100 DAFTAR PUSTAKA Ali Masrur, “Diskursus Metodologi Studi Hadis Kontemporer Analisa Komparatif Antara Pendekatan Tradisional dan Pendekatan Revisionis,” Qur’an and Hadith Studies 1, no. 2 (2012) Abū ‘Abd Allāh Muḥammad Ibn Aḥmad ibn Abī Bakr ibn Faraḥ al-Anṣarī al-Ḥuzrajī Syams al-Dīn al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur’ān, Jilid X (Kairo: Dār al-Kutub alMiṣriyyah, 1964 M), 5. Abū al-Qāsim Maḥmūd ibn ‘Amr ibn Aḥmad al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf ‘An Ḥaqā’iq Gamiḍ al-Tanzīl, Jilid II (Beirut: Dār al-Kitā al-‘Araby, 1407 H), 572. Al-‘Aẓamī, Sejarah Teks al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasi, terj. Sohirin Solihin, Anis Malik Thah, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2005), 376. Al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-ilmu Quran, terj. Mudzakir (Bogor: Litera Antar Nusa, 2009), 188 Andrew Rippin, dan Ibn Warraq, “Literary Analysis of Koran, Tafsir, and Sira: The Methodologies of John Wansbrough,” dalam Ibn Wirraq (ed), The Origins of the Koran: Classic Essays on Islam’s Holy Book, 205 Dadan Rusmana, “Al-Qur’an dalam Pandangan Islamolog Barat” (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000), h. 88. Dadan Rusmana, Al-Qur’an dalam Pandangan Islamolog Barat h. 26. Fazlur Rahman, Pendekatan Terhadap Islam dalam Studi Agama, dalam Richard C. Martin (ed.), Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, terj. Zakiyuddin Bhaidawy (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), 264. Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an, terj. Anas Mahyuddin (Bandung: Pustaka,1983), John Wansbrough, Qur`anic Studies: Source and Methods of Scriptual Interpretation.(Oxfort: Oxfrod University Press, 1977), h. 56-57. Muhammad Benaboud, “Orientalism on the Revelation of the Prophet: The Case of W. Montgomery Watt, Maxime Rodinson, and Duncan Black MacDonald”, The American Journal of Islamic Social Sciences 3, no. 2 (1986): 310.
101 Muḥammad ibn Jarīr ibn Yazīd ibn Kaṡīr ibn Gālib al-Amlī, Tafsīr al-Ṭabarī, Jilid XIV (T.k.: Dār Hijr, 2001), 18. Muhammad Nur Kholis Setiawan, Interaksi Sarjana Barat dengan Islam tentang Sejarah Teks al-Qur`an (Yogyakarta: Puslit IAIN Sunan Kalijaga, 1998), h.20. Mun’im Sirry, Kontroversi Islam Awal antara Mazhab Tradisionalis dan Revisionis, h. 16. Richard Bell, “Muhammad Vision’s,” dalam Rudi Paret (ed), Der Koran (Darristadt: Richard C. Martin, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, penj. Zakiyuddin Baidhawy (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2002), h. 1-3. Rusmana, “Al-Qur’an dalam Pandangan Islamolog Barat,” 147 Rusmana, Al-Qur’an dan Hegemoni Wacana, h. 84. Sahiron Syamsuddin dkk., Hermenutika al-Qur’an Mazhab Yogya (Yogyakarta: Islamika, 2003), h. 76-78 Taufik Adnan Amal, Rekontruksi Sejarah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), h. 293. W.Montgomery Watt, Bell’s Introduction to the Qur’an, terj. Lilian D. Tedjasudhana (Jakarta: INIS, 1998), 40-41. Wissenchaflecthe-Bucgesselchaft, 1975), h. 95-96. PANDANGAN ARTHUR JEFFERY TERHADAP AL-QUR’AN Ima Khoirina, Tsania Mariyatul Qibtia, Afiiq Wafaa Usamah [email protected], [email protected], [email protected] Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin-IAIN Kudus 2023
102 I. Pendahuluan Islam adalah agama yang mempunyai hubungan erat dengan bangsa Arab khusunya bahasa Arab. Dan umat Indonesia yang mayoritas adalah Islam maka seharusnya menguasai bahasa Arab, terlebih jikalau ingin mendalami ilmu agama. Karena kitab umat islam adalah alQur’an yang bahasa al-Qur’an adalah bahasa Arab. Salah satu amanat dan sangat ditekankan oleh para ‘Ulama adalah untuk menguasai bahasa Arab dalam mendalami al-Qur’an sekaligus para mujtahid yang berfatwa membuat hukum-hukum islam. Bahasa arab menjadi suatu perkara yang sangat penting bahkan telah menjadi bahasa dunia. Bahasa arab pula telah banyak difahami oleh para Orientalis yang berusaha mendalami agama yang mempunyai khazanah keilmuan di dalamnya yakni Islam. Bahkan Noldeke seorang yang faham barat juga menyatakan “Bahasa Arab tidak akan mungkin menjadi bahasa dunia yang diakui jika tanpa al-Qur’an dan agama Islam”.202 Satu dari banyaknya orientalis yang mendalami ilmu al-Qu’ran adalah Arthur Jeffery yang berhasil menjumpai ayat ayat gharib (asing). Yakni sang orientalis (faham kebaratan) berkebangsaan Australia. Arthur Jeffery beranggapan pula bahwasannya al-Qur’an mempunyai pengaruh besar di budaya Arab, Syiria, Persia, dan Romawi. Asbab itulah yang menjadikan al-Qur’an terkesan seolah mempunyai kesamaan dengan bahasa selain arab. Salah satu pola fikir Arthur Jeffery banyak karya tafsir yang jarang memuat kosa kata yang asing beserta maknanya maka dari itu Arthur Jeffery bersikeras membuat tafsir baru yang berbeda dengan tafsir lainnya sekaligus kamus al-Qur’an. Hal tersebut yakni sesuai dengan pernyataanya “kita membutuhkan tafsir kritis yang mencontoh karya yang telah dilakukan oleh orientalis modern sekaligus menggunakan metodemetode penelitian kritis modern untuk tafsir al-Qur’an”203 Seorang akademisi INSISTS (International Insitute for the Study of Islamic and Civilization), yang sering mempertanyakan para peneliti barat, Adnin Armas dalam tulisannya menjabarkan detail biografi Arthur Jeffery, hubungan sosial, serta kecerdasan Jeffery yang tiada tanding tiada banding. Jeffery sosok yang totalitas serta serius dalam pengakajian terhadap al-Qur’an, sehingga separuh hidupnya waktunya habis untuk menelaah al-Qur’an. 202 Ramadhan Abdu at-Tawwab, Ushul fii al-Fiqh al-Arabiyah (Maktabah al-Khanajiy, Kairo, 1979), hlm. 109 203 Arthur Jeffery, The Foreign Vocabulary of the Qur’an (Oriental Institute, Baroda, 1938), hlm. vii
103 Jeffery sosok yang tiada putus asa dalam menggapai keinginannya. Yang didampingin kedua rekannya Gotthelf Bergstrasser dan Otto Pretzl dengan niatan membuat “al-Qur’an Edisi Krtis” yang dijadikan sebuah proyek besar. Yaitu dengan mengumpulkan 40.000 naskah dan manuskrip penting tentang al-Qur’an. Akan tetapi, proyek tersebut gagal karena semua naskah dan manuskrip kuno yang dikumpulkan Jeffery hancur karena bom pasukan sekutu.204 Dalam Tulisan versi lain Chaudhary, Orientalism On Variant Reading yang sama-sama melakukan analisis krirtis, terhadap pola fikir Jeffery yang surat al-Fatihah dijadikan sebagai pembuka surat dalam al Qur’an.205 Tulisan lain tentang Jeffery adalah Sejarah dan Kritik Terhadap al-Qur’an. Studi Pemikiran Arthur Jeffery oleh Muhammad Yusuf. Dalam tulisan tersebut, Yusuf mengurai delapan point penting tentang pemikiran Jeffery dalam merekonstruksi al-Qur’an dengan pola analisis kritis. Beberapa di antaranya; Pertama, Sejarah dan kesucian al-Qur’an, Kedua, alQur’an pada Zaman Rasulullah, Ketiga, al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan Umar, Keempat, al-Qur’an pada Zaman Utsman, Kelima, al-Fatihah bukan al-Qur’an, Keenam, Variasi Ejaan Teks al-Fatihah, Ketujuh, Muawwidzatain bukan al-Qur’an, Kedelapan, al-Qur’an Edisi Kritis206 Arthur Jeffery mengutarakan bahwa pentingnya menghadirkan tafsir yang baru yang berbeda sekaligus menciptakan kamus al-Qur’an, karena karya tafsir yang selama ini beredar menurut Arthur Jeffery tidak banyak memuat kosakata teknis serta makna dan asalnya. Dibawah akan dijelaskan lebih lanjut pandangan Jeffery terhadap al-Qur’an. II. Pembahasan a. Biografi Arthur Jeffery Seorang Orientalis berkebangsaan Australia, Arthur Jeffery dilahirkan pada tahun 1892 di Melbourne kota yang dimana banyak orang mengatakan kota ternyaman sedunia, terletak di benua Australia. Jeffery seorang yang menganut agama Kristen. Dan kurang lebih di umur yang ke-67 tahun Ia menghembuskan nafas terakhirnya tepat pada bulan Agustus tahun 1959 kurang lebih di selatan Milford. Jeffery profesor dibagian semiotika bahasa di Universitas 204 Adnin Armas, Arthur Jeffery Orientalis Penyusun al-Qur’an Edisi Kritis, (Islamia, Vol III No.1, 2006), hlm.73. 205 Chaudhary, Orientalism On Variant Reading. (Dalam The American Journal of Islamic Social Sciences) 206 Muhammad Yusuf, Sejarah dan Kritik Terhadap al-Qur’an: Studi Pemikiran Arthur Jeffery, dalam M. Nur Kholis Setiawan dan Sahiron Syamsuddin, dkk, Orientalisme al-Qur’an .,hlm.101-107.
