Kilcher, 2010). Penerapan aktivitas ini tidak selalu dimulai dari enaktif, kemudian ikonik dan simbolik. Pada jenjang SMP, peserta didik bisa belajar mulai dari ikonik, kemudian ke simbolik. Akan tetapi, tidak berarti peserta didik SMP semuanya belajar mulai ikonik. Pada beberapa materi, peserta didik di jenjang ini sebaiknya belajar mulai dengan aktivitas enaktif. Begitu pula, pada jenjang SMA, peserta didik dapat belajar mulai dengan aktivitas simbolik. Bila diperlukan, peserta didik SMA juga bisa belajar mulai ikonik. Pada aktivitas mana sebaiknya peserta didik belajar? Jawabannya tergantung tahap perkembangan kognitif dan karakteristik peserta didik di kelas kita masing-masing. Pada jenjang SD, peserta didik harus belajar matematika dengan memanipulasi benda konkrit (enaktif) karena peserta didik pada jenjang ini masih di tahap operasional konkrit (7-12 tahun). Pada tahap ini, peserta didik mampu mengklasifikasi objek berdasarkan atributnya dan memahami hubungan antarkelompok. Peserta didik mampu memahami suatu benda memiliki volume, massa atau jumlah yang tetap, walaupun bentuknya berubah (konservasi). Peserta didik juga mampu mengurutkan objek berdasarkan ukuran, berat atau kriteria lainnya. Akan tetapi, peserta didik di usia ini belum mampu berpikir secara abstrak (Morra et al., 2008). Kondisi tersebut paradoks dengan hakikat matematika yang abstrak. Karena itu, guru perlu menghadirkan (merepresentasikan) matematika kepada peserta didik dalam benda konkrit/nyata. Contoh pembelajaran dengan aktivitas ini adalah operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah (bilangan 0 dan bilangan bulat positif) di SD. Guru dapat menggunakan lidi, kancing baju, buku, pensil, meja, atau benda konkrit lainnya sebagai wakil dari bilangan positif.


22 Berikut contoh aktivitas enaktif – ikonik – simbolik dalam menentukan hasil operasi penjumlahan di SD Kelas II. AKTIVITAS ENAKTIF – IKONIK – SIMBOLIK PADA OPERASI PENJUMLAHAN DI SD KELAS II Tahap Aktivitas Enaktif 1. Guru mengaitkan materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari dengan menayangkan cerita, atau video aktivitas jual beli di pasar melalui LCD. Bila tidak ada LCD di sekolah, cerita tersebut dapat dimuat di LKPD yang nantinya dibagikan per kelompok. Satu kelompok memperoleh dua lembar kerja. Salah satu peserta didik membacakan cerita tersebut di depan kelas. Musim Durian Sekarang di kampung sedang musim durian. Yulia dan kakaknya pergi ke kebun untuk mengumpulkan durian yang jatuh tadi malam. Durian tersebut akan dijual di pasar. Yulia berhasil mengumpulkan 8 durian. Kakaknya mengumpulkan 13 durian. Berapa banyak durian yang dikumpulkan Yulia dan kakaknya? 2. Guru bertanya jawab dengan peserta didik untuk menjawab pertanyaan tersebut menggunakan lidi. Berapa lidi yang diletakkan ke dalam kotak? Kemudian, ditambah berapa lidi lagi? Aktivitas ini dimaksudkan agar peserta didik memahami operasi tambah sebagai aktivitas “menambahkan” pada kumpulan yang sudah ada. Operasi penjumlahan dikaitkan dengan maknanya dalam kehidupan nyata. 3. Peserta didik menghitung banyak lidi dalam kotak satu per satu menggunakan tangannya sambil membilang. 4. Guru dapat meminta salah satu peserta didik maju ke depan kelas untuk medemonstrasikan hasil tersebut.


23 Tahap Aktivitas Ikonik Guru menyiapkan gambar durian yang dapat ditempel di depan kelas. Guru meminta salah satu peserta didik maju ke depan untuk menempel 8 durian Yulia, dan 13 durian kakaknya di depan kelas, dan hasil penjumlahannya seperti pada gambar. Kemudian, peserta didik secara bersama-sama membilang banyak gambar durian yang ditempel di depan kelas. + = Simbolik Guru meminta salah satu peserta didik maju ke depan kelas untuk menuliskan operasi penjumlahan tersebut mengggunakan notasi matematika tepat di bawah gambar durian-durian tersebut secara bersesuaian. Di bawah 8 durian ditulis bilangan 8, lalu tanda tambah, dan seterusnya. Peserta didik menulis: 8 + 13 = 21 Catatan: Setiap kali peserta didik selesai menjawab di depan kelas, semua peserta didik mengucapkan terimakasih (olah hati). Aktivitas ini dijadikan kesepakatan di awal pembelajaran. Guru mendorong semua peserta didik dapat melakukannya dengan baik. Bila pembiasan sikap positif ini berhasil, guru dapat membiasakan sikap lainnya. Akan tetapi, aktivitas mengucapkan terimakasih tetap dilakukan di dalam kelas. Begitu pula, ketika peserta didik belajar menjumlahkan dan mengurangkan menggunakan nilai tempat di SD. Pada tahap enaktif, peserta didik menggunakan tangannya untuk menambahkan atau mengambil lidi-ratusan, lidi-puluhan, atau lidi-satuan di kotak-ratusan, kotak-puluhan atau kotak-satuan yang bersesuaian untuk menentukan hasil penjumlahan atau pengurangan (Gambar 2.1). Aktivitas tersebut kemudian direpresentasi dalam bentuk gambar (ikonik). Peserta didik


