The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kumpulan cerita pendek karya Bibit Penulis Gendis Sewu 2022 SDN Siwalankerto 1 dengan bimbingan dari Tim Penulis TBM se-Kecamatan Wonocolo. Buku ini mengusung tema cita-cita, yang menceritakan tentang cita-cita seorang anak dengan konflik yang dihadapinya. Cerita ini ditulis dengan bahasa yang ringan dan alur cerita yang membuat pembaca penasaran untuk terus membaca sampai akhir cerita. Yuk, baca bukunya dan temukan cerita yang seru!

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by tbmwonocolo17, 2022-06-21 23:19:56

I HAVE A DREAM

Kumpulan cerita pendek karya Bibit Penulis Gendis Sewu 2022 SDN Siwalankerto 1 dengan bimbingan dari Tim Penulis TBM se-Kecamatan Wonocolo. Buku ini mengusung tema cita-cita, yang menceritakan tentang cita-cita seorang anak dengan konflik yang dihadapinya. Cerita ini ditulis dengan bahasa yang ringan dan alur cerita yang membuat pembaca penasaran untuk terus membaca sampai akhir cerita. Yuk, baca bukunya dan temukan cerita yang seru!

Keywords: cita-cita,impian,anak-anak,imajinasi anak,cerpen,cerita pendek,cerpen anak,anak kreatif,cerita fiksi

GENDIS SEWU BERKARYA

I HAVE A DREAM

Antologi Cerita Pendek
Bibit Penulis Gendis Sewu Dinas Perpustakaan

dan Kearsipan Kota Surabaya
Bekerja Sama dengan SDN Siwalankerto 1

Surabaya

I HAVE A DREAM

Penulis : Gabriel Bintang C, Cinta

Nabila Azzahra, Arfanny

Seisya Fadlianry, dkk.

Desain Sampul : Vivi Ardiyanti

Penyunting : Vivi Ardiyanti, Abdullah Fuad,

Masrifah

Penyunting Akhir : Faradilla Elifin, Vivi Sulviana,

Ayu Dewi A.S.N., Rici Alric K,

Vegasari Yuniati

Diterbitkan pada tahun 2022
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya
Jl. Rungkut Asri Tengah 5-7 Surabaya
Buku ini merupakan kumpulan karya dari bibit
Gendis Sewu, sebagai penghargaan atas
partisipasi yang telah diberikan dalam gerakan
melahirkan 1000 penulis dan 1000 pendongeng.
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT,
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya yang begitu
besar, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan buku ini sebagai bentuk apresiasi
kepada para bibit penulis yang mengikuti Gerakan
Melahirkan 1000 Penulis dan 1000 Pendongeng
(Gendis Sewu) dengan baik dan lancar.

Antologi merupakan kumpulan karya dari
para penulis yang merupakan bibit Gendis Sewu
Berkarya tahun 2022 dari SDN Siwalankerto 1
Surabaya. Kisah yang ditulis adalah ungkapan
perasaan dan pengalaman serta imajinasi mereka
dalam kehidupan. Penulis yang merupakan siswa
dan siswi usia anak penuh imajinasi rasa dan
pikiran, membuat buku ini memiliki banyak pesan
yang penuh makna dari tiap cerita.

Kami menyadari bahwa sebuah karya
memiliki ketidaksempurnaan. Apabila dalam
penyusunan buku ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih ada kekurangan kami
mengharap kritik dan saran yang bisa membangun
dari segenap pembaca buku ini.

Surabaya, 2022

Tim Penulis se-Kecamatan Wonocolo

KATA SAMBUTAN

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya

Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya, hanya dengan kemurahan-Nya kita
selalu dapat berikhtiar untuk berkarya dalam ikut
serta membangun Kota Surabaya yang kita cintai.

Kita patut bangga dan memberi apreasiasi
kepada para bibit penulis Gendis Sewu (Gerakan
Melahirkan 1000 Bibit Penulis dan 1000 Bibit
Pendongeng), para editor penulis Dispusip di Kota
Surabaya yang telah bekerja keras membuat karya
tulis berjudul I Have A Dream.

Buku para bibit Gendis Sewu menghasilkan
karya tulis dari anak-anak cerdas yang telah
melalui proses panjang dan berjenjang merupakan
karya-karya imajinatif yang mengandung pesan
moral dengan bahasa yang mudah dipahami juga
sangat baik untuk dinikmati.

Semoga ke depannya akan menjadi
inspirasi untuk berkembangnya budaya literasi dari
berbagai kalangan masyarakat di Kota Surabaya.
Akhir kata, semoga buku Gendis Sewu Berkarya
dengan judul I Have A Dream bermanfaat bagi
semua pihak dan perkembangan para bibit Gendis
Sewu.

Surabaya, 2022

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan

Kota Surabaya

Mia Santi Dewi, SH, M.Si

SEKAPUR SIRIH

Kepala Bidang Pembinaan dan Pengelolaan
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya

Alhamdulillah, dengan menyebut nama Allah SWT
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
sangat bersyukur atas kehadirat-Nya, hanya
dengan kemurahan Allah SWT, kami dapat
menghimpun berbagai karya tulis para bibit penulis
Gendis Sewu dan menerbitkannya dalam sebuah
buku antologi cerpen dengan judul I Have A Dream.

Kegiatan Gendis Sewu memanfaatkan
platform buatan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya yang bernama Taman Kalimas.
Taman Kalimas yang merupakan singkatan dari
Tempat Menampung Karya Literasi Masyarakat
memberikan layanan literasi yang di dalamnya
terdapat tiga layanan sekaligus, antara lain layanan
Taman Kalimas Pembelajaran, Taman Kalimas
Karya, dan Taman Kalimas Publikasi.

