50 sehingga dia mampu mengubah masyarakat sehingga bangsa Arab dapat hidup bersama dengan damai.101 KESIMPULAN Rasulullah saw. terlihat seperti manusia pada umumnya, namun yang menjadi perbedaannya ialah, beliau merupakan seorang utusan Allah swt. Yang diberi wahyu berupa alQuran, sedangkan kita tidak. Al-Quran sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. wajib ditaati oleh seluruh umatnya, karena al-Quran merupakan rahmatan lil’aalamiin untuk seluruh alam semesta yang keasliannya terjaga, dan shohih likulli zaman. Nabi Muhammad merupakan manusia yang sempurna dan tidak ada bandingannya. Beberapa bentuk pandangan Orientalis terhadap Nabi Muhammad saw. yaitu Seorang Orientalis Nicetas menyatakan bahwa Nabi saw. benar-benar akan menghancurkan Kristen dengan bantuan dari Syetan. Tuduhan Nicetas merupakan wujud kebenciannya kepada Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. yang mana, Islam berkembang dengan begitu pesat sehingga tak dapat dibendung. Ada juga yang mengatakan bahwa Nabi saw. adalah seorang Pendusta juga diungkapkan oleh Philip K. Hitti serta John Calvin. Rene Descartes seorang Orientalis asal Perancis, yang menyatakan risalah yang dibawa nabi Muhammad saw. itu sesuai dengan zaman yang tak sanggup ditandingi oleh seluruh bangsa Arab, baik dari segi Qurannya maupun Kefasihannya. Seorang Orientalis asal Perancis yang Bernama Francois Voltaier mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah seorang manusia yang Hebat nan Agung. Henry De Castries seorang Orientalis asal Perancis yang mengatakan Muhammad saw. merupakan insan yang sempurna, sebelum disahkan sebagai Nabi, sejak Awal Kehidupannya, beliau telah dikenal sebagai manusia yang jujur, tulus serta utuh keimanannya. DAFTAR PUSTAKA Aqqad, Mahmud Abbas. Keagungan Muhammad saw. Solo: Pustaka Mantiq, 1990. Armstrong, Karen. Islam A Short History: Sepintas Sejarah Islam. Surabaya: Ikon Teralitera, 2004. 101 Karen Armstrong, Islam A Short History: Sepintas Sejarah Islam (Surabaya: Ikon Teralitera, 2004), hal. 29.
51 Armstrong, Karen. Muhammad Prophet for Our time. Bandung: Mizan, 2013. as-Sirjani, Raghib. Pengakuan Tokoh Nonmuslim Dunia tentang Islam. Bandung: Sygma Publishing, 2010. Ghirah, Hasan Abdul Rauf M. El-Badaiy dan Abdurrahman. Orientalisme dan Missionarisme. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Ghurab, Ahmad Abdul Hamid. Menyingkap Tabir Orientalisme. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1992. Goddard, Hugh. Sejarah Perjumpaan Islam dan Kristen Titik Temu dan Titik Seteru Dua Komunitas Agama Terbesar di Dunia. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013. Haekal, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1989. Hart, Michael H. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah,. Jakarta: Pustaka Jaya, 1985. Hawa, Said. Ar-Rasul Muhammad Saw. Solo: Pustaka Mantiq, 1991. Jamal, Ahmad Muhammad. Membuka Tabir Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam. Bandung: Diponegoro, 1991. Khalid, Muhammad Khalid. Nabi Muhammad juga Manusia. Jakarta: Mushaf, 2008. Mahmud, Moh. Natsir. Orientalisme Al-Qur’an di Mata Barat. Semarang: Dina Utama, n.d. Manshur, Syarif. “Memetakkan Tuduhan Orientalis Terhadap Nabi Muhammad saw.” Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2014. Said, Edward W. Orientalisme. Bandung: Pustaka, 1985. Shihab, Alwi. Membedah Islam di Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004. Sondan A., Mohammad. Rasul Juga Manusia. Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2009. Watt, William. Montgomery. Muhammad Nabi dan Negarawan. Depok: Mushaf, 2006. Yasien, Asy-Syaikh Khalil. Muhammad di Mata Cendekiawan Barat. Jakarta: Gema Insani Press, 1989. Zaqzouq, Mahmoud Hamdi. Islam Dihujat Islam Menjawab Tanggapan Atas Tuduhan dan Kesalahpahaman. Tangerang: Lentera Hati, 2008.
52 PROGRAM-PROGRAM ORIENTALIS Disusun Oleh : Yassirli Rohmatika (2130110104) Adib Baidlowiy (2130110106) Asa Sabila Na’ma (2130110122) PENDAHULUAN Kata orientalis merupakan kata yang disandarkan kepada sebuah penelitian, observasi, atau studi yang dikaji atau dilakukan oleh orang-orang timur terhadap berbagaidisiplin keilmuan, baik brupa segi bahasa, agama, sejarah maupun permasalahan-permasalahan sosio-kultural bangsa timur.102Sedangkan menurut Hasan Hanafi, Orientalis merupakan kata yang berasal dari bahasa perancis yaitu “orient” yang berarti timur. Sedangkan Orientalis menurut beliau adalah sebuah disisplin ilmu tentang ketimuran. Maka orang yang mempelajari atau mendalami ilmu-ilmu ketimuran biasa disebut engan Orientalis. Dalam bahasa singkatnya, orientalis merupakan sebuah dsiplin ilmu yang membahas tentang ketimuran103 Dari penjabaran beberapa pengertian diatas, maka kemudian muncullah pertanyaan sebagai berikut, “apakah orang Indonesia yang mempelajari ilmu ketimuran juga disebut sebagaiorientalis?” kemudian degan sigap dan cepat seorang dosen fakultas Ushuluddin di Univrsitas Al-Azhar menuturkan bahwa,yang dikatakan Orientalis yaitu ilmuwan-ilmuwan barat yang sengaja meneliti dan mengkaji semua sesuatu yang ada kaitannya dengan ketimuran. Istilah utamanya, Orientalis lebih ditujukan kepada kaum nasrani yang ingin mengkaji tentang ilmu-ilmu islam dan bahasa arab. Para peneliti Islam mendefinisikan orientalisme yaitu sebuah penelitian atau kajian akademi yang dkerjakan oleh kaum non muslim dari non Arab baik dari negara timur (asia) ataupun barat terhadap aqidah, syariat, bahasa dan peradaban islam dengan tujuan supayaterjadi keraguan pada agama yang lurus ini (islam)serta ingin menjauhkan manusia darinya.104Dengan demikian orientalis atau dalam bahasa Arab berarti (al-Mustasyriquun)merupakan sebuah istilah 102 Dr. Abdurrahmanhasan el maidani ajnihatul mukr ats-tsalatsah, dimsiq Beirut, Dar el Qolam, 1980 cet II h. 83 103Dr. Mahmud Zaqzuq, orientalisme dan kemunduran berpikir menghadapi pergulatan peradaban, h. 18 serial kitab al ummah No. 5, Cet I, Th 1404 M, dinukil dari buku studi islam dan arab h. 11 Di German University dengan pengarang Rudi Bart, diterjemahkan oleh musthafa Mahir 104Min Iftira‟aat al-Mustasyriqin „Ala al-Ushul al-Aqidah fi al-Islam, DR Abdulmun‟im Fu‟aad, Maktabah al-Ubaikaan, cetakan pertama tahun 1422/2001 hlm 18)
53 umum yang meliputi kelompok non Arab yang melakukan pekerjaan di bidang penelitian yang pada umumnya tentang keilmuan ketimuran, dan khususnya dalam agama Islam.Tujuan merekabukan untuk pendidikian, namun tujuannya yaitu berusaha ingin mergukan kaum muslimin dengan agamanya. Hingga jika kita mengetahui bahwa mereka memiliki satu penelitian misalnya seputar al-Qur’an pasti akan terdapat suatu kerancuan serta upaya untu membuat keraguan. Jika sampai tidak terdapat lafadz yang menunjukkan hal tersebut,maka merka akan menggunakan suatu ibarat yang sangat samar yang akan menimbulkan keraguan.105 Jadi singkatnya, Orientalisme adalah studi tentang Bahasa, sejarah, dan budaya timur, terutama Asia dan Timur tengah. Program-program orientalis adalah program studi yang ditawarkan oleh universitas dan institusi Pendidikan liannya, yang bertujuan untuk memperkenalkan khalayak umum pada budaya, Bahasa dan sejarah Timur serta memperdalam pemahaman mereka tentang masyarakat Timur.106 PEMBAHASAN A. Pengertian Orientalis Menurut Beberapa Ahli Secara bahasa kata Orientalisme berasal dari bahasa latin oriens yang memiliki makna sesuatu yang berhubungan dengan arah terbitnya matahari. Dari situ kemudian dipahami bahwa arah terbitnya matahari yaitu timur, maka kesimpulannya, Orientalisme merupakan segala sesuatu yang berhubungan atau yang berkaitan dengan ketimuran. Dalam Oxford EnsyclopediaOf The Modern Islamic Wordmenyatakan bahwa orientalis pada awalnya hanyalahdiartikan sebagai sebuah studi ketimuran yang membahas teks-teks berbahasa Asia. (Esposito & L, 1995). Orientalisme munul di dunia keilmuan Eropa sekitar abad 18 sampai 20, dan tentunya atas dasar beberapatujuan, diantaranya yaitu sebagai satu studi kritik filologis terhadap karya-karya berupa teks pada peradaban Asia. Hal tersebut bertujuan untuk mengungkap tentang bagaimana sisi esesnsial peradaban Asia terbentuk. Sedangkan seara Epistemologi kata Orientalisme merupakan istilah yang mewakili cara berpikir para ilmuwan barat tentang dunia ketimuran. Dalam hal ini Orientalis aktif pada bidang kajian tentang sejarah, seni, sastra, geografi, serta budaya tentang dunia timur. Maka dapat dikatakan bahwa pusat kajian orientalis terletak pada sisi epistemologi dan budaya, bukan mengkaji tentang geografi.(Wahib, 2018) Adapun definisi tentang orientalisme menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut : 105at-Tabsyir wal Istisyraaq hamalaat wa Ahqaad, Muhammad Izat ath-Tahthaawi, hlm 35 106Assamurai,Qasim. “Bukti-Bukti Kebohongan Orientalis”.Jakata:Gema Insani Press, 1996.
54 1. Menurut Hasan Hanafi Kata orientlis awal mula diambil dari bahasa Peranis yaitu “Orient” yang memiliki arti “Timur”, kemudian pengertian Orientalisme menurut beliau adalah sebuah kajian ilmuilmu yang berhubungan dengan dunia timur (Hanafi) 2. Joesoef Sou’yb Beliau mengatakan bahwa Orientalis merupakan sebuah paham atau aliran atau sebuah ajaran yang mempunyai keingnan untuk meneliti segala hal yang berkaitan dengan bangsabangsa timur beserta dengan lingkungan hidupnya. (Buchori) 3. Edward W Sa’id Merupakan sebuah cara untuk membicarakan tentang dunia timur, berdasarkan tempatnya yang khusus dalam pengalaman manusia barat eropa.(Sa'id) Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli seperti yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarikkesimpulan bahwa, Orientalis merupakan sebuah studi yang berkaitang dengan dunia ketimuran. Dalam perkembangannya orientalisme terbagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut: a. Masa Sebelum Meletusnya Perang Salib Pada masa ini Orientalisme sudah memiliki tujuan yaitu akan memindahkan ilmu pengetahuan dan filsafat dari dunia islam ke Eropa. Ketika Peter telah memberikan otoritas atau kekuasaan di bidang penerjemahan dan penafsiran sejumlah teks yang masih berbahasa Arab, maka kemudian munculah berbagai cerita yang tidak sesuai dengan konteks yang sesungguhnya. Kaum Barat mengagumi Timur adalah ketika pertama kali muncul tulisan-tulisan bangsa timur yang dimulai oleh Ibnu Sina. Beliau menjelaskan tentang dasar-dasar di dunia kedokteran, selanjutnya muncul lagi tokoh politik yaitu Ayyubiyah Shalah al-Din, beliau sungguh terkenal akan diplomasi politik yang telah beliau jalankan. Sehingga dari sinilah mereka meperhatikan sikap serta praktek religius yang sholeh dari umat islam. b. Masa Perang Salib Sampai Masa Pencerahan di Eropa Pada periode ini dibentuk sebuah keilmuan islam yang memiliki misi pada abad ke-12 bertepatan ketika masa Peter Agung (sekitar 1094-1156). c. Munculnya Masa Pencerahan di Eropa Hingga Saat Ini Masa pencerahan atau bisa disebut Enlightenmenbertujuan untuk mengungkap kebenaran, peraturan dan ketetapan-ketetapan gereja dianggap tidak sesuai dengan rasio oleh bangsa barat, yang mengakibatkan terjadi perubahan agama, politik, serta intelektal
55 yang mendalam pada reformasi abad ke-16. Dengan demikian maka para bangsa barat mulai meninggalkan gereja. Pada masa ini rasio mulai meningkat, para ilmuwan barat mulai berkiblat pada islam dan memuji karya-karya islam. Pada masa ini pula islam mulai dihargai, nabi Muhammad SAW dan Al-Qur’an beserta beberapa ajarannya akhirnya mulai ada penghargaan. Setelah itu kemudian munculah masa dimana bangsa barat lebih ingin unggul dalam mencari kebenaran tentang bagaimana bangsa timur bisa berkembang. Dengan adanya rasa ingin tahu tersebut akhirnya bangsa barat melakukan aktivitas perdagangan sekaligus ingin menaklukan bangsa timur agar dapat melihat lebih dekat termasuk mengenai agama dan kultur mereka, karena mereka akan lebih mudah ditaklukan dengan cara tersebut.107 Pada masa ini pula mulai muncul tulisan-tulisan orientalis yang dimaksudkan sebagai bahan untuk mempelajari islam secara lebih objektif, agar dunia islam dapat dipahami lebih mendalam, maka hal ini tidak bisa dengan mudah terlepas dari kolonialisme serta usaha kristenisasi108 B. Program-Program Orientalis Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Orientalis contohnya yaitu seperti: membuka beberapa lembaga di beberapa belahan bagian di negeri Eropa dan Amerika dengan tujuan untuk mengikuti beberapa pelajaran orientalisme. Yang pertama yaitu mendirikan Jami’ah Asiawiyah di Paris, Jamiah al-Malakiyah al-Asiawiyah di Ingris, Jami’ah Asyarqiyah alAmirikiyah dan Jami’ah Asyarqiyah Jerman. Kemudian kegiatan yang dilakukan selautnya yaitu dengan adanya penerbitan majalah serta media komunikasi lainnya.109 Sepanjang perjalanan sejarah, orientalisme mempunyai program dan juga mempunyai banyak kegiatan.adapun kegiatan terseut diwujudkan dengan bentuk kegiatan antra lain, seperti : 1. Pengajaran di perguruan tinggi, 2. Pengumpulan manuskrip-manuskrip Arab dan fahrasnya (indeks), 107Abdul Rahim, “sejarah perkembangan orientalisme” dalam jurnal Hunafa , Vol. 7, No.2, Desember 2010, hal. 187 108Hanafi, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1999, hal.57 109Henri Baudet dalam Paradise on Earth : Some Thoughts on European Images of Non-Eouropean Man, terj. Elizabeth Wenholt (New Haven, Conn.: Yale University Press, 1995), hal, xiii.