24 selanjutnya diminta untuk menuliskan operasi tersebut dalam bentuk notasi matematika (simbolik). Pengalaman penulis dalam penelitian dengan aktivitas ini dapat dipelajari di link: https://www.atlantis-press.com/proceedings/iceri18/125912786 (Mairing, 2018b). Gambar 2.1 Kotak dan Lidi untuk Belajar Nilai Tempat Pada jenjang SMP, peserta didik sudah bisa belajar langsung ke tahap ikonik karena tingkat kognitifnya transisi dari tahap operasional konkrit ke operasional formal. Peserta didik sudah mulai bisa berpikir abstrak pada jenjang ini. Akan tetapi, bila guru berpendapat bahwa peserta didik masih membutuhkan benda konkrit seperti kancing berwarna merah dan putih untuk belajar, maka pembelajarannya bisa dimulai dengan aktivitas enaktif. Berikut ilustrasi pembelajaran operasi penjumlahan bilangan bulat di SMP kelas VII yang maknanya sama dengan sebelumnya di SD kelas II yaitu operasi tambah bermakna ”menambahkan” ke kumpulan objek yang sudah ada (Mairing, 2020a). Pembelajarannya mulai di tahap ikonik. Tahap Aktivitas Ikonik 1. Guru memperkenalkan bilangan bulat positif dengan kancing warna putih, dan bilangan bulat negatif dengan kancing warna merah. Pembelajaran sebelumnya, peserta didik telah belajar makna dari bilangan negatif. 2. Guru meminta peserta didik untuk menyampaikan secara lisan operasi penjumlahan yang dinyatakan oleh gambar berikut (ditayangkan di LCD atau dimuat di LKPD).


25 Tahap Aktivitas ditambahkan ditambahkan ...................... .............................. Simbolik 1. Peserta didik diminta untuk menuliskan notasi matematika dari operasi pada gambar tersebut tepat di bawah gambarnya. 2. Peserta didik berdiskusi dengan kelompoknya masing-masing untuk menuliskan lambang bilangan atau notasi dari pertanyaan-pertanyaan berikut. 1. Bilangan positif dilambangkan dengan kancing putih. Kancing putih Melambangkan bilangan .... .... .... 2. Bilangan negatif dilambangkan dengan kancing merah. Kancing merah Melambangkan bilangan .... .... ....


26 3. Bilangan 0 dilambangkan dengan pasangan jumlah kancing putih dan merah yang sama banyaknya. Kancing Melambangkan bilangan .... .... .... 4. Bilangan tertentu ditambah 0 (identitas penjumlahan) hasilnya tetap. Kancing Melambangkan bilangan Bilangan 0 .... Bilangan 0 .... Bilangan 0 ....


27 A. Penjumlahan bilangan positif dan bilangan negatif ditambahkan Bil. 0 Menentukan ?? + (−??) Penjumlahan 2 + (−4) artinya 2 kancing putih ditambah 4 kancing merah. Ternyata, ada pasangan 2 kancing putih dan 2 kancing merah yang melambangkan bilangan 0. Sisanya 2 kancing merah yang melambangkan −2. Jadi, 2 + (−4) = ... ditambahkan 6 kancing merah Bil. 0 Menentukan ?? + (−??) Penjumlahan 8 + (−6) artinya 8 kancing putih ditambah 6 kancing merah. Ada pasangan 6 kancing putih dan 6 kancing merah yang melambangkan bilangan 0. Sisanya 2 kancing putih yang melambangkan 2. Jadi, 8 + (−6) = ... B. Penjumlahan bilangan negatif dan bilangan positif Bil. 0 ditambahkan 2 kancing putih −4 + 2 = ... Bil. 0 −6 + 8 = ...


28 C. Penjumlahan bilangan negatif dan bilangan negatif ditambahkan −2 + (−7) = ... ditambahkan −3 + (−5) = ... Pada pembelajaran selanjutnya, peserta didik perlu mengonstruksi pengetahuan baru untuk menentukan hasil penjumlahan bilangan bulat yang nilainya lebih besar lagi menggunakan garis bilangan. Pengonstruksian tersebut perlu dikaitkan dengan pengetahuan mengenai penentuan operasi bilangan menggunakan kancing berwarna ini. Pengonstruksiannya dapat dipelajari di link: https://intip.in/BilBulat (Mairing, 2020a). 2.5 Penemuan Konsep/Materi untuk Pengetahuan Bermakna Pengetahuan bermakna menjadi faktor penting agar peserta didik mampu menerapkan pengetahuan tersebut dalam menyelesaikan masalah atau proyek dalam konteks kehidupan nyata. Pengetahuan bermakna dapat dikonstruksi melalui penemuan konsep. Ada dua cara dalam penemuan konsep yaitu melalui abstraksi atau generalisasi. 2.5.1 Penemuan melalui Abstraksi Abstraksi adalah mencari kesamaan dari objek-objek dengan mengabaikan perbedaannya. Kesamaan tersebut menjadi sifat dari suatu konsep. Sifat tersebut yang membangun definisi konsep. Konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan objek-objek (Skemp, 1987). Kesamaan dari suatu objek mudah dilihat dengan


