The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by f10, 2020-11-25 01:36:31

01 The Secret Seven - Serikat Sapta Siaga

01-Serikat Sapta Siaga

SERIKAT SAPTA SIAGA £vuxM3 Cutow On

THE SECRET SEVEN THE

Lencana Jack terjatuh ketika Sapta Siaga sedang SECRET SEVEN
membuat boneka salju. Terpaksa malam-malam ia
mencarinya Di malam itu Jack melihat mobil gandeng SERIKAT SAPTA SIAGA
berhenti di depan rumah kosong Dua laki-laki turun
dan membuka pintu mobil. Tiba-tiba terdengar dengusan
marah, disusul jentan yang melengking tinggi, lalu suara
pergumulan diselingi napas terengah-engah dua laki-
laki..,.
Buku ini mengisahkan petualangan mereka yang
pertama.

Judul-judul selengkapnya
1, Serikat Sapta Siaga
2, Rahasia Jejak Bundar
3, Memecahkan Rahasia Kapak Merah
4, Mencari Jejak
5, Mencari Anjing Hilang
6 Komplotan Misterius
7 Gua Rahasia
8. Rahasia Rumah Kosong
9, Tuduhan Palsu

10 Misteri Biola Kuno
11 Bermain Api
12 Gara-Gara Teleskop
13 Keributan Sesama Kawan
14 Membela Teman
15, Menerima Tanda Jasa

V

L

ENID BLYTON

SERIKAT SAPTA SIAGA

Gm

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2000

THE SECRET SEVEN
by Enid Blyton

Copyright © Enid Blyton Ltd.
All rights reserved.

is a registered trademark of Enid Blyton Limited Daftar Isi

SERIKAT SAPTA SIAGA 1. Rapat Rahasia S.S. 7
Alih bahasa: Agus Setiadi 2. Serikat Sapta Siaga 15
3. Orang Tua yang Pemarah 27
GM 310 00.565 4. Pengalaman Jack yang Aneh 37
Sampul dikerjakan oleh Eduard Iwan Mangopang 5. Rencana Penyelidikan yang Hebat 47
6. Penyelidikan Dimulai 55
Hak cipta terjemahan Indonesia: 7. Pembicaraan dengan Pak Penjaga 64
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama 8. Sekali Lagi Rapat 72
Jl. Palmerah Selatan 24 26, Jakarta 10270 9. Aksi Malam Hari 82
10. Terjebak! 93
Diterbitkan pertama kali oleh 11. Tawanan 102
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama 12. Rahasia Terbongkar 111

anggota IKAPI,
Jakarta, 1977

Cetakan kelima: Juli 2000

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

BLYTON, Enid
Serikat Sapta Siaga/Enid Blyton; alih bahasa, Agus

Setiadi—cet. 5—Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000
128 hlm : 18 cm—(Sapta Siaga # 1)

Judul asli: The Secret Seven
ISBN 979 - 655 - 565 - 4

I. Judul. II. Setiadi, Agus III. Seri

813K

Dicetak oleh CV Duta Prima, Jakarta
Isi di luar tanggung jawab percetakan

Dicetak di atas kertas Koran Inforsa - Import Canada

1
Rapat Rahasia S.S.

Peter memandang adiknya, Janet. Adik perem¬
puannya itu sedang asyik membaca buku. Tapi
Peter terpaksa mengganggunya karena ada se¬
suatu yang perlu dibicarakan.

”Kita mesti mengadakan pertemuan Sapta
Siaga lagi,” ujarnya. ”Sudah lama kita tidak
rapat.”

”0h—betul juga!” seru Janet. Gadis itu me¬
nutup bukunya keras-keras. "Sebetulnya kita
tidak melupakan perkumpulan kita, Peter. Tapi
selama liburan Natal ini banyak sekali hal
yang mengasyikkan. Jadi kita tak sempat
mengadakan pertemuan.”

"Tapi itu perlu,” bantah Peter. ”Tidak ada
gunanya membentuk perkumpulan rahasia, jika
sesudahnya kita tidak mengadakan pertemuan.
Sebaiknya cepat-cepat saja kita kirimkan
undangan rapat kepada para anggota.”

”Ya ampun! Kalau begitu, kita harus menulis
lima surat,” erang Janet. Tapi ia ada akal.

7

”Eh, Peter! Kalau menulis, kau lebih cepat dan satu surat lagi untuk Barbara... Eh, siapa
daripada aku. Sebaiknya kau menulis tiga, anggota kita yang ketujuh? Aku lupa ”
sedangkan aku dua saja.”
”Tentu saja George,” ujar Janet. ”Pam, Colin,
Skippy, anjing spaniel kuning mereka, meng¬ Jack, Barbara, George, dan kita berdua. Jadinya
gonggong ribut. tujuh anggota. Tujuh anggota Sapta Siaga.
Asyiiik!”
”Ya, ya. Aku tahu, kau juga ingin menulis.
Sayang kau tidak bisa,” kata Janet sambil Perkumpulan tujuh orang anak, yang diberi
menepuk-nepuk kepala Skippy. ”Tapi kau boleh nama Sapta Siaga, merupakan perkumpulan
menggondol satu, dan mengantarkannya pada yang dibentuk oleh Peter dan Janet. Mereka
anggota kita. Itu tugasmu. Skip.” beranggapan, pasti asyik bila membentuk suatu
kelompok rahasia. Para anggotanya yang ter¬
"Enaknya kita tulis apa ya?” tanya Peter diri atas anak-anak lelaki dan perempuan, ha¬
sambil mengambil kertas surat. Ia mencari- rus hafal kata sandi yang dirahasiakan. Dan
cari kata yang cocok. Sibuk sekali kelihatan¬ juga harus memasang lencana—berbentuk
nya, menggigit-gigit ujung pena. kancing dengan tulisan S.S.—pada baju me¬
reka.
”Well, sebaiknya mereka kita undang saja
kemari,” kata Janet. ”Untuk tempat pertemuan, ”Nah, siap!” kata Peter, lalu menyodorkan
kita bisa menggunakan gudang tua di ujung surat yang sudah selesai dibuatnya pada Janet.
kebun. Bagaimana pendapatmu? Sewaktu mu¬ "Sekarang kau bisa menyalinnya.”
sim dingin, Mom mengizinkan kita bermain
di sana.” ”Aku kan tak perlu menulis sebagus mung¬
kin, Peter?” kata Janet agak khawatir. ”Kalau
”Betul,” jawab Peter. Dia mulai menulis. aku harus menulis dengan rapi, akan lama
Memang betul, ibu mereka mengizinkan me¬ sekali.”
reka bermain dalam gudang tua itu, karena di
situ hangat. Letaknya berdekatan dengan ketel "Sudahlah! Pokoknya masih bisa dibaca,”
pemanas rumah kaca. Sambil menulis, Peter jawab Peter. ”Kan tidak kita kirimkan lewat
berbicara lagi pada adiknya, ”Kusiapkan dulu pos. 95
surat pertama ini, nanti kau bisa menyalinnya.
Coba kauhitung dulu, kita perlu menulis satu Janet membaca surat yang ditulis Peter,
untuk Pam, satu untuk Colin, satu untuk Jack, "PERHATIAN! PENTING! Besok akan diada¬
kan rapat Sapta Siaga. Tempat pertemuan di
8
9

gudang pinggir kebun, pukul sepuluh. Jangan ”0h ya—benar juga. Baltasar, orang bijak
lupa KATA SANDI!” dari Timur,” kata Janet. ”Wah, aku jadi salah
tulis. Benar deh, aku tak boleh ngomong kalau
”Ya Tuhan—apa kata sandi yang kita tentu¬ sedang menulis.”
kan dulu?” kata Janet bingung. ”Sudah lama
sekali kita tidak mengadakan pertemuan. Jadi¬ Setelah itu ruangan menjadi sunyi. Keduanya
nya aku lupa!” sibuk menulis surat. Janet mempunyai ke¬
biasaan kocak. Kalau menulis, lidahnya terjulur
”Nah, itu dia! Untung ada aku yang bisa keluar. Tapi katanya, ia tidak bisa menulis
mengingatkan,” kecam Peter. ”Kata sandi kita dengan rapi jika lidahnya tidak terjulur. Jadi
yang terakhir adalah Baltasar. Waktu itu kita ia menjulurkan lidahnya.
menyesuaikan diri dengan perayaan Natal.
Masa kau sampai lupa!” Peter selesai lebih dulu. Amplop disodorkan¬
nya pada Skippy, untuk dijilat. Skippy paling
10 pintar menjilat amplop, karena lidahnya besar
dan selalu basah.

”Sayang kita tidak perlu memakai perangko,
Skip. Kalau pakai, kau juga boleh menjilatnya,”
kata Peter menggoda.

"Bagaimana, kita pergi mengantar surat-surat
ini sekarang?” usul Janet. ”Kata Mom, kita
boleh main keluar. Pagi ini cerah. Tapi mung¬
kin udaranya dingin. Brrr!”

Begitu mendengar kata ”keluar”, dengan
segera Skippy meloncat-loncat. Kaki depannya
mengais-ngais pintu dengan tidak sabar.

Tak lama kemudian mereka bertiga sudah
berjalan di tengah salju. Udara dingin, tapi
cerah. Mula-mula mereka ke rumah Colin.
Sayang ia tidak di rumah, karena itu surat
undangan dititipkan pada ibunya.

11

Sesudah itu mereka menuju ke rumah sambil menggeram. Anjing itu bingung. Di
George. Ia ada dan sangat gembira ketika musim panas, ia bisa minum di kolam dan
mengetahui bahwa akan diadakan rapat rahasia. berenang-renang di dalamnya. Sekarang tiba-
tiba terjadi hal yang aneh. Ia tak mengerti,
Kemudian mereka mampir di tempat Pam. dan sama sekali tidak menyukai perkembangan
Jack kebetulan ada di sana, jadi Peter me¬ baru itu.
nyerahkan dua pucuk surat. Tinggal satu lagi,
untuk Barbara. Tapi sial! Ia sedang bepergian. Sorenya Peter dan Janet pergi ke gudang.
Tentu saja Skippy harus ikut! Ruangannya
”Wah, repot nih!” kata Peter kesal. Tapi ia hangat, karena api ketel menyala besar. Ta¬
tenang kembali ketika mendengar bahwa Bar¬ naman dalam rumah kaca memerlukan udara
bara malam ini juga akan pulang. "Bisakah hangat. Peter memandang berkeliling.
dia datang ke tempat kami besok pagi?” tanya
Peter pada ibu Barbara. Ia mendapat jawaban, "Rasanya menyenangkan juga tempat ini.
kemungkinan besar Barbara akan datang. Kita atur saja beberapa peti untuk tempat
duduk. Di atasnya kita taruh bantal-bantal ke¬
”Kalau begitu, kelima-limanya Lengkap,” ujar bun yang sudah usang. Nanti kita tanyakan
Janet dalam peijalanan pulang. ”Ayo, Skippy. pada Mom, apakah boleh meminta limun atau
Kita ke taman! Nanti kita meluncur di kolam. minuman lain. Dan tentu saja kue-kue. Kita
Es di sana tebal sekali!” mengadakan rapat sungguhan!”

Mereka tampak asyik bermain di taman, Mereka menarik beberapa peti ke tengah.
main lempar-lemparan salju dan berseluncur Beberapa bantal tua diletakkan di atas peti-
di kolam yang airnya telah membeku. Peter peti itu. Di lantai dibentangkan beberapa buah
dan Janet tertawa terpingkal-pingkal melihat karung. Itu permadaninya. Janet sibuk mem¬
tingkah Skippy yang lucu! Anjing itu berusaha bersihkan sebuah rak kecil. Di situ nanti di¬
lari di atas es, tapi kakinya selalu terpeleset. tempa kan limun dan kue-kue. Itu kalau di¬
Begitu mulai berlari, langsung jatuh ter- berikan oleh ibu mereka.
jerembap! Akhirnya Skippy meluncur sambil
telentang. Dengan badan lemas karena terlalu "Kita cuma punya lima peti yang bisa di¬
banyak tertawa, mereka berdua terpaksa me¬ pakai untuk tempat duduk,” kata Peter. ”Dua
narik anjing itu ke luar kolam. orang terpaksa duduk di lantai.”

Skippy jengkel sekali. Ia memandang kolam Ah, tidak perlu,” bantah Janet. ”Di pojok

12 13

situ ada dua pot bunga yang besar, kita keluar¬ 2
kan saja dan kita telungkupkan. Kan bisa juga Serikat Sapta Siaga
untuk tempat duduk.”
Keesokan harinya, lima orang anak beijalan
Akhirnya tersedia juga tujuh tempat duduk: menuju ke rumah yang dikenal dengan nama
lima peti dan dua pot bunga. "Rumah Penggilingan Tua”. Di situlah tempat
Peter dan Janet tinggal. Nama itu diambil dari
”Nah, selesai juga persiapan kita,” ujar Peter. tempat penggilingan rusak yang terdapat di
Ia menggosok-gosokkan tangan, merasa puas. atas bukit. Bekas penggilingan gandum itu
”Aku tahu apa yang akan kulakukan malam sudah tak dipergunakan lagi selama bertahun-
tahun.
• • 5»
George yang datang paling dulu. Ia melintasi
mi. kebun, dan sampai di depan gudang. Yang
pertama-tama dilihatnya adalah tanda yang ter¬
”Apa yang hendak kaukerjakan?” tanya pampang di pintu: S.S. Dua huruf besar-besar,
Janet. tertulis jelas dengan cat hijau.

”Aku mau membuat dua huruf S yang besar- Ia mengetuk pintu. Ia mendengarkan se¬
besar,” kata Peter. "Kuberi wama hijau. Setelah bentar, tapi tak terdengar apa-apa. Ia mengetuk
itu kugunting dan kutempelkan pada karton. sekali lagi. Masih tetap tak ada jawaban. Pada¬
Kemudian kutempelkan pada pintu gudang.” hal ia tahu pasti, Peter dan Janet ada di
dalam. Tadi kelihatan wajah Janet di balik
”Oh—hebat! S.S,-—Sapta Siaga!” ujar Janet endela kecil.
gembira. ”Itu namanya—hebat-'
Ia mendengar suara mengendus di bawah
14
15

pintu. Pasti itu Skippy. George mengetuk pintu ang sudah dalam gudang cepat-cepat menutup
sekali Lagi. Ia sudah tidak sabar. mulut. Mereka menunggu kata sandi.

”Sebutkan kata sandi kita dulu, tolol!” ter¬ ”Baltasar,” bisik Barbara. Suaranya terdengar
dengar suara Peter mendesis. aneh sekali, sehingga yang mendengarnya kaget.

