i
i DETEKSI & STRATEGI PENCEGAHAN ANAK STUNTING PEDOMAN BAGI KADER DAN GURU PAUD/TK Penulis Dr. Sitti Patimah, SKM, M.Kes Suchi Avnalurini Sharief, S.Si.T, SKM., M.Keb Penerbit CV. Cahaya Bintang Cemerlang
ii DETEKSI & STRATEGI PENCEGAHAN ANAK STUNTING PEDOMAN BAGI KADER DAN GURU PAUD/TK Penulis Dr. Sitti Patimah, SKM, M.Kes Suchi Avnalurini Sharief, S.Si.T, SKM., M.Keb ISBN 978-623-6032-89-3 Editor : Muh Yunus, S.Sos., M.Kes. Erlina, H.B, SKM.,M.Kes. Usti Syah Putri, SKM.,M.KM Penyunting: Irmawati S. SKM.,M.Kes. Desain Sampul dan Tata Letak Harmawati Penerbit: Percetakan CV. CAHAYA BINTANG CEMERLANG Redaksi : Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo BTN Indira Residence Blok E No. 10 Sungguminasa Kab. Gowa No. HP: 085256649684 Email : [email protected] Distributor Tunggal Percetakan CV. CAHAYA BINTANG CEMERLANG Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo BTN Indira Residence Blok E No. 10 Sungguminasa Kab. Gowa No. HP: 081937538693/ WA: 085290480054 http//cahayabintangcemerlang.com Anggota UMKM Nomor : 04933-0615-20 Anggota IKAPI Nomor : 027/SSL/2020 Cetakan Pertama, 17 Agustus 2023
iii Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara Apapun tanpa ijin tertulis dari Penerbit.
iv SAMBUTAN PENERBIT Tugas utama Penerbit CV. CAHAYA BINTANG CEMERLANG untuk menerbitkan buku-buku referensi dari berbagai bidang studi yang ditulis oleh Guru dan Dosen atau Masyarakat. Buku dengan judul “Deteksi & Strategi Pencegahan Anak Stunting Pedoman Bagi Kader Dan Guru Paud/Tk” ini adalah karya Dr. Sitti Patimah, SKM, M.Kes, Suchi Avnalurini Sharief, S.Si.T, SKM., M.Keb staf pengajar Universits Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Mudah-mudahan kehadiran buku ini dapat memberikan motivasi kepada guru dan dosen pengajar yang lain untuk menulis referensi yang dapat digunakan dalam proses belajar-mengajar, maupun sebagai referensi dalam pelaksanaan kuliah yang relevan. Semoga Allah Swt., memberikan kemudahan untuk kita semua. Sungguminasa, 17 Agustus 2023 Penerbit CV. CAHAYA BINTANG CEMERLANG
v Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, berkat rahmat dan petunjuk sang pemilik Ilmu Pengetahuan “Allah SWT” sehingga penulisan buku Deteksi & Strategi Pencegahan Anak Balita Stunting (pedoman bagi kader dan guru PAUD/TK) telah selesai. Buku ini dibuat sangat sederhana agar mudah dipahami oleh para petugas di lapangan khususnya kader posyandu, kader bina keluarga balita dan guru PAUD/TK sehingga mereka dapat melakukan deteksi dan memberikan arahan kepada keluarga balita untuk mencegah anak mengalami stunting. Semoga buku ini, membawa manfaat dalam mendukung kinerja kader dan guru PAUD/TK sebagai komponen yang cukup vital dalam pencegahan stunting pada anak balita. Sungguminasa, 17 Agustus 2023 Salam Hormat Penulis
vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................... i HALAMAN REDAKSI PENERBIT............................................................ ii SAMBUTAN PENERBIT ............................................................................. iv KATA PENGANGTAR................................................................................. v DAFTAR ISI................................................................................................... vi BAB I SELUK BELUK SINGKAT TENTANG STUNTING................... 1 A. Pengenalan Stunting............................................................................. 1 B. Permasalahan Stunting dan Target Penurunan Angka Stunting .......... 2 C. Dampak Stunting ................................................................................. 3 D. Cara Mendeteksi Stunting pada anak................................................... 4 BAB II RISIKO IBU HAMIL DAN IBU BALITA DALAM MENCETUSKAN ANAK STUNTING............................................ 10 A. Risiko pada ibu hamil yang mengakibatkan anak menjadi stunting ... 10 B. Risiko pada ibu balita yang mengakibatkan anak mengalami stunting ........................................................................................................................21 C. Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Stunting pada ibu hamil dan ibu balita .............................................................................................................................26 BAB III RISIKO & STRATEGI PENGENDALIAN STUNTING PADA ANAK BALITA ................................................................... 39 A. Milestone (Tonggak Pencapaian) Perkembangan Anak Usia Balita (CDC, 2021a) .................................................................................................. 41 B. Milestone Perkembangan Fisik, Emosional/Sosial, Bahasa dan Kognitif Anak (CDC, 2021b & UNICEF) .............................................. 43 C. Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Balita Menurut Usia ................... 63
vii D. Faktor yang memengaruhi perkembangan anak balita ....................... 68 E. Lima cara efektif intervensi yang diberikan kepada anak : ............... 68 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 77 LAMPIRAN.................................................................................................... 80
1 BAB I SELUK BELUK SINGKAT TENTANG STUNTING A. Pengenalan Stunting Ada dua istilah yang sering terdengar di telinga kita sebagai orang awam tentang stunting dan stunted. Apakah dua istilah tersebut sama maknanya atau tidak. Berikut penjelasan WHO (2015) tentang kedua istilah tersebut : Secara comprehensive stunting didefinisikan sebagai Indeks Zscore Tinggi Badan Menurut Umur (HAZ) yang rendah (<-2 SD), dimulai pada lingkungan prenatal yang menyebabkan berat badan lahir rendah dan berlanjut dengan gangguan pertumbuhan dalam 2 tahun pertama kehidupan, setelah itu umumnya tidak dapat diubah (Roediger R, Hendrixson DT, and Manary MJ, 2020). • Stunted artinya Pendek • Stunted adalah tinggi badan anak tidak sesuai dengan usianya yakni berada di bawah median Standar Pertumbuhan Anak yang ditetapkan WHO. Stunted • Stunting adalah kondisi gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak optimal (adekuat). Stunting STUNTED ATAU PENDEK MERUPAKAN PETANDA GANGGUAN PERTUMBUHAN LINEAR (TINGGI BADAN)
