The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Mitos Adikodrati dalam Cerpen Berciri Realisme Magis

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by marzukisense, 2022-11-26 20:40:51

MEMBEDAH CERPEN BERCIRI REALISME MAGIS

Mitos Adikodrati dalam Cerpen Berciri Realisme Magis

Keywords: cerpen realisme magis,buku pengayaan pengetahuan

BUKU PENGAYAAN PENGETAHUAN

MENGENAL CERPEN
BERCIRI REALISME MAGIS

) (Representasi Struktur, Mitos, dan Realisme Magis)

ISMAIL
MARZUKI, dkk

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022

BUKU PENGAYAAN PENGETAHUAN

MENGENAL CERPEN
BERCIRI REALISME MAGIS

(Representasi Struktur, Mitos, dan Realisme Magis)

OLEH
ISMAIL MARZUKI
PEMBIMBING
1. Dr. Sumiyadi, M.Hum.
2. Dr. Tedi Permadi, M. Hum.

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022

ii

Mengenal Cerpen Berciri Realisme Magis
(Representasi Struktur, Mitos, dan Realisme Magis)

Oleh Ismail Marzuki

Cetakan pertama, November 2022-10-27
Hak Cipta @ 2021 pada penulis

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan
sebagaian atau seluruh isi buku dalam bentuk apa pun, secara mekanis atau pun secara
elektronis, memfotokopi, atau pun dengan teknik lainnya, tanpa izin dari penerbit.

Design cover : Layla Bardiatus Shalihah

Ilustrator : Muh. Izzul Wathani

Tata Letak : Ismail Marzuki

Penyelia : Dr. Sumiyadi, M. Hum.

Dr. Tedi Permadi, M. Hum.

Size : 21 cm x 29,7 cm (A4)

iii

PRAKATA
Selesainya penyusunan buku ini merupakan suatu rahmat yang diberikan
oleh-Nya. Proses memikirkan ide dan gagasan yang dituangkan dalam buku ini
sejatinya tidak berjalan dengan sendirinya. Kemauan untuk memulai dan
kemampuan untuk menulis ialah suatu anugrah yang lahir atas kehendak-Nya.
Tidak ada atas dasar hakikat manusia. Kesemuanya merupakan suatu rahmat
darinya, terlebih nikmat kesehatan dan iman, untuk tetap merampungkannya.

Buku ini bertajuk cerpen realisme magis. Salah satu aliran cerpen yang
muncul dalam ranah sastra indonesia kontemporer. Tidak banyak yang mengulas
tentang realisme magis. Sehingga bermaksud untuk mengkaji lebih dalam unsur-
unsurnya, dan mitos-mitos, maka dilakukanlah kajian dan dituangkan dalam
buku ini.

Pada bagian awal, buku ini mengulas tentang struktur cerpen. Struktur itu
penting, untuk melihat keseluruhan dan rangkaian isi cerita. Terelbih di
perguruan tinggi, kajian apresiasi prosa fiksi juga mengkaji tentang teori
strukturalisme Todorov. Sehingga alangkah baiknya buku ini bisa menjadi
pemantik untuk dapat memberikan andil dalam apresiasi sastra di perguruan
tinggi.

Setelah kajian struktural, bagian kedua disajikan tentang realisme magis
yang melekat pada cerpen. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran pada
judul buku yang membahas tentang realisme magis. Sehingga agar adanya
kesinambungan antara cerpen realisme magis dengan judul, maka dilakukan juga
kajian terhadap cerpen-cerpen yang memiliki unsur realisme magis.

Di bagian akhir, ialah mitos-mitos yang tampak pada realisme magisnya.
Mitos tentu sangat dekat dengan kata magisnya. Maka, untuk memberikan
penjelasan yang mendalam tentang magisnya cerpen tersebut, salah satu
caranya ialah dengan mengulas sisi mitos-mitos yang terkumpul di dalamnya.

iv

PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU
1. Buku ini merupakan bahan ajar dalam bentuk pengayaan pengetahuan

yang diperuntukkan bagi mahasiswa di perguruan tinggi pada materi
kajian apresiasi prosa fiksi.
2. Buku ini dapat dijadikan pegangan oleh doesen untuk memberikan
pembelajaran di kelas dalam materi-materi yang berkaitan dengan kajian
struktural, kajian cerpen, dan kajian mitos.
3. Dosen dapat memanfaatkan ini sebagai salah satu buku alternatif dalam
pembelajaran sastra dengan kata lain, buku ni bisa dijadikan pegangan
bagi dosen-dosen sastra
4. Susunan dalam buku ini sudah diupayakan agar memiliki struktur yang
sistematis, guna memudahkan pembacanya untuk memahami cerpen
berciri realisme magis dan beberapa hal-hal yang berkaitan dengannya.
5. Di akhir, buku ini dapat dijadikan pula pemahaman kosa kata baku untuk
memahami beberapa istilah-istilah dalam sastra, khususnya cerpen bercir
realisme magis.

v

Daftar Isi

BAB I ...............................................................................................................................1
IHWAL CERPEN .............................................................................................................1

A. Pengertian Cerpen ..............................................................................................1
B. Unsur-unsur Cerpen............................................................................................3
C. Strukturalisme Tzvetan Todorov ........................................................................4

a. Fakta Cerita .....................................................................................................4
b. Tema ...............................................................................................................7
c. Sarana Cerita...................................................................................................7
D. Contoh Analisis Strukturalisme Todorov...........................................................10
MISTISME DALAM CERPEN...........................................................................................50
A. Mistisme dan Realisme .....................................................................................50
B. Realisme Magis Wendy B. Faris ........................................................................52
C. Contoh Kajian Realisme Magis Wendy B. Faris .................................................55
1. Cerpen Memanggil Roh Singa........................................................................55
2. Cerpen Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan........................................63
BAB III ...........................................................................................................................71
MITOS KARYA SASTRA ..............................................................................................71
A. Teori-teori Tentang Mitos.................................................................................71
B. Mitos Dalam Pespektif Roland Barthes.............................................................83
C. Contoh Kajian Mitos Roland Barthes ................................................................90
a. Cerpen Memanggil Roh Singa ........................................................................91
b. Cerpen Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan........................................98
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................104

vi

BAB I

CIHWAL ERPEN

CERPEN?? Unsur-

Unsurnya KAJIAN CERPEN?

STRUKTUR
CERPEN? TEORI TODOROV

A. Pengertian Cerpen
Dari penyebutan namanya, cerpen dapat dimaknai sebagai cerita

fiksi yang pendek. Pendek dalam artian kosa kata yang ada dalam
penyampaian ceritanya 500-5.000 kata atau populer disebut habis dibaca
sekali duduk atau sekitar sepuluh hingga tiga puluh menit (Kosasih, 2017.
hlm. 111). Pendapat ini senada dengan apa yang diutarakan Nurgiyantoro
(2013, hlm. 12) yang mengemukakan bahwa cepen termasuk dalam ranah
fiksi yang jumlah kata dan isinya bersifat ringkas atau dapat dihabiskan

1

membacanya dalam waktu sekali duduk. Dalam pandangan lain Nurhayati
(2019, hal. 120) menjelaskan sekali duduk yang dimaksud ialah kurang
dari 10.000 kata dengan tokoh dan penokohan yang sangat singkat
dengan konflik dan penyelesaian masalah yang dialami tokohnya umunya
bersifat ringkas.

Cerpen dalam pandangan Kartikasari & Suprapto (2018, hlm. 70)
dianggap sebagai sebuah karya sastra yang paling populer jika
dibandingkan dengan jenis karya sastra lainnya. Cerpen juga menjadi
ragam karya sastra yang paling banyak dibaca dan dapat difahami secara
memadai. Ada beberapa definisi dan pendapat para ahli tentang makna
dari cerpen. Allan Poe (dalam Nurgiyantoro, 1998, hlm. 10)
mendefinisikan cerepen sebagai cerita yang seringkali habis dibaca dalam
sekali duduk. Waku yang menunjukkan kata sekali duduk ialah antara tiga
puluh menit sampai dua jam.

Dalam pandangan lain Stanton (2007, hlm. 76) menganggap
bahwa bagian terpenting dari sebuah adalah bentuknya yang harus padat
dengan jumlah kata lebih sedikit dibandingkan novel. Baginya, perbedaan
paling mencolok diantara keduanya ialah panjang dan pendeknya ukuran
halaman. Cerpen biasanya terdiri atas 15.000 kata yang biasa disebut
sebagai cerpen panjang, sementara novel pendek setidaknya terdiri
30.000 kata.

Kata “padat” dalam anggapan Stanton ialah cerpen sebaiknya
mengandung kata lebih sedikit dibandigkan novel. Padat dalam artian
selanjutnya ialah penggunaan simbolisme dalam cerpen. Simbol-simbol
yang dimunculkan bertujuan untuk mempersingkat dan menguatkan
makna-makna tertentu pada cerpen. Di sisi lain, Rahmanto dan Hariyanto
(1998, hal. 129) memberikan penggolongan pada cerpen yang harus
memiiki efek tunggal yang dominan, berpusat pada tokoh dan stuasi
cerita. Sumardjo dan Saini (1997 hal. 30 )mengartikan cerpen memiliki
maksud tunggal dengan latar, alur, dan karakter yang terbatas.

2

Lebih jauh dalam pandangan Nurgiayntoro (1998, hlm. 22) cepen
memiliki unsur yang saling berhubungan. Unsur di dalamnya ialah unsur
instrinsik dan unsur ekstrinsik. Usnur instrinsik dimaknai sebagai unsur
yang membangun cerpen itu. Sementara unsur ekstirinsik ialah unsur
yang berada pada luar cerpen. Unsur ekstrinsik ini dapat berupa, nilai
historis, psikologis, sosiologis dll. Sementara unsur instrinsik memiliki
unsur berupa tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang.
B. Unsur-unsur Cerpen

Unsur pembangaun cerita pendek secara tradisional dapat
dikelompokkan dalam dua bagian. Unsur ini lumrah disebut sebagai unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Unsur-unsur yang paling sering menjadi perhatian
kritikus sastra dalam mengkaji cerpen. Unsur yang membangun karya
sastra itu sendiri disebut sebagai unsur intrinsik, sementara unsur
ekstrinsik ialah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi ikut
memengaruhi cerita secara tidak langsung.

Adanya unsur intrinsik ini menjadi karakteristik sebuah karya
disebut sebagai karya sastra. Unsur ini lazim dapat ditemukan dalam
cerita secara langsung, sebab merupakan salah satu bagian unsur
pembangun cerita. Adanya keterpaduan dari berbagai unsur inilah yang
mewujudkan sebuah cerpen. Sebagai pembaca, unsur-unsur ini terdiri
atas plot, latar, sudut pandang, peristiwa.

Berbeda dengan unsur intrinsik, unsur ekstinsik justru tidak
mempengaruhi bangun cerpen atau tidak menjadi bagian di dalamnya,
namun unsur ini cukup berpengaruh dalam cerpen karena berada di luar
suatu karya. Ia secara tidak langusung memengaruhi sistem stuktur dari
cerpen.

