Syarif Hidayatullah Kumpulan Dongeng Kesehatan
Nur Aini Puspitasari
Awaluddin Hidayat Ramli Inaku
Syarif Hidayatullah
Nur Aini Puspitasari
Awaluddin Hidayat Ramli Inaku
Sepatu Terbang
Penulis
Syarif Hidayatullah
Nur Aini Puspitasari
Awaluddin Hidayat Ramli Inaku
Ilustrator:
Arrum
Penerbit:
Taresi Publisher
Alamat Penerbit
Jl. Duku, RT 008/RW 002, Jatiluhur, Jatiasih, Bekasi
Jawa Barat
Viii+44
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Puji syukur kepada Allah yang telah memberikan kemudahan kepada tim penulis untuk
merancang buku dongeng kesehatan. Hadirnya buku dongeng ini untuk melengkapi kegiatan
pengabdian masyarakat yang dilaksanakan kami.
Buku dongeng ini berbeda dengan buku dongeng lainnya. Kisahnya berisi tentang cara-cara
hidup sehat yang dibungkus dengan pertualangan imajinatif yang membuat pesan-pesan
tersebut tidak menggurui kepada pembaca dan pendengarnya.
Buku ini dikhususkan untuk anak usia dini. Oleh karena itu latar dan tokoh cerita lebih
memfokuskan kepada kehidupan anak usia dini dengan segala pengalaman hidupnya.
Kini buku ini telah disusun oleh tiga orang dosen dari Univeristas Muhammadiyah Prof. DR.
HAMKA dengan latar belakang keilmuan yang berbeda. Syarif Hidayatullah dan Nur Aini
Puspitasari berasal dari latar belakang pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, sementara
Awaluddin Hidayat Ramli Inaku berasal dari kesehatan masyarakat.
iii
Hadirnya buku ini tentu karena banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu tim mengucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
terciptanya buku ini, terutama kepada Kementrian Ristek/BRIN yang telah
mendanai kegiatan pengabdian masyarakat ini. Selain itu, kami ucapkan terima
kasih kepada LPPM Uhamka yang telah memfasilitasi dan membantu tim untuk
dapat menyusun buku ini. Kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada mitra kami, TK Aisyiah Petukangan Utara yang telah menjadi mitra yang
baik dengan membantu berbagai keperluan tim untuk kelangsungan kegiatan ini
dengan lancar.
Demikian prakata ini disampaikan. Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca.
iv
A. Peta Dongeng Bertema Kebersihan Lingkungan
Tema Judul
Membuang Sampah Sampah Warna Merah
Merapikan Mainan Juara Kebersihan
Rapi Itu Indah
Membantu membereskan lingkungan sekolah Indah dan Nyamuk
Meletakkan sepatu/sandal Sepatu Terbang v
B. Peta Dongeng Bertema Kebersihan Diri Judul
Bayangan Hitam di Taman
Tema Kelereng Misterius
Membuang air kecil/besar Sabun dan Tarian Bintang
Mandi dua kali sehari Penyesalan Naya
Mandi menggunakan sabun Anya dan Primus Kecil
Cuci tangan menggunakan sabun Kuku dan impianku
Menyikat gigi
Memotong kuku
vi
Prakata-iii
Peta Nilai Dongeng Kesehatan-v
Daftar Isi-vii
Sampah Warna Merah-1
Juara Kebersihan-5
Rapi Itu Indah-9
Indah dan Nyamuk-13
Sepatu Terbang-17
Bayangan Hitam di Taman-21
Kelereng Misterius-25
Sabun dan Tarian Bintang-29
Penyesalan Naya-33
Anya dan Primus Kecil-37
Kuku dan Impian Bima-3
vii
viii
Oleh Syarif Hidayatullah
1
Cahaya matahari pagi bersinar indah. Namun tak seindah perasaan Jelita. Pagi itu, ibu menyuruh Jelita untuk membuang
satu plastik sampah berwarna merah. Sampah itu harus ia antarkan ke tempat pembuangan sampah lingkungannya.
Letaknya di belakang kompleks ini.