2 B. Permasalahan Stunting dan Target Penurunan Angka Stunting Stunting tetap menjadi tantangan kesehatan global yang utama, dengan gangguan permanen (menetap) pada perkembangan fisik, pendidikan, dan kognitif anak yang terjadi pada jutaan anak karena kurangnya intervensi yang efektif (Hanieh et.al., 2019) Secara global, selama tiga dekade terakhir, prevalensi stunting di seluruh dunia menurun dari 40 persen pada tahun 1990, menjadi 22 persen pada tahun 2022. Secara rerata diperoleh penurunan 0.56% per tahun. Di Indonesia, selama 15 tahun terakhir (sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2022) kondisi anak balita stunting turun sebesar 14.7% yakni dari 36,3% menjadi 21.6%, atau secara rata-rata terjadi penurunan 0.98% per tahun, keiihatannya tampak lebih tinggi dibandingkan rerata penurunan angka stunting per tahun secara global. Di Indonesia, pada tahun 2024 ditargetkan jumlah balita yang mengalami stunting sebesar 14%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam 1 tahun ke depan dari saat ini (tahun 2023) menjadi suatu tantangan yang sangat berat untuk mencapai target tersebut di atas, apabila intervensi pencegahan anak stunting tidak dilakukan secara maksimal dan tepat, serta melibatkan kerjasama yang bak mulai dari individu, rumah tangga, masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan. Negara yang berhasil dalam pencapaian target penurunan prevalensi stunting secara global (40%) adalah ketika Negara dapat menurunkan angka stunting sebesar 3.9% per tahun. STUNTING SEBAGAI PENANDA PENTING BAHWA ANAK MENGALAMI KEKURANGAN GIZI SEJAK DALAM KANDUNGAN
3 Pertanyaannya adalah apakah Indonesia bisa seperti Negara yang berhasil dalam menurunkan prevalensi stunting balita sebesar 40% di tahun 2025 sesuai yang ditargetkan majelis kesehatan dunia?. Hal ini dapat dicapai jika Semua Pemangku Kepentingan dan Masyarakat awam berpartisipasi aktif dan saling bekerja sama dalam upaya percepatan penurunan prevalensi anak stunting. C. Dampak Stunting Menurut bank dunia, kerugian ekonomi akibat kekurangan gizi, dalam hal hilangnya produktivitas nasional dan pertumbuhan ekonomi, sangat signifikan—ekonomi dan masyarakat kita membayar US$3 triliun per tahun dalam bentuk hilangnya produktivitas, berkisar antara 3 hingga 16% (atau lebih) dari PDB di lingkungan berpenghasilan rendah. Selain itu, konsorsium ahli global, termasuk Bank Dunia, memperkirakan kerugian produktivitas ekonomi setara dengan US$29 miliar secara global pada tahun 2022 sebagai akibat dari tambahan beban malnutrisi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Untungnya, kerugian tersebut, sebagian besar dapat dicegah jika dilakukan investasi yang memadai dalam intervensi yang telah terbukti, terutama yang berfokus pada memastikan gizi yang optimal dalam rentang 1000 hari kritis antara awal kehamilan seorang wanita sampai ulang tahun kedua anaknya.
4 Stunting di awal kehidupan seorang anak dapat mengakibatkan : D. Cara mendeteksi stunting pada anak Kader dan Guru PAUD/TK dapat melakukan deteksi dini anak menderita stunting melalui pengukuran : a. Cara pengukuran berat badan 1. Siapkan timbangan dacin atau timbangan injak yang telah ditera (dikalibrasi) untuk mengetahui bahwa alat ukur dalam kondisi baik. Kerusakan permanen pada perkembangan kognitif Pencapaian Pendidikan yang Rendah Produktifitas & Pendapatan yang Rendah Berisiko tinggi untuk mengalami penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung & pembuluh darah, kanker, dsb Berat Badan Tinggi Badan Lingkar kepala untuk mengetahui pertumbuhan tengkorak kepala, otak dan perkembangan saraf
5 2. Anak berpakaian seminimal mungkin dengan menanggalkan selimut, topi, alas kaki dan pampers 3. Jika anak belum bisa berdiri, dilakukan pengukuran dalam posisi berbaring diatas alat ukur timbangan, atau dapat diukur bersama dengan orang lain dengan mengurangi hasil pengukuran berat badan orang lain, itulah hasil timbangan anak. b. Cara pengukuran panjang badan dan tinggi badan 1. Pengukuran panjang badan dilakukan pada anak y usia < 2 tahun, dilakukan dengan posisi anak terlentang diatas papan ukur (length board). Pengukuran tinggi badan dilakukan pada anak usia ≥ 2 tahun dan mampu berdiri. Perhatikan…!! a. Apabila anak usia dibawah 2 tahun tidak ingin diukur terlentang/berbaring untuk mengukur panjang badannya, maka lakukan pengukuran tinggi badan dan tambahkan 0.7
6 cm dari hasil pengukuran tersebut untuk memeroleh ukuran panjang badan. b. Apabila anak berusia ≥2 tahun tapi tidak bisa berdiri untuk diukur tinggi badannya, maka dapat dilakukan pengukuran dalam posisi terlentang/berbaring kemudian mengurangi hasil pengukuran sebesar 0.7 cm untuk mendapatkan hasil pengukuran tinggi badan 2. Pastikan alat ukur panjang atau tinggi badan dalam kondisi bersih dan baik dengan memastikan posisi angka 0 secara tepat pada alat ukur. 3. Penutup dan asesoris yang nempel di kepala dan alas kaki anak ditanggalkan dari tubuh anak, dan membuka ikatan rambut anak. 4. Pada pengukuran panjang badan, ibu diminta untuk meletakan anak di papan alat ukur panjang badan, lalu membantu menahan kepala dan menekan lutut anak dengan tekanan yang menyesuaikan kemampuan anak, dan mata anak melihat ke atas, pada saat dilakukan pengukuran. Apabila anak susah untuk ditenangkan kedua kakinya, maka pengukuran dapat dilakukan dengan satu kaki, yang mana telapak kaki berdiri atau menempal pada papan kaku dan jari kaki mengarah ke atas. Posisi pengukur berada didepan atau disamping anak untuk melakukan pembacaan hasil pengukuran
7 5. Pengukuran tinggi badan anak dilakukan dengan menggunakan microise dan dipasang di dinding yang rata (lihat gambar di bawah). 6. Baca hasil pengukuran dari arah depan
8 c. Cara pengukuran lingkar kepala Pengukuran lingkar kepala bayi dapat dilakukan melalui USG atau CT Scan, atau menggunakan pita ukur. Akan tetapi bayi yang baru lahir biasanya lingkar kepala diukur setelah 24 jam pertama bayi lahir, lalu hasil pengukurannya dibandingkan dengan usia anak, kemudian dilanjutkan pengukuran setiap bulan sampai anak berusia 24 bulan. Cara mengukur lingkar kepala menggunakan pita ukur: 1. Gunakan pita ukur yang elastis 2. Letakan pita pada lingkar terbesar kepala balita, kemudian dilingkarkan dari bagian atas alis melewati bagian atas telinga sampai kebagian belakang kepala yang paling menonjol 3. Kemudian baca hasil pengukuran (seperti gambar di bawah ini)
