The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Ringkasan materi tentang dasar-dasar perpajakan dan pajak penghasilan pasal 21, 22, 23, 24, 25, dan 4 ayat 2.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ali.fausan.1904216, 2022-07-14 06:19:47

Administrasi Perpajakan

Ringkasan materi tentang dasar-dasar perpajakan dan pajak penghasilan pasal 21, 22, 23, 24, 25, dan 4 ayat 2.

Keywords: Administrasi Perpajakan

5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa 47
tanah dan / bangunan

6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21.

E. PENGECUALIAN OBJEK PEMOTONGAN PPh PASAL 23
Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh pasaL 23 adalah:
1. Penghasilan yang dibayarkan / terutang kpada bank
2. Sewa yang dibayarkan / terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi
3. Deviden / bagian laba yang diterima / diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib
pajak dslam negeri , koperasi , BUMN / BUMD , dari penyertaaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
a) Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan
b) Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD yang menerima deviden, kepemilikan
saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25 % dari jumlah
modal yang disetor
4. Deviden yang diterima oleh orang pribadi
5. Bagian laba yang diterima/diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham –saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
6. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
7. Penghasilan yang dibayarkan / terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan / pembiayaan yang diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.

F. TARIF PEMUNGUTAN PPh PASAL 23
Besarnya PPh pasal 23 yang dipotong adalah :
1. Sebesar 15 % dari jumlah bruto atas :
a) Deviden
b) Bunga termasuk premium, diskonto, dsn imbslan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
c) Royalti
d) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang sudah dipotong pajak
penghasilan pasal 21. (hadiah yang diterima oleh badan usaha)
2. Sebesar 2 % dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambaha n Nilai , atas :
a) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta , kecuali sewa
tanah dan / bangunan
b) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan pasal
21 .
Jasa lain terdiri dari :
1. Jasa penilai (appraisal)
2. Jasa aktuaris

3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan 48
4. Jasa hukum
5. Jasa arsitektur
6. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape
7. Jasa perancang (design)
8. Jasa pengeboran (drilling) dibidang penambangan minyak dan gas bumi

(migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT)
9. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan migas
10. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan

penambangan selain migas
11. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
12. Jasa penebangan hutan
13. Jasa pengolahan limbah
14. Jasa penyediaan tenaga kerja (outsourcing service)
15. Jasa perantara dan / keagenan
16. Jasa di bidang perdagangan surat- surat berharga, kecuali yang dilakukan

oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI
17. Jasa custodian / penyimpanan / penitipan, kecuali yang dilakukan oleh

KSEI
18. Jasa pengisian suara (dubbing) dan / sulih suara
19. Jasa mixing film
20. Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise,

banner, pamphlet, baliho dan folder
21. Jasa sehubungsan dengan software / hardware komputer, / sistem

komputer termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
22. Jasa pembuatan dan / pengelolaan website
23. Jasa internet termasuk sambungannya
24. Jasa penyimpanan, pengolahan dan / penyaluran data, informasi, dan /

program
25. Jasa instalasi / pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,

dan / TV kabel, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang nruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan / sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi
26. Jasa perawatan / perbaikan / pemeliharaan mesin , peralatan , listrik ,
telepon , air , gas, AC , TV kabel , alat transportasi / kendaraan / dan /
bangunan , selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya
di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan / sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi
27. Jasa perawatan kendaraan dan / alat transportasi darat, laut dan udara
28. Jasa maklon
29. Jasa penyelidikan dan keamanan
30. Jasa penyelenggaran kegistan / event organizer
31. Jasa penyediaan tempat dan / waktu dalam media masa , media luar
ruang/ media lain untuk penyampaian informasi

32. Jasa pembasmian hama 49
33. Jasa kebersihan / cleaning service
34. Jasa sedot septic tank
35. Jas pemeliharaan kolam
36. Jasa catering / tata boga
37. Jasa freight forwarding
38. Jasa logistik
39. Jasa pengurusan dokumen
40. Jasa pengepakan
41. Jasa loading dan unloading
42. Jasa laboratorium dan / dilakukan oleh lembaga / rangka penelitian

akademis
43. Jasa pengelolaan parkir
44. Jasa penyondiran tanah
45. Jasa penyiapan dan / pengolahan tanah
46. Jasa pembibitan dan / penanaman bibit
47. Jasa pemeliharaan tanaman
48. Jasa pemanen
49. Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan , perikanan , peternakan ,

dan / perhutanan
50. Jasa dekorasi
51. Jasa pencetakan / penerbitan
52. Jasa penerjemah
53. Jasa pengangkutan / ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam pasal 15

UU PPh
54. Jasa pelayanan kepelabuhanan
55. Jasa pengangkutan melalui jalur pipa
56. Jasa pengelolaan penitipan anak
57. Jasa pelatihan dan kursus
58. Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM
59. Jasa sertifikasi
60. Jasa survey
61. Jasa terster
62. Jasa selain jasa – jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan

pada APBN dan APBD.

Dalam hal wajib pajak yang menerima / memperoleh penghasilan tidak memiliki NPWP,
besarnya tarif pemotongan pajak adalah lebih tinggi 100%.

G. CARA PERHITUNGAN PAJAK PPh PASAL 23
1. CV ADIL memperoleh pinjaman modal sebesar Rp 3.000.000.000 ,- dari CV
MAKMUR dengan bunga 30 %. Pajak penghasilan pasal 23 atas bunga pinjaman
yang diterima CV MAKMUR?

Bunga pinjaman = 30 % X Rp 3.000.000.000 ,- = Rp 900.000.000 ,-

PPh pasal 23 = 15 % X Rp 900.000.000,- = Rp 135.000 .000 50

Penerimaan bunga pinjaman netto setelah dipotong pajak = Rp 765.000.000 ,-

2. CV SIDOMUKTI memperoleh hak untuk menggunakan 2 unit mobil milik Fa. JAYA
dengan imbalan Rp 72.000.000 ,-/ unit. Hitung penghasilan netto yang diterima
Fa. JAYA setelah diperhitungkan pajak.

Sewa = 2 X Rp 72.000.000 ,- = Rp 144.000.000 ,-

PPh pasal 23 = 2 % X Rp 144.000.000 ,- = Rp 2.880.000 ,-

Penghasilan netto setelah diperhitungkan pajak = Rp 141.120.000 ,-

3. PT TRUBUS menerima deviden sebesar Rp 2.000,- / saham dari PT PRIMA. PT
TRUBUS memiiki 75.000 lembar saham PT PRIMA. Hitunglah deviden netto yang
diterima PT TRUBUS setelah diperhitungkan pajak.