104 Columbia. 207 Seiring berjalannya waktu pada tahun 1923 Jeffery menikah dengan Elsie Gordoen Walker, seorang sekretaris ketua di Universitas Amerika, Kairo.208 Arthur Jeffery menjalankan studi formal kesarjanaannya di Universitas Melbourne, Australia dari situ mendapat gelar BApada tahun 1918, serta gelar MA di tahun 1920. Jeffery yakni seorang yang giat dalam belajar, dalam waktu kurun dua tahun mampu meraih dua gelar tersebut. Dengan lihainya Jeffery mulai terjun di karirnya pada tahun 1921 di Cairo. Selama berprofesi menjadi dosen di Scholl of Oriental Studies (S.O.S) di Kairo, ia bertemu dengan bahasa Arab sekaligus tertarik terhadap bahasa Arab. Berawal dari situlah Arthur Jeffery mulai mempelajari dan mendalami bahasa arab dengan fokus, yang kemudian mampu memahami seluruh bahasa maupun makna dalam al-Qur’an. Dengan pemikirannya yang cemerlang, Jeffery menyelesaikan studinya dibidang Western Orientalists dengan predikat yang sangat baik. Pada tahun 1926 ia berhasil meraih gelar B. Th., pada tahun 1929 ia meraih gelar Ph. D kehormatan dari Edinburgh Universitas. Selain itu di Universitas yang sama, ia meraih D. Lit dengan derajat summa cum laude, pada tahun 1938. Begitu totalitas pola belajar Arthur Jeffery, tersampai separuh hidupnya hanya di gunakan untuk belajar mempelajari al-Qur’an. Sehingga Jeffery dapat menciptakan banyak sekali karya, dan Jeffery menjadi yang paling beda diantara para orientalis umunya. Berkat kegigihan dan keuletan Jeffery, Saat berlangsungnya berkarir di S.O.S, Jeffery tidak sedikit mencurahkan karya karyanya. Sedang karya-karya Jeffery mempunyai pengaruh besar serta memberi kontribusi terhadap studi Islam. Materials for the History of the Text of the Qur'an yang diterbitkan di Leiden pada tahun 1937 adalah , menjadi karya Jeffery yang luar biasa (fenomenal). Saat mulai mersakan kenyamanan tinggal di kairo yakni kota yang penuh khazanah akan keislaman dan mengenalnya jeffery akan bahasa Arab, Jeffery dengan berat hati harus meninggalkan Kairo dan Scholl of Oriental Studies karena diamanahkan menjadi pimpinan dalam jurusan Kajian Timur Tengah di Universitas Columbia. Arthur Jeffery yakni seorang orientalis yang jenius serta sungguh-sungguh dalam mendalami islam khusunya ilmu al-Qur’an sehingga banyak sekali melahirkan banyak karya. Setelah ini akan di ungkapkan apa saja karya karya Arthur Jeffery yang begitu berpengaruh bagi study islam. Arthur Jeffery adalah seorang orientalis terkemuka dalam studi sejarah al-Qur’an, Jeffery sangat menggeluti bahasa maupun makna pada al-Qur'an, seolah menyelam di 207 Arthur Jeffrey, Islam: Muhammad and His Religion. (New York: The Liberal Art Press, 1958), hlm. 37. 208 John S. Badeau, “Arthur Jeffery-A Tribute” dalam The Muslim World. vol. 50, 1960, hlm. 232
105 dalamnya. Jeffery menghabisi hampir keseluruhan hidupnya untuk mengkaji sejarah al-Qur’an, ia mengkui bahwa gagasannya untuk mengkaji sejarah al-Qur’an secara kritis berasal dari Pendeta Edward Sell, seorang misionaris. Kemudian ia menggeluti gagasan kritis-historis alQur’an ini sejak tahun 1926 M. Gagasan ambisiusnya adalah membuat al-Quran edisi kritis karena menurut Jeffery kebanyakan tafsir yang beredar tidak lah memuat kata kata yang spesifik, oleh karena itu ia menghimpun segala jenis teks yang bisa didapatkan dari berbagai sumber seperti buku-buku tafsir, hadits, kamus, qira’ah dan manuskrip-manuskrip lainnya . Dan untuk mewujudkan ambisinya itu ia menggalang kerjasama dengan Profesor Gotthelf Bergstrasser. b. Karya dan Pemikiran Arthur Jeffery Athur Jeffery adalah salah satu tokoh orientalis yang produktif dalam melahirkan karya-karya, baik berupa buku maupun artikel. Di antara karyanya adalah The Foreign Vocabulary Of The Qur'an, diterbitkan oleh Oriental Institute Baroda, India pada tahun 1938. Selain itu, karya lainnya adalah Was Muhammad a Prophet From His Infancy?, The Textual History of the Qur'an, The Quest of the Historical Muhammad, The Orthography Of The Samarqand Codex, The Mystic Letters Of The Koran, A Variant Text of the Fatiha, Islam: Muhammad and His Religion, The Mystic Letters Of The Koran, dan The Textual History of the Qur’an. Pemikiran Arthur Jeffery mengenai al-Qur’an dan sejarahnya, dapat dilihat dari stetemennya sebagai berikut: “Kita membutuhkan tafsir kritis yang mencontoh karya yang telah dilakukan oleh orientalis modern sekaligus menggunakan metode-metode penelitian kritis modern untuk tafsir al-Qur’an.”209 Dalam pandangan Jeffery, Al-Qur’an yang ada sekarang ini sebenarnya telah mengalami berbagai ta’rif yang dibuat ‘Utsman bin Affan, al-Hajjaj ibn Yusuf al-Thaqafi dan Ibn Mujahid. Menurut Jeffery, Utsman ra tidak sepatutnya menyeragamkan berbagai mushaf yang sudah beredar di berbagai wilayah kekuasaan Islam. Selain itu, Jeffrey juga sama pendapat dengan para orientalis lain tentang usaha politik Utsman dalam melegitimasi mushafnya dan membakar sisa mushaf. Dalam makalah ini, akan dijelas beberapa pemikiran Jeffery dalam bukunya yang berjudul Foreign Vocabulary in the Qur’an tentang kosa kata non Arab dalam al-Qur’an yang merupakan hasil dari analisis historisnya dalam buku sebelumnya Progress in the Study of the Quran Text. Melihat kondisi Al-Qur’an yang menurut Jeffrey 209 Arthur Jeffery, Progress in the Study of the Quran Text (The Moslem World vol. 25, 1935)
106 rentan dengan kesalahan dan pemalsuan, maka Jeffrey bersama koleganya Prof. Bergstrasser mencoba untuk membuat edisi kritis al-Qur’an.210 c. Pandangan Arthur Jeffery Terhadap Al-Qur’an Jeffery mengganggap al-Qur’an adalah buku bahasa Arab pertama (first Arabic book), meskipun awalnya adalah sebuah syi’ir Arab, ditulis dan dikodifikasi dalam waktu yang tidak terlalu lama dan telah menimbulkan keraguan atas keaslian apa yang telah tertulis. Dalam penafsirannya, harus memperhatikan pendapat para ulama (ilmu tafsir) yang telah menafsirkan dengan sudut pandang bahasa Arab mereka, dengan sedikit pengecualian bahwa pemikiran filologi mereka hanya untuk kepentingan pengembangan pemikiran Muslim, dan dalam mengambil makna, selalu merujuk kepada Nabi dan Sahabat yang mendengarkan ucapannya.211 1. Percampuran Bahasa A’jami dalam al-Qur’an Arthur mempunyai harapan akan terbitnya kamus al-Qur’an yang dapat dikomparasikan dengan Worterbucher perjanjian lama dan perjanjian baru. Untuk itu, diperlukan juga penggunan ilmu filologi, epigrafi dan analisa teks yang digunakan untuk meneliti kosakata al-Qur’an karena ada kosa kata yang didalamnya terpengaruh oleh beberapa kosa kata non- Arab, seperti: Ethiopia, Aramaik, Ibrani, Syiriak, Yunani Kuno, Persia, dll. Dia berusaha memberikan satu kontribusi dengan mempelajari beberapa eleman bahasa selain Arab dalam kosa kata al-Qur’an. Kajian Jeffery ini kemudian diterbitkan pada tahun 1938, dengan judul “The Foreign Vocabulary of The Qur’an”. Dalam bukunya tersebut, Jeffery membahas sekitar 275 kata didalam al-Qur’an yang dianggap berasal dari kosa kata asing.212 Analisa filologis Jeffery membuka jalan bagi Ephraem Malki, seorang Doktor dibidang kajian Arab, warga negara Jerman yang berkebangsaan Lebanon. Malki dengan menggunakan nama samaran Christoph Luxemberg menggunakan kajian filologis mendekonstruksi otentitas Mushaf Ustmany, ia kemudian menerbitkan karyanya yang berjudul “Cara membaca al-Qur’an dengan bahasa Syiriak-Aramaik: Sebuah sumbangsih upaya pemecahan kesulitan memahami bahasa al-Qur’an (Die Syiro-aramaeische Lesart des Koran: Ein beitrag zur Entschluesselung der Koransprache)”. Luxemberg mengklaim bahwa; bahasa al-Qur’an sebenarnya adalah bukan bahasa Arab melainkan banyak dipengaruhi oleh bahasa Syiriak-Aramaik, karena itu 210 MM. al-’A’zami, Sejarah Teks al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi. Terj. Sohirin Solihin, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm. 172. 211 Arthur Jeffery Foreign Vocabularies of The Qur’an (Baroda: Oriental Institute, 1938), p. vii 212 Adnin Armas, “Mengkritisi Gugatan Arthur Jeffery terhadap Al Qur’an”, Islamia vol. 1 No.2, 2004
107 banyak kata atau ungkapan yang sering dibaca keliru dan sulit dipahami, kecuali merujuk ke Syiriak-Aramaik yang konon merupakan lingua franca pada masa itu. Dalam kajian filologinya, Arthur Jeffery sangat dipengaruhi oleh Theodore Noldeke yang menulis buku The Origin of Koran. Dengan mengatakan bahwa dialah pengarang tentang batasan- batasan tentang penggungan filologi. Baginya, Noldeke lah yang memiliki literature yang sangat jelas tentang bahasa yang digunakan Orientalis dalam studi al-Qur’an dalam tidak ada satupun dari generasi sekarang yang mampu menandinginya. 2. Akulturasi Budaya Arab Pagan Dalam Teks al-Qur’an Jeffery juga berpendapat bahwa kesulitan dalam pembacaan al-Qur’an dikarenakan adanya kebingungan internal akibat banyak unsur yang masuk didalamnya ketika proses formatisasi. Dengan dalih Nabi Muhammad SAW adalah orang Arab dan tumbuh besar di Arab yang notabenenya paganis, maka sangat mungkin terjadinya akulturasi ajaran pagan dalam Islam, contoh: ibadah kurban dan haji, munculnya nama dewa- dewa Arab pagan, takhayyul dalam berinteraksi dengan Jin. Dia juga setuju dengan pendapat Rudolph yang menyatakan bahwa dalam banyak bagian al-Qur’an, Islam hanya sedikit menyinggung lapisan penyembah berhala saja, sehingga dengan membaca sepintas kita tahu Nabi Muhammad berencana menggambarkan ilhamnya bukan berdasar pada religiusitas hidup atau pengalaman di tanah kelahirannya, tapi dari kondisi agama monoinstik yang menjadi sesembahan bangsa Arab waktu itu. Arthur Jeffery menyebutkan bahwa sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw. setidaknya terpengaruh oleh beberapa bahasa berikut : a. Bahasa Abbysinian yaitu bahasa bangsa Ethiopia atau sering disebut juga Habasyah. Hal tersebut berkaitan dengan kelahiran Nabi Muhammad saw. pada tahun Gajah yang terkenal karena Abrahah dari Habasyah yang berupaya menghancurkan Ka’bah, namun digagalkan burung Ababil atas kuasa Allah. Kemudian fakta lain bahwa salah satu pengasuh Nabi Muhammad saw. adalah Ummu Aiman adalah seorang perempuan Habasyah dan sudah tentu akan mengajarkan bahasa tersebut kepadanya. b. Bahasa Persia sebagai bahasa kerajaan Sasania Persia. Karena hubungan perdagangan bangsa Arab dan Persia sangatlah terlihat. Melihat sejarah Nabi yang pernah berdagang, sudah tentu beliau memahami bahasa Persia karena pergaulan beliau. Selain itu Nabi juga memiliki sahabat seorang Persia, an-Nadhr bin al-Harith yang selalu bercerita kepadanya tentang kerajaan Persia pada masa Rustam dan Isfandiyar.
