1
2
JIWA MERDEKA CETAKAN PERTAMA 2022
Inisiator Terbatas 200 eksemplar
Penyusun Revoluta S
Didukung oleh
Artpora
Penulis
Cikini Art Stage
Penyunting naskah BOSEN2020
Penyunting foto
Photographers Sri Warso Wahono
Aidil Usman
Disain dan Layout William Robert
Komputer Grafis Eko Banding
Nawa Tunggal
Disain sampul depan Galih Agus Saputra
Hak Cipta
BOSEN2020
Koordinator produksi
Penerbit Revoluta S
Krishnaeta
Joel Thaher
Krishnaeta
Tim Artpora
Krishnaeta
Krishnaeta
William Robert
Krishnaeta
Revoluta S
Artpora
Eko Banding
Artpora
Jalan Kecubung II, no 11, Duren Sawit
Jakarta Timur, 13430
Email : [email protected]
Youtube : Artpora
Telp : 0812 8044 7275
ISBN Seluruh hak cipta. Tidak ada bagian dari buku ini yang
boleh direproduksi atau ditransmisikan dalam bentuk apa
pun atau dengan cara apa pun, elektronik atau mekanis,
termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan sistem
penyimpanan dan pengambilan informasi apa pun, tan-
pa izin tertulis dari penerbit.
3
JIWA MERDEK A
4
15
MUSEUM NASIONAL
INDONESIA 2021
PAMERAN TUNGGAL 4 X 20 METER
Pertama kali dalam sejarah seni rupa Indonesia,
karya seni lukis ukuran 4 X 20 meter dikerjakan
di Museum Nasional Indonesia, selama 3 hari
oleh perupa wanita Revoluta S dan langsung di
pamerkan.
6
DAFTAR ISI
1-2 Cover dalam merah
3-4 Penerbitan cetakan
5-6 Foto Museum Nasional Indonesia
Daftar isi
7 Persembahan
8 Perupa
9 Foto diri Revoluta S
10 Prolog Sri Warso Wahono
11 Sambutan Direktur Bursa Efek Indonesia
12 Sambutan Kepala Museum Nasional
14 Sambutan Karya Indah
15-17 Revoluta S, Jiwa Merdeka
19-23 Tulisan Aidil Usman
25-28 Tulisan William Robert
29-34 Tulisan Eko Banding
37-39 Persiapan
40-54 Proses 3 hari melukis
55-100 Proses Instalasi Karya
101-116 Komentar Fadli Zon
117 Komentar Rahayu Djojohadikusumo
118 Tulisan Kompas (Nawa Tunggal)
119-121 Tulisan Media Indonesia (Galih Agus Saputro)
123-125 Acara pembukaan pameran
127-144 Display karya
145-154 Foto-foto kebersamaan
155-156 Foto bersama
157-158 Statement Revoluta S
159-160 Tulisan Pak Tua dan Ucapan Terima kasih
161-162 Poster Jiwa Merdeka
163-164 Komentar teman-teman
165-166 Cover merah
167-168
7
Buku ini saya persembahkan untuk
kedua orang tua saya dan kedua Cantik saya
Ravenalla Izdihar dan Renda Luneta.
8
Melukis
harus melepas jiwa
dengan cara
memerdekakannya ,
dalam arti
mengendalikan
dan menguasai perasaan
untuk memelihara sekaligus
menghidupkan rasa
dalam menuangkan
abstraksi pemikiran
Tanpa ketakutan-ketakutan,
keragu-raguan,
atau over confidence.
Melukis
hanya dilakukan untuk
melukis itu sendiri.
Bukan karena
keinginan/
sesuatu diluar dirinya
Jiwa merdeka yang berbicara.
Semua yang dilakukan
adalah ekspresi kemerdekaan
jiwa yang jujur.Memiliki
sikap untuk tegak
tanpa merendahkan,
dan merunduk dengan
kedaulatan diri yang mumpuni.
Mampu menemukan
cahaya dalam gelap,
bahagia dalam sengsara
dengan memerdekakan jiwa
untuk menciptakan segalanya.
Revoluta S
9
10
PROLOG
Museum Nasional Indonesia merupakan ikon sejarah yang teruji oleh
peradaban dan kurun jaman. Ia sebagai tonggak yang menaungi segenap
jejak budaya Nusantara. Museum Nasional menurut hemat saya tepat
jika dijadikan pilihan, dimana Revoluta menggelar karya masterpiecenya.
Dari momentum ini, Revoluta telah mencatatkan dirinya sebagai bagian
integral pengkayaan nilai historik dan sekaligus estetik di
Nusantara.
Jiwa Merdeka Revoluta ini sebuah “kegilaan” yang sangat sublim, dari
individu yang berhasil menaklukkan segala kemustahilan menjadi tidak
mustahil. Segala keraguan menjadi tidak ragu. Yang menaklukkan segala
ketakutan akan keterbatasan gender, menjadi suatu keberanian
mendobrak keterbatasan gender. Revoluta dalam “kegilaannya” ini,
memasuki candradimuka revolusi kreatifitas.
Di kancah ini, Revoluta menemukan kulminasi kebebasannya. Revoluta
berkelebat seperti ribuan anak panah menembus tepat dijantung
musuh besarnya. Musuh besarnya yang selama ini selalu membayang
- bayangi dirinya. Yang selalu mengejek dan mentertawakannya. Yang
selama ini bahkan berada dan ikut mengalir didalam nadi darahnya.
Sri Warso Wahono
Jakarta, April 2021.
11
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Terselenggaranya pameran bertajuk Jiwa Merdeka di Museum Nasional
Indonesia pada tanggal 12 sampai dengan 17 April 2021, yang
digelar oleh perupa Revoluta S pada masa pandemi, bagi
saya, merupakan pameran yang patut saya dukung. Setelah saya
menyaksikan karya yang digelar, sungguh saya merasa bangga dan
kagum pada karya karya yang disajikan. Terutama karya lukis Revoluta
yang dieksekusi secara langsung di Museum Nasional Indonesia dengan
judul Harkat.
Karya spektakuler dengan ukuran 4 X 20 meter tersebut sangat
menghipnotis. Sebuah lukisan abstrak dengan warna dan g aris
yang tercipta, melahirkan estetika yang luar biasa. Saya tidak bisa
membayangkan bagaimana cara Revoluta mengerjakannya. Akan tetapi
saya bisa melihat kepercayaan diri Revoluta pada karya tersebut. Saya
melihat jiwa dan kemerdekaan yang tercurah dari seorang Revoluta.