“Ibu jangan suruh aku. Kakak saja,” pinta Jelita.
“Jelita, Kakak sedang belajar bersama Ayah,” jawab Ibu. “Jelita mau kan bantu Ibu?” lanjut ibu.
“Iya deh ibu.”
Sebelum berangkat, Jelita masih melihat televisi. Film kartun kesayangannya sedang tayang.
“Ah, harusnya kakak yang buang. Kenapa jadi aku?” Jelita mengeluh.
“Jelita…,” panggil ibu.
“Iya Bu.”
“Kok belum berangkat?” tanya ibu.
“Baik Bu. Ini mau berangkat.”
Dengan berat hati ia meninggalkan acara kesukaannya. Jelita berjalan keluar rumah. Keadaan masih hening. Temannya
belum ada yang bermain. Sepertinya masih menonton televisi.
“Huh, gara-gara kakak ini.” keluhnya.
Ia jalan melewati jalan setapak menuju tempat pembuangan sampah. Namun dari jalan setapak itu tempat pembuangan
sampah masih belum terlihat. Keadaan sepi. Jelita melihat ke kiri dan ke kanan.
“Apa aku buang di sini saja ya?”
2
Jelita berpikir. Tidak ada yang tahu. Aku letakkan di sini saja ah, batin Jelita.
Setelah melihat keadaan sekitar sepi. Ia langsung meletakkan sampah tersebut dan kemudian segera berlari
meninggalkan tempat itu.
Sesampainya di rumah Jelita masih terangah-engah. Kelelahan rupanya.
“Kenapa kamu Jelita?” tanya ayah.
“Tidak apa-apa Yah,” jawab Jelita. Jelita kemudian langsung ke depan televisi. Untungnya, film kartun kesukaannya belum
berakhir.
Seminggu telah berlalu. Malam hujan turun deras sekali. Kata ayah, hujan seperti ini bisa mendatangkan banjir. Apalagi
jika ada yang membuang sampah sembarangan.
Mendangar hal itu, Jelita jadi teringat sampah yang dibuangnya sembarangan. Apakah sampah itu bisa membuat banjir?
Jelita jadi gelisah. Takut sampahnya jadi penyebab banjir.
Hujan semakin deras. Orang-orang terdengar meneriakkan peringatan banjir.
“Banjir, banjir,” suara itu terdengar jelas.
Pada saat itu, banjir sudah masuk ke dalam rumah.
“Abang Arfan. Jelita takut.”
“Jangan takut ya,” Kakak Arfan menenangkan.
“Kita tidak akan tenggelamkan, Kak?”
“Iya.” Jawab kakak menenangkan.
Ayah dan ibu tampak sibuk mengangkat barang-barang agar tidak tersentuh banjir. Jelita dan Kak Arfan turut membantu.
3
Pada saat itu, tiba-tiba sampah-sampah masuk ke dalam rumah yang
pintunya terbuka. Jumlahnya tidak sedikit.
“Wah, benar kan, ini pasti karena banyak yang membuang sampah
sembarangan,” gerutu Ayah.
“Iya. Harusnya kita peduli dengan lingkungan. Kalau sudah banjir, pasti
mereka menyesal.”
Jelita yang mendengar percakapan itu merasa bersalah. Ia harusnya
membuang sampah pada tempatnya. Tapi ia tidak melakukannya.
Pada saat termenung, tiba-tiba satu plastik mengambang masuk ke
dalam rumah. Jelita kenal dengan plastik tersebut. Warnanya. Isinya. Ia
sangat mengenal sampah itu.
“Wah ini lagi ada yang buang sampah seperti ini sembarangan,” ujar
ayah lagi.
“Ini harusnya yang buang sampah dihukum. Dipenjara,” ujar ibu
menanggapi.
“Benar itu ayah. Harus dipenjara. Biar kapok,” sambung Kak Arfan.
Mendengar itu Jelita semakin merasa bersalah. Memang kita harus
buang sampah pada tempatnya.
4
Oleh Syarif Hidayatullah
5
Banu besok ikut lomba lari. Ia dipercaya Bu Guru Cantik untuk mengikuti lomba itu. Banu merasa sangat senang sekali.
