i VOCAL TRADISI NUSANTARA ETNIS ACEH
i VOCAL TRADISI NUSANTARA ETNIS ACEH Dosen Pengampu : Dr. Lamhot Basani Sihombing, M.Pd PENDIDIKAN MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN TAHUN 2024
ii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana karena atas berkat dan rahmat karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Etnis Aceh mata kuliah Vokal Tradisi Nusantara ini dengan tepat waktu. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Vocal Tradisi Nusantara yan sudah mengarahkan kami untuk mengerjakan makalah ini, dan ucapan terimakasih kepada kedua orang tua kami serta kakak pembimbing dan kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Medan, Maret 2024 Kelompok Etnis Aceh
iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..........................................................................................................................ii DAFTAR ISI......................................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 1 C. Manfaat ...................................................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Etnis Aceh..................................................................................................................... 3 B. Vocal Tradisi Etnis Aceh ............................................................................................................ 4 1) Makna Vokal Tradisi 2) Teknik Vokal Tradiisi C. Jenis Alat Musik Etnis Aceh ..................................................................................................... 10 D. Tari Gerak Dasar Etnis Aceh.................................................................................................... 17 E. Pakaian Dan Riasan Adat Tradisi Etnis Aceh .......................................................................... 23 F. Rumah adat Etnis Aceh .......................................................................................................... 37 G. Makanan Khas Tradisional Etnis Aceh..................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 51
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aceh adalah salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia. Aceh sebelumnya pernah disebut dengan sebutan Daerah Istimewa Aceh pada tahun 1959-2001, dan Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2001-2009. Aceh adalah provinsi paling barat di Indonesia dengan Ibu Kota Banda Aceh. Aceh memiliki otonomi yang teratur tersendiri, disebabkan Aceh berbeda dengan kebanyakan provinsi di Indonesia. Aceh berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudera Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan. Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang Melayu dan Timur Tengah yang menyebabkan wajahwajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia pada umumnya. Sebagian besar masyarakat Aceh bermata pencarian sebagai petani namun tidak sedikit juga yang pedagang. Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam yang dipengaruhi oleh budayabudaya Melayu dan Timur Tengah. Hal tersebut dikarenakan letak Aceh berada di ujung barat yang merupakan jalur perdagangan sehingga menyebabkan masuklah kebudayaan lain. Kebudayaan kesenian Aceh bercorak dengan ajaran Islam yang diiringi dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Bentuk kesenian yang terkenal di Aceh antara lain Seudati, Seudati Inong, dan Seudati Tunang., Kaligrafi Arab, Hikayat Perang Sabil. Aceh terbagi atas 23 kabupaten, salah satu diantaranya adalah Kabupaten Aceh Tengah. Suku suku aceh yaitu, Suku Tamiang, Suku Gayo, Suku Alas, Suku Kluet, Suku Julu, Suku Pakpak, dan Suku Aneuk Jamee. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Sejarah Etnis Aceh 2. Bagaimana Makna, Teknik, Dan Fungsi Vocal Tradisi Etnis Aceh 3. Apa Jenis Alat Musik Yang Ada Pada Etnis Aceh 4. Bagaimana Gerakan Tari Dasar Etnis Aceh 5. Apa Pakaian Adat Tradisi Etnis Aceh 6. Seperti Apa Bentuk Rumah Adat Etnis Aceh 7. Apa Makanan Khas Tradisional Etnis Aceh
2 C. Manfaat 1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah Etnis Aceh 2. Untuk mengetahui makna, teknik, dan fungsi vocal tradisi Etnis Aceh 3. Untuk mengetahui apa jenis alat musik yang ada pada Etnis Aceh 4. Untuk mengetahui gerakan tari dasar Etnis Aceh 5. Untuk mengetahui apa pakaian adat tradisi Etnis Aceh 6. Untuk mengetahui seperti apa bentuk rumah adat Etnis Aceh 7. Untuk megetahui apa makanan khas tradisional Etnis Aceh
3 BAB II PENDAHULUAN A. Sejarah Etnis Aceh (Simeon Manik) Dalam catatan sejarah, Aceh berasal dari suku-suku yang terdapat di sekitar Pulau Sumatera yang telah terbentuk sejak zaman Pleistosen (mencairnya es). Sehingga, adanya perpindahan dan percampuran dengan masyarakat timur Aceh (Langsa dan Tamiang) dengan suku Mante, Minga, Champa, Melayu, dan Lhan. Suku Aceh menamai dirinya dengan berbagai macam nama, seperti Akhir, Achin, Atse, Asji, dan lain-lain. Asal-usul suku Aceh merupakan gabungan dari berbagai bangsa. Aceh merupakan singkatan dari Arab, China, Eropa, dan Hindia. Pendapat tersebut tersebut berdasarkan karakteristik morfologi wajah orang dewasa Aceh berdasarkan pada keturunan Arab, China, Eropa, dan Hindia. Dalam sumber antropologi, asal-usul Aceh dari suku Mantir (dalam bahasa Aceh Mantee) yang memiliki kaitan dengan Mantera di Malaka, dimana bagian dari bangsa Mon Khmer. Suku Aceh merupakan salah satu suku yang mendiami Provinsi Aceh. Letak geografis Aceh sangat strategis, yaitu berada di sepanjang Selat Malaka dan dikelilingi dua teluk (Teluk Benggala dan Teluk Persia). Dengan kondisi geografis itu, Aceh banyak disinggahi para pendatang dari negara lain. Sehingga, percampuran penduduk terjadi di wilayah ini. (Daniswari, Mengenal Suku Aceh, dari Asal-usul hingga Tradisi, 2022) Awal Aceh dalam sumber antropologi disebutkan bahwa asal-usul Aceh berasal dari suku Mantir (atau dalam bahasa Aceh: Mantee) yang mempunyai keterkaitan dengan Mantera di Malaka yang merupakan bagian dari bangsa Mon Khmer (Monk Khmer). Menurut sumber sejarah narasi lainnya disebutkan bahwa terutama penduduk Aceh Besar tempat kediamannya di kampung Seumileuk yang juga disebut kampung Rumoh Dua Blaih (desa Rumoh 12), letaknya di atas Seulimeum antara kampung Jantho dengan Tangse. Seumileuk artinya dataran yang luas dan Mantir kemudian menyebar ke seluruh lembah Aceh tiga segi dan kemudian berpindah-pindah ke tempat-tempat lain.
4 Pengelompokan budaya dalam empat pembagian budaya berdasarkan kaum (kawom) atau disebut pula sebagai suku (sukee) besar mengikuti penelusuran antara lain melalui bahasa purba yakni; 1. Budaya Lhee Reutoh (kaum/suku tiga ratus) yang berasal dari budaya Mantee sebagai penduduk asli. 2. Budaya Imeum Peuet (kaum/suku imam empat) yang berasal dari India selatan yang beragama Hindu. 3. Budaya Tok Batee (kaum/suku yang mencukupi batu) yang datang kemudian berasal dari berbagai etnis Eurasian, Asia Timur dan Arab. 4. Budaya Ja Sandang (kaum/suku penyandang) yaitu para imigran India yang umumnya telah memeluk agama Islam. Dalam keseluruhan budaya tersebut diatas berlaku penyebutan bagi dirinya sebagai Ureueng Aceh yang berarti orang Aceh. Aceh merupakan salah satu bangsa di pulau Sumatra yang memiliki tradisi militer, dan pernah menjadi bangsa terkuat di Selat Malaka, yang meliputi wilayah Sumatra dan Semenanjung Melayu, ketika dibawah kekuasaan Iskandar Muda. Kedudukan Aceh di dalam Republik Indonesia Serikar 41 tahun kemudian semenjak selesainya perang Aceh, Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Ternyata perjuangan untuk bebas dari cengkraman Belanda belum selesai, sebelum Hubertus Johannes van Mook menciptakan negara-negara bonekanya yang tergabung dalam RIS (Republik Indonesia Serikat). B. Vocal Tradisi Etnis Aceh (Rut Cahaya Tambunan) Vocal tradisi aceh tidak memiliki satu nama khusus buat satuan vocal tradisi aceh, seperti Batak yang memiliki vocal tradisi yang namanya mengandung tidak demikian dengan vocal tradisi Aceh yang memiliki ciri khusus teknik, makna, dan tradisi vocal di sebuah lagu tertentu, contohnya pada lagu tradisi Aceh yaitu lagu Seudati biasanya lagi seudati adalah campuran dari tari dan vocal suedati merupakan tarian dan vocal khas Aceh yang sudah terkenal di seluruh wilayah Indonesia bahkan luar Negeri.