Menurut saya, pameran Jiwa Merdeka ini pantas menjadi catatan
bagi sejarah seni rupa Indonesia. Seorang pelukis wanita,
mengeksekusi secara langsung ditempat pameran, di Museum
Nasional Indonesia dengan ukuran spektakuler dan hasil yang sangat
mengagumkan.
Saya secara pribadi, merasa bangga karena berkesempatan
mendukung sebuah perhelatan seni rupa yang fenomenal di
Indonesia. Revoluta telah membuat sejarahnya sendiri.
Saya ucapkan selamat untuk Revoluta, terus maju dengan karya karya
selanjutnya. Teruslah berjuang untuk Seni rupa Indonesia.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Inarno Djajadi
Direktur Bursa Efek Indonesia
12
13
REVOLUTA DAN JIWA MERDEKA
Pameran Tunggal karya Revoluta S dengan tema “ Jiwa Merdeka “ diselenggarakan
di Ruang Pameran Temporer Museum Nasional Indonesia, pada tanggal 12
sampai 17 April 2021, yang dibuka oleh bapak Inarno Djajadi sebagai Direktur
Utama Bursa Efek Indonesia. Dalam rangkaian kegiatan pameran, Revoluta S
membuat lukisan abstrak pada kanvas ukuran 4 x 20 meter ditaman Sanken
pada tanggal 9 sampai dengan 11 April 2021.
Pameran Tunggal Revoluta S “Jiwa Merdeka” merupakan pameran yang menarik
bagi masyarakat, khususnya bagi pecinta seni. Dalam lukisannya
menggambarkan simbol perlawanan terhadap situasi saat ini akibat dari
pandemi. Karya lain yang dipamerkan adalah lukisan dengan judul Terbelenggu.
Seni lukis adalah karya seni dua dimensi yang dibuat berdasarkan ekspresi jiwa
manusia dan perasaan untuk komunikasi, serta bisa dinikmati melalui alat indra
penglihatan dan peraba. Revoluta sebagai salah satu pelukis perempuan di
Indonesia yang mengkomunikasikan kondisi saat pandemi, dimana masyarakat
harus membatasi kegiatannya dalam bentuk lukisan yang memuat nilai - nilai
kehidupan dalam bentuk guratan-guratan kuas dan warna, dengan penuh makna
sehingga penikmat seni bisa ikut menikmati dan merasakan.
Museum Nasional Indonesia sangat bangga dipercaya untuk penyelenggaraan
pameran dari Revoluta S. Terima kasih atas kerjasama yang baik antara
Museum Nasional Indonesia dengan pelukis Revoluta S, semoga kerja sama ini dapat
berkesinambungan dengan karya-karya lain yang dapat menginspirasi masyarakat
banyak.
Terima kasih.
Dra. Sri Hartini, M.Si
Plt. Kepala Museum Nasional
14
KATA SAMBUTAN
Oleh : Karya Indah
15
KATA SAMBUTAN
Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam sejahterah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
rahmat dan hidayahNya untuk kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan kekuatan dan ketekunan dalam mengemban amanah yang
sangat mulia, yakni mewadahi dan mengakomodir seniman yang akan
menggelar pameran tunggal lukisan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
Perlu saya sampaikan bahwa Perkumpulan Seniman Nasional Indonesia
(PESONA) didirikan dan dibentuk memang untuk mendukung para
seniman Indonesia, untuk dapat menampilkan karya-karya terbaiknya
untuk lebih dikenal, diapresiasi dan dihargai oleh khalayak umum. Pesona
berusaha menciptakan ruang - ruang baru untuk para seniman agar tetap
terus berkarya dan eksis demi memajukan seni rupa di Indonesia.
Dalam keadaan pandemi ini salah satu pelukis wanita Indonesia kelahiran
Jakarta, yang punya jam terbang cukup, memiliki pengalaman ditingkat
Nasional dan Internasional, sudah menggelar pameran tunggalnya yang
bertajuk “Jiwa Merdeka” di Museum Nasional Indonesia, yang berlangsung
tanggal 12 -17 April 2021, dengan ukuran lukisan 4 x 20 meter, akrilik diatas
kanvas. Lukisan tersebut dikerjakan dalam 3 hari mulai tanggal 9-11 April 2021,
judul karya lukis tersebut “ Harkat “.
Saya mengucapkan banyak terima kasih, pameran Revoluta S dibuka dan
diresmikan oleh Bapak Inarno Djajadi seorang pecinta seni dan juga Direktur
Bursa Efek Indonesia.
Penghargaan serta terima kasih juga untuk Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, Museum Nasional Indonesia yang memberikan kepercayaan
penuh untuk kesekiankalinya kepada Pesona sehingga pameran dapat sukses
terlaksana. Saya berterima kasih kepada jejaring budaya BOSEN2020, CIKINI
ART STAGE, para sponsor, serta media masa cetak maupun elektronik.
Semoga dengan suksesnya pameran tunggal “Jiwa Merdeka” ini, dapat
menularkan virus kreatif yang positif, yakni semangat untuk terus eksis
berkarya juga dapat menggelar pameran -pameran berikutnya, walaupun dalam
keadaan pandemi. Semoga pandemi Covid 19 cepat berlalu, dan seni rupa
khususnya seni lukis terus bergerak serta berkembang maju.
16
Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan semangat dan kekuatan bagi
potensi potensi anak bangsa untuk dapat terus berkarya dan terus berekspresi
melalui seni dalam mewujudkan, serta memajukan seni rupa Indonesia
ditingkat Nasional maupun Internasional, sehingga diharapkan dapat
mengangkat perekonomian para seniman diseluruh Indonesia. Mari kita
berharap pandemi Covid 19 ini cepat berlalu, perekonomian cepat pulih dan
bangkit untuk mensejahterahkan kita semua. Aamiin.
PESONA mengucapkan selamat berpameran untuk Revoluta S ,
Salam Sukses.
Wasalam mua’laikum warahmahtullahi wabarakatuh .
K.Indah
Perkumpulan Seniman Nasional Indonesia (PESONA)
17
18
JIWA MERDEKA
Oleh : Revoluta S
19
Secara harafiah jika dikaitkan dengan jiwa, merdeka berarti bebas. Tetapi akan
menjadi kompleks jika ditelaah lebih mendalam. Karena membicarakan jiwa akan
menyangkut rasa dan perasaan dan tentu saja akal yang hanya dimiliki manusia.