9 Interpretasi hasil pengukuran dapat dilihar pada bagian lampiran
10 BAB II RISIKO IBU HAMIL DAN IBU BALITA DALAM MENCETUSKAN ANAK STUNTING A. Risiko pada ibu hamil yang mengakibatkan anak menjadi stunting 1. Keberagaman makanan yang dikonsumsi selama masa kehamilan dan kecukupan gizi ibu Keberagaman makanan yang dikonsumsi Ibu selama hamil merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stunting di Asia Tenggara. Memenuhi asupan makanan merupakan komponen
11 vital dan memiliki peran penting pada proses tumbuh kembang dan status gizi anak. Keberagaman konsumsi makanan merupakan indikator untuk mengukur kualitas konsumsi anak. Keberagaman makanan dapat di artikan sebagai berbagai jenis makanan yang dikonsumsi beranekaragam, terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan. Tidak ada jenis makanan yang mengandung keseluruhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan pertahanan tubuh. Maka dari itu, konsumsi makanan beragam penting agar dapat memenuhi seluruh komponen gizi yang di perlukan (Bamisaye OB, Adepoju OT., 2018). Pemenuhan gizi seimbang, keragaman jenis makanan sebagai indikator untuk mencapai status gizi normal dan sebagai usaha pencegahan stunting pada masa mendatang. Pemilihan jenis makanan beragam memberikan segala jenis zat gizi yang diperlukan tubuh untuk sumber energi semua organ di dalam tubuh. Jika pemilihan makanan tidak dilakukan secara optimal, maka dapat menyebabkan kekurangan gizi esensial yang berdampak pada tubuh. Kekurangan zat gizi akibat salah satu kualitas makanan tidak baik akan berdampak pada produksi tenaga, gangguan proses pertumbuhan, sistem imunitas tubuh, gangguan otak, serta psikososial (Pudjiastuti T, et al., 2018). Ketika hamil, Ibu diharuskan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung energi, karbohidrat, protein, dan lemak yang mencukup kebutuhan. Energi merupakan sumber utama mempertahankan fungsi organ, asupan protein berguna untuk penunjang proses pertumbuhan janin, serta lemak untuk penyedia energi metabolic (Almatsier S., 2014).
12 2. Kekurangan gizi pada ibu hamil a. Kurang Energi Kronis (KEK) Stunting mulai terjadi ketika janin masih dalam kandungan disebabkan oleh asupan makanan ibu selama kehamilan yang kurang bergizi. Akibatnya, gizi yang didapat anak dalam kandungan tidak mencukupi. Kekurangan Energi Kronis (KEK) merupakan kekurangan gizi yang berlangsung kronis hingga menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu secara relatif atau absolut satu atau lebih zat gizi. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi seperti jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, kualitasnya rendah atau keduanya dan atau zat gizi gagal untuk diserap dan digunakan untuk tubuh. Jenis antropometri yang digunakan untuk mengukur risiko KEK pada wanita usia subur (WUS)/ ibu hamil adalah lingkar lengan atas (LiLa). Ambang batas LiLa WUS dengan risiko KEK adalah 23,5 cm. Apabila LiLa kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK.
13 Akibat KEK saat kehamilan terhadap janin yang dikandung antara lain : keguguran, pertumbuhan janin terganggu hingga bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR), perkembangan otak janin terlambat, hingga kemungkinan nantinya kecerdasaan anak kurang, bayi lahir sebelum waktunya (prematur) dan kematian bayi (Danefi T., 2020). Kekurangan gizi akan menghambat pertumbuhan bayi dan bisa terus berlanjut setelah kelahiran. Tanda-tanda stunting biasanya baru akan terlihat saat anak lahir dan memasuki usia dua tahun. Di samping kurangnya asupan gizi saat dalam kandungan, stunting juga bisa terjadi akibat kurangnya asupan gizi saat anak masih di bawah usia 2 tahun. Sayangnya, efek stunting tidak bisa dikembalikan seperti semula jika sudah terjadi. Oleh sebab itu sangat penting untuk melakukan upaya pencegahan stunting pada anak sejak ibu sedang hamil. Pencegahan stunting perlu dilakukan sedini mungkin yaitu pada 1000 hari pertama usia anak. Ini terhitung sejak dimulainya kehamilan (Aprilia W., 2020). b. Anemia selama kehamilan Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin 11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dL pada trimester kedua. Anemia pada kehamilan ditentukan menggunakan klasifikasi kadar hemoglobin (Hb) dari WHO < 11 g /dl. Klasifikasi anemia menurut WHO terbagi 3 yaitu derajat anemia didefinisikan sebagai anemia ringan (kadar Hb 9,0-10,9 g / dL), anemia sedang (kadar Hb 7,0-8,9 g / dL), dan anemia berat (kadar Hb kurang dari 7,0 g / dL) (Fallatah, A. M. Et Al., 2020)
14 Pada ibu hamil dengan janin tunggal kebutuhan zat besi sekitar 1000 mg selama hamil atau naik menjadi 200 %- 300 %. Sebanyak 300 mg besi ditransfer ke janin dengan rincian 50-75 mg untuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel darah merah dan 200 mg hilang ketika lahir. Hemoglobin sebagai transportasi zat besi dari ibu ke janin melalui plasenta. Transfer zat besi dari ibu ke janin di dukung oleh peningkatan substansial dalam penyerapan zat besi ibu selama kehamilan dan diatur oleh plasenta. Pengaruh anemia dalam kehamilan meningkatkan risiko abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%), molahidatidosa, hiperemesisi gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (Kenneth J. Leveno, M. 2013). Anak dengan Ibu yang mengalami anemia selama kehamilan trimester kedua memiliki peluang 3,23 kali lebih tinggi untuk terkena stunting dibandingkan dengan anak yang lahir dari Ibu yang tidak menderita anemia. Anemia semasa kehamilan dapat dipengaruhi oleh pola makan Ibu yang kurang tepat, sehingga Ibu mengalami defisiensi zat besi yang merupakan salah satu penyebab anemia. Hal ini berakibat adanya hambatan pada pertumbuhan janin. Selain itu, Ibu hamil juga rawan terkena anemia megaloblastic yang disebabkan kekurangan vitamin B12, asam folat, dan gangguan sintesis DNA. Kemungkinan ini dapat dihindari dengan mengonsumsi vitamin dan mineral yang cukup (Mariana D, et al., 2019).