Buku ini adalah jawaban nyata atas kinerja

Tim Penulis Dispusip Kecamatan Wonocolo yang

berkolaborasi dengan SDN Siwalankerto 1

Surabaya.

Membangun kota maka perlu disertai

'membangun' manusia di dalamnya. Tentu tidaklah

mudah, karena awal membangun seringkali terlihat

abstrak, dipertanyakan, atau diragukan. Walaupun

begitu, tetap terus 'membangun' karena

'membangun' manusia melalui literasi adalah

sebuah investasi jangka panjang untuk kota tercinta

kita Kota Surabaya.

Salam Literasi.

Surabaya, 2022

Kepala Bidang Pembinaan dan Pengelolaan

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya

Dani Arijanti, SE, M.Si

DAFTAR ISI

Dokter Zahra ................................................1
Sang Pemberani .......................................... 5
Aku Tidak Takut Lagi .................................10
Meraih Cita ................................................ 14
Ingin Jadi Apa, Musa? ...............................19
Masuk Angin .............................................. 24
Jalan Berliku Hidupku ................................30
Mengarungi Samudera ..............................33
Perjuangan Raih Impian ............................36
Masih Ada Waktu ...................................... 41

DOKTER ZAHRA

Oleh Cinta Nabila Azzahra

Hai, namaku Cinta, aku duduk di kelas 4 SDN
Siwalankerto 1. Sejak kecil aku bercita-cita menjadi
dokter anak, untuk itu aku harus rajin belajar.

Saat sekolah daring, tidak banyak pelajaran
yang dapat kupahami dengan baik dan cepat.
Terkadang, aku merasa bingung dengan tugas
yang diberikan, bahkan Ibuku juga kesusahan saat
membantu tugas-tugasku. Aku benar-benar
melewati hari-hari sulit saat pandemi,

Suatu hari Ibu bertanya, "Apa yang kau
inginkan saat engkau besar nanti, Nak?”

“Setelah besar nanti, aku ingin menjadi
dokter anak, Bu. Bisa menolong anak-anak yang
sakit, terutama bagi anak-anak yang keadaan
orang tuanya kurang mampu," jawabku dengan
tegas.

Gendis Sewu Berkarya #1

“Bagus, Nak! Ibu jadi ingat saat
melahirkanmu," kata Ibu sambil mengusap
rambutku.

“Memangnya kenapa, Bu?” tanyaku
penasaran.

“Sewaktu kamu dilahirkan, keadaan
perekonomian keluarga kita benar-benar tidak
mampu. Kamu lahir dalam keadaan prematur, berat
badanmu hanya dua kilo dan masuk inkubator
beberapa hari,” kata Ibu sambil mengenang saat
melahirkanku.

Ibu menceritakan semua kejadian saat itu.
Ibu bingung dan bersedih, karena tidak mempunyai
biaya perawatan dan biaya untuk keperluan bayi
prematur di rumah sakit.

Beberapa hari kemudian, ada seorang dokter
yang melihat keadaanku dengan penuh rasa iba.
Dia bernama Dokter Zahra Fatimah, spesialis anak
di RSI 2 Jemursari.

Alhamdulillah kedua orang tuaku sangat
bersyukur, atas bantuannya. Dokter Zahra

Gendis Sewu Berkarya #2

membantu separuh biaya rumah sakit, sehingga
aku bisa dirawat sampai sehat.

“Itu cerita saat Ibu melahirkanmu, Nak. Ibu
senang kalau kamu mempunyai cita-cita menjadi
dokter,” nasihat Ibu setelah selesai bercerita.

“Iya, Bu. Cinta ingin jadi seperti Dokter Zahra
yang mempunyai sifat mulia, agar anak-anak yang
keadaannya sepertiku bisa tertolong dan mereka
kelak bisa hidup sehat dan bahagia tanpa
halangan.”

“Namun, kalau kamu ingin menjadi dokter,
kamu harus giat belajar meskipun sekarang hanya
belajar di rumah.”

“Iya, Bu. Cinta akan berusaha dengan
sungguh-sungguh. Cinta akan membuat Ibu dan
Ayah bangga,” kataku mengakhiri obrolan kami.

Ibu tersenyum kemudian memelukku.
Pengalaman Ibu melahirkan, membuatku
semakin yakin untuk tetap semangat meraih cita-
cita dalam keadaan apa pun. Aku harus terus rajin
belajar, agar cita-citaku benar-benar terwujud.

Gendis Sewu Berkarya #3

Aku berharap pandemi ini segera usai dan
bisa belajar kembali di sekolah dengan keadaan
sehat dan bahagia. Aku yakin, jika belajar sungguh-
sungguh dan tak lupa berdoa, Tuhan akan
memudahkan langkahku untuk meraih cita-cita.

Gendis Sewu Berkarya #4

SANG PEMBERANI

Oleh Jessy Aisyah Putri Riyanti

Sepulang sekolah, Haris sangat senang karena
libur sekolah akan tiba. Saat perjalanan pulang,
Haris bernyanyi dengan riang gembira. Haris pun
terburu-buru pulang ke rumah karena tak sabar
ingin mengisi waktu liburan di rumah Nenek.

Sesampai di rumah, Haris segera mengganti
baju kemudian mengobrol dengan Ibunya.

”Ibu, mulai besok Haris sudah libur,” ucap
Haris.

“Iya, nak. Pasti kamu ingin segera ke rumah
Nenek,” jawab Ibu.

