4.0 di 5 Sub-Sektor Prioritas: Makanan dan Minuman, Tekstil dan Pakaian Jadi, Otomotif,
Elektronik, Kimia, dan Farmasi. Selain itu : Revitalisasi Tambak di Kawasan Sentra
Produksi Udang dan Bandeng.
Dalam rangka mendukung program tersebut telah dialokasikan anggaran pada DIPA
Kementerian Lembaga sebagaimana daftar berikut :
Tabel 5.5 Tabel DIPA K/L pada Prioritas Nasional 1
NO Kementerian Program PAGU
1 'KEMENTERIAN PERTA NIAN 'Program Nilai Tambah dan Daya Saing 3.631.309.000
Indus tr i 181.443.028.000
2 'KEMENTERIAN PERTA NIAN 'Program Ketersediaan, Akses dan
Konsumsi Pangan Berkualitas 5.478.590.000
3 KEMENTERIAN PERTANIAN 'Program Riset dan Inovasi Ilmu 951.247.000
Pengetahuan dan Teknologi 226.688.000
4 'KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 'Program Nilai Tambah dan Daya Saing 235.905.000
5 'KEMENTERIAN KETENA GA KERJAAN Indus tr i
Program Pembinaan Ketenagakerjaan 11.596.216.000
'KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 336.061.000
6 DAN KEHUTANAN 'Program Kualitas Lingkungan Hidup
18.810.254.000
'KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 'Program Pengelolaan Hutan 354.685.404.000
7 DAN KEHUTANAN Berkelanjutan
Program Nilai Tambah dan Daya Saing 3.876.413.000
'KEMENTERIAN KELAUTAN DAN Indus tr i 232.540.000
8 PERIKANAN 'Program Pengelolaan Perikanan dan
Kelautan 3.755.000.000
'KEMENTERIAN KELAUTAN DAN 'Program Ketahanan Sumber Daya Air
9 PERIKANAN 192.490.000
'Program Penyediaan dan Pelayanan 585.451.145.000
'KEMENTERIAN PEKERJA AN UMUM DA N Inf ormasi Statistik
10 PERUMA HAN RAKY AT
11 'BADA N PUSAT STATISTIK
12 'KEMENTERIAN PERDA GA NGAN 'Program Perdagangan Luar Negeri
13 'KEMENTERIAN PERDA GA NGAN 'Program Perdagangan Dalam Negeri
'BADA N NASIONAL PENEMPATAN DA N 'Program Penempatan dan Pelindungan
PERLINDUNGAN TENA GA KERJA PMI
14 INDONESIA (BNP2TKI)
T OT A L
Sumber : OM-SPAN
Realisasi belanja atas program prioritas 1 adalah Rp453.390.429.105,- atau 77.44
persen, realisasi belum optimal dilaksanakan dalam rangka mendukung program
prioritas nasional. Alokasi dana terbesar adalah pada program ketahanan sumber daya
air sebesar Rp354.685.404.000 pada kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, berikutnya program ketersediaan, akses dan konsumsi pangan berkualitas pada
kementerian Pertanian sebesar Rp181.443.028.000.
Prioritas Nasional 1 bertujuan untuk memperkuat ketahanan ekonomi untuk
pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan. Pemerintah Daerah Lampung melalui
OPD-OPD melaksanakan program-program untuk mewujudkan PN 1, diantaranya
adalah pada Dinas Tenaga Kerja yaitu Program Pelayanan Peningkatan Kualitas dan
Produktivitas Tenaga Kerja, dengan pagu sebesar Rp1.000.000.000,-, Program
Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Lokal yang dijalankan oleh Dinas
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, memiliki pagu sebesar Rp2.217.333.933. Selanjutnya,
terdapat Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur yang dibawahi oleh
74
Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Ketahanan Pangan dengan pagu sebesar
Rp3.130.000.000
Berdasarkan data BPS pada tahun 2021 untuk Industri Pengolahan distribusi PDRB
Provinsi Lampung sebesar 18.76 persen berada diurutan kedua setelah Lapangan
Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, masih dibawah target nasional yaitu
Kontribusi PDB Industri Pengolahan sebesar 19,63 - 19,84 persen. Pertumbuhan PDB
industri pengolahan sebesar 4,68 - 5,46 persen, sedangkan PDRB Lampung tahunan
2021 untuk lapangan usaha Pengolahan dibawah PDB Nasional yaitu sebesar 1.79
5.3.2. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 2
Program Prioritas 2 adalah Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan
dan Menjamin Pemerataan. DIPA Kementerian dan Lembaga terdapat pada
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan tata Ruang/ BPN, dan
Kementerian Desa Pembangunan Daera Tertinggal dan Transmigrasi. Pagu DIPA
sebesar Rp67.786.308.00, terealisasi sebesar Rp62.250.949.287,- atau 91.83 persen.
Penyerapan anggaran cukup bagus dalam rangka mendukung PN.2. Jumlah pagu dan
Program sebagai mana table dibawah.
Tabel 5.6 Tabel DIPA K/L pada Prioritas Nasional 2
NO Kementerian Program PAGU
3.123.820.000
1 'KEMENTERIAN DALAM NEGERI 'Program Kapasitas Pemerintahan Daerah 61.588.942.000
'KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA dan Desa
'Program Pengelolaan dan Pelayanan
2 RUANG/BPN Pertanahan
'KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA
'Program Dukungan Manajemen 1.540.129.000
3 RUANG/BPN
'KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN 'Program Daerah Tertinggal, Kawasan
4 DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI Perbatasan, Perdesaan, dan Transmigrasi 1.533.417.000
67.786.308.000
TOTAL
Sumber : OMSPAN
Sedangkan pada Pemerintah Daerah berdasarkan RPKMD tahun 2021 telah
dialokasikan anggaran antara lain untuk mengembangkan wilayah dan mengurangi
kesenjangan serta menjamin pemerataan. Terdapat beberapa OPD yang melaksanakan
program daerah untuk menyelaraskan dengan prioritas nasional ini. Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dengan programnya, yaitu Program
Pengembangan Keberdayaan Ekonoi dan Pembangunan Kawasan Pedesaan memiliki
pagu sebesar Rp625.318.000. Program Pengembangan Ketersediaan dan Distribusi
Pangan oleh Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Ketahanan Pangan dengan pagu
sebesar Rp1.525.004.000.
75
5.3.3. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 3
Prioritas Nasional 3 adalah Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan
Berdaya Saing. Mojor project pada PN-3 antara lain Penguatan Sistem Kesehatan
Nasional, dengan target Memperkuat sistem kesehatan nasional untuk memperkuat
upaya promotif dan preventif (meningkatkan ketahanan kesehatan (health security) serta
pemenuhan sumber daya kesehatan (sarpras, farmasi, dan alkes) dan tenaga
kesehatan.
Tabel 5.7 Tabel DIPA K/L pada Prioritas Nasional 3
Kementerian / Lembaga Program Pagu
'MAHKAMAH AGUNG 'Program Penegakan dan Pelayanan Hukum 13.000.000
16.048.858.000
'KEMENTERIAN PERTANIAN 'Program Pendidikan dan Pelatihan Vokas i
2.853.070.000
'KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 'Program Pendidikan dan Pelatihan Vokas i
8.038.557.000
'KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, 'Program Kualitas Pengajaran dan
566.814.688.000
RISET, DAN TEKNOLOGI Pem belajaran
30.296.316.000
'KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, 2.182.960.000
1.448.277.000
RISET, DAN TEKNOLOGI 'Program Pendidikan Tinggi 317.810.000
'KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, 8.433.407.000
69.240.127.000
RISET, DAN TEKNOLOGI 'Program Pendidikan dan Pelatihan Vokas i
132.566.891.000
'KEMENTERIAN KESEHATAN 'Program Kes ehatan Masyarakat 35.826.200.000
3.241.084.000
'KEMENTERIAN KESEHATAN 'Program Pelayanan Kes ehatan dan JKN 6.704.744.000
'KEMENTERIAN KESEHATAN 'Program Pendidikan dan Pelatihan Vokas i 682.422.000
'KEMENTERIAN KESEHATAN 'Program Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit
'KEMENTERIAN AGAMA 'Program PAUD dan Wajib Belajar 12 Tahun
'KEMENTERIAN AGAMA 'Program Kualitas Pengajaran dan
Pem belajaran
'KEMENTERIAN AGAMA 'Program Pendidikan Tinggi
'KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN 'Program Pendidikan dan Pelatihan Vokas i
'KEMENTERIAN SOSIAL 'Program Perlindungan Sos ial
'KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN 'Program Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
KEHUTANAN
'KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 'Program Pendidikan dan Pelatihan Vokas i 7.827.406.000
'Program Penyediaan dan Pelayanan 2.490.797.000
'BADAN PUSAT STATISTIK Informas i Statistik 11.437.270.000
3.650.597.000
'KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA 'Program Pengelolaan dan Pelayanan
12.284.835.000
RUANG/BPN Pertanahan 2.694.150.000
'BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 'Program Pengawas an Obat dan Makanan 67.680.000
'BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA 'Program Pem bangunan Keluarga, 925.161.146.000
BERENCANA NASIONAL (BKKBN) Kependudukan dan Keluarga Berencana
'KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA 'Program Keolahragaan
'LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO 'Program Penyiaran Publik
REPUBLIK INDONESIA
Total
Sumber : OMSPAN
Secara keseluruhan pada Provinsi Lampung adalah Pagu DIPA Rp925.161.146.000,-
realisasi tercapai 90.89% atau sebesar Rp840.913.331.267,- Sebagai sampel reviu
dilakukan terhadap DIPA Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan,
Pemerintah kota Bandar Lampung dengan hasil revieu sebagai berikut :
a. Pagu DIPA pada Kementerian Kesehatan sebesar Rp 83.866.390.000,- Target telah
konsisten dari RPJMD ke RKPD, RKP dan DPA yang menetapkan target lebih baik
dari target nasional di RPJMN. Target ditetapkan sama pada tahun 2020 dan
76
2021.Namun, format DPA tahun 2021 berbeda dengan DPA tahun 2020. Pada DPA
2021 tidak lagi tercantum indikator capaian program, hanya indikator dan tolak ukur
kinerja belanja serta hasil program dan keluaran kegiatan, tidak mencantumkan
indikator program seperti pada DPA tahun 2020. Untuk program Pengelolaan
Pelayanan Bagi Ibu Bersalin hasil programnya adalah tersedianya layanan
kesehatan untuk UKM dan UKP rujukan tingkat daerah kabupaten/kota sebesar 80%
b. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek Rp605.149.561.000
c. Dalam Perubahan RPJMD Kota Bandar Lampung 2016-2021 hal. II-47 dinyatakan
Pemerintah Kota Bandar Lampung telah melakukan program kesehatan untuk
masyarakat seperti Jamkeskot (Jaminan Kesehatan Kota), Jampersal (Jaminan
Persalinan) dan ambulance gratis. Namun tidak ada target RPJMD untuk tahun 2020
dan 2021 untuk Jaminan Persalinan. Indikator kinerja daerah yang terkait adalah
Cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)/Kartu Indonesia Sehat
(KIS) dengan target 100%. Jika melihat rujukan RPJMD Kota Bandar Lampung
2016-2021 adalah RPJMN 2014-2019, dimana sasaran pembangunannya adalah
Kepesertaan Jaminan Kesehatan. Selain itu juga terdapat indikator pembangunaan
daerah pada RPJMD Kota Bandar Lampung yaitu Cakupan Persalinan Ibu di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang targetnya pada tahun 2020 adalah 82% dan
pada 2021 adalah 84%
Pada tahun 2021 pemda menargetkan Prevalensi stunting 23.8 persen, jumlah kematian
ibu 125 kasus, dan jumlah kematian bayi 580 kasus.
