The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Ringkasan materi tentang dasar-dasar perpajakan dan pajak penghasilan pasal 21, 22, 23, 24, 25, dan 4 ayat 2.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ali.fausan.1904216, 2022-07-14 06:19:47

Administrasi Perpajakan

Ringkasan materi tentang dasar-dasar perpajakan dan pajak penghasilan pasal 21, 22, 23, 24, 25, dan 4 ayat 2.

Keywords: Administrasi Perpajakan

i

KATA PENGANTAR

Dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, maka
penyusun merancang e-book ini sesuai dengan susunan materi yang akan ditempuh oleh
peserta didik. Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas petunjuk-Nya
kami berhasil menyusun e-book Administrasi Perpajakan khusunya materi Pajak
Penghasilan, dalam modul ini akan dipelajari hal-hal sebagi berikut:

 Dasar-dasar Perpajakan
 Pajak Penghasilan Umum
 Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, 24, 25, dan 4 ayat 2

Setelah mempelajari e-book ini diharapkan peserta didik memperoleh
pemahaman tentang teori dasar dan praktik yang berkaitan dengan Administrasi
Perpajakan Pajak Penghasilan. Kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa
ingin tahu, memecahkan masalah, dan keterampilan didalam lingkungan. Selain itu,
diharapkan peserta didik memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang Pajak
Penghasilan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam penyusunan e-book ini tentu masih ada kekurangannya, sebagaimana
tiada gading yang tak retak, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat ditunggu. Diharapkan e-book ini dapat bermanfaat dan membantu peserta didik
dalam belajar. Terima kasih.

Hormat kami,

Malang, 14 Juli 2022

Penulis

DAFTAR ISI ii

KATA PENGANTAR................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAGIAN I: DASAR-DASAR PERPAJAKAN

A. Pengertian Pajak ............................................................................................. 1
B. Fungsi Pajak .................................................................................................... 2
C. Pengelompokan Pajak .................................................................................... 2

BAGIAN II: PAJAK PENGHASILAN UMUM

A. Subjek Pajak dan Wajib Pajak ........................................................................ 4
B. Objek Pajak ..................................................................................................... 7
C. Dasar Pengenaan Pajak & Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak ....... 9

BAGIAN III: PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21

A. Pengertian PPh Pasal 21 .............................................................................. 20
B. Pemotongan Pajak PPh Pasal 21 ................................................................ 21
C. Wajib Pajak PPh Pasal 21 ............................................................................ 22
D. Objek Pajak PPh Pasal 21............................................................................ 23
E. Penghasilan yang Dikecualikan dari Pengenaan PPh Pasal 21 ................. 24
F. Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun ................................................................ 24
G. Tarif Pajak dan Penerapannya ..................................................................... 25
H. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)........................................................ 27
I. Cara Perhitungan Pajak PPh Pasal 21 ........................................................ 27

BAGIAN IV: PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22

A. Pengertian PPh Pasal 22 .............................................................................. 34
B. Pemungut Pajak PPh Pasal 22..................................................................... 34
C. Objek dan Tarif Pemungutan PPh Pasal 22 ................................................ 34
D. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 ................................................... 37
E. Sifat Pemungutan Pajak PPh Pasal 22 ........................................................ 40
F. Cara Perhitungan Pajak PPh Pasal 22 ........................................................ 40

BAGIAN V: PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23

A. Pengertian PPh Pasal 23 .............................................................................. 46
B. Pemungut Pajak PPh Pasal 23..................................................................... 46
C. Subjek yang Dikenakan Pemungutan PPh Pasal 23 ................................... 46
D. Objek Pemungutan Pajak PPh Pasal 23 ...................................................... 46
E. Pengecualian Objek Pemotongan PPh Pasal 23......................................... 47

F. Tarif Pemungutan PPh Pasal 23 .................................................................. 47 iii
G. Cara Perhitungan Pajak PPh Pasal 23 ........................................................ 49

BAGIAN VI: PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 24

A. Pengertian PPh Pasal 24 .............................................................................. 53
B. Penggabungan Penghasilan......................................................................... 53
C. Batas Maksimum Kredit Pajak ...................................................................... 53
D. Tarif Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri............................................ 54
E. Tarif Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap .............. 55
F. Cara Perhitungan Pajak PPh Pasal 24 ........................................................ 58

BAGIAN VII: PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 25

A. Pengertian PPh Pasal 25 .............................................................................. 63
B. Cara Perhitungan Pajak PPh Pasal 25 ........................................................ 63
C. Beberapa Masalah/Kasus Dalam Menghitung Besarnya PPh Pasal 25..... 64
D. Hal-hal Tertentu Dalam Perhitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 ... 65
E. Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru, Bank, BUMN, BUMD, dan

Wajib Pajak Tertentu Lainnya ....................................................................... 66

BAGIAN VIII: PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 4 AYAT 2

A. Pengertian PPh Pasal 4 Ayat 2 .................................................................... 70
B. Objek Pajak PPh Pasal 4 Ayat 2 .................................................................. 70
C. Tarif Pajak PPh Pasal 4 Ayat 2..................................................................... 70
D. Cara Perhitungan Pajak PPh Pasal 4 Ayat 2 ............................................... 76

DAFTAR REFERENSI ............................................................................................. 78

BAGIAN I 1

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

A. PENGERTIAN PAJAK

Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara yang berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran. Manfaat pajak digunakan untuk melakukan pembangunan
hingga membayar gaji pegawai negeri. Terdapat beragam definisi pajak, berikut ini adalah
definisi pajak menurut para ahli.

 Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani: Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang tertutang oleh mereka yang wajib membayarnya menurut
peraturan, tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum terkait dengan tugas
negara dalam menyelanggarakan pemerintahan.

 Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja: Pajak adalah iuran wajib berupa
uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma – norma
hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.

 Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.: Pajak adalah iuran kepada kas
negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontra – prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Pajak adalah peralihan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber
utama dalam membiayai public investment.

Sedangkan menurut Undang – Undang No. 16 tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang
perubahan keempat atas Undang – Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.

Dari pengertian atau definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur –
unsur :
1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang – undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan

undang – undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat

ditunjuk. Dalam pajak tidak ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh
Pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yaitu pengeluaran – pengeluaran
yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2

B. FUNGSI PAJAK

1. Fungsi anggaran (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi Pemerintah untuk
membiayai pengeluaran – pengeluarannya. Contoh : pajak dimasukkan dalam
APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang social dan ekonomi. Contoh : proteksi terhadap barang
produksi dalam negeri dengan mengenakan PPN Impor untuk belanja impor
barang ; sebagai sarana untuk mendorong ekspor dengan mengenakan pajak 0%
untuk ekspor barang ; minuman keras dikenakan pajak yang tinggi , sehingga
konsumsi minuman keras dapat ditekan ; barang mewah dikenakan PPnBM yang
tinggi untuk mengurangi konsumsi.

3. Fungsi pemerataan pendapatan (redistribution)
Pajak yang dipungut negara selanjutnya akan dikembalikan kepada masyarakat
dalam bentuk penyediaan fasilitas public di seluruh wilayah negara. Contoh :
terdapat berbagai macam tarif pajak yang dikenakan kepada wajib pajak. Wajib
pajak yang memiliki penghasilan tinggi atau lebih besar dikenakan pajak lebih
besar dibandingkan yang memiliki penghasilan rendah bahkan bisa jadi yang
berpenghasilan rendah bisa tidak membayar pajak. Peranan pajak sebagai alat
pemerataan pendapatan sangat penting untuk menegakkan keadilan sosial.

4. Fungsi legalitas pemerintahan (representation)
Pemerintah membebani pajak atas warga negara, dan warga negara meminta
akuntabilitas dari pemerintah sebagai bagian dari kesepakatan (pengenaan pajak
tidak diputuskan secara sepihak oleh penguasa tetapi merupakan kesepakatan
bersama dengan rakyat melalui perwakilan di parlemen).

5. Fungsi stabilitas
Pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan
dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Contoh : pemerintah
mengatur peredaran uang di masyarakat , memungut pajak , dan menggunakan
pajak.

C. PENGELOMPOKAN PAJAK

1. Menurut Golongannya / pihak yang menanggungnya

a. Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dibebankan / dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB).

b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pemungutannya tidak didaftarkan 3
berdasarkan nomor kohir, tetapi jika ada peristiwa, perbuatan tetentu,
pembayar pajak dapat melimpahkan beban pajaknya kepada orang lain.
contoh : Pajak Pertemabahan Nilai (PPN ), Pajak Penjualan atas Barang
Tergolong Mewah (PPn BM) , Bea Meterai.

2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal / berdasarkan pada subjek
pajaknya. Pengenaan pajaknya memperhatikan keadaan diri/kondisi Wajib
Pajaknya. Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya , tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajaknya. Contoh : Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut lembaga Pemungutnya

a. Pajak Pusat / Negara adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak penjualan atas Barang
Mewah, Bea Meterai.

b. Pajak Daerah / Lokal adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri
atas :
1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restauran, Pajak
Hiburan.

BAGIAN II 4

PAJAK PENGHASILAN UMUM

Undang–undang No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh)berlaku sejak 1 Januari
1984. Undang–undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir diubah dengan
Undang–undang No. 36 tahun 2008.

Undang–undang Pajak Penghasilan mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap
subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima/ diperolehnya dalam tahun pajak.
Subjek pajak yang menerima/ memperoleh penghasilan, dalam UU PPh disebut Wajib Pajak.
Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima/ diperolehnya selama satu tahun/ dapat
pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak
subjektifnya dimulai/ berakhir dalam tahun pajak.

Undang–undang PPh menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang
terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.

A. SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK
Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima/
diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah:
1. Orang Pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak.
2. Badan; terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN/BUMD, dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik/ organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT); bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha/ melakukan kegiatan di Indonesia.