“Aku bisa jadi juaranya,” terangnya pada Bu Guru Cantik.
“Tentu saja. Anak ibu larinya hebat,” jawab bu guru. “Jaga kesehatan ya,” nasihat guru kemudian.
“Iya Bu Guru Cantik,” jawab Banu riang.
Di rumah, Banu kemudian mengeluarkan permainan supernya. Banu membayangkan jika ia dapat berlari seperti pahlawan
super. Bisa berlari secepat kilat.
“Wesss. Berlari secepat kilat! Wess, Wess, Wess.”
“Wah, adik ganteng lagi jadi pahlawan super ya?” tanya Kak Fina.
“Iya, Kak. Aku punya kekuatan lari suangat kencang,” jawabnya.
Banu kemudian berlari ke kiri dan ke kanan.
“Hebat kan Kak?”
“Hebat dong. Adik siapa dulu?”
“Kak Fina gitu lho…” Banu menjawab lantang.
Mereka tertawa.
Pada saat tersebut juga terdengar penjual tahu bulat, “Tahu bulat, tahu bulat, digoreng dadakan….”
“Kak Fina beli tahu bulat yuk!”
“Ayuk. Tapi rapihkan dulu mainannya.”
“Enggak mau.”
“Kok begitu Dek? Adek harus bertanggung jawab.”
6
7
“Enggak mau.”
“Adek! Ayo rapihkan.”
“Jurus lari cepat,” teriak Banu sambil berlari kencang meninggalkan mainannya yang berserakan.
Saat berlari kaki Banu seperti menginjak sesuatu.
“Aduh… sakit kak. Sakit…” Banu merintih.
“Kenapa kamu Dek?” tanya Kak Fina.
“Gak tau kenapa ini Kak.”
“Coba kakak lihat.” Kak Fina melihat kaki Banu. “Wah sepertinya tadi kamu menginjak mainan.”
“Aduh… “
“Harusnya kamu rapihkan mainannya.”
“Iya Kak. Kalau aku rapikan tidak akan terjadi begini.”
“Nah baru sadar kan.”
“Iya. Aduh. Bagaimana ini Kak dengan lombanya?”
“Nanti Kakak bilang ke Ibu. Nanti Ibu akan jelaskan ke Bu Guru ya.”
“Gagal deh jadi pemenang.”
“Nggak kok. Kamu tetap pemenang.” Kata Kak Fina.
“Pemenang apa?”
“Pemenang kebersihan rumah. Ayo kita bersihkan.”
“Hehe… ayo Kak!”
8
Oleh Nur Aini Puspitasari
9
Hari ini TK Mentari begitu ceria. Bu Sasi menyambut anak-anak dengan penuh semangat saat anak-anak berbaris di depan
kelas.
“Selamat pagi, Aira”. Sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman.
“Pagi, bu guru.” Sambut Aira.
Baris selanjutnya adalah Rafael yang datang dengan wajah ceria. “Pagi, Bu Sasi”.
“Wah, selamat pagi Rafael.” Sambut Bu Sasi.
Belajar pun dimulai, kali ini para siswa belajar menyusun balok. Bu Sasi memberi tahu para siswa untuk mengambil balok di
rak samping papan tulis.
Ketika Aira berjalan menuju rak ternyata Aira menginjak ujung balok yang terdapat di lantai.
“Aduh...aduh... kakiku sakit.” Sambil berteriak.
Kemudian Bu Sasi datang menghampiri, “Kenapa Aira kakinya?”
“Kaki aku menginjak balok yang ada di lantai, Bu” sambil menahan air matanya.
“Sakit sekali kakiku ini” sambil meringis kesakitan
“Sini Ibu lihat kakinya, apakah terluka?” tanya Bu Sasi.
“Aku ngga tahu, Bu.” Kata Aira
Bu Sasi memegang telapak kaki Aira untuk memeriksanya, “Wah, agak memar ya. Sini, Ibu bantu duduk ya.”
Bu Sasi bertanya kepada anak-anak, “Siapa yang kemarin bermain balok tidak ditaruh di tempatnya?”