5.3.4. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 5
Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan
Dasar. Prioritas Nasional 5 adalah prioritas yang bertujuan untuk memperkuat
infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar. Pada
DIPA Kementerian / Lembaga dialokasikan dana sebesar Rp1.400.766.243.000
realisasi sebesar Rp1.240.442.028.262 atau 88.55 persen.
Tabel 5.8 Tabel DIPA K/L pada Prioritas Nasional 5
Kementerian / Lembaga Program Pagu
39.992.939.000
'KEMENTERIAN PERHUBUNGAN 'Program Infrastruktur Konektivitas 1.240.436.358.000
'KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN 116.176.774.000
PERUMAHAN RAKYAT 'Program Ketahanan Sumber Daya Air
'KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN 'Program Perumahan dan Kawasan 4.160.172.000
PERUMAHAN RAKYAT Perm ukim an 1.400.766.243.000
'BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN 'Program Pencarian dan Pertolongan pada
PERTOLONGAN (BASARNAS) Kecelakaan dan Bencana
Total
Sumber : OMSPAN
77
Pemerintah Provinsi Lampung dalam rangka mendukung PN 5 ini, telah mengalokasikan
anggaran, antara lain program Pembangunan dan Rehabilitasi Sumber Daya Air dengan
dibawahi oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dengan pagu Rp110.756.960.000.
Selain itu, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya memiliki program
Pengembangan Perumahan dengan pagu sebesar Rp51.143.000.000.
5.3.5. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 6
Prioritas Nasional 6 adalah Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan
Bencana, dan Perubahan Iklim. Pada DIPA Kementerian / Lembaga dialokasikan dana
sebesar Rp68.790.759.000 realisasi sebesar Rp66.088.728.935 atau 96.07 persen.
Pagu tebesar adalah untuk program Pengelolaan Hutan Berkelanjutan pada
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tabel 5.9 Tabel DIPA K/L pada Prioritas Nasional 6
Kem enterian/Lem b aga Program Pagu
'Program Pencegahan dan Pengendalian
'KEMENTERIAN KESEHATAN Penyakit 40.692.000
'KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN 68.177.311.000
KEHUTANAN 'Program Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
'KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 'Program Kualitas Lingkungan Hidup 32.400.000
57.750.000
'Program Pengelolaan Perikanan dan 417.350.000
65.256.000
'KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Kelautan 68.790.759.000
'BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN 'Program Meteorologi, Klimatologi, dan
GEOFISIKA Geofis ika
'LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO
REPUBLIK INDONESIA 'Program Penyiaran Publik
Total
Sumber : OMSPAN
Tujuan Prioritas Nasional 6 adalah untuk membangun lingkungan hidup, meningkatkan
ketahanan bencana, dan perubahan iklim. Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dalam
rangka mendukung PN 6 ini telah mengalokasikan anggaran yang tersebar dibeberapa
OPD, diantaranya Dinas Lingkungan Hidup dengan program Pengelolaan Sampah dan
Limbah B3, dengan pagu sebesar Rp1.200.000.000. Program lainnya yang dibawahi
oleh dinas ini adalah Program Penegakan Hukum dan Peningkatan Kapasitas
Lingkungan Hidup dengan pagu sebesar Rp662.519.000.
5.3.6. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 7
Prioritas Nasional 7 adalah Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi
Pelayanan publik. Pada DIPA Kementerian / Lembaga dialokasikan anggaran sebesar
Rp8.782.950.000 realisasi tercapai 93.97 persen atau Rp 8.253.571.295,00 Prioritas
ini bertujuan untuk memperkuat stabilitas politik, hukum, pertahanan, dan keamanan dan
transformasi pelayanan publik
78
Tabel 5.10 Tabel DIPA K/L pada Prioritas Nasional 7
Kementerian/Lembaga Program PAGU
'MAHKAMAH AGUNG 'Program Penegakan dan Pelayanan Hukum 1.685.400.000
348.516.000
'KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 'Program Penegakan dan Pelayanan Hukum 644.752.000
'KEMENTERIAN PERTAHANAN 'Program Penggunaan Kekuatan
'KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI 1.370.657.000
MANUSIA RI 'Program Penegakan dan Pelayanan Hukum 23.709.000
'KEMENTERIAN AGAMA 'Program Dukungan Manajemen
'KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA 'Program Pengelolaan dan Pelayanan 1.145.042.000
RUANG/BPN Pertanahan
BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) 'Program Pencegahan dan Pemberantasan 2.243.619.000
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap 758.695.000
'BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN Narkoba (P4GN)
PEMBANGUNAN (BPKP) 'Program Pengawasan Pembangunan 288.560.000
'BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN 274.000.000
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA 'Program Penempatan dan Pelindungan PMI 8.782.950.000
INDONESIA (BNP2TKI)
'Program Penyelenggaraan Pemilu dalam
'BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM Proses Konsolidasi Demokrasi
Total
Sumber : OMSPAN
Pemerintah Daerah Provinsi Lampung mengalokasikan anggaran untuk mendukung PN-
7 ini, Beberapa OPD yang melaksanakan prioritas ini adalah Sekretariat Daerah dengan
Program Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Kerumahtanggaan Sekretariat
Daerah dengan pagu sebesar Rp30.312.157.000. Selain itu, terdapat Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Daerah dengan program Peningkatan Sarana dan Prasarana
Aparatur dengan pagu sebesar Rp272.629.800.
79
BAB VI
ANALISIS TEMATIK
6.1 PENDAHULUAN
6.1.1 Latar Belakang
Pembangunan suatu negara tidak hanya berfokus pada peningkatan pertumbuhan
ekonomi namun juga kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Indonesia mempunyai salah
satu misi diantaranya adalah peningkatan kualitas manusia Indonesia. Beberapa
indikator digunakan untuk menilai peningkatan kualitas dan kesejahteraan, diantaranya
adalah indeks pembangunan manusia (IPM). IPM merupakan indikator penting untuk
mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia. Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS), IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat
mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan,
pendidikan, dan sebagainya.
IPM Indonesia telah berada pada kategori tinggi sejak tahun 2016. Dalam lima tahun
terakhir tren IPM Indonesia terus meningkat dari 70.81 di tahun 2017 menjadi 72.29 di
tahun 2021. Begitu pula dengan tren IPM Lampung yang meningkat setiap tahunnya.
Namun, IPM di Provinsi Lampung belum mampu mengejar capaian IPM Nasional.
Sampai tahun 2021, IPM Lampung sebesar 69.9 dan masih berada pada status
sedang. Di level Kabupaten/Kota, sampai tahun 2021, hanya empat Kabupaten/Kota
yang IPM-nya berada pada kategori tinggi, yaitu Bandar Lampung, Metro, Pringsewu,
dan Lampung Tengah. Adapun 11 Kabupaten lainnya masih berstatus IPM sedang.
Padahal pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Lampung tahun
2019, IPM Lampung diharapkan sudah berstatus tinggi (70).
IPM merupakan indikator penting dalam pembangunan. Pemerintah terus berupaya
meningkatkan capaian IPM dari waktu ke waktu. Dukungan kebijakan dan anggaran
melalui instrumen kebijakan fiskal diberikan baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah untuk menggenjot IPM di daerah. Setidaknya terdapat tiga pos
belanja yang berdampak langsung terhadap peningkatan komponen pembentuk IPM di
suatu daerah yaitu belanja pemerintah untuk fungsi pendidikan, fungsi kesehatan, dan
fungsi ekonomi.
Selama lima tahun terakhir, belanja pemerintah pusat dan daerah untuk ketiga fungsi
tersebut cukup besar. Di level Kabupaten/Kota lingkup Provinsi Lampung, alokasi
80
belanja untuk fungsi pendidikan, fungsi kesehatan dan fungsi ekonomi mencapai lebih
dari 30% total anggaran APBD dan APBN. Dengan anggaran sebesar itu, IPM
Lampung memang meningkat dari tahun ke tahun, namun demikian peningkatan
tersebut belum dapat mengejar ketertinggalan dari capaian nasional. Oleh karenanya
efektivitas belanja pemerintah yang terkait dengan IPM perlu dievaluasi lagi agar
belanja tersebut dapat memiliki daya ungkit besar untuk peningkatan IPM di Provinsi
Lampung. Apalagi IPM bukan hanya dimaknai sebagai indikator pengukur keberhasilan
pembangunan kualitas hidup masyarakat namun juga sebagai salah satu alokator
dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU). Komponen IPM berupa harapan lama
sekolah, rata-rat lama sekolah dan pengeluaran juga merupakan indikator dalam
perhitungan Dana Insentif Daerah (DID).
Beberapa penelitian terkait pengaruh belanja pemerintah terhadap IPM telah dilakukan
dan menghasilkan kesimpulan yang beragam. Sebagian mengungkap peran belanja
pemerintah signifikan dalam meningkatkan IPM. Fadilah et al. (2018) menganalisis
pengaruh belanja pemerintah di sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi terhadap
komponen pembentuk IPM. Hasil penelitiannya menunjukkan ketiga jenis belanja
pemerintah tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM di Jawa Timur.
Dengan menggunakan analisis data panel, Hadinata et al. (2020) menemukan bahwa
Produk Domestik Regional Bruto dan belanja pemerintah fungsi pendidikan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Studi pengaruh belanja pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan
terhadap IPM di Daerah Istimewa Yogyakarta juga menunjukkan pengeluaran
pemerintah di dua sektor tersebut secara langsung berpengaruh signifikan terhadap
IPM (Dzulhijjy, 2021). Penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif di Provinsi
Jawa Timur menunjukkan belanja pemerintah daerah signifikan mempengaruhi IPM
(Rahmawati & Nur Intan, 2020). Mailassa’adah et al.(2019) mengungkapkan bahwa
berdasarkan hasil penelitiannya, belanja pemerintah untuk sektor pendidikan paling
berpengaruh terhadap IPM dibanding belanja pemerintah di sektor kesehatan dan
belanja bantuan sosial.