108 c. Bahasa Yunani yang merupakan bahasa imperium Byzantium Romawi yang menguasai Palestina dan Syiria, dan kedua tempat tersebut juga sering dikunjungi Nabi saat berniaga bersama paman atau kakeknya. Dan pada saat tersebut juga terdapat banyak penyair Arab yang menggunakan bahasa tersebut, seperti Umru’ul Qais, Hanif Uthman al-Huwairith. d. Bahasa India yang juga turut mempengaruhi bahasa Syiriac juga bahasa orangorang Habasyah. Hal tersebut dapat dimengerti dari perjalanan para pedagang dan penjelajah Yunani dan Syiria yang menyebutkan adanya wilayah yang disebut sebagai India atau Hindia di daerah lembah Indus. Dan pernah disebutkan adanya Dionysius of the Tell Mahre, Michael of Syrian dan Epiphanius menyebutkan setidaknya ada sembilan kerajaan di India yang memiliki dialek bahasa yang hampir sama dengan Ethiopia serta Syrian. e. Bahasa Syria yang mempengaruhi daerah Syiria, Mesopotamia dan Najran yang mana disana banyak tinggal ummat Nasrani yang berdialek Syriac. Mereka juga melakukan perjalana dagang ke pasar terkenal di Makkah seperti Ukaz dan Dzu alMajaz. Bahkan tulisan Arab model Kufi juga banyak terpengaruh dengan symbol model tulisan Syriac yang dimodifikasi. Nabi pada masa muda juga pernah bertemu pendeta Bahira yang seorang Nasrani. Hingga sekarang masih dapat ditemukan naskah-naskah gereja tua dalam bahasa Syriac yang dimiliki oleh umat Nasrani sebelum Islam. f. Bahasa Hebrew atau sering disebut Ibrani sebagai bahasa asli Yahudi. Yang mana bahasa tersebut masih digunakan oleh orang-orang Yahudi Madinah pada waktu itu, seperti Bani Quraidzah, Bani Qainuqa’, dan Bani Nadhir. Yang mana mereka juga berdagang perhiasan dan alat-alat perang untuk orang-orang Arab daerah Fadak, Khabar, dan tempat-tempat sekitar Makkah. Arthur Jeffery menjelaskan dalam bukunya, bahwa setidaknya ada sekitar 275 kosakata dalam al-Qur’an yang tergolong merupakan bahasa yang bukan asli Arab, namun dipengaruhi oleh bahasa lainnya seperti Ibrani, Syriac, Yunani, Ethiopia (Habasyah) dan lainnya. Selain itu, Arthur Jeffery juga menggolongkan kosakata-kosakata tersebut ke dalam beberapa kelompok diantaranya, Kosakata non Arab dan non Semitik. Dengan contoh sebagai berikut : زنجبيل yang sering diartikan sebagai jahe استبرق yang sering diartikan sebagai kain sutera
109 نمارق yang sering diartikan sebagai bantal Dalam ilmu Tafsir, para ulama pernah membahas hal tersebut di dalam buku-buku mereka. Dan mereka juga menganggapi bahwa adanya kosakata asing dalam al-Qur’an juga berlainan pendapat. Sebagian besar mereka yaitu Imam Syafi’i, Ibnu Jarir, Abu Ubaidah, alQadhi Abu Bakar, dan Ibnu Faris berpendapat jika tidak mungkin ada kosakata asing dalam alQur’an yakni sesuai dengan ayat al-Qur’an yang ada. Justru kosakata asing menjadi bukti bahwa Allah telah memilihkan kosakata yang tepat dalam menyebutkan hal-hal yang tak ada dalam bahasa Arab.213 Dalam al-Qur’an, adanya kosakata asing memiliki hikmah tertentu, 1) hal tersebut berarti menunjukkan adanya mukjizat al-Qur’an, karena adanya kosakata tersebut, tidak ada seorangpun yang dapat membuat surat yang sama dengan al-Qur’an. 2) penyebutan kosakata tersebut dalam al-Qur’an dimaksudkan agar mempermudah dalam menerangkan sesuatu secara detail dan tidak terbawa menjadi kosakata yang bermakna umum. Menurut Abu Ubaidah bahwa al-Qur’an juga memiliki kosakata yang asing, namun secara kaidah kebahasaan, kosakata asing tersebut sudah mengalami Arabisasi dalam bentuk maupun maknanya. Proses transformasi bahasa tersebut ini adalah wajar karena itulah disebut arabisasi untuk memperluas bahasa Arab dalam mencakup makna-makna yang baru dan tidak ada dalam bahasa Arab. Pendapat Jeffery yang mengatakan bahwa terdapat sejumlah Mushaf-Mushaf yang menandingi Mushaf ‘Uthmani juga tidak tepat. Mushaf-Mushaf tersebut saling berbeda antara satu dengan yang lain. Selain itu juga, terdapat sejumlah permasalahan mendasar di dalam Mushaf-Mushaf tersebut, yang sebenarnya adalah catatan pribadi para sahabat. Jadi, tidak tepat menganggap bahwa catatan tersebut sebagai al-Qur’an. Mushaf Abdullah ibn Mas’ud, misalnya, tidak mencantumkan surah al-Fatihah, al-Nass dan al-Falaq. Dalam pandangan Jeffery, al-Qur’an sebenarnya tidak memuat al-Fatihah. Pendapat ini jelas keliru. Al-Fatihah adalah surah di dalam al-Qur’an yang paling sering dibaca dan bagian yang integral dari setiap rakaah. Di dalam sholat yang dapat diidengar, di baca 6 kali dalam satu hari dan 8 kali pada hari Jum’at. Oleh sebab itu, di dalam al-Tafsir al-Kabir, Fakhruddin al-Razi menolak pendapat yang mengatakan bahwa ‘Abdullah ibn Mas‘ud mengingkari al-Fatihah sebagai bagian dari alQur’an. 213 Jalaluddin As-Suyuthi, al-Muhazzab fima Waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’rab (al-Lajnah alMusytarikah li natsri at-turats al-Islamiy, daulah Imaarat al-Arabiyyah, T.Th ), hlm. 57
110 Jeffery juga berpendapat bahwa ‘Abdullah ibn Mas‘ud menganggap surah al-Nas dan al-Falaq tidak termasuk di dalam al-Qur’an. Pendapat ini tidak tepat karena yang dari muridmurid Ibn Mas‘ud, selain Zirr, semua meriwayatkan al-Qur’an dari Ibn Mas‘ud secara keseluruhan 114 surat. Menurut al-Baqillani, Ibn Mas‘ud tidak pernah menyangkal bahwa alFatihah dan juga surah al-mu’awwidhatain adalah bagian dari al-Qur’an. Orang lain yang salah dengan mengatasnamakan pendapat ‘Abdullah ibn Mas‘ud. Selain itu juga, Jeffery sendiri mengakui terdapat perbedaan mengenai isi dari Mushaf ‘Abdullah ibn Mas’ud. Versi yang dikemukakan oleh Ibn Nadim di dalam Fihrist berbeda dengan versi al-Suyuthi di dalam Itqan. Selain itu, Ibn Nadim juga menyebutkan bahwa dia sendiri telah melihat al-Fatihah di dalam Mushaf lama Ibn Mas‘ud. Dalam studinya Arthur Jeffery selain mengemukakan adanya variasi bacaan dalam Mushaf Ibnu Masud, ada temuan susunan surat Mushaf Ibnu Masud berbeda dari Mushaf Uthman. Ada tiga pemikiran yang dikemukakan Arthur Jeffery pada Mushaf Ibnu Masud: 1) Susunan surat yang berbeda, 2) teks atau nas yang berbeda, 3) Mushaf Utman kelebihan tiga surat.214 d. Analisa kritis pemikiran Arthur Jeffery 1) Kritis pemikiran Arthur Jeffery tentang kosa kata asing dalam al-Qur’an Tindakan kritis Jeffery terhadap al-Qur’an, didasarkan pada praduga yang tidak berdasar. Sebab, seperti alasan-alasan diatas, Arthur seolah-olah mengingkari budaya yang sudah mengakar di bangsa Arab saat itu, yakni kebiasaan pembelajaran lisan serta pembelajaran hafalan. Logikanya, jika mushaf hilang, bukankah banyak sahabat yang hafal alQur’an?.215 Memang al-Qur’an datang dengan mengemban ajaran serta syari’at yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jadi jika al-Qur’an memiliki istilah bahasa atau kosa kata asing dari kitabkitab sebelumnya atau ajaran manusia, oleh karena itu al-Qur’an layaknya ajaran yang segar tentu memberikan interpretasi baru terhadap ungkapan asing tersebut. Dengan demikian, ungkapan asing serta ajaran ummat terdahulu benar-benar menjadi islami, maknanya sarat dengan arti serta pengajaran islam. Dari sudut pandang Syamsuddin Arief, pemahaman orientalis bahwa al-Qur’an padat mengandung kata asing sebenarnya tidaklah tepat. Sebab kesamaan ungkapan al-Qur’an 214 Muhammad Mustofa Al Azami, The History of Quranic Text: From Revelation to Compilation (Leicester: UK Islamic Academy), 195 215 MM. al-’A’zami, Sejarah Teks al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi terj. Sohirin Solihin. (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 173