Anak-anak terdiam. Tidak ada satupun yang bersuara. Bahkan mereka saling tengok.
“Hayooo jujur itu hebat, lho.”
10
11
“Anak-anak Ibu Sasi itu anak-anak yang hebat.”
Suasana menjadi hening.
“Kemarin aku liat Rafael main balok ngga ditaruh lagi Bu.” Kata Rehan.
“Oh ya, apa benar itu Rafael?”
“Kata Rafael malas ah ngeberesinnya” tambah Rehan.
Bu Sasi tersenyum. “Oh begitu, coba Ibu mau dengar dari Rafael sendiri!”
Dengan wajah bersalah dan sedih Rafael bilang “Iya Bu, kemarin saya males ngeberesin baloknya, saya pikir ngga akan
kenapa-napa.”
“Nah, Rafael Bu guru kan sudah bilang kemarin, kalau habis bermain balok ditaruh di tempatnya lagi.” Pesan Bu sasi
“Iya, Bu.” Kata Rafael.
“Kalau tidak dirapikan akan membahayakan orang lain.” Kata Bu sasi.
“Iya Bu, saya minta maaf lain kali ngga diulangin lagi deh.” Kata Rafael
“Maafin aku ya Aira.” Tambah Rafael.
“Iya Rafael” Kata Aira
“Anak-anak Ibu Guru yang hebat kalau habis main jangan lupa dirapikan lagi ya, karena kerapihan itu adalah keindahan.”
12
Oleh Syarif Hidayatullah
13
Malam yang sunyi. Dingin. Membuat Indah cepat mengantuk. Ia tidak sabar sekolah. Namun, tiba-tiba seekor nyamuk
menggit kulitnya.
“Aduh sakit,” ujar Indah.
“Kenapa kamu Indah?” Tanya Mamah Indah.
“Digigit nyamuk mah. Sakiiiit deh.”
“Coba sini Mamah baluri minyak telon, nanti sakitnya mereda.”
Mamah pun mengambil minyak dan membaluri tangannya yang habis digigit nyamuk.
“Mah, kok sekarang banyak nyamuk ya?” tanya Mamahnya.
“Coba kamu lihat kamar kamu,” jawab Mamahnya.
Indah melihat kamarnya. Buku tergeletak di atas kasur. Bungkus permen ada di lantai. Begitu juga bungkus coklat.
“Nah, itu karena banyak sampah. Nyamuk senang tempat kotor,” nasihat Mamah Indah.
“Oh begitu ya. Kalau begitu aku rapikan. Nyamuk? Hush-hush.”
“Nah begitu dong anak Mamah.”
Sejak saat itu, Indah senang sekali membersihkan kamarnya.
***
Indah terbangun dari tidurnya. Badannya panas sekali.
“Mah, aku tidak sekolah ya. Panas sekali badanku.”
Mamah pun memeriksa kening Indah.
“Wah, panas sekali. Kamu harus segera ke dokter.”
14
Mamah dan Indah bergegas merapikan pakaian. Lalu ke dokter.
Di rumah sakit, Indah langsung di rawat. Para dokter segera mengobati Indah.
“Bu, anak ibu sakit demam berdarah,” terang dokter kepada Mamahnya.
Indah bingung. Itu penyakit apa. Ia mau bertanya ke Mamahnya jika dokter sudah pergi.
“Aku sakit apa Mah?”
“Sakit demam berdarah.”
“Bahaya?”
Mamah hanya tersenyum. Tidak menjawab.
“Apa penyebabnya Mah?”
“Karena Nyamuk.”
“Bukannya aku sudah membersihkan kamarku Mah?”
“Itu di kamarmu. Di sekolahmu?”
Indah berpikir. Ia memang malas sekali membersihkan kelas. Teman-temannya pun sama. Suka membuang sampah
sembarangan. Bu guru juga mengingatkan berkali-kali. Siswa harus buang sampah pada tempatnya.
“Jadi nyamuk gigit aku di sekolah?”
“Bisa jadi. Kelasmu bersih tidak?”
Indah menggeleng.
