The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Cerita Rakyat NUSA TENGGARA BARAT - Dokumentasi Sastra

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by widya pustaka SMP Negeri 5 melaya, 2021-04-12 02:16:17

Cerita Rakyat NUSA TENGGARA BARAT - Dokumentasi Sastra

Cerita Rakyat NUSA TENGGARA BARAT - Dokumentasi Sastra

Ketika yang hadir menyaksikan tarian para inang dengan asyik,
m aka tiba-tiba berkatalah Putri Fari Dewa Tia.

'Tarian kalian kelihatannya kurang indah untuk kita yang hadir
ini. Jika sekiranya kalian ingin m eny ak sik an tarian yang paling
indah aku dapat m em pertunjukkannya. Tapi agar aku dapat mem-
bawakannya dengan baik, seharusnya aku memakai kudung dan
selendangku yang asli."

Semua yang hadir ingin-m enyaksikan tarian itu. Salah seorang
dayang-dayang m enyerahkan kudung dan selendang yang selama
ini disem bunyikan di tem pat yang sangat dirahasiakan oleh Indra
Zamrud. Hanya dayang-dayang itulah yang mengetahuinya. Oleh
karena putri Fari merasa sangat gembira menerima benda yang
didambakannya. Saudara-saudaranya terbayang seketika. Terba-
yang pula negeri asal dan k e hid up an m asa lalunya. Setelah di-
terima, segera dipakai dan ia mulai menari. Menarikan suatu tarian
yang lain dari biasanya. Sekali-sekali ia kelihatan melayang me­
ninggalkan tem patnya berpijak. Tiga kali mencoba keampuhan
selendangnya dan ternyata masih seperti dahulu. Masili cukup kuat
dipergunakan untuk melayang. Terheran-heran para hadirin me-
nyaksikan apa yang dilakukan oleh Putri Fari Dewa Tia. Tiada
seorang pun yang menyangka bahwa pada suatu saat Putri akan
melayang pergi meninggalkan mereka buat selama-lamanya.

Pada saat percobaan yang terakhir tiba-tiba Putri Fari mencabut
cincin yang dipakainya, dan berkata pada yang hadir.

"Untuk kalian ketahui, bahwa kini tibalah saatnya aku pulang
kembali ke negeri asalku, Kahyangan. Sebenarnya berat rasa hati-
ku untuk meninggalkan kalian, terutama Indra Zamrud dan putri-
ku tersayang. Tetapi apa hendak dikata. Daku telah lama rindu
akan saudara-saudaraku, orang tuaku dan keluarga serta negeri
asalku. Karena aku akan pergi, simpanlah cincin ini buat suami dan
putriku. Nanti sekali waktu tanpa kalian ketahui, aku akan datang
m enjenguknya, setelah terbenam matahari dan sebelum fajar, aku
kembali. Di saat-saat kehadiranku itu, bunyikanlah genderang
pertanda aku berada di lingkungan kalian. Dan sampaikanlah ke-
pada suamiku apabila ia berkeinginan mencari aku, usahakanlah
mencari seikat merang hijau, dan seekor langau untuk dibawa
dalam perjalanan. Asap merang hijau yang harus dibakamya akan
m em bantu dalam perjalanan, sedangkan langau akan menjadi
penunjuk jalannya."

Setelah berakhir kata-kata itu, terbanglah Putri Fari ke alam
bebas, makin lama makin jauh, dan akhirnya hilang dari pandang-
an.

Semua yang hadir menjadi panik menyaksikan kejadian yang
tak disangka-sangka itu. Apa yang harus diperbuat terhadap putri
kecil yang kini ditinggalkan dan bagaimana pula caranya menyam-

149

paikan berita ini pada Indra Zamrud.
Di saat Indra Zamrud kembali dari berburu, mendekatlah Ncuhi

Dara, kemudian dengan penuh pertimbangan dan hati-hati me-
nyam pjikan apa yang telah terjadi serta segala pesan putri Fari
disampaikan oleh Ncuhi Dara, juga cincin peninggalannya.

Setelah Indra Zamrud mengerti semua yang terjadi segera ia
m eng usah ak an tem an dalam p erjalan an ny a, agar istri dapat di-
tem ukan kembali. Di tengali kepulan asap m erang hijau yang di-
bakarnya, dimulailah perjalanan itu dengan didampingi oleh se-
ekor langau, sedangkan cincin peninggalan istrinya itu dipasang di
jarinya.

Lama dan jauh nian perjalanan yang ditempuh, namun ia tiada
b e rp u tu s asa.

Pada suatu hari, sampailah Indra Zamrud pada suatu kebun
yang sejuk dirimbuni pepohonan. Di tengah kebun itu dijumpai-
n ya sebuali sumur. K arena haus dan dahaga y ang tiada terkira di-
dekatinya sumur itu dengan maksud mencari pelepas dahaga.

Setelah haus dan dahaganya hilang, duduklah Indra Z am rud di
bawah sebatang pohon, dekat sumur itu. Tiada berapa lama ke­
mudian terlihat olehnya seorang wanita datang menghampiri
sum ur itu dengan sebuah periuk di atas ju n ju n g a n n y a . Setiba di
sumur wanita itu terkejut, karena melihat seorang lelaki duduk
di bawah pohon dan dengan tenang m em andang ke arahnya. Wa-
nita itu meletakkan periuk dekat sumur dan mulai menimba.
Melihat keadaan, dengan segara Indra Zamrud menyapa:

"Janganlah kiranya adik terkejut karena aku terpaksa mengajak-
mu berbicara. Aku hanya ingin tahu, apakah di dekat tem pat ini
terdapat desa atau pun kampung?"

"Benar dugaan tuan," jaw ab wanita itu. "Negeri kami nam anya
Kahyangan, dan diperintah oleh seorang raja."

Demikianlah pertemuan keduanya. Dan setelah periuknya
penuh dengan air, wanita itu pun pergi.

Tiada lama kemudian wanita itu kembali dengan periuk yang
telah kosong. Setelah pen uh segera pergi lagi. D em ikian seterusnya
l eberapa kali. Karena itu bertanyalah Indra Zamrud:

"Buat apa gerangan air yang demikian banyak dan berkali-kali
adik bawa tiada h e n ti-hentinya?" Jaw ab wanita itu:

"Untuk tuan ketahui bahwa kami mempunyai putri tujuh
orang. Di saat ketujuh putri itu mandi ke suatu telaga, putri yang
tera k h ir dijebak dan ditangkap oleh seorang lelaki, kem u d ian di-
jad ik an istri. Kini sang putri telah kembali. Untuk m engem balikan
kesuciannya yang telah ternoda, ia harus dimandikan dengan air
sumur ini."

Mendengar penjelasan wanita itu, Indra Zamrud yakin bahwa
putri yang diceriterakan wanita itu pastilali istri yang selama ini

150

dicarinya. Karena itu setelah wanita itu mengambil air untuk ke
sekian kalinya dan mulai tampak lengah, di saat itulah Indra Zam­
rud m encabut cincin di jarinya dan dengan cepat memasukkan ke
dalam periuk wanita itu. Setelah penuh, periuk itu dibawa lagi ke
tem pat pemandian tuan putri, terdengarlah olehnya bunyi geme-
rincing ja tu h ke dalam tem pat air mandinya. Air itu diperiksa.
Dan betapa terkejut mereka, melihat sebentuk cincin. Dan lebih
terkejut lagi putri Fari, karena ternyata cincin itu adalah cincin-
nya sendiri yang pernah ditinggalkan buat Indra Zamrud.

Melihat kenyataan itu Putri Fari mengambil kesimpulan bahwa
Indra Zamrud pasti telah berada tidak jauh darinya. Berkatalah
Putri Fari:

"Pasti ada seorang lelaki di sumur tem patm u mengambil air
ini dan siapa gerangan lelaki ini."

"Tiada lah hamba ketahui, siapa sebenarnya lelaki itu tuan
Putri," jaw ab wanita itu.

"Bila engkau tiada mengetahui, biarlah. Namun seorang pun tak
boleh mengetahui hai ini, baik tentang sebentuk cincin maupun
lelaki di sumur itu," kata tuan putri pada pembantunya.

"Tentu kejadian ini tak akan ham ba ceriterakan kepada siapa
j u g a ."

Tetapi kejadian itu akhirnya diceriterakan juga langsung kepada
baginda raja. Dan mendengar ceritera itu tiada lain dari suami Putri
Fari Dewa Tia. Oleh karena itu raja m em erintahkan untuk me-
rranggil lelaki tersebut agar datang ke istana. Akibat panggilan itu
Indra Zam rud pun datang ke istana.

"Wahai lelaki tampan, siapakah engkau sebenarnya dan apa
maksud kedatanganmu ke negeri kami yang jauh ini?"

"Ampun tuanku, ada pun kehadiran hamba ke tempat yang
mulia ini, semata-mata ingin mencari istri ham ba yang mungkin
telah datang dan berada di negeri ini tanpa setahu h am ba."

"Siapa gerangan istrimu itu?"
"Ampun tuanku, nama istri hamba Putri Fari Dewa Tia," kata
Indra Zamrud.
"Kalau demikian keteranganmu, maka benarlah bahwa engkau
ini pasti suami dari Putri Fari Dewa Tia. Dan u n tu k kau ketahui,
bahwa Putri Fari Dewa Tia adalah putriku yang bungsu. Karena
itu kehadiranmu akan kuterima dengan senang hati. Namun sebe­
lum engkau kupertem ukan dengan putriku, ada beberapa batu uji-
an yang harus kau tem puh untuk memperoleh istrimu. Apabila
kau berhasil m enem puh ujian itu maka benarlah bahwa engkau
adalah suami dari putriku, Putri Fari Dewa Tia." Setelah diam se-
saat raja itu berk ata lagi.
"Untuk engkau maklumi, Putriku berjumlah tujuh orang. Tiada
seorang pun yang berbeda paras wajahnya. Semua sama. Tabiat

151

dan pembawaannya sama. Demikian pula segala perlengkapan pa­
kaian, tem pat tidur dan lain sebagainya semuanya sama, tiada ber-
beda. Oleh karena itu kuberikan kesempatan padamu untuk me-
mastikan m ana sebenarnya istrimu, di antara ke tujuh putriku itu.
Apa bila benar tebakan dan pilihanmu, berhaklah engkau mengam-
bil kem bali dan akan kuberikan kebebasan u n tu k kem bali hidup
bersama sebagai suami istri, untuk selama-lamanya."