“Kok, Ibu tahu sih?’’ tanya Haris.
“Tahu dong, ‘kan setiap liburan kamu selalu
minta ke rumah Nenek. Kamu ingin ketemu sama
Om Bayu, ‘kan?’’ jawab Ibu.
Haris hanya tersenyum mendengar
pertanyaan Ibu. Setiap liburan, Haris memang
senang bertemu Om Bayu di rumah Nenek. Om

Gendis Sewu Berkarya #5

Bayu adalah seorang polisi. Haris senang
mendengarkan Om Bayu bercerita tentang
profesinya. Banyak pengalaman seru yang
mempertaruhkan nyawanya. Kalau sudah besar
nanti, Haris ingin seperti Om Bayu, menjadi
seorang polisi yang gagah berani.

Hari yang ditunggu-tunggu Haris tiba. Haris
dan kedua orang tuanya sudah siap pergi ke rumah
Nenek. Saat di perjalanan, Haris tak henti-hentinya
menceritakan kekagumannya pada Om Bayu.

Sesampai di rumah Nenek, Haris tidak
bertemu dengan Om Bayu. Pikir Haris, mungkin
Om Bayu sedang dinas di luar kota.

“Nek, Om Bayu kok tidak kelihatan?” tanya
Haris.

“Oo, Om Haris sedang dirawat di rumah
sakit,” jawab Nenek sedih.

“Loh, memangnya Om Bayu sakit apa,
Nek?” tanya Haris penasaran.

“Om Bayu habis menangkap kawanan
perampok. Namun, saat perampok melakukan

Gendis Sewu Berkarya #6

perlawanan, tangan Om Bayu terluka, terkena
senjata tajam,” jawab Nenek.

Haris terkejut. Dia pernah melihat kejadian
seperti itu di televisi. Om Bayu juga pernah
bercerita beberapa kali melawan perampok, tetapi
hanya mengalami luka memar.

Keesokan hari, Haris dan orang tuanya pergi
menjenguk Om Bayu di rumah sakit.

“Om Bayu,” sapa Haris, saat melihat Om
Bayu terbaring di atas tempat tidur.

“Haris, kamu kok di sini? Kamu sama
siapa?” tanya Om Bayu heran, melihat Haris
sendirian.

“Aku sama Ayah dan Ibu, tetapi masih di
belakang. Aku sudah tidak sabar ketemu sama Om
Bayu. Aku mau dengar cerita Om Bayu sang
Pahlawan Super,” kata Haris yang mengidolakan
Om Bayu.

Tak lama kemudian Ayah dan Ibu Haris
masuk ke ruang perawatan Om Bayu. Kemudian
Om Bayu menceritakan kejadian yang dialaminya.

Gendis Sewu Berkarya #7

“Gimana nih Haris, kamu masih ingin jadi
polisi apa enggak?” tanya Om Bayu menggoda
Haris.

“Hem ... gimana, ya? Sakit apa enggak sih
Om, lukanya?” tanya Haris balas menggoda Om
Bayu.

“Sakit banget,” jawab Om Bayu sambil
meringis pura-pura kesakitan.

“Itu karena Om Bayu kurang hati-hati. Aku
semakin ingin jadi polisi, Om. Aku ‘kan jago bela
diri,” kata Haris percaya diri.

“Bagus Haris, menjadi polisi itu cita-cita yang
mulia. Menumpas kejahatan dan melindungi
bangsa dan negara. Kalau kamu ingin jadi polisi
harus berani, rajin belajar, dan minta doa restu
orang tua,” kata Om Bayu menasihati.

“Siap Om. Haris akan rajin belajar dan besok
kalau sudah besar akan jadi seperti Om Bayu yang
pemberani,” jawab Haris tegas.

Gendis Sewu Berkarya #8

Ayah dan Ibu Haris tersenyum dan bangga
mempunyai anak yang pemberani dan bercita-cita
mulia.

Gendis Sewu Berkarya #9

AKU TIDAK TAKUT LAGI

Oleh Daffa Raditya Putra Pratama

Namaku Daffa Raditya Putra Pratama, biasa
dipanggil Daffa. Menjadi seorang dokter adalah
cita-citaku. Menurutku, dokter itu sangat hebat,
karena dia tidak mengenal waktu untuk menolong
pasien yang membutuhkannya.

Namun, untuk menjadi seorang dokter itu,
tidaklah mudah dan pastinya membutuhkan biaya
yang tidak sedikit. Jadi, harus bersungguh-sungguh,
disiplin, dan belajar dengan giat.

Suatu hari, Bu Diah, guruku menceritakan
kisah seorang dokter.

“Ada seorang anak tukang becak yang
bercita-cita menjadi seorang dokter. Mimpi
terbesarnya ingin membahagiakan orangtua. Di
usianya yang masih muda, dia berhasil menjadi
seorang dokter karena kesungguhannya belajar.
Dia tidak malu bertanya ketika mengalami kesulitan.
Dia mendapatkan beasiswa masuk ke sekolah

Gendis Sewu Berkarya #10

kedokteran karena kerja kerasnya. Dia juga
mengasihi, membantu pekerjaan, dan tidak pernah
malu atas pekerjaan orang tuanya. Sejak saat itu,
Ayahnya tidak lagi menjadi tukang becak,” kata Bu
Diah.

Kemudian Bu Diah menanyakan cita-cita
kami satu per satu.

“Jadi, apa cita-citamu, Satria?” tanya Bu
Diah kepada Satria yang duduk di depanku.

“Tentara, Bu,” jawab Satria
Semua bersorak memuji Satria. Satria
memang anak yang pintar dan tegas, postur
badannya pun tinggi besar sehingga menjadi
tentara cocok untuknya.
Kemudian tiba giliranku menjawab
pertanyaan dari Bu Diah.
“Kalau Daffa, apa cita-citamu?” tanya Bu
Diah.
“Aku ingin menjadi dokter, Bu,” jawabku
yakin.