“Nanti kalau sudah sehat. Rajin bersih-bersih kelas ya.”
15
“Iya Mah.”
***
Indah kini telah sembuh dari penyakitnya. Badannya sudah sehat. Bersama Mamahnya ia datang ke sekolah. Ia mengajak
teman-temannya untuk membersihkan sekolah.
“Kalau kelas bersih. Nyamuk kabur.” Indah menerangkan hal itu kepada teman-temannya.
16
Oleh Nur Aini Puspitasari
17
Seperti hari-hari sebelumnya, masuk kelas selalu berbaris dan mengucapkan salam kepada Bu Fivah. Dan tak lupa merapikan
sepatu di rak depan kelas. Hanya saja pagi ini Abel terlambat ke sekolah. Abel berlari ke kelas.
“Aduh aku terlambat deh masuk kelasnya.” Berlari masuk kelas.
Setelah sampai di depan kelas ternyata sudah sepi, semua temannya sudah masuk ke kelas. Abel pun panik, “Duh, aku harus
bagaimana ini?” bertanya dalam hati.
Abel pun masuk kelas sambil melempar sepatunya ke rak. Kemudian Abel mengetuk pintu kelas dengan keras.
“Tok...tok...tok....”
Bu Fivah menghampiri, “Abel, kenapa terlambat?”
“Hari ini saya bangunnya kesiangan Bu.” Sambil menunjukkan wajah sedih.
“Ya sudah duduk di tempat kamu ya, besok jangan diulangi lagi.”
“Baik Ibu, terima kasih.”
Ketika Bu Fivah sedang menerangkan, Abel melihat ke arah jendela tiba-tiba sepatunya terbang.
“Wah...kok sepatu aku terbang ya?” Abel bertanya dalam hati dengan keheranan sambil tertegun melihatnya.
Abel ingin izin keluar kelas, tetapi khawatir ditegur Bu Fivah. Akhirnya Abel menahan keinginannya untuk keluar kelas.
Dan tibalah waktu yang dinanti Abel.
“Kring.....kring....kring....” bel istirahat berdering.
Abel langsung berlari keluar kelas dan mencari sepatunya tidak ada di rak.
“Kok sepatu aku tidak ada di rak? Padahal tadi aku taruh di rak sebelum masuk kelas.” Abel berbicara sendiri sambil mencari-
cari sepatunya.
18
19
Tak lama Abel mencari sepatunya tiba-tiba ia mendengar suara
yang berbisik padanya “Kamu jahat...jahat sama aku.”
Abel mencari sumber suara itu, ia melihat sepatunya berada di
samping rak.
“Aku di sini.” Kata sepatu
Abel langsung menghampiri sepatunya.
“Kenapa tadi kamu melempar aku?” Kata Sepatu.
Abel tersenyum. “Wah ternyata kamu di sini.” Sambil mengangkat
sepatunya.
“Maafkan aku ya, tadi aku terburu-buru karena terlambat masuk
kelas.”
“Huhhh...lain kali jangan lakukan itu lagi ya?” seru sepatu.
Abel penasaran sepatunya bisa terbang, “Kok tadi kamu bisa
terbang?”
“Ada virus yang berjalan-jalan ditubuhku, maka aku terbang agar
mereka tak bersarang.” Jawab sepatu sambil tersenyum.
20
Oleh Awaluddin Hidayat Ramli Inaku
21
Pagi yang cerah di akhir pekan membuat Zidan sangat bersemangat, karena hari ini ia, ayah dan ibunya akan bermain di taman
gajah. Sebuah taman bermain yang berada di tengah kompleks perumahan. Di sana ada banyak macam wahana permainan,
jungkat-jungkit, ayunan, dan halang rintang.
Dengan semangatnya Zidan berlarian ke sana ke mari memainkan semua wahana yang ada di taman itu. Kemudian Zidan
merasa ingin buang air kecil namun ia masih menikmati bermain di taman itu dan melanjutkan bermain.
“Aduh!” keluh Zidan.
“Kenapa sayang?” tanya Ibu. “Tidak apa-apa Bu” jawab Zidan.
