The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Cerita Rakyat NUSA TENGGARA BARAT - Dokumentasi Sastra

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by widya pustaka SMP Negeri 5 melaya, 2021-04-12 02:16:17

Cerita Rakyat NUSA TENGGARA BARAT - Dokumentasi Sastra

Cerita Rakyat NUSA TENGGARA BARAT - Dokumentasi Sastra

dari ikatan. Sekarang hamba berniat, untuk memberikan jasa baik
itu. M udah-m udahan pembalasan jasa ini akan berfaedah bagi ki­
ta semua, naiklah ke atas punggung hamba. Hamba akan me-
nemani tuanku dan m em bantu dalam perjalanan." Dengan cepat
Sri M aharaja Mulia m e lo m p a t ke atas punggung rusa putih itu.
Dengan lari yang teram at kencang, dalam waktu sekejap mereka
tiba di tepi pan tai.

Saat, air laut sedang surut. Tak lama ke m u d ia n Sri M aharaja
Mulia melihat seekor ikan yang amat besar. Tiba-tiba rusa putih
itu berkata:

"Naiklah ke atas punggung ikan yang besar itu tuanku. Iniiah
k e lan ju ta n budi baik T u anku te rh ad ap h a m b a yang malang ini.
Ikan itulah pengganti diri ham ba untuk menem ani tuanku da­
lam pengembaraan ini."

K onon ikan yang amat besar itu adaiah raja segala raja ikan.
la b e rn a m a R aja M i n a 2\

Setelah Sri M aharaja Mulia m e n d e n g a r ka ta -k a ta rusa putih
itu, ia segera naik ke atas punggung Raja Mina sambil.memberi-
kan perintah:

"Hai, Raja Mina bawalah aku ke arah timur laut."
Tatkala Sri M aharaja Mulia berada di atas punggung Raja M i­
na dengan izin serta kekuasaan Tuhan, air laut pun naik kembali.
Dan berenanglah Raja Mina m e m b a w a Sri M aharaja Mulia menu-
ju ke arah timur laut.
Setelah lama berenang, pada suatu saat tibalah Raja Mina pada
sebuah gili y an g besar. K a re n a itu ia tak dapat m e la n ju tk a n p e rja ­
lanan. M ereka k an das pada gili itu.
Melihat hai itu, Sri M aharaja Mulia segera pula m e m be rika n
perintah.
"Hai, Raja Mina. Gili ini sangat besar. Tak m ungkin bagi kita
m endakinya. Putarlah haluan dan bawalah aku m enuju ke arah
selatan."
Mendengar perintah itu, Raja Mina segera membelokkan tubuh-
nya, dan langsung m en uju ke arah selatan. Gili besar serta tinggi
itu konon m enjadi sebuah gunung yang dewasa ini terkenal dengan
nama Gunung Rinjani.
Raja Mina yang m e m baw a Sri M aharaja Mulia terus berenang
tanpa mengenal lelah dan waktu. Tetapi pada akhimya perjalanan
itu te d ie n ti karena k andas pada sebuah gili kecil. Di sini Sri M a ­
haraja Mulia turun dari punggung Raja Mina.

2) R aja M ina m engingatkan kam i kepada G ajah M ina. Dalam kepercayaan m asyarakat
H indu di Bali dan L o m b o k , G ajah M ina adalah raja ikan yang berbelalai seperti
gajah.

49

Setelah m emperhatikan sekeliling tempat itu dengan seksama
Sri M aharaja Mulia m em a n ja tk a n doa ke hadapan Tuhan Yang Ma-
ha Kuasa.

"Ya, Tuhan Yang Mahasa Kuasa, bila Kau berkenan jadikanlah
laut di sekitar tem pat ini menjadi sebuah lembah. Jadikanlah
agar gili kecil ini dikelilingi da ra ta n, baik di sebelah u ta ra dan se­
latan, maupun timur dan barat. Biarlah pada masa-masa yang akan
datang umat manusia dapat bertem pat tinggal dan berusaha un­
tuk m enyam bung hidupnya di sekitar tempat ini."

Setelah selesai p u ji-p u jia n 3) dan doa, d ip a n ja tk a n oleh Sri M a ­
h ara ja Mulia seketika itu ju g a laut di sekitar gili y ang kecil itu ber-
ubah m enjadi daratan. Gili kecil itu telah berubah m enjadi daratan
luas. P u ncak gili itu b e ru b a h m e n ja d i gunung dan dinam ai G u n u n g
Puji. Nama itu lama kelamaan berubah menjadi Gunung Pujut.
Dinamakan Gunung Puji atau Gunung Pujut, karena di tempat
itulah Sri M aharaja Mulia m e m a n ja tk a n p u jin y a ke ha d ira t T uhan.

Setelah tercipta sebuah daratan baru di sebelah tenggara Kera­
jaan K elu n g k u n g Sri M aharaja Mulia berniat kem bali m e n e m u i
mertuanya.

"Hai, Raja Mina bawalah aku kembali ke Kelungkung."
Dengan singkat diceriterakan, Sri M aharaja Mulia telah tiba di
Kelungkung dan menghadap kepada mertuanya.
"Ayahanda, setelah lama nanda melakukan pengembaraan,
ananda telah memperoleh sebuah tempat yang cocok dengan ke-
inginan ananda. Ananda bermaksud untuk pindah ke tempat yang
baru itu dengan semua pengiring yang beijumlah tujuh belas ke-
luarga itu. Biarlah mereka m encoba untuk m enyam bung hidup di
daerah itu."
Maka bersabdalah Dewa Alit Raja Kelungkung:
"Kalau ananda bermaksud akan berangkat ke tempat pemukim-
an baru, bersama seluruh pengiring yang tujuh belas keluarga itu,
sedikit pun ayahanda tidak berkeberatan. Hanya ayahanda meng-
harap jangan hendaknya hubungan persaudaraan kita menjadi
renggang karenanya. Hubungan itu harus tetap dipelihara, baik
oleh yang meninggalkan maupun yang ditinggalkan. Hendaknya
kita harus saling ingat dan saling mencintai. Itulah yang ayahanda
perlu pesankan pada kesem p a tan terakhir ini. S elanjutnya ayah­
anda akan tetap m endoakan semoga di tem pat yang baru nanti
ananda selalu m endapat rakhm at dari Tuhan Yang Maha K uasa."
Demikianlah persiapan-persiapan untuk pindah ke tempat yang
baru sedang dipersiapkan. Pengiring-pengiring yang berasal dari
Majapahit, semua dikumpulkan. Mereka akan menjadi anggota

3) P uji = m u ji, m en d o ak an , m cngharapkan.

50

rombongan ke tem pat pemukiman baru. Perahu pun sudah diper-
siapkan. Maka setelah semua siap sedia, bertolaklah perahu itu de-
ngan segenap rombongan menuju ke tempat pemukiman baru
di Gunung Pujut.

Tatkala rombongan tiba pada suatu tem pat di sebelah utara
K aw o, pelayaran tak dapat dilanjutkan lagi. Perahu m ereka kan-
das. Sekitar tem pat itu penuh dengan lumpur. Tem pat perahu itu
kandas dewasa ini bernama Tarung Arung.

Oleh karena pelayaran tak m ungkin dilanjutkan lagi maka
seluruh penumpang diturunkan. Perjalanan pun dilanjutkan
dengan beijalan m enuju ke arah selatan. Akhirnya rombongan itu
tiba di lem bah G u n u n g P u ju t. Dan Sri M ah araja Mulia dengan se-
genap pengiringnya segera menuju ke puncak Gunung Pujut.
Dan setelah tiba, atas perintah Sri M aharaja Mulia, pertam a-tam a
m ereka m em bangun dapur, karena soal m akan adalah soal yang
sangat penting. Itulah sebabnya Sri M aharaja Mulia m e m erintah-
kan agar m em buat dapur terlebih dahulu. Sesudah itu menyusullah
tem p at tinggal. Akhirnya semuanya selesai.

Dan hingga dewasa ini seluruh m asyarakat K ecam atan Pujut,
masih tetap m elakukan upacara di Gunung itu. Belumlah sem-
purna suatu kegiatan, apabila tidak didahului dengan upacara
"m em uji" di Gunung Pujut. Kegiatan semacam ini dilaksanakan
oleh segenap lapisan masyarakat. Baik laki-laki maupun perempu-
an, bangsawan atau pun rakyat serta tua dan muda. Semua itu di­
laksanakan hanyalah untuk m em ohon kepada Tuhan agar hasil
panen yang diperoleh dapat berlipat ganda.

Kini diceriterakan selanjutnya peri hal Maharaja Windiwanting
Pura, pada saat ini ia sedang hamil tua. Setelah tiba saatnya, maka
pada suatu hari Maharaja Puteri melahirkan seorang bayi perem-
puan. Bayi m em punyai paras cantik jelita, sesuai dengan nama
yang diberikan, Sri Dewi R atn a T anauran. Pada keham ilan kedua
kalinya Maharaja Windiwanting Pura melahirkan seorang bayi
laki-laki y ang am at ta m p a n . P u te ra raja ini diberi n a m a Sri M ah a ­
raja Maspati. Sedangkan kehamilan yang ketiga lahirlah seorang
putera yang dinamai Maharaja Masguna.

Setelah dewasa Sri M aharaja M aspati m e m p e r s u n tin g seorang
Puteri yang bernam a Puteri Mas Mayang. Dari pernikahan ini me-
reka memperoleh dua orang putera masing-masing bernama Maha­
raja Olom dan Sri M aharaja Mas Galungan. D em ikianlah terus me-
nerus. Setelah berjalan lama penduduk Gunung Pujut itu menjadi
banyak.

Dengan lahirnya dua orang raja putera yaitu Maharaja Olom
dan Sri M aharaja Mas G alungan, Sri M aharaja T anauran berm aksud
untuk mengadakan upacara pencukuran rambut. Karena itu, ia
berm aksud untuk m engundang Raja Kelungkung. Ia selalu ingat

51

akan pesan ayahnya sewaktu akan meninggalkan Kelungkung.
K etika itu ayahnya m engatakan bahwa selama kita masih hidup
harus selalu saling ingat, cinta-mencintai dan pada setiap kesem-
patan yang baik, hendaklah saling kunjung mengunjungi untuk
m e m p e r e r a t tali silaturrahmi. Pesan itu disam paikan Sri M aharaja
Mulia kepada putera puterinya dan selanjutnya disampaikan kepa­
da keturunan selanjutnya. Demikian seterusnya sehingga hubung-
an kekeluargaan tetap terpeliliara.

Setelah keperluan untuk menghadapi upacara pencukuran su­
dah siap, maka dikirimlah dua orang utusan untuk menghadap
Dewa Alit Raja Kelungkung. Utusan itu pun berangkat menuju
Kerajaan Kelungkung. Setelah tiba mereka menghadap di istana.

"H am ba sengaja m e n g h a d a p sebagai u tu s a n cucu T u a n k u , Sri
M aharaka T anauran, puteri Sri M aharaja Mulia yang sekarang ber-
ada di Gunung Pujut. Adapun maksud kedatangan ham ba ialah
untuk m em perm aklumkan rencana cucu Tuanku,yang akan meng­
adakan upacara pencukuran terhadap cucu Tuanku Raja Putera
M aharaja Olom dan Sri M aharaja Mas Galungan. S e la n ju tn y a ke ­
datangan hamba yang bermaksud untuk mempersilahkan Tuanku
untuk menghadiri upacara tersebut." Mendengar itu Raja Kelung-
kung bersabda :

"Hai, utusan, semua yang kau kem ukakan tadi, aku terim a de-
ngan baik. M aksud baik dari ananda Sri M aharaja Mulia bersam a
c uc u ku Sri M aharaja T a n au ra n saya restui. M u d a h -m u d a h a n
tidak ada aral melintang dalam m elaksanakan maksud tersebut.
Tentang kedatanganku ke Gunung Pujut, semoga tak ada arai m e­
lintang. Aku akan berusaha untuk menghadiri upacara tersebut.
Bila aku datang, yang akan kutuju ialah Mbual Kesarah di Ketara.
Dari sana aku akan memberikan tanda dengan letusan meriam
tiga kali, itulah tanda bahwa aku bersama rombongan sudah
tiba."

Setelah semua pembicaraan dengan kedua utusan dengan Raja
K elungkung selesai, maka kedua utusan kembali ke Gunung Pu-
jut. Sementara itu persiapan-persiapan untuk upacara terus dila-
kukan.

Maka pada suatu hari Raja Kelungkung bersama dengan seluruh
pengiringnya telah tiba di Mbual Kesarah. Sesuai dengan perjan-
jian meriam pun diletuskan tiga kali. Itulah tanda bahwa Raja
sudah tiba. Selanjutnya Raja Kelungkung mengirimkan dua orang
Patih yang amat setia, yaitu Patih Temurak dan Patih Temarik.
K edua Patih ini dikenal sebagai Patih yang selalu mendam pingi
Raja. Di m ana saja Raja berada kedua Patih itu pasti berada di
sampingnya. Kedua patih inilah yang diutus oleh Raja Kelung­
kung ke Gunung Pujut.

52

K in i d iceriterakan k e d u a p atih sudah berada di h a d apan Sri
M aharaja T a n a u ra n p u te ri Sri M aharaja Mulia. Patih itu pun se-
gera m enghaturkan sembah.

"H arnba adalali dua orang patih K e ra ja a n K e lun gk un g, y an g se-
ngaja diutus oleh Baginda Raja yang sudali berada di Mbual K e­
sarah. M aksud kedatangan h am b a ialali un tuk m em p enn ak lum k an
kedatangan beliau dan upacara yang direncanakan agar dilangsung-
kan sebagaimana mestinya. Hamba juga mengharapkan kesiap-
siagaan baginda bersam a dengan seluruh ra k y a t di sini" dalam m e ­
nyambut kedatangan Baginda Raja."

"Bila demikian halnya, baiklali, kami sudali siap dengan segala-
g alanya." ja w a b Sri M aharaja T anauran.

Maka d ilanjutkanlah mengggarap persiapan-persiapan yang di-
perlukan u n tu k m eng h ad ap i upacara ini. Mulai saat itu selamatan
semacam ini seperti ngurisang dan lain-lain yang sejenis dinama-
kan K a r y a Urip Di samping itu ju g a d inam akan K a r y a P a ti5).

Setelah semuanya siap sebagaimana yang diharuskan, maka
upacara ngurisang cucu Maharaja Mulia dilaksanakan. Upacara
p e rta m a ialali m e m o to n g benang di u ju n g L e m p o t U m b aq E r o 6).
Dan yang berhak m em otong benang itu ialah seorang yang sudali
diberi gelar Mangku atau Pemangku. Sambi memohon ke hadirat
Tuhan supaya anak yang dicukur itu senantiasa m endapat kese-
lamatan dalam hidupnya nanti. Tentang ramainya upacara itu,
kiranya tidak usah diceriterakan. Para pengiring yang benasal
dari Majapaliit sebanyak tujuh belas keluarga itu, sekarang sudali
berkem bang menjadi banyak. Gunung Pujut yang daliulu sepi
sekarang menjadi sebuali desa ramai. Penduduknya hidup dalam
keadaan aman, penuh diliputi kebaliagiaan laliir bathin. Pada wak-
tu selamatan diadakan semua penduduk memerlukan hadir, sehing-
ga suasana dalam selamatan itu benar-benar ramai dan penuh
diliputi suasana persaudaraan. Kehadiran Dewa Alit Raja Kelung-
kung menambah semaraknya suasana.

K ini diceriterakan baliwa Sri M aharaja Mulia, dari hari ke hari
bertam bah tua juga. Dan pada suatu saat, ia menghilang di suatu
tempat. Di tempat ia tampak terakhir, itulah disusun batu-batu
hitam yang b e r b e n tu k nisan. T e m p a t itulali y ang hingga saat ini
d isebu t orang P E D E W A Q 7'. Sedangkan t u m p u k a n batu-b atu
hitam itu diberi julukan Dewa Dapur.

4) K arya Urip = upacara-upacara dalam siklus hidup m anusia, K arya = kerja. U rip =
h id u p .

5) K arya Pati = (K arya = k e rja . Pati = m ati) adalah upacara yang berh u b u n g an de-
ngan kem atian.

6) U m baq Ero - adalah selendang tradisional yang khusus dibuat u n tu k seor-.ng anak
u n tu k kep en tin g an u p acara. Sering ju g a d isebut U m baq L em p o t atau L em p u t U m baq
saja.

7) Pedew aq - adalah tem p at (bangunan) suci m asyarakat Sasak dengan corak non Islam.

53

5. HAJI ALI BATU.*

Ceritera ini terjadi di desa Sakra, K ecam atan Sakra, K abupa-
ten Lombok Timur. Di tempat itu terdapat seorang yang sudah
sangat diresapi oleh ajaran Islam. Orang ini m em punyai cita-cita
serta keinginan yang sangat besar untuk m enyem purnakan rukun
agama yang dianutnya, yaitu mengerjakan ibadah haji ke tanah
suci. Ceritera ini terjadi pada masa pem erintahan Ida Anak Agung
yang m enguasai Pulau L o m b o k ini. Orang itulah yang k em u dian
terkenal dengan nama Haji Ali Batu.

Cita-cita serta keinginannya untuk naik haji, bukan alang-
kepalang. la ingin segera berangkat. Siapa pun yang mencegah-
nya dengan alasan tahun depan atau alasan lain tak akan dihirau-
kan. Cita-citanya hanya satu. Yaitu segera mengerjakan rukun Is­
lam yang kelima.

Maka pada suatu saat berangkatlah ia ke tanah suci dengan
mempergunakan kapal layar. Kapal itu sangat tergantung kepada
kekuatan angin. Makin besar dan teratur arah angin, makin cepat-
lali sampai ke tu ju a n . Tetapi bila nasib sedang tidak m u ju r, m aka
perjalanan pun akan tergantung pada nasib pula. Begitu pulalah
yang terjadi atas diri Haji Ali Batu. Setelah berlayar beberapa bul
lan ditam bah dengan beberapa minggu, m aka kapal itu tiba di selat-
Singapura, Tetapi apa daya takdir memang harus dijalani dengan
takwa dan sabar. Sesampai di selat ini, kapal yang hanya bergan-
tung pada kekuatan layar itu, berlayar menuju ke arah utara, terus
ke utara hingga mencapai Hongkong.

