The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Karya gendis sewu kec. sawahan

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by sawahansurabaya, 2022-08-07 09:40:13

Nukilan Imajinasiku

Karya gendis sewu kec. sawahan

Keywords: antologi cerpen

GENDIS SEWU BERKARYA

NUKILAN IMAJINASIKU

Antologi Cerita Pendek
Bibit Penulis Gendis Sewu Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan Kota Surabaya
Bekerja Sama SDN Petemon X/358 Surabaya

NUKILAN IMAJINASIKU

Penulis : Nadhifah Alifia Viera, Kirana

Cheryl E, Naura Rafila Zulfa,

dkk

Ilustrator : Annisa Kurnia Safitri
Penyunting : Ayu Dewi A.S.N, Mizani

Penyunting Akhir Putri R, dan Nurul Panca S.
: Faradila Elifin, Vivi Sulviana,

Ayu Dewi A.S.N, Rici Alric K,
dan Vegasari Yuniati

Diterbitkan pada tahun 2022 oleh
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya
Jln. Rungkut Asri Tengah 5-7, Surabaya
Buku ini merupakan kumpulan karya dari bibit
Gendis Sewu, sebagai penghargaan atas partisipasi
yang telah diberikan dalam Gerakan Melahirkan
1000 Penulis dan 1000 Pendongeng.
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas rida dan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan buku hasil karya
kelas Gendis Sewu Berkarya dengan judul Nukilan
Imajinasiku. Tidak lupa, kami juga mengucapkan
terima kasih kepada Kepala SDN Petemon X/358
Surabaya yang telah mendukung dan membantu
kelancaran terselenggaranya kelas Gendis Sewu
Berkarya, mulai dari proses pembelajaran hingga
penyusunan hasil karya.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan
kepada teman-teman petugas TBM se-Kecamatan
Sawahan yang telah membantu baik secara morel
maupun materil sehingga karya cerpen dari bibit
penulis ini dapat terwujud.

Buku ini merupakan hasil dari pemikiran dan
kreativitas para bibit penulis setelah mengikuti kelas
penulis. Meskipun telah melalui proses penyuntingan

dari penulis, tapi tidak mengurangi isi dan tema dari
ide asli para bibit penulis dalam membuat ceritanya.

Tim penulis menyadari bahwa masih ada
kekurangan dan kesalahan dari hasil karya tulis bibit
penulis. Tim penulis dan para bibit meyakini telah
melakukan yang terbaik untuk terselesaikannya buku
ini, jika masih terdapat kesalahan tim penulis mohon
maaf atas kesalahan tersebut dan akan berusaha
lebih baik lagi. Kritik dan saran dari pembaca akan
selalu ditunggu agar buku ini dapat menjadi lebih baik
dan berguna untuk kepentingan bersama.

Surabaya, 2022
Tim Penulis se-Kecamatan Sawahan

KATA SAMBUTAN

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya

Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayat-Nya,
hanya dengan kemurahan-Nya kita selalu dapat
berikhtiar untuk berkarya dalam ikut serta
membangun Kota Surabaya yang kita cintai.
Kita patut bangga dan memberi apresiasi kepada
para bibit penulis Gendis Sewu (Gerakan Melahirkan
1000 Bibit Penulis dan 1000 Bibit Pendongeng), para
editor penulis Dispusip di Kota Surabaya yang telah
bekerja keras membuat karya tulis yang berjudul
Nukilan Imajinasiku.

Buku para bibit Gendis Sewu menghasilkan
karya tulis dari anak-anak cerdas yang telah melalui
proses panjang dan berjenjang dan merupakan
karya-karya imajinatif yang mengandung pesan
moral dengan bahasa yang mudah dipahami juga
sangat baik untuk dinikmati.

Semoga kedepannya akan menjadi inspirasi
untuk berkembangnya budaya literasi dari berbagai
kalangan masyarakat di Kota Surabaya. Akhir kata,
semoga buku Gendis Sewu Berkarya dengan judul
Nukilan Imajinasiku bermanfaat bagi semua pihak
dan perkembangan pada bibit Gendis Sewu.

Surabaya, 2022

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan

Kota Surabaya,

Mia Santi Dewi, S.H., M.Si.

SEKAPUR SIRIH

Kepala Bidang Pembinaan dan Pengelolaan
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya

Alhamdulillah, dengan menyebut nama Allah SWT
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
sangat bersyukur atas ke hadirat-Nya, hanya dengan
kemurahan Allah SWT, kami dapat menghimpun
berbagai karya tulis para bibit penulis Gendis Sewu
dan menerbitkannya dalam sebuah buku antologi
cerpen dengan judul Nukilan Imajinasiku.

Buku ini merupakan antologi cerpen
kolaborasi Gendis Sewu dengan SDN Petemon
X/358 Surabaya. Kolaborasi ini menghasilkan karya
tulis cerpen pendampingan Petugas se-Kecamatan
Sawahan yang diselenggarakan oleh Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya.

Kegiatan Gendis Sewu memanfaatkan
platform buatan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya yang bernama Taman Kalimas.

Taman Kalimas yang merupakan singkatan dari
Tempat Menampung Karya Literasi Masyarakat
memberikan layanan literasi yang di dalamnya
terdapat tiga layanan sekaligus, antara lain layanan
Taman Kalimas Pembelajaran, Taman Kalimas
Karya, dan Taman Kalimas Publikasi.

Para bibit penulis Gendis Sewu terlebih dahulu
didaftarkan untuk mengikuti kelas berjenjang dari
mulai kelas reguler Taman Kalimas di tingkat
kecamatan, lalu untuk bibit terbaik akan
mendapatkan reward naik ke kelas khusus minat dan
bakat setelah itu karyanya akan dibuat buku dan
dipublikasikan.

