Pencurian Di Pameran Lukisan
REVINA
Pagi ini tepat pukul 08:00 WIB, aku dan
sahabatku Kharin akan pergi ke pameran lukisan.
Aku sangat suka dengan lukisan dan aku juga suka
melukis. Dari kecil Kharin selalu percaya kalau aku
berbakat dalam melukis.
"Cahya...Cahya..." Teriak Kharin dari luar
pintu kamarku.
Ya namaku Rini Dwi Cahyani, umurku 18
tahun dan tidak beda jauh dengan Kharin.
"Ya... masuk aja Rin," jawabku.
"Wah...wah... udah rapi aja nih," ucap
Kharin.
"Iya dong, yuk berangkat," jawabku.
"Yuk.."
Setelah sampai di pameran lukisan, aku dan
Kharin masuk ke dalam, kita memilih duduk di
tengah-tengah barisan kursi yang tersusun rapi.
Banyak yang menawarkan harga lukisan
dari 10 juga bahkan sampai 100 juta, dan seperti biasa
kita hanya berniat untuk melihat bukan untuk
membeli.
"Eh itu lihat ada yang bawa kabur lukisan
itu," ucapku.
"Eh iya..." Jawab Kharin kaget.
"Maling... Maling..." Teriakku.
Semua orang berhamburan keluar ruangan
itu, mengejar maling yang berniat membawa kabur
lukisan. Aku heran kenapa orang begitu ringan
tangannya dalam mencuri.
"Hei... Mau ke mana kamu?" teriak salah satu
warga.
Maling tersebut berusaha mengelak, dan
menghancurkan lukisan tersebut. Akhirnya lukisan
tersebut hancur dan tidak layak untuk dijual lagi.
Sungguh kerugian yang sangat besar.
"Haa... Akhirnya kamu ketangkep juga,"
ucap salah satu warga.
"Ayo kita bawa aja ke kantor polisi," ucap
salah satu warga.
"Ayo," jawab warga yang lainnya.
Akhirnya maling tersebut di bawa ke kantor
polisi dan semua masalah pun akhirnya selesai.
"Kasian ya malingnya, niatnya mau untung
eh malah buntung," ucap Kharin.
"Wahaha... Iya.."
Akhirnya kami pulang ke rumah masing-
masing dan mendapatkan banyak pelajaran hari ini.
Keesokan harinya Aku duduk di teras
rumahku dengan sekumpulan alat melukis di
depanku, ya aku berniat untuk melukis hari ini.
"Wooooiiiiiii......" Ucap Kharin
mengagetkanku.
"Eh apaan si..." Jawabku kesal.
"Hehee.... Santai...." Jawab Kharin.
"Eh ada yang mau melukis nih," sambung
Kharin.
"Ya...." Jawabku.
"Yaudah aku temenin."
"Ya udah."
Di sela-sela melukis terjadi perdebatan di
antara kami berdua.
"Eh jangan pakai warna biru yang itu! Yang
ini aja lebih bagus!" Ucap Kharin.
"Ga cocok la... Birunya yang ini aja!"
Jawabku.
"Enggak Cay... Ini yang bagusnya," ucap
Kharin.
"Aku sukanya yang ini..." Ucapku.
"Yang ini!!"
"Ini!!..."
"Ini!!..."
"Ih... kakak belicik!!" Teriak adekku
menghentikan perdebatan kami berdua.
"Hmmmm ya udah birunya yang itu aja,"
ucapku.
"Gituuuuu dong... Hehe," jawab Kharin.
"Ya udah," jawabku.
Selang beberapa jam aku selesai dengan
lukisan di depanku, saking fokusnya aku tidak
menyadari kalau Kharin tertidur pulas di kursi
sampingku.
"Banjir... Banjir..." Teriakku di telinga Kharin.
"Haa? Banjir? Mana banjir?" Ucap Kharin
kaget yang terbangun dari tidur pulasnya dan segera
Kharin berdiri di kursi.
"Hahahahaaa... Hahahaha..." Ucapku.
"IH CAHYAAAA........" Ucap Kharin kesal.
"Kabur...." Teriakku.
Aku berlari secepat mungkin, apalah daya
aku kalah dari seorang anak atletik. Kharin memang
suka ikut lomba dalam bidang atletik bahkan dia pun
juara tingkat nasional.
"Kan ketangkep juga, mau lari ke mana haa?
Hahaha..." Ucap Kharin.
"Ya udah ngalah deh," jawabku.
"Lah? Kamu kan emang kalah. Hahaha,"
ucap Kharin kegirangan.
Kami pun duduk di ruang tamu, dengan
beberapa cemilan di depanku.
"Mendingan kamu ikut lomba melukis deh,"
ucap Kharin.
"Ga ah... Masih banyak yang bisa melukis
lebih bagus dariku," jawabku.
"Eh ga boleh ngomong kayak gitu... Harus
percaya diri dong," ucapnya.
Beberapa jam kemudian Kharin pamit
pulang karena hari sudah semakin sore.
"Dah... Aku pulang dulu," ucap Kharin.
"Dah... Hati-hati," jawabku.
Aku mulai mengikuti perlombaan melukis di
sekolahku, dan aku bersyukur banyak orang-orang di
sekilingku yang mendukungku, terutama Kharin
yang percaya kalau aku bisa melukis, dan aku bisa
mengharumkan nama sekolah dengan peraihan
kejuaraan yang aku dapatkan, rasanya beruntung
banget aku bisa mempunyai teman seperti Kharin
walaupun dia agak nyebelin sih.
BERSYUKUR
Ulfa Ainatul
Hari ini aku dan temanku ingin pergi
berbelanja ke mall. Karena hari ini hari libur , aku
memanfaatkannya untuk berbelanja bersama Cila
temanku, menghabiskan waktu berdua dengannya
seharian penuh.
"Assallamuallaikum." Teriak seseorang dari
luar rumah. Aku pikir itu pasti Cila dan bergegas
membukakan pintu.
"Waalaikumsalam," jawabku dari dalam
rumah dengan berteriak.