Sudah kodrat manusia menjadi bagian dari alam semesta, yang terus bergerak dalam
ketetapan yang mutlak. Perkembangan pemikiran manusia, sangat menentukan
gerak perubahan alam sesuai kebutuhan jaman.Pada perubahan-perubahan yang
terjadi secara evolutif lahirlah kebudayaan. Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
sangat menentukan pergerakan alam semesta juga sebaliknya, alam menentukan
kebudayaan yang dilahirkan. Sebuah paradoks peristiwa. Tetapi tidak terelakan. Alam
semesta dan kebudayaan dalam ketetapannya terus bergerak dalam perubahan yang
mutlak dan pasti.
Kebudayaan merupakan ekspresi manusia untuk tetap survive dalam kehidupan yang
terus bergulir kedepan dan manusia harus menemukan cara untuk memenuhi hajat
hidupnya. Cara manusia untuk bertahan dan menjawab tantangan hidupnya inilah,
yang kemudian disebut seni dan diklasifikasikan sebagai kerja budaya. Dalam
konteks jiwa merdeka, kerja budaya /seni merupakan bentuk paling murni dari
tindakan tanpa ekspektasi. Seni adalah aliran positif-potensial melalui tangan
manusia. Datang dari dasar jiwa manusia paling dalam, yang tidak dapat diakses oleh
dunia yang rasional sekaligus irasional. Manusia menemukan rasa ekspresi yang
tidak bisa dijelaskan kecuali - kemudian melalui teks-teks konvensional.
Ekspresi yang berada diluar batas kata, yang tidak pernah bisa didefinisikan dengan
penjelasan dan tidak akan bisa dipahami melalui akal. Ketidakjelasan dan
ketidakakuratan adalah kekuatan kehidupan seni.
Jiwa merdeka meletakkan seni berada diluar akal, melampaui semua bentuk
rasionalisme radikal, melampaui semua keyakinan pikiran yang lahir dalam
kenyamanan, keamanan, bahkan ketakutan dan kegamangan. Dimana sering-kali
penalaran gagal untuk memberi pertimbangan yang berkeadilan terhadap ekspresi
jiwa. Pada titik ini dimulai wilayah seni yang belum terpetakan. Jiwa yang berangkat
bergerak menggunakan rasa dan perasaan untuk mengejawantah ekspresinya.
20
Dalam pandangan saya sebagai manusia, semesta punya kepastiannya sendiri,
bergerak dalam ketetapan yang mutlak. Dan itu berarti saya-sebagai perupa ikut
berperan dalam perubahan alam yang terjadi. Setiap emosi,setiap kalimat,setiap
tindakan manusia bisa menjadi bentuk seni dan tidak selalu terkait pandangan
stereotipe manusia. Bisa datang dalam bentuk kalimat, dalam bentuk
sapuan kuas pada kanvas, bisa dalam bentuk potret hidup sehari hari, atau petikan
senar gitar. Pada konteks merdeka, seni merupakan murni jiwa yang mengemban
pasti alam. Tanpa deskripsi kata-kata,terus mengalir dengan kewajarannya sendiri,
berdasarkan pada pernak-pernik tanpa syarat, ia hanya hasrat murni yang bersifat
individual.
Namun sebagai “penanda” bahwa sebuah kebaruan yang lahir karena proses
dialektika, seni butuh didefinisikan dengan kata-kata. Bahwa pada seni
yang notabene berangkat dari kemerdekaan jiwa, tetap tidak lepas dari
kerja akal. Kata-kata menguatkan dan membentuk bentuk seni yang paling
meremajakan ( fresh graduate ) sekaligus membebaskannya dari ruang peradaban
dan kurun waktu.
Melalui jiwa dan pemikiran, manusia merubah alam lingkungan dimana ia
bertempat tinggal sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya secara personal
maupun komunal. Meski pada dasarnya kehidupan - yang merdeka - tidak
terpengaruh laku manusia. Tetapi sebagai bagian dari alam, sudah seharusnya
manusia dapat menyelaraskan jiwanya dengan memerdekakan dirinya. Dalam
arti harus mampu berdaulat penuh atas pemikiran dan jiwanya dengan kepastian-
kepastian yang ditentukan dan ditemukannya sendiri. Seni sebagai hasil
kerja budaya, merupakan ranah kedaulatan manusia. Karenanya seorang seni-
man harus mampu berdaulat atas hidupnya dengan memerdekakan jiwa, agar lahir
karya yang utuh, tanpa terbelenggu dengan kesepakatan-kesepakatan yang
sudah menjadi konvensi dalam kehidupan sosial. Karena seniman-salah satunya
perupa- tidak bisa lepas dari hasil kerja akal manusia yang sudah
menjadi kesepakatan sosial untuk mengatur kehidupan manusia ( kebudayaan ).
Kesadaran akan jiwa merdeka harus tetap di jaga dengan cara memerdekakan rasa
dan perasaan. ( Rasa adalah segala sesuatu yang ada secara murni dalam diri, dan
perasaan adalah semua akibat yang ditimbulkan oleh sebab terjadinya interaksi
dalam kehidupan ).
Melukis harus melepas jiwa dengan dengan cara memerdekakannya ,dalam
arti mengendalikan dan menguasai perasaan untuk memelihara sekaligus
menghidupkan rasa dalam menuangkan abstraksi pemikiran yang imajener
kekanvas. Kepekaan jiwa dan kesadaran pikiran menjadi dasar dalam kerja
kreatif. Rasa menjadi kesadaran inner untuk mendaulat diri dalam
mewujudkan keniscayaan, dan perasaan merupakan ( akibat ) kepastian-kepastian
yang lahir dari ketenangan berfikir tanpa henti yang juga harus ditemukan atas
nama kedaulatan.
21
Dengan begitu seorang perupa akan berdiri tegak dan utuh sebagai dirinya didepan
kanvas, menguasai media secara total dan melahirkan karya dengan jiwa merdeka.
Lepas, ikhlas untuk semua yang sudah dilakukannya, tenang, teguh, berani
menghadapi setiap persoalan, dengan keyakinan diri penuh integritas dan kejujuran,
serta pasrah tanpa syarat pada apa yang akan terjadi. Tanpa ketakutan-ketakutan,
keragu-raguan, atau over confidence. Melukis hanya dilakukan untuk melukis itu
sendiri. Bukan karena keinginan/ sesuatu diluar dirinya.
