BUKU INFORMASI
Modul 05
TINDAK PIDANA KORUPSI
DAN KOMISI
PEMBERANTASAN KORUPSI
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. TUJUAN UMUM 1
B. TUJUAN KHUSUS 1
BAB II. TINDAK PIDANA KORUPSI MATERIIL 7
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Materiil 7
1. Latar Belakang dan Sejarah Tindak Pidana
Korupsi 7
2. Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia 7
a. Delik Korupsi dalam KUHP 7
b. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa
Perang Pusat (Pepperpu) No. Prt/
Peperpu/013/1950 7
c. UU No.24 (PRP) Tahun 1960 tentang Tindak
Pidana Korupsi 8
d. UU No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
tindak Pidana Korupsi 8
e. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme 8
f. UU No.28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme 10
g. UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi 10
h. UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas UU No.31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 10
i. UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 11
j. UU No.7 Tahun 2006 tentang Pengesahan
United Nation Convention Against
Corruption (UNCAC) 2003 12
k. UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi 12
l. PP No. 71 Tahun 2000 tentang Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan
dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi 20
m. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi 21
3. Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 13
a. Manusia (Natuurlijk Persoon) 13
b. Badan Hukum/Korporasi (Rechtspersoon) 14
c. Manusia dan Korporasi Sebagai Subjek Tindak
Pidana Korupsi 14
d. Kriteria Tindak Pidana Korupsi oleh
Korporasi 15
4. Delik Tindak Pidana Korupsi yang Berasal dari
KUHP 15
5. Delik-Delik Tindak Pidana Korupsi 15
6. Delik Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana
Korupsi 51
7. Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana
Korupsi 52
B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Materiil 53
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Materiil 53
BAB III. TINDAK PIDANA KORUPSI FORMIL 54
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Formil 54
1. Sistem Peradilan Pidana dalam Perkara
Tindak Pidana Korupsi 54
2. Proses Penuntutan dalam Tindak Pidana
Korupsi 59
3. Pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2006 Sebagai Ratif kasi dari United Nation
Convention Against Corruption (UNCAC)
dan Implikasinya terhadap Hukum Positif 63
4. Perlindungan Saksi Pelapor dalam Sistem
Peradilan Pidana Tindak Pidana Korupsi 64
B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Formil 67
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Formil 67
BAB IV. KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 68
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Komisi Pemberantasan Korupsi 68
1. Dasar dan Tujuan Pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) 68
2. Ruang Lingkup Tugas dan Wewenang KPK 69
3. Susunan Organisasi KPK 71
4. Hambatan dan Tantangan bagi KPK dalam
Pemberantasan Korupsi di Indonesia 75
D. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Komisi Pemberantasan Korupsi 76
E. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Komisi Pemberantasan Korupsi 76
DAFTAR REFERENSI 77
TENTANG PENULIS 80
DAFTAR ALAT DAN BAHAN 81
BAB I. PENDAHULUAN
A. TUJUAN UMUM
Setelah mempelajari modul ini, peserta latih diharapkan mampu menjelaskan tentang tindak
pidana korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
B. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan tindak pidana korupsi materiil.
2. Menjelaskan tindak pidana korupsi formil.
3. Menjelaskan tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
1 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
BAB II. TINDAK PIDANA KORUPSI
MATERIIL
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam 1. Latar Belakang dan Sejarah Tindak
Menjelaskan Tindak Pidana Pidana Korupsi
Korupsi Materiil a. Pendahuluan
Sejarah pemberantasan korupsi yang
Maraknya kejahatan korupsi terjadi di- cukup panjang di Indonesia menunjukkan bahwa
sebabkan oleh banyak hal. Salah satu penyebab pemberantasan tindak pidana korupsi memang
utama adalah ketidaktahuan masyarakat me- membutuhkan penanganan yang ekstra keras
ngenai lingkup kejahatan korupsi tersebut. dan membutuhkan kemauan politik yang sangat
Meski dalam pertanggungjawaban pidana besar dan serius dari pemerintah yang berkuasa.
ketidaktahuan bukan alasan untuk menghin- Politik pemberantasan korupsi itu sendiri ter-
dar dari tanggungjawab hukumnya, kebutuhan cermin dari peraturan perundang-undangan
untuk menyosialisasikan lingkup kejahatan ko- yang dilahirkan pada periode pemerintahan ter-
rupsi adalah hal yang sangat penting. Oleh ka- tentu. Keberadaan undang-undang pemberan-
renanya perlu penjabaran secara menyeluruh tasan korupsi hanyalah satu dari sekian banyak
mengenai kejahatan korupsi yang diatur oleh upaya memberantas korupsi dengan sungguh-
perundang-undangan Indonesia. sungguh. Di samping peraturan perundang-
Pembahasan pada bab ini akan dibagi undangan yang kuat, juga diperlukan kesadaran
dua. Bagian pertama membahas tindak pidana masyarakat dalam memberantas korupsi. Ke-
korupsi secara materiil meliputi namun tidak sadaran masyarakat hanya dapat timbul apa-
terbatas pada sejarah tindak pidana korupsi, ke- bila masyarakat mempunyai pengetahuan dan
tentuan hukum materiil mengenai tindak pidana pemahaman akan hakikat tindak pidana korupsi
korupsi, perbuatan apa saja yang dapat dikata- yang diatur dalam undang-undang. Pengetahuan
kan sebagai tindak pidana korupsi, hingga pem- masyarakat secara umumnya dan pengetahuan
bahasan mendalam unsur-unsur yang terdapat para penegak hukum, utamanya KPK pada khu-
pada pasal undang-undang. Sedangkan bagian susnya mengenai tindak pidana korupsi, mutlak
kedua membahas tindak pidana korupsi secara diperlukan.
formil yang meliputi ketentuan hukum acara, sis-
tem peradilan pidana, proses penuntutan, hingga b. Pengantar Singkat Mengenai Korupsi
pembahasan mengenai kelembagaan Komisi Korupsi adalah suatu kejahatan luar bi-
Pemberantasan Korupsi. asa (extra ordinary crime), secara umum memiliki
ciri-ciri sebagai berikut, yaitu (1) berpotensi di-
lakukan oleh siapa saja, (2) korbannya bisa siapa
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 2
saja karena tidak memilih target atau korban kita identif kasikan meminjam tagline KPK yaitu
(random target atau random victim), (3) kerugian- “memahami untuk membasmi”, maka poin
nya besar dan meluas (snowball effect atau dom- penting yang harus sangat ditekankan di sini ada-
ino effect), dan (4) terorganisasi atau oleh or- lah bahwa seseorang tidak akan mengerti dan
ganisasi. Dalam perkembangannya keempat ciri paham mengenai korupsi apabila hanya sekedar
itu berkembang dengan sifat lintas negara, yaitu membaca undang-undang dan peraturan semata.
bahwa pelaku, korban, kerugian, dan organisa- Memahami korupsi berarti harus tahu apa asas
sinya bersifat lintas negara. Berdasarkan kriteria hukumnya, tahu segi bahasannya, dan paham
extra ordinary crime tersebut, terlihat bahwa ko- bagaimana cara kerjanya. Untuk itulah diperlu-
rupsi memenuhi keseluruhan ciri-ciri tersebut kan pemahaman yang menyeluruh dan tekad un-
tanpa terkecuali. tuk tidak serta merta alergi belajar hukum, teru-
Syed Husein Alatas dalam bukunya tama hukum pidana khususnya mengenai tindak
Sosiologi Korupsi mengatakan korupsi se- pidana korupsi dan tindak pidana lainnya yang
perti wabah penyakit menular yang berbahaya. erat berkaitan. Karena pada hakikatnya belajar
Pendapatnya itu didasari pada anggapan bahwa hukum sebenarnya banyak menggunakan logika.
perilaku korupsi sangat berbahaya seperti Tidak ada satupun profesi hukum yang bekerja
halnya wabah penyakit yang menular dengan dengan close book.
tidak mengenal korbannya. Penulis beranggapan Prof. Romli Atmasasmita berpendapat
bahwa korupsi bahkan lebih berbahaya dari wa- bahwa korupsi sulit diberantas karena adanya
bah penyakit menular. Hal ini disebabkan pada dua faktor utama. Pertama, adalah alasan dari segi
terjadinya wabah penyakit menular, masyarakat historis budaya. Kedua, adalah karena lemahnya
cenderung berupaya untuk melakukan tindakan perundang-undangan. Menurut hemat penulis,
pencegahan secara proaktif. Dalam hal wabah pendapat tersebut sangat tidak tepat. Ada kri-
korupsi, masyarakat cenderung tidak berbuat tik yang menyatakan bahwa budaya memiiki tiga
apa-apa untuk menghindar. Tidak jarang sese- unsur penting, yaitu estethic, artistic, dan beauty.
orang justru secara aktif melibatkan diri mem- Oleh karenanya korupsi tidak dapat di-sebut
bantu atau memudahkan terjadi korupsi selain sebagai budaya, tidak ada etisnya, tidak artistik,
juga cenderung tidak mau tahu. Lebih dari itu, apalagi beauty. Untuk itulah penulis dengan tegas
perilaku korupsi bukanlah perbuatan yang kasat menyatakan bahwa korupsi bukanlah suatu bu-
mata sebagai mana halnya wabah penyakit yang daya.
dapat diidentif kasi proses penularannya dan Prof. Andi Hamzah pernah menjabarkan
dapat diidentif kasi pula pengidap wabahnya. mengapa korupsi sangat sulit diberantas dalam
Dalam kejahatan korupsi, kita tidak dapat me- empat alasan, yaitu sebagai berikut:
ngidentif kasi perbuatan korupsi secara kasat 1. Kurangnya pendapatan pegawai negeri.
mata. Begitu pula kita tidak dapat mengidentif - 2. Latar belakang budaya Indonesia.
kasi koruptor atau menyebutkan ciri-ciri pelaku 3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol
tindak pidana korupsi. Sehingga bagaimana kita yang kurang efektif dan ef sien.
akan mencegah atau memberantas suatu wabah 4. Adanya anggapan bahwa korupsi adalah hasil
korupsi padahal wabahnya, penularannya, dan dari modernisasi.
orang yang tertular wabah korupsi tidak dapat
3 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
Pertama, mengenai pendapatan atau gaji “uang pelicin”, dan masih banyak lagi. Hal-hal ke-
pegawai negeri. Bahwa gaji yang kecil yang men- cil se-perti ini terjadi di kehidupan sehari-hari
dorong penyelenggara negara untuk melakukan karena adanya sistem manajemen dan kontrol
korupsi hingga pernah ada wacana hendak me- yang kurang baik, sehingga menimbulkan adanya
naikkan gaji pegawai negeri untuk mencegah celah-celah yang dapat dimanfaatkan.
korupsi. Bagi sebagian kalangan mungkin obat Keempat, mengenai anggapan bahwa
tersebut mujarab, tetapi bagi sebagian kalangan korupsi adalah hasil dari modernisasi. Akibat
tertentu belum tentu sehingga perlu dicari obat modernisasi, penggunaan sumber daya manusia
lain. Apakah pelaku korupsi hanya mereka yang berkurang dan mulai tergantikan oleh banyak
gajinya kecil saja? Tidak. Dari pegawai yang gaji mesin. Manusia akhirnya berusaha sekuat tenaga
kecil sampai besar semuanya dapat terkena ko- untuk mempertahankan posisinya agar tidak
rupsi. Ada yang korupsi karena butuh (corruption runtuh, kalau perlu dengan segala macam cara
by needs) dan ada yang korupsi karena rakus termasuk memperkaya diri sendiri melalui jalan
(corruption by greed). korupsi.
Kedua, mengenai latar belakang budaya
Indonesia. Sejalan dengan kritik penulis terha- c. Sejarah Korupsi di Indonesia
dap pendapat Prof. Romli Atmasasmita. Bahwa Soedarso menyatakan bahwa kultur
“budaya” di sini bukanlah suatu hal yang buruk. korupsi di Indonesia sudah dimulai sejak zaman
Karena “budaya” yang dimaksud di sini antara Multatuli, yaitu pada saat penyalahgunaan jabatan
lain budaya memberikan upeti kepada pembesar masih marak terjadi. Saat menjadi ambtenaar dan
atau penguasa, yang sekarang ini dapat dikatego- kontrolir, Multatuli melaporkan banyak kejaha-
rikan sebagai suap karena adanya kepentingan tan-kejahatan yang dilakukan oleh Bupati Lebak
tertentu yang hendak diperjuangkan. Contoh dan Wedana Parangkujang (Banten Selatan) ke-
lain saat membuat KTP. Terdapat mindset apabila pada atasannya dan meminta supaya ter-hadap
petugas kelurahan tidak diberi uang maka pro- mereka ini dilakukan pengusutan. Menurut
sesnya akan dipersulit. Kultur “setoran” inilah Multatuli, Bupati tersebut telah menggunakan
yang seharusnya mulai dihilangkan. Terlebih hal- kekuasaannya melebihi apa yang diperboleh-
hal demikian tidak sepantasnya dikatakan sebagai kan oleh peraturan, dengan tujuan untuk mem-
budaya yang menjunjung tinggi estethic, artistic, perkaya dirinya sendiri. Kejahatan yang timbul
dan beauty. Jangan membenarkan apa yang telah adalah suatu bentuk onderdanigheid, yaitu sikap
menjadi kebiasaan. Mulailah untuk membiasakan tunduk dari penduduk yang semasa itu sedang
yang benar, bukan membenarkan yang biasa. dilingkupi penindasan dan sikap semena-mena
Ketiga, mengenai manajemen yang oleh penjajah maupun penguasa setempat (So-
kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan edarsono, 1969:10-11).
ef sien. Hal ini tentunya banyak dijumpai bah- Hamzah menyatakan bahwa penyalah-
kan di kehidupan sehari-hari. Contoh suap se- gunaan kekuasaan yang dimaksud Soedarsono
bagai salah satu bentuk korupsi. Melanggar lalu telah diatur dalam KUHP. Karena pada masa
lintas dan terkena tilang, asal ada “uang aman” itu penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat me-
masalah selesai. Ingin mempercepat pengurusan mang telah diperhitungkan secara khusus oleh
dokumen tertentu di kelurahan, dikenal istilah Peme-rintah Hindia Belanda sewaktu penyusu-
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 4
nan Wetboek van Strafrecht (Hamzah, 2007:18), tidak menganggap hal tersebut sebagai tindakan
misalnya saja pada Pasal 423 KUHP mengenai korupsi, tetapi sebagai bentuk kewajiban kepada
kejahatan-kejahatan knevelarij (pemerasan), yang rajanya. Dengan demikian, kebiasaan tersebut
rumusannya sebagai berikut: terus berlaku. Implikasi dari tradisi tersebut ialah
praktik korupsi berupa pemberian sesuatu ke-
Pegawai Negeri yang dengan maksud pada pejabat menjadi suatu kebiasaan yang lum-
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan rah. Karena ditanamkan sebagai bentuk dari ke-
menyalahgunakan kekuasaanya telah memaksa wajiban, sehingga seakan terjadi pembiaran dari
orang lain untuk menyerahkan sesuatu, untuk me- masyarakat. Padahal apabila kita merujuk pada
lakukan suatu pembayaran atau telah melakukan peraturan perundang-undangan yang mengatur
pemotongan terhadap suatu pembayaran atau tentang korupsi, tindakan semacam ini merupa-
untuk melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi kan salah satu bentuk korupsi yang mengarah
(Lamintang & Lamintang, 2009:142-143). pada penyuapan (Triandayani, 2002:7).