Gendis Sewu Berkarya #11

Sontak, Satria menertawakanku, diikuti oleh
teman-teman yang lain.

“Daffa ingin jadi dokter? Sama jarum suntik
saja takut,” celetuk Satria sambil tertawa.

Aku diam menunduk malu. Aku jadi teringat
kejadian saat kami divaksin di sekolah. Aku
ketakutan dan menangis kencang. Kejadian itu
membuatku malu dan sampai sekarang masih
dijadikan bahan olok-olokan oleh teman-teman.

“Tidak boleh begitu, Satria. Ketakutan tidak
lantas menjadikan orang lain berhenti bercita-cita.
Justru dari cita-cita harus menjadikan kalian
semangat dan tidak takut lagi,” kata Bu Diah.

Bu Diah menasihati Satria untuk meminta
maaf kepadaku dan Satria melakukannya.

“Maafkan aku ya, Daffa! Padahal aku juga
takut jarum suntik. Cita-citamu sungguh mulia,
menolong orang yang sedang sakit,” kata Satria
malu.

Gendis Sewu Berkarya #12

“Iya Sat, Kamu juga hebat mempunyai cita-
cita menjadi tentara. Melindungi negara dari segala
ancaman,” kataku sambil tersenyum.

Aku dan Satria bersalaman, pertanda bahwa
kami sudah berdamai.

Nasihat Bu Diah membuatku semakin
bersemangat meraih cita-cita. Sejak saat itu aku
bertekad tidak akan takut dengan jarum suntik lagi.
Aku juga akan rajin belajar dan tidak malu bertanya
saat mengalami kesulitan dalam belajar.

Gendis Sewu Berkarya #13

MERAIH CITA

Oleh Shabrina Azzahra

Hai, namaku Dina. Sejak kecil, aku bercita-cita
menjadi dokter hewan. Akan tetapi ada kendala
yaitu aku dan keluarga tidak mempunyai cukup
biaya untuk masuk ke universitas. Bahkan untuk
membayar biaya masuk sekolah selanjutnya.

Aku harus belajar dengan sungguh-sungguh
untuk bisa membahagiakan orangtua dan meraih
cita-cita. Aku ingin mendapatkan beasiswa agar
tidak membebankan biaya kepada orangtua lagi.

Hari ini, aku berpamitan kepada Ibu untuk
berangkat sekolah.

“Bu, Dina berangkat ke sekolah dulu ya,”
kataku pada Ibu.

“Iya Dina, semangat belajar terus ya, supaya
sukses dan meraih cita-citamu,” ucap Ibu sembari
mengusap kepalaku.

“Nggih Bu, asalamualaikum,” pamitku.
“Waalaikumsalam,” balas Ibu.

Gendis Sewu Berkarya #14

Setelah berpamitan aku berangkat ke
sekolah. Ketika di jalan, aku bertemu dengan Ibu
Pengemis yang tengah berdiri sembari
menengadahkan tangannya. Aku menghampirinya
lalu memberikan sebagian uang saku padanya.

“Doakan aku ya, Bu, menjadi anak yang
sukses,” kataku padanya.

“Iya, Nak, aku doakan apa yang kamu
inginkan terkabul, ya,” jawab Ibu Pengemis itu.

“Aamiin,” balasku lagi kemudian berlalu.
Sesampai di sekolah, bel masuk berbunyi.
Aku bergegas masuk ke kelas. Pelajaran pun
dimulai.
Ternyata ada guru baru yang bernama Bu
Shinta. Beliau mengajar mata pelajaran Bahasa
Indonesia.
“Nak, cita-citamu ingin menjadi apa?” tanya
Bu Shinta padaku.
“Dokter hewan, Bu,” jawabku.
“Harus belajar yang semangat ya, Nak,” kata
Bu Shinta lagi.

Gendis Sewu Berkarya #15

“Iya, Bu,” jawabku sedikit malu-malu.
Sepulang sekolah, Bu Shinta memanggil dan
bertanya di mana rumahku. Ternyata, rumahku dan
Bu Shinta searah. Kami pun pulang bersama.
Di perjalanan pulang, Bu Shinta berpesan
agar aku lebih giat belajar dan selalu bersemangat,
supaya apa yang aku cita-citakan terkabul.
Sesampai di rumah, aku tak lupa
mengucapkan terima kasih kepada Bu Shinta atas
nasihat beliau.
Keesokan hari, Ibuku sakit. Aku mengantar,
menjaga dan merawat Ibu di rumah sakit. Selama
beberapa hari aku tidak masuk sekolah karena hal
itu, sedangkan Ayah harus bekerja agar bisa
membelikan obat Ibu dan biaya rumah sakit.
Beberapa hari kemudian, Bu Shinta
meneleponku.
“Asalamualaikum, Dina,” sapa Bu Shinta.
“Waalaikumsalam, ada apa, Bu?” sapaku
balik sembari menanyakan maksud beliau
menelepon.

Gendis Sewu Berkarya #16

“Mengapa kamu tidak masuk sekolah Din?”
tanya Bu Shinta kemudian.

“Ibu saya sakit, Bu. Saya merawat dan
menjaga beliau di rumah sakit,” jawabku.

“Oh, begitu. Iya, Dina. Semoga Ibumu lekas
sembuh ya,” balas Bu Shinta.

“Iya Bu, aamiin. Terima kasih sudah
mendoakan Ibu saya,” kataku pada Bu Shinta.

Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit,
akhirnya Ibu sembuh dan diperbolehkan pulang.
Aku masuk sekolah seperti biasanya. Ketika aku
masuk kelas, Bu Shinta pun memanggilku ke ruang
guru.