Deviden = 75.000 X Rp 2.000 ,- = Rp 150.000.000 ,-

PPh pasal 23 = 15 % X Rp 150.000.000 ,- = Rp 22.500.000 ,-

Deviden netto setelah diperhitungkan pajak = Rp 127.500.000 ,-

4. PT AURORA menggunakan jasa CV ALFA untuk mengolah limbah dengan
memberi imbalan sebesar Rp 12.500.000 ,-. Hitunglah penghasilan netto yang
diterima CV ALFA setelah diperhitungkan dengan pajak.

Imbalan jasa = Rp 12.500.000 ,-

PPh pasal 23 = 2 % X Rp 12.500.000 ,- = Rp 250.000 ,-

Imbalan jasa netto setelah diperhitungkan pajak = Rp 12.250.000 ,-

5. PT Z menyewa kendaraan PT Y untuk mengangkut barang dagangan dengan nilai
sewa sebesar Rp 10.000.000 ,-

PPh psl 23 yang dipotong oleh PT Z adalah :

= 2 % X Rp 10.000.000 ,-

= Rp 200.000 ,-

Jurnal yang dibuat oleh PT Z (pemotong PPh psl 23):

Biaya sewa Rp 10.000.000 ,-

Utang PPh psl 23 Rp 200.000 ,-

Kas Rp 9.800.000 ,-

Jurnal yang dibuat oleh PT Z saat menyetor pajak ke kas negara:

Utang PPh psl 23 Rp 200.000 ,-

Kas Rp 200.000 ,- 51

Jurnal yang dibuat oleh PT Y adalah:

Kas Rp 9.800.000 ,-

Uang muka PPh psl 23 Rp 200.000 ,-

Pendapatan sewa Rp 10.000.000 ,-

6. PT PRIMA membayar jasa maklon kepada PT MAJU dengan harga Rp
40.000.000,-.

PPh psl 23 yang dipotong oleh PT PRIMA adalah :

= 2 % X Rp 40.000.000 ,-

= Rp 800.000 ,-

Jurnal yang dibuat oleh PT PRIMA adalah :

Biaya maklon Rp 40.000.000 ,-

Utang PPh psl 23 Rp 800.000 ,-

Kas Rp 39.200.000 ,-

Jurnal yang dibuat PT PRIMA saat menyetor pajak ke kas negara adalah:

Utang pph psl 23 Rp 800.000 ,-

Kas Rp 800.000 ,-

Jurnal yang dibuat oleh PT MAJU adalah:

Kas Rp 39.200.000 ,-

Uang muka PPh psl 23 Rp 800.000 ,-

Pendapatan jasa maklon Rp 40.000.000 ,-

7. PT ABC membayarkan deviden kepada pemegang saham sbb:

No Penerima Jumlah Jumlah deviden
deviden
penyertaan Rp

1 PT X 25 % 25.000.000

2 Koperasi Maju 10 % 10.000.000

3 PT C 15 % 30.000.000

4 PT Z 15 % 15.000.000

Jumlah 80.000.000

PPh psl. 23 yang harus dipotong oleh PT ABC adalah sbb. :

PT C = 15 % X Rp 30.000.000 = Rp 4.500.000 ,- 52

PT Z = 15 % X Rp 15.000.000 = Rp 2.250.000 ,-

Jurnal yang harus dibuat oleh PT ABC sebagai pemotong PPh psl 23 adalah sbb:

Deviden Rp 80.000.000 ,-

Utang PPh psl 23 Rp 6.750.000 ,-

Kas Rp 73.250.000 ,-

Jurnal PT ABC saat menyetorkan PPh psl 23 ke kas negara:

Utang PPh psl 23 Rp 6.750.000 ,-

Kas Rp 6.750.000 ,-

Jurnal bagi PT C dan PT Z adalah sbb:

Kas Rp 25.500.000 ,-

Uang muka PPh psl 23 Rp 4.500.000,-

Pendapatan deviden Rp 30.000.000 ,-

Kas Rp 12.750.000 ,-

Uang muka PPh psl 23 Rp 2.250.000 ,-

Pendapatan deviden Rp 15.000.000 ,-

BAGIAN VI 53
PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 24

A. PENGERTIAN PPh PASAL 24
Pajak Penghasilan pasal 24 yaitu pajak untuk wajib pajak dalam negeri, atas

penghasilannya akan dikenai pungutan pajak baik atas penghasilan yang diperoleh dari
dalam negeri maupun luar negeri. Pajak yang telah dibayar di luar negeri tetap dapat
diperhitungkan dan dapat dikreditkan terhadap pajak terhutang atas seluruh penghasilan
wajib pajak tersebut. Perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang diperoleh dari
luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan seluruh penghasilan wajib
pajak diatur dalam ketentuan pasal 24 UU PPh. Pengkreditan pajak ini dilakukan dalam
tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia.
Indonesia menganut tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per
country limitation.

B. PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:
1. Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut (accrual basis)
2. Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya
penghasilan tersebut (cash basis)
3. Penggabungan penghasilan yang berupa deviden (Pasal 18 ayat 2 UU PPh)
dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tersebut sesuai dengan
Keputusan Menteri Keuangan.

C. BATAS MAKSIMUM KREDIT PAJAK
Penentuan sumber penghasilan yang digunakan dalam menghitung batas

besarnya jumlah pajak yang dapat dikreditkan sebagai berikut:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lain serta keuntungan dari pengalihan
saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan
saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalty, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga,
royalty, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak
adalah negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan atau berada.
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda 54
turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
adalh negara tempat lokasi penambangan berada.

7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada.

8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah di antara 3 unsur atau
perhitungan berikut ini :

1. Jumlah pajak yang terutang atau di bayar di luar negeri.
2. (Penghasilan luar negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) X PPh atas seluruh

yang dikenakan tarif pasal 17.
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal

penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).

D. TARIF WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI

1. Sampai dengan tahun 2021
Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri adalah tarif Pasal 17 UU PPh, tarif tertinggi ini dapat
diturunkan menjadi paling rendah 25 % yang diatur dengan Peraturan Pemerintah:

Lapisan penghasilan Kena Pajak Tarif
Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 15 %
250.000.000
Di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 25 %
500.000.000
Di atas Rp 500.000.000 30 %

2. Perubahan tarif per 1 Januari 2022
Tarif pajak pasal 17 di atas terhitung per 1 Januari 2022 diubah berdasarkan
ketentuan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) :

Lapisan penghasilan kena pajak Tarif
pajak
Sampai dengan Rp 60.000.000 5%
Di atas Rp 60.000.000 sampai dengan Rp 15 %
250.000.000

Di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 25 % 55
500.000.000 30 %
35 %
Di atas Rp 500.000.000 sampai dengan Rp
5.000.000.000

Di atas Rp 5.000.000.000

Contoh:
Diketahui penghasilan kena pajak (PKP) sebesar Rp 6.543.210.987,5 maka PPh
terutangnya adalah...