Saya mengapresiasi bangga kepada para bibit
penulis Gendis Sewu yang memiliki semangat literasi
dengan tidak hanya menjadi pembaca pasif
melainkan menjadi pembaca aktif, yaitu selain
membaca juga mampu menulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
Tim Gendis Sewu dan Tim Inti Penulis Dispusip yang
terdiri dari para tutor kelas reguler di tingkat
kecamatan, para editor area (Dira), dan para

penyunting akhir hingga buku ini terselesaikan
secara baik.

Buku ini adalah jawaban nyata atas kinerja
para petugas TBM se-Kecamatan Sawahan yang
berkolaborasi dengan SDN Petemon X Surabaya
membangun kota maka perlu disertai 'membangun'
manusia di dalamnya. Tentu tidaklah mudah, karena
awal membangun seringkali terlihat abstrak,
dipertanyakan, atau diragukan. Walaupun begitu,
tetap terus 'membangun' karena 'membangun'
manusia melalui literasi adalah sebuah investasi
jangka panjang untuk kota tercinta kita Kota
Surabaya.
Salam Literasi.

Surabaya, 2022

Kepala Bidang Pembinaan dan Pengelolaan

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan

Kota Surabaya

Dani Arijanti, S.E., M.Si.

SEKAPUR SIRIH

Kepala SDN Petemon X/358 Surabaya

Bismillahhirrahmanirrahim, puji syukur ke hadirat ilahi
rabbi atas berkah nikmat dan rahmatnya kita
diberikan kesempatan dan kesehatan sehingga kita
bisa melaksanakan rangkaian kegiatan Gendis Sewu
2022 dalam kondisi sehat dan kita selesaikan dengan
baik.

Sebuah harapan dapat meningkatkan prestasi
dalam hal literasi yaitu kemampuan mendongeng dan
menulis sebagai bagian dari peningkatan literasi
terutama di SDN Petemon X Surabaya.

Kami mengucapkan terima kasih Bapak/Ibu
rekan-rekan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya, dalam hal ini para petugas se-
Kecamatan Sawahan yang telah memberikan
kesempatan dan pendampingan kepada anak-anak
SDN Petemon X Surabaya untuk membuat antologi
cerpen.

Harapan saya kegiatan ini tidak berhenti
sampai di sini saja, tapi selalu berkelanjutan.
Sehingga kemampuan anak-anak di SDN Petemon X
Surabaya semakin meningkat dan menjadi calon
penulis cerpen yang berprestasi.

Sekali lagi kami sampaikan terima kasih
kepada rekan-rekan dari Dinas Perpustakaan dan
Kearsipan Kota Surabaya atas segala jerih payah,
keikhlasannya dalam membimbing anak-anak kami.
Sukses untuk semuanya, terima kasih, mohon maaf
atas segala kekurangannya.
Salam Literasi.

Surabaya, 2022
Kepala SDN Petemon X/358 Surabaya

Ani Musafa'ah, S. Pd

DAFTAR ISI

1. Persahabatan Lana dan Dina
2. Gala dan Driel
3. Membuat Kue dengan Mama
4. The Dream I’ve Dreamed
5. Berlibur ke Desa
6. Berlibur ke Waterpark
7. Keserakahan Membawa Petaka
8. Bus Suroboyo
9. Ngabers yang Baik Hati
10. Teman Sekolah
11. Sahabat Sejati
12. Hadiah Ayah dan Bunda
13. Perjalanan Pulang dari Berlibur
14. Kado Ulang Tahunku
15. Liburan yang Menyenangkan
16. Lingkungan Bersih
17. Keberuntungan Mafia
18. Sahabat Sejati
19. Bersepeda

PERSAHABATAN LANA DAN DINA

Oleh Nadhifah Alifia Viera

Seorang gadis bernama Lana. Dia adalah siswi
terpintar di Sekolah Harapan. Namun, Lana susah
bergaul dengan teman-temannya. Hari ini adalah hari
penerimaan rapor dan penentuan kenaikan kelas.

Sekarang Lana berada di Kelas Anggrek dan
memilih bangku kosong. Satu-satunya bangku
kosong adalah di sebelah seorang siswi berambut
panjang dan berparas cantik. Lana duduk di bangku
itu. Dia tidak berani menyapa gadis itu karena sifat
pemalunya. Akhirnya tidak lama kemudian gadis itu
menatap Lana, lalu dia menyapanya.

“Hai, nama kamu siapa?” tanya Dina.
“Namaku Lana,” jawab Lana.
“Oh nama yang bagus. Kenalin juga aku Dina,”
kata Dina.
“Terima kasih, Dina. Nama kamu juga bagus,”
sahut Lana.

Pelajaran pun dimulai. Setelah beberapa jam
kemudian Pak Adi, guru Matematika itu selesai
menjelaskan dan semua murid di kelas mendapatkan
latihan soal. Beberapa soal sudah dijawab oleh Dina,
tetapi soal terakhir membuatnya bingung. Melihat
Dina kebingungan, Lana memberanikan diri bertanya
kepada Dina.

“Dina, kamu kenapa terlihat seperti orang
kebingungan?” tanya Lana.

“Soal yang terakhir ini aku tidak paham, Lan,”
jawab Dina.

Lana dengan senang hati ingin membantu
Dina.

“Oh yang itu. Aku bantu jelasin, ya,” ucap
Lana.

