GENDIS SEWU BERKARYA
HORE! SESOK PREI!
Antologi Cerita Pendek
Bibit Penulis Gendis Sewu Dinas Perpustakaan
dan Kearsipan Kota Surabaya
Bekerja Sama dengan SDN Margorejo VI Surabaya
HORE! SESOK PREI!
Penulis : Khalimatus Syakdiyah, Cita
Febrina Zamil, M. Rico
Khafidz Al-Amin, dkk.
Desain Sampul : Vivi Ardiyanti
Penyunting : Vivi Ardiyanti, Abdullah Fuad,
dan Masrifah
Penyunting Akhir : Faradilla Elifin Malidin, Vivi
Sulviana, Ayu Dewi A.S.N.,
Rici Alric K, dan Vegasari
Yuniati
Diterbitkan pada tahun 2022
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya
Jl. Rungkut Asri Tengah 5-7 Surabaya
Buku ini merupakan kumpulan karya dari bibit
Gendis Sewu, sebagai penghargaan atas
partisipasi yang telah diberikan dalam gerakan
melahirkan 1000 penulis dan 1000 pendongeng.
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT,
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya yang begitu
besar, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan buku ini sebagai bentuk apresiasi
kepada para bibit penulis yang mengikuti Gerakan
Melahirkan 1000 Penulis dan Pendongeng (Gendis
Sewu) dengan baik dan lancar.
Antologi merupakan kumpulan karya dari
para penulis yang merupakan bibit Gendis Sewu
Berkarya tahun 2022 dari SDN Margorejo VI
Surabaya. Kisah yang ditulis adalah ungkapan
perasaan dan pengalaman serta imajinasi mereka
dalam kehidupan. Penulis yang merupakan siswa
dan siswi usia anak penuh imajinasi rasa dan
pikiran, membuat buku ini memiliki banyak pesan
yang penuh makna dari tiap cerita.
Kami menyadari bahwa sebuah karya
memiliki ketidaksempurnaan. Apabila dalam
penyusunan buku ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih ada kekurangan kami
mengharap kritik dan saran yang bisa membangun
dari segenap pembaca buku ini.
Surabaya, 2022
Tim Penulis se-Kecamatan Wonocolo
KATA SAMBUTAN
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya
Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayat-Nya, hanya dengan kemurahan-Nya kita
selalu dapat berikhtiar untuk berkarya dalam ikut
serta membangun Kota Surabaya yang kita cintai.
Kita patut bangga dan memberi apreasiasi
kepada para bibit penulis Gendis Sewu (Gerakan
Melahirkan 1000 Bibit Penulis dan 1000 Bibit
Pendongeng), para editor penulis Dispusip di Kota
Surabaya yang telah bekerja keras membuat karya
tulis berjudul Hore! Sesok Prei!.
Buku para bibit Gendis Sewu menghasilkan
karya tulis dari anak-anak cerdas yang telah
melalui proses panjang dan berjenjang merupakan
karya-karya imajinatif yang mengandung pesan
moral dengan bahasa yang mudah dipahami juga
sangat baik untuk dinikmati.
Semoga ke depannya akan menjadi
inspirasi untuk berkembangnya budaya literasi dari
berbagai kalangan masyarakat di Kota Surabaya.
Akhir kata, semoga buku Gendis Sewu Berkarya
dengan judul Hore! Sesok Prei! bermanfaat bagi
semua pihak dan perkembangan para bibit Gendis
Sewu.
Surabaya, 2022
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya
Mia Santi Dewi, S.H., M.Si.
SEKAPUR SIRIH
Kepala Bidang Pembinaan dan Pengelolaan
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya
Alhamdulillah, dengan menyebut nama Allah Swt.
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
sangat bersyukur atas ke hadirat-Nya, hanya
dengan kemurahan Allah Swt., kami dapat
menghimpun berbagai karya tulis para bibit penulis
Gendis Sewu dan menerbitkannya dalam sebuah
buku antologi cerpen dengan judul Hore! Sesok
Prei!.
Kegiatan Gendis Sewu memanfaatkan
platform buatan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya yang bernama Taman Kalimas.