Penyelesaian:

PKP sebesar Rp 6.543.210.987,5 dibulatkan menjadi Rp 6.543.210.000

- 5 % x Rp 60.000.000 = XXX

- 15 % x Rp 190.000.000 = XXX

- 25 % x Rp 250.000.000 = XXX

- 30 % x Rp 4.500.000.000 = XXX

- 35 % x Rp 1.543.210.000 = XXX +

PPh terutang = XXX

E. TARIF WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI DAN BENTUK USAHA TETAP

1. Hingga tahun 2008 tarif yang diberlakukan adalah Tarif
Pajak
Lapisan Penghasilan Kena Pajak 10 %
15 %
Sampai dengan Rp 50.000.000 ,-
Di atas Rp 50.000.000 ,- sampai dengan Rp 30 %
100.000.000 ,-
Di atas Rp 100.000.000 ,-

Contoh:

Diketahui penghasilan kena pajak (PKP) sebesar Rp 532.847.913,5 maka PPh

terutangnya adalah...

Penyelesaian:

- 10 % x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000

- 15 % x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000

- 30 % x Rp 432.847.000 = Rp 129.854.100 +

PPh terutang = Rp 139.854.100

2. Tahun 2009 dan 2010 tarif yang diberlakukan adalah

Tahun Tarif Pajak 56
2009 28 %
2010 25 %

Tahun 2009 berdasarkan Pasal 31 E UU PPh tarif pajak yang diterapkan

atas penghasilan kena pajak sebesar 28 % dan tahun 2010 sebesar 25 %. Untuk

Wajib pajak badan dalam negri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling

sedikit 40 % dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa

efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh

tarif 5 % lebih rendah dari tarif yang berlaku.

Terdapat fasilitas pengurang tarif sebesar 50% jika memenuhi syarat

berikut;

a) Omzet tidak lebih dari Rp 4.800.000.000, perhitungan pajaknya seluruh

penghasilan kena pajak mendapat fasilitas pengurang tarif sebesar 50 %.

Cara menghitung PPh terutang:
 PPh terutang = 50% x tarif x penghasilan kena pajak (PKP)

b) Omzet lebih dari Rp 4.800.000.000 tetapi tidak lebih dari Rp

50.000.000.000 penghasilan kena pajak mendapat fasilitas pengurang tarif

50 % hanya sebagian saja.

Cara menghitung PPh terutang:
 PKP yang mendapat fasilitas:

= 4,8 M / total omzet x PKP = AXX

 PKP yang tidak dapat fasilitas:

= PKP – AXX = BXX

 PPh Terhutang:

= 50 % x tarif x AXX = XXX

= tarif x BXX = XXX+

= XXX

Contoh:

Pada tahun 2010 total Omzet PT ABC sebesar Rp36.000.000.000 dengan

PKP senilai Rp7.654.321.098,75. Hitunglah PPh terutangnya...

Penyelesaian: fasilitas
 PKP yang mendapat fasilitas

= 4.800.000.000 / 36.000.000.000 x 7.654.321.098,75

= 1.020.576.146,47
 PKP yang tidak mendapat fasilitas

= 7.654.321.098,75 – 1.020.576.146,47

= 6.633.744.952,78

Saat menghitung PPh terutang hasil dari perhitungan

pengurangan tarif harus dibulatkan penuh ribuan kebawah
 PPh terutang:

50% x 25% x 1.020.576.000 = 127.572.000 57

25% x 6.633.744.000 = 1.658.436.000 +

PPh terutang = 1.786.008.000

c) Omzet lebih dari Rp 50.000.000.000,- tidak mendapat fasilitas pengurang

tarif.

Contoh:
Pada tahun 2010 Peredaran usaha senilai Rp75M, saham dari badan
usaha yang beredar di bursa efek sebanyak 42%. Penghasilan netto
sebesar Rp8.765.432.109,5. Hitunglah PPh nya...

Diketahui: = 25%
- Tarif pajak tahun 2010 = 42% (jika saham beredar lebih dari 40%
- Saham beredar maka dikurang 5%)
= 25% - 5 % = 20 %
- Tarif = Rp 8.765.432.109,5 = Rp 8.765.432.000
- Pembulatan

Jawaban:

- PPh terutang = 20% x Rp 8.765.432.000

= Rp 1.753.086.400

3. Tahun 2013

Berdasarkan PP no. 46 / 2013, berlaku per 1 Juli 2013. Untuk Wajib Pajak

badan yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 dalam

setahun dikenakan PPh final 1 % dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari

setiap tempat usaha.

4. Tahun 2018

Berdasarkan PP no. 23 / 2018 berlaku per 1 Juli 2018 diberikan penawaran

kepada Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang omzet

penjualan / peredaran bruto usahanya tidak lebih dari Rp 4.800.000.000, yang

ingin memanfaatkan tarif PPh final 0,5 % dengan berbatas waktu :

a) 7 tahun pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi

b) 4 tahun pajak untuk Wajib pajak badan berbentuk koperasi, CV, / Firma.

c) 3 tahun pajak untuk Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.

5. Tahun 2020, 2021, dan 2022

Untuk tahun 2020 dan 2021 tarif pajak ditetapkan sebesar 22 %,

sedangkan tahun 2022 tarif pajak ditetapkan 20 %. Jika memiliki saham yang

beredar di bursa efek minimal 40 % maka dikenakan tarif 3 % lebih rendah dari

tarif yang sudah ditentukan.

F. CARA PERHITUNGAN PAJAK PPh PASAL 24 58

1. Soal Sederhana
PT BERLIAN memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2018 sebagai berikut :
1) Dari negara A diperoleh penghasilan (laba) Rp 2.000.000.000, tarif pajak
35 % (pajak di bayar di negara A Rp 700.000.000)
2) Dari negara B diperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000, tarif pajak
20 % (pajak dibayar di negara B Rp 200.000.000)
3) Dari negara C menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000, tarif pajak
25 % (pajak dibayar di negara C Rp 0)
4) Penghasilan usaha di Indonesia Rp 5.000.000.000, peredaran usaha Rp
125.000.000.000

Jawaban:

Perhitungan kredit pajak luar negeri sebagai berikut :

 Penghasilan luar negeri : Rp 2.000.000.000
a) Negara A (laba) Rp 1.000.000.000
b) Negara B (laba) Rp -
c) Negara C (rugi)

Jumlah penghasilan luar negeri Rp 3.000.000.000

 Penghasilan dalam negeri Rp 5.000.000.000

 Jumlah penghasilan netto/penghasilan kena pajak Rp 8.000.000.000

 PPh terutang (menurut tarif pasal 17)

= 25 % X Rp 8.000.000.000 = Rp 2.000.000.0000
 Batas maksimum kredit pajak untuk masing – masing negara adalah :

a) Negara A :

= (Rp 2.000.000.000 : Rp 8.000.000.000) X Rp 2.000.000.000

= Rp 500.000.000

Pajak terutang di negara A sebesar Rp 700.000.000, maka

maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp

500.000.000.

b) Negara B :

= (Rp 1.000.000.000 : Rp 8.000.000.000) X Rp 2.000.000.000

= Rp 250.000.0000

Pajak terutang di negara B sebesar Rp 200.000.000, maka

maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp

200.000.000

c) Negara C :

dari negara C PT BERLIAN menderita kerugian sebesar Rp

2.000.000.000. kerugian ini tidak dapat dimasukkan dalam

penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan kerugian tersebut juga

tidak dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.