Subjek pajak dapat dibedakan menjadi:

1. Subjek pajak dalam negeri yang terdiri dari;
a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu:
- Orang pribadi yang bertempat tinggal/ berada di Indonesia lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau;
- Orang pribadi yang dalam suatu tahun berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subjek pajak badan, yaitu:
Badan yang didirikan/ bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :

- Pembentukannya berdasarkan ketentuan perundang – undangan. 5
- Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja

negara/ anggaran pendapatan dan belanja daerah.
- Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat/

pemerintah daerah; dan
- Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
c. Subjek pajak warisan, yaitu:

Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari;
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha/ kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia; dan
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima/ memperoleh penghasilan dari Indonesia
tidak dari menjalankan usaha/ melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah
menerima/ memperoleh panghasilan yang besarnya melebihi PTKP. Subjek pajak badan
dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan, bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak
karena menerima dan/ memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, wajib pajak adalah orang pribadi/
badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Perbedaan wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara lain adalah:

WAJIB PAJAK DALAM NEGERI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI

Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang
diterima/diperoleh dari Indonesia dan dari berasal dari sumber penghasilan di Indonesia
luar Indonesia

Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
netto
Tarif pajak yang digunakan tarif sepadan (tarif
Tarif pajak yang digunakan adalah tarif umum UU PPh psl 26)
(tarif UU PPh pasal 17)
Tidak wajib menyampaikan SPT
Wajib menyampaikan SPT

KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF

MULAI BERAKHIR 6

Subjek pajak dalam negeri orang pribadi: Subjek pajak dalam negeri orang pribadi:

Saat dilahirkan Saat meninggal

Saat berada/ bertempat tinggal di Indonesia Saat meninggalkan Indonesia utk selama –
lamanya
Subjek pajak dalam negeri badan:
Subjek pajak dalam negeri badan:
Saat didirikan/ bertempat kedudukan di
Indonesia Saat dibubarkan/ tidak lagi bertempat
kedudukan di Indonesia

Subjek pajak luar negeri melalui BUT Subjek pajak luar negeri melalui BUT

Saat menjalankan usaha/ melakukan kegiatan Saat tidak lagi menjalankan usaha/ melakukan

melalui BUT di Indonesia kegiatan melalui BUT di Indonesia

Subjek pajak luar negeri tidak melalui BUT Subjek pajak luar negeri tidak melalui BUT

Saat menerima/ memperoleh penghasilan dari Saat tidak lagi menerima/ memperoleh

Indonesia penghasilan dari Indonesia

Warisan belum terbagi Warisan belum terbagi

Saat timbulnya warisan yang belum terbagi Saat warisan telah selesai dibagikan

Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:

1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat/ pejabat lain dari negara asing dan orang–

orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama–sama mereka, dengan syarat \;

- Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima/ memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia

- Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik

3. Organisasi internasional, dengan syarat;

- Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut

- Tidak menjalankan usaha/ kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran para anggota

4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat;

- Bukan warga negara indonesia

- Tidak menjalankan usaha, kegiata/pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan 7
di Indonesia.

B. OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diterima/ diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi/ untuk menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk;

1. Penggantian/ imbalan berkenaan dengan pekerjaan/ jasa yang diterima/diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun/ imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU ini.

2. Hadiah dari undian/ pekerjaan/ kegiatan dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan/ karena pengalihan harta termasuk:

a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan
badan lainnya sebagai pengganti saham/ penyertaan modal.

b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu/
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya.

c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha/ reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apapun.

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan/ sumbangan
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi/ orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan badan usaha, pekerjaan, kepemilikan/
penguasaan diantara pihak – pihak yang bersangkutan; dan

e. Keuntungan karena penjualan/ pengalihan sebagian/ seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan/ permodalan dalam
perusahaan pertambangan.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebaskan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.

7. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.

8. Royalti/ imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan/ perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu

yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih penilaian kembali aktiva.

14. Premi asuransi. 8
15. Iuran yang diterima/ diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib

pajak yang menjalankan usaha/ pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak.
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai

ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19. Surplus Bank Indonesia.

Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti
gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan,
pengacara dsb.
2. Penghasilan dari usaha/ kegiatan.
3. Penghasilan dari modal/ penggunaan harta, seperti sewa, bunga, deviden, royalti,
keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan dsb.
4. Penghasilan lain – lain, yaitu penghasilan yang tidak dikualifikasikan ke dalam
salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti; keuntungan karena
pembebasan utang, keuntungan karena selisih kurs mata uang asing, selisih lebih
karena penilaian kembali aktiva, hadiah undian.

Bagi wajib pajak dalam negeri yang menjadi objek pajak adalah penghasilan baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi wajib pajak luar
negeri yang menjadi objek pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
1. a) Bantuan/sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat/

lembaga amil zakat yang dibentuk/ disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak/ sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan
yang dibentuk/ disahkan oleh pemerintah, dan; b)Yang diterima olah penerima
sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan berdasarkan peraturan
pemerintah, dan; c) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi/ orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur dengan/ berdasarkan peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan/ penguasaan
di antara pihak – pihak yang bersangkutan.
2. Warisan.
3. Harta, termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham/
sebagai pengganti penyertaan modal.
4. Penggantian/ imbalan sehubungan dengan pekerjaan/ jasa yang diterima/ diperoleh
dalam bentuk natura/ kenikmatan dari wajib pajak/ pemerintah, kecuali yang diberikan

oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final/ wajib pajak 9
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
6. Deviden/ bagian laba yang diterima/ diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak
dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
a. Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan;
b. Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima deviden kepemilikan

saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah
modal yang disetor.
7. Iuran yang diterima/ diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri
keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud
pada angka 7, dalam bidang – bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan.
9. Bagian laba yang diterima/ diperoleh anggota darai perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham – saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima/ diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha/ kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah/ yang menjalankan kegiatan
dalam sektor – sektor usaha yang diatur dengan/ berdasarkan peraturan Menteri
Keuangan, dan;
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuanya diatur lebih lanjut
dengan/ berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.
12. Sisa lebih yang diterima/ diperoleh badan/ lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/ bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana
dan prasarana kegiatan pendidikan dan/ penelitian dan pengembangan dalam jangka
waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan/ berdasarkan peraturan menteri keuangan.
13. Bantuan/ santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan sosial
kepada wajib pajak tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.

C. DASAR PENGENAAN PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PENGHASILAN
KENA PAJAK

Dasar Pengenaan Pajak 10
Menghitung PPh terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya

(DPP). Bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi
dasar pengenaan pajaknya adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP), sedangkan bagi
wajib pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.

Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dihitung sebesar
penghasilan netto, sedangkan bagi wajib pajak orang pribadi dihitung sebesar
penghasilan netto dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Rumusan
penghasilan kena pajak sebagai berikut:

- PKP WP Badan = penghasilan netto

- PKP WP Orang Pribadi = penghasilan netto – PTKP

Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Bagi Wajib Pajak dalan negeri dan Bentuk Usaha Tetap penghitungan besarnya
penghasilan netto dapat dilakukan dengan cara:

1. Menggunakan pembukuan.
2. Menggunakan norma perghitungan penghasilan netto.

Pembukuan merupakan suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan, biaya, jumlah harga perolehan dan penyerahan barang / jasa yang ditutp
dengan Menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi setiap tahun
pajak berakhir. Wajib pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan wajib
menyelenggarakan pembukuan.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan Wajib Pajak
Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha / pekerjaan bebas dapat dikecualikan dari
kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan:

1. Diperbolehkan menghitung penghasilan netto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Netto.

2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha / pekerjaan
bebas.

Pencatatan yang wajib dilakukan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha / pekerjaan bebas meliputi peredaran / penerimaan bruto, penerimaan
penghasilan lainnya, penghasilan yang bukan objek pajak dan / penghasilan yang
dikeankan pajak bersifat final. Bagi wajib Pajak yang semata – mata menerima
penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai
penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan netto yang merupakan objek PPh.
Pembukuan / pencatatan harus:

1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan/
kegiatan usaha yang sesungguhnya.

2. Diseleggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab , 11
satuan mata uang rupiah.

3. Disusun dalam Bahasa Indonesia / Bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan (Mis. Bahasa Inggris).

Menghitung Penghasilan Kena Pajak Dengan Menggunakan Pembukuan

Bagi Wajib Pajak orang pribadi besarnya penghasilan kena pajak dihitung
penghasilan netto dikurangi PTKP. Bagi Wajib Pajak badan penghasilan kena pajak sama
dengan penghasilan netto dihitung dari penghasilan bruto dikurangi biaya – biaya yang
diperkenankan oleh UU PPh. Bagi Wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
penghasilan kena pajak dihitung berdasarkan penghasilasn bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Rumus untuk menghitung penghasilan kena pajak:

- PKP Wajib Pajak orang pribadi
= Penghasilan netto – PTKP
= (Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP

- PKP Wajib Pajak Badan
= Penghasilan Netto
= Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh

Penghasilan kena pajak bagi wajib Pajak dalam negeri dan BUT besarnya
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan, termasuk:

1. Biaya yang langsung / tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara
lain:
a. Biaya pembelian bahan.
b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan/jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.
c. Biaya perjalanan.
d. Biaya pengolahan limbah.
e. Bunga, sewa, dan royalty.
f. Premi asuransi.
g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur berdasarkan peraturan Menteri
Keuangan.
h. Biaya administrasi.
i. Pajak, kecuali Pajak penghasilan.

2. Penyusutan atas pengeluaran perolehan harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran peroleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manffat lebih
dari satu tahun.

3. Iuran kepada dana pension yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan / pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam

perusahaan/yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.

5. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. 12
6. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
7. Piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih dengan syarat :

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tak dapat ditagih

kepada DirJen Pajak.
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri/

Instansi Pemerintah yang menangani piutang negara / adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang / pembebasan utang antara
kreditur dan debitur yang bersangkutan, / telah dipublikasikan dalam
penerbitan umum / khusus , / adanya pengakuan dari debitur bahwa
utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
d. Syarat sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil.
8. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
9. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Sumbangan fasilitas Pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan
Pemerintah.
11. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
12. Biaya pembangunan infrastruktur social yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
13. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
14. Kompensasi kerugian fiscal tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun).

Berikut biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan penghasilan kena
pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT:

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti deviden,
termasuk deviden yang dibagikan oleh perusahaan asuransi oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

2. Biaya yang dibebankan / dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, / anggota.

3. Pembentukan / pemupukan dana cadangan, kecuali:
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan social yang
dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan social.
c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga penjamin simpanan.
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha penambangan.
e. Cadangan biaya penanaman Kembali untuk usaha kehutanan.

f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan 13
limbah industry untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan
dan syarat- syaratnya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

4. Premi asuransi Kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

5. Penggantian / imbalan sehubungan dengan pekerjaan / jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi
seluruh pegawai serta penggantian / imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan
di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham /
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.