5 Suedeti juga lebih terkenal dengan tariannya, dimana tari ini mengusung tema dan makna terkait keteguhan, semangat dan juga jiwa kepahlawanan dari seorang pria Aceh. Awal perkembangan tari ini, dulu hanya dijadikan sebagai sarana penyebaran dakwah Agama Islam yang dilakukan di tanah rencong. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya syair di dalam Seudati yang menceritakan tentang ajaran dan juga nilai-nilai Islam. Di dalam pementasannya, tari Seudati umumnya dilakukan oleh 8 orang penari. Dimana masing-masing penari diberi istilah atau jabatan unik. Mulai dari Syeikh atau pimpinan, Apet atau wakil, Apet bak atau anggota ahli, Apet sak sebagai anggota ahli, Apet neun sebagai anggota biasa, Apet wie sebagai anggota biasa, Apet wie abeh sebagai anggota biasa, dan Apet unuen abeh sebagai anggota biasa. Seudati merupakan salah satu kesenian tari dan vocal tradisional yang berasal dari Aceh. Seudati tersebut berkembang di daerah pesisir. Kesenian seudati dianggap sebagai bentuk baru dari tari Ratih atau Ratoh.Tari Ratih ini adalah tarian yang kerap dipentaskan untuk mengawali acara lomba sambung ayam. Selain itu, juga dilakukan ketika akan menyambut panen dan datangnya bulan purnama. Lalu, setelah Agama Islam masuk dan tersebar luas di wilayah Aceh, terjadilah percampuran atau akulturasi budaya serta agama. Sehingga membentuk sebuah tarian yang dikenal sebagai tari Seudati. Berdasarkan sejarahnya, tarian ini asalnya dari Desa Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Pidie. Awalnya tari Seudati diprakarsai oleh seseorang yang bernama Syeh Tam. Kemudian tari dan vocal seudati ini mulai berkembang lebih luas di sekitar desa. Seperti Kecamatan Mutiara, Desa Didoh, dan Pidie. Tari Seudati dipopulerkan oleh anak asuhan Syeh Ali Didoh. Setelah itu, tarian tersebut tersebar ke wilayah Aceh Utara sampai seluruh wilayah Aceh. Terdapat banyak pendapat tentang asal mula kata Seudati yang digunakan untuk menyebut tarian dan vocal tersebut. Pendapat pertama mengatakan bahwa kata Seudati berasal dari Bahasa Arab, yang artinya syahadati atau syahadatain. Syahadat adalah sebuah bentuk atau kalimat pengakuan terhadap keesaan Allah SWT. Serta mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah rasul atau nabi yang diutus langsung oleh Allah SWT.
6 Fungsi Tradisi Seudati Selain digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan Agama Islam, tradisi suedati juga digunakan untuk menghibur masyarakat dan juga hal lain. Berikut ini adalah beberapa fungsi tari dan vocal Seudati bagi Masyarakat Aceh. 1. Membangkitkan Semangat Menurut kategori jenis tarian, tari Seudati termasuk ke dalam kategori jenis tradisi ini Tribal War Dance and sing atau tarian dan nyanyian untuk perang. Hal tersebut berdasar kepada syair atau lirik lagu pengiring tarian yang diisi dengan kata-kata dan kalimat yang membangkitkan semangat. Bahkan saat masa kolonial Belanda, tari Seudati dilarang untuk dipentaskan. Syair yang ada di dalam lagu tarian Seudati mampu menggugah semangat para pemuda serta menginspirasi aksi pemberontakan terhadap penjajah Belanda. Lalu, setelah Indonesia dinyatakan merdeka, tarian ini mulai diperbolehkan untuk dipentaskan. 2. Mengajarkan Nilai Kehidupan Selain digunakan sebagai pembangkit semangat, tari dan nyanyian Seudati juga mengandung sebuah filosofi atau makna tentang kehidupan. Di dalam syair tarian ini, kadangkala disisipkan sebuah cerita mengenai persoalan hidup serta kehidupan sosial seharihari. Sehingga bisa menjadi sebuah solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. 3. Sarana Dakwah dan Penyebaran Agama Islam Di dalam bait lirik lagu pengiring tarian ini, juga terdapat lirik-lirik yang memuat tentang ajaran Agama Islam. Oleh sebab itu, tari Seudati juga menjadi media penyebaran serta pendidikan Agama Islam. Masyarakat yang terhibur oleh gerakan tarian tersebut juga bisa mendapatkan pelajaran Agama sekaligus. Komponen Tarian dan vocal Seudati Dalam pertunjukannya, ada beberapa komponen yang wajib dipenuhi supaya tampilan para penari semakin maksimal. Berikut adalah beberapa komponen yang harus ada di dalam tari seudati. 1. Penari Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa tarian ini dimainkan oleh delapan penari laki-laki yang salah satunya berperan sebagai pemimpin. Penari pemimpin disebut juga
7 sebagai syekh. Lalu akan ada orang yang membantu syekh tersebut, yaitu dua orang pembantu yang diposisikan di sebelah kiri. Dua orang tersebut biasanya disebut sebagai apeet wie. Kemudian, akan ada satu orang pembantu lagi yang diposisikan di sebelah belakang. Peran yang satu ini biasanya disebut dengan apeet bak. Selain itu, juga akan ada tiga penari lain yang berperan sebagai pembantu biasa. Nantinya para penari akan mempunyai peran masing-masing ketika menari. Di dalam pementasannya, akan ada dua orang yang bertugas untuk menyanyi mengiringi para penari. Dua orang yang menyanyi biasanya disebut dengan aneuk syahi. 2. Tempo serta Irama Di dalam tarian tradisional lain, biasanya penari akan diiringi dengan alat musik tradisional seperti gamelan. Namun di dalam tari Seudati, irama serta tempo lagu berasal dari para penari yang mementaskannya. Tarian ini hanya mengandalkan bunyi dari tepukan dada dan pinggul. Kemudian hentak kaki dan juga jentikan jari. Selain dari suara di atas, tari seudati juga diiringi oleh nyanyian dari dua penari yang sudah dipilih. Nyanyian tersebut dinyanyikan sesuai dengan gerakan yang sedang dilakukan. Gerakan yang dilakukan oleh penari juga menyesuaikan dengan tempo dan irama lagu yang dinyanyikan. Gerakan dari tarian ini sangat penuh semangat dan dinamis. Akan tetapi pada beberapa bagian, terdapat gerakan yang terlihat agak kaku. Hal tersebut sengaja dilakukan untuk menunjukkan kesan perkasa dan juga gagah dari para penari. Sementara tepukan dada dan juga perut adalah gerakan yang memberikan kesan kesombongan dan sifat ksatria para laki-laki Aceh. Berikut link vidio youtube Vocal tradisi Seudati dan tari Seudati etnis Aceh : https://youtu.be/7Sh0AW74kII?si=hRhfPBIPZtlMF_k7 1. Makna Vocal Etnis Aceh Dalam bahasa Aceh terdapat 2 jenis vokal, yaitu fonem . vokal biasa dan fonem vokal sengau. Jumlah fonem vokal dalam bahasa Aceh ada lima belas buah, yaitu sembilan vokal
8 tunggal biasa (nonnasalized vowel) dan enam vokal sengau (nasalized vowel). Dalam bahasa Aceh terdapat vokal ganda (diphthong), baik yang tidak sengau maupun yang sengau. (Sulaiman, 1979) 1) Fonem vokal biasa berjumlah 10 buah dengan posisi sebagai berikut. 2) Fonem vokal sengau sebanyak 6 buah dengan posisi sebagai berikut. 3) Fonem vokal ganda sengau berjumlah 4 buah yaitu:
9 4) Fonem vokal ganda biasa berjumlah 9 buah dengan posisi sebagai berikut. 2. Teknik Vocal Etnis Aceh Bahasa Aceh mempunyai jumlah fonem yang banyak. Untuk mempermudah pengucapan fonem-fonem itu digunakan tanda lambang fonetik'IPA' seperti terdapat dalam buku The Principles of the International Phonetic Association (1978). Namun demikian, lambanglambang fonem Aceh yang tak ada penyesuaiannya dengan lambang fonem yang terdapat dalam buku itu dibuatkan tanda-tanda lambangnya sendiri. Fonem-fonem itu beserta tanda lambangnya adalah (a) fonem konsonan punggung lidah , sengau 'ng' dilambangkan dengan /n/; (b) fonem konsonan tak bersuara, ujung lidah, geseran 'sy' dilambangkan dengan /s/ ; (c) fonem konsonan tak bersuara, daun lidah , letus 'c' dilambangkan dengan /c/ ; (d) fonem vokal tengah , agak rendah bundar 'o' dilambangkan dengan /n/. Cara pengucapan fonem vokal ini adalah sama dengan ucapan 'o' dalam kata rengo bahasa Kawi.