56 3. Koreksi dan penerbitan, penterjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Eropa, 4. Penyusunan beberapa macam studi bahasa Arab dan Islam. Bagi para Orientalis misi kegaman sudah muncul sejak awal mula dari tiga rencana kegiatan mereka. Yaitu: pertama, mencari titik kelemahan islam kemudia menyerangnya, memberikan asumsi yang salah kepada orang lain bahwa agama Islam adalah agama yang diambil dari agama Nasrani dan Yahudi. Kedua, menjaga penganut Nasrani dari bahaya Islam dengan cara menutupi kebenaran (Islam). Ketiga, Misi Zending dan kristenisasi orang-orang Islam.110 Orientalis mempunyai beberapa kelompok yang disebut fanatis dan relistis, ataudengan kata lain adanya misi kristen terselubung atau terang-terangan. Oleh karena itu kemudian orientalisterbagi menjadi beberapakelompok, antara lain: 1. Kelompok yang memalsukan Islam dengan cerita-cerita yang tidak realistis danhanya khayalan belaka. 2. Kelompok yang menjadikan ilmu dan penelitian sebagai sarana mencari uang untuk kemaslahatan Barat, baik dari segi ekonomi, politik atau penjajahan. 3. Kelompok yang angkuh serta mengajak menuju jalan yang sesatdari keaslian ilmu pengetahuan. 4. Kelompok yang mengetengahkan Islam dengan alasan ilmu pengetahuan padahal sebenarnya mereka menyimpang dari kebenaran yang nyata. 5. Kelompok yang mempelajari Islam secara obyektif dengan niat yang bersih, jujur penilain terhadap Islam dan kaum muslimin 6. Kelompok yang menitikkan perhatiannya pada pelajaran bahasa Arab, fiqhul lughat, sastra arab atau sibuk menyusun kamus-kamus yang sejenis. Dari beberapa pembagian kelompok oientalis tersebut, makadapat kita lihat bahwa tidak semua orientalis mempunyai niatan buruk, namun juga ada orientalis yang mempunyai beberapa niatan baik, yaitu seorang orientalis yang menjadikan dirinya sebagai seorang peneliti yang objektif dan tidak memihak satu pihak tertentu, akan tetapi meskipun tidak semua orientalis ingin merusakislam, kita harus tetap waspada dan membentengi diri sendiri 110 Gibbon, Decline and Fall of the Roman Empire, 6 : 289
57 dengan cara mendekatka diri kepada Allah SWT, meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT, serta dengan memperdalam ilmu pengetahuan yang benar. Berbagai program-program yang disusun oleh orientalis mencakup berbagai jenis program akademik dan profesional yang berkaitan dengan kelmuan tentang dunia Timur dan Timur Tengah. Berikut adalah beberapa contoh program-program orientalis yang telah disediakan di berbagai perguruan tinggi dan lembaga pelatihan profesional antara lain:111 1. Program studi bahasa dan sastra Program ini merupakan salah satu program orientalis yangdifokuskan pada studi bahasa dan sastra Timur dan Timur Tengah. Yaitu studi bahasa yang meliputi : bahasa Arab, Turki, Persia, Urdu, dan bahasa-bahasa lainnya. Cakupan program ini juga termasuk pengajaran tata bahasa, membaca dan menulis, serta pengajaran sastra dan budaya. 2. Program studi sejarah Program ini berfokus pada studi sejarah Timur dan Timur Tengah, yang dimulai dari periode kuno hingga periode modern. Cakupan topik dari program ini yaitu seperti: sejarah politik, sosial, ekonomi, dan budaya. 3. Program studi agama Program ini difokuskan pada studi tentang agama dan teologi agama Islam, Kristen, Yahudi, dan beberapa agama lainnya di Timur dan Timur Tengah. Program ini dapat mencakup beberapa cakupan, antara lain: pengajaran doktrin, sejarah agama, dan praktik keagamaan. 4. Program studi politik Program ini berfokus pada studi politik Timur dan Timur Tengah, termasuk sistem politik, diplomasi, dan hubungan internasional. Program ini dapat mencakup pengajaran teori politik, kebijakan luar negeri, dan konflik regional. 5. Program studi bisnis Program ini berfokus pada studi bisnis di Timur dan Timur Tengah, termasuk manajemen, pemasaran, keuangan, dan perdagangan. Program ini dapat mencakup pengajaran strategi bisnis, hukum perdagangan internasional, dan analisis pasar. 6. Program studi budaya dan seni 111Syarifuddin, Anwar. Kajian Orientalis terhadap Alquran dan Hadits, 2011, 26.
58 Program ini berfokus pada studi budaya dan seni di Timur dan Timur Tengah, termasuk seni rupa, musik, tari, dan arsitektur. Program ini dapat mencakup pengajaran sejarah seni, teknik kreatif, dan pengaruh budaya. C. Manfaat dari Program-Program Orientalis Program-program yang disusun oleh orientalis adalah program studi yang mempelajari tentang beberapa keilmuan, seperti budaya, sejarah, bahasa, dan kehidupan masyarakat di Timur Tengah dan Asia.112 Adapun beberapa manfaat dari program orientalis, di antaranya: 1) Dapat meningkatkan pemahaman serta pengetahuan tentang budaya dan sejarah Timur Tengah dan Asia. Dengan mempelajari bahasa dan budaya Timur Tengah dan Asia, pelajar akan dapat dengan mudah memahami sejarah dan budaya yang terdapat di wilayah tersebut, termasuk nilai-nilai, keyakinan, serta tradisi yang mendasarinya. 2) Memperluas lapangan pekerjaan Program-program orientalis menyediakan peluang karir yang luas dan bervariasi. Lulusan dari program orientalis akan dapat bekerja di beberapa bidang tertentu, seperti diplomat, media, bisnis, dan sektor nirlaba, serta dapat mengejar karir internasional. 3) Meningkatkan kemampuan bahasa Salah satu program orientalis dibidang bahasayaitu empelajari bahasa asing seperti bahasa Arab, Persia, Turki, dan lainnya. Keterampilan bahasa yang kuat sangat berharga di dunia kerja internasional, selain itu keterampilan bahasa yang kuat juga dapat membuka gerbang pintu bagi kesempatan kerja baru.Meningkatkan kemampuan analisis 4) Studi orientalis juga melibatkan analisis mendalam tentang budaya, sejarah, dan politik di Timur Tengah dan Asia. Hal ini sangat membantu siswa untuk memahami adanya perbedaan budaya, sosial, dan politik. Serta dapat pula meningkatkan kemampuan analisis mereka dalam memecahkan suatu permasalahan. 5) Meningkatkan pemahaman tentang geopolitik global 112H. Muhammad Bahar, “Orientalis dan Orientalisme dalam perspektif sejarah dalam” 4, Jurnal Ilmu Budaya, 2016, 48-19
59 Wilayah Tmur Tengah dan Asia merupakan wilayah yang sangat penting dalam persoalan geopolitik global. Dengan adanya pemahaman tentang politik dan dinamika di wilayah ini dapat membantu para pelajar untuk memahami kepentingan strategis dan politik global. D. Dampak Positif dan Negatif Adanya Program-program Orientalis Dari beberapa program-program oientalis yang telah diebutkan di pembahasan awal, terdapat beberapa dampak positif dan negatifnya yang dapat mempengaruhi dunia pelajar dan masyarakat pada umumnya.113 Berikut adalah penjelasan lebih detailnya: a. Dampak Positif Program Orientalis 1. Memperluas pemahaman budaya dan sejarah Timur Tengah dan Asia bagi para pelajar yang mengikuti program ini. 2. Dapat meningkatkan kemampuan bahasa siswa. Dimana keterampilan bahasa ini sangat penting dalam dunia kerja internasional. 3. Memperluas kesempatan karir yang beragam bagi siapa saja yang telah mengikuti program orientalis, seperti bekerja sebagai diplomat, konsultan bisnis, atau peneliti di bidang budaya dan sejarah. 4. Meningkatkan keterampilan analisis dan penyelesaian masalah bagi para pelajar. 5. Memperkenalkan siswa pada geopolitik global, sehingga dapat membuka wawasan tentang kepentingan politik global. b. Dampak Negatif Program Orientalis Disamping dampak positif, juga terdapat dampak negatif dari program-program orientalis, yaitu sebagai berikut: 1. Program-program orientalis dianggap kurang sesuai bagi beberapa pelajar yang memiliki minat di bidang studi yang berbeda. 2. Biaya program orientalis lebih tinggi dibandingkan dengan biaya programprogram studi lain. Hal itu dapat menjadi salah atu hambatan bagi para pelajar yang memeiliki ekonomi dibawah rata-rata. 113Harun Nasution, Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran (Cet. II; Bandung: Mizan, 1995), h. 302.
60 3. Keahlian bahasa yang diperoleh dari program orientalis dapat dikatakan kurang relevan dengan kebutuhan pasar kerja di negara tempat tinggal seorang pelajar. 4. Program orientalis dapat menghasilkan pemikiran stereotipikal tentang orangorang Timur Tengah dan Asia dalam beberapa kasus tertentu114 5. Kebijakan dan peraturan pemerintah di beberapa negara yang menjadi objek studi program orientalis mungkin dapat membatasi akses pelajar atau staf akademik ke wilayah tersebut. KESIMPULAN Orientalisme adalah studi tentang Bahasa, sejarah, dan budaya timur, terutama Asia dan Timur tengah. Program-program orientalis adalah program studi yang ditawarkan oleh universitas dan institusi Pendidikan liannya, yang bertujuan untukmemperkenalkan khalayak umum pada budaya, Bahasa dan sejarah Timur serta memperdalam pemahaman mereka tentang masyarakat Timur. Adapun beberapa kegiatan orientalis seperti: membuka lembaga-lembaga di beberapa negeri Eropa dan Amerika untuk mengikuti pelajaran-pelajaran orientalisme. Yang pertama yang mendirikan Jami’ah Asiawiyah di Paris, Jamiah al-Malakiyah al-Asiawiyah di Ingris, Jami’ah Asyarqiyah al-Amirikiyah dan Jami’ah Asyarqiyah Jerman. Kemudian kegiatan yang dilakukan dengan menerbitkan majalahdan media komunikasi lainnya. Beberapa contoh program-program orientalis yang tersedia di berbagai perguruan tinggi dan lembaga pelatihan profesional antara lain: Program studi dan Bahasa: 1. Program studi sejarah 2. Program studi agama 3. Program studi politik 4. Program studi bisnis 5. Program studi budaya dan seni. Manfaat dari program orientalis : 1. Meningkatkan pemahaman tentang budaya dan sejarah Timur Tengah dan Asia 114Dewan Redaksi, Inseklopedi Islam Jilid IV (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h.56
61 2. Memperluas kesemapatan karir 3. Meningkatkan kemampuan analisis 4. Meningkatkan kemampuan Bahasa 5. Meningkatkan pemahaman tentang geopolitik global. Dampak positif program orientalis : 1. Memperkaya pemahaman budaya dan sejarah Timur Tengah dan Asia bagi pelajar yang mengikuti program ini 2. Memberikan kesempatan karir yang luas dan beragam bagi lulusan program orientalis, seperti bekerja sebagai diplomat, konsultan bisnis, atau peneliti di bidng budaya dan sejarah 3. Meningkatkan keterampilan analisis dan pemecahan masalah pelajar. Dampak negative program orientalis : 1. Dalam beberapa kasus, program orientalis dapat menghasilkan pemikiran stereotipikal tentang orang-orang Timur Tengah dan Asia 2. Biaya program orientalis yang lebih tinggi dibandingkan dengan program studi lain dapat menjadi hambatan bagi yang ingin mengikuti program ini. 3. Program ini mungkin dianggap kurang relevan bagi beberapa pelajar yang lebih tertarik dengan bidang studi lain. DAFTAR PUSTAKA Anwar, S. (2011). Kajian Orientalis Terhadap Al-Qur'an dan Hadits. Ath-Tahthawi, M. I. (t.thn.). At-Tabsyir wal Istisyraq Hamalat wa Ahqad. Bahar, H. M. (2016). Orientalis dan Orientalisme dalam Perspektif Sejarah. Ilmu Budaya. Baudet, H. (1995). Paradise on Earth : some thoughts on European Images of Non Eouropean Man. Yale University Press. Buchori, M. (t.thn.). Menyingkap Tabir Orientalisme. Esposito, & L, J. (1995). The Oxford Encyclopedia Of The Modern Islamic Word. New York, Oxford : Oxford University Press. Fu'ad, D. A. (1422). Min Iftira'at al-Mustasuriqin ala al-Ushul Al-Aqidah fi al-Islam . Gibbon, D. a. (t.thn.). Decline and Fall of the Roman Empire.
62 Hanafi. (1999). Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Hanafi, H. (t.thn.). Orientalisme Ditinjau Menurut Kacamata Al-Qur'an dan Hadits. Hasan, D. A. (1980). El-Maidani Ajnihatul Mukr Ats-Tsalatsah. Beirut: Dar el Qolam. Nasution, H. (1995). Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran . Bandung : Mizan. Qasim. (1996). Bukti-bukti Kebohongan Orientalis. Jakarta: Gema Insani Press. Rahim, A. (2010). Sejarah Perkembangan Orientalisme. Hunafa, 187. Redaksi, D. (1999). Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Sa'id, E. W. (t.thn.). Orientalisme : Menggugat Hegemoni Barat dan Menundukkan Timur Sebagai Subjek. Wahib, A. B. (2018). Orientalisme dalam Hukum Islam : Kajian Hukum Islam dalam Tradisi Barat. Yogyakarta. Zuqzuq, D. M. (1404). Orientalisme dan Kemunduran Berpikir Menghadapi Pergulatan Peradaban . PANDANGAN ORIENTALIS TERHADAP AL-QUR’AN Disusun Oleh: Ahmad Noor Miftachudin (2130110116) Anizatul Azizah (2130110126) Laily Nuur Rohmah (2130110133) A. PENDAHULUAN Pandangan orientalis terhadap al-Qur'an menjadi topik yang cukup kontroversial dalam keilmuan Islam dan orientalis. Orientalisme adalah pendekatan akademik yang terdapat di Eropa di mana para sarjana Eropa mempelajari, menganalisis, dan menafsirkan budaya, sejarah, dan agama Timur, termasuk Islam. Orientalis memiliki pandangan yang berbeda tentang Al-Qur'an. Beberapa orientalis menganggap Al-Qur'an sebagai karya sastra yang penting dan mengakui nilai artistiknya, sementara yang lain melihatnya sebagai produk dari kondisi sosial-politik dan budaya saat itu. Namun, sebagian orientalis mengkritik dan mempertanyakan otoritas al-Qur'an sebagai wahyu ilahi. Beberapa orientalis mencoba menganalisis Al-Qur'an dari perspektif historis, kritis, dan tekstual. Mereka berpendapat bahwa Alquran harus dipahami dalam konteks sosial dan politik di mana Alquran diturunkan. Anda akan mempelajari kehidupan Nabi Muhammad dan orang-
63 orang di sekitarnya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang konteks sejarah ayat-ayat Alquran. Namun, sebagian orientalis bersikap skeptis terhadap Al-Qur'an dan mencoba mereduksinya menjadi fenomena sosial belaka. Mereka mengklaim bahwa Alquran bukanlah wahyu dari Tuhan melainkan hasil dari perubahan budaya, ekologi dan sejarah yang terjadi pada saat itu. Para orientalis telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap studi Al-Qur'an, tetapi kritik dan pendekatan mereka dapat dipandang sebagai upaya untuk mengembangkan narasi Islam yang berbeda atau bahkan untuk mempertahankan masa lalu Eropa. Perlu diingat bahwa pandangan para orientalis terhadap al-Qur'an tidak seragam dan terdapat perbedaan pendapat di antara keduanya. Selain itu, pandangan orientalis sering dikritik baik oleh sarjana Muslim maupun non-Muslim, dan metodologi serta pendekatan yang tepat untuk memahami Al-Qur'an serta konteks historis dan teologis Islam itu sendiri. B. PEMBAHASAN 1. Landasan Akademik yang Melatarbelakngi Munculnya “Teori Pengaruh" Beberapa ungkapan umum, sebelum menjelaskan mengenai metode yang mempengaruhi dari budaya Nasrani dan Yahudi, diantaranya: Bagaimana penyebab kaum Yahudi dan Nasrani terpengaruh? Setelah ditelusuri, dapat digaris bawahi bahwa terdapat 2 penyebab teori pengaruh, yaitu rasa tidak suka terhadap kitab suci (al-Qur’an) dan pengiraan buruk terhadap Nabi Muhammad saw. Dua penyebab tersebutlah yang membuat mereka menyudutkan dan tidak menerima adanya kenyataan. a) Kebencian terhadap Al-Qur’an Pemikiran mereka terhadap kitab suci ini beranggapan bahwa rangkaian Rasulullah belaka tidak kalam Allah.115 Dikisahkan dalam cerita terdahulu mengenai masalah bergama yang begitu rumit antara kaum Kafir dan Muslim, dengan akhir yang menimbulkan perang salib karena mengakibatkan perasaan dengki. 116 Perang tersebut mengakibatkan pengertian salah dari kaum Kristen terhadap kaum Muslim. Dengan adanya pengertian yang salah memunculkan pemikiran buruk pada kaum muslim, diantara tandanya : melihat islam atau bangsa bagian timur rendah. Sedangkan mereka beranggapan agama mereka paling tinggi dilihat dari kawasan, kepercayaan, dan ajaran. Barat beranggapan bahwa intimidasi sikap Islam. Tanda selanjutnya apologist attitude, mereka melihat kaum muslim rendah yang 115 Moch. Muzayyin, 2014, “Struktur logis ‘Al-Qur’an Edisi Kritis” hal.678. 116 Muhammad Natsir Mahmud, 1992, “Studi Al-Qur’an dengan Pendekatan Historisme dan Fenomenologi: Evalusi terhadap Pandangan Barat tentang Al-Qur’an,” ( Desertasi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta), hal. 2-4.