“Dengan senang hati, Lana!” sahut Dina.
Pelan-pelan Lana menjelaskan dengan
lengkap dan rinci agar temannya paham. Setelah
beberapa lama Lana selesai menjelaskan.
“Terima kasih, Lana. Aku sudah mengerti dan
paham. Sekarang aku bisa mengerjakan soal ini
dengan mudah,” kata Dina.

“Sama-sama, Dina. Aku senang
membantumu,” sahut Lana.

“Lana, maukah kamu bersahabat denganku?”
ucap Dina.

“Aku mau, Dina,” jawab Lana.
Keduanya pun tertawa. Sekarang mereka
menjadi sahabat.
KRING … KRING ….
Bel istirahat pun berbunyi. Dina mengajak
Lana ke kantin.
“Lana, ayo ke kantin. Hari ini aku traktir
sebagai hari pertama persahabatan kita,” ucap Dina.
Lana enggan menerima ajakan Dina karena
dia tidak membawa uang, uang sakunya sudah habis
untuk naik angkot ke sekolah. Lana menolak Dina
dengan beralasan sudah kenyang.
“Terima kasih, Dina. Tetapi aku sudah
kenyang karena sudah makan di rumah tadi,” ujar
Lana.
“Ih … ayo, Lana! Jangan alasan terus,” kata
Dina.
Terdengar suara perut lapar.

KRUK ... KRUK ….
Dina mendengar itu tertawa.

“Tuh ‘kan perutnya aja bilang belum makan,”
ucap Dina tertawa.

“Hehehe … aku tidak enak denganmu, Dina.
Aku tidak membawa uang,” kata Lana.

“Jangan malu-malu, Lana. Aku ‘kan sudah jadi
sahabatmu. Aku senang kok traktir kamu. Ayo Lana,
please!” pinta Dina.

Lana tersenyum kemudian berbicara.
“Iya … iya …. Sahabatku yang cantik, baik,
dan bawel. Hahaha,” jawab Lana sambil mencubit
pipi Dina.
“Ih Lana. Kamu tuh!” kata Dina.
Lalu keduanya sama-sama ketawa sambil
berjalan ke kantin.
“Lana, kamu mau pesan apa?” tanya Dina.
“Samakan sama kamu aja, Dina,” jawab Lana.
“Oke. Aku pesankan bakso 2 mangkuk sama
es teh ya,” ucap Dina.
“Oke,” jawab Lana.

Lana sangat bersyukur sekali mendapatkan
sahabat seperti Dina. Dia sangat baik sekali.
Makanan pun sudah datang. Mereka makan
bersama.

Hari-hari pun berganti, persahabatan Lana
dan Dina masih baik-baik saja. Suatu saat di kelas
ada seorang siswi, dia sudah lama mengamati
persahabatan Lana dan Dina. Dia iri dengan
persahabatan mereka yang selalu ceria. Tidak
seperti dia yang mempunyai sahabat tapi sahabatnya
mengkhianatinya. Siswi ini bernama Rina. Rina ingin
mengadu domba antara Lana dan Dina agar
persahabatan mereka kandas seperti kisahnya.

Hari mulai pagi waktunya bersekolah. Lana
dan Dina duduk bersebelahan sambil ngobrol. Lalu
Dina berpamitan ke kamar mandi. Lana pun
menyetujui dan menunggu di kelas. Saat Lana
sendirian, Rina datang menghampiri Lana.

“Lana, bolehkah aku duduk di sampingmu
sebentar?” tanya Rina.

“Um, iya boleh,” jawab Lana.

Mereka mengobrol asyik sambil bercanda lalu
Dina datang dan melihat mereka berdua sangat
dekat. Dina mulai cemburu dengan kehadiran Rina
lalu dia kembali ke kelas dengan wajah kesal. Melihat
kedatangan Dina dengan wajah seperti itu, Rina
kembali ke bangkunya dengan wajah senang karena
misinya sukses membuat Dina cemburu.

Pelajaran dimulai sampai jam pulang sekolah.
Dina tidak berbicara sedikit pun.

“Kamu kenapa, Dina?” tanya Lana.
Dina tidak menjawab dan langsung pulang.
Hubungan mereka semakin hari semakin tidak
membaik karena Rina selalu mendekati Lana. Rina
sangat senang karena persahabatan mereka sudah
hancur. Sebenarnya Lana juga risih jika di dekati
Rina tetapi dia malu bagaimana mengutarakannya
pada Rina.
Keesokan harinya Dina tetap diam dan tidak
mau mengobrol. Merasa selalu dicuekin Dina, Lana
menangis. Dina pun membuka pembicaraan karena
tidak tega melihat temannya itu.

“Lana, kamu kenapa? Jangan nangis!” ucap
Dina.

“Aku sedih, Dina. Kamu semakin menjauh
dariku dan enggak mau bicara denganku,” jawab
Lana.

Dina merasa bersalah karena sudah
mendiami sahabatnya itu.

“Aku minta maaf, Lana. Aku tidak bermaksud
membuatmu sedih. Aku hanya cemburu dengan Rina
yang selalu dekat denganmu,” ucap Dina.

“Aku hanya berteman dengan dia, Dina.
Namun, entah kenapa aku merasa risih jika dia dekat
denganku. Sepertinya dia berlebihan. Aku juga minta
maaf ya sudah membuatmu cemburu,” ucap Lana.

Keduanya pun saling memaafkan dan saling
berpelukan. Mereka tersenyum kembali. Dina
mengajak Lana bertemu dengan Rina untuk
menyelesaikan permasalahannya.

“Rina, kenapa kamu mendekati Lana?
Sikapmu membuat Lana merasa risih denganmu,”
tanya Dina.

Merasa bersalah Rina akhirnya mengakui
kesalahannya.