7. Harta yang dihibahkan, bantuan/ sumbangan, dan warisan, kecuali:
a. Sumbangan yang diperbolehkan dikurangkan.
b. Zakat yang diterima oleh badan amil zakat / lemabga amil zakat yang
dibentuk / disahkan oleh Pemerintah.
c. Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh Lembaga keagamaan yang
dibentuk / disahkan oleh Pemerintah.

8. Biaya yang dibebankan / dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak /
orang yang menjadi tanggungannya.

9. Biaya – biaya (pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang:
a. Dikenakan PPh bersifat final.
b. Bukan objek PPh.

10. Biaya – biaya (pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang PPh nya dihitung dengan menggunkan Norma Penghitungan
Penghasilan Netto.

11. Pajak penghasilan.
12. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana

berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang – undangan di
bidang perpajakan.

Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Netto

Bila Wajib Pajak menghitung penghasilan kena pajak menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Netto, besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya
dengan (persentase) Norma Penghitungan Penghasilan Netto dikalikan dengan jumlah
peredaran usaha / penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun.

Besarnya penghasilan netto dihitung berdasarkan pedoman yang dibuat dan 14
disempurnakan terus menerus serta diterbitkan oleh DirJen Pajak berdasarkan pegangan
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Syarat Wajib pajak orang pribadi yang dapat / diperbolehkan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Netto:

1. Peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000,- per tahun.
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku.
3. Menyelenggarakan pencatatan.

Contoh penghitungan penghasilan kena pajak dengan menggunkan Norma
Penghitungan Penghasilan Netto:

Wajib pajak Rian / K / 2, seorang memiliki usaha industri makanan dodol labu di Jakarta.
Penerimaan bruto setahun dari industry dodol labu Rp 2.400.000.000,- . Misal besarnya
prosentase norma untuk industry dodol sebesar 20 %.

Penghasilan netto dihitung sebagai berikut:

Industry dodol = 20 % X Rp 2.400.000.000 = Rp 480.000.000 ,-

PTKP: K / 2 Rp 67.500.000 ,-

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 412.500.000 ,-

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Besarnya PTKP setahun:

Tahun berlaku Berdasarkan peraturan Wajib Pajak Tambahan Tambahan
PTKP Rp Status tanggungan
UU no.7 / 1983 keluarga Rp
1 Jan 1984 s/d 31 960.000 Kawin Rp 480.000
Desember 1993 KMK no. 928 / KMK.04 / 480.000
1 Jan 1994 s/d 31 1993
Des 1994 UU no. 10 / 1994 1.728.000 864.000 864.000
1 Jan 1995 s/d 31
Des 1998 KMK no 361 / KMK.04 / 1.728.000 864.000 864.000
1 Jan1999 s/d 31 1998
Des 2000 UU no. 17 / 2000 2.880.000 1.440.000 1.440.000
1 Jan 2001 s/d 31
Des 2004 KMK no.564 / KMK.03 / 2.880.000 1.440.000 1.440.000
1 Jan 2005 s/d 31 2004
Des 2005 PMK no.137 / PMK.03 / 12.000.000 1.200.000 1.200.000
1 Jan 2006 s/d 31 2005
Des 2008 UU no.36 / 2008 13.200.000 1.200.000 1.200.000
1 Jan 2009 s/d 31
Des 2012 15.840.000 1.320.000 1.320.000

1 Jan 2013 s/d 31 PMK no.162 / PMK.011 / 24.300.000 2.025.000 2.025.000 15
Des 2014 2012 36.000.000 3.000.000 3.000.000
1 Jan 2015 s/d 31 PMK no. 122 / PMK.010 / 54.000.000 4.500.000 4.500.000
Des 2015 2015
1 Jan 2016 s/d PMK no. 101 / PMK.010 /
sekarang , Sampai 2016
ada perubahan
berikutnya

Besaran PTKP setahun yang berlaku mulai 1 Januari 2016 sampai nanti ada perubahan:

1. Untuk diri Wajib pajak orang pribadi Rp 54.000.000,-
2. Tambahan Wajib Pajak status kawin Rp 4.500.000 ,-
3. Tambahan untuk istri yang penghasilan digabung dengan penghasilan suami,

dengan syarat;
a. Penghasilan istri tidak semata – mata diterima / diperoleh dari satu pemberi
kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan UU PPh Pasal 21.
b. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha / pekerjaan bebas
suami / anggota keluarga lainnya.

4. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam
garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya Rp 4.500.000,- (maksimal 3 orang).

Perhitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak / awal
bagian tahun pajak. Bagi pegawai lama (tahun sebelumnya sudah bekerja di Indonesia)
penghitungan PTKP dilakukan dengan melihat keadaan pada wal tahun takwim (1
Januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun
takwim, penghitungan PTKP berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun
takwin yang bersangkutan.

Untuk karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan hanya untuk dirinya sendiri,
sedang karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri
ditambahkan juga keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

Contoh penghitungan PTKP:

- Candra telah menikah dan memiliki seorang putra. PTKP Candra:

PTKP setahun:

Wajib Pajak (diri sendiri) Rp 54.000.000 ,-

Tambahan status kawin Rp 4.500.000 ,-

Tambahan tanggungan keluarga (1) Rp 4.500.000 ,-

Jumlah PTKP Rp 63.000.000 ,-

- Josh (warga negara asing ) bekerja di Indonesia pada 1 April 2019 dengan kontrak
kerja 3 tahun. Josh telah menikah dan memilki putra 2 orang. PTKP Josh:
PTKP setahun:

Wajib Pajak Rp 54.000.000 ,- 16
Tambahan satus kawin Rp 4.500.000 ,-
Tambahan tanggungan keluarga (2) Rp 9.500.000 ,-
Jumlah PTKP Rp 67.500.000 ,-

Tarif pajak

1. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri
Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak

orang pribadi dalam negeri adalah tarif Pasal 17 UU PPh, tarif tertinggi ini dapat
diturunkan menjadi paling rendah 25 % yang diatur dengan Peraturan Pemerintah:

Lapisan penghasilan Kena Pajak Tarif
Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000 5%

Di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15 %

Di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 25 %

Di atas Rp 500.000.000 30 %

Tarif pajak pasal 17 di atas terhitung per 1 Januari 2022 diubah
berdasarkan ketentuan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP):

Lapisan penghasilan kena pajak Tarif
pajak

Sampai dengan Rp 60.000.000 5%

Di atas Rp 60.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15 %

Di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 25 %

Di atas Rp 500.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000.000 30 %

Di atas Rp 5.000.000.000 35 %

2. Wajib Pajak Badan dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap Tarif
a. Hingga tahun 2008 tarif yang diberlakukan adalah Pajak

Lapisan Penghasilan Kena Pajak 10 %

Sampai dengan Rp 50.000.000 ,- 15 %
Di atas Rp 50.000.000 ,- sampai dengan Rp 100.000.000 ,-
Di atas Rp 100.000.000 ,- 30 %

b. Tahun 2009 berdasarkan Pasal 31 E UU PPh tarif pajak yang diterapkan 17
atas penghasilan kena pajak sebesar 28 % dan tahun 2010 sebesar 25 %.
Untuk Wajib pajak badan dalam negri yang berbentuk perseroan terbuka
yang paling sedikit 40 % dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan
tertentu lainnya dapat memperoleh tarif 5 % lebih rendah dari tarif yang
berlaku.
Wajib Pajak badan yang mempunyai omzet tidak lebih dari Rp
4.800.000.000, perhitungan pajaknya seluruh penghasilan kena pajak
mendapat fasilitas pengurang tarif sebesar 50 %. Jika omzet nya lebih dari
Rp 4.800.000.000 tetapi tidak lebih dari Rp 50.000.000.000 penghasilan
kena pajak mendapat fasilitas pengurang tarif 50 % hanya sebagian saja.
Jika omzetnya lebih dari Rp 50.000.000.000- tidak mendapat fasilitas
pengurang tarif.

c. Berdasarkan PP no. 46 / 2013, berlaku per 1 Juli 2013. Untuk Wajib Pajak
badan yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000
dalam setahun dikenakan PPh final 1 % dari jumlah peredaran bruto setiap
bulan dari setiap tempat usaha.

d. Berdasarkan PP no. 23 / 2018 berlaku per 1 Juli 2018 diberikan penawaran
kepada Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang omzet
penjualan / peredaran bruto usahanya tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,
yang ingin memanfaatkan tarif PPh final 0,5 % dengan berbatas waktu:
1. 7 tahun pajak untuk Wajib Pajak orng pribadi
2. 4 tahun pajak untuk Wajib pajak badan berbentuk koperasi, CV, /
Firma.
3. 3 tahun pajak untuk Wajib Pajak badan berbentuk perseroan
terbatas.

e. Untuk tahun 2020 dan 2021 tarif pajak ditetapkan sebesar 22%,
sedangkan tahun 2022 tarif pajak ditetapkan 20%.

Perubahan berdasarkan ketentuan UU HPP:

1. insentif bagi orang pribadi pengusaha dengan peredaran bruto sampai
dengan Rp 500.000.000 juta setahun tidak dikenai PPh. Kebijakan inni
ditujukan untuk usaha di level mikro dan kecil.

2. Pemberian tarif PPh rendah kepada WP dalam Program Pengungkapan
Sukarela (PPS). PPS terbagi menjadi dua kebijakan. Kebijakan I yakni
untuk WP peserta tax amnesty 2016/2017 lalu yang belum
mengungkapkan harta per 31 Desember 2015 saat mengikuti
pengampunan pajak kala itu. Kebijakan ini berlaku untuk WP Badan
maupun WP orang pribadi. Kebijakan II yakni untuk WP orang pribadi atas
harta perolehan tahun 2016 sampai dengan 2020 yang belum dilaporkan
dalam SPT Tahunan 2020. Tarif PPh Final yang ditawarkan pemerintah
dalam kebijakan I berkisar 6% - 11 % dan kebijakan II yakni 12% - 18%.

Cara Menghitung Pajak 18

Bagi Wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap pajak penghasilan setahun
dapat dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan penghasilan kena pajak
sebagaimana di atur dalam Pasal 17 UU PPh. Menghitung pajak terlebih dahulu
penghasilan kena pajak dibulatkan ribuan penuh ke bawah.

