The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

E-Book ini berisi mengenai cara menulis teks eksposisi

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by imas.juidah, 2022-11-10 02:43:58

BUKU EXPERIENTAL

E-Book ini berisi mengenai cara menulis teks eksposisi

Keywords: buku,experiental

behavioristik dan kognitivistik. Ada tujuh model yang
termasuk dalam rumpun ini, yakni :

1. Inductive thinking model (model berpikir

induktif) yang dikembangkan oleh Hilda Taba;

2. Inquiry training model (model pelatihan

inkuiri/penyingkapan/penyelidikan) yang

dikembangkan oleh Richard suchman;

3. Scientific inquiry (penyelidikan ilmiah) yang

dikembangkan oleh Joseph J. Schwab;

4. Concept attainment (pencapaian konsep) oleh

Jerome Bruner;

5. Cognitive growth (pertumbuhan kognitif)

dikembangkan oleh Jean Piaget;

6. Advance organizer model (model

pengatur/penyelenggaraan tingkat lanjut) oleh

David Ausubel;

7. Memory (daya ingat) oleh Harry Lorayne).

2.5.2 Personal Model (Model Pribadi)

Sesuai dengan namanya, model mengajar dalam rumpun
ini berorientasi kepada perkembangan diri individu.

46

Implikasi model ini dalam pembelajaran adalah guru
harus menyediakan pembelajaran sesuai dengan minat,
pengalaman, dan perkembangan mental siswa.

Model-model mengajar dalam rumpun ini sesuai dengan
paradigma student centered atau pembelajaran yang
berpusat pada siswa/peserta didik.

2.5.3 Social Interaction Model (Model Interaksi
Sosial)

Rumpun model mengajar social interaction model
menitikberatkan pada proses interaksi antar individu
yang terjadi dalam kelompok. Model-model mengajar
disetting dalam pembelajaran berkelompok. Model ini
mengutamakan pengembangan kecakapan individu
dalam berhubungan dengan orang lain.

2.5.4 Behavioral Model (Model Perilaku)

Rumpun model ini sesuai dengan teori belajar
behavioristik. Pembelajaran harus memberikan

47

perubahan pada perilaku si pembelajar ke arah yang
sejalan dengan tujuan pembelajaran.

Kemudian, perubahan yang terjadi harus dapat diamati.
Sehingga, guru dapat menguraikan langkah-langkah
pembelajaran yang konkret dan dapat diamati dalam
upaya evaluasi perkembangan peserta didiknya.

2.6 Macam Macam Model Pembelajaran

Menurut Hamdayama (2016, hlm. 132-182) macam-
macam model pembelajaran adalah sebagai berikut:

2.6.1 Model Pembelajaran Inquiry

Model inquiry (inkuiri) menggunakan rangkaian
kegiatan pembelajaran yang menekankan proses berpikir
secara kritis serta analitis kepada peserta didik agar
mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
masalah yang dipertanyakan secara mandiri melalui
penyelidikan ilmiah.

48

2.6.2 Model Pembelajaran Kontekstual

Merupakan model dengan konsep belajar yang membuat
guru untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata. Prinsip pembelajaran
kontekstual adalah aktivitas peserta didik, peserta didik
melakukan dan mengalami, tidak hanya monoton dan
mencatat.

Model mengajar ini juga dapat mengembangkan
kemampuan sosial peserta didik karena dihadapkan pada
situasi dunia nyata. Ada tujuh komponen utama dari
pembelajaran kontekstual yang membuatnya khas jika
dibandingkan dengan model yang lain, yakni:

1. Kontruktivisme, mendorong peserta didik agar
bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui
pengamatan dan pengalaman;

2. Inquiry, didasarkan pada penyingkapan,
penyelidikan atau pencarian dan penelusuran;

3. Bertanya, sebagai refleksi dari keingintahuan
setiap individu;

49

4. Learning community, dilakukan dengan
membuat kelompok belajar;

5. Modeling, dengan memperagakan sesuatu
sebagai contoh yang dapat ditiru oleh peserta
didik;

6. Refleksi, proses pengkajian pengalaman yang
telah dipelajari;

7. Penilaian nyata, proses yang dilakukan guru
untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar peserta didik.

2.6.3 Model Pembelajaran Ekspositori

Ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan pada
proses penyampaian materi secara verbal dari seorang
guru kepada kelompok peserta didik supaya peserta didik
dapat menguasai materi secara optimal.

Dalam model pengajaran ekspositori seorang pendidik
harus memberikan penjelasan atau menerangkan kepada
peserta didik dengan cara berceramah. Sehingga
menyebabkan arah pembelajarannya monoton karena
sangat ditentukan oleh kepiawaian ceramah guru.

50

2.6.4 Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Nama lainnya dalam bahasa inggris adalah Problem
based learning yang dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan para proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Pemecahan masalah menjadi langkah utama dalam
model ini.

2.6.5 Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah kerangka konseptual
rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta
didik dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Kelompok-kelompok tersebut bekerja sama untuk
mencapai tujuan pembelajaran.

2.6.6 Model pembelajaran PAIKEM

Merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif,
Kreatif, dan Menyenangkan. Pembelajaran ini dirancang
agar membuat anak lebih aktif mengembangkan

51

kreativitas sehingga pembelajaran bisa berlangsung
secara efektif, optimal, dan pada akhirnya terasa lebih
menyenangkan.

2.6.7 Model Pembelajaran Kuantum (Quantum
Learning)

Kerangka perencanaan dalam pembelajaran kuantum
adalah TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai,
Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan). Komponen
utama pembelajaran kuantum dapat berupa:

1. Peta konsep sebagai teknik belajar efektif;
2. Teknik memori, adalah teknik memasukkan

informasi ke dalam otak sesuai dengan cara kerja
otak;
3. Sistem pasak lokasi;
4. Teknik akrostik, teknik menghafal dengan cara
mengambil huruf depan dari materi yang ingin
diingat kemudian menggabungkannya.