Meskipun terdapat pengaturannya, na- Diperlukan pemahaman yang menyelu-
mun dewasa ini masyarakat seolah-olah ber- ruh yang dapat menjembatani antara nilai-nilai
sikap pasrah terhadap kemungkinan menjadi kearifan lokal yang telah dilakukan secara turun
korban dari tindak pidana seperti yang dimak- temurun (misalnya seperti kebiasaan memberi-
sudkan dalam Pasal 423 KUHP tersebut, atau kan upeti, amplop saat pernikahan, dsb.) de-
bahkan dalam pandangan Lamintang, bahwa ngan pemahaman yang benar mengenai apa-apa
rakyat sudah menjadi bebal terhadap tindak pi- saja tindakan yang dapat dikategorikan sebagai
dana seperti itu karena dianggap “sudah biasa”, tindak pidana korupsi (misalnya dalam contoh
bahkan mereka menjadi terbiasa untuk men- di atas, memberikan amplop saat pernikahan
tolerir diri mereka menjadi korban kejahatan dengan nilai uang lebih dari Rp. 1.000.000; dan
yang dilakukan oleh pegawai negeri (Lamintang dengan menyebutkan siapa pengirimnya, dapat
& Lamintang, 2009:142-143). dikategorikan sebagai tindak pidana apabila tidak
dilaporkan dan diketahui oleh KPK).
Selain itu, meninjau perihal latar bela-
kang kultur korupsi berarti juga meninjau peri- 2. Tindak Pidana Korupsi dalam Per-
hal tradisi masyarakat dan korupsi itu sendiri. aturan Perundang-undangan di
Kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat Indonesia
(tradisi masyarakat) pada masa lalu secara tidak Tindak pidana korupsi bukan merupakan
langsung telah memberikan pengaruh terhadap barang baru di Indonesia. Sejak zaman kerajaan-
eksistensi korupsi di masa kini. Pada masa kera- kerajaan terdahulu, korupsi telah terjadi meski
jaan dahulu dikenal pemberlakuan aturan pem- tidak secara khusus menggunakan istilah korup-
berian upeti terhadap tanah-tanah luas. Pada si. Pasca zaman kemerdekaan, ketika Indonesia
masa itu, tanah-tanah yang luas dianggap milik mulai membangun dan mengisi kemerdekaan
raja sehingga rakyat yang menggarap tanah terse- dengan pembangunan, korupsi terus mengganas
but harus menyerahkan pajak, sewa, dan upeti. sehingga mengganggu jalannya pembangunan na-
Pada saat aturan tersebut diberlakukan, rakyat sional. Berbagai upaya pemberantasan korupsi
5 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
dilakukan oleh pemerintah sejak kemerdekaan, dak Pidana Korupsi.
baik dengan menggunakan peraturan perundang- • Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
undangan yang ada maupun dengan membentuk Pemberantasan Korupsi.
peraturan perundang-undangan baru yang secara • Perpres No.55 Tahun 2012 tentang Strategi
khusus mengatur mengenai pemberantasan tin- Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
dak pidana korupsi. Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025
Berikut ini adalah peraturan perundang- Dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014.
undangan yang pernah digunakan untuk mem- • Inpres No. 10 Tahun 2016 tentang Aksi
berantas tindak pidana korupsi di Indonesia Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Ta-
beserta dengan penjelasan dan komentar-ko- hun 2016 dan Tahun 2017.
mentar selama keberlakuannya:(Kemenristekdik
ti, 2011:119-140): a. Delik Korupsi dalam KUHP
• Delik korupsi dalam KUHP (1946). Meski tidak secara khusus mengatur
• Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa mengenai tindak pidana korupsi di dalamnya,
Perang Pusat No. Prt/Peperpu/013/1950. KUHP telah mengatur banyak perbuatan ko-
• UU No. 24 (PRP) Tahun 1960 tentang Tindak rupsi, yang mana pengaturan tersebut kemudian
Pidana Korupsi. diikuti dan ditiru oleh pembuat undang-undang
• UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberan- pemberantasan korupsi hingga saat ini. Namun
tasan Tindak Pidana Korupsi. meskipun demikian tetap terbuka jalan lapang
• TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penye- untuk menerapkan hukum pidana yang sesuai
lenggara Negara yang Bersih dan Bebas Ko- dan selaras dengan tata hidup masyarakat Indo-
rupsi, Kolusi, dan Nepotisme. nesia mengingat KUHP sekarang ini sudah tua
• UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyeleng- dan seringkali dilabeli sebagai merek kolonial.
gara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Dalam perjalanannya KUHP telah di-
Kolusi, dan Nepotisme. ubah, ditambah, dan diperbaiki oleh beberapa
• UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberan- undang-undang nasional seperti UU No. 1 Tahun
tasan Tindak Pidana Korupsi. 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, UU No.
• UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan 20 Tahun 1946 tentang Hukum Tutupan, dan UU
atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pember- No. 73 Tahun 1958 tentang Keberlakuan UU No.
antasan Tindak Pidana Korupsi. 1 Tahun 1946 untuk Seluruh Wilayah Indonesia,
• UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pem- termasuk berbagai undang-undang mengenai
berantasan Tindak Pidana Korupsi. korupsi yang mengatur secara lebih khusus be-
• UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan berapa ketentuan yang ada di KUHP.
United Nation Convention Against Corrup- Delik korupsi yang ada di dalam KUHP
tion (UNCAC) 2003. meliputi delik jabatan dan delik yang berkaitan
• UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan dengan delik jabatan. Sesuai dengan sifat dan
Tindak Pidana Korupsi. kedudukan KUHP, delik korupsi yang diatur di
• PP No. 71 Tahun 2000 tentang Peran Serta dalamnya masih merupakan kejahatan biasa. Pada
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan bagian berikutnya dalam modul ini akan dibahas
dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tin- secara khusus mengenai delik-delik korupsi yang
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 6
secara mutlak ditarik atau diambil dari KUHP. atau tidak langsung merugikan keuangan
atau perekonomian negara atau daerah atau
b. Peraturan Pemberantasan Korupsi merugikan suatu badan yang menerima ban-
Penguasa Perang Pusat (Pepperpu) tuan dari keuangan negara atau badan hu-
No. Prt/Peperpu/013/1950 kum lain yang mempergunakan modal dan
Peraturan ini dapat dikatakan seba- kelonggaran-kelonggaran masyarakat.
gai peraturan pertama yang memakai istilah b) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri
korupsi sebagai istilah hukum dan juga turut sendiri atau orang lain yang dilakukan de-
memberikan pengertian korupsi sebagai per- ngan menyalahgunakan jabatan atau kedudu-
buatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan kan.
perekonomian negara. Peraturan ini setidaknya
membagi korupsi menjadi dua perbuatan, yaitu c. UU No. 24 (PRP) Tahun 1960 tentang
korupsi sebagai perbuatan pidana dan korupsi Tindak Pidana Korupsi
sebagai perbuatan lainnya. Pembagian ini menuai Perubahan yang signif kan dari Pera-
banyak kritik dari para sarjana hukum, meski- turan Penguasa Perang Pusat ke dalam bentuk
pun sebenarnya apabila ditelisik secara objektif, Undang-Undang ini hanyalah pengubahan istilah
terdapat perkembangan yang cukup baik diban- dari “perbuatan” menjadi “tindak pidana”. Salah
dingkan dengan peraturan sebelumnya. Adapun satu hal menarik yang patut diperhatikan adalah
pembagian korupsi ke dalam dua jenis perbuatan bahwa Peraturan Penguasa Perang Pusat ten-
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: tang Pemberantasan Korupsi bersifat darurat,
1) Korupsi Sebagai Perbuatan Pidana temporer, dan berdasarkan UU Keadaan Bahaya.
a) Kejahatan-kejahatan yang tercantum dalam Sehingga dalam keadaan normal diperlukan pe-
Pasal 41-50 dalam Pepperpu ini dan dalam nyesuaian-penyesuaian tertentu agar dapat lebih
Pasal 209, 210, 418, 419, dan 420 KUHP. diterima secara luas, baik dari segi legitimasi
b) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri maupun segi penerapan hukumnya.
sendiri atau orang lain yang secara langsung
atau tidak langsung merugikan keuangan atau d. UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pembe-
perekonomian negara atau daerah atau me- rantasan Tindak Pidana Korupsi
rugikan suatu badan yang menerima bantuan Tercatat sepanjang periode 1960-1970
dari keuangan negara atau badan hukum lain terdapat banyak perkara tindak pidana korup-
yang mempergunakan modal dan kelongga- si. Meskipun demikian masih terlalu dini untuk
ran-kelonggaran masyarakat. mengambil hipotesis bahwa banyaknya perkara
c) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri tindak pidana korupsi sejalan dengan efektifnya
sendiri atau orang lain yang dilakukan de- undang-undang yang telah diberlakukan. Be-
ngan menyalahgunakan jabatan atau kedudu- berapa masalah yang timbul saat pembentukan
kan. undang-undang ini antara lain, usulan untuk
2) Korupsi Sebagai Perbuatan Bukan Pidana memberlakukan pembuktian terbalik dan keten-
atau Perbuatan Lainnya tuan berlaku surut (retroaktif).
a) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri Pada tahun 1970-an juga, Presiden
sendiri atau orang lain yang secara langsung membentuk Komisi 4 dengan tujuan agar usaha-
7 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
usaha pemberantasan korupsi dapat berjalan nya, ketiga tindak pidana tersebut dikenal dengan
lebih efektif dan ef sien. Adapun anggota Komisi terminologi “KKN”, yaitu singkatan dari Korupsi,
4 tersebut yaitu Wilopo, I.J. Kasimo, Prof. Jo- Kolusi dan Nepotisme. Dalam perjalanannya, un-
hannes, dan Anwar Tjokroaminoto, dengan tugas dang-undang ini tidak banyak digunakan karena
sebagai berikut: terlalu luasnya ketentuan tindak pidana yang di-
1. Mengadakan penelitian dan penilaian atur didalamnya serta adanya kebutuhan untuk
terhadap kebijakan dan hasil-hasil yang menggunakan ketentuan undang-undang yang
telah dicapai dalam pemberantasan ko- lebih spesif k dan tegas dalam rangka pemberan-
rupsi. tasan korupsi.
2. Memberikan pertimbangan kepada
pemerintah mengenai kebijaksanaan g. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pem-
yang masih diperlukan dalam pemberan- berantasan Tindak Pidana Korupsi
tasan korupsi. Terdapat dua alasan diundangkannya
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
e. TAP MPR No. XI/MPR/1998 ten- Tindak Pidana Korupsi. Pertama, bahwa reforma-
tang Penyelenggara Negara yang si dianggap perlu meletakkan nilai-nilai baru atas
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, upaya pemberantasan korupsi. Kedua, bahwa
dan Nepotisme undang-undang sebelumnya yang diundangkan
Semangat reformasi turut mengiringi pada tahun 1971 dianggap sudah terlalu lama
terbitnya TAP MPR ini, yang di dalamnya mem- dan tidak lagi efektif. Meskipun demikian, nyatan-
buat banyak amanat untuk membuat peratu- ya masih banyak ketentuan dari undang-undang
ran perudang-undangan yang mengawal pem- sebelumnya yang dimuat kembali di undang-un-
bangunan selama era reformasi, termasuk dang yang baru ini.
diantaranya amanat untuk menyelesaikan per- Menurut hemat penulis, terdapat be-
masalahan hukum Presiden Soeharto dan kro- berapa kelemahan dari undang-undang ini yang
ni-kroninya. TAP MPR ini turut memfasilitasi dapat diuraikan sebagai berikut:
keinginan penduduk Indonesia untuk menyusun 1. Ditariknya pasal-pasal perbuatan terten-
tatanan kehidupan baru menuju masyarakat tu dari KUHP sebagai tindak pidana ko-
madani berkembang di Indonesia yang mengede- rupsi dengan cara menarik nomor pasal.
pankan civil society yang dianggap lebih mengede- Penarikan menimbulkan risiko bahwa
pankan kepentingan rakyat. apabila suatu saat KUHP diubah maka
akan berakibat pada tidak sinkronnya ke-
tentuan KUHP baru dengan ketentuan
f. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Pe- tindak pidana korupsi yang berasal dari
nyelenggara Negara yang Bersih dan KUHP lama tersebut.
Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme 2. Adanya pengaturan mengenai alasan pen-
Memuat judul yang sama dengan TAP jatuhan pidana mati berdasarkan suatu
MPR No. XI/MPR/1998, undang-undang ini keadaan tertentu yang dianggap berle-
memperkenalkan istilah tindak pidana baru yang bihan dan tidak sesuai dengan semangat
dikenal sebagai Kolusi dan Nepotisme. Kedepan- penegakan hukum.