15 3. Tinggi badan ibu yang Pendek Ibu yang pendek memiliki hubungan dengan stunting, anak-anak yang memiliki Ibu dengan tinggi badan < 145 cm merupakah salah satu variabel yang paling berpengaruh dalam terjadinya stunting. Hal ini dikarenakan pertumbuhan uterus serta aliran darah pada ibu hamil yang memiliki tinggi badan di bawah normal lebih terbatas dibandingkan ibu dengan tinggi badan memiliki Berat Badan Rendah yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stunting (Amin NA & Julia M., 2016). Tinggi badan merupakan salah satu bentuk fisik dari pertumbuhan yang sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Seorang ibu yang membawa sifat pendek pada gen kromosomnya maka dapat menurunkan sifat pendek tersebut kepada anak yang dilahirkan sehingga anak berisiko mengalami stunting (Jannah, M., Fitriani and Nurhidayah, I., 2020)
16 4. Usia ibu pada saat hamil Usia seorang ibu sangat berkaitan dengan faktor fisiologis dan faktor psikologis yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin selama masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Hasil penelitian menyebutkan bahwa sebagian ibu yang memiliki balita tidak stunting hamil pada usia sekitar 20-34 tahun (Apriningtyas VN &Kristini TD., 2019). Kehamilan dan persalinan pada ibu yang berusia > 35 tahun juga memiliki risiko melahirkan balita stunting karena pada masa ini perempuan lebih rentan terkena beberapa penyakit yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan bayi selama kehamilan hingga persalinan. Hal ini terjadi karena mayoritas ibu balita (baik yang stunting maupun tidak stunting) berusia 20-35 tahun (tidak berisiko) pada saat hamil dan kemungkinan ibu tidak megalami masalah psikologis selama kehamilannya sehingga usia ibu tidak menjadi faktor risiko terhadap kejadian stunting pada balita yang dilahirkan (Julian, D. N. A. and Yanti, R., 2018)
17 5. Interval/ jarak kehamilan yang pendek Dua tahun pertama kehidupan balita merupakan periode emas karena pada masa tersebut terjadi tumbuh kembang yang sangat pesat pada balita sehingga ibu memerlukan asupan gizi yang cukup untuk memaksimalkan produksi ASI dalam memenuhi nutrisi balita terutama pada masa tersebut. Apabila ibu tidak dapat memenuhi kebutuhan gizinya, maka ibu akan mengalami Kurang Energi Kronis karena kehamilan berulang yang terjadi dalam jangka waktu yang singkat dapat menguras lemak, protein, glukosa, asam folat, mineral dan vitamin yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu serta tumbuh kembang janin tidak optimal. Balita yang mengalami stunting telah mengalami masalah kekurangan gizi kronis yang kemungkinan terjadi sejak balita tersebut berada di dalam Menurut BKKBN, jarak kehamilan yang ideal dengan persalinan terakhirnya bagi seorang ibu yaitu dua tahun karena jarak kehamilan yang terlalu dekat berisiko menyebabkan komplikasi pada ibu seperti perdarahan selama kehamilan hingga persalinan serta bayi yang dilahirkan berisiko memiliki kualitas kesehatan yang rendah. Ibu yang memiliki jarak kehamilan < 2 tahun tidak dapat memulihkan kondisi fisik secara optimal pasca melahirkan anak dan akan mengalami kesulitan dalam membagi waktu untuk merawat 2 balita.
18 kandungan. Salah satu penyebab kekurangan gizi kronis tersebut yaitu ibu balita mengalami kejadian KEK akibat jarak kehamilan yang terlalu dekat (BKKBN., 2019). 6. Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) merupakan kejadian yang membahayakan ibu karena dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan maupun persalinan. Ibu yang mengalami HDK juga berisiko terkena gagal hati, gagal ginjal atau gagal jantung hingga perdarahan otak yang dapat menyebabkan kesadaran ibu menurun dalam jangka waktu yang cukup lama. Tekanan darah yang meningkat selama kehamilan mampu menyebabkan lapisan arteri kaku serta tidak terjadi distensi dan vasolidasi yang berakhir pada terjadinya penurunan sirkulasi uteroplasenta. Penurunan sirkulasi uteroplasenta menyebabkan aliran darah serta aliran nutrisi ke plasenta menjadi tidak optimal sehingga ibu berisiko mengalami hipoksia pada plasenta yang dapat menghambat pertumbuhan janin, termasuk terjadinya komplikasi pada janin seperti BBLR dan premature.
19 Gangguan hipertensi dalam kehamilan menyebabkan komplikasi pada ibu dan janin. Komplikasi pada janin meliputi : Pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, dan kematian janin dalam rahim. Menurut WHO salah satu faktor penyebab stunting ialah kondisi Intrauterine Growth Restriction (IUGR) atau Pertumbuhan janin terhambat yang tidak tertangani. Tekanan darah yang meningkat menyebabkan spasme pembuluh darah arteriol menimbulkan gangguan metabolisme jaringan yang mengganggu pembakaran dan mengakibatkan pembentukan badan keton dan asidosis, mengecilnya aliran darah menuju retroplasenter sirkulasi menimbulkan gangguan pertukaran nutrisi, CO2 dan O2. Pertumbuhan panjang janin tersebut disebabkan karena insufisiensi uteroplasental dengan berkurangnya transfer pada janin. Kekurangan makanan yang berkelanjutan dan terjadi selama periode pertumbuhan yang lama akan mengganggu pertumbuhan janin (Pongrekun, P. S. et.al., 2020). 7. Stress/depresi pada ibu Kondisi psikososial yang terganggu pada Ibu hamil seperti adanya depresi merupakan salah satu penyebab terjadinya stunting pada anak. Ibu yang mengalami depresi di masa kehamilan meningkatkan kemungkinan terjadinya malnutrisi bagi Ibu dan janin yang merupakan faktor risiko terjadinya stunting (Mahshulah ZA., 2019).