Setelah mendengar penjelasan yang cukup panjang itu mengerti-
lah Indra Zamrud, apa sebenarnya maksud Putri Fari Dewa Tia
m en y u ru h agar dalam m encari dirinya Indra Z am rud haruslah di-
temani oleh seekor langau.

"Tuanku, segala perintah akan hamba laksanakan dengan baik."
Setelah memberi penjelasan secukupnya, maka baginda meme-
rintahkan kepada ketujuh putrinya agar berpakaian serpa, me-
nyediakan makanan yang sama, dan menyiapkan tujuh kamar
tidur yang sama rupa dan bentuknya, dan lain-lain. Yang semua­
nya sama.
Kini, setelah semuanya siap, dimulailah ujian itu. Indra Zam rud
hurus melaksanakan dengan baik, apa yang diperintahkan oleh
raja.
Mula-mula raja memerintahkan pada Indra Zamrud untuk me-
ngenal m ana di antara ke tujuh hidangan yang disediakan oleh
Putri Fari. Dengan didahului oleh langau penunjuk jalan, tepatlah
apa yang menjadi pilihan Indra Zamrud. la langsung duduk dan
makan hidangan yang dihidangkan oleh Putri Fari. Selanjutnya
diperintahkan untuk memilih tujuh perangkat pakaian sang putri,
kemudian emas dan perhiasannya. Kesemuanya itu dilaksanakan
oleh Indra Zamrud dengan tepat dan benar, berkat langau penun­
juk jalannya.

Betapa heran dan gembira Baginda Raja, melihat dan menyaksi­
kan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh Indra Zamrud tak per-
nah meleset.

Ujian yang terakhir, adalah m enunjukkan kamar tidur Putri
Fari. Dalam kamar tidur itu masing-masing sudah berada putri bi­
dadari yang sama rupa sama pakaian dan perhiasannya.

Dengan didahului oleh langau yang terbang sebagai penunjuk
jalan, tidaklah sulit bagi Indra Zamrud untuk menentukan pilih-
annya. Dengan tepat Indra Zamrud menuju ke kamar tidur Putri
Fari. Dan ternyata Putri Fari telah berada di sana. Betapa terkejut
dan terharunya mereka semua membisu. Tiada yang berkata dan
tiada yang saling rnenegur. Hati masing-masing dipenuhi kebaha-
giaan yang amat teramat sangat. Dan akhirnya keduanya berpeluk-
an penula mesra dan rasa haru. Dengan tiada terasa keduanya me-
nitikkan air mata kegembiraan, karena sekian lama tidak saling
berjumpa.

152

Demikianlah semua ujian dilaksanakan oleh Indra Zamrud de­
ngan baik dan benar. Karena itu diperintahkanlah Putri Fari Dewa
Tia dan Indra Zamrud agar hidup bersama sebagai suami istri dan
keduanya diperbolehkan tinggal di istana untuk selama-lamanya.
Dengan demikian hiduplah keduanya dengan penuh kemesraan
dan kasih sayang yang tiada terhingga, serta tiada suatu halangan.

Pada suatu saat setelah cukup lama m enempuh kebahagiaan
hidup, tiba-tiba timbul hasrat hati Indra Zamrud ingin menjenguk
putrinya yang telah lama ditinggalkan. la juga terkenang Ncuhi
Dara sebagai orang tuanya. Hasrat ini diutarakan pada Putri Fari.
Dengan perasaan berat Putri Fari memberikannya kesempatan
untuk berangkat. Di saat keberangkatannya Indra Zamrud, me-
rasa sangat berat untuk berpisah dengan Putri Fari. Tetapi karena
kerinduan yang amat sangat terhadap anak yang ditinggalkan,
akhirnya Indra Zamrud berangkat juga.

Dalam p erjalanan kembali, Indra Z am rud m erasa sangat pay ah.
Perjalanan itu cukup jauh dan terasa sangat lama. Tetapi meski-
pun demikian sampai jualah Indra Zamrud di tempat semula,
di rum ahnya Ncuhi Dara. Indra Z am rud tidak mengenal lagi putri­
nya. Demikian juga sebaliknya, putri itu tiada mengenal lagi ayah­
nya. la kini telah dewasa dan tampak cantik jelita. Tiada kalah
dengan kecantikan ibunya. Indra Zamrud merasa tergoda oleh
kecantikannya. Demikian juga sebaliknya. Mereka saling mencin-
tai dan berakhir dengan ikatan tali perkawinan. Mereka hidup
bersama sebagai suami istri.

Demikianlah yang telah terjadi. Dari perkawinan itu lahirlah
seorang putri dan dua orang putra. Putri sulung itu bernama Putri
Ratna Dewi. Putra yang kedua bernama Batara Indra Bima dan
yang bungsu bernama Batara Indra Dewa. Akhirnya salah seorang
dari ketiganya berhasil menguasai dan menjadi cikal bakal kerajaan
Bima. Dia adalah Batara Indra Bima.

153

17. M E N T A D E A * )

Diceriterakan Ncuhi Kabuju yang bertakhta di bukit Kabuju
m em erintah daerahnya dengan adii. Rakyat hidup dalam keadaan
aman tenteram. Mata pencaharian utama penduduknya adalah
bercocok tanam. Di samping itu mereka juga giat betem ak. Hasil
ternaknya yang terutama adalah kerbau.

Di sebelah Timur Daerah Ncuhi Kabuju terbentang lautan yang
luas. Pada suatu tem pat terdapat teluk yang tenang dan indah.
Teluk itu adalah Teluk Sape. Perahu dan rakit dari daerah lain
banyak yang singgah dan berlabuh di teluk ini. Mereka berlabuh
untuk mengambil air m inum , kayu api dan persediaan lain dalam
perahu. Keadaan ini berlangsung lama sehingga awak-awak rakit
dan perahu dapat berkenalan langsung dan bergaul secara intim
dengan penduduk daerah Ncuhi Kabuju. Rakit dan perahu yang
biasa singgah di teluk ini kebanyakan berasal dari Goa.

Di mansa itu sistim jual beli belum dikenal penduduk. Untuk
memperoleh sesuatu barang mereka melakukan tukar menukar.
Demikianlah selalu terjadi tukar m enukar barang kebutuhan an-
tara penduduk Ncuhi Kabuju dengan awak perahu dari Kerajaan
Goa. Terjadilah hubungan persahabatan yang bertam bah erat an-
tara kedua Daerah ini.

Sebagai tanda adanya jalinan persahabatan, rakyat kerajaan
Goa mengusulkan, antara dua Daerah diadakan satu pertandingan
persahabatan. Maksud serta usui dari rakyat kerajaan Goa itu di-
terima baik oleh Ncuhi Kabuju bersama rakyatnya. Tempat dan
waktu pelaksanaan pertandingan telah dimusyawarahkan dan telah
diputuskan bertem pat di Daerah Ncuhi Kabuju. Yang masih di-
rahasiakan oleh Ncuhi Kabuju kepada rakyatnya ialah macamnya
pertandingan yang bakal dilaksanakan. Karena menurut pendapat
Ncuhi Kabuju belum waktunya untuk diumumkan kepada seluruh
rakyat. Hanya para punggawa alim ulama dan para pembesar saja-
lah yang mengetahuinya.

*) D iterjem ah k an dari ccritera rak y at b crbahasa daerah B im a.

154

M endapat sam butan hangat dari N cuhi K abuju dan seluruh la-
pisan rakyatnya, segera awak perahu kerajaan Goa kembali ke Da-
erahnya untuk m elapurkan rencana ini kehadapan rajanya. Men-
dengar laporan itu raja Goa turut serta merasa gembira tentang
pertandingan persahabatan ini.

Mereka pun mengadakan persiapan yang sebaik-baiknya. Akhir-
nya waktu pertandingan, yang dinantikan oleh kedua belah pihak
itu pun tibalah. Dengan sebuah perahu yang penuh dengan muatan
utusan kerajaan Goa bertoiak menuju Daerah Ncuhi Kabuju.
Setelah berlayar beberapa lama utusan ini tiba di Daerah Ncuhi
Kabuju dengan selamat, disambut oleh rakyat dengan penuh tanda
tanya dalam hati. Pertandingan apakah gerangan yang akan dilak­
sanakan. Di daerah Ncuhi Kabuju dilakukan pula persiapan seper-
lunya walaupun masih bersifat rahasia.

Dalam m enyam but pertandingan besar itu, Ncuhi Kabuju se-
gera mengum pulkan punggawa, pem uka-pem uka masyarakat,
untuk m erundingkan cara-cara dan siasat yang akan dilaksanakan
Dengan sengaja Ncuhi Kabuju merundingkan hai ini secara raha-
sia. R a k y a t b a n y a k tidak d iik u tse rta k a n karena p e rta n d in g a n ini
walaupun bersifat persahabatan, tetapi menyangkut kebesaran
m artabat Ncuhi. Seluruh peserta m usyawarah berpendapat sama.

Pertandingan harus dimenangkan oleh Ncuhi Kabuju. Persiap­
an dilakukan secara diam-diam, dirahasiakan, teliti dan penuh
perhitungan. Mereka yakin akan memperoleh kemenangan. Mereka
dalam keadaan siaga m enanti saat-saat pertandingan.

Akhirnya detik-detik yang ditunggu pun tiba. Utusan kerajaan
Goa telah hadir di arena pertandingan. Mereka m em baw a jago
harapan yang telah lama dipersiapkan. Karena itu mereka yakin
akan memperoleh kemenangan.

Arena pertandingan penuh sesak oleh penonton semakin tegang
keadaannya. Rakyat merasa berdebar menanti dan menebak siapa
y ang bakal keluar sebagai pem enang. Kedua pahlaw an harapan di-
masukkan ke dalam gelanggang, diiringi oleh pawangnya masing-
masing. Tetapi rakyat terkejut menyaksikan pemandangan yang
amat ganjil. Kerbau kerajaan Raja Goa besar dan tegap. Tanduk-
nya runcing dan mengkilap. Sedangkan kepunyaan Ncuhi Kabuju
kecil dan kurus.

