94 e. Teori Godfrey H. Thomson Menurut teori ini, inteligensi merupakan berbagai kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai bidang pengalaman itu terkuasai oleh manusia tetapi tidak semuanya. Masing-masing bidang hanya dikuasai sebagian-sebagian saja. Ini mencerminkan kemampuan mental manusia. Inteligensi beroperasi dengan terbatas pada sampel dari berbagai kemampuan atau pengalaman dunia nyata. Sebagai gambaran, misalnya saja dunia nyata terdapat kemampuan atau bidang-bidang pengalaman A, B, dan C. Inteligesi bergerak dengan sampel misalnya sebagian A dan sebagian B atau dapat pula sebagian dari bidang-bidang A, B, dan C.
95 DAFTAR PUSTAKA Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, dan SMA, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan( Membantu Siswa Tumbuh Dan Berkembang), Edisi Keenam, Penerjemah Amitya Kumara,(Jakarta: Erlangga, 2008), Abdul Rahman S, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), Dwi Sunar Prasetyono, Super Lengkap Tes IQ – CQ, (Jogjakarta: DIVA Press, 2010), W.S.Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta : Media Abadi, 2004), Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2003) Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologo Inteligensi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),
96 BAB IX MOTIVASI DALAM BELAJAR 9.1 Pengertian Motivasi Belajar Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang melibatkan unsur jiwa raga. Belajar tidak akan pernah dilakukan tanpa adanya dorongan yang kuat, baik itu dari dalam dan luar individu itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas belajar seseorang adalah motivasi. Motivasi mempunyai peranan yang penting dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada orang yang melakukan aktivitas belajar tanpa motivasi. Menurut Winkel motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan bentuk kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan.67 Menurut Elida Prayitno, dikenal dua motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik:68 1. Motivasi Intrinsik Motivasi belajar dapat timbul karena faktor interinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan suatu cita-cita. Rusyan mendefinisikan motivasi instrinsik adalah dorongan untuk mencapai tujuan-tujuan yang terletak didalam perbuatan belajar.69 Dalam proses belajar, siswa yang mempunyai motivasi intrisnsik dapat terlihat dari belajarnya. Aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang ada di dalam dirinya dan akan terkait dengan belajarnya. Seorang siswa merasa butuh dan mempunyai keinginan untukbelajar sehingga dapat mencapai tujuan belajar, bukan karena hanya ingin suatu pujian atau ganjaran. 67 W.S Winkel, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan (Yogyakarta: Salemba Humanika, 2012), 59. 68 Elida Prayitno, Motivasi Dalam Belajar (Jakarta: P2LPK, 1989), 10. 69 Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), 120.
97 2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Dimyati & Mudjiono menjelaskan , motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada di luar seperti hadiah dan menghindari hukuman. Menurut Pintner Ryan, dkk, Motivasi belajar ekstrinsik adalah motivasi yang keberadaannya karena pengaruh rangsangan dari luar.70 Jadi tujuan seseorang melakukan kegiatan belajar adalah untuk mencapai tujuan yang terletak di luar aktivitas belajar. Dorongan ekstrinsik yang digunakan guru agar dapat merangsang minat siswa dalam belajar, seperti memberikan penghargaan, persaingan atau kompetisi, hadiah dan hukuman, serta memberikan informasi tentang kemajuan belajar siswa. 9.2 Fungsi Motivasi dalam Belajar Menurut Sardiman fungsi motivasi belajar dijelaskan sebagai berikut:71 a. Mendorong manusia berbuat, yaitu sebagai penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. b. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian motivasi memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai tujuannya. c. Menyeleksi atau menentukan perbuatan-perbuatan yang yang harus dikerjakan guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan. Selain itu, ada fungsi lain dari motivasi belajar menurut Ngalim Purwanto yaitu menggerakan, mengarahkan tingkah laku manusia.72 70 Prayitno, Motivasi Dalam Belajar, 13. 71 A.M. Sardiman, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar (Bandung: Rajawali Pers, 2007), 85. 72 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 72
98 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai tenaga penggerak untuk mendorong, mengarahkan, dan menentukan. Dalam hal ini adalah siswa, yaitu untuk melakukan suatu tugas atau perbuatan untuk mencapai tujuan belajar. 9.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Di dalam kehidupan sehari-hari motivasi banyak dipelajari, termasuk motivasi dalam belajar. Oleh karena itu motivasi belajar dapat timbul tenggelam atau berubah, disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah sebagai berikut: a. Cita-cita atau Aspirasi Cita-cita disebut juga aspirasi adalah suatu target yang ingin dicapai. Penentuan target ini tidak sama bagi semua siswa. Target ini diartikan sebagai tujuan yang ditetapkan dalam suatu kegiatan yang mengandung makna bagi seseorang. b. Kemampuan Belajar Dalam belajar dibutuhkan berbagai kemampuan. Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat dalam diri siswa misalnya pengamatan, perhatian, ingatan, daya pikir, dan fantasi. c. Kondisi Siswa Kondisi siswa yang mempengaruhi motivasi belajar berkaitan dengan kondisi fisik, dan kondisi psikologis. Tetapi biasanya guru lebih cepat melihat kondisi fisik, karena lebih jelas menunjukkan gejalanya dari pada kondisi psikologis. d. Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan merupakan unsur-unsur dari luar diri siswa yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Bagi guru hal ini penting, karena guru terlibat langsung dalam pembelajaran siswa. Guru harus berusaha mengelola kelas, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan untuk memotivasi belajar siswa.