10 C. Jenis Alat Musik Etnis Aceh (Yesaya Siringo-ringo, Sarman Sinaga) 1. Arbab Alat musik tradisional ini pernah terkenal di daerah Pidie, Aceh Besar hingga Aceh Barat. Arbab juga termasuk alat musik tradisional yang hampir punah. Sebab, kini Arbab sulit ditemukan dan mulai tergeser dengan alat musik modern seperti biola. Arbab digunakan pada saat acara pertunjukan rakyat, hiburan rakyat, pasar malam, dan sebagainya. Arbab memiliki 2 bagian instrumen induk atau badan Arbab dan penggesek. Alat musik yang terbuat dari batok kelapa, kayu, kulit kambing, dan senar ini dimainkan dengan cara digesek. 2. Bereguh Alat musik tradisional ini dimainkan dengan cara ditiup pada ujung instrumen yang meruncing dan melengkung. Bereguh terbuat dari tanduk kerbau. Umumnya, bereguh tidak digunakan sebagai bermain musik, tetapi dimainkan sebagai alat komunikasi antara dua atau beberapa orang yang berada diposisi jauh atau tepatnya di hutan. Dengan meniupnya, kelompok lain akan tahu perkiraan jarak orang yang meniup instrumen tersebut. Penggunaan alat musik tradisional ini tersebar ke seluruh wilayah Aceh, khususnya Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara.
11 3. Calempong Alat musik tradisional ini dapat kita temukan di daerah Kabupaten Tamiang. Calempong terdiri dari beberapa potongan kayu yang dimainkannya dengan cara disusun antara kedua kaki pemainnya. Calempong dimainkan oleh kaum wanita yang khususnya masih gadis, tetapi sekarang alat musik tradisional ini hanya dimainkan orang tua (wanita). Kesenian ini biasanya dimainkan sebagai pengiring tarian Inai.
12 4. Rapai Alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipukul atau ditabuh ini berasal dari Aceh. Masyrakat Aceh mempercayai bahwa alat musik ini diciptakan oleh Syekh Ahmad bin Rifa’i yang merupakan seorang pendiri tarikat Rifa’iyyah. Alat musik tabuh ini dimainkan dengan tangan kosong atau tidak menggunakan stik. Fungsi Rapai biasanya untuk mengatur ritme, tempo, gemerincing ketika lantunan syair-syair Islami sedang dinyanyikan. Tak hanya itu, Rapai juga dimainkan hampir pada setiap seni tarik suara tradisional di Aceh. 5. Taktok Trieng Mirip dengan Rapai, alat musik tradisional yang terbuat dari bahan dasar bambu ini dimainkan dengan cara dipukul. Taktok Trieng bisa kita temukan di daerah Kabupaten Pidie, Aceh Besar dan beberapa kabupaten lainnya. Menurut masyarakat, Taktok Trieng dikenal dengan 2 jenis, yaitu di pergunakan di Meunasah, di balai-balai pertemhan dan ditempat lain yang terlihat wajar untuk ditempatkan alat ini. Dan yang kedua dipergunakan di sawah-sawah untuk mengusir hewan seperti burung atau serangga lainnya yang merusak hasil panen.
13 6. Tambo Alat musik tradisional ini dibuat dari Bak Iboh (batang iboh), kulit sapi, dan rotan yang berfungsi sebagai alat peregang kulit. Bentuk Tambo sejenis dengan alat kesenian Tambur yang dimainkan dengan cara dipukul. Dulunya, Tambo dipergunakan sebagai alat komunikasi untuk menandakan waktu shalat wajib 5 waktu dan mengumpulkan warga ke Meunasah guna membicarakan masalah yang ada dalam suatu kampung. Namun, saat ini Tambo mulai jarang digunakan, sebab adanya alat musik modern seperti mikrofon.
14 7. Bansi / Bangsi Alas Alat musik tradisional yang ditiup ini berkembang di Lembah Alas, Kabupaten Aceh Tenggara. Bangsi Alas memiliki ukuran dengan panjang 41 cm dengan diameter 2,8 cm, dan 7 buah lubang pada bagian atas bansi. Setiap lubang Bangsi Alas memiliki lebar yang berbeda, semakin ke ujung lubangnya akan semakin lebar. Dahulu, Bangsi Alas dimainkan sebagai pengiring Tarian Landok Alun. Tarian tersebut merupakan tarian khas dari Desa Telangat Pangan dengan kisah kegembiraan petani yang mendapatkan lahan baru dan kondisi tanah baik. Lagu-lagu yang dimainkan alat Bangsi Alas ini antaranya adalah: Canang Ngaro, Canang Ngarak, Canang Patam-patam, dan lain-lain. 8. Canang Trieng Alat musik tradisional ini bisa kita temukan pada kelompok masyarakat Aceh, Gayo, Tamiang, dan Alas dengan nama yang berbeda-beda sesuai dengan tempatnya. Seperti Aceh disebut “Canang Trieng”, di Gayo disebut “Teganing”, di Tamiang disebut “Kecapi”, dan di Alas disebut “Kecapi Olah”. Canang dibuat dari kuningan dengan bentuk yang mirip seperti Gong. Hampir setiap daerah Aceh terdapat alat musik ini dengan pengertian dan fungsi yang berbeda-beda. Umumnya, Canang digunakan sebagai pengiring tarian tradisional. Dan bisa difungsikan sebagai hiburan anak-anak gadis yang sedang berkumpul. Biasanya dimainkan saat mengisi waktu senggang atau sesudah menyelesaikan pekerjaan di sawah.
15 9. Geundrang Alat musik tradisional ini umumnya kita temukan di daerah Aceh Besar, Pidie, dan Aceh Utara. Bentuk dari Geundrang adalah bersilinder dengan panjang 40 hingga 50 cm dengan diametet 18 hingga 20 cm. Geundrang dibuat dari bahan kulit nangka, kulit kambing, kulit sapi yang tipis, atau rotan. Pada bagian ujung Geundrang diberi kerincing, sehingga saat di talu Geundrang akan menghasilkan suara kerincingan. Alat musik ini juga bisa kita dengar dengan kejauhan jarak 3 hingga 4 km. Geundrang berperan sebagai alat pelengkap tempo dalam musik tradisional. 10. Serune Kalee Alat musik tradisional yang mirip dengan terompet ini masih satu klasifikasi dengan aerofon. Serune Kalee digunakan sebagai instrumen utama pada pertunjukan musik tradisi di
16 Aceh, yang juga diikuti iringan Geundrang, Rapai, dan sejumlah instrumen tradisional lainnya. Sampai saat ini, Serune Kalee masih dilestarikan oleh masyarakat Aceh dan berperan penting dalam ritus-ritus sosial warga Aceh. Selain di Aceh, Serune Kalee juga bisa temukan di daerah Sumatera lainnya, seperti Minangkabau dan Agam. 11. Kecapi Aceh Kecapi Aceh ini berasal dari daerah Tamiang, Kabupaten Aceh Timur. Bahan yang dipilih juga dari bahan bambu yang sudah cukup tua, dengan jenis bambu olog reglu dan oloh untungnya. Alat musik tradisional ini dimainkan dengan permainan tunggal di teras sebagai hiburan seusai bekerja. Biasanya, para pemain Kecapi ini terdiri dari wanita. Kecapi Aceh ini masih tergolong alat ideopon, sebab talinya yang terbuat dari bambu.