29 menyandingkan antara objek yang menjadi contoh dari konsep tersebut, dan objek yang bukan-contoh dari konsep tersebut. Salah satu contoh penggunaan abstraksi adalah menemukan definisi dari bangun segiempat. Uraian aktivitas penemuan seharusnya dimuat dalam LKPD yang diselesaikan oleh peserta didik secara berkelompok. Pada saat menemukan definisi jajargenjang, peserta didik diperhadapkan pada contoh jajargenjang dan bukan-contoh jajargenjang. Kesamaan ciri/sifat dari contoh jajargenjang akan terlihat jelas, apabila disandingkan dengan bukan-contoh jajargenjang. Pertama, guru harus mengetahui terlebih dahulu sifat cukup dari jajargenjang. Sifat tersebut adalah (1) segiempat dan (2) dua pasang sisi yang berhadapan sejajar. Sifat lainnya yaitu sisi-sisi yang sejajar memiliki panjang yang sama sebenarnya akibat sifat kesejajaran tersebut sehingga tidak perlu menjadi bagian dari definisi (sifat berlebih). Guru membimbing peserta didik untuk menemukan sifat cukup dari jajargenjang yaitu sifat pertama, lalu kedua. Cara menemukan sifat pertama adalah menyandingkan bangun datar contoh jajargenjang, dan bukan-contoh jajargenjang yang memiliki banyak sisi tidak empat (bukan-contoh). Sifat kedua ditemukan dengan menyandingkan contoh jajargenjang, dan segiempat yang tidak memiliki tepat dua pasang sisi yang berhadapan sejajar (keduanya harus segiempat, tetapi yang satu memiliki dua pasang sisi berhadapan sejajar, sedangkan yang satunya lagi tidak memiliki). Berikut contoh LKPD-nya (Mairing, 2020a). PENEMUAN DEFINISI SEGIEMPAT DAN JAJARGENJANG A. Definisi Segiempat Makna dari suatu bangun datar ditentukan dari sifat bangun tersebut yang tidak dimiliki oleh bangun lainnya. Tentukan sifat dari segiempat (kolom 1) yang tidak miliki oleh bukansegiempat (kolom 2) pada tabel dan tuliskan sifat tersebut di kolom 3.


30 (1) (2) (3) CONTOH SEGIEMPAT CONTOH BUKAN SEGIEMPAT Perhatikan BANYAK SISI dari segiempat, dan bukansegiempat Segiempat memiliki kesamaan yang tidak dimiliki oleh bukansegiempat yaitu ........................................ ......................................... Isilah tabel berikut dengan tanda (√) jika memiliki sifat tersebut, dan tanda () jika tidak memiliki, dan tuliskan makna dari segiempat berdasarkan sifat tersebut. Bangun Datar Memiliki empat sisi Dua pasang sisi sejajar Keempat sudutnya sikusiku (900) Keempat sisinya sama panjang Dua sisi yang berdekatan sama panjang Hanya sepasang sisi yang sejajar Segiempat Definisi Segiempat SEGIEMPAT adalah bangun datar yang ....................................... B. Definisi Jajargenjang Tentukan sifat jajargenjang yang tidak dimiliki oleh bukan-jajargenjang berikut. CONTOH JAJARGENJANG CONTOH BUKAN JAJARGENJANG Perhatikan BANYAK SISI -nya. Jajargenjang memiliki kesamaan yang tidak dimiliki oleh bukanjajargenjang yaitu ..................................... .....................................


31 CONTOH JAJARGENJANG CONTOH BUKAN JAJARGENJANG Perhatikan BANYAK PASANGAN SISI YANG SEJAJAR. Jajargenjang memiliki kesamaan yang tidak dimiliki oleh bukanjajargenjang yaitu ..................................... ..................................... Isilah tabel berikut dengan tanda (√) jika memiliki sifat tersebut, dan tanda (×) jika tidak memiliki. Bangun Datar Memiliki empat sisi Dua pasang sisi sejajar Keempat sudutnya sikusiku (900) Keempat sisinya sama panjang Dua sisi yang berdekatan sama panjang Hanya sepasang sisi yang sejajar Jajargenjang Definisi Jajargenjang JAJARGENJANG adalah bangun datar yang ................................ ……………………………………………………………………………………. Proses penemuan definisi tersebut dilanjutkan dengan bangun datar lain yang merupakan bentuk khusus dari jajargenjang yaitu persegi panjang, belah ketupat dan persegi. Pada akhir penemuan dari semua bangun datar tersebut, peserta didik merangkum sifat-sifatnya dengan mengisi tabel di LKPD. Setelah itu, peserta didik secara berkelompok mengaitkan antarkonsep tersebut untuk mengonstruksi peta konsep. Rangkuman Sifat Bangun Datar Rangkum temuan sebelumnya pada tabel dengan memberi (√) jika memiliki sifat tersebut, dan tanda (×) jika tidak memiliki.


32 Bangun Datar Memiliki empat sisi Dua pasang sisi sejajar Keempat sudutnya sikusiku (900) Keempat sisinya sama panjang Dua sisi yang berdekatan sama panjang Hanya sepasang sisi yang sejajar Segiempat Jajargenjang Persegipanjang Belahketupat Persegi Peta Konsep Tabel sifat di atas menunjukkan bahwa sifat segiempat memiliki empat sisi. Begitu pula, jajargenjang memiliki empat sisi dan satu sifat khusus yaitu memiliki dua pasang sisi sejajar. Kita simpulkan bahwa jajargenjang adalah bagian dari segiempat dengan satu sifat khusus. Dengan kata lain, segiempat terdiri dari jajargenjang. Bagan dari hubungan tersebut ada pada gambar berikut yang disebut peta konsep. Tambahkan persegipanjang, belahketupat dan persegi pada peta konsep tersebut. SEGIEMPAT JAJARGENJANG terdiri dari Uraian penemuan definisi dari bangun segiempat di SMP Kelas VII dapat dipelajari di link: https://intip.in/Segiempat (Mairing, 2020a). Contoh lain penggunaan abstraksi adalah menemukan definsi dari barisan aritmetika. Pada LKPD, peserta didik dihadapkan pada contoh dan bukan-contoh dari barisan aritmetika. Bukan contohnya, diberikan suatu barisan tetapi memiliki selisih antarsuku berurutannya tidak tetap/sama. Berikut uraian pada lembar kerja yang dimaksudkan untuk membantu peserta didik mengonstruksi pengetahuan bermakna mengenai definisi barisan aritmetika di SMA kelas X. Pada jenjang SMA, peserta didik sudah


