The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by muhammadsarif77, 2022-06-16 01:04:20

SKRIPSI1 AJI AYU NURBIANTI 1810025038

SKRIPSI1 AJI AYU NURBIANTI 1810025038

SKRIPSI

DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL BATANG
AKAR KUNING (Arcangelisia flava (L) Merr)

TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus
mutans, Porphyromonas gingivalis DAN Enterococcus
faecalis

AJI AYU NURBIANTI
1810025038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

i

SKRIPSI

DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL BATANG
AKAR KUNING (Arcangelisia flava (L) Merr)

TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus
mutans, Porphyromonas gingivalis DAN Enterococcus
faecalis

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Gigi (S. KG.)

AJI AYU NURBIANTI
1810025038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN
LEMBAR PERSETUJUAN
ii

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Daya Hambat Ekstrak Etanol Batang Akar Kuning
(Arcangelisia flava (L) Merr) Terhadap Pertumbuhan
Nama Mahasiswa Bakteri Streptococcus mutans, Porphyromonas gingivalis
NIM dan Enterococcus faecalis
Program Studi : Aji Ayu Nurbianti
Jurusan : 1810025038
Fakultas : Kedokteran Gigi
: Kedokteran Gigi
: Kedokteran

Pembimbing I Menyetujui,
Pembimbing II

Alhawaris, S.Si, M. Kes drg. Sinar Yani, M.Kes
NIP. 19871225 201803 1 001 NIP. 19780408 200212 2 001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Kedokteran Gigi

drg. Masyhudi, M.si
NIP. 19710623 200501 1 002

iii

LEMBAR PENGESAHAN
iv

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Aji Ayu Nurbianti
NIM : 1810025038
Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi
Fakultas : Kedokteran
Judul Skripsi : Daya Hambat Ekstrak Etanol Batang Akar Kuning
(Arcangelisia flava (L) Merr) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans,
Porphyromonas gingivalis dan Enterococcus
faecalis

Dengan ini menyatakan hasil penulisan skripsi yang telah saya buat ini
merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di
kemudian hari penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan
terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan
sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas
Mulawarman.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
dipaksakan.

Penulis,

Aji Ayu Nurbianti
v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, saya

yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Aji Ayu Nurbianti

NIM : 1810025038

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas : Kedokteran

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Hak Bebas Royalti atas karya

ilmiah saya yang berjudul: “Daya Hambat Ekstrak Etanol Batang Akar Kuning

(Arcangelisia flava (L) Merr) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus

mutans, Porphyromonas gingivalis dan Enterococcus faecalis” beserta perangkat

yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti ini Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman berhak menyimpan, mengalih media/format, mengelola

dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan skripsi

saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai

pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Samarinda

Pada tanggal : 17 November 2019

Yang menyatakan

(Aji Ayu Nurbianti)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Daya Hambat Ekstrak Etanol Batang Akar Kuning (Arcangelisia flava (L) Merr)
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans, Porphyromonas gingivalis
Dan Enterococcus faecalis” ini deengan baik.

Banyak berbagai pihak yang telah membantu serta membimbing penulis dalam
penyelesaian skripsi ini, untuk itu penulis memberikan penghargaan dan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si. selaku Rektor Universitas Mulawarman.
2. dr. Ika Fikriah, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Samarinda.
3. drg. Masyhudi Amir, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda dan penguji I, yang telah
bersedia menjadi penguji dan memberikan kritik dan saran yang bermanfaat untuk
kesempurnaan penulisan skripsi.
4. Bapak Alhawaris, S.Si, M. Kes selaku Pembimbing I, yang senantiasa berkenan
menyediakan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan bagi penulis dalam
mengerjakan naskah skripsi ini.
5. drg. Sinar Yani, M.Kes selaku Pembimbing II, yang telah memberikan banyak ilmu
dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi.
6. Ibu Dr. Khemasili Kosala Apt, Sp. FRS selaku Penguji II, yang telah memberikan
banyak arahan, kritik dan saran yang telah membangun dalam penyusunan skripsi.
7. Ibu Yunie Safitri, S.Si dan Ibu Modes atas bantuan selama melakukan penelitian di
Laboratorium Farmakologi dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
8. Seluruh dosen pengajar dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
terutama Mas Faiz, Pak Toro, Mas Madhan, Mas Andre, Mba Ayu dan Mba Firda
terima kasih atas waktu dan ilmu yang telah diberikan.
9. Kedua orangtua penulis tercinta Ibu Arbiah dan Bapak Norhanuddin terima kasih atas
doa, kasih sayang, dan dukungan yang telah diberikan dalam menyelesaikan

vii

pendidikan dan skripsi penulis. Untuk Adik penulis Aji Ana Nurfitriana dan Aji Aditya
Darmawan, terima kasih atas doa dan semangat yang telah diberikan.
10. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan, dan bantuan selama proses belajar
dan pengerjaan skripsi: Annisa Fairus, Mirsa Herdiani, Hosana , Fika Nor Aida, , Dera
Armedita, dan Loli Tofarisa.
11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 Craninus yang telah bersama dan
mewarnai hari-hari kuliah penulis.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu
dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini berakhir.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun
harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan
dan kemajuan ilmu kedokteran.

Samarinda, Januari 2020
Penulis

Aji Ayu Nurbianti

viii

RIWAYAT HIDUP

Nama : Aji Ayu Nurbianti

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat /tanggal lahir : Balikpapan, 23 September 1995

Jurusan : Kedokteran Gigi

Fakultas : Kedokteran

Agama : Islam

Alamat : Jl. Soekarno Hatta Km 6,5 Komplek Perumahan

Bangun Reksa Asri Blok B No. 37 RT. 16

Kelurahan Graha Indah, Balikpapan Utara

Email : [email protected]

Pendidikan Formal :

1. TK Negeri 1, Balikpapan (2000-2001)

2. SD Negeri 001, Balikpapan (2001-2007)

3. MTs Negeri 1, Balikapapan (2007-2010)

4. SMA Negeri 6, Balikpapan (2010-2013)

5. Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Mulawarman, Samarinda

(2013 - sekarang)

Pengalaman Organisasi :
1. Anggota Pramuka MTs Negeri 1 Balikpapan (2007-2010)
2. Anggora Paskibraka MTs Negeri 1 Balikpapan (2007-2010)
3. Anggota Paskibraka SMA Negeri 6 Balikpapan (2010-2012)
4. Kepanitiaan Malam Keakraban FK Unmul ”Metakarpus” (2013)
5. Kepanitian Workshop dan BAKSOS Operasi Bibir Sumbing dan Celah

Langit-Langit PABMI Pangwil KALTIM bekerjasama dengan BEM FK
UNMUL serta YPPCBL Bandung (Mei-Desember 2015)
6. Kepanitian World Oral Health Day bekerja sama dengan Program Studi
Kedokteran Gigi UNMUL (Mei 2017)

ix

Kegiatan yang Pernah Diikuti:
1. Seminar Cobra Goes to Campus bekerja sama dengan Program Studi

Kedokteran Gigi Unmul 2017 (November 2017)
2. Seminar Update Endorestoration IKORGI Pangwil KALTIM (10-11 Oktober

2015)
3. Bakti Sosial World Oral Health Day bekerja sama dengan Program Studi

Kedokteran Gigi UNMUL (Mei 2017)
4. Seminar Sehari & Hands On Bersama Dr.drg. Irene Adyatmaka, D.Ds., Ph.d

Dental Immunization How to Gain Effective and Succesful Fillings PDGI
Samarinda (28 Januari 2017)

x

ABSTRAK

Nama : Aji Ayu Nurbianti
Program Studi : Kedokteran Gigi
Judul : Daya Hambat Ekstrak Etanol Batang Akar Kuning
(Arcangelisia flava (L) Merr) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Streptococcus mutans, Porphyromonas gingivalis dan
Enterococcus faecalis

Latar belakang: Batang Arcangelisia flava (L) Merr mengandung zat antibakteri
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang menyebabkan penyakit gigi
dan mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak
etanol batang Arcangelisia flava (L) Merr terhadap S. mutans, P. gingivalis, dan
E. faecalis dengan pengukuran diameter zona hambat. Metode: Penelitian ini
menggunakan bakteri S. mutans dan P. gingivalis ATCC 33277 dan E. faecalis
ATCC 29212. Bakteri akan diberi perlakukan dengan ekstrak etanol batang
Arcangelisia flava (L) Merr dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%.
Pengujian dilakukan sebanyak lima kali pengulangan. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan terbentuknya diameter zona hambat yang sangat signifikan setelah
diberi ekstrak etanol batang Arcangelisia flava (L) Merr pada bakteri P. gingivalis
(p=0.000), E. faecalis (p=0.000) dan S mutans (p=0.000). Kesimpulan: Ekstrak
etanol batang Arcangelisia flava (L) Merr efektif untuk menghambat
pertumbuhan bakteri S. mutans, P. gingivalis dan E. faecalis. Oleh karena itu
batang Arcangelisia flava (L) Merr berpotensi untuk dikembangkan sebagai
produk berhubungan dengan kedokteran gigi.