Taman Kalimas yang merupakan singkatan dari
Tempat Menampung Karya Literasi Masyarakat
memberikan layanan literasi yang di dalamnya
terdapat tiga layanan sekaligus, antara lain layanan
Taman Kalimas Pembelajaran, Taman Kalimas
Karya, dan Taman Kalimas Publikasi.
Buku ini adalah jawaban nyata atas kinerja
petugas TBM se-Kecamatan Wonocolo yang
berkolaborasi dengan SDN Margorejo VI Surabaya.
Membangun kota maka perlu disertai
'membangun' manusia di dalamnya. Tentu tidaklah
mudah, karena awal membangun seringkali terlihat
abstrak, dipertanyakan, atau diragukan. Walaupun
begitu, tetap terus 'membangun' karena
'membangun' manusia melalui literasi adalah
sebuah investasi jangka panjang untuk kota tercinta
kita Kota Surabaya.
Salam Literasi.
Surabaya, 2022
Kepala Bidang Pembinaan dan Pengelolaan
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya
Dani Arijanti, S.E, M.Si
DAFTAR ISI
Plester Lagi! ...........................................................1
Si Belang Lucu .......................................................7
Pantai Camplong..................................................14
Penari Barong ......................................................20
Pertunjukan Gajah................................................25
Mabuk Laut ..........................................................29
Terjebak di Dunia Kartun......................................34
Gedung Tua .........................................................38
Hore! Sesok Prei! .................................................43
Pengalaman Seru.................................................47
Mencari Bella .......................................................53
Ayo Semangat, Fida!............................................58
Telaga Sarangan..................................................62
Makan Tanpa Minum............................................67
Demi Konten ........................................................71
Sembelit Bikin Sulit...............................................75
-1
PLESTER LAGI!
Oleh Khalimatus Syakdiyah
Halo, namaku Khalimatus Syakdiyah tapi panggil
saja Diyah. Aku adalah murid kelas lima SD. Aku
mempunyai seorang adik sepupu bernama Rozi
yang masih duduk di bangku kelas dua SD.
***
Hari minggu ini, aku, ibu, tante, dan Rozi
berencana pergi ke sebuah Water Park yang
berada di Pacet.
Pagi hari sebelum pergi kami bersiap-siap.
Peralatan renang dan beberapa baju ganti kami
masukkan ke dalam tas masing-masing. Tidak lupa
kami sarapan bersama.
“Wah, asyik. Aku mau renang!” seru Rozi
sambil mengunyah nasi dan telur di mulutnya.
“Memangnya kamu bisa renang?” sahutku
menggodanya.
“Bisa, dong!” balas Rozi dengan percaya diri.
Aku pun tertawa mendengarnya karena tahu
dia belum bisa berenang.
-2
Selesai sarapan, kami berangkat. Kami naik
bus untuk sampai ke Water Park Pacet. Selama
perjalanan aku dan Rozi saling bercanda,
sementara ibu dan tante mengobrol. Saat bus
melewati area hutan, aku dan Rozi melihat ke arah
jendela dan terpukau karena pemandangannya
sangat indah.
Pohon-pohon tumbuh rindang dan asri.
Setelahnya ada area persawahan milik warga
sekitar yang menghijau.
“Wih, bagus banget pemandangannya,” seru
Rozi seraya matanya tidak berpaling dari jendela
bus.
“Iya, ya. Bagus sekali, masyaallah,” sahutku
yang tidak kalah terpukau.
Pukul 13.00 WIB kami sampai di Water Park
Pacet. Kami langsung pergi ke kolam renang
bersama-sama. Aku dan Rozi membawa sendiri tas
kami.
Sesampai di kolam renang sudah banyak
pengunjung lain yang juga berenang di sana.
Suasana kolam cukup ramai.
-3
“Ayo, ganti baju dulu!” seru ibu pada kami
berdua.
“Siap, bos!” kataku dan Rozi kompak.
Kami buru-buru berganti baju renang dibilik
masing-masing. Setelah itu, kami pemanasan dan
perlahan memasuki kolam untuk anak-anak.
“Wih … airnya dingin, brrr,” kata Rozi sambil
mencipratkan air padaku.
Aku pun membalasnya.
Kami bermain air dengan gembira, saling
berkejaran, dan tertawa riang.
“Rozi, ayok kita coba naik seluncuran!”
ajakku pada Rozi.