Seorang seniman harus hidup absolut atas kehendaknya. Jika tidak, maka karya yang
dilahirkan hanya merupakan pengulangan - pengulangan jenuh dan membingungkan
bagi dirinya sendiri. Tanpa kemerdekaan seniman tidak akan memberi jiwa pada
karyanya. Melukis-menurut saya-tidak untuk memuaskan siapapun dan tidak
untuk menunjukkan kediriannya ( melampaui ) pada siapapun dan apapun. Tanpa
kecuali. Merdeka mengeksekusi karya kapanpun, dimanapun, bagaimanapun,
tanpa batas menembus factisitas dan pertimbangan pengetahuannya sendiri
( berdialektika ), dan bersuka cita menerobos kenyataan hidup yang irasional.
Jika seorang seniman mampu “merebut” kemerdekaannya, maka manifestasi
estetika pengalaman psikis yang merupakan kepribadian terdalam akan
terimplikasi dan dapat dirasakan oleh audience. Jiwa merdeka yang berbicara. Semua
yang dilakukan adalah ekspresi kemerdekaan jiwa yang jujur. Memiliki sikap untuk
tegak tanpa merendahkan, dan merunduk dengan kedaulatan diri yang
mumpuni. Mampu menemukan cahaya dalam gelap, bahagia dalam sengsara
dengan memerdekakan jiwa untuk menciptakan segalanya. Dengan begitu ia
menemukan esensi kehidupan manusia. Tak ada promosi, tak ada mimesis. Seniman
hanya memberikan semua
kapasitas yang dimiliki sebagai manusia. Pikiran, perasaan, keinginan dapat terkendali
dengan kesadaran penuh untuk berjalan selaras dengan ritme kehidupan masyarakat,
dunia dan alam. Dengan begitu aktifitas artistik yang tervisual merembes kedunia
yang lebih dalam dimana harmoni jiwa dan kosmos tercipta dengan saling
menguatkan dan memiliki hasil/impack yang nyata. Berdaulat dengan proses
artistiknya sendiri, yang diperjuangkan dengan penuh integritas. Tak perlu
menghindari pengalamam pahit/sulit dan ataupun euporia dengan kebahagiaan yang
dirasakan. Selalu hidup dalam kesadaran bahwa semua hanya bagian perjalanan
individu sebagai manusia, maupun mahluk sosial.
22
Ijinkan saya menuliskan saran untuk memerdekakan jiwa:
Jadikan setiap kurun waktu merupakan moment indah yang tidak boleh terlewatkan.
Jangan pernah ingin dimengerti oleh ruang publik sebab seniman sejati tidak
memiliki publik. Sebab publik, ruang terbuka untuk setiap kebaruan. Jangan
berhenti mengenali diri sendiri, tetap tenang untuk mewujudkan hidup yang indah
bersama yang lain dengan mengatakan “ Saya adalah saya, dengan segala
kebahagiaan dan petualangan saya”.
Itu jiwa merdeka yang harus kita rebut.
Salam Jiwa Merdeka
Jakarta 19 maret 2021
23
24
MEMBACA RUANG 4X20 METER
Oleh : Aidil Usman
25
MEMBACA RUANG 4X20 METER
“Membaca Peluang Menaklukkan Ruang Empat Kali Duapuluh”
Di ruang tengah Museum Nasional Indonesia Jalan Merdeka Barat No.12 berdiri
kanvas sangat gigantik dengan ukuran 4 x 20 meter yang disangga oleh lebih
kurang 20 set scaffolding. Juga terlihat 2 set scaffolding dengan roda terpasang
sebagai alat bantu untuk mempermudah si pelukis berkerja pada posisi yang
tidak terjangkau, puluhan cat dengan berbagai warna dan kuas terlihat berada
diatas peti. Itulah gambaran suasana yang terlihat di Jumat pagi tanggal 8 April
2021 tersebut, sebagai persiapan dimulai sesi melukis hari pertama oleh
Revoluta yang akan menuju persiapan jalan karya “Jiwa Merdeka” yang
merupakan tajuk dari pamerannya, yang akan dibuka pada tanggal 12 April 2021
di ruang dalam Museum. Peristiwa pameran ini terasa sangat langka dan unik,
karena perjalanan dari proses penciptaan karya ini dikerjakan beberapa hari
menjelang pameran. Dengan ukuran yang sangat besar itu dituntaskan hanya
selama 3 hari selama durasi waktu 36 jam kerja yang disediakan pihak Museum,
namun pada prakteknya karya tersebut mampu dieksekusi efektif kurang lebih
16 jam. Tentu saja ini sebuah persiapan karya yang sangat menantang dan
pertaruhan artistik yang bukan main- main bagi Revoluta. Keberanian
mengambil keputusan melukis di kanvas besar ini diperlukan energi besar dan
nyali yang besar tentunya.
Kita sedang dilihatkan pada sebuah pengumulan emosi, dimana tangannya yang
memegang kuas dengan ukuran besar itu, tak henti berkelebat dengan emosi
yang terukur mendedahkan warna biru tua disebidang kanvas yang sangat besar
sekali. Berada di ketinggian scafoulding 210 cm tak membuat dia gamang
saat melukis, Revo seperti menari-nari dengan kuas ditangannya tanpa henti,
menguat dan melemah pada bagian tertentu, menekan pada bagian lainnya, dan
begitu seterusnya. Warna biru menjadi bagian yang sangat dominan pada bidang
kanvas besar itu. Seperti sedang melihatkan sebuah wahana petarungan emosi
dan dialetika personalnya dari perasaan yang tersimpan begitu lama.
Mungkin juga sebagai cara untuk menyatakan kedirian si perupa dalam
mengelola emosinya dihadapan orang yang berlalu lalang mengamatinya saat
ia melukis.Waktu terus saja berjalan, persis sama dengan jalan warna dari kuas
yang selalu menempel pada canvas yang berdiri tegak itu. Saat tertentu
dia berdiri sejenak, untuk meminta scaffolding didorong untuk pindah ke bidang
lain. Dia mulai menari lagi dengan kuas tak henti-hentinya, seperti membumikan
pikiran dan jiwanya pada kanvas tersebut sampai tuntas serta pilihan warna yang
bernas.
26
Disini sangat terasa sekali Revoluta seperti memartabatkan harkat dirinya
lewat dimensi kesenirupaan yang personal lewat jalan menjaga intensitas dalam
mewujudkan lahirnya karya baru secara spektakuler dalam waktu yang sangat
cepat menuntaskannya.
Sejatinya perempuan, ia merupakan simbol ketangguhan atas sebuah energi yang
besar dalam melakukan penaklukan ruang pada kanvas besar kehidupan.