Kata kunci: Arcangelisia flava (L) Merr, Diameter Zona Hambat, Streptococcus
mutans, Porphyromonas gingivalis, Enterococcus faecalis

xi

ABSTRACT

Name : Aji Ayu Nurbianti
Study Program
Title : Dentistry

: Inhibitory Power Of Ethanol Extract Of Yellow Roots (Arcangelisia
flava (L) Merr) On Growth Of Bacteria Streptococcus mutans,
Porphyromonas gingivalis And Enterococcus faecalis

Background: Arcangelisia flava (L) Merr stems contain antibacterial substances
that can inhibit the growth of bacteria that cause dental and mouth disease. This
study aims to determine the antibacterial activity of ethanol extract of
Arcangelisia flava (L) Merr stem against S. mutans, P. gingivalis, and E. faecalis
by measuring the diameter of inhibitory zones. Methods: This study used S.
mutans and P. gingivalis ATCC 33277 and E. faecalis ATCC 29212 bacteria. The
bacteria were treated with ethanol extract of Arcangelisia flava (L) Merr stems
with concentrations of 10%, 20%, 30%, 40% and 50%. The test was carried out
five times. Results: The results showed a very significant inhibition zone
formation after ethanol extract of Arcangelisia flava (L) Merr stem in P.
gingivalis bacteria (p = 0.000), E. faecalis (p = 0.000) and S. mutans (p = 0.000).
Conclusion:Tthe ethanol extract of Arcangelisia flava (L) Merr stem is effective
for inhibiting the growth of S. mutans, P. gingivalis and E. faecalis bacteria.
Therefore the Arcangelisia flava (L) Merr stem has the potential to be developed
as a product related to dentistry.

Keywords: Arcangelisia flava (L) Merr, Inhibitory Zone Diameter, Streptococcus

mutans, Porphyromonas gingivalis, Enterococcus faecalis

xii

DAFTAR ISI

SKRIPSI................................................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN .....................................Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................................................... vi
KATA PENGANTAR......................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. ix
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
ABSTRACT .......................................................................................................... xii
DAFTAR ISI....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN.................................................................................. xviii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 3
1.4. Manfaat penelitian ....................................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 5
2.1. Akar kuning (Arcangelisia flava Merr.)....................................................................... 5
2.1.1. Klasifikasi Ilmiah...................................................................................................... 6
2.1.2. Deskripsi Tanaman ................................................................................................... 6
2.1.3. Kandungan Metabolit Sekunder Arcangelisia flava ................................................. 6
2.2. Penyakit Rongga Mulut ............................................................................................... 9
2.2.1. Karies ................................................................................................................. 9
2.2.2. Infeksi saluran akar ................................................................................................... 9
2.3. Bakteri Rongga Mulut................................................................................................ 11
2.3.1. Streptococcus mutans.............................................................................................. 11
2.3.1.1. Morfologi ........................................................................................................... 12
2.3.1.2. Toksonomi ........................................................................................................... 12
2.3.1.3. Peranan S mutans Pada Proses Karies.................................................................. 12
2.3.2. Porphyromonas gingivalis....................................................................................... 13
2.3.2.1. Taksonomi ........................................................................................................... 14
2.3.2.2. Morfologi ........................................................................................................... 14
2.3.2.3. Porphyromonas gingivalis sebagai periodonto patogen
utama pada periodontitis .................................................................................................. 14
2.3.3. Enterococcus faecalis.............................................................................................. 15
2.3.3.1. Taksonomi ........................................................................................................... 16
2.4. Medikamen ................................................................................................................ 17
2.4.1. Obat Kumur ............................................................................................................ 17
2.4.1.1. Klorheksidin......................................................................................................... 18
2.5. Antibakteri ................................................................................................................. 20
2.5.1. Uji Sensitifitas Bakteri ............................................................................................ 22
2.5.1.1. Metode Difusi ...................................................................................................... 22
2.5.1.2. Metode Dilusi....................................................................................................... 23

xiii

2.6. Tinjauan Umum Ekstraksi ......................................................................................... 24
2.6.1. Maserasi ............................................................................................................... 24
2.6.2. Pemekatan ............................................................................................................... 24
2.7. Media Bakteri............................................................................................................. 25
2.7.1. Brain Heart Infusion ............................................................................................... 25
2.7.2. Mueller Hinton Agar (MHA) .................................................................................. 25
BAB 3 KERANGKA KONSEP , KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS
PENELITIAN...................................................................................................... 27
1.1. Kerangka Konsep....................................................................................................... 27
1.2. Kerangka Teori .......................................................................................................... 28
1.3. Hipotesis Penelitian ................................................................................................... 29
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 30
4.1. Desain Penelitian ....................................................................................................... 30
4.1.1. Jumlah Perlakuan .................................................................................................... 30
4.1.2. Jumlah Pengulangan ............................................................................................... 30
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................................... 31
4.2.1. Lokasi Penelitian..................................................................................................... 31
4.2.2. Waktu Penelitian..................................................................................................... 31
4.3. Subjek Penelitian dan Pemilihan Sampel................................................................... 31
4.3.1. Subjek Bakteri......................................................................................................... 31
4.3.2. Subjek Tumbuhan ................................................................................................... 31
4.4. Instrumen Penelitian .................................................................................................. 31
4.4.1. Bahan Penelitian ..................................................................................................... 31
4.4.2. Alat Penelitian......................................................................................................... 31
4.5. Variabel Penelitian..................................................................................................... 32
4.5.1. Variabel Bebas/Independen .................................................................................... 32
4.5.2. Variabel Terikat/Dependen ..................................................................................... 32
4.6. Definisi Operasional .................................................................................................. 32
4.7. Prosedur Penelitian .................................................................................................... 32
4.7.1. Sterilisasi Alat......................................................................................................... 32
4.7.2. Pembuatan Ekstrak Batang Akar Kuning ............................................................... 32
4.7.3. Uji Antimikroba ...................................................................................................... 33
4.7.3.1. Pembuatan Suspensi Bakteri................................................................................ 33
4.7.3.2. Metode Disk Difusi Kirbi Bauer.......................................................................... 33
4.8. Analisis Data.............................................................................................................. 35
4.9. Alur Penelitian ........................................................................................................... 36
BAB 5 HASIL PENELITIAN ............................................................................ 37
5.1. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol Batang Akar
Kuning (A. flava) .............................................................................................................. 37
5.1.1. Streptococcus mutans.............................................................................................. 37
5.1.2. Porphyromonas gingivalis....................................................................................... 40
5.1.3. Enterococcus faecalis.............................................................................................. 43
BAB 6 PEMBAHASAN ...................................................................................... 48
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 56
7.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 56
7.2 Saran ....................................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 57

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Tanaman Arcangelisia flava (L.) Mer……………….. 6

Tabel 2.2 Klasifikasi Porphyromonas gingivalis………………….………... 14

Tabel 2.3 Obat kumur konvensional dan kandungan……………………….. 18

Tabel 5.1 Hasil Analisis One Way Anova Diameter Zona Hambat 38
Pertumbuhan S. mutans……………………………………….......

Tabel 5.2 Analisis One Way Anova Diameter Zona Hambat Pertumbuhan 41
P. gingivalis………………………………………………………

Tabel 5.3 Analisis One Way Anova Diameter Zona Hambat Pertumbuhan 44
E. faecalis…………………………………………………………

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambae 2.1. Tanaman Akar Kuning……………………………………..… 5
Gambar 2.2. Struktur senyawa metabolik sekuder Arcangelisia flava…..... 7
Gambar 2.3. Alur Terjadinya Periodontitis……………………………....... 11
Gambar 5.1. Diagram Data Grafik Diameter Zona Hambat pada Lima Kali 38

Pengulangan Bakteri S. mutans……………………………...
Gambar 5.2. Hasil Penelitian Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Batang Akar 40

Kuning Konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% terhadap
S. mutans dalam Lima Kali Pengulangan…………..
Gambar 5.3. Diagram Data Grafik Diameter Zona Hambat pada Lima 41
Media Bakteri P. gingivalis………………………………….
Gambar 5.4. Hasil Penelitian Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Batang Akar 43
Kuning Konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% terhadap
P. gingivalis dalam Lima Kali Pengulangan………..
Gambar 5.5. Diagram Penyajian Data Grafik Diameter Zona Hambat pada 44
Lima Media Bakteri E. faecalis……………………………..
Gambar 5.6. Hasil Penelitian Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Batang Akar 46
Kuning Konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% terhadap
E. faecalis dalam Lima Kali Pengulangan. …………………..
Gambar 5.7. Diagram Hasil Mean Bakteri S. mutans, P. gingivalis dan E. 47
faecalis…………………………………………………………

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Identifikasi Tanaman…………………………………. 65
Lampiran 2 Surat Komisi Etik Penelitian Kesehatan……………………. 66
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian di Laboratorium Farmakologi………… 67
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian di Laboratorium Mikrobiologi ……….. 68
Lampiran 5 Surat Pernyataan ATCC Porphyromonas gingivalis ………. 69
Lampiran 6 Surat Pernyataan ATCC Enterococcus faecalis ………….… 70
Lampiran 7 Pembuatan Konsentrasi Larutan …………...…………….…. 71
Lampiran 8 Pembuatan Medium Pertumbuhan Bakteri............................. 72
Lampiran 9 Prosedur Pembuatan Suspensi Bakteri……………………… 73
Lampiran 10 Uji Antibakteri Disc Diffusion ………………..…………... 74
Lampiran 11 Analisis Data Hasil Penelitian Streptococcus mutans …...... 76
Lampiran 12 Analisis Data Hasil Penelitian Porphyromonas gingivalis... 80
Lampiran 13 Analisis Data Hasil Penelitian Enterococcus faecalis…….. 84
Lampiran 14 Pengulangan dan Rata - Rata Diameter Zona Hambat….... 88
Lampiran 15 Dokumentasi Penelitian…………………………………… 90

xvii

DAFTAR SINGKATAN

oC : derajat Celcius
µl : mikroliter
ml : milliliter
mm : milimeter
Kg : kilogram
g : gram
L : liter
BHIA : Brain Heart Infusion Agar
BHIB : Brain Heart Infusion Broth
MHA : Mueller Hinton Agar

MHB : Mueller Hinton Broth

A. flava (L) Merr : Arcangelisia flava Linn Merr

S. mutans : Streptococcus mutans

P. gingivalis : Porphyromonas gingivalis

E. faecalis : Enterococcus faecalis

xviii

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penyakit gigi dan mulut terutama karies gigi dan penyakit periodontal

masih banyak diderita oleh masyarakat Indonesia baik pada usia anak-anak
maupun dewasa (Fejerskov & Edwina, 2003). Prevalensi karies aktif Indonesia
adalah 43,4% , dan prevalensi karies aktif Kalimantan Timur adalah 49,6%
(Riskesdas, Riset Kesehatan Dasar, 2007). Sekitar 24,1% penduduk Kalimantan
Timur mempunyai masalah gigi dan mulut (Riskesdas, Riset Kesehatan Dasar,
2013). Kasus penyakit periodontal di dunia sebesar 10% dari 15% populasi
dewasa dengan kedalaman pocket lebih dari 2 mm (Petersen & Ogawa, 2005).
Prevalensi penyakit periodontal dengan kehilangan attachment ≥ 2 mm
mencapai 80% dari semua orang dewasa yang terkena penyakit periodontal,
90% diantaranya adalah berusia 55 – 64 tahun. Prevalensi kehilangan
attachment ≥ 6 mm kurang dari 20%. Penyakit periodontal menduduki peringkat
kedua setelah karies gigi (Periodontology, American Academy of, 2005).

Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras dalam rongga mulut
yang proses terjadinya melibatkan sejumlah faktor yang saling berinteraksi satu
sama lain, yaitu interaksi antara gigi dan saliva (host), mikroorganisme, substrat
serta waktu (Soemantadiredja & Mieke, 2005). Bila karies tidak ditangani
segera maka perlu dilakukan perawatan gigi seperti perawatan saluran akar atau
perawatan endodontik bahkan untuk karies yang lebih parah bisa sampai
dilakukan pencabutan. Dalam perawatan saluran akar sendiri biasa banyak
terjadi infeksi saluran akar. Perawatan endodontik yang terjadi infeksi primer
maupun infeksi sekunder biasanya disebabkan oleh adanya kolonisasi
mikroorganisme yang didominasi oleh bakteri anaerob khususnya Enterococcus
faecalis (Damayanti, 2014).

Walaupun penyebabnya multifaktor, namun dapat dikatakan bahwa
pemicu terjadinya karies gigi adalah bakteri dominan Streptococci yakni spesies
Streptococcus mutans (S. mutans) (Fejerskov & Edwina, 2003; Lemos &
Robert, 2008; Palombo, 2009). Streptococcus mutans merupakan salah satu
flora normal yang berada dalam rongga mulut manusia tetapi dapat berubah

1

menjadi patogen apabila terjadi peningkatan populasi bakteri (Jawetz, et al,.
2012; Dwijayanti, 2011).

Periodontitis merupakan suatu inflamasi penyakit yang menghancurkan
jaringan penyangga gigi yang akhirnya dapat menyebabkan kehilangan gigi.
Periodontitis merupakan suatu infeksi campuran dari mikroorganisme seperti
Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus,
Actinobacillus actinomytemcomitans, dan mikroorganisme Gram-positif,
misalnya Peptostreptococcus micros dan Streptococcus intermedius (Beck &
Offenbacher, 2001).

Indonesia termasuk negara tropis yang kaya akan keragaman floranya
dan menempati peringkat ketiga setelah negara Brazil. Berbagai tanaman telah
dimanfaatkan secara turun-temurun untuk mengobati berbagai penyakit. Akar
kuning atau yang memiliki nama latin Arcangelisia flava (L.) Merr banyak
terdapat di Cina, Thailand, Malaysia, dan berbagai pulau di Indonesia seperti
Kalimantan, Sumatera, dan Jawa (Unesco, 1998). Arcangelisia flava Merr atau
yang dikenal kayu kuning merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang
biasanya dipergunakan sebagai bahan jamu (Subiandon & Heriyanto, 2009;
Larisu , et al,. 2010).

Di beberapa daerah di Kalimantan masyarakat suku Dayak, Banjar,
maupun Kutai menggunakan Arcangelisia flava (L.) Merr untuk mengobati
penyakit demam, diare, hepatitis, kecacingan, gangguan pencernaan, dan
sariawan dalam bentuk rebusan (Subiandon & Heriyanto, 2009; Larisu , et al,.
2010). Di Kalimantan Selatan kebutuhan akar kuning untuk industri jamu
tradisional masih relatif sedikit dan ketersediaannya masih memadai untuk
memenuhi kebutuhan di tingkat lokal (Rinaldi, et al,. 2017). Di Jawa tumbuhan
ini dipergunakan sebagai obat sariawan (Hinter & Barbara, 2005).

Ekstrak batang akar kuning yang sudah diteliti berpotensi menghambat
pertumbuhan bakteri Salmonella typhii, Staphylococcus aureus, Trichophyton
rubrum pada konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%, dan bakteri Pseudomonas
fluorescens pada konsentrasi 1.5%, 2%, 2.5%, 3% dan 3.5% (Heryani &
Nugroho, 2014; Maryani, et al,. 2018). Ekstrak metanol batang dan daun
tanaman ini memiliki potensi sebagai antimikroba, baik sebagai antibakteri

2

maupun sebagai antijamur (Yasmin, 2017), namun belum ada laporan sebagai
bahan antibakteri terhadap bakteri khususnya bakteri yang terdapat di rongga
mulut yaitu S. mutans, P. gingivalis dan E. faecalis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian untuk
mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol batang akar kuning Arcangelisia
flava (L) Merr terhadap bakteri S. Mutans, P. Gingivalis dan E. faecalis, untuk
menentukkan konsentrasi ekstrak dilakukan uji pendahuluan.

1.2. Rumusan Masalah
Apakah ekstrak etanol batang akar kuning (Arcangelisia flava (L) Merr)

memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. mutans, P. gingivalis dan E. faecalis?

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol batang Arcangelisia flava
terhadap Streptococcus mutans, Porphyromonas gingivalis dan Enterococcus
faecalis.
1.3.2. Tujuan khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui diameter zona hambat ekstrak etanol batang

Arcangelisia flava terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.
1.3.2.2 Untuk mengetahui diameter zona hambat ekstrak etanol batang

Arcangelisia flava terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas
gingivalis.
1.3.2.3 Untuk mengetahui diameter zona hambat ekstrak etanol batang
Arcangelisia flava terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis.

3

1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan
khasanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi untuk penelitian tentang
aktivitas antibakteri ekstrak etanol batang akar kuning (Arcangelisia flava)
terhadap bakteri Streptococcus mutans, Porphyromonas gingivalis, dan
Enterococcus faecalis.
1.4.2. Manfaat Bagi Peneliti

a) Sebagai sarana dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh
selama perkuliahan.
b) Sebagai sarana memperluas wawasan tentang aktivitas antibakteri
ekstrak etanol batang akar kuning (Arcangelisia flava (L) Merr) terhadap
bakteri Streptococcus mutans, Porphyromonas gingivalis dan
Enterococcus faecalis secara in vitro.
c) Sebagai pemenuhan syarat tugas akhir dalam memperoleh gelar
sarjana kedokteran.
1.4.3. Manfaat Bagi Institusi
Menambah informasi dan literatur mengenai keilmuan fitofarmaka dan
mikrobiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Akar kuning (Arcangelisia flava Merr.)
Arcangelisia flava Merr atau yang dikenal kayu kuning merupakan salah

satu tanaman asli Indonesia yang biasanya dipergunakan sebagai bahan jamu
(Subiandon & Heriyanto, 2009). Tanaman akar kuning yang terdiri dari 3
spesies yaitu Fibraurea tinctoria Lour, Arcangelisia flava Merr dan Coscinium
fenestratum (Gaertn.) Colebr, merupakan liana berkayu yang digunakan sebagai
obat oleh masyarakat Suku Dayak, Banjar, maupun Kutai di Kalimantan
(Ahmed, 2015). Akar kuning (A.flava) telah lama dikenal oleh masyarakat
Dayak di Kalimantan Tengah sebagai tanaman herbal alami karena
kemampuannya untuk mengobati berbagai penyakit (Maryani, et al,. 2013).
Pada umumnya penggunaan batang kayu kuning untuk pengobatan dari dalam
dengan cara minum air rebusannya (Hinter & Barbara, 2005).

Gambar 2.1. Tanaman Akar Kuning (Lim, et al,. 2018).

5

2.1.1. Klasifikasi Ilmiah

Tumbuhan yang secara empiris banyak digunakan untuk mengatasi

gangguan pencernaan ini juga telah dikenal memberikan manfaat dalam

pengobatan secara alami. Secara taksonomi Arcangelisia flava (L.) Merr dapat

diklasifikasikan (Artiani, 2010):

Tabel 2.1 Klasifikasi Tanaman Arcangelisia flava (L.) Merr (Artiani, 2010)

Kingdom Plantae

Subkingdom Tracheobionta

Superdivisi Spermatophyta

Divisi Magnoliophyta

Class Magnoliopsida

Ordo Ranuculales

Family Menispermaceae

Genus Arcangelisia

Species Arcangelisia flava (L.) Merr

2.1.2. Deskripsi Tanaman
Arcangelisia flava Merr dapat tumbuh di hutan dengan berbagai

topografi dari lereng sampai dengan hutan rawa gambut (Ahmed, 2015).
Tumbuhan akar kuning yang dijumpai di lapang umumnya menyukai tempat
yang relatif lembab akan tetapi tidak tegenang air, terutama pada tanah-tanah
yang miring dekat sumber air/sungai. Keadaan tanahnya banyak dijumpai
serasah, relatif gembur, dan tidak banyak mengandung batu (Subiandon &
Heriyanto, 2009). Umumnya penggunaan batang kayu kuning untuk pengobatan
dari dalam dengan cara minum air rebusannya (Hinter & Barbara, 2005).
2.1.3. Kandungan Metabolit Sekunder Arcangelisia flava