64 bersangkutan dengan apologist attitude. Perilaku ini diniatkan mempertahankan agama barat dan melawan agama kaum muslim. Mereka menggunakan juluka “Muhammadanisme" untuk agama timur. Tanda yang terakhir yaitu beranggapan ajaran yg salah dalam agama Islam. Jika mereka tidak senang dengan islam akibatnya mereka tidak senang juga terhadap firman Allah yang telah diberikan sebagai petujuk semua manusia. Dilihat lebih luas dalam kalam Allah, terdapat ayat yang menganalisis teori dalam kitab Nasrani, seperti firman Allah QS. Al-Maidah ayat 72-73, QS. At-Taubah Ayat 30-31, dan QS. An-Nisa ayat 157. Kristen telah dilaknat Allah kerena menganggap isa (al-masih) anak-Nya. Dengan ungkapan tersebut sehingga membuat Nasrani gusar dan murka. Maka mereka pefikir bahwa al-Qur’an tidak firman tuhan. Dalam perbaandingan dengan al-Qur’an mereka menggunakan Bibel. Karena isi kitab al-Qur’an tak sesuai dengan kitab mereka Maka dianggap menyimpang. Al-Qur’an telah mengkritisi isi daripada bibel mereka menilai bahwa al-Qur’an dari makhluk halus, karene menurut mereka Bibel adalah kalimat tuhan yang sempurna.117 Abad 8-16 mereka mulai mencela kitab suci Islam, seperti yang dilakukan bangsa Barat asal Damaskus yang bernama Johannes mengatakan kitab suci ini menceritakan cerita konyol.118 Selanjutnya Abdul masih mengatakan bahwa orang konyol yang berkeyakinan pada kitab suci ini. Dia beranggapan seperti itu dikarenakan mukjizat mukjizat yang dialami Rasulullah tak sama dengan mukjizat yang terjadi terhadap Nabi Musa. 119 Sama halnya dengan pemimpin Biara Cluny in france beranggapan bahwa kitab suci orang Islam tidak lain dari makhluk halus.120 Terdapat biarawan mengatakan bahwa makhluk halus membuat alQur’an dan membuat muslim.121 Ricaldo mengatakan bahwa terdapat salah jalur dalam kisah al-Qur’an dam tidak teratur susunannya.122 Yang terkahir yaitu Martin Luther sama halnya dengan yang lain dia beranggapan bahwa al-Qur’an karangan makhluk halus.123 b) Pemikiran Buruk terhadap Rasulullah Pada abad ke-13 munculnya pemikiran buruk terhadap Rasulullah dalam riset dan sastra mahasiswa, terutama Eropa. Mereka mencela Rasulullah dengan nama yang lain 117 Adnin Armas, 2005, “Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur’an” : Kajian Kritis (Jakarta: Gema Insani), hal. 2 118 Daniel J.Sahas, 1972 , “John of Damascus: The Heresy of the Ishmaelites” (Leiden: E. J. Brill), hal. 141 119 N. A. Newman1993 (Pennsylvania: Interdisciplinary Biblical Research Institute), hal. 460 120 Michigan, Ph. D, 1974, Thesis at The Hartford Seminary Foundation, hal. 18 121 Ibid, hal.187 122 Adnin Armas, Metodologi, hal. 27-28. 123 Michigan, Ph. D., 1974, Thesis at The Hartford Seminary Foundation, hal.189.
65 “mahound" kata tersebut bermakna raja redup atau serupa kejahatan 124 seorang sarjana Inggris beranggapan bahwa Rasulullah makhluk padang pasir yang liat. Dia mencontohkan Rasulullah manusia yg keras, suka bermunculan, tidak bisa membaca, manusia yang inferior, tidak mengetahui doktrin Nasrani, Rakus akan kekuasaan sampai akhirnya menjadi khalifah pertama dan menganggap dirinya sendiri sebagai Rasul. 125 Pada abad 12 Dalam sebuah literatur mengatakan Rasulullah sang pembuat dongeng seperti yang ada di legenda Nasrani. Seorang orientalis bernama Arthur Jeffery mengatakan Rasulullah pemimpin pencuri dan penulis lengenda-lengenda.126 Berbagai macam pemikiran orientalis terhadap Rasulullah saw, terdapat yang mengamati character, personality, idea, dan vision Rasulullah. Sama halnya yang dilaksanakan Fr. Buhl, McNeile, Gairdner dan lainnya. Contohnya karakter buta huruf Rasulullah dan cerita perjalanan hidup Rasulullah. 127 Tokoh orientalis bernama Wiliam Munir dalam karyanya mengatakan firman Allah hanya karangan dan perkataan selama hidup Rasulullah. Cerita tersebut muncul dari pembeljaran yang dialami Rasulullah. 128 Sama dengan Macdonald berpendapat bahwa Rasulullah merupakan seorang pakar sastra tidak ada yang dapat menandingi keindahan sastranya, maka Rasulullah bisa membuat karya berupa al-Qur’an. 129 Maka orientalis menganggap Al-Qur’an merupakan hasil karya dari Rasulullah, dan yang diungkapkan didalamnya sesuai dengan suasana hati beliau. Sama halnya dengan pemikiran tokoh orientalis lain, seperti W. Monggomery Watt tokoh terkenal di dunia, berpendapat al-Qur’an karya seorang Rasulullah dari firman-Nya. Dalam penelitian Monggomey ini condong pada wahyu.130 2. Pemikiran Orientalis Penelitian Agama Islam dari kaum Nasrani lebih condong terhadap induvidual seperti halnya ekstrim dalam keyakinan.131 Karya yang dihasilkan cenderung dari suasana hati yang 124 W. Monggomery Watt, 1962, The Quest of the historical Mohamed (Oxford: University Press), hal. 2. 125 Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat, hal. 71-72. 126 Arthur Jeffery, The Quest for the Historical Mohammed, hal. 338-343 127 Malki Ahmad Nasir, 2006, “Orientalis dan Sirah Nabi Muhammad Saw: Sketsa Awal Kerancuan Orientalis dalam Kajian Islam" hal. 33 128 William Muir, 1912, The Life of Muhammad (Edinburgh: John Grant,), hal. 261 129 Duncan Black Macdonald, 1903, Development of Muslim Theology, Jurisprudence and Constitutional Theory, hal. 150 130 Kristen. Lihat L. S. Thronton, 1950, Revelation and The Modern World, hal. 62 131 A. Hanafi, 1981, Orientalisme Ditinjau Menurut Kacamata Agama ( Quran dan Hadits ), (Jakarta: Pustaka al Husna), hal.18
66 dirasakan. Itulah penyebab adanya penyimpangan dalam literatur orientalis dan penuh tipu daya, diharapkan waspada saat membacanya. Banyak problem yang telah menyimpang dari pembahasan aslinya seperti language, karya sastra, dan hikayat. Ensiklopedia Islam mengatakan perlu digaris besar problem yang utama yang bersangkutan dengan persoalan agama asli.132 Cara pikir Orientalis yakni Hebermas, merupakan gambaran yang lebih condong terhadap individual. Menurutnya pemahaman ilmu tidak lain dari keperluan pribadi. Dia beranggapan keperluan meruapakan situasi netral pada setiap makhluk hidup disetiap perjalanan hidup, tergolong dalam bidang pengetahuan. Terdapat aspek tersendiri dari seorang pengkaji. Dalam melsanakan kegiatan aspek ini tidak dapat ditinggalkan. Menurut tokoh orientalis A’zhami ini merupakan tabiat yang tidak netral.133 Dalam mengungkapkan arti yang sesungguhnya merupakan ini dari mengkaji. Pengungkapan arti yang sesungguhnya yang nyata. Nyata bersifat natural, untuk pengungkapan arti bersifat individual dari subjek (peneliti). Inden mengatakan pengetahuan ikut serta dalas kenyataan dan bersifat natural, namun disetiap cara yang lain. 134 Pengungkapan arti yang asli bahwa hasil hasil karya tidak lain dari kehidupan sang peneliti. Peneliti memiliki pola fikir sendiri, suasana hati tidak dapat dibaca dari hasil karyanya. Kenyataan merupakan yang dilihat dari peneliti. Dapat nukil dari perkataan seorang orientalis condong terhadap induvidual dalam mengkritisi agama Barat, terutama Islam. Dia mengatakan bahwa hukum muslim sama dengan kebudayaan yang bodoh. Dengan pernyataan ini maka akan menularkan pemikiran dengan peneliti lainnya. Seperti kebodohan atau tipu daya, dia beranggapan aliran kaum barat tertinggal jauh tidak seperti agama Nasrani.135 Terdapat juga pernyataan dari orientalis lain bahwa isi al-Qur’an merujuk dari kitab Injil, Taurat, dan bangsa Yahudi. Adapun pelanggaran yang dilakukan oleh tokoh orientalis dari bidang keilmuan kimia memberikan nama Jabir bin Hayan dalam buku karyanya, sebagai petunjuk referensi dari karyanya. Perilaku individu merupakan rencana awal orientalis yang bernama Edward Said dan A'zhami dalam mencurahkan pola pikir dan mengkritisi naskah orientalis dengan melihat kaum Islam. Mereka mengkritisi dengan menggunakan perbandingan diantata naskah dengan 132 A. Hanafi, 1981, Orientalisme Ditinjau Menurut Kacamata Agama ( Quran dan Hadits) , (Jakarta: Pustaka al Husna), hal.18 133 Scott Last, 2004, Sosiologi Post Modernisme, (Jakarta: Kanisius,), hal. 143. 134 Ronald Inden,”Orientalist constructions of India”, hal.444-445 135 Mannan Buchori, 2006, Menyingkap Tabir Orientalisme, (Jakarta: Amzah), hal.26-27
67 kenyataan deskripsi yang sesuai, selanjutnya akan menghubungkan bagaimana hubungan dengan tabiat dari sang penulis. Seorang orientalis yang berasal dari Palestina bernama Edward Said memiliki keistimewaan dalam pola pikir jika dibangdingkan dengan lainnya, dia mengkritisi setiap kekeliruan pemikiran dari bangsa Barat dalam menanggapi bangsa Timur, dalam bentuk apapun. Penglihatan buruk dari orientalis terhadap islam banyak diungkapkan olehnya. Dalam mengkritisi dia memiliki beberapa yaitu menyatakan sesuai dengan kenyataan, disertai dengan bukti bukan tulisan belaka. Pada peragaan umat islam Edward berpusat dalam media Barat. Dengan begitu maka peragaan dapat dideskripsikan dengan jelas dan nyata. Said mengatakan bahwa hasil kajian dari orientalis terhadap islam dan Arab itu keras dengan menganggap Arab sebagai negara serakah, sedangkan Israel dinyatakan kedamaian. Bahkan sebenranya Baik secara sengaja maupun tidak disengajat kita telah terpengaruh oleh perilakunya, ungkapan dari Asghar.136 Sedangkan Said yang menjadi pusatnya adalah para pengkritisi hasil karya orientalis. Seperti A’zhami mengkritisi yang tidak percaya penuh akan keaslian al-Qur’an. Cara yang digunakan yaitu penjelasan secara penuh mengenai sejarahnya pengumpulan al-Qur’an dan apa yang membuat orientalis meragukan. Adapun tokoh yang ditanggapi yaitu Arthur Jeffery mempersoalkan huruf hijaiyah mengenai tanda kharokat atau tanda lainnya. Karena zaman itu menghafal metode utama sehingga tidak memungkinkan kemungkinan metode lain , Dia membantah pada saat itu tanda baca tidak menjadi persoalan. Karena komunikasi tertulis sebelumnya pun telah dilakukan tanpa adanya tanda baca. 137 Dia juga menmukan penyimpangan yang telah dilukan oleh Arthur, dalam mencari rujukan Arthur memilih yang sesuai dengan argumentnya sendiri tanpa mengambil secara universal kebenarannya. Dilihat dari sikap ini menggambarkan individual sebagai orientalis. A’zhami melaksanakan kesetaraan kerya orientalis lain dengan Jeferry dilihat dari background dan kebiasaan mereka dalam beragama, hal itu diungkapkan pada penutup (akhir) dari karyanya. Berbeda dengan Edward dalam karyanya berisi pada bidang pengetahuan baik dari public speaking, karya, bahasa dari bangsa timur jika berhubungsn dengan bangsa Barat. Mereka sama-sama mengkritisi orientalis, namun terdapat penilaian yang berbeda. Dari tujuan metode yang nereka gunakan, sampai dengan susunan kata yang diterapkan pasti 136 Asghar Ali Engineer, 2007, Islam dan Pembebesan ( terj). Hairus Salim & Imam Baihaqy, hal. 80 137 Adnin Armas, 2005, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Quran, hal. 107
68 bberbeda. Erward berasal dari agama Kristen berbeda dengan A'zhami memiliki background Islam yang baik didukung dengan pendidikan keagamaan. 3. Pemikiran Ilmuwan Barat Tentang Al-Qur’an (Yahudi-Kristen) 1) Abraham Geiger Merupakan seorang pakar Orientalis berkebangsaan Jerman yang first time mengenalkan filosofi pengaruh Yahudi-Kristen dalam kitab suci. Dia telah melakukan studi tentang Al-Qur’an untuk mencari referensi kitab ini. Pada bagian pembuka karyanya Was hat Muhammad aus dem Judhentum, disebutkan risalah ini sudah terkenal cukup lama dan menurutnya Muhammad banyak mengambil sumber dari Yahudi di dalam musfah suci tersebut, meskipun tuduhannya tersebut tidak memiliki dalih yang kuat. 138 Abraham Geiger didalam bagian pengantar bukunya seperti yang kami cantumkan diatas terlihat telah melakukan penelitian terhadap term-term yang ada didalam Alqur’an, dan dia berpendapat bahwa Muhammad itu mengambil khazanah dari Yahudi. Pada awal kajian atau penelitiannya, ia menulis pertanyaan untuk mempertegas dugaannya, yaitu “Apakah Muhammad ingin mengambil tradisi Yahudi? Dapatkah ia melakukannya? Dan jika memang benar adanya bagaimana caranya? Dan apa yang sebanding dengan rencananya dalam pengambilan tradisi Yahudi tersebut?139 Geiger dalam pembuktian pengaruh Yahudi terhadap Rasulullah memberi 2 fakta. Yang pertama, menurutnya didalam Islam terdapat unsur-unsur agama lain yang dipadu padankan dan diambil oleh Rasulullah. Asumsi Geiger menyatakan hal seperti itu karena budaya itu relative terbuka dan memungkinkan untuk budaya lain masuk kedalamnya. Yang kedua, menurutnya gagasan yang dipinjam seperti yang dituduhkan oleh Geiger Islam meminjam tradisi Yahudi bukan Arab kuno ataupun Kristen.140 Geiger juga berasumsi bahwa kosa kata yang berada didalam Al-Qur’an adalah Bahasa Ibrani, yang berasal dari literatur kitab yang menggunakan bahasa ibrani dan diterangkan kaum Yahudi masa itu, contohnya kata Tabut, Jannatun ‘Adn, Jahannam. Menurutnya kata Tabut yang berakhiran dengan kata ut merupakan Bahasa asli ibrani, 138 Abraham Geiger, 1833, Was Hat Muhammed aus dem Judentume Aufgenommen?, hal. 1 139 Abraham Geiger, 1898, Judaism and Islam, terj. F.M. Young, hal.1 140 Mun’im Sirri, 2013, Polemik Kitab Suci, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama), hal. 15
69 bukan Bahasa Arab. Bahasa ibrani merupakan Bahasa orang Yahudi pada masa itu.141 Selanjutnya kata ‘Adn didalam Al-Qur’an bermakna kesenangan (surga), tetapi pendapat Geiger ‘Adn itu berasal dari Bahasa Ibrani yang memiliki arti sebuah nama kawasan yang ditempati nabi pertama dan istrinya, kawasan itu merupakan sebuah Taman Eden.142 Dan yang terakhir kata Jahannam didalam al-Qur’an dan kepercayaan Islam Jahannam merupakan salah satu nama neraka, sedangkan dalam kepercayaan Yahudi, Jahannam adalah sebuah lembah yang penuh dengan penderitaan, dan dalam kepercayaan mereka disebut dengan Hinnom.143 Metode Geiger untuk mengidentifikasi bahwa ayat-ayat yang ada didalam Mushaf seiras yang ada di kitab Injil adalah dengan sebuah fakta bahwa, contoh ketika sedang beribadah orang-orang Islam dan Yahudi sama-sama dengan posisi berdiri, jika ada kondisi tertentu boleh dengan posisi lainnya, seperti duduk, terlentang, isyarat mata, dll. Kedua agama tersebut juga melarang tegas umatnya ketika sedang dalam keadaan mabuk untuk beribadah, tetapi dalam Islam tidak hanya dalam beribadah, dalam semua waktu dan tempatpun dilarang yang namanya mengkonsumsi sesuatu yang memabukkan seperti khamr. Dalam Yahudi dan Islam, keduanya juga mewajibkan umatnya untuk bersuci terlebih dahulu Ketika hendak beribadah, bisa dengan debu yang suci jika tidak mendapatkan air bersih. Terdapat perbedaan antara Islam dan Yahudi dari pandangan Geiger, merupakan ulah Muhammad yang sengaja untuk mengubah dan menyalahi ajaran Yahudi yang disesuaikan dengan konteks ajarannya. Seperti rumor lainnya, disebutkan Rasulullah itu bukan merubah berita yang beliau dapatkan dari sang pemberi informasi, tetapi kaum Yahudi yang berada di Madinah lah yang tidak memahami ajarannya sendiri sehingga menimbulkan banyak berdebatan. Dan yang terakhir ada juga pendapat bahwa Muhammad keliru dalam mencatat informasi, bisa saja kesalahan pemahaman makna atau bisa juga karena informasinya verbal yakni bukan tulisan, maka bisa lebih besar lagi kesalahan atau kekeliruannya.144 2) Theodore Noldeke 141 Ahmad Farhan, “Orientalisme Al-Qur’an: Studi Pemikiran Abraham Geiger dalam Orientalisme al-Qur’an dan Hadist.” hal. 60 142 Ibid, hal. 61 143 Ibid, hal. 62 144 Abraham Geiger, Judaism and Islam, hal. 10-18