Intinya metode pembelajaran ini menggunakan berbagai
cara untuk membuat pembelajaran menerap dan

52

dipahami dengan mudah oleh peserta didik. Caranya bisa
sangat interaktif dan melibatkan peserta didik dalam
kegiatan langsung untuk mendemonstrasikan materi
diiringi perayaan seperti yel motivasi.

2.6 8 Model Pembelajaran Terpadu

Merupakan model yang dapat melibatkan beberapa mata
pelajaran sekaligus agar memberikan pengalaman belajar
yang lebih bermakna pada peserta didik. Pembelajaran
terpadu terbagi menjadi sepuluh jenis, yakni:

1. Model penggalan;
2. Model keterhubungan;
3. Model sarang;
4. Model urutan;
5. Model bagian;
6. Model jaring laba-laba;
7. Model galur;
8. Model keterpaduan;
9. Model celupan;
10. Model jaringan.

53

2.6.9 Model pembelajaran kelas rangkap

Pembelajaran kelas rangkap menekankan dua hal utama,
yakni penggabungan kelas secara integrative dan
pembelajaran terpusat pada peserta didik, sehingga Guru
tidak harus mengulang kembali untuk mengajar pada dua
kelas yang berbeda dengan program yang berbeda pula.

Efisiensi adalah kunci dari model pembelajaran ini.
Merangkapkan beberapa rombongan belajar dapat
meningkan efisiensi pembelajaran.

Macam-macam model pembelajaran kelas rangkap atau
biasa disingkat PKR meliputi:

1. Model PKR 221: dua kelas, dua mata pelajaran,
datu ruangan;

2. Model PKR 222 : berarti memiliki dua kelas dan
dua mata pelajaran, pada dua ruangan;

3. Model PKR 333 : tiga kelas, tiga mata pelajaran,
tiga ruangan.

54

2.6.10 Model Pembelajaran Tugas Terstruktur

Pembelajaran ini menekankan pada penyusunan tugas
terstruktur yang wajib diselesaikan oleh peserta didik
guna mendalami dan memperluas penguasaan materi
yang sesuai dengan materi pembelajaran yang sudah
dikaji.

Bentuk tugas terstruktur meliputi laporan ilmiah,
portofolio (produk ciptaan peserta didik), makalah
individu, makalah kelompok, dsb.

2.6.11 Model Pembelajaran Portofolio

Model pembelajaran portofolio menitikberatkan pada
pengumpulan karya terpilih dari satu kelas secara
keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat
kebijakan untuk memecahkan masalah.

Prinsip dasar model pembelajaran portofolio, yaitu
prinsip belajar peserta didik aktif dan kelompok belajar
kooperatif untuk menghasilkan produk portofolio secara
bersama.

55

2.6.13 Model Pembelajaran Tematik
Merupakan pembelajaran dengan suatu kegiatan
pembelajaran yang mengintegrasikan materi beberapa
pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan sesuai
dengan kebutuhan lingkungan peserta didik yang akan
menjadi lahan dunia nyata bagi dirinya.
Pembelajaran tematik mempunyai beberapa prinsip
dasar, yaitu:

1. Bersifat kontekstual atau terintegrasi dengan
lingkungan;

2. Bentuk belajar dirancang agar peserta didik
menemukan tema;

3. Efisiensi (terdiri dari beberapa pelajaran
sekaligus).

56

BAB III

Pembelajaran Model Pengalaman (Experiental
Learning Model)

3.1 Pengertian Model Pembelajaran Pengalaman
(Experiental Learning)

David Kolb (dalam Fathurrohman 2015: 128)
mendefinisikan “belajar sebagai “proses bagaimana
pengetahuan diciptakan melalui perubahan bentuk
pengalaman”. Pengetahuan diakibatkan oleh kombinasi
pemahaman dan mentrasnformasikan pengalaman.
Fathurrohman (2015: 129) menyatakan bahwa
“Experiential Learning adalah proses belajar, proses
perubahan yang menggunakan pengalaman sebagai
media belajar atau pembelajaran bukan hanya materi
yang bersumber dari buku atau pendidik”.

Pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi dan
juga melalui suatu proses pembuatan makna dari
pengalaman langsung. Belajar dari pengalaman
mencakup keterkaitan antara berbuat dan berpikir.
Experiential Learning sebagai metode yang membantu
pendidik dalam mengaitkan isi materi pelajaran dengan

57

keadaan dunia nyata, sehingga dengan pengalaman nyata
tersebut siswa dapat mengingat dan memahami
informasi yang didapatkan dalam pendidikan sehingga
dapat meningkatkan mutu pendidikan.

Kolb (1994) mengemukakan 3 karakteristik
model pembelajaran Experiential, yaitu:

1) Belajar paling baik diterima sebagai suatu proses, di
mana konsep diperoleh dan dimodifikasi dari
kegiatan eksperimen, tidak dinyatakan dalam bentuk
produk,

2) belajar merupakan proses kontinu bertolak dari
pengalaman, dan

3) proses belajar memerlukan resolusi konflik (Wita et
al.,2007).

Model pembelajaran Experiential menekankan
pada peranan pengalaman dalam proses pembelajaran,
pentingnya keterlibatan aktif siswa, dan kecerdasan
sebagai kesan interaksi antara pebelajar dengan
lingkungannya (Yusof et al., 2007). Prior experiences
dalam MPE sangat penting yang merupakan starter
dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Kolb

58

menyampaikan “learning is a process, in which
knowledge is created through transformation of
experience”. Kegiatan belajar merupakan suatu proses.