Kandungan metabolit sekunder Arcangelisia flava menunjukkan bahwa
memiliki senyawa yang terdiri atas flavonoid, terpenoid (Zhou, et al,. 2009)

6

Gambar 2.2. Struktur senyawa metabolik sekuder Arcangelisia flava dari (a) Berberin, (b)
Jatorrhizin, (c) Palmatin, (d) Kolumbamin

Ekstrak kayu kuning mengandung alkaloid dan saponin. Batang akar
kuning mengandung senyawa alkaloid protoberberin yang terdiri dari berberin,
jatorrhizin, kolumbamin dan palmatin. Ekstrak kayu kuning mengandung
saponin. Tumbuhan Archangelisia flava (L.) Merr memiliki berbagai kandungan
kimia. Pada batang tumbuhan ini terkandung senyawa furanoditerpen seperti 6-
hydroxyarchangelisin, 2-dehydroarchangelisinol, tynophyloll, 6-
hydroxyfibleucin, fibleucin, fibraurin, serta 6-hidroksifibraurin (Verpoorte, et
al,. 1982). Akar kuning mampu mengobati kerusakan hati, menambah daya
tahan tubuh, dan anti diabetes karena adanya kandungan senyawa berberin
didalamnya (Ahmed, 2015). Batang dan akar kayu kuning telah terbukti
mempunyai aktivitas sebagai antimalaria, antidepresan, antioksidan,
antidiabetes, antibakteri, dan juga antikanker (Sun , et al,. 2009; Larisu, et al,.
2010; Lovin, et al,. 2012; Tiara, et al,. 2014; Wahyudi, et al,. 2016). Ekstrak A.
flava itu mampu menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL tikus
hiperlipidemia. Hasil uji histopatologi terhadap aorta tikus memperlihatkan
pemberian ekstrak A. flava dapat menurunkan jumlah sel-sel busa dan nilai
indeks aterogenik (Ulfa & Rachmawati, 2017).

Hasil skrining fitokimia dengan metode rebusan batang kayu kuning
diperoleh data bahwa ekstrak kayu kuning mengandung alkaloid dan saponin
(Ratnasari & Handayani, 2018).

Berikut dibawah ini beberapa kandungan metabolit sekunder yang

7

terdapat di akar kuning:
a. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa organik berbobot molekul kecil mengandung
nitrogen dan memiliki efek farmakologi pada manusia dan hewan. Secara
alamiah alkaloid disimpan didalam biji, buah, batang, akar, daun dan organ lain.
Alkaloid biasanya diturunkan dari asam amino serta banyak alkaloid yang
bersifat racun, namun alkaloid juga banyak ditemukan untuk pengobatan
(Endriani, 2016). Alkaloid mempunyai khasiat sebagai anti bakteri, anti
diabetes, anti malaria dan anti mikroba (Ningrum, et al,. 2016).

Alkaloid protoberberin aktif sebagai antibiotika melawan bakteri Gram
positif maupun Gram negative (Yuliasri J, 2011). Didalam alkaloid
protoberberin sendiri terdapat kandungan senyawa berberin yang mampu
mengobati kerusakan hati, menambah daya tahan tubuh, dan anti diabetes
(Ahmed, 2015).
b. Saponin

Saponin akan memberikan rasa pahit atau getir (Sirait, 2007). Saponin
adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok
dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Saponin berbeda
struktur dengan senywa sabun yang ada. Saponin merupakan jenis glikosida.
Bersifat beracun untuk beberapa hewan berdarah dingin (Najib, 2009).
c. Flavonoid

Flavonoid bersifat antibakteri melalui 3 mekanisme, yaitu menghambat
sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sel dan menghambat
metabolisme energi. Mekanisme kerja dalam menghambat sintesis asam nukleat
dilakukan melalui cincin B pada flavonoid yang mempunyai peranan penting
dalam proses interkalasi atau ikatan hidrogen dengan menumpuk basa asam
nukleat yang menghambat sintesis DNA dan RNA (Cushnie & Lamb, 2005).
Adanya gangguan dalam permeabilitas membran sel ini akan mempengaruhi
gradien elektrokimia proton yang melewati membran. Gradien elektrokimia
proton melintasi membran sangat penting bagi bakteri dalam mensintesis ATP,
transport membran dan pergerakan bakteri, sehingga dengan adanya senyawa
flavonoid akan menyebabkan terganggunya proton motive force yang berakibat

8

terganggunya sintesis ATP, transport membran dan pergerakan bakteri. Selain
itu penghambatan metabolisme energi bakteri oleh flavonoid dilakukan dengan
cara menghambat proses respirasi bakteri sehingga adanya energi yang
dihambat akan berpengaruh terhadap aktivitas penyerapan metabolit dan
biosintesis makromolekul bakteri (Cushnie & Lamb, 2005). Struktur dinding sel
bakteri juga menentukan penetrasi, ikatan dan aktivitas suatu senyawa
antibakteri (Brooks , et al 2010).

2.2. Penyakit Rongga Mulut
2.2.1. Karies

Etiologi karies bersifat multifaktor terdiri dari mikroorganisme, diet
karbohidrat, host dan waktu. Bakteri banyak menempel pada permukaan gigi
akan menghasilkan asam sehingga dapat melarutkan permukaan gigi sebagai
proses demineralisasi yang merupakan awal terjadinya karies gigi (Hongini, et
al,. 2012). Bakteri pada rongga mulut sangat banyak jenisnya, diantaranya
Actinomyces viscosus, Lactobacillus acidophilus, Nocardia spp dan
Streptococcus mutans (Hongini, et al,. 2012). Streptococcus mutans merupakan
bakteri kokus gram positif dan bersifat kariogenik karena mampu
memetabolisme karbohidrat menghasilkan asam sehingga pH akan turun sampai
4,3 (Irma & Intan, 2013).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya karies gigi
diantaranya modifikasi diet, pit dan fissure sealant, kontrol plak, penggunaan
fluor, mengeliminasi bakteri kariogenik, sampai dengan penggunaan bahan yang
bersifat antibakteri (Atria, 2012; Rosidah, 2014).
2.2.2. Infeksi saluran akar

Infeksi saluran akar dimulai dengan adanya invasi mikroorganisme,
kolonisasi, pembelahan (multiplikasi) dan adanya aktifitas patogen. Kolonisasi
terjadi bila tersedia kondisi fisik dan biokimia yang cocok bagi pertumbuhan
bakteri serta yaitu pengisian yang kurang dari panjang kerja, pengisian yang
tidakhermetis, atau pengisian berlebih, dan hampir 70% memperlihatkan adanya
mikroorganisme dalam jaringan periradikular atau saluran akar yang tak
terisi.Hasilnyapada kasus-kasus ini tidak ada yang melibatkan penyakit

9

periodontal lanjut, perforasi post,atau fraktur akar dan mahkota. Hal ini
menunjukkan fakta bahwa kasus dengan radiolusensi periapikal preoperatif
memiliki lebih tinggi tingkat kegagalan sampai 70% dibandingkan dengan
tanpadestruksi tulang periradikular yang terlihat dari gambaranradiografik
(Torabinejad & Walton, 2009)

Pada analisa lesi periapikal refraktori dari terapi endodontik terlihat
bahwa daerah kultur lesi memperlihatkan kira-kira satu setengah strain bakteri
diidentifikasi merupakan bentuk anaerobik namun hampir 80% dari flora total
terdiri dari bakteri gram-positif seperti Staphylococcus dan Enterococcus
(Sunde, et al,. 2002). Kegagalan perawatan endodontik biasanya terjadi ketika
prosedur perawatan tidak memenuhi standar yang memuaskan untuk
pencegahan dan kontrol infeksi endodontik penyebab dari periodontitis apikalis.
Beberapa penelitian menunjukkan sebagian besar pasien dengan penyakit pasca
perawatan hadir dengan perawatan saluran akar yang tidak adekuat
(Kesalahanprosedur, seperti instrument yang patah, perforasi, overfilling,
underfilling, ledge, dan sebagainya merupakan penyebab langsung kegagalan
endodontik. Kesalahan prosedur umumnya tidak membahayakan hasil
perawatan endodontik kecuali terdapat infeksi yang bersamaan (Deus, Murad ,
et al,. 2008)

Kesalahan prosedur seringkali mengganggu atau mempersulit prosedur
yang dibutuhkan untuk mencapai kontrol yang adekuat dari infeksi endodontik.
Oleh sebab itu, potensi untuk kegagalan perawatan endodontik secara signifikan
lebih tinggi ketika terjadi kesalahan prosedur saat perawatan gigi yang
terinfeksi. Sebagai contoh, instrumen yang patah atau ledge dapat menghalangi
instrumen dan bahan irigasi dalam mencapai bagian apikal dari saluran akar,
menyebabkan mikroorganisme di area tersebut bertahan dan mendukung
periodontitis apikalis bahkan gigi yang telah dirawat saluran akarnya dengan
baik dapat gagal. Penyakit pasca perawatan telah dilaporkan terjadi pada 5%
sampai dengan 15% pada gigi dengan periodontitis apikalis pra-perawatan
bahkan ketika perawatan sudah memenuhi standar prosedur (Chugal, Clive, &
Spangberg, 2001).

10

2.2.3. Periodontitis

Gambar 2.3. Alur Terjadinya Periodontitis (Hassel, Klaus, Rateitschak, & Wolf,
2011)

Periodontitis adalah penyakit multifaktorial yang menyebabkan infeksi
dan peradangan jaringan pendukung gigi, biasanya menyebabkan hilangnya
tulang dan ligamen periodontal dan bisanya merupakan penyebab kehilangan
gigi pada orang dewasa dan edentulousness (Beck & Offenbacher, 2001).

Periodontitis merupakan suatu infeksi campuran dari mikroorganisme
seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus,
Actinobacillus actinomytemcomitans, dan mikroorganisme Gram-positif,
misalnya Peptostreptococcusmicros dan Streptococcus intermedius (Beck &
Offenbacher, 2001).