“Ada apa, Bu Shinta?” tanyaku.
“Dina, kamu bercita-cita jadi dokter hewan
‘kan? Ini, Ibu dapat kabar ada pelatihan menjadi
dokter cilik, apa kamu bersedia ikut?” tanya Bu
Shinta.
“Wah, serius Bu? Mau, Bu. Mau banget!”
jawabku sangat bersemangat.

Gendis Sewu Berkarya #17

Bu Shinta tersenyum melihatku yang seolah
tidak bisa menahan kebahagiaan. Bu Shinta
memberikan sepucuk surat pemberitahuan yang
ternyata ada namaku tercantum sebagai peserta
pelatihan.

“Jangan lupa izin orang tua ya,” kata Bu
Shinta kemudian.

“Siap, Bu. Alhamdulillah,” sahutku bahagia.
Semoga dengan mengikuti pelatihan ini bisa
sedikit membuka jalanku meraih cita-cita.
Semangat!

Gendis Sewu Berkarya #18

INGIN JADI APA, MUSA?

Oleh Arfanny Seisya Fadlianry

Ada seorang anak bernama Musa dan Ayahnya.
Musa berumur delapan tahun dan ia bercita-cita
menjadi dokter hewan, tetapi Musa sangat takut
dengan hewan. Musa menceritakan cita-citanya
pada Ayah.

“Ayah, aku bercita-cita menjadi dokter
hewan,” kata Musa.

“Kalau ingin menjadi dokter hewan harus
belajar dengan tekun, ya,” jawab Ayah.

Saat pergi keluar dengan temannya yang
bernama Usi, Musa melihat ada pemadam
kebakaran yang sedang memadamkan api di
rumah orang. Melihat hal itu, Musa ingin menjadi
pemadam kebakaran.

“Kamu cita-citanya ingin menjadi apa?”
tanya Musa.

“Aku ingin menjadi polisi wanita,” jawab Usi
teman Musa.

Gendis Sewu Berkarya #19

“Kalau kamu ingin menjadi apa, Musa?”
tanya Usi.

“Aku ingin menjadi pemadam kebakaran,”
jawab Musa polos.

Besoknya, Musa dan Usi pergi kesekolah
naik sepeda. Di jalan, ban sepeda Usi kempis dan
harus ditambal.

“Aduh, bannya kempis gimana, nih?” kata
Usi cemas.

“Kita harus mendorongnya sampai ke
tambal ban depan sana!” jawab Musa.

Saat mereka sampai di tempat pompa
sepeda, ternyata tempatnya tutup.

“Yah, ternyata tempatnya tutup!” kata Usi
kecewa.

“Kita harus mendorongnya lagi,” sahut
Musa.

Mereka berencana mendorong sepeda lagi
sampai sekolah. Musa lupa kalau sepedanya bisa
dibuat boncengan.

Gendis Sewu Berkarya #20

Ketika Usi mendorong sepeda, ada teman
mereka yang lain sedang lewat. Ruka namanya.
Ruka mengingatkan bahwa sepeda Musa bisa di
buat boncengan.

“Hei, Musa, bukankah sepedamu bisa buat
boncengan?” tanya Ruka.

“Oh, iya, ya. Aku lupa sepedanya bisa buat
boncengan. Ayo, aku bonceng supaya bisa sampai
di sekolah,” ajak Musa kemudian setelah ingat
sepedanya bisa dibuat boncengan.

Ketika sampai di sekolah, Musa masuk
kelas dan melihat guru mengajar. Musa ingin
menjadi guru.Menurutnya, guru itu bisa membuat
orang lain menjadi pintar. Musa mengikuti pelajaran
dengan senang.

“Teman-teman, aku bercita-cita menjadi
guru,” kata Musa saat makan di kantin.

“Bukankah kamu ingin menjadi pemadam
kebakaran?” sahut teman-temannya hampir
bersamaan.

Gendis Sewu Berkarya #21

Ternyata bel sudah berbunyi, mereka
masuk ke dalam kelas. Di dalam kelas, pelajaran
selanjutnya ternyata tentang cita-cita.

Bu Guru bertanya apa cita-cita mereka dan
menyuruh mereka maju untuk mengatakan cita-
citanya.

“Apakah ada yang mau maju dan
menjelaskan apa cita-cita kalian?” tanya Bu Guru.

“Aku mau maju!” jawab Musa.
Musa maju ke depan kelas.
“Aku ingin menjadi dokter hewan, pemadam
kebakaran, dan guru,” kata Musa.
Musa menjelaskan ia ingin menjadi dokter
hewan, pemadam kebakaran, dan menjadi guru. Bu
Guru mengatakan bahwa Musa bisa meraihnya
tetapi harus bisa memilih salah satu dari apa yang
Musa inginkan.
“Kamu bisa meraihnya, tetapi apakah kamu
bisa melakukan semuanya sekaligus? Kamu harus
bisa memilih mana yang bisa dilakukan dan

Gendis Sewu Berkarya #22

berguna bagi semua orang,” jawab Bu Guru
menjelaskan pada Musa.

“Baiklah, aku ingin menjadi guru,” kata
Musa kemudian.

“Aku ingin menjadi guru karena ingin
mengajarkan orang-orang menjadi pintar dan bisa
memiliki masa depan yang indah,” jelas Musa pada
Bu Guru.

“Kenapa kamu tidak memilih menjadi dokter
hewan atau pemadam kebakaran?” tanya Bu Guru.

“Aku takut hewan, karena itu aku tidak ingin
menjadi dokter hewan. Kalau pemadam kebakaran,
aku juga tidak mau karena sepertinya berbahaya,”
jawab Musa sambil meringis.

