The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ilyas.assaidy, 2018-10-26 14:41:40

Buku "Bermain Pena Demi Makna"

PENA DAN



REVOLUSI

WAJAH


DUNIA














“Di belakang tiap kata berdiri suatu dunia, tiap
orang yang menggunakan kata harus menyadari
bahwa ia menggoyang dunia".




emikian tulis Hernowo mengutip
pemyataan Heinrich Boll.
Pernyataan ini perlu kita telusuri

lebih lanjut, betulkah bangunan kata pada
ungkapan di atas - dari sebuah tulisan (pena)
mampu menciptakan revolusi wajah dunia?
Tidakkah ini berlebihan?


Menjawab pertanyaan ini sebagai i'tikad
mengkaji fenomenologi di balik pena tidak cukup

81

hanya dengan argumentasi retorik (bersifat
wacana) saja, butuh bukti riil untuk diajukan.
Pasalnya, mengikuti arus pemahaman masyarakat
hari ini sudah tidak lagi bisa didesain dengan
dunia ide, dunia gagasan, atau dunia argumen

saja. Masyarakat juga butuh bukti, termasuk juga
untuk mengamini pendapat Heinrich di atas.
Tujuannya jelas, agar masyarakat nantinya
terbangun pada satu kesadaran akan pentingnya
kata dalam tulisan.


Kaitannya dengan ungkapakan di atas yang
menjunjung tinggi sebuah kata adalah suatu
pemahaman bahwa pengaruh “kata” terhadap
perubahan sangatlah besar. Dengan kata tentunya

melalui piranti tulisan, perubahan tak terelakkan.

Di dalam kata-kata tersirat seabrek makna,
pesan, maksud, dan tujuan yang hendak dicapai

oleh penulisnya, meskipun terkadang kita tidak
memahami keseluruhan pesan di dalamnya. Masih
lagi dengan hikmah dan kandungan nilai yang juga
tersimpan di balik kata-kata tersebut, merupakan
inti yang mungkin terelaborasi dari ungkapan
Heinrich di atas.


Renungkan, bagaimana mungkin strukturasi
kata-kata yang tertulis dalam kitab-kitab agama
dari yang klasik hingga yang modern mampu

82

menularkan inspirasi besar pada semua
pemeluknya jika tidak tersimpan pesan-pesan
agung di baliknya? As-syafi'ie dengan karya
madzhabiahnya, Al-Umm, al-Ghazali dengan karya
sufistiknya, Ihya al-Ulumuddin, Ibnu Sina dengan

kitab Athibba'-nya, dan karya tokoh-tokoh
terdahulu yang kesemuanya telah menginspirasi
sikap, tindakan, dan pola hidup umat Islam hingga
hari ini. Betapa kata-kata yang terungkap dari
tulisan-tulisan mereka telah mampu mengubah

wajah dunia?

Bagaimana pula dengan para ilmuwan
lainnya yang juga menorehkan karya-karya pena

mereka dan turut menghantarkan perubahan
besar kehidupan ini? Karya-karya mereka
meminjam — konklusi pernyataan KH. M. Isa
Anshary, seorang penulis Produktif yang juga
seorang muballigh — sebagai "icon" revolusi dunia.
la mengurai betapa hebatnya pengaruh tulisan

(bacaan). Dalam bukunya, "Mujahid Dakwah"
(Diponegoro, 1995), ia menuliskan:

"... Revolusi-revolusi besar di dunia, selalu
didahului oleh jejak pena dari seorang pengarang.

Pena pengarang mencetuskan suatu ide dan cita,
menjadi bahan pemikiran pedoman berjuang.
Revolusi Perancis bergerak di bawah cahaya


83

pikiran dan cetusan pandangan yang dirintiskan
oleh J.J. Rousseu dan Montesquieu. Revolusi
Amerika dibimbing oleh 'Doclaration Of
Independence' (fatwa kemerdekaan) yang sampai
kini dijadikan pedoman besar oleh bangsa

Amerika. Revolusi Rusia dan perjuangan kaum
Komunis di seluruh dunia dipimpin oleh
'Comunistisch Manifest', karya Marx dan Engels.
Nazi Jerman bergerak di bawah petunjuk buku
Mein Kampf, buah tangan pimpinan mereka, Hitler.