111 dengan Bahasa kitab-kitab lain sebelumnya bukan berarti bahwa bahasa tersebut mempengaruhi al-Qur’an. Kosa-katanya boleh sama, akan tapi pemahamannya berbeda. Jadi, kita tidak bisa menafsirkan sebuah kata yang muncul dari kitab sebelumnya dengan arti yang sama seperti yang terdapat dalam kitab suci al-Qur’an. Hal ini karena al-Qur’an mempunyai arti dan tujuan tersendiri yang berbeda dengan kitab sebelumnya.216 As-Suyuthi mengemukakan sebab keberadaan ungkapan-ungkapan asing dalam alQur’an mengandung banyak pelajaran, antara lain: 1. Layaknya indikasi yakni al-Qur’an memuat informasi tentang manusia dulu sereta sekarang. Kehadiran kata habasyah, Persia, dan romawi dalam al-Quran, memperlihatkan kalau al-Qur’an mencakup keseluruhan ilmu, serta fokusnya bukan hanya dikalangan masyarakat Arab. 2. Menampilkan buku-buku Quran tingkat lanjut yang diwahyukan sebelumnya. Sebab dalam al-Qur’an tidak hanya Bahasa Arab yang digunakan tetapi juga Habasyah, Persia dan Romawi. Berbeda dengan buku lain yang hanya berbicara bahasa bangsanya sendiri dan tidak berbicara bahasa orang lain. 3. Menunjukkan kalau al-Qur’an merangkum berbagai bahasa di dunia, sseperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw. 4. Ayat ini membentuk bukti bahwa kitab yang disampaikan oleh Nabi Muhammad meliputi semua bahasa yang digunakan oleh umat manusia, meskipun mayoritas isi kitab tersebut berbahasa Arab.217 2) Kritis pemikiran Arthur Jeffery tentang mushaf Ibnu Mas’ud Dalam memverifikasi kredibilitas dan kejujuran analisis pemikiran Arthur, akan terjadi kekeliruan dalam analisis cara Jeffery yang digunakan Arthur. Membandingkan dengan pemikiran Mustofa al-Azami untuk menganalisis hasil pemikiran dari Jeffery. Yaitu dengan disandingkan suatu cara dengan cara yang lainnya. Yang membedakan antara cara tersebut adalah corak yang digunakan. Memperbanyak keilmuan analisis naskah dalam akademin yang dilakukan oleh Mustofa, sama dengan Jeffery memperbanyak analisis kajian naskah dengan membuka referensi dari berbagaia tokoh pakar hadis sebelumnya. apakah benar sesuai dengan bidang al-Qur’an dan hadis dalam agama islam refernsi yang didapat, Mungkun saja Jeffery dalam pembukaan referensi terlalu moncolik pada kajian naskahnya tanpa membandingkan referensi dengan kebenarannya? 216 Syamsuddin Arief, “Al-Qur’an, Orientalisme dan Luxemberg” dalam al-Insan. vol. 1 217 Jalaluddin As-Suyuthi, al-Muhadzab fima Waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’rab, hlm. 63
112 Menurut ulasan Mustofa mengenai kontroversi mushaf Ibnu Mas’ud terdapat 3 rumor : Pertama, Rangkaian Surah di al-Qur’an, Kedua, Tidak sama dengan Ustmani, Ketiga, 3 surah tidak ada. Mustofa menjelaskan dari ketiga rumor tersebut yakni dari banyaknya sahabatnya Ibnu tak seorang pun mengatakan bahwa beliau tidak pernah mempunyai mushaf dengan perbedaan Rangkaian surah dengan mushaf yang dimiliki para sahabatnya. Karena tidak banyak periwayatan selepas Ibnu Masud wafat an-Nadhim memberitakan tidak sama Rangkaian surah dalam Mushaf beliau. Dia memetik dari ungkapan Fadl yang mengatakan yang dilihat dari rangkaian surah Ibnu sama seperti mushaf lain, namun tidak terdapat surah pembuka (alfatihah). Fadl juga mengkritik sebenarnya banyak mushaf yang menggunakan nama Ibnu Masud, namun tidak ada yang berbeda dalam Rangkaian surah dengan mushaf lainnya. Tak hanya itu Fadl pun melakukan perbandingan dengan salinan mushaf yang sudah seribu tahun untuk dilakukannya cek silang, dan ditemukan terdapat al-Fatihah pada mushaf ibnu. Namun dari sejarah mengatakan bahwa Fadl merupakan pakar yng terkenal dalam keilmuan ini, ia terlalu condong sehingga menuangkan pemikirannya pribadi. Mengenai kontroversi mushaf ini, Ulama-ulama ahli hukum islam mengenai riwayat Mushaf Ibnu terdapat 2 bagian yang kontroversi : bagian satu mengatakan Mushaf Ibnu tidak sama dengan Mushaf yang menyebar pada masa sekarang yang, bagian lain mengatakan penuh keimanan Mushaf ini tidak ada perbadaan atau sama dengan Mushaf yang menyebar sekarang. Namun dari pernyataan yang pertama tidak seutuhnya mendapat persetujuan, sebaliknya dengan pernyataan kedua seutuhnya mendapatkan persetujuan karena persamaan mushaf dengan yang tersebar sekarang. Persetujuan pendapat pertama lebih rendah dibandingkan dengan pendapat kedua. Mengambil sumber dari al-Quzari cara membaca mushaf ibnu, Ubay, dan Zaid tidak terdapat perbedaan hasil kajian mustofa.218 Pernyataan lain yang mengemukakan Mushaf nya sama serasi tanpa perbedaan mendapat banyak persetujuan, dikarenakan pernyataan awal tidak sutuhnya seperti pernyataan yang lain. Selanjutnya Mushaf Ibnu tidak sama teksnya dengan Ustmani. Menurut Jeffery Penyusunan dalam Mushaf Ibnu rasa tidak puas karena beliau karena tidak di ikutsertakan dalam penyusunan al-Qur’an yang dipelopori oleh Zaid bin Tsabit. Dari pandangan Jeffery dia pergi ke Kuffah karena tercegah. Sebaliknya hal tesrbut tidak seperti yang dipikirkan oleh Jeffery, sebenarnya dia ke Kuffah karena mendapat mandat menjadi hakim disana. 218 Muhammad Mustofa Al Azmi, The History of Quranic Text: From Revelation to Compilation (Leicester: UK Islamic Academy), 195
113 Mengacu pada Ibnu Hayya an-Nahaw, dijelaskan oleh Mustofa Al Azami bahwa sebagian besar riwayat Ibnu Masud berasal dari Syiah saja, sedangkan Ahlu Sunnah Wal Jamaah diperoleh dari sumber yang berbeda. Padahal, teks yang tersembunyi dan terisolasi tidak dapat dengan mudah mengganti teks yang dikenal, memediasi dalam aturan tekstologis.219 Jeffery mengacu pada al-Amash dalam studinya. Pada saat yang sama, al-Amash dalam kajian Mustofa al-Azam tidak mampu menyelesaikan penelitiannya atau melengkapi referensi terhadap teks-teks Ibnu Masud. Apa yang dimiliki Al Amash adalah karena berniat untuk merahasiakan informasi data mengikuti kecenderungan Syiah. Meskipun menurut kepercayaan Syiah sampai saat ini. Itu Mushaf al-Qur'an disusun oleh Abu Bakar dan kemudian oleh Utsman yang juga dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib. Pada pertemuan otoritas agama Syiah di Teheran, mereka menegaskan bahwa mereka tidak memiliki Mushaf al-Qur’an, tidak seperti Mushaf Utsman atau yang kita miliki saat ini. Kondisi yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang ada antara Mushaf Ahlus Sunnah dan Syiah hingga saat ini menunjukkan bahwa penjelasan Mushaf Ibnu Masud yang berbeda dengan Mushaf Utsman yang diriwayatkan atas nama Ibnu Masud sangatlah jelas. Narasi lemah berdasarkan Al-Amash meragukan adanya agenda khusus yang menyimpang dari pengakuan dan penerimaan Mushaf Utsmani oleh seluruh umat Islam di dunia. Jeffery mengekstrapolasi atau menarik kesimpulan dari datanya. Ketiga, tiga huruf hilang dari naskah Ibnu Masud. Menurut penelitian Jeffery, surat alFatihah, al-Falaq dan an-Nas telah hilang dari Mushaf Ibnu Masud. Salah seorang murid Ibnu Masud yang dilaporkan Jeffery membenarkan anggapan bahwa Mushaf Ibnu Masud tidak memuat al-Fatiha adalah Asim. Menurut kisah Asim, Ibnu Masud tidak menulis al-Fatiha dari Zirr.220 Tidak adanya surat ituAl-Fatihah dibahas oleh Muslih UIN Sunan Gunung Djat. Bagi Jeffery, Surat al-Fatihah bukanlah bagian dari al-Qur’an, melainkan hanya kumpulan atau susunan Dzikir. Menurut Muslih, Jeffery mengacu pada orientalisnya, tetapi hanya mengacu pada sumber marjinal. Mengabaikan argumentasi ulama klasik yang telah lama mempersoalkan konflik ini, Jeffery memilih untuk tidak memasukkan surat Ibnu Masud karena lemahnya sejarah.221 219 Sulatin Sutrisno, “Teori Filologi dan Penerapannya, Pengantar Filologi, (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), 57 220 Arthur Jeffery, Material for the History of the Text of the Qur'an, (Leiden: E.J. Brill, 1937), 25. 221 Muhlish, “Membedah Pemikiran Arthur Jeffery Seputar Variasi Teks Al-Fatihah: Kajian Ortografi dan Resitasi terhadap Variasi Teks Al Fatihah,”Al-Bayan: Jurnal Studi Al Quran dan Tafsir 1.2 (Juni, 2016) 53- 62