“Kalau ada apa-apa bilang ya sayang” balas Ibu. “Siap Bu, aku main lagi ya Bu”.
Zidan tidak ingin bilang ke Ibunya kalau ia ingin buang air kecil, karena kalau ia bilang kepada ibu dan ayah, mereka pasti
mengajaknya pulang.
“Aduh, aku sudah tidak tahan ingin buang air kecil,” ujarnya dalam hati.
Akhirnya Zidan memutuskan untuk buang air kecil di belakang salah satu pohon besar di taman itu.
Setelah matahari mulai terik, Ibu dan Ayah mengajak Zidan untuk pulang. “Zidan…, ayo kita pulang” panggil ibu.
“Iya Bu.” jawab Zidan.
22
23
Malam hari saat Zidan sedang tidur, ia mengalami mimpi buruk. Zidan bermimpi ia sedang bermain di taman dengan Ibu dan
Ayahnya kemudian ia bertemu dengan sesosok bayangan hitam besar yang sudah melihat Zidan dari kejauhan. Kemudian
bayangan itu mendekat dan mengejar Zidan.
“Ibu… Ayah… Tolong aku!” teriak Zidan sambil berlari.
“Ibu… Ayah…”.
Zidan terus berlari ingin menjauh dari bayangan hitam yang mengejarnya, tapi semakin ia berlari semakin dekat bayangan
hitam tersebut. Kemudian Zidan tersandung dan terjatuh, ketika bayangan hitam tersebut hendak menangkapnya, Zidan
terbangun.
“Aaahh…” teriak Zidan.
“Ada apa sayang?” segera Ibu dan Ayahnya menghampiri Zidan di kamarnya.
Sambil menangis Zidan menceritakan mimpi yang ia alami dan kejadian yang ia lakukan di taman kepada Ibu dan Ayahnya.
“Hiks… Hiks… Aku tidak mau buang air kecil sembarangan lagi!” Janji Zidan.
“Sudah seharusnya,” jawab Ayah.
24
Oleh Nur Aini Puspitasari
25
Ketika sore hari setelah Alfin habis bermain layang-layang. Alfin langsung menonton TV dan menyalakan kipas angin.
Seketika itu pula, Ibu datang mengingatkan Alfin untuk mandi.
“Alfin sayang, habis main layang-layang langsung mandi dong, Nak. Sudah sore juga kan sekarang.”
“Ngga mau ah, Bu. Alfin kan udah mandi tadi pagi.”
Ibu menggeleng mendengar jawaban Alfin. Setelah itu Ibu meninggalkan Alfin di ruang TV.
Dan tanpa sadar Alfin tertidur di sofa. Dalam mimpinya Alfin melihat kelereng yang sangat bersinar, kemudian Alfin
mengambil kelereng tersebut.
“Waaahh kelereng ini indah sekali, bercahaya....aku pegang ah.” Seru Alfin
Ketika Alfin memegang kelereng itu, sekujur tubuh Alfin gatal-gatal dan dipenuhi bintik-bintik hitam.
Alfin bingung dan takut. “Aduh, kenapa tubuhku ini jadi gatal, aku ngga tahan....aduh....aduh” sambil menggaruk-garuk seluruh
tubuhnya.
Alfin berlari melihat cermin dan ia terkejut melihat tubuhnya penuh bintik hitam. “Ahhhhhh....kenapa tubuh aku ini???”
Alfin menangis “Aku ngga mau tubuhku seperti ini....”
Alfin berteriak, “Ibuuuuuuuuuuu.....Alfin ngga mau tubuh Alfin hitam-hitam.”
“Ibuuuuuu, tolong Alfin.” Seru Alfin.
26
27
Ibu langsung menghampiri Alfin. “Alfin, bangun Nak....kamu kenapa teriak-teriak?”
Alfin langsung bangun dan memeluk Ibunya. “Ibuuuu, Alfin mau mandi sekarang.”
Ibu bingung melihat anaknya meminta mandi. “Kamu kenapa Alfin?”