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 8
9 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
3. Tidak adanya aturan peralihan yang se- i. UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
cara tegas menjadi jembatan antara Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
undang-undang lama dengan undang- KPK sebagai suatu komisi yang memiliki
undang baru. Hal ini dapat menyebabkan tugas dan kewenangan di bidang pemberantasan
kekosongan hukum untuk suatu periode tindak pidana korupsi, dilandasi pembentukan-
atau keadaan tertentu. nya oleh undang-undang ini. Hal ini tidak lepas
dari amanat UU No. 31 Tahun 1999 yang meng-
h. UU No. 20 Tahun 2001 tentang hendaki dibuatnya suatu komisi khusus untuk
Perubahan atas UU No. 31 Tahun memberantas korupsi. Karena korupsi itu sendi-
1999 tentang Pemberantasan Tindak ri telah menjadi tindak pidana yang bersifat luar
Pidana Korupsi biasa (extra ordinary crime), sehingga diperlukan
Beranjak dari kelemahan-kelemahan cara-cara yang luar biasa juga untuk memberan-
yang terdapat pada UU No. 31 Tahun 1999, mun- tasnya (extra ordinary measure).
culah inisiatif untuk memperbaiki kelemahan Berbicara mengenai cara-cara yang luar
tersebut melalui UU No. 20 Tahun 2001 yang biasa tersebut, sebenarnya UU No. 31 Tahun
mengubah beberapa ketentuan undang-undang 1999 telah mengakomodasi landasan hukumnya.
lama. Adapun perubahan tersebut dapat diurai- Hal ini dapat dijumpai antara lain pada ketentuan
kan sebagai berikut: mengenai alat-alat bukit yang dapat dijadikan se-
1. Penarikan pasal-pasal perbuatan tertentu bagai dasar pembuktian di pengadilan, termasuk
dari KUHP sebagai tindak pidana korupsi dengan diakuinya beban pembuktian terbalik
dilakukan dengan cara mengadopsi isi terbatas atau berimbang di mana pelaku tindak
pasal secara keseluruhan sehingga peru- pidana korupsi juga dibebani kewajiban untuk
bahan KUHP tidak akan mengakibatkan membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan
ketidaksinkronan. hasil tindak pidana korupsi.
2. Pengaturan alasan penjatuhan pidana Sejarah mencatat, KPK dibentuk sebagai
mati didasarkan atas perbuatan korupsi penjelmaan dari ketidakpercayaan masyarakat
yang dilakukan atas dana-dana yang digu- atas kinerja Kepolisian dan Kejaksaan dalam
nakan bagi penanggulangan keadaan ter- memberantas korupsi. Kedua institusi terse-
tentu seperti keadaan bahaya, bencana but terlanjur dipandang dan dianggap oleh
nasional, dan krisis moneter. masyarakat sebagai tempat terjadinya korupsi
3. Dicantumkannya aturan peralihan yang baru, baik dalam penanganan perkara-perkara
secara tegas menjadi jembatan antara korupsi maupun penanganan perkara-perkara
undang-undang lama yang sudah tidak lainnya, sehingga tidaklah mengherankan bila
berlaku dengan adanya undang-undang KPK diberikan kewenangan yang lebih besar
baru, sehingga tidak lagi menimbulkan dibanding institusi pemberantasan korupsi yang
risiko kekosongan hukum yang dapat telah ada sebelumnya yaitu Kepolisian dan Ke-
merugikan pemberantasan tindak pidana jaksaan. Hal ini juga merupakan pengejawanta-
korupsi. han dari cara-cara atau upaya-upaya yang luar
biasa untuk memberantas korupsi.
Fungsi KPK itu sendiri pada awalnya
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 10
adalah trigger mechanism atau pemicu, terutama yaitu pada ketentuan Pasal 66 ayat (2) tentang
bagi Kepolisian dan Kejaksaan dalam melaku- Penyelesaian Sengketa. Pada prinsipnya Indone-
kan pemberantasan korupsi. KPK juga memiliki sia menolak untuk mengikuti kewajiban pen-
kewenangan untuk menjadi supervisi bagi Ke- gajuan perselisihan kepada Mahkamah Interna-
polisian dan Kejaksaan, misalnya dengan dapat sional, kecuali dengan adanya kesepakatan para
mengambil alih perkara korupsi yang ditangani pihak.
Kepolisian dan Kejaksaan apabila penanganan
perkara oleh kedua isntitusi tersebut dianggap k. UU No. 46 Tahun 2009 tentang
tidak memiliki perkembangan yang signif kan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Lantas bagaimana menentukan kapan Berdasarkan Putusan Mahkamah
suatu perkara menjadi kewenangan KPK dan Konstitusi No. 012-016-019/PUU-IV/2006 tang-
kapan menjadi kewenangan Kejaksaan? KPK gal 19 Desember 2006, Pengadilan Tindak Pidana
sendiri dibatasi kewenangannya untuk menanga- Korupsi yang dibentuk berdasarkan ketentuan
ni perkara-perkara sebagai berikut: Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2002 dinyatakan ber-
1. Perkara yang melibatkan aparat penegak tentangan dengan UUD 1945. Pertimbangan
hukum dan/atau penyelenggara negara. utama dari putusan ini adalah ketentuan bahwa
2. Perkara yang mendapat perhatian yang pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam
meresahkan masyarakat. salah satu lingkaran peradilan umum yang diben-
3. Perkara yang menyangkut kerugian ne- tuk dengan undang-undang tersendiri (Penje-
gara paling sedikit Rp.1 miliar. (Pasal 11 lasan Umum UU No. 46/2009). Oleh karenanya,
UU No.30 Tahun 2002) dibuatlah undang-undang baru yang menjadi pa-
yung hukum dari Pengadilan Tindak Pidana Ko-
j. UU No. 7 Tahun 2006 tentang Penge- rupsi, yaitu UU No. 46 Tahun 2009.
sahan United Nation Convention Pengadilan Tindak Pidana Korupsi me-
Against Corruption (UNCAC) 2003 rupakan pengadilan khusus yang berada di ling-
UNCAC merupakan hasil dari Me- kungan Peradilan Umum, berkedudukan di setiap
rida Conference di Meksiko tahun 2003 sebagai ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya
wujud keprihatinan dunia atas korupsi. Melalui meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang
UNCAC negara-negara yang hadir dalam kon- bersangkutan. Khusus untuk DKI Jakarta, Pe-
ferensi menyepakati perlu adanya suatu pe- ngadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan
rubahan tatanan dunia dan kerjasama antara di setiap kota yang daerah hukumnya meliputi
negara-negara dalam pemberantasan korupsi. daerah hukum pengadilan negeri yang bersang-
UNCAC mengatur antara lain mengenai ker- kutan. (Ali, 2014:41). Pengadilan ini berwenang
jasama hukum timbal balik (mutual legal assis- mengadili tiga jenis tindak pidana, yaitu (1) tin-
tance atau MLA), pertukaran narapidana (trans- dak pidana korupsi, (2) tindak pidana pencucian
fer of sentence person), korupsi di lingkup swasta uang yang tindak pidana asalnya (predicate crime)
(corruption in private sector), dan pemulihan aset adalah tindak pidana korupsi, dan (3) tindak pi-
hasil kejahatan (asset recovery). dana yang secara tegas dalam undang-undang
Melalui UU No. 7 Tahun 2006, Indone- lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.
sia meratif kasi UNCAC dengan pengecualian,
11 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
l. PP No. 71 Tahun 2000 tentang Peran 5. Melaporkan adanya penyelewengan penye-
Serta Masyarakat dan Pemberian lenggaraan negara.
Penghargaan dalam Pencegahan 6. Berani memberi kesaksian.
dan Pemberantasan Tindak Pidana 7. Tidak asal lapor atau f tnah.
Korupsi
Pasal 41-42 UU No. 31 Tahun 1999 m. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Per-
mengatur bahwa “Masyarakat dapat berperan cepatan Pemberantasan Korupsi
serta membantu upaya pencegahan dan pem- Adanya keinginan dari pemerintah un-
berantasan korupsi.” Sehingga pemerintah ke- tuk mempercepat pemberantasan korupsi turut
mudian membuat peraturan turunan dari un- melatarbelakangi terbitnya Inpres No. 5 Tahun
dang-undang tersebut dalam bentuk PP No. 71 2004. Melalui Inpres ini, Presiden merasa perlu
Tahun 2000 tentang Peran Serta Masyarakat dan memberi instruksi khusus (berjumlah 12 in-
Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan struksi) untuk membantu KPK dalam penyeleng-
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. garaan laporan, pendaftaran, pengumuman, dan
Latar belakang timbulnya ketentuan ini pemeriksaan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan
adalah karena adanya krisis kepercayaan karena Penyelenggara Negara). Instruksi ini pun ditu-
korupsi yang terjadi di berbagai bidang pemerin- jukan secara khusus kepada beberapa menteri,
tahan. Masyarakat pun menjadi skeptis terhadap Jaksa Agung, Kapolri, serta seluruh Gubernur
pemerintah. Padahal tanpa dukungan masyarakat dan Bupati/Walikota sesuai peran dan tanggung
secara luas, program-program yang telah disusun jawab masing-masing. Selain itu juga terdapat
untuk memberantas tindak pidana korupsi ten- Perpres No. 55 Tahun 2012 tentang Strategi Na-
tunya tidak akan berjalan secara maksimal. Pada sional Pencegahan dan Pemberantasan korupsi
dasarnya PP No. 71 Tahun 2000 memberikan Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka
hak kepada masyarakat untuk mencari, mem- Menengah Tahun 2012-2014 dan Inpres No. 10
peroleh, dan memberikan informasi tentang Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pem-
dugaan korupsi serta menyampaikan saran dan berantasan Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017.
pendapat maupun pengaduan kepada penegak
hukum, baik kepada polisi, jaksa, hakim, advokat, 3. Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi
dan juga KPK. Selain itu PP ini juga mengako- Korupsi, sebagai salah satu tindak pi-
modasi anggota masyarakat yang telah berperan dana, pastilah dilakukan oleh subjek hukum, yaitu
serta dalam memberantas tindak pidana korupsi suatu entitas atau segala sesuatu yang dapat me-
dengan memberikan penghargaan. miliki hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam
Beberapa bentuk dukungan masyarakat ilmu hukum subjek hukum terbagi menjadi dua,
yang diatur dalam PP ini adalah: yaitu manusia (natuurlijk persoon) dan badan
1. Mengasingkan dan menolak keberadaan ko- hukum (rechtspersoon). Perlu kiranya diuraikan
ruptor. secara singkat apa yang dimaksud dengan sub-
2. Memboikot dan memasukkan nama korup- jek hukum manusia dan badan hukum tersebut
tor dalam daftar hitam. dalam bagian ini.
3. Melakukan pengawasan lingkungan. a. Manusia (Natuurlijk Persoon)
4. Melaporkan adanya gratif kasi. Manusia sebagai subjek hukum memiliki
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 12
arti bahwa manusia memiliki hak dan kewajiban, negeri yang diatur dalam UU No.43 Tahun 1999
baik yang sudah ada sejak lahir hingga mati atau- tentang Kepegawaian (Pegawai Negeri adalah se-
pun yang timbul sewaktu-waktu ketika manusia tiap warga negara Republik Indonesia yang telah
melakukan tindakan hukum tertentu (Mertoku- memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
sumo, 2010:92-93). Ilustrasi sederhananya adalah pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam
bahwa seorang bayi manusia memiliki hak untuk suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara
hidup bebas sejak dari kandungan hingga lahir lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perun-
(hak asasi manusia). Kemudian saat melakukan dang-undangan yang berlaku) dan UU No.5 Tahun
tindakan hukum seperti jual beli misalnya, antara 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Pasal 1 an-
manusia yang membeli barang dengan manu- gka 1, 2, 3, dan 4) tetapi juga (2) pegawai negeri
sia yang menjual barang. Pembeli memiliki ke- sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)
wajiban membayar uang sejumlah harga barang KUHP (Yang disebut pejabat, termasuk juga orang-
dan sebaliknya memiliki hak untuk mendapatkan orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan
barang yang telah dibelinya. Demikian halnya berdasarkan aturan-aturan umum, begitu juga
dengan penjual yang memiliki hak menerima orang-orang yang, bukan karena pemilihan, men-
uang sesuai harga yang telah disepakatinya dan jadi anggota badan pembentuk undang-undang
memiliki kewajiban menyerahkan barang yang pemerintahan, atau badan perwakilah rakyat, yang
telah lunas dibeli tersebut kepada pembelinya. dibentuk oleh Pemerintah atau atas nama Pemer-
Manusia sebagai subjek hukum setidaknya mem- intah, begitu juga semua anggota dewan watersc-
punyai tiga sifat, yaitu: hap, dan semua kepala rakyat Indonesia asli dan
1. Mandiri, yaitu mempunyai kemampuan pe- kepala golongan Timur Asing yang menjalankan ke-
nuh untuk bersikap tindak, yang dalam ba- kuasaan yang sah), (3) orang yang menerima gaji/
hasa hukum seringkali disebut dengan cakap. upah dari keuangan negara/daerah, (4) orang
2. Terlindung, yaitu apabila dianggap tidak yang menerima gaji/upah dari suatu korporasi
mampu bersikap tindak, maka tidak dapat yang menerima bantuan dari keuangan negara/
dihukum. Contohnya adalah orang cacat daerah, dan (5) orang yang menerima gaji/upah
mental, orang yang menderita gangguan keji- dari korporasi yang mempergunakan modal atau
waan, dan anak di bawah umur. fasilitas dari negara/masyarakat.