"Kamu sudah siap? " Tanya Cila padaku,
sambil memperhatikan penampilanku dari atas
sampai bawah.
"Udah, ayo berangkat." Jawabku sambil
mengunci pintu rumah.
Mobil Cila membelah jalan ibu kota dengan
kecepatan sedang. Aku duduk di samping
pengemudi tepatnya di sebelah Cila, kutatap keluar
kaca mobil melihat bangunan - bangunan yang tinggi.
Setelah beberapa menit akhirnya sampai. Mobil Cila
terparkir rapih di depan gedung mall yang ingin
kami kunjungi.
"Kita mau kemana dulu nih? " Tanya Cila
padaku sambil berjalan memasuki mall.
"Gimana kalau kita shoping dulu?" Saranku
pada Cila yang sedang berpikir.
"Ayo." Jawab Cila girang karena dia senang
sekali yang namanya shoping.
Aku dan Cila menghabiskan waktu di mall
menghampiri toko-toko yang menarik, ke salon, toko
tas, toko jam, dan lain-lain. Aku dan Cila juga
menonton film di bioskop dan kini aku sangat-sangat
lapar.
"Cila makan yuk di restoran itu." Ajakku
pada Cila. "Ayo, aku juga lapar," kata Cila sambil
cengengesan.
Setelah mengisi perut aku dan Cila ingin
pulang. Saat ingin berjalan keluar dari mall, Cila
melihat roti coklat dan ia ingin membelinya.
"Aku ingin membeli roti itu, kayaknya enak."
Katanya padaku.
"Astaga Cila tadi kan udah makan di
restoran." Ujarku karena tidak percaya. Aku
bertanya-tanya sebesar apakah usus Cila ini.
"Aku mau lagi." Katanya sambil memohon.
"Terserah kamu." Ujarku karena pasrah
menghadapi orang seperti Cila.
"Pak ini dua ya." Ucap Cila sambil menunjuk
salah satu roti.
"Ok tunggu sebentar." Kata bapak penjual
roti tersebut dan memberikan pesanan Cila tadi.
"ini, makasih." Ucap bapak penjual roti.
"Sama-sama." Sahut Cila.
"Kita ke taman dekat sini yuk!" Ajak Cila
padaku.
"Ayo!" Jawabku sambil berjanalan.
Setelah berkeliling mencari taman yang
dekat, akhirnya ketemu. Kami duduk di salah satu
kursi besi di taman ini.
Cila menikmati roti yang tadi dibelinya,
"Kamu mau?" Tanya Cila padaku sambil
menyodorkan sebungkus roti.
"Tidak, aku sudah kenyang." Jawabku. Cila
hanya menganggukkan kepalanya
Aku melihat sekeliling taman penglihatan ku
terhenti pada seorang anak kecil berpakaian lusuh
dan kotor sedang membawa karung yang isinya
botol-botol bekas, satu kata yang terlontar dari
otakku "kasiahan,”
"Aduh aku kenyang malah rotinya tinggal
satu lagi, aku buang aja ya?" Tanya Cila padaku.
Aku menolak ke arah Cila yang tengah ingin
berdiri. "Jangan, jangan dibuang!" Cegahku sambil
memegangi pergelangan tangan Cila.
Aku ambil roti yang ingin Cila buang dan
pergi ke anak kecil tadi yang sedang memungut botol
bekas.
"Dek." Sapaku pada anak yang kira-kira
berumur sembilan tahun tersebut.
"I-iya kak." Jawabnya gugup.
"Ini kaka ada roti buat kamu." Ucapku
sambil menyodorkan roti coklat tadi.
"Wahhh makasih kak." Ucapnya sambil
menundukkan kepala dan menerima roti yang aku
berikan.
"Sama-sama." Sahutku sambil mengelus
kepalanya. Aku kembali ke taman tempat Cila
berdiri.
"Hey kemana kau bawa roti tadi? Kamu
ingin membuangnya?" Tanya Cila sambil
menjulurkan telapak tangannya padaku.
"Aku sudah memberikannya kepada orang
yang membutuhkan, banyak di luar sana yang gak
bisa makan dan gak bisa beli makanan, seharunya
kamu bersyukur bisa makan di restoran dan bisa
makan roti. Kamu bisa berikan kepada orang yang
membutuhkan tapi jangan dibuang," ucapku
menggebu-gebu kesal dengan sikap Cila. Sedangkan
Cila menunduk mersa bersalah atas sikapnya.
"Maafkan aku, aku tidak akan melakukannya
lagi." Ujarnya sambil menundukkan kepala.
"Ya sudah tidak papa, ayo pulang besok,
kataku sambil menarik pergelangan tangannya.
AKU BUKAN ANAK PENCURI
Yuanda Silfa
Della adalah anak dari bapak Wijaya.
Bapak Wijaya adalah pengusaha donat ternama se
Indonesia. Della mempunyai dua saudara, Bimo dan
Dika. Bimo adalah abang pertama Della dan Dika
adalah adiknya yang ke tiga. Sejak bapak Wijaya
disuruh pindah ke Bandung, Della, adiknya, dan
abang Della pun ikut pindah begitu juga ibunya.
Della antara senang dan bahagia, karena
dia harus meninggalkan teman yang selalu ada untuk
Della, karena terpaksa dia pun ikut pindah ke
Bandung. Hari senin tiba waktunya Della, Bimo, dan
Dika untuk masuk sekolah barunya.
"Hi anak-anak hari ini kalian kedatangan
teman baru," ucap guru baru Della.
"Della silakan perkenalkan nama kamu,"
ucap guru barunya sambil tersenyum melihat Della.
"Iy buk," ucap Della sambil maju satu
langkah untuk mengenalkan dirinya. Della pun
mengenalkan dirinya.
"Baiklah Della, silakan duduk dekat Dian,"
ucap gurunya sambil menunjukkan arah tempat
duduknya." Della pun duduk dekat Dian sambil
perkenalkan dirinya.
Sudah hampir setahun dia sekolah di situ
dan lama kelamaan ada yang tidak suka kepada Della
karena dia selalu dipuji guru. Della termasuk anak
yang cerdas, bijak, sopan, pendiam, dan anak yang
tidak suka bohong.