70 Teori-teori Geiger seperti yang kami paparkan diatas mulai banyak diekmbangkan oleh orientalis-orientalis lainnya, dan Noldeke yakni seorang pendeta berkebangsaan Jerman juga memuji pemikiran Geiger masa itu. Bible diciptakan Noldeke dijadikan standar perbandingan dalam menguji al-Qur’an, Noldeke mengatakan bahwa Mushaf itu merupakan hasil karya Rasulullah sendiri145, dan ia juga menuduh ajaran yang ada di Yahudi merupakan sumber utama dari Al-Qur’an yang dibawa Muhammad. 146 Menurut Noldeke ajaran-ajaran yang tercantum didalam Al-Qur’an merupakan tiruan kitab Yahudi, contohnya cerita nabi dan syariat-syariat yang di ajarkan Rasulullah yang menurutnya benar-benar merupakan ajaran dari agama Yahudi mulai dari surat pertama sampai akhir.147 Setelah itu Noldeke melakukan perbandingan antara pengaruh ajaran Injil lebih sedikit daripada ajaran agama Yahudi dan agama Kristen di Al-Qur’an, contoh seperti berikut: a. Noldeke beranggapan kalimat للا إل إله ل Rasulullah mengadopsi kalimat tersebut didalam kitab Samoel II, 32:22, dan Mazmur 18:32. b. Menurut Noldeke, kalimat “Bimillāhirrahmānirrahīm” yang berada hampir disetiap awal surah dalam Al-Qur’an merupakan suatu kalimat yang sering diucapkan oleh orang-orang Yahudi dan Kristen ketika ingin melakukan ibadah, istilah Piagam Madinah dalam Islam juga menurut pendapat Noldeke adalah sebuah tiruan tradisi Yahudi.148 c. QS. Al-Anbiya’ ayat 105, dijadikan bukti oleh Noldeke, dari perjanjian lama menjadi landasan Al-Qur’an Tidak hanya tuduhan-tuduhan diatas saja yang mejadi penelitian Noldeke terhadap Al-Qur’an, term-term seperti Furqon dan Millah pun ikut menjadi objek penelitiannya. Didalam Al-Qur’an kata Furqon berarti pembeda dari perbuatan haq dan bathil atau ada juga yang mengartikan wahyu, sedangkan menurut Kristen, Furqon berarti penebusan, selain itu, kata Millah dalam Al-Qur’an berarti agama, sedangkan menurut Kristen, Millah berarti word (kata). Hal-hal tersebutlah yang 145 Theodore Noldeke, 1985, Sketches from Eastern History, terj. John Sutherland Black M.A, hal. 21 146 Theodore Noldeke, 2003, The History of the Qur’an, terj. Wolfgang H. Behn (Leiden Boston: Brill), hal. 5 147Theodore Noldeke, The History of The Qur’an, hal. 6 148 Ibid, hal. 94-95
71 membuat Noldeke berpikir bahwa Al-Qur’an memang mengambil hal-hal yang berbau Kristen, terutama pada kitab sucinya.149 3) William Muir Setelah Geiger dan Noldeke, William Muir juga ikut memperkenalkan teori pengaruh (Yahudi-Kristen) pada dunia. Dan dia juga cukup memberi banyak pengaruh bagi kemajuan pemikiran sarjana barat, terutama dalam melahirkan karya-karya yang berkaitan dengan teori pengaruh. Muir juga berasumsi bahwa Muhammad Ketika mengajarkan ajaran Islam mengambil referensi dari ajaran Yahudi dan Kristen. Menurutnya hal itu terjadi karena adanya hubungan antara Muhammad dengan Yahudi dan Kristen ketika masih berada di Ukaz, Madinah, dan Mekah, selain itu ketika nabi berdagang ke Syiria juga menjadi alasan Muir berasumsi demikian. Apalagi dalam pendapat Muir menyatakan bahwa ketika nabi masih kecil, beliau sering melihat dan mendenga orang-orang Yahudi di Madinah beribadah.150 4) John Wansbrough John merupakan mufassir berkebangsaan London yang terkenal, dan dia dikenal sebagai seorang pengkritik paling tajam ketika berhubungan atau berkaitan dengan alQur’an dan kenabian Muhammad. Menurutnya, kenabian Rasulullah, merupakan sebuah tiruan kisah Nabi Musa, dari sejarahnya berkembang karena kepentingan bangsa Arab. Menurut Jihn, Al-Qur’an bukanlah buatan Rasulullah, tetapi Al-Qur’an adalah sebuah prinsip yang ditata dengan teologis agama Islam mengenai para nabi. 151 Dalam bukunya yang berjudul Qur’anic Studies: Source and Methods of Scriptural Interpretation, dia menulis tulisan yang berisi wahyu yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad saw, adalah kepanjangan dari kitab Taurat, kemudian menurutnya umat Islam menaikkan derajat Al-Qur’an menjadi kitab suci yang bernilai mutlak.152 4. Bantahan Ulama Islam Tentang Tuduhan Orientalis Terhadap Al-Qur’an Salah seorang orientalis yang menganggap bahwa Nabi Muhammad lupa akan wahyu sebelumnya ialah Noldeke. Dan Rev. Mingana mengatakan Nabi Muhammad dan kaum muslim tidak pernah menganggap al-quran secara berlebihan, kecuali sesudah negara islam 149 Theodore Noldeke, Sketches from Eastern History, hal. 25-26 150 Muhammad Mohar Ali, 2004, The Qur’an and The Orientalist, hal.26 151 John Wanbrough, 1962, Qur’anic Studies: Source and Methods of Scriptural Interpretation. (Oxford: Oxford University Press), hal. 56-57 152 John Wanbrough, Qur’anic Studies: Source and Methods of Scriptural Interpretation, hal. 61
72 semakin luas. Mereka bahkan ada pemikiran jika memelihara ayat-ayat al-quran ada gunanya untuk generasi selanjutnya. Menolak anggapan tersebut dan juga pendekatan lewat sudut pandang akal semata tidaklah cukup. Jika ada logika semacam ini apakah seseorang percaya bahwa Muhammad itu seorang Nabi atau tidak, apapun caranya beliau tetap berbuat semaksimal mungkin untuk mempertahankan yang disebut sebagai kalamullah. Masalah ini akan semakin jelas bahwa beliau seorang rasul sungguhan, karena kitab suci al-quran yang kita tahu merupakan mukjizat terbesar yang diturunkan dan tidak ada orang lain yang menulisnya. Misalnya terjadi perdebatan jika Muhammad mengaku-ngaku atas kenabiannya atau al-quran itu dibuat-buat, tentu saja beliau tidak mampu menghasilkan sesuatu yang berlainan dari yang ada sekarang. Jika beliau melakukan hal seperti itu berarti penipuan karena melakukan hal yang sebaliknya. Pemimpin setingi apapun tidak akan mampu membayar kesalahan yang sangat fatal bahkan tidak ada. Teori apapun yang menganggap akan adanya sedikit perbedaan tidak dapat diterima akal sama sekali. Jika ada seorang ahli teori mengatakan mengapa Nabi Muhammad betindak sangat menyedihkan dan mengorbankan kepentingannya demi perintah-Nya, teori itu tidak lebih dari cerita dan berdasarkan fakta . Tujuan utama misi Nabi Muhammad dan daya tarik al-quran terhadap orang-orang kafir yang selalau mencuri-dengar dengan penuh perhatian ialah hafalan, pengajaran, rekaman, kompilasi dan penjelasan. Kemudian mengenai pemakaian qiraat utsmani yang dianggap oleh para orientalis ini keliru, sebagian ulama muslim telah menjelaskan bahwa para sahabat sepakat untuk membakar mushaf yang lain yang berbeda dengan mushaf tersebut dan tidak ada paksaan dari khalifah utsman bin affan. Beliau juga membenarkan kurangnya pemakaian qiraat dan mengharuskan berpegang teguh pada riwayat sahabat. Blachere mengatakan pengumpulan mushaf utsmani ada penghapusan dan penambahan sebagian hurufnya. Abu Syuhbah menyanggah asumsi tersebut karena umat muslim sangat mementingkan teks dan huruf-hurufnya. Banyak juga contoh riwayat-riwayat yang shohih. Upaya kalangan orientalis untuk membuat islam runtuh mampu menarik perhatian para ulama dalam menyanggah keraguan mereka. Goldziher dan Jeffery berpendapat tentang adanya qiraat, M. M. Al-Azami membantah karena jika terdapat perbedaan maka ini jarang terjadi karena bacaan tetap tertuju pada mushaf utsmani dan bacaan tersebut dapat dibenarkan oleh tiap-tiap kelompok yang sanadnya sampai pada Nabi Muhammad. Menurut Shabur
73 Syahin qiraat pada hakikatnya ialah riwayat cara baca nabi baik itu yang berkaitan dengan prinsip umum maupun parsial. Maka, tulisan arab bukanlah factor dari adanya perbedaan qiraat, akan tetapi perbedaan qiraat dapat membantu mendalami ilmu tersebut. Abdul Halim mengatakan tulisan bukanlah pedoman utama qiraat karena qiraat yang ditoleransi oleh teks dapat menjadi pedoman. Tulisan arab atau khat dalam sejarah mengalami perkembangan. Seperti yang kita ketahui bahwa Al-Qur’an dulunya ditulis “gundul” belum ada tanda baca sama sekali. Kemudian diperkenalkan sistem vokalisasi. Walaupun begitu, rasm utsmani tidak ada problem, karena umat muslim terdahulu dalam mempelajari al-quran lewat para sahabat dan dengan cara menghafal. Jadi mereka tidak terpacu pada tulisan atau manuskrip. Maka, Goldziher dan Jeffery itu salah karena mereka beranggapan teks gundul itu variasi bacaan, dan sebenarnya qiraat merupakan membaca dari ingatan bukan membaca dari teks. Jadi, tulisan tersebut harus terpacu pada Riwayat bacaan nabi dan tidak kebalikannya. Kesalahan ini disebabkan oleh anggapan yang salah karena menduga al-quran sebagai karya tulis. Mereka menggunakan metode filologi yang lazim seperti historical, source, form dan textual criticism, sehingga beranggapan bahwa al-quran merupakan karya sejarah hanya rekayasa situasi dan budaya arab pada waktu itu. Mushaf yang sekarang pun dianggap tidak lengkap dan berbeda dari aslinya. Tirmidzi mengatakan ada Sebagian sahabat yang masih mempunyai naskah hadis dan ada juga yang menyusun shahifahnya sendiri. Seorang pertama kali yang menulis naskah hadis ialah Ibnu Shihab Az-Zuhri. Dan masih banyak sahabat yang lain, tabiin juga memiliki aksara serupa. Jumlahnya kurang lebih 247 tabiin (generasi setelah sahabat). Adapun hadis yang dibantah oleh Ignaz bahwa hadis tersebut muncul karena faktor perseutuan antara penyusun dengan penguasa saat itu. Al-Azami menyatakan hal tersebut keliru. Sebab, sebagai pencipta hadis Al-Zuhri diperdebatkan para ahli sejarah, yakni antara tahun 50-58 Hijriyyah. Pada saat itu beliau tidak pernah ketemu dengan Abdul Malik, karena di tahun 61 Hijriyyah kaum dinasti Umayyah tinggal di Mekkah selama tahun haji. Maka, tidak mungkin Al-Zuhri mengarang hadis bersekongkol dengan dinasti Umayyah. Saat dilakukan pemeriksaan, Al-Zuhri baru berusia 10 sampai 18 tahun. Karena, masih remaja menjadi seorang intelektual populer dan bereputasi akademis sangat diluar nalar. Lebih jauh lagi, ia bukanlah penguasa akan meminta apa-apa dengan begitu mudahnya. Karena ia merupakan hamba yang tidak begitu taat kepada penguasa. Padahal, ia seorang imam yang independent dan tetap setia pada agamanya.
74 Mengenai sisi redaksional hadis, redaksionalnya sama persis dengan Suhail. Oleh karena itu, Al-Azami menyimpulkan disini dalam kondisi yang berlaku saat itu, tidak mungkin memberikan hadis sebanyak yang mereka kumpulkan untuk membuat hadis palsu. Sementara itu, orientalis yaitu Schacht meneliti kitab-kitab fikih bahwa teori yang dikatakan ia keliru. Karena, fikih telah berkembang mulai zaman nabi. Para orientalis banyak mengeluh dan mempertanyakan berbagai kitab suci para sarjana Kristen. Orentalis harus menerima bahwa tulisan mereka telah terbukti salah karena campur tangan banyak penulis, sehingga sulit untuk membedakan wahyu asli dengan tulisan tangan manusia. Kesadaran para orientalis tentang penulisan kitab suci, bukanlah versi aslinya, tetapi memiliki banyak kesalahan dalam penulis teksnya. Pelaksanaan penelitian kritis tentunya tidak lepas dari kepentingan dan tugas yang konkrit. Seperti halnya tugas para orientalis umtuk menemukan sejarah al-quran bermacammacam Bahasa, demikian pula ini merupakan masuknya kalangan oriental yang ingin mengalahkan kaum muslim. Sebaliknya kaum muslim mempelajari al-quran bertujuan untuk beriman kepada wahyu-Nya. Mereka para oriental mengkritik al-quran demi mementingkan kepentingan mereka. Adapun komentar tekstual para oriental tidak menganggap suci al-quran, akibatnya pendapat oriental tidak diterima juga. Keadaan ini sangat fatal bagi keberlangsungan mempelajari al-quran karena tugas pengkritik yaitu mengangkat kebaikankebaikan kitab suci. Pembahasan kajian al-quran diawali atas otensitas yang didasarkan pada beberapa pendapat, Pertama kaum oriental memandang al-quran merupakan teks tertulis tidak sebagai hafalan. Tapi, kitab al-quran tidaklah tentang menulis tapi tentang membaca (dalam istilah dan kata-kata). Sejak tanggal pemberitahuan, penempatan, pengajaran, dan komunikasi akan bersifat lisan daripada tertulis. Salah seorang orental yang beranggapan bahwa al-quran merupakan teks tertulis yaitu Wansbrought dan Arthur. Asumsi tersebut dalam mempelajari al-quran menggunakan metode filologis yang sering digunakan bible. Akibatnya, mereka percaya bahwa al-quran hanyalah produk sejarah dan bukti budaya arab saat itu. Oleh karena itu, al-quran butuh kajian kritis karena naskah-naskah sekarang pun berbeda dengan aslinya. Kedua, oriental ingin mengubah al-quran dengan fakta sejarah, yang menurutnya sejarah kodifikasi al-quran murni inajiner. pada dasarnya al-quran yang diterima Nabi Muhammad menggunakan cara-cara tradisional tetapi al-quran juga dicatat. Kemudian diskursus yang lain juga merupakan upaya para orientalis untuk meruntuhkan al-quran dengan tujuan merusak keyakinan masyarakat muslim terhadap
75 otentisitas al-quran. Orientalis mengecualikan persetujuan kaum muslim dengan gaya membaca qiraat tujuh huruf yang diprakarsai oleh ulama, yang seutuhnya mengikuti rasm utsmani. Tetapi orientalis berpendapat alquran itu tidak konsisten. Setelah otentisitas dan dekonstruksi alquran, para orientalis juga mengkritisi al-quran dari segi sastra. Seperti dikemukakan Montgomery Watt, ia percaya bahwa sejarah al-quran disebabkan dua tradisi yaitu lisan arab dan tradisi local. Menyembah berhala yang merupakan tradisi ajaran agama Yahudi dan Kristen. Dengan arab sebagai kaum netral mendapat manfaat besar dari kemerdekaan teologis. Orientalis percaya bahwa Nabi Muhammad adalah salah satu yang mengetahui manfaat ini. Asumsi ini didasarkan pada fakta ketika nabi menyampaikan ajaran agama islam tidak perlu khawatir tentang teologi yang tersebar luas. Nabi harus melawan bangsa arab sendiri karena alasan komersial, bukan alasan teologis. Menurut Cristoph Luxenberg percaya bahwa teks al-quran disebabkan oleh pihak lain dari islam. Ia mempelajari referensi klasik al-quran melalui studi filologi dan membuat perubahan signifikan pada isi al-quran. Cristoph menunjukkan bahwa isi al-quran sangat dipengaruhi oleh tradisi dan bahasa, yang tercermin dalam kosa kata, tema surah, dan konteks ayat al-quran . Pengaruh tradisi suriah berdasarkan Judith dan Yehuda yang beranggapan bahwa terjemah dari Bahasa syiria ke Bahasa arab. Selanjutnya, akan digunakan sebagai Bahasa al-quran. Cristoph juga berasumsi nabi Muhammad tidak mau menganggap al-quran sebenarnya berasal dari injil dan mengadopsi tradisi dan Bahasa Suriah, membela diri bahwa al-quran sebenarnya berasal dari Bahasa arab . Namun, Abraham Geiger juga menyepakati hubungan antara agama Yahudi-Kristen dengan islam dan al-quran. Menurutnya, pandangan hidup yang sama mencakup beberapa aspek antara Yahudi dan Islam. Contohnya amal jariyah yang ada dalam ajaran Yahudi menyatakan jika seseorang meninggal dunia, mereka meninggalkan segalanya kecuali sedekah. Kemudian, seperti halnya Reynold, Geiger menganggap bahwa kisah-kisah al-quran awalnya dari Yahudi. C. KESIMPULAN Para Orientalis merupakan Sarjana Barat yang mempelajari atau meneliti dunia Timur, entah itu tentang agama, bahasa, peradaban, ataupun kesastraan yang ada di dunia ketimuran. Dan dari materi diatas dapat disimpulkan bahwa mereka sangat meyakini bahwa Al-Qur’an dan ajaran Nabi Muhammad merupakan tiruan dari ajaran dan juga tradisi orang-orang Yahudi dan juga Kristen, entah itu dari bahasa, ajaran Islam, ataupun kisah kenabian Nabi Muhammad. Banyak sekali dari mereka yang melakukan perbandingan antara kitab mereka dengan Al-Qur’an.