Unsur intrinsik ini lahir dari struktur yang ada dalam cerpen.
Dalam pandangan Stanton (2012, hal. 22) stuktur ini terdiri atas fakta
cerita, tema dan sarana cerita, kemudian dari struktur inilah lahir
beberapa unsur instrinsik yang membangun cerpen. Unsur fakta cerita

3

dibagi dalam empat bagian yaitu alur, tokoh, latar, dan tema, sementara
sarana cerita terbagi dalam judul, sudut pandang, gaya bahasa, nada,
simbolisme, dan ironi. Tema berada pada paling akhir dari semua unsur.
Hal ini didasari anggapan bahwa, tema tidak bisa dicari pada bagian
paling awal karena ia merupakan makna cerita, simpulan yang biasanya
ditemukan setelah unsur-unsur lainnya ditemukan.
C. Strukturalisme Tzvetan Todorov

Analisi struktural dalam kajian ini menggunakan teori analisis
Robert Stanton. Stanton memaknai struktur dalam karya sastra sebagai
unsur-unsur dalam karya sastra yang terdiri atas fakta cerita dan sarana
cerita. Dalam pandangan lain struktur dalam karya sastra dapat dimaknai
sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian

yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan
yang indah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2012, hlm. 36). Dalam
pandangan Santon (2012, hlm. 22) unsur fakta cerita dibagi dalam empat
bagian yaitu alur, tokoh, latar, dan tema, sementara sarana cerita terbagi
dalam judul, sudut pandang, gaya bahasa, nada, simbolisme, dan ironi.
a. Fakta Cerita

4

Semua unsur dalam fakta cerita, saat digabungkan menjadi
satu kesatuan, Stanton menyebutnya sebagai struktur faktual atau
faktual cerita. Fakta cerita difungsikan sebagai peristiwa imaji dalam
cerita. Lebih jelasnya, berikut akan dibahas fakta cerita dalam
pandangan Stanton (2012, hlm. 22) dari unsur-unsur alur, latar,
tokoh, dan tema.

1. Alur dan Pengaluran
Alur dimaknai sebagai gabungan dari beberapa

peristiwa dalam cerita. Alur pada umumnya terbatas pada
peristiwa yang memiliki hubungan secara kausalitas atau
peristiwa kausal. Peristiwa ini berdampak pada peristiwa lain
dan berpengaruh pada semua karya (Stanton, 2007, hlm. 26).
Selain itu, alur juga bagian paling penting dalam cerita,
meskipun alur menjadi salah satu bagian yang jarang dibahas
secara mendalam dalam sebuah kajian.

Alur menjadi sangat penting karena sebuah cerita
tidak bisa difahami tanpa adanya perisiwa yang
menghubungakannya dengan alur dan hubungan sebab
akibatnya. Alur juga memiliki bagian awal, tengah dan akhir.
Bagian ini dapat memberikan kejutan, kelogisan, keyakinan
dan suspensi pada akhir cerita (Stanton, 2007, hlm. 28). Ada
dua unsur yang menjadi topang dalam sebuah alur, yaitu
konflik dan klimaks. Konflik atau masalah utama sangat
fundamental (Stanton, 2007, hlm. 32). Lebih jauh dalam
pandangan Nurgiyantoro (2015, hlm. 285) dinyatakan adanya
bentuk pengaluran yang dibagi tiga yaitu permulaan, puncak,
dan akhir yang biasa dikenal dengan istilah alur maju. Ada
juga alur yang berlawanan dari akhir, puncak, dan berakhir
pada seperti cerita bermula, inilah yang dikenal sebagai alur

5

mundur. Sementara alur campuran ialah gabungan antara
kedua pengaluran maju dan mundur.
2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dalam cerita umumnya dipakai pada dua hal.
Bagian pertama saat individu atau personal muncul dalam
cerita. Bagian kedua saat percampuran beragam keinginan,
emosi, kepentingan, dan prinsip setiap individu. Dalam setiap
cerita, hampir semuanya mengandung tokoh utama. Tokoh
inilah yang memiliki pengaruh terhadap semua peristiwa.
Dalam pandangan Stanton (2007, hlm. 33) saat seorang tokoh
memiiki alasan untuk bertindak sebagaimana yang dilakukan,
itulah yang diseutnya sebagai sebuah motivasi. Dalam
pandangan Nurgiyantoro (2013, hlm. 165) disebutkan bahwa
tokoh ialah pemeran dalam cerita dan penokohan ialah
tingkah laku pemeran dalam cerita yang disebutkan secara
langsung dan tidak langsung
3. Latar dan Penyajian Latar

Latar dapat dimaknai sebagai lingkup lingkungan pada
peristiwa dalam sebuah cerita. Menurut Stanton (2007, hlm.
35) latar ialah lingkungan yang melingkupi peristiwa dalam
cerita berupa tempat, suanan, dan waktu. Latar dalam cerita
dapat menjadikan pengarahan dalam cerita menjadi lebih
jelas, memberikan kesan pada tempat dan peristiwa cerita
(Tarigan, 2015, hm.136). Latar dapat berupa waktu tertentu
seperti hari, bulan atau tahun, cuaca atau periode, ia juga
berupa dekor atau tempat, dan terkadang ia bisa menjadi
jelmaan sebuah tema cerita. Latar juga umumnya
diketengahkan melalui kalimat-kalimat deskriptif. Latar juga
memiliki pengaruh yang dapat memunculkan mode emosional
dan tone dalam lingkup karakter. Tone ini selanjutnya

6

dimaknasi sebgai atmosfer, lebih tepatnya atmosfer sebagai
refleksi suasana seorang tokoh (Stanton, 2007, hlm. 35-36).
b. Tema
Dalam pandangan Stanton (2007, hlm. 36) tema ialah bagian
dari cerita yang memiliki kesejajaran dengan makna berdasarkan
pandangan manusia, atau pengalaman yang semestinya diingat. Tema
menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga ada
nilai-nilai tertentu yang melingkupi suatu cerita. Aksan (2015, hlm.
210) menyampaikan bahwa tema merupakan gagasan pokok yang
disampaikan melalui alur cerita, di sisi lain Nurgiyantoro (2013, hlm.
133) menebutkan bahwa makna atau pokok cerita disebut sebagai
tema.
c. Sarana Cerita
Unsur berikutya ialah sarana cerita. Sarana cerita dalam karya
sastra difahami sebagai suatu cara pengarang dalam menyusun dan
memilih cerita secara detail agar mendapatkan pola yang berarti.
Pembaca sebaiknya melihat fakta yang tedapat dalm cerita melalui
sudut pandang pengarang agar dapat memahami maksud fakta-fakta
yang dimaksud sehingga pengalaman yang didapatkan dapat dibagi
(Stanton, 2007, hlm. 46). Sarana cerita unsur-unsurnya tebagi ke
dalam judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi.
Berikut penjelasan masing-masing unsurnya.
1. Judul

Judul berkaitan dengan cerita yang semuanya
merefleksikan tokoh, latar, dan tema. Judul ialah pokok utama
pada makna dalam cerita. Dalam karya sastra, judul
mempunyai tingkatan arti dan makna. Ia juga bisa menjadi
sindiran atau satire untuk mengkritisi isu-isu sosial, kondisi
masyarakat yang ditulis pengarang dengan kata lain ia

7

menjadi simpula keadaan dari sebuah cerita (Stanton, 2007,
hlm. 25-26).
2. Sudut Pandang

Dalam pandangan Staton (2007, hlm. 52) sudut
pandang dibagi menjadi empat. Bagian pertama ialah orang
pertama utama. Pada bagian ini seringkali tokoh utama
bercerita dengan kalimatnya sendiri. Sudut pandang kedua
ialah orang pertama sampingan. Tokoh ini biasanya
diceritakan oleh tokoh lain bukan utama (sampingan). Ketiga
disebut orang ketiga terbatas. Penulis memosisikan dirinya
sebagai orang ketiga tetapi dalam cerita ia hanya
menggambarkan apa yang dilihatnya, didengarnyam dan
dipirkan satu orang tokoh. Keempat ialah orang ketiga tidak
terbatas. Penulis mengacu pada semua tokoh dan
memosisikan dirinya sebagai orang ketiga. Saat tidak ada
satupun tokoh hadir dalam cerita, penulis memuat beberapa
tokoh melihat, mendengar, atau berpikir.

Sudut pandang dapat digambarkan melalui dua cara
yaitu secara subjektif dan objektif. Subjektif ialah bilamana
penulis menilai aau menafsirkan tokoh. Pada sudut pandang
objektif, penulis akan berupaya untuk menghindari
menampakkan gagasan-gagasan dan emosi (Stanton, 2007,
hlm. 55).
3. Gaya Bahasa dan Tone

Dalam sebuah karya sastra, gaya dimaknai sebagai
suatu cara pengarang dalam menggunakan bahasa, walaupun
ada dua penulis yang menggunakan latar, alur, dan karakter
yang sama, namun hasil tulisan mereka akan sangat berbeda.
Hal ini dapat dilihat dari bahasa dan aspek-aspek ritmenya,
detail, konkret, kerumitan, penggunaan kalimat, humo,

8

metafora dan gaya imajinya. Percampuran dari keseluruhan di
atas itulah yang akan menghasilkan gaya (Stanton, 2007, hlm.
61). Ia merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk
menyampaiakan cerita (Siswandarti, 2009, hlm. 43). Dalam
pandangan lain Aminuddin (1995, hlm. 4) merumuskan bahwa
gaya bahasa ialah teknik yang digunakan seseorang dalam
memaparkan ide atau gagasannya. Sehingga gaya bahasa
dalam cerpen dapat dimaknai sebagai suatu alat yang
digunakan sebagai perantara dalam penyampaian cerita
kepada pembaca.
4. Simbolisme

Pada sebuah karya sastra, terutama cerpen,
simbolisme dapat menimbulkan tiga dampak dari setiap
simbol. Hal ini didasarkan pada penggunaan simbol tersebut.
Simbol dapat memunculkan sastu peristiwa penting pada fiksi
yang memaparkan setiap makna pada peristiwa. Selain itu
simbol yang berulang-ulang dapat membentuk ingatan pada
unsur konstan pada cerita. Terakhir simbol dapat
memunculkan konteks yang berbeda dapat memberikan
bantuan pada pembaca untuk menemukan tema (Stanton,
2007, hlm. 65).