Penelitian lainnya mengungkap hasil berbeda. Studi Maharda (2020) yang berfokus
pada 12 Provinsi dengan nilai IPM terendah di Indonesia mengungkap peningkatan
belanja pemerintah untuk sektor pendidikan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap IPM, namun belanja pemerintah di sektor kesehatan justru tidak berpengaruh
terhadap IPM. Sementara itu Sari (2019) menemukan bahwa hanya belanja
pemerintah di sektor pendidikan yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM
81
di Kabupaten Enrekang, sedangkan belanja pemerintah untuk sektor kesehatan dan
ekonomi, meskipun berkorelasi positif terhadap IPM namun tidak berpengaruh nyata.
Berdasarkan beberapa fakta dan data tersebut, maka kajian ini akan menganalisis
pengaruh belanja pemerintah untuk fungsi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi
terhadap IPM di Provinsi Lampung.
6.1.2 Tujuan dan Ruang Lingkup
Tujuan kajian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui pengaruh belanja pemerintah untuk fungsi pendidikan, kesehatan dan
ekonomi baik melalui belanja pemerintah pusat (APBN) maupun belanja
pemerintah daerah (APBD) terhadap pencapaian Indeks Pembangunan Manusia di
Provinsi Lampung.
b. Mengidentifikasi permasalahan/kendala dalam pengelolaan belanja untuk
mendukung capaian IPM di Provinsi Lampung
c. Memberikan rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas belanja pemerintah
dalam mengungkit capaian IPM di Provinsi Lampung
Ruang lingkup kajian ini adalah 15 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung pada periode
2016 hingga 2021.
6.1.3 Metode Analisis
Kajian ini menggunakan metode analisis kuantitatif. Metode analisis yang digunakan
adalah analisis data panel dengan menggunakan data cross section adalah 15
Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dan data runtut waktu tahun 2017 hingga 2021.
Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data belanja pemerintah pusat dan
belanja pemerintah daerah untuk fungsi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang
bersumber dari aplikasi MEBE dan Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah.
Pengolahan data dilakukan menggunakan software Eviews 10. Adapun data Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk
mengetahui pengaruh belanja pemerintah terhadap IPM di Provinsi Lampung, kajian ini
menggunakan model sebagai berikut:
Log IPMit= log(bpen)it + log(bkes)it + log(beko)it + ᵉ
Dimana:
Log IPM : Log IPM
Log (bpend) : Log belanja pemerintah pusat dan belanja pemerintah daerah
untuk fungsi pendidikan pada tahun sebelumnya (t-1)
Log (bkes) : Log belanja pemerintah pusat dan belanja pemerintah daerah
untuk fungsi kesehatan pada tahun sebelumnya (t-1)
82
Log (beko) : Log belanja pemerintah pusat dan belanja pemerintah daerah
untuk fungsi ekonomi pada tahun sebelumnya (t-1)
i : Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung
t : Tahun 2017 sampai 2021
e : Residual (error)
Belanja pemerintah adalah belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada
tahun sebelumnya (2016-2020) karena dampak/pengaruh belanja pemerintah terhadap
indikator perekonomian/kesejahteraan seperti IPM membutuhkan waktu (lag). Variabel
yang digunakan ditransformasi dalam bentuk log untuk memudahkan interpretasi hasil
regresi sehingga hasil yang didapat diinterpretasikan sebagai elastisitas.
6.2 PERKEMBANGAN IPM DAN BELANJA PEMERINTAH
6.2.1 Indeks Pembangunan Manusia
Selama 2010-2020, IPM Provinsi Lampung terus meningkat dengan pertumbuhan rata-
rata 0.90 persen per tahun dan tercatat sebagai pertumbuhan tertinggi di Sumatera.
Status IPM Lampung sejak 2010 adalah sedang sehingga pertumbuhan yang tinggi
diharapkan dapat mempercepat IPM Lampung mencapai status tinggi seperti di level
nasional. Meski trennya positif, namun capaian IPM tiap tahunnya masih berada di
bawah target yang ditetapkan pada RPJMD periode 2019-2024 yang mematok IPM
Lampung seharusnya sudah berstatus tinggi (70) sejak tahun 2019.
Grafik 6.1 Perbandingan IPM Nasional, Lampung dan Target IPM
pada RPJMD Lampung, 2017-2021
73 71.39 71.92 71.94 72.29
72 70.81 69.5770 70.23
71 70.86
2019 69.69 69.9
70 Lampung
69.02 69.02 RPJMD
69 68.25 Nasional
68
67
66 2018 2020 2021
2017
Sumber: BPS dan RPJMD Lampung 2019-2024
Seluruh komponen pembentuk IPM Provinsi Lampung juga terus meningkat dalam lima
tahun terakhir, kecuali kondisi tahun 2020 dimana komponen pengeluaran per kapita
yang disesuaikan turun dampak dari penurunan pendapatan masyarakat di masa
pandemi. Bayi yang lahir di tahun 2021 memiliki harapan untuk hidup hingga 70.73
tahun, lebih tinggi 0.78 tahun dibanding bayi yang lahir di tahun 2017. Pada kurun
2017-2021, harapan lama sekolah (HLS) naik 0.27 tahun dan pengeluaran perkapita
83
naik Rp625.000,00. Pandemi Covid-19 berdampak pada perlambatan pertumbuhan
UHH dan HLS di 2020 dan 2021.
Di tingkat Kabupaten/Kota, sejak tahun 2016, tidak ada lagi Kabupaten yang berstatus
IPM rendah. Sampai dengan tahun 2021, terdapat empat Kabupaten/Kota yang sudah
berada di level tinggi dan diatas rata-rata Provinsi Lampung, yaitu Kota Bandar
Lampung, Metro, Pringsewu, dan Lampung Tengah. Untuk meningkatkan status IPM
Provinsi Lampung, ketimpangan antar Kabupaten/Kota perlu terus diminimalisir
dengan memeratakan akses pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja.
Grafik 6.2 (a) Usia Harapan Hidup;
(b) Harapan Lama Sekolah dan Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun)
72 14 12.46 12.61 12.63 12.65 12.73
71.5 71.06 71.2 71.34 71.47 71.57 12
71 70.51 70.65 70.73 10
8 7.79 7.82 7.92 8.05 8.08
70.5
70 69.95 70.18 6
4
69.5 2
69 0
2017 2018 2019 2020 2021 2017 2018 2019 2020 2021
Lampung Indonesia HLS RLS
Sumber: BPS Provinsi Lampung dan Nasional
Grafik 6.3 Pengeluaran Perkapita Disesuaikan (Ribuan Rupiah)
12,000 10,664 11,059 11,299 9,98121,013 10,03811,156
10,000 9,413 9,858
8,000 10,114
6,000
4,000 Lampung
2,000 Indonesia
-
2017 2018 2019 2020 2021
Sumber: BPS Provinsi Lampung dan Nasional
6.2.2 Belanja Pemerintah untuk Meningkatkan IPM
Kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah merupakan salah satu kebijakan yang
sangat strategis diantara berbagai pilar kebijakan lainnya dalam mencapai sasaran
pokok pembangunan nasional termasuk target pertumbuhan ekonomi. Melalui
kebijakan dan alokasi anggaran belanja pemerintah tersebut, pemerintah dapat secara
84
langsung melakukan intervensi anggaran (direct budget intervention) untuk mencapai
sasaran program pembangunan yang ditetapkan pemerintah (Hadi et al., 2014).
6.2.3 Belanja Pusat Menurut Fungsi Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi
Pada periode 2016-2021, rata-rata proporsi belanja pemerintah pusat untuk fungsi
pendidikan, kesehatan dan ekonomi sebesar 41% dari total belanja APBN di Provinsi
Lampung. Proporsi terbesar adalah untuk fungsi ekonomi (22.3%), pendidikan (17.6%),
dan terendah untuk fungsi kesehatan (1.6%).
Grafik 6.4 Proporsi Belanja Pemerintah Pusat Fungsi Pendidikan, Kesehatan, dan
Ekonomi, 2016-2021
80.0%
60.0% 33.8% Pendidikan Kesehatan Ekonomi
40.0% 2.0% 21.4% 20.9% 23.0% 114.2.5%% 20.42%
20.0% 24.4% 1.4% 1.9% 1.7% 16.9% 1.29%
2016 16.4% 2020
0.0% 16.0% 17.1% 14.99%
2017
2018 2019 2021
Sumber: MEBE
Tren alokasi APBN untuk fungsi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi dalam 6 tahun
terakhir fluktuatif dengan rata-rata Rp5.8 triliun per tahun. Rata-rata alokasi belanja
pemerintah pusat untuk fungsi pendidikan selama 2016-2021 adalah 2,46 triliun per
tahun, untuk fungsi kesehatan 248 milyar per tahun, dan untuk fungsi ekonomi 3.1
triliun per tahun. Secara rata-rata, realisasi belanja untuk ketiga fungsi tersebut
sebesar 5.41 triliun per tahun. Rata-rata realisasi tertinggi adalah belanja untuk fungsi
ekonomi sebesar 94.4% dari pagu, fungsi pendidikan 93.9% dari pagu dan terendah
fungsi kesehatan sebesar 89.2% dari pagu.
Grafik 6.5 Tren Alokasi dan Realisasi Belanja APBN Fungsi Pendidikan, Kesehatan, dan
Ekonomi, 2016-2021
8,000 32,04523 21,76307 22,80439 21,78404 33,33752 32,08224 3,632 32,45785 21,18861 21,1724 32,40999 32,20443
7,000 2,129 1,975 2,200 2,093 2,483 2,316 312 2,583 2,653 2,481 2,481 2,381
6,000 2,787
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0
Pagu
Realisasi
Pagu
Realisasi
Pagu
Realisasi
Pagu
Realisasi
Pagu
Realisasi
Pagu
Realisasi
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Sumber: MEBE
Pendidikan Kesehatan Ekonomi
85
6.2.4 Belanja Daerah Menurut Fungsi Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi
Komposisi belanja daerah menurut fungsi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi
berbeda dengan komposisi belanja pemerintah pusat. Proporsi belanja daerah tertinggi
adalah fungsi pendidikan, menyusul kemudian fungsi ekonomi dan fungsi kesehatan.
Selama 2016-2021, rata-rata pagu belanja daerah untuk ketiga fungsi tersebut sebesar
Rp13.46 triliun per tahun. 10.63 triliun per tahun.