99 DAFTAR PUSTAKA Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Angkasa, 2001. Winkel, W.S. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Salemba Humanika, 2012. Prayitno, Elida. Motivasi Dalam Belajar. Jakarta: P2LPK, 1989. Rusyan, Cece Wijaya dan A. Tabrani. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994. Sardiman, A.M. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Bandung: Rajawali Pers, 2007. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.
100 BAB X GAYA BELAJAR 10.1 Gaya Belajar Gaya belajar atau “learning style” siswa, yaitu cara bereaksi dengan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam proses belajar. Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. 73 Kolb berpendapat bahwa gaya belajar merupakan metode yang dimiliki individu untuk mendapatkan informasi, yang pada prinsipnya gaya belajar merupakan bagian integral dalam siklus belajar aktif. Gaya belajar adalah cara yang digunakan seseorang untuk fokus pada proses dan menyerap informasi yang sulit. Terdapat beberapa macam gaya belajar diantaranya gaya belajar visual (dominan pada indera penglihatan), gaya belajar auditori (dominan pada indera pendengar), dan gaya belajar kinestetik (dominan pada gerak fisik atau tubuh). Individu memiliki ciri khas dan gaya belajar masing-masing, termasuk saat menerima dan memproses informasi terkait pembelajaran yang memiliki dampak signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Jika siswa sudah mengenali gaya belajarnya, maka ia akan menerapkan cara belajar sesuai dengan gaya belajarnya, penerapan tersebut tentu memaksimalkan prestasi belajarnya. Jika gaya belajar siswa sesuai diduga hasil belajar siswa juga baik, sebaliknya jika gaya belajar siswa tidak sesuai diduga hasil belajar juga tidak baik.74 73 Syofyan, H.,Analisis gaya belajar dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA. Jurnal Eduscience Vol.3, No.2, (2018). h.79 74 Maria Prabawati, M.Pengaruh Gaya Belajar Siswa dan Strategi Pembelajaran Guru Terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran Ekonomi (lintas minat) di SMA Negeri 1 Kalasan. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Akuntansi, Vol. 15, No. 1, (2021).h.23
101 10.2 Macam-macam gaya belajar 1. Visual (Visual Learners) Gaya belajar visual (penglihatan), yaitu gaya belajar dimana seseorang belajar yang paling baik ketika mereka melihat gambar yang mereka pelajari, sebagian kecil mereka berorientasi pada teks tercetak dan dapat belajar melalui membaca. Anak yang memiliki gaya belajar visual lebih cendrung pada kecerdasan visual bagus/lebih dominan dibandingkan yang lainnya. Inteligensi visual meliputi kumpulan kemampuan yang saling terkait, termasuk perbedaan visual, pengenalan visual, proyeksi, gambaran mental, pertimbangan ruang, manipulasi gambar dalam atau gambaran eksternal, setiap atau semua yang dapat diekspresikan.75 Gaya belajar visual menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham gaya belajar ini mengandalkan penglihatan atau melihat terlebih dahulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagi siswa yang menyukai gaya belajar visual ini, yaitu: a. Kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahui atau memahaminya. b. Memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna. c. Memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik d. Memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung. e. Terlalu reaktif terhadap suara. f. Sulit mengikuti anjuran secara lisan. g. Sering kali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.76 2. Auditori (Auditory Learners) Secara umum, orang auditori belajar dengan menggunakan pendengaran mereka dan cenderung indenpenden. Mereka juga banyak 75 Syofyan, H.,Analisis gaya belajar dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA. Jurnal EduscienceVol.3, No.2, (2018).h. 79-80 76 Saputri, F. I.,pengaruh Gaya belajar Visual, Auditorid an Kinestetik terhadap prestasi belajar siswa. (Yogyakarta:UNY, 2016)
102 menggunakan kecerdasan interpersonal. Saat belajar mereka lebih suka lingkungan yang tenang. Mereka bicara sedikit agak lambat dari pada orang visual dan banyak menggunakan kata yang berhubungan dengan pendengaran.77 Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar lalu bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karateristik siswa yang memiliki gaya belajar ini adalah: a. Semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran. b. Memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung. c. Memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.78 3. Kinestetik (Kinesthetic Learners) Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara terlibat, bergerak, mengalami dan mencoba-coba. Cara belajar seperti ini dirugikan dalam sistem pendidikan saat ini. Hal ini disebabkan karena pelajar kinestestetik perlu bergerak, namun dikelas anak harus duduk diam dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. Para pelajar kinestetik belajar dengan melalui gerakan, mereka perlu bergerak untuk memasukkan informasi ke otaknya. Selain itu orang kinestetik sangat suka belajar dengan menyentuh atau memanipulasi objek atau model/alat, dan cendrung field dependent. 79 Ciri-ciri gaya belajar kinestetik adalah: a. Menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya, termasuk saat belajar. b. Sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak. c. Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. d. Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar. e. Sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, simbol, dan lambang. f. Menyukai praktik/percobaan 77 Syofyan, H.,Analisis gaya belajar dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA. Jurnal EduscienceVol.3, No.2, (2018).h. 80 78 Saputri, F. I.,pengaruh Gaya belajar Visual, Auditorid an Kinestetik terhadap prestasi belajar siswa. (Yogyakarta:UNY, 2016) 79 Syofyan, H.,Analisis gaya belajar .......h. 80