“Aku minta maaf dengan kalian berdua. Aku iri
dengan persahabatan kalian yang selalu bahagia,
sedangkan aku sudah tidak mempunyai sahabat lagi
karena sahabatku mengkhianatiku. Sungguh aku
minta maaf dan menyesal. Kalian hebat bisa
mempertahankan persahabatan kalian,” kata Rina.

Lana dan Dina pun tersenyum dan
memaafkan Rina. Merasa kasihan kepadanya, Lana
dan Dina pun menjadikan Rina sahabat juga.

“Ya, Rina. Kami memaafkanmu tapi janji ya,
jangan diulangi lagi. Umm, bagaimana kalau kamu
juga menjadi sahabat kami agar kamu tidak kesepian
lagi?” tanya Lana.

“Terima kasih banyak, Lana dan Dina. Kalian
memang orang yang sangat baik.”

GALA DAN DRIEL

Oleh Kirana Cheryl E.

Alkisah hiduplah seorang anak laki-laki bernama
Gala. Gala adalah seorang anak yatim piatu. Dia
tinggal bersama neneknya. Membaca buku adalah
hobi Gala. Setiap hari dia selalu mengunjungi
perpustakaan yang ada di desanya. Itu karena dia
adalah anak yang memiliki rasa penasaran tinggi.

Hingga pada suatu hari, Gala menemukan
buku berjudul ‘Kerajaan Lagarde.’ Dia sangat
menyukai buku itu. Saat Gala membaca halaman
terakhir, cahaya terang muncul. Gala merasa seperti
akan pingsan, tubuhnya terasa sedang melayang-
layang.

Beberapa menit kemudian Gala tersadar. Dia
terkejut melihat seorang peri berdiri di depannya.

“Hai Gala! Namaku Driel. Aku harap kau bisa
membantuku,” ucap Driel si peri.

“Baiklah. Sekarang tolong jelaskan di mana
aku ini?” tanya Gala.

“Selamat datang di Kerajaan Lagarde,” jawab
Driel

“Lalu kau mau aku bantu apa?” tanya Gala.
“Jadi 12 tahun lalu Kerajaan Lagarde dipimpin
oleh Raja Bram dan Kerajaan Victoria atau Kerajaan
Elf dipimpin oleh Raja Victor. Raja Bram memiliki sifat
egois dan kejam. Sedangkan Raja Victor memiliki
sifat adil dan baik,” ucap Driel.
“Langsung ke intinya. Raja Bram banyak
membunuh elf, Raja Victor yang mendengar itu
langsung marah, lalu terjadilah perang. Aku harap
kau bisa mendamaikan dua kerajaan itu,” lanjut Driel.
“Siapakah raja yang sekarang?” tanya Gala.
“Anak dari Raja Bram, dia bernama Dravel,”
jawab Driel.
Gala mengamati sekelilingnya, banyak elf
yang cantik. Lalu Gala bertanya-tanya.
“Bagaimana caranya agar aku bisa keluar dari
sini?” tanya Gala.
“Kau harus mengumpulkan tiga permata
terpencar,” ucap Driel.

Gala langsung meminta petunjuk kepada
Driel.

“Salah satu permata itu berada di Hutan Rove,
hutan itu terletak di sebelah istana. Tetapi di hutan itu
banyak monster,” jelas Driel.

Beberapa menit kemudian pukul 1 siang, Gala
dan Driel pergi ke Hutan Rove. Sesampai di sana
Driel dan Gala mulai mencari permata. Di saat
sedang mencari permata, Gala mendengar suara
langkah kaki. Suara langkah kaki itu semakin lama
semakin dekat. Gala pun langsung memberitahu
Driel.

Driel pun mengajak untuk kabur, akan tetapi
monster itu tetap mengejar mereka. Driel menyuruh
Gala untuk bersembunyi di semak-semak. Setelah
Gala bersembunyi, monster itu tiba. Driel pun
melawan monster itu. Setelah beberapa kali terkena
serangan, akhirnya Driel berhasil membunuh
monster itu. Gala berterima kasih kepada Driel
karena sudah menyelamatkannya. Mereka pun
kembali menelusuri hutan.

Driel merasakan seperti ada sesuatu di dalam
bunga. Saat Driel melihat bunga itu, ternyata di dalam
bunga itu ada satu permata berwarna putih. Driel
langsung mengambil permata itu. Kemudian Driel
dan Gala langsung meninggalkan hutan.

Hari mulai sore, Driel mengajak Gala untuk
menginap di rumahnya. Sesampai di rumah Driel,
mereka pun berbincang-bincang hingga larut malam.
Keesokan harinya mereka kembali mencari dua
permata lainnya.

“Petunjuknya, permata itu berada di Goa
Glade,” ucap Driel pada Gala.

“Di mana Goa Glade itu?” tanya Gala.
“Di seberang Kerajaan Victoria. Oh ya, aku
akan mengubahmu menjadi elf,” kata Driel langsung
mengubah Gala.
Setelah mengubah Gala menjadi elf, Driel
memberikan jubah transparan dan kekuatannya.
Kemudian, Gala langsung menuju ke Goa Glade.
Sampai di sana, dia melihat bahwa goa itu dijaga
ketat. Gala pun langsung memakai jubah transparan.
Setelah memasuki goa itu, Gala langsung mencari

permata. Di saat sedang mencari permata, Gala
terpeleset. Dia segera kembali berdiri dan melihat
ada pintu. Langsung saja dia membuka pintu itu. Di
dalam ruangan, Gala melihat ada dua permata yang
disimpan dalam kotak kaca. Gala langsung
memecahkan kaca itu. Dia langsung keluar dari
ruangan. Namun setelah keluar, dia langsung
dikepung oleh para elf. Gala pun langsung dibawa ke
Kerajaan Victoria dan ternyata sudah ada Driel di
sana.