“Tadi Alfin mengambil kelereng misterius, kelereng itu bercahaya, terus Alfin ambil eh tubuh Alfin jadi ada bercak hitamnya
terus gatal-gatal. Alfin takut, Ibu.”
Ibu tertawa mendengar cerita Alfin. “Lain kali kalau habis main itu mandi sore ya, Nak. Karena kuman senang menempel
ditubuhmu.”
“Iya Bu, Alfin janji akan rajin mandi sore.” Sambil tersenyum.
28
Oleh Syarif Hidayatullah
29
Bintang pulang dari sekolah kelelahan. Ia pulang sore sekali. Ia harus latihan untuk pentas tari besok. Hasilnya, badannya
kini lengket.
“Bintang mandi ya Bu,” ujar Bintang setelah sampai rumah.
“Iya Nak. Jangan lupa ya, pakai apa?” tanya ibunya.
“Sabun,” jawab Bintang malas.
Bintang memang anak yang malas pakai sabun. Ia hanya senang mandi dengan air yang ditumpahkan ke seluruh tubuhnya.
Lepas itu ia langsung mengambil handuk. Tanpa sabun tentunya. Jadi, Bintang selalu diingatkan ibunya.
“Kalau pakai air saja, kumannya tidak hilang. Nanti gatal-gatal.” Begitu nasihat ibu selalu.
Bintang masuk ke kamar mandi. Melepas pakaian. Membasahi badannya dengan air. Sekilas ia melirik sabun. Entah
mengapa ia malas mengambilnya. Ia pun langsung mengambil handuk. Mengeringkan tubuhnya.
“Bintang, sudah pakai sabun belum mandinya?”
Bintang tidak menjawab. Hanya tersenyum, Tapi ibu tahu jawaban Bintang jika seperti itu. Pasti tidak pakai sabun.
Ibu hanya geleng-geleng kepala.
Keesokan harinya. Bintang masih tidak pakai sabun saat mandi pagi.
Lagi-lagi Bintang malas.
30
Namun rasa malas itulah yang membuatnya badannya gatal-gatal di sekolah. Ia menggaruk-garuk badannya.
“Kenapa kamu Tang?” Tanya Putri teman menarinya.
“Gak tau nih Put. Badanku gatal.”
“Kamu gak mandi yah?”
“Mandi kok Put.”
“Kenapa ya, kok sudah mandi tetap gatal-gatal?” Tanya Putri heran.
Bintang tentu tidak menjawabnya, tapi ia membatin, “Ini pasti karena aku mandi gak pakai sabun.”
Sementara itu hari semakin siang. Tubuh Bintang sudah gatal bukan main. Gatal sekali.
Acara festival tari juga sudah dimulai. Tim Bintang hanya tinggal menunggu di panggil.
“Aduh, bagaimana ini?” Bintang membantin sambil menggaruk tubuhnya.
“Aku harus tampil,” ujarnya memantapkan diri.
Dan selanjutnya, kelompok Bintang pun dipanggil.
Bintang maju bersama teman-temannya.
31
Saat musik mulai diputar. Gatal-gatal
pun menyerang. Bintang berusaha
menahannya untuk tidak menggaruk.
Namun, ternyata ia gagal. Saat
seharusnya tangannya mengangkat ke
atas, Bintang malah sibuk menggaruk
punggungnya.
Akhirnya, kelompok tari itu pun kacau
karena Bintang.
Bintang menyesali kejadian itu. Sejak
saat itu, tanpa di suruh Ibu, ia mandi
dengan menggunakan sabun.
Setiap selesai mandi dengan sabun,
Bintang pun merasa tubuhnya segar dan
wangi.
32
Oleh Awaluddin Hidayat Ramli Inaku
33
“Kringg… Kringg…,” suara bel tanda istirahat berbunyi.
“Oke anak-anak waktunya istirahat. Keluarkan bekal makan siang kalian dan jangan lupa cuci tangan sebelum makan ya,”
pesan Bu Guru.
“Iya Bu Guru,” jawab siswa serentak.
Ketika semua anak keluar kelas untuk cuci tangan, ada satu siswi yang masih duduk di kursi dan langsung mengeluarkan bekal
makan siangnya.