Revolusi Tiongkok berpedoman kepada San Min
Chu I karangan Sun Yat Sen. Revolusi Indonesia
didahului oleh pemikiran-pemikiran revolusioner
dari Bung Karno, Hatta, Syahrir, dan Tan Malaka.
Pidato pembelaan Bung Karno di muka pengadilan

kolonial di Bandung 'Indonesia Menggugat' brosur
revolusioner 'Mencapai Indonesia Merdeka (KIM)',
tulisan-tulisan Syahrir dalam 'Daulat Rakyat'
tentang taktik dan strategi perjuangan, buku Tan
Malaka yang diselundupkan dari luar negeri,

semua itu telah menjadi aspirasi dan inspirasi bagi
perjuangan kemerdekaan tanah air. Renaissance
Alam Islamy, gerakan reformasi dan modernisasi
Taimiyah, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad
Abduh, Rasyid Ridha, Amir Syakib Arsalan dan
Abduurrahman , Al-Kawakibi, dan Pembinaan





84

negara Islam Pakistan didahului oleh buku-buku
Mohammad lqbal..."

Dengan demikian, jelaslah bahwa revolusi-

revolusi penting di dunia terinspirasi oleh goresan
pena sang pemikir revolusioner mereka yang hidup
di zamannya atau zaman sebelumnya. Proyek pena
mereka telah mengubah wajah dunia. Sehingga
pernyataan bahwa "kata" mampu menggoyang
dunia bukan sesuatu yang berlebihan.


Membangun Kesadaran Menulis

Masyarakat kita secara umum masih lebih

"suka" mengungkapkan gagasan dan isi pikirannya
bil-lisan (melalui lisan) daripada bil-qolam (melalui
tulisan). Hal ini dapat diketahui dari banyaknya
masyarakat kita yang pandai berwacana,
berdiskusi, atau berorasi saja, tetapi tidak pandai
menuangkan gagasannya dalam tulisan. Dengan

kata lain, kita memiliki cukup banyak orator,
tetapi tidak sedikit dari mereka yang tidak bisa
menuangkan orasinya ke atas kertas.


Kalangan akademis pun sama. Sedikit sekali
mereka yang menunjukkan potensi melalui pintu
tulisan. Argumen mereka memang bervariasi. Ada

yang terlalu sibuk dengan jabatan struktural
akademik, ada yang yang beralasan karena terlalu

85

banyak memegang mata kuliah, atau ada juga
yang lebih tergiur dengan proyek penelitian,
mengingat honornya lebih besar, dan macam-
macam alasan lainnya. Tapi yang jelas, tak dapat
dipungkiri bahwa ini merupakan indikasi

minimnya dosen-dosen kita dalam membaca dan
berfikir kritis hingga melahirkan karya seperti
buku.

Bahkan jika ditelusuri hanya sedikit sekali

dari ratusan ribu dosen kita di berbagai perguruan
tinggi di Indonesia yang masih meluangkan
waktunya untuk menulis buku. Dari sedikit di
antara nama mereka adalah Prof. Dr. Budi Darma,
sastrawan ulung yang juga seorang dosen dan

mantan rektor IKIP Surabaya. Beliau menulis buku
– untuk menyebut heberapa contoh – Orang-orang
Bloomington, Olenka, dan Harmonium yang hingga
kini masih menjadi bahan kajian dalam
kesusastraan Indonesia modern. Selain itu, ada

Prof. Dr. Azyumardi Azra, dosen dan mantan
Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta yang oleh
penerbit mizan pernah dinobatkan sebagai penulis
buku paling produktif, dan mungkin segelintir
dosen lainnya yang tidak saya sebutkan di sini.


Kebanyakan dari para dosen yang tidak
menulis tersebut, sebenarnya alasan utama


86

mereka, menurut saya, bukan tidak mampu
menuangkan ide kritisnya lewat tulisan, tetapi
lebih pada alasan malas atau belum terbangunnya
kesadaran akan arti penting sebuah tulisan.