Grafik 6.6 Proporsi Belanja Pemerintah Daerah Fungsi Pendidikan, Kesehatan, dan
Ekonomi, 2016-2021
70.0%
60.0% 4.3% 3.4% 3.2% 3.5% 4.9% 6.7%
50.0% 8.2% 8.2% 8.8% 9.4% 12.3% 15.9%
40.0%
30.0% 22.6% 22.0% 21.3% 23.5% 28.0% 35.0%
20.0%
10.0%
0.0%
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Pendidikan Kesehatan Ekonomi
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Pemda dan Portal data DJPK
Grafik 6.7 Tren Alokasi dan Realisasi Belanja APBD Fungsi Pendidikan, Kesehatan, dan
18,000 Ekonomi, 2016-2021
16,000
14,000 1,881 2,440
1,336
1,401 1,399 1,895 1,473
12,000 1,496 894 4,450 4,131
10,000 2,440 9,779 8,949
8,000 2,868 991 3,221 885 3,485 5,908 3,545 948 4,120 3,380
6,000 1,900 8,127 2,122 8,046 8,616 2,522 8,331 7,699
4,000 5,668
2,000 6,623 5,272 6,316
0
Pagu
Realisasi
Pagu
Realisasi
Pagu
Realisasi
Pagu
Realisasi
Pagu
Realisasi
Pagu
Realisasi
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Pendidikan Kesehatan Ekonomi
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Pemda
6.3 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis regresi data panel dilakukan melalui tahapan pemilihan model (Fixed Effect
Model) dan uji asumsi klasik seperti ditunjukkan pada lampiran II.
86
Tabel 6.1 Hasil Estimasi
Dependent Variable: LOG(IPM)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LOG(BPEND) 0.007454 0.003532 2.110511 0.0392*
LOG(BKES) 0.006619 0.003590 1.843895 0.0704**
LOG(BEKO) -0.013837 0.005133 -2.695385 0.0092*
4.193664 0.147460 28.43927 0.0000
C
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.967502 Mean dependent var 4.215548
Adjusted R-squared 0.957810 S.D. dependent var 0.057573
S.E. of regression 0.011826 Akaike info criterion -5.831548
Sum squared resid 0.007971 Schwarz criterion -5.275351
Log likelihood 236.6831 Hannan-Quinn criter. -5.609465
F-statistic 99.82141 Durbin-Watson stat 0.870218
Prob(F-statistic) 0.000000
*Signifikan pada α=5%
*Signifikan pada α=10%
Berdasarkan hasil estimasi, R2 menunjukkan 0.97 yang berarti goodness of fit model ini
baik. Secara statistik, variabel independen dalam model ini, yaitu belanja fungsi
pendidikan, belanja fungsi kesehatan, dan belanja fungsi ekonomi tahun sebelumnya
mampu menjelaskan 97% variasi dari variabel IPM. Sedangkan 3% lainnya, variasi
IPM dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Selanjutnya, nilai Prob(F-statistic)
0.000000 berarti secara bersama-sama belanja fungsi pendidikan, belanja fungsi
kesehatan, dan belanja fungsi ekonomi tuhun sebelumnya berpengaruh signifikan
terhadap IPM tahun ini. Sementara hasil uji t untuk setiap variabel juga menunjukkan
signifikansi. Artinya, belanja fungsi pendidikan berpengaruh signifikan terhadap IPM,
begitu juga dengan belanja fungsi kesehatan, dan belanja fungsi ekonomi.
Sementara konstanta atau intersep 4.193664 artinya jika tidak ada dukungan anggaran
dari APBN dan APBD untuk fungsi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, IPM di
Kabupaten/Kota Provinsi Lampung adalah sebesar exp 4.193664 atau 66.27.
Adapun hasil estimasi adalah sebagai berikut:
Log IPM = 4.193664 + 0.007454 log (bpen) + 0.006619 log(bkes) - 0.013837
log(beko) + ᵉ
Belanja Fungsi Pendidikan (bpend)
Hasil regresi menunjukkan bahwa belanja pemerintah untuk fungsi pendidikan di tahun
sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap IPM Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung. Koefisien belanja pendidikan adalah 0.007454 yang berarti peningkatan
87
belanja pendidikan tahun lalu sebesar 1% akan menaikkan capaian IPM tahun ini
sebesar 0.007%. Ini berarti belanja pendidikan berkorelasi positif terhadap IPM. Hasil
ini sesuai dengan penelitian Fadilah et al. (2018) dan Hadinata et al.(2020) yang
mengungkapkan hubungan positif dan signifikan belanja untuk fungsi pendidikan
terhadap IPM. Koefisien elastisitas untuk belanja fungsi pendidikan bernilai lebih tinggi
dibandingkan belanja kesehatan yang dapat diartikan kenaikan belanja pada sektor
pendidikan akan menaikkan IPM lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada belanja
kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian Mailassa’adah et al.(2019), bahwa belanja
pendidikan lebih berpengaruh terhadap IPM dibanding belanja kesehatan dan bantuan
sosial. Hasil regresi mengindikasikan kebijakan pemerintah mengalokasikan anggaran
yang paling besar untuk fungsi pendidikan sudah tepat.
Belanja pemerintah untuk fungsi pendidikan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap akses pendidikan, diantaranya pembangunan sarana dan
prasarana/gedung sekolah, peningkatan pendidikan vokasi bidang industri, penelitian
dan pengembangan pendidikan, dan bantuan pendidikan untuk siswa (beasiswa) dan
lembaga pendidikan serta Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Belanja untuk
keperluan tersebut secara langsung berdampak pada turunnya angka putus sekolah
serta naiknya angka partisipasi sekolah di Provinsi Lampung. Selain itu, belanja
pendidikan juga digunakan untuk membiayai program wajib belajar 12 tahun agar
masyarakat dapat mengenyam pendidikan minimal hingga 12 tahun (menamatkan
SMA). Suksesnya program wajar 12 tahun turut meningkatkan harapan lama sekolah
dan rata-rata lama sekolah di Provinsi Lampung yang merupakan komponen
pembentuk IPM dari dimensi pengetahuan.
Belanja pemerintah dalam fungsi pendidikan yang digunakan untuk membiayai
jalannya program wajib belajar 12 tahun terbukti meningkatkan tingkat penyelesaian
pendidikan pada semua jenjang di Provinsi Lampung selama 2015-2020. Pada jenjang
SD/Sederajat, tingkat penyelesaian pendidikan pada tahun 2015 mencapai 94,46
persen dan meningkat menjadi 97,69 persen pada tahun 2020. Untuk jenjang
SMP/Sederajat, tingkat penyelesaian pendidikan pada tahun 2015 mencapai 76,68
persen dan meningkat menjadi 86,66 persen pada tahun 2020. Dan untuk jenjang
SMA/Sederajat, tingkat penyelesaian pendidikan pada tahun 2020 telah mencapai
57.59, meningkat dibanding tahun 2015 yang baru mencapai 40,60 persen. (BPS
Provinsi Lampung, 2020).
Data dari BPS Provinsi Lampung periode 2015–2020 juga menunjukkan angka anak
tidak sekolah pada jenjang SD/Sederajat dan SMA/Sederajat di Provinsi Lampung
88
terus mengalami penurunan. Angka anak tidak sekolah untuk jenjang SD/Sederajat
pada tahun 2015 mencapai 0,50 persen, turun menjadi 0,26 persen pada tahun 2020.
Demikian halnya pada jenjang SMA/Sederajat. Angka anak tidak sekolah untuk jenjang
SMA/Sederajat pada tahun 2015 mencapai mencapai 27,50 persen, turun menjadi
22,96 persen pada tahun 2020. Namun, pemerintah daerah perlu memberikan
perhatian pada jenjang SMP/Sederajat dimana angka putus sekolah justru mengalami
kenaikan dari 6,41 persen pada tahun 2015 menjadi 8,31 persen pada tahun 2020.
Selain itu dana BOS yang diberikan kepada sekolah juga memiliki andil besar dalam
meningkatkan harapan/rata-rata lama sekolah karena siswa tidak perlu membayar
iuran sekolah/SPP. Iuran sekolah untuk semua jenjang mulai dari SD hingga
SMA/MA/SMK gratis. Alokasi dana BOS untuk tahun 2020 di Bandar Lampung
misalnya, mencapai Rp96.81 milyar untuk 227 sekolah. Selain itu, pemerintah daerah
juga memiliki program beasiswa dan sejenisnya untuk membantu siswa menyelesaikan
pendidikan, seperti di Bandar Lampung terdapat program Bina Lingkungan (Biling).
Program Biling adalah program sekolah gratis khusus anak tidak mampu di kota
Bandar Lampung. Dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pendidikan
Kota Bandar Lampung di tahun 2020 mengalokasikan Rp9.8 milyar beasiswa masuk
Perguruan Tinggi Negeri bagi 700 siswa lulusan SMA/sederajat. Anggaran sebesar Rp
21.9 milyar juga disiapkan untuk penyediaan perlengkapan sekolah bagi 30.100 anak
keluarga kurang mampu.
Belanja Fungsi Kesehatan
Koefisien belanja kesehatan adalah 0.006619 yang berarti naiknya belanja fungsi
kesehatan pada tahun sebelumnya sebesar 1% akan meningkatkan IPM sebesar
0.0066% pada tahun ini. Belanja kesehatan terbukti berkorelasi positif dengan IPM di
Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mirahsani
(2016) untuk Negara-negara Asia Barat Daya, pertumbuhan belanja pemerintah di
sektor kesehatan mendorong peningkatan IPM. Hasil ini juga mengkonfirmasi
penelitian Ambya (2021) yang menyatakan belanja pemerintah untuk sektor kesehatan
di Provinsi Lampung berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM.
Anggaran daerah untuk sektor kesehatan diantaranya digunakan untuk pembangunan
dan peningkatan/revitalisasi fasilitas kesehatan, pemeliharaan sarana dan prasarana
kesehatan, program jaminan kesehatan daerah serta bantuan iuran kesehatan
masyarakat miskin. Program revitalisasi puskesmas dan posyandu mendukung upaya
preventif untuk terus menjaga kesehatan masyarakat. Anggaran yang digunakan
tersebut berdampak pada peningkatan taraf kesehatan masyarakat dan mempertinggi
89
usia harapan hidup masyarakat Lampung. Anggaran kesehatan digunakan untuk
membiayai penyediaan Jaminan Kesehatan bagi masyarakat. Peserta Jaminan
Kesehatan Nasional Penerima Bantuan Iuran (PBI) bersumber APBN dan APBD per
Kabupaten Kota di Provinsi Lampung terus meningkat. Di tahun 2018, peserta PBI
APBN berjumlah 3.39 juta orang dan PBI APBD (Kab/Kota/Sharing Provinsi) berjumlah
404 ribu orang. Sementara di Tahun 2020 jumlah tersebut meningkat menjadi 3.83 juta
orang dan 874 ribu orang. Anggaran kesehatan (Dinas Kesehatan dan RSUD) per
kapita pada tahun 2020 secara provinsi sebesar Rp344.589,39 per orang. Bila dilihat
berdasarkan kabupaten kota maka Kota Metro merupakan kota dengan aggaran per
kapita tertinggi yaitu sebesar Rp. 1.982.010,8 per kapita (Lampung, 2021).