Saat itu ada pelajaran olahraga dan ada
temannya yang iseng meletakkan barang pribadinya
ke dalam tas Della.
"Anak-anak, kalian boleh olahraga sesuka
hati kalian tapi jangan sampai berisik karena ada
keperluan penting," ucap bapak olahraganya yang
tegas.
Tiga jam pun berlalu
"Don, kamu ada lihat cincin aku nggak?"
ucap Putri dengan ekspresi panik."
"Nggak." Ucap Doni tidak tau apa-apa.
"Chaacha, kamu lihat cincin aku nggak?"
Ucap putri dengan ekspresi panik.
"Aku nggak ada liat." Ucap Chacaa.
"Putri ada apa ini? Kamu berisik aja. Adek
kelas kamu ada ulangan di sebelah." Ucap bapak
Bagas sangat marah.
"Ini pak, cincin aku ilang." Ucap putri
dengan kebohongannya itu.
"Yaaa sudahh,,, kalian semua letakkan tas
kalian di atas meja." Ucap bapak Bagas.
Satu persatu guru-gurunya memeriksa tas
yang ada di dalam kelas itu dan yang terakhir Della.
Wajah Putri sangat senang karena bentar lagi Della
akan dihukum/dikeluarkan karena di sekolahnya
ada peraturan tidak boleh mencuri. Apabila ada yang
mencuri akan dikeluarkan.
Bapak Bagas pun memeriksa tas Della dan
akhirnya ketemu. Semua yang ada di dalam kelas
pun kaget termasuk Della. Della sangat sedih karena
itu bukan dia yang buat.
"Putri apa ini cincin kamu?" Ucap bapak
Bagas.
"Iya pak, ini cincin saya," ucap putri.
"Della kamu ikut Bapak ke kantor." Ucap
bapak Bagas.
Della pun ke kantor bersama pak Bagas dan
guru lainnya.
"Bapak tidak menyangka kamu berbuat
seperti itu, Bapak sangat sedihh." Ucap bapak Bagas.
"Ta pp iii kan Pak itu bukan saya Pak," ucap
Della sangat sedih.
"Karena Bapak sebagai kepala sekolah di
sini, kamu harus berhenti di sekolah ini. Ini suratnya
serahkan ke orang tua kamu." Bapak Bagas pergi
begitu saja karena sangat kecewa.
Della sangat sedihh. Dia menyalami gurunya
satu per satu dan dia pun lari ke arah kelas untuk
mengambil tasnya.
Tanpa alasan dia pergi begitu saja pada
teman-temannya. Della sangat takut pulang ke rumah
tetapi dia tidak boleh takut karena itu bukan
perbuatannya.
"Eee anak Ibu dah pulang. Kamu nggak
kasih tau pak sopir aja jemput. Della kamu kok diam
aja?" Ucap ibunya sambil khawatir.
Della pun meletakkan surat itu ke papanya
dan ibunya.
"Apa apaan ini?" Ucap bapaknya yang
sangat marah.
"Aku dituduh Pak. Aku dituduh mencuri,
padahal nggak ada pencuri." Ucap Della yang sangat
sedih.
"Sudah beresin pakaian kamu? Keluar dari
rumah ini." ucap Bapaknya yang sangat tegas dan
marah.
Ibunya sudah menahan emosi bapaknya
tetapi tidak berhasil. Ibunya lari ke kamar Della.
"Ibu tau kok kamu tidak berbuat seperti itu."
Ucap ibunya. Bapaknya pun datang.
"Sudahlah jangan manjain itu anak," sambil
menarik tangan ibunya. Della pun sangat sedihh.
Della pergi ke tempat yang sangat sepi,
Hujan sangat lebat.
"Aku bukan anak pencuri," ucap Della
sangat sedih.
PALSU
Zahara Bunga Nabila
Gubrakkkkkkk
Terdengar suara pintu yang terbuka.
“Bukan, bukan aku yang melakukannya.”
Teriak anak tersebut.
“Jika bukan dirimu lalu siapa? Kau selalu
mengambil barang-barangku, apa ayah tak pernah
mengajarimu untuk berbuat baik?” Tangis dramatis
anak tersebut.
“Siapa yang mengajarimu mencuri? Apa
tidak cukup uang yang telah ayah berikan padamu
Allea?” Bentak ayahnya.
“Tidak bukan aku, aku tidak mengambil
barang-barangnya, mengapa kau selalu menuduhku?
Aku ini saudara kembarmu aku selalu baik
kepadamu.” Teriak Allea dengan gemetaran.
“Aku tidak berbohong! Jelas dia yang
mengambil barang-barangku mengapa kau
berbohong pada Ayah? Ayah apakah Ayah
mempercayainya?” Tanya Alena kepada ayahnya.
“Tidak bukan aku! Sudah kukatakan bukan
aku yang mengambil barangmu, kau jangan
menuduhku. Apa kau punya bukti?” Teriak Allea
sambil membela dirinya.
Plakkkkkk,,,tamparan keras melayang di
pipi Allea.
“Sudah jelas barang Alena berada di laci
kamarmu! Mengapa kau terus mengelak? Hah!”
Bentak ayahnya.
“Dia menjebakku, aku sama sekali tak
pernah menyentuh barang-barangnya.” Jawab Allea
sambil memegang pipinya.
Plakkkkkk,,,tamparan melayang ke pipi
Allea.
“Mengapa? Mengapa Ayah selalu tidak adil
kepadaku? Apa salahku? Aku juga anak kandungmu
mengapa kau memperlakukan aku berbeda dari dia?”
Isak tangis anak itu.
“Kau bilang mengapa? Kau itu selalu
mempermalukan keluarga kita apa kau tau?” Bentak
ayahnya.
Allea hanya mendengarkan kata-kata
amarah dari ayahnya. Dia tidak berbicara sepatah
kata pun. Dia tahu kalau dia berbicara, ayahnya akan
lebih kasar dan marah kepadanya jadi dia hanya
diam mengutuki dirinya sendiri.