103 g. Menyukai permainan dan aktivitas fisik. 80 10.3 Pengaruh Gaya Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Siswa Gaya belajar adalah metode yang digunakan seseorang untuk berkonsentrasi (fokus) pada proses dan menguasai informasi yang sulit. Setiap orang memiliki gaya belajarnya masing-masing. Gaya belajar ini tentunya memengaruhi prestasi belajar khususnya siswa. Jika mereka sudah mengenali gaya belajarnya masing-masing, maka individu tersebut akan menerapkan cara belajar sesuai dengan gaya belajarnya. Penerapan tersebut tentu akan memaksimalkan prestasi belajar mereka. Jika gaya belajar siswa baik diduga hasil belajar siswa juga baik, sebaliknya jika gaya belajar siswa tidak baik diduga hasil belajar juga tidak baik.81 80 Saputri, F. I.,pengaruh Gaya belajar Visual, Auditorid an Kinestetik terhadap prestasi belajar siswa. (Yogyakarta:UNY, 2016) 81 Maria Prabawati, M,Pengaruh Gaya Belajar Siswa dan Strategi Pembelajaran Guru Terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran Ekonomi (lintas minat) di SMA Negeri 1 Kalasan. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Akuntansi, Vol. 15, No. 1, (2021).h.23-24
104 DAFTAR PUSTAKA Maria Prabawati, M.Pengaruh Gaya Belajar Siswa dan Strategi Pembelajaran Guru Terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran Ekonomi (lintas minat) di SMA Negeri 1 Kalasan. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Akuntansi, Vol. 15, No. 1, (2021).h.23 Saputri, F. I.,pengaruh Gaya belajar Visual, Auditorid an Kinestetik terhadap prestasi belajar siswa. (Yogyakarta:UNY, 2016) Syofyan, H.,Analisis gaya belajar dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA. Jurnal EduscienceVol.3, No.2, (2018).h. 80
105 BAB XI KESULITAN BELAJAR 11.1 Pengertian Kesulitan Belajar Menurut Mulyadi kesulitan belajar memiliki pengertian yang luas dan kedalamanya termasuk pengerian-pengertian seperti:82 1. Learning Disorder (Ketergangguan Belajar) Adalah keadaan dimana proses belajar siswa terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan. Pada dasarnya orang yang mengalami gangguan belajar, prestasi belajarnya tidak akan terganggu, akan tetapi proses belajarnya yang terganggu ataw terhambat oleh respon-respon yang bertentangan. Dengan demikian, hasil belajrnya lebih rendah dari potensi yang dimiliki. 2. Learning disabilities (Ketidakmampuan Belajar) Menunjukkan ketidakmampuan seorang murid yang mengacu kepada gejala dimana murid tidak mampu belajar, sehingga hasil belajaranya di bawah potensi intelektualnya. 3. Learning Disfungsion (ketidakfungsian Belajar) Menunjukkan gejala dimana prosesbelajar tidak berfungsi secara baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat indra atau gangguan psikologis lainnya. 4. Under Achiever (Pencapaian Rendah) Adalah mengacu pada murid-mirid yang memiliki tingkat potensi intelektual di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. 5. Slow learner (Lambat Belajar) Adalah murid yang lambat dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu dibandingkan dengan murid-murid lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama. Adanya kesulitan belajar akan menimbulkan suatu keadaan di mana siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya sehingga memiliki prestasi 82 Mulyadi, Diagnosa Kesulitan Belajar dan Bimbingan terhadap Kesulitan Belajar Khusus, Nuha Litera, Jogjakarta, 2010, hlm 6
106 belajar yang rendah. Siswa yang mengalami masalah dengan belajarnya biasanya ditandai adanya gejala: 1. Prestasi yang rendah atau di bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas 2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan 3. Lambat dalam melakukan tugas belajar. Kesulitan belajar bahkan dapat menyebabkan suatu keadaan yang sulit dan mungkin menimbulkan suatu keputusasaan sehingga memaksakan seorang siswa untuk berhenti di tengah jalan. Kesulitan belajar peserta didik di sekolah bermacam-macam baik dalam hal menerima pelajaran, menyerap pelajaran, atau keduanaya. Setiap peserta didik pada prinsipnya mempunyai hak untuk mencapai prestasi belajar yang memuaskan. Namun pada kenyataannya, jelas bahwa peserta didik tersebut memiliki perbedaan, baik dalam hal kemampuan intelektual, maupun fisik, latar belakang keluarganya, kebiasaan maupun pendekatan belajar yang digunakan. Perbedaan individual itulah yang menyebabakan perbedaan tingkah laku belajar setiap siswa. Peserta didik mengalami kesulitan belajar biasanya mengalami hambatan- hambatan sehingga menampakkan gejala-gejala sebagai berikut, misalnya: menunjukan prestasi yang rendah atau di bawah ratarata yang dicapai oleh kelompok. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan, padahal siswa telah usaha berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah, lambat dalam melakukan tugas-tugas, dia selalu tertinggal dengan kawankawannya dalam segala hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal dan tugastugas lainya.