Bu Guru hanya mengangguk sambil
tersenyum.

Akhirnya Musa memutuskan untuk menjadi
guru dan membuat orang-orang memiliki cita-cita
dan memiliki masa depan yang cerah.

Gendis Sewu Berkarya #23

MASUK ANGIN

Oleh Mutiara Ramadhani

Mutiara Ramadhani adalah namanya. Gadis yang
akrab disapa Tiara ini bersekolah di SD
Siwalankerto 1. Tiara bercita-cita menjadi seorang
Polwan atau Polisi Wanita. Tentu saja, ia harus
belajar dengan giat dan tidak boleh mudah
menyerah.

Di pagi ini, Tiara terbangun dari tempat
tidurnya, ia segera bersiap untuk pergi ke sekolah.
Sesampai di sekolah, Tiara langsung pergi ke
perpustakaan bersama teman-temannya. Jam
masuk masih 15 menit lagi, Tiara berencana untuk
mencari buku Kelas Akademik Kepolwanan.

Sejenak Tiara membaca buku itu. Sudah
berkali-kali ia membaca buku itu, namun ia tetap
menyukainya.

KRIING … KRIING … KRIING .…
Bel sekolah berbunyi tanda ia dan teman-
teman harus masuk ke kelas.

Gendis Sewu Berkarya #24

“Wah, bel sekolah sudah berbunyi teman-
teman,” kata Tiara.

“Saatnya kita masuk ke kelas, nih!” sahut
salah satu temannya.

Tiara pun mengembalikan buku di rak lalu
kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran.
Pembelajaran berjalan seperti biasanya hingga jam
pulang tiba.

Keesokan harinya, seperti biasa, Tiara
bangun dari tidurnya dan bersiap untuk pergi ke
sekolah. Tetapi, pagi ini ada yang aneh. Tiara
merasa pusing dan mual. Badannya pun terasa
pegal-pegal.

“Bu, Tiara merasa tidak enak badan,” kata
Tiara pada Ibunya.

“Kamu kenapa, Nak? Masuk angin, ya?”
tanya Ibunya lalu menyentuh dahi Tiara.

“Enggak demam, kok, pasti gara-gara kamu
suka begadang ini! Main HP terus sih!” kata Ibunya
sedikit memarahinya.

“Tiara ijin tidak sekolah ya, Bu,” pinta Tiara.

Gendis Sewu Berkarya #25

“Hem, ya sudah, istirahat dulu hari ini. Nanti
kita ke Puskesmas,” jawab Ibunya sembari
menghela nafas.

Tiara kembali ke kamarnya dan
mengempaskan kembali badannya ke atas kasur.

Siangnya, Tiara dan Ibunya pergi ke
Puskesmas. Sesampai di sana, Tiara mengambil
antrian dan menunggu.

Tak lama kemudian, nama Tiara dipanggil.
Ia dan Ibunya masuk ke dalam ruang layanan
kesehatan yang ditunjukkan.

“Halo, silakan duduk dulu yaa,” sapa Dokter
dengan nada riang.

“Ini, Dok, anak aku, Tiara, katanya pusing
dan mual, kayaknya masuk angin,” jelas Ibu Tiara
pada Dokter.

“Oh, begitu. Baik, aku periksa dulu ya.” kata
Dokter itu lalu mulai memeriksa Tiara.

“Tiara cita-citanya apa?” tanya Dokter
mencoba memecah keheningan.

“Jadi polwan, Dok,” jawab Tiara lemas.

Gendis Sewu Berkarya #26

“Wah, bagus itu! Tiara suka olahraga tidak?”
tanya Dokter itu lagi.

Tiara menggeleng sambil tersenyum. Dokter
itu pun tersenyum.

“Oke, sudah selesai. Tiara enggak papa kok
ini. Cuma gejala flu. Kamu suka begadang, ya?”
tanya Dokter setelah selesai memeriksa Tiara.

“Wah, iya, Dok! Sukanya main HP terus
sampai malam sekali,” serobot Ibu Tiara.

“Mulai sekarang dikurangi ya begadangnya,
perbanyak olahraga, biar badannya sehat dan tidak
mudah terserang penyakit. Katanya mau jadi
polwan?” jelas Dokter tersebut dengan wajah dan
senyum ramah.

“Baik, Dok.” sahut Tiara sedikit malu.
Sepulang dari Puskesmas, Ibu menyiapkan
makan untuk Tiara dan obat yang sudah
diresepkan.
“Jangan lupa diminum ya obatnya setelah
makan nanti, Ibu mau ke warung sebentar,” pesan
Ibunya pada Tiara.

Gendis Sewu Berkarya #27

“Siap Ibuku yang cantik,” jawab Tiara.
Sesuai pesan Ibunya, Tiara meminum
obatnya setelah selesai makan. Tiara kemudian
menuju ke kamarnya untuk kembali istirahat.
“Sepertinya aku memang butuh olahraga
teratur. Pokoknya, mulai besok aku akan rajin
olahraga!” kata Tiara pada dirinya sendiri.
Hari ini Tiara habiskan dengan istirahat total
di rumah. Saat malam tiba, keadaan Tiara sudah
membaik. Pusing dan mualnya sudah menghilang.
KRIIING … KRIIIINGG ….
Tepat pukul 04.30 alarm ponsel Tiara
berbunyi membangunkannya untuk salat subuh.
Tiara bergegas pergi ke kamar mandi untuk wudu
kemudian salat. Selesai salat biasanya Tiara akan
kembali tidur, tetapi kali ini ia berencana untuk
mengubah gaya hidupnya itu.
Tiara keluar kamar sudah memakai sepatu
olahraganya. Dia akan pergi lari pagi mengelilingi
komplek rumahnya pagi ini. Tak lupa, ia berpamitan
pada Ibu.