3. Perantara, yaitu sikap tindaknya dibatasi
sebatas kepentingan pihak yang diantarain- b. Badan Hukum/Korporasi (Rechtsper-
ya (kepentingan pengampu dibatasi oleh soon)
kepentingan orang yang diampunya). Con- Badan hukum adalah organisasi atau
tohnya adalah adanya wali bagi anak yang kelompok manusia yang mempunyai tujuan ter-
belum dewasa dan adanya pengampu bagi tentu yang dapat menyandang hak dan ke-
seseorang yang sudah dewasa tetapi akal wajiban. Negara dan perseroan terbatas mis-
pikirannya tidak sehat. alnya, adalah organisasi atau kelompok manusia
Selain itu perlu juga disoroti subjek hu- yang merupakan badan hukum. Selain itu badan
kum manusia yang berperan sebagai pegawai hukum bertindak sebagai satu kesatuan dalam
negeri, di mana pegawai negeri yang dimak- lalu lintas hukum seperti orang. Hukum mencip-
sud disini tidak hanya sebatas (1) pegawai takan badan hukum oleh karena itu pengakuan
13 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
organisasi atau kelompok manusia sebagai sub- UU No. 31 Tahun 1999 mengamini
jek hukum itu sangat diperlukan (Mertokusumo, bahwa subjek hukum yang dapat dijatuhi pidana
2010:93-94). karena melakukan tindak pidana korupsi adalah
Secara teoritis badan hukum dibagi subjek hukum manusia dan/atau badan hukum.
menjadi dua jenis, yaitu badan hukum privat dan Pasal 1 angka 3 UU No. 31 Tahun 1999 secara
badan hukum publik. Selain itu terdapat empat tegas mengatur “Setiap orang adalah orang per-
teori yang sering digunakan sebagai syarat badan seorangan atau termasuk korporasi.” Sedangkan
hukum untuk menjadi subjek hukum, yaitu: def nisi korporasi itu sendiri dapat ditemui pada
1. Teori Fictie, bahwa badan hukum adalah Pasal 1 angka 1 UU No. 31 Tahun 1999 yaitu
suatu rekayasa yang tidak nyata (von Savigny). “Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau ke-
2. Teori Kekayaan Bertujuan, bahwa badan kayaan yang terorganisasi baik merupakan badan
hukum memiliki kekayaan yang terpisah hukum maupun bukan badan hukum.” Meskipun
dengan kekayaan pemilik maupun anggo- sekilas terlihat seperti penyimpangan dari ke-
tanya (Alois von Brinz). tentuan KUHP, namun tentu saja ketentuan ini
3. Teori Pemilikan, hak dan kewajiban badan sah dan legal karena sejalan dengan asas lex spe-
hukum terpisah dengan hak dan kewajiban cialis derogat legi generalis.
pemilik maupun anggotanya (Planiol dan Mo-
lengraaf). d. Kriteria Tindak Pidana Korupsi oleh
4. Teori Organ, bahwa dalam suatu badan Korporasi
hukum ada organ-organ di dalamnya yang Pasal 20 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999
menjalankan hak dan kewajibannya (Otto von menyatakan bahwa “Tindak pidana korupsi di-
Gierke). lakukan oleh korporasi apabila tindak pidana terse-
but dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan
c. Manusia dan Korporasi Sebagai Subjek hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan
Tindak Pidana Korupsi lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut
Menilik pada sejarahnya, suatu tindak baik sendiri maupun bersama-sama.” Maksud dari
pidana biasanya hanya dapat dilakukan oleh rumusan pasal tersebut adalah bahwa korporasi
subjek hukum manusia saja. Fenomena ini se- dikatakan melakukan tindak pidana korupsi jika
laras dengan ketentuan yang termuat dalam (1) dilakukan oleh orang-orang berdasarkan
KUHP bahwa hanya manusia saja (yang tercer- hubungan kerja maupun hubungan lain, dan (2)
min dalam kata-kata “barang siapa”) yang dapat bertindak dalam lingkungan korporasi terse-
dijatuhi pidana, baik dalam bentuk penjara, ku- but baik sendiri maupun bersama-sama. Kedua
rungan, maupun denda atau jenis-jenis pidana kriteria tersebut menjadi penanda bahwa kor-
lainnya. Namun seiring dengan perkembangan porasi-lah yang melakukan tindak pidana (Ali,
zaman, ternyata mulai didapati pula tindak pi- 2014:52-53).
dana yang dilakukan oleh korporasi sebagai Terdapat setidaknya dua teori yang da-
badan hukum. Hal ini tentu saja menimbulkan pat digunakan untuk menjelaskan tindak pidana
polemik mengenai apakah badan hukum dapat korupsi oleh korporasi. Pertama, teori pelaku
dijatuhi pidana? Jawabannya adalah tentu saja da- fungsional (functioneel daaderschap) yang dije-
pat. laskan oleh Prof. Mardjono Reksodiputro. Teori
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 14
ini memandang bahwa dalam lingkungan sosial hun 1999 (sebelum diubah dengan UU No. 20
ekonomi, pelaku tidak perlu selalu melakukan Tahun 2001) yang rumusannya sebagai berikut:
perbuatan itu secara f sik, tetapi dapat saja per-
buatan tersebut dilakukan oleh pegawainya, asal- Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1999
kan perbuatan tersebut masih dalam ruang ling- Setiap orang yang melakukan tindak pidana
kup fungsi-fungsi dan kerwenangan korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 Kitab
(Reksodiputro, 1994:107-108). Apabila pegawai Undang-Undang Hukum Pidana, dipidana dengan
tersebut melakukan suatu pelanggaran yang pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
dilarang oleh hukum, sesungguhnya perbuatan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
tersebut merupakan perbuatan yang dilakukan sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
oleh korporasi (Ali, 2014:53). dan paling banyak Rp250.000.000,- (dua ratus
Kedua, teori identif kasi (identif cation lima puluh juta rupiah).
theory). Teori ini pada intinya menyatakan bahwa
korporasi dapat melakukan perbuatan pidana Penjelasan Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1999
secara langsung melalui orang-orang yang sangat Cukup jelas.
berhubungan erat dengan korporasi yang dalam
derajat tertentu dapat dipandang sebagai korpo- Pasal 209 KUHP
rasi itu sendiri. Perbuatan yang dilakukan oleh (1) Dihukum penjara selama-lamanya 2 (dua) ta-
anggota-anggota tertentu dari korporasi, selama hun 8 (delapan) bulan atau denda sebanyak-
perbuatan itu berkaitan dengan korporasi, diang- banyaknya Rp4.500,-:
gap sebagai perbuatan dari korporasi itu sendiri. 1. barang siapa memberi hadiah atau per-
Sehingga apabila perbuatan tersebut mengaki- janjian kepada seorang pegawai negeri
batkan terjadinya kerugian, atau jika anggota dengan maksud hendak membujuk dia, su-
tertentu korporasi melakukan tindak pidana, paya dalam pekerjaannya ia berbuat atau
maka sesungguhnya perbuatan pidana tersebut mengalpakan sesuatu apa, yang berten-
merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh tangan dengan kewajibannya.
korporasi, yang pada akhirnya korporasi dapat 2. barang siapa memberi hadiah kepada se-
dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana orang pegawai negeri oleh sebab atau ber-
yang telah dilakukannya (Ali, 2014:53). hubungan dengan pegawai negeri itu sudah
membuat atau mengalpakan sesuatu apa
4. Delik Tindak Pidana Korupsi yang dalam menjalankan pekerjaannya yang ber-
Berasal dari KUHP tentangan dengan kewajibannya.
Dalam perkembangannya tidak dapat (2) Dapat dijatuhkan hukuman mencabut hak
dipungkiri bahwa terdapat banyak pasal dari UU yang tersebut dalam Pasal 35 No. 1-4 (KUHP
No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 92, 149, 210, 418).
yang secara mutlak diambil dari KUHP. Penting Apabila rumusan pasal tersebut di atas,
sekali bagi penegak hukum untuk memahami ri- baik yang tertulis dalam undang-undang mau-
wayat dibuatnya suatu pasal pada undang-undang pun yang tertulis dalam KUHP sebagai pasal
dan asalnya dari pasal dalam KUHP. Misalnya bila asalnya, maka dapat juga dirujuk penjelasan pasal,
merujuk pada ketentuan Pasal 5 UU No. 31 Ta- putusan-putusan pengadilan (yurisprudensi),
15 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
doktrin, dan juga MvT (memorie van toelichting) pemberiannya, misalnya dalam hal menyuap
atau risalah pembentukan KUHP untuk menda- itu meletakkan sejumlah uang di atas meja
patkan gambaran dan pengetahuan yang lebih tulis dan pegawai negeri itu menolak untuk
mendalam mengenai maksud dan tujuan pasal menerimanya. Dapat dipandang sebagai
ini pada saat dibentuknya (mengetahui mak- suatu janji ialah mengeluarkan dompet uang
sud pembuat undang-undang). Misalkan dalam dengan mengeluarkan kata-kata “tidak da-
contoh ini penulis akan merujuk pendapat R. patkah tuan menyimpan perkara ini?” atau
Soesilo (Soesilo, 1995:166) mengenai pasal “tidak dapatkah tuan meniadakan proses-
terkait, yaitu: verbal atas kejahatan ini?”.
1. Kejahatan ini biasa disebut “menyuap” atau Tidak usah penyuap itu melakukan sendiri
“menyogok” pegawai negeri (actieve omkoo- pemberian atau janji, hal ini dapat dilaku-
ping). kan pula dengan mempergunakan seorang
2. Unsur yang penting dalam pasal ini ialah, perantara, yang mana mungkin dapat diper-
orang itu harus mengetahui, bahwa ia ber- salahkan sengaja membantu kejahatan itu.
hadapan dengan seorang “pegawai negeri”, 5. Pegawai negeri yang menerima pemberian,
jika bukan pegawai negeri ia tidak dapat di- hadiah, atau perjanjian semacam itu dapat
hukum. dipersalahkan “menerima suap” dalam Pasal
3. Maksud pemberian hadiah atau perjanjian 418 atau 419 KUHP (pasieve omkooping).
itu harus membujuk supaya pegawai negeri 6. Apa yang disebut “pegawai negeri” lihat
itu dalam pekerjaannya berbuat atau men- catatan pada Pasal 92 KUHP.
galpakan sesuatu yang “bertentangan den- 7. Menurut UU No. 3 Tahun 1971, Pasal 209
gan kewajibannya”, jadi kalau untuk berbuat ini dipandang sebagai “tindak pidana korup-
atau mengalpakan sesuatu yang sah menurut si” dan diancam hukuman penjara seumur
kewajiban jabatannya, tidak dapat dihukum. hidup atau penjara selama-lamanya 2 tahun
4. Seorang yang berbuat pelanggaran atau ke- dan denda setinggi-tingginya Rp30.000.000,-
jahatan memberi hadiah (uang atau barang) Contoh di atas barulah merujuk pada
atau perjanjian (berupa apa saja) kepada salah satu referensi, yaitu penjelasan pasal-pasal
agen polisi dengan maksud supaya jangan dalam KUHP menurut R. Soesilo. Apabila terda-
membuat proses-verbal (jadi bertentangan pat yurisprudensi, doktrin, ataupun risalah pem-
dengan kewajiban agen polisi), dapat dihu- bentukan mengenai Pasal 209 tentunya dapat
kum menurut sub 1 pasal ini. ditambahkan untuk lebih memberikan gambaran
Seorang yang telah berbuat suatu pelang- secara komprehensif mengenai Pasal 5 UU No.
garan atau kejahatan, memberi hadiah atau 31 Tahun 1999 jo. Pasal 20 Tahun 2001. Berikut
perjanjian pada agen polisi, setelah agen adalah tabel delik korupsi yang secara mutlak di-
polisi itu ternyata tidak membuat proses- ambil dan dikembangkan dari pasal-pasal KUHP.
verbal terhadapnya, dapat dihukum menurut
sub 2 pasal ini. Berhubung dengan ini maka
dapatlah ditentukan, bahwa pada saat pem-
berian dilakukan, kejahatan ini telah selesai,
meskipun pegawai itu tidak mau menerima
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 16
Tabel Delik Korupsi yang Secara Mutlak Diambil dari KUHP
UU No. 31 Tahun 1999 jo. Diadopsi dari KUHP
UU No. 20 Tahun 2001
Pasal 5 ayat (1) huruf a Pasal 209 ayat (1) ke-1
Pasal 5 ayat (1) huruf b Pasal 209 ayat (1) ke-2
Pasal 6 ayat (1) huruf a Pasal 210 ayat (1) ke-1
Pasal 6 ayat (1) huruf b Pasal 210 ayat (2) ke-2
Pasal 7 ayat (1) huruf a Pasal 387 ayat (1)
Pasal 7 ayat (1) huruf b Pasal 387 ayat (2)
Pasal 7 ayat (1) huruf c Pasal 388 ayat (1)
Pasal 7 ayat (1) huruf d Pasal 388 ayat (2)
Pasal 8 Pasal 415
Pasal 9 Pasal 416
Pasal 10 Pasal 417
Pasal 12 huruf a Pasal 419 ke-1
Pasal 12 huruf b Pasal 419 ke-2
Pasal 12 huruf c Pasal 420 ayat (1) ke-1
Pasal 12 huruf d Pasal 420 ayat (1) ke-2
Pasal 12 huruf e Pasal 423
Pasal 12 huruf f Pasal 425 ke-1
Pasal 12 huruf g Pasal 425 ke-2
Pasal 12 huruf h Pasal 425 ke-3
Pasal 12 huruf i Pasal 435
Sumber: Gandjar Laksmana Bonaprapta, “Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia” dalam
Kemenristekdikti, Pendidikan Anti-Korupsi untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kemenristekdikti, 2011: 129).
Tabel Delik Korupsi yang Dirumuskan oleh Pembuat Undang-Undang
Pasal 12 huruf i Pasal 12 huruf i
1. Pasal 1 ayat (1) huruf a, b, 1. Pasal 2
dan d 2. Pasal 3
2. Pasal 1 ayat (2) 3. Pasal 13
4. Pasal 15
17 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
5. Delik-Delik Tindak Pidana Korupsi
Terdapat 13 pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 yang mengatur mengenai
tindak pidana korupsi, yang mana dapat dikerucutkan menjadi 7 macam perbuatan utama, yaitu:
1) Merugikan keuangan negara.
2) Suap.
3) Penggelapan dalam jabatan.
4) Paksaan mengeluarkan uang (pemerasan).
5) Perbuatan curang.
6) Benturan kepentingan dalam pengadaan (penipuan oleh pemborong).
7) Gratif kasi.
Ketujuh macam perbuatan utama tersebut apabila dijabarkan lebih mendetail akan menjadi 30 ben-
tuk perbuatan spesif k. Selain itu tindak pidana korupsi juga dapat ditelisik erat kaitannya dengan tindak pi-
dana lainnya, misalnya tindak pidana pencucian uang. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing perbuatan
utama tersebut.