Selain itu, program gerakan masyarakat hidup sehat (Germas) juga mendorong
naiknya usia harapan hidup masyarakat. Belanja kesehatan tidak hanya diarahkan
untuk mengatasi masalah kesehatan di masyarakat, tetapi juga meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat diantaranya melalui program penyehatan lingkungan yang
diharapkan dapat meningkatkan usia harapan hidup masyarakat.
Belanja Fungsi Ekonomi
Koefisien belanja ekonomi dalam hasil regresi - 0.013837 menunjukkan belanja
ekonomi berkorelasi negatif dengan IPM. Ini berarti ketika pemerintah menaikkan
belanja untuk urusan ekonomi tahun sebelumnya, IPM di Kabupaten/Kota tahun ini
justru mengalami penurunan. Hasil ini berlawanan dengan penelitian Sari (2019)
bahwa belanja untuk fungsi ekonomi berkorelasi positif namun tidak signifikan terhadap
IPM.
Belanja APBD fungsi ekonomi diantaranya digunakan untuk membiayai program pada
sektor-sektor perekonomian di daerah tersebut, seperti sektor pertanian, perdagangan,
dan UMKM. Sektor ekonomi untuk setiap daerah dapat berbeda sesuai kondisi di
masing-masing daerah. Belanja untuk fungsi ekonomi biasanya tidak langsung
mempengaruhi pengeluaran perkapita masyarakat yang menjadi indikator perhitungan
IPM. Belanja pemerintah pusat untuk urusan ekonomi tahun 2020 yang dialokasikan
untuk Belanja Barang Bantuan Lainnya Untuk Diserahkan Kepada Masyarakat/Pemda
dan belanja peralatan/mesin yang diserahkan kepada masyarakat hanya 11% dari total
realisasi belanja fungsi ekonomi. Belanja untuk kegiatan ini secara umum berdampak
langsung pada peningkatan pendapatan masyarakat sehingga meningkatkan
pengeluaran perkapita masyarakat. Namun anggaran lainnya juga digunakan untuk
operasional Satker/suatu program, misalnya untuk pembayaran gaji, tunjangan,
perjalanan dinas, operasional perkantoran, dan lainnya.
90
Belanja ekonomi dapat dioptimalkan untuk mendongkrak peningkatan pengeluaran
perkapita masyarakat jika diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat,
pembukaan lapangan kerja baru, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kantong
kemiskinan di Provinsi Lampung adalah pedesaan, sehingga pemberdayaan
masyarakat desa melalui pendirian BUMDes dan pembukaan usaha ekonomi
kreatif/desa wisata dapat dijadikan alternatif program dalam meningkatkan pendapatan
masyarakat. Selain itu, perempuan mempunyai potensi dalam memberikan kontribusi
pendapatan rumah tangga khususnya rumah tangga miskin (BPS, 2020). Anggaran
untuk urusan ekonomi juga dapat diarahkan untuk memperluas akses ibu rumah
tangga membuka usaha untuk membantu perekonomian keluarga. Beberapa program
yang langsung menyasar masyarakat diharapkan dapat lebih mengoptimalkan peran
belanja fungsi ekonomi dalam meningkatkan pendapatan dan pengeluaran perkapita.
Disparitas Antar Kabupaten
Meski belanja pemerintah untuk urusan pendidikan dan kesehatan berkorelasi positif
terhadap IPM pada level Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, namun perlu menjadi
perhatian adanya disparitas capaian IPM untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.
Tabel 6.2 Cross Sectional Fixed Effect
CROSSID/KABUPATEN/KOTA Effect Intersep Exp (Intersep)
4.184203
Lampung Barat -0.009461 65.64
64.13
Tanggamus -0.032746 4.160918 66.33
67.10
Lampung Selatan 0.000990 4.194654 67.59
65.66
Lampung Timur 0.012522 4.206186 65.04
66.38
Lampung Tengah 0.019804 4.213468 63.55
67.45
Lampung Utara -0.009219 4.184445 61.22
63.53
Way Kanan -0.018727 4.174937 61.51
76.46
Tulang Bawang 0.001661 4.195325 74.12
Pesawaran -0.041908 4.151756
Pringsewu 0.017684 4.211348
Mesuji -0.079111 4.114553
Tulang Bawang Barat -0.042131 4.151533
Pesisir Barat -0.074503 4.119161
Bandar Lampung 0.143146 4.33681
Metro 0.111999 4.305663
Sumber: Olahan Data Eviews
Cross sectional Fixed Effect diinterpretasikan sebagai perbedaan intersep masing-
masing Kabupaten/Kota. Intersep masing-masing Kabupaten/Kota diperoleh dengan
menjumlahkannya dengan intersep pada hasil regresi model utama data panel, dimana
diperoleh nilai intersepnya adalah 4.193664. Perbedaan intersep masing-masing
Kabupaten/Kota dimungkinkan karena adanya perbedaan karakteristik, kondisi
91
geografis, kebijakan dan lainnya. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa nilai intersep
terkecil adalah Kabupaten Mesuji dan tertinggi adalah Bandar Lampung, yang
mencerminkan tingkat IPM terendah dan tertinggi di Provinsi Lampung.
Tabel 6.3. Persentase Desa Menurut Jarak ke Fasilitas Pendidikan di
Kabupaten/Kota Provinsi Lampung, 2019
KABUPATEN/KOTA Jarak SD Jarak SMP Jarak SMA
Terdekat > 10km Terdekat > 10km Terdekat > 10km
Lampung Barat 0.74 27.94 19.12
Tanggamus 0.33 23.18 14.57
Lampung Selatan 0.00 10.77 9.23
Lampung Timur 0.00 15.15 7.95
Lampung Tengah 0.32 18.15 10.19
Lampung Utara 0.81 28.34 21.86
Way Kanan 0.88 38.33 27.75
Tulang Bawang 1.32 25.17 23.18
Pesawaran 0.00 8.11 7.43
Pringsewu 0.76 15.27 10.69
Mesuji 0.00 21.90 16.19
Tulang Bawang Barat 0.00 18.45 15.53
Pesisir Barat 0.85 21.19 33.05
Bandar Lampung 0.79 1.59 0.00
Metro 0.00 0.00 0.00
Sumber: Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Lampung, 2020
Tantangan peningkatan dimensi pendidikan adalah disparitas antar Kabupaten/Kota
terutama dalam aksesibilitas sarana pendidikan. Selain itu, ketidakmampuan ekonomi
rumah tangga, pendidikan orang tua, kualitas guru juga mempengaruhi jumlah anak
berhenti sekolah (BPS Provinsi Lampung, 2020).
Pada tingkat SMP dan SMA persentase sekolah yang berjarak>10 km masih cukup
tinggi, terutama di Kabupaten Way Kanan, Lampung Utara, Lampung Barat,
Tanggamus, Mesuji, dan Pesisir Barat. Di tingkat SMA, setidaknya di 4 Kabupaten,
jarak menuju fasilitas pendidikan juga cukup jauh. Jauhnya jarak akan mempersulit
akses masyarakat ke sekolah mengakibatkan angka putus sekolah cukup tinggi di
beberapa Kabupaten tersebut dan pada akhirnya berpengaruh pada angka RLS dan
HLS sebagai komponen perhitungan IPM. Untuk itu, pemerintah daerah perlu
meningkatkan akses pendidikan di Way Kanan, Lampung Utara, Lampung Barat,
Mesuji, dan Pesisir Barat. Serta Tulang Bawang Selain membangun SMP dan SMA,
akses pendidikan juga dapat ditingkatkan dengan program paket B dan C. Selain itu,
pemda dapat berkoordinasi dengan RT atau kelurahan untuk mengedukasi warga agar
dapat melanjutkan sekolah, karena selain akses yang sulit, faktor lain yang
92
berpengaruh untuk tidak melanjutkan sekolah adalah kurangnya edukasi warga
tentang pentingnya sekolah.
Akses terhadap fasilitas kesehatan juga masih terlihat adanya disparitas antar
Kabupaten/Kota. Untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama/puskesmas, beberapa desa
di Kabupaten masih mengalami kesulitan menjangkaunya, diantaranya Kabupaten
Pringsewu, Way Kanan, dan Tanggamus. Untuk fasilitas kesehatan rumah sakit, lebih
dari separuh jumlah desa yaitu 64,24 persen desa di Tulang Bawang kesulitan
mengakses rumah sakit. Di Kabupaten Pesisir Barat dan Lampung Barat, lebih dari
40% desa juga masih kesulitan mengakses rumah sakit. Untuk itu pemerintah daerah
perlu menambah Puskesmas di Kabupaten Pringsewu, Way Kanan, dan Tanggamus.
Pembangunan rumah sakit juga perlu dilakukan di Tulang Bawang agar masyarakat
dapat mengakses layanan kesehatan yang lebih lengkap fasilitasnya dengan mudah.
Pemda di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung Barat juga dapat menambah fasilitas
puskesmas rawat inap yang fasilitasnya cukup memadai jika rumah sakit belum
tersedia.
Grafik 6.8 Persentase Desa Yang Sulit Mengakses (a) Puskesmas (b) Rumah Sakit, 2019
Metro 0 Provinsi Lampung 22.91
Bandar Lampung 0 Metro 0
0 0
Pesisir Barat 0 Bandar Lampung
Tulang Bawang Barat 0 Pesisir Barat 46.61
0 26.21
Mesuji 0 Tulang Bawang Barat
Pesawaran Mesuji 37.14
Lampung Selatan 0.38 18.92
Lampung Timur 0.64 Pesawaran 1.54
Lampung Tengah 0.66 Lampung Selatan 7.58
Tulang Bawang 1.21
Lampung Utara 1.47 Lampung Timur 33.76
Lampung Barat 1.99 Lampung Tengah 64.24
Tanggamus 2.64
Way Kanan Tulang Bawang 20.65
Pringsewu 4.58 Lampung Utara 41.18
Lampung Barat
16.56
Tanggamus 29.07
Way Kanan
Pringsewu 6.87
Sumber: Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Lampung Tahun 2020, BPS
6.4 SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Secara umum capaian IPM Lampung dalam 6 tahun terakhir terus meningkat. Bahkan
pada periode 2016-2020, kenaikan IPM Lampung lebih cepat dibanding kenaikan IPM
Nasional. Namun demikian, Provinsi Lampung masih harus bekerja keras untuk
mengejar capaian IPM Nasional yang telah berstatus tinggi.
93
Dukungan fiskal untuk meningkatkan IPM diantaranya melalui belanja pemerintah
untuk fungsi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Hasil regresi menunjukkan belanja
untuk ketiga fungsi ini berpengaruh nyata terhadap IPM di Provinsi Lampung.
Peningkatan belanja pendidikan dan belanja kesehatan akan meningkatkan capaian
IPM. Namun belanja fungsi ekonomi justru berkorelasi negatif dengan IPM.