 Jadi kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar : 59
Rp 500.000.000 + Rp 200.000.000 = Rp 700.000.000

2. Soal WP Orang Pribadi

Tn. Daniel dalam tahun 2021 memiliki penghasilan yang bersumber dari:
 Negara A, Laba Rp763.500.000. tarif pajak 28%.
 Negara B, Laba Rp458.200.000, tarif pajak 32%
 Negara C, Rugi Rp379.400.000, tarif pajak 35%
 Dalam negeri, Laba Rp1.282.900.000.

Tanggungan keluarga Tn Daniel ada seorang istri, seorang anak kandung,

seorang anak adopsi, dan seorang adik kandung. Selain itu, Tn Daniel juga

membayar zakat. Berdasarkan data tersebut, hitunglah PPh pasal 24 yang dapat

dikreditkan.

Jawaban:
WP Orang Pribadi

Sumber Penghasilan Tarif Pajak dibayar PPH Terutang Hasil PPh Pasal 24
Penghasilan pajak di negara* atas seluruh perbandingan* yang
PKP*
Negara A (L) Rp763.500.000 28% Rp213.780.000 Rp211.364.952 dikreditkan*
Negara B (L) 458.200.000 32% 146.624.000 Rp657.345.000 126.846.655
Negara C (R) (379.400.000) 35% - - Rp211.364.952
Dalam (L) 1.282.900.000 - - 126.846.655
Negeri -

Penghasilan 2.504.600.000 PPh Pasal 24 338.211.607
Netto
Zakat* (62.615.000)
PTKP* (67.500.000)

PKP Rp2.374.485.000

Perhitungan:

* Zakat= 2.504.600.000 x 2,5%

= 62.615.000

* PTKP :

WP = Rp54.000.000

Menikah = 4.500.000

3 tanggungan = 9.000.000 +

PTKP 67.500.000

* Pajak dibayar di negara
Negara A = Rp763.500.000 x 28%

= Rp213.780.000

Negara B = Rp458.200.000 x 32% 60
= Rp146.624.000

* PPH Terutang atas seluruh PKP

Perhatikan Tahun. Dikarenakan soal tersebut menggunakan tahun 2021, maka

tarif PPh yang digunakan adalah tarif Pasal 17 UU PPh.

Tarif

5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000

15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000

25% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.000

30% x Rp1.874.485.000 = Rp562.345.000 +

PPh Terutang = Rp657.345.000

* Hasil perbandingan
Negara A

ℎ ( )
= ℎ ℎ ℎ
= 763.500.000 657.345.000

2.374.485.000

= 211.364.952

Maka, PPh Pasal 24 yang dikreditkan adalah sebesar 211.364.952 (pilih yang
paling Rendah)

Negara B
ℎ ( )

= ℎ ℎ ℎ
= 458.200.000 657.345.000

2.374.485.000

= 126.846.655

Maka, PPh Pasal 24 yang dikreditkan adalah sebesar 126.846.655 (pilih yang
paling Rendah)

* PPh Pasal 24 yang dikreditkan
Pilih jumlah yang paling rendah antara :

1. Pajak dibayar di negara
2. PPH Terutang atas seluruh PKP
3. Hasil Perbandingan

3. Soal WP Badan Usaha

PT ADIL dalam tahun 2017 memiliki omzet penjualan Rp 57.250.000.000 dan 61

memiliki penghasilan sebagai berikut;
 Negara A, laba Rp 1.135.000.000, pajak 27 %
 Negara B, laba Rp 1.325.000.000, pajak 30 %
 Negara C, laba Rp 2.280.000.000, pajak 32 %
 Dalam negeri, laba Rp 1.850.000.000

Hutunglah PPh pasal 24!

Jawaban:
WP Badan Usaha

Sumber Penghasilan Tarif Pajak dibayar PPH Terutang Hasil PPh Pasal 24
Penghasilan pajak di negara* atas seluruh perbandingan* yang
PKP*
Negara A (L) Rp 1.135.000.000 27% Rp 306.450.000 Rp 283.750.000 dikreditkan*
Negara B (L) 1.325.000.000 30% 397.500.000 Rp 1.647.500.000 331.250.000 Rp 283.750.000
Negara C 32% 729.600.000 570.000.000
Dalam (L) 2.280.000.000 - - 331.250.000
Negeri (L) 1.850.000.000 - 570.000.000

Penghasilan 6.590.000.000 PPh Pasal 24 Rp 1.185.000.000
Netto

* Pajak dibayar di negara
Negara A = Rp 1.135.000.000 x 27%

= Rp 306.450.000
Negara B = Rp 1.325.000.000 x 30%

= Rp 397.500.000
Negara C = Rp 2.280.000.000 x 32%

= Rp 729.600.000

* PPH Terutang atas seluruh PKP
Perhatikan omzet. Dikarenakan omzet lebih dari 5 M maka tidak ada pengurang
fasilitas tarif. Perhatikan Tahun. Dikarenakan soal tersebut menggunakan tahun
2017, maka tarif PPh yang digunakan adalah tarif tahun yang mendekati tahun
2017 yaitu peraturan tarif tahun 2010, menggunakan tarif 25%
PPh terutang = tarif x penghasilan netto

= 25% x Rp 6.590.000.000
= RP 1.647.500.000

* Hasil perbandingan
Negara A

ℎ ( )
= ℎ ℎ ℎ ℎ

= 1.135.000.000 1.647.500.000

6.590.000.000

= 283.750.000 62

Maka, PPh Pasal 24 yang dikreditkan adalah sebesar 283.750.000 (pilih yang
paling Rendah)

Negara B

ℎ ( )
= ℎ ℎ ℎ ℎ

= 1.325.000.000 1.647.500.000

6.590.000.000

= 331.250.000

Maka, PPh Pasal 24 yang dikreditkan adalah sebesar 331.250.000 (pilih yang
paling Rendah)

Negara C

ℎ ( )
= ℎ ℎ ℎ ℎ

= 2.280.000.000 1.647.500.000

6.590.000.000

= 570.000.000

Maka, PPh Pasal 24 yang dikreditkan adalah sebesar 570.000.000 (pilih yang
paling Rendah)

* PPh Pasal 24 yang dikreditkan
Pilih jumlah yang paling rendah antara :

1. Pajak dibayar di negara
2. PPH Terutang atas seluruh PKP
3. Hasil Perbandingan

BAGIAN VII 63
PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 25

A. PENGERTIAN PPh PASAL 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 berisikan aturan mengenai bagaimana wajib pajak

mengangsur kewajiban pajak di muka, sehingga wajib pajak tidak memiliki beban utang
pajak yang besar dan harus dibayar saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan.