Gong tanda dimulainya pertandingan pun berbunyi. Kerbau
kecil kurus kepunyaan Ncuhi Kabuju yang telah dikurung sehari
semalam segera dilepaskan. Dengan mata beringas ia menghampiri
lawannya dan menyeruduk ke arah perut sebagai anak kerbau
yang hendak menyusu pada induknya. Menghadapi yang di luar
dugaan ini kerbau Raja Goa kebingungan. la bukannya menyeru-
duk lawannya, melainkan berlari mundur menjauhi serudukan ker­
bau kecul itu. Dan kerbau tegap itu m undur semakin jauh, sedang

155

ia dikejar terus, sehingga akhirnya keluar batas arena. Dengan de-
mikiran kerbau kerajaan Goa dinyatakan kalah.

"Hore!" tempik sorak menggemuruh memecahkan ketegangan
suasana. Seluruh ra k y a t bergem b ira m e n y a m b u t k em e n a n g a n ini.
Mereka m enyam butnya pula dengan rasa terima kasih kepada Tu­
han, karena rencana dan siasat yang diatur oleh Ncuhinya telah
berhasil dengan gemilang. Kerbau kecil dan kurus pilihan Ncuhi
Kabuju telah tampil sebagai pemenang.

Karena itu diumumkanlah kepada rakyat di pelosok daerah
Ncuhi Kabuju, agar m em eriahkan kem enangan itu. Dan sejak saat
itu, kerbau yang memperoleh kemenangan itu harus dipelihara
dengan baik dan tak boleh dipergunakan untuk mengerjakan
keperluan apa pun juga. Namun walaupun sangat disayangi dan
dipelihara dengan baik, Tuhan menentukan nasib semuanya.

Di semak-semak di sebelah selatan bukit K abuju, bersarang se-
ekor ular yang amat besar. Ular itu selalu mengganggu ternak
rakyat. Banyak binatang yang telah dijadikan mangsa. Pada suatu
saat ular itu menyerang kerbau juara kesayangan rakyat Kabuju.
Kerbau itu membalasnya. Karena itu terjadilah suatu pertarungan
yang amat sengit an tara keduanya. Kerbau itu tak mau menyerah
begitu saja. Dia melawan dengan sekuat tenaga. Maka terjadilah
pertarungan yang amat sengit. Tetapi karena belitan dan gigitan
akhirnya kerbau pahlawan itu kehilangan kekuatan. Dan akhir­
nya menjadi lemas dan mati dalam keadaan yang menyedihkan.
Seluruh tubuhnya penuh luka akibat gigitan, sedangkan kaki dan
lehernya patah, karena belitan.

Demikianlah nasib yang menimpa kerbau juara itu. Peristiwa
tragis itu sangat menyedihkan hati Ncuhi Kabuju beserta seluruh
rakyatnya. Itulah sebabnya Ncuhi Kabuju memerintahkan seluruh
anggota masyarakat untuk m em bunuh ular itu. M endengar perin-
tah Ncuhinya seluruh anggota masyarakat bangkit. Dalam keadaan
marah dan semangat meluap-luap mereka mencari tempat per-
sembunyian ular itu. Tempat itu dikurung dengan ketat. Tak ada
satu celah pun yang m em ungkinkan ular itu melarikan diri. Mereka
semua bergerak dalam satu tekad, yaitu ular jahat itu harus di­
bunuh. Mereka harus berhasil membunuhnya.

Demikianlah nasib m ujur menghinggapi rakyat Kabuju. Di
saat pertarungan dengan kerbau juara itu, sang ular menderita
luka-luka yang sangat parah, akibat serudukan. Luka-luka itu
menyebabkan tubuhnya bengkak dan tidak dapat bergerak cepat
lagi. Hai itu m eru p ak an suatu keuntungan bagi rakyat Kabuju.
Mereka dengan mudah dapat berhasil menangkap dan membunuh
ular jahat itu, beramai-ramai dengan berbagai senjata yang telah

tersedia. Ular itu telah mati.

156

Kepala ular itu dipasak dengan cabang kayu yang telah di-
runcingkan dan ekornya dipotong-potong. Dan menurut keper-
cayaan masyarakat Desa, kayu pasak itu telah tum buh menjadi
sebatang pohon yang tidak terdapat di tem pat lain di seluruh Ke-
camatan Sape. Pohon itu bernama Kayu Kangento. Sedangkan tu-
buh dan ekor ular itu berubah menjadi batu yang hingga dewasa
ini terkenal dengan sebutan batu ular dan ekornya tampak ter-
putus. Batu ular itu terletak di sebelah Bukit Kabuju.

Demikianlah dengan matinya ular itu rakyat Kabuju merasa
sangat puas,. M ereka telah berhasil m e le nyapkan m usuh yang se-
lalu mengganggu ketenteram an mereka, walaupun mereka telah
kehilangan binatang kesayangan yang telah berhasil mengangkat
martabat rakyat Kabuju. Kini negeri Kabuju menjadi tenteram
kembali.

157

18. N C U H I PA R E W A *)

Ncuhi Parewa ialah Panglima Perang atau Pemimpin Pertahanan
Kerajaan masa silam yang menguasai daerah selatan tanali Bima
dan berkedudukan di Gunung Parewa serta memimpin Ncuhi
patakula, Ncuhi Londa dan Ncuhi Ngarangawu.

Di sebelah timur Parewa terdapat sebuah daerah pegunungan
bernama Mola. Di daerah itu berkedudukan seorang Ncuhi, sehing­
ga disebut Ncuhi Mola. Tetapi pada suatu saat, terjadilah pepe­
rangan antara Ncuhi Parewa dengan Ncuhi Mola, karena mempere-
butkan seekor rusa bertanduk emas.

Alkisah Ncuhi Parewa adalah seorang Ncuhi yang memerintah
daerah yang m akm ur dan rakyat hidup dalam kedamaian. Hasil
bumi berlimpah, ternak berkembang biak dan negeri aman sehing­
ga rakyat hidup dalam ketenteraman. Tak ada perusuh yang meng­
ganggu negeri dan tak ada wabah yang menyerang. Rakyat hidup
bagai dalam dongengan. Untuk menyatakan terima kasih kepada
dewata atas segala kebahagiaan yang dialami dibuatkan kuil-
kuil persembahyangan tempat mempersem bahkan sebahagian re-
zeki kepada dewata. Karena ternak berkembang biak dengan baik
penuhlah padang dengan gerombolan rusa yang tak terhitung ba-
nyaknya. Rusa-rusa itu selalu bertualang dari satu padang ke lain
padang serta m enyusuri anak sungai. U ntuk m elepaskan lelah di
siang hari m ereka m engerum uni mata air jern ih di Oi Ondo dan Oi
K a t e b e 1}.

Pada saat tertentu oleh penggembalanya rusa itu digiring ke
D a n a 2) Ndere. Di sana N cuhi Parewa te la lh m e n a n ti bersam a pu-
tranya untuk bercanda dengan rusa-rusa itu, terutama dengan
seekor rusa jantan yang besar dan bertanduk cabang lima. Rusa
jantan itulah kesayangan Ncuhi Parewa. Karena sangat disayangi.
Pada suatu hari ia m e m e rin ta h k a n u n tu k m e m b u a t sepasang sa-
rung emas agar dapat dipasang pada tanduk rusa jantan itu. Pe-
keijaan itu diserahkan kepada seorang tukang mas yang pandai.

*) D iterjem ahkan dari ceritera rakyat berbahasa daeerah Bim a.
N cuhi = p ejab at yang m enguasai daerah terten tu . Parew a = nam a suatu daerah.

1) K edua m ata air itu m asih ada.
2) D ana N dere, artinya tanah yang berw arna kem erah-m erahan.

158

Itulah sebabnya tukang bekerja dengan tekun dan mengerahkan
segala kem am puan agar sarung itu benar-benar m em enuhi selera
keindahan sang Ncuhi Parewa.

Beberapa minggu kemudian selesailah sarung itu. Tampaknya
sangat indah. Dan segera diserahkan kepada Ncuhi Parewa. Bukan
buatan gembira hatinya melihat sarung itu. Setara benar dengan
keindangan rusa yang akan memakainya.

Dengan segera penggembala diperintahkan untuk mengumpul-
kan rusa-rusa di Dana Ndere dan mengadakan suatu upacara untuk
pemasangan sarung emas itu. Dengan tangan Ncuhi Parewa sendiri
dipasanglah sarung emas itu didahului mantera-mantera dan per-
mohonan berkat kepada dewata. Di tengah gerombolan ribuan
rusa, berkilauanlah tanduk emas itu ditimpa sinar matahari senja
yang hampir menghilang di balik bukit Doro Sakera.

Setelah upacara selesai, berkeliaranlah rusa-rusa itu mencari
m akanan ke dataran rendah yang berum put tebal. Di tempat
itulah rusa-rusa itu bersatu dengan gerombolan rusa-rusa Ncuhi
Mola. Apabila pagi tiba berpisahlah rusa-rusa itu untuk mencari
tem pat beristirahat setelah semalam suntuk mencari makan.
Penggembala-penggembala Parewa dan Mola kerap kali datang ke
padang penggembalaan kalau ada rusa yang terpisah dari gerom-
bolannya. Bila hal itu terjadi dengan mudah dapat diketahui ka­
rena rusa kedua Ncuhi itu mempunyai tanda khusus. Rusa Ncuhi
Parewa ditoreh daun telinganya sehingga terbelah, sedangkan rusa
Ncuhi Mola ujung telinganya dipotong.

Tiba-tiba keistimewaan rusa jantan Ncuhi Parewa itu menjadi
titik perhatian penggembala Mola. Mereka takjub akan keindahan
tanduk emas rusa itu. Lebih-lebih kalau rusa jantan itu sedang
berdiri sendiri terpisah dari gerombolannya. Tampaknya seolah-
olah m em banggakan diri. Semakin diperhatikan, ia semakin me-
lompat-lompat, sambil menegakkan tanduk, berlari-lari dan ber-
henti dengan tiba-tiba. Kemudian daun telinganya yang lebar itu
ditegakkan ke depan. Semakin diperhatikan semakin bertingkah
rusa itu. Dan hati penggembala Mola itu semakin tertarik.

Kemudian keindahan rusa bertanduk emas itu disampaikan
kepada Ncuhi Mola disertai dengan bum bu-bum bu yang mereka
tam bahkan sendiri.