2.3. Bakteri Rongga Mulut
2.3.1. Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan salah satu flora normal yang berada
dalam rongga mulut manusia tetapi dapat berubah menjadi patogen apabila
terjadi peningkatan populasi bakteri (Jawetz, Melnick, & Adelberg, 2012;
Dwijayanti, 2011). Bakteri Streptococcus mutans tergolong dalam bakteri Gram

11

positif dan bersifat anaerob fakultatif (Gronroos, 2000; Sumawinata, 2004).

Jenis bakteri ini diketahui merupakan bakteri penyebab utama timbulnya karies

gigi (Sabir, 2005).

2.3.1.1. Morfologi

Streptococcus mutans (S. mutans) adalah bakteri Gram positif, bersifat

nonmotil, anaerob, dan termasuk dalam jenis bakteri fakultatif yang sering

ditemukan dalam rongga mulut manusia serta berperan dalam menyebabkan

terjadinya karies gigi (Nugraha, 2008). Streptococcus mutans dapat hidup baik

terdapat oksigen maupun tidak terdapat oksigen. Bakteri ini merupakan

golongan anaerob fakultatif yang dapat memerlukan oksigen untuk

menghasilkan energi dengan berespirasi ketika tersedia oksigen, tetapi bakteri

ini dapat juga menggunakan jalur fermentasi untuk mensintesis Adenosin

trifosfat (ATP) jika tidak tersedia oksigen (Samaranayake, 2012). Perlekatan S.

mutans pada permukaan gigi memainkan peranan yang penting dalam

pembentukan plak dan sebagai langkah awal terjadinya karies (Levinson, 2012).

2.3.1.2. Toksonomi

Adapun toksonomi dari bakteri S. mutans adalah sebagai berikut

(Nugraha, 2008):

 Kingdom : Bacteria

 Phylum : Firmicutes

 Kelas : Cocci

 Ordo : Lactobacillales

 Famili : Streptococcaceae

 Genus : Streptococcus

 Spesies : Streptococcus mutans

2.3.1.3. Peranan S mutans Pada Proses Karies

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini adalah karies gigi. Beberapa

hal yang menyebabkan karies gigi bertambah parah adalah seperti asupan

sukrosa, ketahanan host (gigi) dan saliva. Setelah mengkonsumsi makanan yang

mengandung sukrosa atau beberapa menit setelah penyikatan gigi dilakukan,

glikoprotein yang melekat (kombinasi molekul protein dan karbohidrat) akan

12

tetap bertahan pada gigi untuk mulai membentuk plak pada permukaan email
gigi. Pada saat yang sama bakteri S. mutans dalam jumlah yang sangat banyak
juga terkandung pada glikoprotein. Walaupun banyak bakteri jenis lain yang
melekat namun hanya S. mutans yang dapat menyebabkan kareis gigi (Nugraha,
2008).

Pada tahap lebih lanjut, bakteri S mutans akan menggunakan fruktosa
maupun sukrose sebagai sumber energi untuk memetabolisme glikolisis. Pada
proses metabolisme glikolisis dibutuhkan suatu enzin yakni enzim
glukosiltransferase yang menyebabkan polimerisasi glukosa pada sukrosa
dengan pelepasan fruktosa, sehingga dapat mensintesis molekul glukosa yang
memiliki berat molekul yang tinggi yang terdiri dari ikatan glukosa alfa (1-6)
dan alfa (1-3). Pembentukan ikatan alfa (1-3) ini menyebabkan glukosa sangat
erat berikatan dengan permukaan gigi sehingga tidak larut dalam air. Hal ini
merupakan kondisi yang menguntungkan bagi S. mutans untuk berkembang dan
membentuk plak pada permukaan gigi (Nugraha, 2008).

Selain fungsi diatas, maka enzim glukosiltransferase juga dapat
meningkatkan jumlah molekul glukosa dalam membentuk dextran yang
memiliki struktur mirip dengan amylose. Dextran bersama dengan bakteri akan
melekat erat pada permukaan email gigi yang menyebabkan pembentukan plak
pada gigi (Nugraha, 2008). Bila kondisi ataupun proses ini berlangsung terus
menerus dalam jangka waktu lama (kronis) maka akan menyebabkan karies gigi
(Nugraha, 2008)
2.3.2. Porphyromonas gingivalis

Porphyromonas gingivalis adalah salah satu bakteri Gram-negatif
anaerob obligat yang berperan penting pada patogenesa periodontitis (Bodet, et
al 2007).

13

2.3.2.1. Taksonomi

Secara taksonomi, klasifikasi ilmiah P. gingivalis yaitu:

Kingdom Bacteria

Phylum Bacteroidetes

Class Bacteroidetes

Ordo Bacteroisales

Family Porphyromonadaceae

Genus Porphyromonas

Species Porphyromonas gingivalis

Tabel 2.2 Klasifikasi Porphyromonas gingivalis

Sumber: (Boone, 2002)

2.3.2.2. Morfologi

Porphyromonas gingivalis hampir selalu ditemukan di daerah subgigiva

dan persisten dalam reservoir pada permukaan mukosa. P. gingivalis jarang

ditemukan dalam plak manusia yang sehat. Bakteri ini merupakan coccobacilli

gram negatif anaerob, berpigmen hitam kecoklatan dan tumbuh dalam media

kultur membentuk koloni yang konveks, halus mengkilat, dan berdiameter 1-2

mm. Koloni berwarna hitam kecoklatan. Warna gelap yang progresif pada

pusatnya ini karena produksi protoheme, suatu substansi yang bertanggung

jawab terhadap tipikal warna koloni (Kusumawardani, Pujiastuti, & Sandra,

2010).

2.3.2.3. Porphyromonas gingivalis sebagai periodontopatogen utama pada

periodontitis

Porphyromonas gingivalis adalah bakteri anaerob Gram negatif yang

berada dalam rongga mulut yang terlibat dalam patogenesis periodontitis suatu

inflamasi penyakit yang menghancurkan jaringan penyangga gigi yang akhirnya

dapat menyebabkan kehilangan gigi. Di antara lebih dari 500 spesies bakteri

yang hidup di dalam rongga mulut, bakteri kompleks yang disebut dengan “red

complex” terdiri dari Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola, dan

Tannerella forsythia yang sangat berhubungan dengan penyakit periodontal

menggunakan berbagai mekanisme untuk mengganggu mekanisme pertahanan

host (Bodet, et al,. 2007). Beberapa penelitian mengenai Porphyromonas

14

gingivalis sebagai periodontopatogen telah memberikan informasi dalam hal
filogenetik serta kriteria proteomik yang dapat melebihi bakteri lainnya, seperti
Bacteroides fragilis dan Bacteroides thetaiotaomicron sebagai bakteri anaerob
utama, dan merupakan patogen oportunistik dalam bidang kedokteran gigi.
Mikrobiota yang terdapat pada mukosa mulut manusia terdiri dari berbagai
spesies bakteri yang berhubungan komensalisme dengan host. Porphyromonas
gingivalis merupakan salah satu etiologi periodontitis kronis yang terjadi pada
orang dewasa dan merupakan komponen penting dari mikrobiota dalam rongga
mulut dan dapat berkolonisasi pada epitel rongga mulut dan juga menyebabkan
terjadinya resorpsi tulang alveolar (Yilmaz, 2008).
2.3.3. Enterococcus faecalis

Nama ”Enterocoque” pertama kali digunakan oleh Thiercelin pada surat
kabar di Prancis pada tahun 1899 untuk mengidentifikasi organisme pada
saluran intestinal. Pada tahun 1930, Lancefield mengelompokkan Enterococci
sebagai Streptococci grup D. Kemudian pada tahun 1937, Sherman mengajukan
skema klasifikasi dimana nama enterococci hanya digunakan untuk streptococci
yang dapat tumbuh pada 10°C dan 45°C, pada pH 9.6, dan dalam 6.5 % NaCl
dapat bertahan pada suhu 60°C selama 30 menit. Akhirnya pada tahun 1980-an,
berdasarkan perbedaan genetik, enterococci dipindahkan dari genus
Streptococcus dan ditempatkan di genusnya sendiri yaitu Enterococcus (Dian,
2005).

Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang biasa ditemukan dalam
saluran akar dan tetap bertahan di dalamnya meskipun telah dilakukan
perawatan. Bakteri ini bertanggung jawab terhadap 80-90 % infeksi saluran akar
yang biasanya merupakan satu-satunya spesies Enterococcus yang diisolasi dari
saluran akar yang telah selesai dilakukan perawatan. Kemampuan bakteri ini
untuk bertahan hidup dalam lingkungan pH yang tinggi dan bertahan dalam
saluran akar yang dapat menginvasi tubuli dentin, menyebabkan Enterococcus
faecalis menjadi bakteri pathogen dan dapat menyebabkan kegagalan perawatan
saluran akar (Pileggi, 2013).

Bakteri ini juga biasa ditemukan dalam saluran akar yang telah
diobturasi dan menjadi penanda adanya periodontitis apikalis kronis. Proses

15

pembersihan selama preparasi kemomekanis dapat menghilangkan iritan seperti

bakteri dan produk yang dihasilkannya serta sisa-sisa pulpa dan dentin yang

terkontaminasi. Preparasi kemomekanis ini berperan penting dalam pem-

bersihan saluran akar tetapi tidak mampu menghilangkan mikroorganisme

secara menyeluruh dari sistem saluran akar yang kompleks (Beatrice, 2010).