33 masuk tahap operasional formal sehingga bisa belajar memahami konsep langsung ke tahap simbolik menggunakan notasi matematika. DEFINISI BARISAN ARITMETIKA Silahkan pelajari contoh barisan aritmetika dan bukan-barisan aritmetika berikut. Tentukan beda/selisih antarsuku yang berurutan dari barisan-barisan berikut. Contoh beda tersebut adalah Misalkan barisan, 1, 4, 8, 13, ... Beda suku kedua dan pertama, ??1 = ??2 − ??1 = 4 − 1 = 3 Beda suku ketiga dan kedua, ??2 = ??3 − ??2 = 8 − 4 = 4 Beda suku keempat dan ketiga, ??3 = ??4 − ??3 = 13 − 8 = 5 Barisan Aritematika Bukan Barisan Aritmetika A. Barisan 1, 5, 9, 13, . .. ??1 = ⋯ ??2 = ⋯ ??3 = ⋯ B. Barisan −1, −5, −9, −13, . .. ??1 = ⋯ ??2 = ⋯ ??3 = ⋯ C. Barisan −2, 5, 12, 19, … ??1 = ⋯ ??2 = ⋯ ??3 = ⋯ Apakah beda antarsukunya selalu sama? ...... A. Barisan 1, 5, 8, 10, . .. ??1 = ⋯ ??2 = ⋯ ??3 = ⋯ B. Barisan 1, 4, 9, 16, . .. ??1 = ⋯ ??2 = ⋯ ??3 = ⋯ C. Barisan 2, 6, 18, 54, … ??1 = ⋯ ??2 = ⋯ ??3 = ⋯ Apakah beda antarsukunya selalu sama? ...... 1. Berdasarkan sifat beda antarsukunya, tuliskan kesimpulan mengenai definisi atau makna dari barisan aritmetika. 2. Berikan dua contoh dari barisan aritmetika! 3. Berikan dua contoh dari bukan-barisan aritmetika! Pada lembar kerja tersebut, peserta didik diminta untuk memberikan contoh dan bukan-contoh dari barisan aritmetika. Tujuannya adalah membimbing peserta didik memiliki pemahaman mendalam terhadap suatu konsep. Ciri Barisan Aritmetika adalah ....................................................................................................


34 peserta didik yang memiliki pemahaman tersebut adalah mampu: (a) menemukan definisi dari konsep tersebut, (b) memberikan contoh dari konsep, dan (c) memberikan bukan-contoh dari konsep. 2.5.2 Penemuan melalui Generalisasi Penemuan melalui generalisasi dimulai dengan temuan dari contoh-contoh, kemudian temuan tersebut dibawa (digeneralisasi) ke dunia simbol. Salah satu contohnya di jenjang SD kelas IV adalah menemukan konsep pecahan senilai. Pada jenjang ini, peserta didik masih berada di tahap operasional konkrit sehingga membutuhkan alat peraga benda konkrit berupa kertas karton persegipanjang. Pada pembelajaran sebelumnya, peserta didik telah mengonstruksi pengetahuan mengenai pecahan sebagai bagian dari keseluruhan dimana bagian-bagiannya harus sama besar. Awalnya peserta didik menemukan pola dari contoh-contoh pecahan senilai. Pola dari contoh tersebut digeneralisasi ke bentuk umum (Mairing, 2020a). PENEMUAN KONSEP PECAHAN SENILAI DI SD KELAS IV 1. Setiap kelompok diberikan empat potongan kertas karton warna putih berbentuk persegi panjang yang sama besar. 2. Peserta didik mengarsir pada kertas tersebut pecahan 1 2 , 2 4 kemudian mengguntingnya.


35 3. Peserta didik menjawab pertanyaan berikut pada LKPD. Mana yang lebih besar nilainya antara 1 2 dan 2 4 ? .... Isi hubungan berikut dengan = , < atau >. 1 2 … 2 4 Pecahan-pecahan yang memiliki nilai yang sama disebut dengan pecahan senilai. Artinya 1 2 senilai dengan 2 4 . Apakah hanya dua pecahan tersebut yang senilai? Silahkan peserta didik secara berkelompok mengarsir di bawah ini sesuai nilai pecahan yang ada di sampingnya. Apakah pecahan-pecahan tersebut senilai? .... Tuliskan hubungannya di bawah ini 1 2 … 2 4 … 3 6 … 4 8 Apakah kita bisa mencari pecahan senilai tanpa menggambar seperti di atas? Kita selidiki pecahan-pecahan senilai berikut (generalisasi). 1 2 2 4  2  ... Jika pembilang dikali 2, maka penyebut dikali ... agar senilai.