Jika seseorang terlibat aktif dalam proses belajar
maka orang tersebut akan belajar jauh lebih baik. Hal ini
disebabkan dalam proses belajar tersebut pembelajaran
secara aktif berpikir tentang apa yang dipelajari dan
kemudian bagaimana menerapkan apa yang telah
dipelajari dalam situasi nyata. Fahturrohman (2015: 130)
mengatakan “Pengalaman belajar yang akan benar-benar
efektif, harus menggunakan seluruh roda belajar, dari
pengaturan tujuan, melakukan observasi dan eksperimen,
memeriksa ulang dan perencanaan tindakan”.

Menurut Atherton (dalam Fathurrohman 2015: 128)
mengemukakan bahwa dalam konteks belajar
pembelajaran berbasis pengalaman dapat dideskripsikan
sebagai proses pembelajaran yang merefleksikan
pengalaman secara mendalam dan dari sini muncul
pemahaman baru atau proses belajar. Fathurrohman
(2015: 128) Pembelajaran berbasis pengalaman
memanfaatkan pengalaman baru dan reaksi pembelajaran
terhadap pengalamannya untuk membangun pemahaman

59

dan transfer pengetahuan, keterampilan baru, dan sikap
baru atau bahkan cara berpikir baru untuk memecahkan
masalah-masalah baru. Fathurrohman (2015: 129)
menyatakan “Pembelajaran berbasis pengalaman
berpusat pada pembelajaran dan berorientasi pada
aktivitas refleksi secara personal tentang suatu
pengalaman dan memformulasikan rencana untuk
menerapkan apa yang diperoleh dari pengalaman
personal tersebut”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa model
pembelajaraan Experiential Learning merupakan model
pembelajaraan yang memperhatikan dan menitikberatkan
pada pengalaman yang akan dialami dan dipelajari oleh
peserta didik. Dengan terlibatnya langsung dalam proses
belajar dan menkontruksikan sendiri pengalaman-
pengalaman yang didapat sehingga menjadi suatu
pengetahuan.

3.2 Karakteristik Experiential Learning
Kolb (dalam Fahturrohman 2015: 129) mengusulkan

bahwa experiential learning mempunyai enam
karakteristik utama, yaitu:

60

1. Belajar terbaik dipahami sebagai suatu proses, tidak
dalam kaitannya dengan hasil yang dicapai.

2. Belajar adalah suatu proses kontinu yang didasarkan
pada pengalaman.

3. Belajar memerlukan resolusi konflik-konflik antara
gaya-gaya yang berlawanan dengan cara dialektis.

4. Belajar adalah proses yang holistik
5. Belajar melibatkan hubungan antara seseorang dan

lingkungan.
6. Belajar adalah proses tentang menciptakan

pengetahuan yang merupakan hasil dari hubungan
antara pengetahuan sosial dan pengetahuan pribadi.
Fathurrohman (2015: 130) menyatakan “Experiental
learning itu sendiri berisi tiga aspek, yaitu pengetahuan
(konsep, fakta dan informasi), aktivitas (penerapan
dalam kegiatan), dan refleksi (analisis dampak kegiatan
terhadap perkembangan individu). Ketiganya merupakan
kontribusi penting dalam tercapainya tujuan
pembelajaran”. Ketiganya merupakan distribusi penting
dalam tercapainya tujuan pembelajaraan.

61

3.3 Tahap-Tahap Experiental Learning
Model Experiential Learning sebagai pembelajaran

dapat dilihat sebagai sebuah siklus yang terdiri dari dua
rangkaian yang berbeda, memiliki daya tangkap dalam
pemahaman dan memiliki tujuan yang berkelanjutan.
Bagaimanapun, kesemua itu harus diintegrasikan dengan
urutan untuk mempelajari apa yang terjadi. Daya
tangkap dalam memahami sesuatu sangat dipengaruhi
oleh pengamatan yang dialami lewat pengalaman,
sementara tujuan yang berkelanjutan berhubungan
dengan perubahan dari pengalaman. Komponen-
komponen tersebut harus saling berhubungan untuk
memperoleh pengetahuan.

Fathurrohman (2015: 132) “Pengalaman yang
dilakukan sendirian tidak cukup dijadikan pembelajaran,
harus dilakukan secara terperinci dan perubahan yang
dilakukan sendiri tidak dapat mewakili yang dibutuhkan
pembelajaran, untuk itu diperlukan perubahan yang
dibutuhkan dalam pembelajaran. Model Experiential
Learning mencoba menjelaskan mengapa pembelajaran
lewat pendekatan pengalaman belajar berbeda dan
mampu mencapai tujuan. Hal ini dibuktikan oleh

62

berkembangnya kecakapan yang cukup baik yang
dimiliki oleh beberapa individu setelah dibandingkan
dengan individu lain”.

Fathurrohman (2015: 134) berpendapat bahwa “Pada
dasarnya pembelajaran model Epxriental learning ini
sangat sederhana dimulai dengan melakukan (do),
refleksikan (reflect), dan kemudian penerapan (apply).
Jika dielaborasi lagi maka akan terdiri dari lima langkah,
yaitu mulai dari proses mengalami (experience), berbagi
(share), analisis pengalaman tersebut (procces), menarik
kesimpulan (generalize), dan penerapan (apply)”.

Masing-masing tujuan dari rangkaian tersebut
kemudian muncullah langkah-langkah dalam proses
pembelajaran, yaitu Concrete experience, Reflective
observation, Abstract conceptualization, dan Active
experimentation..

Fathurrohman (2015: 134-135) Adapun penjabaran
dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Concrete experience (felling) : Belajar dari

pengalaman-pengalaman yang spesifik. Peka terhadap
situasi.

63

2. Reflective observation (watching) : Mengamati
sebelum membuat suatu keputusan dengan mengamati
lingkungan dari perspektif -perspektif yang berbeda.

3. Abstract conceptualitation (thinking) : Analisis logis
dari gagasan-gagasan dan bertindak sesuai
pemahaman pada suatu situasi.