E. faecalis adalah gram positif cocci yang dapat berdiri sendiri,

berpasangan, atau berbentuk rantai pendek. Merupakan bakteri fakultatif

anaerob, dapat hidup meski tanpa adanya oksigen (Dian, 2005). Pada beberapa

penelitian mengenai Enterococcus faecalis pada saluran akar, ada beberapa

strain yang dapat digunakan sebagai bakteri coba. Adapaun strainnya antara lain

ATCC 4082, 49532, 49383, 49452, 49477, 10541, 19433, dan 14506 (Stuart et

al,. 2006).

2.3.3.1. Taksonomi

Berikut klasifikasi bakteri Enterococcus faecalis (Dian, 2005):

1. Kingdom : Bacteria

2. Division : Firmicitus

3. Ordo : Lactobacillales

4. Family : Enterococcaceae

5. Genus : Enterococcus

6. Species : Enterococcus faecalis

2.3.3.2. Ketahanan dan virulensi E. faecalis
E. faecalis memiliki faktor virulensi yang pasti meliputi enzim litik,

sitotoksin, substansi agregat, pheromones, dan asam lipoteik. mampu untuk
melakukan perlekatan pada hostnya dengan mengekspresikan protein dan
berkompetisi dengan bakteri lainnya sehingga menimbulkan respon dari host.
Selain itu, bakteri ini juga mampu menekan aksi limfosit sehingga sangat
berpotensi sebagai salah satu penyebab kegagalan pada perawatan endodontik.
Faktor virulensi yang dimiliki olehnya bukan faktor virulensi yang independen,
namun sedikit dependen. E. faecalis mampu untuk membagi faktor virulensi
yang ia miliki kepada spesies lain. Mungkin faktor inilah yang mengakibatkan
ia memiliki ketahanan dan resisten terhadap perawatan endodontik dan

16

menyebabkan penyakit. E. faecalis menguasai setiap saluran atau ruangan yang
ada di dalam saluran akar. Memilki serine protease, gelatin, dan protein
pengikat kolagen yang dapat membantu perlekatan pada dentin. Selain itu, ia
dapat hidup dengan merampas makanan dari spesies lain atau dari serum
hostnya. Serum yang dijadikan sumber makanan berasal dari tulang alveolar dan
ligamentum periodontal dan membantunya untuk melakukan perlekatan pada
kolagen tipe 1 (Peciuline , et al,. 2003).

Sangat baik tumbuh pada temperatur 100C hingga 450C; pertumbuhan optimal
pada temperatur 350C pada agar nonselektif (blood atau chocolate agar)

2.4. Medikamen
2.4.1. Obat Kumur

Obat kumur sudah luas digunakan terutama untuk menjaga kebersihan
oralhigiene dan agen aktif untuk gigi dan gusi. (Kukreja & Dodwad, 2012).
Obat kumur adalah larutan atau cairan yang digunakan untuk mencuci mulut.
Fungsi obat kumur secara umum adalah untuk menghilangkan atau membunuh
bakteri, sebagai astringen, penghilang bau mulut dan memiliki efek terapeutik
untuk mengurangi infeksi dan mencegah terjadinya karies (Akanade , et al,.
2004).

Obat kumur sangat diperlukan untuk membantu kerja pembersihan
rongga mulut secara mekanis. Berkumur dengan obat kumur dapat
menghilangkan bakteri dibagian interdental yang tidak terjangkau oleh sikat
gigi. Adapun mekanisme kerja obat kumur yaitu berfungsi membantu
membersihkan rongga mulut secara kimiawi (Talumewo, et al,. 2015).

Menurut Farah CS, efektifnya berkumur sebanyak 15 ml atau 10 ml
selama 30detik yaitu pada pagi hari dan malam hari setelah menyikat gigi.
Menurut AmericanDental Association (ADA), tujuan menggunakan obat kumur
adalah untuk menghilangkan sementara bau mulut atau menyegarkan nafas,
membantu mencegah kerusakan gigi, mengurangi plak dan mencegah atau
mengurangi gingivitis. ADA juga menyarankan pemakaian obat kumur
dilakukan dua kali dalam sehari setelah menyikat gigi (Mumtaz et al,. 2009;
Farah , 2009).

17

No. Merek dagang Kandungan obat kumur
1 Listerine Eukaliptol, Metil Salisat, Menthol, Timol
dan

Alkohol
2 Betadine, Septadine, Povidon Iodin

Forinfec

4 Total Care, Oral B Cetyl Pyridinium Chloride

5 Hexadol Heksetidin dan Alkohol

6 Minosep Klorheksidin Glukonat

7 Systema, Colgate Sodium Floride
8 Total

9
Plak, Pepsodent.

Tabel 2.3. Obat kumur konvensional dan kandungan (Sykes, et al,. 2016)

2.4.1.1. Klorheksidin
Klorheksidin adalah suatu kationik biguanida, dengan spectrum

antimikroba yang sangat luas. Efek antimikroba chlorhexidine dihubungkan
dengan interaksi antara chlorhexidine (kation) dan permukaan sel bakteri yang
sifatnya negatif. Setelah chlorhexidine diserap dalam permukaan dinding sel
bakteri, chlorhexidine akan menurunkan ketahanan membran sel dan
menyebabkan keluarnya bahan-bahan intraseluler. Kelebihan utama
chlorhexidine dibandingkan dengan obat kumur kebanyakan lainnya adalah
perlekatannya dengan substansi (jaringan rongga mulut). Ikatannya baik dengan
jaringan lunak maupun keras pada mulut menyebabkan efek chlorhexidine
bertahan dalam jangka waktu yang lama setelah digunakan. Jumlah bakteri
dalam saliva secara perlahan berkurang mencapai antara 10-20% dibandingkan
jumlah awal sebelum pemakaian dan tetap bertahan selama 7 hingga 12 jam
(Rizki, 2014)

Chlorhexidine memiliki sifat bakterisid dan bakteriostatik, baik untuk
18

bakteri Gram positif maupun Gram negatif, meskipun kurang begitu efektif
untuk beberapa kuman Gram negatif. Chlorhexidine juga memperlihatkan
aktivitas terhadap sarung virus, meskipun data mengenai hal ini masih terbatas.
Mekanisme kerja chlorhexidine adalah dengan merusak membran sel, bukan
karena inaktivasi ATP-ase seperti yang diperkirakan sebelumnya (Rizki, 2014).

Produk-produk yang mengandung chlorhexidine konsentrasi tinggi harus
dijauhkan dari mata dan telinga, karena berbahaya bagi organ-organ tersebut.
Pada konsentrasi rendah chlorhexidine aman digunakan, misalnya untuk cairan
kontak lensa. Chlorhexidine tersedia dalam preparat obat kumur, pembersih
kulit, dan jarang sebagai bahan pengawet. Chlorhexidine cukup efektif
walaupun keberadaannya bersamaan dengan darah, sabun, dan nanah. Namun
demikian aktivitasnya akan berkurang. Chlorhexidine dalam bentuk obat kumur
lebih efektif menurunkan skor plaque index dibandingkan dengan yang
berbentuk pasta gigi. Oleh sebab itu, chlorhexidine bukanlah bahan alternatif
yang baik untuk pastagigi (Sykes , et al., 2016).

Chlorhexidine biasa digunakan sebagai bahan aktif di dalam obat kumur
untuk mengurangi bakteri pada gigi dan rongga mulut. Salah satu efek samping
chlorhexidine adalah dapat meningkatkan bau mulut. Chlorhexidine
dinonaktifkan oleh komponen anionik, termasuk surfaktan anionik yang biasa
digunakan pada pasta gigi dan obat kumur. Karena alasan inilah obat kumur
chlorhexidine sebaiknya digunakan minimal 30 menit setelah penggunaan
produk mulut yang lain. Untuk mendapatkan efek terbaik, makanan, minuman,
dan rokok harus dihindari minimal satu jam setelah penggunaan obat kumur
(Kukreja & Dodwad, 2012).

Chlorhexidine dinetralisasi oleh pasta gigi, terutama yang mengandung
sodium lauryl sulfate dan sodium monofluorophosphat. Meskipun data masih
terbatas, untuk memaksimalkan efektivitas chlorhexidine disarankan memberi
jarak 30 menit sampai dua jam antara waktu menyikat gigi dan berkumur (Rizki,
2014)

Produk-produk berbahan dasar chlorhexidine biasanya digunakan untuk
melawan dan mencegah penyakit gusi, misalnya gingivitis. Menurut Colgate,
chlorhexidine ternyata tidak terbukti mengurangi kalkulus subginggival dan

19

pada beberapa penelitian justru meningkatkan deposit. Jika dikombinasikan
dengan xylitol, akan terjadi efek sinergis antara keduanya, sehingga efektivitas
anti plak chlorhexidine meningkat (Kukreja & Dodwad, 2012).

2.5. Antibakteri
Antibakteri adalah suatu agen yang digunakan untuk membunuh atau

menekan pertumbuhan bakteri pathogen yang merugikan manusia. Berdasarkan
sifat toksisitas selektifnya agen antibakteri ada yang bersifat bakteriostatik yaitu
menghambat pertumbuhan bakteri dan bersifat bakterisidal (Jawetz, et al.,
2012).

Agen antibakteri yang ideal memiliki toksisitas seletif yakni obat
tersebut berbahaya hanya pada pathogen saja sedangkan pada pejamu tidak
berbahay. Mekanisme kerja antibakteri antara lain inhibisi sintesis dinding sel,
inhibisi fungsi membran sel, inhibisi sintesis protein, dan inhibisi sintesis asam
nukleat. Agen antibakteri yang bekerja dengan menghambat sintesi dinding sel
adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin, dan sikloserin.