36 1 2 3 6  ...  ... Jika pembilang dikali ... , maka penyebut dikali ... agar senilai. 1 2 4 8  ...  ... Jika pembilang dikali ... , maka penyebut dikali ... agar senilai. Hal yang sama jika letak pecahannya ditukar. 2 4 1 2 : 2 : ... Jika pembilang dibagi 2, maka penyebut dibagi ... agar senilai. 3 6 1 2 : ... : ... Jika pembilang dibagi ... , maka penyebut dibagi ... agar senilai. 4 8 1 2 : ... : ... Jika pembilang dibagi ... , maka penyebut dibagi ... agar senilai. Kita simpulkan mengenai cara mencari pecahan-pecahan senilai berdasarkan contoh-contoh tersebut.


37 Kesimpulan Pecahan senilai Dua pecahan senlai jika a. pembilangnya dikali ??, maka penyebutnya dikali ... . Begitu pula sebaliknya. b. pembilangnya dibagi ??, maka penyebutnya dibagi ... . Begitu pula sebaliknya. 2. Tuliskan tiga lagi pecahan yang senilai. a. 1 3 = 2 6 = … … = … … = … … b. 2 3 = 4 6 = … … = … … = … … c. 3 5 = … … = … … = … … Contoh lain dari penggunaan generalisasi adalah penemuan rumus volume balok di SMP kelas IX. Langkahlangkahnya adalah: a. Peserta didik diajak untuk memahami makna volume dalam kehidupan sehari-hari. b. Peserta didik diperkenalkan mengenai balok satuan yaitu balok yang memiliki panjang = 1 satuan, lebar = 1 satuan, tinggi = 1 satuan, dan volumenya = 1 satuan kubik. c. Peserta didik menentukan volume dari 3 balok besar dengan cara mengisi balok besar tersebut dengan balokbalok satuan hingga penuh menggunakan tangannya. Banyak balok satuan merupakan volume dari balok besar tersebut. Akan tetapi, aktivitas ini membutuhkan balok satuan yang banyak. Sebagai contoh, misalkan ukuran balok besarnya adalah panjang = 5 satuan, lebar = 4 satuan dan tinggi 3 satuan, maka guru membutuhkan 60 balok satuan. Bila di kelas ada 4


38 kelompok, maka guru membutuhkan 4 × 60 = 240 balok satuan karena 1 kelompok memperoleh 1 alat peraga. Perkembangan teknologi membantu kita mengatasi kendala ini. Salah satunya dengan penggunaan Google Sketchup yang membantu memvisualisasi aktivitas mengisi balok satuan tersebut melalui video. Akan tetapi, videonya bukan “ngasih tahu” atau “ngajarin” rumus dan contohnya, tetapi video tersebut dimaksudkan untuk menemukan atau mengonstruksi makna dari konsep tersebut. d. Peserta didik mengisi panjang, lebar, tinggi, banyak balok satuan, dan volumenya pada suatu tabel tertentu. e. Peserta didik melihat pola hubungan antara panjang, lebar dan tinggi dengan volumenya dari dua contoh balok besar. Pola hubungan tersebut digeneralisasi ke balok besar lain yang ukurannya dalam bentuk variabel yaitu panjang = ??, lebar = ??, dan tinggi = ??. Aktivitas tersebut sebaiknya dituangkan dalam LKPD untuk mendorong peserta didik sebagai pusat pembelajaran. Berikut uraiannya dalam lembar kerja. PENEMUAN RUMUS VOLUME BALOK Kita akan menemukan rumus dari volume balok dengan menjawab pertanyaan dan menyelesaikan tugas berikut. 1. Balok dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti kotak atau kardus. Misalkan dalam kotak tertulis volumenya 2 ??3 . Menurut kalian, apa makna dari volume tersebut? ..................................................................................... BALOK SATUAN 1 1 1 Kita akan belajar menemukan rumus volume dari balok. Untuk menemukannya, terlebih dahulu diperkenalkan balok satuan yaitu balok yang memiliki panjang = lebar = tinggi = 1 satuan, dan volumenya 1 satuan kubik. 2. Kita menentukan volume dari suatu balok besar dengan cara mengisinya menggunakan balok satuan.


39 5 satuan 3 satuan 4 satuan Misalkan banyak balok satuan yang diperlukan untuk memenuhi balok besar di samping adalah 60 (volume 1 balok satuan = 1 satuan kubik), maka volume balok besar tersebut adalah ?? = ... satuan kubik 2. Isi ukuran balok besar (p = panjang, l = lebar, t = tinggi), banyak balok satuan, dan volume berdasarkan banyak balok satuan. Banyak balok satuan yang diperlukan untuk memenuhi balok besar ditentukan melalui video YouTube yang linknya ada pada tabel berikut. Balok Besar Ukuran (satuan) Banyak Balok Satuan Volume (satuan p l t kubik) BALOK 1 5 satuan 4 satuan 3 satuan Cara menentukan banyak kubus satuan di link: https://intip.in/balok534 ... ... ... .... .... BALOK 2 4 satuan 6 satuan 3 satuan Cara menentukan banyak kubus satuan di link: https://intip.in/balok634 ... ... ... .... ....