17 D. Tari Tradisi Etnis Aceh (Angel Aldriana) Gerakan tari khas Aceh dilakukan dengan posisi duduk sambil menggelengkan kepala ke kanan dan ke kiri, tari Aceh menggunakan pola dasar garis dan sekat. Tarian ini berkembang pada masa kesultanan Iskandar Muda, tepatnya ketika kesenian menjadi kebiasaan masyarakat. berikut beberapa tari khas dari Aceh : 1. Tari Saman Tarian ini sangat khas dengan gerak dan tepukan yang cepat dan dinamis, serta iringan berupa syair yang dinyanyikan oleh penarinya. Tari Saman memiliki nilai-nilai dan filosofi tentang agama, kepahlawanan, persaudaraan dan niat baik dan memperkuat kesadaran akan kelangsungan sejarah masyarakat Suku Gayo di Aceh. Gerak tari Saman dilakukan dalam posisi duduk bersimpuh di lantai, dan dilakukan secara berkelompok. Saat melakukan gerakan ini, berat badan penari ditumpukan pada kedua kaki yang terlipat. Dalam buku Keanekaragaman Seni Tari Nusantara (2012) oleh Resi Septiana Dewi dijelaskan bahwa gerak Tari Saman menggunakan gerakan tepuk tangan serta gerakan lain seperti gerak guncang, kirep, lingang, dan surang-saring yang ditarikan dengan harmonis. Sementara dilansir dari laman Gramedia, berikut adalah beberapa gerakan yang dilakukan penari saat menarikan Tari Saman: 1. Menepuk kedua tangan ke dada dengan tempo yang tinggi. 2. Menepuk tangan yang satu pada bagian dada dan satu tangan pada bagian paha dengan tempo sedang. 3. Petikan jari menggunakan ibu jari dengan jari tengah yang disebut juga Kertip dengan tempo sedang. 4. Gerakan badan dan tangan yang dinamis sering nyanyian lagu yang kemudian akan menambah keindahan Tari Saman.
18 2. Tari Seudati Tari Seudati adalah jenis tarian heroik dan gembira serta memiliki makna kebersamaan. Di dalam pementasannya, tari Seudati umumnya dilakukan oleh 8 orang penari laki-laki. Iringan Tari Seudati berasal dari para penari yang mementaskannya, yaitu bunyi dari tepukan dada dan pinggul, serta hentakan kaki dan juga jentikan jari. Tarian ini dimainkan oleh delapan penari laki-laki yang salah satunya berperan sebagai pemimpin. Penari pemimpin disebut juga sebagai syekh. Lalu akan ada orang yang membantu syekh tersebut, yaitu dua orang pembantu yang diposisikan di sebelah kiri. Dua orang tersebut biasanya disebut sebagai apeet wie. Kemudian, akan ada satu orang pembantu lagi yang diposisikan di sebelah belakang. Peran yang satu ini biasanya disebut dengan apeet bak. Selain itu, juga akan ada tiga penari lain yang berperan sebagai pembantu biasa. Nantinya para penari akan mempunyai peran masing-masing ketika menari. Di dalam pementasannya, akan ada dua orang yang bertugas untuk menyanyi mengiringi para penari. Dua orang yang menyanyi biasanya disebut dengan aneuk syahi. Gerakan yang dilakukan yaitu gerakan meloncat, melangkah, dhiet atau memukul dada, petik jari, dan hentakan kaki ke lantai secara serentak. Itu semua adalah gerakan utama dalam tari ini. Adapun gerakan dasar dari tari ini bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama saat gerakan dimulai oleh pemimpin tari. Kemudian diikuti oleh semua penari. Kedua adalah melakukan hal sebaliknya.
19 3. Tari Pukat Tari Tarek Pukat adalah tarian yang menggambarkan aktivitas para nelayan Aceh saat menangkap ikan di laut. Tarian ini ditarikan oleh sekelompok penari wanita dan ditampilkan dalam berbagai acara seperti upacara penyambutan, acara adat, dan acara budaya. Makna tarian Tarek Pukat sebagai sikap gotong royong dan semangat kebersamaan masyarakat yang direfleksikan dalam sebuah tarian. Tari Tarek Pukat ditampilkan oleh penari wanita berjumlah tujuh orang penari atau lebih. Jumlah ini disesuaikan dengan kelompok atau sanggarnya. Biasanya tarian ini diawali dengan gerakan seperti tarian Aceh pada umumnya, yaitu menari dengan posisi duduk sambil menepuk dada dan paha. Salah satu hal yang menarik dalam tarian ini adalah di akhir tarian penari mengaitkan tali satu sama lain sehingga menjadi sebuah rangkaian jaring atau jala. Nama gerakan dan makna dari tari Tarek Pukat adalah: Surak (berteriak) Gerakan ini memiliki simbol tentang semangat para nelayan untuk mencari ikan dilaut dan memberi tanda bahwa para nelayan ingin berlayar kelautan yang luas untuk mencari ikan. Meulinggang (lenggang Aceh) Meulinggang artinya berlenggang, menggambarkan suasana kemeriahan dankeceriaan masyarakat pesisir Aceh dalam aktivitas membuat pukat atau jaring.
20 Meukayoh (mendayung) Gerakan ini menggambaekan bahwa masyarakat Aceh selalu berusaha untuk tetap mencari dan pantang menyerah untuk melewati ombak lautan. Gerakan ini memberi pesan bahwa sifat dan karakter masyarakat Aceh tidak mudah menyerah. Peugot pukat (buat jaring) Gerakan ini artinya membuat jaring ikan yang menggambarkan kerja sama serta menjadikan alat untuk mata pencarian masyarakat pesisir Aceh. Tarek Pukat (tarik jaring) Gerakan ini diartikan bahwa masyarakat Aceh selalu bekerja sama dalam kegiatan melaut. Makna menarik jala ikan menimbulkan kebersamaan dalam mendapatkan hasil dari ikan yang nyangkut di jaring. 4. Tari Binih Tari Binih menjadi tarian pergaulan masyarakat Tamiang yang berakar dari budaya Melayu. Tari ini khusus ditarikan oleh anak- anak perempuan dengan didampingi oleh seorang "tuhe binih". Tari Binih dilaksanakan didalam ruangan rumah yang dilapisi dengan tikar kerawang yang dibawahnya tersusun papan. Papan tersebut berguna agar ketika penari
21 menghentakan kakinya terdengar bunyi dasar sebagai pengganti gendang untuk menyamakan gerak langkah dan lenggang. 5. Tari Malelang Tari Malelan merupakan tarian hiburan yang mengandung nasehat yang diungkapkan melalui syair-syair yang dinyanyikan oleh penari-penarinya. Tarian ini berasal dari kampung Padang, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya. Gerak tari ini diambil dari cerita rakyat tentang pemuda yang bernama Malelang dengan pemudi yang bernama Madion. (Setyaningrum, 2022) 6. Tari laweut Tari Laweut merupakan tari tradisional dari daerah Sigli, Kabupaten Pidie yang juga dikenal dengan sebutan tari Seudati Inong atau Akoom. Tari Laweut kesamaan dengan tari Seudati, dengan perbedaan pada tepukan saat menari. Selain itu, Tari Laweut dibawakan oleh perempuan sedangkan tari Seudati adalah tarian yang dibawakan oleh kaum pria. Dari asal namanya yaitu shalawat, syair pengiring pada tari Laweut mengandung pujian kepada Allah dan salawat kepada rasul, serta pesan tentang kehidupan manusia, pendidikan, dan sebagainya.
22 7. Tari Ratoh Jaroe Sekilas Tari Ratoh Jaroe terlihat serupa dengan Tari Saman, padahal keduanya berbeda. Tari Saman memiliki gerakan badan yang lebih menonjol, sedangkan Tari Ratoh Jaroe dominan dengan gerakan tangan yang digabung dengan gerakan badan. Tari Ratoh Jaroe biasa ditampilkan dalam acara penyambutan dan hiburan tamu penting di Aceh. Tari ini memiliki fungsi untuk membangkitkan semangat para wanita Aceh yang dikenal pantang menyerah, pemberani, dan kompak satu sama lain. 8. Tari Rapa’i Geurimpheng Tari Rapa’i Geurimpheng adalah tari tradisional Aceh yang berkembang pada masyarakat di pesisir timur Aceh. Tarian ini semula digunakan oleh Syekh Rifa’i dari Baghdad sebagai media dakwah Islam dan hiburan. Nama Rapa’i diambil dari kecintaan masyarakat Aceh terhadap alat musik rapa’i dan sebagai penghargaan terhadap tokoh pencipta tariannya. Sedangkan nama Geurimpheng bermakna “banyak macam” menjadi gambaran bahwa tari ini memiliki komposisi yang beraneka ragam mulai dari pukulan rapa’i, gerakan kepala dan badan, formasi hingga syair. Rapa’i Geurimpheng ditarikan oleh 8-12 penari yang disebut dengan awak rapa’I.