Rumus untuk menghitung PPh:

Pajak penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi
= penghasilan kena pajak X tarif pasal 17
= (penghasilan netto – PTKP) X tarif pasal 17
= { ( penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh ) – PTKP } X tarif pasal 17

Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak badan
= penghasilan kena pajak X tarif pasal 17
= penghasilan netto X tarif pasal 17
= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) X tarif pasal 17

Contoh:

1. Yuzak pada tahun 2018 memmiliki penghasilan kena pajak sebesar Rp
138.547.500,-.
PPh terutang:

5% X Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000 ,-

15% X Rp 88.547.000 = Rp 13.282.050 ,-

Jumlah = Rp 15.782.050,-

2. Peredaran usaha CV Jaya selama tahun 2009 sebesar Rp 4.500.000.000,-.
Penghasilan nettonya sebesar Rp 800.000.000,-
PPh terutang:

28 % X 50 % X Rp 800.000.000,- = Rp 112.000.000 ,-

3. Omzet penjualan PT LUX dalam tahun 2018 mencapai Rp 75.000.000.000 ,-.

Penghasilan kena pajak sebesar Rp 5.200.000.000 ,-.

PPh terutang:

25 % X Rp 5.200.000.000 ,- = Rp 1.300.000.000 ,-

Pemotong/Pemungut Pajak Penghasilan Bersifat Final 19

Ada beberapa jenis penghasilan (objek pajak) menurut ketentuan pajak
penghasilan yang dikenakan pemungutan / pemotongan yang bersifat final. Penghasilan
ini tetap dilaporkan dalam Surat pemberitahuan (SPT), namun jumlahnya tidak digabung
dengan penghasilan lainnya dan pajak yang telah dipotong / dipungut tidak dapat
diperhitungkan sebagai kredit pajak.

Cara Melunasi Pajak

Wajib pajak dapat menghitung dan melunasi pajak penghasilan melalui 2 cara, yaitu:

1. Pelunasan pajak dalam tahun berjalan, yaitu pelunasan pajak dalam masa pajak
meliputi:
a) Pembayaran sendiri oleh Wajib pajak untuk setiap masa pajak (PPh Pasal
25).
b) Pembayaran pajak melaluii pemotongan / pemungutan pihak ketiga (orang
pribadi / badan, baik swasta maupun pemerintah) berupa kredit pajak yang
dapt diperhitungkan dengan jumlah pajak terutang selama tahun pajak,
yaitu:
 Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, / kegiatan
(PPh Pasal 21).
 Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor /
kegiatan di bidang usaha lain, dan pembayaran atas penyerahan
barang kepada badan pemerintah (PPh Pasal 22).
 Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal / penggunaan harta
oleh orang lain, jasa, hadiah, dan penghargaan (PPh Pasal 23).
 Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar negeri (PPh
Pasal 24).
 Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang atas Wajib Pajak
luar negeri (PPh Pasal 26).
 Pemotongan atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan –
tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas
lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah
dan / bangunan serta penghasilan tertentu lainnya (PPh Pasal 4 ayat
2, PPh ini dapat dikreditkan).

2. Pelunasan pajak setelah akhir tahun.
Pelunasan pajak setelah tahun pajak berakhir dilakukan dengan cara:
a) Membayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung sendiri
jumlah pajak penghasilan terutang untuk suatu tahun pajak dikurangi
dengan jumlah kredit pajak tahun yang bersangkutan.
b) Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkasn surat ketetapan pajak
(SKP)/ surat tagihan pajak (STP) yang ditetapkan oleh DirJen Pajak, bila
terdapat bukti bahwa jumlah pajak penghasilan terutang tidak benar.

BAGIAN III 20
PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21

A. PENGERTIAN PPh PASAL 21
Pajak penghasilan pasal 21 (PPh pasal 21) adalah pajak atas penghasilan berupa

gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi.
a. Pemotong PPh pasal 21 dan/ PPh pasal 26 adalah wajib pajak orang pribadi/ wajib

pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap yang mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 26 UU Pajak
Penghasilan.
b. Penyelenggara kegiatan adalah wajib pajak orang pribadi/ wajib pajak badan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama
dan dalam bentuk apapun kepada orang pribadi sehubungan dengan pelaksanaan
kegiatan tersebut.
c. Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai
tetap/ pegawai tidak tetap/ tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian/ kesepakatan
kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan
dalam jabatan/ kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan
berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, ketentuan lain yang ditetapkan
pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan
negeri/ badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah.
d. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima/ memperoleh penghasilan dalam
jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota
dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan
perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk
suatu jangka waktu tertentu sepanjang yang bersangkutan bekerja penuh (full time)
dalam pekerjaan tersebut.
e. Pegawai tidak tetap/ tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima
penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari
bekerja, jumlah unit hasil kerja yang dihasilkan/ penyelesaian suatu jenis pekerjaan
yang diminta oleh pemberi kerja.
f. Penerima penghasilan bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan
pegawai tidak tetap (tenaga kerja lepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apapun dari pemotong PPh pasal 21 dan/ PPh pasal 26 sebagai
imbalan atas pekerjaan, jasa/ kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah/
permintaan dari pemberi kerja.
g. Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu,
termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan,

pertunjukkan, olahraga/ kegiatan lainnya dan menerima/ memperoleh imbalan 21
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
h. Penerima pensiun adalah orang pribadi/ ahli warisnya yang menerima/ memperoleh
imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi/ ahli
warisnya yang menerima tunjangan hari tua/ jaminan hari tua.
i. Penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur adalah penghasilan bagi pegawai
tetap berupa gaji/ upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun
yang diberikan secara periodik, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi
kerja, termasuk uang lembur.
j. Penghasilan pegawai tetap yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan bagi
pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam
satu tahun/ periode lainnya antara lain berupa bonus, THR, jasa produksi, tantiem,
gratifikasi/imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
k. Upah harian adalah upah/ imbalan yang diterima/ diperoleh pegawai yang terutang/
dibayarkan secara harian.
l. Upah mingguan adalah upah/ imbalan yang diterima/ diperoleh pegawai yang
terutang/ dibayarkan secara mingguan.
m. Upah satuan adalah upah/ imbalan yang diterima/ diperoleh pegawai yang terutang/
dibayarkan berdasarkan satuan hasil kerja.
n. Upah borongan adalah upah/ imbalan yang diterima/ diperoleh pegawai yang
terutang/ dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.
o. Imbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang terutang/ diberikan kepada bukan pegawai sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan penghasilan sejenis lainnya.
p. Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang terutang/ diberikan kepada peserta kegiatan tertentu antara lain
berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah/ penghargaan,
dan penghasilan sejenis lainnya.
q. Masa pajak terakhir adalah masa Desember/ masa pajak tertentu dimana pegawai
tetap berhenti bekerja.

B. PEMOTONGAN PAJAK PPh PASAL 21
Yang termasuk pemotong PPh pasal 21 adalah:
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan/ unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan/ jasa yang dilakukan oleh pegawai/ bukan pegawai.
2. Bendahara/ pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara/ pemegang kas pada
pemerintah pusat termasuk institusi TNI/POLRI, pemerintah daerah, instansi/ lembaga
pemerintah, lembaga – lembaga negara lainnya, dan kedutaan besar republik
Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan/ jabatan, jasa, dan kegiatan.

3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan – badan 22
lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua/ jaminan hari tua.

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/ pekerjaan bebas serta badan yang
membayar;
a. Honorarium/ pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam
negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak
untuk dan/ namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
b. Honorarium/ pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan
jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri.
c. Honorarium/ imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan magang.

5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan yang membayar honorarium, hadiah/ penghargaan
dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan
dengan suatu kegiatan.

Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan PPh pasal 21 adalah:
1. Kantor perwakilan negara asing;
2. Organisasi – organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan;
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/ pekerjaan bebas

yang semata–mata memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah
tangga/ pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha/ pekerjaan bebas.

C. WAJIB PAJAK PPh PASAL 21
Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang

merupakan:
1. Pegawai
2. Penerima uang pesangon, pensiun/ uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua/

jaminan hari tua termasuk ahli warisnya
3. Bukan pegawai yang menerima/ memperoleh penghasilan sehubungan pekerjaan,

jasa/ kegiatan antara lain:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,

akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,

bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawa/ peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya.
c. Olahragawan
d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator
e. Pengarang, peniliti dan penerjemah
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan

g. Agen iklan 23
h. Pengawas pengelola proyek
i. Pembawa pesanan/ yang menemukan langganan/ yang menjadi perantara
j. Petugas penjaja barang dagangan
k. Petugas dinas luar asuransi
l. Distributor perusahaan multilevel marketing/ direct selling dan kegiatan sejenis

lainnya.
4. Peserta kegiatan yang menerima/ memperoleh penghasilan sehubungan

keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni,

ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya
b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan/ kunjungan kerja
c. Peserta/ anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan

tertentu
d. Peserta pendidikan, pelatihan dan magang
e. Peserta kegiatan lainnya.

Yang tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh
pasal 21:
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat/ pejabat lain dari negara asing, dan

orang–orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima/ memperoleh penghasilan lain di luar jabatan/
pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberi perlakuan timbal
balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
ayat 1 huruf c UU Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan,
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha/
kegiatan/ pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

D. OBJEK PAJAK PPh PASAL 21
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah:
1. Penghasilan yang diterima/ diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima/ diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun/ penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon,
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua/ jaminan hari tua dan pembayaran lain
sejenis.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap/ tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan/ upah yang dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai antara lain berupa honorarium, komisi, fee dan
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan.

6. Imbalan kepada peserta kegiatan antara lain berupa uang saku, uang representasi, 24
uang rapat, honorarium, hadiah/ penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

7. Penerimaan dalam bentuk natura dan/ kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang diberikan oleh:
a. Bukan wajib pajak
b. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan bersifat final
c. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan
khusus (deemed profit)

Penghasilan sebagaimana tersebut di atas diterima/ diperoleh orang pribadi
subjek pajak dalam negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh pasal 21.
Sedangkan apabila diterima/ diperoleh orang pribadi subjek pajak luar negeri merupakan
penghasilan yang dipotong PPh pasal 26.

E. PENGHASILAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN PPh PASAL 21
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah

pembayaran manfaat/ santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi
bea siswa;

1. Penerimaan dalam bentuk natura dan/kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan
oleh wajib pajak/ pemerintah, yang diberikan wajib pajak yang dikenakan pajak
penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan pajak penghasilan
berdasarkan norma penghitungan khusus.

2. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh menteri keuangan, iuran tunjangan hari tua/ iuran jaminan hari tua
kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua/ badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.

3. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan/ lembaga amal
zakat yang dibentuk/ disahkan oleh pemerintah/ sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh
orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk/ disahkan oleh
pemerintah.