”Oh, aku lupa!” ujar George. "Baltasar!” "Baltasar,” menyusul bisikan Pam. Pintu ter¬
Dengan segera pintu dibuka dari dalam. buka, dan kedua anak perempuan itu masuk.
George masuk sambil meringis. Ia meman¬
dang berkeliling. ”Wah, nyaman juga tempat '’Bagus! Kalian berdua memakai lencana,”
ini. Di sinikah tempat pertemuan kita liburan kata Peter senang. ”Mana Colin dan Jack?
ini?” Mereka terlambat datang.”
”Ya. Di sini enak dan hangat,” kata Peter.
”Hai, mana lencanamu? Maksudku kancing Ternyata Jack menunggu Colin di pintu
yang ada tulisan S.S.-nya?” .ebun. Ia lupa kata sandi yang harus disebut¬
”Sialan! Aku lupa,” ujar George menyesal. kan. Ya ampun, apa ya? Jack sibuk memikir¬
”Mudah-mudahan saja tidak hilang.” kannya: Sinterklas—Orang Bijak—ah! Ia sudah
”Kau ini bukan anggota yang baik,” kecam lupa pada kata itu. Tapi ia merasa, pasti ada
Janet dengan suara galak. ”Sudah lupa me¬ hubungannya dengan Natal.
nyebutkan kata sandi, sekarang lupa memakai
lencana!” Ia tak ingin pergi ke tempat pertemuan
”Maaf deh,” kata George. ”Terus terang tanpa mengetahui kata sandi yang harus di¬
saja, aku juga hampir melupakan Serikat sebutkan. Peter pasti akan sangat keras me¬
Rahasia kita.” megang peraturan. Sedangkan Jack tak mau
”Wah, kalau begitu kau ini tak pantas men¬ diomeli di depan anak-anak lain. Karena itu
jadi anggota,” tukas Peter. dia memeras otak, mencoba mengingat kata
”Hanya karena kita lama tak berjumpa saja! itu. Ketika dilihatnya Colin di kejauhan, ia
Kurasa kau ini...” George tak sempat menye¬ memutuskan untuk menunggu temannya itu.
lesaikan kecaman balasannya, karena ada yang Colin pasti masih ingat!
mengetuk pintu.
Yang datang Pam dan Barbara. Ketiga anak "Hai!" sapa Colin ketika sudah dekat. ”Kau
melihat teman-teman yang lain?”
16
"Tadi kulihat Pam dan Barbara masuk,”
sahut Jack. ”Kau masih ingat kata sandi kita,
Colin?

17

”Tentu saja,” balas Colin. "Tempat pertemuan kita ini memang enak,”
Aaah—pasti kau sudah lupa!” ejek Jack. puji George. ”Hangat dan menyenangkan. Lagi
”Aku masih ingat! Baltasar!” bentak Colin, pula dekat ke rumah.”
karena kesal dibilang sudah iupa. ”Nah, apa—
kaukira aku lupa!” “Betul! Kau dan Janet memang betul-betul
”Terima kasih atas pemberitahuanmu,” kata membuatnya nyaman,” kata Barbara. ”Jendela-
Jack sambil nyengir lebar. "Sebetulnya aku nya pakai tirai, lagi!”
yang lupa. Tapi jangan bilang pada Peter nanti.
Ayo, kita masuk. Eh, coba lihat itu.” Jari Jack Peter memandang anggota-anggota Sapta
menunjuk ke depan. ”Tertulis besar-besar di S aga yang duduk berkeliling. ”Mula-mula kita
pintu gudang. S.S.—Sapta Siaga!” rapat dulu. Setelah itu hidangannya menyusul.”
Mereka mengetuk pintu.
BALTASAR,’ teriak Colin dengan nyaring. Lima pasang mata langsung menatap rak
Pintu terbuka cepat. Kepala Peter menjulur kecil yang terdapat di belakang Colin. Di atas
keluar. Kelihatannya ia marah. ”He! Untuk rak itu diatur tujuh buah gelas, sebuah piring
apa berteriak begitu! Kau ini rupanya ingin berisi kue-kue, dan sebuah botol. Isinya cairan
seluruh desa mengetahui kata sandi kita ya, berwarna kehitam-hitaman. Minuman apa itu?
keledai bodoh!” Tapi dengan segera mata mereka terarah pada
”Maaf,” ujar Colin singkat. Ia masuk ke Peter lagi, yang mendeham kecil.
gudang. ”Kan tak ada orang lain yang bisa
mendengarnya.” '"Pertama-tama, kita harus memilih kata sandi
”Baltasar,” ujar Jack, karena dilihatnya Peter baru.” katanya menyambung pidato yang ter¬
tak mau memberi jalan kepadanya sebelum putus tadi. ”Untuk masa sesudah Natal,
kata itu diucapkan. Pintu ditutup kembali. Ke¬ Baltasar tak cocok lagi. Selain itu, tadi Colin
tujuh anak itu mengambil tempat duduk meneriakkannya begitu keras. Barangkali seka¬
masing-masing. Sebagai tuan rumah yang baik, rang semua orang sudah mengetahuinya.”
Peter dan Janet duduk di atas pot bunga yang
dibalik. Kelima anak lainnya duduk di atas "Ah. kau ini! Jangan suka...” Colin tak mau
peti. menerima dampratan itu. Tapi Peter mengerut¬
kan dahi.
18
"Jangan memotong. Aku ketua perkumpulan
ini. Kukatakan, kita harus memilih kata sandi
baru. Juga kulihat, dua orang dari kalian tidak
memakai lencana. George dan Colin!”

19

”Aku sudah bilang tadi, aku lupa,” ujar
George membela diri. ”Nanti kalau pulang ke
rumah, pasti ketemu.”

”Kalau lencanaku—kurasa punyaku sudah
hilang,” kata Colin. ”Aku tidak lupa. Aku
sudah mencarinya di mana-mana. Ibuku bilang,
dia akan membuatkannya lagi nanti.”

"Baiklah kalau begitu,” ujar Peter. "Sekarang
mengenai kata sandi yang baru. Ada usul?”

"Dangdut,” kata Pam sambil tertawa ce¬
kikikan.

"Yang betul dong,” tukas Peter. ”Per-
kumpulan kita ini serius, bukan main-main.”

"Tadi malam aku sudah memikirkan sesuatu
yang baru,” kata Jack. "Bagaimana jika kita
pilih kata ’Pekan’?”

"Maksudnya apa?” tanya Peter.
”Kan seminggu atau sepekan itu terdiri atas
tujuh hari. Dan kita merupakan perkumpulan
tujuh orang,” balas Jack. ”Menurut pendapatku,
kata sandi itu cocok.”
”Oh ya. Boleh juga,” kata Peter. "Sekarang
kita adakan pemungutan suara. Yang setuju,
angkat tangan.”
Tujuh tangan terangkat ke atas. Ya, ternyata
"Pekan” adalah kata sandi yang cocok untuk
Sapta Siaga mereka. Jack kelihan puas.
"Sebetulnya tadi aku tak ingat pada kata
sandi kita,” ujarnya berterus terang. ”Aku men-

dapatkannya dari Colin. Karena itu aku senang kata lezat dan nikmat!” Barbara tertawa ce¬
juga bahwa aku yang menciptakan kata sandi kikikan. ”Nikzat dan lemat. Dua kata yang
yang baru.” cocok sekali untuk melukiskan segala-gala-
nya.
”Tapi lain kali tak boleh seorang pun yang
lupa lagi,” kata Peter. ”Suatu waktu nanti Ternyata sirop kismis buatan Peter dan Janet
mungkin sangat penting artinya. Sekarang enak rasanya, dan cocok dengan kue-kue yang
bagaimana kalau kita berpindah ke acara hi¬ dihidangkan. ”Rasanya juga cocok untuk obat
dangan?” pilek,” ujar Janet mengomentari dengan mulut
yang sibuk mengunyah-ngunyah kismis. ”Jadi
”Nikzaat!” seru Barbara. Yang lain-lain ter¬ kalau yang pilek tidak jadi pilek.”
tawa mendengarnya.
Tampaknya mereka semua memahami per¬
”Maksudmu nikmat atau lezat?” tanya Janet. nyataan aneh itu, karena semuanya mengang¬
”Tentu saja kedua-duanya,” balas Barbara. gukkan kepala. Ketujuh anak itu meletakkan
”Apa cairan yang kelihatannya aneh dalam gelas, lalu mengecapkan bibir mereka.
botol itu, Janet?”
Dilihatnya Janet sedang asyik mengguncang- ”Sayang, sudah habis,” kata Janet menyesal.
guncang botol berisi cairan tersebut. Cairannya ’Tapi selainya juga memang tinggal sedikit.
berwarna ungu tua. Di dalamnya tampak Kalau tidak, pasti kami buatkan lebih banyak.”
benda-benda kecil hitam turun-naik karena gun¬
cangan. "Sekarang masih ada beberapa hal lagi yang
”Mom tadi mengatakan bahwa limun sudah harus dibicarakan,” kata Peter sambil memberi¬
habis. Aku dan Peter juga tidak begitu kepingin kan beberapa remah kue pada Skippy. ”Tak
minum susu lagi, karena sewaktu sarapan su¬ ada gunanya kita mempunyai perkumpulan,
dah banyak,” kata Janet. ”Tiba-tiba kuingat, jika tidak ada rencana yang bisa diikuti. Kita
kami masih punya satu stoples selai kismis. harus mempunyai kesibukan.”
Inilah hasilnya—sirop kismis!”
”Kami mencampurnya dengan air mendidih, ”Oh ya, seperti musim panas lalu,” sambut
ditambah gula,” ujar Peter menerangkan. Pam. ”Kau tentu masih ingat, ketika kita me¬
”Rasanya enak. Bisa juga dibilang lemaat!” ngumpulkan uang untuk membiayai Pak
”Hahaha! Lemat—itu juga gabungan dari Timpang berobat sambil bertamasya ke laut.”

22 ”Betul. Nah, ada yang punya saran tertentu?”
tanya Peter.

23

Tapi tak ada seorang pun yang mengajukan harus memberitahu Sapta, Siaga. Dan kita
usul. langsung mengadakan rapat. Semuanya me¬
ngerti?”
”Rasanya waktunya tidak tepat jika meno¬
long orang sesudah Natal,” kata Pam mengaju¬ Semua mengangguk. ”Dan jika ada yang
kan pendapat. ”Maksudku, setiap orang baru perlu dilaporkan, kami boleh datang ke gudang
saja menerima hadiah dan mendapat perhatian. pertemuan Sapta Siaga ini untuk meninggalkan
Sampai-sampai penduduk desa yang paling tua surat, bukan?” tanya George.
dan miskin, tak seorang pun yang terlewat.”
"Sebaiknya memang begitu,” kata Peter me¬
”Tidak bisakah kita berusaha memecahkan nyetujui. ”Aku dan Janet akan datang kemari
rahasia atau semacam itu?” tanya George. ”Jika setiap pagi. Kami akan melihat apakah ada di
tidak ada masalah yang perlu dibereskan, antara kalian yang meninggalkan surat. Mudah-
barangkali saja kita berhasil menemukan ra¬ mudahan saja hal itu terjadi!”
hasia yang harus dipecahkan.”
"Begitu juga harapanku. Rasanya kurang
"Rahasia seperti apa maksudmu?” tanya puas, punya perkumpulan rahasia yang tidak
Barbara. Ia kurang mengerti. aktif,” ujar Colin. "Mataku akan kubuka lebar-
lebar. Siapa tahu, barangkali saja teijadi se¬
”Aku pun tak tahu,” kata George. ”Kita suatu.”
harus siap menantikannya. Kita perhatikan sam¬
pai teijadi sesuatu yang aneh. Lalu kita bong¬ "Sekarang, kita membuat boneka salju di
kar rahasianya.” lapangan seberang rumah tua, di dekat sungai,”
kata George. Ia segera berdiri. ”Di sana salju¬
"Kedengarannya asyik juga,” ujar Colin. nya tebal. Pasti menyenangkan. Kita bisa mem¬
”Cuma kurasa, kita takkan menemukan se¬ buat sepasukan boneka salju. Nantinya pasti
suatu yang mengandung rahasia. Dan kalau lucu.”
kita sampai menemukannya, pasti sudah didului
polisi.” ”Oh ya. Ayo,” kata Janet. Ia sudah bosan
duduk diam-diam saja. "Kubawa topi tua ini.
"Pokoknya, kita harus siap siaga menunggu Nanti kupasangkan ke kepala boneka salju.
dengan mata awas,” kata Peter. "Jika seseorang Lagi pula topi ini sudah bertahun-tahun ter¬
di antara kalian mendengar suatu perbuatan geletak saja di sini.”
baik yang dapat kita lakukan, atau rahasia
yang harus dipecahkan, maka dengan segera ”Dan aku membawa mantel ini!” ujar Peter.

24 25

Ditariknya sebuah mantel yang kotor dan robek 3
dari paku tempatnya digantungkan. ”Entah pu¬ Orang Tua yang Pemarah
nya siapa ini dulunya.”

Mereka bertujuh berjalan beriringan, menuju
ke arah sungai.

Tentu saja mereka tak sampai membuat se¬
pasukan boneka salju. Waktu yang ada hanya
cukup untuk menyelesaikan empat buah saja.
Salju yang terhampar di lapangan itu lembut
dan tebal. Karena itu mereka mudah meng-
gelindingkannya hingga menjadi bola-bola
besar yang kemudian menjadi boneka salju.
Skippy sibuk membantu.

Janet memasangkan topi usang di atas kepala
salah satu boneka salju, sedangkan Peter meng¬
gantungkan mantel tua ke bahu yang dingin.
Tentu saja dingin, karena bukankah dari salju!
Mereka memungut beberapa batu untuk dijadi¬
kan mata dan hidung. Sedangkan sepotong
kayu dipasang melintang, membentuk mulut
yang tertawa lebar. Kemudian mereka mengam¬
bil ranting kayu dan menyelipkannya ke badan
boneka itu. Kelihatannya seperti seorang tuan
yang sedang berdiri sambil mengepit tongkat.
Boneka mereka tampak paling bagus!

26 27

”Kurasa sekarang sudah waktunya pulang,” "Tanganku rasanya juga beku. Nanti pasti
kata Colin ”Di rumah aku makan siang puku akan sakit kalau sudah mulai hangat kembali,”
setengah satu. Sial!” ujar Barbara. Tangannya yang basah dikibas-
kibaskannya. ”Nah, sekarang sudah mulai
”Kita pulang saja semua,” sambung Pam. terasa nyeri.”
”Kita masih harus membersihkan badan, ber¬
ganti pakaian, dan mengeringkan sarung ta¬ Mereka pergi meninggalkan keempat boneka
ngan. Punyaku sudah basah kuyup. Aduh, salju yang tegak berbaris di lapangan. Mereka
tanganku kedinginan!” memilih jalan ke luar melewati pintu pagar
__ ang dekat tempat mereka bermain tadi. Di
seberang jalan terdapat sebuah rumah tua. Ru¬
mah itu kosong, kecuali sebuah kamar di lantai
bawah. Tampak tirai yang sudah kotor ter-

antung menutupi jendela.
“Siapa yang tinggal di situ ya?” tanya Pam

ingin tahu.
“Ah, cuma seorang penjaga,” jawab Janet.