114 Menjelaskan Kontroversi Ketiadaan Al-Fatihah di Mushaf Ibnu Masud, Mustofa alAzmi Mengutip pendapat Ibnu Abbas yang membuktikan keunggulan Ibnu Masud dalam menghafal al-Qur’an Nabi. Nabi selalu mengajak Ibnu Masud untuk ikut mengaji bersama malaikat Jibril. Pada tahun terakhir sebelum wafatnya Nabi, dilakukan dua kali shalat. Nabi memuji Ibnu Masud karena kemampuannya membaca dan menghafal al-Qur’an. Mengenai peristiwa ini, jelas bahwa bacaan Ibnu Masud sama dengan bacaan para sahabat undangan lainnya: Zaid, Ibnu Abbas sendiri, Ubay, Utsman dan lain-lain. III. Kesimpulan Dari artikel ini dapat disimpulkan beberapa poin penting sebagai berikut: 1) Athur Jeffery Seorang Orientalis berkebangsaan Australia, Satu dari banyaknya orientalis yang mendalami ilmu al-Qu’ran adalah Arthur Jeffery yang berhasil menjumpai ayat ayat gharib (asing). Yakni sang orientalis (faham kebaratan) berkebangsaan Australia. Arthur Jeffery baranggapan pula bahwasannya kitab suci al-Qur’an mempunyai pengaruh besar di budaya Arab, Syiria, Persia, dan Romawi. Asbab itulah yang menjadikan al-Qur’an terkesan seolah mempunyai kesamaan dengan bahasa selain arab. 2) Dalam pandangan kacamata Athur Jeffery Kita membutuhkan tafsir kritis yang mencontoh karya yang telah dilakukan oleh orientalis modern sekaligus menggunakan metodemetode penelitian kritis modern untuk tafsir al-Qur’an 3) Dalam studinya Arthur Jefri selain mengemukakan adanya varian bacaan dalam mushaf Ibnu Mas'ud ada temuan susunan surat mushaf Ibnu Mas'ud berbeda dari mushaf Utsman ada tiga pemikiran yang dikemukakan ortur Jefri pada mushaf Ibnu Mas'ud: 1.) susunan yang berbeda. 2.) teks atau nasi yang berbeda. 3.) mushaf Utsman kelebihan 3 surat. 4) Sikap kritis Jeffery terhadap al-Qur’an diatas, menurut penulis dibangun oleh asumsi yang tidak mendasar. Karena dengan alasan seperti diatas, ia seolah menafikan sebuah kebudayaan yang sudah mengakar dalam diri orang Arab ketika itu, yaitu tradisi pengajaran secara lisan dan budaya menghafal. Jadi secara logika, seandainya ada manuskrip yang hilang, bukankah di antara para sahabat banyak yang mengafal al-Qur’an? DAFTAR PUSTAKA Al Azami, Muhammad Mustofa. The History of Quranic Text: From Revelation to Compilation, Leicester: UK Islamic Academy.
115 Al Azami, Muhammad Mustofa. The History of Quranic Text: From Revelation to Compilation, Leicester: UK Islamic Academy Al-’A’zami, MM. (2006) Sejarah Teks al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi terj. Sohirin Solihin, dkk. Jakarta: Gema Insani, 2006. Al-’A’zami, MM. (2005) Sejarah Teks al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi. Terj. Sohirin Solihin, dkk. Jakarta: Gema Insani. Arief, Syamsuddin “Al-Qur’an, Orientalisme dan Luxemberg” dalam al-Insan. vol. 1 Armas, Adnin (2004) “Mengkritisi Gugatan Arthur Jeffery terhadap Al Qur’an”, Islamia vol. Armas, Adnin (2006) Arthur Jeffery Orientalis Penyusun al-Qur’an Edisi Kritis, (Islamia, Vol III). As-Suyuthi, Jalaluddin al-Muhadzab fima Waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’rab. As-Suyuthi, Jalaluddin. al-Muhazzab fima Waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’rab, al-Lajnah alMusytarikah li natsri at-turats al-Islamiy, daulah Imaarat al-Arabiyyah, T.Th. At-Tawwab, Ramadhan Abdu (1979) Ushul fii al-Fiqh al-Arabiyah, Maktabah al-Khanajiy : Kairo. Chaudhary, Orientalism On Variant Reading. ( The American Journal of Islamic Social Sciences). Jeffery, Arthur (1935) Progress in the Study of the Quran Text, The Moslem World vol. 25. Jeffery, Arthur (1937) Material for the History of the Text of the Qur'an, Leiden: E.J. Brill. Jeffery, Arthur (1938) Foreign Vocabularies of The Qur’an, Baroda: Oriental Institute. Jeffery, Arthur (1938) The Foreign Vocabulary of the Qur’an, Oriental Institute : Baroda. Jeffrey, Arthur (1958) Islam: Muhammad and His Religion, New York: The Liberal Art Press. Muhlish, (2016) “Membedah Pemikiran Arthur Jeffery Seputar Variasi Teks Al-Fatihah: Kajian Ortografi dan Resitasi terhadap Variasi Teks Al Fatihah,” Al-Bayan: Jurnal Studi al-Qur’an dan Tafsir. S. Badeau, John (1960) “Arthur Jeffery-A Tribute”, The Muslim World. vol. 50. Sutrisno, Sulatin (1985) “Teori Filologi dan Penerapannya, Pengantar Filologi, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Yusuf, Muhammad. Sejarah dan Kritik Terhadap al-Qur’an: Studi Pemikiran Arthur Jeffery, SIKAP UMAT ISLAM DALAM MENGHADAPI GERAKAN ORIENTALIS Ufit Fitriyani (2130110115) Ilmu Al Qur’an Tafsir, Instut Agama Islam Negeri Kudus Agus Nur Zakin ( 2130110114)
116 Ilmu Al Qur’an Tafsir, Instut Agama Islam Negeri Kudus Kelompok : 10 Abstrak. Orientalisme dapat dikatakan sebagai orang-orang atau ilmuwan barat yang mengkaji masalah ketimuran. Dalam pengkajian masalah ketimuran ini terdapat beberapa motif seperti keagamaan, teologi, politik dan keilmuwan, yang menjadi obyek kajian utama para orientalis ini adalah agama islam itu sendiri yang di dalamnya tentu berkaitan dengan Al Qur’an, Hadits, Sirah Nabi yang menjadi sasaran untk menghancurkan islam. Tujuan penulisan karya ini adalah untuk mengetahui gerakan, motif, dan tujuan para orientalis yang sebenarnya dalam bingkai sejarah yang dapat di lacak oleh umat islam agar mempelajari pemikiran dan kajian mereka tentang islam. Metode yang di gunakan adalah library Research karena pelacakan sepak terjang para orientalis terkumpul dalam tulisan-tulisan yang telah menjadi bagian dari kesejarahan. Dapat diketahui dari tulisan ini sikap umat islam terhadap para orientalis yang seharusnya di lakukan atau ideologi yang berkaitan dengan hal tersebut. Kata kunci: orientalisme, gerakan otientalis, sikap umat islam. I. PENDAHULUAN Kajian orientalisme tak pernah lepas dari hubungan antara Timur dan Barat, dalam perkembangannya para ilmuwan barat menolak menyebut dirinya sebagai orientalis.[1] orientalis menurut Edward W. Said adalah suatu cara memahami dunia timur, berdasarka tempatnya yang khusus menurut pengalaman orang Barat Eropa.[2] pengertian dari orientalis adalah orang yang ahli dalam hal-hal yang berkaitan dengan ketimuran bisa juga menjadi suatu paham yang memiliki keinginan untuk mengkaji hal berkaitan dengan ketimuran baik itu bangsa-bangsanya atau aspek geografisnya. Orientalis adalah istilah umum yang mencakup kelompok non arab yang melakukan kajian di bidang penelitian ilmu ketimuran secara umum dan penelitian terhadap islam secara khusus yang memilki tujuan agar terciptanya keraguan pada umat islam terhadap agamnya. Kejayaan islam dalam pengembangan sains, teknologi, politik dan teologis adalah motif utam a yang mengiringi para orientalis untuk menjatuhkan islam dengan dasar kebencian.[3] berangkat dari aspek diatas barat memulai penjajahan dan memulai misi dengan gold, glory dan gospel, yang merup akan representasi dari pencarian kekayaan, kejayaan dan penyebaran terhadap agama Kristen. Maka dengan ini barat menjadi peradaban baru yang bangkit dari kegelapan sebagai respons akan kekuatan islam yang besar.[4] Banyak buku oriental yang ditulis khusus oleh para orientalis tentang agama Islam, termasuk materi dari Al Quran, Al Hadits dan Sejarah Islam, budaya Islam, hukum Islam dan lain-lain. Untuk kajian ilmu-ilmu tersebut di atas, bahasa Arab merupakan jembatan terpenting bagi mereka dan untuk pertama kalinya dalam bahasa Arab