Momen simbol ialah salah satu bagian dari simbol
yang paling khas. Momen simbol ini juga dapat disebut
momen pencerahan isitilah yang biasanya dipakai oleh kritikus
sastra. Momen kunci, momen simbol, atau pun momen
pencerahan merupakan tempat detail paling jelas terlihat
(Stanton, 2007, hlm. 68).
5. Ironi

Ironi dapat dimaknai sebagai suatu cara untuk
memperlihatkan suatu kejadian yang berlawanan dari apa

9

yang telah menjadi dugaan sebelumnya. Pada cerita fiksi, ironi
mengenal istilah ironi dramatis dan tone ironi (Stanton, 2007,
hlm. 71). Ironi dramatis seringkali muncul pada kontras
diametris dengan realitas dan penampilan, tujuan seorang
tokoh dengan hasilnya atau antara harapan dengan
kenyataan. Unsur-unsur ini memiliki keterikatan antara satu
dengan yang lainnnya melalui hubungan sebab akibat. Tone
ironis dipakai untu mengekspresikan untaian makna dengan
berkebalikan (Stanton, 2007, hlm. 72).
D. Contoh Analisis Strukturalisme Todorov
1. Kajian Cerpen
Mengkaji struktur cerpen dilakukan dengan mendeskripikan
fungsi, mengidentifikasi dan mengkaji hubungan diantara setiap unsur
intrinsik dalam cerpen yang bersangkutan. Tahap awal dalam
melakukan kajian cerpen dilakukan dengan mengidentifikasi dan
mendeskripsikannya. Dalam hal ini fakta-fakta cerita, tema, dan
sarana cerita dijelaskan bagaimana fungsi setiap unsur dan bagaimana
hubungan dari setiap unsurnya secara keseluruhan.
Melalui dasar analisis demikian nantinya akan dipaparkan
secara mendetail fungsi dan ketarkaitan antara berbagai unsur karya
sastra, khusunya cerpen. Unsur-unsur itu ialah peristiwa, alur, tokoh,
latar, dan hubungannya dengan unsur-unsur lainnya. Misalnya, upaya
mendeskripsikan unsur tokoh dengan peristiwa yang dapat
mendeskripsikan penokohan dari setiap tokohnya (Nurgiyantoro,
2012, hal 37).
Selanjutnya, Nurgiyantoro menjelaskan bawa kajian struktural
bertujuan untuk memaparkan secara cermat dari fungsi dan
hubungan dari berbagai unsur dalam cerpen. Menurutnya, tidak
cukup mengkaji cerpen dengan hanya mendata beberapa unsur saja,
namun mengesampingkan unsur yang lainnya. Namun kajian struktur

10

dalam sebuah cerpen harus menunjukkan hubungan diantara setiap
unsur, bagaimana maksud dari tujuan kajian struktural, dan apa
makna yang ingin disampaikan.

Hal ini penting karena mengkaji cerpen dari strukturnya
merupakan suatu yang kompleks dan unik. Hal ini juga dapat
membedakan setiap karya yang ada, sehingga adanya perbedaan
stuktur dari karya sastra dengan genre yang lain. Nurgiyantoro
menyebut kajian struktural yang kurang tepat ialah saat analisis hanya
berupa fragmentaris yang terpisah dari setiap unsur. Sehingga hal ini
disebutnya sebagai kajian yang dapat memincangkan kajian cerpen
dan menjadikannya tidak bermakna.

Melalui serangkaian pemaparan di atas, maka berikut ini akan
dilakukan analisis stuktural dengan berupaya mengaitkan unsur-unsur
yang dimaksud di atas. Unsur tokoh dan penokohan, latar dan
penyajian latar nantinya akan dibuat skema hubungan antar unsurnya
dengan menggunakan teori strukturalisme Todorov.

2. Sinopsis Cerpen Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan

Nurdin didatangi arwah Salamah berupa potongan-potongan
kepalanya. Salman juga mengalami hal serupa. Warga desa Sudi
Mulyo dibuat geger dengan sosok arwah Salmah. Potongan kepala
Ssalamah berputar-putar mengelilingi Nurdin, hingga Nurdin dibuat
kacap oleh sosok mahluk halus iu.

Arwah Salamah mendatangi mereka yang dianggap terlibat dalam
kejadian itu, yang membuat Salamah mati tak berdaya dengan
mengenaskan. Semua yang terlibat dalam tragedi itu dihantui sosok
arwah wanita itu.

Kejadian itu bermula dari 55 tahun yang lalu, saat Nurdin baru
lulus SMP. Salamah dalam masa hidupnya dikenal sebagai sosok ayng

11

manis, pandai bernyanyu dan menari, hingga bermain viano. Namun
sayang, ayah Nurdin tak begitu suka jika ia terlalu dekat dengan
wanita itu. Pernah, ayah Nurdin murka saat dirinya suatu waktu
memboncengi wanita itu.

Tragedi itu bermula dari Diro Saidi, sosok laki-laki yang
menyumbang di acara pesta perrnikahan. Setelah beberapa lamanya,
Diro Saidi, Salamah dan beberapa orang lainnya diseret ke hutan.
Puluhan tentara mengawali mereka dengan tangan terikat tali. Di
leher Diro Saidi ada seutas tali, dengan Salamah di belakangnya.

Nurdin tahu persis kejadian itu. Banyak orang yang meminta
mereka dibunuh, digantung, dan dihantam. Di hutan Widaren itu,
orang semakin beringas. Melihat kelakuan orang-orang, Nurdin
mengangkat batu, dan entah bagaimana batu itu mengenai tengkuk
Salamah. Ditambah ayah Nurdin menebas leher wanita itu.

Kejadian 50 tahun itu membuat Nurdin dihantui dosa dan rasa
bersalah. Nurdin dan Sulaiman bergegas menuju rumah Pak Dukuh
untuk melakukan zikiran dan tahlilan. Meski tidak direstui Pak Dukuh,
ia tetap bertekad untuk membuat selamatan untuk arwah wanita itu.

3. Stuktur Cerpen Berdasarkan Analisis Todorov
Pada bab sebelumnya sudah dipaparkan beberapa hal terkait teori

stuktural cerpen berdasarkan pendapat Todorov. Selanjutnya pada
bagian ini akan dijelaskan tentang contoh analisis penggunaan teori
stuktur tersebut ke dalam cerpen.
A. Fakta Cerita

Fakta cerita atau yang dikenal juga dengan istikah struktur faktual
terdiri dari unsur alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan, latar
dan penyajian latar. Ketiga unsur ini selanjutnya akan diuraikan
pada penjelasan di bawah ini.
1) Alur dan Pengaluran

12

Alur ialah rangkaian peristiwa dalam cerita. Beberapa rangkaian
peristiwa yang muncul dalam cerpen Salamah dan Malam yang
Tak Terlupakan ialah sebagai berikut.
1. Nurdin didatangi potongan kepala yang melayang-layang dalam
mimpinya
2. Masrih heran melihat tingkah polah suaminya (Nurdin) bangun
dengan terengah-engah sembari memyebut nama Salamah
3. Teringat kejadian beberapa tahun silam oleh Nurdin sambil
menceracau
3.1 Sosok potongan kepala itu menunjuk-nunjuk ke arah Nurdin
sembari meminta tolong
3.2 Di hutan widaren, ia melihat Salamah dan keluarganya, beserta
orang-orang kampung terseret oleh orang banyak.
4. Hal serupa dialami Sulaiman, teman satu kampung Nurdin.
5. Malam berikutnya, potongan kepala itu mendatangi Baron
Suparto
6. Desa Sudi Mulyo gempar hingga para lelaki tidak berani tidur di
rumah mereka dan memilih berkumpul di pos ronda
6.1 Ingatan Nurdin kembali pada 55 tahun silam, saat itu ia sudah
lulus SMP, namun Salamah masih SD
6.2 Ketertarikan Nurdin pada sosok perempuan itu mucul saat Bupati
datang ke desa dan Salamah yang berperan mengalungkan bunga
6.2.1 Kedekatan Nurdin dengan Salamah saat digonceng waktu

latihan menari
6.2.2 Ayah Nurdin tidak menyukai hubugan mereka
6.3 Selepas magrib, puluhan tentara memegang senapan, pemuda

membawa cangkul, dan beberapa perempuan berbaris di
belakang dengan tangan terikat
6.4 Ayah Salamah (Diro Saidi) digelendang dalam barisan itu
dengan tubuh penuh luka dan seutas tali di kepalanya.

13

6.5 Melihat kejadian itu, Nurdin merasa sakit hati sebab dalam
barisan itu juga terlihat Salamah dengan tangan terikat

6.6 Dengan ayunan kayu di tangannya, Ayah Nurdin meminta
mereka untuk dibunuh dan digantung

6.7 Ditempat itu juga Nurdin melihat Sulaiman dan Baron Suparto
dengan sebilah bambu panjang di tangannya akan memukul
orang-orang yang diikat tangannya.

6.8 Suaranya yang lirih, Salamah meminta tolong pada Nurdin agar
ibunya yang sakit dijaga. Nurdin menyanggupinya.

6.9 Orang-orang yang diikat itu (termasuk Salamah) dibawa ke
hutan Widaren dan diseret makin ganas.

6.10 Diro Saidi digebuk. Sulaiman melempar batu yang mengenai
kepalanya, lalu darahnya mengucur.

6.11 Semakin malam, orang-orang semakin kejam memperlakukan
mereka. Nurdin pun mengambil batu dan melemparkan batu
itu hingga mengenai tengkuk Salamah.

6.12 Kemudian sebuah parang milik ayah Nurdin memotong kepala
Salamah dan menggelinding ke tanah. .

6.13 Setelah dua minggu kejadian itu, para lelaki bersembunyi di
hutan dan kabur ke luar desa.

6.14 Nurdin medapat kabar ibu Salamah mati dibawah ranjang
dengan muntahan darah kering.

6.15 Nurdin lalu merantau ke kota. Ia kembali ke desanya setelah
ayahnya meninggal. Tepatnya setelah 10 tahun berlalu

6.16 Kedua anak Nurdin, Satrio dan Wikan sudah menikah. Satrio
seorang dosen dan Wikan bekerja di pabrik.

6.17 Kegelisahan Nurdin tetap menghampiri setelah peristiwa itu.
Banyak berita simposium tahun 1965 yang ingin membuka
peristiwa itu, karena menewaskan banyak orang.

14

7. Setelah merasa diri cukup sehat, Nurdin mengambil motor
menuju pinggir hutan. Menuju tempat kuburan orang-orang
yang terbunuh mengerikan.

8. Dengan berjongkok, Nurdin meminta maaf pada Salamah, tepat
di atas kuburannya. Lalu mendoakannya.

9. Nurdin pergi ke rumah Sulaiman. Memintanya untuk
membuatkan tahlilan bagi mereka yang mati di sana.

10. Sulaiman menolak melakukan tahlilan.
11. Mereka berdua pergi ke rumah pak dukuh untuk mengadukan

peristiwa itu. Namun pak dukuh tidak berkata apa-apa
12. Walaupun tidak disetujui, Nurdin tetap akan membuatkan

tahlilan untuk mereka. Walaupun tidak ada seorang pun yang
mendukungnya.
Setelah melalui proses analisis urutan satuan cerita, selanjutnya akan
ditampilkan bagan urutan tersebut seperti berikut ini.