Orangnya sudah sangat tua. Pendengarannya
sudah tak sempurna lagi. Tapi pemarahnya
bukan main!”

Mereka bertujuh berdiri menyandarkan tubuh
ke pagar, sambil memperhatikan rumah tua
m.

“Besar juga rumah ini,” kata Colin. ”Aku
ingin tahu siapa pemiliknya. Kenapa rumah
ini tidak mereka diami?”

“Coba lihat itu. Halus sekali salju yang
terhampar di jalan menuju rumah itu,” kata
Janet yang sudah memperhatikan agak lama.
"Belum ada kaki orang yang menginjaknya.

28 29

Pak Penjaga juga belum. Barangkali dia keluar- cemas. Tapi Skippy seakan-akan ikut menjadi
masuk rumah lewat jalan belakang. Hei, Skip! tuli. Ia terus menggonggong. Pak Penjaga men¬
Anjing bandel. Ayo kembali!” dekat dengan wajah galak, sambil mengangkat
tongkatnya untuk memukul anjing spaniel yang
Ternyata, sewaktu mereka sedang asyik masih ribut di depannya.
memperhatikan rumah, Skippy menerobos
masuk lewat lubang di bawah pagar. Tanpa Peter mendorong pintu pagar hingga terbuka.
memedulikan panggilan Janet, anjing itu Ia lari bergegas untuk mengambil Skippy. Ia
meloncat-loncat di atas permadani salju yang khawatir anjingnya itu benar-benar akan di¬
putih bersih. Jejak kakinya kelihatan jelas. pukul.
Skippy menggonggong dengan riang.
”Kuambil dia sekarang. Jangan pukul, dia
Tirai penutup jendela kamar bawah kelihatan kuambil!” teriaknya pada Pak Penjaga.
bergerak. Wajah orang tua yang penuh kerut
muncul di situ. Kelihatannya ia sangat marah. ”Apa katamu?” kata si pemarah. Tongkat
Dengan gerakan cepat, daun jendela dibanting¬ yang sudah terangkat diturunkannya lagi.
nya hingga terbuka. "Kenapa tadi anjingmu kausuruh masuk ke¬
mari?”
”Ayo, kalian pergi dari sini! Bawa anjing
itu pergi! Aku tak suka ada anak atau anjing ”Bukan aku yang menyuruh. Dia sendiri
ribut-ribut di sini. Anak-anak kurang ajar!” yang masuk!” jawab Peter, sambil menyelipkan
jari untuk memegang ikat leher Skippy.
Skippy tidak peduli. Dengan berani ia me¬
nyalak seolah-olah menantang penjaga tua itu. ”Buka mulut kalau bicara. Aku tak men¬
Pak Penjaga menghilang dari jendela. Tapi dengar kata-katamu!” kata Pak Penjaga se¬
segera sesudah itu pintu samping rumah di¬ tengah berteriak. Ia bertingkah seakan-akan
buka dari dalam. Pak Penjaga muncul mem¬ Peter yang tuli, dan bukan dia sendiri. Peter
bawa tongkat besar. Tongkat itu diacung- ikut-ikutan menjerit.
acungkannya, anak-anak diancamnya hingga
ketakutan. ”AKU TIDAK MENYURUH ANJINGKU
MASUK!”
”Kupukul anjing kalian, biar babak belur!”
teriak orang itu dengan marah. ”Ya, ya, sudah. Jangan berteriak-teriak!” ge¬
rutu Pak Penjaga. "Jangan berani lancang
”Skip. Skippy. Kemari, Skip!” seru Peter masuk kemari lagi. Awas! Lain kali kupanggil
polisi.”

30 31

Penjaga tua itu menghilang kembali, masuk mana-mana. Kalau begitu, mestinya terjatuh di
ke rumah. Peter menggiring Skippy sampai ke lapangan, sewaktu ia sibuk membuat boneka
luar pekarangan. salju bersama teman-temannya. Wah, repot!
Sialan!
”Ih! Pemarahnya bukan main,” omelnya di
depan teman-temannya. "Kalau tadi dia sampai Mom sedang bepergian, jadi dia tak mungkin
memukul, Skippy bisa cedera berat!” bisa membuatkan yang baru, pikir Jack. Se¬
dangkan Miss Ely pasti tidak mau.
Janet menutup pintu pagar. ”Karena kalian,
salju halus di pekarangan menjadi morat-marit,” Miss Ely adalah wanita setengah baya yang
ujarnya menyesali Peter dan Skippy. ”Ya bekerja di tempat mereka sebagai pengasuh
ampun, dengar itu! Jam gereja berbunyi. Pukul Susie, adik perempuan Jack. Miss Ely senang
satu kurang seperempat. Kita harus cepat-cepat pada Susie. Tapi kalau Jack selalu dikatakannya
pulang!” pengotor, berisik, dan tak tahu aturan. Padahal
sebenarnya Jack tidak begitu. Tapi entah
”Kami akan memberi kabar, kapan diadakan kenapa, tingkah lakunya selalu tak baik di
rapat berikut!” seru Peter ketika mereka ber¬ mata Miss Ely.
pisah di pojok jalan. ”Dan jangan lupa! Pakai
lencana kita, dan hafalkan kata sandi!” ”Akan kutanyakan padanya, apakah dia mau
membuatkan lencana untukku,” kata Jack
Mereka semua pulang ke rumah. Jack yang mengambil keputusan. "Bagaimanapun, selama
paling dulu tiba, karena rumahnya tidak begitu dua hari belakangan ini aku selalu patuh pada-
jauh. Dengan terburu-buru ia masuk ke kamar ny a. 55
mandi untuk mencuci tangan. Kemudian disisir¬
nya rambut sampai rapi. Mungkin Miss Ely saat itu akan mau mem¬
buatkan, jika Jack meminta padanya. Tapi dasar
"Sebaiknya kusimpan saja lencanaku,” kata¬ sedang sial, saat makan siang teijadi sesuatu
nya dalam hati. Tangannya meraba-raba untuk
melepaskan lencana yang disematkan. Eh, di ang kurang enak.
mana lencana itu? Kenapa tidak ada di tempat¬ ''Aku tahu, kau ke mana saja sepanjang pagi
nya? Jack mengerutkan dahi, lalu masuk kem¬
bali ke kamar mandi. Mestinya teijatuh ketika mi.” ujar Susie saat mereka bertiga duduk di
ia membasuh tangan. meja makan. Susie memang senang menggoda
kakaknya. ”Hahaha! Kau berkumpul dengan
Tapi lencana itu tak dapat ditemukannya di Serikat Sapta Siaga sintingmu itu. Kaukira

32 33

aku tidak mengetahuinya. Huh! Aku tahu, marah. ”Aku tak peduli apakah kau bermaksud

Jack!” menendang Susie, dan bukan kakiku. Ayo

Jack melotot. "Tutup mulutmu! Kau mesti¬ keluar!”

nya tahu, tak boleh membicarakan rahasia Jack terpaksa keluar. Ia tak berani mem¬

orang lain di depan umum. Kunci rapat-rapat banting pintu. Padahal ia kepingin sekali, untuk

mulut jahatmu yang cerewet itu!” memuaskan rasa jengkelnya. Tapi ia tidak ma¬

"Jack, jangan bicara seperti itu!” tukas Miss rah lagi pada Susie, karena masih sempat

Ely segera. melihat wajah adik perempuannya itu ketika

”Apa kata sandi kalian sekarang?!’ sambung pergi ke luar ruang makan. Susie kelihatan

Susie. Ia menggoda terus. ”Aku tahu katai kaget dan agak cemas. Ia memang hendak

sandi kalian yang terakhir. Kau menulisnya mengganggu kakaknya itu, tapi sama sekali

dalam buku catatan, supaya jangan sampai tak bermaksud menyebabkan Jack tak boleh

lupa. Dan aku membacanya! Kata itu adalah...” makan siang.

Jack menendangkan kakinya keras-keras di Jack menaiki tangga rumah menuju lantai

bawah meja. Maksudnya hendak mengenai tu¬ atas. Kakinya ditendang-tendangkan pada tiap

lang kering Susie. Tapi malang baginya, kaki anak tangga yang dilewatinya. Sayang ia sudah

Miss Ely terlalu panjang. Sepatu Jack tepat harus pergi sebelum kue tar lapis selai keluar

menendang mata kaki Miss Ely. dari dapur. Sebenarnya Jack sangat menyukai

Wanita itu menjerit kesakitan. ”Aduh! hidangan itu. Sialan Miss Ely! Sekarang pasti

Kenapa kakiku kautendang? Tak tahu aturan dia takkan mau membuatkan sebuah lencana

kau ini, Jack! Ayo, tinggalkan meja. Kau tak baru. Dan mungkin sekali Jack akan dikeluar¬

usah makan. Aku tak mau bicara lagi dengan¬ kan dari Sapta Siaga, karena menghilangkan

mu sepanjang hari, kalau kau sekurang ajar lencana yang lama. Bukankah Peter sudah

itu!” mengancam akan mengeluarkan anggota yang

"Maaf, Miss Ely,” gumam Jack. Mukanya datang tanpa lencana!

merah karena malu. ”Aku tadi tidak bermaksud ”Rasanya aku ingat, ada sesuatu yang ter¬

mfenendang kakwzw.” jatuh ketika aku sedang sibuk membuat boneka

”Yang menjadi persoalan bukan orangnya, salju terakhir,” pikir Jack. "Sebaiknya kucari

tapi tendanganmu,” tukas Miss Ely dengan saja ke sana sore ini. Aku harus mencari

34 35

sebelum salju turun lagi, karena kalau tidak, 4
pasti tak mungkin kutemukan.” Pengalaman Jack yang Aneh

Tapi Miss Ely memergokinya, ketika Jack Jack menepati janji pada dirinya sendiri. Ia
hendak menyelinap keluar. Miss Ely menahan¬ masuk ke kamar tidur pada waktu seperti
nya. ”Tidak, Jack. Hari ini kau harus tinggal biasa, sesudah mengucapkan selamat tidur de¬
di rumah. Kau harus dihukum karena tingkah¬ ngan sopan pada Miss Ely. Tapi sesampainya
mu yang aneh sewaktu makan tadi,” kata di kamar, ia sama sekali tidak berganti pakaian.
wanita itu dengan sikap keras. ”Hari ini kau Malahan dikenakannya mantel dan topi! Ia
tak boleh lagi bermain keluar.” berpikir-pikir sambil menajamkan telinga. Apa¬
kah ia sudah bisa ke bawah lagi, lalu pergi ke
”Tapi aku harus mencari barangku yang luar?
hilang, Miss Ely,” ujar Jack. Sambil menjawab,
ia beringsut mendekati pintu. ”Ah, lebih baik tunggu dulu. Barangkali
saja Miss Ely cepat masuk ke kamar tidur,”
”Kau tak mendengar apa yang kukatakan pikirnya. ”Kadang-kadang dia berbaring di tem¬
tadi?” kata Miss Ely dengan suara yang ter¬ pat tidur sambil membaca. Aku tak mau ke¬
dengar agak bertambah keras. Jack yang ma¬ tahuan olehnya. Pasti Miss Ely akan mengadu¬
lang! Ia beringsut masuk kembali. kannya jika Mom pulang.”

Baiklah! Kalau begitu ia terpaksa menyelinap Jack mengambil buku, lalu duduk sambil
ke luar nanti malam, dan mencari dengan membaca. Miss Ely menunggu warta berita
pertolongan lampu senter. Pokoknya, Miss Ely pukul sembilan di radio. Sesudah itu Miss Ely
tak bisa menghalangi niatnya yang sudah bulat. mematikan radio, mengunci pintu-pintu dan
Lencananya harus ditemukan kembali. jendela, lalu naik ke lantai atas. Jack

36 37

mendengar bunyi pintu kamar Miss Ely di¬ boneka yang bisa bergerak. Cuma khayalannya

tutup. saja yang tidak menentu!

Beres! Sekarang ia bisa pergi. Jack menye¬ "Hei, jangan tolol!” katanya memarahi diri

lipkan lampu senter ke dalam saku mantelnya, sendiri. ”Boneka itu kan terbuat dari salju!

karena di luar malam gelap gulita. Bulan belum Pakai otakmu, dan cari lencanamu yang

muncul. hilang!”

Ia merayap, menuruni tangga. Sambil ber¬ Jack menyalakan lampu senternya. Sekarang

jingkat, ia berjalan sampai ke pintu yang me¬ ooneka-boneka salju kelihatan semakin putih.

nuju kebun. Gerendel dibukanya dengan hati- Boneka yang diberi topi dan mantel, tegak

hati. Ia terkesiap, ketika gerendel menimbulkan seperti penuh perhatian. Jack memutar tubuh¬

bunyi berderit. Tapi hanya sebentar saja ia nya, dan meneruskan pencarian sambil mem¬

kaget. Setelah itu Jack masuk ke kebun. Kaki¬ belakangi boneka.

nya terbenam dalam permadani salju yang "Biarpun matamu cuma dari batu, sepertinya

empuk. kau bisa melihat,” gumamnya pada boneka

Jack terus berjalan. Melewati jalan di depan yang bisu itu. ”Jangan menyentuh bahuku, ya.

rumah, menuju ke lapangan tempat mereka Nanti aku bisa kaget!”

bermain tadi pagi. Ia berjalan sambil meng¬ Tapi tiba-tiba ia berteriak. Jack menemukan

gerak-gerakkan senternya ke sana kemari. Salju lencananya yang hilang! Lencana itu terletak
putih memantulkan cahaya samar. Dengan di salju. Lencana yang dihiasi dengan sulaman
segera Jack sampai ke lapangan tempat ia huruf-huruf S.S.—Sapta Siaga! Hore! Rupanya
bersama keenam temannya membuat boneka- lencana itu memang benar-benar terjatuh di

boneka salju tadi pagi. Jack memanjat pintu situ.

pagar, dan masuk ke lapangan. Jack memungut lencana yang basah kena

Keempat boneka salju masih berdiri sejajar. salju. Dengan hati-hati disematkannya kembali

Keempat-empatnya tegak membisu, seperti se¬ ke mantel. Untung dia berhasil menemukannya

dang memperhatikan. Jack merasa agak ngeri. kembali dengan mudah. Sekarang ia bisa pu¬

Sesaat ia mendapat kesan, seakan-akan salah lang, lalu segera tidur. Badannya kedinginan.

satu dari boneka itu bergerak. Napasnya ter¬ Matanya juga sudah mengantuk.

sentak karena kaget. Ah, mana mungkin ada Namun tiba-tiba lampu senternya padam.