"Tuanku, di padang penggembalaan rusa, ham ba melihat salah
satu rusa milik Ncuhi Parewa bertanduk emas. Tanduknya ber-
kilauan kena sinar bulan di malam Ilari. Dan- kena m atahari tam ­
pak n y a laksana bara api dan sangat m enyilaukan," demikian la-
poran salah seorang penggembala kepada Ncuhi Mola.

"Benarkah penglihatanmu? Selama hidupku belum pernah
aku melihat rusa bertanduk emas. Aku ingin m em buktikan kebe-
naran ucapanmu itu," kata Ncuhi Mola.

159

"Sungguh tuanku, hamba berkata benar. Dan jika berkenan
tuanku dapat menyaksikan sendiri di padang penggembalaan,
malam ini juga. Rusa-rusa akan berkeliaran mencari m akan."

"Jika demikian baiklah. Siapkan senjata dan pengiring. Kita
berangkat setelah bulan muncul dari balik gunung."

Ketika malam mulai sepi dan bulan delapan belas hari muncul
dari balik gunung, dengan diam-diam berangkatlah Ncuhi Mola
beserta para pengawal. Mereka bergerak ke padang penggembala­
an untuk menyaksikan dengan mata sendiri rusa bertanduk emas
itu. Ketika rombongan tiba, permukaan padang mulai terang de-
ngan sinar bulan. Samar-samar tampak gerombolan rusa sedang
memakan rumput. Dari jauh terbetik kilatan cahaya kuning,
kem udian m enghilang lagi. Cahaya itu datangnya dari tanduk
emas rusa ja n tan, yang sedang m em im pin rusa-rusa yang lain.
Kilatan cahaya itu terlihat oleh penggembala Mola dan segera
m ela p o rk a n k e p ad a N cuhi Mola. Semakin lama, cahaya itu se-
makin gemerlapan karena bulan semakin tinggi dan semakin
terang. Alangkah takjub hati Ncuhi Mola melihat kilatan cahaya
tanduk rusa itu.

' "Benar katamu. Sangat kagum aku memandang keindahan rusa
itu. Kalau kita memiliki sendiri rusa semacam itu...?"

Kata-kata Ncuhi Mola segera dipotong oleh penggembalanya.
"Kalau tuanku ingin memilikinya, m enurut pikiran hamba,
tidaklah sukar."
"Tidak sukar katamu? Tunjukkanlah caranya."
"Bukankah tuanku memiliki rusa betina muda yang lincah,
dan sekarang diikat dalam kandang menjadi permainan tuan pu­
tri?"
"Apa maksudmu dengan rusa betina itu?"
"Tuanku, sekarang rusa-rusa sedang mengalami musim berahi.
Kalau kita lepaskan rusa betina itu ke padang, hamba yakin akan
menarik perhatian rusa jantan perkasa itu. Setelah berada dalam
keadaan asyik berahi ke mana pun kita giring ia akan mengikuti,
asal tidak berpisah dengan b etinanya."
"Aku sangat ingin memiliki rusa itu. Dan cobalah muslihat
itu, semoga kita berhasil menjebaknya."
D engan d idahului p e rsem bahan sesaji di P e r a f u 3) dilepaslah
rusa betina kesayangan Tuan Putri ke tangah rusa yang sedang
berkeliaran itu. Melihat kehadiran rusa muda, rusa jantan itu
merasa tertarik, apalagi setelah mencium bau asing. Dengan manja
rusa betina itu menggosok-gosokkan lehernya ke leher sang jantan.

3) Parafu = tem p at suci, tem pat k eram at, kuil.

160

Gosokan itu disambut depakan kaki depan sebagai ucapan kemes-
raan. Umpan itu mengena. Pada saat yang tepat digiringlah rusa
betina itu kembali ke Mola. Rusa jantan bertanduk emas yang
enggan berpisah dengan betinanya itu pun mengikuti gerombolan
itu sampai ke arah asing. Di sanalah dia masuk perangkap, kernu-
dian ditangkap dan dikurung dalam kandang di samping istana
Ncuhi Mola. Suasana gembira meliputi keluarga istana Mola karena
angan-angan untuk memiliki rusa bertanduk emas telah berhasil.

Tetapi di kalangan Ncuhi Parewa terjadi kepanikan setelah
beberapa hari kemudian diketahui rusa bertanduk emas itu tidak
kembali bersama rombongannya. Ncuhi Parewa sangat murka.
la m emerintahkan penggembala-penggembala agar segera menemu-
kan kembali rusa itu. Rimba belukar, lurah dan bukit dijelajahi
untuk menemukannya. Disebarkan penyelidik untuk menyeli-
diki tiap jengkal daerah. Bahkan penyelidik yang m enyam ar se-
bagai pengemis di lepas ke daerah Mola. Pada suatu malam, ketika
penyamar itu bermalam di poncok seorang peladang terdengar-
lah olehnya pem bicaraan peladang itu suami istri.

"Ncuhi kita sangat bangga dengan rusa bertanduk emasnya.
Tiap hari Ncuhi sekeluarga ayik bermain-main dengan rusa itu."

"Jangan keras-keras berkata, karena daun kayu pun bisa mem-
bongkar rahasia," tukas istri peladang itu. Keesokan harinya pagi-
pagi benar pengemis itu m ohon diri untuk m eneruskan perjalan-
an, mencari rezeki. Setelah keluar batas, dilepasnya pakaian pe-
nyamarnya dan segera menghadap Ncuhi Parewa.

"Tuanku, hamba membawa berita penting tentang rusa yang
hilang itu."

"Katakanlah segera, agar aku tahu."
"Rusa kesayangan tuanku sekarang disekap di kandang Ncuhi
Mola. la dijadikan perm ainan seisi istana."
Dengan muka yang sangat bengis Ncuhi Parewa bertitah:
"Kirim utusan ke sana untuk minta kembali rusa itu."
Maka dipilihlah orang yang arif disertai perajurit-perajurit
tangkas untuk m em inta kembali rusa itu. Setelah delegasi tiba
di gerbang istana m ereka dihadang oleh pengawal dengan tom bak
bersilang, sambil menanyakan maksud kedatangan mereka.
"Kami utusan Ncuhi Parewa dan ingin menghadap Ncuhi M o­
la," ja w a b pim pinan rom bongan ini.
"Kalau demikian, silakan," kata pengawal sambil menarik tom-
bak masing-masing. Menghadaplah utusan itu kepada Ncuhi Mola
seraya mengemukakan maksud kedatangannya. Mereka meminta
kembali rusa bertanduk emas itu, karena m enurut hasil penye-
lidikan rusa itu berada dalam kandang Ncuhi Mola.
"Jadi kalian menuduh aku menangkap dan mengurung rusa
Ncuhi Parewa? Suatu tuduhan yang keji terhadap seorang Ncuhi.

161

Nyahlah kau sekalian. Aku enggan menerima utusan yang tidak
sopan."

Utusan itu kembali menghadap Ncuhi Parewa untuk melapor-
kan hasil perjalanan mereka menghadap Ncuhi Mola. Mendengar
laporan itu kembali Ncuhi Parewa mengirim utusan disertai an-
caman. Kalau Ncuhi Mola tidak mengembalikan rusa bertanduk
emas melalui utusannya, maka Mola akan dihancurkan. Utusan
yang kedua pun kembali dengan tangan hampa, setelah dibentak
dan diusir oleh Ncuhi Mola.

Maka tiada jalan lain bagi Ncuhi Parewa, selain mengarah-laras
bedil ke timur untuk menggempur Ncuhi Mola. Demikianlah bedil
sakti itu menghancurkan istana Mola, sehingga tinggal puing be-
laka, dan seluruh rakyatnya binasa karena gempuran itu. Rusa
bertanduk emas itu pun turut menjadi korban.

Demikianlah, rupanya Tuhan Yang Maha Kuasa tidak mem-
biarkan kecurangan berjalan leluasa. Kehancuran Mola adalah ba-
tas kecurangan itu. Dan di wilayah Parewa hingga kini masih ter-
dapat benda-benda peninggalan yang bertalian dengan riwayat
Ncuhi Parewa, berupa tungku, talam, dinding sumur, bedil dan
batu penggilingan sirih. Di samping itu terdapat pula pohon be-
ringin, kandang, mata air dan tanah berwarna merah.

162

19. ASAL USUL LINTAH*)

T e rse b u t sebuah ceritera m u d a h aji kete n g m ahel aji da d u a 1).
Dikisahkan hiduplah sebuah keluarga dengan seorang anak lelaki
b e rn a m a I Karma. Setiap fa ja r m en ying sin g Pan K a r m a 2' selalu
bersiap untuk berangkat ke ladang. Ladang itu terletak di tepi
sebuah hutan. Bila burung becica telala mulai berkicau tibalah Pan
Karma di ladang. Sesudah itu ia segera mencangkul. Sedang I
Karma masuk ke hutan untuk mencari kayu api. Apabila matahari
sudala m enjelang tengah hari pekerjaan itu pun ham pir selesai.
Dan saat itu tibalah Men K a r m a 3).

"Pan Karma, beristirahatlah dahulu. Hari sudala siang. Nik-
matilah dulu hidangan ini."

"Baik, tunggulah sebentar. Aku m enyelesaikan pekerjaan ini.
Tinggal sedikit."

"Di manakah I Karma?"
"O, dia belum kembali dari hutan. Sebentar lagi pasti datang.
Sebelum datang pastilah pekerjaan ini selesai. Tunggulah sebentar,
biar kita makan bersama-sama."
"Baiklah," kata Men Karma kemudian membantu membersih-
kan rumput.
"Nah, itulah I Karma membawa kayu. Siapkanlah hidangan
itu."
"Baiklah," kata Men Karma kemudian mempersiapkan makan-
an. Sedang Pan Karma m endekati istrinya dan duduk bersila.
"Ibu, sudala lamakah ibu tiba?"
"O, belum lama anakku. Nah, letakkanlah kayu itu."
Dan I Karma meletakkan bebannya kemudian duduk di dekat
ibunya. Sedang ibunya mempersiapkan hidangan.

*) D iterjem ah k an dari ceritera ra k y at berbahasa Bali.
1) M u d ah aji k e te n g M ahel aji d a d u a , su a tu u n g k a p a n u n tu k m e n d a h u lu i (p e m b u k a a n )

sebuah ccritera rak yat dalam tradisi Bali di Lom bok B arat.
2) Pan K arm a = bapaknya I K arm a.
3) Men K arm a = ibunya I K arm a.