Bagan 1. A
Urutan Sekuen Cerpen Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan

1-3 3.1-3.2 4-6 6.1- 6.17 7-12

Keterangan :
Gambar panah ke belakang adalah sorot balik (flash back, byangan, masa lalu)
Gambar panah ke depan adalah sorot depan: pemikiran, lamunan, harapan

Cerpen ini terdiri atas 12 Sekuen saat penceritaan, 19 sekuen ada
ada sorot balik tahap pertama (3.1-3.2 dan 6.1-6.17) dengan dua
sorot balik tahap kedua (6.2.1-6.2.2). Jika diperhatikan, jumlah
sekuen yang berada pada sorot balik sebanyak 21 sekuen atau
berjumlah 64% dengan rincian 19 sekuen sorot balik tahap pertama

15

dan 2 sekuen sorot balik tahap kedua, lebih banyak jika dibandingkan
dengan sekuen sorot maju yang hanya berjumlah 12 sekuen atau
berjumlah 36%. Oleh karena itu, jika dilihat dari urutan kronologis
rangkaian dari setiap peristiwa, dapat disimpulkan bahwa rangkaian
peristiwa yang digunakan dalam cerpen ini ialah rangkaian peristiwa
sorot balik atau alur mundur karena lebih banyak mendominasi.

Pada bagian awal cerpen menceritakan Nurdin yang terengah-
engah dari tidurnya. Ia bermimpi bertemu ada potongan kepala
Salamah datang menghantuinya, melayang-layang mendatanginya.
Didatangi demikian, Nurdian lalu terbangun dari tidurnya dan
membuat istrinya, Marsiah heran dengan tingakah polahnya. Pada
pertengahan cerita menarasikan orang-orang disiksa dan diseret
menuju hutan Widaren, termasuk Salamah dan Diro Saidi, ayah
Salamah. Mereka disiksa dan dibunuh secara tragis di tempat itu.
Pada bagian akhir memperlihatkan Nurdin yang pergi ke rumah
Sulaiman dan mengajaknya untuk membuat tahlilan, sebab mimpi itu
tidak hanya menghampirinya, namun juga Sulaiman yang ikut
menyiksa orang-orang itu dulu. Namun ia menolak dan memilih
melupakan peristiwa itu. Setelah ia ke rumah Pak Dukuh, Nurdin
bertekad untuk membuat tahlilan seorang diri, meski tidak ada yang
menyetujui keinginannya itu. Ia berharap tahlilan itu dapat membuat
arwah orang-orang yang dibunuh itu bisa tenang di alam sana.

Setelah melakukan uji analisis urutan satuan isi cerita melalui
skema di atas, maka dapat dilihat alur yang lebih mendominasi dalam
cerita. Selanjutnya ialah melakukan analisis fungsi utama atau
melihat bagaimana hubungan logis di antara fungsi utama yang
merupakan kerangka cerita Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan
Karya Lilik HS. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan antara fungsi-
fungsi utama dari uruta tekstual dengan membubuhi angka romawi
seperi pada penjelasan berikut ini.

16

I. Sosok potongan kepala Salamah mengantui Nurdin, Sulaiman,
Baron dan pemuda-pemuda desa Sudi Mulyo (1, 3.1, 4, 5)

II. Ingatan Nurdin memuntunnya mengenang kejadian 50 tahun
silam (3, 6.1)

III. Cantik parasnya dan sopan budi pekertinya membuat Nurdin
jatuh hati pada Salamah (6.2, 6.2.1)

IV. Keduanya sempat menjalin hubungan saat Nurdin
membonceng Salamah pergi latihan menari (6.2.1)

V. Hubungan keduanya tidak mendapat restu dari ayah Nurdin
(6.2.2)

VI. Desas-desus Diro Saidi, Ayah Salamah yang diduga ikut
organisasi terlarang (6.4, 6.10)

VII. Semua keluarga Salamah, paman, kakak, termasuk ayahnya
digelendang menuju hutan Widaren dengan tangan terikat
dan tali melingkari leher (6.4, 6.7, 6.9)

VIII. Orang-orang membawa sebilah kayu sambil meneriaki mereka
untuk dibunuh dan diganung (6.11)

IX. Baron Suparto dan Sulaiman membawa sebilah kayu dan ikut
meneriaki mereka (6.7, 6.9)

X. Terlihat Salamah yang kesakitan dalam barisan itu dengan liih
meminta tolong pada Nurdin agar ibunya yang sedang sakit
ditolongnya (6.8, 6.9, 6.11)

XI. Mendekati hutan widaren Diro Saidi digebuki dan dikeroyok
(6.9, 6.10)

XII. Sebongkah batu dari tangan Sulaiman mengenai kepalanya
dan darah menguncur (6.10, 6.11)

XIII. Mendengar teriakan makin keras, Nurdin ikut mengambil
sebongkah batu dan melemparkannya, namun mengenai
tengkuk Salamah (6.11)

17

XIV. Ayah Nurdin menebaskan parangnya tepat di leher Salamah
hingga kepala itu menggelinding ke tanah dan semua orang-
orang itu mati (6.12)

XV. Setelah dua minggu kejadian desa sepi dan para laki-laki lari
ketengah hutan untuk bersembunyi (6.13)

XVI. Nurdin merantau ke kota (6.15)
XVII. Sepuluh tahun berlalu, ayahnya meninggal dan ia kembali ke

desa (6.15)
XVIII. Ia menikahi Marsih dan mengajarkan anak-anak sekolah dasar

(6.15, 6.16)
XIX. Bertahun-tahun setelah kejadian itu, ia dikaruniai anak laki-

laki, Satrio, dan seorang perempuan bernama Wikan (6.16)
XX. Anaknya, Satrio, melakukan riset tentang tragedi itu dan

menyebarkan hasilnya (6.17)
XXI. Koran-koran lalu banyak membahasnya dan simposium yang

ingin menyelesaikan kasus tersebut (6.16, 6.17)
XXII. Tidak mendengar perkataan istrinya, Nurdin memacu

motornya menuju pinggir hutan Widaren (7)
XXIII. Di sebuah bongakahan batu hitam, tempat yang diyakini

sebagai penanda kuburan orang-orang yang dibantai, di situ ia
berhenti.(8)
XXIV. Nurdin berjongkok seraya melafalkan permintaan maaf lalu
diakhiri dengan do’a (8)
XXV. Bersama motornya ia kembali ke rumah Sulaiman,
mengajaknya untuk membuat tahlilan (9)
XXVI. Bagi Sulaiman, kasus itu telah usai dan tidak ada yang perlu
diperbincangkan (10)
XXVII. Mereka berdua menuju ke rumah pak Dukuh (11)
XXVIII. Namun penolakan juga datang dari Pak Dukuh yang tidak ingin
membicarakan peristiwa itu dan melakukan tahlilan (11)

18

XXIX. Meski tidak ada yang setuju dengan niatannya itu, ia akan
membuat tahlilah seorang diri, agar para korban itu dapat
tenang di alamnya. (12)

19

Berdasarkan uraian fungsi-fungsi utama dari cerpen “Salamah
dan Malam yang Tak Terlupakan” di atas, berikut ini akan disajikan
bagan jaringan hubungan logisnya.

Bagan A.2
III

II
IV

VII VI V

VIII IX

XI X I

XII

XIII

XXIII XIV XV XVI XVII

XVIII

XXIV XXII XXI XX XIX

XXV XXVII

XXVIII XXIX

20

Dari kedua uraian analisis satuan isi cerita dengan urutan
fungsi-fungsi utama atau hubungan logis, dapat dilihat bahwa fungsi
utama terdiri dari 29 fungsi dan terdiri dari 21 sekuen masa lalu dan
12 sekuen masa kini. Bagan tersebut menunjukan bahwa ada
beberapa peristiwa implisit pada sekuen-sekuen dalam cerita,
kemudian menjadi eksplisit pada fungsi-fungsi utama atau urutan
logis.

Setelah melalui rangkaian kajian alur dan pengaluran di atas,
maka dapat dilihat beberapa alur yang mengarah pada mitologi
budaya dan beberapa alur yang tidak memiliki unsur mitologi budaya.
Mitologi terlihat pada alur maju dengan menampilkan peristiwa-
peristiwa magis berupa sosok ruh yang gentayangan dan
mengahantui Nurdin, Sulaiman, dan Baron Suparto. Kemunculan
arwah yang gentayangan ini dkarenakan mereka terbunuh dengan
sadis tanpa alasan yang jelas. Dalam budaya Indonesia secara umum,
mereka yang dibunuh secara sadis kerap kali menghantui
pembunuhnya untuk melakukakan pembalasan. Kematian mereka
dengan cara yang tidak normal menjadi penyebab arwah mereka
gentayangan.

Munculnya sosok potongan kepala kemudian diindikasikan
sebagai pertanda cara kematiannya, sebab dalam cerpen dikisahkan
tokoh Salamah mati dengan kepala yang ditebas oleh ayah Nurdin.
Sehingga arwah Salamah muncul dengan sosok potongan kepala.
Penarasian ini untuk mengatakan agar si pembunuh merasa
menyesal dan mengakui kesalahannya pada si pemilik arwah. Hingga
akhirnya arwah yang gentayangan bisa tenang di alamnya.

Jika dilihat mitologi budaya yang ada pada alur mundur, maka
yang terlihat ialah peristiwa masa lalu yang dialami tokoh Nurdin.
Cerpen tidak menarasikan adanya mitologi budaya yang terlihat

21

dalam penyampaian alur mundur namun justru terlihat pada alur
maju.

Munculnya peristiwa mitologis dalam alur maju tidak senada
dengan yang diungkpkan William Bascom (1965, hal 5) bahwa mitos
dalam cerita menceritakan kejadian masa lampau. Sehingga peristiwa
yang dijelaskan dalam cerpen ini, tidak sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan Bascom tentang indikator mitologi yang menceritakan
masa lampau, tetapi jika dilihat baik-baik, munculnya mitologi dari
alur maju dalam cerpen ini, justru disebabkan oleh penceritaan alur
mundur melalui ingatan tokoh Nurdin. Sebagai akibat dari peristiwa-
peristiwa masa lalu dari alur mundur, maka muncullah mitologi
dengan penceritaannya melalui alur maju melalui peristiwa mitologis
yang dialami oleh tokoh Nurdin, Sulaiman, dan Baron Suparto.
Mitologi itu berupa adanya sosok arwah Salamah yang menghantu-
hantui warga Sudi Mulyo melalui potongan kepala. Mitologi
potongan kepala orang yang sudah meninggal dunia ini diercaya
dapat dihilangkan dengan melakukan tradisi tahlilan. Nurdin, salah
seorang warga desa Sudi Mulyo menganggap jika tradisi tersebut
bisa menghilangkan gangguan tersebut. Hal ini didasarkan karena
arwah orang yang meninggal dunia mengalami ketidaktenangan
dalam alam ruh, sehingga dengan melakukan tahlilan, arwah orang
yang meninggal dunia bisa tenang di alamnya.
2) Tokoh dan Penokohan

Tokoh-tokoh yang tampak dalam cerpen Salamah dan Malam yang
Tak Terlupakan terdiri dari dua tokoh utama dan lima tokoh
sampingan dengan tujuh penokohan. Beberapa tokoh yang
muncul ialah Nurdin, Salamah, Sulaiman, Baron Suparto, Diro
Saidi, Ayah Nurdin, dan Pak Dukuh. Tokoh utama dalam cerpen ini
ialah Nurdin dan Salamah yang sering muncul dalam cerita, namun

22

dalam penjelasan berikut ini hanya akan dijelaskan beberapa
tokoh yang sering muncul atau paling dominan dalam cerita.
a. Nurdin

Tokoh ini ditampilkan sebagai laki-laki tua yang merupakan
pensiunan guru. Ia memiliki masa lalu yang suram dengan
gadis pujaannya, Salamah. Namun sayang, hubungan mereka
tidak disetujui sang ayah, karena keluarga mereka dianggap
memiliki organisasi terlarang. Nurdin digambarkan sebagai
sosok laki-laki yang penyayang, iba, penuh kasih, penurut pada
orang tua meski harus berbuat nekat pada perintah ayahnya.