76 Walaupun demikian hal tersebut secara tidak langsung memberi dampak positif bagi perkembangan studi Islam. Jadi para sarjana muslim mulai tergerak untuk makin mendalami kajian Islam. Dengan adanya kajian para orientalis juga kita lebih bisa mengenal studi Islam melalui pendekatan akademis berbasis analisis, terkenalnya kajian Islam didunia Barat, memperkuat tradisi ilmiah dalam mempelajari dunia Islam dan lain sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Ali Muhammad Mohar, The Qur’an and The Orientalist, (Oxford: Jam’iyat ‘Ihya’ Minhaaj AlSunnah, 2004). Armas Adnin, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur’an: Kajian Kritis (Jakarta: Gema Insani, 2005). Armas Adnin, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Quran, (Jakarta; Gema Insani Press, 2005). Buchori Mannan, Menyingkap Tabir Orientalisme, (Jakarta: Amzah, 2006). D Michigan, Ph, Thesis at The Hartford Seminary Foundation, 1974]. Engineer Asghar Ali, Islam dan Pembebesan ( terj). Hairus Salim & Imam Baihaqy, (Yogyakarta: LkiS, 2007). Geiger Abraham, Was Hat Muhammed aus dem Judentume Aufgenommen? (Bonn, 1833). Hanafi A, Orientalisme Ditinjau Menurut Kacamata Agama ( Quran dan Hadits ), (Jakarta: Pustaka al Husna, 1981). Inden Ronald,`` Orientalist constructions of India``. Jeffery Arthur, The Quest for the Historical Mohammed (New York: Promethues Books, 2000). J.Sahas Daniel, “John of Damascus: The Heresy of the Ishmaelites” (Leiden: E. J. Brill, 1972), Uraian lengkapnya mengenai bagaimana Johannes mengkritik isi al-Qur’an bisa dilihat dalam buku yang ditulis oleh Adnin Armas, Metodologi. John Wanbrough, Qur’anic Studies: Source and Methods of Scriptural Interpretation. (Oxford: Oxford University Press, 1962). Kristen. Lihat L. S. Thronton, Revelation and The Modern World (Westminster: Dacre Press, 1950). Last Scott, Sosiologi Post Modernisme, (Jakarta: Kanisius, 2004). Macdonald Duncan Black, Development of Muslim Theology, Jurisprudence and Constitutional Theory (New York: Charles Scribner & Sons, 1903).
77 Mahmud Muhammad Natsir, “Studi Al-Qur’an dengan Pendekatan Historisme dan Fenomenologi: Evalusi terhadap Pandangan Barat tentang Al-Qur’an,” Desertasi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta: 1992. Muir William, The Life of Muhammad (Edinburgh: John Grant, 1912). Muzayyin Moch, “Struktur logis ‘Al-Qur’an Edisi Kritis’”, dalam Proceedings International Seminar “Living Phenomena of Arabic Language And Al-Qur’an,” Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, 2014. Nasir Malki Ahmad, “Orientalis dan Sirah Nabi Muhammad Saw: Sketsa Awal Kerancuan Orientalis dalam Kajian Islam” dalam ISLAMIA, Vol. III, No. 1, tahun 2006. Newman N. A. (Pennsylvania: Interdisciplinary Biblical Research Institute, 1993). Noldeke Theodore, Sketches from Eastern History, terj. John Sutherland Black M.A. (London: Darf Publishers Limited, 1985). Noldeke Theodore, The History of the Qur’an, terj. Wolfgang H. Behn (Leiden Boston: Brill, 2003). Watt W. Monggomery, The Quest of the historical Mohamed (Oxford: University Press, 1962). Zarkasyi Hamid Fahmy, Misykat. PANDANGAN IGHNAZ GOLDZIHER TERHADAP AL-QUR’AN Ahmad Muwahiddah (2130110132) Ashni Fanida Istina’ima Putri (2130110107) Ishak Maulana (2130110130) PENDAHULUAN Kajian tentang Timur oleh orang Barat dalam bentuk agama dan budaya yang biasa dikenal dengan Orientalisme memiliki sejarah yang panjang. Menurut catatan sejarah, kegiatan orientalis dimulai pada abad ke-11 Masehi, ketika banyak orang Eropa bersekolah dan belajar di universitas-universitas Arab dengan tujuan menguasai dan menerjemahkan buku-buku pelajaran berbahasa Arab. Penelitian Barat tentang Timur juga mengalami proses dan dinamika yang berlikuliku, dan tujuan penelitian sarjana Timur tentang Islam juga mengalami perubahan dinamis seiring dengan perkembangan situasi. Sebelum abad ke-19, misalnya, motivasi para orientalis tidak jauh dari semangat kolonialisme dan permusuhan terhadap Islam. Pandangan yang disajikan sebagian besar bersifat argumentatif. Namun, sejak abad ke-19, motivasi ini mulai bergeser. Kegiatan orientalisme tidak lagi semata bertujuan mencari
78 kelemahan ajaran Islam, namun telah mulai dimotivasi oleh tujuan ilmiah. 153 Adapun tanggapan dari orang-orang Timur sendiri banyak yang menolak karya-karya atau pendapat-pendapat orientalis, hal ini karena kebanyakan orientalis dalam mengkaji Timur baik budaya maupun agamanya, cenderung bersikap subjektif dan mencari dalil untuk melemahkan objek yang dikajinya. Salah satu tokoh orientalis yang terkenal yang sering disebut dedengkot dan panutan orientalis lain adalah Ignaz Goldziher (penyebutan nama selanjutnya dengan Goldziher). Ia merupakan orientalis yang lebih menekankan penelitiannya terhadap hadis dan Al-Qur’an. Selanjutnya, untuk mengetahui lebih lanjut tentang pemikiran-pemikiran Goldziher terhadap Al-Qur’an, dalam makalah ini akan dijelaskan hal tersebut. Selain itu, untuk mengenal lebih jauh tokoh Goldziher ini, makalah ini akan memberikan pembahasan tentang biografi dan pendekatan serta tujuannya dalam mengkaji Al-Qur’an. Selain itu juga akan dipaparkan sikap dan tanggapan terhadap pemikiran orientalis yang satu ini. PEMBAHASAN A. Biografi Ignaz Goldziher Ignaz Goldziher lahir pada tanggal 22 Juni 1850 di sebuah kota kecil di Hongaria. Dari keluarga Yahudi terkemuka dan berpengaruh, namun tidak seperti keluarga Yahudi Eropa lainnya pada masa itu, mereka sangat fanatik dengan budaya dan agama mereka. Pendidikannya dimulai di Budapest dan dilanjutkan pada tahun 1869 ke Berlin, di mana dia tinggal hanya selama satu tahun sebelum pindah ke Universitas Leipzig. Fraser adalah salah satu profesor Orientalisme terbesar di universitas, dan dia adalah tokoh yang sangat menonjol dalam Orientalisme pada saat itu. Dia adalah seorang ahli bahasa. Di bawah pengawasannya, Goldzich menerima gelar Ph.D. pada tahun 1870 dengan tesis berjudul “Penafsir Taurat yang berasal dari Tokoh Yahudi Abad Tengah”.154 Goldzich kemudian kembali ke Budapest dan diangkat menjadi asisten profesor di Universitas Budapest pada tahun 1872, tetapi tidak lama mengajar. Karena dia dikirim oleh Kementerian Sains untuk melanjutkan studinya di luar negeri, di Wina dan Leiden. Setelah itu, ia diperintahkan untuk menyelenggarakan Ekspedisi Timur, menetap di Kairo, Mesir, lalu pergi ke Suriah dan Palestina. Saat tinggal di Kairo, dia mengikuti pertukaran pelajar di Universitas Al-Azhar. 153 Ignaz Goldziher, Muslim Studies, terj. C.R. Barber dan S.M. Sterm (London: t.np, 1971) 20. 154 Abdurrahman Badawi, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, terj. Amroni Drajat (Yogyakarta: LKiS, 2003), 129.
79 Saat diangkat menjadi rektor Universitas Budapest, ia menekankan kajian peradaban Arab, khususnya Islam. Terobosan Godzich membuatnya terkenal di negara asalnya. Akibatnya, ia terpilih sebagai anggota Masyarakat Magala pada tahun 1871, anggota Badan Buruh pada tahun 1892, dan wakil ketua departemen yang ia dirikan pada tahun 1907. Pada tahun 1894 Godzich menjadi Profesor Studi Semit, dan sejak saat itu dia hampir tidak pernah pulang, juga tidak kembali ke Budapest, kecuali untuk menghadiri konferensi tentang Orientalisme atau memberikan kuliah di seminar di berbagai universitas asing yang mengundangnya. Pada 13 November 1921, dia akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di Budapest. Goldzich memiliki beberapa buku yang tidak terlalu kecil. Ia dianggap sebagai seorang orientalis yang produktif. Karya-karyanya adalah sebagai berikut:155 1. Kritik terhadap Azh-Zhahiriyyah: Madzhabuhum wa Tarikhuhum, terbitan tahun 1884. Buku ini mengulas sejarah munculnya ushul fiqh, madrasah, dan khususnya mazhab Zhahiriyah, serta hubungannya dengan mazhab lain. 2. Muhammedanische Studien/Dirasah Islamiyyah, juz pertama terbit tahun 1889 dan juz kedua tahun berikutnya. Pada bab pertama, Godzich membahas tentang alWatsaniyah wa al-Islam. Pada bab kedua, Godzih menjelaskan tentang sejarah dan perkembangan hadis, peribadatan umat Islam terhadap wali dan berbagai urusan yang berkaitan dengannya. 3. Kajian al-Mu'ammarin oleh Abi Hatim as-Sijistani, 1899. 4. Muhadharat fi al-Islam (Heidelberg, 1910). Buku ini membahas tentang Muhammad dan Islam, perkembangan hukum Islam, Kalam, Zuhud, dan Tasawuf, serta menguraikan sejarah kemunculan dan perkembangan ilmu kebatinan Islam, yakni sejak peradaban Islam mengenal Yunani dari Hindu hingga munculnya ideologi Islam. wahdat al-wujūd pada periode abad ke-7 Hijriah. Bagian akhir buku ini juga membahas berbagai aliran pemikiran dalam Islam, seperti Hawaridi, Islam, dan tren kontemporer yang sedang berkembang, seperti Wahhabi, Baha'i, Babia dan Ahmadi Yapai. 5. Alquran Islam. (Leighton, 1920). Versi bahasa Arabnya berjudul Madzahib atTafsir Al-Islami. B. Pemikiran dan Tujuan Ignaz Goldziher terhadap Al-Qur’an Secara umum, Alquran menjadi sasaran utama serangan para misionaris YudeoKristen dan Orientalis karena kegagalan mereka menghancurkan hadits dan sunnah Nabi 155 Abdurrahman Badawi, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, terj. Amroni Drajat (Yogyakarta: LKiS, 2003) 130-132.