40 Balok Besar Ukuran (satuan) Banyak Balok Satuan Volume (satuan p l t kubik) • Perhatikan ukuran panjang, lebar, tinggi dan volume dari Balok 1. • Apakah volumenya dapat diperoleh dari ukurannya? Bagaimana hubungan ??, ??, ?? terhadap ??? • Kemudian, periksa apakah hubungan tersebut berlaku untuk Balok 2. Jika ya, tentukan rumus volume balok dengan ukuran p, l dan t berikut. p t l ?? ?? ?? ..... Beberapa buku teks matematika memulai dengan menemukan rumus volume kubus kemudian balok, seharusnya volume balok dulu baru kubus. Apabila pembelajaran sebelumnya membimbing peserta didik untuk mengembangkan peta konsep antara balok dan kubus, maka penemuan volume kubus lebih mudah dan tidak perlu mengulang seperti menemukan volume balok karena kubus adalah balok khusus. Pada tahap pendahuluan pembelajaran, guru melakukan apersepsi untuk mengaitkan kubus dengan balok dengan mengajukan pertanyaan: Apakah balok pasti kubus? Mengapa? Apakah kubus pasti balok? Mengapa? Pertanyaan mengapa adalah pertanyaan metakognitif yang mendorong peserta didik menyadari proses berpikirnya (pembelajaran berkesadaran). Setelah peserta didik mampu menjustifikasi bahwa kubus pasti balok, guru berdiskusi mengenai kekhususan dari kubus. Kemudian, guru KESIMPULAN VOLUME BALOK Misalkan balok dengan ukuran panjang = ??, lebar = ?? dan tinggi = ??, maka volumenya ?? = ....


41 membimbing peserta didik melalui LKPD untuk menemukan volume dari kubus. Berikut uraiannya. PENEMUAN VOLUME KUBUS Sebelum kita menemukan rumus volume kubus, jawab pertanyaan: apakah rumus menentukan volume kubus sama dengan menentukan volume balok? Mengapa? .................................................................................. Pada konteks bangun datar, persegi adalah persegi panjang khusus, dan persegi panjang adalah jajargenjang khusus sehingga penemuan rumus luas dari ketiga bangun datar tersebut saling berkaitan. Berikut uraian dalam LKPD untuk membimbing peserta didik menemukan rumus luasnya di SMP kelas VII (Mairing, 2020a). PENEMUAN LUAS JAJARGENJANG, PERSEGIPANJANG, DAN PERSEGI Sebelumnya telah kita pelajari bahwa persegi dan persegipanjang merupakan jajargenjang khusus. Jadi, rumus untuk menentukan luas persegipanjang seharusnya sama dengan jajargenjang, karena persegipanjang merupakan jajargenjang khusus. Begitu pula dengan rumus luas persegi. Temukan rumus luas bangun tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pada tabel berikut (Catatan: pembelajaran sebelumnya, peserta didik telah memahami makna dari luas). No Bangun alas tinggi Luas (1) (2) (3) (4) (5) LUAS JAJARGENJANG 1 Tuliskan panjang alas dan tinggi dari jajargenjang berikut dalam cm pada kolom (3) dan (4) secara berturutturut. 5 3 ... Misalkan kubus dengan panjang sisi = ?? (panjang = ??, lebar = ??, dan tinggi = ??), maka volume kubus tersebut adalah: ?? = ....


42 No Bangun alas tinggi Luas alas tinggi 1 cm 1 cm Untuk menghitung luasnya dengan mudah, pindahkan segitiga di sebelah kiri ke kanan, lalu tuliskan luasnya dalam cm2 pada kolom (5) (lihat gambar berikut). 1 cm 1 cm 2 Lakukan hal yang sama untuk menghitung luas berikut. ... ... ... pindahkan


43 No Bangun alas tinggi Luas 3 ... ... ... 4 Misalkan jajargenjang dengan panjang alas = ??, dan panjang tingginya = ??. a t Tentukan luasnya dengan memperhatikan hubungan antara luas dengan panjang alas dan panjang tingginya pada soal no 1, 2, dan 3. ?? ?? ... LUAS PERSEGIPANJANG 5 alas tinggi 1 cm 1 cm ... ... ...


44 No Bangun alas tinggi Luas 6 alas tinggi ... ... ... 7 Apakah rumus menentukan luas jajargenjang dapat digunakan untuk menentukan luas persegipanjang pada no 5 dan 6? Jelaskan! ......................................................... p l Beberapa buku menggunakan istilah panjang alas = ??, dan panjang tinggi = ?? untuk persegipanjang. Tentukan luas persegipanjang tersebut menggunakan rumus luas jajargenjang. ?? ?? ... LUAS PERSEGI 8 alas tinggi 1 cm 1 cm ... ... ...


45 No Bangun alas tinggi Luas 9 alas tinggi ... ... ... 10 Apakah rumus menentukan luas jajargenjang dapat digunakan untuk menentukan luas persegi pada no 8 dan 9? Jelaskan jawabanmu. ........................................................ s s Beberapa buku menggunakan istilah panjang alas = ??, dan panjang tinggi = ?? untuk persegi. Tentukan luas persegi tersebut menggunakan rumus luas jajargenjang. ?? ?? ... 6. Apakah cara menentukan luas dari jajargenjang, persegipanjang, dan persegi sama? Mengapa? .............................................................................................. Penemuan melalui generalisasi juga dapat digunakan untuk menemukan rumus barisan aritmetika di SMA kelas X. Langkah-langkahnya: a. Peserta didik mengidentifikasi suku pertama dan beda dari suatu barisan aritmetika.