Agen antibakteri yang menghambat fungsi membran sel bakteri adalah
antibiotic polimiksin, deterjen, ionofor, daptomisin, amfoterisin B, kolistin,
imidazole dan triazol. Agen antibakteri yang bekerja secara selektif dalam
menghambat sintesi protein adalah eritromisin, linkomisin, tetrasiklin,
glisilsiklin, aminoglikosida, dan kloromfenikol. Rifampin adalah salah satu
contoh agen antibakteri yang bekerj selektif menghambat sintesi asam nukleat.
Contoh lain obat-obatan yang bekerja dengan menghambat sintesi asam nukleat.
Contoh lain obat-obatan yang bekerja dengan menghambat sintesis asam nukleat
adalah golongan kuinolon, pirimetamin, sulfomida, trimoteprim (Jawetz, et al.,
2012). Mekanisme kerja antimikroba atau antibakteri dapat dibagi menjadi lima
cara, yaitu (Kenneth & Ray, 2004) :

a. Penghambat sintesis dinding sel
Antibakteri berperan sebagai penghambat pembentukan peptidoglikan
pada dinding sel bakteri. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan sel
akibat tidak adanya lapisan pelindung. Kerja antibakteri ini dapat dilihat
pada golongan penisilin dan sefalosporin. Obat – obat seperti penisilin
dan sefalosporin dapat terikat kepada reseptor khusus dan menghambat
20

reaksi transpeptidasi yang penting untuk sinstesis dinding sel. Obat ini
juga dapat melumpuhkan penghambat enzim autolitik dinding sel.
b. Penghambat fungsi membran sel
Antibakteri ini berperan merusak permeabilitas membran sel yang
menyebabkan penghambatan transport nutrient dari data menuju sel. Hal
ini menyebabkan pertumbuhan sel terhambat. Model antibakteri ini dapat
dilihat pada polimiksin dan tirosidin. Obat-obat tertentu bekerja sebagai
detergen (misalnya polimiksin). Obat lain dapat terikt kepada komponen
membran yang hanya dijumpaidalam sel mikroba seperti ergosterol
(seperti antimikroba).
c.Penghambat sinstesi protein
Antibakteri ini bekerja untuk mencegah pembentukan polipeptida dengan
cara menghambat pembentukan molekul sederhananya berupa peptide,
contohnya aminoglikosida dan tetrasiklin. Banyak antibakteri menghambat
sintesi protein baktei dengan mekanisme yang berbeda. Aminoglikosida
dapat terikat kepada reseptor khusus pada subunit ribosoma 30S,
menghambat pembentukan ikay peptide dan menyebabkan salah baca
kode. Tetrasiklin bersatu dengan komponen yang berbedan dari subunit
30S menghambat perlekatan t-RNA aminosil pada komplek ribosom.
Antimikroba yang lainnya, termasuk kloramfenikom and eritromisin,
menghambat sintesi protein dengan mengikat konstituen subunit ribosom
50S.
d.Penghambat sintesis asam nukleat
Mekanisme kerjanya dengan cara merusak enzim – enzim persintesis asam
nukleat. Beberapa contoh obat bekerja dengan cara – cara berikut.
Rifampin menghambat polymerase RNA yang tergantung pada DNA.
Sulfonamida berkompetensi dengan PABA untuk memberi hambatan pada
tahap awal proses sintesis asam folat yang diperlukan oleh sel-sel jenis
mikroba tertentu, tetapi oleh sel mamalia.
e.Antimetabolit
Menghambat reaksi metabolism sel bakteri dengan menghasilkan inhibit
enzim competition. Yang termasik ke dalam golongan ini adalah Sulfa atau

21

Sulfonamide, Trimetophtim, Azeserine.
Aktivitas antibakteri ditentukan oleh spectrum kerjanya (spectrum kerja luas
atau spectrum kerja sempit, proses atau cara kerja (bakterisid dan
bakteriostatik) dan ditentukan pula oleh konsentrasi hambat minimal.
Antibakteri dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi bila konsentrasi
antibakteri yang rendah tetapi mempunyai daya membunuh atau daya
hambat yang besar. Pada percobaan in vitro denagan metode lempeng agar,
hal ini dapat dilihat pada besar diameter hambat pertumbuhan mikroba
(Kenneth & Ray, 2004).

2.5.1. Uji Sensitifitas Bakteri
Tes sensitifitas antibakteri dapat dilakukan dengan banyak metode.

Umumnya digunakan 2 metode yaitu metode dilusi dan metode difusi (Jawetz,
et al., 2012):
2.5.1.1. Metode Difusi

Media difusi menggunakan kertas disk yang berisi ekstrak dan telah
diketahui konsentrasinya. Ada beberapa cara pada metode difusi ini, yaitu :

1) Cara Kirby-Bauer
Cara Kirby-Bauer merupakan suatu metode uji sensitivitas bakteri

yang dilakukan dengan membuat suspensi bakteri pada BHIB atau MHB dari
koloni pertumbuhan kuman 24 jam, selanjutnya disuspensikan dalam 0,5 ml
BHIB atau MHB (diinkubasi 4-8 jam pada suhu 37°C). Hasil inkubasi bakteri
diencerkan sampai sesuai dengan standar konsentrasi kuman CFU/ml (CFU :
Coloni Forming Unit). Suspensi bakteri diuji sensitivitas dengan meratakan
suspensi bakteri tersebut pada permukaan media agar. Disk ekstrak diletakkan
di atas media tersebut dan kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 19-24
jam. Dibaca hasilnya :

a) Zona radical 26
Suatu daerah disekitar disk dimana sama sekali tidak ditemukan

adanya pertumbuhan bakteri.
b) Zona iradical

22

Suatu daerah disekitar disk yang menunjukkan pertumbuhan
bakteri dihambat oleh ekstrak tersebut, tapi tidak dimatikan. Disini
akan terlihat adanya pertumbuhan yang kurang subur atau lebih jarang
dibanding dengan daerah diluar pengaruh ekstrak tersebut (Jawetz, et
al., 2012).
Daya antibakteri berdasarkan zona hambatnya (Jannata, 2014):
a. Sangat kuat : zona hambat ≥20 mm
b. Kuat : zona hambat antara 10 mm- 20 mm
c. Sedang : zona hambat antara 5 mm- 10 mm
d. Lemah : zona hambat ≤5 mm
2) Cara sumuran
Suspensi bakteri 108CFU/ml diratakan pada media agar, kemudian
agar tersebut dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu menurut kebutuhan.
Larutan antibiotik yang digunakan diteteskan kedalam sumuran. Diinkubasi
pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Dibaca hasilnya, seperti pada cara Kirby-
Bauer (Jawetz, et al., 2012)
3) Cara Pour Plate
Setelah dibuat suspensi kuman dengan larutan BHI sampai
konsentrasi standar (108CFU/ml), lalu diambil satu mata ose dan dimasukkan
kedalam 4ml agar base 1,5% dengan temperatur 50⁰C. Suspensi kuman
tersebut dibuat homogen dan dituang pada media agar Mueller Hinton. Setelah
beku, kemudian dipasang disk antibiotik (diinkubasi 15-20 jam pada suhu
37⁰C) dibaca dan 2 disesuaikan dengan standar masing-masing antibiotik
(Jawetz, et al., 2012)
2.5.1.2. Metode Dilusi
Pada prinsipnya ekstrak diencerkan hingga diperoleh beberapa
konsentrasi. Metode yang dipakai ada dua macam, yaitu metode dilusi kaldu
disebut juga dengan dilusi cair dan metode dilusi agar atau dilusi padat. Pada
dilusi cair, masing-masing konsentrasi ekstrak ditambah suspen bakteri dalam
media. Sedangkan dalam dilusi padat, tiap konsentrasi ekstrak dicampur dengan
media agar, lalu ditanami bakteri. Pertumbuhan bakteri ditandai oleh adanya
kekeruhan setelah 16-20 jam diinkubasi. Konsentrasi terendah yang

23

menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan,
dan disebut dengan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM). Masing-masing
konsentrasi ekstrak yang menunjukkan hambatan pertumbuhan ditanam pada
agar padat media pertumbuhan bakteri dan diinkubasi (Jawetz, et al., 2012).

2.6. Tinjauan Umum Ekstraksi
2.6.1. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut.
Maserasi digunakan untuk ekstraksi simplisia yang mengandung zat aktif yang
mudah larut di dalam cairan pelarut, tidak mengandung zat yang mudah
mengembang dalam cairan pelarut, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-
lain (Departemen Kesehatan, 2000). Pelarut yang digunakan dipilih dengan
memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut agar
memberikan efektifitas yang tinggi. Umumnya pelarut methanol merupakan
pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organic
bahan alam, karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.
Namun penggunaannya telah ditinggalkan dan digantikan oleh etanol karena
dalam jumlah kecil sangat toksik bagi manusia (Darwis, 2000).
2.6.2. Pemekatan

Hasil maserasi dalam jumlah pelarut yang cukup banyak dapat
dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator. Tujuan hal ini untuk
menghindari terjadinya pengurangan tekanan dan memudahkan penguapan
pelarut walaupun pada temperature di bawah titik didihnya. Keuntungan lain
dengan menggunakan rotary evaporator adalah menghindari terjadi proses
degradasi senyawa metabolit sekunder selama pemekatan atau pengurangan
pelarut karena dilakukan dalam kondisi vakum dan tidak menggunakan suhu
tinggi. Hasil yang akan diperoleh berupa ekstrak kasarm yang mana seluruh
senyawa bahan alam yang terlarut dalam pelarut yang digunakan akan berada
pada ekstrak kasar ini (Darwis, 2000).