80 Ṣalla Allah 'Alayhi wa al-Salam. 156 Sikap Goldzih terhadap kajian Alquran tidak sebatas mempertanyakan otoritasnya, namun pertanyaan klasik yang selalu dilontarkan adalah pengaruh Yudaisme, Kristen, Zoroastrianisme, dll, terhadap Islam dan pertanyaan isi Alquran. Goldzich mencoba mengungkap bukti apa pun yang bisa dijadikan sebagai teori peminjaman dan pengaruhnya, terutama dari literatur dan tradisi Yudeo-Kristen, dan membandingkan ajaran Al-Qur'an dengan kebiasaan Jahiria, Roma, dll. Goldzich mengatakan banyak kisah dalam Al-Qur'an yang salah dan tidak sesuai dengan versi Alkitab yang diyakini akurat.157 Dari sini terlihat bahwa metode kajian kitab suci Godzich adalah perbandingan agama, dan metode kajian hadits adalah otentisitas sejarah. Tujuan mempelajari Islam adalah untuk memfitnah akidah Islam dan meragukan Al-Qur'an. Hal ini terlihat dari berbagai tulisannya, di mana Godzich mengungkapkan bahwa Islam seringkali lebih dekat dengan Yudaisme (gagasan dalam Yudaisme).158 Godzih dalam bukunya yang membahas tentang “qira’at” dianggap telah melakukan penyimpangan yang sangat serius, melalaikan petunjuk yang benar, dan dengan sengaja melanggar kebenaran al-Qur’an. Menurut Goldzih, Alquran dan qira'at muncul dari teks. Padahal, itu adalah teks yang lahir dari Al-Qur'an. Goldzich menyadari hal ini karena dia menerapkan Critical Studies of the Bible pada Al-Qur'an, sehingga dia percaya bahwa Al-Qur'an, seperti halnya Alkitab, lahir dari teks. Menurut Goldzih, perbedaan tafsir Al-Qur'an menunjukkan kerancuan dan inkonsistensi teks Al-Qur'an. Lebih lanjut, Ignaz juga berpendapat bahwa kecenderungan standardisasi Alquran dan teks Qira'atnya tidak pernah berhasil, kecuali pada segelintir orang. Selain menganggap kerancuan dan inkonsistensi dalam Alquran, Goldzikh juga mengadopsi klaim Theodor Noldeke bahwa ketidaksesuaian Qira'at dalam Alquran muncul dan muncul Berasal dari ciri-ciri aksara Arab kuno yang kekurangan titik dan vokal, sehingga memiliki perbedaan makna untuk pengucapan yang berbeda.159 C. Pandangan Ignaz Goldziher Terhadap Al-Qur’an 156 Syamsudin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta : Gema Insani Press, 2008) 7. 157 Mustofa Hulayin, “Ignaz Goldziher dan Tipologi Tafsir al-Qur’an”, dalam Kajian Orientalis Terhadap al-Qur’an dan Hadis, Ed. M. Anwar Syarifuddin, 2011-2012, 6 158 Syamsudin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, 9. 159 Badawi Abdurrahman, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, 136
81 Secara khusus, Goldzih berpendapat bahwa Islam adalah agama yang paling memuaskan akal dan tidak bertentangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, karena bertentangan berarti Islam bertentangan dengan semangat pengembannya. Kemudian, melihat Al-Qur'an, Godzich mengatakan: "Tidak ada kitab undang-undang (tasyri') yang diakui oleh umat beragama sebagai teks yang diwahyukan atau diwahyukan yang pada awal-awal peredarannya, berasal dari sebagaimana yang kita miliki di As. ditemukan dalam Al-Qur'an, 160 dalam bentuk yang membingungkan, dan tidak pasti. Goldzih mengatakan bahwa banyak perbedaan dalam hal "qira'at" terkait dengan Al-Qur'an, dan juga ada ketidakkonsistenan dalam penafsiran, semoga secara kronologis Berurutan mengubah penataan ayat dan huruf dalam Al-Qur'an, memperbaiki bahasa Al-Qur'an atau mengubah sebagian, sebuah ayat dalam tajuk rencana. Sejauh menyangkut studi Al-Qur'an dan komentar, Godzich dapat dikatakan sebagai seorang orientalis, dan pandangannya telah banyak dikutip oleh para orientalis sesudahnya. Pendapat dan pandangannya tentang al-Quran setidaknya dapat dilacak melalui dua karyanya yakni Introduction to Islamic Theology and Law dan Madhāhib alTafsīr al-Islamiy. Dalam bukunya Madhahib al-Tafsir al-Islamiy, Godzih sendiri diidentikkan sebagai tokoh orientalis, selain dituntut atas apa yang dianggapnya sebagai pandangan kontroversial dan skeptis terhadap Al-Qur'an, yang turut andil dalam penggambaran karya Mufasil. pemikiran, terutama dalam hal pemikiran atau interpretasi. Dalam karyanya, Goldzikh secara selektif berhasil menggambarkan secara singkat para penafsir dari berbagai aliran. Ini mendalilkan keberadaan lima aliran interpretasi dalam Islam: tradisionalisme, dogmatisme, mistisisme, sektarianisme, dan modernisme. Tiga mazhab pertama sesuai dengan tipologi keilmuan Islam, yaitu tafsir bi al-riwayah, tafsir bi aldirayah, dan tafsir bi al-isyarah. Sedangkan dua mazhab lainnya, sektarianisme dan modernisme, merupakan kategori tambahan atau penjabaran dari tipologi keilmuan Islam.161 Pemikiran lebih lanjut tentang Al-Qur'an, menurut Goldzih, Al-Qur'an adalah kitab suci yang dirancang untuk memasukkan ajaran agama suci samawi sebelumnya. Unsur-unsur Kristen di dalam Al-Quran diterima oleh Muhammad umumnya melalui jalan tradisi-tradisi apokri dan melalui bid’ah-bid’ah yang yang bertebaran di dalam Gereja 160 Ignaz Goldziher, Madzab Tafsir Dari Klasik Hingga Modern, terj. M. Alaika Salamullah, dkk, (Jogjakarta : eISAQ Press, 2010), 4. 161 Taufik Adnan Amal, Rekosnstruksi Sejarah Al-Quran (Yogyakarta: FkBA, 2001) 354.
82 Timur. Dengan jalan demikian, tidak sedikit unsur-unsur agnost Timur mendapatkan tempatnya di dalam pemberitaan suci Nabi Muhammad SAW.162 Menurut Godzich, ide-ide ini diperoleh Muhammad melalui hubungan perdagangan luar negeri sebelum diangkat menjadi rasul. Untuk memperkuat argumentasinya, Goldzich menyatakan bahwa ajaran dan hukum Nabi dikompromikan. Yudaisme dan Kristen memberikan elemen dasar dan ukuran yang sama. Lima unsur utama yang dikenal sebagai Rukun Islam diperkenalkan oleh Nabi pada zaman Mekkah dan memperoleh bentuk definitif pada zaman Madinah. Oleh karena itu, Goldzih berpendapat bahwa unsur ajaran al-Qur'an sebenarnya banyak menyerap unsur atau tradisi agama-agama sebelumnya.163 Misalnya, layanan doa pertama. Goldzich percaya bahwa mulai dari berdiri, membaca dan membaca kitab suci mirip dengan tradisi ibadah Kristen Timur, seperti ibadah, berlutut, dan mandi. Kedua, aturan zakat adalah semua amal sukarela, yang kemudian diresmikan oleh Muhammad dalam bentuk sumbangan yang dibayarkan dengan cara tertentu kepada komunitas dhu'afa' sebagai komunitas. Ketiga, puasa, awalnya dilakukan pada hari kesepuluh bulan pertama (meniru Asyura, hari Yahudi Yom Kippur), kemudian dilakukan selama bulan Ramadhan. Keempat, ziarah ke Ka'bah, tempat suci Arab kuno di Mekah, ditafsirkan kembali secara monoteistik dari perspektif Ibrahim. Goldzih juga berpendapat bahwa Al-Qur'an yang diturunkan pada masa rasul belum bisa menjawab berbagai pertanyaan yang muncul setelah wafatnya Nabi, karena ruang lingkup Kitab Suci Al-Qur'an masih hanya berkisar pada pemikiran Nabi saja. Dasar-dasar hukum. Ditambah lagi dengan maraknya pemekaran umat Islam, hal ini menunjukkan bahwa kehadiran Islam bukanlah solusi dari segala permasalahan yang ada, karena perbaikan hanya akan terjadi setelah hasil ittihad generasi berikutnya.164 Pandangan Godzich di atas nampaknya banyak dipengaruhi oleh pendekatan sosiologis historis yang ia ambil dalam studinya tentang Islam, dimana ritual dan ajaran agama selalu dipandang memiliki hubungan kesejarahan, sehingga ajaran ritual keagamaan Islam memiliki kesamaan dengan tempat Islam. Ritual-ritual agama selain Islam yang terekam dalam Al-Qur'an dianggap sebagai upaya meniru dan mengasimilasi ajaran-ajaran sebelumnya. 162 Ignaz Goldziher, Introduction to Islamic Theology and Law, terj. Oleh Hesri Setiawan (Jakarta: INIS, 1991) 12. 163 Ignaz Goldziher, Introduction to Islamic Theology and Law, terj. Oleh Hesri Setiawan, 12. 164 Ignaz Goldziher, Introduction to Islamic Theology and Law, terj. Oleh Hesri Setiawan, 13
83 Ada dua hal yang perlu ditekankan ketika berbicara tentang pandangan Godzich tentang Islam, yaitu pertama, meskipun dia mengetahui kebenaran tentang Islam, dia akan selalu memberontak dan membantah. Kedua, ketika dia menemukan kebenaran, dia memutarbalikkannya sehingga tampak salah. Dan ketika dia menemukan bug, dia mengemasnya sehingga terlihat benar. Menanggapi pemikiran orientalis, barangkali kita dapat mengingat kembali perkataan Ibnu Sirrin (w.110 H): “Ilmu (tentang agama) ini menjelma dan menjadi bagian dari iman. Oleh karena itu, berhati-hatilah dari siapa kamu belajar ilmu.”165 Artinya kita harus tetap mengacu pada tulisan-tulisan umat Islam ketika mempelajari ilmu agama, dan komitmen mereka terhadap ajaran agama patut mendapat perhatian. KESIMPULAN Ignaz Goldziher merupakan orientalis asal Hungaria. Dalam mengkaji ketimuran, ia lebih condong kepada Islam. Adapun yang dikritisinya adalah sumber ajaran pokok yang digunakan dalam Islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Adapun pendekatan yang dipakai Goldziher dalam mengkaji Islam adalah comparative religion dalam mengkaji kitab suci, dan historical otenticity dalam mengkaji Hadis. Ia mengkaji Islam tidak untuk memberikan khazanah keilmuan tentang Islam, melainkan untuk mencemarkan akidah Islam dan meragukan Al-Qur’an. Islam menurut Goldziher adalah agama yang paling memuaskan akal, dan tidak bertolak belakang dengan kemajuan ilmu, karena jika bertolak belakang, maka berarti Islam itu bertentangan dengan semangat pembawanya. Kemudian dalam memandang AlQur’an, Goldziher mengatakan, “Tidak ada kitab perundang-undangan (tasyri’) yang diakui oleh kelompok keagamaan bahwa ia adalah teks yang diturunkan atau diwahyukan, di mana pada masa awal peredarannya, teks tersebut datang dalam bentuk kacau dan tidak pasti sebagaimana yang kita temukan dalam Al-Qur’an. Pendapat lebih lanjut tentang Al-Qur’an, menurut Goldziher, AlQur’an merupakan kitab suci yang berupaya menyerap ajaran-ajaran agama samawi sebelumnya. Jadi banyak sekali dalam Al-Qur’an hukum yang mirip dengan tradisi-tradisi Yahudi-Nasrani dan Jahiliyah. Untuk menyikapi pendapat Goldziher tersebut, sebaiknya kita tidak perlu mempercayai argumentasi-argumentasinya yang dilontarkan tentang Islam. Akan lebih 165 M.M. Al-A’zami, Sejarah Teks al-Qur’an Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Oleh Anis Malik Toha dkk, 124.
84 baik kalau kita tetap merujuk pada tulisan kaum Muslimin yang komitmen terhadap ajaran agamanya yang layak diperhatikan. DAFTAR PUSTAKA Al-A’zami, M.M. “Sejarah Teks al-Qur’an Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Oleh Anis Malik Toha dkk”. Amal, Taufik Adnan. 2001, “Rekosnstruksi Sejarah Al-Quran” (Yogyakarta: FkBA). Arif, Syamsudin. 2008, “Orientalis dan Diabolisme Pemikiran”, (Jakarta : Gema Insani Press). Badawi, Abdurrahman. 2003, “ Ensiklopedi Tokoh Orientalis, terj. Amroni Drajat” (Yogyakarta: LkiS). Goldziher, Ignaz. 1971, “Muslim Studies, terj. C.R. Barber dan S.M. Sterm” (London: t.np). Goldziher, Ignaz. 1991, “Introduction to Islamic Theology and Law, terj. Oleh Hesri Setiawan” (Jakarta: INIS). Goldziher, Ignaz. 2010, “Madzab Tafsir Dari Klasik Hingga Modern, terj. M. Alaika Salamullah, dkk” (Jogjakarta : eISAQ Press). Hulayin, Mustofa. 2011, “Ignaz Goldziher dan Tipologi Tafsir al-Qur’an”, dalam (Kajian Orientalis Terhadap al-Qur’an dan Hadi). Badawi Abdurrahman, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, 136 PANDANGAN JOHN WANSBROUGH TERHADAP AL-QUR`AN Disusun Oleh Kelompok 8 : 1. Kharirotun Ni`mah ( 2130110117 ) 2. Ahmad Musa ( 2130110123 ) 3. Amara Sabila Fitriana ( 2130110125 ) PENDAHULUAN A. Latar Belakang
85 Setiap agama memiliki kitab suci, baik itu Kristen, Yahudi atau Islam. Tiga agama surgawi menerima wahyu yang diungkapkan kepada manusia melalui para rasul-Nya. Namun, minat para orientalis terhadap Alquran semakin berkembang. Ada orientalis yang bersimpati pada Islam dan ada juga yang sinis terhadap Islam. Misalnya, Philip Hitti yang tergolong orientalis menulis biografi Nabi Muhammad dan sejarah awal Islam, sejalan dengan masa tradisionalisme, tanpa menjadikannya subjek. Sedangkan Wansbrough adalah contoh tokoh oriental yang mengkritisi Alquran dan seolah ingin menghapus keyakinan Islam. Orientalis sendiri, salah satunya berusaha untuk menemukan dan mengungkapkan makna simbolis dari ekspresi budaya Islam yang mendalam di mana bahasa Arab sebagai media utamanya. Kontak antara Islam dan Barat menyebabkan perhatian Barat terhadap Islam, yang pada gilirannya menarik perhatian Barat untuk mempelajari Islam, meskipun dengan motif yang berbeda. Topik artikel ini adalah otentisitas Alquran yang dikritik oleh John Wansbrough (seorang komentator terkemuka di London). Dalam bukunya Qur’anic Studies, ia menyajikan karya-karya kontroversial seperti yang pertama, Qur’an, yang kini menjadi konspirasi, dan campuran tradisi Islam selama dua abad pertama Islam. Kedua, Al-Qur’an seluruhnya ada dalam tradisi Yahudi (serta dalam beberapa hal dalam tradisi Kristen). Ketiga, penyuntingan terakhir Al-Qur’an belum ditetapkan secara definitif hingga abad ketiga, sehingga kisah ‘Uṡmānī muṣḥaf murni bersifat fiktif.
86 PEMBAHASAN A. Biografi John Wansbrough John Wansbrough adalah reporter utama di London. Ia lahir pada tanggal 19 Februari 1928, di Peoria, Illinois. Pada tahun 1960, John Wansbrough mulai bekerja di dunia akademis. Dia mengajar di Departemen Sejarah di School of Oriental and African Studies (SOAS University of London) saat ini. Ia juga menjadi dosen Bahasa Arab di Jurusan Sastra Timur Dekat. John Wansbrough juga untuk sementara bekerja sebagai kepala di perguruan tinggi tempat dia bekerja. 166 John Wansbrough melakukan penelitian terhadap manuskrip Islam awal pada tahun 1970. Salah satu studinya, sebuah analisis tentang penggunaan citra monoteistik Al-Qur'an yang berulang-ulang dari agama Yahudi-Kristen, membuatnya mengusulkan bahwa kebangkitan Islam bukanlah hasil difusi melainkan dari mutasi sekte YahudiKristen yang mencoba menyebar di tanah Arab. masyarakat sederhana Agama suci Yahudi-Kristen bermutasi dari waktu ke waktu menjadi Alquran, yang dikembangkan selama berabad-abad dengan kontribusi dari berbagai sumber suku Arab. Alquran disesuaikan dengan perspektif Arab.167 Dapat ditarik kesimpulan bahwa John Wansbrough adalah seorang pemikir kreatif berdasarkan banyaknya materi tertulis. Judul salah satu karyanya yang terkenal adalah Quranic Studies: Scriptural Interpretation's Sources and Methods Dari tahun 1968 hingga Juli 1972, John Wansbrough menulis buku yang diterbitkan oleh Oxford University Press pada tahun 1977. "A Note on Arabic Rethoric," yang bisa jadi ditemukan dalam buku Lebende Antike: Discussion fur Rudolf Suhnel, "Arabic Rethoric and Qur'anic Analysis", dalam Notice of the School of Oriental and African Examinations, Majas al-Qur'an : Periphrastic Interpretation, The Partisan Millieu: The history isi dan struktur keselamatan Islam. Dari sini ternyata John Wansbrough sangat ekstrim dalam berkonsentrasi pada Al-Qur'an dan yang terkait dengannya. Sampai di sini, belum banyak yang ditemukan tentang karakter John Wansbrough dan latihan logisnya di SOAS College of London, meskipun pencarian web telah dilakukan melalui perayap web. 166 Muhammad Nur Kholis Setiawan, Interaksi Sarjana Barat dengan Islam tentang Sejarah Teks al-Qur`an (Yogyakarta: Puslit IAIN Sunan Kalijaga, 1998), h.20. 167 Richard C. Martin, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, penj. Zakiyuddin Baidhawy (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2002), h. 1-3.
