The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by widya pustaka SMP Negeri 5 melaya, 2021-05-09 04:59:10

Antologi Puisi Penyair Kampus 1

Antologi Puisi Penyair Kampus 1

51

06 A Ria Puji Utami

A Ria Puji Utami, Saya lahir di Bulian Baru, 08 agustus 1993 sebagai
anak bungsu dari pasangan suami istri Gregorius Leo Sunarya dan
Theresia Sri Susila Wati.
Kakak saya bernama Yohana Danik Setia Wati dan Christina Wiwin
Andriana. Saya berasal dari Provinsi Jambi. Saya beragama Khatolik
Roma.
Saya orangnya cerewet dan humoris, saya suka menggambar untuk
menghilangkan kejenuhan, membuat puisi sekarang menjadi hobi saya.
Saya Alumni SMAN 1 Batang Hari dan diterima di Sanata Dharma,
Jurusan Sastra Indonesia, angkatan 2011.
Dari kecil saya bercita-cita ingin menjadi pelukis.
Namun hobi membaca dan mengoleksi komik menjadikan saya ingin
memiliki perpustakaan dan penerbitan buku sendiri agar dapat
menerbitkan buku-buku yang bisa mencerdaskan kehidupan anak
bangsa. Itulah sebabnya saya memilih Jurusan Sastra Indonesia.
Walaupun sebenarnya saya menginginkan Jurusan Seni Lukis tetapi Jurusan Sastra sebagai
pilihan pertama saya jalani dengan serius hingga sekarang saya sudah menjalani studi sampai
semester empat.

Di Prodi Sastra Indonesia saya suka belajar tentang sastra: drama, sastra lisan, bahasa serta
belajar membuat puisi walaupun saya tidak ahli dalam membuat puisi, belajar membuat surat,
banyak hal yang saya pelajari semoga ini menjadi bekal masa depan saya.
Harapan saya adalah dapat menyelesaikan studi empat tahun. Dan saya berharap setelah lulus
nanti saya bisa bekerja sesuai dengan bidang yang saya ambil yaitu Sastra Indonesia.

52

Senyum Mentari Ibu

Terik mentari terasa amat menusuk
Deru kendaraan memecah siang
Butiran debu berpadu dengan asap
Menjadikan siang kian abu-abu
Terasa penat di dada
Namun senyum manismu
Menyejukkan keringnya jiwa ini
Rimbun atas hutan cinta
Mengukir ketulusan di setiap sisi kehidupan

Bunda, dirimu telah mengajarkan cinta
Bagai keagungan bumi
Yang membernafas tanpa batas
Tanpa akhir dan tanpa ujung
Mengajarkan cinta
dengan harapan dan mmpi-mimpi
Kedamaian yang diberkati
Seperti titik-titik air di atas tunas
mengalir menghidupi

Bunda, kasihmu bagaikan waktu
yang berdetak begitu pelan
dan akan selalu berdetak..
Tanpa senyum hidup terasa sepi
Bunda dirimu adalah kata-kata
Dirimu adalah lirik-lirik doa
Drimu adalah cerita-cerita cinta

Bunda, jiwamu adalah kupu-kupu
Dengan seribu sayap kebebasan
Arenamu seluas langit
Tamanmu cahaya-cahaya pelanggi

53

Ketika Senja

Ketika senja menghias langit
Terselip cerita antara aku dan mama
Ketika kita duduk bersama di bawah semilir bayu senja
Mama memandangku dengan tatapan tajam kebencian

Di sudut kedua bola matamu terlihat
Seperti ada bayangan luka masa lalu
Entah apa yang mama rasakan
Namun jantungku berdetak kencang.
Darahku mengalir menghujam seluruh tubuhku
Melebihi dentingnya jarum jaman

Pandangan mama yang semakin kuat
Tapi di sudut matamu mama,
kutemukan arti cinta yang tak pernah mama tunjukkan
Aku juga menemukan arti indahnya bersamamu

Indah matamu,
bagaikan pelangi di langit senja.

54

Elegi Hujan

Air mata duka
Menangisi kebiadaban dunia
Kematian seorang manusia
Menusuk hati yang terdalam

Tak banyak yang kuperbuat
Selain menangis tak beraturan
Nada gila menyeruak
Menghancurkan hidup ayahku

Hujan berhiaskan petir
Ikut memberontak
Ikut merasakan
Pedihnya jantung
yang perlahan berhenti berdetak

Aku hanya bisa menyaksikan
Tubuh tak bernyawa tergeletak
Meninggalkan aku sendiri
Dalam dunia
yang penuh dengan kegelapan

55

Sajak Pelangi

Mengapa perbedaan sering dipermasalahkan?
Bukankah perbedaan itu indah
seperti pelangi yang menghiasi langit
sehabis hujan dengan berbagai warnanya yang berbeda.
Karena dengan perbedaan itu dunia menjadi berwarna
Yang akan menghiasi jejak-jejak sejarah.