“Mengapa kau mencuri dua permata kerajaan
kami? Apakah kau mencuri permata itu karena
perintah raja kalian?” tanya Raja Victor.

“Tidak,” jawab Gala.
Beberapa menit kemudian, Raja Victor
membawa Gala dan Driel pergi menuju Kerajaan
Lagarde. Sampai di sana Raja Victor berbincang-
bincang dengan Raja Dravel.
“Tolong maafkanlah mereka,” ucap Raja
Dravel.
“Saya tahu anda masih marah dengan
perbuatan Ayah saya, tetapi saya berjanji tidak akan

melakukan hal seperti yang Ayah saya telah
lakukan,” lanjutnya.

“Hahaha … kau pikir aku bisa percaya dengan
kata-katamu? Apa kau yakin Ayahmu tidak
mendidikmu untuk berbuat kejam?” tanya Raja
Victor.

“Tolonglah, maafkan kami, Raja Victor,” pinta
Raja Dravel.

Melihat Raja Dravel, Gala tampak kasihan.
Gala menjelaskan bahwa dia bukan dari dunia ini dan
sedang mencari permata agar bisa pulang. Dia
menjelaskan bahwa Driel meminta tolong kepadanya
agar bisa menghentikan permasalahan antara
Kerajaan Lagarde dan Kerajaan Victoria.

Raja Victor berfikir sejenak. Dia bisa saja tidak
memikirkan masalah itu. Lagi pula itu adalah masa
lalu.

“Baiklah akan kumaafkan kalian semua dan
untuk Raja Dravel, jangan sampai kau ulangi lagi
kesalahan Ayahmu di masa lalu,” ucap Raja Victor.

Driel dan Gala dibebaskan. Driel langsung
meminta Gala untuk menggabungkan tiga permata

itu. Cahaya terang menerangi kerajaan. Gala
pingsan. Setelah beberapa menit kemudian dia
terbangun dan berada di pasar. Dia pun bergegas
kembali menuju rumah neneknya. Di sisi lain, Driel
senang karena hubungan elf, peri, dan manusia
membaik. Hubungan Raja Dravel dan Raja Victor pun
membaik, mereka pun sudah bekerja sama.
Begitulah hidup kedua kerajaan itu.

MEMBUAT KUE DENGAN MAMA

Oleh Naura Rafila Zulfa

Pagi hari mama sedang melakukan rutinitas di dapur.
Ya, mamaku pandai membuat makanan. Namaku
Rara, aku sangat bangga mempunyai ibu seperti
mamaku.

"Rara tolong bantu Mama, Nak!" teriak mama
dari dapur.

Rara menghampiri mamanya,
"Iya, Ma. Apa yang bisa Rara bantu?" tanya
Rara.
"Tolong ambilkan timbangan kue di lemari," kata
Mama.
“Memang mau membuat apa, Ma?" tanya Rara.

“Untuk membuat kue pukis, Nak," jawab
Mama.

"Oh gitu … baik Ma," jawab Rara.
Rara bergegas menuju lemari kaca yang ada
di ruang tengah untuk mengambil timbangan kue.
Mama menyiapkan bahan-bahan kue pukis dan

menimbangnya sesuai ukuran resep kue. Setelah
semua bahan kue di timbang, mama mencampur dan
mengaduk bahan kue sampai tercampur menjadi
adonan yang halus. Kemudian adonan di biarkan
mengembang selama 15 menit.

Mama meletakkan adonan di meja makan.
Mencium bau adonan yang enak, Rara langsung
merasa lapar.

"Wah, bau adonannya bikin perut Rara
keroncongan, Ma," kat Rara.

"Ya makan nasi dulu aja, Nak. Mama sudah
siapkan di meja makan," jawab Mama.

"Iya, Ma," sahut Rara.
Saat mengambil nasi, tanpa sengaja tangan
Rara menyenggol wadah adonan hingga akhirnya
adonan tumpah dan berserakan.
BLEG ….
“Waduḥ, Ma … adonan kuenya jatuh,” kata Rara
dengan wajah kaget dan takut di marahi.
"Ya ampun Rara ... kok bisa jatuh gini sih … hati-
hati dong," jawab Mama dengan perasaan kesal dan
sedih melihat adonan kue yang berserakan di lantai.

"Maaf ya, Ma. Terus gimana ini?" tanya Rara
dengan mata berkaca-kaca.

"Aduh Rara ... kue ini pesanan Bu Ayu untuk
acara arisan keluarga siang nanti. Akibat
kecerobohanmu bisa membuat marah langganan kue
Mama," kata mama dengan nada marah.

"Maafkan Rara ya Ma ... Rara janji tidak akan
mengulangi lagi dan lebih berhati-hati.”

“Aku bersihkan dulu, setelahnya Rara bantu
menyiapkan bahan-bahan kuenya lagi ya Ma," jawab
Rara dengan nada memohon.

"Ya sudahlah kalau gitu. Ayo cepat bereskan
dan bantu Mama membuat kue lagi!" pinta mama.

"Makasih Ma ... segera Rara bereskan," kata
Rara sambil membersihkan lantai.

Waktu berjalan begitu cepat Rara dan mama
akhirnya bisa menyelesaikan kue pesanan bu Ayu
sesuai waktu yang dijanjikan.

THE DREAM I’VE DREAMED

Oleh Kenya Ashriya

There was a tale that when stars collide, they’ll either
break or form into something new. This child, a
normal kid, never knew that she would experience
this kind of story. And so, she didn’t know how it
would end.