M en u ru t trad isi Bali seorang suam i istri, bila sudah m e m p u n y a i an ak , m ereka di-
panggil m e n u ru t... nam a anaknya yang terbesar dengan didahului oleh Pan (b ap ak -
nya) u n tuk bapak dan Men (ibunya) u ntu k ib u ).-

163

"Ibu, lauk apakah yang ibu sediakan?"
"O, tak ada apa-apa anakku. Cukupiah dengan terung dan sam-
bal."

"Ya, benar anakku. Makanlah apa yang dapat disediakan oleh
ibumu. Apabila panen berhasil di saat itulah kita makan enak."

"Baiklah ayah."
"Nah, m akanlah!"
Kemudian mereka mulai makan. Sesudah pada kenyang, barulah
mereka berhenti. Setelah beristirahat sejenak, mulailah mereka
bekeija lagi. Pan Karma mengambil cangkul dan kapak, sedang
Men Karma mengambil kayu dan mengikatnya. Sesudah pekerjaan
itu hampir selesai, hari pun sudali menjelang senja.
"Pan Karma marilah kita pulang, hari sudati senja."
"Baiklah! Bersiap-siaplah! Karma sudahkah kau selesai meng-
ikat kayu?"
"Sudali ayah."
"Marilah kita pulang."
Sesudah itu mereka berangkat pulang, menuruni jurang dan
mengikuti lembah. Dan akhirnya mereka tiba di rumah. Setiba
di rumah, Men Karma segera masuk ke dapur untuk mempersiap-
kan makan malam. Bila semua sudali siap makanlah m ereka ber-
sama-sama. Setelah selesai, mereka duduk-auduk ngobrol. Bila hari
sudah larut malam Pan Karma pun minta agar semuanya tidur.
Setelah fajar menyingsing, bangunlah Pan Karma bersiap-siap
pergi ke ladang untuk menanam padi. Setelah tiba di ladang m u­
lailah mereka menanam. Dan senja hari selesailah pekerjaan itu.
Mereka pun bersiap-siap u n tu k pulang. Demikianlah dengan sing-
kat dieeriterakan tanaman itu sudali berum ur empat bulan, dan
padi sudali menguning siap untuk diketam.
"Nah, sekarang saat untuk mengetam telah tiba."
"Kapankah kita akan mulai mengetam?" tanya Men Karma.
"Dua hari lagi, itulah saat yang baik," jaw ab Pan Karma.
"Ya, benar. Itulah hari baik. Di saat itulah kita mulai menge­
tam."
Dua hari kemudian setelah fajar menyingsing, Men Karma
telah sibuk di dapur m empersiapkan bekal untuk bekerja di
ladang. Setelah semuanya siap berangkatlah mereka ke ladang.
Tak lama dalam perjalanan, tibalah mereka.
Men Karma meletakkan semua bekal pasa tempat yang baik
dan Pan Karma bersama anaknya sudah mulai mengetam padi,
kemudian diikuti oleh Men Karma. Setelah senja, ternyata peker­
jaan itu tidak selesai. Oleh karena itu Pan Karma mempersiapkan
pondok darurat untuk menjaga padi yang sudah diketam. Men­
je lang tengali malam ketika sedang tidur lelap, Pan K arm a di-
datangi oleh seorang kakek. la dibangunkan. Karena itu ia pun

164

bangun dan duduk di depannya. Setelah itu Kakek itu berkata:
"Nah, Pan K arm a, terim alah pem berianku ini berupa sebotol

minyak untuk menjaga rumah. Gantungkanlah di atap rumahmu.
Minyak itu dijaga oleh seorang wanita." Setelah mengucapkan
kata-kata dan memberikan sebotol minyak, kakek itu lenyap
dengan tiba-tiba, dan botol minyak itu dipegang dengan baik
oleh Pan Karma.

Keesokan harinya pekerjaan itu dilanjutkan. Setelah selesai
mereka bersiap-siap untuk membawa padi itu pulang. Sebelum
berangkat mereka pun beristirahat. Sambil beristirahat Pan Karma
menceriterakan pengalamannya semalam.

"Men Karma, semalam aku memperoleh anugerah dari seorang
kakek berupa botol minyak untuk penjaga rumah. Kakek itu
m engatakan bahwa minyak ini hendaklah dipelihara baik-baik
dan digantungkan di atap rumah kita."

"O, baik benar. Hendaklah kita simpan minyak itu dengan
baik, agar dapat kita wariskan kepada anak ataupun keturunan
kita selanjutnya."

Setelah itu mereka pun berangkat pulang. Dan setiba di rumah,
Men Karma menggantungkan minyak itu di tem pat yang telah
ditentukan.

"Karma letakkanlah padi itu baik-baik. Agar tidak lembab
sehingga tahan lama dan dapat kau jadikan sangu."

Demikianlah kehidupan mereka. Hari demi hari, minggu demi
minggu, bulan demi bulan dan tahun pun berganti tahun, akhir­
nya Pan Karma meninggal dunia. Demikian akhirnya Men Karma
meninggal dunia.

Demikianlah akhirnya Men Karma pun menderita suatu penya-
kit.

"A n ak k u , kukira u m u rk u tak lama lagi, aneh benar rasanya."
"Janganlah berkata begitu ibu. Dengan siapakah aku harus
hidup bila ibu meninggalkan aku?"
"Ada suatu hai yang harus ibu wasiatkan kepadam u. Bila ibu
sudah tiada lagi, ingatlah pesanku ini. A yahm u meninggalkan
sebotol minyak dan digantung pada atap rumah. Simpanlah mi­
nyak itu baik-baik. la akan m enem anim u m enem pati rumah ini,
bila ibu sudah tiada lagi."
"Minyak apakah itu ibu?"
"Nah, bila nanti ibu meninggal, di sanalah saatnya kau menge­
tahui isi botol itu."
Setelah memberikan penjelasan seperti itu Men Karma pun tak
lama kemudian meninggal dunia.
"Ibu, ibu sampai hati benar ibu meninggalkan aku seorang
diri. Tak ada lagi tem patku bertanya," kata I Karma sambil me-
nangis, mengenangkan nasib malang sebatang kara.

165

"Mengapa nasibku demikian jelek?"
Demikianlah, setelah kedua orang tua I Karma meninggal
dunia, I Karma semakin giat bekeija di ladang. Pagi-pagi benar
ia telah berada di ladang, dan bila hari sudah terasa siang ia pun
kembali pulang. Tetapi sungguh aneh, setelah tiba di rumah, ia
m enjumpai hidangan yang telah siap untuk dimakan, lengkap
dengan nasi dan lauk pauknya.
"Siapakah yang m em persiapkan hidangan ini? Kelihatannya
sangat istimewa, melebihi hidangan sebelumnya. Siapakah yang
m em persiapkannya? Ah, sebaiknya kum akan saja apa yang ada,
bukankah ini rum ahku?"

Keesokan harinya pergilah I Karma ke ladang kembali. Dan
bila senja telah tiba ia pun pulang kembali. Setelah tiba di rumah
ia merasa sangat heran. Semua peralatan kotor yang ditinggal-
kannya dijumpai telah bersih dan teratur rapi. Dan sebelum ia
sempat berpikir telah dilihatnya pula hidangan yang lengkap telah
tersedia untuk dimakan. Dan ia pun berpikir dalam hati.

"Siapa saja yang m enyediakan hidangan ini. Ah, lebih baik
besok akan kuintip, agar kutahu siapa sebenarnya yang m em per­
siapkan hidangan ini."

Demikianlah keesokan harinya I Karma bersiap-siap untuk
keladang sebagai sedia kala. Tetapi setelah tiba di tengah per-
jalanan ia segera kembali pulang untuk mengetahui siapa sebenar­
nya yang m em persiapkan hidangan itu. Setelah di rumah ia mulai
mengin tip. Dan ia sangat terkejut ketika di dapur ia melihat se­
orang wanita cantik sedang sibuk memasak. Kemudian I Karma
mendekatinya perlahan-lahan. Ia terpesona.

"Ah, sungguh cantik wanita ini. Tak ada ba n d in g an n y a." Dan
tiba-tiba I Karma menangkap pinggangnya. Terasa ada sentuhan
di badannya, wanita itu terkejut sambil melirik dan segera ber-
tanya.

"Siapakah yang berani memegang tubuhku?" suaranya terde-
ngar halus.

"Akulah I Karma."
"Tolonglah lepaskan aku."
"Aku tak mau melepasmu. Siapakah kau sebenarnya?"
"Aku bernama Ni Utama."
"Utam akah namamu? Bila aku akan melepaskan kau, tidakkah
kau akan meninggalkan aku yang malang, dan hidup sebatang kara
ini?"
"0, tidak. Aku tak akan meninggalkan kau. Aku selalu sedia
meladenimu, karena nasibku kau sudah memergoki aku."
"Jadi kau bersedia menemani aku. Benarkah katamu itu?
Aku sangat berterima kasih akan dirimu."

166

"Ya, benar. Aku berjanji untuk mendampingimu. Tetapi ingat-
lah. Bila aku sudah m endam pingim u, tidakkah kau berniat mem-
peristriku?"

"Jika mungkin, aku memang mengharapkan agar kau bersedia
berumah tangga dengan aku."

"Ya, baiklah aku bersedia. Tetapi ingatlah. Bila aku telah mem-
punyai seorang anak, berhati-hatilah menjagaku serta menjaga
anakku. Demikianlah permintaanku kepadamu. Tepatilah sungguh-
sungguh."

"Baiklah. Aku akan selalu m entaati, apa yang telah kau katakan
itu."

Demikianlah. Setelah lama berumah tangga, hamillah Ni Utama
dan melahirkan seorang anak. Pada suatu saat setelah anak itu
berumur tiga hari I Karma bertanya kepada istrinya.

' "Mengapa botol minyak itu kosong? Adakah kau pergunakan
isinya?"

"Tak ada. Aku tak pernah m em pergunakan minyak. Tidakkah
botol itu memang kosong?"

"Ali, tak apa. Biarlah," jaw ab I Karma. Setelah percakapan
itu I Karma m enuju ke ladang menanam padi. Dan setelah hari
siang datanglah istrinya ke ladang m engantarkan hidangan. Ba-
yinya pun digendong pula.