Maka, kalau kalangan akademisnya saja
seperti ini, lalu bagaimana dengan yang non-
akademis? Padahal, bila kita mau
membandingkan, di perguruan tinggi Amerika ada
sebuah pameo yang diyakini kebenarannya, yaitu

“All Scientists are the Same, Until One of Them
Writes a Book" (Semua ilmuwan adalah sama,
sampai satu dari mereka menulis buku).

Dengan pengertian, semua dosen-dosen kita

di negeri ini sama, yang membedakan mereka
hanyalah tingkat kreativitasnya dalam menulis
buku. Lantas, jika warga kita tidak akrab dengan
dunia buku atau juga dunia pena dan tulisan,

kapan kita akan mampu mengubah wajah dunia?

MTs. Nandhatun Nasyiin IV, Pasanggar,
Pegantenan, 17 Ramadhan 1429 H
17 September 2008 M



Jam, 22.46 WIB





87

“Mulailah


dengan


menuliskan

hal-hal yang


kau ketahui.


Tulislah


tentang


pengalaman


dan


perasaanmu

sendiri”








J.K. Rowling 88

KEINGINAN


KUAT, JALAN

MENEGUHKAN
CITA














Kau ciptakan malam dan aku yang membuat pelita
Kau ciptakan tanah liat dan aku yang membuat
piala
Kau ciptakan sahara, gunung-gunung, dan
belantara,

Aku juga membuat kebun anggur, taman-taman,
dan padang tanaman
Akulah yang mengubah batu menjadi cermin
Akulah yang telah mengubah racun menjadi obat
penawar








89

nilah untaian sajak Mohammad
lqbal, sastrawan dan pemikir besar
kelahiran Pakistan. Dengan sajak ini
ia hendak menunjukkan bahwa manusia itu hebat,
bahwa manusia juga memiliki kekuatan untuk

mencipta dan berkreasi.

Kekuatan manusia sebagaimana dalam sajak
tersebut seolah melengkapi ciptaan-ciptaan Tuhan.
Kemampuan manusia untuk mengubah belantara

menjadi kebun-kebun dan taman-taman nan indah
ditatap mata, kemampuan mengubah batu menjadi
cermin bisa dikatakan kekuatan yang dimiliki
manusia yang terpancar dari dalam dirinya (inner
self). Kekuatan dalam diri manusia akan muncul

jika ia dengan keinginannya mengasah dan
mengembangkannya secara terus menerus. Hal ini
kemudian yang menyebabkan manusia tumbuh
dengan potensi yang berbeda-beda.


Murtadha Muthahhari mengatakan,
"manusia bukanlah makhluk yang ditentukan
terlebih dahulu, namun manusia seperti yang dia
kehendaki."


Pernyataan ini, meski dengan nada berbeda,
namun dapat mempertegas sajak lqbal di atas, di
mana kehebatan manusia akan terlihat dan dapat
diketahui jika dalam dirinya tersimpan kehendak

90

dan keinginan kuat untuk mengungkapnya.
Seorang profesional di bidangnya tidak dengan
jampi-jampi kemudian langsung menunjukkan
porfesionalismenya, ia terlebih dahulu
menunjukkan ambisi/ keinginan kuat untuk

meraihnya. Imam al-Bukhari memperoleh gelar
Amirul Hadits karena keinginan kuatnya dalam
mendalami Ilmu Hadits. Bahkan sebagaimana
dalam sejarahnya, ia mengaku memiliki lebih dari
1000 guru dalam bidang Hadits di berbagai negara.

Dan Lantaran keinginan kuat, antusiasme, dan
penguasannya terhadap hadits-hadits shahih ini,
kemudian dia dipandang seorang profesional di
bidang Hadits.