23 Sementara iringannya terdiri dari tiga orang syeh (pemimpin pukulan rapa’i) yang terdiri dari apit wie, apiet teungoh dan apiet unenun, satu orang syahi (penyanyi) dan aneuk syahi (pendamping penyanyi). Tari Rapa’i Geurimpheng memiliki nilai filosofis yaitu nilainilai keislaman, nilai dakwah, dan juga nilai sufistik yang berkembang dalam masyarakat Aceh. E. Pakaian Dan Riasan Adat Etnis Aceh (Yosef Siburian, Siti Nazara) a. Pakaian Adat Nama pakaian adat Aceh adalah Ulee Balang. Seperti pakaian adat pada umumnya, pakaian adat Aceh menunjukkan ke-khasan adat istiadat yang diterapkan di Daerah Istimewa Aceh. Ciri khas khusus yang dimiliki oleh pakaian adat Aceh ini merupakan salah satu hal penting yang membedakannya dengan pakaian adat lainnya. Dan khas dari baju adat Aceh adalah perpaduan dari budaya Melayu dan budaya Islam.
24 Pada awalnya, Ulee Balang ini hanya digunakan oleh keluarga kesultanan. Namun sekarang siapapun dapat memakai baju ini. Ulee Balang memiliki dua macam pakaian, yakni Linto Baro yang digunakan oleh para laki-laki Aceh dan Daro Baro yang digunakan oleh para perempuan Aceh. Untuk lebih detailnya sebagai berikut : 1. Linto Baro Linto BaroPakaian Linto Baro yang digunakan oleh pria terdiri dari beberapa elemen, yakni baju, celana, senjata tradisional, penutup kepala, dan hiasan-hiasan lain. Pakaian ini digunakan oleh para pria Aceh dalam acara pernikahan, Meugang, Peusijuk, Tung Dara Baro (Ngunduh Mantu), acara adat, dan peringatan hari-hari besar. a. Baju Meukeusah Baju ini berbentuk seperti beskap atau blazer digunakan sebagai atasan laki-laki Aceh. Pakaian ini sering digunakan oleh laki-laki Aceh sejak jaman kerajaan Samudra Pasai dan Perlak. Pada umumnya, baju ini terbuat dari kain tenun berbahan sutra maupun kapas yang berwarna hitam. Bagi orang Aceh, warna hitam melambangkan kebesaran, oleh karena hal tersebut, pakaian ini melambangkan kebesaran seorang laki-laki Aceh. Anda akan menemukan sulaman-sulaman benang berwarna emas pada bagian leher sampai dada dan ujung lengan. Sulaman tersebut bermotif bunga-bungaan dan motif sulur daun. Contohnya seumanga (kenanga), bungong glima (delima), seulupok (temtai), keupula (kembang
25 tanjung), kundo, pucok reubong (tumpal), dan lain-lain. Jarang sekali dapat Anda temukan sulaman bermotif hewan. Makna dari motif sulaman tersebut beragam dan tidak semuanya dapat diungkapkan. Misalnya saja motif pucok reubong (tumpal) memiliki makna kesuburan dan kebersamaan. Bahwa orang yang memakai baju bermotif tersebut diharapkan diberi kesuburan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dalam hal rezeki dan anak-anak sebagai penerus keturunan. Kerah yang terdapat pada baju Meukeusah menyerupai kerah Cheongsam. Meskipun pakaian adat Aceh kental dengan budaya Islam dan Melayu, namun pakaian ini juga tidak lepas dari pengaruh budaya China yang masuk ke Aceh. Kerah tersebut dimasukkan oleh para perancang baju adat Aceh karena terinspirasi oleh kerah yang dimiliki orang-orang China yang dulunya banyak melewati Aceh sebagai saudagar dari negeri tirai bambu. b. Celana Sileuweu Celana Sileuweu merupakan setelan bawahan baju Meukeusah pada set Linto Baro. Sebagaimana atasannya, celana ini juga berwarna hitam namun berbahan katun. Bentuknya melebar ke bawah dan terdapat sulaman emas di bagian tersebut. Celana ini juga biasa disebut Celana Cekak Musang.
26 c. Kain Sarung Setelah mengenakan celana, para laki-laki Aceh mengenakan sarung dari kain songket agar semakin tampak kewibawaan pemakainya. Sarung ini dikenakan dengan cara melilitkan di pinggang dan panjangnya hingga di atas lutut, mungkin sekitar 10 cm di atasnya. Kain sarung ini juga sering disebut dengan nama lain, yakni Ija Kroeng, Ija Lamugap, dan Ija Sangket. d. Meukeutop Meukeutop Kuatnya pengaruh Islam dalam budaya Aceh sampai pada pakaian adat Aceh dan salah satunya penutup kepala yang bernama Meukeutop. Jika dilihat dengan seksama, Meukeutop dengan penutup kepala yang digunakan oleh sultan-sultan yang ada di
27 Turki. Meukeutop dibuat dari kain tenun yang disulam. Sulaman ini berwarna hijau, kuning, hitam, dan merah. Hijau melambangkan kedamaian yang dibawa agama Islam. Kuning melambangkan kesultanan. Hitam berarti ketegasan dan kebesaran. Dan merah menyatakan keberanian dan kepahlawanan. Jadi laki-laki yang memakai Meukeutop ini adalah laki-laki Aceh yang memegang teguh ajaran Islam dengan damai serta memiliki ketegasan dan bersikap seperti seorang pahlawan sebagaimana seorang raja. Pada bagian atas, Meukeutop dihiasi dengan Tampoek yang terbuat dari emas atau perak sepuh emas. Terkadang ada permata-permata kecil yang diselipkan diantara hiasa emas atau perak tersebut. Bagian depan Meukeutop dibalut dengan kain tenun tradisional Aceh yang kemudian balutan kain tersebut disebut Ija Teungkulok. Kain tenun tersebut dihiasi dengan sulaman emas atau perak dengan salah satu ujung kainnya dibentuk mencuat ke atas. e. Rencong Rencong tidak beda jauh dengan pakaian adat dari wilayah lainnya, pakaian adat pria kurang afdol jika tidak dilengkapi dengan senjata tradisional. Pakaian adat Aceh untuk pria dilengkapi dengan Rencong. Umumnya, Rencong diselipkan pada lipatan sarung yang melilit pinggang. Bagian gagang diatur sedemikian rupa hingga keluar. Rencong merupakan simbol bagi rakyat Aceh tentang keberanian, identitas diri, dan ketangguhan. Rencong memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Rencong milik sultan terbuat dari emas dan terdapat ukiran berupa ayat-ayat suci Al Quran pada matanya. Sementara rencong selain untuk sultan terbuat dari kuningan, perak, besi putih, gading, dan kayu.