Ketentuan Pasal 25 Undang-Undang pajak Penghasilan mengatur tentang
perhitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
dalam tahun berjalan. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:

1. Wajib Pajak membayar sendiri (PPh Pasal 25)
2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh Pasal 21, 22, 23,

dan 24).
B. CARA PERHITUNGAN PAJAK PPh PASAL 25

Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut
Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi
dengan:

1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan
Pasal 23, serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22.

2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

Dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Contoh 1:

Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Dias yang

terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2016 Rp30.000.000,00

Pada tahun 2016, telah dibayar dan dipotong atau dipungut: (Rp 24.000.000,00)
Rp 6.000.000,00
1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,00

2. PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00

3. PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00

4. PPh Pasal 25 Rp12.000.000,00+

Kurang Bayar (pasal 29) tahun 2016

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun 2017 adalah:

PPh yang terutang tahun 2016 Rp 30.000.000,00

Pengurangan:

1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,00

2. PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00

3. PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00+ 64

Dasar perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2017 (Rp 12.000.000,00)
Rp 18.000.000,00

Besarnya PPh 25 per Bulan :
Rp 18.000.000,00/12 = Rp 1.500.000,000

Jadi, Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun
2017 mulai masa Maret sebesar Rp1.500.000,00.

C. BEBERAPA MASALAH/KASUS DALAM MENGHITUNG BESARNYA PPh
PASAL 25

1. Angsuran Bulanan untuk Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian SPT
Tahunan PPh
Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan
terakhir dari tahun pajak yang lalu.

Contoh 2:

Tuan Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh 2016 pada bulan Maret 2017.
Angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2016 adalah Rp1.000.000. maka,
besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari 2017 masing-
masing adalah Rp1.000.000.
Jadi, Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 pada bulan
Januari dan Februari 2017 masing-masing adalah Rp1.000.000.

2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk Tahun Pajak yang lalu.
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak

untuk tahun pajak yang lalu, maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan
Surat Ketetapan Pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan
penerbitan Surat Ketetapan Pajak.

Contoh 3:

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2016
yang disampaikan wajib pajak dalam bulan Maret 2017, perhitungan besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar adalah sebesar 1.250.000. dalam bulan Juli
2017 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun pajak 2016 yang menghasilkan
besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar 2.000.000. berdasarkan ketentuan
yang berlaku, maka besarnya angsuran pajak berdasakrkan SK Pajak tersebut
bisa sama atau kecil dari angsuran pajak sebelum nya bersasarkan SPT.

D. HAL-HAL TERTENTU DALAM PERHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PPh 65
PASAL 25
Direktur Jendral pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran
pajak yang harus dibaya sendiri oleh Wajib pajak ddalam tahun berjalan, apabila:
a) WP Berhak atas kompensasi Kerugian
b) WP Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.
c) SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukkan
d) Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh
e) WP membetulkan sendiri yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar
dari angsuran bulanan
f) Terjai perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak.

Contoh 4:
Penghasilan PT Dira Tahun 2016 adalah sebesar 250.000.000. sisa kegiatan tahun
sebelumnya. Pada tahun 2016 PPh yang dipotong atau dipungut atau dipungut pihak laina
adalah sebesar 8.000.000 dan tidak ada pajak yang dibayar atau terutang di Luar Negeri.
Perhitungan PPh Pasal 25 Tahun 2017.

Penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan angsuran PPh pasal 29 adalah
sebesar 250.000.000-50.000.000-50.000.000=200.000.000

PPh terutang:

25% x 200.000.000 = 50.000.000

PPh yang dipotong = (8.000.000)

42.000.000

Besarnya angsuran pajak Bulanan PT Dira tahun 2016

= 1/12 x 42.000. 000

= 3.500.000

Contoh 5:
Pada tahun 2016, Abas memperoleh penghasilan teratur sebesar 52.000.000. sedangkan
penghasilan tidak teratur abbas tahun 2016 adalah sebesar 18.000.000.
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 pada
Tahun 2017. Abas adalah hanya dari pengasilan teratur saja sebesar 52.000.000.

Contoh 6:
PT Luwes yang bergerak dibedang konveksi 2017 membayar angsuran bulanan sebesar
18.000.000. pada bulan Juli 2017, pabrik milik PT Luwes terbakar. Oleh karena itu,
berdasarkan keputusan Dirjen Pajak, mulai bulan agustus 2017 dapat disesuaikan
menjadi lebih kecil daripada 18.000.0000.

Contoh 7:

PT Trendy yang bergerak di bidang konveksi dalam tahun 2017 membayar angsuran 66
bulanan sebesar Rp 27.000.000. Mulai bulan Mei 2017, PT Trendy mengalami
peningkatan penjualan yang sangat besar dan diperkirakan penghasilan kena pajaknya
akan lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, berdasarkan
Keputusan Dirjen Pajak, mulai bulan Agustus 2017 dapat disesuaikan menjadi lebih besar
daripada Rp 27.000.000.

E. ANGSURAN PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK BARU, BANK, BUMN,
BUMD, DAN WAJIB PAJAK TERTENTU LAINNYA

Sesuai pada Pasal 25 Ayat (7) UU PPh, penghitungan PPh Pasal 25 bagi WP
baru, BUMN, BUMD, dan WP tertentu lainnya telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

1. Angsuran PPH Pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru
a) Wajib pajak baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru
pertama kali mendapat penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam
tahun pajak berjalan
b) Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan untuk Wajib Pajak baru dihitung
berdasarkan penerapan tariff umum atas penghasilan neto sebulan yang
disetahunkan, dibagi 12 (dua belas)
c) Dalam hal Wajib pajak baru menyelenggarakan pembukuan dan dari
pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiskal dihitung bersarkan pembukuannya
d) Dalam hal Wajib Pajak baru hanya menyelenggarakan pencatatan dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau
menyelenggarakan pembukuan, tetapi dari pembukuannya tidak dapat
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal
dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran
atau penerimaan bruto
e) Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiscal yang
disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan PTKP

Contoh 8:

PT Almond, perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai Wajib pajak pada awal

bulan Juni 2017. Selama bulan Juni penjualan PT Almond sebesar Rp

1.000.000.000 dan biaya-biaya yang terjadi adalah sebesar Rp 600.000.000 .