24

2.7. Media Bakteri
2.7.1. Brain Heart Infusion
2.7.1.1. Brain Heart Infusion Agar

Brain Heart Infusion Agar adalah media yang digunakan untuk isolasi,
kultur, dan pemeliharaan berbagai mikroorganisme yang rewel dan tidak rewel.
BHI Agar adalah basa yang sangat bergizi yang memenuhi persyaratan
pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme termasuk bakteri, ragi, dan jamur.
BHI Agar yang dilengkapi dengan (5 hingga 10%) darah domba defibrinasi
digunakan secara luas untuk pemulihan jamur dimorfik seperti Histoplasma
capsulatum dan jamur patogen lainnya seperti Coccidioides immitis (Biologycal,
2014). Brain Heart Infusion telah terbukti efektif dalam kultur berbagai
mikroorganisme, termasuk banyak jenis patogen. Ini telah berfungsi sebagai
media dasar untuk formulasi media kultur baru ketika dilengkapi dengan darah
atau dengan agen selektif. Tanpa suplemen, Brain Heart Infusion (BHI) Agar
saat ini direkomendasikan sebagai media universal untuk bakteriologi aerob dan
untuk pemulihan primer jamur dan Actinomycetales dari spesimen klinis dan
dari bahan nonklinis. Brain Heart Infusion (BHI) Agar memperoleh nutrisi dari
komponen infus jantung, pepton dan glukosa. Pepton dan infus adalah sumber
nitrogen organik, karbon, belerang, vitamin, dan zat sisa. Glukosa adalah
sumber karbohidrat yang dimanfaatkan oleh mikroorganisme melalui aksi
fermentasi (Dickinson , 2013).
2.7.1.2. Brain Heart Infusion Broth

Brain Heart Infusion (BHI) Broth adalah media serba guna yang
digunakan untuk isolasi, kultur, dan pemeliharaan berbagai mikroorganisme
yang sensitive dan tidak sensitive. Versi anaerob dari BHI Broth juga tersedia
yang mengandung vitamin K dan hemin; konstituen ini adalah faktor
pertumbuhan yang diperlukan untuk beberapa organisme anaerob (Biologycal,
2014).
2.7.2. Mueller Hinton Agar (MHA)

Mueller Hinton Agar pada tahun 1941 digunakan sebagai isolasi spesies
patogen Neisseria, namun saat ini lebih umum digunakan untuk uji keretanan
mikroorganisme yang tidak rewel dengan menggunakan teknik disk difusi

25

Kirby-Bauer. Lima persen darah domba dan nikotinamid adenin dinukleotida
juga dapat ditambahkan ketika uji kepekaan dilakukan pada spesies
Streptococcus. Jenis ini juga umum digunakan untuk pengujian kerentanan
Campylobacter (Aryal, 2018).

Media Mueller Hinton mengandung ekstrak daging sapi, asam
hydrolyzate dari casein, Starch dan Agar. Ekstrak daging sapi dan asam
hydrolyzate dari Casein menyediakan nitrogen, vitamin, karbon, asam amino,
sulfur dan nutrisi penting lainnya. Pati ditambahkan untuk menyerap metabolit
toksik yang diproduksi. Hidrolisis pati menghasilkan dekstrosa, yang berfungsi
sebagai sumber energi. Agar adalah agen penguat (Aryal, 2018).

Penggunaan utama Agar Mueller Hinton adalah untuk pengujian
kerentanan antimikroba. media ini telah menjadi media standar untuk metode
Bauer Kirby dan kinerjanya ditentukan oleh National Committee for Clinical
Laboratory Standards. Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan Neisseria,
pengujian makanan yang ditentukan dalam Manual Analitik Bakteriologis FDA,
dan prosedur yang biasa dilakukan pada bakteri anaerob, aerob dan fakultatif
(Aryal, 2018).

MHA biasa digunakan untuk uji kerentanan antibiotik karena MHA
adalah media non-selektif dan non-diferensial, hampir semua organisme yang
berlapis disini akan tumbuh. MHA mengandung pati, yang dapat menyerap
racun yang dilepaskan dari bakteri sehingga tidak dapat mengganggu antibiotik
dan sebagai perantara tingkat difusi antibiotik melalui agar. MHA mrerupakan
loose agar yang memungkinkan difusi antibiotik yang lebih baik, difusi yang
lebih baik mengarah ke zona hambatan yang lebih benar (Aryal, 2018).

26

BAB 3
KERANGKA KONSEP , KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

1.1. Kerangka Konsep

Ekstrak Etanol Batang Metabolit Sekunder
Arcangelisia flava (L) flavonoid, terpenoid,

Merr ,alkaloid,saponin

Larutan Ekstrak Etanol Batang
Arcangelisia flava (L) Merr
10%,20%,30%,40%,50%

Streptococcus mutans Porphyromonas Enterococcus
gingivalis faecalis

Diameter Zona
Hambat

Keterangan: Variabel yang tidak diteliti
Variabel yang diteliti
- Variabel Independen
Variabel dependen

27

1.2. Kerangka Teori

Batang Akar Kuning
Arcangelisia flava (L) Merr

Maserasi dan
Pemekatan

Menghambat

Bakteri Ekstrak Etanol Akar
Rongga Mulut Kuning Arcangelisia flava

(L) Merr

Uji Antibakteri

Streptococcus Porphyromonas Enterococcus
mutans gingivalis faecalis

Karies Periodontitis Infeksi Saluran
Akar

28

1.3. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka yang diperoleh, maka hipotesis pada

penelitian ini adalah :
1. Ekstrak batang Arcangelisia flava (L) Merr dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.
2. Ekstrak batang Arcangelisia flava (L) Merr dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.
3. Ekstrak batang Arcangelisia flava (L) Merr dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Enterecoccus faecalis.

29

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni (true

experimental) dengan desain penelitian yang digunakan yaitu post test only
control group design. Uji yang digunakan meliputi disk difusi Kirby Bauer
untuk menguji respon pertumbuhan bakteri terhadap agen antimikroba dan
Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) untuk mengetahui konsentrasi minimal
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
4.1.1. Jumlah Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 7 perlakuan dalam 2 kelompok yang
berbeda. Kelompok pertama (kelompok uji) merupakan kelompok yang terdiri
dari 5 perlakuan masing-masing pada bakteri S. mutans, P. gingivalis dan E.
faecalis yang diberi ekstrak A.flava. Kelompok kedua (kelompok kontrol)
merupakan kelompok yang terdiri dari 2 perlakuan pada bakteri S. mutan,s P.
gingivalis dan E. faecalis yang diberi klorheksidin 0,2% (kontrol positif) dan
DMSO 5% (kontrol negatif).
4.1.2. Jumlah Pengulangan

Untuk menentukan jumlah pengulangan pada penelitian ini digunakan
rumus Federer (Suyatno, 2012) sebagai berikut:

Keterangan: (t-1) (n-1) ≥ 15

t = jumlah perlakuan, n = jumlah pengulangan tiap perlakuan

Jika dilakukan perhitungan

(7-1) (n-1) ≥ 15

(6) (n-1) ≥ 15

6n – 6 ≥

6n ≥ 21

n ≥ 3,5≈ 4

Dari perhitungan diatas, maka didapatkan jumlah pengulangan untuk

tiap perlakuan yaitu 4 kali, tapi penelitian ini dilakukan pengulangan 5 kali.

30

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2019.

4.3. Subjek Penelitian dan Pemilihan Sampel
4.3.1. Subjek Bakteri

Subjek bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu S. mutans
dan P. gingivalis standar ATCC 33277 dan E. faecalis ATCC 29212 yang
didapat dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember.
4.3.2. Subjek Tumbuhan

Subjek tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak
Batang Akar Kuning. Identifikasi subjek tumbuhan dilakukan oleh ahli
taksonomi Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman.

4.4. Instrumen Penelitian
4.4.1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mueller-Hinton Agar
(MHA), Mueller-Hinton Broth (MHB), Brain Heart Infusion Agar (BHIA),
Brain Heart Infusion Broth (BHIB), klorheksidin 0,2%, aquadest, DMSO 5%,
ekstrak batang Arcangelisia flava Merr, bakteri S. mutans, P. gingivalis dan E.
faecalis.
4.4.2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah handscoon, masker,
petri dish, micropipet, rak dan tabung reaksi, spiritus, pinset, erlenmeyer,
inkubator, spidol, jangka sorong, autoclave, jarum ose, blank disk 6 mm, pinset,
timbangan, gelas ukur, cotton bud steril, bunsen, hot plate, rotary evaporator.

31

4.5. Variabel Penelitian
4.5.1. Variabel Bebas/Independen

Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak batang Arcangelisia
flava Merr yaitu dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%.
4.5.2. Variabel Terikat/Dependen

Variabel terikat pada penelitian ini adalah diameter zona hambat dan
konsentrasi hambat minimal yang ditimbulkan oleh bakteri S. mutans, P.
gingivalis, dan E. faecalis.

4.6. Definisi Operasional
Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak

menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:
1. Konsentrasi Larutan Ekstrak Etanol Batang Arcangelisia flava

Adalah ekstrak batang Arcangelisia flava (L) Merr yang dibuat dari
berbagai konsentrasi. Larutan konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah
10%, 20%,30%,40%,50%.
2. Zona Hambat
Adalah daerah jernih yang mengelilingi cakram tempat berdifusi zat
antibakteri, diukur menggunakan jangka sorong dalam satuan mm.
4.7. Prosedur Penelitian
4.7.1. Sterilisasi Alat

Pensterilan alat-alat yang akan digunakan menggunakan autoclave pada
suhu 121oC dan tekanan 15 Psi selama 15-20 menit. Sedangan untuk alat-alat
yang tidak dapat disterilkan menggunakan autoclave disterilkan dengan etanol
96%.
4.7.2. Pembuatan Ekstrak Batang Akar Kuning

Batang dikeringkan selama ± 3 hari. Kemudian diibuat serbuk halus.
Serbuk diayak dengan menggunakan ayakan Mess untuk mendapatkan serbuk
yang lebih halus. Serbuk batang akar kuning yang telah diayak direndam dalam
pelarut etanol 96% selama ±3 hari pada suhu kamar sambil diaduk satu kali
setiap hari. Hasil perendaman disaring dan diulang sebanyak tiga kali, kemudian
ditampung dalam botol untuk selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan alat

32


Click to View FlipBook Version