87 Karya-karya John Wansbrough secara keseluruhan memberikan kajian yang tajam tentang kenabian Muhammad dan Alquran. John Wansbrough percaya bahwa kenabian Muhammad merupakan tiruan dari Nabi Musa, yang secara teologis dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Arab. Selain itu, John Wansbrough menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah konsep yang disusun sebagai teologi kenabian Islam daripada sumber biografi Muhammad.168 B. Pandangan John Wansbrough terhadap Otentisitas al-Qur’an Muhammad Benaboud berpendapat bahwa pemikiran para orientalis tidak lepas dari pengaruh latar belakang, lingkungan, pendidikan, ideologi, pendapat politik dan keyakinan agamanya. 169 Y.D. Nevo dan J. Koren berpendapat bahwa ada dua pendekatan kajian Islam di Barat. Pertama, revisionis, yaitu analisis sastra dengan metode kritik sumber dan penemuan arkeologi, sastra non-Arab, prasasti sebagai fakta sejarah. Kedua, tradisional, yaitu menetapkan batasan penelitian pada sumber-sumber Islam dan melakukan pengujian menurut asumsi Islam dan tradisi keilmuan.170 Titik tolak metodologi revisionis adalah gagasan John Wansbrough bahwa setiap sumber tertulis memuat sumber-sumber Islami, meskipun sumber-sumber tersebut tidak dapat menceritakan keadaan yang sebenarnya, tetapi memberikan wawasan tentang pemikiran penulis sumber tersebut. Jadi yang direkam adalah peristiwa yang sempurna. Wasnbrough adalah tokoh yang tidak percaya pada sumber-sumber Islam, ia percaya bahwa dokumen-dokumen Islam klasik hanya berupa sejarah keselamatan, yang sebenarnya tidak terjadi.. 171 Wansbrough juga menjelaskan bahwa sesungguhnya sejarah tidak dapat diketahui karena muslim hanya memiliki bukti rekaman eksistensial hasil pemikiran dan ketaatan generasi berikutnya. John Wansbrough mempunyai beberapa pendapat mengenai al-Qur`an, yaitu : pertama, skeptis terhadap bukti yang dipegang umat Islam dan Islamolog Barat terkait sejarah Islam awal, utamanya yang berkaitan dengan proses wahyu dan era 168 John Wansbrought, Qur`anic Studies: Source and Methods of Scriptual Interpretation (Oxfort: Oxfrod University Press, 1977), h. 56-57. 169 Muhammad Benaboud, “Orientalism on the Revelation of the Prophet: The Case of W. Montgomery Watt, Maxime Rodinson, and Duncan Black MacDonald”, The American Journal of Islamic Social Sciences 3, no. 2 (1986): 310. 170 Ali Masrur, “Diskursus Metodologi Studi Hadis Kontemporer Analisa Komparatif Antara Pendekatan Tradisional dan Pendekatan Revisionis,” Qur’an and Hadith Studies 1, no. 2 (2012) 171 Andrew Rippin, dan Ibn Warraq, “Literary Analysis of Koran, Tafsir, and Sira: The Methodologies of John Wansbrough,” dalam Ibn Wirraq (ed), The Origins of the Koran: Classic Essays on Islam’s Holy Book, 205
88 pengkodifikasian al-Qur’an. Tidak ada bukti secara literal atau naskah sederhana yang diharapkan dapat memberi fakta sejarah adanya penulisan al-Qur’an di era klasik. Keraguannya terus berlanjut ketika didapati adanya perbedaan pandangan antara penulis al-Qur’an masa Nabi dan masa Utsman. Kedua, menurut John Wansbrough satu-satunya bukti yang valid adalah alQur`an sehingga ia mengkaji Islam hanya dari al-Qur`an. Ketiga, John Wansbrough mengatakan bahwa sistem pengkodifikasian al-Qur`an dengan ini itu sama. Bahkan Wansbrough menguji orisinalitas al-Qur’an dengan the Old statesment dan New Statesment. 172 John Wansbrough melakukan penelitian hingga dapat diketahui bahwa semua riwayat kodeks metropilitan, kodeks para sahabat, dan vairan individual merupakan manipulasi yang dilakukan oleh para ahli bahasa di masa lalu. 173 Menurutnya jika stabilisasi redaksi al-Qur’an tercapai pada abad ke-9 M (dua abad sepeninggal Nabi). Gagasan kontroversial Wansbrough banyak dikecam, namun fakta menyebutkan bahwa tesisnya membawa penelitian modern yaitu analisis literalis pada teks al-Qur’an dengan tidak menggunakan bukti tradisional yang dipandang bermasalah. Dapat disimpulkan bahwa proses perubahan teks al-Qur’an mulai dari dampaknya pada pembacaan ulang al-Qur’an serta perubahan dari scriptio defectiva menjadi scriptio plena. 174 Wansbrough juga berpendapat bahwa al-Qur’an tidak dapat dikaji secara historis karena sejarah Islam klasik menurutnya hanya rekayasa belaka. Dalam pengkajian al-Qur’an, Wansbrough menggunakan analisis sastra dengan prinsip linguistik dan pendekatan objektif. Pendekatan objektif ialah melihat suatu teks memiliki otoritas pribadi sehingga tidak ada keterkaitan baik dengan pembaca ataupun pengarang. Artinya, Wansbrough hanya sebatas mengkritik intrinsik terhadap al-Qur’an. Percepatan pendekatan yang dipakai Wansbrough dalam pembuktian tesisnya ialah kajian analisis pada bentuk redaksi dan sastra al-Qur’an. Pendekatan analisis ialah upaya memahami ide atau gagasan atau mengimajinasikan intrinsik suatu teks.175John Wansbrough juga menekankan riwayat pengkodifikasian al-Qur’an dan adanya manipulasi kondeks para sahabat dan kemudian dimunculkan ke publik guna memberi 172 Rusmana, Al-Qur’an dan Hegemoni Wacana, h. 84. 173 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), h. 213. 174 Mun’im Sirry, Kontroversi Islam Awal antara Mazhab Tradisionalis dan Revisionis, h. 16. 175 Dadan Rusmana, “Al-Qur’an dalam Pandangan Islamolog Barat” (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000), h. 88.
89 otoritas teks Tuhan, bahkan abad ke-3 H belum dilakukan kompilasi. Ia meyakini, pada awalnya teks al-Qur’an bersifat “cair” sehingga memungkinkan lahirnya berbagai varian tradisi independen di pusat metroplitan Islam, dapat dilacak jejak al- Qur’an saat ini. Namun, pemikiran kedua dari Wansbrough banyak ditolak oleh sarjana Barat. 176 Juga mencoba menerapkan tradisi kritik biblika (Kristen alkitabiah) menggunakan analisis sastra pada kajian al-Qur’an dengan menggunakan prinsip hermeneutika transendental dan strukturalisme linguistik. Wansbrough mengkritik keaslian Alkitab, yang ditulis sembilan abad setelah ditransmisikan melalui tradisi lisan. Wansbrough beralih dari kodifikasi terakhir Al-Qur’an 300 tahun yang lalu untuk menerapkan metode kritik biblika177 Di dalamnya, Wansbrough menjelaskan bahwa Alquran, yang oleh umat Islam disebut sebagai kata ilahi, juga dikritik karena meniru Alkitab. Namun, Wansbrough juga mengkritik kodifikasi Alkitab dengan menyimpulkan bahwa menurutnya Alquran tidak otentik karena menurutnya Alkitab telah berubah. Minimnya dukungan berupa bukti literal (konfirmasi eksternal) menyebabkan Wansbrough skeptis terhadap keaslian dan keberadaan scriptio defecttiva Al-Qur'an sejak zaman Nabi. Ia menganggap Al-Qur'an in scriptio Plena, seperti yang ditemukan di kalangan umat Islam saat ini, sebagai satu-satunya teks Al-Qur'an yang asli dan otentik. Scriptio defectiva adalah teks tulis yang sederhana dan tidak mengikuti kaidah penulisan modern (tidak boleh ada titik atau garis), baik pada kulit, tulang, daun kurma maupun kertas. Pada saat yang sama, Scriptio Plena dimaksudkan sebagai teks Alquran lengkap yang memenuhi standar penulisan modern (dengan titik, garis, judul, dll.). Berdasarkan ungkapan Wansbrough, hal ini menunjukkan bahwa Alquran belum dijadikan kitab pada masa awal Islam. Itu baru dicatat pada abad ke-3 Hijriyyah setelah wafatnya Nabi Muhammad. Dia percaya bahwa transmisi Al-Qur’an dari generasi pertama Muslim ke generasi berikutnya adalah lisan dan tulisan. Istilah scriptio defectiva dan scriptio Plena pertama kali digunakan oleh W. Montgomery Watt.178 Scriptio defectiva berarti bahwa hanya konsonan yang ditulis dan tidak cukup berbeda satu sama lain, karena naskah yang sama dapat berarti kedua konsonan tersebut. Jadi bisa dikatakan bahwa scriptio defectiva tidak lebih dari sebuah alat yang rumit untuk memudahkan hafalan. Diasumsikan bahwa “pembaca” agak akrab dengan teks tersebut. Sangat sulit bagi orang yang tidak mengetahui Al-Qur’an, tetapi 176 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, h. 213. 177 Dadan Rusmana, “Al-Qur’an dalam Pandangan Islamolog Barat,” 97. 178 W.Montgomery Watt, Bell’s Introduction to the Qur’an, terj. Lilian D. Tedjasudhana (Jakarta: INIS, 1998), 40-41.
90 memahami tulisan-tulisannya, untuk menafsirkannya, meskipun tidak sesulit menurut orang-orang yang tidak tahu struktur kata-kata bahasa Arab. Hafalan yang luas merupakan syarat mutlak dan menjadi latar belakang tumbuhnya menulis dan tumbuhnya pembelajaran teks. Ada kelompok khusus, yaitu Qurrā’ atau qari Al-Qur’an, yang mengkhususkan diri dalam menghafal teks-teks suci. Selama berabad-abad, karakteristik sosialnya juga telah berubah, dan akhirnya kita menemukan bahwa kajian teks ini terutama berkaitan dengan filologi. C. Metode Kritik Jhon Wonsbrough terhadap Al-Qur’an Argumen Rippin dipengaruhi oleh gagasan John Wansbrough. Wansbrough menganggap Al-Qur’an memiliki gaya referensial. Al-Qur'an berkembang melalui kerangka bentuk-bentuk perdebatan sektarian antara Yahudi dan Kristen sebagai dokumen ayat-ayat referensial melalui konvensi sastra, konvensi naratif, dan melalui apa yang dikenal sebagai konjungsi Paralel dari cerita "tradisi varian", kemungkinan berasal dari satu tradisi asli, melalui berbagai sarana transmisi lisan dalam liturgi. Wansbrough memberikan contoh yang dapat dilihat dalam kisah Yusuf dan "saudara-saudara lainnya" dalam Surat 12:59, yang sejajar dengan kisah dalam Kitab Kejadian 42:3-13; Kejadian Pengetahuan tentang cerita dalam diterima oleh beberapa pembaca Al-Qur'an karena Al-Qur'an tidak menyebutkan Benyamin dan pelariannya dari rumah karena Yakub mengkhawatirkan keselamatannya. Pernyataan Yusuf dalam Al-Qur'an: "Bawakan aku saudara ayahmu" tidak muncul dalam konteks Al-Qur'an. 179 Lebih lanjut Wansbrough menyatakan bahwa Al-Qur'an bukan semata-mata upaya menyalin Injil dalam bahasa Arab dan mengadaptasinya ke dalam bahasa Arab. Di satu sisi, Al-Qur'an tidak mengikuti tema penggenapan yang diambil oleh Perjanjian Baru dan penggunaannya dalam Kitab Suci Ibrani. Tidak hanya itu, karena Al-Qur'an lahir dalam masa kontroversi, jelas berusaha memisahkan Al-Qur'an dari wahyu Musa dengan cara wahyu dan menekankan bahasa Al-Qur'an. Para cendekiawan Barat dan Muslim selama ini meyakini legitimasi teori “penyusunan” Al-Qur'an, setidaknya pada masa Utsman bin Affan. Namun, menurut John Wansbrough dalam bukunya Qur'an Studies: Sources and Methods of Biblical Interpretation, argumen yang berbeda dibuat. Menurutnya, redaksi akhir Alquran belum ditentukan sebelum abad ketiga/kesembilan Masehi, sehingga kisah para komentator 179 Dikutip Oleh Andrew Rippin, Literary Analysisof Quran, Tafsir, and Sira: The Methodologies of John Wansbrough, 360-361
91 Utsmaniyah adalah murni fiksi. Dengan kata lain, Al-Qur'an yang kita miliki saat ini hanyalah konspirasi umat Islam awal dua abad sebelum lahirnya Islam. Meskipun para sarjana Barat pada umumnya menerima teori bahwa Al-Qur'an “dihimpun” pada masa kekhalifahan Utsman. Selain itu, beberapa orang menunjukkan bahwa selama pembentukan kesimpulan Al-Qur'an, umat Islam awal menerima ide-ide Yahudi dan sampai batas tertentu Kristen, sehingga asal muasal Al-Qur'an sepenuhnya dalam tradisi ini.180 Metode yang digunakan Vancebrough untuk menjustifikasi tesisnya adalah kajian kritis bentuk sastra (kritik bentuk) dan kritik redaksional Al-Qur'an, atau dikenal juga dengan metode analisis sastra. Pendekatan ini merupakan impor dari teknik kritis alkitabiah yang biasa digunakan oleh sarjana Yahudi dan Kristen dalam studi Perjanjian Baru modern. Kajian-kajian ini berangkat dari proposisi bahwa catatan sastra tentang sejarah penebusan, meskipun tampaknya sezaman dengan peristiwa-peristiwa yang dijelaskan, sebenarnya berasal dari periode selanjutnya.181 Fazlur Rahman menyebutkan tiga jenis tulisan orientalis dalam al-Qur'an dalam kata pengantar bukunya "Major Themes of the Qur'an". Pertama, karya-karya yang ingin menunjukkan bahwa Al-Qur'an dipengaruhi oleh tradisi Yahudi dan Kristen. Dalam bukunya "The Origin of Islam and Its Christian Environment", Richard Bell dengan jelas menunjukkan bahwa Islam tidak lain adalah perpanjangan dari agama Kristen, dan Al-Qur'an hanyalah sebuah produk yang disusun oleh Muhammad menurut tradisi Alkitab yang dikembangkan di waktu itu. Mekah. Sebagai tanggapan, Bell memaparkan argumen historis bahwa Muhammad mengadopsi ajaran Kristen, secara langsung atau tidak langsung, dalam hubungannya dengan orang Kristen. Untuk lebih memperkuat pandangan bahwa Al-Qur'an adalah produk Muhammad, Bell mengemukakan dalam artikel "Visions of Muhammad" bahwa "wahyu" dan turunannya terkandung dalam Al-Qur'an, baik dalam komunikasi antar makhluk. atau komunikasi Tuhan di antara mereka. His, mengandung konotasi sugesti (suggestion) atau inspirasi (inspirasi), untuk melakukan apa yang ingin dilakukan oleh pemberi saran atau pemberi inspirasi. Menurut Bell, hal ini tidak berbeda dengan konsep al-Qur'an tentang wahyu, di mana Muhammad hanya menerima perintah atau risalah yang disarankan untuk merumuskan al-Qur'an sesuai dengan ajaran yang ada pada 180 John Wansbrough, Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretation (Oxford: Oxford Univ Press, 1977), h. 43-45. 181 Taufik Adnan Amal, Rekontruksi Sejarah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), h. 293.