“Mengapa aku bodoh? Aku selalu dijebak
oleh Alena tapi mengapa aku tidak mengetahuinya?”
Bain Allea.
Alena yang melihat kembarannya itu pun
puas dengan apa yang dilakukannya.
“Kali ini kau dihukum tidak boleh keluar
kamar selama dua minggu!” Perintah ayahnya dan
kemudian ayahnya pun pergi.
Allea tetap mematung berdiri tak percaya
dengan hukuman yang diberikan ayahnya, kemudian
Alena berjalan ke arah Alena dan membisikkan
sesuatu yang membuatnya membenci kembarannya
sendiri.
“Hei,,, bukankah aku hebat? Kau tertipu lagi
hahahaha, Kau sungguh bodoh! Selamat menjalan
hukumanmu kakak.” Ejekan Alena.
Allea sangat dendam dengan adiknya. Ya
mereka kembar yang berjarak beberapa menit, Allea
sangat menyayangi kembarannya tersebut, tapi Alena
selalu berbuat jahat padanya.
Sudah dua minggu Allea menjalankan
hukumannya, saat dia keluar dari kamar Ayahnya
pun menghampirinya dan lalu menamparnya.
Plakkkkkk…
“Baru saja aku menghukummu. Kau sudah
mengganggu saudara kembarmu lagi? Apa ini yang
aku ajarkan kepadamu? Ckckck dasar anak tidak tau
diuntung! Inikah sikap aslimu?” Bentak ayahnya.
“Sudahlah Ayah, kakak tidak sengaja
menggangguku tadi, maafkan saja Ayah.” Ujar Alena
manja kepada ayahnya.
“Apa kau bodoh? Kakimu sudah membiru
karna terkilir oleh anak ini. Mengapa kau masih
membelanya?” Ujar ayahnya sedikit melembut
berbicara kepada Alena.
“Ayah aku baru saja keluar dari kamarku
bahkan aku belum bertemu dengan dia, jadi mengapa
dia mencoba memfitnahku lagi? Apa kau tak pernah
mempercayaiku sekalipun?” ucap Allea dengan
menahan tangisannya.
“Apa anak sepertimu pantas untuk
dipercaya? Lebih baik kau keluar dari rumah ini! Aku
mengusirmu pergi dan jangan kembali lagi ke sini”
Bentak ayahnya.
“Baik, jika itu yang kau mau aku akan pergi,
jangan menyesalinya,” ucap gadis itu lantang.
“Untuk apa aku menyesalinya? Putriku
bukan kau saja.” Ucap ayahnya.
“Mengapa kau ingin mengusir putriku?”
Ucap seorang dengan aura yang sangat dingin.
“Ehh bukan begitu maksudku,” ucap pria itu
seperti ketakutan.
“Lalu apa? Kau selalu menghakimi tanpa
bukti apa kau pantas disebut menjadi ayahnya? Apa
kau tau mana yang baik mana yang benar? Allea
mencoba yang terbaik untuk menyayangimu,
membuatmu bahagia tapi, ada apa dengan dirimu?
Apa kau sudah lupa apa yang selama ini dia lakukan
untukmu?” Ucapnya.
“Ibu?” Teriak Alena dengan manja.
Ibunya hanya diam tanpa ekspresi.
“Ibu kenapa kau baru pulang? Apa kau tidak
lelah? Ayo duduklah Bu,” ucap Alena.
“Kau jangan berpura-pura lagi Alena, apa
kau kira ibumu bodoh dengan kau selalu berbohong
kepada ayahmu? Apa kau kira aku tidak
mengetahuinya?” Kata ibunya.
“Itu,,, itu,, itu benaran Ibu, aku tidak
berbohong dia yang selalu jahat kepadaku,” ucap
Alena sambil tunjuk Allea.
“Bukan, bukan aku Ibu. Aku tak pernah
melakukan semua ini, ”ucap Allea.
“Aku tau kau selalu baik,” ibunya pun pergi
memeluk Allea.
“Ibu kenapa Ibu membelanya? Dia sudah
melakukan kesalahan berkali-kali mengapa kau
masih mempercayainya?” bentak Alena.
“Apa kau tidak tau apa yang dilakukan
perempuan bodoh ini? Dia selalu mencelakai adiknya
sendiri.” Ucap ayahnya.
“Aku tau siapa yang benar dan siapa yang
salah. Selama di luar negeri aku selalu memantau
kalian di ruang kerjaku, lihatlah di sudut setiap
rumah aku memasang CCTV. Alena apa kau masih
mengelak? Mengapa kau melakukan ini kepada
saudarimu sendiri?” Ucap ibunya.
Badan Alena pun gemetar, “Sial mengapa
ada CCTV di rumah ini?” Ujarnya pada batinnya
sendiri.
“Bu aku bisa menjelaskan semua,” ucap
Alena dengan gugup.
“Untuk apa kau menjelaskannya aku sudah
tau waktu itu kau menuduh Allea mencuri barangmu
bukan? Di CCTV aku melihat bahwa kau menyuruh
pelayan yang membawa kotak berisikan barang-
barangmu ke kamar Allea bukankah begitu? Dan tadi
kau juga memfitnah bahwa Allea hanya
mengganggumu saja bukankah kau tadi terpeleset
sendiri?” Ucap ibunya.
“Itu bukan aku Bu!” Ucap Alena dengan
sangat kesal menatap ibunya.
“Kau mau berbohong lagi? Jika kau
berbohong lagi aku akan mengirimmu pergi keluar
Negeri!” Ucap ibunya dengan menaikkan nada
bicaranya.
Alena pun ketakutan dan dia hanya bisa
jujur.
“Iya Bu, aku minta maaf. Ini semua salahku,
aku selalu memfitnah saudariku sendiri. Aku minta
maaf Ibu,” Ucap Alena dengan menyesal.
“Jangan meminta maaf kepadaku minta
maaflah kepada saudarimu sendiri.” Jawab ibunya.
“Kakak aku minta maaf padamu. Aku tidak
akan mengulangi hal yang sama lagi Kak. Aku minta
maaf,” ucap Alena kepada Allea dengan rasa
penyesalan.