38 39

"Sialan!” umpat Jack. "Baterainya habis. semakin dekat. Kemudian Jack melihat mobil
Mengapa matinya tidak di rumah saja nanti? mi ada gandengannya. Kelihatannya besar juga.
Dasar sial! Untung aku mengenal jalan ini.” Gandengan apakah yang ditarik dengan hati-
hati itu?
Tiba-tiba ia mendengar bunyi mendekat dari
arah jalan. Ia melihat cahaya lampu mobil Jack memicingkan mata. Ditajamkannya
yang berjalan perlahan. Jack mefasa heran. penglihatannya. Gandengan itu bukan mobil
Bukankah jalan ini buntu? Barangkali mobil yon pengangkut barang-barang pindahan, ka¬
itu salah jalan. Sebaiknya ia memberi bantuan, rena terlalu kecil. Karavan juga bukan, karena
menunjukkan arah yang benar pada pengen¬ tak ada jendela lebar di sisinya. Adakah jendela
daranya. Orang-orang memang sering tersasar ' da gandengan itu? Jack tak melihat sebuah
bila jalan-jalan penuh salju. •?un. Nah, kalau begitu, gandengan itu untuk
apa?
Jack pergi ke pintu pagar. Mobil datang
Dan ke mana tujuannya? Pengemudinya pasti
Tersasar. Jack sudah melangkahkan sebelah
kakinya melewati pintu pagar, tapi tiba-tiba ia
tertegun.

Lampu sen mobil itu dipadamkan. Mobil
berhenti. Jack masih bisa mengenali bentuk
mobil beserta gandengannya, kelihatan samar
dalam gelap. Ada apa lagi ini?

Ia mendengar dua orang sedang berbicara
lengan suara pelan. Dilihatnya satu atau dua
orang keluar dari mobil. Tapi ia tak bisa
mendengar langkah kaki mereka, karena salju
embut menghambat semua bunyi.

Jack sangat mengharapkan bulan muncul.
Kalau ada sinar bulan yang menerangi, ia bisa
bersembunyi di balik pagar tanaman. Jadi ia
bisa mengintip, memperhatikan hal-hal yang

40 41

terjadi di jalan. Ia mendengar suara seseorang dengar bunyi salju beku berderik-derik pelan
yang berbicara, sekarang agak keras. di seberang semak, terinjak kaki yang berjalan
mendekat. Sinar senter menerangi bidang salju
"Tidak ada seorang pun di sini?” di lapangan. Pemegangnya berteriak kaget.
"Cuma si tua tuli itu saja,” jawab suara
lain. "Siapa itu? Siapa kalian?”
"Coba kaulihat sebentar,” ujar suara pertama. Jack merasa jantungnya berdebar keras.
"Untuk berjaga-jaga.” Akibatnya ia jadi sesak napas. Ia hampir bang¬
Begitu melihat sinar senter yang terang me¬ kit untuk menampakkan diri, ketika terdengar
nyambar ke arahnya, dengan cepat Jack me¬ suara orang tertawa di dekat pagar.
rosot turun dari pintu pagar. Ia mengendap di "Ya ampun! Hei, Nibs, kemarilah! Coba
balik semak pagar yang diselimuti salju. Ter¬ lihat itu—sepasukan boneka salju, tadi kukira
benar-benar manusia yang sedang memperhati¬
kan kita. Aku benar-benar takut!”
Yang dipanggil datang mendekat. Ia juga
tertawa. "Pasti itu buatan anak-anak tadi siang,”
ujarnya. "Ya, kelihatannya benar-benar seperti
manusia, apalagi di malam gelap begini. Ah,
takkan ada orang yang masih di luar pada
saat selarut ini, Mac. Ayo—kita selesaikan
saja urusan kita!”
Keduanya berjalan kembali menuju mobil.
Jack terduduk. Badannya gemetar. Untuk apa
kedua orang itu datang kemari? Mau apa me¬
reka dalam gelap, di luar sebuah mobil ko¬
song? Apakah sebaiknya ia mengintip untuk
memperhatikan tindak-tanduk mereka selanjut¬
nya? Ia sama sekali tak ingin melakukannya.
Ia ingin pulang selekas mungkin!
Jack merayap kembali, mendekati pintu pa-

42 43

gar. Ia mendengar bunyi-bunyi aneh dari arah takut lagi, karena sudah ada cahaya yang me¬
kedua orang itu. Seperti bunyi gerendel yang nerangi.
ditarik membuka. Mungkin gerendel mobil
gandeng! Dipandangnya bayangan dirinya dalam cer¬
min. Wajahnya pucat pasi. Mantelnya penuh
Tiba-tiba terdengar bunyi yang menyebabkan salju, karena tadi ia berbaring di parit di
Jack cepat-cepat melompati pintu pagar dan bawah pagar semak. Diliriknya lencana yang
lari tunggang-langgang. Ia mendengar bunyi masih tersemat pada mantel. Setidak-tidaknya
dengusan marah yang disusul pekik melengking lencananya berhasil ditemukan!
tinggi. Sesudah itu keributan pergumulan, di¬
selingi napas terengah-engah yang datang dari ”Aku tadi pergi untuk mencari lencana.
kedua orang yang dilihatnya tadi. Entah apa yang kujumpai selain lencana ini
tadi,” p kir Jack. ”Wah, ini harus kuceritakan
Jack tak bisa menerka, bunyi apa yang me¬ pada teman-teman. Besok kami harus rapat.
nyebabkan ia terkejut tadi. Ia tak peduli, ia Ini petualangan yang cocok untuk Sapta Siaga.
hanya ingin sampai di rumah selekas mungkin, Benar—pasti mereka akan gembira!”
sebelum teijadi sesuatu pada dirinya. Pasti
ada sesuatu yang terjadi pada kedua orang itu. Tak sabar lagi Jack menunggu hari esok.
Itu sudah pasti! Seseorang mengalami bencana Saat itu juga ia akan menyelinap keluar lagi.
di jalan bersalju. Yang menolongnya harus Ia harus pergi ke gudang tua untuk meninggal¬
orang yang sangat berani. Padahal malam itu kan surat yang meminta supaya diadakan rapat
Jack jauh dari berani. dengan segera!

Jack sampai di rumah. Napasnya terengah- "Ini penting, penting, penting sekali!” kata¬
engah karena lelah berlari. Ia menyelinap lewat nya pada diri sendiri, saat sibuk menuliskan
pintu kebun. Begitu masuk ke dalam rumah, pesannya pada secarik kertas. ”Ini merupakan
dengan cepat ia menutup pintu dan mengunci¬ rahasia yang harus dipecahkan Sapta Siaga!”
nya. Ia berjalan naik tangga. Tak dipedulikan¬
nya lagi anak tangga yang berderik-derik di¬ Ia beijingkat lagi menuruni tangga, dan me¬
pijak olehnya. Sesampainya di kamar tidur, nyelinap lewat pintu kebun. Ia sudah tak takut
dengan segera dinyalakannya lampu. Ah—seka¬ lagi. Ia berlari sepanjang jalan, sampai ke
rang lumayan rasanya. Ia jadi tidak begitu rumah Peter. Rumah itu gelap dan sunyi. Rupa¬
nya semua sudah tidur. Memang para petani
tidak biasa tidur larut malam.

44 45

Jack pergi ke gudang tua. Ia berusaha untuk 5
membuka pintu, tetapi ternyata terkunci. Ka¬ Rencana Penyelidikan yang Hebat
rena itu diselipkannya surat ke celah di bawah
pintu. Peter pasti akan menemukannya besok Keesokan harinya Janet pergi seorang diri ke
pagi. gudang. Peter sedang sibuk menyikat Skippy.
Anjing itu selalu disikatnya dengan rajin setiap
Sesudah itu Jack kembali ke rumah. Kali pagi. Karena itu tidak mengherankan jika bulu
ini ia sungguh-sungguh berniat hendak tidur. Skippy sangat mengilat.
Tapi matanya tetap tak bisa terpejam. Siapakah
yang menimbulkan keributan aneh tadi? Apa¬ ”Buka saja pintu gudang supaya udara segar
kah sebenarnya mobil gandeng yang berbentuk bisa masuk,” Peter menyuruh adiknya. ”Hari
aneh itu? Siapakah orang-orang yang dilihat¬ ini kita tidak akan memerlukannya, karena
nya? Memang, semuanya cukup untuk mem¬ belum ada rapat.”
buat orang tidak bisa tidur.
Janet berlari-lari kecil ke gudang sambil
46 bernyanyi. Diambilnya kunci dari tempat ter¬
sembunyi di bawah atap gudang, lalu dimasuk¬
kannya ke dalam lubang kunci. Pintu dibuka¬
nya.

Gudang itu agak bau pengap, karena itu
pintu dibiarkannya terbuka. Ia juga membuka
jendela kecil gudang itu. Ketika ia berpaling,
dilihatnya surat dari Jack terletak di lantai.

Mula-mula Janet mengira surat itu cuma
kertas bekas biasa. Karena itu ia memungutnya

47

dan meremas-remasnya. Maksudnya hendak di¬ ”Peter! PETER! Di mana kau? Cepat, ada
buang. Tetapi tiba-tiba matanya melihat tulisan sesuatu yang terjadi!”
di luar kertas yang terlipat.
Ibunya mendengar Janet memanggil-manggil.
”PENTING. BENAR-BENAR SANGAT Karena itu ia bertanya, ”Janet, ada apa? Apa
MENDESAK.” yang terjadi?”

Janet heran melihatnya. Lipatan kertas di¬ ”0h, tidak ada apa-apa, Mom,” jawab Janet.
buka, lalu dibaca isinya. Ia heran membaca isi Tiba-tiba ia teringat bahwa itu rahasia.
surat itu, sehingga lupa menutup mulutnya
kembali. Janet lari keluar sambil menjerit-jerit ”Lalu, kenapa kau menjerit-jerit memanggil
memanggil Peter. Peter?” tukas ibunya. ”Mom jadi kaget.”

Janet lari seperti terbang ke tingkat atas.
Peter masih sibuk menyikat Skippy. ”Peter!
Kau tidak mendengar kalau kupanggil ya?
Ada sesuatu yang terjadi!”

”Ada apa?” ujar Peter heran.
”Lihat ini! Kertas ini kutemukan di gudang,”
kata Janet sambil menyerahkan surat dari Jack.
”Di bagian luarnya dia menulis, ’Penting.v
Benar-benar sangat mendesak’.”

Peter, kita harus segera mengadakan rapat
Sapta Siaga. Ada rahasia penting yang harus
dipecahkan. Rahasianya kualami semalam kira-
kira pukul setengah sepuluh. Kalau bisa, para
anggota berkumpul pukul sepuluh pagi ini.
Aku akan datang.

Jack

”Apa lagi maksudnya ini?” ujar Peter heran.

48 49

m

”Jack mengalami sesuatu semalam? Kalau penting ini, kalau tidak memakai lencana dan
begitu mengapa dikatakannya rahasia? Pasti menyebutkan kata sandi.”
dia mengada-ada.”
Semua cepat-cepat datang, karena ingin men¬
”Ah, tidak, aku yakin dia tidak mengada- dengar berita rahasia. Tak seorang pun melupa¬
ada!” seru Janet. Anak itu melompat-lompat kan kata sandinya.
karena tak dapat menahan perasaannya. ”Kau
tahu sendiri, Jack tidak senang mengada-ada. ”Pekan!”
Bagaimana, apakah sebaiknya aku meminta Pintu terbuka, lalu ditutup kembali dengan
teman-teman untuk datang pukul sepuluh, kalau cepat.
mereka bisa? Wah, Peter, ini mengasyikkan. ”Pekan,” dan sekali lagi pintu terbuka dan
Kita menemukan rahasia!” tertutup. Baik Colin maupun George mengena¬
kan lencana masing-masing. George berhasil
”Kita tunggu dulu untuk mengetahui apa menemukan lencananya yang hilang, sedangkan
rahasianya. Kau jangan suka ribut-ribut,” ujar Colin dibuatkan yang baru oleh ibunya.
Peter. Padahal ia sendiri juga sudah mulai Jack datang paling akhir. Itu membuat
tertarik. ”Aku akan memanggil Colin dan teman-temannya kesal, karena semuanya sudah
George—kau memberitahu anggota-anggota tak sabar lagi. Mereka ingin mendengar apa
perempuan.” yang hendak dikatakannya. Tapi Jack datang
paling akhir.
Janet cepat-cepat lari ke satu arah, sedangkan ”Pekan,” bisiknya di depan pintu gudang.
Peter menuju ke arah yang lain. Wah, ini baru Pintu terbuka, dan Jack menyelinap masuk.
asyik. Mereka akan rapat—membicarakan hal Semua memandangnya dengan rasa ingin tahu.
penting. ”Kami menerima suratmu, dan memanggil
para anggota untuk menghadiri rapat,” kata
Setengah sepuluh pagi Peter dan Janet su¬ Peter. ”Ada apa, Jack? Apa persoalannya benar-
dah kembali. Semua sudah didatangi, dan benar penting?”
semua berjanji akan datang. Para anggota ”Kalian dengar saja dulu,” jawab Jack. Ia
sangat ingin tahu apa yang hendak dikatakan duduk di atas sebuah peti kosong. ”Kejadian-
oleh Jack. nya tadi malam.”
Jack mulai bercerita bahwa setibanya di
”Jangan lupa lencana kalian,” ujar Janet
kepada kedua teman perempuannya. ”Kalian
takkan diperbolehkan masuk menghadiri rapat