28 Rakyat Aceh meyakini bahwa rencong memiliki bentuk yang mewakili kalimat Bismillaahirrahmaanirrahim dalam agama Islam. Hal ini sebagai doa dan menambah keyakinan agar menggunakan rencong dengan baik dan percaya diri. Penggunaan rencong dahulu sangat familiar dalam budaya Aceh. Maka tidak heran jika Aceh juga disebut sebagai tanah Rencong. Namun penggunaan rencong saat ini terbatas untuk acara-acara tertentu saja karena sudah tidak berada dalam kondisi perang. f. Siwah SiwahSelain Rencong, senjata tradisional Aceh lainnya adalah Siwah. Bentuknya hampir sama dengan Rencong, namun lebih panjang, lebih besar, dan lebih mewah bahan pembuatannya dibanding Rencong. Anda akan selalu menemukan adanya permata-permata yang menghiasi gagang Siwah sehingga tampak berkilau. Dalam acara-acara besar, Siwassssh lebih direkomendasikan karena menunjukkan kebesaran orang Aceh, karena fungsi utamanya sebagai perhiasan dan senjata. Sementara Rencong lebih menunjukkan kepahlawanan. Gagang Siwah terbuat dari kayu pilihan dengan kualitas yang bagus, perak, atau bahkan emas. Gagang tersebut dihiasi dengan ukiran tradisional Aceh atau motif pucuk rebung. Mata Siwah terbuat dari besi bekas pedang kuno atau besi putih. Tangkup gagangnya diberi tangkupan emas atau perak yang tidak lupa diberi hiasan permata. Sementara sarung Siwah terbuat dari gading, perak, atau emas yang dihiasi dengan ukiran motif tumbuhan menjalar. 2. Daro Baro
29 Daro BaroDaro Baro merupakan satu set pakaian adat Aceh yang digunakan oleh perempuan Aceh. Daro Baro terdiri dari baju kurung, celana, penutup kepala, berbagai macam perhiasan, dan bros. Sebagaimana pakaian adat khusus untuk perempuan daerah lainnya, terdapat banyak hiasan pada Daro Baro agar wanita yang mengenakannya terlihat semakin cantik dan mempesona. Jika Linto Baro didominasi oleh warna hitam, maka Daro Baro memiliki warna yang beragam mulai dari merah, ungu, kuning, dan hijau. Bagaimana sih pakaian adat Daro Baro ini? Yuk Grameds, kita bahas tuntas di bawah ini. a. Baju Kurung Baju Kurung atasan yang dikenakan oleh perempuan Aceh saat mengenakan pakaian adat Aceh berupa baju kurung. Bahan dasar baju kurung hampir sama dengan baju Meukeusah, yakni kain tenun berbahan sutra dengan sulaman-sulama emas yang membentuk motif-motif yang indah. Baju ini merupakan perpaduan antara bdaya Melayu, Islam, dan China. Kerah baju kurung hampir mirip dengan pakaian wanita dari China. Bentuk gaun yang panjang dan hingga pinggul, menutup tubuh, dan tidak memperlihatkan lekukan tubuh wanita merupakan penyesuaian terhadap budaya Melayu dan Islam. Yang demikian itu, agar aurat pemakainya tidak terlihat dari luar.
30 b. Celana Cekak Musang atau Sileuweu Celana Cekak Musang atau Sileuweu Celana ini merupakan setelan bawahan dari baju kurung dan pada umumnya, celana yang digunakan oleh pria dan wanita Aceh sama baik bentuk maupun bahan. Lebar di bagian bawah. Namun warnanya beragam, bukan hitam seperti pria.
31 c. Sarung Agar pinggul wanita tertutup dengan sempurna tanpa memperlihatkan bentuk tubuhnya, para wanita Aceh mengenakan sarung sebagai lapisan luar celana Cekak Musang. Sarung ini merupakan kain songket yang diikat dengan ikat pinggang berbahan perak atau emas dari pinggang hingga di bawah lutut. Ikat pinggang ini disebut Taloe Ki leng Patah Sikureueng. d. Patam Dhoe Patam Dhoe Pakaian adat Aceh menyesuaikan dengan nilai-nilai Islam, dengan demikian, seluruh desainnya didesain agar dapat menutup aurat wanita. Hal ini tidak terlepas dari penutup kepala yang disebut Patam Dhoe. Penutup kepala ini adalah perhiasan berupa mahkota yang unik yang didesain agar dapat menutup aurat di kepala. Sebelum menggunakan Patham Doi, pada umumnya wanita Aceh akan mengenakan jilbab terlebih dahulu. Bagian tengah Patam Dhoe diberi kaligrafi yang bertuliskan lafadz Allah dan Muhammad. Lafadz tersebut dikelilingi oleh motif bunga dan bulatan-bulatan di sekitarnya. Masyarakat Aceh biasa menyebut kombinasi lafadz dan kaligrafi tersebut dengan Bungoh Kalimah. Mahkota ini juga digunakan sebagai tanda bahwa wanita yang mengenakannya telah menikah dan suaminya memiliki tanggung jawab atas dirinya.
32 e. Keureusang Keureusang atau bros ini dipakai dengan cara disematkan pada gaun. Keureusang ini termasuk barang mewah karena berbahan emas yang secara keseluruhan berbentuk hati dan dihiasi dengan tahta intan dan berlian (konon, sampai 102 butir intan dan berlian). Keureusang berdimensi panjang 10 cm dan lebar 7,5 cm. f. Piring Dhoe Bentuk Piring Dhoe seperti mahkota dan memiliki tiga bagian yang masing-masing bagian dihubungkan dengan engsel. g. Untai Peniti Untai peniti digunakan untuk menyematkan pakaian adat Aceh untuk kaum wanita. Bahannya dari emas dan motifnya seperti motif kain tenun yang berbentuk kuncup bunga
33 dan berpola pakis. Jika Grameds perhatikan dengan sesama, di tengah Peuniti ini terdapat motif lain berupa titik-titik kecil seperti telur ikan. h. Subang Aceh Subang sebagai anting-anting ini tentunya terbuat dari emas dan hiasan berisikan permata. Subang ini memiliki diameter sekitar 6 cm. Bentuknya bagaikan bunga matahari yang berkelopak runcing. i. Culok Ok Culok Ok merupakan perhiasan wanita Aceh berupa tusuk konde yang berfungsi untuk menguatkan sanggul. Untuk memakainya, Grameds dapat menusukkannya ke rambut atau dimasukkan melalui samping sanggul. Ada empat jenis Culok Ok, yakni bungong keupula (bunga tanjung), ulat sangkadu (melingkar seperti ulat), bintang pecah (seperti bintang pecah), dan bungong sunteng (kelopak bunga).
34 j. Simplah Simplah merupakan perhiasan berbahan emas atau perak sepuh emas yang dikenakan oleh wanita di bagian dada. Simplah terdiri dari 24 buah lempengan berbentuk segi enam dan dua buah lempengan berbentuk segi delapan. Masing-masing lempengan disertai dengan hiasan bermotif daun atau bunga dan terdapat permata berwarna merah pada bagian tengahnya. Agar lempengan-lempengan tersebut dapat terhubung dengan kuat antara satu dengan lainnya, diperlukan untaian rantai yang berwarna keemasan.
35 Gambar Pakaian Ulee Balang : b. Tata Rias Adat Aceh Tata rias tradisional Aceh memiliki karakteristik yang khas dan unik. Beberapa ciri khasnya meliputi: Penggunaan warna-warna cerah: Tata rias Aceh sering menggunakan warna-warna cerah seperti merah, kuning, dan hijau. Ornamen dan hiasan yang kaya: Tata rias Aceh sering dihias dengan ornamen dan hiasan yang kaya, seperti manik-manik, payet, dan hiasan-hiasan emas atau perak. Penggunaan hijab: Bagi wanita, tata rias Aceh sering dikombinasikan dengan penggunaan hijab atau selendang yang menutupi kepala. Aksen pada mata dan bibir: Tata rias Aceh sering menekankan pada penggunaan eyeliner dan lipstik yang mencolok untuk menonjolkan mata dan bibir. Penggunaan aksesoris: Tata rias Aceh sering dilengkapi dengan penggunaan aksesoris seperti anting-anting, kalung, dan gelang yang khas.
36 Motif dan desain yang terinspirasi dari budaya Aceh: Tata rias Aceh sering mengadopsi motif dan desain yang terinspirasi dari budaya Aceh, seperti motif bunga, daun, atau motif geometris yang khas. Keterkaitan dengan tradisi dan adat istiadat: Tata rias Aceh juga sering terkait erat dengan tradisi dan adat istiadat masyarakat Aceh, yang mencerminkan identitas dan kebanggaan budaya mereka.Tata rias atau make-up adat Aceh memiliki makna yang dalam dan sering kali terkait dengan identitas budaya serta nilai-nilai tradisional. Beberapa makna dari tata rias atau make-up adat Aceh antara lain: Penghormatan terhadap tradisi dan adat istiadat: Tata rias adat Aceh sering kali dipandang sebagai cara untuk menghormati dan mempertahankan tradisi serta adat istiadat yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Penanda identitas budaya: Tata rias adat Aceh menjadi salah satu penanda identitas budaya masyarakat Aceh. Penggunaan tata rias adat ini dapat memperkuat rasa kebanggaan akan budaya dan warisan leluhur. Simbol status sosial: Di beberapa acara adat, tata rias adat Aceh dapat menjadi simbol status sosial atau kedudukan seseorang dalam masyarakat, terutama dalam acara-acara adat yang bersifat resmi atau formal.