Pada musim yang baik, kapal layar itu kembali ke Singapura dan
m elanjutkan perjalanannya ke tanah suci. Beberapa bulan kem u d i­
an, disertai dengan doa yang senantiasa dipanjatkan ke hadirat
Allah Subhanahu Wataala, maka perjalanan ini senantiasa dalam
lindunganNya. Singkat ceritera sampailah kapal Haji Ali Batu di
antara Laut Sokotra di dekat Teluk Aden.

Laut di sini kelihatan hitam karena amat dalam. O m baknya
tinggi dan besar bergulung-gulung. Kapal layar yang ditumpangi

*) D iteijem ahkan dari ceritera rak y at berbahasa Sasak dialek M riaq-M riku. H aji Ali Ba-
tu = nam a orang.

54

Haji Ali Batu juga tak terlepas dari sasaran ombak yang besar
itu. Dalam waktu singkat, kapal itu masih dapat bertahan. Tetapi
gelombang dahsyat menyerang terus-menerus. Karena itu kapal
sederhana itu pun mengalami kebocoran dan pecah di tengah laut-
an yang sedang mengganas itu. Semua perbekalan para penum-
pang, tenggelam. Para penum pang berusaha m enyelam atkan diri
masing-masing dengan memegang sebilah papan. Sedangkan Haji
Ali Batu tak m em peroleh sebilah papanpun. K etika kapal itu pe-
cah, ia berusaha m enyelam atkan diri dengan segenap kemampuan
serta tenaga yang ada padanya. Ia berenang sekuat tenaga dengan
gaya silih berganti. Begitulah berjalan beberapa saat. Tetapi da­
lam mengalami saat kritis seperti ini, Haji Ali Batu tak pernah lupa
akan TuhanNya. Zikir dan tasbeh selalu diucapkannya. Ia me-
m ohon ke hadirat Tuhan, agar berkenan memberikan perto-
longan. Di saat-saat yang sulit yang sedang dialaminya ini, ia ter-
ingat akan petunjuk gurunya, yang telah memberikan doa untuk
mengatasi bahaya angin topan dan gelombang besar di tengah
laut. Doa-doa itu pun diucapkan oleh Haji Ali Batu. Setelah doa-
doa tersebut diucapkan perubahan pun terjadi.

Lautan berubah menjadi tenang. Air tampak berkilauan de­
ngan riak-riak kecil yang tam pak indah. K arena itu Haji Ali Batu,
m em anjatkan puji syukur atas kerelaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tak lama kem udian, tiba-tiba dia berpijak di atas kerang. Laut
terasa dangkal, dan makin lama makin dangkal juga, dan akhirnya
di tem pat itu tum buh sebatang pohon, yang bernama Paoq Jeng-
g i1-1. P o h o n ini h a n y a te r d a p a t di tengali laut. K alau p un m u n g k in
terdapat di darat, m aka hanya akan terlihat oleh orang tertentu,
atau orang suci. Pohon itu bertam bah besar dengan cepat. Besar-
nya tak dapat dinyatakan dengan kata-kata. Haji Ali Batu tak da-
pat memeluknya. Tetapi meskipun demikian ia merasa beruntung
di dekat pohon itu terdapat tum buh-tum buhan menjalar yang
m em belitnya. Melalui pohon m em belit itulah Haji Ali Batu b e r­
usaha memanjat untuk mencapai dahannya.

Setelah mencapai dahan pohon itu, diceriterakan hari pun sudah
menjelma malam. Pada saat dan tempat itu juga hinggap seekor
burung garuda yang sangat besar. Haji Ali Batu merasa sangat
takut.

"Betapa nasibku kini," katanya. "Lepas dari bahaya yang
satu, datang lagi bahaya lain. Oh, Tuhan selamatkanlah ham baM u
yang Iemah ini. Bagaim ana pun asal garuda ini m e n ciu m bau di­
riku tamatlah riwayatku di tempat ini."

1) Paoq Jenggi = mangga jenggi, m enurut anggapan tradisional m asyarakat, m angga
jenggi buahnya am at besar, dan hanya terd ap at di lautan selatan.-

55

Namun Tuhan masih tetap memeliharanya. Sungguh ajaib bu­
rung itu tidak mengganggu. Sedikit pun tak disentuhnya. Malah-
an haji Ali Batu m encoba memegang pergelangan kaki burung
itu. B ukan m ain, besarnya. Susuhnya seperti betis manusia. Pi-
kirnya: "Burung garuda ini datang dari darat. Pasti ia akan kembali
ke darat untuk mencari makan. Lebih baik aku menggantungkan
diri pada kaki burung ini, supaya segera sampai di darat."

Maka dirinya diikat erat-erat pada kaki burung itu.
Singkat ceritera, hari menjelang pagi. Fajar kem erahan telah
m em bentang di ufuk timur. Burung itu juga segera bangun dan
terbang m enuju ke arah barat. Tak berapa lama, ia tiba di benua
Afrika. Burung itu hinggap pada sebatang pohon. Dengan segera
Haji Ali Batu melepaskan ikatannya dan berpegang pada ranting
pohon itu. Di saat itu timbullah firasat pada pikiran Haji Ali Batu,
bahwa burung itu sebenarnya penjelm aan m alaikat, yang senga-
ja datang un tu k m enolong dirinya. K arena sewaktu selesai mele-
paskan ikatannya, burung itu lenyap seketika, pergi entah ke
mana.

Selanjutnya Haji Ali Batu bersiap-siap untuk turun ke bawah.
Tetapi ketika akan turun dia mengalami kesulitan. Pohon itu amat
besar. Tetapi untunglah pada pohon itu terdapat pohon lain yang
melekat padanya. Dengan berpegang pada akar yang melilit itulah
Haji Ali Batu tu ru n ke tanah. Segera setelah ia m enginjakkan kaki-
nya di bumi, berdatanganlah bermacam-macam binatang buas.
Semua datang silih berganti, dengan suara yang m enyeram kan.
K etika yang satu datang, yang lain lari ketakutan. Demikianlah
seterusnya, hingga pada akhirnya datang seekor harimau. Air
liurnya mengalir dan lidahnya menjulur karena mencium bau
manusia. Harimau itu datang mendekat. Tetapi kemudian lari keta­
kutan, karena seekor singa datang. Tetapi kemudian lari tunggang
langgang karena melihat seekor beruang yang amat besar. Pada
akhirnya datanglah seekor rupak. Binatang itu sangat luar biasa.
la mem punyai bentuk serta kekuatan yang tak ada bandingnya.
Tetapi karena tekad yang m em bara serta niat suci, untuk menger-
jak an ibadah haji, Haji Ali Batu m enghadapi semua cobaan ini
dengan tabah dan tawakal.

"Seandainya aku mati dalam perjalanan ini, matiku adalah
mati syahid. Mudah-mudahan Tuhan senantiasa melindungi diriku
ini," demikian pendirian Haji Ali Batu. Dengan pendirian itu
ia tak pernah bimbang atau pun ragu menghadapi semua cobaan.
Menghadapi rupak yang terkenal ganas itu, ia tetap tenang dan
pasrah kepada Yang Maha Penolong.

Selanjutnya diceriterakan rupak itu mulai menyerang. Haji
Ali Batu dapat m enghindar. Serangan datang lagi. Serangan ini pun
dapat dihindari dengan baik. Setelah diserang berulang kali, baru-

56

lah Haji Ali Batu teringat akan golok yang dibawa. Golok itu pun
dihunusnya. Dengan demikian ia pun siap dengan senjata di ta­
ngan.

Dengan tenang ia menanti berikutnya. Benar, Rupak yang te­
lah berulang kali gagal itu m enjadi penasaran. Kini serangan
dilakukan lagi. Haji Ali Batu segera m enghindar dengan sigap.
Dan disaat yang tepat sekali, senjata diayunkan dan tepat me-
ngenai leher rupak itu. Rupak menggelepar dengan semburan
darah segar. Dan tak lama kemudian habislah riwayatnya. Sambi
menguliti rupak itu, Haji Ali Batu berpikir:

"Binatang ini sangat ditakuti oleh binatang lain. Kalau kulit-
nya kupakai, binatang lain pasti tak berani mengganggu."

Benar seperti yang dipikirkan. Setelah menguliti, kulit rupak
itu selalu disandang di atas pundaknya. Dan tak seekor binatang
pun yang mengganggu dalam perjalanan. Siang dan malam Haji
Ali Batu berjalan terus. N iatnya hanya satu. Harus sampai di Mek-
kah dan mengerjakan ibadah haji. Akhirnya lelah dan haus mengu-
asai dirinya. Tetapi atas petunjuk Yang Maha Kuasa pada suatu
saat sampailah ia di dekat sebuah telaga.

"Alhamdulillah, sekarang dapatlah aku minum sepuas-puasnya."
Demikianlali pikir Haji Ali Batu. Tiba-tiba ia m elihat suatu keaja-
iban. Setiap binatang yang m em inum air telaga itu berubah m en­
jadi batu. Makin besar binatang yang m em inum nya, makin besar
pula batu penjelm aannya. Melihat keajaiban itu, Haji Ali Batu
m enjadi ragu.

"Kalau aku minum jangan-jangan berubah menjadi batu pula
seperti yang terjadi atas binatang-binatang itu."

Setelah berpikir beberapa lama, diambilnya keputusan. Dia tak
akan m em inum di telaga itu sebelum m elakukan percobaan. Lalu
ia m en celu p k an te lu n juk nya ke dalam air. K etika diangkat telun-
juk itu telah berubah menjadi batu.

"O," pikirnya, "siapa pun yang mem inum air telaga ini, pasti
berubah menjadi batu."

Kemudian ia m elanjutkan perjalanan meninggalkan telaga ajaib
itu. Dalam perjalanan yang amat berat ini, ia selalu mengucapkan
kalimah syahadat serta ucapan-ucapan yang mensucikan Allah.

Diceriterakan kini Haji Ali Batu telah berbulan-bulan dalam
perjalanan. Akhirnya ia mendengar suara ayam berkokok.

"Nah, bila ada ayam berkokok, pasti akan kujum pai sebuah
dusun."

Benar. Tiada berapa lama kemudian, tibalah ia pada sebuah
dusun yang tiada begitu besar. Tetapi penduduk menjadi takut
melihatnya, dan berlari tunggang langgang tak tentu arah.

"Mengapa hai ini terjadi?" pikir Haji Ali Batu.

57

"O, barangkali karena kulit binatang ini." Barulah teringat
untuk m em bukanya. Kulit itu dilipat. kemudian barulah mende-
kati p e n d u d u k . Kini m ereka pun tak ta k u t lagi. M ereka mulai
saling mendekati.

Haji Ali Batu selalu ditanya tentang asal, tujuan dan sebabnya
berada di negeri itu. Tetapi ia tak mengerti m aksud pertanyaan
itu. Mereka saling tidak mengerti. Apa pun yang diucapkan kedua
belah pihak, saling tak mengerti. Hanya Haji Ali Batu berusaha
m e m p e rk e n a lk a n diri dengan m en g u c a p k a n k a ta S a s a k 2' dan
M ekkah saja. Hanya Sasak dan Mekkah. Dua kata itulah menjadi
pangkal dan ujung pembicaraan. Akhirnya Haji Ali Batu meng-
hadap kepada Raja Mesir. Raja Mesir pun m engurusnya dengan
sabar. K arena bahasa Mesir juga tak dipahaminya. Haji Ali Batu
hanya menjawab dengan kata Sasak, Mekkah dan rukun Islam
saja. Selebihnya m ereka berhubungan dengan bahasa isyarat.

Dengan mempergunakan bahasa isyarat akhirnya mengerti-
lah, m erek a siapa dan ke m ana tam u ini. Pengalam ann y a sangat
m en g a g u m k a n p e m e rin ta h Mesir. Oleh p e m e rin ta h Mesir, ia di-
berikan seperangkat pakaian. Sedang sebahagian dari kulit bi­
natang itu ditinggalkan untuk kenangan. K em udian Haji Ali Batu
diantarkan ke perbatasan tanah Mekkah. Setelah menceriterakan
pengalamannya kepada penduduk Mekkah ia dibawa menghadap
Raja. Di tem pat ini juru bahasa cukup banyak. Sehingga dengan
m udah dapat diketahui siapa tamu itu. Karena pengalamannya
Haji Ali Batu djanggap sebagai tam u Raja. Ia m en d ap at perlakuan
serta kesempatan yang istimewa.

Semua k e b u tu h a n selama berada di M ekkah, sepenu h ny a di-
tanggung oleh Pemerintah. Tempat tinggal, kebutuhan sehari-
hari, semua disediakan selengkapnya. Semua guru besar-dan alim
ulam a Mekkah dikunjungi. Segala jenis ilmu dipelajari, juga ilmu
perang. Setelah beberapa tahun berada di Mekkah dan berbagai
ilmu sudah dikuasai, Haji Ali Batu bermaksud kembali ke pulau
Lombok.

Dalam perjalanan kembali ke Lom bok, Haji Ali Batu melalui
beberapa negara. Untuk melewati beberapa negara lain dibekali
sebuah surat pengantar. Surat itu ditulis oleh Raja Mekkah sendiri.
Dalam surat itu Raja Mekkah meminta agar setiap negara yang
disinggahi bersedia m em bantu Haji Ali Batu sehingga dapat m elan­
jutkan perjalanan.

Demikianlah perjalanan pulang, Haji Ali Batu berjalan sebagai-
m ana lazimnya bagi setiap anggota jem aat haji. Setelah beberapa
bulan dalam perjalanan tibalah Haji Ali Batu di Pelabuhan Ampe-
nan dan langsung m enuju desa kelahirannya yaitu desa Sakra.

2) Sasak, dalam ceritera lam a pulau L om bok selalu diseb u t Sasak.
D ew asa ini Sasak = nam a bahasa dan p en d u d u k asli pulau L om bok.

58

Masyarakat Sakra menjadi gempar mendengar kedatangan Haji
Ali Batu. Sebelum nya m ereka beranggapan bahwa Haji Ali Batu
telah meninggal dunia. Telah sangat lama beritanya tak pernah
terdengar. Namanya telah dilupakan oleh masyarakat. Kedatangan-
nya yang tiba-tiba ini m em buat orang heran dan tercengang.
Sebagian lagi m encucurkan air m ata karena terharu. Mereka ber-
syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena pimpinan yang
sangat mereka cintai telah berada kembali di tengah-tengah mere-
ka.

Setelah berada kembali di tengah-tengah kaum kerabatnya Haji
Ali Batu m enceriterakan semua pengalam annya. Sejak bertolak
dari pelabuhan Am penan, di serang badai di tengah lautan, hingga
tiba di pedalaman Afrika serta suka dukanya semua diceriterakan
dengan lengkap. Demikian juga kebesaran Raja Mesir, serta Raja
Mekkali dan kebijaksanaan ulam a di negeri itu, diceriterakan de­
ngan sempurnya tak berbeda dengan ceritera-ceritera yang pernah
diceriterakan orang sebelumnya. Dikemukakan juga betapa nik-
m a tn y a beribadah di tanah suci.

Dengan kem balinya Haji Ali Batu perkem bangan Agama Islam
di desa Sakra m enjadi sangat pesat. M urid-murid Haji Ali Batu
berkembang dengan baik, dan selalu bertambah banyak. Banyak
ilmu yang diajarkan. Demikian juga berbagai aliran tarekat. Sampai
saat te ra k h ir ini aliran T a re ka t Batu P o te q 3) ajaran Haji Ali Batu
masih dianut orang.

Dalam berbagai kegiatan Haji Ali Batu tak pernah ketinggalan.
Baik dalam suka maupun duka. Demikian juga dalam kegiatan
perseorangan, m aupun kemasyarakatan. la selalu m enganjurkan
hidup tolong-menolong. Dan semua itu diberikannya dengan te-
ladan. la selalu turun tangan. Demikian juga bila terjadi keribut-
an. T erutam a dalam keributan m e m p ertahan kan kem urnian ajaran
agama.

Semua itu dilakukan sampai hari tuanya. Ketika muridnya telah
tersebar di segenap penjuru Lombok Timur, akhirnya tibalah masa
kepergiannya yang abadi. Haji Ali Batu meninggal dunia. la m e­
ninggalkan segala yang ia punyai. Maka murid-muridnya m elaku­
kan upacara pemakaman dengan penuh penghormatan.

Demikianlah hingga dewasa ini makam Haji Ali Batu masih
dikunjungi orang.

3) Batu Poteq = batu p u tih . Batu = b atu . Poteq = p u tih.

59

6. K EB A N G O R E N G S E N G .

Pada zaman dahulu di Dasan Beleka Desa Ganti terdapat se­
orang laki-laki yang sudah berusia lanjut. Istrinya telah lama me­
ninggal dunia. Kini ia hanya ditemani oleh seorang anaknya yang
masih kecil. Sumber penghidupan dari keluarga ini hanyalah de­
ngan jalan memasang sebuah bubu pada sebuah sungai. Sungai itu
mengalir di sebelah Dasan Beleka. Bubunya dipasang pada suatu
tem pat yang bernama Tibu Nangka. Di tem pat itulah ia selalu me-
masang bubunya.

Demikian beijalan beberapa tahun. Setiap sore orang tua itu
bersiap-siap untuk memasang bubunya. Setiap pagi pada waktu
buta orang tua itu berangkat ke Tibu Nangka untuk mengangkat
b ubunya kembali. Selama ia m elakukan pekerjaan ini, selalu ada
saja rezeki yang didapat. Bubunya selalu berisi lele, belut dan
beberapa jenis ikan kecil lainnya.

Setiap pagi, manakala ikan-ikan itu sudah kumpul, orang tua
itu berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya, untuk
m enukarkan ikannya dengan beras. Penduduk desa itu sudah me-
ngenal betul penghidupan orang tua dengan anaknya itu. Mereka
merasa kasihan dan simpati kepada orang tua itu.