Mengapa perbedaan sering kali
menjadi jurang pemisah di antara dua dunia?
Bukankah kita dilahirkan memang untuk berbeda?
Jikalau perbedaan menjadi masalah,
tidak akan ada seorang pun yang mau berbeda
Dia, aku, ataupun kau pasti tak mau berbeda
Tapi mengapa perbedaan menjadi musuh yang harus dilawan?
Bukankah kita hidup untuk mengasihi?

Mengapa perbedaan seakan-akan
menjadi seperti layang-layang hias
yang berlomba-lomba menari indah di langit
Tapi tak terlihat saat terbang tinggi
seperti layaknya kehidupan ini.

Mengapa kita tak seperti layang-layang itu
yang indah tapi dengan sendirinya
terbang tinggi tak terlihat
Bahkan tau mau melihat?
Akankah negara kita akan terus seperti ini
yang tinggi akan semakin tinggi
yang rendah akan semakin rendah

tidakkah bisa kita menjadi pelanggi
yang indah dengan perbedaan warnanya?

56

Sepengal Duka

Adikku kecil
Adikku sayang
Adikku malang
Meninggalkan sepengal duka

Diam membisu dengan lumuran darah
Terbungkus plastik yang terpoles oleh lumpur
Di antara kertas-kertas terserak
Tak satupun memandang dirimu

Darah mengalir dalam bara jalanan
Dan daging adalah tumpukan batu
Yang tergeletak sampai akhir
Baru kutemukan dirimu

Diperbatasan hitam dan putih
Antara dosa dan amarah
Tangan setan mencabik-cabik tubuhmu
Memotong di setiap sudut kehidupanmu

Begitu banyak penthil-penthil setan
Yang meniup dosa melenyapkan benih cintamu
Ketika matahari menyingsing
Mencuci darah dalam bungkusan

57

Sayap Amarah

Ijinkan aku sesaat meluapkan kemarahanku
Yang terpedam didalam dada ini
Mengalir dan membanjiri semua aliran darah dalam tubuh
Untuk sebuah duka tak bertahta

Bagai lautan lepas
Mengombakkan suara gemuruh
Mengunyah dosa terkutuk
Mengeliat di sekujur tubuh

Kau…kau bagai binatang jalang
Berlumur darah yang mematikan jiwa
Terlepas terkelupas dari jasad
Tergeletak tak bernyawa

Kau hancurkan tulang belulangku
Lantas kau bakar luka di atas deritaku
Kobaran amarah teramat sulit kuungkapkan
Ibarat binatang kau paling terhina

Kau cabik-cabik tubuh itu
Tak peduli jeritan bergema di telingamu
Kau kepakan sayap kemenangan mu
Ketika fajar menyingsing

58

Sajak Orang Kecil

Tak seorang pun mau memandangku
Tubuh kurus kering keronta
Dengan pakaian lusuh
Aku berjalan menyusuri trotoar

Keeping demi keping ku cari
Senyum getir mengais harapan
Demi sebutir nasi untuk bertahan

Ku terus melangkah
Di antara mobil-mobil mewah
Dan gedung-gedung tinggi
Menuju sisi kota

Ya.. perkampungan kumuh
Itulah tempat tinggal ku
Dimana aq Lahir dan dibesarkan
Mungkin sampai matahari terbit dari barat

59

Cinta Sepucuk Pinang

Negeriku indah
Negeri penuh cinta
Negeriku kurindu
Negeri buah pinang masak

Mengukir sejarah negeri Melayu
Kerajaan Sriwijaya bertahtah
Di bantaran sungai Batanghari
Meninggalkan cerita lama

Kini kujauh darimu
Negeriku kurindu
Ingin kukembali
Bermain sampan
di huluan sungai

Pinang masak tlah membenam di ufuk senja
Memejamkan mataku di akhir cerita
Membawa rinduku ke dalam mimpi
Mimpi tentang cinta sepucuk pinang

60

Sang Penguasa

Dua sudut mata
Mengalir kan tatapan tajam
Menatap setiap sisi kehidupan
Berlutut, menanti sang penguasa

Dia…
Mengunyah untaian sumpah
Mengancingkan benang keadilan
Mengikiskan iman hingga tuhan terasingkan

Dalam tahta kekuasaan
Duduk menjarah sisi pengharapan
Bertingkah menyeduh keringat sudut kota
Mengingkari amanah

Sembari berlutut
Mencoba melihat sebatang lilin
Membakar dirinya hingga secercah
Meleleh setiap sudut segitiga

Di sisi gelap malam
Satu bintang bersinar
Menemani sang rembulan
Cukup melukiskan sepenggal untaian janji

61

Puing-puing Kekejaman

Waktu mengukir jejak kaki
Suka dan duka menghias sejarah
Semua akan bermakna dan indah
Seperti pelangi sehabis hujan

Pandanglah ke depan
Karena hidup ini akan terus berjalan
Bagai nelayan mendayung perahunya
Sampai ke ujung lautan

Tapi buatku hidup itu ibarat bunga,
yang menyeruak di tengah lebatnya semak
Tumbuh di tengah reruntuhan
Bermain-main dengan puing-puing kepedihan
Berkejaran dengan debu dan panas matahari
Membakar aura kebencian
Seperti tungku-tungku yang memanaskan
Menghujam kejamnya hidup