37 Ekspresi keindahan dan keanggunan: Tata rias adat Aceh sering kali dirancang untuk meningkatkan keindahan dan keanggunan seseorang, terutama dalam konteks acara-acara pernikahan atau upacara adat lainnya. Penyampaian makna simbolis: Beberapa elemen tata rias adat Aceh, seperti warna dan motif, dapat memiliki makna simbolis yang mendalam, yang sering kali berkaitan dengan nilai-nilai spiritual, kepercayaan, atau makna filosofis tertentu. Melalui tata rias atau make-up adat Aceh, nilai-nilai budaya, tradisi, dan identitas masyarakat Aceh dapat diungkapkan dan dilestarikan dengan indahnya. F. Rumah Adat Etnis Aceh (Arfahmi, Teresia Simamora) Rumoh Acèh (dalam bahasa Aceh) merupakan rumah adat khas suku Aceh. Rumah ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur). Atap rumah berfungsi sebagai tempat penyimpanan pusaka keluarga. Bagi suku bangsa Aceh, segala sesuatu yang akan mereka lakukan, selalu berlandaskan kitab adat. Kitab adat tersebut dikenal dengan Meukeuta Alam. Salah satu isi di dalam terdapat tentang pendirian rumah. Di dalam kitab adat menyebutkan: ”Tiap-tiap rakyat mendirikan rumah atau masjid atau balai-balai atau meunasah pada tiap-tiap tiang di atas itu hendaklah dipakai kain merah dan putih sedikit”. Kain merah putih yang dibuat khusus di saat memulai pekerjaan itu dililitkan di atas tiang utama yang di sebut tamèh raja dan tamèh putroë”. Oleh karenanya terlihat bahwa Suku Aceh bukanlah suatu suku yang melupakan apa yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Dalam kitab tersebut juga dipaparkan bahwa; dalam Rumoh Aceh, bagian rumah dan pekarangannya menjadi milik anak-anak perempuan atau ibunya. Menurut adat Aceh, rumah dan pekarangannya tidak boleh di pra-é, atau dibelokkan dari hukum waris. Jika seorang suami meninggal dunia, maka Rumoh Aceh itu menjadi milik anak-anak perempuan atau menjadi milik isterinya bila mereka tidak mempunyai anak perempuan.Untuk itu, dalam
38 Rumah Adat Aceh, istilah yang dinamakan peurumoh, atau jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah orang yang memiliki rumah. Material Rumoh Aceh bermaterial kayu pilihan. Kayu tersebut digunakan sebagai tiang-tiang penyangga rumah yang berjumlah 16, 24 atau 32 tiang. 16 tiang untuk rumah bertipe 3 ruangan, 24 tiang untuk rumah bertipe 5 ruangan dan 32 tiang untuk rumah bertipe 7 ruangan. Sedangkan dinding rumah bermaterial papan keras yang dilengkapi ukiran khas Aceh. Begitu juga dengan alas rumah yang terbuat dari papan, papan-papan tersebut hanya disematkan begitu saja tanpa dipaku sehingga mudah dilepas dan memudahkan ketika pemandian jenazah karena air tumpah langsung ke tanah. Adapun atap bermaterial daun rumbia. Daun rumbia bersifat ringan dan memberikan efek sejuk kepada rumah, selain itu struktur anyaman yang ditali dapat dipotong dengan mudah jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran. Dalam memperkuat bangunan rumah aceh tidak menggunakan paku, melainkan memakai pasak atau pengikat dari tali rotan. Fungsi Dan Filosofi Rumah Aceh tidak hanya berfungsi sebagai hunian. Tetapi juga mencerminkan keyakinan kepada Tuhan. Hal tersebut terlihat dari bangunan rumah yang berbentuk segi empat dan memanjang dari timur ke barat membentuk garis imajiner ke Ka'bah. Bagian sisi rumah yang menghadap barat dan timur pun berfungsi mengantisipasi badai. Hal ini karena angin badai di Aceh jika tidak bertiup dari barat, maka akan bertiup dari Timur. Fungsi lainnya rumah aceh adalah menunjukan status sosial pemiliknya. Semakin banyak hiasan maka semakin kaya pemiliknya. Sedangkan untuk pemilik yang sederhana hiasannya relatif sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Rumah yang berbentuk panggung menyebabkan terdapat jarak antara permukaan tanah dengan lantai dasar. Biasanya jarak lantai dasar dari permukaan tanah terpisah 9 kaki atau lebih. Desain ini memiliki fungsi keselamatan dari gangguan binatang buas dan bencana banjir. Maksudnya, jika terjadi banjir maka penghuni rumah tidak ikut kebasahan atau pun terbawa arus banjir. Sedangkan bagian pintu dibangun setinggi 120–150 cm, hal tersebut membuat orang yang masuk harus sedikit menunduk ketika memasuki rumah. Filosofi
39 menunduk ini adalah sebuah bentuk penghormatan kepada pemilik rumah tanpa melihat status sosial atau derajat sang tamu. Konsekuensi dari bentuk rumah yang panggung menyebabkan rumah aceh mempunyai tangga, anak-anak tangganya sengaja berjumlah ganjil. Menurut adat Aceh, angka ganjil bersifat unik dan sulit ditebak. Bagian-bagian Rumah Adat 1. Bagian bawah Bagian bawah rumah aceh disebut meuyup rumoh. Bagian meuyup rumoh merupakan bagian kosong diantara lantai rumah dengan permukaan tanah. Ruang kosong ini dimanfaatkan berbagai keperluan, seperti arena bermain anak, tempat kadang hewan peliharaan, tempat membuat ija sungkét (kain songket) khas Aceh dan tempat berjualan. Selain itu ruang kosong ini bisa dijadikan tempat penyimpanan penumbuk padi yang bernama jeungki dan sebuah krong pade(tempat menyimpan padi berbentuk bulat dengan tinggi dan diameter mencapai dua meter). 2. Bagian tengah Bagian tengah rumah aceh merupakan tempat utama penghuni, di mana didalamnya tempat dilakukan segala aktivitas. Bagian ini terbagi menjadi tiga, yakni seuramoe reungeun(serambi depan), sueramoe teungoh(serambi tengah) dan seuramoe likot(serambi belakang) Pertama serambi depan, ruangan ini tidak bersekat dan pintunya berada di ujung lantai sebelah kanan. Ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu, tempat tidur anak laki-laki dan tempat mengaji. Sesekali ruangan ini difungsikan untuk menjamu tamu penting seperti makan bersama dan acara keduri. Kedua serambi tengah, ruangan ini merupakan bagian inti dari rumah biasa disebut juga sebagai rumoh inong(rumah induk). Ruangan ini terletak lebih tinggi karena dianggap suci dan bersifat pribadi. Di dalam ruangan ini terdapat dua kamar yang menghadap utara atau selatan dengan pintu menghadap ke belakang. Kamar untuk kepala keluarga disebut rumoh inong, sedangkan untuk anak perempuan disebut rumoh anjung. Ketika anak perempuan menikah maka pengantin akan menempati rumoh inong sedangkan kepala keluarga di rumah anjong. Jika anak perempuan kedua menikah, rumoh inong difungsikan untuk pengantin dan kepala keluarga pindah ke rumoh likot sampai sang anak memiliki rumah sendiri. Selain itu rumoh inong difungsikan juga sebagai tempat memandikan mayat ketika ada peristiwa kematian keluarga.