Mempersiapkan proses eksekusi bertumbuh karyanya. Revo berkerja dengan
kalkulasi intuitif untuk menuntaskan lukisannya secara tangkas dengan
ketepatan yang paripurna. Ruang dan waktu menyatu dalam pertalian emosi dan
obsesi penaklukan bidang kanvas yang bisa dikatakan, sangat jarang dilakukan
oleh perupa perempuan dimanapun.
Nir rupa yang sarat makna (abstrak) itu merupakan manifestasi dari perasaan
pelukis Revoluta, yang memberi penekanan pada simbolisasi warna warni yang
saling berkejaran dan menari-nari dibidang kanvas yang gigantik itu. Ia seperti
bersuara merayakan kelantangan sikap merdeka pada karyanya. Kita seperti
melihat, tak ada ketakutan, tak ada keraguan, tak ada kesedihan, tak ada
kemarahan yang terbaca. Ekspresinya tampak mengungkapkan perasaan
duka cita dalam menemukan spirit kekinian ditenggah bencana yang
melanda dunia lewat wabah pandemi, hampir satu tahun lebih berjalan ini.
Situasi sulit ini ia hadapi dengan kebesaran hati dan jiwa, untuk menemukan
kemerdekaan dalam berkarya baginya. Dengan jalan inilah semua persoalan akan
bisa terjawab, tanpa harus berdiam diri dan menjauh dari tegangan yang
mendegradasi persoalan keseharian yang selalu menegangkan untuk dihadapi.
4 x 20 meter meregang waktu dalam menyiapkan karya selama 3 hari
menjelang pameran, dengan skala yang sangat besar merupakan sebuah
perjudian atas waktu. Apakah karya itu akan berhasil dituntaskan dan layak
dipamerkan? Inilah sebuah keberanian yang dilakukan oleh Revoluta S, yang
biasa dipangil Revo. Karya ini dikerjakan langsung di salah satu ruang
Museum Nasional Indonesia. Proses jalan dan penciptaan karya ini juga bisa
diamati langsung oleh para pengunjung Museum. Gaya abstrak yang merupakan
kecendrungan dari karya Revo, seperti sangat bebas berselancar diatas bidang
kanvas besar dengan kuasnya. Seperti tak ada keraguan tergambar, semua larut
dalam duka cita melarungkan segala yang gelap dari peristiwa yang dihadapkan
dunia saat ini oleh pandemi. Inilah wujud manifestasi seni yang diusung oleh Rev-
oluta sebagai pelukis, lewat tajuk “Jiwa Merdeka” dalam berkarya. Ada nilai dan
keberanian untuk menjawab segala persoalan yang kita hadapi, tanpa harus
berdiam diri dan kehilangan orientasi akan daya hidup. Oleh sebab itu,
dibutuhkan sebuah kebesaran hati dan keberanian untuk menaklukan
ruang besar dengan segala konsekwensi dalam berkarya. Sangat terasa sekali
bagaimana karya dari Revoluta ini memberi resonansi kehadiran energinya dalam
menyelasaikan karya ini.
27
Revo dalam karya ini. Nir ekspektasi atau pertimbangan moral sosial yang
ditempelkan pada kerja estetik. Lepas dari kepentingan apapun diluar makna
kerja itu sendiri. Episode Harkat saya eksekusi dengan kesadaran penuh pergulan
rasa sebagai perempuan untuk merajut serpihan jiwa tercecer dalam sepengalan
jalan hidup saya untuk menghirup syukur yang diberikan Sang Maha Segalanya,
imbuh Revo secara tegas dan percaya diri.
Sebagai teman yang mengikuti dan mendampingi secara intern persiapan
pameran ini, saya mengucapkan salut atas energi dan kepercayaan diri
menaklukan kanvas besar tersebut. Semua itu terjadi karena kebesaran dari
“Jiwa Merdeka “ Revoluta dalam mengimplementasikan obsesesi artistiknya
ditengah pandemi, untuk tetap berkerja dan berkarya tanpa harus kalah dengan
situasi yang melanda belahan dunia saat ini. Merdekakanlah jiwa semerdekanya
untuk menempati nilai dan estetika atas segala yang bernama seni hari ini.
Selamat berpameran!
Selamat merayakan kerjernihan jiwa lewat jalan karya seterusnya dan seterusn-
ya, Revo!
Bravo!!!
Aidil Usman
Founder Cikini Art Stage
Ketua Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta
28
TANGGUH MENGEKSEKUSI DENGAN
MEMERDEKAKAN JIWA
Oleh : William Robert
29
TANGGUH MENGEKSEKUSI DENGAN MEMERDEKAKAN JIWA
Menelaah dan mengapresiasi kiprah Revoluta dalam seni rupa hari ini, tentu ada
baiknya kita mencoba membaca semua sejarah dari perjalanan awal saat ia
menetapkan seni lukis sebagai pilihan hidup. Berbagai alasan kuat, serta
pengalaman nyata secara alami telah menghantarnya dengan mantap pada
sebuah sikap pilihan yang memiliki berbagai konsekwensi logis apapun itu
nantinya. Alasan-alasan yang sangat empirik ini kelak mengkristal menjadi
sebuah energi besar, yang senantiasa mendorongnya tetap setia, bahkan
bertanggung jawab penuh secara profesional pada pilihan tersebut, dengan
terus melahirkan karya sebagai sebuah manifestasi. Setiap langkah dalam
fase-fase berkarya juga dinamika kehidupan Revo otomatis menjadi bagian utuh
seluruh perjalanan berkeseniannya dengan sepenuh jiwa hingga kini. Saya
berusaha mendalami beberapa hal terkait perjalanannnya sebagai
pelukis melalui berbagai proses, sejak mengenalnya beberapa tahun lalu.
Juga melalui percakapan sesama pelaku seni diberbagai kesempatan, saat
menyaksikan pameran, juga momen lainnya. Dari berbagai dialog, serta
intensnya pertemuan kami beberapa waktu terakhir inilah, saya semakin
melihat dan memahami dengan jelas benang merah semua kiprah Revo dalam
dalam dunia seni rupa, yang boleh dikatakan makin menunjukkan totalitas yang
tidak perlu diragukan lagi.