117 mengungkapkan ilmu-ilmu tersebut. Disamping tujuan positif dalam mempelajari bahasa arab terdpat tujuan negatif seperti menerjemahkan bahasa arab (fushah) dengan bahasa amiyah( bahasa yang digunakan bangsa arab lain sesuai dengan lingkungan geografisnya) dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan tjuan memecah belah umat islam dan menjauhkan mereka dari pemahaman kitab suci al qur’an.[5] Salah satu kajian orientalis adalah berjuang Terjemahan Kitab Suci Islam (Al-Qur'an). di mana Alquran merupakan kitab suci sebagai pedoman hidup bagi umat Islam. karena dalam kandungan Kandungan Al-Qur'an mengandung nilai-nilai ilmu dan hukum, begitu banyak konten ini menarik Pengungkapan dan pemahaman isi dan isi Alquran salah satunya menerjemahkan Alquran . Terjemahan Alquran dipandang sebagai cara untuk membantu masyarakat dunia untuk memahami pesan pesan Alquran dalam bahasa Arab sebagai sarana wahyu Secara historis, terj emahan Al-Qur'an adalah salah satunya. Umat Islam sendiri tidak mudah dan berjalan mulus. Itu terjadi diskusi yang cukup panjang tentang kemungkinan menerjemahkan Al-Qur'an ke bahasa lain. Demikian tanggapan atas diskusi tersebut Tradisi internal Islam mengilhami orientalis Usaha-usaha para orientalis ini kemudian di counter oleh para ulama pada saat itu dengan cara mengklarifiksi dengan data dan argument yang rasional sehingga harapanatas ketidak goyahan iman para umat islam terhadap tuduhan tudahan para orientalis ini dari berbagai aspek. Untuk itu perlu kesatuan umat islam juga untuk menangkal banyak tuduhan tuduhan dan pemikiran para orientalis yang masih ada sampai sekarang seperti dengan meningkatkan pengetahuan umat islam, membentuk lembaga keilmuan islam, menciptakan sarana dakwah, dialog dengan orientalis serta banyak membaca dan mengikuti informasi keislaman yang sumbernya dapat dipercaya (valid). II. METODE PENELITIAN Sebagai penunjang dalam tulisan ini metode penelitian yang digunakan adalah library research atau penelitian dengan latar belakang kepustakaan untuk mendapatkan bahan kajian dan rujukan dalam penulisannya, dikarenakan sulitnya melacak orientalis saat ini maka pelacakan secara historis adalah metode penelitian yang digunakan dari selruh bacaan yang akan di cantumkan sebagai daftar pustaka berikut catatan kaki untuk mendukung penulisan ini. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
118 A. Orientalisme dalam sejarah Pusat peradaban dan ilmu pengetahuan pada masa keemasan islam adalah Baghdad dan Andalusia (spanyol). Bangsa arab Eropa yang tinggal disitu menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dan mereka juga menuntut ilmu di perguruan perguruan tinggi islam, menerjemahkan Al Qur’an juga buku buku bahasa arab ke dalam bahasa mereka dalam berbagai ilmu pengetahuan. Sejarah mencatat diantaranya raja aragon dari spanyol seorang non-muslim yang mengenl huruf arab, para pemuka Kristen seperti Gerbert d’Aurillac yang menjadi paus Roma (999-1003) dan Adelard yang menerjemahkan buku bahasa arab ke dalam bahasa latin hingga menjadi guru bagi pangeran Henry yang kelak menjadi raja.[6] Gerakan Orientalis adalah sebuah gerakan intelektual yang muncul pada abad ke-18 dan ke-19 di Eropa Barat yang secara khusus mempelajari dan meneliti tentang dunia Timur, termasuk agama-agama Timur seperti Islam. Gerakan ini melibatkan banyak orientalis yang berusaha memahami, menganalisis, dan menggambarkan agama dan budaya Islam dengan pendekatan akademik dan ilmiah. Secara umum, gerakan Orientalis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cara Barat memahami dan memandang Islam. Beberapa orientalis telah memberikan sumbangan penting dalam memahami sejarah, teks-teks, dan praktik-praktik agama Islam. Namun, perlu diingat bahwa ada beragam pandangan dan pendekatan di antara para orientalis, dan mereka tidak selalu sepakat dalam penafsiran dan penilaian mereka terhadap Islam. Dalam sejarah gerakan orientalis, terdapat beberapa orientalis yang memiliki pandangan kritis terhdap islam dan mencoba mengkritiknya. Beberapa diantaranyamenganggap islam sebagai agama yang terbelakang, tirani, atau bahkan menganggapnya sebagai ancaman terhadap peradaban Barat. Namun, penting untuk diingat bahwa pandangan seperi itu tidak mewakili semua orientalis atau pandangan umum gerakan orientalis secara keseluruhan. Selain itu, ada juga orientalis yang bersikap objektif dan berusaha memahami islam dengan lebih akurat dan mendalam. Beberapa diantaranya melakukan studi komparatif antara islam dan agama-agama lain, sementara yang lain mempelajari sejarah islam, teologi, sastra, filsafat dan aspek-aspek lain dari kebudayaan islam dengan pendekatan ilmiah yang obyektif. Meskipun gerakan orientalis telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman Barat tentang islam, kritik terhadap gerakan ini juga muncul. Beberapa kritik terhadap gerakan orientalis ini mencakup orientalisme sebagai bentuk penjajahan intelektual dan penafsiran yang tidak adil terhadap budaya dan agam timur, termasuk islam. Kritik ini menyatakan bahwa orientalisme sering kali didasarkan pada asumsi colonial dan bias budaya yang mempengaruhi penelitian dan penafsiran mereka. Penting untuk mengakui bahwa pandangan dan pendekatan terhadap islam dalam gerakan orientalis sangat beragam. Beberapa orientalis telah memberikan sumbangan berharga dalam pemahaman dan penelitian islam, sementara
119 yang lain mungkin memiliki pandangan yang kurang objektif atau bahkan bias. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjadi kritis terhadap interpretasi dan penelitian yang dilakukan oleh orientalis dan melibatkan sumber-sumber yang beragam untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang islam. Hingga pertentangan kedua kubu ini berlangsung (Timur dan Barat) penyerangan terhadap islam khususnya Al Qur’an mulai berjalan, dengan sudut pandang mereka bahwa agama islam adalah agama pendatang yang dianggap akan menggantikan agama pendahulunya hingga puncaknya pada masa perang salib yang terjadi selama dua abad. Berdasarkan rentetan sejarahnya orientalisme melewati dua periode sejak kemunculannya yaitu: 1. Masa perang salib hingga masa pencerahan Eropa : sepanjang masa perang salib berlangsung yang berujung pada kekalahan bagi umat Kristen yang juga membawa kesengsaraan bagi umat islam kerugian seperti kemiskinan, pergeseran moral dan kebodohan yang terjadi akibat dari perang ini. Namun nyatanya dibalik semua kekalhan dan kesengsaran kontak antara dua kubu ini membawa kebangkitan bagi barat dalam peradaban dan ilm pengetahuan atau yang kita kenal sebagai masa Rennaissance setelah titik dimana kebekuan dalam berpikir bangsa mereka.[7] pada masa ini juga mereka mulai mengkaji islam secara sistematis sebagai objek dari proyek besar tersebut yang dipelopori oleh kepala biara pria Cluny di prancis yaitu Peter Agung (1094 1156), salah satu agenda di dalamnya adalah menafsirkan dan menerje mahkan teks teks islam berbahasa arab seperti Al Qur;an, Hadits, dan biografi Nabi hingg a menghasilkan cerita cerita untuk mengolok-olok islam seperti Muhammad adalah Tuhan, tukang sihir, pendusta dan tuduhan lainnya.[8] aktivitas penerjemahan ini ternyata lebih menarik dari situasi sosial poitik yang berlangsung pada saat itu mereka mulai memandang islam sebagai peradaban sarjana dan filosofis akibat banyaknya penerjemahan ini dan berbalik dengan tulisan mereka yang menghina Nabi Muhammad. 2. Masa pencerahan Eropa sampai sekarang : perubahan pola pikir dan pandangan terhadap islam mulai berubah disebabkan oleh kesadaran religius, intelektual dan politik sebagai reformasi yang terjadi pada abad ke 16. Ke objektifan pada tulisan tulisan para orientalis mulai terlihat, mereka lebih mencari kebenaran dan tidak mengarangnya. Pada masa ini berkembanglah kolonialisme yaitu pendudukan bangsa barat terhadap timur dengan tujuan gold, glory, dan gospel hingga pendekatan ini untk mempelajari timur secara dekat hingga mncul karya karya yang menggambarkan islam yang sebenarnya. Menurut Achmad Abdul Hamid Ghurab para ori entalis memulai penelitian kearah yang lebih objektif,[9] pergeseran paradigm ini merupakan bukti bahwa orang orang barat ini mulai memperlembut sikap dan tidak