107 11.2 Faktor-Faktor Timbulnya Kesulitan Belajar Menurut Roestiyah (1989:63) faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar seseorang yakni :83 1. Faktor endogen meliputi : biologis (kesehatan, cacat badan) dan psikologis (perhatian, minat, IQ) 2. Faktor exogeen, meliputi : sekolah (intraksi guru dengan murid, cara mengajar, metode mengajar), keluarga (cara mendidik, pengertian orang tua, suasana keluarga), masyarakat (teman bergaul). Faktor-faktor kesulitan belajar siswa menurut buku Dimiyati dan Mudjiono terbagi menjadi dua, yaitu faktor intern dan ekstern.84 1. Faktor Intern a. Sikap terhadap belajar Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. b. Motivasi belajar Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Oleh karena itu motivasi belajar dapat menjadi lemah, agar motivasi belajar tidak menjadi lemah pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat. c. Konsentrasi belajar Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat konsentrasi belajar siswa, maka guru harus menggunakan bermacam-macam strategi belajar mengajar dan memperhitungkan waktu agar siswa tidak 83 Roestiyah N K, 1989, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bina Aksara, hal 63. 84 Dalyono. Muhammad 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, hal 248.
108 bosan maka dalam proses pembelajaran disertakan waktu untuk istirahat. d. Mengelola bahan belajar Mengelola bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara perolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. e. Menyimpan perolehan hasil belajar Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama. f. Menggali hasil belajar yang tersimpan Merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara memperbaiki kembali, atau mengaitkanya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan menggali atau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Proses menggali pesan lama tersebut dapat berwujud transfer atau unjuk prestasi belajar. g. Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar Merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukan bahwa ia telah membuktikan keberhasilan belajar. h. Rasa percaya diri Siswa Rasa percaya diri siswa timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan diri yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. i. Intelegensi dan keberhasilan belajar Perolehan hasil belajar siswa yang rendah, yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah.
109 j. Kebiasan belajar Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar siswa yang kurang baik yaitu, belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bergaya belas kasihan tanpa belajar. k. Cita-cita Siswa Cita-cita merupakan motivasi instrinsik yang perlu didikan. Cita- cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang sulit. 2. Faktor Kesulitan Ekstern Belajar Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan faktor ekstern yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Faktor-faktor ekstern tersbut adalah sebagai berikut: a. Guru sebagai Pembina Siswa Belajar Guru adalah pengajar yang mendidik. Tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahlianya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. b. Prasarana dan Sarana Pembelajaran Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian dan peralatan olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pengajaran yang lain. c. Kebijakan Penilaian Penilaian yang dimaksud adalah penentuan sampai sesuatu dipandang beharga, bermutu, atau bernilai. Hasil belajar merupakan hasil proses belajar. d. Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah Siswa siswi di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Dalam lingkungan sosial
110 tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peran tertentu. Ia memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesama. Jika seorang siswa diterima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar. e. Kurikulum Sekolah Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersbut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. 11.3 Karakteristik Kesulitan Belajar Menurut M. Dalyono kesulitan belajar dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, maupun afektif.Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar,antara lain: 1. Menunjukkan prestasi belajar yang rendah / di bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas. 2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetap saja nilainya selalu rendah. 3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan- kawannya dalam segala hal, misalnya: dalam mengerjakan tugastugasnya. 4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya. 5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan. Misalnya: mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira, selalu sedih.
111 Kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh The United States Office of Educationpada tahun 1977 menampakkan diri dalam bentuk kesulitan:85 1. Kesulitan mendengarkan 2. Kesulitan belajar berfikir 3. Kesulitan membaca 4. Kesulitan menulis 5. Kesulitan mengeja 6. Kesulitan berhitung 85 Mulyono Abdurahman. Pendidikan bagi anak dan berkesulitan dalam belajar. Rneka Cipta, Jakarata : 2003, Hlm 6
112 DAFTAR PUSTAKA Hadi Cahyono, Faktor-Faktor Kesulitan Belajar Siswa MIN Jati, (Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 7 No 1 Januari 2019), Sri Anitah, W, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Slameto, 2005. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya.Edisi Revisi. Jakarta: Reneka Cipta Mulyadi. 2010. Diagnosis Kesulitan Belajar & Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus. Yogyakarta: Nuha Litera, Roestiyah N K, 1989, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bina Aksara, Dalyono. Muhammad 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Mulyono Abdurahman. Pendidikan bagi anak dan berkesulitan dalam belajar. Rneka Cipta, Jakarata : 2003,