62

Sayap yang Patah
: Kahlil Gibran

Aku lelah menanti
Aku lelah menunggu
jawaban yang tak pasti
yang kutahu tak pernah
keluar dari mulutmu

Apa yang kaumau..
Kau mempermainkan perasaanku
Kau bunuh aku dengan semua sikapmu
Kau menganggapku seakan-akan aku tak ada

Apa yang kau mau..
Deritaku kah
Atau air mataku
Percuma kau kusayang
Jika nyatanya aku tak di hatimu
Lebih baik aku menghilang
menghancur impianku tuk bersamamu

Apakah kau tahu
Remuk hatiku
Dengan gumpalan luka yang kauberi
Aku muak dengan semua lakumu
Ku tak ingin lagi menuai luka
membuat aku jera tuk mencinta.

63

Keindahan Cinta

Aku dipertemukan pada cinta yang terpilih
Sosok yang hadir untuk memenangkan hatiku
Cintamu bagaikan semilir angin yang berhembus di kala terik
Sejuk, tenang dan selasa kurindukan

Kau bisikkan cinta senada nyanyian alam
Membingkai hatiku bagai taman bunga
Kelembutan hatimu membuatku terpana
Melihat keindahan rembulan
Seperti melihat keindahan di wajahmu

Cinta,..
Di sela hatiku
Kudengar suara hatimu
Menggema lembut dalam kalbuku

64

07 Bayang Kalbu

Bayang Kalbu (dipanggil Bay) lahir di Blitar, 22
Juli 1991.

Saya mulai masuk sekolah di SDN OO1
Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara
(PPU), Kalimantan Timur tahun 1998. Kemudian
lulus tahun 2004 dengan nilai yang cukup
memuaskan.

Saya lanjutkan sekolah ke jenjang
berikutnya di SMP N 4 PPU di tahun yang sama.
Sekolah yang satu ini berada tepat di depan rumah saya. Bahkan sekolah ini berada di ruang
lingkup rumah saya (atau justru sebaliknya rumah saya yang berada di lingkup sekolah) .
Tahun 2006 saya kembali lulus sekolah dengan nilai yang cukup memuaskan, dan di
tahun itu juga saya langsung melanjutkan sekolah saya di SMA Katholik W.R. Soepratman 020
Samarinda. Sekolah ini membimbing saya hingga lulus di tahun 2009, dengan nilai baik.
Ibunda saya, yang seorang guru di sekolah menengah pertama di tempat saya dahulu
bersekolah, yang sangat disegani, serta Ayah saya yang seorang petani dan pemburu bersahaja
tidak mampu membendung niat saya yang kuat untuk menjadi seorang pengangguran. Maka,
pengangguranlah saya selama dua tahun.
Setelah dua tahun yang melelahkan menjadi pengangguran, saya melanjutkan sekolah
saya keperguruan tinggi Universitas Sanata Sharma tahun 2011. Dan tanpa ragu saya memilih
Sastra Indonesia (yang kelak akan membuat saya ragu).

65

Kutukku

Hei Keparat !
Jangan tertipu matamu
aku bukan ayam

belenggu tak membunuh
hidup mati tak berarti

Dengar!
Sungai kepedihanmu takkan bermuara
lembah kesepian akan mengungkungmu
Istri meninggalkanmu saat puncak cinta
anak dan cucumu membuangmu

merayap dalam kubang lintah
menghisap habis darah
hanya itu, hanya itu kawanmu

kamu mati!

66

Pohon Apel

ia adalah pohon apel
sumber cinta dan hidup yang menyempurnakan

mengakar kuat sumber teguh tegar
tubuh batangnya indah penuh hasrat
daun-daun mahkotanya
dan buahnya ranum menggoda
memanggil yang hidup padanya

ia adalah pohon apel
sumber cinta dan hidup yang menyempurnakan

ia adalah sumber hidup
ia adalah mahakarya penyempurna
ia adalah yang tercinta

67

Seorang Putri

Aku bingung harus berkata apa
jika ini bisa terucap,
jantungku sakit
nafasku sesak
otakku selalu merekam dengan seksama

seperti bulan bagi yang tersesat
bintang bagi pelaut
seorang putri
memakukan pandangku
memakukan pikirku

ya, aku melihat seorang putri
anggun
jelita
sempurna
hanya dia yang mampu mengguncangkan duniaku

dan
putri itu
kamu

68

Dia

Kemanakah kita seharusnya
ketika Tuhan pergi meninggalkan kita

jatuh tersungkur
bangkit lagi
terpelanting lagi
jatuh
merangkak
bangkit

berlari terseok, menyeret langkah
mengejar Tuhan
yang entah pergi kemana

69

Sajak Puzzle

Potong
dipotong
dipotong potong adikku

wahai semesta raya
dimana rasamu
dunia semakin kanibal
manusia semakin tak bermoral

menjadikan manusia potongan
sesama manusia menjadikan kerabatnya potongan
seperti puzzle
puzzle manusia

langit hujan darah

70

08 Brigitha Dina Anggraeni

Nama lengkap saya Brigitha Dina Anggraeni, saya lahir di Ternate.
Pada tanggal 12 Oktober 1993 dari pasangan Bapak Ignatius Edi
Purwanto dan Ibu Mariana Frederika Matanubun. Saya berkebangsaan
Indonesia dan beragama Katholik. Saya tinggal di Beneran RT 02 RW
023 Purwobinangun Pakem Sleman Yogyakarta.