50 51

rumah, ia baru sadar bahwa lencananya hilang, tidak mungkin mendengus seperti itu. Kecuali
dan ia yakin lencananya tercecer sewaktu mem¬ jika mulutnya tersumbat.”
buat boneka salju. Diceritakannya juga bahwa
ia menyelinap ke luar rumah untuk mencari, Ini kemungkinan baru dan hal itu agaknya
serta hal-hal yang dilihat dan didengarnya di mengecutkan hati mereka. Sesaat lamanya tak
lapangan. ada yang bicara. Akhirnya Jack membuka
mulut.
”Wah, suaranya benar-benar menakutkan!
Suara mendengus, disambung dengan pekik ”Yang pasti, ini merupakan persoalan yang
melengking!” katanya. ”Aku merinding dibuat¬ patut diselidiki oleh Sapta Siaga. Itu sudah
nya. Kenapa kedua orang itu datang ke sana pasti, karena semuanya serbarahasia.”
larut malam? Bukankah jalan di situ buntu?
Dan apakah yang ditarik oleh mobil mereka?” ”Bagaimana cara kita menyelidikinya?” tanya
George.
”Apakah bentuknya seperti kandang, atau
mungkin juga mobil tertutup untuk mengangkut Semuanya sibuk berpikir.
tahanan?” ujar Barbara dengan suara setengah ”Mungkin sebaiknya kita memeriksa dulu,
berbisik. barangkali saja kita bisa mendapatkan petunjuk
dari jejak-jejak di salju,” ujar Peter. ”Kita
”Bukan, menurutku bukan kandang,” kata periksa juga, apakah ada jejak ban mobil yang
Jack. ”Aku sama sekali tidak melihat jendela. menuju ke rumah tua.”
Bentuknya lebih mirip gerobak tertutup untuk ”Oh ya. Kita juga bisa menanyakan pada
mengangkut barang. Tetapi isinya pasti bukan Pak Penjaga apakah dia mendengar sesuatu
barang. Sungguh, aku mendengar suara men¬ tadi malam,” usul Colin.
dengus dan menjerit. Apa pun yang diangkut ”Wah, jangan aku yang disuruh,” kata Pam
dalam gandengan itu, pokoknya isinya beron¬ dengan segera. ”Aku takut menemuinya, apa¬
tak.” lagi bertanya-tanya.”
”Tapi salah seorang dari kita harus me¬
”Mungkinkah isinya manusia?” tanya Pam. lakukannya,” kata George. "Barangkali itu
Matanya terbuka lebar karena asyik dan te¬ penting.”
gang. ”Ya,” sambung Peter. "Sebaiknya kita me¬
nyusun kelompok untuk melakukan penye¬
”Ah, tidak. Rasanya bukan. Tapi kemung¬ lidikan ini. Pam, kau ikut George. Kalian
kinan bisa saja,” jawab Jack. ”Tapi manusia

52 53

li

berdua harus mencari keterangan siapa pemilik 6
rumah tua itu.” Penyelidikan Dimulai

”Bagaimana caranya?” tanya Pam. Ketujuh anggota Sapta Siaga berangkat serem¬
"Pakai otakmu!” bentak Peter. Aku tak bisa pak. Semua merasa penting. Skippy ikut de¬
mengurus semuanya. Janet, kau bersama Barbara ngan Peter, Colin, dan Jack. Ekor anjing itu
pergi ke jalan di depan rumah tua. Perhatikan diluruskan ke atas, seperti tiang bendera.
keadaan salju di situ, dan carilah jejak roda Skippy juga merasa sangat penting. Ia diajak
mobil atau hal-hal lain yang terlihat.” ikut menyelidiki rahasia bersama Sapta Siaga.
”Beres!” kata Janet dengan segera. Dalam Tidak mengherankan kalau anjing itu tak mau
hati ia gembira, karena tidak disuruh menanyai lagi memedulikan anjing-anjing lain yang ber¬
Pak Penjaga tua. papasan dengannya. Skippy sudah menjadi
”Aku, Colin, dan Jack akan masuk peka¬ sombong!
rangan. Kami akan menanyakan pada si pen¬
jaga di situ apakah dia mendengar sesuatu Sesampainya di pojok jalan, Pam dan George
semalam,” kata Peter dengan suara tegas. Ia berpisah dari kelima temannya. Kedua anak
merasa penting karena dialah yang mengatur itu berpandang-pandangan dengan agak bi¬
segala-galanya. ngung.
”Dan Skippy? Apa yang harus dilakukan
Skippy?” tanya Janet. ”Bagaimana caranya mengetahui pemilik ru¬
”Skippy ikut kami” kata Peter. ”Dia harus mah tua itu?” tanya Pam.
ikut, untuk menjaga kalau-kalau si tua nanti
marah. Kalau perlu, Skippy juga bisa marah!” ”Kita tanyakan ke kantor pos!” kata George.
”Betul! Bagus, kita bawa Skippy,” ujar Jack. Ia merasa mendapat ide. ”Jika rumah itu di¬
Ia merasa lega, karena ditemani anjing. ”Nah, miliki seseorang yang menempatkan penjaga
kita berangkat sekarang?” di sana, pasti ada surat-surat yang datang.”
”Ayolah. Nanti siang kita berkumpul lagi di
sini untuk memberi laporan,” kata Peter. ”Jack,
kau benar-benar telah menemukan rahasia
hebat. Sekarang Sapta Siaga bisa beraksi!”

54 55

”Idemu bagus juga!” kata Pam. Mereka ber¬
dua pergi ke kantor pos. Mereka beruntung!
Seorang pegawai pos sedang mengambil surat-
surat dari kotak pos yang ada di luar. George
menyenggol Pam.

”Ayo! Kita harus mulai. Kita tanyakan saja
padanya!”

Mereka berdua mendatangi petugas itu.
”Permisi, Pak,” kata George dengan sopan.
"Bolehkah kami bertanya, siapa yang tinggal
di rumah tua yang terletak di tepi sungai?
Maksud saya, di rumah yang kosong?”
”Bagaimana mungkin ada orang yang tinggal
di rumah kosong?” tukas Pak Pos. ”Jangan
tanya yang bukan-bukan, menghabiskan waktu¬
ku saja! Kalian ini mau melucu ya?”
”Kami bukan hendak melucu atau berbuat
kurang ajar,” kata Pam terburu-buru. ”Maksud
George, siapa pemilik rumah itu? Kami tahu
di sana ada penjaga. Kami cuma ingin tahu
siapa pemiliknya/
”Kenapa? Kalian mau membeli rumah itu?”
kata Pak Pos. Ia tertawa sendiri mendengar
leluconnya. Anak-anak ikut tertawa. Padahal
dalam hati, mereka ingin petugas pos itu cepat-
cepat menjawab pertanyaan.
"Bagaimana aku bisa tahu siapa pemilik¬
nya?” katanya sambil memasukkan surat-surat
terakhir ke dalam kantong surat. ”Aku tak

57

«L

pemah membawa surat-surat ke sana, kecuali dewasalah yang menyuruh menanyakan. Pada¬
untuk Dan. Dia itu penjaga di sana. Dia pun hal yang menyuruh cuma Peter. Tapi itu kan
hanya menerima surat sebulan sekali. Barang¬ tak perlu dijelaskan.
kali isinya gaji bulanannya. Sebaiknya kalian
tanyakan saja ke kantor makelar di sana itu. ”Rasanya rumah itu tidak ditawarkan untuk
Mereka juga menjual-belikan rumah. Mungkin dijual,” kata pemuda itu sambil membalik-
mereka mengetahui siapa pemilik rumah itu.” balik halaman buku besar. ”Barangkali orangtua
kalian yang ingin membelinya?”
”Terima kasih. Pak,” kata Pam dengan gem¬
bira. Kedua anak itu bergegas mendatangi kan¬ Kedua anak itu tidak memberikan jawaban,
tor makelar. ”Kenapa tak sampai ke situ pikiran karena memang tak tahu apa yang harus di¬
kita tadi?” kata Pam. ”Tapi, apa yang harus katakan. Sementara itu si pemuda masih sibuk
kita katakan di sana nanti, jika mereka me¬ membalik-balik halaman buku.
nanyakan kenapa kita ingin tahu? Makelar
rumah hanya dihubungi jika kita hendak men¬ ”Ah—ini dia!” katanya. ”Benar kataku tadi,
jual atau membeli rumah.” rumah itu tidak ditawarkan. Sudah terjual be¬
berapa waktu yang lalu pada seseorang ber¬
Setibanya di kantor itu, mereka mengintip nama J. Holikoff. Aku tak mengerti kenapa
ke dalam. Seorang pemuda berumur enam rumah itu tidak dihuni sendiri olehnya.”
belasan tampak sedang duduk menghadap meja
sambil menulis alamat pada beberapa amplop ”Apakah Mr. Holikoff itu tinggal di sini
surat. Ah, penampilannya sama sekali tidak juga?” tanya Pam.
menakutkan. Barangkali saja dia mengetahui—
dan tidak akan menanyakan kenapa mereka ”Tidak. Alamatnya di Jalan' Heycom Nomor
ingin tahu nama si pemilik rumah. 64 di Covelty,” kata pemuda itu sambil mem¬
bacakan alamat di buku keras-keras. ”Tentu
Mereka memberanikan diri masuk. Pemuda saja, aku tak tahu apakah dia masih tinggal di
itu menengadah. sana atau tidak. Apakah orangtuamu ingin
menghubunginya? Jika kalian mau, aku bisa
”Mau apa kalian?” tanyanya. memeriksa apakah alamatnya masih sama. Dia
”Kami disuruh menanyakan, siapa pemilik juga meninggalkan nomor telepon di sini.”
rumah yang di pinggir sungai,” kata George.
Ia mengharapkan pemuda itu mengira orang ”Oh, tidak, jangan,” kata George terburu-
buru. ”Cukup itu saja, karena rumahnya—
eh—tidak dijual. Terima kasih banyak.”

58 59

Mereka keluar dari kantor itu dengan pe¬ sudah tak sabar lagi ingin bergabung dengan
rasaan puas. teman-teman lain. Terutama ketiga anak laki-
laki yang bertugas menanyai Pak Penjaga.
”J. Holikoff,” kata Pam pada George. "Nama¬
nya agak aneh ya? Kau masih ingat alamatnya?” "Pokoknya, jejak roda ini hendak kugambar,”
kata Janet tegas. ”Aku ingin membawa sesuatu
”Ya,” kata George. Ia mengeluarkan buku yang dapat kutunjukkan kepada teman-teman.”
catatannya lalu menulis: J. Holikoff. Jalan
Heycom Nomor 64, Covelty. Sambil menulis Dengan hati-hati Janet menggambar jejak
ia berkata, ”Nah, tugas kita sudah beres! Aku roda. Jejak itu aneh, dengan garis-garis, ling¬
ingin tahu bagaimana hasil teman-teman yang karan-lingkaran, serta tanda-tanda yang ber-
lain.” bentuk huruf V. Tapi ketika ia selesai meng¬
gambar, hasilnya tidak begitu bagus. Kemudian
Usaha kelima teman mereka juga berjalan ia berusaha mengukur lebar jejak roda dengan
lancar. Janet dan Barbara sibuk memeriksa ukuran sebenarnya. Ia merasa puas, tetapi ia
jejak di jalan yang menuju ke sungai. Mereka juga ingin hasil gambarnya lebih baik. Barbara
merasa seperti detektif sungguhan. tertawa ketika melihat gambarnya.

"Lihat itu, mobil dengan gandengan di bela¬ ”Ya ampun! Gambar apa itu?” katanya.
kangnya masuk ke jalan ini dari arah Janet agak marah. Dengan cepat ditutupnya
Templeton. Jadi bukan dari desa,” kata Janet. buku catatannya. "Sekarang sebaiknya kita ikuti
”Ini, terlihat jelas jejaknya membelok. Roda¬ jejak di sepanjang jalan ini,” katanya. "Kita
nya hampir terjeblos ke parit.” ikuti sampai ke mana tujuannya. Tidak banyak
mobil gandeng yang datang kemari. Jadi kita
”Ya, betul,” kata Barbara sambil ikut mem¬ akan mudah mengikuti jejaknya.”
perhatikan. "Jejak roda gandengan lebih sempit Ternyata Janet benar. Mereka mengikuti jejak
daripada jejak roda mobilnya. Dan itu lihat! dengan mudah. Arahnya menyusuri jalan, dan
Di salju sana itu kelihatan jelas jejak roda berhenti di depan rumah tua. Di situ banyak
gandengan. Tapi jejak roda mobil tidak jelas.” sekali jejak yang bermacam-macam. Ada jejak
kaki, roda mobil, juga jejak lain di salju yang
"Bagaimana, apakah tidak sebaiknya kita sudah morat-marit. Jadi sukar sekali menentu¬
buat gambar jejak roda ini?” tanya Janet. kan jejak apa saja yang tampak. Tapi jelas di
"Barangkali saja ada gunanya. Dan kita juga
bisa mengukur lebar rodanya.”

"Kurasa tak ada gunanya,” ujar Barbara. Ia

60 61

situlah kedua orang yang diceritakan Jack henti di depan rumah tua. Di situ penumpang¬
keluar dari mobil, dan di situ pula tempat nya turun dan berbuat sesuatu yang menyebab¬
kemungkinan terjadi pergulatan tadi malam. kan salju berserakan. Kemudian mobil bergerak
menuju lapangan di tepi sungai. Di sana ada
”Lihat! Jejak roda mobil meninggalkan tem¬ yang membuka pagar, mobil dan gandengannya
pat ini, dan menyusuri jalan kembali,” kata masuk dan berputar, kemudian keluar lagi,
Janet. Ia berdiri di pintu pagar, sambil me¬ masuk ke jalan kembali, lalu menghilang. Tapi
mandang ke dalam pekarangan rumah. Apakah siapa mereka dan apa yang dibawa dalam
ketiga temannya itu sudah ada di dalam rumah gandengan—entahlah! ”
bersama Pak Penjaga?
”Aneh, hal seperti itu dilakukan malam-
”Kita ke dalam saja. Barangkali Peter ada malam,” kata Barbara.
di situ bersama Colin dan Jack,” kata Barbara.
”Memang aneh,” kata Janet menyetujui. "Se¬
”Jangan. Tugas kita belum selesai,” kata karang, sebaiknya kita kembali ke rumah tua.
Janet. ”Kita harus menyelidiki, sampai di mana Kita menunggu teman-teman di sana.”
jejak roda ini. Ayo kita lihat, barangkali menuju
ke sungai. Di jalan ini kelihatan dua jejak roda. "Sekarang sudah hampir pukul satu,” kata
Jadi jelas mobil dengan gandengannya pulang- Barbara. "Menurut pendapatmu, mereka bertiga
pergi. Kita lihat di mana mereka membelok.” masih di sana?”