Melihat semua catatan, jejak dan langkah progresifnya dari waktu ke waktu
seorang Revo, mau tidak mau pada akhirnya kita masuk merujuk kepada
konstelasi seni rupa di Jakarta, dan tentu bermuara pada seni rupa Indonesia
nantinya. Mulukkah itu? Bagi saya itu sebuah keniscayaan saja. Revo menegaskan
ia telah berkarya selama kurang lebih 25 tahun. Rangkaian persisnya kapan dia
mulai, bagaimana ia belajar seni lukis tetaplah harus dibaca utuh, meskipun
bila dimaknai seni lukis itu sebagai pilihan jalan hidup yang kadang dianggap juga
sebagai takdir. Artinya setiap fase perjalanan berkarya Revo merupakan
kepingan puzzle yang pada akhirnya akan terangkai menyempurnakan takdir
tersebut. Bisa jadi makin sulit disangkal bahwa ia menjadi perupa ( pelukis )
memang sudah garis tangan. Apalagi terbukti ia bertanggung jawab sepenuh jiwa
melakoni pilihan tersebut dengan kesungguhan yang sudah teruji lebih dari dua
dekade. Sebagai pelaku seni ia makin menunjukkan ketangguhan wanita luar
biasa “bertarung “ penuh dedikasi di rimba seni rupa yang terus berkembang ini,
tanpa pernah mengabaikan peran serta tanggung jawab kodrati sebagai Ibu yang
menaungi anak-anaknya terkasih.
30
Hal ini terkadang perlu sedikit disinggung juga, mengingat tanpa sadari, kita
sering kali naif bila melihat wanita atau ibu-ibu melukis selalu dikaitkan sebagai
sebuah profesi sampingan, sunday painter disebutnya. Di kota-kota besar sejak
dulu banyak hadir fenomena seperti itu, meski ada beberapa dari mereka
akhirnya serius mendalami seni lukis bukan hanya sebagai kegiatan mengisi
waktu luang semata. Pada kenyataanya Revo memang jelas dan pasti bukan lahir
dari fenomena seperti itu. Ya publik seni rupa mengakui Revo berbeda! Ia
berkarya sebagai pelukis sejati, petarung handal yang berbekal bukan hanya
tekad semata, tapi pilihan hidup yang dipertaruhkan dan didasari panggilan
jiwa untuk menuntaskan apa yang saya sebut sebagai takdir itu. Tuhan
menganugrahinya bakat, semesta senantiasa mendukung hampir semua
langkahnya dalam berkesenian. Hingga ia terus meraih berbagai pencapaian
berarti.
Akan sangat mundur terbelakang juga bila seni rupa hari ini dibaca
terlalu sederhana berdasarkan atau dikaitkan dengan gender. Itu pemahaman
yang sangat tertinggal jauh tentu. Namun terkadang seringkali tetap ada sisi
menarik dan bahkan berbagai kejutan yang justru memperjelas kekuatan para
perupa wanita. Faktanya kekaguman terhadap perupa wanita seringkali malah
jauh menggetarkan dari segala kesalahan cara kita menilai, yang kerap
memandang seolah perupa wanita banyak memilih seni lukis sebagai sebuah
kegiatan biasa saja. Di Jakartapun sempat banyak wanita melukis yang sekedar
hobi, membuang waktu dengan santai menggambar hal - hal ringan
menyenangkan hati. Melukis bunga hingga hari ini, meski tentu tidak ada
salahnya dan bagus-bagus saja mengikuti semua titah guru-guru lukis mereka.
Hal ini punya cerita serta audiens tersendiri juga t entunya. Diantara
fenomena seperti ini, jelas kehadiran Revo dalam konteks sebagai perupa wanita
justru menjadi cukup menarik dan kuat. Karena ia ternyata terbilang sangat
perkasa berkarya, bertarung secara utuh di tengah berbagai pemahaman yang
sering didominasi para perupa pria. Dalam kebebasan dan kemerdekaan jiwa,
seorang Revo telah menciptakan ratusan lukisan dengan kecenderungan gaya
abstrak selama lebih dari dua dekade ini. Ia berusaha hadir maksimal
dalam kancah seni rupa dengan menciptakan karya-karya terbaiknya yang lahir
dari berbagai proses kerja kreatif serta olah rasa yang selalu ia jaga dan
tingkatkan mutu serta kedalamannya dari waktu ke waktu.
Dalam sejarahnya Indonesia memiliki Emiria Sunassa, Kartika Afandi,
Umi Dahlan, Rita Widagdo, Nunung WS, Siti Adiyati, Lucia Hartini, Hening
Purnamawati, Heyi Ma’mun, D ollorosa Sinaga, Yanuar Ernawati, Dian
Anggraeni, Kadek Murniasih, Arahmaiani, Astari Rasjid, Yani Mariani, Mella
Jarsma, Melati Suryodarmo, Ay Tjoe Christine dan beberapa nama perupa
wanita yang telah terukir mentereng di peta seni rupa Indonesia. Kekhasan karya
serta reputasi hingga pemikiran mereka telah memberikan kontribusi nyata
dalam catatan seni rupa negara ini.
31
Dan tentu di Jakarta hari ini kita harus menyebut beberapa perupa wanita yang
cukup kuat, sebut saja Afriani, Indah Arsyad, Indyra, Josephine Linggar,
Rotua Magdalena, Lenny Ratnasari Weichert, Ika Vantiani, Natisa Jones dan
lain-lain. Kehadiran Revo dengan karyanya tentu memiliki kekhasan dan
warna tersendiri diantara nama-nama ini. Mereka semua ini perupa wanita
berkualitas dan punya reputasi, yang sejauh ini masih terus konsisten
menghadirkan karya-karya terbaik melalui berbagai eksplorasi tema maupun
media.
Dari jalan panjang berkesenian Revoluta ini, bisa juga kita mulai melihat
kemana atau pencapaian seperti apa lagi sebenarnya yang akan dituju Revo
dengan seni lukisnya dimasa akan datang? Apa yang ingin diraih atau dicapai
bahkan akan ditaklukannya nanti ? Obsesi apa yang belum ada dalam genggaman
tangannya melalui semua kiprah maupun gebrakan yang ia tampilkan? Meskipun
dalam tulisannya tentang Jiwa Merdeka, ia menegaskan,” Melukis menurut saya
tidak untuk memuaskan siapapun dan tidak untuk menunjukkan kediriannya
( melampaui ) pada siapapun dan apapun. Tanpa kecuali. Merdeka
mengeksekusi karya kapanpun, dimanapun, bagaimanapun, tanpa batas….”. Dari
pernyataan ini sebaiknya secara utuh harus dipahami sebagai bagian dari
orientasi dan kredo berkesenian seorang Revoluta. Terutama setelah
ia menggelar pameran tunggal “ Jiwa Merdeka “ di Museum Nasional
Indonesia tersebut misalnya. Sangat jelas seorang Revo tidak mau
tanggung dalam menuntaskan aktualisasi dirinya. Ia ciptakan sebuah karya yang
gigantik, sangat fenomenal, karena ia mengerahkan semua kemampauan
terbaiknya, berekspresi dengan totalitas tinggi, sehingga akhirnya mampu
manghasilkan sebuah karya yang boleh dibilang spektakuler.