120 lagi phobia. Dari dua periode diatas maka dapat dijabarkan beberapa periode hasil dari penjelasan diatas yaitu : a. Periode benci :periode dimana para orientalis melakukan penelitian terhadap islam dan memandangnya dari segala aspek dengan pandanan kebencian dan permusuhan. b. Periode sangsi : pada periode ini mereka memandang islam dengan bimbang tentang kebenaran yang terkandung di dalamnya. c. Periode mendekati : pada periode ini mereka mendekati islam dengan sudut pandang ilmiah dan mulai memberikan penghargaan terhadap islam dibalik ulasan negatif hingga terkadang tidak disadari oleh umat islam itu sendiri. d. Periode toleransi : pada periode ini para orientalis menghasilkan penelitian yang lebih objektif dan berotasi pada tujuan ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi seluruh manusia.[10] Dapat diambil kesimpulan pada perkembangan yang terjadi pada periode para orientalis ini terbagi menjadi dua kalangan, pertama mereka memandang islam d engan berdasarkan pada kebencian dan mencoba menghancurkan islam kedua mereka yang melihat islam secara objektif dan lebih mengutamakan kepentingan umat manu sia secara menyeluruh. Motif para orientalis dalam mengkaji dunia ke Timuran diantaranya yaitu motif keagamaan Barat memandang islam sebagai agama yang berlawanan dengan doktrin-doktrin Kristen, contoh dari doktrin islam yaitu penyempurnaan millah mereka melemparkan koreksi terhadap agama itu dan islam harus menjawab kritik tersebut. Usaha pendrian yayasan-yayasan yang dikelola oleh missionaris dengan tujuan perpindahan agama dari islam ke agama Kristen namun jika tidak tercapai setidaknya menjadikan para mat islam jauh dari agamanya bahkan berybh menjadi Atheis ( orang yang tidak bertuhan ). Motif selanjutnya yaitu pengembangan ekonomi dengan meluasnya perindustrian di Negara Barat maka mereka membutuhkan banyak daerah jajahan mengingat saat itu negara-negara islam sedang mengalami masa kemunduran maka Barat melakukan riset terhadap Negara islam sebagai calon jajan dari agama, budaya, kondisi demografi, kultur dan politiknya. Motif keilmuwan, karena islam sebagai agama berperadaban maju dalam bidang ilmu pengetahuan maka motif penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan karya ilmuwan muslim pun dimulai dengan menerjemahkannya ke dalam berbagai bahasa. Motif politik, Barat memaandang Islam memiliki kekuatan politik yang besar sebagai agama yang memiliki peradaban maju membuat mereka semakin ingin menjatuhkan islam dalam bidang politik ini. B. Gerakan orientalisme terhadap islam
121 Beberapa gerakan yang dilakukan para orientalis atas islam seperti menulis bukubuku yang ditulis sebagai pendapat pribadi namun di pola seperti sebuah kenyataan yang tidak dapat dibantah, dapat dilihat pada republik Pakistan yang menjadikan buku-buku tersebut sebagai buku wajib di perguruan tinggi disana sehingga berakibat pada umat islam dipaksa mempelajari islam itu sendiri dari orang-orang non muslim.[11] diantara sasaran atau objek mereka yang dikaji para orientalis mulai dari al qur’an, hadits Nabi, sirah Nabi (sejarah hidup Nabi) seperti pandangan Montgomery Watt tentang kesamaan doktrin dasar Islam dengan Yahudi sehingga islam dianggap lebih pantas sebagai sekte dalam agama yahudi[12] dan John Wansbrough yang mempermasalahkan keaslian dari alqur’ an yang menyandarkannya pada temuan arkeologi dan epigrafi hal ini mempengaruhi Toby Lester yang mengatakan Al Qur’an adalah dokumen sejarah bukan firman Tuhan.[13]. Dalam perjalanan perkembangannya dalam kajian atas masyarakat dunia islam mereka memiliki bebearapa pola pendekatan : 1. Penggunaan metode pendekatan di bidang humaniora, sejarah hingga ilmu bahasa yang dilakukan para orientalis untuk kemudian karya para pemikir ajaran islam yang telah terdapat di dalam teks-teks adalah objek sasara penelitian yang biasa diterapkan dalam disiplin humaniora. 2. Penggunaan metode dan pendekatan pada studi kitab-studi kitab suci dan ilmu teologi yang telah dipraktekkan sebelum studi lapangan ketimuran belum dilaksanakan pada tahun 1960, sehingga para orientalis pada saat itu adalah pendeta atau misionaris dan para ilmuwan di bidang tersebut mendapat pelatihan semacam ini. 3. Penggunaan metode dan pendekatan para orientalis melalui kajian di bidang ilmu politik, sosiologi, antropologi dan psikologi mereka mempelajari dan meneliti segala bentuk dan model kehidupan umat islam. Diantara ilmuwan dalam bidang tersebut Leonard Binder ( ilmuwan politik) dan Clifford Geertz (antropolog). 4. Penggunaan metode dan pendekatan yang digunakan seperti model studi pusat studi timur tengah dan pusat studi asia selatan.[14] Dari berbagai versi dan pendekatan dari para orientalis dalam meneliti dan memahami kajian-kajian Islam dengan menggunakan sebuah model pendekatan yang interdisipliner. Keberhasilan pendekatan penelitian Lapangan terletak pada gagasan kunci bahwa hasil usaha intelektual lebih Ditentukan oleh subjek studi daripada metode atau disiplin. Pada akhirnya, studi region membutuhkan pendekatan interdisipliner. Di sini sering Diasumsikan bahwa studi interdisipliner dapat berarti studi yang tidak berfokus pada disiplin ilmu tertentu. Bahwa dalam bidang studi yang dibutuhkan adalah suatu cara menjalin keterkaitan antara mata
122 pelajaran dengan disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk dapat menginformasikan apa yang bisa diketahui dan seberapa baik hal itu bisa diketahui.[15] Penerjemahan terhadap al qur’an ke dalam berbagai bahasa juga tidak luput dari agenda para orientalis[16] sebagai objek utama serangan misionaris yahudikristen yang bertujuan untuk menjatuhkan islam dengan penerjemahan penuh sanggahan dan kebencian terhadap al qur’an setelah mereka gagal dalam menghancurkan sirah dan hadits Nabi Muhammad.[17] langkah orientalis dalam menerjemahkan al qur’an yaitu mereka menerjemahkan al qur’an yang telah diterjemahkan ke bahasa latin sebagai rujukan utama bukannya al qur’an itu sendiri dan mengklaim terjemahan tersebut sebagai terjemahan dari al qur’an. Hasil terjemahan tersebut kemudian disebar luaskan kepada masyarakat luas yang juga belum terlalu mengenal islam dan hal ini menjadi berbahaya karena dapat menggiring opini masyarakat untuk membantah dan menghina ajaran ajaran islam, namun para ulama dan sarjana islam tidak tinggal diam mereka juga melakukan penerjemahan terhadap al qur’an untuk mengcounter terjemahan para orientalis.[18] Farinduany berpendapat bahwa dalam usaha menyebarkan pengaruh Kristen mereka menggunakan segala cara seperti mengirimkan dan menyebarkan para misionaris ke Negara-negara islam, menerbitkan majalah-majalah yang khusus membahas islam, memberikan ceramah ilmiah di berbagai perguruan tinggi dan lembaga ilmiah dan menerbitkan ensiklopedi dan buku buku mengenai islam yang berisi banyak pemalsuan dan penodaan terhadap islam ke dalam berbagai bahasa.[19] fakta gerakan orientalis yang telah di realisasikan oleh pihak Kristen tidak lagi sebatas gerakan gerakan di ataas yang telah disebutkan mereka mulai membangun gereja-gereja di tengah pemukiman dan masyarakat islam juga membujuk orang-orang islam untuk memeluk agam Kristen dengan beberapa suap yang memang dibutuhkan oleh sasaran mereka, memperkenalkan system orang tua angkat dalam dunia pendidikan dengan tujuan kelak anak anak yang telah di adopsi masuk agama Kristen nantinya. Dari semua gerakan para orientalisme terhadap islam yang telah dipaparkan diatas banyak sekali usaha usaha mereka untuk menghancurkan islam, misi-misi misionaris juga telah diralisasikan dari berbagai aspek yaitu aspek teologis, politik, pendidikan dan lainnya untuk itu kewaspadaan dan kesadaran akan pemahaman seputar orientalis seluruh umat islam harus terus ditingkatkan untuk meminimalisir pemikiran dan program-program yang berkedok orientalis dapat masuk dan menjadi ideologi bagi umat islam.