Karena mata pencaharian orang tua itu hanya mencari ikan de­
ngan memasang bubu saja, maka mereka selalu hidup tidak ber-
kecukupan. Manakala sedang mujur, banyaklah ikan yang masuk
ke dalam bubunya. Tetapi apabila sial sedang m enim pa, banyak
di antara puk atn y a yang kosong. Tetapi hari demi hari m ereka
hadapi dengan sabar dan tabah.

Demikianlah seperti biasa orang tua itu sedang berada di tempat
pemasangan bubu. Tiba-tiba di tem pat yang agak jauh, ia melihat
bayangan seorang manusia yang sedang bergerak menuju ke tem-
pat bubunya. Pikir orang tua itu.

"A pa m aksud orang ini berada di tem pat pukatku? Barang-
kali orang ini bermaksud mencuri ikanku. Kalau tidak mengapa ia
berada di tem pat itu?" Lalu ia beijalan m endekat, tetapi apa yang
terjadi? Manusia itu lenyap tiba-tiba. Orang itu berkata di dalam

*). D ite ije m a h k a n d a ri c e rite ra r a k y a t b e rb a h a s a Sasak d ia le k M eno-M ene.

60

hati. "Hai, apa yang terjadi? Ke mana orang itu?" Sekitar tempat
itu diteliti dengan seksama, namun tak satu manusia pun yang
tampak. Karena itu ia kembali ke bubunya. Diangkatnya semua,
lalu pulang ke rumahnya.

Hari berikutnya, kejadian seperti itu terulang pula. Pada waktu
tengah malam tatkala orang tua itu sedang berada di Tibu Nangka
seperti biasanya, m anusia aneh itu pun datang lagi. K e d atan gann ya
diperhatikan terus oleh orang tua itu.

"Manusia ini, tetap datang. Tampaknya ia bermaksud jahat.
Kalau saja aku tidak berada di tem pat ini pasti isi b u b u k u akan
habis diambilnya." Dengan hati yang bulat ia mendekati manusia
itu. Lalu katanya:

"Hai, siapakah kau sebenarnya dan apa maksud kedatanganmu
di tem pat ini? Kukira kau telah datang ke tem pat ini, berulang-
ulang. Sekarang katakanlah apa maksud kedatanganmu di tempat
ini."

"Kuharap janganlah Bapak berprasangka buruk akan kedatang­
anku ini. K arena k e d a tan g a n k u sem ata-m ata didorong oleh m a k ­
sud baik. Yaitu turut menjaga bubu yang tersebar itu."

"Kalau benar demikian, kuharap agar kau mendekat. Marilah
kita merokok atau makan sirih bersama. Betulkah kau datang
dengan m aksud m em bantu menjaga bubu-bubu ini?" kata si orang
tua selanjutnya.

"Benar, m em ang sengaja aku datang ke tem pat ini untuk men-
jalin tali persahabatan dengan Bapak. Bagaimana pendapat Bapak?"
tanya tamu tak diundang itu.

"Terima kasih, sekali lagi banyak terima kasih atas m aksud anda
u n tu k bersahabat dengan aku yang m elarat ini. Tetapi ketahuilah,
bahwa aku hanya seperti apa yang anda lihat. Beginilah keadaanku
yang sebenarnya. Diriku adalah orang tua yang miskin. Kalau aku
tidak memasang bubu tentulah kami kelaparan keesokan harinya.
Dengan demikian apakah yang anda inginkan dariku?" kata orang
tua itu bersungguh-sungguh.

"Aku tidak mengharapkan apa-apa dengan bersahabat dengan
Bapak. Yang kuharapkan hanyalah mudah-mudahan dengan per­
sahabatan kita ini, ada hikm ah yang akan kita dapat kelak, baik
itu kepentingan kita berdua, maupun untuk kepentingan masya­
rakat pada umumnya," jawab tamu tak diundang selanjutnya.
Pada k e s e m p a ta n b e r ik u tn y a ia b e rk a ta lagi.

"Tentang penghidupan Bapak tidak perlu dirisaukan. Bapak
sebagai seorang manusia, wajib mencari rezeki dengan sekuat
tenaga. Yang penting jalan kita haruslah jalan yang baik. Lanjut-
kanlah pekerjaan Bapak itu."

"Aku gembira mendengar kata-katamu. Ketahuilah sahabatku
bahwa aku m em punyai seorang anak laki-laki. M udah-mudahan

61

persahabatan ini dapat dilanjutkan oleh anakku. Bila aku men-
dahului kalian, aku harap agar persahabatan kita ini diteruskan
seperti keadaan ini."

"Aku juga mengharapkan itu," kata tamu itu selanjutnya.
Setelah peristiwa ini berlangsung beberapa lama, pada suatu
pagi orang tua itu ditanya oleh anaknya di rumahnya. "Ayah,
dengan siapakah ayah berbicara setiap kali berada di tem pat bubu?
Bolehkah aku m engetahuinya?"
"Hai anakku, ketahuilah bahwa ayah berbicara di sungai itu
dengan seorang sahabat. Telah lama pula ayah menjalin persaha­
batan dengan dia. Dia sangat baik. Dia selalu m em perhatikan k e­
pentingan orang lain, dan orang banyak. Oleh karena itu, bila
ayah telah meninggal dunia hendaklah kamu lanjutkan persaha-
batanku ini. Dengarlah segala nasihatnya, dan perhatikan segala
petunjuk-petunjuknya. Sahabat ayah itu pun telah ayah pesankan
pula. M udah-m udahan keinginanku ini m enjadi keny ataan kelak.
Perhatikanlah pesanku ini baik-baik. Karena sahabatku itu pasti
akan m encarim u. Dan satu hai. yang paling penting kam u perhati-
kan ialali, nanti apabila kau telah bersahabat dengan dia, bila
diberikan sesuatu baik berupa hewan, permata atau pun benda-
benda lain, maka yang paling baik bagimu ialali memilih benda
yang paling buruk di antara benda-benda yang ada. Ya, kamu
harus memilih yang paling buruk."

Setelah memberikan petunjuk demikian, tiada berapa lama
orang tua itu pun meninggal dunia. Anak tunggalnya mewarisi
peninggalan, termasuk juga alat penangkap ikan, beserta bubunya.
Dan sekarang anak ini hidup yatim piatu. Ia selalu memasang bubu
di Tibu Nangka seperti ayahnya. Jalan hidupnya tak berbeda de­
ngan sebelumnya.

Demikianlah waktu telah berjalan beberapa tahun larnanya.
Keadaan dahulu sama saja dengan keadaan sekarang ini. Tetapi
pada suatu pagi, terjadilah suatu keganjilan. Biasanya setiap pagi
kalau ia mengambil bubu pasti ada isinya. Kadang-kadang sedikit,
kadang-kadang banyak. Tetapi tak pernah mengalami kekosongan.
N am un kali ini semua terasa aneli, tetapi semua ikan isi b u b u n y a
tinggal kepala saja. Satu keajaiban yang luar biasa. Dia berkata
sendiri sambil berpikir:

"Siapa gerangan yang mengganggu isi bubuku? Sampai hati
b enar m elakukan hal yang seperti ini. Mengapa kepalanya saja
yang ia tinggalkan? Siapakah yang mau menukarnya dengan beras?
Tetapi apa boleh buat. M em ang n asibku hari ini m e m an g sial.
M udah-m udahan tidak akan lagi terulang."

Hari berikutnya tatkala waktu telah tiba, anak yatim piatu itu
telah berada di tempat biasa dan memasang bubunya. Keesokan
harinya pagi-pagi benar ia sudali bangun dan bergegas pergi untuk

62

mengangkat bubunya. Apa yang terjadi. Hari ini terjadi juga se­
perti hari kem arin. Semua isi p u k a tn y a tinggal kepalanya saja. Di
rumah ia memikirkan dan merencanakan apa yang akan dilakukan-
nya.

"Dua kali telah terjadi keganjilan itu. Apa kesalahanku sehingga
aku harus menerim a pembalasan seperti ini? Baiklah nanti malam
akan kuintip, agar jelas siapa pelakunya. Kalau manusia yang tam-
pak, siapa orangnya yang tak berhiba hati kepada diriku yang me-
larat ini. Kalau b u k a n m anusia, apa yang m e la k u k a n n y a dan apa
maksudnya?"

Keesokan harinya, ia mempersiapkan dirinya dengan baik, ka-
rena pada malam harinya ia akan mengadakan pengintipan. Parang
peninggalan orang tuanya yang diberi nam a si D intong telah di-
asah sampai tajam betul.

"Siapa tahu parang ini terpaksa harus kupergunakan", katanya
dalam hati.

Demikianlah tatkala waktu telah tiba, anak yatim piatu telah
berada di tem pat tujuan memasang semua bubunya. Sekarang ia
bermalam di pinggir sungai untuk menjaga bubunya. Hingga te-
ngali m alam tak ada sesuatu pun yang m encurigakan. Apa lagi
akan berbentuk m akhluk, suara pun tidak ada. Ia hanya m ende­
ngar desiran angin di atas pohon bambu. Maka pikirnya:

"Kalau aku tetap duduk di tem pat ini dekat dengan bubuku,
barangkali ia tak berani datang. Sebaiknya aku menjauh dari tem ­
pat ini, dan berpura-pura tertidur. Barangkali dengan demikian ia
akan datang." Ia pun telah bergeser ke tempat yang agak jauh. Di
atas sebuah batu, ia berpura-pura tidur. Namun pandangannya tak
pernah lepas dari tem pat bubunya. Ja mengamati dengan teliti.
Tidak berapa lama, tiba-tiba ia terkejut. Ia mendengar suatu suara.
Suara itu persis seperti suara logam yang bergeser, tetapi agak nya-
ring. Parang si D in d o n g segera dipegangnya erat-erat. K ew aspadaan
ditingkatkan. Sekelilingnya diawasi dengan teliti.

"Dari mana sumber suara itu." Tetapi ia masih tetap berpura-
pura tertidur. Beberapa detik kemudian, seekor burung bangau
turun di tempat bubu terpasang.

"Tidak salahkah penglihatanku? Tidak, memang benar suatu
makhluk yang menyerupai burung bangau telah berada di tempat
itu," pikirnya.

"Bagaimana m ungkin, seekor burung bangau m encari m akan di
tengah malam begini? Betulkah burung bangau ini m enghabiskan
isi b u b u k u ? " Beberapa saat dibiarkan berlalu tanp a suatu kejadian.
Ia membiarkan apa yang akan dilakukan burung bangau itu selan­
jutnya.

Ketika burung bangau itu bersiap mengambil bubu di dalam air,
ia m elompat dengan sigap ke tempat itu dan segera menyergap

63

burung bangau itu.
"Sekarang tahu rasa kau. Sebenarnya aku tidak percaya kalau

kam u melakukan perbuatan ini. N am un semua telah terbukti se-
karang. Kau harus memikul tanggung jawab atas perbuatanmu
selama ini. Sekarang juga kau akan k u b u n u h ."

"Tenang dan sabarlah, hai yatim piatu." Demikianlah suara
yang diucapkan oleh bangau itu.

"Dari m anakah datangnya suara itu? Bukankah itu suara manu-
sia?"

"Benar itu adalah suara manusia. Dan yang bersuara itu adalah
aku sendiri." Kata bangau itu. Selanjutnya bangau itu berkata
pula:

"Lepaskan aku yatim piatu, supaya kita dapat berbicara leluasa.
Apabila setelah berbicara ternyata aku harus mengganti kerugian
akibat dari perbuatanku, maka semua akan kupertanggungjawab-
kan." Setelah berkata seperti itu, bangau itu pun dilepaskan.

"Mengapa engkau sampai hati m elakukan hai ini? Tidakkah kau
ketahui bahwa penghidupanku hanya ini. Sudah dua kali kau laku-
kan hai yang sama. Hasilnya sangat merugikan diriku. Sekarang
katakan apa maksudmu melakukan hai itu!"

"Hai, yatim piatu, anak sahabatku. Sebenarnya p erbu atan ini
sengaja aku lakukan dengan maksud agar dapat berjum pa dengan-
mu di tem p at ini. A ku ini adalah sahabat ayahmu. Atas segala k e ­
rugian akibat perbuatanku ini, semuanya akan kuganti."

Mendengar kata-kata itu teringat ia akan segala pesan orang tua­
nya. Dengan tidak ragu-ragu lagi ia pun berkata.

"Hai sahabat, sekarang aku teringat akan segala pesan orang
tuaku. Dalam keadaan seperti ini, aku sangat berterima kasih, bila
kau akan mengembalikan semua kerugian yang kuderita."

"Bagus, begitulah seharusnya hai yatim piatu. Sekarang mari
kita pulang bersama-sama. Di rumahku kamu boleh memilih apa
saja yang kamu kehendaki." Kata bangau itu. Kemudian disam-
bungnya.

"Yatim piatu sahabatku, sekarang marilah kita berjalan. Kamu
harus berada di belakangku. Aku harap, jangan menoleh ke kiri,
ke kanan atau ke belakang. Tetapkan pandanganmu ke depan.
Patuhi semua kata-kataku."

Kemudian bangau itu m erubah bentuknya menjadi manusia.
Lalu berjalanlah mereka. Waktu fajar hampir menyingsing.

Tak berapa lama mereka pun telah tiba di tempat kediaman
yang dituju. la heran melihat keadaan sekeliling tem pat itu. Se­
muanya tampak benderang.

"Di m ana letak tem pat ini. Selama h idupku belum pernah aku
mengunjungi tempat yang seindah ini." Walaupun demikian, ia
tetap menahan diri untuk tidak bertanya. Tak lama kemudian

64

sahabat iiu berkata.
"Hai y a tim piatu, di t e m p a t ini akan k u je la sk a n sem uanya. Se-

benarnya aku bukan manusia biasa. Aku adalah jin. Dan sekarang
kita berada di rumahku, di Gunung Rinjani. Sekarang tibalah
saatnya aku akan m em berikan apa saja yang kau kehendaki,
sebagai imbalan rasa terima kasihku atas persahabatan kita se­
lama ini. Sekarang ju g a akan aku ganti semua kerugianm u pada

kesempatan iniakan kuwariskan sebagianmilikku kepadam u. Mari-
lah ikuti aku!" Lalu ia dibawa ke sebuah gedung. Setelah pintu
dibuka, te rn y a ta gedung ini penu h dengan benda-b en da yang ge-
merlapan. Semua terbuat dari emas bertatahkan intan, berlian
dan p e rm a ta berbagai jenis. la kagum m elihat isi gedung itu. Wa-
laupun demikian ia tidak silau oleh benda-benda gemerlapan itu.
ia tetap ingat pesan orang tuanya. Itulah sebabnya m atanya liar
mencari benda yang paling buruk. Pada sebuah pojok terdapat
sebuah gong yang sudah berkarat. Tampaknya tak berharga sama
sekali. Maka ia pun m em utuskan untuk mengambil gong itu sesuai
dengan pesan orang tuanya. Tiba-tiba jin itu berkata.

"Hai, Yatim piatu, pilihlah benda-benda yang ada di dalam ge­
dung ini yang kau sukai bawalah pulang ke rum ahm u."

"Untuk kenang-kenangan kiranya cukup kalau kau izinkan aku
membawa gong itu."

"O, hanya itu? Tidakkah kau menginginkan benda yang lain?
Bukankah masih banyak benda yang bagus-bagus di tem pat ini?"
tanya jin itu.

"Aku kira gong itu sudah cukup."
"Bila demikian baiklah. Sekarang marilah ke tempat pemelihara-
an hewan. Semua jenis hewan ada di sana. Kau boleh memilih he-
wan yang kau kehendaki." Lalu mereka menuju ke sebuah kan-
dang yang amat besar. Kandang itu penuh dengan hewan, segala
macam. Baik kecil maupun besar. Di tempat itu pun ia teringat
akan nasihat orang tuanya. Itulah sebabnya ia berusaha untuk me-
milih hewan yang paling buruk, Setelah beberapa lama memilih
sambil berjalan ke sana ke mari, tampaklah olehnya seekor kuda
betina yang kurus. Bulunya hitam, kaki dan m atanya sakit sebelah.
"Sahabatku yang baik hati, kalau kau tidak keberatan, berikan-
lah kepadaku kuda yang hitam itu," katanya, sambi m enunjuk
ke tem pat kuda hitam yang tertambat di belakang kuda-kuda yang
besar dan gagah itu.
"Yang lain lagi, m ana?" kata jin itu kemudian.
"Cukup kuda itu saja, sahabat?" Setelah gong itu dikeluarkan,
dan kuda betina yang hitam itu berada di luar kandang, maka jin
itu berkata pula.
"Hai Yatim piatu, sahabatku. Dengarlah baik-baik, aku akan
menceriterakan perihal benda-benda yang sudah kamu pilih itu.

65

Adapun gong itu memang sewajarnya kaulah yang memeliharanya.
Tetapi ingat sahabatku, bahwa gong itu sama sekali tidak boleh
dipukul oleh manusia. Kelak gong itu akan berbunyi sendiri. Apa­
bila gong itu berbunyi maka itulah tandanya bahwa peristiwa pen-
ting akan terjadi di atas dunia. Tentang kuda ini, m udah-m udahan
setelah kamu memeliharanya nanti, kehidupanmu berangsur-ang-
sur bertam bah baik. Kau akan mendapat rezeki yang banyak. Dan
kau sendiri akan menjadi orang yang terpandang di mata masya-
rakat. Dan untuk m em bantu pemeliharaan pusaka ini, aku tugas-
kan dua orang patih. Patih yang seorang ini bernam a Cengok
Ngaok, sedang yang lain bernam a Bangok Pincer. K edua patih ini-
lah yang akan menjaga gong itu. Mereka selalu mengawal di mana
saja gong itu berada. Pada saat ini juga aku resmikan nama gong
ini, dengan sebutan Gong Robek." Demikianlah secara panjang
lebar jin itu telah selesai menerangkan kepada sahabatnya.