"Beristirahatlah dulu. Aku mengantarkan hidangan untukm u."
"Baiklah. Tunggulah sebentar. Aku hendak menyelesaikan
pekerjaan ini."
"Nanti disambung lagi, hari sangat terik."
Walaupun demikian ia tetap bekeija dan tidak menghiraukan
kata-kata istrinya. Kemudian ia menyuruh istrinya mengambil
air pada sebuah mata air yang letaknya agak jauh. Mula-mula
istrinya menolak.
"Janganlah aku disuruh m engam bil air. Hari am at panas. Aku
tidak tahan kepanasan."
"Kalau kau tak tahan mengapa datang ke mari. Lebih baik
pulanglah. Bukankah kau tahu di ladang memang panas," kata
suaminya bernada marah dan mendesaknya terus untuk pergi
m engam bil air. Karena tak tallan oleh desakan itu akhirnya ia
berangkat juga m enuju ke mata air, sambil meninggalkan pesan.
"Baiklah kak, aku akan pergi. Tetapi kau akan menyesal."
Demikianlah Ni Luh Utama berangkat menyusuri pematang
m en u ju ke sebuah m ata air. Jalannya sem poyongan dan tiba-tiba
tersungkur ja tu h ke m ata air. Dan badannya hancur, meleleh
terpencar di atas perm ukaan air, karena ia mem ang berasal dari
minyak kelapa. Sedangkan anaknya yang ditinggalkan pada
suaminya ketika akan berangkat menangis sejadi-jadinya. I Karma
terkejut melihat anaknya menangis seperti itu. Karena tak tahan ia

167

pun mengambil anak tersebut serta memanggil istrinya.
"Utama, Utama. Nanakah kau. Lama benar kau pergi."
I Karma lalu berangkat menyusul istrinya. Tiba-tiba ia terkejut

karena m elihat m inyak kelapa te rp en car di atas p erm u k a a n air.
Dan teringatlah ia akan wasiat ibunya, ketika ia akan meninggal,
bahwa ayahnya meninggalkan minyak di dalam botol.

"0, nasib. Istriku rupanya berasal dari minyak. Dan ia telah
kembali ke asalnya."

Sementara itu anaknya menangis tak henti-hentinya. Segala
usaha untuk mendiamkannya tak dapat berhasil. I Karma tiba-
tiba naik darah. la lupa akan diri. Dengan cepat dijangkaunya se­
bilah parang, dan tiba-tiba anak itu dicencangnya, kem udian di-
lemparkan ke parit dan sebagian terlempar ke dalam sawah dan
pohon kayu. Demikianlah anak itu telah dicencang walaupun ia
tak bersalah. Setelah itu lapanglah dada I Karma, kemudian ber
rangkat pulang.

Setiba di rumah ia merasa kesepian, karena tak seorang pun
yang mengurusnya. la mulai menyesali dirinya, dan menyesali
perbuatannya yang keliru itu. Demikianlah dan akhirnya ia berniat
untuk mencari teman hidup. Dan akhirnya ia memperoleh seorang
istri. Tetapi setelah sekian lama ia berumah tangga ia tak berhasil
memperoleh keturunan.

"Suamiku, mengapa aku tak bisa mempunyai anak. Aku sangat
menginginkannya."

"Nah, jika demikian marilah kita pergi memohon kepada Tu­
han di tem pat-tem pat suci. Semoga kita berhasil m em peroleh
anak."

"Baiklah, aku akan m e m b u a t canang g e n te n 4' u n tu k sesajen
di tem pat suci. Semoga Tuhan m em berkahi kita."

Setelah semuanya selesai berangkatlah mereka menuju ke se­
buah tem pat suci untuk m em ohon seorang anak. Setiba di te-
ngali jalan bertemulah mereka dengan seorang bayi, yang sedang
menangis keras in gin m enyusu..

"Suamiku, mengapa ada orang menangis di selokan itu se­
orang diri. Lebih baik kita ambil dan kita bawa pulang. Rupanya
permohonan kita telah terkabul."

"Nah, baiklah, ambil anak tersebut," kata suaminya. Dan is­
trinya pun terus mengambil dan menggendongnya menuju ke ru­
mah mereka. Setiba di rumah anak itu dibaringkan. Setelah ter-
tidur tiba-tiba I Karma merasa m engantuk dan berbaring di sam-
ping anak itu. Istrinya kebetulan sedang mencuci pakaian. Akhir­
nya 1 Karma tidur lelap, tetapi anak tersebut bergerak mendekati

4) C'anang genten = naraa sejenis sesajen.

168

buah dada milik I Karma dan mengisapnya. Tiba-tiba atas kehen-
dak Tuhan anak tersebut berubah menjadi lintah dan I Karma me­
ninggal karena darahnya diisap oleh lintah tersebut.

Menjelang tengali hari istrinya kembali, setelah selesai mencuci
pakaian. Dilihatnya suaminya telah meninggal di dekat seekor
lintah sebesar bantal. la menjadi terkejut dan pingsan.

N ah, itulah ceritera te n ta n g asal usui adanya lintah di dunia ini,
yang merupakan penjelmaan seorang bayi setelah dicencang oleh
ayahnya sendiri dan dilemparkan ke berbagai penjuru. Daging
anak tersebut berubah m enjadi lintah. Hasil cencangan yang
terlem par ke air menjelma menjadi lintah dan yang terlempar
ke daun-daun kayu menjelma menjadi lintah darat.

169

20. SUNDARI BUNGKAH*}

Tersebutlah sebuah ceritera m udah aji keteng, mahel aji da-
d u a l). Ceritera ini tentang seorang gadis yang bernam a Dedara
Nunggal. Pada jam an dahulu terdapat sebuah keluarga dengan se-
orang anak wanita. Anak tersebut Dedara Nunggal. Karena ia me-
rupakan anak tunggal. Ketika Dedara Nunggal menjelang dewasa,
kedua orang tuanya bercerai. Sejak itu Dedara Nunggal mulai
mengecap kehidupan pahit. Penuh penderitaan. Tak lama setelah
bercerai kedua orang tuanya masing-masing kawin lagi. Kini De-
dara Nunggal memiliki ibu dan bapa tiri.

la mulai merasakan pahitnya hidup bersama seorang ibu tiri.
Apa saja pekerjaan yang digarapnya semuanya serba salah.

" "Anakku Dedara Nunggal, mengapa engkau selalu bercekcok
dengan ibumu. Kau memang anak tebal telinga. Kau memang anak
bandel. Bila kau tak mau turut pada nasehat ayah, pergilah dari
rum ah ini. Carilah ayah tirim u."

"Ayah, ayah, sampai hati benar ayah mengusirku. Bukankah
aku darah daging ayah satu-satunya."

"Pergi kataku. Jangan kau bicara lagi. Cari ayah tirim u ."
"Baiklah ayah, aku akan coba mencarinya." Demikianlah De­
dara Nunggal berkata sambil berjalan meninggalkan rumah dan
menahan penderitaan. Tak lama dalam perjalanan, tibalah Dedara
Nunggal di rumah ayah tirinya.

"Ayah, aku diusir oleh orang tuaku. Tolonglah aku yang malang
ini ayah. Terimalah aku m enetap di sini ayah. Berilah aku peker­
jaan agar aku dapat makan ayah."

"Ah, Dedara Nunggal. Mustahil anak semacam kau akan dapat
m elakukan pekerjaanku. Kukira kau akan selalu m enyantap oceh-

*) D iterjem ahk an dari ceritera rak y at berbahasa Bali. Sundari B ungkah m e n u ru t keper-
cayaan orang Bali di Lom bok dan orang Sasak yang m engetahui ceritera ini, adalah
m akhluk super natural yang m enguasai pohon cnau.

1) M u d ah a ji k e te n g , m a lic i aji d a d u a , a d alah su atu u n g k a p a n u n tu k m e n d a h u lu i (p e m -
bukaan) sebuali ceritera rakyat dalam tradisi Bali di L om bok B arat. M udah = m urah.
Aji = berharga. K eteng = satu (u n tu k m ata uang). M ahel = m ahal. D adua = dua.
T eijem ahan arafiahnya adalah: M urah berharga satu, m ahal berharga dua. M aksud-
nya: Baik b u ru k n y a atau b o b o t ceritera ini terserah kepada anda.-

170

anku. Bukan nasi yang kau peroleh, kalau tinggal di sini. Karena
itu sebaik-baiknya kembalilah kau kepada ayahmu, aku tak sang-
gup mengurusmu di sini."

"Baiklah ayah. Bila ayah tak sanggup menolong aku yang
menderita ini, aku akan kembali kepada ayah kandungku."

"Ya, kembalilah kau segera."

Dedara Nunggal berjalan dengan sedili, sambil mengenangkan
nasibnya yang penuh penderitaan. Dengan langkah gontai seben-
tar-sebentar ia terhuyung menahan lapar. Segera setelah tiba kem­
bali di rum ahnya ia ditegur oleh ayahnya.

"Mengapa kau kembali lagi?"
"Maafkan ayah karena ayah tiriku tak mau menerima kedatang-
anku. Dia mengira bahwa aku tak akan mampu mem bantunya
bekerja."
"Jadi kau mau kembali tinggal di rumah ini. Tunggulah akan ku-
mintakan persetujuan ibumu."
"Mengapa ayah harus meminta persetujuan ibu, ayah? Bukan­
kah aku darah dagingmu. Dan ayahlah yang menghidupi aku hing-
ga besar seperti ini."
"Ayah tak mungkin memutuskan sendiri. Bukankah dia adalah
istriku dan juga adalah ibumu?" Kemudian ia bertanya kepada
istrinya.
"Bagaimana pendapatm u sekarang? Anakmu Dedara Nunggal
kembali mau tinggal bersama kita. Dapatkah kau menerimanya?"
"Ah, aku tak sanggup hidup serumah dengannya. Aku masih
kuat dan dapat bekerja. Semua pekerjaan di dapur masih sanggup
aku inengerjakannya. Menyapu serta membersihkan halaman ju ­
ga aku masih sanggup. Demikian juga meladenimu, meladeni
suami tak pernah kulalaikan. Apakah sesuatu yang kurang? Ah,
usir saja dia dari rumah ini. Biarkan bagaimana saja jadinya. Biar
mampus sekali pun. Mataku sudah sangat jem u melihatnya."
Sesudah itu berkatalah sang ayah kepada Dedara Nunggal:
"Nah, anakku Dedara Nunggal. Kau telah dengar kata-kata
ibum u. A yah sudah tak dapat berpikir lagi. Paling baik pergi sa­
jalah kau."