Tugas itu tidak sukar. Jejak yang pergi ber¬ Barbara dan Janet bersandar di pintu pagar
asal dari rumah tua menuju ke pintu pagar pekarangan. Mereka memperhatikan sambil me¬
sebuah lapangan di pinggir sungai. Seseorang mandang ke arah rumah. Kedua anak perem¬
membuka pintu pagar, dan mobil masuk ber¬ puan itu sangat terkejut ketika melihat Pak
sama gandengannya. Di tengah lapangan roda Penjaga bergegas keluar sambil mengacung-
kendaraan meninggalkan jejak melingkar, se¬ acungkan tongkat.
sudah itu keluar lagi lewat pintu pagar. Semua¬
nya kelihatan jelas dari jejak di salju. ”Ada lagi yang datang kemari!” teriaknya.
"Awas, kalau sampai berhasil kupegang. Kalian
”Nah, itulah yang terjadi kemarin malam,” akan merasakan pukulan tongkatku ini. Anak-
kata Janet dengan puas. ”Mobil dengan benda anak bandel! Tunggu saja!”
beroda yang ditariknya datang dari arah
Templeton. Kemudian masuk ke jalan ini, ber¬ Tapi Barbara dan Janet tidak mau menunggu!
Mereka lari pontang-panting ketakutan.
62
63

7 Ketiga anak laki-laki itu bersandar di pintu
Pembicaraan dengan Pak Penjaga pagar, sambil memperhatikan jejak-jejak di
salju dengan saksama. Mereka mengikuti jejak-
Peter, Colin, Jack, dan Skippy juga mengalami jejak itu sampai tidak kelihatan lagi.
hal-hal seru. Mereka menyusuri jalan, sambil
memperhatikan jejak roda mobil di situ. Se¬ ”Bisakah kalian melihat, apakah jejak-jejak
sampainya di rumah tua, mereka melihat pintu itu menuju ke pintu depan?” kata Colin. ”Dari
pagar pekarangan ditutup. Mereka menyandar¬ sini aku bisa melihatnya. Tapi kalau tak salah
kan diri ke pintu itu dan melihat jejak roda lihat, salju di depan pintu itu masih halus.
yang menuju ke rumah. Jadi belum diinjak orang.”

”Itu jejak kakiku kemarin,” kata Peter sambil ”Aku dapat melihatnya dengan jelas dari
menunjuk. ”Dan ctu kelihatan jejak kaki-kaki sini,” kata Peter. ”Ayo kita masuk. Lagi pula
Skippy. Tapi perhatikanlah, jejak kita terlihat kita masih harus menanyakan pada penjaga,
samar karena ada jejak lain di atasnya. Jejak apakah dia mendengar sesuatu tadi malam.
kaki yang lebih besar, dan jejak-jejak lain— Jadi kita memang harus masuk.”
kelihatannya aneh.”
”Apa yang kita katakan nanti, jika dia me¬
”Tampaknya seperti jejak seseorang yang nanyakan kenapa kita ingin tahu?” kata Colin.
memakai sandal berbentuk bundar,” kata Jack 'Maksudku, jika dia terlibat dalam rahasia ini,
heran. "Siapa yang memakai sandal seperti dia pasti akan marah jika mengira kita menge¬
itu? Lihatlah! Jejak-jejak aneh kelihatan di tahuinya.”
mana-mana. Seakan-akan orang yang me¬
ninggalkan jejak itu sedang berontak! Mungkin "Ya, mungkin dia akan marah,” kata Peter.
karena diseret masuk.” ''Kita harus pintar bertanya. Lebih baik kita
pikirkan dulu masak-masak.”

Mereka berpikir.
"Ya, aku tak tahu cara lain. Bagaimana
kalau kita memancingnya saja? Kita tanyakan
padanya apakah dia tidak takut kalau ada
pencuri,” kata Peter pada akhirnya. ''Kita coba
saja, barangkali dia mau bicara.”
"Baiklah,” kata Colin. "Tapi rasanya, cara

64 65

begitu kurang meyakinkan. Lebih baik kita Tiba-tiba Peter berseru, ”Awas—itu dia da¬
masuk saja.”
tang!”
Skippy lari mendahului, lalu menghilang di Pak Penjaga berjalan terseok-seok masuk ke
pojok rumah. Ketiga anak laki-laki mengikuti
jejak dengan hati-hati. Mereka melihat jejak dalam dapur. Ia melihat ketiga anak laki-laki
sandal bundar tampak di mana-mana. Seakan- yang sedang mengintip. Dengan marah, jendela
akan pembuat jejak itu memberontak, dan me¬ dibukanya.
loncat ke sana kemari!
”Jika kalian mencari anjing, dia ada di pe¬
”Jejaknya tidak menuju ke pintu depan,” karangan depan!” teriaknya. "Sekarang pergi
kata Colin. ”Sudah kukira sejak tadi! Jejak- dari sini! Aku tidak senang ada anak-anak
jejak ini mengitari rumah lewat samping. yang bermain di sini. Nanti tahu-tahu kalian
Lihatlah, arahnya melewati pintu samping, tem¬ sudah memecahkan jendela!”
pat si penjaga keluar kemarin. Jejak itu me¬
lewati jalan ini, dan menuju pintu dapur!” "Tidak, kami bukan hendak bermain-main
di sini!” Jack berteriak agar kata-katanya ter¬
”Eh, aneh sekali!” ujar Peter heran. ”Kenapa dengar oleh bapak tua yang tuli itu. "Kami
ada orang yang berjalan melompat-lompat ke hanya hendak mengambil anjing kami lalu
pintu dapur, padahal ada pintu depan dan pergi kembali. Maaf, karena dia berani-berani
pintu samping? Ya, di sini ada tiga bentuk masuk kemari.”
jejak. Dua jejak sepatu biasa, dan satu yang
seperti memakai sandal bundar. Aku tidak me¬ "Bapak tidak kesepian sendirian di sini?”
ngerti!” teriak Colin. "Tidak takut pencuri?”

Mereka mencoba untuk membuka pintu da¬ "Tidak. Aku tidak takut,” seru bapak tua itu
pur. Tapi tak berhasil karena terkunci. Mereka agak meremehkan. ”Aku punya senjata, tongkat
mengintip lewat jendela. Di dapur tak kelihatan besarku ini. Lagi pula, di sini tak ada barang
ada orang. Yang ada cuma kompor gas, bak berharga untuk dicuri.”
cuci piring yang penuh dengan perabotan kotor,
serta sebuah ember di dekatnya. "Tapi kenyataannya, ada orang yang berjalan
menuju pintu belakang!” jerit Peter. Ia melihat
”Rupanya Pak Penjaga hanya memakai dapur kesempatan untuk membicarakan persoalan
dan kamar depan,” kata Jack. jejak rahasia dengan penjaga tua itu, sambil
menyelidiki kalau-kalau ia mengetahui sesuatu.
Peter menunjukkan jari ke arah jejak yang

66 67

menuju ke pintu belakang. Pak Penjaga men¬ balas Peter dengan suara nyaring. '"Apakah
julurkan badan ke luar jendela dan memperhati¬ Bapak mendengar sesuatu tadi malam? Jika
kan jari telunjuk Peter. ada pencuri mencoba masuk, apakah Bapak
mendengarnya?”
”Itu kan jejak kalian sendiri. Menginjak-
injak pekarangan orang tanpa izin!” bentaknya. ”Aku ini tuli!” seru Pak Penjaga. ”Aku tak
bisa mendengar apa-apa—eh, nanti dulu. Ya,
”Bukan, itu bukan jejak kami. Aku berani rasanya aku mendengar sesuatu tadi malam.
taruhan, pasti ada pencuri atau orang lain Tapi aku lupa. Eh, benar juga. Aneh!”
datang kemari semalam!” seru Peter. Ketiga
anak laki-laki itu memperhatikan wajah Pak Ketiga anak yang berdiri di depan jendela
Penjaga. Mereka ingin melihat, apakah air hampir-hampir tak bernapas karena terlalu ber
mukanya berubah. minat.

”Eh!” teriaknya. ”Kalian rupanya ingin me¬ ”Apa yang Bapak dengar?” tanya Jack. Tapi
nakut-nakuti aku ya!” ia lupa berteriak. Karena itu Pak Penjaga tidak
memedulikannya. Orang tua itu mengerutkan
”Tidak, aku bukan mau menakut-nakuti!” dahi. Mukanya yang sudah keriput kelihatan
semakin keriput.
68
"Rasanya aku mendengar suara memekik
atau bunyi lain seperti itu,” katanya perlahan.
”Kukira telingaku yang mendengung. Telingaku
memang sering mendengung. Karena itu aku
tidak bangun untuk memeriksa. Tetapi tidak
ada barang yang dicuri. Juga tidak terjadi
kerusakan sama sekali. Jadi untuk apa aku
repot-repot? Kalau ada orang mau menjerit,
biarlah dia menjerit!”

”Apakah pekikan itu terjadi di dalam ru¬
mah?” pekik Peter.

”Kalau pekikannya teijadi di luar, aku tak
mungkin mendengarnya,” kata orang tua itu.

69

”Aku ini sudah tuli benar.” Tiba-tiba Pak Pen¬ Penjaga tua pemarah itu menghilang, keluar
jaga mulai curiga. ”Ah, kalian ini cuma mau dari dapur.
mempermainkan aku. Mau menakut-nakuti
orang tua. Kurang ajar!” ”Dia pasti akan muncul dari pintu sam¬
ping,” kata Peter. ”Ayo, kita pergi saja. Kita
”Bolehkah kami masuk dan memeriksa ke sudah mengetahui hal-hal yang ingin kita ke¬
dalam?” seru Colin. Kedua temannya meman¬ tahui. Lagi pula, suaraku sudah serak karena
dang penjaga itu dengan penuh harapan. Me¬ berteriak-teriak! ”
reka mengharapkan orang tua itu akan meng¬
izinkan. Tapi tentu saja hal itu tidak terjadi.

”Berani benar kalian ini, meminta masuk!”
teriak Pak Penjaga. ”Aku tahu anak-anak se¬
perti kalian ini. Kegemarannya mengganggu
orang lain, membuang-buang waktuku. Seka¬
rang keluar semuanya! Jangan berani datang
kemari dengan dongeng tentang pencuri dan
sebagainya. Ayo pergi!”

Tepat pada saat itu Skippy datang berlari-
lari. Ia melihat penjaga tua yang sedang marah
di jendela. Skippy meloncat ke arahnya, mak¬
sudnya hendak memberi salam. Pak Penjaga
meloncat mundur ketakutan. Dikiranya Skippy
hendak menggigit. Pak tua itu menjulurkan
badan ke luar, dan mengayunkan tongkat hen¬
dak memukul. Skippy mengelak lalu meng¬
gonggong.

"Kuhajar nanti anjing kalian!” seru pak tua
itu. ”Ya, dan kalian juga sekaligus. Berani-
berani menggoda orang tua. Tunggu saja! Tahu
rasa nanti!”

70 71

8 Holikoff. Tapi pemiliknya tak pernah tinggal
Sekali Lagi Rapat di sana.

Pertemuan sore itu ramai dan menarik, semua¬ ”Kau mencatat alamatnya?” tanya Peter.
nya membawa laporan. Mereka tiba di gudang ”Mungkin penting artinya.”
tua tepat pada waktunya. Kata sandi terdengar
disebutkan berturut-turut. ”Oh ya,” kata George. Ia mengeluarkan buku
catatannya, lalu membaca alamat yang tertulis
”Pekan!” di dalamnya.
”Pekan!”
”Pekan!” ”Bagus! Mungkin kita harus menghubungi¬
Ketujuh anggota masuk satu per satu dan nya jika nanti ternyata ada hal-hal aneh yang
tak lama kemudian semuanya sudah lengkap terjadi di rumah kosongnya,” kata Peter.
duduk di dalam gudang. Semuanya kelihatan
seperti orang penting. Skippy duduk di dekat Pam dan George merasa sangat bangga.
Peter dan Janet. Telinganya yang panjang ter¬ Kemudian menyusul laporan Janet dan Bar-
kulai ke bawah, memberikan kesan pintar. bara. Mereka bercerita bahwa jejak mobil da¬
”Pam dan George, kalian yang menyampai¬ tang dari arah kota Templeton, kemudian mobil
kan laporan pertama,” kata Peter. itu berhenti di depan pintu pagar rumah tua,
Kedua anak itu menyampaikan laporan. seperti yang dilihat Jack semalam. Selanjutnya
Mereka bercerita bahwa mereka berhasil me¬ mereka juga melaporkan bahwa jejak mobil
nyelidiki rumah tua yang kosong itu, dan mengarah ke lapangan di pinggir sungai, masuk
bahwa rumah itu telah dijual beberapa waktu ke lapangan, berputar di situ, kemudian keluar
yang lalu kepada seseorang bernama J. lagi. Dilaporkan juga bahwa dari jejak roda,
tampak jelas kendaraan itu bolak-balik melalui
72 jalan yang sama.
"Pekerjaan kalian memuaskan,” kata Peter.
Janet mengeluarkan buku catatannya, wajah¬
nya agak memerah. ”Aku juga masih mem¬
punyai laporan lain,” katanya. Ia menunjuk¬
kan gambar jejak roda yang telah dibuatnya.
”Aku tak tahu apakah ada gunanya bagi kita.
Tapi ini gambar jejak roda mobil atau gero-

73

bak gandengannya. Aku juga mengukur lebar- dengan baik, Janet,” Colin memuji adik teman¬
nya. 55
nya itu.
Semua memperhatikan gambar yang di¬ Janet kelihatan sangat bangga. Buku catatan
tunjukkan Janet. Kelihatannya sama sekali tidak
mengesankan, tetapi Peter puas. disimpannya kembali. "Sekarang giliran kalian
bertiga untuk menyampaikan laporan,” kata
"Walaupun gambar ini tidak ada gunanya, Janet, meskipun ia sendiri sudah mendengar
gagasanmu untuk membuatnya bagus sekali,” sebagian dari Peter, sewaktu menunggu teman-
ujarnya. "Misalkan saja jejak roda ini penting teman datang.
artinya—sedangkan salju sudah mencair—
gambarmu ini satu-satunya pegangan yang kita Peter yang menyampaikan laporan, mewakili
punya untuk mengetahui jenis roda.” Colin dan Jack. Yang lain-lain mendengarkan
dengan serius. Kelihatan semuanya sangat ter¬
"Ya, menurut pendapatku, kau telah bekerja
tarik.
"Jadi, tadi malam memang ada orang yang

datang ke rumah tua itu, kemudian masuk
lewat pintu dapur, karena jejak kaki di salju
mengarah ke situ,” kata Peter mengakhiri
laporannya. "Dan menurut perkiraanku, di situ
ditinggalkan seorang tawanan.”

Napas Pam tersentak. "Tawanan? Apa mak¬

sudmu?”
"Bukankah sudah jelas bahwa ada tawanan

dalam mobil gandeng yang tak berjendela itu?
Seorang tawanan yang tak boleh dilihat maupun
didengar orang lain. Seseorang yang diseret ke
dapur dan dipaksa masuk, kemudian disem¬
bunyikan di salah satu tempat dalam rumah
itu. Seseorang yang disakiti dan memekik,
begitu nyaring pekikannya sehingga Pak Penjaga
yang tuli juga mendengarnya,” ujar Peter.