40 Ketiga, serambi belakang. Serambi ini tingginya sama dengan serambi depan. Ruangnnya tidak bersekat dan tidak ada kamar. Ruangan ini difungsikan sebagai ruang keluarga, tempat makan bersama keluarga atau bahkan dapur maupun tempat menenun-menyulam.[3] 3. Bagian atas Bagian atas rumah berbentuk loteng segitiga yang mengerucut kebagian atas sehingga tampak lancip. Bagian atas ini disebut bubong. Bubong yang menyatukan bubong bagian kiri dengan bagian kanan disebut perabung. Letak bagian atas terletak tepat di atas serambi tengah. Fungsinya sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga keluarga. Kontruksi Dan Elemen Rumah Konstruksi rumoh Aceh terbilang kokoh dan mempunya fungsi antisipasi bencana seperti gempa dan banjir. Terbukti, ketika peristiwa tsunami tahun 2004, rumoh aceh tidak bergeser sedikit pun dan tidak mengalami kerusakan berarti. Kekokohan rumoh aceh ini ditopang oleh konstruksi tiang-tiang penyangga. Ukuran tiap tiangnya berkisar 20–35 cm, di mana disetiap ujung bawah tiang dilengkapi batu landasan yang berguna mengantisipasi kayu masuk ke tanah ketika banjir/tanahnya lembab. Di bagian lantai terdapat balok penyangga. Balok-balok tersebut disusun rapat-rapat, sehingga kemungkinan roboh menjadi kecil. Selain konstruksi, rumoh Aceh pun mempunyai elemen-elemen yang berguna sebagai penyangga dan penguat di setiap elemennya pun terdapat filosofinya. Berikut pemaparannya: a. Tamèh merupakan tiang yang digunakan sebagai penyangga badan rumah. Dalam peribahasa Aceh, ada ungkapan “Kreueh beu beutoi kreueh, beu lagee kreueh kayèe jeuet keu tamèh rumoh; Leumoh beu beutoi leumoh, beu lagèe taloe seunikat bubông rumoh” yang artinya, jika keras, haruslah sekeras kayu tiang penyangga rumah; jika lentur, mesti selentur tali pengikat atap rumah. Hal ini bermakna hidup orang Aceh adalah teguh pendirian, tetapi tetap berhati lembut. b. Tamèh raja atau tiang raja, merupakan tiang utama yang berada di sisi kanan pintu masuk. Disebut tiang raja karena ukurannya lebih besar dan posisinya berada di sebelah kanan. Tamsil terhadap tiang raja: “Kong titi saweueb seukukuh titi, kareuna adat adé raja” yang artinya jembatan kukuh karena ada tempat berpegang, kukuh adat karena adil raja.
41 c. Tamèh putroe atau tiang putri, merupakan tiang utama yang berada sisi kiri pintu masuk. Disebut tiang putri karena merupakan pasangan tiang raja dan posisinya berdampingan dengan tiang raja. d. Keunaleueng tameh atau gaki tameh atau kaki tiang, merupakan alas tiang yang biasanya berasal dari batu sungai. Alas tiang ini berfungsi menyangga tiang kayu agar tidak masuk ke dalam tanah. e. Rôk atau balok pengunci biasa. Sifatnya untuk menguatkan hubungan antar ujung setiap balok. f. Tôi atau balok pengunci yang arahnya tegak lurus dengan rôk. g. Bajoe atau pasak yang berfungsi menguatkan hubungan antara rôk dan tôi dalam pahatan pada batang taméh. h. Peulangan yaitu tempat bertumpu dinding dalam (interior). i. Kindang yaitu elemen tempat bertumpunya dinding luar (eksterior). j. Aleue yaitu lantai yang terbuat dari papan berbilah kecil. k. Ranté aleue yaitu elemen pengikat lantai yang biasanya terbuat dari rotan atau tali. l. Lhue yaitu balok rangka untuk penyangga lantai. m.Neuduek lhue, tempat bertumpu lhue n. Bintéh disebut juga dinding. o. Bintéh catô yaitu dinding catur, salah satu bentuk jalinan dinding. p. Boh pisang yaitu papan kecil di atas kindang. q. Tingkap disebut juga jendela. Jendela rumah Aceh dibuat ukuran kecil. Jendela utama ada pada sisi rumah. r. Pintô disebut juga pintu. s. Rungkha disebut juga rangka atap. t. Diri merupakan tiang tegak kuda-kuda atap. u. Bara panyang merupakan balok pengunci memanjang pada ujung taméh atas. v. Bara linteueng merupakan balok pengunci melintang pada ujung taméh atas. w. Geumulang atau geunulông merupakan balok gording atap. x. Tuleueng rueng atau balok wuwung adalah tempat bersandar kaso pada ujung atas. Balok ini terbuat dari kayu ringan agar tidak memberatkan beban atap y. Gaseue gantong disebut juga kaki kuda-kuda. z. Puténg tamèh yaitu bagian ujung tiang yang dipahat, gunanya untuk menyambung balok.
42 Dalam proses pengukuran, seluruh elemen rumah Aceh pengukurannya menggunakan alat ukur tradisional masyarakat Aceh, yaitu ukuran dengan anggota tubuhuh. Alat ukur tersebut antara lain jaroe (jari), hah (hasta), jingkai (jengkal , deupa (depa), dan lain-lain. Misalnya, untuk mengukur puting balok dilakukan beberapa jari, sijaroe, dua jaroe, dan seterusnya; untuk mengukur panjang balok bisa dengan hasta seperti sihah, dua hah, dan seterusnya; untuk mengukur sesuatu yang pendek bisa dengan jengkal atau depa. Meengukur panjang balok bisa dengan hasta seperti sihah, dua hah, dan seterusnya; untuk mengukur sesuatu yang pendek bisa dengan jengkal atau depa. Filosofi Warna Rumoh Aceh tidak sembarang dalam menggunakan warna, dalam setiap warnanya terdapat filosofi tersendiri, yaitu: a. Warna kuning : Warna kuning digunakan di sisi segitiga perabung. Bagi adat aceh kuning bermakna kuat, hangat sekaligus memberikan kesan cerah. Selain itu, warna kuning tidak memantulkan sinar matahari. b. Merah : Warna merah dipilih untuk melengkapi garis ukiran rumoh aceh. Warna merah bermaknakan emosi yang berubah-ubah dan naik turun. Sifat tersebut mencerminkan gairah, senang dan semangat. Hal tersebut menunjukan emosi orang Aceh naik turun sekaligus dipenuhi gairah dan semangat mengerjakan sesuatu. Emosi sejenis ini selaras dengan hadih maja/paribahasa Aceh yang berbunyi: "ureueng Aceh h'an jeuet teupèh, meunyo teupèh bu leubèh h'an jipeutaba, meunyo hana teupèh bak marèh jeuet taraba". Artinya orang Aceh tidak boleh tersinggung, jika tersinggung, nasi lebih pun tidak mau ia tawarkan, jika tidak tersinggung, nyawa ia berikan’. c. Putih : Warna putih yang digunakan adalah putih netral yang bermaknakan suci dan bersih. d. Jingga : Penggunaan orangnye dimaksudkan memberi makna kehangatan, kesehatan pikiran dan kegembiraan. e. Hijau : Penggunakan warna hijau bermaknakan kesejukan, kesuburan dan kehangatan. Hal tersebut berkaitan dengan hijau itu tumbuhan dan warna padi sebelum matang. Bagi masyarakat Aceh, Rumoh Aceh ini bukan sekadar hunian biasa. Rumoh Aceh juga merepresentasikan keyakinan masyraakat terhadap Tuhan dan alam semesta. Ekspresi
43 keyakinan itu terwujud dari bahan-bahan Rumoh Aceh yang semuanya diambil dari alam. Seperti tiang yang terbuat dari kayu pilihan, dinding dari papan kayu, atau dari rumbia, dan sebagainya. (Ciputra, 2022) Gambar Rumah Adat Etnis Aceh :
44
45
46 G. Makanan Khas Etnis Aceh (Helni Sigalingging) 1. Keumamah Keumamah adalah salah satu kuliner tradisional masyarakat Aceh yang dibuat dari bahan baku ikan, yaitu tongkol, cakalang dan tuna.Keumamah terkenal juga dengan nama ikan kayu karena keras seperti kayu. Ikan ini diawetkan dengan beberapa proses pembuatan. Mulai dari pembersihan ikan, perebusan, pengeringan dan penyimpanan. Karena itu keumamah bisa disimpan hingga bertahun-tahun dengan syarat harus tetap dalam keadaan kering atau tidak lembap. 2. Kue Ade Kue tradisional Khas Aceh yang hanya bisa ditemui di Aceh, khususnya Kabupaten Pidie Jaya ini merupakan kue bertekstur lembut dan legit dengan cita rasa manis. Selain