“Baik aku akan memaafkanmu. Jangan
ulangi kesalahan yang sama kepada siapapun itu ya.”
Ucap Allea sambil menatap Adiknya.
Mereka pun berpelukan dan saling
memaafkan satu sama lain.
“Apa ada yang mau kau katakan kepada
putrimu?” Ucap ibunya kepada ayahnya.
“Maafkan Ayah ya Allea. Seharusnya Ayah
tidak memercayai sesuatu tanpa bukti.” Ujar
ayahnya.
“Sudahlah Ayah ,aku sudah memaafkan
Ayah.” Kata Allea dengan suara lembutnya.
“Ini baru keluargaku,”ucap ibunya.
Setelah itu kehidupan mereka harmonis
tidak ada dendam dan tidak ada lagi pertengkaran
antara keduanya.
Asya Story
ARIYANI
Hari ini hari pertama Asya bersekolah di
High School, sekolah milik Reno, papanya.
"Asya bangun dan siap-siap untuk pergi ke
sekolah barunya," teriak Vani mamanya Asya.
"Iya Ma,” Asya pun langsung bangun dan
langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan
diri. Setelah 20 menit membersihkan diri dan
menyiapkan peralatan sekolah, Asya langsung turun
ke ruang makan dan sarapan dengan keluarganya.
Semua orang yang ada di meja makan
tercengang melihat penampilan Asya dengan make up
nerdnya.
"Dek kamu serius ingin menjadi nerd di
sekolah itu?" tanya Gavin, abang Asya.
"Iyalah Bang," jawab Asya langsung duduk
di kursi untuk sarapan.
Setelah selesai sarapan Asya menyalami
kedua orang tuanya dan abangnya. Sekarang Asya
sedang menunggu kendaraan umum untuk pergi ke
sekolah.
Ketika Asya telah sampai di gerbang banyak
sekali yang mencaci Asya, tetapi Asya tidak
menghiraukannya. Setelah sampai di kelas, Asya
bertemu dengan temannya yaitu Dara dan Kaila yang
ternyata menyamar menjadi nerd juga. Setelah
perkenalan di depan kelas, dilanjutkan dengan
pembelajaran. Tidak terasa jam berjalan begitu cepat.
"Kai, Sya ayo ke kantin," ajak Dara.
"Ayo," jawab Kaila dan Asya.
Di perjalanan ke kantin banyak pasang mata
yang melihat mereka dengan tatapan tidak suka.
Setiba di kantin Asya memesan nasi goreng dan air
teh untuknya dan temannya. Saat Asya dan
temannya makan, tiba-tiba ada yang menyiram
mereka dengen air jus. Emosi Kaila pun tak tertahan.
"Kalian siapa? Tiba-tiba kalian menyirami
kami dengan jus itu!" Teriak Kaila.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu
kepada kalian, kenapa kalian bisa bersekolah di
sekolah mahal ini hmm? Oh ya saya Aca, anak
Donatur di sekolah ini," ucap Aca dengan sombong.
"Masalahnya dengan saya?" Teriak Kaila.
”Asya dan Dara langsung menarik Kaila
agar Kaila tidak tambah emosi seperti tadi. Sekarang
mereka sedang membersihkan seragamnya yang
kotor tadi di wc sekolah.
Ternyata di lain tempat Gavin melihat
adeknya yang di bully oleh Aca, tetapi dia tidak mau
ikut campur, karena saat di rumah Asya telah
memberitahunya agar Gavin tidak mencampuri
urusan Asya.
Bel pulang sekolah berbunyi, saatnya
pulang. Asya, Dara, dan Kaila sedang menanti
kendaraan umum di halte dan akhirnya yang di
tungguh-tunggu sampai juga.
Setelah Asya sampai di rumah ternyata
Gavin telah terlebih dahulu sampai di rumah karena
ia menggunakan mobil sportnya. Secara diam-diam
Gavin menceritakan kejadian di sekolah tadi kepada
Reno tanpa sepengetahuan Asya.
Setelah selesai makan malam, Reno
menghampiri Asya ke kamarnya.
"Sya buka pintunya ini Papa," terdengar
suara Reno dari balik pintu. Asya yang sedang belajar
pun langsung membuka pintu untuk papanya.
"Ada apa Pa?" Tanya Asya.
"Papa ingin kamu membuka identitas kamu
yang sebenarnya, Papa tidak ingin kamu ditindas
terus sama kakak kelas kamu itu," ujar Reno.
"Tapi Pa, Asya masih mau jadi nerd dulu,"
rengek Asya.
"Tidak! Keputusan Papa sudah bulat, dan
Papa akan membongkar identitas kamu berhubung
besok juga hari ulang tahun sekolah," lanjut Reno.
"Yaudah deh Pa," jawab Asya dengan lesu.
Setelah Reno keluar dari kamar Asya, Asya
langsung menghubungi Dara dan Kaila bahwa besok
adalah pembongkaran identitas asli.
Sekarang adalah hari ulang tahun sekolah.
Semua diundang, dari pemilik sekolah, sampai orang
tua siswa High School. Saat semua tamu undangan
sudah datang, barulah acara dimulai. Setelah
pembukaan sudah selesai sekarang saatnya pemilik
sekolah yang akan berbicara.
"Assalamualaikum warahmatullahi wa
barakatuh, saya sebagai pemilik sekolah High School
ingin menyampaikan bahwa Asya adalah anak saya,
dan anak pemilik sekolah ini, Asya silakan maju,”
semua orang kaget begitu pun Aca dan antek-
anteknya.
"Dan kamu Aca, apa yang kamu perbuat
kepada anak saya, akan saya tindak lanjuti." Saat
acara sudah selesai, Aca beserta papanya sebagai
donatur, berhadapan dengan Asya beserta papanya.
"Saya meminta maaf atas perlakuan kurang
baik anak saya kepada anak Bapak, Asya,” tutur papa
Aca dengan nada bersalahnya.
Sekarang giliran Aca yang berbicara, "Sya,
saya minta maaf atas perbuatan yang saya lakukan
waktu itu." Aca langsung menjabat tangan Asya dan
mereka berpelukan.