74 75

Teman-temannya kelihatannya kurang enak dipakai orang-orang untuk mengangkut pasien
dan gelisah. ke rumah sakit! Mungkin mobil itu ambulans
yang salah jalan, kemudian berhenti ketika
”Wah, aku tidak suka mendengarnya,” kata tahu telah tersasar. Sedang suara pekikan ada¬
Colin. Tak ada yang senang mendengarnya. lah pasien yang menjerit kesakitan.”
Seram rasanya membayangkan seorang ta¬
wanan malang yang menjerit-jerit, terkurung "Tapi Pak Penjaga mengatakan dia juga men¬
di salah satu tempat dalam rumah tua yang dengar suara orang memekik di dalam rumah,”
kosong. kata Peter. "Tapi tentu saja mungkin cuma
dengungan di kepalanya. Katanya, hal itu
"Bagaimana dengan makanannya?” kata kadang-kadang dialaminya. Memang, Jack,
Colin pada akhirnya. mungkin saja yang datang itu sebuah ambulans
yang ditarik mobil. Meskipun harus kukatakan,
"Ya, dan bagaimana dengan air minumnya,” aku belum pernah melihat ambulans seperti
sambung Janet. ”Lagi pula, mengapa orang itu.”
itu terkurung di situ?”
"Pokoknya, kita jangan bilang siapa-siapa
"Mungkin dia diculik,” kata Jack. ”Wah, dulu, sebelum kita sendiri membuktikan bahwa
kalau dugaan kita ini benar—persoalannya hal yang aneh benar-benar telah terjadi,” kata
benar-benar gawat.” Colin. "Kita nanti akan malu jika sudah me¬
laporkan pada polisi, tapi ternyata semuanya
Beberapa saat lamanya semua membisu, si¬ cuma persoalan biasa.”
buk dengan pikiran masing-masing.
"Betul katamu. Kita jangan terburu-buru
"Apakah sebaiknya kita katakan pada orang- menceritakan rahasia ini pada orang lain,”
tua kita?” tanya Pam. ujar Peter. "Tapi tentu saja kita sendiri harus
berbuat sesuatu. Kita tidak bisa membiarkannya
"Atau barangkali ke polisi saja?” sambung begitu saja.”
Jack.
”Tentu saja kita harus berbuat sesuatu,” kata
"Nanti dulu! Kita harus menyelidiki dulu George "Tapi apa yang harus kita lakukan?”
lebih jauh,” kata Peter menenangkan. "Mungkin
saja persoalan biasa. Misalnya saja mobil salah "Sebaiknya kita pikirkan dulu,” kata Peter.
jalan atau hal semacam itu.” Sekali lagi ketujuh anak itu berpikir. Langkah

”Eh, aku dapat kesimpulan bani!” kata Jack.
"Mobil gandengannya—mungkin saja semacam
ambulans, bukan? Maksudku, ambulans yang

76 77

manakah yang sebaiknya diambil sekarang? badan kita dengan kain putih. Kita meng¬
Akhirnya Jack yang membuka mulut. gabungkan diri dengan boneka salju di la¬
pangan!” Sebetulnya Peter berkata begitu untuk
”Aku mendapat akal!” katanya. ”Tapi agak berkelakar saja. Tetapi ketiga anggota yang
menyeramkan. Sebaiknya para anggota perem¬ laki-laki menyambut usulnya dengan gembira.
puan tak usah ikut.”
”Oh ya, Peter! Itu bagus! Jika kita mem¬
"Kami tak boleh ikut?” protes ketiga anak bungkus badan dengan kain putih, pasti takkan
perempuan serempak. ada yang mengira kita bukan boneka salju,”
ujar Colin.
”Persoalannya begini. Jika betul ada seorang
tawanan terkurung dalam rumah itu, dia pasti "Dari tempat itu kita bisa memperhatikan
harus diberi makan dan minum,” kata Jack jalan. Kita dapat mendengar dan melihat semua
menerangkan. ”Dan orang yang memberi orang yang datang,” sambung George.
makan-minum harus datang ke situ pada ma¬
lam hari. Betul, kan? Jadi, bagaimana jika
kita bergiliran setiap malam untuk mengawasi
rumah tua itu? Kita perhatikan siapa yang
masuk, barangkali juga membuntuti untuk me¬
lihat ke mana dia pergi, serta melihat siapa
yang ditahan di dalam rumah.”

"Kelihatannya gagasanmu bagus juga,” kata
Peter. ”Tapi giliran menjaga harus dilakukan
berdua. Aku tak mau pergi sendiri dan ber¬
sembunyi di sana malam hari!”

"Kwrasa, barangkali malam ini akan ada
orang datang,” kata George. "Mengapa tidak
kita berempat saja yang mengintai di sana?”

”Wah, susah jika berempat! Di mana harus
bersembunyi supaya tidak kelihatan?” kata
Colin.

”Aku ada akal! Lebih baik kita membungkus

78 79

”Kalau ada yang datang, dua orang dari sekitar pukul setengah sepuluh?” kata Jack.
kita bisa membuntuti masuk ke rumah. Dua "Jadi, malam ini kita beraksi pada saat yang
orang lagi menjaga di luar dengan menyamar sama. Kalian berkumpul di sini sekitar pukul
sebagai boneka salju. Kalau yang di dalam sembilan malam nanti. Wah, bukan main!
mengalami kesulitan, kedua teman yang di Rahasia ini mulai asyik!”
luar bisa meminta tolong,” kata Jack. ”Aku
kepingin berdiri di luar, di antara boneka-
boneka salju. Tapi kita harus membungkus
badan supaya hangat.”

”Kami tak boleh ikut?” tanya Pam.
”Aku tak mau ikut!” kata Barbara dengan
segera.
”Memang kalian sebaiknya tidak ikut,” kata
Peter. ”Malam ini yang beraksi hanya para
anggota laki-laki!”
”Wah, hebat!” seru Jack. Matanya berkilat-
kilat karena gembira. ”Bagaimana dengan
Skippy, apakah dia juga ikut?”
"Rasanya lebih baik kita mengajaknya,”
jawab Peter. "Kalau kusuruh diam, dia bisa
diam.”
"Akan kubuatkan jubah kecil putih untuk¬
nya,” kata Janet. "Dengan begitu dia juga tak
bisa terlihat lagi. Dia akan kelihatan seperti
sebongkah salju!”
Ketujuh anak itu mulai bersemangat.
"Pukul berapa kita pergi nanti?” tanya
Colin.
"Bukankah semalam orang-orang itu datang

80

9 Ia cekikikan lagi. ”Ya ampun, kau pasti akan
Aksi Malam Hari kelihatan aneh! Boleh kan, aku datang ke
gudang pukul sembilan nanti? Aku ingin me¬
Sepanjang sore Janet sibuk membuat jubah lihat penampilan kalian sebelum berangkat.”
putih untuk Skippy. Peter mengambil sehelai
seprai putih, dan menemukan mantel tua ber¬ "Baiklah, jika kau bisa menyelinap keluar
warna putih. Seprai putih itu sangat lebar. tanpa dilihat siapa-siapa,” kata Peter. "Kalau
Peter berpendapat sebaiknya seprai itu dipotong tidak salah, Mom akan keluar malam ini. Jadi
menjadi empat bagian, untuk dipakai ketiga mestinya bisa! Tetapi kalau Mom tidak jadi
temannya dan dirinya sendiri. keluar, jangan pergi. Karena jika kau membuat
ribut, nanti semuanya gagal!”
Janet membantunya memotong seprai, lalu
membuatkan lubang-lubang untuk leher dan Ternyata ibu mereka malam itu pergi. Janet
lengan. Ia tertawa geli ketika Peter mencoba bersyukur. Sekarang ia bisa menyelinap ke
mengenakan salah satunya. gudang dengan mudah. Peter mengatakan pada¬
nya agar jangan lupa membungkus badan de¬
”Kau kelihatan aneh,” katanya. ”Tapi bagai¬ ngan pakaian hangat. Dan kalau sampai ter¬
mana dengan kepalamu? Bagaimana hendak tidur, jangan bangun lagi!
kausembunyikan rambutmu yang cokelat tua
itu? Malam ini terang bulan!” ”Aku pasti takkan tertidur!” kata Janet kesal.
”Kau tahu hal itu takkan terjadi. Kau sendiri
”Kau harus membuatkan topi putih atau yang seharusnya berjaga-jaga, jangan sampai
barang sejenis itu untuk kami berempat,” kata tertidur!”
Peter. "Sedangkan wajah kami akan dicat
putih!” "Jangan mengejek,” tukas Peter. "Mana
mungkin ketua Serikat sampai tertidur dalam
”Di gudang ada kapur sedikit,” kata Janet. menghadapi rencana sepenting ini! Janet, kali
ini Sapta Siaga benar-benar menghadapi pe¬
82 tualangan hebat!”

Pukul setengah sembilan malam lampu da¬
lam kamar kedua anak itu dipadamkan. Dari
luar, kedua kamar kelihatan gelap. Tapi di
dalam dinyalakan lampu senter. Janet sibuk

83

sekali memasangkan jubah putih ke badan Mereka berpandangan dengan perasaan gem¬
Skippy. Tapi anjing itu sama sekali tidak me¬ bira.
nyukainya. Jubah yang membungkus badannya
digigit-gigitnya. ”Kita harus mengecat muka kita dengan
kapur, serta mengenakan jubah putih,” kata
”Oh, Skippy, jangan membandel! Kau tak Peter. ”Setelah itu kita siap untuk pergi.”
boleh ikut kalau tidak kelihatan seperti anjing
salju,” kata Janet hampir putus asa. Entahlah, Jack tertawa cekikikan. ”Coba lihat si
apakah Skippy memahami kata-katanya atau Skippy! Ia juga berpakaian putih! Skip, rupamu
tidak—tapi pokoknya sejak saat itu Skippy aneh.”
membiarkan Janet memasangkan jubah. Setelah
selesai terpasang, anjing itu kelihatan aneh Skippy menggonggong dengan suara lesu.
dan sangat sedih. Ia memang merasa aneh. Skippy yang malang.

”Ayo, jika kau masih ingin ikut. Sudah Sambil tertawa-tawa, keempat anak laki-laki
hampir pukul sembilan sekarang,” terdengar itu mengecat muka mereka dengan kapur. Se¬
suara berbisik. Ternyata Peter sudah menunggu belumnya mereka memakai jubah putih agar
di luar. Mereka berdua menuruni tangga de¬
ngan diam-diam, diikuti oleh Skippy. Badan 85
mereka bertiga terbungkus hangat. Tetapi begitu
mereka sampai di luar, ternyata udara tidak
sedingin yang diperkirakan.

"Salju mencair! Malam ini suhu rupanya
tidak turun,” bisik Janet.

”Mudah-mudahan boneka salju kita belum
mencair,” kata Peter khawatir.

”Ah, pasti belum” ujar Janet. ”Cepat, aku
bisa melihat salah satu dari teman-teman kita.”

Kata sandi dibisikkan pelan-pelan di pintu
gudang. Tak lama kemudian lima dari ketujuh
Sapta Siaga telah hadir. Peter menyalakan lilin.

84

mantel mereka tidak kotor. Janet memasangkan Anak itu berhenti. Matanya melotot, me¬
topi-topi kecil putih yang telah dibuatnya ke mandang keempat boneka salju hidup dengan
kepala setiap anak. penuh ketakutan.

”Aduh! Aku tak mau ketemu kalian di jalan ’liiih1” erangnya. ”Hii—siapa kalian?”
malam ini!” ujar Janet. ”Kalian kelihatan me¬ Peter mengeluarkan suara erangan. Suaranya
nakutkan!” menyeramkan sekali, sehingga anak laki-laki
itu gemetar karena ngeri. ”Toloong! Ada bo¬
”Sudah waktunya kita pergi,” kata Peter. neka salju hidup! Tolooong!”
”Janet, sekarang kau tidur saja. Besok pagi Ia lari kocar-kacir sambil berteriak-teriak.
akan kuceritakan pengalaman kami. Nanti aku Keempat anggota Sapta Siaga yang sedang
akan masuk dengan hati-hati, supaya kau tidak menyamar tak mampu menahan rasa geli. Me¬
terbangun.” reka tertawa cekikikan, sambil menyandarkan
diri di pagar.
”Aku takkan tidur sebelum kau pulang!” ”Aduh, ya ampun!” kata Jack di sela-sela
kata Janet. tawanya. "Hampir meledak tawaku tadi, ketika
kau mengerang seseram itu. Hahaha, kau hebat,
Anak itu melihat Peter pergi bersama ketiga Peter!”
temannya. Mereka bergerak di jalan yang di¬ ”Ayo! Kita pergi saja dari sini sebelum
terangi sinar bulan. Empat sosok tubuh ber¬ anak itu datang lagi bersama orang lain,” kata
jubah putih, dengan wajah dilaburi kapur. Me¬ Peter. Mereka meneruskan peijalanan sambil
reka memang kelihatan seperti boneka salju tertawa-tawa. Mereka membelok ke jalan yang
yang sedang berbaris. menuju ke rumah tua. Tak lama kemudian,
mereka sudah sampai. Rumah itu kelihatan
Dengan hati-hati mereka bergerak di jalan sepi dan gelap. Hanya atapnya yang putih
yang menuju ke rumah tua. Mata mereka ditimpa sinar bulan.
bergerak kian kemari, kalau-kalau ada orang ”Rupanya belum ada orang,” kata Peter.
lewat. ”Di mana-mana belum kelihatan lampu me¬
nyala. Juga tak terdengar suara sama sekali.”
Tapi mereka tidak berpapasan dengan siapa ”Kalau begitu, kita masuk saja dan meng-
pun juga. Hanya ada seorang anak laki-laki
yang tiba-tiba muncul di pojok jalan. Karena 87
tempat itu bersalju, keempat anggota Sapta
Siaga tak sempat mendengar langkahnya. Me¬
reka tertegun ketika anak itu muncul.

86

gabungkan diri dengan barisan boneka salju,” nyata setengah jam saja sudah terasa terlampau
ujar Jack. ”Peter! Coba kaularang Skippy, ja¬ lama.
ngan terus-terusan menyelinap di antara kakiku.
Aku nanti tersandung!” ”Tidak bisakah kita berjalan-jalan sebentar?”
usul Colin. Rupanya ia sudah tak sabar lagi.
Mereka berempat memanjat pintu pagar, lalu ”Pokoknya, asal badan kita menjadi hangat
masuk ke lapangan. Keempat boneka salju kembali.”
masih tegak di sana. Tapi sayang, keempat-
empatnya sudah mulai mencair, dan sudah tak Peter baru saja hendak menjawab usul itu,
sebesar tadi pagi lagi. Skippy maju dan mengen¬ tapi tak jadi. Tiba-tiba ia memasang telinga.
dus boneka-boneka itu. Peter memanggilnya. Peter mendengar sesuatu. ”Apa itu?”