Adapun riwayat pendidikan saya, yaitu pada tahun 2004 lulus
dari SD Negeri Karanganyar Donokerto Turi Sleman Yogyakarta.
Kemudian melanjutkan di SMP Dominicus Savio Larat (Maluku
Tenggara Barat) dan lulus pada tahun 2007. pada tahun 2011 lulus
dari SMK Sanjaya Pakem dan melanjutkan ke perguruan tinggi di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Fakultas Sastra Program Studi
Sastra Indonesia.

Pada tahun 2010 saya ditugaskan sebagai sekretaris Orang
Muda Katholik di Paroki Pakem. Untuk meningkatkan pengetahuan
dan wawasan saya mengenai berorganisasi, saya selalu mengikuti
kegiatan-kegiatan yang diadakan kampus maupun kegiatan-kegiatan
di luar kampus.
Pada tahun 2011 saya diberi kepercayaan dari wilayah paroki untuk menjadi pendamping
PIA (Pendamping Iman Anak). Dan pada tahun 2011 juga, saya bergabung dengan komunitas
sendra tari “Aburing Kupu-Kupu Kuning” yang bertempat di Jalan Kaliurang Km. 17
Yogyakarta.
Selain itu, saya juga aktiv dalam membuat puisi. Puisi-puisi saya antara lain: “Selamat
Pagi Cinta,” “Wahai Kekasihku,” “Hentikan Kekerasan di Muka Bumi,” “Kekecewaan,” “Banjir
Darah Ayah,” “Aku Pelacurmu Bung!” “Aku Perempuan,” “R,” “Tragedi,” “Dilema,”
“Losmen,” dan “Aku Menunggumu R.”

71

Selamat Pagi Cinta

Semoga hari ini
Hatimu secerah pagi ini
Secerah matahari bersinar
Langkah yang kau tapak
selalu bawa kebahagiaan

Biarkan musim berganti
Tinggalkan kesan yang mendalam
Tak mudah dilupakan
dari mata jernihmu yang berkaca

Lihat aku..
Yang selalu bisa baca pikiranmu
Mengisi jiwamu
Menyapamu menghiasi hari-harimu

Lihat senyumku
Dengarkan suaraku
Akan teduhkan jiwamu
Karena aku mencintaimu
dengan kesungguhan

72

Wahai Kekasihku

Wahai malam
Jangan kau redupkan sinar di hatinya
tuk slalu menjadi cahaya cinta di hatiku
Ungkap segala gundah dan resah dalam jiwa
Mekarkan bunga-bunga kerinduan dalam asmara

Wahai sepi
Jangan kau sembunyikan cintanya dariku
Karena yang kuharap sayangnya kepadaku
Bangunkan rindu yang resah dalam kalbu
Usik lamunan di gelap asa yang tak mengaku

Wahai dingin
Jangan kau bekukan kerinduan di antara kami
Karena dia selalu hadir dalm mimpi-mimpi
Getarkan dawai-dawai cinta dalam hati
Nyanyikan desir angin di tiap sudut sepi

Wahai kekasih
Berikan aku setangkai kelembutan jiwa
tuk ungkapkan tirai-tirai asa tersisa
Sampaikan ungkapan jiwa
dalam relung-relung rindu kepadamu

73

Hentikan Kekerasan di Muka Bumi

Jangan teruskan, hentikan !
Aku muak dengan kekerasan dan tawuran
Emosi dan ambisi menghujam setiap sudut negeri
Pemaksaan dan kebengisan terus terjadi
Beda pendapat bagai timah panah liar tak terkendali
Keringat darah membasahi raga..

Tolong, anggaplah kami sebagai manusia
Jika kami bertanya tolong jawab dengan cinta
Di jalanan, kami sandarkan cita-cita
Karena hidup kami adalah di jalanan

Apakah pantas mereka memikul semuanya?
Korban nyawa terus berjatuhan
Mari segera hentikan, jangan terlalu banyak bicara
Nyawa terus melayang

Mari kita rangkul mereka dengan cinta dan kasih sayang
Anak Indonesia harus diselamatkan dari tawuran
Karena mereka adalah generasi muda bangsa….