113 BAB XII BIMBINGAN BELAJAR 12.1 Pengertian Bimbingan Belajar Bimbingan dapat diartikan petunjuk, penjelasan dan sebagainya. Sesuatu, tuntunan, pimpinan.86 Bimbing dapat pula diartikan pimpin, asuh atau tuntun.87 Bimbingan merupakan suatu tuntunan yang bersifat membantu. Menurut Natawidjaja sebagaimana yang dikutip oleh Wijaya merumuskan bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara continue (terus-menerus) supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Menurut Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, bimbingan belajar merupakan bagian dari akademik, yaitu bimbingan yang diarahkan untuk membantu para individu dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah akademik. Dalam hal ini, para pembimbing membantu peserta didik dalam mengatasi kesulitan belajar, mengembangkan cara belajar yang efektif, membantu peserta didik agar sukses dalam belajar dan agar mampu menyesuaikan diri terhadap semua tuntutan program/ pendidikan.88 Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak didik. Dalam keadaan di mana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan “kesulitan belajar”. Kondisi-kondisi yang tampak mengalami kesulitan adalah materi pelajaran yang berulang kali gagal ditempuhnya, tingkah lakunya di sekolah yang berkaitan dengan kedisiplinan dalam mengikuti pelajaran, dan terpusatnya konsentrasi saat mengikuti pelajaran. Juga bagaimana ia melaksanakan kewajiban-kewajiban dan tugas rumah, aktifitas yang cenderung mengarah kepada tugas sekolah, sejauh mana ia mengutamakan 86 Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 202 87 Adam Normies, et.al., Kamus Bahasa Indonesia. (Surabaya: Karya Ilmu, 1992), h. 29 88 Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling. (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,2012), hal. 10
114 kegiatan belajar, prestasi belajarnya (dengan standar kelas ataupun kelompok dalam berbagai macam materi pelajaran). Jadi jelas dalam kegiatan belajar ini banyak masalah-masalah yang timbul terutama yang dirasakan oleh siswa sendiri. Misalnya, kebiasaan belajar yang kurang efektif, perbedaan sikapnya terhadap beberapa mata pelajaran, tidak ada kedisiplinan waktu pada diri anak. Ia sibuk selain hal-hal pelajaran seperti nonton TV, bermain di jalan, atau keluar dengan teman-teman yang kurang baik. Semua ini dapat merupakan masalah yang untuk beberapa anak agar dirasakan sukar untuk dapat di atasi sendiri tanpa bantuan orang lain. Untuk itu hendaknya siswa tersebut mendapatkan bantuan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan belajar. Mereka memerlukan pendekatan-pendekatan khusus untuk mencapai hasil-hasil belajar yang diharapkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan hasil belajar murid-murid seperti itu adalah dengan melaksanakan sebuah layanan bimbingan belajar. Oleh karena itu, bimbingan belajar mutlak perlu dilaksanakan. Bimbingan belajar dapat dilakukan di mana saja. Baik disekolah, di rumah maupun keluarga dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya bimbingan belajar dapat dilaksanakan oleh siapa saja. Keseluruhan bentuk kegiatan bimbingan merupakan usaha sadar dari tenaga kependidikan misalnya dari keluarga (orang tua, wali dan sebagainya), masyarakat (pembimbing, instruktur dan sebagainya), dan pemerintah (guru, kepala sekolah, teknisi pendidikan, pengembang bidang pendidikan, dan sebagainya).89 Disinilah penting dan perlunya program bimbingan belajar untuk membantu agar mereka berhasil dalam belajar dan mendapatkan prestasi belajar yang membanggakan. Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan kajian lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Menurut Van Hoose menjelaskan bahwa prinsip dalam layanan bimbingan belajar adalah: 1. Bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak terkandung kebaikankebaikan, mempunyai potensi diri dan pendidikan hendaknya mampu membantu anak memanfaatkan potensinya tersebut. 89 Redya Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2008), h. 56-57.
115 2. Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak berbeda dari yang lainnya 3. Bimbingan merupakan bantuan kepada anak-anak dan pemuda dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka agar menjadi pribadi yang sehat. 4. Bimbingan merupakan usaha membantu mereka yang memerlukan untuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan umumnya 5. Bimbingan adalah pelayanan, yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan bimbingan diperlukan minat pribadai khusus pula. 12.2 Fungsi dan Tujuan Bimbingan Belajar Layanan bimbingan belajar dapat berfungsi: 1. Pencegahan (Preventif) Layanan bimbingan belajar dapat berfungsi pencegahan artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Tindakan pencegahan adalah tindakan sebelum munculnya tingkah laku yang menyimpang yang menganggu kondisi optimal berlangsungnya pembelajaran.90 2. Fungsi Penyaluran Fungsi penyaluran berarti menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan bakat dan minat sehingga mencapai hasil belajar yang sesuai dengan kemampuannya.91 Contohnya adalah membantu dalam menyusun program studi. 3. Fungsi Penyesuaian Guru pembimbing berupaya membantu siswa menyerasikan program pengajaran dengan kondisi objektif mereka agar dapat menyesuaikan diri dan memahami diri dengan tuntutan program pengajaran yang sedang dijalaninya. Contohnya adalah memberikan informasi tentang tujuan dan aspek yang harus dikuasai dalam 90 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 119 91 Suherman, “Bimbingan Belajar”, dalam Jurnal Universitas Indonesia, diakses 03 November 2022, hal. 9