Siapapun, dengan nyali apapun, agar dapat
meraih apa yang dikehendaki harus melalui
jembatan desire (keinginan kuat) terlebih dahulu.
Seorang yang mengumandangkan citanya menjadi
penulis, maka syarat utama yang harus

dimilikinya adalah hasrat kuat melalui proses -
proses yang dapat mengantarkannya pada apa
yang dicita-citakan itu. Kemudian, keinginan
kuatnya direfleksikan dengan perwujudan kerja
keras, ikhtiar terus-menerus seperti membaca,

latihan menulis dan terus menulis. Berkaitan
dengan unsur willingness (keinginan kuat) menjadi
penulis ini, Markus G. Subiyakto seperti yang

91

dikutip dalam buku Jumalistik Praktis pernah
menyatakan, "kalau anda hanya punya rasa ingin,
tapi tidak ada ambisi, ya biasanya hanya melihat
tulisan Iptek orang lain" (Asep Syamsul M. Romli,
1999).


Langkah seperti ini tidak hanya pada kategori
cita menjadi penulis saja, tetapi juga pada cita-cita
lainnya.


Steven Covey meletakkan hasrat atau desire
ini pada peringkat terpenting dalam upaya
manusia menjalankan kebiasaan yang efektif.
Menurutnya, agar manusia dapat menjalankan
kegiatan sehari-hari yang efektif (ada efeknya

terhadap pertumbuhan dan perkembangan diri),
dia harus mempertemukan tiga unsur satu titik.
Unsur pertama adalah knowledge (pengetahuan),
unsur kedua adalah (keterampilan), dan unsur

ketiga adalah desire (keinginan kuat). (Hernowo,
2004).

Ketiganya membentuk seperti lingkaran,
tetapi jika pengetahuan dan keterampilan tidak

dibubuhi dengan keinginan kuat, maka harapan
kita akan sulit digapai. Sebab keinginan kuat itu
menerkam laksana ombak motivasi dalam diri kita.
la menerjang "batu-batu" yang malang-melintang
di hadapan kita. Keinginan kuat akan memompa

92

kita untuk bekerja keras, menapaki ribuan proses
tanpa harus menoleh atau berhenti karena
tantangan yang dihadapi.


Wal-hasil, setiap cita dan tujuan yang kita
miliki perlu kita teguhkan, agar ia tidak sekedar
angan-angan belaka. Dan di antara langkah
terbaik dalam mencapainya adalah ambisi dan
keinginan kuat.




Rumahku, 03 Syawal 1429 H
03 Oktober 2008 M

Jam, 00.15 WIB



























93

"Usahakan


menulis


setiap hari.


Niscaya, kulit


anda akan

menjadi segar


kembali


akibat


kandungan


manfaat yang


luar biasa"







(Fatimah


Mernissi)


94

11 JURUS

MENJADI

PENULIS
PRODUKTIF







(Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Dialektika,
edisi 4, Juni 2007)


1. Membaca
Kekuatan paling ampuh untuk menjadi seorang
penulis adalah budaya "Membaca".

Budaya ini telah menciptakan gaya dan
paradigma baru kehidupan seseorang. Mereka
yang garapan bacaannya buku Mark, Hegel dan
yang sealiran mempunyai gaya hidup dan
komunitas yang berseberangan dengan kaum
yang biasa membaca buku Adam Smith, Keynes
dan para pemikir kapitalis lainnya. Mereka
yang sering membaca buku tentang pergolakan
mahasiswa, maka jiwa mereka menggebu


95

untuk menjadi seorang aktivis. Begitu juga
mereka yang terbiasa dengan bacaan sastra
(puisi, cerpen, novel dan lainnya) akan mencari
gaya hidupnya di hadapan penyair dan
seniman.

Nah, proses terbentuknya paradigma berfikir
dan i kebiasaan membaca ini akan membias
ketika ia ingin mengungkapkan idenya lewat
tulisan. Dalam hal ini membaca telah
menganugerahi inspirasi beser terhadara
tulisan yang anda tulis. Maka gaya tulisannya
pun biasanya tidak jauh berbeda dengan gaya
buku-buku/karya yang sering kita baca. Tanpa
membaca, jangan mimpi akan lahir penulis-
penulis profesional dan produktif.