4. Active experimentation (doing) : Kemampuan untuk
melaksanakan berbagai hal dengan orang-orang dan
melakukan tindakan berdasarkan peristiwa. Termasuk
pengambilan resiko. Implikasi itu yang diambilnya
dari konsep-konsep itu dijadikan sebagai
pegangannya dalam menghadapi pengalaman-
pengalaman baru.

Kemungkinan belajar melalui pengalaman-
pengalaman nyata kemudian direfleksikan dengan
mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut.
Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur
kembali sehingga membentuk pengertian-pengertian
baru atau konsep-konsep abstrak yang akan menjadi
petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-
perilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi

64

dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out),
sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi
dikategorikan dalam proses penerapan (taking action).

3.4 Langkah-Langkah Model Pembelajaran
Experiental Learning

Dalam menerapkan model pembelajaran experiental
learning guru harus memperbaiki prosedur agar
pembelajarannya berjalan dengan baik. Menurut
Hamalik (dalam Fathurrohman 2015: 136-137),
mengungkapkan beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam model pembelajaran experiental learning adalah
sebagai berikut :

1. Guru merumuskan secara saksama suatu rencana
pengalaman belajar yang bersifat terbuka (open
minded) mengenai hasil yang potensial atau
memiliki seperangkap hasil-hasil tertentu.

2. Guru harus bisa memberikan rangsangan dan
motivasi pengenalan terhadap pengalaman.

3. Siswa dapat bekerja secara individual atau
bekerja dalam kelompok- kelompok kecil atau

65

keseluruhan kelompok di dalam belajar
berdasarkan pengalaman.
4. Para siswa ditempatkan didalam situasi-situasi
nyata pemecahan masalah.
5. Siswa aktif berpartisipasi didalam pengalaman
yang tersedia, membuat keputusan sendiri,
menerima konsekuensi berdasarkan keputusan
tersebut.
6. Keseluruhan kelas menyajikan pengalaman yang
telah dipelajari sehubung dengan mata ajaran
tersebut untuk memperluas belajar dan
pemahaman guru melaksanakan pertemuan yang
membahas bermacam- macam pengalaman
tersebut.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa model pembelajaran experiential
learning disusun dan dilaksanakan dengan berangkat
dari hal-hal yang dimiliki oleh peserta didik. Prinsip ini
pun berkaitan dengan pengalaman di dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan serta dalam cara-cara
belajar yang biasa dilakukan oleh peserta didik.

66

3.5 Kelebihan dan Kekurangan Model Experietal
Learning

Fathurrohman, (2015: 138) menyatakan bahwa
beberapa kelebihan model Experiental Learning secara
individual adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kesadaran akan rasa percaya diri.
2. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi,

perencanaan dan pemecahan masalah.
3. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan

untuk menghadapi situasi yang buruk.
4. Menumbuhkan dan meningkatkan komitmen dan

tanggung jawab.
5. Mengembangkan ketangkasan, kemampuan fisik

dan koordinasi.

Fathurrohman (2015: 138) Adapun kelebihan model
dalam membangun dan meningkatkan kerja sama
kelompok antara lain adalah :

1. Mengembangkan dan meningkatkan rasa saling
ketergantungan antar sesama anggota kelompok.

2. Meningkatkan keterlibatan dalam pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan.

67

3. Mengidentifikasi dan memanfaatkan bakat
tersembunyi dan kepemimpinan.

4. Meningkatkan empati dan pemahaman antar
sesama anggota kelompok.

Adapun kekurangan experiental learning yaitu sulit
dimengerti sehingga masih sedikit yang mengaplikasikan
model pembelajaran ini.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa model pembelajaran experiential
learning disusun dan dilaksanakan dengan berangkat
dari hal-hal yang dimiliki oleh peserta didik. Prinsip ini
pun berkaitan dengan pengalaman di dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan serta dalam cara-cara
belajar yang biasa dilakukan oleh peserta didik.

68

BAB IV

Pembelajaran Menulis Teks Eksposisi Menggunakan
Model Experiential Learning

4.1 Umum

Belajar merupakan istilah kunci yang paling vital
dalam usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Sebagai
suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat
yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan
dengan pendidikan. Disitulah letak pentingnya manusia
sebagai makhluk yang berpikir untuk terus belajar, baik
itu belajar secara kelembagaan formal maupun belajar
dari pengalaman yang pernah dan akan dialami.

Tujuan dari belajar bukan semata-mata
berorientasi pada penguasaan materi dengan menghapal
fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informai atau
materi pelajaran. Lebih jauh daripada itu, orientasi
sesungguhnya dari proses belajar adalah memberikan
pengalaman untuk jangka panjang. Dengan konsep ini,

69

hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
siswa. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah
dalam bentuk kagiatan siswa bekerja dan mengalami,
bukan tansfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Proses pembelajaran seperti apa yang dapat
menciptakan suatu proses belajar yang dapat
mengeksplorasi wawasan pengetahuan siswa dan dapat
mengembangkan makna sehingga akan memberikan
kesan yang mendalam terhadap apa yang telah
dipelajarinya? Alternatif model pembelajaran yang dapat
digunakan untuk menjawab permasalahan diatas salah
satunya adalah dengan menggunakan model Experiential
Learning

Experiental Learning theory (ELT), yang
kemudian menjadi dasar model pembelajaran
experiential learning, dikembangkan oleh David Kolb
sekitar awal 1980-an. Model ini menekankan pada
sebuah model pembelajaran yang holiostik dalam proses
belajar. Dalam experiential learning, pengalaman
mempunyai peran sentral dalam proses belajar.
Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori
belajar lainnya. Istilah “experientrial” di sini untuk

70

membedakan anatara teori belajar kognitif yang
cenderung menekankan kognisi lebih daripada afektif.
Dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran
pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb dalam
Baharudin dan Esa, 2007: 165).

Model Experiential Learning adalah suatu model
proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar
untuk membangun pengetahuan dan keterampilan
melalui pengalamannya secara langsung. Dalam hal ini,
experiential learning menggunakan pengalaman sebagai
katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan
kapasitas dan kemampuannya dalam proses
pembelajaran.