Atas kejadian 55 tahun silam, Nurdin dihantui
perbuatannya yang telah dengan sadar juga ikut menyaksikan
dan melemparkan batu pada orang-orang yang terbunuh.
Nurdin dengan orang-orang kampung, beramai-ramai
membunuh orang-orang yang diduga menjadi anggota PKI.
Mereka kemudian digelandang dan disiksa dalam hutan
widaren. Di sini diperlihatkan sosok Nuridin, meskipun ia
memiliki sikap iba, namun dirinya tidak dapat membuat
keputusan untuk tidak ikut melukai orang-orang itu. Nurdin
tanpa sadar juga ikut melemparkan batu yang mengenai
Salamah. Terlihat sadis seperti ayahnya, seperti kutipan
berikut ini.

“Nurdin mengambil batu. Ia menggenggam saja.
Teriakan semakin membahana. Dan entah angin dari mana,
Nurdin melemparkan bongkahan batu di tangannya, terkena
tepat di tengkuk Salamah. Salamah terhuyung. Nurdin terpana.
Dalam hitungan detik, ayah Nurdin mengankat parang, tepat
mengenai kepala Salamah yang langsung menggelinding rubuh
ke tanah. Nurdin memekik sekencang-kencangnya.” (Hal. 117).

Pada kutipan di atas terlihat, betapa beringasnya
ayahnya Nurdin yang berani memenggal kepala orang yang
ditaksirnya. Ia tidak memiliki belas kasih karena menganggap

23

orang-orang yang dianiaya itu adalah kelompok atau anggota
PKI. Sehingga dengan membabi buta orang-orang di desa
membunuh dan menewaskan sejumlah orang. Peristiwa itu
juga menewaskan ayah Salamah, Diro Saidi yang dianggap
memiliki hubungan dengan PKI, padahal tidak ada bukti yang
jelas penuduhan mereka. Sejatinya, dalam pembantaian itu,
mereka membunuh atas dasar yang kurang jelas ayng diduga
ada dalang di balik pembantaian itu.
b. Salamah

Tidak ada penggambaran secara langsung tentang karakter
tokoh, namun penokohan Salamah dapat dilihat dari dialog
antar tokoh. Gambaran fisik Salamah dapat dilihat dari ingatan
Nurdin tentang tokoh. Ia berparas ayu, pitar bermain voli,
menari dan menyanyi. Senyumnya manis dan mempunyai
langkah yang anggun, layaknya seorang kaya.
“Salamah belum lulus sekolah guru. Ia berparas manis, pandai
menar, menyanyi, dan bermain voli. Nurdin ingat ketika pak
bupati berkunjung ke desanya, Salamah yang maju
mengalungkan untaian bunga. Langkahnya anggun.
Senyumnya manis sekali. Nurdin langsung jatuh hati. Tapi tak
punya nyali.” ( Hal. 114 & 115).

Ia merupakan gadis lugu, persis seperti gadis desa pada
umumnya. Terlahir dari keluarga Dirto Saidi, orang yang cukup
berada, mempunyai truk, pengilingan, menyumbang untuk
pentas seni, orang kaya yang baik hati. Namun membuatnya
harus terasingkan karena dianggap memiliki hubungan dengan
organisasi terlarang di desanya. Meskipun Nurdin suka
padanya, namun ayahnya tidak mengizinkannya untuk dekat-
dekat dengannya, apalagi hubungannnya pernah diketahui
pernah membonceng Salamah di saat gadis itu akan pergi
latihan menari.

24

Orang-orang kampung pun tidak ada yang suka dengan
keluarnanya. Kakak, paman, dan semua pertalian darah
Salamah tidak mendapat tempat di hati masyarakat. Pada
tahun 1965, mereka lalu digebuki, digelandang menuju hutan
Widaren. Di sana, mereka di siksa, dipukul, dianiaya tanpa
perlawanan dengan tangan terikat tali, termasuk Salmah dan
belasan orang lainnya. Hingga akhirnya, mereka tewas dengan
mengenaskan di tangan penduduk desa tanpa alasan yang
jelas. Mereka diduga memiliki hubungan dengan organisasi itu.
c. Sulaiman

Tokoh Sulaiman digambarkan sebagai tokoh yang keras,
kejam, beringas, dan apatis. Kekejaman tokoh ini dapat dilihat
pada peristiwa saat ia ikut membantai orang-orang yang
diduga ikut organisasi PKI. Tanpa ada rasa takut sedikit pun, ia
mengambil sebongkah batu, lalu dilemparkannya ke kepala
Diro Saidi, dan darahnya mengucur. Perbuatan Sulaiman ini
termasuk perbuatan bringas dan keras, tanpa ampun ia berani
berbuat demikian pada seorang laki-laki tua, ayahnya Salamah.
Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Mendekati hutan Widaren, barisan orang diseret-seret makin
kencang. Nurdin menyaksikan Diro Saidi terus digebuki. Ia tak
mengaduh. Bibirnya hanya bergetar tanpa suara. Seorang anak
muda melemparkan sebongkah batu ke kepala Diro Saidi.
Darah menguncur. Nudin melirik, itu adalah Sulaiman.” (Hal.
116).

Di sisi lain ia digambarkan juga sebagai sosok yang apatis.
Tidak mau menyesali perbuatannya dan tidak ingin mengingat
kejadian masa lalunya. Padahal dari kejadian itu, ia ikut
bersembunyi ke luar desa. Saat diminta oleh Nurdin untuk
membuat tahlilan, ia malah menolak itikad temannya itu. Ia
tidak ingin mengungkit-ungkit masalah itu. Hal yang sangat

25

bertentangan dengan yang dilakukan oleh anak Nurdin, Satrio,
yang melakukan riset tentang peristiwa bersejarah itu. Setelah
mengajak Sulaiman untuk membuat tahlilan untuk oarng-
orang yang telah dibunuhnya, Sulaiman malah menatap
Nurdin dengan mata merah. Ia malah memberikan simbol
tidak suka pada ide temannya itu. Hingga akhirnya, Nurdin
sendiri yang akan membuat tahlilan tesebut.

Mitologi budaya jika dilihat melalui struktur tokoh
dalam cerpen ini terlihat melalui deskripsi sosok potongan
kepala Salamah yang melayang-layang menghantui warga Sudi
Mulyo. Salamah merupakan tokoh mitologi karena dihadirkan
melalui sosok hantu.

Dalam kepercayaan zaman Jawa Kuno, sosok hantu
berupa potongan kepala ini disebut sebagai tendas buntit,
sosok hantu berupa potongan kepala, potongan tangan atau
potongan tubuh manusia. Sosok hantu ini dapat ditemukan
pada Candi Sukuh, Karang Anyar. Sosok itu digambarkan
melalui ukiran pada relief-relief candi.

Sosok potongan kepala, jika dilihat dari aspek sejarah di
atas, maka ia berposisi sebagai mitologi masyarakat Indonesia
yang peradabannya masih eksis melalui peceritaan dalam
cerpen. Munculnya sosok hantu berupa potongan kepala
Salamah pada setiap peristiwa dalam cerita memiliki makna
tersendiri jika dikaitkan dengan aspek sejarah dan konteks
cerita. Potongan kepala dalam cerita menjadi simbol kejahatan
yang tidak pernah tuntas masalahnya. Meskipun orang-orang
berusaha menutupi peristiwa itu, namun keluarga korban
masih sangat ingin mengetahui siapa dalang dibalik tragedi itu.

Potongan kepala yang menghantui warga Desa Sudi
Mulyo juga memiliki makna bahwa sampai kapan pun, kejadian

26

itu akan terus menghantui orang-orang di balik peristiwa
tersebut. Potongan kepala itu menjadi simbol amarah untuk
melawan para pembantai. Sosok potongan kepala diibaratkan
sebagai perlawanan kecil para korban terhadap para pelaku
yang semena-mena melakukan pembantaian itu.

Munculnya tokoh Satrio, anak Nurdin yang melakukan
riset tentang tragedi pembunuhan keluarga Saalmah juga
sebagai simbol bahwa ada sekelompok orang yang masih ingin
membuka masalah itu, untuk mengetahui siapa dalang dibalik
pembantaian tahun ’65 itu. Meskipun kejadian itu di tutupi,
namun masih banyak yang mengharapkan keterbukaan,
melalui simbol penelitian yang dilakukan oleh tokoh Satrio.

Mitologi munculnya arwah yang gentayangan di
Indonesia, dipercaya sebagai akibat tidak tenangnya ruh orang
tersebut. Mereka kerap kali akan muncul dengan sosok hantu
berupa pocong, mayat hidup, kuntilanak, potongan kepala,
dan dengan cara yang mengerikan atau seperti cara mereka
meninggal.

Sehingga melalui beberapa pemaparan di atas, mitologi
budaya yang diperlihatkan melalui tokoh Salamah ialah sosok
potongan kepala yang dipercaya oleh masyarakat sebagai
hantu tendas buntit. Potongan kepala itu masih tetap eksis
ditengah perkembangan teknologi yang kian pesat. Munculnya
mitologi budaya dalam cerita juga memiliki maksud dan arti
tersendiri yang disampaikan secara tidak langsung. Dalam
cerpen ini, mitologi budaya hantu tendas bantit djadikan
sebagai bentuk perlawanan, pengingat sebuah tragedi yang
terjadi pada tahun ‘65 silam.

3) Latar dan Penyajian Latar

27

Dilihat dari peristiwa ke peristiwa, latar dalam cerpen
Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan terdiri atas tiga latar,
yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana atau situasi.
Latar tempat berada di desa Sudi Mulyo, di tepi hutan Widaren,
Rumah Nurdin dan pos ronda. Latar waktu mengacu pada tahun
1965, pada saat tragedi pembunuhan orang-orang yang dianggap
bagian dari anggota PKI. Muncul juga latar waktu malam hari
sebagai waktu yang diperlihatkan untuk membunuh orang-orang
yang diduga ikut terlibat dalam organsasi terlarang itu.