2. Memompa ide dan membuat bank ide
Efisiensi ide-ide itu muncul kadang di saat kita
sedang membaca, yakni ide lanjutan dari yang

kita baca. Terkadang pula ia muncul di saat kita
sedang menulis, seolah-seolah ide itu
berdendang di di antara ujung bolpen dan
kertas. Terkadang ide itu lahir di saat kita

berjalan, merenung, duduk sendiri dan
sebagainya. Hampir pengalaman hari-hari kita
dipenuhi dengan ide-ide baru. Tapi sayang,
dalam beberapa jam, menit bahkan detik, ide itu
hilang begitu saja. la seakan hanya lewat dalam
pikiran kita. Maka langkah pertama untuk

96

mengatasi ini adalah dengan mengikat ide lewat
tulisan. Artinya di saat ide itu datang, maka
segeralah tulis ide itu.

Yang lebih efektif lagi untuk menyimpan ide

yaitu dengan membuat “bank ide”. Caranya
bawalah bank (semisal buku saku, buku
catatan, dan lainnya) kemana saja kita hendak
pergi. Di perjalanan, di manapun saja kita
menemukan ide baru langsung catat ide itu.


3. Kerja keras dan terus melatih diri dengan
menulis

Kualitas tulisan merupakan target utama bagi
seorang penulis. Maka dari itu, teruslah
melatih menulis, seolah kita tidak pernah
merasa puas dengan apa yang telah kita
tulis. Berprinsiplah “No time with out writing
exercise.” Dalam hal ini, tentu kerja keras
dengan terus berlatih menulis sangat
diprioritaskan.

Thomas Alfa Edison mengatakan bahwa
kesuksesan 1% digapai dari inspirasi dan 99%
dari semangat dan kerja keras. Abdul Hadi WM,
penulis buku Berdakwah Lewat Tulisan,
mengurai bahwa bakat hanya mempengaruhi
5%, keberuntungan 5% dan sisanya
(90%)adalah kerja keras. Maka wajar kalau


97

Wilson Nadeak mengatakan bahwa kemahiran
menulis itu hanya bagi yang membiasakan din.

4. Berfikir bahwa dengan menulis jiwa semakin
hidup

Urgensi semangat jiwa harus terpupuk dalam
diri kita, terutama dalam aktivitas menulis. Kita
senantiasa merasakan bahwa dengan menulis
jiwa kita akan semakin hidup. Berprinsiplah
dengan slogan-slogan seperti “Menulis atau
Mati” atau “Aku Menulis Maka Aku Ada”.



5. Jadikan pengalaman sebagai bahan tulisan
(selalu berfikir bahwa apa yang kita lihat adalah
apa yang bisa kita tulis).


Acapkali berfikir semacam ini akan
menumbuhkan aktivitas menulis secara
kontinyu. Hidup kita selalu diajak untuk
menulis. Apapun bentuk tulisan kita, baik

tulisan lepas, karya ilmiah, puisi, cerpen, resep-
resep, tips-tips, resensi buku, dan segala bentuk
tulisan yang sesuai dengan kapasitas dan
kapabilitas kita.


6. Tenangkan pikiran (menghindar dari tempat
keramaian) dan mencari waktu-waktu yang
tepat.


98

Tinggi rendahnya sebuah insting/ naluri dalam
melahirkan ide-ide segar sering kali muncul di
saat kita sedang menyendiri (tidak dalam
keramaian)? Sebab di saat seperti ini kita betul
konsentrasi terhadap pikiran kita. Dan yang

juga tak kalah pentingnya, kita dituntut untuk
mencari waktu yang pas untuk menulis. Waktu
juga akan menentukan kualitas tulisan kita.
Penulis-penulis hebat membagi waktu secara
konsisten untuk menulis. Misalnya, Nurcholish

Madjid seringkali menuangkan idenya pada dini
hari (01.00 WIB sampai subuh), Cerpenis
Eudora Welty begitu bersemangat mengarang di
waktu pagi. Norah Lofsah pengarang roman
sejarah mulai mengarang pada pukul 09.00-

13.00 WIB. Berbagai pengalaman dari penulis-
penulis sukses selalu menunjukkan waktu-
waktu khusus.

7. Bacalah berulang-berulang tulisan anda


Akumulasi tulisan yang padat dan berisi serta
mengandung satu kesatuan yang utuh sangat
ditentukan oleh essensi yang tersirat dalam
tulisan itu. Langkah untuk mencapai hasil

seperti ini adalah dengan membacanya
berulang-ulang. Di samping itu juga, manfaat
membaca berulang-ulang akan mudah


99

menemukan kekurangan-kekurangan dalam
tulisan kita. Karenanya, semakin banyak kita
membaca tulisan kita, semakin baiklah tulisan
kita.