Belanja fungsi pendidikan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan yang
berdampak pada meningkatnya RLS dan HLS yang merupakan komponen indeks
pengetahuan dalam IPM. Anggaran pendidikan digunakan untuk Biaya Operasional
Sekolah (BOS) sehingga masyarakat dapat bersekolah dengan bebas biaya SPP,
pemberian bantuan/beasiswa kepada siswa tidak mampu dan berprestasi, dan
sebagainya. Beberapa program di level Kabupaten/Kota juga mendukung tercapaianya
program wajib belajar 12 tahun sehingga rata-rata lama sekolah meningkat.Di bidang
kesehatan, anggaran digunakan diantaranya untuk membiayai Jaminan Kesehatan
masyarakat baik melalui program nasional maupun daerah. Jaminan kesehatan ini
turut membantu masyarakat untuk mengakses fasilitas kesehatan sehingga
meningkatkan usia harapan hidup. Peningkatan belanja fungsi ekonomi justru akan
menurunkan capaian IPM. Hal ini diataranya karena beberapa kegiatan/program yang
dibiayai tidak langsung dirasakan dampaknya oleh masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan sebelumnya, disparitas antara
Kabupaten/Kota menjadi kendala utama dalam akselerasi IPM. Pada dimensi
pengetahuan, rekomnedasi yang diajukan adalah Pemda dapat menggencarkan
program Paket A/B/C untuk membantu masyarakat desa yang jauh dari sekolah agar
dapat terus melanjutkan pendidikan. Perlu adanya program yang merangkul desa
untuk menggiatkan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan yang
didanai oleh anggaran pemerintah.Di sector kesehatan, optimalisasi tindakan preventif
untuk menjaga kesehatan penting dilakukan selain mengusahakan pendirian fasilitas
kesehatan yang dapat diakses sampai ke desa.Pembangunan rumah sakit ataupun
puskesmas rawat inap perlu ditambah di Kabupaten Tulang Bawang, Pesisir Barat,
dan Lampung Barat. Adapun untuk belanja fungsi ekonomi, anggaran perlu diarahkan
untuk program pendirian BUMDes, pemberdayaan ibu rumah tangga untuk turut
membuka usaha, serta membangun desa berbasis ekonomi kreatif dan desa wisata.
Selain itu, pembangunan infrastruktur yang lebih merata di pedesaan juga akan
membantu desa di Kabupaten tumbuh menjadi pusat pertumbuhan ekonomi untuk
meningkatkan pengeluarn perkapita masyarakat.
94
BAB VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
7.1. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kesimpulan dari KFR Tahunan 2021
sebagai berikut :
1. Tujuan dan sasaran pembangunan daerah berdasatkan Rencana Pembanguan
Jangka Menengah daerah adalah “Rakyat Lampung Berjaya”. Visi tersebut
kemudian dijabarkan dalam misi, tujuan dan sasaran pembangunan daerah.
Keberhasilan tujuan dan sasaran pembangunan tersebut dinilai dari target dan
capaian indikator yang telah ditetapkan. Target tersebut ditetapkan untuk dapat
dicapai dan dievaluasi setiap tahunnya.
2. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan penjabaran RPJMD,
sejalan dengan RPJMD 2019-2024, arah kebijakan perekonomian Provinsi
Lampung tahun 2021 yaitu meningkatkan kualitas SDM dan pembangunan
infrastruktur dalam rangka pemulihan ekonomi dan sosial masyarakat menuju
Lampung Berjaya, dengan prioritas daerah meningkatkan kualitas SDM,
pembangunan infrastruktur, peningkatan investasi dan nilai tambah produk
unggulan, reformasi birokrrasi, kehidupan yang religius, aman, berbudaya dan
inovatif, pembangunan berkelanjutan dan mitigasi bencana.
3. Provinsi Lampung sebagai gerbang pulau Sumatera mempunyai potensi besar
untuk berkembang. Namun demikian, pembangunan di Provinsi Lampung
menghadapi tantangan/permasalahan ekonomi antara lain :
a. Kondisi infrastruktur jalan dan jembatan belum optimal mendukung
peningkatan mobilitas barang/jasa dan orang dalam mendukung
perekonomian,
b. Kontribusi dan produktivitas sektor pertanian sebagai sektor utama dalam
perekonomian masih relatif rendah dan cenderung menurun.
c. Belum tersedianya jaringan bisnis yang handal untuk pemasaran produk UMKM
Industri kecil dan menengah memiliki keterbatasan dalam hal daya saing
produk dan pemasaran,
d. Pengembangan destinasi dan pemasaran pariwisata belum optimal
Pengelolaan objek dan daya tarik wisata (ODTW) belum didukung sarana dan
prasarana yang baik Ekonomi kreatif belum berkembang.
95
e. Komoditas ekspor berbasis SDA sehingga harga tergantung harga pasar
global.
Tantantangan sosial kependudukan antara lain:
a. Pendidikan, tingkat IPM masih rendah di regional Sumatera dan nasional
b. Kesehatan, aksebilitas pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas dan belum
meratanya ketersediaan tenaga kesehatan.
c. Sosial, prosentase penduduk miskin lebih tinggi dibanding nasional.
d. Hukum, ketertiban, dan keamanan masyarakat, potensi konflik tanah antar
masyarakat/perusahaan/pemerintah.
e. Pemberdayaan masyarakat, minimnya sarana dan prasarana di pedesaan,
kemampuan relatif rendah, kelembagaan dan kualitas aparatur belum optimal.
Tantangan geografi wilayah:
a. Lingkungan hidup, separuh luas kawasan hutan dalam kondisi rusak.
b. Penanggulangan bencana, kualitas dan mitigasi bencana dan perubahan iklim
belum optimal.
4. Perekonomian Provinsi Lampung tahun 2021 tumbuh 2.79 % (c-to-c), yang
mencerminkan perbaikan perekonomian dibanding tahun 2020 yang mengalami
kontraksi sebesar -1.67%. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi terutama
disumbang oleh komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar
1.29% dan disusul oleh komponen Konsumsi Rumah Tangga yang menyumbang
1.01%. Sementara dari sisi penawaran, sumber utama pertumbuhan adalah
lapangan usaha Perdagangan Besar-Eceran Reparasi Mobil-Motor sebesar 0.97%
dan industri pengolahan sebesar 0.84%. Meski tumbuh positif, pertumbuhan
ekonomi Lampung masih lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekonomi
Sumatera dan Nasional. Secara umum struktur PDRB Provinsi Lampung triwulan
III-2021 menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tidak menunjukkan
perubahan berarti. Perekonomian masih didominasi oleh lapangan usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 29,94 persen; diikuti Industri
Pengolahan sebesar 19,70 persen; Perdagangan BesarEceran, dan Reparasi
Mobil-Sepeda Motor sebesar 11,39 persen; serta Konstruksi sebesar 9,48 persen.
Peranan keempat lapangan usaha tersebut dalam perekonomian Provinsi
Lampung mencapai 70,50 persen.
5. Kinerja indikator makroekonomi dan kesejahteraan di Provinsi Lampung tahun
2021 juga cukup baik yang tercermin pada tingkat inflasi yang tetap terkendali
sesuai target yang ditetapkan, yaitu 2.19% (y-o-y). Namun demikian, inflasi
96
tersebut masih lebih tinggi dari nasional terutama karena inflasi yang bersumber
dari kelompok makanan, minuman dan tembakau. Untuk itu pemerintah daerah
perlu meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait terutama buffer stock pada
festive season dimana permintaan masyarakat melonjak.
6. Seiring dengan perekonomian yang mulai pulih, indikator kesejahteraan juga
mengalami perbaikan. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Lampung di tahun
2021 adalah 4.69% lebih rendah dari TPT Nasional. Sementara angka kemiskinan
berhasil turun menjadi 11.67%. Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan proksi
untuk kesejahteraan petani di sepanjang 2021 terus mengalami peningkatan dan
96.56 di Januari 2021 menjadi 106.29 pada Desember 2021. Nilai Tukar Nelayan
(NTN) Lampung secara konsisten juga selalu diatas NTN Nasional dan pada
Desember 2021 telah mencapai 109.56.
7. Kebijakan fiskal pemerintah daerah Lampung yang dituangkan dalam APBD
maupun alokasi dana APBN di daerah (DIPA kewenangan kantor pusat K/L, dan
dana transfer ke daerah) merupakan salah satu variabel pendorong pertumbuhan
ekonomi (PDRB), berupa belanja pemerintah (goverment spending). Berbagai
kebijakan fiskal pemerintah yang dituangkan dalam APBN dan APBD menjadi
pendorong sekaligus penarik bagi komponen pertumbuhan ekonomi lainnya dan
berbagai sektor ekonomi sehingga masing-masing berperan optimal dalam
menggerakkan perekonomian Lampung khususnya dan nasional pada umumnya.
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lingkup Provinsi
Lampung tahun 2021 mencatat defisit sebesar Rp21,86 triliun atau naik sebesar
0,10% apabila dibandingkan tahun 2020. Penerimaan negara tumbuh sebesar
14,16%, penerimaan perpajakan masih menjadi sumber pendapatan yang dominan
dengan kontribusi sebesar 88,42% atau sebesar Rp8,57 triliun dari total
penerimaan sebesar Rp9,69 triliun,tumbuh sebesar 22,25% sementara
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menyumbang sebesar 10,80% atau
sebesar Rp1,05 triliun, tumbuh sebesar 13,42%, dan penerimaan hibah
menyumbang sebesar 0,78% atau sebesar Rp75,64 miliar turun sebesar 86,42%
dari penerimaan hibah tahun 2020. Kenaikan defisit periode tahun 2021
disebabkan terjadinya kenaikan pada belanja negara baik pada belanja pemerintah
pusat maupun pada transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dibandingkan tahun
2020, meskipun sisi penerimaan terjadi kenaikan.
8. Realisasi komponen pendapatan APBD lingkup Provinsi Lampung tahun 2021
mencapai Rp28.239 miliar dari target sebesar Rp30.770 miliar, sedangkan realisasi
97
belanja daerah mencapai Rp27.925 miliar atau 90,10 persen dari pagu yang
dianggarkan sehingga terdapat surplus sebesar Rp314,28 miliar. Dengan realisasi
pembiayaan sebesar Rp472 miliar terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran 2021
sebesar Rp786 miliar.
9. BLUD di Lampung tercatat sebanyak 215 BLUD, bergerak di bidang kesehatan,
pengelolaan dana, laboratorium lingkungan, dan pengelolaan Kawasan. Sebagian
besar BLUD di Lampung masuk dalam rumpun Kesehatan. Jumlah Puskesmas
yang melaksanakan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah
mencapai 197 Puskesmas. nilai aset BLUD selama tiga tahun terakhir terus
meningkat. Dengan adanya peningkatan aset, diharapkan BLUD dapat lebih
memaksimalkan pelayanannya sehingga berdampak pada peningkatan
pendapatan yang bersumber dari layanan jasa BLUD.