"Kalau sudah selesai, maka aku m ohon diri untuk pulang."

"Baiklah sahabatku. Pulanglah sekarang. Untuk mempersingkat
waktu dalam perjalanan, kau boleh menunggang kuda, sambil me-
megang gong itu. Kedua patih ini akan menjagamu dari kiri dan
kanan." Demikianlah ia segera naik ke punggung kuda sambil
membawa gong yang telah diberi nama Gong Robek. Setelah kuda
itu dipacu, dalam sekejap anak yatim piatu itu sudah berada di
Dasan Beleka. Saat itu matahari baru saja terbit. Semua orang yang
melihat kedatangan anak yatim piatu itu dengan membawa seekor
kuda dan sebuah gong menjadi sangat heran. Mereka bertanya-
tanya tentang benda-benda tersebut. Kuda itu menjadi pusat per­
hatian. Sedang gong itu langsung dimasukkan ke dalam rumah.

"Yatim piatu, dari mana kau dapat kuda itu?"
"Kuda ini kutangkap di tengah jalan. E ntah siapa pemiliknya,
aku tak tahu. Tetapi bila ada di antara kalian yang merasa berhak
atas kuda ini, kalian boleh m engam bilnya sekarang juga."

Setelah beberapa lama anak yatim piatu itu memelihara gong
dan kuda itu, terbuktilah apa yang dikatakan oleh jin di Gunung
Rinjani itu. Kehidupannya bertam bah baik. la menjadi terpandang
di mata m asyarakat Beleka. A khirnya tibalah saatnya ia harus m e­
ninggalkan Dasan Beleka. Sebelumnya ia berangkat ia menitipkan
Gong Robek itu kepada salah seorang tetangganya.

"Sekarang Gong ini kutitipkan kepadam u, kalau orang yang
berhak atas gong ini akan datang mengambilnya. Sekarang aku
akan pergi jauh. Bila ada sisa um ur kelak, aku juga akan kembali.
Dan aku harapkan supaya kelak gong ini masih berada di tem pat
ini." Setelah berkata demikian anak yatim piatu bersama kudanya
menghilang dengan tiba-tiba. Tak seorang pun mengetahui ke

66

mana perginya. Sedang Gong Robek, sebuah gong peninggalannya
sampai sekarang masih berada di Dasan Beleka dalam keadaan
dipelihara dengan baik.

67

7. R A G A D U N D A N G .

Tersebutlah sebuah ceritera tentang seorang yang bernama Raga
Dundang. la m empunyai kerbau sebanyak seratus tiga puluh ekor.
K erbau yang terbesar bernam a si Pendok dan yang lebih kecil lagi
diberi nam a si Pendok Gedang. K erba u -k e rb au itu selalu digem-
balakan oleh Raga D undang di sebuah gunung yang terkenal de­
ngan nama Gunung Tela. Akibatnya pada lereng gunung itu ter-
bentuk sebuah alur yang tampaknya bagaikan sebuah sungai yang
membelah gunung.

Seperti halnya dengan hewan-hewan yang lain kerbau ini pun
mem erlukan air minum secukupnya. Dan apabila tiba saainya,
maka Raga Dundang membawa kerbau-kerbau itu ke sebuah
pantai yang bernama Laut Selong. Di sanalah kerbau-kerbau itu
minum dan berkubang sepuas-puasnya. Pada masa-masa tertentu
kerbau Raga Dundang sering pula digembalakan pada sebuah pa-
dang yang bernama Panoq. Padang itu terletak di Desa Rembitan.
Di tempat inilah Raga Dundang sering didatangi seorang lelaki
m uda yang lama kelamaan m enjadi sahabat karib. Lelaki ini ber-
usia di antara 17 dan 18 tahun. A n e h n y a setelah k u n ju n g a n lelaki
itu tempat di sekitar padang menjadi sangat subur. Rumput-rum-
put menghijau. Kerbau-kerbau menjadi tambah lahap memakan-
nya. Dalam waktu singkat kerbau menjadi tambah sehat dan
gemuk.

Setiap kali Raga Dundang berada di tengah padang bersama
dengan kerbaunya, lelaki itu pasti datang. Karena itu Raga Dun­
dang sangat ingin mengetahui siapa sebenarnya lelaki itu. Walau-
pun mereka sering bertemu dan bertukar pikiran, tetapi Raga
Dundang belum berhasil mengetahui seluk beluk lelaki itu secara
lebih mendalain, karena suatu kekhawatiran. Tetapi Raga Dundang
selalu mengikuti semua petunjuk yang diberikan oleh sahabatnya
itu. Pada setiap hari Jumat Raga Dundang selalu diajak pulang
untuk m engeijakan sholat. Pada mulanya Raga Dundang selalu
menolak ajakan itu. Tetapi karena terus menerus didesak, akhir­
nya pada suatu hari Jumat Raga Dundang berkata.

*) D iterjem ah k an daii ceritera rak y at berbahasa Sasak dialek M riaq-M riku.

68

"Bagaimana aku dapat meninggalkan tem pat ini sahabatku.
Lihatlah kerbauku. Kalau kutinggalkan jum lahnya pasti akan ber-
kurang karena dicuri. Dan kalau terjadi pada setiap hari Jumat
pastilah kerbauku akan habis."

"Mengapa hai itu kau risaukan. Biarkanlah kerbau itu di tempat
ini. Semoga atas perlindungan Tuhan, tak seorang pun menggang-
gunya."

"Kalau ucapanmu itu benar, baiklah. Aku akan turut bersama-
mu. Tetapi janganlah saat ini. Aku akan ikut bersamamu pada
Jumat yang akan datang."

Demikianlah pada Jumat berikutnya, lelaki muda itu datang
m enem ui Raga Dundang. "Raga Dundang. Hari ini adalah hari
Jumat. Marilah kita berangkat ke tem pat sholat. Tinggalkan saja
kerbau-kerbau itu. Atas perlindungan Tuhan tak seorang pun akan
mengganggunya."

Demikianlah kedua pemuda yang telah menjadi sahabat itu
berangkat bersama-sama. Mereka beijalan beriring-iringan. Lelaki
itu beijalan di depan dan Raga Dundang mengikut. Mereka ber-
jalan ke arali barat. Dalam perjalanan ini Raga Dundang melihat
bahwa dirinya melewati lautan yang luas, tetapi terasa bagaikan
beijalan di atas tanali. Dan perjalanan terasa teramat cepat, sedang
lelah sedikit pun tak terasa. Raga Dundang terus mengikuti saha-
batnya dengan diam, walau di dalam hatinya bergejolak berbagai
tand a tanya. Semua itu ditahan di dalam hati. Perjalanan itu di-
tem puh dengan membisu. Akhirnya tibalah mereka pada sebuali
mesjid bertingkat. Setelah itu berkatalah lelaki muda itu.

"Raga D undang, lakukanlah sholat di tem pat ini. Aku akan
melakukannya di tingkat atas."

"Jangan tinggalkan aku seorang diri. Aku khaw atir kita tak
dapat b e rte m u lagi. L ihatlah di te m p a t ini amat ramai. Jem aah
amat banyak. Apalagi ditambah oleh yang bakal datang. Jika kita
tak dapat jum pa kembali, bagaimana aku akan pulang?"

"Jangan takut. Sholatlah! Atas berkat Tuhan kamu tak akan
hilang. Kita pasti berjum pa di tem pat ini. Aku akan mencarimu.
Nah, sholatlah!" Kemudian lelaki itu meninggalkan Raga Dundang
di tingkat bawah.

Mesjid itu amat ramai. Bukan main banyaknya orang yang ber-
sembahyang. Baik di tingkat bawah rnaupun di tingkat atas. Tetapi
tak seorang pun yang dikenal oleh Raga Dundang. Semua berada
dalam suasana hidmat. Tak seorang pun tampak bercakap-cakap
Raga Dundang tak pernah ditanya orang, dan ia pun tak pernah
menanyakan sesuatu kepada orang yang berada di sampingnya.
Tiap-tiap orang tenggelam dalam kegiatannya sendiri. Demikian
juga keadaannya pada tingkat atas di mana sahabatnya mengerja-
kan sholat.

69

Setelah upacara sholat Jum at selesai Raga D undang m endahului
keluar mesjid. Setiba di luar ia m enjadi bingung. la tidak tabu ke
m ana harus pergi-,

"Ke mana dia?" pikirnya dalam hati. "Orang-orang pada keluar.
Tetapi mana dia? Apa dayaku?"

Kemudian Raga Dundang teringat bahwa pakaian pemuda itu
tak berbeda dengan pakaiannya. Karena itu Raga Dundang berdiri
di depan pintu keluar sambi mengamati setiap orang yang keluar
dari tingkat atas. Satu demi satu diawasi dengan teliti. Setiap orang
yang lewat di hadapannya selalu diamati pakaiannya. Sekian orang
telah berlalu tetapi masih juga belum bertem u dengan yang dicari.
Akhirnya tampak juga orang yang berpakaian sama dengan pakai­
annya. Dengan segera orang itu dipeluknya.

"O, inilah kau."
"Benar Raga Dundang marilah kita kembali. Sholat Jumat telah
selesai."
Mereka pun berangkat kembali menuju padang penggembalaan.
Kerbau yang ditinggalkan lengkap seperti semula. Tak seorang pun
mengganggunya. Sesudah itu lelaki itu pun meninggalkan Raga
Dundang, dan Raga Dundang pun melanjutkan pekerjaannya se­
perti semula. Setelah tiba waktunya ia memasukkan kerbau ke
kandang seperti biasa.

Ada pun Raga Dundang selama penggembalaan tak pemah me-
ninggalkan kerbau untuk pulang makan. la selalu diantarkan ma-
kan siang oleh seorang pem bantu. Ibunya selalu m engatur hai itu.
Kerap kali Raga Dundang m eminta lelaki itu agar makan bersama
di tem patnya. Tetapi lelaki itu selalu m enolak dengan berbagai
alasan.

Pada suatu hari, tepat di saat hidangan diantar oleh pembantu-
nya, Raga Dundang mempersilakan lelaki itu untuk makan ber­
sama. Tetapi lelaki itu menjawab:

"M aafkan sahabatku Raga Dundang. Bila kau ingin meliliatku
makan bersama denganmu, kuminta padamu, janganlah memper-
gunakan lauk-pauk yang berasal dari makhluk bernyawa. Leng-
kapilah nasi itu dengan berbagai sayur. Aku berpantang menyen-
tuh makanan yang berasal dari makhluk hidup. Nah, sekarang
makanlah kau sendiri. Aku masih kenyang."

Mendengar kata lelaki itu, Raga Dundang pun meminta kepada
pembantunya, agar esok bari mempersiapkan makanan seperti
yang diminta oleh lelaki itu. la sangat memperhatikan pesan ka-
wannya itu. la sangat ingin makan bersama, karena lelaki itu selalu
mem bantunya tanpa pamrih. Raga Dundang merasa sangat ber-
hutang budi. Pesan itu pun disampaikan oleh pem bantu itu.

"Ibu hendaklah ibu tahu, bahwa Raga Dundang tidak sendiri
menggembalakan kerbau. la selalu ditemani oleh seorang lelaki

70

muda. Aneh, bahwa lelaki itu selalu menolak ketika diajak makan
bersama. la selalu mengemukakan berbagai alasan. Tetapi kali
ini ia m engatakan kalau Raga Dundang berniat hendak makan
bersamanya, hendaknya tidak mempergunakan lauk-pauk yang
berasal dari makhluk bernyawa. Oleh karena itu hendaknyalah
ibu mempersiapkan makanan yang berlauk-pauk sayuran belaka.
Raga D undang sangat ingin makan bersama dengan sahabatnya
itu."

"Siapakah lelaki sahabat anakku itu?"
"Aku sendiri tidak m engetahuinya ibu. Tetapi lelaki itu lebih
muda dari Raga Dundang dan Tampaknya sangat berwibawa."
Demikianlah, keesokan harinya, pem bantu itu kembali meng-
antarkan m akanan untuk Raga Dundang. Kali ini hidangan hanya
dilengkapi dengan sayur belaka, seperti yang dipesankan. Raga
Dundang sedang menikmati istirahat, ditemani oleh sahabatnya.
Mereka duduk bersama di bawah pohon yang rindang. Melihat
pem bantu itu datang Raga Dundang bangkit berdiri dan memper-
silakan sahabatnya untuk makan bersama.
"Saudaraku marilah kita makan bersama. Kali ini lauk-pauknya
pastilah bukan berasal dari makhluk bernyawa, seperti yang kau
pesankan. Marilah!" Mendengar itu sahabatnya lalu bangkit dan
m enuju ke tempat Raga Dundang yang telah mulai menikmati
hidangan.
Raga Dundang makan dengan lahapnya sedang lelaki itu hanya
memakan sayur bayam sekedarnya.
"Raga Dundang, bagiku, sudah cukup hanya menikmati sayur
b ayam ini. Aku sudah kenyang. Banyak terim a kasih. M akanlah
kau sekenyang-kenyangnya."
Setelah senja hari tiba, Raga Dundang mulai memasukkan ker-
b a u n y a ke kandang. Biasanya dalam perjalanan kem bali atau se-
baliknya k erbau yang b ernam a Si Pend ok selalu berjalan di depan.
Sedang k e rb a u y ang lain m e n giku ti arah y ang d ite m p u h Si Pendok.
Di samping itu perlu juga diceriterakan bahwa selama dalam
penggembalaan, Raga Dundang selalu membawa sebuah tongkat
yang bernama Lego Bereng. Tongkat itu merupakan pemberian
dari sahabatnya, lelaki muda itu. Lego Bereng diberikan, hanyalah
untuk maksud menjaga keamanan dari orang-orang jahat yang ber-
keliaran di tem pat penggembalaan. Setiap benda yang dipukul
dengan tongkat itu pasti berubah menjadi batu. Itulah sebabnya
Raga D undang tidak pernah berpisah dengan tongkat ini. Baik
pagi, siang maupun sore, lebih-lebih pada malam hari tongkat itu
selalu dibawa. Demikian juga halnya ketika pada suatu hari ker­
bau-kerbau itu ke Laut Selong. Di tem pat itulah kerbau-kerbau itu
minum dimandikan dan berkubang. Raga Dundang menunggui
dengan asyiknya. Biasanya kerbau-kerbau itu tidak perlu diperin-

71

1ah lagi. A pabila w a k tu b e r k u b a n g sudah cuku p, Si P en d o k bang-
kit dari kubangan, diikuti oleh yang lain masuk ke hutan kembali
untuk makan. Oleh karena dibiasakan, maka kerbau-kerbau itu
mengerti akan urutan kegiatan setiap hari. Namun kali ini kerbau
itu m enunjukkan sifat yang lain. Mungkin karena hari terlalu panas
sekali, kerbau-kerbau itu enggan untuk bangun dari kubangannya.

"Lama benar kerbau ini berkubang. Biasanya kalau w aktunya
sudah tiba, Si Pendok bangkit u n tu k m engajak k a w an-k aw an ny a
balik ke padang untuk m em akan rum put. Bila dibiarkan terus,
mungkin kemalaman di tengah jalan."

Setelah itu Raga Dundang turun ke kubangan. la menghampiri
Si P e n d o k dengan m a k su d agar k e rb a u itu segera b a n gu n dan
m engajak k a w a n -kaw an ny a naik. T etapi Si Pen d ok tidak m em per-
dulikan kedatangan Raga Dundang. la terus saja berkubang dengan
enaknya. Karena itu tanpa disadari, Raga Dundang memukul
pun ggung Si P e n d o k dengan to n g k a t Lego Bereng. Seketika itu
ju g a Si Pendok kerbau yang terb esar itu b eru b ah m en jad i batu.
K em udian Raga D und an g m engham piri Si Pen do k Gedang. Tak
juga kerbau itu mau bangun. Karena itu Raga Dundang memukul-
nya dengan to n g k a t Lego Bereng. Dan dengan seketika Si P e n d o k
Gedang berubah menjadi batu. Melihat hai itu Raga Dundang ma-
kin kebingungan. Pun satu per satu kerbau itu dipukul dengan
tongkat Lego Bereng. Karena itu semua kerbaunya berubah men­
jadi batu. Akibatnya pemandangan di tempat itu berubah seketika,
Kubangan yang semula penuh dengan kerbau, berubah menjadi
kubangan yang penuh dengan batu, bertebaran menyerupai ker­
bau. Setelah semua terjadi barulah Raga Dundang sadar akan ke-
khilafan. Lalu katanya sambil bengong berdiri di tem pat itu.

"Apa yang harus aku perbuat sekarang? Kerbauku semuanya
menjadi batu. Apa kata orang tuaku, bila ia mengetahui kejadian
ini? Apa boleh buat, sulit benar m em pertanggungjaw abkan per-
b uatan ini. Lebih baik biarlah aku m enjadi batu ju ga bersam a k e r ­
bau itu semua." Namun sebelum perbuatan itu dilakukannya, ia
mengeluarkan kalimat wasiat. Katanya:

"Semoga pada masa yang akan datang tem pat ini berguna bagi
orang banyak. Sapi, kerbau, kuda ataupun kambing yang kurus
karena tak nafsu m akan, akan m enjadi sehat dan gemuk bila di-
beri m inum dengan air yang diambil di tem pat ini. Dan di tem-
patku ini, penderita encok, sakit kepala dan lain-lain akan dapat
mencari dan mengambil obatnya."

Setelah selesai dengan w asiatnya, lalu tongkat Lego Bereng di-
pukulkan ke badannya sendiri. Seketika itu juga Raga Dundang
berubah menjadi batu. Bentuknya tepat seperti Raga Dundang
sedang berdiri.

72

Setelah beberapa hari Raga Dundang tak pernah dijumpai oleh
pengantar nasinya di tempat penggembalaan, kedua orang tuanya
menjadi sangat khawatir.

"Apa yang terjadi atas diri anakku? Sudah sekian hari ia tak
berada di padang penggembalaan. Apakah Raga Dundang sudah
mati? Karena apa? Di mana pula kini kerbaunya yang banyak
itu?"