116 pembelajaran serta membimbing mereka untuk dapat menguasai aspek tersebut. 4. Fungsi pemahaman Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi bimbingan belajar untuk membantu peserta didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya). Berdasarkan pemahaman ini, individu diharapkan mampu mengembangkan potensinya di dalam hal belajarnya secara optimal. 5. Fungsi Pemeliharaan Belajar dipandang positif harus tetap dipertahankan, atau bahkan ditingkatkan agar tidak mengalami kesulitan lagi.19 Contoh yang dapat dilakukan adalah mengoreksi dan memberi informasi tentang cara-cara belajar yang efektif bagi siswa. 6. Fungsi perbaikan Fungsi perbaikan yaitu fungsi bimbingan belajar yang akan menghasilkan terpecahkanya atau teratasinya berbagai permasalahan dalam belajar yang dialami oleh siswa. Misalnya, kesulitan-kesulitan dalam menghadapi sejumlah mata-mata pelajaran. Secara rinci, tujuan pelayanan bimbingan belajar adalah sebagai berikut:92 1. Mencarikan cara-cara belajar yang efisien dan efektif bagi seorang anak atau kelompok anak. 2. Menunjukkan cara-cara mempelajari sesuatu dan menggunakan buku pelajaran. 3. Memberikan informasi (saran dan petunjuk) bagi yang memanfaatkan perpustakaan. 4. Membuat tugas sekolah dan mempersiapkan dari dalam ualangan dan ujian. 5. Memilih suatu bidang studi (mayor atau minor) sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, cita-cita dan kondisi fisik atau kesehatannya. 6. Menunjukkan cara-cara menghadapi kesulitan dalam bidang studi tertentu. 92 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), hal. 111
117 7. Menentukan pembagian waktu dan perencanaan jadwal belajarnya. 8. Memilih pelajaran tambahan baik yang berhubungan dengan pelajaran sekolah maupun untuk pengembangan bakat dan karirnya di masa depan. 12.3 Faktor yang Mempengaruhi Bimbingan Belajar Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:93 1. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni: a. Aspek fisiologis yakni kondisi umum jasmani yang menandai tingkat kebugaran organorgan tubuh dan sendi-sendinya, yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apabila disertai pusing kepala berat misalnya, maka dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya tidak berbekas. Untuk dapat mempertahankan jasmani agar tetap bugar, maka siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu siswa juga dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting karena kesalahan pola makan-minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri. b. Aspek Psikologis yang meliputi: a) Inteligensi siswa yang pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau penyesuaian diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. 93 Andi Thahir, Babay Hidriyanti, Pengaruh Bimbingan Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Pondok Pesantren Madrasah Aliyah Al-Utrujiyyah Kota Karang, (Jurnal Bimbingan dan Konseling, Dosen dan Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Tahun 2014), hal 58.
118 b) Sikap siswa adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. c) Bakat siswa secara umum adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi secara global bakat itu mirip dengan inteligensi, karena itu seorang anak yang berinteligensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat. d) Minat siswa secara sederhana adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan. e) Motivasi siswa ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam hal ini motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. c. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa. Ada dua aspek, yaitu: a) sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa disekolah. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa. Yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan disekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat dilingkungan
119 kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak penganggur, akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa tersebut akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi dan meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimilikinya. Lingkungan sosial yang paling banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. b) Lingkungan nonsosial yang termasuk dalam faktor lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa. c) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. Dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses mempelajari materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. 12.4 Bentuk Layanan Bimbingan Belajar Menurut Tohirin beberapa bentuk layanan bimbingan belajar yang dapat diberikan kepada siswa adalah sebagai berikut:94 1. Orientasi kepada siswa, khususnya siswa baru tentang tujuan sekolah, isi kurikulum pembelajaran, struktur organisasi sekolah, cara-cara belajar yang tepat, dan penyesuaian diri dengan corak pendidikan di sekolah. 94 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007)
120 2. Penyadaran kembali secara berkala tentang cara belajar yang tepat selama mengikuti pembelajaran di sekolah maupun di rumah baik secara individual maupun kelompok. 3. Bantuan dalam memilih jurusan atau program studi yang sesuai, memilih kegiatan-kegiatan non-akademik yang menunjang usaha belajar dan memilih program studi lanjutan untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Bantuan ini juga mencakup layanan informasi tentang program studi yang tersedia pada jenjang pendidikan tertentu. 4. Layanan pengumpulan data yang berkenaan dengan kemampuan intelektual, bakat khusus, arah minat, cita-cita hidup terhadap program studi atau jurusan tertentu, dan sebagainya. 5. Bantuan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar seperti kurang mampu menyusun dan mentaati jadwal belajar di rumah, kurang siap dalam menghadapi ujian, kurang dapat berkonsentrasi, kurang dapat menguasai cara belajar yang tepat diberbagai mata pelajaran, menghadapi keadaan di rumah yang mempersulit cara belajar secara rutin, dan lain sebagainya. 6. Bantuan dalam hal membentuk kelompok-kelompok belajar dan mengatur kegiatan-kegiatan belajar kelompok supaya berjalan secara efektif dan efisian.