“Salamah, anak sulung Diro Saidi, pemilik penggilingan
padi dan punya beberapa truk. Sudah 55 tahun berlalu. Orang
yang diciduk dari rumahnya, digelendang ke tengah hutan, dan
nyawanya lenyap di sana.” (Hal. 113)

Sementara suasana dalam cerita didominasi dengan
keadaan yang mencekam, menakutkan, mengerikan, dan
menegangkan. Situasi ini muncul dari mimpi seorang laki-laki tua,
Nurdin yang bermimpi dihantui oleh arwah Salamah, korban
tragedi berdarah, didatangi berupa potongan kepala hingga
membuatnya harus mengingat kejadian 55 tahun silam. Peristiwa
yang sama itu pun dialami juga oleh Sulaiman dan Baron Suparto,
laki-laki yang ikut serta membunuh orang-orang pada 1965 itu.

“Desa Sudi Mulyo mendadak gempar. Dari mulut ke mulut
berembus kabar, ada sepotong kepala melayang-layang
menjumpai beberapa penduduk desa. Sosok kepala itu pertama
kali mendatangi Nurdi, seorang pensiunan guru.” (hal. 111)

Mereka yang ikut terlibat pada peristiwa pembantaian itu
juga didatangi oleh sosok arwah Salamah, tidak hanya Nurdin,
Sulaiman, dan Baron Suparto. Satu per satu penduduk desa Sudi
Mulyo digentayangi dengan sosok potongan kepala yang
mengantuinya. Mereka kemudian takut, tidak berani tidur di
rumah mereka, tetapi di suatu sisi, mereka juga tidak mau

28

menyesali perbuatan mereka, hanya Nurdinlah satu-satunya
orang yang memiliki rasa penyesalan dan ingin membuat tahlilan,
berdoa bagi orang-orang yang telah mereka bunuh agar arwahnya
tenang di alamnya. Hingga di akhir cerita diperlihatkan, para
penduduk desa, masih digemparkan dengan sosok potongan
kepala Salamah yang datang menghantinya.

Mitologi budaya yang terdapat dalam struktur latar dalam
cerita mengandung unsur fakta sejarah. Berdasarkan kajian data
dan latar waktu, tempat, serta suasana yang muncul dalam cerita,
tidak ditemukannya unsur mitologi budaya melalui struktur latar.
Latar lebih banyak mengacu kepada dunia yang fenomenal atau
kenyataan yang real dalam cerita.
B. Tema

Dalam pandangan Stanton (2007, hlm. 36), tema dapat
ditentukan setelah mengkaji fakta certia atau struktur faktualnya.
Sehingga dari hasil kajian struktur faktual di atas, tema dalam
cerpen Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan adalah tentang
tragedi dibalik kejadian mengerikan pada G30SPKI tahun 1965.
Tema ini ingin menyindir bahwa orang-orang yang tidak bersalah,
belum terbukti kebenarannya, lalu dibunuh, dibantai secara hina.
Mereka yang dianggap bagian dari PKI dikebiri lalu dibunuuh
secara masal, tanpa melihat asal usul mereka. Mereka tidak bisa
menuntut balas, karena semua keluarga mereka juga ikut dikebiri.
Hal serupa yang ingin disampaikan melalui tokoh Salamah yang
tewas dipenggal kepalanya, tanpa alasan yang jelas.

Peristiwa itu kemudian hanya menjadi tragedi, tanpa
diketahui siapa dalang dialik kejadian itu. Mereka yang ikut terliat
selalu dihantui dan diikuti ketakutan dan kengerian. Didatangi
oleh arwah-arwah yang menuntut balas, sebab mereka tidak bisa
melakukan apapun. Arwah yang muncul dalam mimpi para

29

pembantai sejatinya menjadi simbol perlawanan yang ingin
dilakukan oleh mereka yang dibantai. Dari kejadian ini, pembaca
diajak untuk berpikir bijak, agar kejadian serupa tidak terulang.
C. Sarana Cerita
1) Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan dalam penceritaan cerpen
ini ialah sudut pandang orang ketiga terbatas. Orang ketiga
terbatas ialah pengarang memosisikan semua orang karekter
dalam cerita dengan menempatkan seorang karakter yang dapat
mendengar, melihat, dan dilakukan tokoh lain. Penulis
menjelaskan kejadian yang dialami tokohn-tokohhnya hanya
terbatas pada satu orang tokoh saja. Pada cerpen Salamah dan
Malam yang Tak Terlupakan ini, penulis memosisikan tokoh
Nurdin sebagai orang ketiga terbatas. Melalui tokoh Nurdin inilah,
tokoh-tokoh lain dinarasikan oleh pengarang.

“Nurdin memacu motornya perlahan. Jalanan agak becek
sisa hujan semalam. Setelah keluar batas desa, melewati
perkubura tebu, sampailah Nurdin ke pinggir hutan. Motor dipacu
perlahan, meliu-liuk melintasi batu-batuan dan potongan ranting
jati dan jarak yang berserak.” (Hal. 118).

Peristiwa di atas menggambarkan saat tokoh Nurdin keluar
dari rumah Pak Dukuh dan tidak mendapatkan respon apapun
darinya. Ia lalu memacu motornya. Tekadnya sudah bulat untuk
membuat tahlilan untuk Salamah. Penulis dalam penggalan cerita
ini menempatkan dirinya sebagai orang ketiga terbatas dengan
memosisikan Nurdin sebagai tokoh tokoh yang menjelaskan
kejadian yang dialami tokoh lain.
2) Gaya Bahasa

Dalam menarasikan cerita ini, hadir pula gaya bahasa
untuk memperintah diksi yang digunakan dalam cerita. Dalam
cerpen Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan, gaya bahasa
yang menonjol dapat pembaca amati ialah gaya bahasa hiperbola.

30

Gaya bahasa ini dianggap sebagai bahasa yang melukiskan suatu
peristiwa, keadaan, kejadian dengan cara yang berlebihan. Seperti
pada kutipan berikut ini.
“Saat barisan itu melintas, Nurdin melengos. Hatinya teriris.
Suarnya berhenti di kerongkongan. Dia ingin sekali menarik
Salamah dari barisan itu, tetapi suasana sungguh mengerikan.”
(Hal. 116).

Pada penggalan frasa “Hatinya teriris” merupakan
pengaalan frasa yang melebih-lebihkan keadaan yang dialami
tokoh Nurdin. Frasa di atas sama artinya dengan mengatakan ia
sangat terluka, ia sangat sakit melihatnya. Munculnya frasa
“Hatinya teriris” di atas ialah untuk memunculkan kesan bahwa
tokoh Nurdin mengalami sakit hati yang sangat mendalam melihat
peristiwa pembantain yang disaksiakannya

Lebih lanjut, gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen ini
secara keseluruhan lebih banyak menggunakan gaya bahasa
berdasarkan tururan kehidupan seharai-hari. Hanya terdapat satu
atau dua bagian, yang menggunakan gaya bahasa berupa majas
hiperbola sesuai dengan kutipan di atas.
3) Simbol

Kisah cerpen Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan
secara tidak langsung ingin memberikan simbol kepada para
pembacanya melalui tokoh Salamah dan potongan kepalanya.
Munculnya sosok potongan kepala yang menghantu-hantui
penduduk desa sejatinya menjadi simbol agar kejadian itu tidak
dilupakan, masih ada keluarga korban yang tidak puas dengan
peristiwa itu.

“Desa Sudi Mulyo mendadak gempar. Dari mulut ke mulut
berembus kabar, ada sepotong kepala melayang-layang
menjumpai beberapa penduduk desa. Sosok kepala itu pertama
kali mendatangi Nurdi, seorang pensiunan guru.” (hal. 111)

Potongan kepala Salamah pada peristiwa itu menjadi
simbol kejahatan yang tidak pernah tuntas masalahnya. Meskipun

31

orang-orang berusaha menutupi peristiwa itu, namun keluarga
korban masih sangat ingin mengetahui siapa dalang dibalik tragedi
itu. Potongan kepala yang menghantui warga Desa Sudi Mulyo
juga memiliki makna bahwa sampai kapan pun, kejadian itu akan
terus menghantui orang-orang di balik peristiwa tersebut.
Potongan kepala itu menjadi simbol amaraha yang melawan para
pembantai agar tidak tenang menghadapi hidupnya. Sosok
potongan kepala diibaratkan sebagai perlawanan kecil para
korban terhadap para pelaku yang semena-mena melakukan
pembantaian itu.
Dalam kutipan lain, “Kedua anaknya,Satrio dan Wikan telah
menikah. Satrio menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi swasta
di Semarang da Wikan bekerja di sebuah pabrik tekstil di Bekasi.
Hingga suatu hari Satrio berkisah tentang sebuah riset yang
dilakukannya, tentang peristiwa ’65. (Hal. 118).
Satrio, anak Nurdin yang melakukan riset juga sebagai simbol
bahwa ada sekelompok orang yang masih ingin membuka masalah
itu, untuk mengetahui siapa dalang dibalik pembantaian tahun ’65
itu. Meskipun kejadian itu di tutupi, namun masih banyak yang
mengharapkan keterbukaan, melalui simbol penelitian yang
dilakukan oleh Satrio.
4) Ironi

Ironi pada cerpen “Salamah dan Malam yang Tak
Terlupakan” dengan mengacu pada pendapat Stanton yang
menjelaskan bahwa ironi yang dimaksud ialah cara untuk
menampilkan adanya pertentangan, kontrastifitas dalam cerita
atau sebuah peristiwa yang berlawanan dengan apa yang telah
diduga. Berdasarkan pendapat Stanton di atas, maka ironi dalam
cerpen ini dapat dilihat pada peristiwa terbunuhnya Salamah. Ada
sebuah peristiwa kontas yang disajikan secara dramatis melalui
terbunuhnya tokoh Salamah.

32

Pada awal cerita, peristiwa demi peristiwa menyebutkan
hubungan antara tokoh Nurdin dan Salamah terjalin dengan baik.
Mereka digambarkan memiliki rasa dan hubungan. Pada sebuah
peristiwa latihan menari, Nurdin sempat pula mengantarkan
Salamah untu pergi latihan menggunakan motornya. Namun pada
klimaks cerita, dihadirkan kontrastifitas yang sangat bertentangan
dengan awal cerita. Nurdin dinarasikan sebagai sosok yang malah
membunuh orang yang dia sukai. Dengan bongkahan batu di
tangannya, ia melemparkannya ke tengkuk Salamah. Peristiwa
semakin diperjelas dengan adanya sebab dramatis yang
dihadrikan melalui tokoh ayah Nurdin. Kebenciannya pada Diro
Saidi membuat tokoh ayah membunuh secara tragis sosok
Salamah hingga terpenggal kepalanya di tanah.