Akhirnya kedua orang tua itu m em utuskan untuk mencari ke
tem pat-tem pat yang biasa dikunjungi oleh anaknya. Di tengah
perjalanan kedua orang tua itu berjumpa dengan sahabatnya
Raga Dunclang. Lalu orang tua itu bertanya.

"Hai orang m uda, adakah anda m elihat sekawanan kerbau di
sekitar tempat ini?"

"Ada, tetapi sekarang kerbau-kerbau itu sedang dibawa ke Laut
Selong untuk minum. Bila bapak ingin m enjum painya, pergilah
ke Laut Selong."

Mendengar keterangan lelaki m uda itu, kedua orang tua Raga
D undang cepat-cepat m en u ju Laut Selong. Tetapi alangkah ke-
cewanya, tatkala mereka tiba mereka hanya menjum pai batu me-
lulu. Akhirnya mengertilah kedua orang tua itu bahwa anaknya
bersama dengan seluruh kerbaunya sudah menjadi batu. Lalu
mereka kembali dan m enceriterakan semua yang dilihatnya itu
kepada lelaki m uda yang ditanya dahulu itu.

"Bapak dan Ibu, janganlah dirisaukan kepergian kakakku Raga
Dundang. Aku ini adalah sahabatnya selalu m enemani dalam
penggembalaan. Dia sudah berada di tempat yang baik. Sekarang
bukankah aku sudah berada di depan Bapak? Aku sanggup mem-
bantu Bapak dalam segala hal. M udah-mudahan Tuhan senantiasa
memberikan pertolonganNya kepada kita semua."

Sejak itu lelaki muda itu hidup bersama dengan orang tua Raga
D undang. Sejak saat itu pula k e h id u p an k edua orang tua ini tidak
pernah mengalami kekurangan. Apa saja yang dikerjakan semua-
nya berhasil dengan baik. Apa saja yang ditanam semuanya meng-
hasilkan. Semua itu karena keistimewaan lelaki m uda itu.

Pada suatu hari sahabat Raga D undang ini m engubah dirinya
menjadi pangkal pohon yang sudah ditebang. Tempat inilah yang
sering dipergunakan oleh orang-orang yang lewat untuk beristira-
hat. Kebetulan di tem pat itu lewat sepasang insan yang sedang ber-
pacaran. Mereka tidak mengetahui sama sekali bahwa pangkal
pohon itu adalah sebenarnya seorang manusia yang luar biasa.
Mereka b e rcakap-cakap dan saling m eng e lu a rk a n isi hati masing-
masing dengan sepuas-puasnya. Mereka tidak menyadari sama
sekali, bahwa selain mereka berdua, masih ada sepasang telinga
lain yang m endengar percakapan mereka. Geli hati lelaki muda
itu m e n d e n g a r perc a k a p an serta t u tu r k a ta k e d u a insan y a n g se-

73

dang dim abuk asmara itu. Manusia itu adalah yang m enjelm a se-
bagai pangkal pohon itu jua.

Beberapa waktu kemudian, ayah Raga Dundang diajak oleh
lelaki muda itu untuk mengerjakan sholat Jumat ke mesjid yang
pernah dikunjungi Raga Dundang dahulu. Sekembali dari mesjid
itu, ayah Raga D undang diajak lagi untu k beristirahat di atas se­
buah gunung. Gunung itu tidak lain adalah G unung Rinjani. Di
tempat itulah ayah Raga Dundang diberi azimat berupa sebuah
pisau yang terbuat dari besi kuning dan sebuah ikat pinggang.
Setelah ayah Raga Dundang mendapat kedua azimat itu, maka
orang tua itu kini tidak dapat dilihat orang banyak. Seolah-olah ia
berada di alam lain. Tetapi baginya semua orang dapat dilihat serta
dapat didengar apa yang dikatakan. Apa yang dibicarakan orang
lain dapat didengarnya, sedang kalau ia sendiri berbicara tak se­
orang pun yang mendengarnya. Akibatnya ia dapat pergi ke mana-
mana tanpa diketahui orang lain. Sejak saat itu ia sering pergi ke
Tanah Arab. Juga kadang-kadang langsung ke Amerika. Dari Ame-
rika m enuju terus ke Bali, kemudian m enuju Ampenan dan lang-
sung pulang ke rum ahnya di Rembitan.

Setelah beberapa lama tinggal di rum ah dan setelah beberapa
kali melihat berbagai negeri, ia bermaksud untuk berziarah ke
tem p at anaknya berubah m enjadi batu, di Laut Selong. Kasih sa-
yang, rindu dendam kepada anaknya, walau waktu sudah berjalan
sekian lama, namun kesedihan yang ditinggalkan secara tiba-tiba
tidak dapat hilang dari kesenangannya. Sekarang ia memerlukan
diri untuk datang ke tem pat itu. Setelah sampai di Laut Selong ia
tak dapat m enahan perasaannya lagi. Semua azimat yang diberi-
kan oleh sahabat anaknya itu, di tempat itu juga dikembalikan
kepada yang empunya. Lalu ia melemparkan semua azimat itu ke
tengah laut. Sebelum ia sendiri m enam atkan riwayat di tem pat itu,
ia sempat berwasiat-.

"Siapa saja kelak yang merasa sakit perut, dan batuk darah
hen d aklah datang ke tem pat ini. Mandilah di tem pat ini dan mi-
numlah air dari tem pat ini juga. Semoga Tuhan m elim pahkan
pertolongannya kepada kita sekalian. Aku sendiri akan menyusul
anakku sekarang jua, supaya apa yang dialami oleh anakku, kami
juga merasakannya bersama-sama."

Setelah berkata demikian, maka ditepuknyalah dadanya sendiri.
Seketika itu juga ia berubah menjadi batu, sama seperti peristiwa
yang dialami anaknya beserta dengan semua harta bendanya.

74

8. RARE SIGAR*)

Tersebutlah sebuah ceritera tentang seorang anak yang bernama
Rare Sigar. la dilahirkan dalam sebuah keluarga sebagai anak
tunggal. Pada suatu hari ibu dan ayahnya mandi bersama-sama
di suatu tem pat. Masing-masing telanjang bulat. Tiba-tiba seorang
tua muncul di hadapan mereka dan bertanya:

"Rupanya istrimu sedang mengidam, mengapa kalian mandi
bersama?"

"Lho, dengan siapa aku harus mandi?"
"Dengan siapakah kau m embuat anakmu itu?
"Tentu saja sendiri. Bila ada orang lain turut serta, tentu saja
kubunuh."
"Benarkah itu?"
"Ya, benar!"
Dengan demikian pergilah orang tua itu. Setelah tiba waktu-
nya lahirlah bayi yang dikandung itu. Tetapi ia lahir dalam keada-
an berbadan sebelah!
Setelah anak itu bisa beijalan, anak itu bermain-main mencari
teman. Setelah didatangi, anak-anak yang lain pada berlari. D em i­
kianlah setiap anak yang dikunjungi lari ketak utan . A khirnya anak
yang bernama Rare Sigar itu bertanya kepada dirinya sendiri.
"Mengapa setiap orang yang kutanya pada berlari meninggal­
kan aku? Apakah aku tak disenangi oleh kawan-kawan, sehingga
mereka meninggalkan aku."
Demikian juga halnya bila seorang anak mendatangi dirinya.
Demi tam pak olehnya keadaan Rare Sigar, mereka segera pergi.
Karena itu Rare Sigar selalu kesepian seorang diri.
"M engapa aku selalu ditinggalkan oleh kawan-kawan? Apa se-
bab mereka tak betah bersamaku?" Akhirnya ia pulang dan ber­
tanya kepada ibunya.
"Ibu ?"
"A da apa a na k ku ?"

*) D iterjem ahkan dari ceritera rakyat berbahasa daerah Sasak dialek K uto-kute. Rare
Sigar = nam a anak. R are = anak. Sigar = terb elah , sebelah.

75

"Apakah salahku ibu, setiap kawan yang kudekati selalu pergi
meninggalkan aku."

"0, kau tidak sempurna anakku. Janganlah kau mendekati
anak-anak yang lain, mereka akan terkejut melihatmu, karena
kau bertubuh sebelah."

"Itulah sebabnya ibu? Jika demikian akan kucari belahan ba-
danku. Akan kum inta kepada Tuhan. Bila aku berhasil, dikaru-
niai oleh Tuhan, barulah hidupku ini memiliki arti seperti anak-
anak yang lain."

"Dengan cara bagaimana kamu akan menghadap Tuhan anak-
ku ?"

"Tentu saja aku harus pergi ke sorga ibu. Buatkanlah aku gula
k e la p a 1-1 serta k e tu p a t bersegi sem bilan, sebanyak sembilan biji."

"Baiklah anakku."
Setelah itu ibunya m em buatkan semua yang diminta, seperti
kebutuhan orang yang akan bertapa. Selanjutnya, setelah semua-
nya siap, berangkatlah Rare Sigar m enuju ke sorga. Di dalam per-
jalanan ia melewati jalan yang licin, tetapi mengerikan. Mula-
mula dijumpainya sebuah lapangan yang penuh dengan lipan.
Binatang itu tam paknya sangat galak dan bersiap untuk menggi-
git.
"Nah, makanlah ini." Bersamaan dengan itu Rare Sigar me-
lemparkan sejumput gula kelapa. Dengan segera binatang itu
m en gu ak kan diri, m em beri jalan. Dan berlalulah Rare Sigar di
antara lipan-lipan itu. Setelah lapangan lipan ini berlalu, m enyu-
sullah lapangan berikutnya yang dipenuhi kalajengking. Semua
tampak galak, mengangkat ekornya bersiap untuk menyerang.
"Astaga, kalajengking," ujarnya. Dengan segera dilemparinya
dengan gula gelapa. Binatang itu pun menguakkan diri memberi
jalan. Dan Rare Sigar pun berlalu. Pada perjalanan berikutnya
Rare Sigar m enjum pai sebuah lapangan yang dipenuhi oleh kera.
Demikianlah selanjutnya setiap lapangan dipenuhi oleh sejenis
binatang, seperti kera hitam, babi, menjangan, kuda, kerbau,
masing-masing memenuhi sebuah lapangan. Semuanya dijinakkan
dengan lemparan gula kelapa.
Demikianlah Rare Sigar telah m elam paui sebuah perjalanan
panjang, yang sangat mengerikan. Dan akhirnya ia melihat manu-
sia-manusia yang sedang terikat.
"Aduh, lepaskanlah aku. Aku sangat pay ah terikat di tempat
ini."
"O, kalian makhluk berdosa. Itulah sebabnya kalian diikat.

1) G u la k e la p a a d alah gula d ip a ru t, d ic a m p u r irisan gula enau dan b e ra s k u n in g atau
k etan yang disoreng tanpa m inyak. Dalam kepercayaan tradisional m asy aiak at Sasak,
gula kelapa m em iliki nilai sakral ataupun magis re lig iu s.-

76

Maafkanlah bukan tugasku untuk melepaskan ikatanmu." Rare
Sigar berjalan terus, sambil berkata:

"Bukan tugasku untuk melepaskan ikatanmu. Terlarang bagi-
ku." Mendengar itu mereka menangis. Selanjutnya Rare Sigar
melihat orang-orang terikat di pinggir jalan karena berbuat mesum
kemudian menggugurkan kandungannya.

"Wahai anak tolonglah aku. Telah lama aku terikat di tem pat
ini."

"Siapakah yang mengikatmu?"
"Seorang yang bertubuh tinggi besar. Dialah yang mengikatku.
Aku tak berdaya dibuatnya. Tak kuasa aku mengelak. Aku tak
tahu namanya. Tali besar inilah yang dipergunakan mengikatku."
"Maafkan bukan tugasku untuk melepaskan ikatanmu. Terla­
rang bagiku. Yang berhaklah yang akan melakukannya nanti."
Mendengar itu mereka menangis. Rare Sigar pun berjalan terus.
Kemudian berjumpa dengan para pencuri yang sedang bergantung
pada sebatang pohon.
"O, anak. Tolonglah, lepaskan aku."
"Lho, kalian sedang mengapa?"
"Tak kuketahui salahku. Tiba-tiba saja aku digantung di pohon
ini."
"Ah, kau dihukum pastilah karena kau makhluk berdosa. Ka-
lau tak berdosa, mustahil kau digantung. Tentu saja aku tak sang­
gup m em buka ikatanmu, karena bukan tugasku. Siapa yang ber-
hak dialah yang akan m embuka ikatanmu."
Mendengar itu mereka pun menangis. Sedang Rare Sigar m elan­
ju tk a n perjalanan. Kali ini ia berjum pa dengan seorang kiyai.
Kiyai itu sedang memikul selawat dengan sebatang bambu tutul.
Selawat itu berupa kain, segala macam pisang dan buah-buahan
lainnya, sehingga bambu tutul itu tampaknya sebagai pohon buah-
buahan. Puncaknya menghadap ke depan.

"O, anak, ambillah bebanku. Payah benar aku memikulnya."
"O, aku tak berhak mengambilnya. Itu bukan tugasku."
"Biar pun bukan tugasmu ambillah. Payah benar aku m em i­
kulnya. Aku ini seorang kyai."
"Tentu saja pak kyai melakukan perbuatan dosa, sehingga
diperlakukan seperti ini. Pak kyai bersifat kikir dan tamak. Se­
orang kyai tak boleh kikir ataupun tamak."
Memang benar kyai itu dihukum disebabkan oleh perbuatannya
sendiri. Ia dihukum karena bersifat kikir dan tamak. Ia harus me­
mikul beban dengan sebatang bambu lengkap dengan daunnya.
Sepanjang jalan ia selalu berteriak meminta tolong, karena beban
yang sangat berat. Namun tak seorang pun yang menolongnya.
Tak seorang pun berani mencobanya, karena setiap orang ber-
tanggung jawab atas perbuatannya sendiri.

77

Setelah itu Rare Sigar m elanjutkan perjalanannya. la melihat
sebuah lapangan yang dipenuhi oleh raksasa. Raksasa-raksasa itu
m elotot ingin m enerkam nya. Rare Sigar mengambil dan me-
lemparkan gula kelapa ke arah mereka. Seketika lenyaplah ha-
sratnya un tu k makan Rare Sigar. Karena itu Rare Sigar dapat m e­
lanjutkan perjalanan. la beijalan terus. Lapangan demi lapangan
dengan berbagai penghuninya telalhdilalui. Berbagai pemandangan
telah disaksikan. Berbagai kesulitan telah diatasi,. Kini dilihatnya
sebatang pohon kayu yang berdaun keris.

"Astaga, ajaib benar pohon ini. D aunnya terdiri dari keris."
Setelah itu dilihatnya. seorang penipu. Ketika penipu itu lewat
di bawah pohon, ia ditancap oleh keris. Daun kayu itu tiba-tiba
berjatuhan.
"Tolonglah cepat. Cabut keris ini." Keris itu tak dapat dicabut.
Tetap tertancap di kepalanya.
"O, m aafkan, aku tak sanggup m encabutnya. Pasti kau ber-
dosa. Entah apa dosamu."
"Aku tak pernah melakukan perbuatan dosa. Ketika aku ber-
jalan, tiba-tiba keris ini m enancap di kepalaku."
"O, setiap manusia berdosa bila lewat di bawah pohon itu pasti
cfijatuhi oleh keris yang bergantungan itu. Aku tak sanggup m en­
cabutnya." Setelah itu Rare Sigar berjalan lagi. Sedang orang ber-
dosa itu terus menangis kesakitan. Demikianlah berbagai jenis ma-
nusia berdosa telah dijumpai oleh Rare Sigar. Selanjutnya Rare
Sigar m enjum pai lapangan yang penuh dengan ayam dan merpati.
Setelah itu ia bertemu dengan orang tua.
"Tolong antarlah aku ke sorga."
"Aku takut mengantarmu. Karena kau datang sebagai manusia
mentah. Tak ada manusia biasa diperbolehkan ke sorga."
"Tetapi aku bermaksud mencari bagian tubuhku. Lihatlah
bukankah aku ini bertubuh sebelah."
"Jika itu alasanmu pergilah. Masuklah sendiri. Mintalah ijin
kepada penjaga pintu itu."
Pertama-tama Rare Sigar berjum pa dengan sebuah titian yang
sangat goyah. Di bawahnya terdapat api yang menyala terus.
Dengan tenang Rare Sigar melewati titian itu. la bercakap-cakap
sesaat dengan penunggu api itu. Akhirnya tibalah Rare Sigar pada
pintu pertama. Kemudian bertanya:

"Siapakah yang menjaga pintu ini?"
"Aku," jawab malaikat yang ditanya.
"Tolonglah bukakan pintu ini."
"U ntuk apa. Kau ini tak boleh m asuk."
"Tapi aku harus mencari bagian tubuhku. T ubuhku ini tak
sempurna. Itulah sebabnya aku datang di tempat ini."

78

Tiba-tiba pintu terbuka sendiri. Tak seorang pun yang mem-
bukanya. Hai ini berarti bahwa Rare Sigar diperkenankan mema-
suki wilayah sorga. Pada pintu berikutnya Rare Sigar kembali
bertanya:

"S iap a k a h y a n g m e n ja g a p in tu ini ?"
"Aku," jawab malaikat yang ditanya. "Untuk apa kau ke
mari?"
"O, aku datang ke mari untuk meminta bagian tubuhku. Aku
ini m anusia tak sempurna. T u b u h k u sebelah," kata Rare Sigar.
Pintu ini pun terbuka dengan sendirinya. Demikian pulalah
dengan pintu yang berikutnya, hingga melewati pintu yang ke-
sembilan. Di sinilah Rare Sigar bertem u dengan Tuhan.
"O, kau datang. Heran aku."
"Benar ya, Tuhan."
"Baik. Tunggulah. Aku tahu maksudmu. Dahulu ayahmu itu
amat sombong dan takabur. Demikian juga ibumu. Pada suatu
hari aku mengutus Malaekat Anyar, untuk bertanya kepada orang
tuamu. la memang kutugaskan untuk bertanya-tanya di semua
tempat. Ketika ditanya dengan siapakah ia mem buat anak, ia men-
jaw ab bahwa ia m em buat anak seorang diri. Seandainya ada orang
lain lagi tentu akan dibunuhnya. Demikianlah jaw abnya. Itulah
sebabnya bagian dari tu b u h m u kutinggalkan di sini. Sekarang apa-
kah yang kau inginkan?"