1) Merugikan Keuangan Negara
Dalam kategori perbuatan yang merugikan keuangan negara, hanya terdapat dua pasal dari 13 pasal
yang mengatur seluruh tindak pidana korupsi dalam undang-undang, yaitu Pasal 2 dan Pasal 3. Secara se-
derhana Pasal 2 digunakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang bukan merupakan pejabat negara,
sedangkan Pasal 3 digunakan terhadap pelaku yang merupakan pejabat negara (PNS/ASN) yang memiliki
kewenangan, kesempatan, atau sarana tertentu yang berasal dari negara.
a. Pasal 2
Tindak pidana korupsi dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2000 diatur pada Bab II,
yang pasal pertamanya langsung mengatur korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian
negara. Berikut adalah uraiannya.
Pasal 2
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan ter-
tentu, pidana mati dapat dijatuhkan
Penjelasan Pasal 2
1. Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan
hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak dia-
tur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela ka-
rena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka
perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan
keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 18
formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang
sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
2. Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam Pasal ini adalah keadaan yang dapat dijadikan
alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut
dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana
alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi
dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
Tabel Unsur Pasal 2
No. Unsur Keterangan
1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya manusia
tetapi juga korporasi, baik yang berbadan hukum
maupun tidak berbadan hukum.
2 Secara melawan hukum Melawan hukum dalam arti materiil (berlawa-
nan dengan norma-norma yang hidup dalam
masyarakat) dan dalam arti formil (berlawanan
dengan ketentuan dalam peraturan tertulis).
3 Melakukan perbuatan Menurut KBBI, melakukan perbuatan berarti
melakukan sesuatu yang diperbuat, berupa tin-
dakan apapun. Dalam hukum pidana dikenal
adanya jenis delik formil dan delik yang dilakukan
secara aktif.
4 Memperkaya diri sendiri, Secara haraf ah memperkaya adalah kegiatan
atau orang lain, atau apapun yang menjadikan bertambahnya kekayaan,
korporasi terlepas dari kuantitas penambahan yang terjadi.
Misalkan dengan membeli, menjual, mengambil,
memindah bukukan rekening, serta perbu-atan
lainnya sehingga pelaku jadi bertambah kekayaan-
nya (Mulyadi, 2007:81).
Bertambahnya kekayaan pelaku juga harus memi-
liki hubungan dengan berkurangnya kekayaan ne-
gara. Selain itu tidak ada keharusan bahwa pelaku
saja yang bertambah kekayaannya, tapi juga orang
lain (seperti keluarganya) atau bahkan korporasi.
(Ali, 2014:93-94).
5 Dapat merugikan Kerugian yang dimaksud bukan hanya sekedar
keuangan atau perekono- pengertian kerugian seperti dalam suatu peru-
mian negara sahaan, tetapi kerugian yang terjadi karena sebab
perbuatan (perbuatan melawan hukum atau pe-
nyalahgunaan wewenang (Ali, 2014:105).
19 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
Selain itu terdapat penjelasan mengenai unsur tan memperkaya dapat merugikan keuangan
“yang dapat merugikan keuangan negara atau negara atau perekonomian negara. Dengan de-
perekonomian negara” yang terdapat dalam Pen- mikian perbuatan memperkaya secara melawan
jelasan Umum UU No. 31 Tahun 1999, yaitu: hukum telah memenuhi rumusan pasal ini.
Keuangan negara yang dimaksud adalah b. Pasal 3
seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, Pada intinya pasal ini melarang setiap
yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, ter- perbuatan mengambil atau mencari untung
masuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara yang dilakukan dengan cara menyalahgunakan
dan segala hak yang timbul karena: kewenangan, kesempatan, atau sarana. Memang
(a) Berada dalam penguasaan, pengurusan, tidak dapat dipungkiri bahwa mencari untung
dan pertanggungjawaban pejabat lemba- adalah naluri setiap orang sebagai makhluk
ga negara, baik di tingkat pusat maupun di sosial dan makhluk ekonomi. Tetapi yang dila-
daerah. rang oleh undang-undang adalah perbuatan
(b) Berada dalam penguasaan, pengurusan, mencari untung yang dilakukan dengan men-
dan pertanggungjawaban Badan Usaha yalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sara-
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, na. Sebagai catatan, keuntungan dalam arti nama
yayasan, badan hukum, dan perusahaan baik tidak termasuk dalam pengertian ini.
yang menyertakan modal negara, atau pe-
rusahaan yang menyertakan modal pihak Pasal 3
ketiga berdasarkan perjanjian dengan ne- Setiap orang yang dengan tujuan me-
gara. nguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, ke-
Sedangkan yang dimaksud dengan Per- sempatan, atau sarana yang ada padanya karena
ekonomian Negara adalah kehidupan pereko- jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
nomian yang disusun sebagai usaha bersama keuangan negara atau perekonomian negara, dipi-
berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha dana dengan pidana penjara seumur hidup atau
masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat mau- paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda
pun di daerah sesuai dengan ketentuan pera- paling sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh juta ru-
turan perundang-undangan yang berlaku yang piah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu
bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, miliar rupiah).
dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan
rakyat. Penjelasan Pasal 3
Sebagai catatan, unsur kerugian Kata “dapat” dalam ketentuan ini diartikan sama
keuangan negara atau perekonomian negara dengan Penjelasan Pasal 2.
tidak bersifat mutlak, yaitu bahwa kerugian itu
tidak harus telah terjadi. Sekedar suatu perbua-
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 20
Tabel Unsur Pasal 3
No. Unsur Keterangan
1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya manusia tetapi juga
korporasi, baik yang berbadan hukum maupun tidak ber-
badan hukum.
2 Dengan tujuan Merupakan penjabaran dari ajaran kesalahan dan pertang-
gungjawaban pidana, yaitu opzet atau kesengajaan atau de-
ngan sengaja. Unsur dengan tujuan merupakan bentuk ke-
sengajaan sebagai tujuan.
3 Menguntungkan diri Menurut KBBI menguntungkan berarti mendapatkan laba
sendiri, atau orang lain, atau manfaat. Keuntungan yang diperoleh harus merupakan
atau suatu korporasi keuntungan materiil, dan keuntungan materiil tidak harus
berupa uang. Memperoleh suatu keuntungan atau men-
guntungkan pada dasarnya memiliki arti memperoleh atau
menambah kekayaan dari yang sudah ada sebelumnya (La-
mintang, 1991:276).
4 Menyalahgunakan ke- Syarat utama diterapkannya unsur ini adalah bahwa pelaku
wenangan, kesempatan, merupakan orang yang sungguh-sungguh mempunyai ke-
atau sarana yang ada wenangan, kesempatan, atau sarana. Karena orang yang
padanya karena jabatan tidak memilikinya tentunya tidak dapat menyalahgunakan
atau kedudukan kewenangan, kesempatan, atau sarana, dan oleh karenanya
dalam hal demikian terdapat unsur melawan hukum.
5 Yang ada padanya karena Unsur ini harus dikaitkan dengan unsur sebelumnya, karena
jabatan atau kedudukan terdapat alternatif di dalam penerapannya berupa:
a. penyalahgunaan kewenangan karena jabatan atau
kedudukan
b. penyalahgunaan kesempatan karena jabatan atau
kedudukan, dan
c. penyalahgunaan sarana karena jabatan atau kedudukan
21 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
Catatan penting dalam konteks pene- a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
rapan Pasal 2 dan Pasal 3 ini adalah, bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara
unsur kerugian keuangan negara atau perekono- dengan maksud supaya pegawai negeri
mian negara tidak bersifat mutlak, yaitu bahwa atau penyelenggara negara tersebut ber-
kerugian itu tidak harus selalu terjadi. Sekedar buat atau tidak berbuat sesuatu dalam
suatu perbuatan memperkaya dapat merugikan jabatannya, yang bertentangan dengan ke-
keuangan negara atau perekonomian negara ka- wajibannya, atau
rena perbuatan memperkaya secara melawan b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri
hukum telah memenuhi rumusan pasal ini. atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang berten-
2) Suap-Menyuap tangan dengan kewajiban, dilakukan atau
Secara konseptual suap diartikan seba- tidak dilakukan dalam jabatannya.
gai pemberian hadiah atau janji kepada seorang (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara ne-
penyelenggara negara atau pegawai negeri yang gara yang menerima pemberian atau janji
berhubungan dengan jabatannya. Secara nor- sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
matif, suap diatur dalam berbagai rumusan pasal, a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang
yang apabila dilihat dari jenisnya, dapat dibagi sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
menjadi dua, yaitu (1) suap aktif (active bribery)
dan (2) suap pasif (passive bribery). Kategori Penjelasan Pasal 5
pelaku yang menerima suap pun dibagi menjadi 1. Cukup jelas.
dua jenis, yakni penegak hukum (hakim, advokat, 2. Yang dimaksud dengan “penyelenggara ne-
jaksa, dan polisi) dan non-penegak hokum yaitu gara” dalam Pasal ini adalah penyelenggara
penyelenggara negara dan pegawai negeri sipil negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
(Ali, 2014:125). Berikut adalah pasal-pasal terkait Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 ten-
suap dalam undang-undang korupsi. tang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
a. Pasal 5 Pengertian “penyelenggara negara” tersebut
Pasal yang mengatur suap yang pertama berlaku pula untuk pasal-pasal berikutnya
kali dapat dijumpai pada undang-undang korupsi dalam Undang-Undang ini.
adalah Pasal 5 ini, yang mengatur dua jenis per-
buatan, yaitu “memberi suap” dan “menerima
suap”. Berikut adalah uraiannya.
Pasal 5
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling sing-
kat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp250.000.000,- (dua ratus
lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 22
Tabel Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf a
No. Unsur Keterangan
1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya manusia tetapi juga
korporasi, baik yang berbadan hukum maupun tidak ber-
badan hukum.
2 Memberi atau menjanji- Memberi berarti beralihnya benda yang dijadikan objek
kan sesuatu pemberian dari tangan pemberi ke tangan penerima, dan hal
ini tidak mensyaratkan benda tersebut beralih secara f sik,
tetapi cukup dengan beralihnya penguasaan benda tersebut
kepada penerima.
Sedangkan arti menjanjikan sesuatu berarti apa yang dijan-
jikan tersebut belum diwujudkan sebelum pengawai negeri
atau penyelenggara negara yang disuap melakukan atau tidak
melakukan sesuatu (Ali, 2014:126-127).
3 Pegawai negeri atau pe- Pegawai negeri telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan pe-
nyelenggara negara nyelenggara negara menurut UU No. 28 Tahun 1999 meli-
puti:
• Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara
• Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara
• Menteri
• Gubernur
• Hakim
• Pejabat Negara lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan
• Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitan-
nya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ke-
tentuan perundang-undangan yang berlaku.
4 Dengan maksud Merupakan penjabaran dari ajaran kesalahan dan pertang-
gungjawaban pidana, yaitu opzet atau kesengajaan atau
dengan sengaja. Unsur dengan tujuan merupakan bentuk ke-
sengajaan sebagai tujuan.
5 Supaya pegawai negeri Pada waktu memberikan hadiah atau janji, pelaku meng-
atau penyelenggara nega- hendaki agar pegawai negeri atau penyelenggara negara me-
ra tersebut berbuat atau lakukan atau tidak melakukan sesuatu menurut kehendak-
tidak berbuat sesuatu nya. Cukup membuktikan bahwa pada waktu memberikan
dalam jabatannya hadiah atau janji, pelaku mempunyai maksud tertentu.
6 Yang bertentangan de- Pelaku harus mengetahui bahwa dengan melaksanakan ke-
ngan kewajibannya hendaknya itu si pegawai negeri atau penyelenggara negara
telah tidak memenuhi kewajibannya.
23 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
Karena Pasal 5 ayat (1) huruf a ditarik dari Pasal 209 KUHP, maka perlulah kita cermati yurisprudensi yang
berkaitan dengan Pasal 209 KUHP, karena dapat diterapkan juga dalam Pasal 5, beberapa yurisprudensi itu
antara lain:
1) Arrest Hoge Raad 24 November 1980, W. 5969
“Pasal ini dapat juga diperlakukan seandainya hadiah itu tidak diterima.”
2) Arrest Hoge Raad 25 April 1916, N.J. 1916, 300 W. 9896
“Memberi hadiah di sini mempunyai arti yang lain daripada menghadiahkan sesuatu semata-mata karena ke-
murahan hati. Ia meliputi setiap penyerahan dari sesuai yang bagi orang lain mempunyai nilai.”
3) Putusan Mahkamah Agung No. 145 K/Jr/1955, 22 Juni 1955
“Pasal 209 KUHP tidak mensyaratkan bahwa pemberian itu diterima dan maksud daripada Pasal 209 KUHP
ialah untuk menetapkan sebagai suatu kejahatan tersendiri, suatu percobaan yang dapat dihukum menyuap.”
Tabel Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf b
No. Unsur Keterangan
1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya manusia tetapi juga kor-
porasi, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hu-
kum.
2 Memberi sesuatu Memberi sesuatu adalah perbuatan mengalihkan atau memin-
dahkan penguasaan atas objek pemberian. Sesuatu yang diberikan
bisa berupa dan berwujud apa saja.
3 Pegawai negeri atau penye- (Lihat penjelasan unsur pegawai negeri dan penyelenggara negara
lenggara negara pada bagian sebelumnya)
4 Karena atau ber- Pemberian dilakukan terkait suatu hal yang melekat pada
hubungan dengan sesuatu penerima
5 Yang bertentangan Pemberian yang dilakukan bersifat melanggar atau tidak boleh di-
dengan kewajiban lakukan karena bertentangan dengan kewajiban
6 Dilakukan atau tidak dilaku- Unsur ini tidak mensyaratkan bahwa penerima harus melakukan
kan dalam jabatannya sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban itu dilakukan dalam
jabatannya.
Tabel Unsur Pasal 5 ayat (2)
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau penye- Pegawai negeri atau penyelenggara ne-
lenggara negara gara meliputi (1) pegawai negeri yang
diatur dalam UU Kepegawaian dan
UU Aparatur Sipil Negara, (2) pegawai
negeri sebagaimana dimaksud dalam
KUHP, (3) orang yang menerima gaji/
upah dari keuangan negara/daerah, (4)
orang yang menerima gaji/upah dari
suatu korporasi yang menerima ban-
tuan dari keuangan negara/daerah, dan
(5) orang yang mempergunakan modal
atau fasilitas dari negara/masyarakat.