Peristiwa yang mengandung kontrastifitas lainnya ialah
kejadian yang menghantui warga, Nurdin, Sulaiman, dan Baron
Suparto. Mereka yang ikut terlibat dalam aksi pembantaian di
hutan Widaren dihantui oleh potongan kepala Salamah. Kejadian
ini menjadi ironi sebab tidak ada yang menduga bahwa akibat dari
perbuatan mereka dapat mengakibatkan sosok potongan kepala
itu menghantu-hantui setiap malam mereka, bahkan dikisahkan
dalam cerita ini, semua lelaki tidak ada yang berani mendiami
rumah mereka. Mereka malah merenda dan memilih untuk tidak
tidur malam hari karena takut didatangi sosok hantu Salamah.
4. Sinopsis Cerpen Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat

Cerita diawali dengan pengenalan tokoh Aku sebagai malaikat
Jibril. Pada suatu hari Jibril melewati sebuah sekolah yang berisikan
anak-anak yang sedang belajar dengan pikiran yang buntu. Tokoh Aku
pun mencoba mengubah keadaan dengan memecahkan genteng
sekolah. Maka atap sekolah yang sudah bolong itupun menjadi
perantara masuknya sinar matahari. Di saat itu juga Jibril membuat

33

hujan, sehingga hujan leluasa masuk melalui lubang yang dibuatnya
tadi. Anak-anak dan guru pun kemudian keluar.

Mereka akhirnya pindah belajar ke alam bebas menuju bukit.
Di suatu sisi tukang kebun diperintahkan untuk membersihkan
gentang yang bocor dan air yang menggenang. Namun sewaktu
tukang kebun masuk ke dalam kelas, didapatinnya bahwa kelas sudah
bersih. Dibersihkan oleh Jibril. Si tukang kebun pun dibuat bingung.

Anak-anak dan guru berkemas dan masuk ke dalam kelas.
Sang guru menganggap pekerjaan tukang kebun sangat gesit. Bisa
membersihkan semua itu dalam waktu singkat. Namun tukang kebun
berdalih kalau semua itu dibersihkannya dengan cepat karena ia
sudah terbiasa. Namun Jibril membalas ucapan tukang kebun itu
setelah mendengar jawabannya. Sontak, hal itu membuat tukang
kebun kaget, padahal tidak ada seorang pun di sekelilingnya.

Di malam harinya, Jibril kembali mendatangi tukang kebun
lewat mimpinya. Ia berpesan kalau dirinya ingin bermain dengan
anak-anak di bukit. Mendapati hal itu dalam mimpi, tukang kebun
terbangun kaget, dan mendapati malam sudah larut. Sampai pagi ia
tidak bisa tidur.

Kedua kejadian itu lalu dilaporkan pada guru, namun tak ada
yang percaya. Ia akhirnya membuat jaring di bukit untuk menjaring
Malaikat Jibril. Setelah semingguan membuat jaring dari serabut
kelapa, ia pun dibantu oleh murid, karena mereka ingin menyaksikan
bagaimana Makaikat Jibril terperangkap pada jaring itu.

Tepat setelah jaring itu selesai. Jibril pun bermain-main
dengan anak-anak dan tukang kebun dengan mengaitkan dirinya pada
jaring yang dibuat. Sontak tukang kebun dan murid bahagia melihat
Malaikat Jibril terperangkap di sana. Murid menantang agar Jibril bisa
lepas. Jibril pun mengira dirinya dianggap bukan malaikat lagi, tapi ia
senang bisa bermain dengan mereka. Lalu Jibril mengganti dirinya

34

dengan batang pisang pada jaring. Anak-anak dan tukang kebun pun
kemudian terkejut saat melihat isi dari jaring tersebut yang hanya
berupa batang pisang.
5. Contoh Analisis Strukturalisme Todorov
A. Fakta-fakta Cerita

1) Alur dan Pengaluran
Dalam pandangan Stanton (2012, hlm. 28) alur ialah peristiwa yang
muncul dalam cerita dengan dihubungkan oleh kausalitas atau sebab
akibat. Meski demikian, alur tidak selalu bersifat sistematis, ia
dibangun oleh adanya konflik dan klimaks dalam cerita. Lebih jauh
dalam pandangan Nurgiyantoro (2015, hlm. 285) dinyatakan adanya
bentuk pengaluran yang dibagi tiga yaitu permulaan, puncak, dan
akhir yang biasa dikenal dengan istilah alur maju. Ada juga alur yang
berlawanan dari akhir, puncak, dan berakhir pada seperti cerita
bermula, inilah yang dikenal sebagai alur mundur. Sementara alur
campuran ialah gabungan antara kedua pengaluran maju dan
mundur.
1. Penggambaran sosok Jibril yang serupa dengan malaikat.
Membawa wahyu, membuat hujan, membuat angin berhembus
dan pekerjaan layaknya malaikat
2. Ia membagikan waktu pada nabi Musa, Ibrahim, Nuh, dan
Muhammad
3. Saat selesai tugasnya, Jibril memberikan pula pemahaman pada
anak-anak yang sulit dalam berpikir. Lalu mereka meraba
kepalanya dan tanpa sadar mereka sudah mampu mengerjakan
soal-soal
4. Di suatu sekolah dasar, Jibril mengamati anak-anak yang sedang
belajar
5. Melihat mereka sedang kalap, Jibril membuat genting sekolah
dasar jatuh dan mengganggu proses belajar mereka

35

6. Atap sekolah menganga, hujan lalu turun membasahi lubang itu
7. Guru dan murid kaget melihat kejadian aneh itu, karena hujan

hanya jatuh pada lubang itu saja
8. Guru dan murid beralih tempat belajar menuju bukit
9. Sesuai dengan harapannya yang membuat anak-anak belajar di

atas bukit,
10. Dengan sangat cepat Jibril lalu membenahi seisi kelas dengan

keinginannya, tanpa menggunakan kaki dan tangannya
11. Tukang kebun datang memperbaiki genting sekolah yang

menganga sesuai laporan dari guru
12. Tukang kebun keheranan, tidak ada lubang sedikit pun di kelas,

lantai pun tidak ada yang kotor
13. Selesai dari bukit, guru dan siswa kembali ke kelas, melihat

pekerjaan tukang kebun yang begitu cepat membersihkan kelas
14. Tukang kebun berdalih, ia memang cekatan jika membersihkan

hal-hal semacam itu
15. Jibril membisikkan kata-kata ke Tukang Kebun dengan

menyidirnya bahwa ia sama sekali tidak pernah membersihkan
apa pun
16. Malam hari, sosok Jibril mendatangi tukang kebun dalam mimpi
dan menjelaskan jika dirinya ingin bermain dengan anak-anak
17. Terbangun pukul tiga dini hari, tukang kebun mendapati istri dan
anaknya masih terlelap tidur
18. Tukang kebun menjelaskan pada guru tentang mimpinya
19. Siang hari, dibuatlah jaring di atas bukit dari sabut kelapa untuk
menangkap Jibril dibantu anak-anak sekolah dasar
20. Guru tidak mempercayai jika Jibril bisa ditangkap dengan jaring
itu, lalu pulang
21. Seolah seperti tertangkap, Jibril menubrukkan dirinya dalam
jaring,

36

22. Anak-anak bernyanyi kegirangan
23. Melihat anak-anak dan tukang kebun kegirangan, Jibril mengganti

tubuhnya dengan seoggok daun pisang
24. Jibril mengenalkan dirinya sebagai angin, daun dan segalanya

Setelah melalui proses analisis urutan satuan cerita, selanjutnya di bawah ini
akan disampaikan bagan urutan tersebut.

Bagan 4.4

Urutan Sekuen Cerpen Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat

1-4 5-8 9-12 13-16 17-19 20-24

Cerpen “Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat”
berdasasrkan bagan di atas dapat dilihat bahwa cerpen ini terdiri dari 24
sekuen saat penceritaan. Keseluruhan sekuen yang muncul merupakan
representasi dari sorot maju. Berdasarkan perhitungan sekuen di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa urutan kronologis rangkaian setiap
peristiwa yang berjumlah 24 sekuen menandakan cerpen ini
menggunakan sorot maju dalam gaya penceritaannya.

Pada tahapan permulaan cerpen ini, tokoh Aku berupaya untuk
mengenalkan dirinya dengan tugas dan kebiasaan yang dilakoninya.
Tokoh Aku dalam cerpen ini ialah Malaikat Jibril yang bertugas
membagikan wahyu yang dipercayakan tuhan kepadanya untuk
disampaikan kepada para nabi yang sudah ditentukan. Tugas yang khas
melekat pada diri seorang malaikat Jibril. Jibril dalam cerpen ini berupaya
untuk melakukan sesuatu diluar kebiasaannya menyampaikan wahyu. Ia
menghampiri sebuah sekolah dasar yang berisikan anak-anak yang

37

sedang belajar, lalu ia menjatuhkan genting sekolah dan membuat seisi

ruangan terkejut.
“Akulah Jibril, yang pada suatu hari melihat sebuah sekolah dasar
yang anak-anaknya sedang mampat pikirannya, maka kutukikkan
layang-layangku seperti hendak menyerbu layang layang yang lain,
tepat di tengah atap itu: brag-brag kada brag beberapa genting
kuperintahkan jatuh, tentu saja kubikin tidak mengenai mereka,
melainkan kepingan-kepingan itu biarlah jatuh di lantai saja.
Mereka jadi terkejut, semuanya menengok ke atas yang tanpa
langit-langit itu, hingga lubang yang menganga itu menghantarkan
sinar matahari ke dalam. Setelah itu kukirimkan hujan khusus
lewat lubang atap itu. Mereka bubar keluar.” (hlm. 11)

Peristiwa di atas menggambarkan awal mula tokoh Aku

peristiwa dalam cerita. Jibril mengganggu sebuah sekolah dasar yang
sedang asik belajar. Peristiwa ini sebagai tahapan awal dalam ceita.

Mitologi budaya yang tampak dalam tahap permulaan cerita
ini ialah adanya kekuatan supranatural dan kesaktian yang dimiliki

oleh Jibril, sebab pada pendeskripsiannya melalui teks cerita, Jibril di
sini dikisahkan sebagai sosok malaikat. Jibril selaku malaikat dapat

dilihat kesaktian itu berupa mampu membuat benda-benda

berjatuhan hanya dengan angan-angannya. Ia bahkan mampu
menurunkan hujan sesuai dengan kehendaknya. Hal ini dapat pula
kita temukan pada kutipan di atas.

Tahap puncak dialami oleh tokoh Aku ialah saat dirinya
terperangkap oleh jaring, walaupun itu sengaja dilakukannya sendiri.

Ia menubruk jaring itu. Terlihat seolah dirinya terperangkap secara

wajar. Bagian ini merupkan puncak dari alur cerita ini karena sedari
awal, tokoh Tukang Kebun sudah disebutkan tujuan awalnya untuk

menangkap tokoh Aku.
“Akulah Jibril yang angin, seketika terpancang jaring itu kuat-kuat,
aku terus menubruknya. Tersangkutlah aku di dalamnya. Sayapku
juga terjerat kukuh. Maka bergenteyongan-lah aku seperti sedang
main ayun-ayunan. Mula-mula anak-anak itu terbengong-bengong
menatapkan, seperti menatap burung dalam sangkar. Yang

38

membuatku merasa aneh adalah ternyata mereka tidak takut
kepadaku. Kini aku telah benar-benar ngejawantah.” (hlm. 13-14).