Gendis Sewu Berkarya #28

“Hati-hati ya, jangan terlalu lelah,” pesan Ibu.
“Siap, Bos!” balas Tiara sudah ceria kembali.
Udara pagi itu sangat segar, membuat Tiara
bersemangat. Tiara berjanji akan rutin melakukan
hal ini setiap hari agar badannya tetap sehat dan ia
dapat meraih cita-citanya kelak.

Gendis Sewu Berkarya #29

JALAN BERLIKU HIDUPKU

Oleh Gabriel Bintang

Aku mempunyai cita-cita yang sangat mulia.
Menjadi presiden Republik Indonesia. Tetapi aku
hanya orang miskin dan hidup sebatang kara. Aku
ditinggal orang tua sejak usia sembilan tahun. Aku
sering dihina, diejek bahkan pernah diintimidasi
saat di sekolah. Segala usaha kulakukan untuk
memenuhi kebutuhan hidupku sehari-hari.

Sepulang sekolah, aku berjualan kue
keliling kampung hanya untuk membeli makanan.
Aku mengambil kue dari Bu Rizka, tetangga yang
memproduksi kue basah. Beliau orangnya baik hati.
Apabila ada kue yang tidak laku terjual, boleh
dikembalikan.

“Bagaimana hasil penjualan kue hari ini
Alif?” tanya Bu Rizka.

“Alhamdulillah, hari ini habis semua Bu,”
jawabku.

Gendis Sewu Berkarya #30

“Baiklah kalau begitu, kamu harus pintar
mengatur keuangan ya, Nak!”

“Iya, Bu. Terima kasih atas bantuannya
selama ini.”

Sore ini aku cukup lama mengobrol dengan
Bu Rizka. Banyak nasihat yang diberikannya.
Selama ini aku menganggap beliau sebagai orang
tuaku sendiri, sejak kepergian Ayah dan Ibuku.
Karena itu aku sangat menghormati dan menaati
semua nasihatnya.

Sesampai di rumah, aku merenung di
sudut kamar tidur. Apa pun yang terjadi aku harus
menjadi orang yang sukses. Walaupun seluruh
dunia meragukan kemampuanku. Namun, aku
harus tetap berusaha dan berdoa agar cita-citaku
bisa terkabul. Selain Bu Rizka juga ada pak Akbar
yang selama ini sering menasihatiku.

Mentari pagi mulai menampakkan
wujudnya. Kusambut pagi ini dengan semangat
membara untuk meraih masa depan yang lebih
cerah. Hari ini di sekolah saat pelajaran

Gendis Sewu Berkarya #31

berlangsung, Pak Irwan guruku menanyakan
tentang cita-cita.

“Anak-anak, bapak ingin mengetahui cita-
cita kalian?” tanya Pak Irwan.

“Aku ingin menjadi dokter, Pak,” jawab
Heru temanku.

“Kalau aku ingin menjadi dosen, Pak,”
sahut Tika temanku yang lain.

Aku belum percaya diri untuk menjawab
pertanyaan dari Pak Irwan, mungkin bagi orang lain
aku terlalu banyak berkhayal. Namun, aku harus
tetap berusaha semaksimal mungkin agar cita-
citaku bisa tercapai. Walaupun tidak bisa menjadi
presiden setidaknya aku bisa menjadi orang yang
berguna bagi bangsa dan negara.

Gendis Sewu Berkarya #32

MENGARUNGI SAMUDERA

Oleh Isranuj Rajafaradu

Sejak kecil, aku ingin menjadi seorang pelaut.
Tebersit di pikiran dengan menjadi pelaut aku bisa
keliling dunia. Pesan dari Ayah, kalau bercita-cita
menjadi seorang pelaut harus belajar dengan rajin
dan giat. Pak Guru juga pernah mengatakan, pelaut
harus bisa menguasai beberapa macam bahasa
yang ada di dunia.

Yang paling penting harus mempelajari
bagaimana mengemudikan kapal dan mempelajari
tentang kehidupan di laut. Oleh karena itu, aku
harus banyak membaca buku-buku yang ada di
perpustakaan tentang pelaut. Untuk menambah
wawasanku tentang pelaut yang hebat.

Hari ini pamanku, Pak Wawan berkunjung ke
rumah. Beliau ini pelaut yang sudah sangat
berpengalaman. Berbagai jenis kapal sudah pernah
dikemudikan. Setiap ada waktu, paman selalu
berkunjung ke rumahku. Aku memberanikan diri

Gendis Sewu Berkarya #33

menceritakan cita-cita untuk menjadi pelaut
kepadanya.

“Serius kamu mau jadi pelaut?” tanya
Paman.

“Iya Paman, Ranu ingin menjadi pelaut
hebat seperti paman,” jawabku.

“Menjadi pelaut juga banyak masalah yang
harus dihadapi.”

“Ombak besar di tengah lautan, mesin kapal
mengalami gangguan. Serta masih banyak lagi
masalah,” jelas paman.

Saat itu paman juga menjelaskan tentang
bagaimana kehidupan seorang pelaut yang berada
di samudera luas selama berbulan-bulan. Terapung
di lautan melewati ombak dan badai, walaupun dari
beberapa cerita menakutkan tetapi tidak dapat
mematahkan semangatku untuk menjadi seorang
pelaut.

Menjadi seorang pelaut bagiku bisa
menikmati keindahan samudera luas ciptaan Tuhan.
Bahkan sejak zaman dahulu kala, nenek moyang

Gendis Sewu Berkarya #34

orang Indonesia dikenal sebagai pelaut yang
tangguh. Ini karena Indonesia merupakan negara
maritim yang memiliki lautan sangat luas. Oleh
karena itu aku sangat bangga menjadi anak
Indonesia.