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 24
No. Unsur Keterangan
2 Menerima pemberian atau Selesainya perbuatan menerima ada-
janji lah apabila suatu pemberian (mi-
salnya sejumlah uang) telah berpindah
kekuasaanya secara mutlak dan nyata
ke tangan pegawai negeri atau penye-
lenggara yang menerima.
Sedangkan perbuatan menerima janji
dianggap telah selesai dan sempurna
jika ada keadaan-keadaan yang dapat
digunakan sebagai indikator bahwa
apa isi yang dijanjikan telah diterima
oleh pegawai negeri atau penyelengga-
ra negara (misalnya dengan anggukan
kepala, atau kata-kata yang sifatnya
dapat dinilai atau dianggap menerima)
(Ali, 2014:133).
2 Berbuat atau tidak berbuat Bahwa terdapat tindakan berbuat atau
sesuatu dalam jabatannya, tidak berbuat sesuatu yang terkait
yang bertentangan dengan dengan penerimaan barang atau janji
kewajibannya, atau berhu- tersebut, misalnya demikian (1) A
bungan dengan sesuatu yang menyuap X agar memenangkan dirin-
bertentangan dengan ke- ya dalam tender pengadaan barang di
wajiban, dilakukan atau tidak instansi Z, (berbuat sesuatu), atau (2)
dilakukan dalam jabatannya. A menyuap X agar tidak memproses
pelanggaran yang dilakukan oleh A di
instansi Z, (tidak berbuat sesuatu),
yang mana hal-hal tersebut berten-
tangan dengan kewajiban X sebagai
pegawai negeri atau penyelenggara
negara.
Rumusan unsur pada Pasal 5 tersebut mungkin akan sedikit membingungkan karena mirip. Pada
dasarnya Pasal 5 ayat (1) adalah delik korupsi yang disebut “memberi suap”, sedangkan Pasal 5 ayat (2) adalah
delik korupsi yang disebut “menerima suap”. Kemudian dalam Pasal 5 ayat (1) pula dijumpai dua bentuk per-
buatan memberi suap sebagaimana diatur dalam huruf a dan huruf b, di mana huruf a adalah suap sebelum
berbuat atau tidak berbuat, sedangkan huruf b adalah suap setelah berbuat atau tidak berbuat. Perbedaan
utama keduanya dapat dilihat dalam tabel berikut.
25 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
Tabel Perbedaan Suap Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b
Pasal 5 ayat (1) huruf a Pasal 5 ayat (1) huruf b
Pemberian atau janji dilakukan Pemberian atau janji dilakukan karena
dengan tujuan agar pegawai negeri pegawai negeri atau penyelenggara
atau penyelenggara negara berbuat negara telah melakukan sesuatu yang
atau tidak berbuat sesuatu dalam bertentangan dengan kewajiban yang
jabatannya yang bertentangan de- dilakukan atau tidak dilakukan dalam
ngan kewajibannya. jabatannya.
(suap sebelum berbuat atau tidak (suap setelah berbuat atau tidak ber-
berbuat sesuatu) buat sesuatu)
Pasal 5 ayat (1), baik untuk huruf a maupun huruf b, dapat dikategorikan sebagai perbuatan suap
aktif (perbuatan memberi suap) karena pelaku deliknya adalah seseorang selain pegawai negeri atau pe-
nyelenggara negara. Berikutnya dapat dijumpai ketentuan pada Pasal 5 ayat (2) yang merupakan suap pasif
karena pelaku deliknya adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara.
b. Pasal 6
Sekilas terdapat kemiripan antara struktur Pasal 6 dengan Pasal 5 yang telah dibahas sebelumnya.
Pasal 6 ayat (1) huruf a adalah suap kepada hakim, Pasal 6 ayat (1) huruf b adalah suap kepada advokat, dan
Pasal 6 ayat (2) adalah penerima suap yang merupakan seorang hakim atau advokat.
Pasal 6
1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi pu-
tusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, atau
b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan pe-
rundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan
maksud untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan
perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
2. Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 26
Tabel Unsur Pasal 6
No. Unsur Keterangan
1 Setiap orang (lihat penjelasan unsur pada bagian se-
belumnya)
2 Yang memberi atau menjan- (lihat penjelasan unsur ini pada bagian
jikan sesuatu kepada hakim terdahulu)
Tujuan pemberian atau janji adalah
hakim.
3 Dengan maksud Dengan maksud merupakan wu-
jud dari adanya kesengajaan berbuat,
bahwa pemberi menyadari dalam arti
mengetahui dan menghendaki perbu-
atannya tersebut
4 Untuk mempengaruhi pu- Unsur ini terkait dengan unsur mak-
tusan perkara yang diserah- sud, yaitu bahwa pemberian atau janji
kan kepadanya untuk diadili; untuk memberikan itu terkait adanya
atau keinginan tertentu agar dilakukan oleh
penerima.
5 Yang memberi atau menjan- (lihat penjelasan unsur memberi atau
jikan sesuatu kepada sese- menjanjikan)
orang yang menurut undang- Tujuan pemberian atau janji adalah
undang ditentukan menjadi kedudukan advokat.
advokat untuk menghadiri
sidang
6 Dengan maksud Dengan maksud merupakan wu-
jud dari adanya kesengajaan berbuat,
bahwa pemberi menyadari dalam arti
mengetahui dan menghendaki perbua-
tannya tersebut
7 Untuk mempengaruhi Unsur ini terkait dengan unsur mak-
nasihat atau pendapat yang sud, yaitu bahwa pemberian atau janji
akan diberikan dihubungkan dengan itikad pemberi
yang menginginkan agar penerima
mengikuti kehendaknya.
c. Pasal 11
Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikir Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,-
(dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah
atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
27 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
Tabel Unsur Pasal 11
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau penye- (lihat penjeasan unsur ini pada bagian
lenggara negara sebelumnya)
2 Menerima hadiah atau me- Menerima hadiah adalah per-
nerima janji buatan beralihnya objek pemberian
dari kekuasaan pemberi ke dalam
kekuasaan penerima.
Menerima janji adalah sikap, perbua-
tan, atau pernyataan yang menunduk-
kan diri adanya suatu ikatan
3 Diketahui atau patut diduga Diketahui adalah bentuk kesalahan
berupa kesengajaan bahwa pelaku
menyadari perbuatannya sebagai per-
buatan yang diketahui dan dikehen-
daki.
Patut diduga adalah bentuk kesalahan
berupa kekurang hati-hatian pene-
rima bahwa apa yang diterima terkait
dengan kekuasaan atau kewenangan
terkait kedudukan/jabatannya.
4 Hadiah atau janji tersebut Objek yang diterimanya adalah terkait
diberikan karena kekuasaan dengan kekuasaan atau kewenangan
atau kewenangan yang ber- yang dimiliki penerima, atau penerima
hubungan dengan jabatannya, mampu menduga bahwa pemberian
atau yang menurut pikiran dilakukan karena pemberinya me-
orang yang memberikan mandang bahwa penerima memiliki
hadiah atau janji tersebut ada kekuasaan tertentu.
hubungan dengan jabatannya
Pasal ini ditarik langsung dari Pasal 418 KUHP. Sedangkan terdapat beberapa yurisprudensi terkait Pasal 418
KUHP, yaitu sebagai berikut:
1) Arrest Hoge Raad 10 April 1893, W. 6333
“Adalah tidak perlu bahwa pemberian itu diterima oleh si pegawai negeri di dalam sifatnya sebagai pegawai
negeri.”
2) Putusan Mahkamah Agung No. 50 K/Kr/1960, 13 Desember 1960
“Undang-undang atau hukum tidak mengenal ketentuan, bahwa apabila seorang pegawai negeri dituduh me-
lakukan kejahatan yang dimaksud oleh Pasal 418 KUHP, maka orang yang memberi kepada pegawai negeri
itu harus dituntut lebih dahulu atas kejahatan tersebut di Pasal 209 KUHP.”
3) Putusan Mahkamah Agung No. 77 K/Kr/1973, 19 November 1974
“Terdakwa dipersalahkan melakukan korupsi c.q. menerima hadiah, walaupun menurut anggapannya uang
yang diterima itu dalam hubungannya dengan kematian keluarganya, lagipula penerima barang-barang itu
bukan terdakwa melainkan istri atau anak-anak terdakwa.”
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 28
4) Putusan Mahkamah Agung No. 1/1955/M.A.Pid., 23 Desember 1955
“Seorang menteri adalah “pegawai negeri” dalam arti yang dimaksudkan di dalam pasal-pasal 418 dan 419
KUHP. Dalam hal dua orang atau lebih dituduh bersama-sama dan bersekutu melakukan kejahatan menurut
pasal-pasal 418 dan 419 KUHP, tidaklah perlu masing-masing dari mereka, memenuhi segala unsur yang oleh
pasal itu dirumuskan untuk tidak pidana tersebut. In casu tidak perlu mereka semua melakukan tindakan
menerima uang.”
d. Pasal 12 huruf a
Pasal 12 huruf a
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah):
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Tabel Unsur Pasal 12 huruf a
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Yang menerima hadiah atau Menerima hadiah diartikan bahwa
menerima janji objek yang diberikan telah berpindah
tangan atau penguasaan dari pemberi
kepada penerima.
Menerima janji diartikan bahwa telah
tercapai kesepakatan mengenai objek
yang akan diberi/diterima.
3 Padahal diketahui atau patut (telah dijelaskan pada bagian terda-
diduga hulu)
4 Hadiah atau janji tersebut di- Objek yang diterima atau disepakati
berikan untuk menggerakkan akan diterima adalah sarana agar mun-
cul niat penerima untuk mengikuti ke-
hendak pemberi.
5 Agar melakukan atau tidak Perbuatan yang dilakukan Penerima,
melakukan sesuatu dalam baik berupa melakukan atau tidak
jabatannya melakukan sesuatu adalah atas ke-
hendak pemberi.
6 Yang bertentangan dengan Penerima melanggar kewajiban
kewajibannya jabatannya diakibatkan adanya pembe-
rian atau janji dari pemberi.
29 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
e. Pasal 12 huruf b
Pasal 12 huruf b
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah):
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak me-
lakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Tabel Unsur Pasal 12 huruf a
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Yang menerima hadiah atau (telah dijelaskan pada bagian terda-
menerima janji hulu)
3 Padahal diketahui atau patut (telah dijelaskan pada bagian terda-
diduga hulu)
4 Diberikan sebagai akibat atau Perbuatan melakukan atau tidak me-
disebabkan telah melakukan lakukan sesuatu merupakan kausa
atau tidak melakukan sesua- dari pemberian kepada pegawai negeri
tu dalam jabatannya atau penyelenggara negara
5 Yang bertentangan dengan Perbuatan melakukan atau tidak me-
kewajibannya lakukan sesuatu oleh pegawai negeri
atau penyelenggaran negara itu me-
langgar kewajibannya
f. Pasal 12 huruf c
Pasal 12 huruf c
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
c. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 30
Tabel Unsur Pasal 12 huruf c
No. Unsur Keterangan
1 Hakim Yang dimaksud Hakim dalam UU ini
meliputi juga pengertian hakim yang
dimaksud dalam Ps. 92 ayat (2) KUHP
sebagaimana telah diadopsi ke dalam
UU PTP Korupsi
2 Yang menerima hadiah atau (telah dijelaskan pada bagian terda-
menerima janji hulu)
3 Padahal diketahui atau patut (telah dijelaskan pada bagian terda-
diduga hulu)
4 Diberikan sebagai akibat atau Perbuatan melakukan atau tidak me-
disebabkan telah melakukan lakukan sesuatu merupakan kausa
atau tidak melakukan sesua- dari pemberian kepada pegawai negeri
tu dalam jabatannya atau penyelenggara negara
g. Pasal 12 huruf d
Pasal 12 huruf d
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut unutk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
Penjelasan Pasal 12 huruf d
Yang dimaksud dengan “advokat” adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tabel Unsur Pasal 12 huruf d
No. Unsur Keterangan
1 Advokat Advokat sebagaimana dimaksud oleh
UU No. 18 tahun 2003
2 Yang menerima hadiah atau (telah dijelaskan pada bagian terda-
menerima janji hulu)
3 Padahal diketahui atau patut (telah dijelaskan pada bagian terda-
diduga hulu)
4 Diberikan sebagai akibat atau Advokat yang menerima hadiah atau
disebabkan telah melakukan janji mengetahui atau setidaknya da-
atau tidak melakukan sesua- pat menduga bahwa diberikan untuk
tu dalam jabatannya mempengaruhi nasehat atau pen-
dapatnya.
Pasal ini dapat diterapkan meski
Advokat tidak terpengaruh adanya
hadiah atau janji itu dalam nasihat atau
pendapatnya
31 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
h. Pasal 13
Pasal 13
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau we-
wenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)
Tabel Unsur Pasal 13
No. Unsur Keterangan
1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak
hanya manusia tetapi juga korporasi,
baik yang berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum.
2 Memberikan hadiah atau janji Unsur ini bersifat alternatif, memberi
hadiah atau memberi janji. Memberi
hadiah adalah menyerahkan sesuatu
di mana hadiah menurut KBBI adalah
pemberian kenang-kenangan, peng-
hargaan, penghormatan. Sedangkan
memberi janji memenuhi juga makna
berjanji, mengikat janji, atau “janjian”.
3 Kepada pegawai negeri Pegawai negeri atau penyelenggara ne-
gara meliputi (1) pegawai negeri yang
diatur dalam UU Kepegawaian dan
UU Aparatur Sipil Negara, (2) pegawai
negeri sebagaimana dimaksud dalam
KUHP, (3) orang yang menerima gaji/
upah dari keuangan negara/daerah, (4)
orang yang menerima gaji/upah dari
suatu korporasi yang menerima ban-
tuan dari keuangan negara/daerah, dan
(5) orang yang mempergunakan modal
atau fasilitas dari negara/masyarakat.
4 Dengan mengingat kekua- Unsur ini terkait dengan unsur
saan atau wewenang yang pegawai negeri sebagai tujuan pem-
melekat pada jabatan atau berian hadiah atau janji. Pegawai ne-
kedudukannya; atau geri yang dituju memiliki kekuasaan
atau kewenangan yang melekat pada
jabatan atau kedudukannya.
5 Oleh pemberi hadiah atau Unsur ini terbukti apabila si pemberi
janji dianggap melekat pada mengetahui, menduga, atau mengira,
jabatan atau kedudukan bahwa kekuasaan atau kewenangan
tersebut tertentu melekat pada si pejabat
sehubungan dengan jabatan atau
kedudukannya.