46 b. Peserta didik menentukan suku ke-10 dari contoh barisan aritmetika yang diberikan. c. Peserta didik menemukan pola dari menentukan suku ke-2, 3, 4 dan 5 menggunakan suku pertama dan beda tersebut. Kemudian pola tersebut digunakan untuk menentukan suku ke-10. d. Peserta didik diberikan barisan dengan suku pertama= ?? dan beda= ??. Peserta didik diminta untuk menentukan suku ke-2, 3, 4 hingga ke−?? (generalisasi) berdasarkan suku pertama dan beda dari barisan tersebut. Pembimbingan tersebut sebaiknya dituangkan dalam LKPD agar peserta didik yang aktif. Bila guru melakukan tanya jawab, maka yang menjadi penginisiasi adalah guru. Berbeda bila pembimbingan di LKPD, peserta didiklah yang membaca dan berdiskusi untuk menemukan. Berikut uraian dalam LKPD untuk penemuan tersebut. PENEMUAN RUMUS BARISAN ARITMETIKA Kita telah menemukan bahwa ciri barisan aritmetika adalah beda antarsukunya selalu sama. Suku pertama dari barisan aritmetika disimbolkan dengan ??, dan beda = ??. Contoh Barisan Aritmetika Misalkan barisan aritmetika dengan ?? = 1 dan ?? = 4 berikut. Tentukan suku ke-10 (isi pada titik-titik di bawah ini). 1, 5, 9, 13, 17, … , … Suku ke-1 (a) Suku ke-2 (a2) +4 Suku ke-3 (a3) Suku ke-10 (a10) Suku ke-4 (a4) +4 +4 Suku ke-5 (a5) +4 Sebelumnya kita telah mempelajari bahwa perkalian adalah penjumlahan berulang. Contohnya 5 × 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 (lima kali bilangan 4)


47 Kita akan menentukan suku ke-2, 3, 4 menggunakan ?? = 1 dan ?? = 4. Isi titik-titik berikut. Suku ke-1 (??) = 1 Suku ke-2 = 5 = 1 + 4 = 1 + 1 × 4 Suku ke-3 = 9 = 1 + 4 + 4 = 1 + 2 × 4 Suku ke-4 = 13 = 1 + 4 + 4 + ⋯ = 1 + ⋯ × 4 Suku ke-5 = 17 = 1 + 4 + 4 + ⋯ + ⋯ = 1 + ⋯ × 4 ⋮ Suku ke-10 = ⋯ = 1 + ⋯ × 4 Rumus Barisan Aritmetika Berdasarkan pola dari contoh barisan aritmetika sebelumnya, kita akan menemukan rumus umum barisan tersebut. Misalkan barisan aritmetika dengan suku pertama = ?? dan beda = ??, maka suku-sukunya adalah: Suku ke-1 = ?? Suku ke-2, ??2 = ?? + ⋯ × ?? Suku ke-3, ??3 = ?? + ⋯ × ?? ⋮ 2.6 Pembelajaran Berkesadaran melalui Strategi Metakognitif Metakognisi merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang didefinisikan sebagai pemahaman peserta didik dan kontrol terhadap proses berpikirnya sendiri. Sebagai contoh, peserta didik mampu menyelesaikan masalah matematika, dan menjelaskan penyelesaiannya secara runtut menunjukkan bahwa peserta didik tersebut memiliki metakognisi. Pengembangan metakognisi peserta didik dalam pembelajaran dapat dilakukan menggunakan strategi metakognitif (Sternberg & Sternberg, 2012). Strategi metakognitif adalah teknik yang dapat membantu peserta didik menyadari proses berpikirnya saat belajar. Penggunaan strategi ini dapat membantu peserta didik memahami materi/konsep matematika secara Suku ke-??, ???? = ?? + … × ??


48 mendalam, dan mengimplementasikan materi tersebut dalam konteks kehidupan sehari-hari (Januar et al., 2023). Ada tiga fase dari strategi ini. (1) Perencanaan dan pendugaan (planning and prediction). Aktivitas pada fase ini sebagai berikut. a. Guru menyatakan tujuan pembelajaran yang mendalam agar peserta didik termotivasi untuk belajar, membantu peserta didik meregulasi proses belajarnya, dan mengukur ketercapaian tujuan tersebut. Cara merumuskan tujuan yang mendalam telah dibahas sebelumnya. b. Peserta didik diminta untuk menjelaskan pemahamannya terhadap masalah matematika yang diselesaikan. Penjelasan tersebut dapat berupa menyebutkan apa yang diketahui dan yang ditanya, menceritakan kembali masalah dengan bahasanya sendiri, membuat tabel, grafik atau gambar tertentu yang menyatakan kondisi dari masalah. c. Peserta didik diminta untuk menyebutkan konsep matematika yang ada pada masalah dan menjelaskan mengapa konsep tersebut berguna untuk menyelesaikannya. d. Peserta didik diminta untuk menjelaskan rencananya dalam menyelesaikan masalah terlebih dahulu sebelum membuat tulisan penyelesaiannya. Guru dapat bertanya kepada peserta didik ”bagaimana rencana kalian untuk menyelesaikan masalah ini? Apa langkah pertama untuk menyelesaikannya?”. Setelah peserta didik menjelaskan langkah pertama, guru dapat mengajukan kembali pertanyaan: ”kemudian langkah selanjutnya?”. Setelah peserta didik selesai menjelaskan rencananya, guru bertanya: ”apakah kalian yakin rencana tersebut dapat menyelesaikan masalah ini?”. Bila peserta didik belum yakin atau rencana yang dibuat belum sesuai, guru dapat membimbing peserta didik, tetapi bukan memberi tahu cara penyelesaiannya. Misalkan, guru meminta peserta didik untuk melihat