8. Jadikan orang lain sebagai mitra korektor
terhadap tulisan kita.

Nahkoda adalah perumpamaan seorang penulis.

la harus mengendalikan tulisannya agar tetap
baik menurut kita dan menurut orang lain. Dan
tentu orang lain lebih penting kita libatkan
dalam turut mengoreksi tulisan kita, karena ia
akan menilai lebih jujur dan apa adanya
terhadap kekurangan atau kelebihan tulisan

kita. Apakah tulisan kita masih kacau atau
sudah teratur? Orang lain yang berhak
menjawab pertanyaan itu. Kita lebih berhak
menjawab dan memperbaiki tulisan kita.


9. Jangan pernah puas dengan tulisan yang sudah
kita tulis

Harus selalu muncul dalam benak kita bahwa

semua tulisan yang telah kita buat masih kacau
sehingga butuh perhatian dan perbaikan lebih
lanjut. Kita tidak boleh puas. tulisan kita harus
terus dinamis. Kita mesti berprinsip "Menulislah




100

seakan kita tidak pernah mencapai kepuasan
dengan tulisan kita"

10. Senantiasa tabah dan berdo'a


Menghasilkan tulisan yang berkualitas tidak
semudah membalikkan telapak tangan. la tidak
bisa dicapai dalam waktu yang relatif cepat,
butuh waktu panjang untuk membuat tulisan

kita betul-betul berkualitas. Dalam hal ini tabah
dan sabar menjadi sebuah keniscayaan untuk
dilakukan. Selain itu, ia perlu diimbangi dengan
pendekatan spritual dengan terus berdo'a
kepada Allah sebagai satu-satunya kekuatan
supranatural dalam kehidupan kita.



11. Berfikir bahwa kelehihan di hari ini adalah
kekurangan di hari esok.

lde dan gagasan kita hari ini pastikan marnpu
menerobos dinding-dinding masa depan. Sebab,
sesuatu yang hari ini kita anggap baik dan
perlu, belum tentu 10 tahun mendatang masih
dianggap baik dan perlu. Lebih jelasnya, tulisan
yang hari ini dianggap berkualitas bisa jadi
beberapa tahun mendatang sudah jauh dari
standar kualitas. Karenanya, keinginan kita
yang dinamis untuk selalu mencapai
kesempurnaan dalam menghasilkan tulisan
perlu kita wujudkan.
101

“Menulis adalah mencipta, dalam suatu
penciptaan seseorang mengarahkan

tidak hanya semua pengetahuan, daya,
dan kemampuannya saja, tetapi ia

sertakan seluruh jiwa dan nafas
hidupnya.”


“Ketika seorang penulis hanya menunggu,
maka sebenarnya ia belum menjadi dirinya

sendiri”

“Kita tidak harus menunggu datangnya

inspirasi itu kita sendirilah yang
menciptakannya”





Stephen King (Penulis Amerika)





















102

B I O G R A F I

PENULIS



















ohammad Ilyas dilahirkan dari
pasangan M. Asrif dan Asmani,
23 tahun silam, tepatnya 20

Maret 1985 di Pamekasan. Anak pertama yang
akrab dipanggil Ilyas ini dibesarkan di SumberJati,
Bungbaruh, Kadur.

Ilyas kecil dididik ilmu agama di masjid dekat

rumahnya oleh kiai kampung. Di samping itu ia
juga mendalami ilmu agama di Madrasah Diniyah
PP. Miftahul Ulum Sumber Jati, Bungbaruh Kadur.
Pendidikan ini terus ia lanjutkan hingga ia masuk


103

pesantren Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan
pada tahun 2000.