”Skip, kemari! Kau hams diam seperti kami! Colin hendak berkata, tapi dilarang oleh
Dan awas, kau tidak boleh menggonggong. Peter. Dengan segera Colin menutup mulut.
Mendengking pelan-pelan juga tidak boleh!” Mereka berempat menajamkan telinga. Ter¬
dengar sesuatu di kejauhan.
Skippy mengerti. Anjing itu berdiri seperti
patung di sebelah Peter. Keempat anak dan ”Itu suara orang menjerit,” ujar Jack. ’Ttu
seekor anjing berdiri di lapangan. Kelihatannya dia yang kudengar kemarin. Tapi kali ini hanya
seperti boneka-boneka salju di atas lapangan samar-samar, dan jauh sekali. Kedengarannya
bersalju. datang dari arah rumah. Terbukti memang ada
seseorang di situ!”
Mereka menunggu di situ. Mereka terus
menunggu. Tapi tak seorang pun yang datang. Tengkuk mereka merinding. Mereka me¬
Mereka menunggu selama setengah jam. Lam¬ masang telinga lagi. Dan sekali lagi terdengar
bat laun mereka mulai kedinginan. suara aneh di kejauhan, memecah kesunyian
malam.
”Salju di bawah kakiku mulai mencair,”
keluh Jack. ”Peter, menurutmu, masih berapa ”Wah, pasti ada yang tidak beres,” ujar
lama lagi kita hams berdiri di sini?” Peter. ”Aku akan pergi ke rumah itu. Aku
ingin tahu, apakah di situ juga masih terdengar
Kedua temannya juga sudah mulai bosan. suara pekikan tadi. Sebenarnya kita hams mem-
Padahal tadinya mereka sudah bertekad, kalau beritahu orang lain.”
perlu akan menunggu hingga tengah malam di
situ, bersama keempat boneka salju. Tapi ter¬ ”Ayo kita pergi bersama-sama,” ujar Colin.
Tapi Peter bersikap tegas.
88
89

”Tidak! Dua dari kita masuk. Yang dua lagi tempat dia bicara dengan kita tadi pagi,” bisik
tinggal di sini untuk berjaga-jaga. Itu kan Jack tiba-tiba. ”Itu—jendelanya terbuka se¬
sudah kita tentukan tadi. Jack, kau ikut aku. dikit!”
Colin dan George, kalian menunggu di sini.
Jaga kalau ada orang datang.” ”Eh, betul! Selanjutnya bagaimana? Kita ma¬
suk saja dan berusaha menemukan orang yang
Peter dan Jack menuju ke pintu gerbang ditawan itu,” ujar Peter penuh semangat.
lapangan. Dua sosok tubuh putih dengan wajah
putih memanjat pintu gerbang, menyeberangi Dalam sekejap mata, kedua anak itu sudah
jalan, dan berjalan menuju pintu pagar pe¬ berada di dalam rumah. Mereka berdiri di
karangan rumah tua. Mereka membuka pintu, dapur yang gelap dengan hati berdebar keras.
dan menutupnya kembali sesudah mereka ma¬ Peter dan Jack menajamkan telinga. Tapi seka¬
suk. Kini tidak terdengar apa-apa lagi. rang tak terdengar apa-apa lagi. Di mana ta¬
wanan itu dikurung?
Mereka berdua berjalan dengan hati-hati me¬
nuju ke rumah tua, menjaga agar bayangan ”Kita berani atau tidak memeriksa seluruh
mereka tak terlihat, bersiap-siap jika Pak rumah ini?” tanya Peter. Ia masih ragu. ”Aku
Penjaga kebetulan melihat ke luar. Sesampainya membawa senter.”
di pintu depan, Peter mengintip ke dalam
lewat celah kotak surat. Tapi tak kelihatan ”Tentu saja berani, karena kita harus me¬
apa-apa. Tak ada lampu yang menyala di lakukannya,” jawab Jack. Mereka pun ber¬
jingkat-jingkat, mula-mula ke ruangan kecil
dalam. tempat menyimpan makanan. Sesudah itu ke
Lalu mereka berjalan menuju pintu samping, ruangan berikutnya! Tapi tak ada siapa-siapa
di situ.
mencoba untuk membukanya. Tentu saja pintu
itu terkunci. Kemudian mencoba pintu bela¬ "Sekarang kita masuk ke ruang depan. Dari
kang. Juga terkunci! Tapi tiba-tiba mereka situ kita mengintip ke kamar-kamar,” ujar Peter.
mendengar bunyi aneh. Bunyi mengetuk-ngetuk
terdengar nyaring dari dalam rumah. Kedua Kamar-kamar depan terang bermandikan
anak itu berpegangan tangan. Ada apa di dalam sinar bulan. Tapi kamar-kamar sebelah bela¬
rumah tua yang kosong ini? kang gelap. Kedua anak itu mendorong pintu
tiap-tiap kamar, lalu menyorotkan senter ke
”He! Pak Penjaga lupa menutup jendela dalam. Tapi semua kamar itu kosong dan
sunyi.

90 91

Akhirnya mereka sampai di depan pintu 10
yang tertutup. Dari baliknya terdengar suara Terjebak!
sesuatu. Peter memegang lengan Jack.

”Ada orang di dalam. Pintu ini mungkin
terkunci. Tapi kucoba saja. Bersiaplah untuk
lari, jika kita dikejar!”

Ternyata pintu itu tidak terkunci. Peter men¬
dorongnya pelan-pelan. Tiba-tiba saja, suara
yang terdengar tadi menjadi lebih jelas. Me¬
mang betul ada orang di dalamnya. Seseorang
yang sedang tidur mendengkur!

Kedua anak itu serempak mendapat pikiran
yang sama. Pasti itu Pak Penjaga! Peter
menjengukkan kepala lebih jauh ke dalam
kamar.

Sinar bulan menerangi kamar. Pak Penjaga
tidur di atas sebuah tempat tidur rendah yang
berantakan. Pak Penjaga rupanya sangat letih,
sehingga tak sempat berganti pakaian! Peter
berpaling. Maksudnya hendak keluar lagi. Tapi
tiba-tiba lampu senternya terbentur pintu, dan
jatuh ke lantai. Nyaring sekali kedengarannya!

Peter tidak berani bergerak karena ketakutan.
Tapi Pak Penjaga tetap mendengkur. Barulah
Peter ingat kembali, bahwa penjaga tua itu
tuli. Bunyi senter jatuh seribut itu pun tidak

92 93

didengarnya. Dengan hati-hati Peter menutup tapi kosong. Ada lagi yang terang disinari
pintu kembali. Mereka berdua berdiri di ruang , bulan. Tapi juga kosong.
depan. Peter memeriksa lampu senternya,
kalau-kalau rusak karena jatuh. Tidak, lampu¬ "Aneh!” bisik Jack. ”Terus terang, aku tak
nya masih menyala. Bagus. mengerti! Mestinya suara yang kita dengar
tadi datang dari salah satu tempat dalam rumah
”Sekarang kita naik ke lantai atas,” bisiknya. ini. Tapi sudah kita periksa semua kamar,
”Kau tidak takut kan, Jack?” ternyata tak ada seorang pun—kecuali si Pak
Penjaga!”
”Takut juga, tapi sedikit. Ayo!”
Mereka menuju ke tangga yang mengarah Mereka berdiri di situ, sambil berpikir-pikir.
ke atas. Anak tangganya berderik-derik di ba¬ Mereka tak tahu apa yang harus mereka laku¬
wah kaki mereka. Untung pak tua itu tuli! kan selanjutnya. Tiba-tiba terdengar suara je¬
Mereka sampai di tingkat pertama. Di situ ada ritan samar. Kedengarannya seperti meringkik,
enam kamar. Keenam-enamnya diperiksa. disusul oleh bunyi mendepak-depak dan
Semuanya kosong. Kemudian mereka naik lagi | gedebak-gedebuk. Aneh!
ke lantai teratas.
”Sekarang kita harus hati-hati,” bisik Jack. ”Memang benar! Ada yang ditawan di dalam
Ia berbisik pelan sekali, sehingga Peter hampir rumah ini. Orang itu mengetuk-ngetuk minta
tidak mendengarnya. ”Kamar-kamar di atas tolong, sambil menjerit-jerit,” kata Peter. Ia
ini saja yang belum kita periksa. Jadi, tawanan lupa berbisik. ”Orangnya ada di lantai bawah.
itu pasti dikurung di dalam salah satu kamar Tapi tadi kita sudah memeriksa seluruh
ruangan!”
di sini.”
Tapi semua pintu kamar terbuka. Kalau Jack sudah berjalan menuruni tangga. ”Ayo!
Pasti kita tadi melupakan sesuatu. Barangkali
begitu, mana mungkin ada tawanan di dalam¬ lemari besar, atau pintu rahasia,” serunya.
nya? Kecuali jika ia diikat! Kedua anak itu
mengintip ke dalam setiap kamar. Jantung Mereka turun ke lantai bawah. Kedua anak
mereka berdebar-debar. Mereka khawatir kalau- itu tak peduli lagi, kini berjalan dengan cepat.
kalau melihat sesuatu yang mengerikan. Mereka sampai di dapur kembali. Bunyi yang
tadi terdengar kini berhenti. Kemudian ter¬
Tapi semua kamar di lantai teratas itu ter¬ dengar lagi. Jack memegang lengan Peter erat-
nyata juga kosong. Ada kamar yang gelap, erat.

94 95

”Aku tahu dari mana datangnya bunyi itu. meskipun dipaksa. Tapi mereka juga berang¬
Dari ruangan di bawah kita. Di situ ada gudang gapan, hanya orang penakut yang pada saat
di bawah tanah. Di situlah rupanya tawanan itu mundur dan lari keluar. Jadi mereka tetap
itu dikurung!” di situ.

”Kalau begitu, kita harus segera memeriksa Tiba-tiba mereka mendengar suara-suara lain.
ke situ,” ujar Peter. Akhirnya mereka menemu¬ Suara-suara yang berbicara dengan pelan di
kan pintu yang menuju ke bawah. Letaknya di tempat lain. Kemudian menyusul bunyi kunci
pojok gelap, dalam lorong antara dapur dan dimasukkan ke dalam lubang—dan bunyi pintu
ruang penyimpanan makanan. Peter mencoba yang didorong terbuka!
membukanya. Eh, tertanya tak terkunci!
Jack panik. Dipegangnya Peter erat-erat.
”Pintunya tak terkunci,” bisik Jack. ”Kalau ’Ttu dia kedua orang yang kudengar kemarin
begitu, kenapa tawanan itu tidak melarikan malam. Mereka sudah datang kembali. Cepat!
diri?” Kita harus bersembunyi sebelum ketahuan!”
Kedua sosok tubuh kecil terbungkus kain
Di balik pintu terdapat tangga batu yang putih tertegun sesaat. Mereka tidak tahu harus
menuju ke bawah. Tempat itu gelap gulita. ke mana. Kemudian Peter membuka jubah
Peter menyorotkan lampu senternya. Tidak ke¬ dan topi putihnya. ”Jack, buka juga jubah dan
lihatan apa-apa. Ia berseru dengan suara yang topimu,” ujarnya pada Jack. "Kalau hanya
agak gemetar, ”Siapa di situ? Ada orang di
bawah?” I bermantel, kita takkan mudah kelihatan, karena
warnanya gelap. Kita bisa bersembunyi di salah
Tapi tak terdengar jawaban. Peter dan Jack satu sudut gelap.”
mendengarkan dengan teliti. Dengan jelas ter¬ Bergegas mereka mencampakkan pakaian
dengar suara napas berat. samaran ke sebuah pojok, lalu menyelinap
masuk ke ruang depan. Di situ mereka me¬
”Kami dengar napasmu!” seru Jack. ”Ayo, ringkuk di sebuah sudut. Mudah-mudahan saja
katakan—siapa kau. Kami datang untuk menye¬ orang-orang yang datang itu langsung pergi
lamatkanmu!” ke gudang bawah tanah!
Namun harapan mereka tak terkabulkan.
Tapi tetap tak ada jawaban. Wah, ini benar- ”Coba lihat sebentar, apakah si penjaga tua
benar menyeramkan! Kedua anak itu sekarang
sangat ketakutan. Mereka tak berani turun ke
bawah. Kaki mereka tak mau melangkah,

96 97

sudah tidur,” kata suara yang satu! Dua sosok ”Apa maksudmu!” bentak orang yang ber¬
tubuh masuk ke dalam ruang depan, untuk nama Mac dengan kasar.
membuka pintu kamar Pak Penjaga.
Bunyi gedebak-gedebuk mulai terdengar lagi.
Tiba-tiba seorang di antara mereka melihat Peter dan Jack memandang kedua orang yang
wajah Peter yang dilabur dengan kapur, ke¬ tak dikenal itu.
lihatan samar dan aneh dalam gelap. Peter
lupa menghapus coretan kapur di wajahnya! ’Ttu yang kumaksudkan,” ujar Jack. ”Siapa
di bawah itu? Siapa yang kalian kurung di
”Astaga—lihat itu—di pojok! Apa itu?” seru situ?”
satu dari kedua orang yang masuk. ”Lihat—
itu, di sana. Apa itu, Mac?” Jawaban yang diterimanya bukan kata-kata.
Kepalanya ditempeleng sehingga matanya ber¬
Keduanya memandang ke pojok, tempat kunang-kunang. Kemudian ia dan Peter diseret
Peter dan Jack sedang meringkuk. ”Kelihatan- ke sebuah lemari dan dikurung di dalamnya.
nya seperti wajah orang! Wajah yang putih!” Entah mengapa, kedua orang itu kelihatannya
kata orang yang dipanggil Mac. ”Aneh! Coba marah sekali.
nyalakan sentermu. Pasti itu cuma pantulan
sinar bulan!” Peter menempelkan telinga pada sebuah
celah yang terdapat pada pintu lemari. Ia ber¬
Orang kedua menyalakan senternya. Cahaya usaha menangkap kata-kata kedua orang yang
terang memancar, dan seketika itu juga kedua mengumng mereka. Keduanya sedang berun¬
anak yang sedang meringkuk ketakutan ke¬ ding.
tahuan. Dengan beberapa langkah panjang,
orang yang bernama Mac datang mendekat. ”Apa yang harus kita lakukan sekarang?
Peter dan Jack dipegangnya, diguncang- Jika anak-anak itu memanggil orang, habis
guncangkan, lalu diberdirikan di depannya. riwayat kita!”

”Apa lagi ini? Bersembunyi di sini dengan ”Benar! Jadi kita terpaksa menahan mereka.
wajah dicat seperti itu! Apa yang kalian laku¬ Kita kurung saja bersama-sama Kilat Biru!
kan di sini?” Besok malam kita menjemputnya. Setelah itu
kita lari. Takkan ada orang yang mengetahui.
”Aduh! Lepaskan lenganku. Kau menyakiti Saat itu proyek kita sudah selesai!”
aku!” jerit Jack dengan marah. ”Kalian mau
apa di sini?” ”Bagaimana dengan kedua anak itu?”
”Kita tinggalkan saja terkurung di- sini. Kita
98
99


Click to View FlipBook Version