Perhitungan PPH Pasal 25 untuk masa Juni 2017 yaitu

Penjualan Rp 1.000.000.000

Biaya (Rp 600.000.000)

Penghasilan neto sebulan Rp 400.000.000

Penghasilan neto disetahunkan Rp 4.800.000.000
(12 × Rp 400.000.000) =

PPh terutang

25% × Rp 4.800.000.000 = Rp 1.200.000.000 67

PPh Pasal 25 masa Juni:
= Rp 1.200.000.000 / 12
= Rp 100.000.000

Untuk bulan berikutnya sampai dengan penyampian SPT tahunan dihitung lagi
PPh Pasal 25 tiap-tiap bulan seperti pada perhitungan di atas.

Contoh 9:
Setiawan mulai usaha bengkel pada 3 Februari 2017, penerimaan bruto bulan
Februari 2017 Rp 50.000.000. Presentase Norma Penghitungan misalnya untuk
usaha bengkel motor 22,5%/ Setiawan nikah dan memiliki 2 anak.
Penghitungan PPh Pasal 25 yaitu:

Penghasilan neto bulan Februari Rp 11.250.000
(22,5% × Rp 50.000.000) =

Penghasilan neto setahun Rp 135.000.000
12 × Rp 11.250.000 (Rp 67.500.000)
PTKP (K/2) Rp 67.500.000
Penghasilan Kena Pajak

PPh terutang Rp 5.000.000
5% × Rp 50.000.000 = Rp 2.625.000
15% × Rp 17.500.000 = Rp 7.625.000

PPh Pasal 25 bulan Februari:
= Rp 7.625.000 / 12
= Rp 635.416,67

2. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau sewa guna
usaha dengan hak opsi adalah sebesar jumlah Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiscal menurut laporan
keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal
24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12
(dua belas).

Contoh 10:

PT Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April-Juni 2017 menunjukkan
penghasilan neto Rp 300.000.000.

Perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa Juli, Agustus, September 2017 sebagai
berikut:

Penghasilan neto triwulan Rp 300.000.000 68
Penghasilan neto disetahunkan (4 x Rp 300.000.000) Rp 1.200.000.000

PPh terutang

= 25% x Rp 1.200.000.000
= Rp 300.000.000

PPh Pasal 25 masa Juli, Agustus, Sepetember 2017:
= Rp 300.000.000 / 12
= Rp 25.000.000

Untuk triwulan berikutnya dihitung kembali PPh Pasal 25 tiap-tiap triwulan seperti
pada perhitungan di atas.

3. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD dengan
nama dan dalam bentuk apa pun, kecuali Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha
dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas laba-rugi fiscal menurut Rencana Kerja dan Anggaran
Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan dan telah disahkan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), dikurangi dengan pemotongan dan
pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau
terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25
untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran
PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumya.

Contoh 11:

Menurut RKAP Tahun 2017 yang sudah disahkan, PT Jogja Bangkit (sebuah
BUMD yang dimiliki Pemerintah Kota Yogyakarta) diperkirakan mempunyai
penghasilan neto sebesar Rp 1.000.000.000. Kredit pajak (PPh Pasal 22, Pasal
23, dan Pasal 24 yang dapat dikreditkan) tahun 2016 berjumlah Rp 70.000.000.

Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2017 sebagai berikut:

Penghasilan neto Rp 1.000.000.000
PPh terutang (25% x Rp 1.000.000.000) Rp 250.000.000
Kredit pajak (PPh Pasal 22, 23, dan 24) Rp 70.000.000
PPh yang dibayarkan sendiri Rp 180.000.000

PPh Pasal 25:

= Rp 180.000.000/12
= Rp 15.000.000

4. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak masuk bursa dan wajib pajak
lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan

berkala adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan 69
tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang
disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan
Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun
pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

5. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi
pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen)
dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha. Untuk
Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 akan
dibahas tersendiri dalam bagian Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2).

BAGIAN VIII 70
PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 4 AYAT 2

A. PENGERTIAN PPh PASAL 4 AYAT 2
Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal

4 ayat (2) adalah cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan antara lain melalui
pemotongan atau pemungutan pajak yang bersifat final atas penghasilan tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 UU PPh
menyebut beberapa penghasilan yang pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah dan pengenaan pajaknya bersifat final.

B. OBJEK PAJAK PPh PASAL 4 AYAT 2
Objek pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 adalah;
1. Penyerahan jasa konstruksi
2. Penghasilan dari persewaan tanah dan / bangunan
3. Peghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan / bangunan
4. Hadiah undian
5. Bunga deposito/tabungan, diskonto sertifikat bank Indonesia (SBI), dan jasa giro
6. Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
7. Bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan / dilaporkan perdagangan
di bursa efek
8. Deviden yang diterima oleh orang pribadi

C. TARIF PAJAK PPh PASAL 4 AYAT 2

Penyerahan Jasa Konstruksi

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi diatur
dengan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2008 s.td.t.d. Peraturan Pemerintah No.40
tahun 2009. Beberapa pengertian menurut PP No. 51 /2008:

 Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan
konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa
konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi

 Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan / sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan / pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing – masing
berserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan / bentuk fisik lain.

 Perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi / badan yang
dunyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang
mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan
fisik lain.

 Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi / badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang

mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil 71
perencanaan menjadi bentuk bangunan / bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya
pekerjaan kosntruksi terintegrasi, yaitu penggabungan fungsi layanan dalam
model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan
(engineering, procurement and construction) serta model penggabungan
perencanaan dan pembangunan (design and build).
 Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orng pribadi / badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang
mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
 Penyedia jasa konstruksi adalah orang pribadi / badan termasuk bentuk usaha
tetap, yang kegiatan ussahanya menyediakan layana jasa konstruksi, baik
sebaagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi
maupun sub – subnya.

Besarnya pajak penghasilan bersifat final yang dipotong sbb:

1. 2 % dari jumlah jasa, untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia
jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil.

2. 4 % dari jumlah jasa, untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia
jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

3. 3 % dari jumlah jasa, untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia
jasa selain penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2.

4. 4 % dari jumlah jasa, untuk perencanaan konstruksi / pengawasan konstruksi yang
dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha

5. 6 % dari jumlah jasa, untuk perencanaan konstruksi / pengawasan kontruksi yang
dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kulaifikasi usaha.