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 32
Perbuatan utama yang dilarang di dalam Pasal 13 sebagai perbuatan korupsi adalah memberi hadiah
atau janji kepada pegawai negeri. Memang memberi adalah perbuatan yang baik, akan tetapi memberikan
hadiah kepada seseorang dengan mengingat kekuasaan atau wewenangnya, yang melekat pada jabatan atau
kedudukan orang itu, adalah perbuatan yang masuk ke dalam pengertian delik korupsi. Pemahaman men-
dasar yang perlu dipahami adalah bahwa perbuatan memberi yang dilarang oleh delik ini adalah memberi
hadiah atau memberi janji.
Pada umumnya hadiah diberikan karena penerima telah melakukan suatu prestasi tertentu, dan
atas prestasi itulah hadiah diberikan. Pemberian yang tidak mensyaratkan adanya prestasi tidak meme-
nuhi pengertian hadiah. Kemudian mengenai janji, undang-undang sebenarnya tidak menjelaskan pengertian
memberi janji yang dimaksud, oleh karena itu perbuatn memberi janji yang dimaksud di sini dapat diartikan
sebagai setiap, semua, dan segala perbuatan memberi janji (termasuk yang dalam aktivitas sehari-hari kita
kenal menawarkan, mengajak, atau bahkan “janjian”!).
Memang pada praktiknya dalam kehidupan sehari-hari kita sering memberikan sesuatu kepada
pegawai negeri, terutama pejabat, dengan memandang jabatan dan/atau kewenangan yang melekat pada
jabatan atau kedudukannya. Doktrin anti korupsi tidak menghendaki perbuatan seperti ini karena hubungan
dengan pegawai negeri, pejabat, orang yang memiliki kekuasaan dan/atau kewenangan tidak perlu mendapat
tempat yang istimewa. Catatan penting di sini adalah bahwa delik dalam pasal ini hanya dapat diancamkan
kepada seorang pemberi. Adapun penerima akan diancam dengan pasal lain.
i. Pasal 15
Pasal 15
Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, sampai
dengan Pasal 14.
Tabel Unsur Pasal 15
No. Unsur Keterangan
1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak
hanya manusia tetapi juga korporasi,
baik yang berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum.
2 Yang melakuan percobaan, Percobaan, pembantuan, atau permu-
atau pembantuan, atau per- fakatan jahat, ketiganya ini mengacu
mufakatan jahat pada ketentuan yang sama yang ada di
KUHP.
3 Untuk melakukan tindak Bahwa tujuan percobaan, pembantuan,
pidana korupsi atau permufakatan jahat itu adalah un-
tuk melakukan tindak pidana korupsi.
4 Dipidana sama dengan pelaku Berbeda dengan KUHP, percobaan,
tindak pidana korupsinya pembantuan, atau permufakatan jahat
memiliki ancaman hukuman yang sama
dengan ancaman hukuman pelaku uta-
ma.
33 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
Konsep perumusan delik yang diatur dalam Pasal 15 sebenarnya mengadopsi konsep yang ada di
dalam KUHP, yang setidaknya mencakup tiga hal, yaitu percobaan (poging), perbantuan (medeplichtigheid),
dan permufakatan jahat. Berikut adalah penjelasan singkat dari masing-masing konsep tersebut.
Percobaan tindak pidana (Pasal 53 KUHP) pada hakikatnya adalah tindak pidana yang tidak selesai.
Namun demikian tindak pidana yang tidak selesai tersebut dapat diancam dengan sanksi pidana, sepanjang
memenuhi syarat-syarat berikut, yaitu (1) adanya niat, (2) adanya permulaan pelaksanaan, dan (3) tidak se-
lesainya delik bukan karena kehendak pelaku. Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka pelaku tetap
dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana dengan hukuman dikurangi 1/3. Namun dalam hal percobaan
tindak pidana korupsi, apabila pelaku memenuhi seluruh syarat di atas, maka pertanggungjawaban pidananya
tetap berlaku penuh dan hukumannya tidak dikurangi 1/3, melainkan sama dengan apabila delik korupsi itu
selesai dilakukan.
Perbantuan (medeplichtigheid) adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk membantu
seseorang yang akan atau sedang melakukan tindak pidana. Perbantuan tersebut diberikan dengan cara
memberi kesempatan, sarana, atau keterangan. Karena tidak ditentukan secara def nitif, maka setiap per-
buatan apapun dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk bantuan bagi pelaku utama apabila seseorang tidak
menghalangi orang lain melakukan delik. Sama halnya seperti percobaan, seorang yang melakukan perban-
tuan hukumannya dikurangi 1/3 dalam KUHP, sedangkan dalam tindak pidana korupsi, ancaman pidana
seorang pembantu sama dengan pelaku utama.
Mengenai permufakatan jahat, KUHP mengatur permufakatan jahat atas delik tertentu saja yang
dapat dipidana, seperti delik makar, delik pembunuhan kepala negara dan/atau tamu negara. Dalam undang-
undang korupsi, meski perbuatan seseorang atau beberapa orang sekedar memenuhi adanya permufakatan
jahat, tetapi sanksi pidana yang dapat diancamkan kepadanya sama dengan bila mereka telah melakukan
delik korupsi yang baru disepakati tersebut.
3) Penggelapan dalam Jabatan
a. Pasal 8
Tabel Unsur Pasal 8
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau orang Pengertian pegawai negeri diatur di
lain selain pegawai negeri Pasal 1 angka 3 UU PTP Korupsi
Adapun selain pegawai negeri adalah
siapa saja, setiap orang
2 Yang ditugaskan menjalankan Ditugaskan menjalankan suatu jabatan
suatu jabatan umum adalah adanya penugasan secara resmi
untuk memegang jabatan tertentu
3 Secara terus menerus atau Jabatan yang ditugaskan kepada
untuk sementara waktu pegawai negeri atau orang selain
pegawai negeri itu bisa bersifat per-
manen ataupun untuk jangka waktu
tertentu saja
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 34
4 Dengan sengaja: Penggelapan merupakan tindak pidana
• menggelapkan uang atau berupa memperlakukan barang yang
surat berharga yang di- bukan milik sendiri sebagai seakan mi-
simpan karena jabatan- liknya sendiri.
nya, atau Perbuatan menggelapkan uang atau
• membiarkan uang atau surat berharga dilakukan sehubungan
surat berharga itu diam- keberadaan uang atau surat berharga
bil atau digelapkan oleh itu di tangannya sebagai konsekuensi
orang lain, atau jabatan yang diembannya, diperlaku-
• membantu dalam mela- kan seakan milik sendiri dan karenan-
kukan perbuatan (me- ya ia (bertujuan) mendapatkan keun-
ngambil atau mengge- tungan.
lapkan uang atau surat Membiarkan diambil atau digelap-
berharga) tersebut kan berarti pegawai negeri atau se-
lain pegawai negeri itu tidak melaku-
kan perbuatan apapun yang bersifat
menghalangi.
Membantu mengambil atau mengge-
lapkan terjadi secara sadar untuk me-
mudahkan pelakunya
5 Yang bertentangan dengan Perbuatan melakukan atau tidak me-
kewajibannya lakukan sesuatu oleh pegawai negeri
atau penyelenggaran negara itu mel-
anggar kewajibannya
6 Yang bertentangan dengan Penerima melanggar kewajiban
kewajibannya jabatannya diakibatkan adanya pembe-
rian atau janji dari pemberi.
7 Untuk mempengauhi nasihat Unsur ini terkait dengan unsur mak-
atau pendapat yang akan sud, yaitu bahwa pemberian atau janji
diberikan dihubungkan dengan itikad pemberi
yang menginginkan agar penerima
mengikuti kehendaknya.
Yurisprudensi
1) Arrest Hoge Raad 27 Juli 1938, 1939 No. 123
“Bagi seorang pegawai kantor pos, benda-benda post seperti perangko, meterai, kartu pos, dan sebagainya
itu merupakan surat-surat berharga. Berdasarkan undang-undang pos, benda-benda tersebut diperuntukkan
guna membayar beberapa hak dan kewajiban tertentu, sehingga di dalam peredarannya benda-benda terse-
but mempunyai suatu fungsi, yang disebut sebagai kertas berharga.”
2) Putusan Mahkamah Agung No. 73 K/Kr/1956, 23 Maret 1957
“Dipergunakannya sejumlah uang oleh pegawai negeri untuk pos lain daripada yang telah ditentukan, meru-
pakan kejahatan penggelapan termaksud Pasal 415 KUHP.”
35 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
b. Pasal 9
Tabel Unsur Pasal 9
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
lain selain pegawai negeri hulu)
2 Yang diberi tugas menjalan- (Telah dijelaskan pada tabel unsur
kan suatu jabatan umum: Pasal 8 di atas)
• secara terus menerus,
atau
• untuk sementara waktu
3 Dengan sengaja Doktrin menjelaskan dengan sengaja
sebagai “mengetahui dan menghenda-
ki”, dan dalam pasal ini kesengajaan
berbuat harus diartikan kesengajaan
dalam arti sebagai tujuan (opzet als
oogmerk)
4 Memalsukan buku-buku Perbuatan memalsukan dijelaskan se-
atau daftar-daftar yang bagai:
khusus untuk pemeriksaan • membuat keadaan palsu dari ke-
administrasi adaan yang tidak ada;
• membuat keadaan palsu dari ke-
adaan yang sebenarnya ada.
Perbuatan memalsu dalam unsur ini
dilakukan secara khusus terhadap
daftar-daftar khusus pemeriksaan
administrasi.
c. Pasal 10 huruf a
Tabel Unsur Pasal 10 huruf a
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
lain selain pegawai negeri hulu)
2 Yang diberi tugas menjalan- (telah dijelaskan pada tabel unsur
kan suatu jabatan umum se- Pasal 8 di atas)
cara terus menerus atau se-
mentara waktu
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 36
3 Menggelapkan, menghancur- Menggelapkan adalah perbuatan
kan, merusakkan, atau mem- memperlakukan barang yang bukan
buat tidak dapat dipakai milik sendiri sebagai seakan miliknya
sendiri.
Perbuatan menghancurkan adalah
perbuatan apapun yang mengakibat-
kan hancurnya barang
Perbuatan merusakkan adalah per-
buatan apapun yang mengakibatkan
rusaknya barang
Perbuatan mengakibatkan tidak ada-
pat dipakai adalah perbuatan apapun
yang menimbulkan tidak dapat dipakai
4 Barang, akta, surat, atau daf- Objek kejahatan ini adalah terbatas
tar pada barang, akta, surat, atau daftar
saja
5 Yang digunakan untuk me- Objek yang dihancurkan, dirusak, atau
yakinkan atau membuktikan menjadi tidak dapat dipakai itu adalah
di muka pejabat yang ber- objek yang digunakan untuk meyakin-
wenang kan atau pembuktian penting di hada-
pan pejabat
6 Yang dikuasai karena Objek barang, akta, surat, atau daf-
jabatannya tar ada di tangan pelaku kejahatan ini
karena jabatannya dan bukan karena
sebab lain
7 Untuk mempengauhi nasihat Unsur ini terkait dengan unsur mak-
atau pendapat yang akan sud, yaitu bahwa pemberian atau janji
diberikan dihubungkan dengan itikad pemberi
yang menginginkan agar penerima
mengikuti kehendaknya.
37 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
d. Pasal 10 huruf b
Tabel Unsur Pasal 10 huruf b
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
lain selain pegawai negeri hulu)
2 Yang diberi tugas menjalan- (telah dijelaskan pada bagian terda-
kan suatu jabatan umum se- hulu)
cara terus menerus atau se-
mentara waktu
3 Membiarkan orang lain Unsur ini pada dasarnya sama dengan
menghilangkan, menghancur- unsur Pasal 10 huruf a kecuali penam-
kan, merusakkan, atau bahan unsur membiarkan dan meng-
membuat tidak dapat dipakai hilangkan, yaitu perbuatan pasif/omis-
sion delict dengan tidak berbuat yang
seharusnya, dan perbuatan apapun
yang mengakibatkan hilangnya barang
4 Barang, akta, surat, atau telah dijelaskan pada tabel unsur Pasal
daftar 10 huruf a di atas)
e. Pasal 10 huruf c
Tabel Unsur Pasal 10 huruf c
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
lain selain pegawai negeri hulu)
2 Yang diberi tugas menjalan- (telah dijelaskan pada bagian terda-
kan suatu jabatan secara te- hulu)
rus menerus atau sementara
waktu
3 Membantu orang lain meng- Unsur ini pada dasarnya sama dengan
hancurkan, menghilangkan, unsur Ps. 10 huruf b kecuali penam-
merusakkan, atau membuat bahan unsur membantu, yaitu dengan
tidak dapat dipakai sengaja memberikan kesempatan, sa-
rana, atau keterangan sebelum keja-
hatan dilakukan maupun perbuatan
apapun yang bersifat tidak mengha-
langi terjadinya suatu kejahatan pada
saat sedang terjadi
4 Barang, akta, surat, atau (telah dijelaskan pada bagian terda-
daftar hulu)
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 38
4) Paksaan Mengeluarkan Uang (Pemerasan)
Perbedaan antara suap dengan pemerasan terletak pada inisiatifnya. Apabila inisiatif ada di pemberi,
maka dikategorikan sebagai suap. Apabila inisiatif ada di penerima, maka dikategorikan sebagai pemerasan.
a. Pasal 12 huruf e
Pasal 12 huruf e
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaanya memaksa seseorang memberi-
kan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu
bagi dirinya sendiri.