74

Kekecewaan

Pendidikan tak ubahnya pembentukan
Pembentukan pribadi-pribadi yang baik
Tetapi di antara yang baik ada bibit yang tidak baik
Merekalah yang akan jadi penyakit

Di tengah kemerdekaan yang nestapa
Masih adakah secerca cahaya disama?
Cahaya bagai jelata yang tak tahu apa-apa
Cahaya tuk si kecil yang terlantar di sana

Apakah kebebasan ini benar-benar nyata?
Ataukah hanya ancaman?
Kami butuh cahaya yang sebenarnya
Cahaya kemerdekaan yang nyata
Bukan hanya cahaya yang menyilaukan mata
Tetapi cahaya yang memberikan kami kepastian

75

Banjir Darah Ayah

Musim dingin paling keras dalam kehidupan
Darah berceceran
Menjelma hujan darah selangit

Bara api membakar langit
Hangus jadi sehamparan tanah hitam
Di mana demi tahta aturan ngawur diberlakukan

Banjir darah Ayah adalah tarikh paling hitam
dan pedih ketika kuasa beralih
Kejam sekali,
Siapa pun yang dianggap lawan dan bersalah
Dengan sadis ditumpasnya habis

Banjir darah Ayah
Kemanusiaan meremah musnah
Sesak sekali dada ini
Bila angan bayangkan tragedi itu

76

Aku Pelacurmu, Bung !

Aku pelacur yang mencintaimu, Bung!
Saat mataku menutup dan hidungku menghirup bau hewan
Keluar dari keringat tubuhmu hingga membanjiri malam
Yang setiap tetesnya mengalirkan lembaran-lembaran uang

Aku pelacur yang mencintaimu, Bung!
Memijat seluruh badanmu yang lelah karena pekerjaamu
Dan membuat jariku melepuh dan kesakitan
Tajamnya mengiris habis daging kebenaran hingga limit
Licinnya menjebak perempuan melacurkan cinta serendah tumit
Membelai tubuhmu hingga lumat
Sembari kau tulis berlembar-lembar
undang-undang perzinahan dan pelacuran
Sementara mulutmu mendesih nikmat

Aku pelacur yang mencintaimu, Bung!
Setelah kau tanam benih rasa di rahim kusam ini
Dan ketika lahir kau panggil anak haram

Aku pelacur yang tubuhnya hendak kau pasung
dengan undang-undang yang kau buat.
Aku adalah pelacur yang mencintaimu, Bung!

77

Aku Perempuan

Aku bisa membunuhmu, tapi bukan dengan tusukan belati
Aku membunuhmu dengan setetes cinta,
yang akan meracuni tubuhmu
Berhati-hatilah, Bung, aku ini perempuan

Aku perempuan yang mampu mengangkat kamu setinggi langit
Dan aku juga sanggup menjatuhkan martabatmu serendah telapak kaki
Berhati-hatilah bung, dalam elok tubuhku
sesekali tersimpan desis ular yang siap membelit

Terasa menyenangkan ketika kau letakkan
tubuhku bersama derit di kasur itu
Tapi jangan pernah kau jatuhkan harga diriku
Karena jika semuanya itu terjadi,
maka akan membuatmu mati dengan telanjang

Aku bukan wanita, aku perempuan!

78

:R

Ingatkah kau tentang kejadian dulu kala itu?
Kita memojok untuk memadu cinta
Mulut kitapun mulai berpagutan
Setan lewat cuatkan hasrat
Tubuhku dan tubuhmu pun mulai merapat
Mengerang, mengejang
Benih kasih pun tertanam

Beberapa bulan kemudian
Terdengan isak tangis bayi dari dalam rumah
Ada yang terdengar di selokan
Di tempat sampah
Di jalanan
Dan di kebun

79

Tragedi

Tragedi lagi-lagi tragedi
Terdengar jelas suara tembakan itu dan
Terdengar jelas pula suara ledakan itu
Pem-Boman, penembakan, banjir, tanah longsor, mutilasi,
Pembunuhan, gusur-menggusur kian menjamur
Pongah merambah bawah
Ruahkan susah ruahkan amarah
Kucucurkan air mata
Bahkan maburkan nyawa

Tragedi lagi-lagi tragedi
Mengundang kebencian suarakan makian
Rakyat miskin terdera hidupnya dan teraniaya
Penipuan, pemelaratan, pemerasan semakin tambah jelas

Tragedi lagi-lagi tragedi
Pilukan kalbu

80

Dilema

Seharusnya senang,
Ada nafsu yang terjadi
Semalam tadi.

Seharusnya happy,
Seorang pria melata
Sedekat tanah

Mestinya puas,
Gelapnya malam
Mempermudahkanku
untuk melakukan

Ternyata masih ada,
Perempuan meratapi sempat kekasih
Yang hilang tergesa
Tanpa pesan

81

Losmen

Bibir kita saling bersentuhan
Mata kita redup
Seperti keasyikan menyeruput susu coklat panas
Dari cangkir tanpa ditiup

Ini malam kita berdua, bukan malammu saja
Tanganmu mulai rakus menjarah
Tubuh ringkih gerayangi sarangmu
Aku binal karena amarah

Kalau saja,
Kutemukan cara bersih untuk keluar dari belenggu korupsi ini
Dengan tak melayani nafsu-nafsu bejat pejabat negara
Tentu saja akan mudah
Melepaskan bibir-bibir yang melekat ini