"Hamba datang ke mari memang untuk memohon bagian tubuh
hamba, ya Tuhan, agar hamba menjadi sama dengan umat-Mu
yang lain."

"O, itukah keinginanmu? Aku tak boleh menolak permintaan
siapa saja." Nah, demikianlah karena Tuhan Maha Pengasih, apa
saja permintaan um atnya pasti dikabulkan. Demikian jugalah
p e rm o h o n a n Rare Sigar. Lalu Rare Sigar terjadilah seperti yang
diinginkan. Rare Sigar telah menjadi manusia yang sempurna
yang amat tampan. Permohonannya telah terkabul.

"Nah, sekarang pulanglah kamu."
"Baiklah Tuhanku, hamba mohon permisi."
Demikianlah Rare Sigar kini berada dalam perjalanan kembali
ke rumah orang tuanya. Semua pemandangan serta pengalaman
dalam perjalanan ini tidak berbeda dengan perjalanan yang lalu.
Semua manusia menderita, yang mengalami kesakitan, dijumpai
lagi dalam perjalanan ini. Segala macam pencuri dan m anusia
yang m em bunuh dengan racun, dijumpai juga dalam perjalanan
ini. Manusia yang meracun sesamanya kini dinantikan oleh korban-
nya untuk melakukan pembalasan. Perkelahian pun terjadi. Dan
si peracun m enderita kesakitan sebagaimana ia m enyakiti korban-
nya di atas dunia. Demikianlah mereka saling sakiti di sepanjang
jalan. Dan sang korban di atas dunia m enanti sepanjang jalan un-

79

tuk melakukan pembalasan.
Akhirnya Rare Sigar tiba kembali di rumah.
"Ibu," kata Rare Sigar memanggil. Sedang selama kepergian

Rare Sigar ibunya selalu tidur m enelungkup, karena sedih me-
ngenangkan nasib anaknya. Rare sigar sangat disayang walaupun
tidak sempurna. Setelah ia m endengar suara Rare Sigar barulah ia
terbangun.

"O, kauiah anakku. Kau telah kembali anakku. Kukira kau
bukan anakku. Rupanya telah berubah"

"Benar, ibu. Tuhan telah berkenan mengembalikan tubuhku
kem bali."

"Mula-mula kukira bukan kau yang datang. Itulah sebabnya
kudiam kan saja. Ketika kutatap wajahm u lain benar tam paknya
dahulu dan sekarang."

"Itu semua karena karunia Tuhan ibu."
"Apa sajakah yang kau jum pai dan lihat di alam sana anakku?
Coba ceritakan ibu!"
"Sepanjang jalan banyak benar godaan, ibu. Kasihan benar
aku menyaksikan manusia-manusia berdosa yang sedang mende-
rita siksa sepanjang jalan yang kulalui. Entah siapa yang menyik-
sa, ada yang diikat di pinggir jalan, ada yang digantung di pohon
kayu. Ada yang memikul beban yang amat berat. Sungguh kasihan
aku menyaksikannya, tetapi aku tak berani memberikan perto-
longan."
"Apa ketahui ketika mereka meminta bantuanmu?"
"O, itu bukan tugasku. Aku tak berani. Nanti aku dipersalah-
kan. Begitulah kataku ibu. Mereka semua menangis ibu."
"Nah, kalau demikian kau beruntung. Niatmu telah terpenuhi."
Kini diceritakan raja yang memerintah negeri, telah mendengar
tentang keberhasilan Rare Sigar naik ke sorga.
"C eritakanlah aku Rare Sigar. Kudengar dia telah pergi ke
sorga. Selama ini tak pernah aku m endengar orang pergi ke sorga.
Benar atau tidak ia telah berhasil pergi ke sorga? Carilah dia!"
Setelah itu Rare Sigar dipanggil oleh Patih kerajaan. Setelah tiba
di tem pat Rare Sigar, ia ditanya:

"Rare Sigar kabarnya kau telah pergi ke sorga?"
"B en ar."
"Jika benar kau diperintahkan oleh datu kita agar menghadap
sekarang juga ke istana."
"Untuk apakah hamba dipanggil?"
"N ah, nanti kau akan tahu setelah D a t u 2) m e n g a t a k a n n y a . "
"Baiklah paman patih. Jika Datu memerintahkan hamba, ten-
tulah hamba tak berani m enentangnya."

2) D atu = raja.

80

Setelah itu kembalilah Patih K erajaan, m enuju ke istana di-
susul oleh Rare Sigar. Setelah tiba Am aq Patih ditanya oleh raja.

"Berhasilkah kau bertemu dengan Rare Sigar?"
"Berhasil tuanku."
"Mana dia."
"Sebentar lagi tuanku. Dia masih di belakang. Tak lama kemu-
dian datanglah Rare Sigar.
"Sembah hamba tuanku."
"Baiklah. Sekarang aku bertanya padamu Rare Sigar."
"A m pun tuanku. Ham ba tak lagi bernam a Rare Sigar. Nama
hamba telah diganti oleh Tuhan menjadi Jaya Paesan."
"O, ja d i n a m a m u tidak lagi Rare Sigar ?"
"Benar tuanku. Sekarang hamba dipanggil Jaya Paesan."
"Baiklah. Bila benar kau telah berhasil naik ke sorga seperti
yang dikatakan orang banyak, sekarang kembalilah ke sana dan
mintakan aku emas. Bila kau tak mau, aku tak percaya, bahwa kau
telah berhasil naik ke sorga, sebab tidak ada bukti."

"Seperintah tuanku Datu. Bila hamba diperintahkan kembali
ke sorga, hamba akan lakukan."

"Nah, pergilah dengan segera, sekarang juga."
"Baiklah tuanku." Lalu Rare Sigar meninggalkan istana, m enuju
ke rumah. Dan memberitahukan kepada ibunya.
"Ibu, aku diperintahkan oleh Datu, agar kembali ke sorga.
Tak berani aku menolak perintah Datu."
"Bolehkah kau pergi lagi?"
"Boleh ibu."
"Baiklah jika demikian halnya. Akan ibu buatkan kau gula
kelapa serta ketupat bersegi sembilan." Dengan segera ibunya
m em buat gula kelapa dan ketupat bersegi sembilan, sembilan
buah, seperti ketika kepergiannya yang lalu. Setelah semuanya
selesai, berangkatlah Rare Sigar ke sorga. Dalam perjalanan ia
m enjum pai berbagai hal seperti perjalanannya yang lalu. Akhirnya
tibalah ia kembali di sorga.
"Lho, kau datang lagi Jaya Paesan."
"Benar ya Tuhan."
"Mengapa kau datang lagi?"
"Hamba diperintahkan oleh raja hamba, takut hamba menolak
perintahnya. Hamba diperintahkan untuk memohon emas, sebagai
bukti, bahwa ham ba telah pernah tiba di sorga. Bila ham ba gagal
hamba tak dapat membuktikan kebenaran hamba kepada raja,
sehingga raja tak akan mempercayai kalau hamba telah pernah
pergi ke sorga."

"Jika demikian baiklah. Ambillah mas yang kau perlukan."
Memang Tuhanku tak boleh menolak permohonan hambanya.

81

Apa saja yang dimohon pasti saja dilakukan, asalkan kita telah
dapat sampai di sorga.

Demikianlah Rare Sigar berhasil m em peroleh emas segumpal
serta dikaruni secupu Manik oleh Tuhan, untuk dipersembahkan
kepada raja. Dan ia diberitahu oleh Tuhan, bahwa cecupu manik
itu berisi seorang bidadari yang bernama Supraba.

Setelah m em peroleh anugerah dari Tuhan Rare Sigar diperintah
untuk pulang ke dunia. Maka kembalilah ia menuju Mayapada.
Dalam perjalanan pulang ia pun melihat dan menyaksikan peman-
dangan seperti sedia kala. Di samping itu ia melihat juga orang
berdosa karena m encuri sapi dan diamuk oleh sapi curiannya.
la pun berteriak m em inta tolong, tetapi Rare Sigar menolaknya.

"Tentu kau makhluk berdosa, mengapa kau diperlakukan se­
perti itu."

"O, kukira perbuatan itu tak ada akibatnya di akhirat."
"A khirnya diceriterakan Rare Sigar telah tiba di rumah dan
bertemu dengan ibunya.
"Ibu."
"O, kau telah kembali anakku."
"Sudah ibu."
"Berhasilkah kau menemui Tuhan?"
"Dapatkah emas seperti yang dikehendaki oleh Datu?"
"Dapat ibu."
"Syukurlah. Kalau berhasil cepatlah persembahkan kepada
Datu. Kita tak boleh menyalahi perintahnya, "kata ibunya.
"Baiklah ibu." Kemudian Rare Sigar berangkat menghadap
raja. Setelah tiba di istana, ia ditanya.
"Kau telah kembali Jaya Paesan?"
"Benar tuanku."
"Berhasilkah kau menjalankan perintahku?"
"Berhasil tuanku."
"Sungguh aku merasa heran. Amat banyak manusia di dunia,
tak seorang pun yang pernah pergi ke sorga. Aku sangat ingin
pergi ke sana. Dan apakah yang kau bawa itu?"
"Ini namanya Cecupu Manik tuanku."
"Marilah kulihat." Kemudian diperhatikan oleh raja.
"Cobalah buka." Kemudian Cecupu manik itu dibuka, tetapi
tak seorang pun yang berhasil membukanya.

"Cobalah kau yang membukanya," kata raja kepada Rare
Sigar. Tetapi Rare Sigar m enolak. Cecupu manik itu tetap tak
terbuka.

Kini diceriterakan lagi bahwa raja kembali m engem ukakan
keinginannya untuk pergi ke sorga.

"Aku bermaksud hendak pergi ke sorga. Sedang engkau ber-

82

hasil ke tempat itu, apalagi aku yang menjadi Datu di negeri
ini."

"Tentu saja tuanku akan dapat."
"Tetapi bagaimana caranya?"
"Mudah tuanku. Sekarang tuanku harus menyalakan unggun
api. Kemudian tuanku harus duduk di unggun yang m enyala itu.
Dalam sekejap tibalah tuanku di sorga."
"Dengan apakah syaratnya? Kalau demikian mudah benar."
"Benar tuanku."
"Baiklah akan kuperintahkan hulu balangku. Amaq Patih
perintahkanlah rakyat agar mencari kayu api sebanyak-banyak-
nya. Setiap orang satu pikul."
Demikianlah kayu telah terkumpul bertumpuk-tumpuk. Untuk
m enuju ke unggun api yang menyala nanti, m ereka m em buat
panggung untuk raja. Sebab tumpukan kayu sangat tinggi, tentu
saja menyala api akan tinggi pula. Tak akan dapat dicapai dari
bawah. Dan selanjutnya diceriterakan api mulai dinyalakan. Nya-
lanya amat tinggi. Tum pukan kayu itu melebihi dua ratus pikul.
"Sekarang aku ingin berangkat Jay a Paesan."
"Silakan tuanku. Berangkatlah." Mendengar kata-kata Rare
Sigar, raja m enuju ke panggung. Segera setelah tiba di panggung
ia m enerjunkan diri ke unggun yang sedang menyala itu. Tamatlah
riwayat raja di api itu. la meninggal dalam sekejap.
Setelah peristiwa itu pulanglah Rare Sigar. Di rum ah ia mem-
buka Cecupu Manik miliknya. Muncullah seorang bidadari, bida-
dari Supraba. Bidadari itu berkata:
"Nah m em ang engkaulah untungku. Itulah sebabnya kau di-
karuniai Cecupu Manik ini oleh Tuhan. Tak boleh orang lain m en­
jadi jodohku.
Akhirnya Jaya Paesan dijodohkan dengan Supraba oleh ibu­
nya. Nah, demikianlah adanya. Hingga dewasa ini di desa Karang
Bayan ditabukan sepasang suami istri, mandi bersama.—

83

9. RIWAYAT DATU PEJANGGIQ*)

Tersebutlah seorang raja yang bernama Datu Pejanggiq. la ter-
kenal sangat berani, bertampang gagah dan juga amat sakti. la
berkulit putih kuning, rambut bergelombang dan kumisnya yang
melintang m enambah kemantapannya sebagai seorang raja, yang
terkenal adii dan bijaksana. la juga sangat terkenal dengan kesak-
tiannya karena memiliki suatu benda keramat yang bernama Gu-
mala H ik m a t1-1 . Di samping itu D atu pejanggiq am at gem ar me-
mikat kerata, yaitu sejenis ayam hutan yang mempunyai suara
yang amat nyaring.

Datu Pejanggiq, mempunyai seorang permaisuri, yang bernama
Puteri Mas Dewi Kencana. Puteri itu adalah seorang puteri jelita
dari Raja Kentawang. Dan permaisuri itu ia memperoleh seorang
putra. Sifat dan perilaku dan tampaknya sama dengan Datu
Pejanggiq, sehingga dia pun sangat dikasihi oleh m asyarakat, di
samping oleh ayahanda dan ibunya sendiri.

Pada suatu ketika Datu Pejanggiq berangkat ke hutan Lengku-
kun untuk menangkap burung kerata. la diiring oleh patih Batu
Bangka. Tiba-tiba h u ja n pun tu ru n dengan lebatnya disertai sa-
bungan kilat dan sambaran petir. Datu Pejanggiq hanya bernaung
di bawah sebatang pohon. Pakaiannya menjadi basah kuyup dan
mereka pun menggigil kedinginan. Dengan keadaan yang demi-
kian Datu Pejanggiq menyuruh Demung Batubangka untuk me-
lihat keadaan sekitar, kalau-kalau di tempat itu ada rumah tempat
berteduh.

Demung Batubangka berangkat meneliti daerah sekitarnya.
Dan akhirnya di suatu tempat yang tidak jauh ia menemukan
sebuah gubuk b e rp e n g h u n i dan dijaga oleh seorang lelaki j a b u t 2)
la pun segera melaporkan kepada Datu Pejanggiq bahwa tidak
jauh dari tem pat berteduh itu terdapat sebuah rumah yang dijaga
oleh lelaki jabut. Datu Pejanggiq m enyuruh Batu Bangka m em inta
ijin untuk berteduh. Dengan segala keikhlasan lelaki jab u t itu

*) D itejem ahkan dari ceritera rakyat dialek M eno-M ene.
1) G u m a la H ik m a t = b e n d a a ja ib y a n g d a p a t m e m b e rik a n a p a saja y a n g d im in ta i.
2) Jab u t = badannya berbulu lebat.

84

mempersilakan mereka, lebih-lebih setelah diketahui yang ber-
teduh itu adalah Datu Pejanggiq yang m emang terkenal di mana-
mana. Setelah mendengar kesediaan lelaki jab u t itu untuk mene-
rimanya, Datu Pejanggiq berangkat diiringi oleh Demung Batu-
bangka dengan pakaian yang basah kuyup. Setiba di rumah itu
lelaki jabut itu pun menerima dengan segala kehormatan. la mem-
persilakan m e re k a d u d u k di sebuah s e k e p a t3), m e n g h a d a p ke arah
barat laut, sambi bersan'dar pada tiang sebelah tenggara.

Tak lama kemudian hujan pun reda, angin masih berembus
dengan keras. Dan hembusan angin itu telah membantu memper-
cepat keringnya pakaian Datu Pejanggiq. Tiba-tiba ketika mereka
sedang duduk bertiga Datu Pejanggiq melihat seberkas sinar yang
gemerlapan. Sinar itu datang dari arah barat daya. Datu Pejanggiq
sangat heran. Cahaya apa gerangan yang gemerlapan itu. Terlin-
tas dalam hati Datu Pejanggiq, bahwa rumah tempat mereka ber-
ada itu bukanlah rumah sembarang orang.

Memang pemilik rumah itu adalah seorang raja jin yang mem-
punyai seorang putri cantik rupawan. Ketika itu ia sedang mandi
di suatu telaga dalam tam an, diiringi oleh dayang-dayang dan
inang pengasuhnya. Cahaya yang gemerlapan yang terlihat oleh
Datu Pejanggiq adalah cahaya yang datang dari putri jin itu karena
letak telaga itu searah dengan arah duduk Datu Pejanggiq. Pada
saat itu Sang Putri pun merasakan hai yang sama. Terasa olehnya
suatu cahaya datang dari arah tenggara. Karena itu putri jin itu
segera berhenti mandi dan berkemas pulang. Setiba di rumah
pandangannya bertemu dengan pandangan Datu Pejanggiq yang
mengakibatkan keduanya jatuh pingsan.

Melihat peristiwa yang serba tiba-tiba ini lelaki ja b u t itu pun
tak bisa berbuat apa kecuali mundar-mandir tak tentu tujuan.
Begitu juga Demung Batubangka sangat gelisah melihat peristiwa
luar biasa ini. N am un ia tidak kehilangan akal. la berusaha m em ­
buat agar Datu Pejanggiq sadar dari pingsannya dengan jalan me-
mercikkan air pada mukanya. Setelah Datu Pejanggiq sadar kemu-
dian lelaki itu pun berbuat sama kepada putrinya. Setelah kedua
nya sadar, keduanya kembali bertatapan mata. Datu Pejanggiq
segera menghampiri putri dan berkata:

"D uhai gadis jelita, sungguh pertem u an yang tak diduga ini
telah m em buat diriku tak bisa berbuat sesuatu, kecuali untuk me-
nyerahkan diri pada dirimu. Dapat kiranya kau menerimaku'
sebagai suami."

Demikianlah kata Datu Pejanggiq seraya ingin membelai tubuh
putri jin itu. Tetapi putri itu menolak dengan sopan santun sambil
berkata :

3) Sekepat = bangunan kecil bertiang em pat dan berfungsi untuk tem pat duduk-duduk.