“Seluncuran itu apa, Kak?” tanya Rozi
kebingungan.
“Itu, loh,” jawabku sambil menunjuk sebuah
papan seluncuran yang ada di pinggir kolam.
“Ayo, ayo!” sahut Rozi semangat.
Sebenarnya ada berbagai macam papan
seluncuran di sana. Ada yang berjarak pendek, ada
pula yang meliuk-liuk panjang.
-4
Aku dan Rozi mencoba papan seluncuran
yang pendek terlebih dahulu. Wah seru sekali!
Sampai akhirnya, aku mencoba papan seluncuran
yang sedikit lebih panjang dan lebih tinggi dari yang
sebelumnya. Rozi tidak mau ikut, katanya dia takut!
WUSHH ….
Tubuhku melesat kencang di atas papan
seluncuran itu hingga menerjang air kolam renang.
Rasanya senang sekali sekaligus tegang. Aku takut
terjatuh keluar dari papan seluncuran, tetapi
alhamdulillah tidak.
“Horeee!” teriakku senang.
Namun, ada rasa aneh yang kurasakan
setelahnya. Tanganku terasa perih. Segera aku
menghampiri ibu yang saat itu tengah duduk
bersama tante dan Rozi di kios dekat kolam.
“Ibu, tanganku perih,” ujarku.
“Loh, kenapa?” tanya ibu kemudian segera
memeriksa tanganku.
Ternyata ada sedikit goresan di tanganku
yang membuatnya terasa perih. Ibu segera
membeli plester untuk menutup goresan tersebut.
-5
Begitu diberi plester, tanganku tidak terasa
perih lagi. Aku dan Rozi pun lanjut berenang
kembali.
Setelah puas berenang, kami beristirahat
dan memesan beberapa makanan serta minuman.
Suasana sore hari itu sangat sejuk.
Pukul 16.00 WIB, kami bersiap-siap untuk
pulang. Sebelumnya, tidak lupa ibu dan tante
membeli oleh-oleh. Selama perjalanan aku tertidur,
karena rasanya badanku sudah sangat lelah.
Sesampai di rumah, aku membersihkan diri
dan makan lagi karena masih lapar. Selesai makan,
aku dipanggil ibu.
“Dik, tolong berikan ini ke tetangga, ya,” kata
ibu sembari memberiku bungkusan oleh-oleh yang
tadi dibelinya.
“Siap, Bu,” sahutku.
Aku berjalan ke rumah tetangga sebelah lalu
menyampaikan pesan dari ibu tadi. Tetangga kami
menerima dengan senang. Aku kembali ke rumah
dengan semangat, hingga tidak hati-hati, dan
tersandung.
-6
“Aduuuh!” pekikku.
Kulihat ujung jempolku berdarah. Segera
aku pulang dan menceritakan kejadianitu pada ibu.
Kembali, plester dipasang ibu di jempolku agar
tidak berdarah lagi. Namun, sebelumnya, kakiku
dibasuh air mengalir untuk membersihkan lukaku.
Huh, hari yang sungguh takkan kulupakan.
-7
SI BELANG LUCU
Oleh Risfani Anindya
Namaku Risfani Anindya, panggil saja aku Risfani.
Kali ini aku akan berbagi cerita tentang
pengalamanku selama liburan. Seperti biasa
setiap kali liburan, aku selalu berkunjung ke rumah
mbah Teguh. Nenekku yang ada di Kota Malang.
Pemandangan saat perjalanan sangat khas.
Di sebelah kiri jalan, terlihat pepohonan yang
cukup rimbun sedangkan di sebelah kanan terdapat
jurang. Udara di sana juga sejuk dan dingin.
Rumah mbah Teguh terletak di Desa
Ngantang. Beliau tinggal bersama seorang anak
perempuannya. Biasanya aku memanggilnya bude
Pi’in. Bude Pi’in mempunyai usaha warung makan
yang bernama Sumber Rejeki. Warung tersebut
menjual nasi sambel dengan berbagai macam
ikan, seperti gurami bakar, mujair, wader, udang,
cumi-cumi, dan tak lupa lalapannya.
Bude Pi’in mempunyai seorang putri. Dia
selalu bermain denganku setiap kali aku
-8
berkunjung, namanya Dilla. Selepas membantu
beres-beres di warung, aku dan Dilla berpamitan
untuk bermain di belakang rumah.