10. Dari perhitungan dengan analisis Location Quotient (LQ) disimpulkan Pertanian,
kehutanan dan perikanan merupakan sektor yang sangat dominan dan merupakan
sektor unggulan bagi perekonomian Provinsi Lampung. Sektor tersebut
memberikan sumbangan sebesar 29.94 persen pada PDRB Lampung. Di tahun
2021, Pemprov Lampung menorehkan prestasi tingkat nasional di sektor pertanian.
Provinsi Lampung memperoleh penghargaan sebagai peringkat pertama
peningkatan produksi padi tahun 2019-2020. Lampung juga menjadi juara umum
Teknologi Tepat Guna Nasional dalam lomba Inovasi Bidang Pertanian Tanaman
Padi. Provinsi Lampung merupakan salah satu lumbung pangan nasional.
11. Hasil reviu pelaksanaan belanja pada Kementerian/Lembaga dibandingkan
dengan alokasi DAK Fisik 2021 menunjukkan belanja tersebut sudah selaras.
Namun masih ditemukan beberapa daerah yang belum memaksimalkan
penggunaan DAK Fisik untuk pembangunan irigasi seperti Kabupaten Tulang
Bawang Barat danPpesisir Barat. Di Lampung Utara, serapan belanja untuk
pelayanan dasar (DAK Fisik kesehatan dan keluarga berencana) masih cukup
rendah, yaitu 25%. Adapun serapan anggaran di bidang pertanian, beberapa
daerah belum maksimal, baru dikisaran 70%. Sementara capaian output Dana
Desa sudah cukup Baik. Namun pada bidang pemeberdayaan masyarakat desa,
hasil reviu menunjukkan di beberapa desa kegiatan pengembangan Sarana dan
prasarana UKM dan Koperasi realisasi anggarannya masih belum optimal.
12. Secara umum capaian IPM Lampung dalam 6 tahun terakhir terus meningkat.
Bahkan pada periode 2016-2020, kenaikan IPM Lampung lebih cepat dibanding
kenaikan IPM Nasional. Namun demikian, Provinsi Lampung masih harus bekerja
98
keras untuk mengejar capaian IPM Nasional yang telah berstatus tinggi. Dukungan
fiskal untuk meningkatkan IPM diantaranya melalui belanja pemerintah untuk fungsi
pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Hasil regresi menunjukkan belanja untuk
ketiga fungsi ini berpengaruh nyata terhadap IPM di Provinsi Lampung.
Peningkatan belanja pendidikan dan belanja kesehatan di tahun sebelumnya akan
meningkatkan capaian IPM di tahun ini. Namun belanja fungsi ekonomi justru
berkorelasi negatif dengan IPM, peningkatan belanja fungsi ekonomi justru akan
menurunkan capaian IPM. Hal ini diantaranya karena beberapa kegiatan/program
yang dibiayai tidak langsung dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Selain itu,
disparitas capaian IPM antar Kabupaten/Kota juga perlu menjadi perhatian. Akses
terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan di beberapa Kabupaten masih sulit
dijangkau oleh masyarakat desa. Untuk mengakselerasi capaian IPM Provinsi
Lampung, Pemerintah Daerah perlu menambah jumlah SMP dan SMA di
Kabupaten Pesisir Barat, Mesuji, Tulang Bawang, Way Kanan dan Lampung Barat,
serta menambah puskesmas rawat inap/rumah sakit di Kabupaten Kabupaten
Tulang Bawang, Pesisir Barat, dan Lampung Barat.
7.2. REKOMENDASI
Dalam rangka mendukung program Pemerintah Provinsi Lampung “Lampung Berjaya”,
Kanwil DJPb Provinsi Lampung memberi rekomendasi kepada Pemerintah Daerah:
1. Inflasi Lampung di tahun 2021 lebih tinggi dari inflasi nasional. Pemerintah Daerah
perlu meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait untuk mengamankan stok/buffer
stock barang terutama makanan dan minuman pada festive season dimana
permintaan melonjak dan menyebabkan inflasi.
2. Kantong utama kemiskinan adalah pedesaan, oleh karenanya pemerintah daerah
perlu mengalokasikan belanja untuk pembangunan infrastruktur di desa.
Ketimpangan infrastruktur menjadi salah satu penyebab kemiskinan terkonsentrasi
di desa. Dengan infrastruktur yang memadai, desa diharapkan dapat menjadi
sumber pertumbuhan ekonomi. Pemerintah Desa juga perlu mengoptimalkan
penggunaan Dana Desa untuk program pemberdayaan ekonomi masyarakat,
seperti pembangunan BUMDes dan pengembangan ekonomi kreatif berbasis
potensi unggulan desa. Pemerintah Daerah dapat mencanangkan 1 desa
percontohan pada setiap Kecamatan untuk mengembangkan ekonomi berbasis
keunggulan desa setiap tahunnya.
3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Lampung selalu konsisten dibawah TPT
nasional. Namun demikian, di tahun 2021, capaiannya belum mencapai target yang
99
ditetapkan. Untuk mengatasi pengangguran, pemerintah daerah perlu terus
melanjutkan program Lampung Ramah Investasi dengan mempermudah perijinan
dan pemberian insentif kepada pelaku usaha. Selain itu, pemerintah daerah perlu
meningkatkan kegiatan promosi Investasi di Lampung agar lebih banyak investor
membuka usahanya sehingga lapangan kerja bertambah.
4. Untuk mendukung sektor pertanian sebagai sektor unggulan, Pemerintah Daerah
perlu meningkatkan dukungan anggaran pada sektor pertanian terutama untuk
pemberian subsidi pupuk, pemberian bibit dan penyuluhan untuk manajemen masa
tanam. Selain itu, Pemerintah Daerah juga perlu mengakselerasi implementasi
Program Kartu Petani Berjaya (KPB) mulai dari peningkatan jumlah petani yang
teregistrasi, sosialisasi program dan peningkatan jumlah petani yang secara aktif
bertransaksi dan mengakses secara aktif aplikasi KPB. Dengan demikian diharapkan
produktivitas pertanian semakin meningkat dan berkontribusi positif terhadap
pertumbuhan ekonomi Lampung.
5. Disparitas antara Kabupaten/Kota menjadi kendala utama dalam akselerasi IPM di
Provinsi Lampung. Pada dimensi pengetahuan, Pemda dapat menggencarkan
program Paket A/B/C untuk membantu masyarakat desa yang jauh dari sekolah agar
dapat terus melanjutkan pendidikan. Perlu adanya program yang merangkul desa
untuk menggiatkan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan
diaman program tersebut didanai oleh anggaran pemerintah. Pemerintah Daerah
perlu menambah jumlah SMP dan SMA di Kabupaten Pesisir Barat, Mesuji, Tulang
Bawang, Way Kanan dan Lampung Barat agar masyarakat lebih mudah menjangkau
fasilitas pendidikan di Kabupaten tersebut.
Di sektor kesehatan, optimalisasi tindakan preventif untuk menjaga kesehatan
penting dilakukan selain mengusahakan pendirian fasilitas kesehatan yang dapat
diakses sampai ke desa. Pemerintah Daerah perlu menambah puskesmas rawat
inap/rumah sakit di Kabupaten Kabupaten Tulang Bawang, Pesisir Barat, dan
Lampung Barat agar lebih mudah dijangkau masyarakat.
Adapun untuk belanja fungsi ekonomi, anggaran perlu diarahkan untuk program
pendirian BUMDes, program pemberdayaan ibu rumah tangga untuk turut
membantu ekonomi keluarga, serta membangun desa berbasis ekonomi kreatif
seperti desa wisata. Pemda juga dapat mengoptimalkan pemanfaatan Dana Desa
untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pendirian dan pengembangan
BUMDes dan pembangunan Sentra UKM di pedesaan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat.