20 8. Fasilitas Sanitasi/ kebersihan lingkungan 9. Kunjungan/ pemeriksaan kehamilan Kunjungan Ibu dapat dipengaruhi akses serta kualitas pelayanan. Akses yang buruk ke pusat kesehatan serta kualitas pelayanan kesehatan merupakan faktor yang berhubungan dengan stunting. Tujuan utama kunjungan selama kehamilan adalah menurunkan/mencegah angka kesakitan dan kematian maternal dan perinatal. Pelaksanaan HC selama kehamilan bertujuan untuk mengurangi risiko adanya penyakit serta kematian pada Ibu dan Anak. Pengawasan yang dilakukan dapat mengoptimalisasi Kunjungan HC (Health Care) selama kehamilan merupakan tindakan pengawasan demi mengontrol kesehatan Ibu serta mencegah adanya komplikasi kehamilan yang disebabkan penyakit yan diderita Ibu. Sehingga dapat diketahui risiko kehamilan yang terjadi. Risiko terjadinya penyakit infeksi yang berkaitan dengan stunting dapat meningkat dengan pengaruh keadaan sanitasi lingkungan serta keamanan pangan dikarenakan infeksi tersebut dapat mengganggu penyerapan zat gizi pada proses pencernaan (Saputri RA, Tumangger J., 2019).
21 perkembangan janin hingga mencapai kelancaran proses persalinan dan berpengaruh pada 1000 hari pertama kehidupan ketika masa menyusui. Kontribusi HC dalam langkah-langkah pemantauan pertumbuhan janin untuk tindak lanjut pencegahan bayi prematur, membantu dalam deteksi dini adanya kelainan kinerja mental, mencegah BBLR dan pertumbuhan yang buruk berikutnya pada 2 tahun pertama masa kehidupan. Deteksi dini penyakit menular dan tidak menular pada ibu hamil juga perlu dilakukan. Kedua jenis penyakit tersebut dapat memengaruhi kesehatan dan kondisi bayi serta dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting (Beal T, et.al., 2018). B. Risiko pada ibu balita yang mengakibatkan anak mengalami stunting 1. Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Pendidikan dan pengetahuan sering dikaitkan satu sama lain. Dari beberapa penelitian terkait tingkat Pendidikan yang rendah dengan kejadian stunting sudah banyak ditemukan. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan ibu yang berpendidikan lebih cenderung memiliki pekerjaan yang baik, pendapatan yang baik, kemampuan manajemen pendapatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi keluarga, memiliki keterampilan yang lebih baik dalam mencari informasi untuk perencanaan dan menyusun strategi untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga sehingga kejadian stunting lebih kecil pada ibu yang berpendidikan tinggi dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah (Semali IA et.al., 2015).
22 2. Perilaku Pola Asuh Masita dkk menyebutkan bahwa pola asuh dapat diukur dengan tiga variabel yaitu praktik memberi makan yaitu kemapuan ibu dalam memahami kapan MP-ASI diberikan dan keberagaman makanan yang dibutuhkan oleh balita, praktik merawat yaitu ketelatenan ibu dalam melakukan pemeriksaan balita ketenaga kesehatan untuk memantau tumbuh kembang anak, dan praktik kebersihan yaitu pemahaman ibu terkait kebersihan/ sanitasi lingkungan untuk dapat mengurangi kejadian diare, kecacingan dan infeksi khususnya saluran cerna pada anak karena ini akan mempengaruhi kejadian stunting pada anak (Masita M, et., al, 2018). Perilaku pola asuh ibu akan berkaitan dengan usia karena ibu yang masih muda belum matang dari segi pola pikir untuk mengasuh anak secara psikologis. Tetapi perlu dipertimbangkan di masa modern ini bahwa ibu berusia muda belum tentu memiliki pola asuh yang kurang karena usia muda lebih mahir mengakses informasi daripada orang yang berusia lebih tua (Wanimbo E, et., al, 2021).
23 3. Riwayat pemberian ASI Perilaku ibu tidak memberikan ASI dapat dipengaruhi oleh pendidikan ibu yang rendah dan ketidaktahuan tentang pentingnya ASI Ekslusif. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwaanak yang tidak mendapatkan kolostrum lebih berisiko tinggi terhadap stunting. Hal ini mungkin disebabkan karena kolostrum memberikan efek perlindungan pada bayi baru lahir dan bayi yang tidak menerima kolostrum mungkin memiliki insiden, durasi dan keparahan penyakit yang lebih tinggi seperti diare yang berkontribusi terhadap kekurangan gizi. Selain itu durasi pemebrian ASI yang berkepanjangan merupakan faktor risiko stunting. Penelitian lain juga menyebutkan pemberian kolostrum pada bayi berhubungan dengan kejadian stunting (Jezua EM et al, 2021). Pemberian ASI penting dan memiliki hubungan signifikan dengan risiko stunting karena ASI mengandung kolostrum, imunoglobulin, protein, laktosa, enzim, dan kalsium yang lebih efektif dibandingkan dengan susu formula sehingga memperkuat sistem kekebalan anak, mengurangi diare sebagai faktor risiko utama stunting.
24 4. Ketepatan Pemberian MP-ASI Harus diperhatikan bahwa pemberian MP-ASI terlalu dini maka asupan gizi yang dibutuhkan oleh bayi tidak sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, system pencernaan bayi akan mengalami gangguan seperti sakit perut/ diare, sembelit dan alergi selain itu bayi yang diberikan MP-ASI terlau dini akan membuat bayi sulit tidur pada malam hari (Jezua EM et al, 2021) 5. Memiliki banyak anak Mulai pemberian MP-ASI pada saat yang tepat sangat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi dan tumbuh kembang bayi serta merupakan periode peralihan ASI eksklusif ke makanan keluarga. Ibu yang memiliki 5-8 anak berisiko untuk menghasilkan anak stunting berikutnya. Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi yang besar sumber daya dalam rumah tangga. Penelitian lain melaporkan bahwa memiliki banyak anak usia <5 tahun di dalam rumah akan berisiko kejadian stunting karena ibu tidak optimal dalam memberikan ASI, selain itu anak bersaing mendapatkan ASI di antara saudara kandung yang lebih muda, yang pada akhirnya menyebabkan kekurangan gizi pada anak (Campos AP et.al., 2021).