Pada kutipan di atas, mitologi budaya yang dapat terlihat ialah
seorang malaikat yang mampu mengubah dirinya dengan menjelma
menjadi sosok yang diinginkannya. Ia bahkan menampakkan dirinya
melalui jaring yang dibuat oleh tukang kebun lengkap dengan sayap
yang dimilikinya.

Tahapan akhir dari cerita ini memperlihatkan resolusi dari
cerpen. Tokoh Aku merasakan kesenangannya dengan berpura-pura
terjaring dalam perangkap yang dibuat Tukang Kebun.

“Akulah Jibril, yang saat ini benar benar-benar merasakan
kegembiraan. Bermain dengan anak-anak memang jarang. Biasanya
tugasku berat saja adanya. Tetapi akulah angin yang harus beredar
terus, ke seluruh bumi. Ke semua tempat-tempat lapang, juga
tempat-tempat yang tersembunyi.” (hlm. 15)

Setelah mendapati mereka semua bahagia degnan
tertangkapnya tokoh Aku, kemudian didapati bahwa tokoh Aku
mengubah dirinya dengan seonggok daun pisang kering dalam jaring.
Dengan cara begini ia sudah bisa mendapati tujuannya.

“Sementara mereka masih menari dan menyanyi terus,
kutinggalkan mereka dan kuganti tubuhku dengan seonggok daun
pisang kering. Sebelum benar-benar pergi aku ingin melihat mereka
kaget. Setelah mereka melihat jaring itu kembali dan isi di dalamnya
yang sebenarnya, mereka melongo dan satu-satu menangis.” (hlm.
15)

Pada tahap akhir ini, tokoh aku lalu meninggalkan mereka.
Mendapati mereka menangis karena yang tertangkap ialah seonggok
daun pisang kering. Seperti pada tahapan-tahapan sebelumnya,
mitologi budaya yang diperlihatkan pada tahap akhir ini ialah sosok
malaikat Jibril mampu menjelma menjadi apa saja yang diinginkannya.
Berubah menjadi angin dan seonggok daun pisang.

39

Setelah melakukan uraian analisis sekuen dalam cerita,
selanjutnya akan dijabarkan proses analisis urutan hubungan logis
yang menampilkan kerangka cerita. Berikut uraian beserta bagannya.

I. Sosok Jibril membawa wahyu dan bertugas layaknya malaikat
II. Sebuah sekolah dasar didatangi Jibril seraya merusak bagian

atapnya dengan membuat hujan buatan pada area atap yang
berlubang
III. Guru dan anak-anak sekolah dasar beralih tempat belajar menuju
ke atas bukit
IV. Dengan levelnya sebagai seorang malaikat, Jibril dengan sekejap
membersihkan seisi ruangan sekolah
V. Sekolah yang berantakan didatangi tukang kebun untuk
dibersihkan, namun kelas sudah dalam keadaan bersih
VI. Selesai belajar di atas bukit, guru mendapati ruang kelas yang
bocor dan berantakan sudah normal seperti semula
VII. Tukang kebun berbohong pada guru jika ialah yang

membersihkannya
VIII. Walaupun tidak terlihat, Jibril membisikkan kalimat untuk

menegur kebohongan tukang kebun
IX. Tidak cukup sampai disitu, Jibril mendatangi tukang kebun dalam

mimpi untuk memberitahukan maksud perbuatannya itu
X. Sepertga malam tukang kebun itu bangun, ia percaya jika

mimpinya itu benar-benar bertemu dengan Jibril
XI. Keesokan paginya di sekolah, ia langsung bergegas menuju ke

bukit untuk membuat jaring dengan maksud menangkap si Jibril
XII. Tidak dipercayai guru, tukang kebun tetap membuat jaring

bersama anak-anak sekolah dasar

40

XIII. Selesainya jaring dibuat, Jibril menjatuhkan dirinya ke dalam
jaring yang terbut dari serabut kelapa itu

XIV. Anak-anak dan tukang kebun bersorak gembira karena dapat
membuktikan jika mereka dapat menangkap malaikat

XV. Merasa cukup bermain dengan manusia, Jibril pun mengganti
dirinya di dalam jaring dengan seonggok daun pisang

XVI. Jibril bisa melakukan apa saja yang diinginkannya, sebab ia
adalah pohn, angin, cahaya, dan angin.

Berdasarkan urutan fungsi-fungsi utama dari cerpen “Mereka Toh Tidak
Mungkin Menjaring Malaikat” di atas, berikutnya akan disajikan bagan
jarinan hubungan logisnya.

II III

V VI

IV
VII VIII

I IX
X XI

XVI XIII XII

XIV

XV
41

2) Tokoh dan Penokohan

Karakter yang merujuk pada individu dalam cerita disebut
sebagai tokoh, sementara sifat yang ada pada individu tersebut

disebut sebagai penokohan (Stanton, 2012, hlm. 33). Dalam

pandangan Nurgiyantoro (2013, hlm. 165) disebutkan bahwa tokoh
ialah pemeran dalam cerita dan penokohan ialah tingkah laku

pemeran dalam cerita yang disebutkan secara langsung dan tidak
langsung. Tokoh-tokoh yang ada dalam cerpen Mereka Toh Tidak

Mungkin Menjaring Malaikat ialah tokoh Aku, Tukang Kebun, anak-
anak Sekolah, dan guru.

a. Jibril (Tokoh Aku)
Tokoh Jibril disebutkan sebagai penokohan yang usil,

bermain-main dengan anak-anak sekolah dengan memecahkan

genteng sekolah. Dibalik sifat usilnya ini, tokoh Jibril sebenarnya
ingin menunjukkan dirinya sebagai sosok yang penuh kasih sayang

juga, melalui permainannya dengan anak-anak sekolah. Sifat Jibril
ini tergambarkan secara langsung melalui deskripsi watak tokoh

dalam cerita.
“Akulah Jibril, yang pada suatu hari melihat sebuah

sekolah dasar yang anak-anaknya sedang mampat pikirannya,
maka kutukikkan layang-layangku seperti hendak menyerbu
layang layang yang lain, tepat di tengah atap itu: brag-brag kada
brag beberapa genting kuperintahkan jatuh, tentu saja kubikin
tidak mengenai mereka, melainkan kepingan-kepingan itu
biarlah jatuh di lantai saja. Mereka jadi terkejut, semuanya
menengok ke atas yang tanpa langit-langit itu, hingga lubang
yang menganga itu menghantarkan sinar matahari ke dalam.
Setelah itu kukirimkan hujan khusus lewat lubang atap itu.
Mereka bubar keluar.” (hlm. 11).

“Akulah Jibril, akulah angin, akulah daun-daun kering, tak
mungkin kutinggalkan mereka anak-anak manis, begitu saja
tanpa memberinya apa-apa sebagai tanda kasih sayang.” (hlm.
15).

b. Tukang Kebun

42

Sosok Tukang Kebun dideskripsikan sebagai karakter yang

penuh dengan ambisi untuk menangkap malaikat. Penokohan ini

kemudian digambarkan secara tidak langsung melalui dialog

antar tokoh dalam cerita.

“Jaring ini untuk apa pak?”
“Untuk menjaring malaikat”
“Malaikat?”
“Ya, malaikat”

c. Anak-anak

Penokohan anak-anak dideskripsikan secara langsung

melalui teks dalam cerita. Watak yang dimunculkan ialah

periang. Mereka digambarkan selayaknya anak-anak dengan

sikap dan tingkah lakunya.

“Tiba-tiba bersoraklah semua anak-anak itu
mengelilingiku. Mereka bernyanyi beramai ramai:

Wahai Jibril!
Yang suka nubruk-nubruk.
Anda kemarin memecahkan genting kelas kami.
Sekarang anda terjaring.
Cobalah lari.
Cobalah lari.”

Setelah melalui analisis tokoh dan penokohan di atas, maka
tokoh mitologi yang terlihat dalam cerpen ini ialah Jibril. Jibril dalam
penggambaran cerita ini ialah serupa dengan malaikat. Seperti
namanya, Jibril juga memiliki tugas, kemampuan, dan kesaktian persis
seperti malaikat Jibril. Hal ini diperkuat dengan tambahan kata sayap
untuk menggambarkan dirinya sebagai seorang malaikat. Tokoh Jibril
ini dibarengi dengan kemampuan berubah bentuk, mampu mengubah
situasi seperti kehendaknya, ia juga sosok malaikat pembawa wahyu
seperti layaknya tugas seorang malaikat Jibril.

Tokoh yang lainnya seperti anak-anak, guru-guru, dan tukang
kebun ialah tokoh biasa dengan kemampuan, deskripsi, dan perilaku

43

seperti tokoh nyata pada umumnya. Mereka hadir sebagai perantara

timbal balik dari perbuatan tokoh mitologi, Malaikat Jibril.
3) Latar dan Penyajian Latar

Menurut Stanton (2010, hlm. 35) latar ialah lingkungan yang

melingkupi peristiwa dalam cerita berupa tempat, suanan, dan waktu.
Latar dalam cerita dapat menjadikan pengarahan dalam cerita

menjadi lebih jelas, memberikan kesan pada tempat dan peristiwa
cerita (Tarigan, 2015, hm.136). Latar-latar yang muncul dalam cerpen

ini ilah seperti kutipan berikut ini.
a. Latar Tempat

Tempat-tempat yang muncul dalam cerita ini ialah sekolah,
perbukitan, dan rumah tukang kebun. Latar ini digambarkan

sebagai bagian dari cara untuk memberikan arahan cerita agar

terlihat jelas dan nyata. Berikut kutipanya.
“Di halaman sekolah guru dan murid-murid itu terheran
heran memandang ke langit.” (hlm. 11)
“Ketika ia bangun kira kira jam tiga malam, ia termangu-
mangu duduk di tempat tidur.” (hlm. 12)
“Lalu siang hari ia pergi ke bukit, membikin jaring dari
sabut kelapa yang dipilinnya kecil-kecil merupakan tali-tali
panjang.” (hlm. 13)

b. Latar Suasana
Ada beberapa suasana yang muncul dalam cerita, seperti

mengejutkan, menggembirakan, dan menyedihkan. Gambaran

suasana ini muncul dalam peristiwa yang berbeda sebagai reaksi
terhadapat suatu peristiwa terhadap peristiwa lainnya.

"Mereka jadi terkejut, semuanya menengok ke atas yang
tanpa langit-langit itu, hingga lubang yang menganga itu
menghantarkan sinar matahari ke dalam” (hlm. 11)
“Akulah Jibril, yang saat ini benar benar-benar merasakan
kegembiraan. Bermain dengan anak-anak memang jarang”
(hlm. 15)
“Sebelum benar-benar pergi aku ingin melihat mereka
kaget. Setelah mereka melihat jaring itu kembali dan isi di

44


Click to View FlipBook Version