Sesampai di belakang, kami disambut
dengan rimbunnya pepohonan di sana. Ada pohon
jambu, rambutan, dan juga alpukat. Aku dan Dilla
bermain bersama teman-teman kami yang lainnya.
“Dil, ayo cari daun-daun yang jatuh,” ajakku
pada Dila sambil menarik tangannya.
“Buat apa, Risfa?” tanya Dilla.
“Buat main pasar-pasaran,” jawabku.
“Ayo!” sahut Dilla.
Pasar-pasaran adalah salah satu permainan
tradisional di mana ada yang berperan sebagai
penjual dan pembeli di dalamnya. Alat pembayaran
yang digunakan adalah dedaunan.
Aku dan Dilla mencari daun-daun yang jatuh,
hingga akhirnya kami mendengarkan suara kecil
dari balik pepohonan.
MEONG … MEONG … MEONG ….
Kami mencari sumber suara itu. Ternyata itu
adalah suara seekor anak kucing.
-9
“Wah … ada anak kucing, Dil,” kataku pada
Dilla.
“Iya, Ris. Kasihan tubuhnya basah kuyup,
sepertinya ia sempat terjatuh ke selokan,” sahut
Dilla.
“Ayo, kita tolong!” ajakku.
Kami pun menghampiri anak kucing
tersebut. Ia sangat imut, bulunya hitam bercampur
putih, dan sedikit oren. Namun, terlihat kotor karena
terkena tanah yang menempel dibulu basahnya.
Matanya berwarna hitam kebiruan. Kugendong
anak kucing itu dan kubelai perlahan. Ia terus saja
mengeong.
“Ayo, kita bawa pulang!” kataku.
Sesampai di rumah, kami memandikan anak
kucing itu. Alhasil, anak kucing terlihat bersih dan
wangi. Namun, terdapat luka di kakinya hingga
membuatnya terus mengeong tanpa henti. Kami
mengobati anak kucing itu dan memberinya
makan.
Kami tidak kesulitan untuk mencari
makanannya karena sudah banyak ikan yang
-10
tersedia. Tinggal memintanya ke bude Pi’in. Aku
dan Dilla merawat kucing itu, sembari menunggu
induknya mencari.
Malam pun tiba, tapi aku masih belum bisa
tidur. Anak kucing itu sudah mulai tenang, ia
berjalan menghampiri dan menempelkan tubuhnya
ke kakiku.
“Ada apa, pus? Kamu tak kasih nama
Belang, ya,” kataku kemudian kembali
membelainya.
Aku tiduran di sebelah Belang, hingga
akhirnya benar-benar tertidur.
Paginya, aku dibangunkan Dilla dengan
wajah masam dan sedikit marah. Awalnya, kupikir
karena aku terlambat bangun sehingga dia marah.
Namun, Dilla hanya diam saja sepanjang hari.
“Kamu kenapa, Dil?” aku mencoba
membuka obrolan.
“Kenapa kucing itu lebih memilih
bersamamu? Padahal aku juga membantu
merawatnya!” jawab Dilla masih dengan wajah
masam.
-11
“Jadi kamu cemburu, Dil? Lucu ya kamu,
hihihi,” godaku.
“Ya, aku merasa tidak adil!” jawab Dilla.
Aku pun tertawa.
MEONG … MEONG ….
Belang berjalan menghampiri Dilla dan
menempelkan badannya pada kaki Dilla.
“Tuh ‘kan, Belang juga sayang sama kamu,”
kataku kemudian.
“Pus, pus, kok kamu lucu sih?” kata Dilla
tersenyum lalu menggendong Belang.
“Kamu memberi nama dia, Belang?” tanya
Dilla padaku.
Aku mengangguk.
“Nama yang bagus,” sahut Dilla.
“Sudah ya jangan marah lagi. Belang kita
rawat bersama-sama sambil menunggu induknya
mencari,” kataku pada Dilla.
***
Sudah hampir tiga hari Belang bersama
kami. Belang yang lucu dan juga pintar, tak pernah
-12
merepotkan kami. Meskipun kami terkadang saling
berebut.