25 6. Pola makan yang tidak sehat dan status gizi ibu yang tidak normal (kurus, anemia dll). Produksi ASI sangat ditentukan oleh pola konsumsi makanan dan minuman ibu. Ibu sebaiknya mengikuti pedoman gizi seimbang dalam upaya pemenuhan gizi ibu. Pola makan bergizi seimbang akan berdampak terhadap status gizi ibu, sehingga dapat memberikan ASI yang cukup buat anaknya. Ibu yang tergolong kurus, anemia akan berdampak terhadap Jumlah atau volume ASi dan kualitas ASI, sehingga berefek negative terhadap tumbuh kembang anak yang tidak optimal yang berakhir pada suatu kondisi anak menjadi stunting.
26 C. Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Stunting pada ibu hamil dan ibu balita Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko anak mengalami stunting sejak masa kehamilan: 1. Konsumsiasamfolat sejakberencanahamil Pencegahan stunting bisa dilakukan pada ibu sejak berencana hamil. Merencanakan kehamilan sangat dianjurkan saat kondisi tubuh dalam keadaan sehat dan bebas dari penyakit. Untuk mendukung kecukupan nutrisi tubuh, sebaiknya sudah mulai mengonsumsi asam folat sejak berencana hamil. Sumber asam folat bisa diperoleh dari sayuran berdaun hijau, kacangkacangan, dan buah-buahan sitrus (seperti lemon dan jeruk). Bila perlu, konsumsi juga suplemen asam folat (Mariana D, et al. 2019).
27 2. Penuhi kebutuhan gizi Selama kehamilan, pastikan ibu mengonsumsi cukup makronutrien, seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, Bumil juga perlu mengonsumsi makanan dan minuman yang kaya vitamin dan mineral, yakni zat besi, asam folat, kolin, magnesium, yodium, zinc, vitamin A, vitamin B, dan vitamin D. Untuk mencukupi asupan nutrisi di atas guna mencegah stunting pada anak, ibu perlu mengonsumsi beragam jenis makanan sehat bergizi seimbang. Sumber bahan makanan yang direkomendasikan untuk dikonsumsi oleh Ibu hamil antara lain protein yang berasal dari protein hewani seperti daging, ikan, telur, susu, yoghurt dan selebihnya berasal dari protein nabati seperti tahu, tempe, kacang-kacangan dan lain lain. Selain itu, Ibu hamil juga dianjurkan mengonsumsi aneka ragam bahan makanan yang mengandung serat seperti sayur, buah, dan produk whole grain. bahan makanan ini mengandung antioksidan dan serat yang bermanfaat untuk mengatasi konstipasi. Sedangkan untuk sumber lemak yang sangat direkomendasikan Pemenuhan nutrisi merupakan salah satu hal yang penting dilakukan untuk mencegah stunting padaanak. Agar proses tumbuh kembang anak bisa berjalan dengan optimal, ia perlu mendapatkan asupan nutrisi yang cukup di 1000 hari pertama kehidupannya, yakni sejak masih menjadi janin hingga usia sekitar 2 tahun.
28 untuk ibu hamil adalah asam lemak esensial yaitu DHA dan AA untuk pembentukan otak dan sistem syarat pada janin terutama di akhir masa kehamilan. Sumber DHA yang paling baik berasal dari minyak ikan (Mariana D, et al. 2019). Penting sekali bagi ibu hamil dan menyusui untuk memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan dirinya dan bayi. Untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi, ibu dapat mengonsumsi asupan makanan yang tinggi Kalori, Protein, dan mikronutrien (vitamin dan mineral) selama masa kehamilan. Terkait asupan nutrisi ibu hamil agar pertumbuhan janin bisa berlangsung dengan baik. Berikut ini rekomendasi asupan nutrisi untuk ibu selama kehamilan: Protein, ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi 75-100 gram protein per harinya. Kalsium, selama kehamilan konsumsi kalsium disarankan sebesar 1.000 miligram setiap harinya. Zat besi, asupan zat besi yang ideal selama kehamilan adalah sebanyak 9-18 miligram per hari. Asam folat, direkomendasikan untuk dikonsumsi sebanyak 0,6-0,8 miligram per hari. Vitamin C, disarankan untuk dikonsumsi setidaknya 85 miligram per hari. Vitamin D, disarankan untuk dikonsumsi setidaknya 15 microgram per hari. Berbagai zat gizi tersebut bisa didapatkan secara alami dari berbagai bahan makanan, maupun dengan konsumsi suplemen harian. Pada ibu hamil yang membutuhkan tambahan suplemen maupun vitamin, Konsultasikan ke Dokter atau bidan
29 untuk pemenuhan suplemen beserta dosisnya. Di samping konsumsi makanan yang sehat selama hamil, ibu hamil juga perlu banyak minum air putih untuk mencegah tubuh kekurangan cairan. Selain itu, air putih dapat melancarkan peredaran darah dan menjaga volume cairan ketuban dalam rahim. 3. Hindari paparan asap rokok Untuk mendukung pertumbuhan janin yang sehat, Bumil juga harus berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok. Paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko anak terlahir prematur, memiliki berat badan lahir rendah, hingga mengalami stunting. Jika ada anggota keluarga yang merokok di rumah, ibu hamil sebaiknya meminta mereka untuk tidak merokok di dalam rumah. Sementara itu, saat berada di luar rumah, guna menghindari paparan polusi, debu, serta kuman dan virus di udara, Bumil bisa mengenakan masker (Beal T. et.al., 2018).