Arisa, a 14 years old who will soon have her
graduation and birthday lined up, on September 20th.
She thought that it’s like having a double celebration
in one day, it means, double cake!

Arisa joined the theater club. As she always
took that role seriously. So her teacher let her do the
practice more, considering the international theatrical
contest is quite important and coming in a near time.

The bright sun greets her through the window,
it’s warm. Though sometimes it annoys her to wake
her up from her slumber. It will be another tiring day.
And so she knows that she will be charged by multiple

troubles, like her due assignment that she hasn’t
started.

In the morning she wakes up, having thought
about the assignment has burdened her enough to fix
her bed. But still, she buckled up to school and get
ready with her uniform to dress up.

“Risa, breakfast is ready! Come down here!”
her Mother shouted.

“Yes, mother! I’ll be there soon!” she shouted
back.

She started to pack her books for school as
she forgot last night and immediately went to sleep.
Her footsteps were silent. Her mother almost
screamed with her sudden presence.

“My gosh, young lady! You should’ve given me
a sign before giving me a heart attack early this
morning!” her Mother shocked.

Arisa grinded at her Mother's response.
“I’m sorry, Mother. Where’s Freddie?” Arisa
asked.

“Freddie? That little cat has been playing late
at night and then came back to eat and left,” her
Mother responded.
Before her mother could say another word, she was
cut off with a phone rang. Someone was calling.

“Shall I check that out?” Arisa asked her
mother while she took a deep sigh.

“No, I’ll check it. It’s probably your Father,” her
mother said.

Then she put away the apron and cleaned her
hand. Washed off the remaining flour on her hand
before she answer the call.

“Halo … Robert, we've talked about this
before.”

And then, as if Risa had gone deaf, she
couldn’t hear a thing from her parent’s conversation.
Her thoughts were the only thing she could hear.

Arisa headed to her school, it was not that far
to reach. On her way there, she found her cat Frieddie
by the school trash can.

“Oh my! Why are you here?” she said before
suddenly the world broke apart.

“Mom! Dad! What was that?” she tried to figure
out what was just happened.

“Hah …” she gasps.
She was still on her bed, it was a dream. Arisa
ran down to find both of her parents, they were in a
little arguing. Talking about her. She took a step to
get closer, and they turned back to look at her.
“Risa! I didn’t expect you to wake up already,”
her Father said.
“I am, Father,” she said
“So, sweetheart, we’re talking about your
future career,” her Mother said.
“Would you like to join us? Give it some
thoughts,” they invite.
“Yes, sure,” Risa said, having seated them
closer.
“So, your Father thought that maybe you can
change your involvement in the theater club to get
something else,” her Mother said.
“Yes, honey. If you want to be successful,
you’ll need to be good at something more than just
acting.”

“In my opinion, you can do whatever you want.
Although, I agree with your Father. I want you to have
a better future,” her Mother explained.

Arisa was stunned. She loves her Father and
her Mother, but being an actress is always have been
her dream. Although she gets why her parents
thought that so.

“Father, Mother, I want you to trust me. Please
trust me on what I choose to do,” she said as she
paused, she knew that they were waiting.

“I will continue my theater,”
“But, Arisa, think about the future!”
“I am, Father! Theater will give me the future I
want,” Risa said.
“If you can’t trust her, Robert. The world you’ve
tried to give her, will started to fall,” her Mother said.
“Alright. I’ll try, okay?” he answered.
“Arisa, Mother knows you are pursuing your
dream. I will always support you. Will you, please,
give your Father some time, okay?” her Mother said.
“I know. He’ll put some trust in me, soon
enough,” Arisa said smiling in confidence.

A few days later…
“So Father, is there something you want to
say?” Arisa asked.
Looking at her Father who’s standing by her
door as she studies her theater scripts.
“Yes, there is something I wish to say,” her
Father said.
“I will support you and your role in theater,”
“Really?”
“Ya.”
10 years later…
“Risa, we’re here!” an old lady shouted behind
Arisa.
“Mother, Father! I know you’ll make it!” Arisa
waves to them.
“Oh my baby! You’re not a baby anymore,” her
Mother said.
“Alright. Enough you two. Arisa, what’s the
next movie you will be playing in soon?” her Father
asked.
Arisa is an actress now. The future she had
always envisioned in the past, is now with her in the

present. She set her dream into reality. And
sometimes, what you need is just simple support.

BERLIBUR KE DESA

Oleh Windiansyah Nurinda

Hari masih pagi, aku duduk santai di depan rumah.
Memandang lalu-lalang kendaraan yang lewat.
Maklum saja rumah memang berada dekat jalan
yang cukup ramai.

Aku berada di rumah kontrakan yang di sewa
kakek untuk menjalankan usahanya. Ketika aku
duduk, paman datang dari pasar menyapaku.

"Sudah mandi, Nda ?" tanya paman.
"Sudah dong," jawabku.
Paman pun berlalu masuk ke rumah.
Walaupun pagi hari, suasana luar rumah agak gelap
membuatku sedikit merasa takut. Aku memutuskan
masuk rumah dan menyalakan televisi. Dua jam
berlalu, cacing dalam perut berunjuk rasa alias aku
merasa lapar. Aku bertanya pada Mimi, panggilan
untuk ibuku, yang kulihat sedang sibuk memasak di
dapur.

"Mi, apa masakannya sudah matang ? Aku
lapar,” kataku.