MEONG … MEONG … MEONG .…
Terdengar induk kucing mengeong dari
belakang rumah, diikuti oleh segerombolan anak
kucing lainnya.
“Dil, jangan-jangan itu keluarga Belang,”
kataku.
“Hem.”
Belang yang tertidur langsung terbangun
saat mendengar suara itu. Belang ikut mengeong
dan terlihat gelisah.
Kami membawa Belang ke belakang rumah.
Ternyata benar bahwa induk kucing itu adalah
induk si Belang.
Kami merasa sedih harus kehilangan
Belang. Namun, kami juga bahagia jika ia dapat
bertemu kembali dengan induknya. Aku dan Dilla
menangis, tetapi kami tidak boleh egois. Kami
masih bisa bertemu Belang di kebun belakang
rumah nantinya.
-13
Aku dan Dilla pun saling berpelukan. Kami
senang dapat merawat anak kucing yang
sebelumnya kehilangan induknya dengan baik.
-14
PANTAI CAMPLONG
Oleh Nur Laila
Perkenalkan, namaku Rina. Aku berasal dari
Madura. Yap, Madura adalah pulau yang terkenal
dengan sebutan pulau garam. Meskipun berasal
dari Madura, tapi aku dan keluarga tinggal di
Surabaya.
Aku sangat senang ketika hari libur tiba. Aku
dan keluarga bisa pulang kampung dan bertemu
dengan keluarga yang ada di sana. Kami
berangkat mengendarai sepeda motor.
Sesampai di desa, aku bertemu dengan
nenek, kakek, dan sanak saudara di sana. Tidak
lupa, aku bersalaman dengan mereka semua. Kami
saling berbincang melepas rindu dan bercerita.
“Ayo, semua makan dulu!” ajak nenek pada
kami semua.
“Asyik, masak apa, Nek?” tanyaku pada
nenek dengan semangat.
“Masak makanan kesukaanmu, soto daging
khas Madura,” jawab nenek semangat juga.
-15
Kami makan bersama. Aku sangat suka soto
buatan nenek begitupun dengan ayah. Kami makan
dengan lahap.
Selesai makan, kami istirahat. Perjalanan ke
Madura menggunakan motor sangat melelahkan,
tapi juga menyenangkan. Aku bahagia karena
selama perjalanan bisa melihat bermacam
pemandangan yang indah.
“Kak, pernah ke pantai dekat sini?” tanyaku
pada Risa, kakak sepupuku.
“Pantai Camplong? Pernah! Kamu mau ke
sana?” jawab kak Risa sembari balik bertanya
padaku.
“Iya, Kak! Besok mau ke sana sama Ayah,
Ibu, dan Adik,” jawabku.
“Naik apa?” tanya kak Risa lagi.
“Naik motor, Kak,” sahutku.
“Wah, asyik tuh bisa sekalian melihat
pemandangan selama perjalanan,” kata kak Risa
dengan semangat.
-16
Aku jadi tidak sabar ke Pantai Camplong
esok hari.
***
Sesudah sarapan, kami sekeluarga
berangkat. Kami berkendara dari rumah nenek
menuju Pantai Camplong yang terletak di Kota
Sampang. Selama perjalanan, aku melihat
pemandangan pedesaan khas Madura.
Ada sawah yang sedikit mengering karena
musim kemarau tiba. Ada padang rumput yang
mulai meninggi di kanan dan kiri jalan, serta tidak
kelewatan hembusan angin laut yang kencang
menerpa selama perjalanan.
BLUP … BLUP … BLUP ….
Terdengar suara dari sepeda motor ayah.
Kemudian motor itu terhenti dengan sendirinya.
“Loh … kenapa, Yah?” tanyaku pada ayah
sedikit panik.
“Wah, sepertinya bensinnya habis,” jawab
ayah sembari mencoba menghidupkan kembali
sepeda motornya.
-17
Kami semua mencoba tenang, meskipun
sedikit panik.
“Kita jalan saja sampai menemukan tempat
pengisian bensin, ya,” kata ayah pada kami.
Ayah mulai mendorong sepeda motornya.
Ibu memegang tanganku dan adik kemudian
berjalan di belakang ayah. Untung saja, hari masih
pagi sehingga mentari tidak begitu terik.