Experiential Learning dapat didefinisikan
sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan
pengalaman yang secara terus menerus mengalami
perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil
belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah untuk
mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu

 mengubah struktur kognitif siswa.
 mengubah sikap siswa.

71

 memperluas keterampilan-keterampilan siswa
yang telah ada.

Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan
memengaruhi seara keseluruhan, tidak terpisah-pisah,
karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka kedua
elemen lainnya tidak akan efektif. Experiential Learning
menekankan pada keinginan kuat dari dalam diri siswa
untuk berhasil dalam belajarnya. Motivasi ini didasarkan
pula pada tujuan yang ingin dicapai dan model belajar
yang dipilih. Keinginan untuk berhasil tersebut dapat
meningkatakan tanggung jawab siswa terhadap perilaku
belajarnya dan meraka akan merasa dapat mengontrol
perilaku tersebut. Experiential Learning menunjuk pada
pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas
belajar experiential learning mencakup keterlibatan
siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa
sendiri dan adanya efek yang membekas pada siswa.

Model Experiential Learning memberi kesempatan
kepada siswa untuk memutuskan pengalaman apa yang
menjadi fokus mereka, keterampilan-keterampilan apa
yang mereka ingin kembangkan, dan bagaimana cara

72

mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka
alami tersebut. Hal ini berbeda dengan pendekatan
belajar tradisional di mana siswa menjadi pendengar
pasif dan hanya guru yang mengendalikan proses belajar
tanpa melibatkan siswa.

Secara umum dalam Bahasa Indonesia adalah belajar
melalui pengalaman. Seringkali pembelajaran didapat
dari hasil refleksi ketika melakukan suatu tindakan.
Seperti yang kita ketahui sebenarnya ada berbagai
macam cara untuk belajar, misalnya saja:

 membaca buku atau menonton video
 mendengarkan sebuah presentasi
 mengerjakan tugas atau praktek langsung
 dan masih banyak lagi cara-cara yang lain

Belajar menggunakan model Experiential Learning
berarti peserta akan belajar langsung dari pengalaman
(biasanya dalam bentuk sebuah game yang didesain
khusus untuk pembelajaran tersebut). Jadi selama
pembelajaran mereka tidak hanya duduk diam
mendengarkan presentasi saja melainkan terlibat aktif
dalam sebuah aktivitas.

73

Makna pembelajaran sendiri sering didapat pada saat
proses refleksi (bisa terjadi di tengah atau di akhir
game). Pada saat ini peserta mulai menganalisa dan
merefleksikan apa yang mereka pikirkan dan lakukan
selama bermain game tadi. Di sinilah sering timbul
pencerahan yang munculnya dari dalam diri sendiri.

4.2 Materi Pembelajaran Memproduksi Teks
Eksposisi Berdasarkan Kurikulum 2013

Kegiatan pembelajaran dalam pendidikan formal
atau sekolah tidak pernah lepas dari kurikulum.
Begitupun sebaliknya kurikulum tidak akan pernah lepas
dari kegiatan pembelajaran sebab dalam mempersiapkan
lulusan yang baik diperlukan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan nyata dilapangan. Berdasarkan
kepentingan tersebut pemerintah melakukan penataan
yakni dengan mengganti kurikulum sebelumnya.
Pembuatan dan pergantian kurikulum yang diberikan
kepada siswa-siswa ini sudah menjadi ketetepan
pemerintah sesuai dengan waktu yang relah ditentukan.

74

Begitu pula dengan kurikulum 13 sekarang yang
dipakai oleh tenaga pengajar dalam memberikan materi
pembelajaran kepada siswa yang sebelumnya tenaga
pengajar atau guru dalam memberikan pembelajaran
kepada siswanya menggunakan Kurikulum Satuan
Pendidikan (KTSP). Dengan melihat kondisi, situasi,
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang untuk
kepentingan dunia pendidikan ini, maka kurikulum
KTSP ini diganti oleh pemerintah dengan kurikulum
2013. Sebagaimana dinyatakan Priyatni (2014:3) bahwa
kurikulum 2013 adalah penyempurna dan penguatan
terhadap kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum
Satuan Pendidikan (KTSP). Salah satu aspek yang
disempurnakan dalam kurikulum 2013 adalah Standar
Kompetensi Lulusan.

Dalam kurikulum 2013 diharapkan mampu
mencetak generasi yang berkarakter. Yani (2014:54)
menyatakan bahwa kurikulum 2013 adalah kurikulum
yang syarat dengan pendidikan karakter. Minset ini yang
disadari sejak awal sebelum memahami teknis
pelaksanaan kurikulum 2013. Hal ini ditandai dengan
penggunaan istilah baru dalam Standar Kompetensi

75

Lulusan (SKL) yaitu istilah Kompetensi Inti atau

KI.Adapun kurikulum 2013 menurut Mulyasa (2017: 66)

merupakan tindak lanjut dari Kurikuum Berbasis

Komputer (KBK) yang pernah diujicobakan pada tahun

2004. KBK dijadikan sebagai acuan dan pedoman bagi

pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai

ranah pendidikan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap)

dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya

pada jalur pendidikan sekolah.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kurikulum 2013 adalah

penyempurna kurikulum sebelumnya, penyempurna

tersebut dengan lahirnya aspek Standar Kompetensi

Kelulusan (SKL) yaitu istilah Kompetensi Inti(KI).

Kurikulum 2013 akan melahirkan generasi penerus

bangsa yang produktif tentunya untuk mewujudkan

harapan tersebut diperlukannya dukungan dari pihak

yang terkait. Yani (2014: 73) menyatakan bahwa

kurikulum 2013 akan dianggap berhasil jika lulusannya

memiliki kemampuan menalar/menganalisis,

mengkomunikasikan, dan mencipta.