4. Beasiswa, beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.

F. BIAYA JABATAN DAN BIAYA PENSIUN
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai
pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan atau tidak.

Biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan
pemotongan pajak penghasilan bagi pegawai tetap, ditetapkan sebesar 5% dari
penghasilan bruto, setinggi – tingginya Rp.6.000.000,- setahun/ Rp.500.000,- sebulan;
sedangkan biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto penghitungan

pemotongan pajak penghasilan bagi pensiunan ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan 25
bruto setinggi – tingginya Rp.2.400.000,-setahun/ Rp.200.000,- sebulan.

G. TARIF PAJAK DAN PENERAPANNYA

Tarif pajak yang berlaku beserta penerapannya menurut ketentuan dalam pasal 21 UU

Pajak Penghasilan adalah:

1. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas penghasilan kena pajak dari;

a) Pegawai tetap,
PPh pasal 21 = (Penghasilan Neto – PTKP) X tarif pasal 17 UU PPh
= (Penghasilan Bruto – Biaya Jabatan – Iuran Pensiun dan THT/JHT yang
dibayar sendiri – PTKP) X tarif pasal 17 UU PPh

Tarif pasal 17 UU PPh:

Lapisan penghasilan kena pajak tarif pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000,00 5%
Diatas Rp.50.000.000,00 s/ d Rp.250.000.000,00 15 %
Diatas Rp.250.000.000,00 s/d Rp.500.000.000,00 25 %

Diatas Rp. 500.000.000,00 30 %

b) Bagi penerima pensiun berkala
PPh pasal 21 = (penghasilan neto – PTKP) X tarif pasal 17 UU PPh
= (penghasilan bruto – biaya pensiun – PTKP) X tarif pasal 17 UU PPh

c) Bagi pegawai tidak tetap yang dibayar secara bulanan
Bagi pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan/
jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 bulan kalender telah
melebihi Rp. 4.500.000,- besarnya PKP dihitung sebesar penghasilan
bruto dikurangi PTKP.
PPh pasal 21 = (penghasilan bruto – PTKP) X tarif psl 17 UU PPh.

2. Atas penghasilan yang diterima/ diperoleh pegawai tidak tetap/ tenaga kerja lepas
berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku
harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan
pertama pasal 17 UU PPh (5%) ditetapkan atas;
a) Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp.450.000,-
b) Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal
jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender telah melebihi
Rp.4.500.000
Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender telah melebihi
Rp.8.200.000,- PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 UU PPh
atas jumlah PKP yang disetahunkan. Jumlah penghasilan kumulatif diubah
menjadi Rp 10.200.000,-

3. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, ditetapkan atas jumlah kumulatif dari;
a) PKP sebesar jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP, yang diterima/
diperoleh bukan pegawai (selain tenaga ahli) yang menerima imbalan yang
bersifat berkesinambungan yang memenuhi ketentuan:
 Yang bersangkutan telah mempunyai NPWP

 Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan 26
pemotong PPh pasal 21

 tidak memperoleh penghasilan lainnya
PPh psl 21= (penghasilan bruto – PTKP) X tarif pasal 17 UU PPh
Bila tidak memenuhi syarat – syarat tersebut, maka yang dijadikan dasar
adalah jumlah penghasilan bruto

PPh psl 21 = penghasilan bruto X tarif psl 17 UU PPh

b) 50% dari jumlah penghasilan bruto yang diterima/ diperoleh tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris
PPh psl 21 = (50% X penghasilan bruto) X tarif psl 17 UU PPh

c) Jumlah penghasilan bruto berupa honorarium/ imbalan yang bersifat tidak
teratur yang diterima/ diperoleh anggota dewan komisaris / dewan
pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan
yang sama.
PPh psl 21 = penghasilan bruto X tarif psl 17 UU PPh

d) Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus/
imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima/ diperoleh mantan
pegawai
PPh psl 21 = penghasilan bruto X tarif psl 17 UU PPh

e) Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta
program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan
PPh psl 21 = penghasilan bruto X tarif psl 17 UU PPh

4. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas jumlah penghasilan bruto;
a) Untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak
bersifat berkesinambungan
b) Untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang
diterima oleh peserta kegiatan.

5. Tarif PPh pasal 21 atas honorarium / imbalan lain dengan nama apa pun yang
menjadi beban APBN/D sebagai berikut:
a) 0 % dari penghasilan bruto bagi PNS /ASN Golongan I dan II, Anggota TNI
dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan
Pensiunannya.
b) 5 % dari penghasilan bruto bagi PNS /ASN Golongan III, Anggota TNI dan
Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya.
c) 15 % dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara, PNS / ASN Golongan
IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira
menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.

Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan yang tidak Mempunyai
NPWP

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, 27
dikenakan pemotongan dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan
terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP, artinya yang harus dipotong adalah sebesar
120% dari jumlah PPh pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan
memiliki NPWP. Pemototongan PPh pasal 21 seperti ini hanya belaku untuk pemotongan
PPh pasal 21 yang bersifat tidak final.

H. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
PTKP ini merupakan cerminan kebutuhan dasar untuk hidup (basic need)

karyawan yang tidak dikenakan pajak. Besarnya PTKP setahun yang berlaku saat ini
(terhitung 1 Januari 2016) adalah :

1. Untuk diri wajib pajak Rp. 54.000.000,-
2. Tambahan untuk wajib pajak kawin Rp. 4.500.000,-
3. Tambahan untuk setiap orang keluarga sedarah dan semenda dalam garis

keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga
4. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami dengan syarat:

 Penghasilan istri tidak semata – mata diterima/ diperoleh dari satu
pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam
UU PPh pasal 21 dan;

 Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha/ pekerjaan bebas
suami/ anggota keluarga lain.

Penghitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak/ awal
bagian tahun pajak. Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah
bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwim (1
Januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun
takwim, besarnya PTKP berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim
yang bersangkutan.

Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya
sendiri. Dalam hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri
juga untuk keluarga yang menjadi tanggungan yang sepenuhnya.

I. CARA PERHITUNGAN PAJAK PPh PASAL 21

Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap
dengan Gaji Bulanan

1. Retto pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT JAYA ABADI dengan
memperoleh gaji sebulan Rp. 5.750.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar
Rp. 200.000,00. Retto menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari
penghasilan Retto dari PT JAYA ABADI hanya dari gaji. Penghitungan PPh pasal
21 bulan Januari adalah sebagai berikut:

Gaji Rp. 5.750.000,00 28

Biaya jabatan

5% X Rp.5.750.000 Rp. 287.500,00

Iuran Pensiun Rp. 200.000,00 +
Rp. 487.500,00 –

Penghasilan netto sebulan Rp. 5.262.500,00

Penghasilan netto setahun adalah

12 X Rp. 5.262.500,00 Rp. 63.150.000,00

PTKP setahun

Untuk WP sendiri Rp. 54.000.000,00

Tambahan menikah Rp. 4.500.000,00 +
Rp. 58.500.000,00 –

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 4.650.000,00

PPh pasal 21 Terutang

5% X Rp. 4.650.000,00 Rp. 232.500,00

PPh pasal 21 Bulan Januari

Rp. 232.500,00 : 12 = Rp. 19.375,00

2. Bambang Eko pegawai pada perusahaan PT CANDRA KIRANA, menikah tanpa

anak, memperoleh gaji sebulan Rp. 8.000.000,00. PT CANDRA KIRANA

mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, premi jaminan kecelakaan kerja dan
premi jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing–

masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT CANDRA KIRANA menanggung iuran

jaminan hari tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Bambang Eko

membayar iuran jaminan hari tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping

itu PT CANDRA KIRANA juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT

CANDRA KIRANA membayar iuran pensiun untuk Bambang Eko ke dana pensiun,

yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar

Rp. 200.000,00, sedangkan Bambang Eko membayar iuran pensiun sebesar Rp.

100.000,00. Pada bulan Juli 2016 Bambang Eko hanya menerima pembayaran

berupa gaji. Penghitungan PPh pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai berikut:

Gaji Rp. 8.000.000,00

Premi jaminan kerja Rp. 40.000,00

Premi jaminan kematian Rp. 24.000,00 +

Penghasilan bruto Rp. 8.064.000,00

Pengurangan:

Biaya jabatan

5%XRp.8.064.000 Rp. 403.200,00

Iuran pensiun Rp. 100.000,00

Iuran jaminan hari tua Rp. 160.000,00 +
Rp. 663.200,00 –

Penghasilan netto sebulan Rp. 7.400.800,00

Penghasilan netto setahun adalah : 12 X Rp. 7.400.800,00 = Rp. 88.809.600,00

PTKP Setahun

Untuk WP sendiri Rp. 54.000.000,00 29

Tambahan status menikah Rp. 4.500.000,00 +
Rp 58.500.000,00 –

Penghasilan kena pajak setahun Rp. 30.309.600,00

Rp. 30.309.000,00

PPh pasal 21 terutang : 5% X Rp.30.309.000,00 Rp. 1.515.450,00

PPh pasal 21 bulan Juli : Rp. 1.515.450,00 : 12 = Rp. 126.288,00

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel

Retto sebagaimana tersebut dalam contoh nomor 1 diatas pada bulan Juni 2016
menerima kenaikan gaji, menjadi Rp. 6.750.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak
Januari 2016. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Retto
menerima rapel sejumlah Rp. 5.000.000,00 (selisih gaji yang seharusnya diterima untuk
masa Januari s/d Mei 2016). Untuk menghitung PPh pasal 21 atas uang rapel tersebut,
terlebih dahulu dihitung kembali PPh pasal 21 untuk masa Januari s/d Mei 2016 atas
dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan demikian penghitungan PPh pasal
21 terutangnya adalah sebagai berikut:

Gaji Rp. 6.750.000,00

Biaya jabatan : 5% X Rp 6.750.000 Rp 337.500,00

Iuran Pensiun Rp. 200.000,00 +
Rp. 537.500,00 –

Penghasilan netto sebulan Rp. 6.212.500,00

Penghasilan netto setahun adalah 12 X Rp. 6.212.500,00 Rp. 74.550.000,00

PTKP setahun:

Untuk WP sendiri Rp. 54.000.000,00

Tambahan status menikah Rp. 4.500.000,00 +

Rp. 58.500.000,00 –

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 16.050.000,00

PPh pasal 21 Terutang =

5% X Rp. 16.050.000,00 Rp. 802.500,00

PPh pasal 21 sebulan =

Rp. 802.500,00 : 12 Rp. 66.875,00

PPh pasal 21 Januari s/d Mei 2016 seharusnya adalah =

5 X Rp. 66.875,00 Rp. 334.375,00

PPh pasal 21 yang sudah dipotong Jan s/d Mei 2016 = 30

5 X Rp. 19.375,00 (prhit. contoh 1) Rp. 96.875,00 –

PPh pasal 21 untuk uang rapel Rp. 237.500,00

Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Berupa; jasa
Produksi, Tentiem, Gratifikasi, Tunjangan Hari Raya atau Tahun Baru, Bonus, Premi
dan Penghasilan Sejenis Lainnya yang Bersifat Tidak Tetap dan Pada Umumnya
Diberikan Sekali dalam Setahun

Sudiro (tidak kawin) bekerja pada PT QOLBU JAYA dengan memperoleh gaji sebesar Rp.
5.000.000,00 sebulan. Pada bulan Maret 2016 Sudiro memperoleh bonus sebesar Rp.
8.000.000,00 sehingga pada bulan Maret 2016 Sudiro memperoleh penghasilan berupa
gaji sebesar Rp. 5.000.000,00 dan bonus sebesar Rp. 8.000.000,00. Setiap bulannya
Sudiro membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan sebesar Rp. 80.000,00

Cara menghitung PPh pasal 21 atas bonus adalah :

PPh pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)

Penghasilan setahun 12XRp.5.000.000,00 Rp. 60.000.000,00

Bonus Rp. 8.000.000,00+

Penghasilan bruto setahun Rp. 68.000.000,00

Pengurangan :

Biaya jabatan : 5% X Rp.68.000.000,00 Rp. 3.400.000,00

Iuran pensiun setahun: 12 X Rp. 80.000,00 Rp. 960.000,00 +
Rp. 4.360.000,00 –

Penghasilan netto setahun adalah Rp. 63.640.000,00
PTKP setahun (untuk wp sendiri) Rp. 54.000.000,00 –

Penghasilan kena pajak setahun Rp. 9.640.000,00

PPh pasal 21 terutang : 5% X Rp. 9.640.000,00 = Rp. 482.000,00

PPh pasal 21 atas Gaji setahun

Penghasilan bruto setahun 12 X Rp. 5.000.000,00 Rp. 60.000.000,00

Pengurangan :

Biaya jabatan : 5% X Rp.60.000.000,00 Rp. 3.000.000,00

Iuran pensiun setahun :12 X Rp. 80.000,00 Rp. 960.000,00 + 31
Rp. 3.960.000,00 –

Penghasilan netto setahun Rp. 56.040.000,00
PTKP Setahun (untuk wp sendiri) Rp. 54.000.000,00 –

Penghasiilan kena pajak setahun Rp. 2.040.000,00

PPh pasal 21 terutang =

5% X Rp. 2.040.000,00 Rp. 102.000,00

PPh pasal 21 atas Bonus adalah =
Rp. 482.000,00 – Rp. 102.000,00 = Rp. 380.000,00

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Seluruh atau Sebagian Ditanggung Oleh
Pemberi Kerja

Dalam hal PPh pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja, pajak yang
ditanggung pemberi kerja tersebut termasuk dalam pengertian kenikmatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) huruf b dan bukan merupakan penghasilan pegawai
yang bersangkutan.

Adi Putro adalah seorang pegawai dari PT LAUTAN OTOMATA dengan status menikah
dan mempunyai 3 orang anak. Dia menerima gaji Rp. 6.500.000,00 sebulan dan PPh
ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan sebesar Rp. 150.000,00.
Penghitungan PPh pasal 21 untuk bulan Juli 2016 dalam hal Adi Putro hanya menerima
pembayaran gaji saja adalah:

Gaji sebulan: Rp. 6.500.000,00

Pengurangan:

 Biaya jabatan: 5% X Rp. 6.500.000,00 Rp. 325.000,00

 Iuran pensiun Rp. 150.000,00 +

Rp. 425.000,00 –

Penghasilan netto sebulan Rp. 6.025.000,00

Penghasilan netto setahun : 12 X Rp. 6.025.000,00 Rp. 72.300.000,00

PTKP setahun:

 WP sendiri Rp. 54.000.000,00
 Tambhn status menikah Rp. 4.500.000,00
 Tmbh tang kel 3 anak Rp. 13.500.000,00 +

Rp. 72.000.000,00 - 32

Penghasilan kena pajak setahun Rp. 300.000,00

PPh pasal 21 terutang : 5% X Rp. 300.000,00 = Rp. 15.000,00

PPh pasal 21 bulan Juli 2016 : Rp. 15.000,00 : 12 = Rp. 1.250,00

Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Pegawai Tetap yang Menerima
Tunjangan Pajak

Dalam hal kepada pegawai diberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tersebut
merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan pada penghasilan
yang diterimanya.

Contoh penghitungan:

Edward Simatupang (status belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan) bekerja
pada PT KARTIKA KAWASHIMA PIONIRINDO dengan memperoleh gaji sebesar Rp.
5.500.000,00 sebulan. Kepada Edward Simatupang diberikan tunjangan pajak sebesar
Rp.150.000,00. Iuran pensiun yang dibayar olehnya adalah sebesar Rp. 100.000,00
sebulan.

PPh pasal 21 bulan September 2016 dalam hal Edward Simatupang tidak menerima
penghasilan dari PT KARTIKA KAWASHIMA PIONIRINDO selain gaji adalah:

Penghitungan PPh pasal 21 adalah:

Gaji sebulan: Rp. 5.500.000,00

Tunjangan pajak: Rp. 150.000,00 +

Penghasilan bruto sebulan Rp. 5.650.000,00

Pengurangan:

 Biaya jabatan : 5% X Rp. 5.650.000,00 Rp. 282.500,00
 Iuran pensiun Rp. 100.000,00 +

Penghasilan netto sebulan Rp. 382.500,00 -
Rp. 5.267.500,00

Penghasilan netto setahun :12 X Rp. 5.267.500,00 Rp. 63.210.000,00

PTKP setahun:

WP sendiri Rp. 54.000.000,00 -

Penghasilan kena pajak setahun Rp. 9.210.000,00

PPh pasal 21 terutang : 5% X Rp. 9.210.000,00 = Rp. 460.500,00

PPh pasal 21 bulan September 2016 : Rp. 460.500,00 : 12 = Rp. 38.375,00

Perhitungan PPh Pasal 21 Atas Penerimaan Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan 33
Lainnya yang Diberikan Oleh Wajib Pajak yang Pengenaan Pajak Penghasilannya
Bersifat Final atau Berdasarkan Norma Perhitungan Khusus (deemed profit)

Maydina Aprilianto adalah warga negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang
asing yang pengenaan pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus (deemed
profit), pada bulan Agustus 2016 memperoleh gaji sebesar Rp. 5.000.000,00 sebulan
beserta beras 50 kg dan gula 10 kg. Maydina Aprilianto berstatus menikah dengan 1 orang
anak. Nilai uang dari beras dan gula dihitung berdasarkan harga pasar yaitu:

Gaji sebulan: Rp. 5.000.000,00

Beras 50 X Rp. 15.000,00 Rp. 750.000,00

Gula 10 X Rp. 12.000,00 Rp. 120.000,00 +

Penghasilan bruto sebulan Rp. 5.870.000,00

Pengurangan: Rp. 293.500,00 –
Biaya jabatan 5% X Rp.5.870.000,00

Penghasilan netto sebulan Rp. 5.576.500,00

Penghasilan netto setahun: 12 X Rp. 5.576.500,00 = Rp. 66.918.000,00

PTKP setahun:

 Untuk wp sendiri Rp. 54.000.000,00
 Tambhn status menikah Rp. 4.500.000,00
 Tmbh tang.kel. 1 anak Rp. 4.500.000,00 +

Rp. 63.000.000,00 -

Penghasilan kena pajak setahun Rp. 3.918.000,00

PPh pasal 21 terutang setahun : 5% X Rp. 33.918.500,00 = Rp. 195.900,00

PPh pasal 21 bulan Agustus 2016 : Rp. 195.900,00 : 12 = Rp. 16.325,00

Masih banyak cara perhitungan PPh pasal 21 dengan kasus yang beragam selain yang
telah dipaparkan pada e-book ini. Untuk memperkaya pengetahuan anda tentang
perhitungan PPh pasal 21 silakan membaca referensi lainnya yang relevan tentang kasus
yang berbeda dari e-book ini.

BAGIAN IV 34
PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22

A. PENGERTIAN PPh PASAL 22
Pajak penghasilan pasal 22 merupakan pajak penghasilan yang dipungut

sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan dibidang
impor/kegiatan usaha dibidang lain.

B. PEMUNGUT PAJAK PPh PASAL 22
1. Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai.
2. Bendaharawan Pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan pejabat
penerbit Surat Perintah Membayar.
3. BUMN dan badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN.
4. Badan usaha yang bergerak dibidang usaha industri semen, kertas, baja, otomotif
dan farmasi.
5. Produsen/importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan pelumas.
6. Agen Tunggal pemegang Merk (ATPM), Agen Pemegang Merk (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor.
7. Badan usaha industri/eksportir yang melakukan pembelian bahan – bahan berupa
hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum
melalui proses industri manufkatur, untuk keperluan industrinya/ekspornya.
8. Badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral
logam dan miuneral bukan logam, dari badan/orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan.
9. Badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalam negeri.
10. Wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.

C. OBJEK DAN TARIF PEMUNGUTAN PPh PASAL 22
1. Atas kegiatan impor dan ekspor
Atas Impor :
a) Barang tertentu (Lampiran I PMK No. 34 /PMK.010 / 2017), dikenakan PPh pasal
22 sebesar 10 % dari nilai impor.
b) Barang tertentu lainnya (Lampiran II PMK No. 34 / PMK.010 / 2017), dikenakan
PPh pasal 22 sebesar 7,5 % dari nilai impor.
c) Kedelai, gandum, dan tepung terigu dikenakan PPh pasal 22 sebesar 0,5 % dari
nilai impor dengan menggunakan Angka Pengenal Impor (API).
d) Barang selain barang tertentu, barang tertentu lainnya, kedelai, gandum, dan
tepung terigu yang menggunakan angka pengenal Impor (API), dikenakan PPh
pasal 22 sebesar 2,5 % dari nilai impor.
e) Barang selain barang tertentu, barang tertentu lainnya , kedelai, gandum, dan
tepung terigu yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor ( API ), dikenakan
PPh pasal 22 sebesar 7,5 % dari nilai impor.

f) Barang yang tidak dikuasai, dikenakan PPh pasal 22 sebesar 7,5 % dari harga jual 35
lelang.