30 4. Lakukan perilaku hidup bersih dan sehat Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga penting untuk ibu hamil agar dapat mencegah terjadinya infeksi selama kehamilan. Infeksi bakteri, virus, atau parasit tertentu dapat meningkatkan risiko janin mengalami stunting atau bahkan masalah kesehatan lain yang lebih serius, seperti cacat bawaan lahir. Oleh karena itu, mencuci tangan dengan air dan sabun secara teratur, terutama saat sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah berpergian, dan setelah dari kamar mandi. Selain itu, ibu hamil yang memiliki binatang peliharaan di rumah, terutama kucing, pastikan bahwa tempat
31 kotorannya benar-benar terjaga kebersihannya. Saat membersihkan kotoran binatang peliharaan, selalu gunakan sarung tangan dan cuci tangan setelahnya. Menghindari penyakit infeksi merupakan hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam mencegah stunting pada anak sejak kehamilan. Ini karena beberapa penyakit infeksi pada ibu hamil dapat berdampak pada janin dalam kandungan. Beberapa infeksi virus dan bakteri yang perlu ibu hamil waspadai seperti toxoplasma, herpes, hepatitis B dan hepatitis C, rubella, dan virus Zika. Oleh sebab itu, sebagai upaya pencegahan stunting pada ibu hamil, sebisa mungkin hindari infeksi virus tersebut dengan cara-cara berikut. a. Mencuci tangan dengan air dan sabun sampai bersih sebelum makan, setelah berpergian, dan setelah membersihkan kotoran hewan. b. Memasak daging, ayam, ikan, dan sayuran sampai benarbenar matang. c. Hindari konsumsi makanan mentah atau kurang matang seperti sate dan sayur lalapan. d. Hindari minum susu yang mentah saat hamil. e. Lakukan vaksinasi sebelum hamil agar tubuh kebal terhadap infeksi virus yang berbahaya. f. Hindari berkunjung ke daerah yang rawan penyakit menular (Almatsier S., 2014)
32 5. Rutin melakukan pemeriksaan kehamilan Dengan demikian, bidan atau dokter bisa melakukan penanganan lebih awal, agar anak tidak mengalami stunting dan menjaga kondisi kesehatan ibu hamil tetap baik. Untuk mengantisipasi risiko kekurangan nutrisi saat hamil yang menjadi penyebab utama stunting, ibu hamil perlu mengecek kondisi kehamilan ke bidan atau dokter secara rutin. Bidan akan melakukan berbagai pemeriksaan seperti, menghitung detak jantung janin, tekanan darah, berat badan, dan sebagainya. Untuk pemeriksaan di dokter dapat dilakukan pemeriksaan USG. Tujuannya untuk memastikan janin berkembang dengan baik sesuai usia kehamilan dan zat-zat apa yang mungkin perlu ditambah asupannya. Jika dicurigai adanya infeksi kehamilan, akan disarankan melakukan pemeriksaan darah (Almatsier S., 2014) Rutin melakukan pemeriksaan kandungan adalah hal yang tidak kalah penting dalam mencegah stunting pada anak. Pemeriksaan rutin selama kehamilan diperlukan untuk memantau tumbuh kembang janin, dan mendeteksi apabila terdapat masalah pada janin atau kesehatan Bumil.
33 6. Istirahatyangcukup Upaya pencegahan stunting pada ibu hamil berikutnya yang penting untuk ibu hamil perhatikan adalah beristirahat yang cukup. Tidur selama 7-9 jam sangat penting untuk mendukung kesehatan ibu dan janin. Posisi tidur saat hamil yang dianjurkan yaitu menyamping menghadap ke sebelah kiri. Hal ini berguna untuk menjaga peredaran darah. Lakukan upaya-upaya agar tidur ibu lebih berkualitas saat hamil, seperti menghindari stres dan melakukan relaksasi sebelum tidur (Almatsier S., 2014).
34 7. Rutinberaktivitas fisikdanolahragasecararutin Perbanyak istirahat bukan berarti ibu hamil hanya tiduran sepanjang hari. Sebaliknya, ibu hamil perlu tetap beraktivitas fisik sebagai upaya pencegahan stunting pada ibu hamil. Lakukan aktivitas fisik yang sederhana sesuai kemampuan dan petunjuk bidan atau dokter. Ibu bisa berjalan kaki, senam, yoga, pilates, dan sebagainya. Aktivitas fisik dapat memperlancar peredaran darah dan cairan tubuh sehingga mencegah keluhan-keluhan saat hamil seperti kaki bengkak dan sebagainya. Selain itu, bila peredaran darah lancar, aliran nutrisi menuju rahim juga akan semakin baik sehingga janin dapat berkembang dengan sehat. Berolahraga secara rutin saat hamil dapat mendukung kehamilan yang sehat sekaligus meningkatkan stamina dan kebugaran ibu hamil. Olahraga saat hamil juga baik untuk mendukung pertumbuhan janin dan mengurangi risikonya untuk mengalami stunting (Almatsier S., 2014).
35 8. Memberikan ASI eksklusif pada bayi hingga 6 bulan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif selama enam bulan kepada bayi baru lahir memiliki efek yang sangat signifikan, terutama untuk mencegah bayi gagal tumbuh alias stunting. ASI mengandung gizi lengkap yang mudah dicerna oleh perut bayi yang kecil dan sensitif. Itulah mengapa, hanya memberikan ASI saja sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi di bawah usia enam bulan. risiko stunting ini dapat meningkat jika bayi menerima makanan pendamping ASI, atau melepas ASI eksklusif terlalu dini. Saat bayi mulai dikenalkan dengan makanan sebelum usia enam bulan, akan membuat bayi lebih tertarik dengan makanan tersebut dibandingkan ASI. Akibatnya, bayi kehilangan nutrisi penting yang terdapat pada ASI sehingga pertumbuhannya jadi terhambat. Untuk itu, pemberian ASI eksklusif secara maksimal hingga usia bayi enam bulan menjadi salah satu cara mencegah stunting yang efektif. Dampak lain dari pemberian ASI Ekslusif
36 adalah tumbuh kembang bayi lebih optimal dan tidak mudah sakit di masa pertumbuhannya. Pemberian ASI penting dan memiliki hubungan signifikan dengan risiko stunting karena ASI mengandung kolostrum, imunoglobulin, protein, laktosa, enzim, dan kalsium yang lebih efektif dibandingkan dengan susu formula sehingga memperkuat sistem kekebalan anak, mengurangi diare sebagai faktor risiko utama stunting (Campos AP et.al., 2021). 9. Membantu perkembangan anak dan membawa ke posyandu secara berkala Pemantauan pertumbuhan dapat dilakukan di tingkat Posyandu secara rutin. Anak yang sehat akan menunjukkan pertumbuhan yang optimal, apabila diberikan lingkungan biofisiko-psikososial yang adekuat. Faktor penentu kualitas pertumbuhan anak adalah faktor intrinsik (genetik, kelainan kongenital, dan hormonal) dan faktor ekstrinsik (kualitas dan kuantitas nutrisi, penyakit kronik, serta gangguan emosional). Penilaian pertumbuhan bayi dan balita diperoleh dari pengukuran antropometri secara berkala, agar dapat menilai perubahan yang terjadi dengan grafik pertumbuhan dalam buku KIA. pemantauan tumbuh kembang untuk bayi (0-12 bulan) dianjurkan dilakukan setiap bulan. Adapun anak usia 12 sampai Posyandu adalah salah satu bentuk upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat itu sendiri.