76

Kurikulum pada mata pelajaran bahasa Indonesia
menggunakan teks. Kohar (2016: 65) Kurikulum 2013
mata pelajaran bahasa Indonesia menggunakan
pendekatan berbasis teks, pendekatan ini bertujuan agar
siswa mampumemproduksi dan menggunakan teks
sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya. Dalam
pembelajaran bahasa yang berbasis teks, bahasa
Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan
bahasa, penggunaannya pada konteks sosial dan
akademis. Teks harus dipandang sebagai satuan bahasa
yang bermakna secara kontekstual.

Kurikulum 2013 jenjang SMA/SMK/MA mata
pelajaran bahasa Indonesia yang berbasis teks salah
satunya materi pembelajaran memproduksi teks
eksposisi di kelas X semester ganjil yang berpedoman
pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL), mencakup
ranah sikap (KI-1) dan (KI-2), pengetahuan (KI-3), dan
keterampilan (KI-4).
1. Standar Kompetensi Lulusan

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) digunakan
sebagai salah satu acuan dalam penyusunan kurikulum
2013 mata pelajaran bahasa Indonesia.Standar

77

Kompetensi Lulusan (SKL) adalah ukuran yang menjadi
dasar penilaian mengenai pendidikan untuk memperoleh
suatu keahlian atau kemampuan lulusan yang mencakup
kreteria sikap, pengetahuan dan keterampilan.

SKL pada kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa
Indonesia sama dengan mata pelajaran lain. Priyatni
(2014: 4) menyatakan bahwa SKL dalam kurikulum
2013 tidak berbasis mata pelajaran, ini karena SKL
untuk semua mata pelajaran pada semua kelas pada
jenjang tertentu adalah sama.

Tabel 2.1
Rmusan SKL untuk Jenjang
SMA/SMK/MA/SMALB/Paket C

1. Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan

(KI-1 sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu,

dan KI- percaya diri, dan bertanggung jawab dalam

2) berinteraksi secara efektif dengan lingkungan

78

sosial dan alam, serta dalam menempatkan diri

sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

2. Pengeta Memiliki pengetahuan faktual,

huan konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam

(KI-3) ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya

dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,

kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab,

serta dampak fenomena dan kejadian.

4. Ketera Memiliki kemampuan pikir dan tindak

mpilan yang efektif dan kreatif dalam rana abstrak dan

(KI-4) konkret sebagai pengembangan dari yang

dipelajari di sekolah secara mandiri.

(Priyatni, 2014: 5)
2. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

Kurukulum 2013 ditandai dengan penggunaan
istilah baru dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
yaitu Kompetensi nInti atau KI. Yani (2013:54) lahirnya
konsep KI diawali dari pengelompokan kompetensi

79

pokok atas sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Awalnya, kompetensi sikap hanya ada satu rumusan saja,
namun setelah ada pendalam materi maka arti sikap
dibedakan anantara sikap spiritual dan sikap sosial.
Pengelompokan KI dapat dicermati pada Permendikbud
Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan
Dasar dan Menengah sedangkan pada Permendikbud
Nomor 54 Tahun 2013 tetang Sandar Kompetensi
Lulusan Pendidikan dasar dan Menengah tidak dibahas.

Selain itu, Kompetensi Inti (KI) menurut Priyatni

(2014:8) adalah operasionalisasi atau jabaran lebih lanjut

dari SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki

peserta didik yang telah meneyelesaikan pendidikan

pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang

pendidikan terentu, yang dikelompokan ke dalam aspek

sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, dan

psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk

suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat

disimpulkan bahwa Kompetensi Inti (KI) adalah

80

kemapuan siswa untuk mencapai SKL yang meliputi
aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Kompetensi Inti (KI) pada setiap kelas dalam
suatu jenjang pendidikan itu sama. Rumusan KI
kurikulum 2013 untuk jenjang SMA/SMK/MA sebagai
berikut :
1) Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang

dianutnya.
2) Menghayati dan mengamalkan jujur, disiplin dan

tanggung jawab,peduli (gotong royong, kerjasama,
toleran, damai), santun, responsive, proaktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dlam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam, serta
dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
3) Memahami, menerapkan, menganalisis, dan
mengevaluasi pengetahuan factual, konseptual,
procedural, dan metakognitif, berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang kemanuasian, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan

81

pengetahuan procedural, pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
4) Mengolah, menalar, dan menyaji, dalam ranah

konkret dan abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di
nsekolah secara mandiri, serta bertindak secara
efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan
metode sesuai kaidah keilmuan
Kompetensi Inti (KI) tersebut digunkan sebagai
acuan untuk mengembangkan Kompetensi Dasar (KD).
Priyatni (2014:19) menjelaskan bahwa Kompetensi
Dasar (KD) adalah kompetensi yang harus dikuasi
peserta didik dalam suatu mata pelajaran di kelas
tertentu. Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran
di kelas tertentu ini merupakan jabaran lebih lanjut dari
kompetensi ini, yang memuat tiga ranah, yaitu sikap,
pengtahuan, dan keterampilan

Berdasarkan kurikulum 2013 mata pelajaran
bahasa Indonesia, pembelajaran memproduksi teks

82

eksposisi di kelas X semester 1 dengan Kompetensi Inti
(KI-4) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai berikut.

Tabel 2.2

Kompetensi Inti (KI-4) dan Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Mengolah, menalar, Mengonstruksikan teks eksposisi

menyaji, dan mencipta dengan memerhatikan isi

dalam ranah konkret dan (permasalahan, argumen,

ranah abstrak terkait pengetahuan, dan rekomendasi),

dengan pengembangan struktur dan kebahasaan.

dari yang dipelajarinya

di sekolah secara

mandiri, serta bertindak

secara efektif dan kreatif,

dan mampu

83

menggunakan metode

sesuai kaidah keilmuan.