"Iya saya akan memaaafkannya, apakah
kamu akan berjanji tidak akan mengulangi lagi?"
tanya Asya masih dalam posisi berpelukan, lalu Aca
mengangkat jari kelingkingnya dan menautkan
dengen jari Asya. Kedua orang tua Asya dan Aca
tersenyum melihat keakuran anaknya.
Berteman
Dengan Makhluk Astral
INTAN MAULIDIA
Namaku Angel, aku tinggal di sebuah
pedesaan yang sunyi, rumahku berada di antara
rumah kosong dan kuburan. Di sini aku tingal
bersama ibuku, sedangkan ayahku, telah tiada ketika
aku berumur 2 tahun. Ibuku berjuang untuk
mendapatkan uang agar kebutuhan kami terpenuhi.
Hari pertama aku pindah ke rumah ini, aku
sudah berumur 15 tahun. Di rumah ini aku
merasakan hawa yang sangat mencekam. Ibu
menyentuh bahuku ketika aku sedang melamun, dia
menyuruhku memasukkan barang-barang ke dalam
rumah dan aku mengiyakannya.
Didalam rumah ini hanya ada dua kamar,
satu kamar di depan dan satu lagi kamar yang ada di
loteng. Selain hari pertama aku di rumah ini, ini juga
hari pertamaku tidur sendiri. Ibu tidur di kamar
depan, dan aku tidur di loteng.
Ketika aku dan ibu telah selesai menyusun
barang, tidak terasa ternyata hari sudah gelap. Ibu
menyuruhku untuk mandi sedangkan ibu
menyiapkan makan malam. Sewaktu aku memasuki
kamar mandi, aku baru mengetahui bahwa kamar
mandi ini sangatlah kotor. Sebelum aku mandi, aku
membersihkan terlebih dahulu kamar mandi ini,
ketika sedang bersih - bersih aku menemukan kaca
yang tergeletak di sudut ruang ini, bentuk kaya itu
sangat unik dan juga kaca ini tidak berdebu sedikit
pun ketika aku melitnya. Ibu meneriakiku dari dapur
karena belum juga selesai mandi. Aku sengera
bergegas mandi dan pergi ke ruang makan untuk
makan bersama ibu. Ibu membuat nasi goreng untuk
makan malam hari ini.
"Maafkan Ibu ya Nak, Ibu hanya bisa
membuat nasi goreng untuk malam ini,” kata Yoora
ibunya Angel dengan suara sedih.
"Ibu kok sedih? Angel suka kok sama nasi
goreng Ibu, enak banget malahan, nggak ada yang
bisa nyaingin nasi goreng Ibu deh pokoknya,” Angel
berkata sambil mengangkat kedua jempolnya dengan
seyum yang meyakinkan ibunya. Yoora hanya bisa
tersenyum melihat anaknya yang sangat mengerti
dengan keadan ibunya sekarang.
Ketika mereka berdua telah selesai makan
malam, ibu dan Angel langsung pergi ke kamar
masing-masing untuk tidur. Sesampainya di kamar,
Angel teringat dengan kaca yang ada di kamar
mandi, Angel keluar dari kamarnya dan pergi ke
kamar mandi untuk mengambil kaca itu.
Setelah kembali dari kamar mandi, Angel
langsung pergi ke kamar untuk melihat kaca itu. Ia
membalik-balikkan kaca unik itu. Karena penasaran
Angel mengetuk-ngetuk kaca tersebut sebanyak 3
kali. Tiba-tiba keluar cahaya yang sangat
menyilaukan mata Angel, ia langsung menjatuhkan
kaca itu dan menutup matanya untuk menghalangi
cahaya masuk ke matanya. Ketika cahaya itu mulai
meredup, Angel mencoba membuka matanya dan
Angel terkejut karena ada perempuan dengan rambut
sepanjang pinggang berada di hadapanya. Angel
langsung berteriak ketika perempuan itu
mengeluarkan kata “hai,”
"Angel.....kamu tidak apa-apa?” Kata Yoora
sambil membuka pintu kamar Angel dengan peluh di
keningnya karena mendengar teriakan Angel.
Angel berlari memeluk Yoora, "Ada
perempuan Bu yang keluar dari cermin...." Angel
berkata sambil menangis sesegukan.
"Tidak ada siapa-siapa di sini Nak, hanya
ada kita berdua..." kata Yoora menenangkan Angel
agar tidak menangis lagi.
"Mungkin kamu banya kecapean habis
ngangkat barang tadi, sekarang tidurya biar besok
pagi sekolahnya nggak kesiangan,” Yoora berkata
sambil membawa Angel ke atas tempat tidur.
"Tapikan Bu... " bantah Angel, untuk
meyakinkan ibunya bahwa memang benar ada
perempuan yang keluar dari kaca itu.
"Udah sekarang tidur, besok Angel kan
harus berangkat sekolah. Ibu temenin deh sekarang
tidurnya, tapi Angel harus berhenti nangisnya dulu."
Bujuk Yoora. Tangis Angel sudah berhenti dan dia
langsung tertidur di pelukan ibunya.
Keesokan paginya, Angel berangkat ke
sekolah dengan berjalan kaki. Jarak antara sekolah
barunya dengan rumah baru Angel tidak terlalu jauh,
jadi Angel lebih memilih berjalan kaki dari pada naik
angkot.
Angel telah sampai gerbang sekolahnya, dia
hanya melihat ada satpam dan juga beberapa siswa
pagi ini. Sepertinya Angel berangkat terlalu pagi di
hari pertamanya sekolah.
Angel memutari sekolah barunya untuk
mencari kelas yang sudah diberi tau oleh gurunya
tadi. Setelah sekian lama, Angel menemukan
kelasnya dan mendapati kelas yang ramai. Di
sekolahnya ini, setiap ada kelas yang menerima
murid baru, harus menyambutnya dengan meriah
agar murid itu merasa nyaman di sekolah barunya.