"Sebentar lagi matang," jawab mimi.
Aku kembali menonton televisi dan beberapa
menit kemudian mimi memanggilku mengajak
sarapan bersama. Kami sarapan dengan santai
hingga selesai. Piring kotor di tumpuk jadi satu. Aku
dan adik bekerja sama mencuci piring di belakang,
mimi merapikan meja makan.
Sementara paman yang baru selesai memasak
untuk dagangannya, kemudian melontarkan
pertanyaan padaku,
“Hoi, habis sarapan?” seru paman.
"lya, Mas. Baru saja selesai," jawabku.
Pamanku adalah adik dari mimi. Beliau tidak
mau di panggil paman karena merasa masih muda
dan lebih suka dengan sebutan mas.
Kulihat paman mengipasi tubuhnya yang
bercucuran keringat menggunakan selembar kertas
koran. Aku kembali menonton kartun di televisi.
Kudengar mimi berbincang dengan paman, tetapi
entah apa yang mereka bicarakan. Mimi tahu kalau

aku menguping, segera pandanganku beralih ke
televisi. Saat asyik menonton televisi, mimi
memanggilku. Aku beranjak dan berdiri menghampiri
beliau yang sedang menyapu lantai.

“Ya, Mi. Ada apa?” tanyaku.
"Ganti baju, cepat!" ucap mimi.
“Bajuku ‘kan baru ganti, Mi?" tanyaku heran.
"Sudah jangan banyak protes!" tegas mimi.
Walau sedikit bingung aku pun mengiyakan,
tanpa aku tahu kalau ternyata paman juga sedang
bersiap untuk pergi. Ketika selesai berganti pakaian,
ternyata pamanku sudah selesai mandi dan bersiap
siap.
“Ke mana, Mas? Aku boleh ikut ?" tanyaku.
“Ayo cepat pakai masker, jaket, dan sepatumu!"
perintah paman.
Aku segera melakukan apa yang di perintah
oleh paman. Hatiku bertanya-tanya sebenarnya mau
diajak ke mana oleh paman walau sebenarnya aku
merasa girang tak terkira.
Kulihat paman mengeluarkan motor setelah
memakai sepatunya dan menyuruhku untuk naik di

boncengan motor. Di perjalanan aku merasa haus
dan mengatakannya pada paman. Lalu aku dan
paman mampir ke sebuah toko untuk membeli
minuman. Setelah dahagaku hilang, paman langsung
tancap gas untuk melanjutkan perjalanan.

Beberapa puluh meter kemudian, laju motor
yang dibawa paman terasa berkurang kecepatannya.
Paman mengeluh dan menggerutu sendiri karena
terjebak macet. Setelah berjuang keluar dari
kemacetan, perlahan lalu lintas kembali normal.
Ternyata ada kecelakaan kecil sehingga
menimbulkan kemacetan.

Setelah menempuh empat jam perjalanan,
akhirnya kami sampai di desa. Tanah kelahiran mimi,
nenek, dan saudaraku yang lain. Kulepas helm dan
sepatu setelah turun dari motor lalu masuk dan
mengucap salam.

“Asalamualaikum," salamku.
“Walaikumsalam,” jawab nenek.
Nenek pun keluar dari kamarnya sambil
menjawab salam. Sebuah pelukan hangat
menyambutku. Paman menghembuskan napas

dalam ketika semua atribut bermotornya telah lepas
dari tubuhnya. Nenek menyuruhku makan dan tidur
setelahnya.

Keesokan hari aku dibangunkan kakek pukul
05.30. Beliau ternyata sudah menyiapkan air hangat
untuk mandi, karena udara di sana sangat dingin.
Setelah mandi, aku diajak kakek ke pasar.

“Ayo ikut kakek ke pasar, Nda!" ajak kakek.
Aku dengan senang hati menyambut ajakan
kakek untuk pergi ke pasar. Aku sangat senang
karena bisa melihat banyak orang yang lalu-lalang
dengan kegiatan mereka masing-masing. Ada yang
menjajakan dagangannya dengan cara yang unik,
sehingga menarik perhatian banyak calon pembeli.
Banyak juga pembeli yang mencoba menawar
belanjaannya agar mendapat harga miring alias
diskon. Setelah satu jam di pasar, aku dan kakek
pulang ke rumah. Aku heran kenapa kakek
mengajakku ke pasar, tetapi tak membeli apa pun.
Rupanya barang yang sudah dipesan oleh
kakek belum datang.

Siang hari pun tiba, waktunya bersepeda
dengan adik sepupuku di desa, Syaif namanya.

“Mbak, bersepeda yok!" ajak Syaif
Aku yang awalnya bosan berubah jadi senang
karena bersepeda. Saat sedang bersepeda, aku
merasa gerah dan haus.
"Syaif pulang sebentar yuk, aku gerah,”
kataku.
“Ya sudah, ayo!" ucap Syaif.
Sesampainya dirumah, aku langsung minum
dan menyalakan kipas kecilku. Setelah merasa sejuk
dan segar, aku kembali bersepeda dengan
semangat.
Hari Raya Idul Adha pun tiba, aku terbangun
lebih awal dari yang lain. Setelah 15 menit berlalu,
Syaif dan seluruh keluarga pun terbangun satu
persatu. Kamar mandi di pakai bergantian lalu
memakai baju dan berdandan rapi untuk pergi ke
masjid mengikuti ibadah salat id. Usai melaksanakan
salat id, saatnya penyembelihan kurban, dimulai
hingga siang. Penyembelihan dilaksanakan pada
beberapa tempat. Aku sedikit penasaran dengan

penyembelihan, tetapi juga agak takut. Setelah
dirayu-rayu oleh sepupuku dan beberapa anak
sekitar rumah, akhirnya aku mau ikut melihat ritual
penyembelihan. Namun karena tidak tega dengan
hewan yang disembelih, aku memilih kembali pulang
ke rumah, sedangkan Syaif dan anak-anak yang lain
melanjutkan petualangan mereka menyaksikan
acara penyembelihan.