"Baiklah ayah kalau ayah sudah memutuskan seperti itu."
Lalu berangkatlah Dedara Nunggal menurutkan langkah tanpa
tujuan. Ditelusurinya tepian sungai Jangkok, dan akhirnya ia du­
duk di atas sebuah batu.
"Ah, mengapa demikian buruk suratan takdir atas hidupku.
Ibu dan ayah membenciku. Mereka bahkan mengusirku. Ah, tak
berarti h idupku ini. Ah, jalan yang terbaik bagiku adalah mener-
ju n k a n diri ke sungai ini, biar tam atlah riw ayatku tidak lagi me-
ngotori dunia." Lalu ia menceburkan diri ke dalam sungai.

171

Nah, takdir tak dapat ditolak, apa pun bisa terjadi bila Tuhan
menghendakiNya. Tiba-tiba Dedara Nunggal berubah menjadi po­
hon kayu dan hanyut di tengah sungai. Tepat pada saat itu seorang
pemuda yang sedang mandi di hilirnya, terkejut melihat sebatang
pohon yang asing, hanyut m enuju ke tem patnya dan tiba-tiba
terhenti.

"Ah, siapakah yang menghanyutkan pohon kayu lengkap de­
ngan daun dan akarnya? Tak puny a perasaan, tak memperhitung-
kan orang yang sedang mandi di hilir. Mengganggu." Tiba-tiba
ia mendengar suara.

"Eh, suara siapakah itu? Tak ada orang. Hanya suara."
"Ya, akulah yang bersuara. Pohon kayu yang di sampingmu
ini. Aku anak malang yang sedang diseret air, karena nasib. Bila
kau berkenan menolongku kelakakuakan membalasbudi baikmu."
"Baiklah, tetapi pohon apakah namamu?"
"Aku bernama Dedara Nunggal."
"Tetapi dengan apakah aku harus mengangkutmu ke darat?"
"Bila kau hendak menolongku janganlah raguragu, angkatlah
aku."
Dengan segera pohon itu lalu dinaikkan ke darat kemudian dita-
nam di tepi sungai. Sesudah ditanam lelaki itu bertanya:
"Siapakah kau sebenarnya Dedara Nunggal?"
"Engkaulah satu-satunya orang yang belas kasihan menolongku.
Aku memang makhluk malang. Karena penderitaan, aku tak dapat
menguasai diri. Kurasa hidupku m em ang tak berguna. Tiba-tiba
tanpa kusadari kubuang diriku di sungai Jangkok*- ini. Dan atas
kehendak Tuhan tubuhku segera berubah bentuk menjadi seba­
tang pohon. Nah, sekarang aku harus membalas budi kepada
umat manusia, sebab kukira sekaranglah tubuhku ini punya arti.
Ketika aku masih berwajah manusia aku sama sekali tak berarti.
Nah, demikianlah riwayatku. Semua telah kuceriterakan padamu.
Tetapi siapakah namamu? Aku ingin sekali mengetahuinya."

"Aku bernama Teruna Nunggal. Aku anak tunggal. Aku hanya
seorang diri diasuh oleh orang tuaku. Itulah sebabnya aku berna­
ma Teruna Nunggal".

"Nah, nanti bila bungaku telah muncul, di saat itulah aku
akan membalas budi baikmu yang telah rela menolongku."

"Aku juga akan sangat berterima kasih atas pemberianmu.
Dengan apakah kau akan membalasnya?"

"Kalau hai itu yang kau tanyakan baiklah. Nanti bila aku sudah
berbunga, sering-seringlah kunjungi aku. Panjat batangku dan
ayunkanlah bungaku itu. Pukullah batang bungaku dengan pele-
pah batang kelapa serta nyanyikanlah m antera ini.

2) Jangkok = nam a sungai yang m engalir di Lom bok Barat.

172

O, meme, o, bapa
Anta gini anta gina,
Lilir ambika,
Beang pianake manyusu,
Ane m a d an Mas Sundari M u n c a r 3'

Bila kau telah selesai melakukan hal itu, selipkanlah pem ukul
itu di antara batang bungaku dengan badanku. Itulah syarat
yang harus kau lakukan agar bungaku dapat memberikan air
lebih banyak. Itulah yang kupergunakan sebagai balas budi per-
buatan baikmu. Nah, bila bungaku mekar, potonglah kembang
itu dengan didahului dengan ini:

Nah, jani pacangbukak tiang danggul nyaine.
Ane kaja, ane Kelod, Kangin, Kauh,
Apang meresidayang maan pianak nyaine manyonyo
Ane m ad an Mas Sundari M u n c a r4)

Nah, bila batang bungaku sudah mulai mengalirkan air, setiap
kau hendak memanjat batangku sebutlah namaku dengan sebutan
Sundari Bungkali. Sebab setelah bungaku dipotong aku berganti
nama dengan Sundari Bungkah. Dan apabila di saatmu m em anjat
batangku hujan turun dengan lebat serta guntur menggelegar,
ja n g a n sekali kau lupa u n tu k m e n y u n tin g k a n lip5) agar aku tidak
terkejut. Nah, agar pemberitahuanku lengkap untuk balas budi
kepadam u, baiklali kuberitahukan. Bila ada orang merusak kelan-
caran jalan airku dengan ilmu hitam , pergunakanlah m antera ini
untuk menolaknya:

Segara penulak
Keneh anake ngusak yeh Mas Sundari Bungkah
Upet-upet

3) Seluruhnya m erupakan m antera yang dinyanyikan bila seorang penarep m em ukul
batang bunga en au . Penarep adalah orang yang p ekerjaannya m engusahakan air nira
(enau).
M antera itu terjem ah an n y a sebagai berikut:

O, ibu, O, ayali
A nta G ini, A nta Gina
Lilir abika
Berilah anakinu inenyusu
Yang b em ajn a Mas Sundari M uncar.

4) M antera teijem ahannya:
N ah, sekarang batang bungam u akan kupotong
Yang m enghadap ke utara, selatan, tim ur m aupun barat
Agar anakm u yang bernam a Mas Sundari M uncar
d apat m engisap air su su.

5) Lip = lidi ijuk. Sebuah lidi yang te rd a p a t di ijuk.

173

Segara kelod segara kangin
Palik, pinu lak B atara W is n u 6).

Nah, nanti airku mengalir, dapat kau pergunakan untuk berba-
gai k e b u tu h a n . K egunaan ny a yang uta m a adalah u n tu k dijadikan
gula. Beginilah caranya. Mula-mula masaklah sebagai memasak air
panas. Bila airku sudah berbentuk bubur tuangkanlah pada tabung
bambu atau tem purung kelapa. Bila telah kering ia m enjadi gula
yang dapat dipergunakan untuk berbagai kebutuhan. Di samping
untuk gula airku dapat pula kau minum seketika. Rasanya manis.
Dan, bila kau ingin m embuat airku menjadi tua, rendamlah akar
k ayu b a j u r 7) di dalam nya.

Tetapi, air itu tak lagi terasa manis, dan berubah warna m en ­
jadi kemerah-merahan. Dapat juga kau minum, tetapi hendaklah
hati-hati jangan melampaui batas. Bila melewati batas dapat m e­
nyebabkan mabuk dan lupa kepada kebenaran. Nah, demikian­
lah! Dan, satu hal lagi, daunku dapat dipergunakan untuk keper-
luan upacara, sedangkan ijukku dapat kau jadikan atap di kuil."

"Baiklah, dan atas semua petunjuk yang telah kau berikan ke-
padaku, aku mengucap terima kasih. Karena semua itu akan sangat
berguna bagi kaum ku, umat manusia."

Nah, demikianlah! Karena itu Teruna Nunggal merasa sangat
berbahagia akan budi baik Sundari Bungkah. Itulah sebabnya
hingga dewasa ini semua pemberian Sundari Bungkah tetap d'iman-
faatkan oleh manusia. Itulah manfaat serta jasa orang yang berbudi
baik.

Hingga dewasa ini Sundari Bungkah lumrah disebut: ENAU.-

6) M antera terjem ahannya:
Lautan penolak
N iat orang yang m erusak airmu
Tutuplah tutup
L autan selatan, m aupun tim ur
Inilah penonok dari B atara W isnu.

7) B ajur = nam a scjenis pohon yang kayunya term asuk kelas dua.-

174

DAFTAR CERITERA RAKYAT DAERAH NUSA TENGGARA
BARAT YANG PERNAH DITERBITKAN DALAM BAHASA

INDONESIA.
1. D en a w a Sari Puteri R aja Raksasa, Ceritera R a k y a t I, Balai

Pustaka, 1963.
2. G uru H usen Alim, Ceritera R a k y a t III, Bali P ustaka, 1963.
3. D a tu Aca dan R a tu Tikus, Ceritera R a k y a t III, Balai Pustaka,

1963.
4. Pak Waluh dengan A n a k -a n a k n y a , Ceritera R a k y a t III, Balai

Pustaka, 1963.
5. A nak Yatim M em asang Bubu, Ceritera R a k y a t III, Balai

Pustaka, 1963.
6. B ebek Belimas, Ceritera R a k y a t III, Balai Pustaka, 1963.
7. Asal M ulany a M ata Air Suci di Suranadi, Ceritera R a k y a t II,

Balai Pustaka.
8. Asal Mula di Sasak Tak A da H arim au , Ceritera R a k y a t IV,

Balai Pustaka, 1972.
9. Sepasang B u ru n g K e k u w o dan K ekelek, M utiara, Ja k a rta ,

1976. "
10. B atu T am in, Yayasan P e n e rb it Batu L a nte h, 1976.

175



Lampiran.