Angel masuk ke ruangan kelas itu dengan
senyum yang mengembang di kedua pipinya. Angel
mengambil tempat duduk yang kosong bersebelahan
dengan siswa perempuan yang memakai kacamata.
"Hai" kata perempuan itu.
"Hai juga" sambut Angel sambil meletakan
tasnya di atas meja.
"Kenalin nama gw Tasya, nama lo siapa?"
kata Tasya sambil mengulurkan tangannya.
"Nama gw Angel" dia berkata sambil
menyambut uluran tangan Tasya. Keduanya
tersenyum dan bercerita-cerita sampai guru yang
mereka tunggu tiba.
Hari sudah menunjukan pukul setengah tiga
sore, ini adalah waktu untuk pulang sekolah. Angel
langsung pulang ke rumah agar ibunya tidak
kesepian di rumah. Sesampainya di rumah, Angel
langsung disambut oleh ibunya yang sedang mencuci
piring.
"Ibu...." teriak Angel sambik berlari.
"Wah anak ibu sudah pulang, gimana
sekolahnya seru nggak?" Yoora berkata sambil
membersihkan tangannya dari sabun, lalu memeluk
anak semata wayangnya.
"Seru banget Bu, di sana Angel punya
banyak teman terus nggak ada yang ngebully Angel
kayak di sekolah yang lama......,” kata Angel sambil
duduk di kursi ruang makan, sambil meminum air
yang diberikan oleh ibunya.
"Minumnya udah habis Bu, Angel ke kamar
dulu mau ganti baju,” Angel menyodorkan gelas
kosong kepada ibunya.
Setelah mengganti bajunya dengan baju
rumah, Angel berbaring di tempat tidur untuk tidur
siang. Ketika matanya telah terpejam sebentar, ia
dikagetkan dengan suara yang memanggil namanya
berulang kali, Angel mengira itu ibunya, tapi ternyata
itu adalah perempuan yang keluar dari kaca aneh
tadi malam.
Angel ingin berteriak, tetapi mulutnya
ditutup oleh perempuan itu dengan tangan
dinginnya.
"Angel, jangan berteriak, aku tidak akan
menyakitimu," kata perempuan itu dengan tangan
menyatu untuk memohon.
"Kau siapa?" Angel bertanya dengan suara
mengecil, agar ibunya tidak datang ke kamarnya.
"Namaku Aura, aku berterima kasih banget,
karena udah ngelolosin aku dari kaca itu," Aura
berterima kasih sambil menunjuk kaca tersebut.
Karena merasa Aura baik, Angel bertanya
lebih dalam lagi tentang Aura.
"Kenapa kau bisa terjebak di sana?" Tanya
Angel penasaran.
"Aku terjebak di kaca itu sudah beratus-ratus
tahun yang lalu, yang mengurung aku di sana adalah
nenek tua yang mempunyai kekuatan, dia
mengurungku karena aku selalu menyusahkannya.
Nenek tua itu dalah ibu dari bundaku sendiri, aku
tinggal dengan nenek karena kedua orang tuaku
menaninggal ketika aku masih merumur 5 tahun,"
kata Aura sambil menangis mengingat masalalunya
waktu itu.
"Apakah kau masih hidup?" Kata Angel.
"Hhhh....tentu saja tidak Angel, yang
terkurung di kaca itu adalah arwahku," Angel
menjelaskan sampil tertawa terbahak-bahak.
"Angel mau jadi temanku?" Tanya Aura
dengan harapan agar Angel mengiakan
permintaannya.
"Nggak, gw ngak mau punya teman
makhluk astral!" bantah Angel sambil memalingkan
wajahnya dari Aura.
"Ayolah, aku harus kemana kalau kau tidak
ingin menjadi temanku...." bujuk Aura.
"Tapikan...... Hah... baiklah," kata Angel
menuruti permintaan Aura.
"Yeyeee....... " seru Aura sambil beterbangan
ke sana ke mari, di seluruh kamar Angel.
Tidak terasa hari sudah menunjukan pukul 7
malam, yang artinya Angel harus ke ruang makan
untuk makan malam bersama ibunya. Sesampainya
di ruang tengah Angel mandapati Aura yang
berbicara dengan ibunya. Angel berteriak, kenapa
ibunya bisa malihat Aura katanya dalam hati dengan
wajah panik.
"Ibu bisa melihat Aura?" kata Angel hati-
hati.
"Tentu sayang, ibu bertemu dengan Aura di
kamarmu, pertama bertemu ibu juga kaget tapi
setelah itu ibu malah jadi berteman sama Aura,” jelas
ibu dengan panjang lebar. Aura hanya bisa tertawa
melihat wajah panik Angel.
"Ayo duduk di sini makan" kata Yoora
manarik tangan Angel yang terlihat masih syok.
Ketika mereka sedang makan, Angel melihat
Aura yang tidak makan dan Angel bertanya kepada
ibunya.
"Kenapa Aura nggak makan Bu?"
"Aurakan makhluk astral Angel, kalaupun
dia makan dia hanya mengambil sari makanan," kata
Yoora kepada Angel.
Hari-hari berikutnya suasana rumah menjadi
lebih ramai dengan kehadiran Aura di antara Angel
dan ibunya Yoora. Aura sering membantu mereka
berdua dan terkadang, Aura juga ikut ke sekolah
bersama Angel walaupun di sekolah Aura hanya bisa
menjahili teman - teman Angel.
MULO
MIFTAHUL ULYA
MULO adalah sebuah grup persahabatan di
sebuah sekolah SMP yang ada di Sumatra Barat.
Grup tersebut telah berdiri sejak setahun yang lalu, di
dalam grup itu terdapat 4 sekawan yaitu Mutia, Ulfa,
Lidya, dan Oliv. Mereka berempat adalah sahabat
setia darikelas 8.
Pada pagi hari Ulfa dan Lidya datang
pertama di kelas, setiba di kelas mereka berdua
meletakkan tas di kursi masing-masing kemudian
datanglah Mutia dan Oliv, mereka terlihat bergegas-
gegas meletakkan tas ke kursi.
“Kalian kenapa? Kok nampak bergegas
gitu!” ujar ulfa.