82

Aku Menunggumu R

Aku menunggumu R
Diantara langkah-langkah yang bergegas
Sebuah kendaraan yang kutunggu tak kunjung datang juga

Detik berganti detik berlalu
Berguguran sepi dan galau
Aku masih saja setia pada apa yang tak bisa ku katakan

Waktu telah menunjukkan kesedihan
Terkikis kelengangan yang menghempas
Seolah isyarat waktu yang tak terungkap

Daun-daun berguguran
Namun ada yang tetap terjaga
Menunggu datangnya dirimu suatu ketika

83

09 Elizabeth Ratnasari

Elizabeth Ratnasari, lahir di Klaten , 23 Januari 1993. Beralamat di Ngepeh, Pasung,
Wedi, Klaten. Pendidikan: TK Pertiwi Pasung, SDN Pasung 1, SMP N 1 Wedi, SMA N 1
Jogonalan. Orang tua: Ig.Suratno & Th.Sri Wulandari

84

Kekasihku

Kekasihku ....
Sudahkah kau dengar
suara angin yg membawa rinduku?
Lihatlah nanti
hujan mengalirkan air rinduku
hingga ke tempatmu

Oh kekasihku ...
Sesungguhnya kita tak pernah jauh
Kita masih menatap langit yang sama
Dan merasakan terik matahari yang sama

Kekasihku ...
Pergilah, namun kelak
jangan kau salah berjalan pulang

85

Berikan Hidupku

Lihatlah kami di sini
Langit menangis melihat duka anak-anak negeri
Tidak malukah kau makan hak kami?

Kami yang seharusnya
menikmati damainya hidup di khatulistiwa
Tapi kau belenggu kami
dengan jerat duri
Kau persulit kami
menghirup oksigen di negeri sendiri
Setelah ini apalagi?
Mau kau gadaikan
gunung dan pulau di negeri ini?

86

Sajak Adikku Malang

Hari itu, aku tak dapat lagi melihatmu
Aku tak pernah tahu
Kenapa kau pergi secepat itu ?

Tubuhmu begitu suci
Tubuhmu yang begitu mungil
Dicacah tanpa belas kasihan
Darahmu bercucuran
Mengalir, mengampiri kematian

Kini aku tak dapat memelukmu
Hatiku terluka,
kau diperlakukan kejam
Mereka telah mengambilmu dari aku

Selamat jalan adikku
Tertawalah engkau di Surga
Bersama Tuhan kita

87

Merapiku

Sejukmu ...
Suaramu ...
Pesonamu ...
Menyita seluruh rinduku
Namun murkamu membawa pilu

Ada air mata di sana
Ada pula dukaku di situ
Jangan kau marah lagi

Kembalilah pada damaimu
Kembalilah pada indahmu
Agar kami tenang di sisimu

88

Perpisahan

Perpisahan
Ada perpisahan
Antara masa lalu dengan masa depan
Ada percakapan
Antara pagi dengan malam
Ada perjanjian
Antara lonceng doa angelus dan siang hari
Ada pertemuan
Saat kau melihat dan bertanya

Siapakah yang duduk di altar gereja itu ?
Tertunduk dan mengepal tangannya
Melafalkan doa yang begitu indah
Dan dia larut dalam percakapnnya bersama Tuhan

Hening

89

10 Lidia Nathalia Trysnawati Rido

Nama: Lidia Nathalia Trysnawati Rido.
TTL: Waikabubak-Sumba Barat (NTT), 14 Desember 1991.
Asal: Sabu (NTT).
Tamat pendidikan:

TK: Kemala Bayangkari (1997)

SD: Sekolah Dasar Masehi -Waikabubak (2003-2004)

SMP: Sekolah Menengah Pertama Kristen- Waikabubak (2006-
2007)

SMA: Sekolah Menengah Atas Negeri 1– Waikabubak (2007-
2008), selanjutnya saya menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1-
Kupang (2010).

Kuliah pada tahun 2011 di Universitas Sanata Dharma-
Yogyakarta, jurusan Sastra, prodi Sastra Indonesia hingga saat ini.
Aktivitas Sastra:
- Sejak TK, saya sering mengikuti lomba baca puisi. Tetapi saya bergaul dengan puisi
sudah sejak kelas 3 SD. Walaupun, pada saat itu saya belum bisa menghasilkan sebuah
karya, tetapi saya sangat senang ketika guru-guru selalu melibatkan saya dalam berbagai
kegiatan maupun perlombaan puisi. Tak sedikit piala, piagam dan sertifikat yang saya
peroleh.
- Tidak hanya di sekolah pada tahun 1997, saya mendapat juara pertama deklamasi puisi
antar GBI (Gereja Bethel Indonesia) se-kabupaten Sumba Barat. Walaupun saya bukan
pemeluk agama ini, tapi saya selalu dipakai untuk mengikuti perlombaan.
- Di SMP, saya sempat menulis sebuah cerpen dengan judul “Ayah, Mengapa Aku”, tetapi
cerpen ini tidak sempat diterbitkan oleh Pos Kupang. Selanjutkan, saya menulis puisi
dengan judul “Akar Pahit”, “Bak Anak Tiri” dan “Kasih Sayang”, dan puisi-puisi ini
juga tidak sempat diterbitkan. Masa-masa SMP inilah prestasi-prestasi sastra saya
semakin membludak. Saya semakin terkenal dan bisa mengharumkan nama keluarga
saya.
- Selanjutnya saya mulai serius menekuni dunia sastra pada saat SMA. Di SMA saya
mengambil jurusan Bahasa, jadi saya bisa bergaul karib dengan puisi-puisi. Saya sempat
menulis sebuah novel yang berjudul “Kisahku, Kisahmu” tetapi novel ini belum selesai
saya tulis karena berbagai halangan yang saya hadapi.
Harapan: setelah saya mengikuti matakuliah penulisan puisi, maka saya akan tetap
berkarya bahkan keinginan saya harus tercapai untuk menghasikan kumpulan antologi
sendiri. Sekian dan terima kasih.