Sore hari kulihat kakek sedang membersihkan
kepala kambing yang di dapat beliau karena ikut
membantu memotong daging kurban.

"Mau diapakan kepala kambing itu,
Kung?" tanya nenek.

"Di gulai saja enak, Bu,” kata kakek.
Kakek yang melihatku baru pulang dari bermain pun
beralih, menegurku.

“Ndah, sudah sore jangan main terus. Ayo
mandi sana!" suruh kakek.

Tak lama kemudian Syaif datang dengan
nafas yang terengah-engah sehabis barlarian
berteriak-teriak memanggil bundanya, dia kesal
dimarahi oleh bundanya karena mengusik tidur

adiknya yang masih bayi padahal bundanya sudah
susah menidurkan si kecil sejak tadi siang agak
rewel.

Hari demi hari berlalu tak terasa sudah tiga
minggu lamanya aku mengisi libur sekolah ku di
desa. Tiba waktunya untuk aku kembali ke kota,
bersiap memulai tahun ajaran baru di sekolah.
Selama berlibur banyak suka duka kurasakan,
kadang tertawa bergurau bersama, tetapi kadang
kena marah karena sikap bandelku.

BERLIBUR KE WATERPARK

Oleh Nara Aryaguna

Minggu setelah Hari Raya Idul Adha, pukul 10.00 aku
dan keluarga berlibur ke wahana air Saygon,
Pasuruan. Malam hari sebelum berangkat, aku
menyiapkan baju renang dan pelampung untuk
berenang sedangkan ayah menyiapkan kendaraan
untuk berangkat.

Keesokan hari, sebelum berangkat ke wahana
air Saygon, aku membantu bunda menyiapkan
makanan ringan dan minuman untuk bekal di sana.
Setelah semuanya siap, kami langsung berangkat
menuju Saygon.

Selama di perjalanan, aku dan keluarga sangat
menikmati udara yang sejuk dengan kondisi jalan
yang tidak terlalu ramai. Kami juga menikmati
makanan ringan yang sudah disiapkan bunda di
dalam mobil supaya tidak bosan dan lapar.

Aku sangat kagum dengan keindahan alam di
sepanjang jalan. Gunung yang sangat indah. Aku

bersyukur bisa melihat karunia Allah yang telah
diberikan untuk kita semua.

Sampai di Saygon, ayah membeli tiket masuk,
tak lupa aku dan keluarga berfoto untuk dijadikan
kenangan indah. Sebelum berenang, aku ganti baju
renang kemudian menyewa pelampung besar untuk
berenang bersama keluarga. Tak lupa aku memakai
lotion untuk melindungi diri dari sinar matahari. Aku
dan keluarga bergegas menuju kolam renang. Kami
berenang dan menikmati permainan air.

Cuaca yang tidak panas membuat kenyamanan
untuk berenang. Aku bermain di kolam renang
ombak, menikmati seluncuran air dan permainan
lainnya. Saat asyik menikmati suasana kolam ombak,
aku mendengar teriakan anak minta tolong.

"Tolong ... Tolong …!" teriakan pengunjung
anak. Betapa terkejutnya aku melihat dia terbawa
arus ombak buatan. Anak itu pingsan di dasar air
karena kehabisan oksigen, petugas keamanan
langsung menyelam ke dasar air dan membawa anak
tersebut ke tepi wahana air. Untung saja petugas

keamanan dengan sigap menolong dan anak
tersebut bisa selamat.

Setelah kejadian itu, orong tuaku meminta aku
untuk berhenti berenang dan segera membersihkan
badan,

"Nara, ayo kita berhenti bermain ombak buatan
ini!” ajak Ayah.

“Iya Ayah,” jawabku.
“Ayo kita segera keluar dari permainan ini, Ayah
enggak mau hal-hal yang tidak diinginkan terjadi
lagi,” kata Ayah.
Tentu saja aku mengikuti perintah ayah.
Sebelum pulang, tak lupa kami sekeluarga menikmati
makanan dan minuman yang telah kami persiapkan
dari rumah. Setelah semuanya puas bermain, kami
memutuskan untuk segera pulang.
Liburan kali ini memberikan kenangan tersendiri
bagiku semoga aku tidak pernah mengalami musibah
yang menimpa pengunjung yang tenggelam, dan
para orang tua hendaknya lebih waspada terhadap
anak-anaknya.

KESERAKAHAN MEMBAWA PETAKA

Oleh Ingenio Wahab
Sebuah desa yang terletak di tengah hutan tinggallah
sepasang suami istri yaitu ibu Sarah dan bapak
Ahmad. Mereka dikaruniai anak kembar bernama
Joko dan Jaka.

Ibu sarah sakit-sakitan, sedangkan ayahnya
hanya pedagang sayur. Pak Ahmad menanam sayur
di halaman rumah dan menjual hasil panennya.

Joko anak ke 1 dan Jaka adalah anak ke 2,
mereka mempunyai sifat yang berbeda. Meskipun
mereka anak kembar, Joko lebih sering bermain
sementara si Jaka lebih suka membantu ayahnya.
Joko anak yang serakah dan nakal.

Suatu hari, Joko bermain di taman bertemu
dengan temanya bernama Johan. Joko melihat
mainan yang dibawa Johan dan merampasnya dari
tangan Johan.

“Ampun Joko, jangan pukul aku …” ucap Johan
sambil melepaskan mainan yang di genggam.


Click to View FlipBook Version