Pajak penghasilaan atas jasa konstruksi:

1. Dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hal npengguna jasa
merupakan pemotong pajak, atau

2. Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dlam hal pengguna jasa bukan merupakan
pemotong pajak.

Penghasilan Berupa Sewa Tanah dan Atau Bangunan

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan sewa tanah dan / bangunan
diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1996 diubah dengan Peraturan
Pemerintah No. 5 tahun 2002 dan pengenaan pajaknya bersifsat final.

Besaran pajak penghasilan yang dipotong adalah 10 % dari jumlah bruto, baik atas
penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan.

Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Atau Bangunan

1. Terutang pajak penghasilan bersifat final atas penghasilan yang diterima /
diperoleh orang pribadi / badan dari:
a) Pengalihan hak atas tanah dan / bangunan.

b) Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan / bangunan beserta 72
perubahannya.

2. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan / bangunan adalah pebghasilan
yang diterima / diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan / bangunan
melalui: penjualan; tukar – menukar; pelepasan hak; lelang; hibah; waris; atau cara
lain yang disepakati antara para pihak.

3. Penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan / bangunan beserta
perubahannya adalah penghasilan dari:
a) Pihak penjual yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual
beli pada saat pertama kali ditandatangani.
b) Pihak pembeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual
beli sebelum terjadinya perubahan / adendum perjanjian pengikatan jual
beli, atas terjadinya perubahan pihak pembeli dalam perjanjian pengikatan
jual beli tersebut.

4. Besarnya pajak penghasilan sbb:
a) 2,5 % dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan / bangunan
selain pengalihan hak atas tanah dan / bangunan berupa rumah sederhana
/ rumah susun sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan / bangunan.
b) 1 % dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan / bangunan
berupa rumah sederhana / rumah susun sederhana yang dilakukan oleh
wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah
dan / bangunan.
c) 0 % atas pengalihan hak atas tanah dan / bangunan kepada Pemerintah,
BUMN yang mndapat penugasan khusus dari pemerintah / BUMD yang
mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud
dalam undang – undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum.

5. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran pajak penghasilan pengalihan hak atas
tanah dan / bangunan adalah:
a) Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan / bangunan dengan jumlah
bruto pengalihannya kurang dari Rp 60.000.000,- dan bukan merupakan
jumlah yang dipecah – pecah.
b) Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan / bangunan dengan cara hibah
kepada keluarga sedarah dalam garis keturunann lurus satu derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan, koperasi/
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan PMK, sepanjang hibah tsb. tidak ada
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, / penguasaan antara
pihak – pihak ybs.
c) Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan / bangunan dengan
cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial,

termasuk yayasan koperasi / orang pribadi yang menjalankan usaha mikro 73
dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK, sepanjang
hibah tsb. tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, /
penguasaan antara pihak – pihak ybs.
d) Pengalihan hak atas tanah dan / bangunan karena waris.
e) Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan / bangunan dalam
rangka penggabungan, peleburan, pemekaran usaha yang telah
ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku.
f) Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang
melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka
melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, /
pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan / bangunan.
g) Orang pribadi / badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan
pengalihan hak atas tanah dan / bangunan.

Hadiah Undian

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa hadiah undian diatur
dalam PP No.132 / th 2000. Besarnya pajak penghasilan yang wajib dipotong / dipungut
adalah sebesar 25 % dari jumlah bruto hadiah undian.

Bunga Deposito

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan serta diskonto Sertifikat bank Indonesia (SBI) diatur dengan PP No. 131 / th
2000 sebagaimana telah diubah dengan (s.t.d.t.d.) PP No. 123 /th 2015 sbb:

1. Atas bunga deposito dalam mata uang dolar Amerika Serikat yang daananya
bersumber dari hasil ekspor dan ditempatkan di dalam negeri pada bank yang
didirikan / bertempat kedudukan di Indonesia / cabang bank luaar negeri di
Indonesia dikenai pajak penghasilan bersifat final dengan tarif sbb:
a) Tarif 10 % dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 1 bulan.
b) Tarif 7,5 % dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 3 bulan.
c) Tarif 2,5 % dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 6 bulan.
d) Tarif 0 % dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu lebih dari
6 bulan.

2. Atas bunga deposito dalam mata uang rupiah yang dananya bersumber dari
devisa hasil ekspor dan ditempatkan di dalam negeri pada bank yang didirikan /
berkedudukan di Indonesia / cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai pajak
penghasilan bersifat final dengan tarif sbb:
a) Tarif 7,5 % dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 1 bulan.
b) Tarif 5 % dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 3 bulan.
c) Tarif 0 % dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 6 bulan /
lebih dari 6 bulan.

3. Atas bunga dari tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), serta
bunga dari deposito selain dari deposito sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dan 2 dikenai pajak penghasilan bersifat final dengan tarif sbb:

a) Tarif 20 % dari jumlah bruto, terhadap wajib pajak dalam negeri dan Bentuk 74
Usaha Tetap (BUT).

b) Tarif 20 % dari jumlah bruto / dengan tarif berdasarkan perjanjian
penghindaran pajak berganda yang berlaku, terhadap wajib pajak luar
negeri.

Pemotongan pajak penghasilan ini tidak dilakukan terhadap:

1. Bunga dan diskonto yang diterima / diperoleh bank yang didirikan di Indonesia /
cabang bank luar negeri di Indonesia.

2. Bunga deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia (SBI), sepanjang
jumlah deposito dan tabungan Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi
Rp 7.500.000 ,- dan bukan merupakan jumlah yang terpecah – pecah.

3. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima / diperoleh dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana, / rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku untuk dihuni sendiri.

Bagi wajib pajak dalam negeri, orang pribadi yang seluruh penghasilannya
(termasuk bunga dan diskonto) dalam satu tahun pajak tidak melebihi PTKP atas pajak
yang telah dipotong dapat diajukan permohonan restitusi.

Penghasilan Dari Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham
di bursa efek diatur dengan Peraturan pemerintah No. 41/1994 sebagaimana
disempurnakan dengan Peraaturan Pemerintah No. 14/1997 dan Keputusan Menteri
Keuangan No. 282 /KMK.04/1997.

Besaran pajak penghasilannya bersifat final:

1. 0,1 % dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan, atas penghasilan dari penjualan
di bursa efek dan yang memotong pajak panghasilan adalah broker. Penyetoran
pajak penghasilan paling lambat tanggal 20 setiap masa pajak dan pelaporan
paling lambat tanggal 25.

2. 0,5 % dari nilai saham pada saat penutupan bursa diakhir 1996, 31 – 12 – 1996
(jika telah diperdagangkan dalam tahun 1996 / sebelumnya, atas penjualan saham
pendiri).