121 DAFTAR PUSTAKA Triant, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana, 2010. B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rinerka Ciptra, 2009. Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), Adam Normies, et.al., Kamus Bahasa Indonesia. (Surabaya: Karya Ilmu, 1992), Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling. (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,2012), Redya Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2008) Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), Suherman, “Bimbingan Belajar”, dalam Jurnal Universitas Indonesia, diakses 03 November 2022. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), Andi Thahir, Babay Hidriyanti, Pengaruh Bimbingan Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Pondok Pesantren Madrasah Aliyah Al-Utrujiyyah Kota Karang, (Jurnal Bimbingan dan Konseling, Dosen dan Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Tahun 2014) Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007)
122 BAB XIII EVALUASI PEMBELAJARAN 13.1 Pengertian Evaluasi Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi berarti penilaian. Sedangkan Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Nurgiyantoro menyebutkan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Dikatakannya bahwa penilaian berkaitan dengan aspek kuantitatif dan kualitatif, pengukuran berkaitan dengan aspek kuantitatif, sedangkan tes hanya merupakan salah satu instrumen penilaian. Meskipun berbeda, ketiga konsep ini merupakan satu kesatuan dan saling memerlukan. Tes adalah alat pengumpulan data yang dirancang khusus. Yang membedakannya dengan evaluasi adalah bahwa evaluasi mencakup aspek kualitatif dan aspek kuanitatif. Dengan demikian, evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.95 Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran adalah proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secara sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 95 Ananda rusydi dkk,Evaluasi Pembelajaran , (2014) , hal.2.
123 13.2 Tujuan Evaluasi Pembelajaran Tujuan evaluasi hasil belajar dalam proses belajar mengajar termasuk belajar mengajar pendidikan agama. Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh muri, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetepkan dalam kurikulum.96 Disamping itu agar guru dapat menilai daya guna pengalaman dan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan sekaligus mempertimbangkan hasilnya serta metode mengajar dan sistem pengajaran yang dipergunakan apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan dalam kurikulum. Tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Evaluasi bertujuan mengetahui siapa diantara anak didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar kekurangannya, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat sekolah. Sasaran evaluasi tidak hanya bertujuan mengevaluasi anak didik saja, tetapi juga bertujuan mengevaluasi pendidik, sejauh mana ia bersungguh sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan islam.97 13.3 Fungsi Evaluasi Pembelajaran Sebagai salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pendidikan Islam, evaluasi berfungsi sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak, baik yang berkenaan dengan sikap pendidik/ guru maupun anak didik/murid. 2. Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan. 96 Zuhairini dkk, Metodologi Penelitian Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hal. 147. 97 Choirul Anam, Metodologi Pendidikan Islam,(Jombang: Tebuireng, 2014), hal. 25.
124 3. Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh murid dalam rangk a mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan Islam. 4. Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa. Laporan ini dapat berbentuk buku raport, piagam, sertifikat, ijazah dll. 5. Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan.98 Prof. Dr. S. Nasution menyatakan, bahwa fungsi evaluasi pendidikan sebagai berikut: a) Mengetahui kesanggupan anak, sehingga anak itu dapat dibantu memilih jurusan, sekolah atau jabatan yang sesuai dengan bakatnya. b) Mengetahui hingga manakah anak itu mencapai tujuan pelajaran dan pendidikan. c) Menunjukkan kekurangan dan kelemahan murid-murid sehingga mereka dapat diberi bantuan yang khusus untuk mengatasi kekurangan itu. Murid-murid memandang tes juga sebagai usaha guru untuk membantu mereka. d) Menunjukkan kelemahan metode mengajar yang digunakan oleh guru. Kekurangan murid sering bersumber pada cara-cara mengajar yang buruk. Setiap tes atau ulangan merupakan alat penilaian hasil karya murid dan guru. Hasil ulangan yang buruk jangan hanya dicari pada murid, akan tetapi juga pada guru sendiri. e) Memberi petunjuk yang lebih jelas tentang tujuan pelajaran yang hendak dicapai. Ulangan atau tes memberi petunjuk kepada anak tentang apa dan bagaimana anak harus belajar. Ada hubungan antarsifat ujian dan teknik belajar. 98 Arief, Armai,Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press,2002), hal. 58
125 f) Memberi dorongan kepada murid-murid untuk belajar dengan giat, anak akan bergiat belajar apabila diketahuinya bahwa tes atau ulangan akan diadakan. Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi evaluasi hasil belajar dalam proses belajar mengajar pendidikan agama untuk: a) Penentuan kelemahan dan atau kekuatan serta kesanggupan murid dalammemiliki/menguasai materi pendidikan pengajaran agama yang telah diterima dalam proses belajar mengajar. b) Penentuan komponen-komponen/unsur-unsur (tujuan, materi, alat danmetode dan sebagainya), yang perlu ditinjau dan direvisi/diperbaiki c) Penentuan kelemahan/kekuatan guru dalam melaksanakan program belajar-mengajar d) Membimbing pertumbuhan dan perkembangan murid baik secara perorangan maupun kelompok. 13.4 Teknik dalam Evaluasi Pembelajaran Dalam Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Teknik diartikan sebagai sebuah model atau sistem mengerjakan sesuatu. Akan tetapi, teknik dapat juga diartikan sebagai “alat”. Jadi dalam istilah teknik evaluasi pembelajaran terkadung arti alat-alat ( yang digunakan dalam melakukan) evaluasi belajar. Teknik evaluasi lebih tepatnya adalah cara yang dilakukan dalam mengevaluasi hasil belajar. Sedangkan yang dimaksud evaluasi hasil belajar adalah cara yang digunakan oleh guru dalam mengevaluasi proses hasil belajar mengajar.Terdapat dua alat evaluasi, yakni teknik tes dan notes. Dengan teknik tes, maka evaluasi hasil belajar itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik. Sebaliknya, dengan teknik nontes maka evaluasi hasil belajar dilakukan tanpa menguji peserta didik.99 99 Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), Hal. 149.