Pendidikan formalnya, MI.Nandhatun Nasyiin

Bungbaruh Kadur (1997), MTs Negeri kadur
(2000), dan MA Darul Ulum Banyuanyar (2003). la
juga pernah menjalani masa pengabdian sebagai
tenaga edukatif di PP Bustanul Ulum Mlokorejo,
Puger, Jember (2003-2004). Meski ia pernah
"nyantri", namun Kecintaannya terhadap ilmu

umum, khususnya Ilmu Alam tak dapat
dihindarkan darinya. Bahkan ilmu inilah yang
mengantarkannya Pada tahun 2004 di kampus
umum di Madura, yakni Universitas Madura
(Unira) Pamekasan pada Fakultas KIP, Program

Studi Matematika.

Baginya, sekedar kuliah tahpa organisasi
tidak memuaskan, sehingga sejak 2004 ia

putuskan untuk bergabung dalam keluarga besar
HMI Cabang Pamekasan. Training di HMI pun ia
ikuti secara berjenjang. LK-1 di Pamekasan, LK-2
di Jember dan di Jakarta. la juga aktif di pers
HMI dan non-HMI. Pelatihan Jurnalistik ia ikuti di
HMI Cabang Pamekasan, Dinas Infokom

Kabupaten Pamekasan, Lapmi HMI Cabang
Malang, dan terakhir di Bakornas LAPMI PB HMI,
di Depok.


104

Pengalaman struktural organisasi di HMI,
ia lalui dengan menjadi Juru Bicara (Jubir)
Forkismi HMI Komisariat Unira (2004-2005),
Bendahara Umum HMI Komisariat Unira (2005-
2006), Kabid PPPA HMI Komisariat Unira (2006-

2007), Sekretaris Umum Lapmi HMI Cabang
Pamekasah (2006-2007), Ketua Umum/ Direktur
Utama Lapmi HMI Cabang Pamekasan (2007-
2008), Wakil Sekretaris Umum Pembinaan Aparat
Organisasi (PAO) HMI Cabang Pamekasan (2008-

2009), dan Sekretaris Umum HMI Cabang
Pamekasan (2008-2009).

Di organisasi intra kampus, ia menjadi
Fungsionaris Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM)

FKIP Unira (2005-2007), Staf Ketua Himpunan
Mahasiswa Matematika (Himatika) (2007-2008)
Unira, Staf Ketua Badan Dakwah Masjid (BDM)
Lembaga Dakah Kampus (LDK) Unira (2005-2007).


Sedangkan di organisasi lainnya, ia juga
tercatat sebagai Ketua Presideum Forum
Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar
(FKMSB) (2007-2009), Pendiri Komunitas
Mahasiswa Penulis Kreatif (KMPK) (2007), Pendiri

sekaligus Ketua Forum Lingkar Madani (FLM)
Pamekasan (2008).




105

Untuk pengalamannya di Dunia Pers, ia
pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi
Majalah Dialektika (2006-2007), Editor Majalah
Mini Qolby (2007-2008), Koresponden Majalah Al-
lkhwan Banyuanyar Wilayah Pamekasan (2007-

sekarang), Wartawan Majalah Fokus Pamekasan
(2007). Penulis dapat dihubungi via email:
[email protected].











































106

107

Bermain Pena Demi Makna


B


Buku “Bermain Pena Demi Makna” ini adalah sebuah

keping catatan harian penulis di masa-masa
pergulatan di dunia kampus dan organisasi saat
masih duduk di bangku S-1. Buku ini, tidak hanya
memuat berbagai motivasi menulis, tetapi juga
motivasi bagaimana melakukan refleksi diri. Tidak

hanya itu, buku ini juga mengandung hope akan
bangkitnya kembali pesona intelektualisme yang
pernah mengisi ruang-ruang kampus negeri ini, di
mana rute berfikir yang hendak dicapai adalah
bagaimana mahasiswa khususnya, dan masyarakat

pada umumnya, senantiasa memiliki ghirah untuk
membangun progressifitas diri, terlebih dalam
mencapai kubangan orientasi, baik melalui pintu
tulisan atau melalui pintu bacaan.






















108


Click to View FlipBook Version