Tabel Unsur Pasal 12 huruf e
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Dengan maksud Merupakan betuk kesalahan pelaku
yang harus diartikan berupa kesenga-
jaan sebagai tujuan (opzet als oogmerk)
3 Menguntungkan diri sendiri Mendapatkan manfaat pada diri pelaku
atau orang lain maupun orang lain selain
4 Secara melawan hukum Meliputi pengertian melawan hukum
dalam arti formil dan materiil
5 Dengan menyalahgunakan Pelaku memiliki kekuasaan sehubu-
kekuasaannya ngan dengan kedudukannya sebagai
pegawai negeri atau penyelenggara
negara
6 Memaksa seseorang Perbuatan yang mengakibatkan orang
lain merasa tidak berdaya baik dalam
arti mutlak maupun relatif
7 Memberikan sesuatu yang Terdapat keterpaksaan pada orang
dibayar, atau menerima yang membayar, menerima pemba-
pembayaran dengan poto- yaran dengan potongan padahal se-
ngan, atau mengerjakan harusnya tidak ada pemotongan, atau
sesuatu bagi dirinya sendiri mengerjakan sesuatu bagi pelaku, per-
buatan mana merupakan keuntungan
bagi pelaku
39 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
b. Pasal 12 huruf f
Pasal 12 huruf f
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau
memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas
umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempu-
nyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
Tabel Unsur Pasal 12 huruf f
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Pada waktu menjalankan tu- Perbuatan dilakukan pada saat menja-
gas lan tugas dan bukan pada saat lain
3 Meminta, menerima, atau Cukup jelas
memotong pembayaran ke-
pada pegawai negeri atau
penyelenggara negara lain
atau kepada kas umum
4 Seolah mereka itu mempuyai Pelaku beralasan bahwa apa yang di-
utang kepadanya minta, diterima, atau potongan yang
dilakukannya adalah karena adanya
utang kepada dirinya
5 Padahal diketahui bukan Unsur ini merupakan bentuk kesenga-
utang jaan pelaku bahwa ia mengetahui ke-
tiadaan utang itu kecuali sebagai cara
untuk mendapatkan sejumlah uang
Yurisprudensi atas Pasal 425 ke-1, Putusan Mahkamah Agung No. 25 K/Kr/1955
“Salah satu unsur dari Pasal 425 ke-1 KUHP adalah menjalankan perbuatan itu di dalam jabatannya. Karena
pembuatan daftar penerimaan uang dan pembayaran gaji orang-orang yang dimintai uang oleh terdakwa itu
bukanlah tugas terdakwa sebagai klerek pada Jawatan Pengajaran Daerah, akan tetapi menjadi tugas dari
Kepala Sekolah Rakyat yang bersangkutan, sedang terdakwa hanya dimintai bantuan, maka permintaan uang
tersebut tidak dilakukan terdakwa dalam jatabannya.”
c. Pasal 12 huruf g
Pasal 12 huruf g
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 40
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, memeinta atau mene-
rima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
Tabel Unsur Pasal 12 huruf g
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Pada waktu menjalankan (telah dijelaskan pada tabel penjelasan
tugas unsur Pasal 12 huruf f)
3 Meminta, menerima, atau Pada dasarnya unsur ini sama de-
memotong pembayaran ke- ngan unsur pada Pasal 12 huruf f,
pada pegawai negeri atau perbedaannya hanya pada bentuknya
penyelenggara negara lain yaitu pekerjaan atau barang sedang-
atau kepada kas umum kan pada Pasal 12 huruf f adalah uang/
pembayaran
Meminta atau menerima pekerjaan
maupun penyerahan barang merupa-
kan perbuatan curang oleh pelaku
5) Perbuatan Curang
a. Pasal 7 ayat (1) huruf a
Tabel Unsur Pasal 7 ayat (1) huruf b
No. Unsur Keterangan
1 Pemborong atau ahli ba- Kejahatan korupsi ini merupakan delik
ngunan yang pada waktu khusus yang hanya bisa dilakukan oleh
membuat bangungan atau subjek dengan kualif kasi tertentu
penjual bahan bangunan yang yaitu pemborong, ahli bangunan, atau
pada waktu menyerahkan ba- penjual bahan bangunan
han bangunan
2 Melakukan perbuatan curang Perbuatan curang adalah perbuatan
yang tidak sesuai dengan keadaan yang
sesungguhnya, utamanya menyangkut
kualitas dan atau kuantitas barang
3 Yang dapat membahayakan Perbuatan curang pemborong, ahli
• keamanan orang atau bangunan, atau penjual bahan bangu-
barang, atau nan itu berpotensi menimbulkan ba-
• keselamatan negara da- haya keamanan orang atau barang
lam keadaan perang Perbuatan curang pemborong, ahli
bangunan, atau penjual bahan bangu-
nan itu berpotensi menimbulkan ba-
haya bagi keselamatan negara dalam
keadaan perang
41 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
b. Pasal 7 ayat (1) huruf b
Tabel Unsur Pasal 7 ayat (1) huruf b
No. Unsur Keterangan
1 Setiap orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
2 Yang bertugas mengawasi Perbuatan mengawasi pembangunan
pembangunan atau penye- atau mengawasi penyerahan bahan
rahan bahan bangunan bangunan
3 Dengan sengaja (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
4 Membiarkan perbuatan cu- Pembiaran adalah kualif kasi per-
rang sebagaimana dimaksud buatan berupa perbuatan pasif/omis-
huruf a sion delict dengan tidak berbuat yang
seharusnya
c. Pasal 7 ayat (1) huruf c
Tabel Unsur Pasal 7 ayat (1) huruf c
No. Unsur Keterangan
1 Setiap orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
2 Yang pada waktu menyerah- Pasal ini sama dengan apa yang dia-
kan barang keperluan TNI tur pada Pasal 7 ayat (1) huruf a,
dan/atau Polri yang membedakannya adalah objek
perbuatan curangnya adalah barang
keperluan TNI/Polri
3 Melakukan perbuatan curang (telah dijelaskan pada table penjelasan
unsur Pasal 7 ayat (1) huruf a)
4 Yang dapat membahayakan Perbuatan curang pemborong, ahli
keselamatan negara dalam bangunan, atau penjual bahan bangu-
keadaan perang nan itu berpotensi menimbulkan ba-
haya bagi keselamatan negara dalam
keadaan perang
d. Pasal 7 ayat (1) huruf d
Tabel Unsur Pasal 7 ayat (1) huruf d
No. Unsur Keterangan
1 Setiap orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
2 Yang bertugas mengawasi pe- (telah dijelaskan pada table penjelasan
nyerahan barang keperluan unsur Pasal 7 ayat (1) huruf b)
TNI dan/atau Polri
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 42
No. Unsur Keterangan
3 Dengan sengaja (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
4 Membiarkan perbuatan cu- Pembiaran adalah kualif kasi perbua-
rang sebagaimana dimaksud tan berupa perbuatan pasif/omission
huruf c delict dengan tidak berbuat yang se-
harusnya
e. Pasal 7 ayat (2)
Tabel Unsur Pasal 7 ayat (2)
No. Unsur Keterangan
1 (Setiap) orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
2 Yang menerima Perbuatan curang berupa menerima
• penyerahan barang ba- penyerahan barang bangunan atau ba-
ngunan, atau rang keperluan
• penyerahan barang ke-
perluan TNI dan/atau
Polri
3 Dan membiarkan perbuatan Pembiaran adalah kualif kasi per-
curang sebagaimana dimak- buatan berupa perbuatan pasif/omis-
sud ayat (1) huruf a atau c sion delict dengan tidak berbuat yang
seharusnya
f. Pasal 12 huruf h
Pasal 12 huruf h
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah
negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
43 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
Tabel Unsur Pasal 12 huruf h
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Pada waktu menjalankan (telah dijelaskan pada table penjelasan
tugas unsur Pasal 12 huruf f)
3 Menggunakan tanah negara Menggunakan tanah negara yang di
yang di atasnya terdapat hak atasnya terdapat hak pakai seolah-olah
pakai seolah-olah sesuai per- sesuai peraturan perundang-undangan
aturan perundang-undangan
4 Telah merugikan orang yang Untuk menerapkan kejahatan ini harus
berhak dibuktikan adanya kerugian yang nyata
pada orang yang berhak
5 Padahal diketahuinya Merupakan bentuk kesalahan sebagai
syarat pertanggungajwaban pidana
berupa kesengajaan
6 Perbuatan tersebut berten- Perbuatan menggunakan tanah negara
tangan dengan peraturan merupakan perbuatan melanggar per-
perundang-undangan aturan perundang-undangan
6) Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
a. Pasal 12 huruf i
Pasal 12 huruf i
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
i. pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugas-
kan untuk mengurus atau mengawasinya pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung mau-
pun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,.
Tabel Unsur Pasal 12 huruf i
No. Unsur Keterangan
1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terdahulu)
lenggara negara
2 Langsung maupun tidak lang- Cukup jelas
sung
3 Turut serta dalam pembo- Perbuatan turut serta dapat diartikan
rongan, pengadaan, atau sebagai perbuatan yang dilakukan secara
persewaan bersama-sama dan tidak harus dalam
pengertian medeplegen sebagaimana
dalam konsep penyertaan tindak pidana
4 Yang pada saat perbuatan Perbuatan curang yang dimaksud dalam
dilakukan Seluruh atau seba- pasal ini adalah berupa (potensi) ben-
gian ditugaskan untuk men- turan kepentingan mengingat pelaku
gurus atau mengawasinya adalah orang yang seharusnya me-
ngurus atau mengawasi pemborongan,
pengadaan, atau persewaan
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 44
7) Gratif kasi
Pada prinsipnya gratif kasi adalah pemberian biasa dari seseorang. Pemberian gratif kasi pada
dasarnya bukan merupakan tindak pidana. Gratif kasi menjadi tindak pidana apabila pemberian dilakukan
sehubungan dengan jabatan yang diemban oleh penerima, baik sebagai pegawai negeri atau pun penyeleng-
gara negara. Tanpa kedudukan pegawai negeri atau penyelenggara negara, pemberian tidak akan terjadi atau
dilakukan. Pada praktiknya pemberian seperti ini kerapkali dijadikan modus untuk “membina” hubungan
baik dengan pejabat sehingga dalam seseorang tersangkut suatu masalah yang menjadi kewenangan pejabat
tersebut, kepentingan orang itu sudah terlindungi karena ia sudah berhubungan baik dengan pejabat terse-
but. Gratif kasi diatur pada Pasal 12B yang rumusannya sebagai berikut:
Pasal 12B
(1) Setiap gratif kasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila
berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratif kasi tersebut
bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratif kasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratif kasi tersebut
suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pi-
dana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Penjelasan Pasal 12B
1. Yang dimaksud dengan “gratif kasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberi-
an uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratif kasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri
maupun di luar negeri dan yang dilakukan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
2. Cukup jelas.
Tabel Unsur Pasal 12B
No. Unsur Keterangan
1 Setiap gratif kasi Gratif kasi sebagaimana dijelaskan
pada bagian penjelasan memiliki mak-
na yang sangat luas meliputi merupa-
kan dalam arti luas dan fasilitas lainnya
2 Kepada pegawai negeri atau Penerima gratif kasi adalah subjek hu-
penyelenggara kum pidana tertentu dengankualif kasi
pegawai negeri atau penyelenggara
negara
45 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
No. Unsur Keterangan
3 Setiap gratif kasi Pemberian gratif kasi dikategorikan
sebagai suap yaitu pemberian dengan
maksud tertentu
4 Kepada pegawai negeri atau Pemberian dilakukan dengan meng-
penyelenggara ingat jabatan penerimanya. Tanpa
jabatan tersebut, pemberian tidak
akan dilakukan.
5 Dan yang berlawanan dengan Pegawai negeri atau penyelenggara
kewajiban atau tugasnya negara tertentu karena kewajiban
atau tugasnya diberi kewenangan un-
tuk menerima pemberian. Pemberian
dan penerimaan gratif kasi dilakukan
berlawanan dengan itu.
Catatan penting dalam jenis tindak pidana korupsi ini adalah bahwa gratif kasi hanya ditujukan ke-
pada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai penerima suatu pemberian. Selain itu sifat pidana
gratif kasi akan hapus dengan dilaporkannya penerimaan gratif kasi itu oleh pegawai negeri atau penye-
lenggara negara kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak tindakan yang diduga gratif kasi tersebut
diterima. Setelah laporan diterima, maka dalam 7 hari KPK akan menentukan apakah pemberian tersebut
gratif kasi atau bukan.
Lantas yang menjadi pertanyaan terpenting adalah, bagaimana menentukan suatu pemberian adalah
gratif kasi atau bukan? Kuncinya adalah keikhlasan. Misalnya kita memberi kepada pengemis apakah ikhlas?
Bisa jadi ikhlas dan jumlah pemberian pun bervariasi dengan jumlah Rp500,- sampai Rp10.000,- misalnya.
Tapi sangat jarang dan bahkan hampir tidak ada yang memberi pengemis Rp100.000,- dengan ikhlas. Ber-
beda halnya ketika datang ke perkawinan teman, mungkin pemberian Rp100.000,- lazim dijumpai, karena
diberikan kepada teman sendiri. Berbeda juga ketika datang ke perkawinan atasan atau boss, bisa jadi jum-
lahnya meningkat hingga Rp500.000,- dan tidak lupa menyelipkan kartu nama supaya tahu siapa pemberinya.
Ini erat kaitannya dengan kepentingan.
Kunci memahami gratif kasi sebenarnya bukan pada besaran nilainya melainkan pada konteks pem-
berian dan hubungan antara pemberi dan penerima. Begitu ada indikasi conf ict of interest dapat menjadi
suap dan gratif kasi. Meskipun demikian dalam beberapa momentum tertentu KPK masih memberikan
kelonggaran untuk menghargai kearifan lokal turun temurun, terutama tradisi memberikan sesuatu saat ada
teman atau kerabat menggelar hajatan (pesta pernikahan, masa berkabung, dsb.) di mana pemberian masih
diperbolehkan asalkan nilainya di bawah Rp1.000.000,-. Sebagai catatan, ketentuan ini tercantum dalam
Pedoman Pengendalian Gratif kasi KPK yang diterbitkan pada bulan Juni 2015. (KPK, 2015)
Catatan penulis terhadap kebijakan dari KPK tersebut adalah apabila ditemui adanya pemberian di
atas Rp1.000.000,- (katakanlah Rp5.000.000,-) maka KPK akan menyita Rp4.000.000,- dan mengembalikan
sisanya kepada penerima. Menurut hemat penulis, praktik yang demikian tidaklah tepat. Dengan demikian
apabila memang ingin ikhlas memberi tanpa adanya kepentingan tertentu, maka hanya ada dua cara. Perta-
ma, memberi dengan jumlah di bawah Rp1.000.000,- atau Kedua, memberi dengan jumlah berapapun tanpa
Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 46