Apalagi karya ini hadir disaat kita semua mengalami masa yang sangat sulit
karena pandemi. Kanvas 4 x 20 meter ia eksekusi dengan sangat maksimal selama
tiga hari, dengan total waktu berkarya selama kurang lebih 16 jam. Karya yang
diakui oleh beberapa kalangan sebagai sebuah masterpiecenya Revo ini akhirnya
tentu memiliki banyak dimensi lain, diluar soal seni rupanya saja. Karya ini hadir
menjadi inspirasi luar biasa bagi publik. Dengan berbagai pendekatan
masing-masing mereka merespon dan mengapresiasinya secara mendalam. Daya
pesona karya lukis berukuran raksasa tersebut sangat menggugah siapa saja yang
melihatnya. Terpancar jelas rasa optimis yang luar biasa dari sang kreatornya.
Hingga pada titik ini dalam catatan saya jelas Revo menegaskan bahwa ia
“tangguh” menghadapi berbagai tantangan, tentu merujuk ke barbagai war-
na persoalan perjalanan hidupnya. Relasi kuat antara narasi dengan hasil
eksekusi kanvas berukuran besar tersebut, sangat memperlihatkan
ketangguhan serta sikap hidup berkesenian wanita berdarah Minang ini. Dengan
karya berjudul “Harkat” tersebut, jelas Revo menunjukkan siapa dirinya. Ia
perupa yang sesungguhnya tak akan pernah setengah hati atau main-main
dengan segala sesuatu mengenai karyanya.
32
Ia sangat bersungguh-sungguh dengan filosofi kerja “ bernyata-nyata saja”.
Dimasa yang masih belum pulih total saat ini, Revo terus mempersiapkan
karya-karya mutakhirnya. Tak ingin terlena dan terlalu lama berpuas diri setelah
pameran tunggalnya yang besar itu, Revo kini fokus memandang masa depan
hanya dengan sikap dan kekaryaan saja. Waktu begitu sangat berharga, dan tak
ingin ia sia-siakan dengan hal yang tidak produktif. Ketangguhannya selama ini
memang jadi energi tak pernah henti membuat ia terus bergerak, memunculkan
ide serta narasi-narasi baru untuk karyanya. Saya kira mungkin ada saatnya
Revo harus mencoba memproyeksikan pameran-pameran karyanya di berbagai
kantong kesenian di kota-kota lain, semisal Yogyakarta, Bandung, dan lain-lain.
Salah satu fakta sangat unik dalam keluarga Revo adalah sang ayah menghadirkan
“ sekolah seni rupa “ di rumah mereka. Seluruh anggota keluarga yang
berjumlah delapan orang itu dikenalkan serta diajarkan mengenai seni rupa.
Metode pendidikan seni rupa ala sang ayah tersebut menjadi wajib pula
ternyata. Meskipun pada akhirnya tidak semua anggota keluarga Lahir dan besar
serta hidup dalam ruang lingkup seni rupa, akhirnya saya bisa katakan menjadi
satu keuntungan tersendiri bagi wanita yang memiliki pendirian kuat ini. Yang
belum terlalu kenal dengan pribadinya, terkadang mungkin ketika melihat
sosoknya ada kesan ia orang yang keras saat mengemukakan pendapat. Disisi
lain ia pasti memiliki kelembutan yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang
sangat paham dengan karakter Revo. Ia hitam putih saja, tidak abu-abu. Ia
senantiasa membuka diri seluasnya untuk berdialog atau berdiskusi soal
karyanya, juga hal lain secara sportif dan objektif, karena semua itu sangat ia
pahami sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang memang tidak harus
dihindari.
Ayahanda Revoluta adalah Syafri, seorang seniman yang belajar di ASRI
Yogyakarta, juga anggota SIM atau Seniman Indonesia Muda yang dipimpin
S.Soedjojono. Ayahnya seangkatan dengan Amrus Natalsya, Marah Djibal,
Widodo dan lain-lain. Salah satu fakta sangat unik dalam keluarga Revo
adalah sang ayah menghadirkan “ sekolah seni rupa “ di rumah mereka.
Seluruh anggota keluarga yang berjumlah delapan orang itu dikenalkan
serta diajarkan mengenai seni rupa. Metode pendidikan seni rupa ala sang
ayah tersebut menjadi wajib pula ternyata. Meskipun pada akhirnya tidak
semua anggota keluarga Pak Syafri mengikuti jejaknya menjadi pelukis. Paling
tidak Pak Syafri telah memberi contoh kongkrit, bahwa hingga akhir hayatnya
beliau tak pernah gentar sekalipun, dan bahkan mungkin sangat bangga
menjadikan seni lukis sebagai jalan hidup. Dengan karyanya sang ayah
telah berusaha maksimal membesarkan seluruh anggota keluarga. Melihat
berbagai kisah dalam keluarga seniman ini, semoga tidak berlebihan bila
saya meminjam sebuah istilah yang sangat populer hingga kini, yaitu “Like
father like daughter!”.
33
Sebab selain dari pola pendidikan-pengajaran senirupa di rumah tersebut, rasanya
tidak bisa dipungkiri DNA seni sang ayah sangat besar dan kuat ada dalam diri
salah satu putrinya ini. Sang ayah pasti sangat bangga bila hari ini
melihat langsung Revoluta makin memantapkan setiap langkah serta rute
perjalanan sejarahnya. Kelak ingin seperti apa sejarah yang ingin ia legasikan
dalam kehidupan? Saya mencatat dengan yakin, ketangguhan Revoluta
mengeksekusi berbagai narasi, peristiwa kehidupannya dalam karya-karya
nyata kini sudah membuat sesuatu yang sangat berarti mematangkan jiwa dan
sejarah pencapaian keseniannya. Ia akan terus hadir dengan determinasi yang
sangat terukur ditengah pusaran utama geliat seni rupa di Ibu Kota, meskipun
dalam sebuah tulisannya Revoluta senantiasa memberi catatan, ini semua
mengalir saja tanpa ekspektasi yang berlebihan.