123 C. Sikap umat islam dalam menghadapi gerakan orientalis Beberapa waktu belakang ini label orientalis yang negatif berusaha di minimalisir oleh pihak barat, para orientalis ini mulai menyebut diri mereka dengan istilah baru yaitu, islamisis. Menurut Azyumardi Azra Istilah ini muncul setelah orientalis bernama Edward W. Said muncul dan mengungkapkan pembiasan intelektual barat dalam orientalisme yang ditulis pada karyanya yaitu “orientalisme” dan mereka bertanggung jawab atas pembentukan persepsi tentang islam yang keliru dimana istilah orientalisme ini lahir dari upaya balas dendam dunia barat atas timur. [20] ada beragam tanggapan umat islam dlam menanggapi orientalisme, sebagian menganggap bahwa orientalis adalah musuh islam dikarenakan sejarah yang tercatat mengenai hal tersebut sejak perang salib dan banyak tokoh-tokoh orientalis yang terang-terangan memusuhi islam hingga pada titik kebencian dimana umat islam ini menolak seluruh karya orientalis dan bagi siapa yang mempelajarinya disebut antek zionis, hal ini terlihat dari beberapa karya dari pemikiran Qasim as-Samurai yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia yaitu “bukti-bukti kebohongan orientalis” atau karya Daud Rasyid “pembaruan islam dan orientalisme dalam sorotan”. Terdapat juga sebagian umat islam yang memilih bersikap toleran terhadap orientalisme yang terbagi atas pertama, mereka yang terlalu toleran artinya menganggap semua karya-karya orientalis bersifat objektif dan dinilai ilmiah hingga dapat dipercaya sebagai referensi sudah mewakili bagi Timur, kedua mereka yang bersikap kritis dan bersikap hati-hati atas karya karya orientalis dan tetap berpijak pada landasan keilmuwan karena menurut mereka masih banyak karya orientalis yang bertolak belakang dengan islam namun terdapat pula karya orientalis yang bersifat objektif dalam analisis dan informasi di dalamnya. Dapat dikatakan sebenarnya para orientalis sendiri berjasa dalam bidang penerjamahan jika yang ditulis dan dikaji adalah apa yang sesuai dengan deskriptif bersifat informatif, bermanfaat dan membuka pandangan baru tentang islam tanpa didasari penilaian pribadi yang jauh dari kata objektif. Orientalis terlanjur di labeli dengan hal buruk namun Jika diteliti lagi ada beberapa orientalis yang memberi sumbangsih besar terhadap peradaban islam diantaranya . Annemarie Schimmel, Louis Massignon, Philiph K Hitti, Karen Armstrong, Joh L. Esposito adalah beberapa dari sekian banyak orientalis yang membela citra positif islam atas Barat. Sikap islam terhadap orientalis dapat dilakukan dengan cara-cara saling memahami, saling terbuka tanpa harus mempermasalahkan semua hal, mengambil pelajaran dari usaha, kajian, dan pemahaman orientalis atas islam sebagai koreksi dalam kehidupan beragama islam
124 serta mendalami seluruh aspek dalam islam untuk mengcounter pemikiran orientalis bukannya malah ikut serta dalam hal tersebut. Beberapa sikap yang dapat dilakukan oleh umat islam dalam menghadapi pemikiran atau tuduhan para orientalis antara lain : 1. Skeptisisme : beberapa umat islam mungkin memiliki sikap skeptic terhadap orientalisme karena adanya riwayat panjang penindasan, kolonialisme dan stereotip negative yang di lakukan oleh barat terhadap dunia islam. Sikap skeptif ini muncul karena khawatir orientalisme dapat menghasilkan pemahaman yang bias dan tidak akurat tentang islam. 2. Penelitian dan kritik : sebagai respons terhadap orientalisme, banyak umat islam yang berusaha untuk mempelajari dan memahami kriik yang diajukan oleh para orientalis terhadap islam. Hal ini bertujua untuk mrespons klaim-klaim tersebut dan membela ajarandan nilainilai islam dengan argumen yang kuat. 3. Pembaharuan pemikiran : beberapa umat islam berpendapat bahwa orientalisme menghadirkan tantangan bagi pemahaman tradisional tentang islam. Oleh karena itu, mereka berupaya untuk memperbarui pemikiran dan pendekatan dalam memhami ajaran islam dengan mempertimbangkan perspektif modern dan konteks sosial saat ini. 4. Keterbukaan dialog : beberapa umat islam berusaha untuk membuka dialog dengan prientalis dan akademis Barat lainnya untuk memperluas pemahamantentang islam,mereka ingin memastikan bahwa pandangan mereka juga didengar dan dipertimbangkan dalam perdebatan akademik. 5. Pengembangan kajian islam : sikap Ini melibatka upaya untuk memeperkuat kajian islam di kalangan umat islam sendiri, baik melalui pendidikan formal maupun pengembangan sumber daya literature dan akademis islam. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan penelitian dan pemikiran islam yang kuat dan dapat memberikan kontribusi dalam perdebatan.
125 IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kontak antara Timur dan Barat yang disebabkan karena adanya kepentingan, baik kepentingan ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, kultur dan budaya merupakan faktor utama terjadinya studi para ilmuan Barat (orientalis) tentang Timur yang menghasilkan berbagai karya, baik di bidang arkeologi, sejarah, sastra, lingkungan, adat istiadat maupun kajian Islam. Pusat peradaban dan ilmu pengetahuan pada masa keemasan islam adalah Baghdad dan Andalusia (spanyol). Bangsa arab Eropa yang tinggal disitu menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dan mereka juga menuntut ilmu di perguruan perguruan tinggi islam, menerjemahkan Al Qur’an juga buku buku bahasa arab ke dalam bahasa mereka dalam berbagai ilmu pengetahuan. Sejarah mencatat diantaranya raja aragon dari spanyol seorang non-muslim yang mengenl huruf arab, para pemuka Kristen seperti Gerbert d’Aurillac yang menjadi paus Roma (999-1003) dan Adelard yang menerjemahkan buku bahasa arab ke dalam
126 bahasa latin hingga menjadi guru bagi pangeran Henry yang kelak menjadi raja. Berdasarkan rentetan sejarahnya orientalisme melewati dua periode sejak kemunculannya yaitu: Masa perang salib hingga masa pencerahan Eropa dan Masa pencerahan Eropa sampai sekarang. Dari dua periode diatas maka dapat dijabarkan beberapa periode hasil dari penjelasan diatas yaitu : Periode benci, periode sangsi, periode mendekati dan periode toleransi. Beberapa gerakan yang dilakukan para orientalis atas islam seperti menulis buku-buku yang ditulis sebagai pendapat pribadi namun di pola seperti sebuah kenyataan yang tidak dapat dibantah, dapat dilihat pada republik Pakistan yang menjadikan buku-buku tersebut sebagai buku wajib di perguruan tinggi disana sehingga berakibat pada umat islam dipaksa mempelajari islam itu sendiri dari orangorang non muslim. Dalam perjalanan perkembangannya dalam kajian atas masyarakat dunia islam mereka memiliki bebearapa pola pendekatan : Penggunaan metode pendekatan di bidang humaniora, Penggunaan metode dan pendekatan pada studi kitab-studi kitab suci dan ilmu teologi, Penggunaan metode dan pendekatan para orientalis melalui kajian di bidang ilmu politik, sosiologi, antropologi dan psikologi, dan Penggunaan metode dan pendekatan yang digunakan seperti model studi pusat studi timur tengah dan pusat studi asia selatan. Penerjemahan terhadap al qur’an ke dalam berbagai bahasa juga tidak luput dari agenda para orientalis[16] sebagai objek utama serangan misionaris yahudikristen yang bertujuan untuk menjatuhkan islam dengan penerjemahan penuh sanggahan dan kebencian terhadap al qur’an setelah mereka gagal dalam menghancurkan sirah dan hadits Nabi Muhammad. Dari semua gerakan para orientalisme terhadap islam yang telah dipaparkan diatas banyak sekali usaha usaha mereka untuk menghancurkan islam, misi-misi misionaris juga telah diralisasikan dari berbagai aspek yaitu aspek teologis, politik, pendidikan dan lainnya untuk itu kewaspadaan dan kesadaran akan pemahaman seputar orientalis seluruh umat islam harus terus ditingkatkan untuk meminimalisir pemikiran dan program-program yang berkedok orientalis dapat masuk dan menjadi ideologi bagi umat islam. Ada beragam tanggapan umat islam dalam menanggapi orientalisme, sebagian menganggap bahwa orientalis adalah musuh islam dikarenakan sejarah yang tercatat mengenai hal tersebut sejak perang salib dan banyak tokoh-tokoh orientalis yang terang-terangan memusuhi islam hingga pada titik kebencian dimana umat islam ini menolak seluruh karya orientalis dan bagi siapa yang mempelajarinya disebut antek zionis dan Terdapat juga sebagian umat islam yang memilih bersikap toleran terhadap orientalisme.
127 DAFTAR PUSTAKA M. Fudholi, “Relasi Antagonistik Barat-Timur: Orientalisme vis a vis Oksidentalisme,” Teosof. J. Tasawuf dan Pemikir. Islam, vol. 2, no. 2, p. 389, 2015, doi: 10.15642/teosofi.2012.2.2.389- 406. B. Lebling, ORIENTALISTS: Edward Said. Orientalism , vol. 9, no. 2. 1980. doi: 10.2307/2536347. B. Badarussyamsi, “Islam Di Mata Orientalisme Klasik Dan Orientalisme Kontemporer,” TAJDID J. Ilmu Ushuluddin, vol. 15, no. 1, pp. 17–40, 2016, doi: 10.30631/tjd.v15i1.6. H. M. Bahar, “Dalam Perspektif Sejarah 49 | J U R N a L I L M U B U D a Y a,” J. Ilmu Budaya, vol. 4, pp. 58–60, 2016. AGUSTIAR, “Orientalis Dan Peranannya Dalam Mempelajari Bahasa Arab,” POTENSIA J. Kependidikan Islam, vol. 14, no. 2, pp. 263–282, 2015. dewan redaksi ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, IV. jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999. N. Harun, islam rasional: gagasan dan pemikiran, 2nd ed. bandung: mizan, 1995. J. L. Esposito, The Oxford Ensyclopedia of the Modern Islamic World ( terj. Eva Y.N dkk, 3rd ed. bandung: Mizan, 2001. A. A. H. Ghurab, pandangan islam terhadap orientalisme. jakarta: Pustaka Al-Kausar, 1993. Ensiklopedi Islam. jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994. J. Maryam, Islam dan Orientalisme: Suatu Kajian Analitik, terj. Machnun Husein. jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. T. Hamim, Islam dan NU di Bawah Tekanan Problematika Kontemporer. surabaya: Diantama, 2004. R. Khulqi, Al-Qur’an Bukan Da Vinci’s Code. jakarta: Hikmah, 2007. R. Ali, “Kajian Islam di Barat: Sebuah Paparan Model Kajian dan Tokoh-Tokoh Orientalis,” J. Islam. Rev., vol. 1, pp. 77–79, 2012. “Kontemplasi : Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin,” vol. 09, 2021. H. Ahmad, Orientalisme Ditinjau Menurut Kacamata Agama. jakarta: pustaka al husna, 2000. D. S. Arif, “bukuOrientalisDiabolisme-SCANmissingpages.pdf.” U. M. D. E. C. D. E. Los, No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に 関する共分散構造分析Title.
128 A. Sa’di Al Farinduany, Pertumbuhan dan Perkembangan Orientalisme. surabaya: Pustaka Progresif., 1988. didin saefuddin Buchori, Metodologi studi islam. bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005.