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan Bea masuk yaitu
Cost Insurance and Freight ( CIF ) ditambah Bea Masuk dan pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan kepabeanan
dibidang impor.

Atas Ekspor :
Ekspor komoditas tambang batubara , mineral logam, dan mineral bukan logam
(Lampiran IV PMK No.34/ PMK.010/2017) oleh eksportir dikenakan PPh pasal 22
sebesar 1,5 % dari nilai ekspor yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang.

Pengecualian :
Dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 adalah ekspor dilakukan oleh wajib pajak
yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan kontrak
karya.
Nilai Ekspor yang tercantum dalam Pemberitahuan Pabean Ekspor adalah nilai Free
on Board (FOB) yang tercantum pada Pemberitahuan Pabean Ekspor, termasuk
Pemberitahuan Pabean Ekspor yang nilai ekspornya telah dibetulkan.

2. Atas pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah
Berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh :
a) Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi / lembaga Pemerintah
dan lembaga – lembaga negara lainnya,
b) Bendahara pengeluaran dengan mekanisme uang persediaan (UP),
c) KPA / pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA,
berkenaan pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS), Dikenakan PPh pasal 22 sebesar 1,5 % dari harga
pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

3. Atas pembelian barang oleh BUMN dan Badan Usaha tertentu
Berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan / bahan – bahan untuk
kepentingan usaha oleh badan usaha tertentu, yang meliputi :
a) Badan Usaha milik Negara , yaitu badan usaha yang seluruh / sebagian modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan,
b) Badan usaha dan Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil dari
restrukturisasi yang dilakukan oleh pemerintah, dan restrukturisasi tersebut
dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik
Negara lainnya,
c) Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan usaha Milik
Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT
Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT
Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa–Bali,
PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk , PT Krakatau Wajatama,
PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT

Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT 36
Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus,
PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah.
Dikenakan PPh pasal 22 sebesar 1,5 % dari harga pembelian tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.

4. Atas penjualan hasil produksi industri tertentu
Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang
bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri
otomotif, dan industri farmasi: dihitung dari dasar pengenaan Pajak pertambahan Nilai.
a) Penjualan semua jenis semen sebesar 0,25 %
b) Penjualan kertas sebesar 0,1 %
c) Penjualan baja sebesar 0,3 %
d) Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua / lebih , tidak termasuk alat
berat , sebesar 0,45 %
e) Penjualan semua jenis obat sebesar 0,3 %

5. Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan pelumas
Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas adalah sbb. :
a) Bahan bakar minyak sebesar :
1. 0,25 % dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan
kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual bahan bakar minyak
yang dibeli dari Pertamina / anak perusahaan Pertamina,
2. 0,3 % dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan nilai untuk penjualan
kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual bahan bakar minyak
selain dari Pertamina / anak perusahaan Pertamina,
3. 0,3 % dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan
kepada pihak lain selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2,
b) Bahan bakar gas sebesar 0,3 % dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai,
c) Pelumas sebesar 0,3 % dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan nilai.

Sifat pemungutan pajak penghasilan pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak dan
gas kepada penyalur/agen bersifat final.

6. Atas penjualan kendaraan bermotor
Atas penjualan kendaaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal

Pemegang Merk (ATMP), Agen Pemegang Merk (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor, tidak termasuk alat berat, dikenakan PPh pasal 22 sebesar 0,45 % dari dasar
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

7. Atas pembelian bahan– bahan untuk keperluan industri / ekspor
Atas pembelian bahan–bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,

peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, dikenakan
PPh pasal 22 sebesar 0,25 % dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai.

8. Atas pembelian komoditas tambang 37
Atas pembelian batubara, mineral logam, mineral bukan logam, dari badan / orang

pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri / badan usaha dikenakan PPh
pasal 22 sebesar 1,5 % dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

9. Atas penjualan emas
Atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan,

dikenakan PPh pasal 22 sebesar 0,45 % dari harga jual emas batangan. Atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah. Atas penjualan barang yang tergolong sangat
mewah, yang meliputi :
a) Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
b) Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
c) Rumah beserta tanahnya dengan harga jual / harga pengalihannya lebih dari Rp

10.000.000.000 ,- dan luas bangunannya lebih dari 500 m2
d) Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual / pengalihannya lebih

dari Rp 10.000.000.000 ,- dan / luas bangunan lebih dari 400 m2
e) Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa

sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multipurpose vehicle (MPV), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc.

Dikenakan PPh pasal 22 sebesar 5 % dari harga jual tidak termasuk Pajak
Pertsambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
Yang dimaksud harga jual untuk rumah, apartemen, kondominium, dan sejenisnya adalah
harga tunai / cash keras. Sedangkan untuk pesawat, kapal pesiar dan kendaraan
bermotor harga jual adalah harga barang.

D. PENGECUALIAN PEMUNGUTAN PPh PASAL 22
Dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 :
1. Impor barang dan/penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang – undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
2. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk :
a) Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik.
b) Barang untuk keperluan badan international yang diakui dan terdaftar pada
Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak
memegang paspor Indonesia.
c) Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan/
untuk kepentingan penanggulangan bencana.
d) Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu
yang terbuka untuk umum.
e) Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
f) Barang untuk keperluan khusus tuna netra dan penyandang cacat lainnya.
g) Peti / kemasan lain yang berisi jenazah / abu jenazah.
h) Barang pindahan.

i) Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang 38
kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang –
undangan kepabeanan.

j) Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat / Pemerintah Daerah yang ditujukan
untuk kepentingan umum.

k) Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.

l) Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara.

m) Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN).

n) Buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci, buku
pelajaran agama, dan buku ilmu pengetahuan lainnya.

o) Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang,
dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran/alat keselamatan manusia
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional/
perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan Penyelenggara jasa
Kepelabuhan Nasional/Perusahaan Jasa Angkutan sungai, Danau dan
Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya.

p) Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan/alat
keselamatan manusia , peralatan untuk perbaikan/pemeliharaan yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional, dan suku
cadangnya, serta peralatan untuk perbaikan/pemeliharaan pesawat udara yang
diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional
yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi pesawat
udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.

q) Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan/pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh badan penyelenggara sarana
perkeretaapian umum dan/badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian
umum, komponen/bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha
penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/badan usaha penyelenggara
prasarana perkeretaapian umum yang digunakan untuk pembuatan kereta api,
suku cadang, peralatan perbaikan/pemeliharaan, serta prasarana perkeretaapian
yang akan dipergunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian
umum dan/badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum.

r) Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian
Pertahanan/Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas dan foto
udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung
pertahanan nasional, yang diimpor oleh Kementrian Pertahanan/Tentara Nasional
Indonesia/pihak yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan/Tentara Nasioanal
Indonnesia.

s) Barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang impotasinya dilakukan oleh
Kontraktor Kontrak Kerja Sama.

t) Barang untuk kegiatan usaha panas bumi.
3. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata – nyata dimaksudkan

untuk diekspor kembali.

4. Impor kembali (re – impor), yang meliputi barang – barang yang telah diekspor 39
kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama / barang – barang yang telah
diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi
syarat yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan Cukai.

5. Pembayaran yang dilakukan oleh bendaharawan Pemerintah, BUMN dan badan
usaha tertentu, badan usaha insdustri/eksportir, pembeli komoditas tambang,
berkenaan dengan :
a) Pembayaran yang dilakukan oleh bendaharawan pemerintah, yang jumlahnya
paling banyak Rp 2.000.000,- tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan
merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya
lebih dari Rp 2.000.000 ,-
b) Pembayaran yang dilakukan BUMN dan badan usaha tertentu, yang jumlahnya
paling banyak Rp 10.000.000,- tidak termasuk Pajak Pertambahan nilai dan bukan
merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya
lebih dari Rp 10.000.000 ,-.
c) Pembayaran untuk :
1. Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda benda
pos,
2. Pemakaian air dan listrik.
d) Pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan / produk sampingan
dari kegiatan usaha hulu dibidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di
Indonesia dari :
1. Kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi bedasarkan kontrak
kerja sama,
2. Kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama, atau
3. Trading arms kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama.
e) Pembayaran untuk pembelian panas bumi / listrik hasil pengusahaan panas bumi
dari wajib pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi
berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi.
f) Pembelian bahan – bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur untuk
keperluan industri / ekspor oleh badan usaha industri / eksportir yang jumlahnya
paling banyak Rp 20.000.000 ,- tidak termasuk Pajak Pertemabahan Nilai dalam
satu masa pajak.
g) Pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan / orang
pribadi pemegang izin usaha pertambangan yang telah dipungut Pajak
Penghasilan pasal 22 atas pembelian barang dan / bahan – bahan untuk
keperluan kegiatan usaha oleh BUMN dan badan usaha tertentu.

6. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dan a
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

7. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif,
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pungutan Pajak Penghasilan
berdasarkan ketentuan Pasal 22 atas barang yang tergolong sangat mewah.

8. Atas impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan 40
dari emas untuk tujuan ekspor. Pengecualian ini harus dinyatakan dengan Surat
Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Dirjen
Pajak.

9. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan emas
batangan kepada Bank Indonesia.

10. Pembelian gabah dan/beras oleh bendahara pemerintah (Kuasa Pengguna
Anggaran, pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa
Pengguna Anggaran, /bendahara pengeluaran).

11. Pembelian gabah dan / beras oleh BULOG.
12. Pembelian bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan pangan dan

stabilitas harga pangan oleh Perusahaan umum badaan Urusan Logistik (Perum
BULOG) / Badan Usaha Milik Negara lain yang mendapatkan penugasan sesuai
ketentuan peraturan perundang – undangan.

E. SIFAT PEMUNGUTAN PAJAK PPh PASAL 22
Besarnya PPh pasal 22 yang diterapkan terhadap wajib pajak yang tidak memiliki

NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang dapat
menunjukkan NPWP.

F. CARA PERHITUNGAN PAJAK PPh PASAL 22
1. PT ‘KLM‘ pada suatu masa pajak mengimpor separtai barang dengan rincian
biaya: Cost US $ 500,000.00; freight 4%; insurance dibayar di luar negeri 1%; bea

masuk 10 %; bea masuk tambahan 5 %. Kurs US $ 1.00 = Rp 14.000,- Pajak atas
impor 7,5 %. Pajak penghasilan pasal 22?