Beberapa meter kemudian, kami melihat ada
pom bensin mini. Ayah mempercepat langkah
menuju sana untuk segera mengisi bensin.
Alhamdulillah. Sepeda motor kembali
menyala dan kami berempat melanjutkan
perjalanan.
Aku mulai melihat pemandangan laut yang
indah di sisi jalan. Tidak lama kemudian, kami
sudah memasuki tempat parkir Pantai Camplong.
Ayah membayar uang parkir sebesar 10 ribu rupiah
termasuk tiket masuk.
“Wah, asyiiik!” pekikku dan adik bersamaan.
Kami langsung menuju pinggir pantai.
Ternyata, banyak juga pengunjung di sana.
-18
Pantai Camplong termasuk pantai dengan
ombak landai sehingga aman untuk bermain di
sana. Selain itu, bermacam-macam makanan khas
Madura juga dijual di sana. Ada rujak, soto, dan
sate laler.
“Kalian mau naik perahu, tidak?” tanya ayah
pada kami.
“Mau,” jawab kami bersorak senang.
Ayah mendekati pemilik perahu dan
meminta kami menaikinya. Perahu mulai berlayar
ke tengah laut. Kami saling bercanda, bernyanyi,
dan tidak lupa untuk mengambil foto. Tiga puluh
menit berlalu, kami turun dari perahu dan ayah
membayar sewa perahu sebesar 30 ribu.
Setelah itu, aku dan adik kembali bermain di
pinggir pantai. Kami bermain pasir dan menemukan
beberapa hewan laut seperti kerang dan keong.
Aku senang sekali!
Hari beranjak sore, aku dan adik diajak ibu
untuk membersihkan diri sebelum pulang.
Kemudian ibu memesan makanan untuk kami
-19
semua. Aku, ayah, dan adik makan soto sedangkan
ibu makan rujak.
Setelah pesanan datang, kami pun makan
bersama sembari menikmati indahnya
pemandangan Pantai Camplong di sore hari.
Sungguh hari yang menyenangkan!
-20
PENARI BARONG
Oleh Cita Febrina Zamil
Libur sekolah telah tiba, aku akan pergi berlibur ke
Bali bersama keluarga. Aku juga mengajak
sahabatku yang bernama Sherly.
“Akhirnya hari yang kutunggu-tunggu datang
juga, Sher,” kataku.
“Sepertinya kamu senang sekali, Fin. Aku
juga ikut senang karena kamu sudah mengajakku,”
kata Serly.
"Iya, Sher. Mamaku yang minta kamu ikut.
Katanya biar aku ada temannya," kataku sambil
melirik mama yang tersenyum ke arah kami.
"Sudah siap anak-anak? Ayo kita berangkat.
Ngobrolnya kalian lanjutkan di mobil, ya!" kata
mama memutus obrolan kami.
Aku dan Sherly masuk ke dalam mobil
menyusul papa dan mama. Papa berkosentrasi
menyetir sambil sesekali ikut bercanda bersama
kami. Mama sibuk menyiapkan cemilan untuk
menemani perjalanan kami.
-21
Saat menyeberang laut, kami turun dari
mobil dan naik ke badan kapal. Mama dan Papa
duduk di bagian dalam kapal. Sedangkan aku dan
Serly memilih duduk menikmati laut dari kapal
bagian luar. Sungguh indah menikmati
pemandangan laut saat senja.
Sesampai di dermaga, kami melanjutkan
perjalanan menuju tempat wisata. Tujuan pertama
kami adalah ke Pantai Pandawa. Aku baru tahu
kalau jalan masuk menuju pantai terdapat patung
Pandawa yang menempel di dinding dan berukuran
sangat besar. Pantas saja pantai itu diberi nama
Pantai Pandawa.
Setelah turun dari mobil, aku dan Sherly
duduk-duduk di pinggir pantai sambil bermain pasir.
Namun, baru sebentar kami bermain, ada anjing
yang mendekat. Aku terkejut dan lari ketakutan,
tetapi anjing itu malah ikut lari mengejarku.
Syukurlah ada seseorang yang menolongku lepas
dari kejaran anjing dan mengantarku ke tempat
mama, papa, dan Sherly. Setelah berkumpul, kami
menuju ke tempat penginapan untuk beristirahat.