“Naya kamu udah cuci tangan?” tanya heran.
“Belum.” jawab Naya.
“Bu guru bilang kita harus cuci tangan sebelum makan Naya”
“Iya nanti aja kalau sudah makan.”
“Nanti kamu sakit perut loh!”
Naya tidak menghiraukan ucapan Arya dan lanjut makan. Kemudian saat jam pelajaran sedang berlangsung tiba-tiba Naya
sakit perut. Ia ingin izin ke kamar mandi, namun sebelum Naya meminta izin keluar ia sudah buang air besar di kelas.
“Bau apa nih?” Tanya Arya
Naya hanya terdiam dan tidak berkutik. Bu guru yang sadar dengan apa yang terjadi pada Naya langsung menghampiri Naya
dan bertanya apa yang terjadi. Naya hanya terdiam karena malu.
34
35
“Naya tidak cuci tangan sebelum makan tadi Bu,” Arya menjawab.
“Apa benar Naya?” tanya bu Guru
“Benar bu,” jawab Naya tertunduk malu.
“Hmm… Kenapa pesan Bu Guru tidak kamu kerjakan Naya?”
“Iya bu, Maaf,” ujar Naya menyesali perbuatannya.
Setelah apa yang terjadi pada Naya hari ini, Naya tidak akan mengulangi kesalahannya lagi dan akan selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan.
36
Oleh Syarif Hidayatullah
37
Mamah, Gigi Anya sakit,” keluh Anya.
“Kamu sikat gigi tidak semalam?” tanya Ibu Anya.
Anya geleng-geleng kepala.
“Anya lupa ya?”
“Iya Bu,” jawab Anya.
Anya pun diberikan obat oleh ibu.
“Coba diminum ya. Mudah-mudahan sembuh.”
Anya pun meminum obat itu.
“Nah, sekarang Anya tidur ya.”
Anya pun merebahkan badannya. Kemudian menarik selimut.
Ibu meninggalkan Anya sambil mematikan lampu kamar tidur.
Anya memejamkan mata. Namun gigi Anya yang sakit
membuatnya sulit tidur.
“Anya… Anya…”
Tiba-tiba Anya mendengar suaranya dipanggil. Namun suara
itu terdengar asing. Belum pernah Anya mendengar suara
yang memanggilnya.
“Anya… Anya…”
Panggil suara itu lagi.
38
Anya mencari sumber suara. Ternyata suaranya bersumber dari jendela.
Anya melihat cahaya kecil terang sekali di balik jendela.
Anya pun menghampiri jendela. Semakin dekat, semakin jelas. Sosok itu berjilbab dan
bersayap.
“Kamu kok kecil?” tanya Anya pada sosok itu.
“Aku Primus.”
“Apa itu Primus?”
“Peri Muslimah.”
Anya tertawa. Namun tawanya terhenti saat giginya terasa sakit.
“Kamu pasti sakit gigi ya?”
Anya mengangguk.
“Kamu tahu kenapa kamu giginya sakit?”
“Karena lupa sikat gigi.”
“Selain itu?”
Anya geleng-geleng kepala.
39
“Suka cokelat?”
Anya mengangguk.
“Suka permen?”
Anya mengangguk kembali.
“Nah, itu mengapa dinosaurus tidak sakit gigi walaupun tidak sikat gigi,” ujar Primus.
“Oh seperti itu ya,” ujar Anya paham.
“Nah, karena kita makannya bermacam-macam, kita harus rajin sikat gigi.”
Anya mengangguk sambil memegangi pipinya.
“Masih sakit?”
Anya terus memegangi pipinya.
Primus itu menggeleng-gelengkan kepala.
“Sini aku bantu.” Primus kemudian memutar-mutarkan tongkat kecilnya.
“Bismillahirrahmanirrahim,” kemudian cahaya kecil mengarah ke pipi Anya seketika Anya tidak merasa sakit.
“Alhamduillah… terima ….”
Belum selesai Anya mengucapkan terima kasih, Primus telah hilang dari matanya
40
Oleh Awaluddin Hidayat Ramli Inaku
41