85

"Wahai pemuda tampan, daku berharap agar tuan sadar dan
sabar dahulu. Daku belum tahu pasti siapa gerangan tuan ini,
dan mana tuan datang, hendak ke mana, dan siapa gerangan nama
tuan, jelaskan semua itu kepadaku."

Mendengar itu sadarlah Datu Pejanggiq bahwa dirinya telah
hampir bertindak ceroboh.

"Kiranya tata caraku kurang berkenan di hatimu, hendaklah
dimaafkan. Tetapi yakinlah bahwa tindakan itu semata-mata
terdorong oleh suatu perasaan yang sulit dilukiskan. Aku telah
jatuh hati kepadamu. Karena itu satu permintaanku kepadamu,
yaitu bersediakah hendaknya kau berumah tangga denganku."

Saat itu kembali Datu Pejanggiq kehilangan keseimbangan.
tangannya terangkat untuk membelai sang putri. Tetapi dengan
spontan namun penuh horm at, belaian itu dielakkan.

"Tuan muda yang tampan. Kuharap jangan tuan berlaku meli-
wati batas. Keinginan tuan tentu saja akan aku pikirkan, asalkan
tuan katakan dulu siapa tuan, dari mana dan hendak ke mana."

Karena itu Datu Pejanggiq berceritera panjang lebar tentang
dirinya, asal-usulnya serta tujuannya, hingga terdam par di rum ah
itu. Sebagaimana halnya Datu Pejanggiq, sang putri pun sejak pan-
dangan pertama telah dihinggapi perasaan aneh dan simpati serta
cinta kepada Datu Pejanggiq. Tetapi ia mampu mengendalikan
perasaannya sendiri.

Demikianlah setelah Datu Pejanggiq cukup lama m em bujuk
dan m erayunya, sang putri pun bersedia untuk diperistri oleh
Datu Pejanggiq dengan satu syarat. Dengan disaksikan oleh De-
mung Batubangka dan ayahnya putri jin itu mengajukan syarat,
hendaknya Datu Pejanggiq bisa menjadikan Hutan Lengkukun
itu menjadi suatu kerajaan tanah yang subur, berpenduduk cukup
dan sehat dengan sebuah istana yang lengkap dengan perabotnya.

Setelah mendengar syarat yang diajukan oleh putri jin itu,
maka Datu Pejanggiq pun m enyanggupi kem udian minta diri dan
langsung menuju ke suatu tempat yang bernama Tibu Mong,
diikuti oleh Demung Batubangka. Di tempat itu Datu Pejanggiq
m em buka Gumala Himatnya, sambil mem inta agar apa yang di-
minta oleh sang putri dapat terkabul. Setelah Datu Pejanggiq
selesai m engucapkan perm intaannya, maka Demung Batubangka
langsung ke puncak Tibu Mong untuk melihat apa yang terjadi
dengan permintaan Datu Pejanggiq.

Dengan jelas terlihat oleh Demung Batubangka, bahwa apa
yang dikehendaki oleh putri jin itu telah terjadi. Ia melihat sebuah
kerajaan yang aman, m akm ur, lengkap dengan rakyat serta ista-
nanya, telah berdiri di hutan Lengkukun, walaupun hal itu dirasa-
kan oleh Demung Batubangka bagaikan di alam mimpi.

86

Segera setelah harapan Datu Pejanggiq menjadi kenyataan,
maka ia pun m enuju kembali menemui putri jin itu dan kemudian
melangsungkan perkawinan. Perkawinan itu memberikan kebaha-
giaan kepada mereka. Mereka hidup dalam suasana kasih menga-
sihi. Tiada berapa lama antaranya putri jin itu pun hamil. Tetapi
setelah kandungan berumur tiga bulan Datu Pejanggiq merasa
perlu untuk kembali ke kerajaan yang lama ditinggalkannya.
Putri jin itu pun tidak berkeberatan atas kehendak Datu Pejanggiq,
karena ia sadar bahwa suaminya m em punyai tugas lain yang lebih
besar.

Demikianlah sebelum berpisah, Datu Pejanggiq meninggalkan
pesan kepada putri jin itu.

"Kelak.bila kau melahirkan seorang putra, berikanlah Leang4
dan cincin ini," kata Datu Pejanggiq serta memberikan kedua jenis
benda itu kepada permaisurinya.

"Sebaliknya bila kelak kau melahirkan seorang putri, maka
wewenangmulah untuk memberikan nama dan m engurusnya."
Setelah itu Datu Pejanggiq melangkahkan kaki, diikuti oleh doa
restu dan ditemani hingga gerbang istana.

Demikianlah beberapa bulan kemudian, putri jin itu melahir-
kan seorang putra, yang amat tampan. Atas berkat Tuhan, putra
itu dapat berbicara semenjak dilahirkan. Karena itu putri jin itu
segera memberikan leang dan cincin pemberian Datu Pejanggiq
kepada putranya. Segera setelah ibunya memberikan kedua benda
itu ia m enanyakan di mana tem pat ayahnya saat ini. Oleh karena
itu ibunya pun memberikan penjelasan yang sebenarnya. Men-
dengar penjelasan itu putranya m em ohon ijin untuk mencari
ayahnya di Pejanggiq. Segera setelah diijinkan ia pun berangkat
m enuju Pejanggiq. Tetapi setiba di Pejanggiq ia m endapat ke-
terangan bahwa Datu Pejanggiq sedang berada di JSumbawa untuk
menghadiri suatu pesta. Oleh karena itu dengan segera ia pun me-
nyusul ke Sumbawa. Setiba di negeri itu ia m enanyakan tem pat
penyelenggaraan pesta. la pun diantar oleh orang banyak ke tem ­
pat yang dituju. Setelah itu seseorang mengkhabarkan kepada
Datu Pejanggiq, bahwa seorang anak yang mengaku putranya
datang untuk menemuinya. Dengan tenang Datu Pejanggiq menyu­
ruh memasuki ruangan pesta. Melihat kedatangan anak tersebut
Datu Pejanggiq tak dapat menyangkalnya, karena anak tersebut
memakai leang dan cincin yang telah diberikannya dahulu.

Setelah duduk sesaat, hidangan pun mulai disuguhkan. Putra
Datu Pejanggiq sungguh luar biasa. Berapa banyaknya hidangan
yang disuguhkan, semua dilalap habis. Demikian punketika tam-

4) Leang = semacam kelengkapan pakaian adat Sasak.

87

bahan dihidangkan, disuguhkan berulang-ulang, semuanya disikat
habis.

Melihat hal itu, Datu Pejanggiq merasa sangat malu. Karena
itu dengan diam-diam ia meninggalkan ruang pesta. Kemudian
dengan melalui negeri Pejanggiq ia menuju ke Ujung Pandang.
Di ujung Pandang ia m enuju ke tem pat salah seorang saudara
kandungnya. Kepergian Datu Pejanggiq tak diketahui oleh siapa
pun juga. Setelah lama Datu Pejanggiq tak tampak barulah orang
bertanya-tanya. Putranya pun menjadi gelisah kemudian minta
diri untuk mencari ayahnya.

Diceriterakan bahwa salah seorang dari putra Datu Pejanggiq
yang lain berangkat mencarinya ke Ujung Pandang. Di sana ber-
temulah mereka. Setelah berjum pa, putranya itu m em ohon agar
Datu Pejanggiq kembali ke negerinya, karena semenjak ditinggal-
kan, negeri ditimpa bencana, tanah menjadi kering, padi rusak
dan air minum sulit didapat. Mendengar hal itu saudara Datu Pe­
janggiq pun mendesak agar Datu Pejanggiq berkenan kembali ke
negerinya.

Benarlah, setelah Datu Pejanggiq kembali, ia menjadi sangat
ierkejut, karena apa yang dikatakan putranya benar semuanya.
Karena itu Datu Pejanggiq pergi ke suatu tempat yang bernama
K em aliq T o r o 5). Di te m p a t itulah D atu Pejanggiq b erdoa dengan
doa I s t i k o q 6). Tiada bera pa lama a n ta ra n y a h u ja n pun tu ru n se-
lama tujuh hari tujuh malam. Di Kemaliq itu Datu Pejanggiq
memerintahkan untuk meletakkan- sebuah batu besar. Demikian
jugalah yang dilakukan di Pakulan, setelah doanya terkabul
dan hujan turun dengan lebat selama tujuh hari tujuh malam.

Setelah kedua peristiwa itu Datu Pejanggiq berpesan, bila kelak
terjadi tanaman padi rusak karena penyakit, hendaknyalah dicari-
kan air penawar di kedua tem pat tadi. Atas karunia Tuhan tanam ­
an akan baik kembali.

Demikianlah setelah memberikan tanda di Pakulan, Datu Pe­
janggiq langsung menuju Seriwa, diikuti oleh empat puluh empat
pengiring. Setiba di tempat itu Datu Pejanggiq berkata:

"Sekarang telah tiba saatnya kita akan berpisah. Janganlah ka­
lian m encariku. Biarlah aku' yang m encarim u." M endengar kata-
kata itu segera pengiring-pengiring itu menangis semuanya sambil
m enutup mata. Tiba-tiba setelah tangis mereka reda dan mata
mereka buka kembali, Datu Pejanggiq telah sirna. Mereka hanya
menemukan bekas ujung tongkat Datu Pejanggiq yang menyerupai
sumur. Setelah itu para pengiring yang berjumlah empat puluh
empat orang itu kembali ke Pejanggiq dan menyampaikan berita

5) K em aliq = suatu tem p at keram at m asy arak at Sasak tradisional.
6) Doa Istikoq = doa untuk m em ohon hujan.

88

tentang peristiwa yang dialami baik kepada keluarga Datu Pe­
janggiq maupun kepada rakyat kebanyakan. demlikianlah selan­
ju tn y a air sumur itu dipergunakan untuk mengobati berbagai
jenis penyakit padi.

«

89

10. GAOS A BDUL RAZAK*)

Tersebutlah sebuah ceritera yang berasal dari orang-orang tua
desa Sekar Bela. D iceriterakan dua orang Wali yang berasal dari
Kalimantan berlayar menuju pulau Lombok. Mereka menumpang
perahu Banjar. Setiba di tengah laut perahu itu diserang badai
dan gelombang yang amat dahsyat. Akhirnya perahu itu pecah dan
hancur berkeping-keping. Tiba-tiba sekeping pecahan itu berubah
m enjadi batu. Dengan kepingan itulah k ed ua Wali itu m e lanjut-
kan perjalanan menuju daratan Lombok. Akhirnya mendarat
di sebuah pantai. Itulah sebabnya hingga kini pentai dan desa
di sekitarnya dinamai Batu Layar.

Setelah naik ke darat Gaos Abdul Razak dan adiknya yang ber­
nama Gaos Abdul Rakhman menuju ke sebuah kampung. Setelah
tiba mereka mengumpulkan seluruh penduduk kemudian berkata:

"A ku ini bernam a Said Tohri yang biasa dijuluki Gaos Abdul
Razak dan adikku bernama Gaos Abdul Rakhman." Kemudian
kedua berdaudara itu berpisah. Dan Gaos Abdul Razak akhirnya
tiba di desa Perampuan. Di sana ia bertanya kepada seseorang.

"Di manakah terdapat sebuah desa besar di daerah ini?"
"O, di sini tak terdapat desa besar. Penduduk terpencar satu-
satu di berbagai tem pat, karena pulau ini baru saja dihuni orang."
Lam a kelam aan k e m u k jiz a ta n Wali ini didengar oleh Anak
Agung Wira Wangsa yang m em erintah di Kebun Kongoq. Karena
itu raja mengadakan pesta dan memerintahkan untuk meng-
undang Gaos Abdul Razak.
"Hai rakyatku, undanglah Gaos Abdul Razak. Carilah di mana
saja dia berada."
Kemudian berangkatlah dua orang utusan untuk memenuhi
perintah raja. Dari Kebon Kongoq mereka menuju Batur Ujung
Pagutan. Di sana m erek a m elih at ulam a itu sedang m in u m tu a k 1)
Terpaksa kedua utusan itu menunggu. Akibatnya raja menanti
terlalu lama. Karena itu ia m e n gu tu s dua orang lagi.

*) G aos Abdul R azak = nam a orang. C eritera ini d iterjem ahkan dari ceritera R akyat
bebahasa Sasak dialek N geno-Ngene.

1) T u a k = air e n a u , y a n g su d ah diisi ragi, sejenis m in u m a n k e ra s.

90

"Nah, berangkatlah kamu berdua untuk mengundang Gaos
Abdul Razak."

Setelah kedua utusan itu berangkat akhirnya tiba di desa Pa-
gesangan. Di sini m ereka melihat Gaos Abdul Razak sedang
m enyabung ayam. Setelah itu dua utusan lain m enuju kam pung
Saren. Di sini mereka melihat Gaos Abdul Razak sedang duduk
di rum ah penduduk. la sedang berbicara dengan orang-orang
Bali yang sudah lanjut usia. Sedang dua utusan lainnya melihat
Gaos Abdul Razak sedang bersembahyang di sebuah mesjid yang
sekarang bernama Mesjid Sekar Bela Timba Bengaq.

Setelah utusan itu kembali berkatalah utusan pertama.
"Daulat tuanku Anak Agung, rakyat Tuanku Wali itu ham ba
jumpai sedang minum tuak."
"Hamba m enjum painya ia sedang menyabung ayam." kata
utusan berikutnya.
"la sedang duduk di kam pung Bali T uanku," kata utusan ber-
ikutnya.
"la sedang bersembahyang, itulah sebabnya hamba lama me-
nunggu," kata dua utusan yang terakhir. Mendengar laporan
utusan yang berbeda-beda itu raja menjadi heran. Karena itu raja
berkata kepada rakyatnya.
"Hai rak yatku , jik a demikian, ulam a ini amat berbahaya. la
dapat m eruntuhkan kerajaanku. Sekarang carilah akal untuk mem-
bunuh manusia itu."
Setelah itu terdapatlah sekelompok masyarakat dari sebuah
kampung yang bersedia untuk membunuh Gaos Abdul Razak.
Setelah mupakat mereka merencanakan daya upaya untuk mele-
nyapkan ulama itu. Tentang hal itu Gaos Abdul Razak merasakan
suatu firasat. Tetapi ia tetap diam. Dan setelah kelompok orang-
orang itu berkumpul, maka Gaos Abdul Razak dipanggil oleh
seorang muridnya yang paling utama. Ketika ia sedang berjalan
memenuhi panggilan itu tiba-tiba ia disergap, kemudian diikat
dan akhirnya dibunuh. Segera setelah peristiwa itu berlangsung
seseorang berangkat melaporkan peristiwa itu ke Sekar Bela Tim-
ba Bengaq.

"Bapak-bapak dan saudara-saudaraku sekalian, guru kita Gaos
Abdul Razak telah dibunuh oleh orang banyak."

Mendengar itu pasukan dari Sekar Bela Timba Bengaq segera
berangkat untuk m enuntut balas atas kematian gurunya. Tetapi
jenazah Gaos Abdul Razak tidak ditemukan. Namun banyak
yang menceriterakan bahwa meninggalnya Gaos Abdul Razak ada­
lah dengan cara dipenggal. Itulah sebabnya mengapa kuburnya
dinam ai K u b u r O ta k - O ta k 2).

2) O tak berarti kepala.

91

Setelah kejadian tersebut orang-orang tua melaporkan semua
peristiwa itu kepada I Gusti K etut Gosha. Setelah tiba di Pura
berkatalah mereka.

"Daulat Tuanku. Ulama Gaos Abdul Razak telah dibunuh oleh
orang-orang kampung. la dikeroyok beramai-ramai."

"Kalau demikian langkah apa yang kamu akan lakukan?"
"Belum tahu Tuanku. Hamba harap agar Tuanku datang sendiri
m elih atn y a."
"Mendengar itu Gusti Ketut Gosha segera berangkat, menuju
Sekar Bela. Menjelang lima belas m eter akan tiba di kuburan
Otak-Otak tiba-tiba Gusti Ketut Gosa terjatuh.
"R akyatku sekalian. Telah kerap kali aku datang di tempat
ini, tak pernah aku mengalami pengalaman seperti ini. Apakah
kira-kira sebabnya?"
"Daulat Tuanku, barangkali firasat dari Gaos Abdul Razak."
"Nah, barangkali memang demikian. Baiklah aku akan segera
kembali. Semua akan dilaporkan kepada Anak Agung Ketut
Jelantik. Akan kuminta agar Anak Agung berkenan datang ke
mari. Karena itu persiapkanlah dirimu untuk menyongsong keda-
tangan Anak-Agung."
Lalu Gusti Ketut Gosha segera kembali ke Mataram untuk me-
nemui Anak Agung Ketut Jelantik. Setelah tiba ia melaporkan
kejadian dengan segera.
"Daulat Tuanku. Rakyat Tuanku Gaos Abdul Razak, ulama itu,
telah dibunuh oleh penduduk desa sebelah barat."
"Mengapa ia dibunuh?"

"Semua itu belum jelas bagi rakyat Tuanku semuanya. Cobalah
Tuanku sendiri mengusut mereka."

Mendengar itu berangkatlah Anak Agung Ketut Jelantik menuju
Sekar Bela. Setiba di Pagesangan ia beristirahat sesaat, kemudian
melanjutkan perjalanan menuju ke arah barat, menuju Sekar
Bela. Setelah berada di sekitar lima belas meter dari kubur Otak-
Otak, raja pun terjatuh bersama dengan tiga pengiring serta kuda-
nya.

"Aneh, mengapa hai ini bisa terjadi?"
"Daulat Tuanku, barangkali sebab m akam ulama ini Tuanku."
M endengar itu raja terdiam lalu terus masuk ke kam pung Sekar
Bela.
"Siapakah yang membunuh ulama itu, hai rakyatku?"
"Hamba kurang tahu Tuanku. Hanya sepengetahuan hamba
pada saat itu salah seorang muridnya yang paling utama datang
memanggil."
"Siapakah nama murid itu?"
"Loq Kutiah Tuanku. Hanya dialah yang harus Tuanku usut
agar semuanya menjadi jelas." Semua orang yang berasal dari

92

kampung pem bunuh itu diperintahkan oleh Gusti Ketut Gosha
untuk mencari Amaq Kutiah. Setelah Amaq Kutiah menghadap
lalu-ditanya.