92 masanya, termasuk ajaran Kristen. 182 Kedua, karya-karya orientalis lebih banyak membahas sejarah dan kronologi Alquran. Termasuk dalam kategori ini adalah Bell's Introduction to the Qur'an oleh Richard Bell dan Montgomery Watt's History of the Qur'an oleh Theodor Noldeke. Klasifikasi ini lebih ditujukan pada historisisme internal Al-Qur'an. Data yang melekat pada lafadz-lafadz al-Qur'an (bentuk sastra) paling banyak mendapat perhatian dalam menentukan tanggal turunnya wahyu Al-Qur'an (makkiyyah dan madaniyyah). Ketiga, karya-karya orientalis yang membahas tema-tema tertentu yang terdapat dalam al-Qur'an. Kategori ini biasanya menggunakan referensi silang Alquran, di mana semua ayat yang terkait dengan topik tertentu digabungkan dan dibandingkan untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif. Metode ini disebut "tafsîr al-mawdhû'i". Kenneth Cragg melakukan studi oriental ini dalam bukunya The Thoughts of the Qur'an, tampaknya bertujuan untuk memastikan bahwa ajarannya memiliki banyak kesamaan dengan Alkitab, terutama karena berkaitan dengan ajaran moral yang relevan.183 D. Kritik Terhadap Pemikiran John Wansbrough Menurut Mahmod Sakhr, dalam menerapkan metodologi, para Islamolog telah dipengaruhi oleh landasan pra-metodologis yang mencakup ekspresi linguistik dan budaya yang berbeda untuk gagasan dan emosi. Tanpa pengetahuan bahasa dan budaya Arab, Orientalis (Islamolog) tidak dapat memahami Islam. Fakta bahwa orientalis (Islamolog) adalah bagian dari kerangka budaya yang berbeda dari Islam akan mempersulit mereka untuk memahami Islam. Pengaruh eksternal (seperti dalam pemilihan teknik, data pendekatan, teori, dan cara representasi) mempengaruhi kajian orientalisme (Islamologi). Orientalis harus bersaing dengan keadaan historis dan penilaian moral. Karena kepentingan imperialis, agama, ekonomi, politik, budaya, atau ilmiah Barat di Timur, orientalisme (Islamologi) ada saat ini. Menurut berbagai sumber, terjadinya Perang Salib, yang oleh sebagian ahli diyakini sebagai faktor paling signifikan tumbuhnya orientalisme, meskipun Watt membantahnya, (b) sentuhan Barat dengan universitas-universitas Islam, (c) penerjemahan Teks-teks Arab ke dalam bahasa Latin yang berkaitan dengan bidang 182 Richard Bell, “Muhammad Vision’s,” dalam Rudi Paret (ed), Der Koran (Darristadt: WissenchaflectheBucgesselchaft, 1975), h. 95-96. 183 Sahiron Syamsuddin dkk., Hermenutika al-Qur’an Mazhab Yogya (Yogyakarta: Islamika, 2003), h. 76-78
93 keilmuan dan filsafat, dan (d) intervensi, aneksasi, kolonialisme, dan imperialisme merupakan faktor-faktor yang membantu berkembangnya orientalisme.184 Dalam dunia akademik, jelas penting untuk memiliki pola pikir kritis terhadap penemuan-penemuan para orientalis, khususnya yang berkaitan dengan Islam dan AlQur'an. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa pola pikir kritis ini turut andil dalam tumbuhnya ilmu agama. Kritik yang harus dilontarkan kepada mereka dimotivasi oleh pencarian kebenaran ilmiah, bukan oleh satu alasan, seperti apakah mereka mengikuti Islam. Dalam pendekatan ini, kritik yang dihasilkan cenderung bersifat ilmiah daripada emosional.185 Tidak hanya para akademisi Islam yang mengkritisi gagasan John Wansbrough, bahkan para pakar Barat pun melakukan hal yang sama. Fazlur Rahman adalah salah satu intelektual muslim yang menantang cara berpikirnya. Dia membagi akademisi Barat yang melakukan penelitian ilmiah tentang Alquran menjadi tiga kelompok dalam kata pengantar bukunya "Major Themes of the Qur'an": Awalnya, upaya dilakukan untuk menemukan apakah agama Kristen dan Yudaisme dapat memengaruhi Alquran. Kedua, telusuri setiap ayat dalam Al-Qur'an secara kronologis. Ketiga, membahas unsur-unsur tertentu dari Al-Qur'an. Namun pada saat yang sama, ia mengungkapkan bahwa umat Islam sedang berhadapan dengan dua persoalan besar, antara lain sebagai berikut: 1) Umat Islam tidak terlalu tertarik dengan penerapan al-Qur'an di zaman modern, sehingga tidak mampu menggunakannya sebagai sumber referensi.186 Menurut Rahman, sangat disayangkan pembicaraan tentang tradisi Yahudi dan Kristen yang mendahului Alquran sering dilakukan karena tujuannya adalah untuk "membuktikan" bahwa Muhammad tidak lebih dari seorang murid Yudaisme atau Kristen dan bahwa Alquran hanyalah gema. dari tradisi tersebut. Yahudi. Menurut penjelasan Wansbrough, Alquran adalah sebuah buku dalam tradisi Yahudi karena ditulis pada masa perselisihan sektarian Yudeo-Kristen, Alquran adalah "perpaduan" dari berbagai tradisi, dan Alquran dikatakan telah dibuat setelah Muhammad. muncul di tempat kejadian.187 184 Dadan Rusmana, “Al-Qur’an dalam Pandangan Islamolog Barat,” h. 26. 185 Sahiron Syamsuddin, “Memahami dan Menyikapi Metode Orientalis dalam Kajian Orientalis,” dalam Sahiron Syamsuddin (ed.), Hermeneutika al-Qur’an Madzhab Yogya (Yogyakarta: Islamika, 2003), h. 79. 186 Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an, terj. Anas Mahyuddin (Bandung: Pustaka, 1983), vi. 187 Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an, xii.
94 Rahman menilai ada beberapa masalah dengan sudut pandang ini. Dia mengklaim bahwa Wansbrough kekurangan informasi sejarah tentang permulaan, sifat evaluasi, dan individu yang terkait dengan "tradisi" semacam itu.188 Kemudian Fazlur Rahman tidak berhenti pada sudut pandang tersebut. Dalam bukunya Qur'anic Studies, Wansbrough mengklaim bahwa empat tema yang harus kita pertimbangkan—balas dendam, tanda ayat, pengasingan, dan kesepakatan—sangat relevan dengan ciri-ciri literatur kenabian Yahudi karena mereka harus secara bersamaan menjelaskan unsur-unsur kunci Al-Qur'an. teks anik. Pertanyaan utama yang harus dijawab dalam situasi ini adalah: Mengapa Wansbrough lebih memilih untuk mempelajari empat tema di atas, yang menurutnya signifikan dalam Al-Qur'an? Mengapa tidak membahas gagasan Al-Qur'an tentang jihad dan keadilan sosial ekonomi, misalnya. Empat gagasan yang diidentifikasi Wansbrough sebagai yang paling signifikan dalam warisan Muslim tidak dimiliki oleh tradisi akademik Muslim, yang dituduh Wansbrough menerima klaimnya.189 Namun, Andrew Rippin, seorang siswa dari Wansbrough, menanggapi kritik Rahman terhadap "Tema Utama Al-Qur'an" secara negatif di bagian pendahuluan. Rahman menegaskan bahwa pendekatan yang dilakukan lebih unggul dari pendekatan Wansbrough. Hal ini didasarkan pada pengamatan esensial bahwa pendekatan Rahman dapat digunakan untuk memahami Alquran, tetapi metode Wansbrough sama sekali tidak dapat diterapkan. Tanggapan Rippin terhadap kritik Rahman adalah mempertanyakan apa yang dia maksud dengan "metode" dalam sambutannya. Apakah dia ingin menyatakan bahwa Wansbrough kekurangan strategi? Atau, Rahman dan Wansbrough sama-sama punya metode, tapi cara Rahman lebih unggul. Rippin menegaskan jika Islam ingin bertahan.190 Kemudian diklaim dalam karya M. M. al-A'am bahwa Wansbrough telah memberikan "bukti" bahwa Alquran bukan lagi sekadar "tulisan Muhammad" melainkan produk dari beberapa pihak yang tersebar di seluruh dunia Islam yang telah mengerjakannya. itu selama sekitar 200 tahun. kata Humphreys: 188 Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an, xii. 189 Fazlur Rahman, “ Pendekatan Terhadap Islam dalam Studi Agama,” dalam Richard C. Martin (ed.), Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, terj. Zakiyuddin Bhaidawy (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), 264. 190 Andrew Rippin, dan Ibn Warraq, “Literary Analysis of Koran, Tafsir, and Sira: The Methodologies of John Wansbrough,” dalam Ibn Wirraq (ed), The Origins of the Koran: Classic Essays on Islam’s Holy Book, 363.
95 Wansbrough berusaha memberlakukan dua tujuan utama: 1. Kitab suci Islam—bukan hanya hadits atau Alquran—diciptakan setelah perdebatan sektarian panjang yang berlangsung lebih dari dua abad, setelah itu orang Arab secara fiktif menggambarkan asal-usulnya. 2. Doktrin Islam secara keseluruhan, termasuk yang berkaitan dengan Muhammad, meniru model imamat Yahudi.191 Hal tersebut tidak dibenarkan oleh M. M. al-‘Aẓamī dengan menyebutkan bahwa al-Qur’an tidaklah demikian. Al-Qur’an sebagai Firman Allah tidaklah mungkin diubah, di sini Wansbrough memperagakan “bukti” jika al-Qur’an kini semata-mata bukan lagi semata-mata “karya tulis Muhammad M. M. al-A’zami tidak membenarkan hal ini dengan menyatakan bahwa AlQur'an tidak beroperasi dengan cara demikian. Alquran tidak dapat diubah karena itu adalah Firman Tuhan yang sempurna. Wansbrough memberikan "bukti" dalam hal ini bahwa Alquran tidak lagi hanya "tulisan Muhammad".192 M. M. al-'Azami menyatakan ketidaksetujuannya dengan klaim para orientalis, termasuk klaim bahwa Alquran adalah parodi dari kitab suci Yudaisme dan Kristen. Dia memiliki kata-kata kasar untuk sudut pandang John Wansbrough. Dia mengatakan bahwa Wansbrough, orang yang pertama kali mengangkat isu ini, adalah pendukung yang sangat kuat, misalnya menyatakan bahwa “ajaran Islam secara umum, bahkan sosok Muhammad, dibangun di atas prototipe imamat Yudaisme. " Di sini, kami ingin melihat sikap kedua ilmuwan yang menggunakan alur penalaran yang sama dalam tulisan mereka.193 Konsep John Wansbrough tidak hanya menimbulkan perdebatan di kalangan umat Islam, tetapi juga di kalangan orang Barat seperti Issa Boulatta. Dia memberikan resensi buku John Wansbrough. Dia berpendapat bahwa pendekatan yang diambil oleh John Wansbrough dan konten yang dia pilih tidak dapat dijelaskan. The Origins of Muhammadan Jurisprudence oleh Joseph Schact (1952) dan studi Goldziher tentang 191 Al-‘Aẓamī, Sejarah Teks al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasi, terj. Sohirin Solihin, Anis Malik Thah, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2005), 376. 192 Al-‘Aẓamī, Al-‘Aẓamī, Sejarah Teks al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasi, terj. Sohirin Solihin, Anis Malik Thah, dkk., 376. 193 Al-‘Aẓamī, Al-‘Aẓamī, Sejarah Teks al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasi, terj. Sohirin Solihin, Anis Malik Thah, dkk., 340
96 hadits dalam magnum opusnya Muhammadanische Studien (vol. 2, 1890) adalah dua contoh karya ilmiah Barat berpengaruh yang menurut Boullata sejalan dengan karya ini.194 Dalam pemeliharaan al-Qur’an, kaum Muslim menggunakan QS. al-Ḥijr: 9 yaitu .انا نحن نزلنا الذكر وانا له لحافظون 195 Kaum muslim berpendapat dengan merujuk pada tafsirtafsir tradisional, seperti al-Ṭabarī yang menafsirkan bahwa الذكر نزلنا نحن انا ,al-ẓikr yang dimaksud dalam Tafsīr al-Ṭabarī adalah al-Qur’an. لحافظون له وانا ditafsirkan bahwa alQur’an itu memiliki penjaga-penjaga dari penambahan yang batil atau pengurangan hukum-hukum, ḥad, kewajibankewajiban dsb. Kemudian Qatadah menjelaskan bahwa QS. al-Ḥijr: 9 tersebut ditafsirkan secara bi al-m’ṡūr yakni dengan menggunakan QS. Fuṣṣilat: 42 yaitu Lā ya‘tīhi al-bāṭil (iblīs) min baina yadaihi wa min khalfihī. Maksudnya Allah menurunkan al-Qur’an kemudian menjaganya sehingga Iblis tidak dapat menambah yang batil dan mengurangi yang benar, Allah yang telah menjaganya.196 Hal tersebut sebagaimana juga yang dikutip oleh al-Qurṭubī bahwa alQur’an itu senantiasa dijaga oleh Allah dari penambahan dan pengurangan yang dilakukan oleh setan.197 Kemudian menurut al-Zamakhsyārī menunjukkan bahwa ayat ini menjelaskan penolakan penolakan dan penghinaan. Selanjutnya innā naḥnu, Allah yang menurunkan Al-Qur'an kemudian mengutus Jibril untuk menyampaikan kepada Nabi Muhammad, beliau terjaga dari Syaiṭān. Allah adalah penjaga setiap saat dari penjumlahan, pengurangan, dan perubahan (taḥrīf), tidak seperti kitab-kitab sebelumnya, Allah tidak akan berpaling dari penjaga ini.198 Ada kitab-kitab tafsir dari beberapa tafsir tersebut di atas yang sering digunakan orang sebagai kriteria umum dalam mengenali keabsahan Al-Qur'an, yang tidak akan pernah berubah terlepas dari pengaruh tradisi agama lain atau faktor lain. Terlepas dari klaim bahwa Alquran adalah salinan dari Alkitab, interpretasi yang dikutip menyatakan 194 Rusmana, “Al-Qur’an dalam Pandangan Islamolog Barat,” 147 195 Al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-ilmu Quran, terj. Mudzakir (Bogor: Litera Antar Nusa, 2009), 188 196 Muḥammad ibn Jarīr ibn Yazīd ibn Kaṡīr ibn Gālib al-Amlī, Tafsīr al-Ṭabarī, Jilid XIV (T.k.: Dār Hijr, 2001), 18. 197 Abū ‘Abd Allāh Muḥammad Ibn Aḥmad ibn Abī Bakr ibn Faraḥ al-Anṣarī al-Ḥuzrajī Syams al-Dīn al-Qurṭubī, alJāmi’ li Aḥkām al-Qur’ān, Jilid X (Kairo: Dār al-Kutub alMiṣriyyah, 1964 M), 5. 198 Abū al-Qāsim Maḥmūd ibn ‘Amr ibn Aḥmad al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf ‘An Ḥaqā’iq Gamiḍ al-Tanzīl, Jilid II (Beirut: Dār al-Kitā al-‘Araby, 1407 H), 572.
97 bahwa Allah menurunkan Alquran melalui malaikat Jibril, membuatnya tahan terhadap perubahan (taḥrīf) selamanya. Dalam hal itu, Al-Qur'an adalah mukjizat yang tidak ada tandingannya. I'jz membangun (melemahkan) kelemahan. Menurut kepercayaan populer, kelemahan adalah kebalikan dari kemampuan dan didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan tugas. Begitu keberadaan mukjizat telah ditetapkan, kemampuan mu'jiz (sesuatu yang melemahkan) akan terwujud. Dalam konteks ini, i'j'z merujuk pada pembuktian klaim Nabi sebagai Rasul dengan membongkar keburukan generasi setelahnya. Dan keajaiban adalah sesuatu yang luar biasa yang bertahan dari penentangan dan disertai dengan kesulitan.199 Al-Qur'an al-Karim Nabi menantang bangsa Arab, namun meskipun mereka memiliki faa'ah dan balgah yang tinggi, mereka tidak mampu menghadapi tantangan tersebut. Hal ini disebabkan keajaiban yang adalah Al-Qur'an. Mereka melontarkan kata-kata kacau pada Al-Qur'an ketika mereka kehabisan energi. Mereka dipaksa untuk memalingkan leher mereka ke arah pedang di hadapan kelemahan dan kesombongan mereka; tampaknya pilihan yang fatal telah memindahkan korbannya dari pandangan mereka tentang umur panjang dan umur panjang ke saat kematian sampai akhirnya mereka menyerah pada kematian mendadak. Mereka mengklaim bahwa Alquran adalah sihir yang dipelajari, karya penyihir gila, atau dongeng orang dahulu..200 Di sisi lain, adalah wacana yang diklaim John Wansbrough tumbuh secara signifikan di dunia Islam tetapi masih merupakan wacana perselisihan yang belum terselesaikan yang ditandai dengan beberapa karakteristik, antara lain a. I'jz adalah campur tangan Tuhan atas kemungkinan percampuran Kalim Ilah dan Rasul-Nya serta tantangan orang-orang sezaman Nabi. b. Dokumen yang menyajikan fakta yang tidak masuk akal tentang masa lalu, sekarang, dan masa depan. c. Selain kerangka bahasa, isi Alquran disusun menggunakan struktur estetika dengan interpretasi yang sangat miring.201 199 Al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-ilmu Quran, terj. Mudzakir, 371. 200 Al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-ilmu Quran, terj. Mudzakir, 373 201 John Wansbrough, Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretation, 79.
98 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Penggunaan berulang citra monoteistik dari agama Yahudi-Kristen dalam Alquran membuat John Wansbrough, yang sedang mempelajari teks-teks Islam awal pada saat itu, berhipotesis bahwa kebangkitan Islam adalah mutasi dari sekte YahudiKristen yang berusaha menyebar di tanah Arab, bukan dengan difusi budaya sederhana. Pendekatan ini merupakan impor dari strategi kritik Alkitab yang sering digunakan oleh akademisi Yahudi dan Kristen dalam penelitian mereka saat ini tentang Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Kajian kritis terhadap bentuk sastra (formcriticism) dan kajian kritis terhadap kritik editorial al-Qur'an, kadang disebut sebagai teknik analisis sastra (method of literature analysis), adalah metode yang digunakan Wansbrough untuk mendukung argumentasinya. Dalam artikelnya Muhammad's Vision, Bell mengklaim bahwa penggunaan istilah “wahyu” oleh Al-Qur’an dan kata-kata turunannya, baik dalam konteks komunikasi antar makhluk maupun komunikasi antara Tuhan dan makhluk-Nya,
99 mengandung konotasi sugesti (sugesti) atau sugesti. inspirasi (inspirasi) untuk melakukan sesuatu yang dimaksudkan oleh pemberi sugesti atau pemberi inspirasi. Penegasan Bell berfungsi untuk mendukung gagasan bahwa Al-Qur'an adalah ciptaan Muhammad.