Setelah amanku pulang, Ayah memanggilku.
Beliau menanyakan tentang kesungguhanku untuk
menjadi pelaut. Ternyata cita-cita Ayah dulu juga
menjadi pelaut.

“Jadi benar ya, kamu ingin menjadi Pelaut?”
tanya Ayah.

“Iya, Ayah,” jawabku.
“Semoga tercapai ya cita-citamu.”
“Jadi, dulu Ayahmu bercita-cita menjadi
pelaut,” sahut Ibu.
“Oh, begitu ya, Yah?” kataku.
Setelah mendengar cerita dari Ayah tentang
cita-citanya yang tidak terwujud aku semakin
bersemangat. Aku berjanji akan belajar dengan giat
dan berusaha semaksimal mungkin untuk
mewujudkan cita-citaku.

Gendis Sewu Berkarya #35

PERJUANGAN RAIH IMPIAN

Oleh Marciello Calixto Kenzaburo

Namaku Marciello Calixto Kenzaburo, biasa
dipanggil Ciello. Kini aku berusia sembilan tahun
dan bersekolah di SDN Siwalankerto 1. Aku tinggal
di kota pahlawan, Surabaya. Jika aku sudah
dewasa, aku ingin menjadi seorang tentara yang
gagah dan berani. Ayah, Ibu, dan saudara sangat
mendukungku untuk mewujudkan impian menjadi
seorang tentara.

Beliau selalu membimbing dan membantu
setiap hari demi kebaikanku, supaya menjadi
pandai dan bisa meraih cita-cita. Bapak dan Ibu
guru di sekolah juga memberikan ilmu sebagai
bekal meraih cita-cita pada saat aku dewasa kelak.

Setiap hari aku berangkat ke sekolah
dengan semangat membara dan hati riang gembira.
Jarak dari rumah ke sekolah memang cukup jauh.
Aku berangkat dengan bersepeda bersama teman-
teman.

Gendis Sewu Berkarya #36

“Ciello …,” sapa Ardiyansyah.
“Hai Ardi, apa kabarmu hari ini?” tanyaku.
“Alhamdulillah, kabar baik Ciell.”
“Hari ini ada pelajaran olahraga di sekolah,
apakah kamu sudah siap Ardi?”
“Tentu saja Ciello, aku ‘kan paling senang
dengan pelajaran olahraga,” jawab Ardi.
Ardiyansyah adalah sahabatku. Cita-cita
kami sama, ingin menjadi seorang tentara yang
gagah perkasa dan ditakuti musuhnya. Hari ini
kami ada pelajaran olahraga. Pak Eka sebagai guru
olahraga sangat disenangi dan disegani semua
siswa.
“Anak-anak, materi pelajaran hari ini tentang
lari,” kata Pak Eka.
“Iya, Pak.”
“Namun, sebelumnya Pak Guru akan
menanyakan tentang cita-cita kalian. Apa cita-cita
kalian saat kelak dewasa?” tanya Pak Guru.
“Aku ingin menjadi tentara, Pak,” jawabku
tegas.

Gendis Sewu Berkarya #37

“Bagus Ciello, setelah pelajaran olahraga
selesai kamu ke ruang guru sebentar ya!” ujar Pak
Eka.

Sejenak aku berpikir, kira-kira ada masalah
apa, kok Pak Eka memanggilku ke ruang guru.
Setelah jam pelajaran usai, bergegas aku menuju
ke ruang guru dengan perasaan yang tidak nyaman.
Beberapa saat aku menunggu, akhirnya Pak Eka
datang kemudian menghampiriku.

“Cita-citamu bagus Ciello, tapi ada yang
ingin Bapak sampaikan.”

“Iya Pak, ada apa dengan cita-cita saya?”
“Bapak hanya mengingatkan, kamu ‘kan
sekarang berkacamata. Kalau kamu ingin
mewujudkan cita-citamu, kamu harus berusaha
untuk menormalkan matamu kembali,” nasihat Pak
Eka.
“Terima kasih Pak atas nasihatnya.”
Bel berdering, tanda kegiatan belajar di
sekolah hari ini telah usai. Aku langsung pulang ke

Gendis Sewu Berkarya #38

rumah. Sepanjang perjalanan aku sedih. Teringat
nasihat dari Pak Eka.

Bagaimana caranya agar mataku bisa
normal kembali? Apakah harus merubah cita-cita
menjadi guru atau dokter? batinku.

Sesampai di rumah aku tidak bisa tidur siang
seperti biasanya. Ibu menghampiri dan menyapa
dengan penuh kasih sayang.

“Ada apa Ciello, kok kamu kelihatan
bersedih dan gelisah?” tanya Ibu dengan penuh
kecemasan.

“Tadi di sekolah, aku dinasihati Pak Eka
guru olahragaku, kalau aku bercita-cita menjadi
tentara, aku harus menormalkan mataku, Bu.”

“Iya, Nak. Jadi, mulai sekarang kamu harus
berusaha menormalkan matamu dengan
memperbanyak makan makanan yang bervitamin
A,” kata Ibu.

Mulai saat ini aku akan bersungguh-sungguh
untuk mewujudkan cita-cita menjadi tentara.
Langkah pertama yang aku lakukan dengan makan

Gendis Sewu Berkarya #39

makanan yang bergizi tinggi. Menambah asupan
vitamin A agar mata aku bisa menjadi normal
kembali tanpa harus memakai kacamata lagi.

Gendis Sewu Berkarya #40


Click to View FlipBook Version