Sebagai sahabat saya bangga diijinkan menulis catatan pendek yang semoga
memiliki sedikit arti dalam ruang-ruang apresiasi yang Revo hadirkan. Kiranya
ini dapat melengkapi seluruh catatan empirik saya ketika menjadi saksi seorang
perempuan pemberani yang begitu tangguh mengeksekusi salah satu karya
terbaiknya. Teruslah bergerak dan berarti Revoluta ! Semesta adalah kanvas yang
jauh lebih besar lagi, yang rasanya akan menjadi tambah indah dan dahsyat
dengan tarikan serta jejak demi jejak kuasmu, semburan cat, geliat goresan
ekspresif luapan energimu, yang terus menjelajah setiap sisi, yang telah
mengukir nama, sejarah serta ketangguhanmu mengeksekusi semua karya
dengan memerdekan jiwa!
Jakarta, September 2021
Salam Keren Revo !
William Robert
Perupa, Pegiat Seni, Fonder BOSEN2020
34
Melukis menurut saya tidak untuk memuaskan siapapun dan tidak untuk
35
menunjukkan kediriannya ( melampaui ) pada siapapun dan apapun.
36
“ Pengalaman Eksistensial Revoluta S
Dalam Pameran Tunggalnya Jiwa
Merdeka“
Oleh : Eko Banding
37
“ Membaca Pengalaman Eksistensi Revoluta S Dalam
Pameran Tunggalnya Jiwa Merdeka“
Pameran bertajuk Jiwa Merdeka adalah pengalaman eksistensial seorang
Revoluta S sekaligus merupakan Momentum Artpora. Moment kolektivitas
kerja penciptaan terjadi. Dimana semua kru merasakan keterlibatannya dan
dengan kesadaran penuh tanggung jawab ikut bekerja, serta memberikan
integritasnya pada proses eksekusi. Maka dengan mengucap syukur
alhamdulillah kerja penciptaan berjalan dengan penuh sukacita.
Ruang kerja penciptaan Jiwa Merdeka selama tiga hari, bertransformasi menjadi
ruang sukacita bagi semua yang terlibat. Sungguh membanggakan bisa berada di
dalam prosesnya. Saya dapat merasakan aura positif ruang eksekusi. Semua kru
berintegritas pada tanggung jawab kerjanya. Pada salah satu ruang Museum
Nasional Indonesia peristiwa kerja penciptaan dilakukan Revoluta. Senang
bisa menjadi teman berdiskusinya pada pra-eksekusi. Ikut menyiapkan
material dan mencari solusi untuk kendala yang ada. Dari berdebat soal tema
pameran sampai ikut dalam pertemuan pertemuan dengan pihak museum
dan orang-orang yang memiliki kompetensi di bidangnya. Demi terlaksananya
pameran.
Intensitas berinteraksi dengan Revoluta membuat saya sangat faham apa
yang diinginkan Revoluta untuk mewujudkan pameran tunggalnya. Bukan hal
yang mudah, tetapi saya salut dengan spirit yang ada padanya, dalam
mengambil keputusan. Saya melihat kemandirian untuk mewujudkan mimpinya.
Revoluta tidak kehilangan otentisitasnya. Seorang eksekutor yang lebih memilih
bernyata-nyata. Tegak dengan kemampuannya, benar-benar menjadi individu
yang bebas, tidak berlindung dibalik naungan kelompok atau institusi
manapun dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Ia faham dengan apa dan
bagaimana harus dilakukan. Ia tahu yang dibutuhkan dalam eksekusi. Revoluta
mengambil keputusan-keputusan individual ketika dihadapkan pada pilihan.
Dari berpikir mural pada tembok, ia putuskan jadi tetap melukis pada bidang
kanvas, dari usulan menggunakan cat tembok ia putuskan tetap memakai cat
lukis yang biasa ia gunakan. Karena menurutnya disini dia membuat karya lukis.
Termasuk menunjukkan sikap, bagaimana ia tidak mau diganggu dengan
masukan-masukan secara artistik saat mengeksekusi.
38
Hampir semua hal yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan di lapangan saat
ia mengeksekusi karya ia percayakan pada saya, yang tentu berkoordinasi dengan
tim inti lainnya. Otentisitas Revoluta sangat terasa ketika ia memutuskan
eksekusi dihari kedua dihentikan pukul 7 malam atas permintaannya, karena ia
merasa tidak bisa maksimal bekerja dibawah sinar lampu.
Saya melihat Revoluta tampil sebagai sosok dengan kesejatiannya,
menunjukkan sebagai pribadi yang unggul ketika mengeksekusi karya berjudul
Harkat. Wajar penuh penghayatan dan tidak overconfidence. Hasilnya sangat
mengagumkan saya melihat itu sebagai dialektika sejati antara bidang kanvas dan
dirinya. Semesta mendukung Revoluta dengan memberi kesempatan mengatasi
dirinya untuk bertemu dengan kesejatiannya. Ia benar benar berkarya dengan
penghayatan sebagai suatu pengalaman subyektif . Hingga semua yang tervisual
pada karya berjudul Harkat berdasarkan penghayatan subyektif dirinya.
Revoluta menyerahkan dirinya secara total pada peristiwa, masuk
dalam kesadaran religius bahwa yang ia butuhkan dalam proses penciptaan
Jiwa Merdeka hanya peristiwa. Ia percaya penuh pada peristiwa sehingga
semua menjadi mungkin baginya. Ruang kerja penciptaan selama tiga hari
seperti memberikan semua yang dibutuhkannya. Oleh karena itu ia selalu terlihat
gembira tanpa beban. Selamat Revoluta, kamu sudah menciptakan yang saya
sebut momentum Artpora.
Salut!
Eko Banding H.
39
40
PERSIAPAN
41
42
43
44
45
46
47
Persiapan hanya sebulan … bukan hal yang mudah bagaimana membentang kanvas 4x20 meter.
Caranya seperti apa ?itu saya diskusikan bersama tim sampai akhirnya kita sepakat,supaya mudah
pemasangan dan pemindahan lukisan 4x20 meter kita buat ukuran 145 x 200 cm perpanel dan
menjadi 28 panel di jadikan satu. Kerena itu saya pilih spanram yang bagus, saya putuskan
memakai kayu yang sudah di proses melalui oven. Agar presisi saat kanvas 4 X 20 m dibentangkan.
48
Karya 4 X 20 meter, butuh cat yang tidak sedikit. Teman-teman menyarankan saya memakai
cat tembok kwalitas terbaik. Saya menolak. Jujur saya belum pernah melukis dengan cat
tembok. Saya tidak mau berspekulasi dengan bahan yang tidak saya kuasai. Saya memilih
untuk memakai cat yang biasa saya pakai saat melukis sehari- hari. Saya putuskan pakai
cat acrylic yang biasa saya pakai dalam melukis. 30 kg cat acrylic saya siapkan.
49