49 segitiga pada masalah, dan menanyakan konsep apa yang terkait dengan segitiga siku-siku. Peserta didik menjawab ”teorema Pythagoras”. Guru bertanya: ”bagaimana bila masalah ini diselesaikan dengan teorema tersebut?”. Guru dapat berdiskusi lebih lanjut untuk membimbing peserta didik merencanakan penyelesaiannya. (2) Pengawasan dan kontrol (monitoring and control). Aktivitas pada fase ini sebagai berikut. a. Pada saat guru berkeliling ke setiap kelompok untuk memonitor kemajuan penyelesaian peserta didik, guru dapat meminta peserta didik menjelaskan apa saja yang telah dikerjakan, dan apakah ada kendala dalam menyelesaikan masalah. Bila ada kendala, peserta didik diminta menjelaskan rencana atau langkah untuk mengatasinya. b. Peserta didik diminta untuk menjelaskan penyelesaian suatu masalah di depan kelas secara berkelompok. Sebelumnya, peserta didik perlu menuliskan penyelesaian tersebut di papan tulis, atau menayangkannya menggunakan LCD. Praktik yang perlu dihindari di kelas adalah peserta didik hanya membaca penyelesaian masalah di depan kelas. Kemudian, guru menanyakan apakah jawabannya sudah benar atau belum. Guru hanya fokus kepada jawabannya, padahal pemecahan masalah lebih menekankan pada proses bukan hasil. Di samping itu, aktivitas membaca tidak membuka ruang bagi peserta didik untuk menjelaskan penyelesaiannya. Bila memungkinkan beberapa kelompok menuliskan penyelesaiannya secara bersamaan di papan tulis untuk membuka ruang bagi cara atau jawaban berbeda sekaligus mengevaluasi penyelesaian.


50 (3) Evaluasi dan refleksi (evaluation and reflection). Aktivitas pada fase ini sebagai berikut. a. Guru dapat mengajukan pertanyaan “mengapa” atau ”bagaimana” setelah peserta didik menjelaskan penyelesaiannya. Sebagai contoh, guru mengajukan pertanyaan: “mengapa peserta didik menulis demikian di baris kesepuluh?”, atau “bagaimana peserta didik memperoleh nilai tertentu pada baris tulisan penyelesaian?”. Pertanyaan “mengapa” atau “bagaimana” disebut dengan pertanyaan metakognitif yang membantu peserta didik menyadari proses berpikirnya. b. Guru mengajukan pertanyaan “bagaimana kita yakin bahwa jawabannya benar” atau “mengapa menurut kelompok bahwa jawabannya benar?”. Pertanyaan ini dimaksud agar peserta didik mengevaluasi proses berpikirnya dalam menyelesaikan masalah. Selain itu, guru mendorong peserta didik untuk memeriksa kembali penyelesaiannya sesuai dengan tahap Polya. c. Cara lain untuk mengevaluasi adalah meminta peserta didik menyelesaikan masalah dengan cara berbeda. Bila masalah dapat diselesaikan dengan dua atau lebih cara berbeda tetapi jawabannya tetap sama, maka jawaban tersebut benar. Guru dapat mengajukan pertanyaan untuk membimbing peserta didik menemukan cara berbeda tersebut. Karena itu, sangat penting bagi guru mengembangkan masalah yang memiliki jawaban atau cara berbeda sehingga aktivitas ini menjadi bermanfaat bagi peserta didik dalam pengembangan berpikir kreatif. d. Pada akhir pembelajaran, peserta didik diminta untuk menceritakan pengalaman belajar yang diperolehnya dan bagaimana pengalaman tersebut membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang disampaikan di awal. Aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan beberapa peserta didik membuat kesimpulan terhadap materi hari ini dan menuliskannya di papan tulis. Bila ada LCD,


51 peserta didik dapat menyebutkan kesimpulannya sambil berdiri di tempatnya, kemudian guru menuliskan kesimpulan tersebut dan ditayangkan melalui LCD. Setelah kesimpulan ditulis, semua peserta didik menuliskannya di buku masing-masing dan menuliskan tanggal hari ini. Aktivitas ini menjadi penting karena pembelajaran saat ini sering kali menggunakan LKPD atau sumber belajar digital sehingga tulisan peserta didik ada pada lembar kerja atau sumber belajar tersebut. LKPD biasanya hanya diberikan 2 eksemplar per kelompok sehingga tidak semua peserta didik punya catatan terhadap materi ini. Penulisan kesimpulan di buku masing-masing dimaksudkan agar peserta didik dapat mempelajari kembali materi ini melalui kesimpulan tersebut, dan membuka ruang bagi para orang tua untuk memonitor perkembangan belajar dari anaknya dengan melihat tanggal belajar dan kesimpulan tersebut. Keberhasilan belajar peserta didik dipengaruhi keterlibatan orang tua. Khusus mengajukan pertanyaan dalam kelas, NCTM juga menyarankan agar guru menghindari menjawab sendiri pertanyaan yang diajukannya. Contohnya: guru mengajukan pertanyaan: ”konsep apa yang ada dalam masalah tersebut?”. Peserta didik kesulitan dan belum bisa menjawab. Guru tidak boleh terjebak dengan memberi tahu jawabannya. Guru dapat meminta salah satu peserta didik membaca suatu kalimat tertentu, kemudian mengajukan pertanyaan: ”Menurut kalian, materi apa berkaitan dengan kalimat yang baru dibaca tersebut?”. Guru terus meminta peserta didik untuk melakukan aktivitas atau mengajukan pertanyaan hingga peserta didik mampu menjawab pertanyaan awal dari guru. Lebih lanjut, NCTM menyarankan teknik bertanya yang tidak efektif dan efektif pada Tabel 2.2. Teknik bertanya efektif membantu peserta didik aktif dan menyadari proses belajarnya (Chappell et al., 2004).


Click to View FlipBook Version