90

Hilangmu, Dukaku

Di keheningan malam ini,
Datang secercah harapan
Untuk menyambut jiwamu datang kembali

Sudah dua tahun aku merasa hidup tanpamu
Namun, ini harus kujalani
Walaupun ragaku tak sanggup

Di beranda rumah
Kududuk merenung
Mengingat canda tawamu
Sebelum kau pupus ditelan
Senjata bejat-bejat itu

Ayah….
Ingin rasanya kuberjumpa denganmu
Walau hanya dalam mimpiku
Walau hanya memandang wajahmu
Di bingkai usang ini.

O.Tuhan, jaga dia selalu di sana
Bahagiakan dia di sisimu
Karena dia, sang pejuang.

91

Denting Rindu

Kabut malam terasa menyesakkan
Bergemuruh badai malam, menggetarkan
Diantara ribuan debu dan kabut
Saat bertemu, tak bertemu terasa sesat

Kupandangi ransel kusamku
Ingin kuisi bekal rinduku
Dan kubawa berlari
Arungi gelap jalanan cintaku
Gontai jalanku iringi rinduku

92

Kemiskinan

Negaraku kaya
Tapi banyak orang miskin berserakan
Atau kemiskinan ini
Milik negaraku?
Ataukah kaum miskin yang tak mau berubah
Atau negaraku kumpulan orang miskin!

Tidak, kulihat banyak orang berpangkat
Hidup mewah dan hampir memeluk dunia

O kemiskinan…..
Pergilah kau dari negeriku Indonesia
Pergilah kau para insan yang membuat kemiskinan

Siumanlah kau
Para pembuat kemiskinan!
Buka mata hatimu
Wahai orang-orang yang membuat negara ini miskin
Indonesia bukan milik kau saja
Anak cucu juga ingin
Menikmati kekayaan negaraku
Negara Indonesia…

93

Jika Kau Adalah Aku

Jika kau adalah aku..
Akan banyak puing terajut

Jika kau adalah aku….
Aku tersadar begitu banyak cinta
terselip dalam doa sepanjang nafas

Jika kau adalah aku…
takkan pernah bertanya
kapan janji akan terpenuhi
aku „kan selalu ada untukmu
hingga tak terlewati
dalam tiap langkah semampaimu.

Tapi…
Aku harus menunggu sekian zaman
Agar kau menganggap aku ada untukmu
“jika kau adalah aku”!

94

Sanggupkah

Terdiam merenung sendu
bersenandung lagu rindu
Terbayang perjalanan waktu
Sebuah kenangan masa lalu

Tiada lagi nyanyian yang ku lantunkan
Tiada lagi penghibur laraku
Tiada lagi ketenangan dalam jiwa
Yang ada hanya bintang berduka
Yang ada hanya langit tergores luka
Seakan ku hendak berkata
Inilah nadi kehidupanku

Senyuman pun hendak membeku
Dalam dinginnya pekat malam
Tangisan kian melarut pilu
Dalam harunya lautan malam

Sanggupkah kulalui badai pasir rindu
Sanggupkah kulupakan indahnya ribuan pesona mimpi
Sanggupkah kulangkahkan kaki melewati panas bumi
Sanggupkah kubenamkan diriku dalam lautan kelam
Sanggupkah kubertahan dinginnya hembusan angin salju

Hanya ada satu jawaban hati
akan kulalui dan kujalani
dengan kasih murni setulus hatiku.

95

11 Ludgerdius Beldi

Ludgerdius Beldi lahir di Pontianak, 26
Maret 1992. Alamat asal Jalan Gajahmada,
Gg. Gajahmada X, No 6, Pontianak,
Kalimantan Barat

Nomor Telepon : 0896 7625 020

Alamat email :

[email protected]

Alamat web: https://soundcloud.com/mrlood/mrlood

Deskripsi diri: Young, Wild and Free.