Cost = US $ 500,000.00 X Rp 14.000,- = Rp. 7.000.000.000 ,-
Freight = 4 % X Rp 7.000.000.000,- = Rp. 280.000.000 ,-
Nilai C F = Rp. 7.280.000.000,-

Insurance = 1 % X Rp 7.280.000.000 ,- = Rp. 72.800.000,-
Nilai C I F = Rp. 7.352.800.000,-

Bea masuk = 10 % X Rp 7.352.800.000 ,- = Rp. 735.280.000,-

Bea masuk tambahan = 5 % X Rp 7.352.800.000 ,- = Rp. 367.640.000,-

Nilai Impor = Rp. 8.455.720.000,-

PPh pasal 22 atas impor = 7,5 % X Rp 8.455.720.000,- = Rp 634.179.000 ,-

(biaya pembelian barang digunakan istilah COST / FOB, biaya pengangkutan
digunakan istilah FREIGHT / BIAYA TAMBANG, biaya asuransi / INSURANCE
yang dimasukan hanya yang dibayar di luar negeri, istilah bea masuk sering juga
disebutkan dengan istilah pungutan pabean dan semua biaya – biaya ini
dikalkulasi MENAMBAH)

2. PT ‘JAYA‘ menerima job dari Dinas Pendidikan Surabaya untuk menyediakan 5 41
gross komputer dengan harga Rp 7.200.000 ,- / unit. Pajak penghasilan pasal 22?

Harga barang / DPP = 5 gross X 144 X Rp 7.200.000 ,- = Rp 5.184.000.000 ,-

PPh pasal 22 = 1,5 % X Rp 5.184.000.000 ,- = Rp 77.760.000 ,-

Jumlah pembayaran yang diterima PT ‘JAYA‘ setelah dipotong pajak
= Rp 5.106.240.000 ,-

(Untuk industri & / eksportir perhitungan pajak sama seperti contoh no. 2)

3. Pada suatu masa PT SEMEN GRESIK mengirim 2.000 lusin ke pemesan di
Malang dengan harga Rp 49.000 ,-/ sak. Pajak penghasilan pasal 22?

Harga barang / DPP = 2.000 lusin X 12 X Rp 49.000 ,- = Rp 1.176.000.000 ,-
PPh pasal 22 = 0,25 % X Rp 1.176.000.000 ,- = Rp 2.940.000 ,-

Jumlah pembayaran yang diterima PT SEMEN GRESIK setelah ditambah pajak
= Rp 1.178.940.000 ,-

4. Untuk keperluan pemeliharaan listrik, PT PLN membeli kabel dan peralatan
seharga Rp 70.000.000 ,- (tidak termasuk PPN) dari CV TERANG.

PPh ps. 22 yang harus dipungut PT PLN atas penghasilan yang diperoleh CV
TERANG:

= 1,5 % X Rp 70.000.000 ,-

= Rp 1.050.000 ,-

Jurnal bagi PT PLN: Rp 70.000.000 ,-
Persediaan kabel & peralatan Rp 1.050.000 ,-
Utang PPh ps 22 Rp 68.950.000 ,-
Kas

Jurnal yang harus dibuat pada saat penyetoran PPh ps 22:

Utang PPh ps 22 Rp 1.050.000 ,-

Kas Rp 1.050.000 ,-

Jurnal yang harus dibuat CV TERANG: Rp 68.950.000 ,-
Kas

Uang muka PPh ps 22 Rp 1.050.000 ,- 42
Penjualan Rp 70.000.000 ,-

5. Pemegang kas Pemkot Batu membeli peralatan kantor dari PT SARANA dengan
harga Rp 11.000.000 ,- (termasuk PPN)

PPh ps 22 yang harus dipungut oleh Pemegang kas Pemkot Batu atas
penghasilan yang diterima PT SARANA

= 1,5 % X (100 / 110 X Rp 11.000.000,-)

= 1,5 % X Rp 10.000.000 ,-

= Rp 150.000 ,-

Jurnal yang harus dibuat oleh PT SARANA atas transaksi penjualan tersebut
adalah sbb:

Kas Rp 9.850.000 ,-

Uang muka PPh ps 22 Rp 150.000 ,-

Penjualan Rp 10.000.000 ,-

6. PT X mempunyai API mengimpor barang dengan nilai sbb:

Harga barang Rp 30.000.000 ,-

Biaya angkut Rp 2.000.000 ,-

Biaya asuransi Rp 8.000.000 ,-

Nilai CIF Rp 40.000.000 ,-

Bea masuk Rp 4.000.000 ,-

Nilai impor Rp 44.000.000 ,-

PPN impor = 10 % X Rp 44.000.000 ,- = Rp 4.400.000 ,-
PPnBM = 10 % X Rp 44.000.000 ,- = Rp 4.400.000 ,-
PPh ps 22 yang harus dibayar PT X

= 2,5 % X nilai impor
= 2,5 % X Rp 44.000.000 ,-
= Rp 1.100.000 ,-
Jurnal yang harus dibuat oleh PT X sbb:

Pembelian/persediaan Rp 48.400.000 ,- 43
Uang muka PPh ps 22 Rp 1.100.000 ,-
PPN masukan Rp 4.400.000 ,-

Kas Rp 53.900.000 ,-

Catatan:
 Uang muka PPh ps 22 di akhir tahun akan mengurangi PPh
terutang (sebagai kredit pajak)
 PPnBM dikapitalisasi (menambah nilai persediaan barang)
 PPN masukan akan mengurangi PPN Keluaran/PPN yang dipungut
dari konsumen di bulan/ masa yang sama.

7. Pabrik semen PT XX menjual produksinya kepada distributornya UD. ZZ seharga
Rp 200.000.000 ,-

PPh ps 22 yang dipungut oleh PT XX kepada UD. ZZ

= 0,25 % X Rp 200.000.000 ,-

= Rp 500.000 ,-

Jurnal yang dibuat oleh PT XX (sebagai pemungut PPh ps 22) :

Kas Rp 200.500.000 ,-

Utang PPh ps 22 Rp 500.000 ,-

Penjualan Rp 200.000.000 ,-

Kewajiban berikutnya menyetorkan PPh ps 22 ke kas negara :

Utang PPh ps 22 Rp 500.000 ,-

Kas Rp 500.000 ,-

Jurnal yang dibuat oleh UD ZZ (sebagai pihak yang terpungut PPh ps 22) :

Pembelian / persediaan Rp 200.000.000 ,-

Uang muka PPh ps 22 Rp 500.000 ,-

Kas Rp 200.500.000 ,-

8. PT F adalah industri pengolahan bahan makanan untuk ekspor, membeli bahan
baku dari para pedagang pengumpul:

CV A Rp 10.000.000,-, CV B Rp 20.000.000,- , CV C Rp 30.000.000,-

44

Atas pembelian bahan baku tersebut, maka PT F berkewajiban memungut PPh ps
22 atas penghasilan yang dibayarkan kepada CV A, CV B, CV C masing – masing
sbb:

o PPh ps 22 atas penghasilan yang dibayarkan kepada CV A
= 0,25 % X Rp 10.000.000
= Rp 25.000 ,-

o PPh ps 22 atas penghasilan yang dibayarkan kepada CV B
= 0,25 % X Rp 20.000.000
= Rp 50.000 ,-

o PPh ps 22 atas penghasilan yang dibayarkan kepada CV C
= 0,25 % X Rp 30.000.000
= Rp 75.000 ,-

Jurnal yang dibuat oleh PT F (sebagai pemungut PPh ps 22 pada CV A, B, C):

Pembelian / persediaan Rp 10.000.000 ,-

Beban PPh ps 22 Rp 25.000,-

Kas Rp 9.975.000 ,-

Utang PPh ps 22 Rp 25.000 ,-

Pembelian / persediaan Rp 20.000.000 ,-
Beban PPh ps 22 Rp 50.000,-

Kas Rp 19.950.000 ,-
Utang PPh ps 22 Rp 50.000 ,-

Pembelian / persediaan Rp 30.000.000 ,-
Beban PPh ps 22 Rp 75.000,-

Kas Rp 29.925.000 ,-
Utang PPh ps 22 Rp 75.000 ,-

Kewajiban berikutnya menyetorkan PPh ps 22 ke kas negara :

Utang PPh ps 22 Rp 150.000 ,- 45
Kas Rp 150.000 ,-

Jurnal yang dibuat oleh pedagang pengumpul A, B, C :

Kas Rp 9.975.000 ,-

Uang muka PPh ps 22 Rp 25.000 ,-

Penjualan Rp 10.000.000 ,-

Kas Rp 19.950.000 ,-
Uang muka PPh ps 22 Rp 50.000 ,-

Penjualan Rp 20.000.000 ,-

Kas Rp 29.925.000,-
Uang muka PPh ps 22 Rp 75.000,-

Penjualan Rp 30.000.000 ,-

SATUAN UKURAN YANG SERING DIGUNAKAN

1 Kwintal = 100 kg

1 Ton = 10 kwintal = 1000 kg

1 KL (kilo liter) = 1000 lt

1 Gross = 144 bh / unit/ bj

1 Lusin = 12 bh

1 Kodi = 20 bh

1 Kratt = 24 btl

1 Rim = 500 lbr

BAGIAN V 46
PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23

A. PENGERTIAN PPh PASAL 23
Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipungut

sehubungan dengan penerimaan penghasilan yang diterima / diperoleh wajib pajak dan
Bentuk Usaha Tetap ( BUT ) yang berasal dari modal, penyerahan jasa / penyelenggaraan
kegiatan selain yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21, yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, / telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
/perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

B. PEMUNGUT PAJAK PPh PASAL 23
Pemotong/pemungut PPh pasal 23 adalah pihak–pihak yang membayarkan

penghasilan, yang tersdiri dari :
1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang telah mendapat penunjukkaan

dari Dirjen Pajak untuk memotong pajak PPh pasal 23, yang meliputi :
- Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut

adalah Camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
- Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

C. SUBJEK YANG DIKENAKAN PEMUNGUTAN PPh PASAL 23
Subjek yang dikenakan PPh pasal 23 dalah wajib pajak dalam negeri / Bentuk

Usaha Tetap yang menerima / memperoleh penghasilan yang berasal dari modal,
penyerahan jasa / penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak
penghasilan pasal 21.

D. OBJEK PEMUNGUTAN PAJAK PPh PASAL 23
1. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utsang
3. Royalti
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong pajak
penghasilan pasal 21


Click to View FlipBook Version