37 24 bulan dianjurkan pemeriksaan tiap 3 bulan, dan anak usia 24 bulan sampai 72 bulan dianjurkan tiap 6 bulan. 10. Memberikan MP-ASI yang bergizi untuk bayi yang berusia diatas 6 bulan. Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) bergizi kepada bayi berusia enam bulan menjadi salah satu upaya mencegah bayi tumbuh stunting atau gagal tumbuh dan berkembang. Dalam hal ini, makanan seimbang sangat dibutuhkan untuk bayi dalam pemberian MPASI. MP-ASI harus memenuhi kebutuhan energi, makronutrien dan mikronutrien yang tidak terpenuhi dari ASI. kandungan ASI selama 6 bulan terutama kandungan protein pada foremilk, mild milk, dan hind milk berubah. Perubahannya tersebut yakni kandungan proteiinnya makin menurun selama 6 bulan, lemak juga turun terutama pada foremilk. energi juga turun. Penurunan kandungan protein, lenak dan energi dari ASI ini tidak mampu memenuhi kebutuhan bayi, oleh karena itu diperlukan pemberian MP-ASI yang tepat untuk menutup kekurangan tersebut. Pemberian MP-ASI perdana harus menu lengkap, karena hanya 70% energi dipenuhi dari ASI, hanya 80% kebutuhan protein dipenuhi dari ASI, < 10% kebutuhan zat besi dipenuhi ASI, dan sekitar 20% seng dipenuhi dari ASI. Kekurangannya itu harus bisa dipenuhi dari MP-ASI. MP-ASI tidak disarankan menu tunggal, MPASI pertama sebaiknya menu lengkap terdiri dari makronutrien seperti karbohidrat, protein (hewani), lemak serta dari mikronutrien seperti zat besi, seng, vitamin A, sodium, vitamin, dan mineral lainnya, karena menu
38 tunggal tidak dapat mencukupi kebutuhan anak (Jezua EM et al, 2021).
39 BAB III RISIKO & STRATEGI PENGENDALIAN STUNTING PADA ANAK BALITA Anak stunting secara defenisi menggambarkan kegagalan pertumbuhan (secara fisik) dan perkembangan (sesuai kemampuan fungsional) menurut usia anak. Namun, selama ini yang selalu menjadi fokus perhatian dalam penilaian anak mengalami stunting adalah hanya pertumbuhan fisik, sangat jarang yang menilai tentang perkembangan anak. Perkembangan yang sehat berarti bahwa anak-anak dengan segala kemampuan, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan perawatan kesehatan khusus, dapat tumbuh-berkembang dimana kebutuhan sosial, emosional dan pendidikan mereka terpenuhi. Memiliki rumah yang aman dan penuh kasih serta menghabiskan waktu bersama keluarga (bermain, menyanyi, membaca, dan berbicara) sangatlah penting. Gizi yang tepat, olahraga, dan tidur dapat membuat perbedaan besar dalam perkembangan anak. Ada beberapa istilah dalam penilaian perkembangan anak menurut CDC (2021) :
40 Catatan : Tonggak perkembangan adalah : hal-hal yang dapat dilakukan kebanyakan anak pada usia tertentu 2.1. Mengenal Perkembangan Anak Tahun awal kehidupan seorang anak sangat penting untuk kesehatan dan perkembangannya. Orang tua, profesional kesehatan, pendidik, dan lainnya dapat bekerja sama sebagai mitra untuk membantu anak tumbuh & berkembang mencapai potensi penuh mereka Anak-anak dilahirkan siap untuk belajar, dan memiliki banyak keterampilan untuk dipelajari selama bertahun-tahun. Mereka bergantung pada orang tua, anggota keluarga, dan pengasuh lainnya sebagai guru pertama mereka untuk Pemantauan perkembangan •Pengamatan perkembangan anak dari waktu ke waktu, apakah anak memenuhi tonggak perkembangan yang khas dalam bermain, belajar, berbicara, berperilaku, dan bergerak Skrining perkembangan •Skrining perkembangan lebih formal daripada pemantauan perkembangan hal ini dilakukan ketika ada kekhawatiran pada anak. dapat dilakukan pada saat anak berusia 9, 18, dan 30 bulan Evaluasi Perkembangan • Pengamatan perkembangan anak secara lebih mendalam oleh dokter perkembangan anak, psikolog anak, ahli patologi wicarabahasa, terapis okupasi, terapis fisik, atau spesialis lainnya, jika hasil skrining mengidentifikasi area yang perlu perhatian. • Evaluasi dilakukan dengan cara mengamati anak, memberi anak tes terstruktur, mengajukan pertanyaan kepada orang tua atau pengasuh, atau meminta mereka mengisi kuesioner.
41 mengembangkan keterampilan yang tepat agar mandiri dan menjalani hidup yang sehat dan sukses A. Milestone (Tonggak Pencapaian) Perkembangan Anak Usia Balita (CDC, 2021a) Kelompok Usia Tonggak Pencapaian Perkembangan 0 – 1 tahun Bayi belajar untuk memfokuskan penglihatannya, menjangkau, mengeksplorasi, dan belajar tentang berbagai hal yang ada di sekitarnya Perkembangan kognifitif belajar dalam mengingat, bahasa, pemikiran, dan penalaran. Perkembangan bahasa: mendengarkan, memahami, dan mengetahui nama orang dan benda Perkembangan sosial & emosional bayi mengembangkan ikatan cinta dan kepercayaan dengan orang tuanya dan orang lain
42 1 – 2 tahun lebih banyak bergerak, dan sadar akan diri mereka sendiri dan lingkungannya. Mengeksplorasi objek dan orang baru Kemandirian yang lebih besar; mulai menunjukkan perilaku menantang; mengenali diri mereka sendiri dalam gambar atau cermin; dan meniru perilaku orang lain. Bisa mengenali nama orang dan benda yang dikenalnya, membentuk frasa dan kalimat sederhana, serta mengikuti instruksi dan petunjuk sederhana. 2-3 tahun Anak mengalami perubahan pemikiran, pembelajaran, sosial, dan emosional yang besar. Selama tahap ini, balita harus dapat mengikuti petunjuk dua atau tiga langkah, mengurutkan objek berdasarkan bentuk dan warna, meniru tindakan orang dewasa dan teman bermain, serta