(silabus kurikulum 2013 bahasa Indonesia)

4.3 Ruang Lingkup Pembelajaran Memproduksi
Teks Eksposisi

Pada kurikulum 2013 setelah menentukan materi
Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) maka
pembelajaran siap untuk dilaksanakan di dalam kelas.
Fathurrohman (2017: 16) menyatakan bahwa
pembelajaran adalahproses interaksi proses peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Selain itu, Kohar (2016: 4)
menyatakan bahwa pembelajaran adalah terjemahan dari
“intruction”, istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran
psikologi kognitif-holistik, yang menempatkan siswa
sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang
diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari
segala sesuatu lewat berbagai macam media seperti

84

bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio, dan
lain sebagainya. Sejalan dengan itu, Brown (2008: 8)
menyatakan bahwa pembelajaran adalah penguasaan
atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau
sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, dan
intruksi.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara guru
dan siswa. Siswa menjadi pusat dalam lingkungan
belajar dan guru menjadi fasilitator untuk berjalannya
suatu pembelajaran.

Dalam suatu interaksi belajar mengajar pada
pembelajaran bahasa Indonesia jenjang SMA sederajat di
kelas Xterdapat materi memproduksi teks eskposisi.
Memproduksi dari kata dasar produksi. Memproduksi
memiliki arti dalam kelas verba atau kata kerja sehingga
memproduksi dapat menyatakan suatu tindakan,
keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis
lainnya. Menurut KBBI menyatakan bahwa
memproduksi berarti menghasilkan atau mengeluarkan
hasil. hasil yang diproduksi berupa teks eksposisi.

85

Kurikulum 2013 pada mata pelajaran
bahasaIndonesia berbasis teks. Halliday dan Ruqaiyah
(dalam Mahsun, 2018: 1) menyebutkan bahwa teks
merupakan jalan menuju pemahaman tentang bahasa. Itu
sebabnya, teks menurutnya merupakan bahasa yang
berfungsi atau bahasa yang sedang melaksanakan tugas
tertentu dalam konteks situasi. Selain itu, Budiman
(dalam Sobur, 2012: 53) menyatakan bahwa teks sebagai
seperangkat tanda yang ditransmisikan dari seorang
pengirim kepada seorang penerima melalui medium
tertentu atau kode-kode tertentu. Sejalan dengan itu, Guy
Cok (dalam Eriyanto, 2006: 9) menyatakan bahwa teks
adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata
yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis
ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara,
citra, dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa teks adalah tulisan yang bertujuan
memberikan informasi tentang penjelasan makna yang
terdapat pada paragraf tersebut.

Pada mata pelajaran bahasa Indonesia dikurikulum
2013 menggunakan teks. Siswa belajar menggunakan

86

teks. Priyatni (2014: 67) Kurikulum 2013 untuk mata
pelajaran bahasa Indonesia menggunakan teks sebagai
sarana pembelajaran. Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa kurikulum 2013 untuk mapel bahasa Indonesia
berbasis teks pada jenjang SMA/SMK/MA terdapat 15
jenis teks, yaitu (1) teks anekdot, (2) teks eksposisi, (3)
teks laporan hasil observasi, (4) teks prosedur kompleks,
(5) teks negosiasi, (6) teks cerita pendek, (7) teks pantun,
(8) teks cerita ulang, (9) teks eksplanasi kompleks, (10)
teks film/drama, (11) teks cerita sejarah, (12) teks berita,
(13) teks iklan, (14) teks editorial/opini, (15) teks novel
(permendikbud No.69 tahun 2013). Belajar berbasis teks
memiliki tujuan yaitu supaya siswa bisa membedakan
anatar teks dengan mempelajari struktur dan kaidah
kebahasaan dari tiap-tiap teks tersebut. Karena struktur
dan kaidah kebahasaan pada tiap-tiap teks berbeda-beda.

Dalam berbagai teks di atas salah satunya teks
eksposisi. Chaer (1982: 3) eksposisi adalah bentuk
retorika yang sering dipergunakan dalam menyampaikan
uraian-uraian ilmiah populer dan uraian-uraian ilmiah
lainnya yang tidak berusaha mempengaruhi pendapat

87

orang lain. Selain itu, Zainurrahman (2018: 67)
mengemukakan bahwa tulisan ekspositori atau eksposisi
adalah tulisan yang memberikan informasi mengenai
mengapa dan bagaimana, menjelaskan sebuah proses,
atau menjelaskan konsep. Dengan tulisan ekspositori,
penulis memberitahukan kepada kita bagaimana dan
mengapa sehingga sesuatu itu terjadi. Sejalan dengan itu,
Semi (2007:61) menyatakan bahwa eksposisi adalah
tulisan yang bertujuan memberikan informasi,
menjelaskan, dan menjawab pertanyaan apa, mengapa,
kapan, dan bagaimana.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa eksposisi adalah tulisan ilmiah yang memberikan
informasi kepada pembaca dengan tujuan menjelaskan
atau memberikan pengertian dengan singkat, akurat, dan
padat. Seperti berita dan petunjuk kegunaan.

Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia
jenjang SMA/SMK/MA kelas X salah satunya teks
eksposisi. Teks eksposisi mempunyai beberapa
Kompetensi Dasar (KD) salah satunya yang terdapat
pada Kompetensi Dasar (KD) 4.4 yaitu

88

Mengonstruksikan teks eksposisi dengan memerhatikan
isi (permasalahan, argumen, pengetahuan, dan
rekomendasi), struktur dan kebahasaan.