126 1. Teknik Tes Tes merupakan suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan olehanak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang nilai tersebut dapat dijadikan sebagai perbandingan atau tolak ukur terhadap nilai peserta didik lainya atau dengan standar yang di tetapkan.100 Selain makna diatas tes juga dimaknai sebagai salah satu cara menaksir besarnya tingkat kemampuan manusia secara tidak langsung ,yaitu melalui respon seseorang terhadap sejumlah stimulus atau pertanyaan. ” Oleh karena itu, agar diperoleh informasi yang akurat dibutuhkan tes yang handal. Maksud dari tes handal adalah tes yang berkualitas dan tes yang memiliki standar ukuran layak sebagai bahantes atau tidak. Sedangkan makna dari teknik tes sendiri adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang di inginkan seseorang dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat”.101 Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tesmerupakan cara, prosedur, atau alat yang sistematis dan objektif untuk mengevaluasi tingkah laku (kognitif, efektif, dan psikomotor) siswa atausekelompok siswa berdasarkan nilai standar yang telah ditetapkan. Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil belajar tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu: a. Untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu; dan b. Untuk menentukan kedudukan atau peringkat siswa dalam kelompok, tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan p 100 Arikunto, Suharsimi.2005.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta:Bumi Aksara ,hal .17. 101 Arikunto, Suharsimi.2006.Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktik.Jakarta: Rineka Cipta ,hal .17.
127 embelajaran tertentu. Fungi pertama adalah menitik beratkan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran, sedang fungsi kedua menitik beratkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing individu peserta tes. Menurut Sudjana, tes hasil belajar dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut: a. Tes Lisan (Oral Test) Tes lisan merupakan suatu bentuk tes yang menentukan jawaban dari peserta didik dalam bentuk bahasa lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan yang di ajukan oleh pengajar. Tes lisan dapat digunakan untuk mengetahui taraf peserta didik untuk masalah yang berkaitan dengan kognitif, yaitu pengetahuan dan pemahaman, Tes lisan dapat berupa individual dan kelompok. b. Tes Tertulis (Written Tes) Tes tertulis merupakan suatu tes yang menuntut siswa memberikan jawaban secara tertulis. Tes tertulis dapat dibedakan menjadi tes esai atau uraian dan tes objektif. a) Tes uraian. Tes uraian ialah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan mengunakan kata dan bahasa sendiri. Manfaat atau keunggulan tes uraian, dianataranya adalah: Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspekkognitif tinggi Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.
128 Dapat melatih kemampuan berfikir teratur atau penalaran,yakni berpikir logis, analitis, dan sistematis Sedangkan kekuranganya diantaranya adalah: Sample tes sangat terbatas, karena tidak dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan. Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam memeriksanya. Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksaanya memerlukan waktu yang lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relatif banyak. 2. Tes Objektif Tes objektif adalah tes tertulis yang menuntut siswa memilih jawaban yang telah disediakan atau memberikan jawaban singkat. Tes ini digunakan untuk mengukur penguasaan siswa pada tingkatan batas tertentu. Ruang lingkupnya cenderung luas. Tes ini terdiri atas beberapa bentuk soal, antara lain meliputi : (a) jawaban singkat, (b) benar-salah, (c) menjodohkan, dan (d) pilihan ganda. 102 c. Tes Tindakan atau Perbuatan (Performance Test) Tes perbuatan adalah bentuk tes yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Peserta didik bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Misalnya, "Siswa dihadapkan 102 Sudjana, Nana.2005.Penelitian Proses Hasil Belajar Mengajar.Bandung:Remaja Rosdakarya
129 dengan peristiwa untuk menolong atau membersihkan lingkungan”. d. Tes Wawancara Wawancara suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informasi yang hendak digali. Wawancara dibagi dibedakan atas dua kategori, yaitu pertama, wawancara berstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan dengan mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan lebih awal sebelum menanyakannya kepada siswa. Kedua, wawancara bebas (tak berstruktur), yaitu wawancara yang dilakukan tanpa mempersiapkan pertanyaan lebih awal, namun pewawancara bebas dan secara langsung bertanya kepada siswa terkait materi tertentu. e. Tes Kuesioner Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung dan kuesioner tidak langsung. Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya. Sedangkan kuesioner tidak langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau anggota keluarganya.
130 DAFTAR PUSTAKA Anam Choirul, Metodologi Pendidikan Islam, (Jombang: Tebuireng, 2014) Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:Ciputat Press, 2002) Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Jihad Asep and Haris Abdul, Evaluasi Pembelajaran (Bantul: Multi Pressindo, 2013) Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline Versi 1.3 Nurkancana, Wayan dan Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Bel ajar. Surabaya: Usaha Nasional Pengembangan Evaluasi Pembelajaran,” 2006 Zebua Ganda R M “Evaluasi Pembelajaran SD/MI” Diakses Padat Tgl 05 Nov 2018 Zuhairini dkk, Metodologi Penelitian Agama, (Solo: Ramadhani, 1993