3. 0,5 % dari nilai saham pada saat Initial Public Offering (jika diperdagangkan pada/
setelah 01 – 01 – 1997), atas penjualan saham pendiri.

4. Pemotong pajak atas penjualan saham pendiri adalah emiten / penerbit saham
dan besar pajak penghasilan yang dipotong menjadi 0,6 % (0,1 % + 0,5 %).
Penyetoran pajak penghasilan paling lambat 6 bulan setelah tanggal 29 – 05 –
1997 (apabila saham pendiri telah diperdagangkan sebelum 29 – 05 – 1997) dan

penyetoran paling lambat 1 bulan setelah saham diperdagangkan (apabila saham 75
pendiri baru diperdagangkan setelah 29 – 05 – 1997).
5. Wajib pajak pemilik saham pendiri yang tidak memenuhi ketentuan pasal 3
keputusan menteri keuangan No. 282 /KMK.04/1997, atas penjualan saham
pendiri dikenakan pajak penghasilan berdasarkan tarif umum.
6. Yang dimaksud pendiri adalah orang pribadi / badan yang namanya tercantum
dalam Anggaran Dasar PT sebelum pernyataan Pendaftaran yang diajukan
kepada Bapepam tercatrat dalam Daftar pemegang Saham / tercantum dalam
anggaran Rangka Initial Public Offering menjadi efektif, termasuk orang pribadi /
badan yang menerima pengalihan saham pendiri sebagaimana dimaksud karena:
warisan, hibah yang telah memenuhi persyaratan pasal 4 (3) UU Pajak
penghasilan, cara lain yang tidak dikenakan pajak penghasilan pada saat
pengalihan.
7. Termasuk pengertian saham pendiri adalah:

a) Saham yang diperoleh pendiri dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan
setelah Initial Public Offering.

b) Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
c) Tidak termasuk pengertian saham pendiri:

 Saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian
deviden dalam bentuk saham.

 Saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pelaksanaan hak
pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi
konversi, dan efek konversi lainnya.

 Saham yang diperoleh pendiri perusahaan reksadana.

Perusahaan reksa dana adalah perusahaan yang kegiatan utamanya melakukan
investasi dan reinvestasi. Sedangkan perusahaan modal ventura adalah perusahaan
yang kegiatan utamanya membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam
bentuk penyertaaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu.

Penghasilan Berupa Bunga / Diskonto Obligasi yang Dijual Di Bursa Efek

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga / diskonto obligasi
yang dijual di bursa efek diatur dengan peraturan pemerintah No. 16 tahun 2009 s.t.d.t.d.
Peraturan pemerintah No. 100 tahun 2013. Penghasilan yang diterima wajib pajak berupa
bunga dan bunga diskonto obligasi yang diperdagangkan dan / dilaporkan di bursa efek
dikenakan pajak penghasilan bersifat final. Besarnya pajak penghasilan sbb:

1. Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebesar:
a) 15 % bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT.
b) 20 % / tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) yang berlaku, bagi wajib pajak penduduk / berkedudukan di luar
negeri.

Dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period)
obligasi.
2. Atas diskonto obkigasi dengan kupon sebesar:

a) 15 % bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT. 76
b) 20 % / tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

(P3B) yang berlaku, bagi wajib pajak penduduk / berkedudukan di luar
negeri.
Dari selisih harga jual obligasi / nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak
termasuk bunga berjalan (accrued interest).
3. Atas diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar:
a) 15 % bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT.
b) 20 % / tarif sesuai dengan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda yang berlaku, bagi wajib pajak penduduk / berkedudukan di luar
negeri.
Dari selisih harga jual / nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
4. Bunga dan / diskonto dari obligasi yang diterima dan / diperoleh wajib pajak
reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar:
a) 5 % untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020.
b) 10 % untuk tahun 2021 dan seterusnya.

Deviden yang Diterima Oleh Orang Pribadi

Besaran pajak penghasilan dan bersifat final: 10 % dari jumlah bruto deviden.

Bunga Simpanan Koperasi

Besaran pajak penghasilan bunga simpanan di koperasi dan bersifat final: 10 %
dari jumlah bruto bunga simpanan.

Penghasilan Dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang
Diperdagangkan Di Bursa

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa
kontrak berjangka yang diperdagaangkan di bursa diatur dalam peraturan pemerintah No.
17 tahun 2009. Penghasilan yang diterima dan / diperoleh oleh orang pribadi / badan dari
transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenai pajak
penghasilan bersifat final sebesar 2,5 % dari margin awal. Sejak diterbitkannya peraturan
pemerintah No. 31 tahun 2011 tanggal 6 juni 2011, ketentuan mengenai pengenaan pajak
penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif dicabut dinyatakan tidak berlaku.

D. CARA PERHITUNGAN PAJAK PPh PASAL 4 AYAT 2
1. PT “XX” menggunakan gudang milik CV “YY” untuk masa 2 tahun dengan imbalan
Rp 125.000.000,-/ tahun. Hitung imbalan netto yang diterima CV “YY” setelah

diperhitungkan pajak.

Jawaban: = Rp 250.000.000 ,-
Sewa gudang = 2 X Rp 125.000.000 ,- = Rp 25.000.000 ,-
PPh pasal 4 (2) = 10 % X Rp 250.000.000 ,- = Rp 225.000.000 ,-
Sewa netto

2. Adinda pada suatu masa pajak memperoleh hadiah undian berupa sebuah kulkas 77
dengan harga pasaran sebesar Rp 3.950.000 ,-. Hitung pajak atas hadiah yang
diterima Adinda.

Jawaban: = Rp 3.950.000 ,-
Hadiah = 25 % X Rp 3.950.000 ,-
PPh pasal 4 (2) = Rp 987.500 ,-

3. Pada masa pajak Oktober Firman menerima deviden sebesar Rp 275,-/ saham
dari PT “ XYZ “. Firman memiliki 2.000 lembar saham PT “XYZ”. Hitunglah deviden

netto yang diterima Firman setelah diperhitungkan dengan pajak.

Jawaban: = Rp 6.875.000 ,-
Deviden = 25.000 lembar X Rp 275 ,- = Rp 687.500 ,-
PPh pasal 4 (2) = 10 % X Rp 6.875.000 ,- = Rp 6.187.500 ,-
Deviden netto

DAFTAR REFERENSI 78

Harti, Dwi. 2018. Administrasi Pajak Paket Keahlian Akuntansi Untuk
SMK/MAK Kelas XI. Jakarta: Erlangga

Mardiasmo. 2018. Perpajakan. Yogyakarta: Andi

Mardiasmo. 2019. Perpajakan. Yogyakarta: Andi

Resmi, Siti. 2018. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta Selatan:
Salemba Empat

79


Click to View FlipBook Version