Tabel 2.3

Ruang Lingkup Memproduksi Teks Eksposisi
Bahasa Indonesia Jenjang SMA/SMK/MA Kelas X

Kompetensi Materi Kegiatan

Dasar Pembelajaran Pembelajaran

Semester Ganjil

Mengonstruksik  Struktur teks  Menyusun kembali

an teks eksposisi: teks eksposisi

eksposisi pernyataan tesis dengan

dengan (pendapat tentang memerhatikan isi

memerhatikan suatu permasalahan); (permasalahan,

isi argumen (data, argumen,

89

(permasalahan, fakta, dan pendapat pengetahuan, dan

argumen, untuk menguatkan rekomendasi),

pengetahuan, tesis); dan struktur, dan

dan pernyataan ulang. kebahasaan.

rekomendasi),  Mempresentasikan,
struktur dan
kebahasaan. menanggapi, dan

merevisi teks

eksposisi yang

telah disusun.

(Silabus kurikulum 2013 bahasa Indonesia)

4.4 Metode Pembelajaran Memproduksi Teks
Eksposisi

Pembelajaran akan berjalan dengan lancar dan
tepat waktu jika dilakukan dengan strategi dan strategi
akan berjalan jika dilakukan dengan metode. Metode ini
akan menghasilkan pelaksanaan proses belajar mengajar
yang sebaik-baiknya. Rusman (2014 :132) metode

90

adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan
strategi. Selain itu, menurut Iskandarwassid (2016: 56)
metode adalah cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan sesuatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan Anthony
(dalam Kohar, 2016: 65) adalah perencanaan
menyeluruh terkait dengan pemilihan, pengurutan,
penyampaian materi pembelajaran, serta pemberian
koreksi jika pembelajaran melakukan kesalahan dalam
pembelajaran, yang didasarkan pada pendekatan yang
telah dipilih.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan
bahwa metode adalah salah satu cara untuk
mempermudah proses penyampaian materi, disiplin
waktu karena tersusunnya waktu dalam melaksanakan
pembelajaran, dan pembelajaran akan menyenangkan
sesuai dengan pendekatan yang telah dipilih.

Sebuah metode berfungsi untuk mempermudah
proses belajar mengajar. Setiap metode memiliki ciri
khasnya tersendiri sebab setiap metode memiliki cara
mengajarnya sendiri. pemilihan metode harus sesuai

91

dengan materi yang akan diajarkan dengan kesesuaian
Kompetensi Dasar (KD) yang ingin dicapai. Dalam
pembelajaran memproduksi teks eksposisi metode
penunjang yang digunakan adalah ceramah, tanya jawab,
dan diskusi. Penjelasannya sebagai berikut.

a) Metode Ceramah

Suatu metode yang menggunakan penjelasan
secara lisan yaitu metode ceramah. Syah (dalam
Heriawan, 2012: 78) menyatakan bahwa metode yaitu
sebuah metode mengajar dengan menyampaikan
informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah
siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.
Sedangkan metode ceramah menurut Sagala (2013: 201)
adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan
penuturan lisan dari guru kepada peserta didik.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa metode ceramah adalah menjelaskan
sesuatu dengan cara lisan dengan satu arah (guru ke
siswa). Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan

92

uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu
seperti gambar, dan audio visual lainnya.

b) Metode tanya-jawab
Suatu metode yang bisa berinteraksi antara guru

dan siswa ataupun siswa dan guru adalah metode tanya
jawab. Sagala (2013: 201) menyatakan bahwa metode
tanya jawab adalah pembangkit motivasi yang dapat
merangsang peserta didik untuk berpikir. Melalui
pertanyaan peserta didik didorong untuk mencari dan
menentukan jawaban yang tepat dan memuaskan. Dalam
pelaksanaan tanya jawab terjadilah pembelajaran dua
arah, yang mana siswa akan bertanya kepada guru
mengenai materi yang kurang dipahami oleh siswa
tentang materi pembelajaran khususnya teks eksposisi.

c) Diskusi
Suatu metode yang melibatkan tim atau kelompok

yaitu metode diskusi. Diskusi menurut Syah dalam
(Heriawan, 2012: 79) sebagai metode mengajar yang
sangat erat hubungannya dengan pemecahan masalah.
Sedangkan Diskusi menurut Sagala (2013:208) adalah

93

percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran
pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan
problematis pemunculan ide-ide dan pengujian ide-ide
ataupun pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang
tergabung dalam kelompok itu yang diarahkan untuk
memperoleh pemecahan masalahnya dan untuk mencari
kebenaran.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa metode diskusi adalah memecahkan masalah
secara bersama-sama dengan beberapa orang yang
tergabung dalam kelompok. Dalam pelakasanaan diskusi
setiap kelompok harus ada suatu pokok permasalahan
yang harus dipecahkan secara bersama dan setiap
anggota dituntut untuk berpikir.

4.5 Tujuan Pembelajaran Memproduksi Teks
Eksposisi

Suatu proses belajar mengajar tentu mempunyai
suatu yang hendak dicapai. Tujuan pembelajaran
merupakan target yang harus dicapai dalam
pembelajaran. Pembelajaran memproduksi teks eksposisi
pada mata pelajaran bahasa Indonesia tidak hanya

94

bertujuan agar siswa mampu membuat teks eksposisi
tetapi siswa juga diharapkan bisa menambah wawasan.
Berdasarkan kurikulum 2013 tujuan pembelajaran
memproduksi teks eksposisi setelah mengamati buku
Bahasa Indonesia kelas X Kemendikbud 2017
merupakan mengembangkan gagasan pokok sesuai
dengan topik yang akan dibahas.

4.6 Alokasi Waktu Pembelajaran Memproduksi Teks
Eksposisi

Alokasi waktu pada setiap pembelajaran dapat
dipertimbangkan berdasarkan jumlah kompetensi dasar,
dan tingkat kesulitan. Alokasi waktu pembelajaran
memproduksi teks eksposisi yang tertera dalam silabus
mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA/SMK/MA pada
kurikulum 2013 adalah 4 x 45 menit, dalam setiap kali
pertemuan yaitu 2 x 45. Alokasi waktu yang tercantum
dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang
dibutuhkan oleh siswa untuk menguasai kompetensi
dasar.

95


Click to View FlipBook Version