Keterangan mengenai inform an/penutur

1. J u d u l ceritera Batu Goloq.
Nama penutur Lalu Suwadi.
Tempat lahir Padamara, Kecamatan Sukamulia.
Umur 43 tahun.
Agama Islam.
Pekeijaan Karyawan Kanwil Dep. P & K
Prop. Nusa Tenggara Barat.
Pendidikan SLTA.
Bahasa yang dikuasai 1. Bahasa Indonesia.
2. Bahasa Sasak.
T em pat dan tgl. rekam an 3. Bahasa Bali.
Alamat sekarang Padamara, 18 N o p e m b e r 1979.
Komplek Perumahan Dep. P & K
2. J u d u l ceritera Cakranegara.-
Nama penutur
Tempat lahir Datu Langko.
Umur Lalu Ishak.
Agama Langko, Kecamatan Janapria.
Pekerjaan 55 tahun.
Pendidikan Islam.
Bahasa yang dikuasai Tani.
Ibtidaiyah (3 tahun).
T em pat dan tgl. rekam an 1. Bahasa Sasak.
Alamat sekarang 2. Bahasa Indonesia.
Langko, 10 S e p te m b e r 1979.
3. Ju d u l ceritera Kampung Gunting Desa Langko,
Nama penutur Kecamatan Janapria,
Tempat lahir Kabupaten Lombok Tengah.-

Umur Embung Puntiq.
Agama Lalu Barwan.
Pekerjaan Kampung Mangu Daya, Desa Ganti,
Kecamatan Praya Timur.
51 tahun.
Islam.
Tani.

177

Pendidikan Volkschool.
Bahasa yang dikuasai 1. Bahasa Sasak.
2. B ahasa Indonesia.
T em pat dan tgl. rekam an Ganti, 21 O k to b e r 1979.
Alamat sekarang Kampung Mangu Daya, Desa Ganti,
Kecamatan Praya Timur,
Judul ceritera Kabupaten Lombok Tengah.-

Nama penutur 1. G u n u n g Pujut.
Tempat lahir 2. Tem piq-E m piq.
Bapak Wahab.
Umur Kampung Ketangga, Sengkol,
Agama Kecamatan Pujut.
Pekerjaan 66 tahun.
Pendidikan Islam.
Bahasa yang dikuasai Pensiunan Dinas Perikanan Darat.
Landbouw Voorlichting Dienst.
Tem pat dan tgl. rekaman 1. B ahasa Indonesia.
Alamat sekarang 2. B ahasa Sasak.
3. Bahasa Jawa.
Praya, 7 Septem ber 1979.
Jalan Tuan Guru Lopan, Praya,
Kabupaten Lombok Tengah.

Judul ceritera Haji Ali Batu.
Lalu Muteraji Mulia.
Nama penutur Kampung Karang Dalem Batujai,
Kecamatan Praya Barat.
Tempat lahir 55 tahun.
Islam.
Umur Pengusaha.
Agama Vervolg Scool.
Pekerjaan 1. Bahasa Sasak.
Pendidikan 2. Bahasa Indonesia.
Bahasa yang dikuasai 3. B ahasa Belanda (pasip).
Batujai, 5 Septem ber 1979.
Tem pat dan tgl. rekam an Karang Dalem, Desa Batujai,
Alamat sekarang Kecamatan Praya Barat,
Kabupaten Lombok Tengah.-

Judul ceritera Kebango Renseng.
Nama penutur Lalu Barwan.
Tempat lahir Manggu Daya, Desa Ganti,
Kecamatan Praya Timur.
Umur 51 tahun.
Agama Islam.

Pekerjaan Tani.
Pendidikan Volkschool.
Bahasa yang dikuasai 1. Bahasa Sasak.
2. Bahasa Indonesia.
Alamat sekarang Kampung Manggu Daya,
Desa Ganti,
Kecamatan Pray a Timur,
Kabupaten Lombok Tengah.

7. J u d u l ceritera Raga Dundang.
Nama penutur Ayup.
Tempat lahir Gubuk Lamben, Desa Batujai,
Kecamatan Praya Barat.
Umur 50 tahun.
Agama Islam.
Pendidikan
Pekerjaan Tani
Bahasa yang dikuasai Bahasa Sasak.
T em pat dan tgl. rekam an Batujai, 23 N o p e m b e r 1979.
Alamat sekarang Kampung Semundi, Desa Batujai,
Kecamatan Praya Barat,
Kabupaten Lombok Tengah.-

Judul ceritera Datu Pejanggiq.
Nama penutur Amaq Ainun.
Tempat lahir Kampung Tangon, Desa
Pejanggiq.
Umur 55 tahun.
Agama Islam.
Pekerjaan Tani.
Pendidikan Sekolah Madrasah.
Bahasa yang dikuasai 1. Bahasa Sasak.
2. Bahasa Indonesia.
Alamat sekarang Kampung Tangon, Desa
Pejanggiq, Kecamatan Praya,
9. Ju d u l ceritera Kabupaten Lombok Tengah.-
Nama penutur
Tempat lahir Riwayat Gaos Abdul Razak.
Umur Mas Muq.
Agama Sekar Bela.
Pekerjaan 40 tahun.
Pendidikan Islam.
Bahasa yang dikuasai T u kan g Mas.
SD.
1. Bahasa Sasak.
2. Bahasa Indonesia.

179

T e m p a t dan tgl. rekam an Punia, 4 Septem ber 1979.
Alamat sekarang Desa Sekar Bela,
Kecamatan Ampenan,
10. J u d u l ceritera Kabupaten Lombok Barat.

Nama penutur 1. Rare Sigar.
Tempat lahir 2. T uan G uru Yang Berdosa.
Umur Amaq Hastani.
Agama Karang Bayan, Narmada.
Pekerjaan ±5 5 tahun.
Pendidikan Islam.
Bahasa yang dikuasai Tani.
T em pat dan tgl. rekam an
Bahasa Sasak.
11. J u d u l ceritera Karang Bayan,
Nama penutur Kecamatan Narmada.-
Tempat lahir
Wali Nyatoq.
Umur Lalu M uteradji Mulia.
Agama Kampung Karang Dalem,
Pekerjaan Batujai,
Pendidikan Kecamatan Praya Barat.
Bahasa yang dikuasai 55 tahun.
Islam.
T e m p a t dan tgl. rekam an Pengusaha.
Alamat sekarang Vervolg School.
1. Bahasa Sasak.
12. J u d u l ceritera 2. Bahasa Indonesia.
Nama penutur 3. Bahasa Belanda (pasip).
Tempat lahir Batujai, 5 Septem ber 1979.
Umur Karang Dalem, Desa Batujai,
Agama Kecamatan Praya Barat,
Pekerjaan Kabupaten Lombok Tengah.-
Pendidikan
Bahasa yang dikuasai Buen Lajanre.
B ujir DM.
Alamat sekarang Desa Kalabeso, K ecam atan Alas.
40 tahun.
Islam.
K epala SD N.
K P G Negeri.
1. Bahasa Sumbawa.
2. Bahasa Indonesia.
Desa Sebasang, Kecamatan Moyo
Hulu.-

180

13. J u d u l ceritera Sari Bulan.
Nama penutur Aries Zulkarnaen.
Tempat lahir Desa Poto, K e c a m a ta n Mo>
Hilir.
Umur 39 tahun.
Agama Islam.
Pekerjaan G uru SD.
Pendidikan SLTA.
Bahasa yang dikuasai 1. Bahasa Sumbawa.
2. Bahasa Indonesia.
T em p at dan tgl. rekam an 3. Bahasa Inggris (Pasip).
Alamat sekarang
Desa Poto,
14. J u d u l ceritera Kecamatan Moyo Hilir,
Nama penutur Kabupaten Sumbawa.
Umur
Agama Indra Zamrud.
Pekerjaan A. K arim A. Rahim.
Bahasa yang dikuasai 43 tahun.
Islam.
15. J u d u l ceritera Penilik ICebudayaan.
Nama penutur 1. Bahasa Bima.
Umur 2. Bahasa Indonesia.
Agama
Pekerjaan Menta Dea.
Bahasa yang dikuasai Abd. Azis.
41 tahun.
16. J u d u l ceritera Islam.
Nama penutur Penilik Kebudayaan.
Umur 1. Bahasa Bima.
Agama 2. Bahasa Indonesia.
Pekerjaan
Ncuhi Parewa.
Pendidikan Abdurrahman.
Bahasa yang dikuasai 40 tahun.
Islam.
Alamat sekarang Penilik Kebudayaan
Kecamatan Monta.
17. J u d u l ceritera SGA / KGA.
1. Bahasa Bima.
Nama penutur 2. Bahasa Indonesia.
Sekuru, Monta.

1. Asal Usui Lintah.
2. Sundari Bungkah.
I Gede Gumbreg.

181

Tempat lahir Karang Sabo Cakranegara.
Umur 41 tahun.
Agama Hindu.
Pekerjaan T u k an g Mas.
Pendidikan Sekolah Dasar.
Bahasa yang dikuasai 1. Bahasa Bali.
2, Bahasa Indonesia.
Alamat sekarang Kampung Karang Kediri,
Desa Cakranegara Selatan,
T em pat dan tgl. rekam an Kecamatan Cakranegara,
Kabupaten Lombok Barat.
K arang Kediri, 11 N o p e m b e r
1979.

182

DAFTAR BACAAN.
1. Budhi Sanioso, S, D in a m ik a K e b u d a y a a n dan P e n c a ta ta n n y a ,

stensilan.
2. Budhi Sanioso, S, Dr., P e tu n ju k Penulisan Ceritera R aky at,

stensilan.
3. D a n a n ja y a , Jam es, P e n u n tu n Cara P e n g u m p u la n F o lk lo re,

Fakultas Sastra, UI, 1976.
4. P o e r b a tja ra k a , R.M. Ng., Ceritera Panji Dalam Perban ding an ,

G unungA gung, 1968.
— K e p u sta k a a n Jaw a, Penerbit Ja m b a ta n , 57.
5. N gurah Bagus, Drs., D ongeng R a k y a t dan Pengajaran Bahasa,
D irektorat Bahasa dan Kesusastraan, Cabang Singaraja, 1964.
— Arti Perbuatan Baik Dalam Kepercayaan Rakyat, Singaraja,

1964.
6. R a h m a n A hm ad, L ahilote Sebuah Legenda G o ro n talo , Maja-

iah Bahasa dan Sastra, No. 5 Th. II, 76.
7. Singgih W ibisono, P e n c a ta ta n Ceritera R a k y a t, stensilan, UI.

183





v±av*vr — vxvisnd iviva-^^


Click to View FlipBook Version