Mereka tidak lagngsung menjawab
pertanyaan ulfa, mereka berlari menuju depan
gerbang sambil tertawa-tawa ulfa dan mutia pun
bingung dan melihat menuju arah mereka berdua
tadi. Mutia pun terlihat tercengang melihat temannya
yang berdua tadi dan ternyata meraka berdua tadi
melihat seorang pemuda dekat sekolah berlari seperti
perempuan.
“Ooo… jadi itu yang mereka tertawakan.”
Kata Ulfa. Mutia dan Ulfa pun langsung ke depan
gerbang tempat Lidya dan Oliv tadi. Setelah beberapa
menit berdiri di depan gerbang, bel sekolah pun
bunyi menandakan kelas akan segera dimulai.
Mereka berempat pun langsung masuk ke kelas dan
mulai melaksanakan pelajaran dengan guru sesuai
mata pelajaran sesuai dengan pelajaran hari itu. Di
pertegahan pelajaran Mutia dan Ulfa berbicara
tentang di luar pelajaran kemudian guru yang
mengajar di depan langsung menuju meja Mutia dan
Ulfa.
“Muti dan Ulfa kalian sedang berbicara
tentang apa kayaknya serius?” Kata guru yang
mengajar di depan.
“Hmmmmm… ibuk, nggak ada berbicara
soal apa-apa kok buk, kami berbicara tentang
pelajaran sekarang kok Buk.” Jawab Mutia sambil
gemetaran dan tampak wajahnya yang pucat, guru
pun langsung pergi menuju depan kelas untuk
melanjutkan pelajaran.
“Kamu kenapa tadi kok gemetaran dan
pucat? Kenapa kamu nggak mau bilang yang kita
bicarakan tadi?” Ujar Ulfa. Mutia pun langsung
terdiam dan mereka pun langsung memperhatikan
guru yang sedang menerangkan di depan.
Setelah beberapa menit belajar istirahat pun
tiba, mereka berempat langsung keluar kelas dan
menuju mushola untuk menunaikan sholat dhuha.
Sesudah sholat dhuha mereka berempat langsung
menuju kantin
“Ul, Ya, Ol kalian mau makan apa biar aku
pesankan,” kata Mutia.
”Aku mau makan nasi goreng (Ulfa), aku
mau lontong aja deh (Lidya), aku samain aja sama
Ulfa (Oliv).” Jawab mereka bertiga, Mutia pun
langsung memesan pesanan teman yang bertiga tadi.
Setalah sampai makanannya meraka langsung ke
taman untuk makan-makanan yang telah dipesan
tadi.
“Oooo iya aku baru ingat, kalian berdua tadi
berbicara tentang apa?” Ujar Oliv sambil makan.
Mutia dan Ulfa tidak langsung menjawab pertanyaan
Oliv tadi meraka pun melanjutkan makan sambil
melihat para siswa laki-laki bermain di lapangan
sekolah. Setelah selesai makanan mereka masuk kelas
untuk melanjutkan pelajaran berikutnya.
Setelah selesai melakukan pelajaran bel
pulang pun berbunyi dan satu persatu mahasiswa
berlari keluar dan mereka berempat pun langsung
keluar dari kelas dan berdiri di depan kelas untuk
menantikan teman-teman yang belum keluar kelas,
beberapa menit menunggu teman-teman lainnya
keluar dan mereka pun langsung menuju warung
untuk belanja makanan atau minuman. Setelah
berbelanja mereka pun langsung menuju jalan raya
untuk menanti angkot menuju rumah mereka.
Beberapa menit angkot menuju rumah Ulfa dan Oliv
pun datang dan mereka pun langsung naik angkot
untuk menuju pulang dan beberapa menit setalah itu
angkot Mutia pun datang. Muti pun langsung naik
angkot dengan teman-teman lainnya. Lidya pun juga
langsung pulang tanpa angkot karena rumah Lidya
dekat dengan sekolah.
Pohon Beringin
Noval
Suatu hari ada sekelompok lelaki yang ingin
menanjak, ada seorang anak yang pergi tanpa izin
ortunya. Anak itu bernama Zam Zami, dia anak yang
sangat bandel. Pada saat itu cuaca sangat dingin, dia
dan teman-temannya terus nanjak tanpa menghirau
kan musim, ada seorang pria tak dikenal di sana, pria
itu memanggil kita semua.
"Jangan mandaki sekarang karena cuaca
sedang tidak baik, lebih baik kalian turun dari pada
terjadi apa-apa nanti,” Dia dan teman-temannya tak
menghiraukan kata pria itu, dia terus mendaki dan
dia beristirahat di bawah pohon beringin yang sangat
besar.
Karena sudah larut malam, akhirnya mereka
menaikkan tenda dan tidur di sana, Zam Zami ini
tidak bisa tidur. Dia keluar dan duduk di bawah
pohon beringin itu. "Seketika dia mendengar suara
minta tolong dari atas pohon. Bulu kuduk dia
langsung berdiri,” dia sangat ketakutan. Dia mencoba
untuk melihat ke atas pohon secara perlahan-lahan.
Di sana duduklah sosok wanita yang sedang
menangis dan minta tolong.
Zam Zami pun berniat untuk menolong, tapi
dia kemasukan sosok itu ke tubuhnya, dia pun
kesurupan dan menghancurkan tenda. Seketika
teman-temannya bangun. Dan Ferdi temannya
mencoba untuk membacakan doa, lalu dia melawan
pada Ferdi dan akhirnya Ferdi mengambil air minum
dan membacakan doa, air itu dilempar pada Zam
Zami. Dan Zam Zami pun rebah. Ferdi langsung
menanya pada sosok yang masuk pada tubuh Zam
Zami.
"Aku masuk ke tubuhnya karena ia tidak
pernah mendengarkan kata orang tuanya, dan dia
dating ke sini tanpa izin orang tuanya.” Ferdi
langsung membacakan doa dan Zam Zami pun
pingsan.
Setelah sadar dia langsung bingung kenapa
tenda seperti itu. Ferdi mengajak turun, setelah tiba