"Apa latar belakangnya sehingga ulama ini harus dibunuh?"
"Ampun Tuanku, hanya hamba diminta untuk memanggilnya.
Hamba tak tahu sama sekali rencana mereka untuk membunuh-
nya. Hamba tak tahu sama sekali perm upakatan mereka."
"Siapakah yang langsung m em bunuhnya?"
"Kata orang hamba tuanku dari timur."
"Carilah dia."
Setelah tiba, pem bunuh utama itu ditanya.
"Mengapa kau bunuh ulama itu? Bukankah dia guru dan pim-
pinanmu bersama? Kau menjadi melek tak lain hanyalah karena
dia. Kau bisa tahu agama Islam dan pelajaran-pelajaran yang ber-
m anfaat hanyalah karena dia. Bukankah tak pernah kau diajar
untuk berbuat jelek? Mengapa dia kamu bunuh?"
"B enar T uanku. H am ba adalah m uridnya. Mereka yang di
sebelah barat adalah m uridnya. D emikian juga m ereka yang di
sebelah timur, utara maupun selatan. Semuanya adalah murid­
nya. Tetapi hamba muridnya yang di sebelah barat selalu dianak
tirikan. Itulah sebabnya hamba merasa sangat dongkol."
"Bukankah tak mungkin semua itu dibangun sekaligus?"
"Jika demikian halnya, seharusnya ia memberitahukan. hal
itu kepada kami. Mengapa ia tak mengatakan misalnya ia yang
kubuatkan lebih dahulu, nanti kamu kemudian, tetapi tetaplah
berkumpul untuk melakukan ibadat."

"Nah sekarang rakyatku, apakah yang kau kehendaki?"
"Hamba hanya inginkan keadilan,"
"Kalau demikian kau katakan, barang siapa yang m em bunuh­
nya berhak untuk dibunuh."
"Tunggu dulu Tuanku," kata Gusti Ketut Gosha.

"Siapakah yang memerintahkan kamu untuk membunuhnya?
Apakah kesalahannya? Dan apakah sebabnya?"

"Ampun Tuanku. Menurut kata yang memerintahkan hamba
untuk m em bunuh, adalah Anak Agung Triwangsa. Dan beliau
akan m em buatkan kami mesjid yang besar. Nah, demikianlah Tu­
anku. "

Setelah itu semua yang bersalah semua dihukum mati. Selama
itu rakyat selalu siap sedia dengan persenjataan. Gusti Ketut
Gosha selalu mengamati gerak-gerik mereka, baik siang maupun
malam. Melihat keadaan yang gawat itu Gusti Ketut Gosha berang­
kat ke Mataram. Semua hulubalang yang berasal dari Sekar Bela
Timba Bengaq dikum pulkan di Mataram untuk mencegah keka-
cauan, sambil menanti keadaan aman kembali.

93

"Nah, kamu semua akan kupindahkan ke kampung Punia,
karena di tem patm u, kalian selalu bercekcok dengan m asyarakat
kanrpung tetanggamu, sampai keadaan tenang kembali dan kamu
tak lagi saling m endendam ."

Setelah mereka berada tujuh hari di Punia, tiba-tiba muncul
suatu keajaiban. Sebuah m ata air muncul dengan ledakan yang
dahsyat. Pada suatu hari raja bertanya:

"Mengapa rakyatku yang baru di Punia itu tak pernah mengha­
dap? Apakah sebabnya? Barangkali banyak di antara mereka yang
sakit atau karena sebab-sebab lainnya?"

Karena itu raja mengutus Gusti Ketut Gosha untuk melihat
keadaan mereka.

"Cobalah kau lihat bagaimana keadaan rakyatku yang berada
di Punia itu. Apakah banyak di antara m ereka yang sakit atau
karena sebab-sebab yang lain." Mendengar itu Gusti Gosha berang­
kat ke Punia. Setelah tiba di tempat itu Gusti Ketut Gosha me-
nyaksikan rakyat sedang bekeija m enyem purnakan sebuah mata
air. Mereka bekerja semua.

"Astaga kau semua pada bekerja sehingga tak pernah mengha­
dap ke istana."

"Benar Tuanku. Kebetulan di sini terdapat mata air baru yang
.dapat kami m anfaatkan sebagai tem pat mengambil uduq maupun
mandi." Melihat kenyataan itu Ketut Gosha menjadi sangat he-
ran, karena pada desa di atasnya hujan tak pernah dan lagi pula
air berada jauh.

"Dari m anakah asalnya air ini? Mengapa mata air bisa besar?
Cocok benar di sini didirikan istana, karena di sini air melimpah
ruah. Nah, hentikanlah dahulu pekerjaanmu. Jangan dilanjutkan
menggarapnya. Aku akan sampaikan kabar ini kepada Anak
Agung."

Setelah itu Gusti Ketut Gosha meninggalkan Punia menuju Ma-
taram. Setelah tiba di Keraton ia menghadap raja.

"Daulat Tuanku, layak benar rakyat Tuanku tak pernah meng­
hadap, karena mereka sedang sibuk m enyem purnakan sebuah mata
air baru yang amat besar." Demikianlah hatur Gusti K etut Gosha.

"Jika demikian halnya baiklah aku akan datang melihatnya."
Setiba di tempat yang dituju Anak Agung bersabda:
"Nah, telah lama kamu berada di tem pat ini. Sekarang aku
berniat membangun istana. Sedang kamu akan kukembalikan ke
Sekar Bela. Perbesarlah kem am puanm u di sana."
Mereka diberi bekal berupa uang, beras, ayam, kerbau, seraya
berkata:
"Pergunakanlah ini untuk sangu m em buat perum ahan."
Setelah seminggu mereka m embuat perumahan baru, muncul
lagi sebuah mata air dengan ledakan dahsyat seperti yang ter-

94

jadi di Punia. Bersamaan dengan itu mata air yang ada di Punia
tiba-tiba menjadi kering. Melihat kenyataan itu Gusti Ketut Gosha
menghadap kepada Anak Agung dan memberi laporan.

"Daulat Tuanku Anak Agung, aneh benar. Mata air yang di Pu
nia semakin surut dan tiba-tiba kering. Sebaiknya tuanku pergi
meninjau ke Sekar Bela untuk menyaksikan keadaan rakyat tu­
anku di sana."

Setelah itu Gusti Ketut Gosha berangkat m enuju Sekar Bela.
Setelah tiba langsung masuk ke dalam kampung. Di sana ia me-
nyaksikan rakyat yang sedang m enyempurnakan sebuah mata
air baru.

"Heran benar aku. Ketika aku meninjau di Punia kujumpai me-
reka sedang giat m en y e m p u rn a k a n sebuah m ata air. Di sini juga
demikian. Sungguh mengherankan. Ini semua memang rezekimu.
Kalian sangat beruntung. Teruskanlah pekerjaan hingga selesai.
Sekarang aku akan berdatang sembah kepada Anak Agung, agar
kau terus diperkenankan menetap di tem pat ini."

Kemudian Gusti Ketut Gosha berangkat menuju Mataram,
dan menghadap Anak Agung.

"Daulat T uanku, pantas m ata air yang di Punia m enjadi kering.
Karena di Sekar Bela muncul sebuah mata air baru."

"Nah itu memang rezeki mereka."
Pada hari Jumat berikutnya, berangkatlah Anak Agung menuju
Sekar Bela. Setiba di tem pat itu Anak Agung berkata:
"N ah te m p a t ini akan k u n a m a i, Sekar Bela T im ba B e n g a q 3)
karena aku heran m elihat keajaiban m ata air ini. Ke m ana saja ka­
lian pergi, ke sanalah mata air ini m enuju. Itulah yang sangat
mengherankan aku. Memang kamu m endapat rakhm at yang be-
sar."

Sesudah itu b erkatalah Gusti K etu t Gosha lagi:
"Daulat Tuanku sebaiknya kubur Otak-Otak dipindah agar tak
lagi m enim bulkan kecelakaan pada rakyat yang selalu lalu-lalang
di tem pat itu. Di tem pat itulah mereka selalu terjatuh. Sebaiknya
kubur itu kita bongkar." Setelah itu kubur Otak-Otak dibongkar
oleh masyarakat di bawah pimpinan Gusti Ketut Gosha. Setelah
penggalian itu cukup dalam, ketika mereka mengorek-ngorek ta-
nah, tiba-tiba terlihat sebatang anak pohon pisang di dalam liang
lahat. Itulah keajaibannya. Dengan jelas yang dikuburkan di sini
adalah penggelan Gaos Abdul Razak, tetapiyang tampak sekarang
adalah sebatang anak pisang.

"Nah, sebaiknya pohon pisang ini ditanam di tepi pantai."
Ketika m ereka tiba di dekat pantai bagaikan ditakdirkan seekor

3) Sekar Bela = nam a kam p u n g .T im b a = kolam . Bengaq = m engherankan.

95

buaya muncul dari sebuah m uara sungai, dan m enuju ke sebuah lu-
bang. Di lubang itulah akhirnya pisang itu ditanam. Itulah sebab­
nya m a ka m itu dinam ai M akam L oang B a l o q 4). Setelah pem in-
dahan makam itu selesai Anak Agung m enuju ke kam pung Sekar
Bela.

"Hai rakyatku sekalian, bagaimana pendapatmu tentang guru-
mu yang telah dibunuh itu? Tidakkah kalian merasa kecewa atau
lain-lain?"

"Sudah jelas bahwa kami sangat kecewa dan jengkel serta mera­
sa malu tentang penyiksaan dan pem bunuhan itu. Tetapi walau-
pun demikian konon mereka hanya menjalankan perintah. Otak-
nya adalah raja Sengkongo, yang bernama Anak Agung Triwang-
saitu."

"Nah, kalau demikian kamu bermaksud untuk membalas atau
tidak? Atau apakah kamu bermaksud m emberontak kepadanya,
terserah kamu sekalian."

"Menurut keinginan kami, hai itu kami serahkan kepada kebi-
jaksanaan Tuanku. Apapun keputusan Tuanku kami akan meng-
ikuti semuanya. Semua penderitaan kami Tuanku telah mak-
kimi."

"Nah, jika demikian p endapat kalian, e, Gusti K etut Gosha
berangkatlah kau ke kam pung Mumbul. Setiba di sana perintah-
kanlah sebanyak duapuluh dua orang dari warga Dewa yang ada
di sana. Suruh m ereka segera berkum pul di sini dan segera berang-
kat."

Setelah Gusti Ketut Gosha tiba, ia segera melaksanakan apa
yang diperintahkan dan pengumpulan mereka di Banjar Penatar-
an. Setelah m ereka berkum pul semua, berangkatlah m ereka m en u ­
ju Sekar Bela. Di kam pung ini telah m enanti dua puluh dua orang
hulubalang Sekar Bela. Dari sana mereka berangkat m enuju Seng-
kongo untuk melakukan serangan.

Dengan singkat diceriterakan setelah mereka menyeberangi
Sungai Babak, mereka bersorak dengan gegap gempita dan lang-
sung melakukan serangan ke Puri Sengkongo. Karena serangan
mendadak itu Anak Agung menjadi kelabakan dan segera m em be­
rikan perintah perlawanan. Namun walaupun demikian serangan
empat puluh empat itu tak dapat ditahan. Hulubalang Sengko-
ngo kepanikan. Mereka berlari tak menentu dengan tujuan yang
tak jelas. Bahkan akhirnya raja Sengkongo turut berlari. Namun
ke m ana saja ia melarikan diri terus dikejar tak henti-hentinya.
la selalu terdesak. Setelah tiba pada suatu tem pat ia dapat berta-
han. Itulah sebab ny a te m p a t itu dinamai T a k e r 5). Setelah berta-
han sejeriak ia kembali melarikan diri. Nam un dikejar terus oleh

• 4) Loang = lubang. Baloq = buaya.

96

pasukan penyerang itu. Dan pada suatu tempat ia terjatuh ber-
ulang kali sehingga m enderita luka di kulit yang amat parah.
Itulah sebabnya te m p a t itu dinam ai B a b a k a n 6). Dari te m p a t ini
ia dapat melarikan diri kembali. Namun pengejaran masih terus
dilakukan hingga pada suatu tempat ia menghilang dengan tidak
diketahui ke mana perginya. Itulah sebabnya tempat itu dina­
mai Karang Siluman Setelah ia tampak kembali, pengejaran di­
lakukan lagi. la melarikan diri ke arah barat. Pada suatu tem pat ia
bersama dengan pasukannya terperosok ke dalam lubang yang me-
mang sudah direncanakan. Itulah sebabnya tempat itu dinamai
K arang B a n g b a n g 8\ Di sanalah riw ayat raja Sengkongo serta peng-
ikutnya diakhiri. Setelah itu mereka menghadap ke Istana kera­
jaan Mataram.

"Bagaimana keadaan rakyatku?" tanya Anak Agung.
"Mereka telah kami habiskan beserta rajanya."
"Itulah sebabnya aku sangat mempercayai rakyat Sekar Bela.
Kalian m em ang sangat kupercaya untuk mengatasi persoalan se-
macam itu."

"Daulat Tuanku, sesungguhnya itu bukanlah disebabkan oleh
kekuatan kami. Tetapi disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri
yang telah memerintahkan untuk membunuh ulama yang tak ber-
salah. Itu dihukum oleh dosanya sendiri, dan akhirnya juga dibu­
nuh oleh dosanya sendiri."

"Nah, diamlah kam u di sini. B eristirahatlah sejenak." Setelah
m ereka beristirahat lalu disuguhi dengan berbagai m inum an se-
perti tuak dan berem, m enurut kesenangan mereka. Di samping itu
juga disembelihkan babi, kambing dan ayam untuk suguhan.
Hai itu semua m engakibatkan m ereka tinggal di Mataram selama
seminggu.

"Nah, sekarang kamu boleh kembali ke tem patm u masing-
masing."

Setelah 7 hari berlalu mereka kembali ke tempat masing-
masing. Dan raja sangat berkeinginan untuk berziarah ke Makam
Loang Baloq di mana Caos Abdul Razak dimakamkan.

"Nah, perintahkanlah seluruh rakyatku baik yang beragama
Hindu maupun Islam untuk berkumpul, karena aku berniat un­
tuk berziarah ke Makam Loang Baloq pada hari Rabu."

Demikianlah mereka memulai perjalanan dari Mataram. K em u­
dian singgah pada suatu tempat di dekat Saren. Itulah sebabnya
tem pat mereka singgah itu dinamai Pesinggahan. Sesudah itu

6) B abakan = nam a desa. B abak, bahasa Sasak m aupun Bali artinya luka-luka di k ulit
akibat jatu h ataupun geseran.

7) K arang Silum an = nam a desa. Silum an, bahasa Sasak m aupun Bali artinya berganti
ru p a. Dalam ceritera ini dikaitkan dengan m enghilang.

8) B angbang, artinya lubang besar tem pat m em buang sam pah.

97

mereka tiba di k a m p u n g Sekar Bela. Di sana m erek a m enginap se-
lama semalam.

"Nah, kamu rakyatku sekalian, besok aku akan berziarah
ke Makam Loang Baloq. Kamu harus turut serta semuanya. Barang
siapa yang tak turut akan kubunuh."

"Daulat Tuanku, tetapi jika Tuanku perintahkan kami semua
bagaimana halnya jika ada orang yang berniat membakar atau
menghancurkan kam pung ini?"

"Nah, jika itu yang kalian khawatirkan, maka kutentukan sepu-
luh orang dari yang em pat puluh empat ini tetap tinggal menjaga
kam pung, sedang yang lain sebanyak tiga puluh empat orang tu-
rut serta bersamaku. Aku berniat akan menginap semalam di M a­
kam Loang Baloq."

Nah, setelah semua berkumpul ternyata rakyat yang turut
serta dalam rom bongan ini sebanyak 1740 orang. Tepat pada
tengali malam ketika rom bongan sedang menginap di Makam
Loang Baloq turunlah hujan lebat disertai angin ribut, guruh dan
kilat serta gelombang laut yang amat besarnya. Hujan demikian
derasnya, tetapi tem pat di sekitar makam itu tetap tenang, bebas
dari hujan dan angin. Sedangkan di luar lingkungan makam dilanda
banjir besar m enyebabkan seekor buaya yang tinggal di muara
sungai dekat makam itu melarikan diri dan masuk ke makam
itu. Peristiwa itu pula yang memperkuat hingga makam itu dina-
mai Makam Loang Baloq.

Keesokan harinya, ternyata tem pat di luar lingkungan Makam
Loang Baloq porak poranda seluruhnya. Benda yang berada di
sebelah utara berpindah ke selatan dan sebaliknya. Tetapi para
pengiring Anak Agung Ketut Jelantik tak seorang pun yang ter-
cecer. Karena Makam beserta lingkungannya terhindar dari ben-
cana, pada hai kayu-kayu besar, babi, anjing, kuda dan sapi
semua dihanyutkan air. Makam itu dikitari dengan air sehingga
Anak Agung beserta rakyatnya tak dapat menyeberang menuju
pantai. Karena itu Anak Agung beserta pengiringnya terpaksa
m enunggu dua hari lagi. Hai itu m en y e b a b k a n rom b o n g an kelapar-
an selama sehari, karena kehabisan sangu.

"R akyatku sekalin, biarlah kita tidak makan dan minum dalam
sehari, karena hai itu tak akan menyebabkan kita mati. Nanti
bila air sudali surut kita akan beijalan menuju pantai."

Kira-kira pukul lima dini hari, mereka dapat menyeberang
ke tepi pantai. Di sanaiah mereka berjalan-jalan. Ombak masih
tetap besar. Demikian juga angin masih bertiup dengan derasnya.

"M engapa keadaan yang seperti ini kita hadapi. A lam at apakah
ini gerangan? Tiba di makam kita diserang angin, kini diserang om­
bak dan badai."

98


Click to View FlipBook Version