96

Segitiga Pekat

Waktu itu di Ujung Darat pagi belum bisa melihat api dari dekat
Namun tameng kami tiba-tiba hancur diseruduk banteng sesat
Terkilat tangan kasar legam ramai meledakkan mataku sesaat
Terlukis dari dekat Raja kami layu dihantam laknat

Lima watt yang berada dekat, berkedip cepat melawan gerakan padat
Aku terjaga hangat dibalut bunda beradu vibra pelan menyudut ke bale-bale gelap
Sambil mencuri tatap, kepungan serta hantaman memeriahkan raut Raja kami di bawah 5 watt
Serentak aku memuntahkan tanya, "Apa salah Raja kami tuan-tuan Ujung Darat?"

Kalap, aku yang masih belum bisa melihat siang hampir kalap
Tersungkur Rajaku kutatap terlelap padat di bawah pusat 5 watt
Tangis air mata tak bisa lewat untuk menyusup keluar melihat
Hanya sontakkan membelalak mengiring hayat Raja kami terlelap

Ohh Penguasa kolong dan atap
Terlalu banyak cara menyadap diriMu yang hebat!
Terlalu banyak suara telat saat tak tau siapa yang didaulat!
Bahkan terlalu banyak yang bersyahdat menciptakan satu yang tetap!

Sekarang bisa kau lihat ! Rajaku menatap merana tanpa gerakan yang terlihat
Knights Templar yang dulu kuat, kini hina terikant diantara orang-orang Ujung Darat!
Knights Templar yang dulu kuat, kini rapat menutup kisah Trilogo para penjilat!
Dan, Knights Templar yang dulu memberiku belaian hangat, kini hanya dingin yang mengikat

Jawablah aku wahai Baphomet sang penerima surat!
Apa kau masih pekat sewaktu kami selalu bersyahdat?
Bicaralah ! Apa kau takut disalib dan dikatakan sudah bertobat ?
Sesungguhnya, ketika kau rapat seperti mayat. Trilogimu sudah tamat !

97

Ballada Badu dan Budi

Ini kisah tentang hari ini
Badu dan Budi Putra Indonesia asli

Pagi tadi Badu pergi bersekolah
Dengan sepeda bagus tapi tak sebagus katanya
Sesampai di Sekolah Badu kena marah kepala sekolah
Itu karena Badu belum bayar uang sekolah

Sesampai di rumah, belum sempat makan Badu disuruh kerja
Sama mak Ratih, Ibu tiri istri kedua ayahnya
Badu bekerja menjadi pengais sampah
Dari siang sampai sore Badu baru pulang ke rumah

Pagi tadi Budi pergi ke sekolah
Naik kijang istimewa beraroma mewah
Sesampai di sekolah Budi bertemu temannya
Badu namanya, teman sekelasnya
Ketika bertem, Budi menutup hidungnya
Karen Badu badannya beraroma sampah
Badu bingung, lalu ia bertanya :
"Budi temanku, apa aku terlihat berbeda ?"

Budi menjawab marah :
"Ia! Badanmu itu, bau sampah!"
"Gara-gara kamu, aku jadi malas sekolah!"
"Pergi kamu, dasar Tukang sampah!"

Ohhh... Indonesia
Inilah potret wajahmu dari dekat
Ohhh... Indonesia
Hitam jiwamu masih pekat
Ohhh... Indonesia
Sudikah kau menyimak suara dari dekat ?

98

Cuap-cuap Bro-Bra

Kata Bro itu :

Segitiga, banyak setannya
Garis bentuk jendela, kafir orangnya
Lengkungan bentuk bulan, teroris orangnya

Kata Bra itu :

Cewek, sopan... Kadang membuka
Cewek, "KAMI SEKARANG DI ATAS!"
Cewek, penjaga... Susah dijaga
Cewek, ada uang... Ada barang

99

Anjing !

Anjing ! Aku menghasut makananmu
Banyak maksud peluru untukmu
Ini bukan logika untuk memaksa
Gendong-menggendong tulang ? Arhgg, tersiksa Njing !

Anjing ! Kau memang penggonggong
Biji sesawi celoteh, kau lahap juga
Bukan pedang untuk memotong
Tapi kau melolong kosong arti

Anjing ! Keluar kandang lagi Njing ?
Buka suara memesan suara sama Njing ?
Kupukul kau besok merah, Njing !
Biar betina tua mu tak pusing lagi, Njing !

Anjing ! ga suka kau Njing ?
Petantang kencing invasi wilayah
Ngentot otak kau Njing! Goblok !
Jantan tuamu, tak seperti Anjing !

100

Bee

Ada kalanya waktu itu kita berbincang penuh
Mungkin hasilnya tak seperti ini
Engkau terbang dari bungaku
Dan sekarang hinggap di bunga lain, lalu pergi

Ada kalanya juga waktu itu kita becermin,
di aliran sungai yang jernih
Mungkin sayap kita bisa segar,
kemudian bersama terbang menghisap sari

Aku memang kecewa ...
Lukisan yang kau kirimkan
Mengingatkan tingkah saat kita bercerita
Dimana canda, tawa membuat iri ekor mereka
Tapi setelah itu kau menitipkan goresan sukar

Masih fasih aku merekam pidatomu itu
: tak bisa, tak bisa. Kita beda boo


Click to View FlipBook Version