100
Lampiran 1
DATA
Wilayah Tahun IPM Bpend(-1) Bkes(-1) Beko(-1)
Lampung Barat 293160021432 102471590885 60753691750
Lampung Barat 2017 66,06 314793801542 126463596775 62025042997
Lampung Barat 2018 66,74 329489973342 169877595966 67141525071
Lampung Barat 2019 336279628712 165475647300 75740424013
Lampung Barat 2020 67,5 306175712389 167959495045 50389315531
Tanggamus 2021 67,8 607038153943 112277673419 95787982525
Tanggamus 2017 67,9 546940442114 61749059690
Tanggamus 2018 64,94 558778666059 93482420764 56826218745
Tanggamus 2019 65,67 552903168977 148189151041 50613147085
Tanggamus 2020 66,37 613417487518 156047564482 34587427611
Lampung Selatan 2021 66,42 599959262795 183888148321 527603648179
Lampung Selatan 2017 66,65 789776362785 109428398836 226151833632
Lampung Selatan 2018 66,19 934002388769 312769440331 265511914180
Lampung Selatan 2019 66,95 977652208774 270277420057 192948552360
Lampung Selatan 2020 67,68 929147544445 326227969159 86020327238
Lampung Timur 2021 68,22 1021641878228 381332790983 152567670148
Lampung Timur 2017 68,36 830991374864 187424226323 124334764193
Lampung Timur 2018 67,88 863037149935 178851725120 154807548897
Lampung Timur 2019 68,05 902509620637 177080622375 136688096578
Lampung Timur 2020 69,04 818007385864 217460693747 66490085489
Lampung Tengah 2021 69,34 695638362319 237381695044 127503632802
Lampung Tengah 2017 69,37 1024675180100 250332812446 120671889101
Lampung Tengah 2018 68,33 879022129113 192643272404 83567731120
Lampung Tengah 2019 68,95 1030593532907 173811288143 100948869370
Lampung Tengah 2020 69,73 986603514404 217212078719 92222587949
Lampung Utara 2021 70,04 129507891817 239338047208 89764783326
Lampung Utara 2017 70,16 592402702510 82740048684
Lampung Utara 2018 65,95 551910693940 97397380876 70586084580
Lampung Utara 2019 66,58 591709558205 132595283993 67530884079
Lampung Utara 2020 67,17 505506063548 166678011969 61359419549
Way Kanan 2021 67,63 199915765072 31531477355
Way Kanan 2017 67,67 65966088763 67972506490
Way Kanan 2018 65,74 356013413819 14129017142 65778224465
Way Kanan 2019 65,97 407249339100 115039643117 73603178154
Way Kanan 2020 66,63 386229060730 126542327387 47034644755
Tulang Bawang 2021 67,19 369825154668 159230850187 95631457404
Tulang Bawang 2017 67,44 384483715988 140003211454 35113308934
Tulang Bawang 2018 66,74 135228577190 32704550181
Tulang Bawang 2019 67,07 52171554898 36810113952
Tulang Bawang 2020 67,7 57457379976 91175506721 26503152351
Pesawaran 2021 68,23 91495040646 109660957109 34805210639
2017 68,52 65524488063 197544195205
63,47 217508656344
82595242324
132218284674
49844956295
Wilayah Tahun IPM Bpend(-1) Bkes(-1) Beko(-1)
Pesawaran 454841068905 94456580747 77150863717
Pesawaran 2018 64,43 455354033574 127231239569 81788839250
Pesawaran 2019 64,97 482911812057 121125446295 99180120242
Pesawaran 2020 65,75 478151031448 137219911555 93942916111
Pringsewu 2021 65,79 247828062025 103134680334 55193194465
Pringsewu 2017 68,26 405897215740 103795844920 51707468238
Pringsewu 2018 68,61 418660302657 124154921673 47011835811
Pringsewu 2019 69,42 477410949039 145857110488 51901205249
Pringsewu 2020 69,97 455430657388 174482540373 47312032746
Mesuji 2021 155133001112 33863536079 40163663715
Mesuji 2017 70,3 152921605505 57477320115 35685790317
Mesuji 2018 60,72 192051353524 78567813646 42493450576
Mesuji 2019 61,87 219826538064 76927200065 42953301843
Mesuji 2020 62,88 176927063019 138323938118 35127490211
Tulang Bawang Barat 2021 63,52 749130867088 251190322876 70818814518
Tulang Bawang Barat 2017 63,63 60333899449 32896339507
Tulang Bawang Barat 2018 63,77 29748166109 87678942024 38384681005
Tulang Bawang Barat 2019 64,58 242138790551 86854061183 34340219537
Tulang Bawang Barat 2020 270786547046 114025732809 34321928127
Pesisir Barat 2021 65,3 277040762551 194501207669 41731652173
Pesisir Barat 2017 65,93 239228478654 71844036564 45893303641
Pesisir Barat 2018 65,97 122020385834 70913919478 55592595032
Pesisir Barat 2019 169943083265 64494954353 36397753589
Pesisir Barat 2020 61,5 188634351626 96428833058 33267068257
Bandar Lampung 2021 62,2 211329397431 211005300857 816238842748
Bandar Lampung 2017 62,96 1323613362824 397066600082 1194413685238
Bandar Lampung 2018 63,79 1757427409494 536001239982 1482057432999
Bandar Lampung 2019 63,91 1819249292669 512251654945 1620272140208
Bandar Lampung 2020 75,34 2049993386988 423553086031 1606327932173
Metro 2021 75,98 2021922679875 109120338075 47627578241
Metro 2017 76,63 485044219630 208743695164 45250474228
Metro 2018 77,33 298780827072 206214629728 52168879809
Metro 2019 77,44 320331691122 242491731508 56006452580
Metro 2020 75,45 313637976520 289141158914 55437525360
2021 75,87 304197317356
76,22
76,77
77,19
Lampiran 2
Hasil Pengolahan Data dengan Eviews
Langkah 1: pemilihan model data panel terbaik dengan menggunakan Chow Test,
Hausman Test, dan Lagrange Multiplier Test.
Chow Test
Uji Chow digunakan untuk memilih model Common Effect atau Fixed Effect. Pada uji ini, hipotesis
nol (H0) adalah common efeect dan hipotesis alternatifnya (H1) adalah fixed effect. Karena Prob.
0.0000 < 0.05, maka tolak H0 atau model yang dipilih adalah Fixed Effect.
Redundant Fixed Effects Tests Statistic d.f. Prob.
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects 66.106440 (14,57) 0.0000
213.527930 14 0.0000
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: LOG(IPM)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/24/22 Time: 17:47
Sample: 2017 2021
Periods included: 5
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 75
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LOG(BPEND) 0.001201 0.009169 0.130991 0.8962
LOG(BKES) 0.045196 0.011028 4.098200 0.0001
LOG(BEKO) 0.015334 0.008450 1.814685 0.0738
2.638066 0.221629 11.90309 0.0000
C
R-squared 0.439846 Mean dependent var 4.215548
Adjusted R-squared 0.416177 S.D. dependent var 0.057573
S.E. of regression 0.043990 Akaike info criterion -3.357843
Sum squared resid 0.137395 Schwarz criterion -3.234243
Log likelihood 129.9191 Hannan-Quinn criter. -3.308491
F-statistic 18.58361 Durbin-Watson stat 0.331022
Prob(F-statistic) 0.000000
Uji Hausman
Kemudian dilanjutkan dengan uji Hausman untuk memilih model fixed effect atau random effect.
Hipotesis nol adalah random effect dan hipotesis alternatifnya adalah fixed effect. Karena Prob.
0.0001 < 0.05, maka tolak H0, sehingga model yang dipilih adalah Fixed Effect. Hasil uji chow
dan uji Hausman konsiten memilih fixed effect sebagai model terbaik, sehingga tidak perlu
dilakukan uji Lagrange Multiplier. Model yang digunakan pada analisis regresi ini adalah model
Fixed Effect.
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Prob.
Statistic Chi-Sq. d.f. 0.0001
Cross-section random 22.147235 3
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
LOG(BPEND) 0.007454 0.007332 0.000000 0.8092
LOG(BKES) 0.006619 0.008900 0.000000 0.0000
LOG(BEKO) -0.013837 -0.007143 0.000003 0.0003
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: LOG(IPM)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/24/22 Time: 17:49
Sample: 2017 2021
Periods included: 5
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 75
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 4.193664 0.147460 28.43927 0.0000
LOG(BPEND) 0.007454 0.003532 2.110511 0.0392
LOG(BKES) 0.006619 0.003590 1.843895 0.0704
LOG(BEKO) -0.013837 0.005133 -2.695385 0.0092
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.967502 Mean dependent var 4.215548
Adjusted R-squared 0.957810 S.D. dependent var 0.057573
S.E. of regression 0.011826 Akaike info criterion -5.831548
Sum squared resid 0.007971 Schwarz criterion -5.275351
Log likelihood 236.6831 Hannan-Quinn criter. -5.609465
F-statistic 99.82141 Durbin-Watson stat 0.870218
Prob(F-statistic) 0.000000
Hasil Regresi Menggunakan Fixed Effect Model
Dependent Variable: LOG(IPM)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/24/22 Time: 17:46
Sample: 2017 2021
Periods included: 5
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 75
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LOG(BPEND) 0.007454 0.003532 2.110511 0.0392*
LOG(BKES) 0.006619 0.003590 1.843895 0.0704**
LOG(BEKO) -0.013837 0.005133 -2.695385 0.0092*
4.193664 0.147460 28.43927
C 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.967502 Mean dependent var 4.215548
Adjusted R-squared 0.957810 S.D. dependent var 0.057573
S.E. of regression 0.011826 Akaike info criterion -5.831548
Sum squared resid 0.007971 Schwarz criterion -5.275351
Log likelihood 236.6831 Hannan-Quinn criter. -5.609465
F-statistic 99.82141 Durbin-Watson stat 0.870218
Prob(F-statistic) 0.000000
*sigifikan pada α=5%
**signifikan pada α=10%
Langkah 2: Menguji model atas pelanggaran asumsi klasik : uji normalitas, Uji
Multikolinearitas, dan Uji Heteroskedastisitas
Hasil Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Nilai Jarque-Bera mendekati 1 dan Probabilitasnya > 0.05, maka data terdistribusi secara
normal.
12
Series: Standardized Residuals
10 Sample 2017 2021
Observations 75
8 Mean 1.80e-18
Median 0.000512
6 Maximum 0.018331
4 Minimum -0.029103
Std. Dev. 0.010379
Skewness -0.648329
2 Kurtosis 3.110722
0 Jarque-Bera 5.292437
-0.03 -0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02 Probability 0.070919
Uji Multikolinearitas
Hasil uji multikolinearitas menunjukkan korelasi dibawah 0.8, maka tidak terjadi multikolinearitas.
LOG(BPEND) LOG(BPEND) LOG(BKES) LOG(BEKO)
LOG(BKES) 1.000000 0.596233 0.739184
LOG(BEKO) 0.596233 1.000000 0.589326
0.739184 0.589326 1.000000
Uji multikolinearitas menggunakan nilai Variance Inflation Factors (VIF) juga menunjukkan nilai
VIF dibawah 10, yang berarti tidak ada masalah multikolinearitas.
Variance Inflation Factors
Date: 01/25/22 Time: 08:56
Sample: 1 75
Included observations: 75
Coefficient Uncentered Centered
VIF
Variable Variance VIF
LOG(BEKO__1_) 7.14E-05 1743.747 2.384674
LOG(BKES__1_) 0.000122 3110.895 1.678344
LOG(BPEND__1_) 8.41E-05 2324.647 2.414972
0.049119 1903.714
C NA
Uji Heteroskedastisitas
Karena prob. Chi-Square >0.05, maka model tidak mengalami masalah heteroskedastisitas.
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
F-statistic 0.494634 Prob. F(3,71) 0.6872
Obs*R-squared 1.535411 Prob. Chi-Square(3) 0.6741
Scaled explained SS 2.405097 Prob. Chi-Square(3) 0.4927
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 01/25/22 Time: 08:55
Sample: 1 75
Included observations: 75
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.000813 0.017553 -0.046297 0.9632
LOG(BEKO__1_) -0.000812 0.000669 -1.212657 0.2293
LOG(BKES__1_) 0.000388 0.000873 0.444366 0.6581
LOG(BPEND__1_) 0.000488 0.000726 0.672329 0.5036
R-squared 0.020472 Mean dependent var 0.001832
Adjusted R-squared -0.020916 S.D. dependent var 0.003448
S.E. of regression 0.003484 Akaike info criterion -8.429358
Sum squared resid 0.000862 Schwarz criterion -8.305758
Log likelihood 320.1009 Hannan-Quinn criter. -8.380006
F-statistic 0.494634 Durbin-Watson stat 0.888849
Prob(F-statistic) 0.687155
Hasil Uji Asumsi Klasik menunjukkan model terbebas dari masalah multikolinearitas dan
heteroskedastisitas. Penggunaan model fixed effect diasumsikan bahwa error variance setiap
variabel tidak terdapat autocorrelation. (Damodar N Gujarati & Dawn C. Porter, 2009).
Cross Sectional Fixed Effect
CROSSID Effect
Lampung Barat -0.009461
-0.032746
Tanggamus 0.000990
Lampung Selatan 0.012522
Lampung Timur 0.019804
Lampung Tengah -0.009219
Lampung Utara -0.018727
0.001661
Way Kanan -0.041908
Tulang Bawang 0.017684
-0.079111
Pesawaran -0.042131
Pringsewu -0.074503
0.143146
Mesuji 0.111999
Tulang Bawang Barat
Pesisir Barat
Bandar Lampung
Metro