-22
Keesokan hari, kami melanjutkan perjalanan
ke tempat wisata selanjutnya. Di dalam mobil, aku
tertidur dan Sherly membangunkanku saat kami
sudah sampai. Kami turun dari mobil dan aku
terburu-buru mencari toilet karena sudah tidak
tahan ingin pipis.
Saat keluar dari toilet, aku tidak melihat
mama, papa, dan Sherly. Kemudian aku melihat
ponselku, ternyata ada pesan masuk.
From: Sherly
To: Me
Kita tunggu di tempat pertunjukan ya, Fin.
Aku baru sadar ternyata kami akan
menyaksikan pertunjukan Tari Barong.
Apa mama sama papa lupa kalau aku takut
Barong? batinku.
Mama menyusulku karena aku sudah lama
tidak datang.
"Ayo Fin, pertunjukan segera dimulai!" ajak
mama.
"Aku tidak ikut, Ma. Aku 'kan takut Barong,"
sahutku.
-23
"Kenapa takut, Fin? Barong 'kan dalamnya
orang."
Aku diam sejenak, kemudian menurut
dengan mama dan ikut menyaksikan pertunjukan
dengan sedikit rasa takut.
Setiap kali Barong muncul dalam
pertunjukan, aku selalu menutup mata. Apalagi
saat Barong berinteraksi dengan penonton dan
mendekat ke arahku. Aku berteriak dan berlari
keluar gedung pertunjukan.
Mama dan Sherly segera menyusulku dan
mengajakku pergi ke belakang panggung
pertunjukan. Aku masih sedikit ketakutan kalau
harus bertemu dengan Barong itu lagi.
"Haloo...," sapa seseorang.
“AAA ...!”
Aku menoleh dan menjerit, ternyata yang
menyapaku adalah Barong. Namun, Barong itu
segera melepas kostumnya. Aku memberanikan
diri mengamatinya. Sepertinya aku mengenal orang
di balik Barong itu. Iya, betul. Ternyata orang itu
-24
adalah orang yang menolongku lepas dari kejaran
anjing di pantai.
"Namaku Ketut," kata orang berkostum
barong itu sambil tersenyum dan mengulurkan
tangan kepadaku.
"Aku Fina, Kak," jawabku dengan membalas
senyumnya dan menjabat tangannya.
Setelah mengobrol lama dengan Kak Ketut,
aku jadi tahu profesinya. Selain menjadi Penari
Barong, Kak Ketut juga menjadi Tour Guide.
Makanya aku bisa bertemu dengannya di Pantai
Pandawa kemarin.
Kak Ketut sangat ramah, membuatku betah
mengobrol dengannya. Kak Ketut juga
menceritakan sejarah Tari Barong yang
melambangkan pertempuran antara kebaikan dan
keburukan. Sejak saat itu, aku tidak takut lagi
dengan barong dan selalu menikmati pertunjukan
Tari Barong.
-25
PERTUNJUKAN GAJAH
Oleh Shendy Putri Erdiansyah
Tepat hari Minggu, sekolah Fina mengadakan
liburan ke Kebun Binatang Surabaya. Meskipun
hanya di Surabaya, Fina dan teman-temannya
sangat senang. Ini liburan pertama setelah dua
tahun pandemi.
Fina dan teman-temannya sudah berkumpul
di halaman sekolah sejak pukul 06.00. Di sana
sudah ada Bapak dan Ibu Guru yang memeriksa
persiapan keberangkatan. Setelah semua siap,
mereka naik ke bus yang telah ditentukan.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai
di Kebun Binatang Surabaya.
“Wah, Kebun Binatang Surabaya sekarang
tambah bagus, ya,” kata Fina kepada teman-
temannya.
“Iya betul, dari depan sudah berbeda. Tidak
seperti terakhir kali aku ke sini,” sahut Lina kagum.
“Iya, memang Kebun Binatang Surabaya
sekarang semakin bagus setelah direnovasi.
-26
Banyak bangunan yang diperbaiki, ada
penambahan satwa baru, selain itu juga tersedia
banyak spot foto yang menarik,” kata Bu Diah
menambahkan.
Fina dan teman-temannya melanjutkan
perjalanan mengikuti Bapak dan Ibu Guru yang
berada di barisan paling depan rombongan. Mereka
mengamati setiap jalan yang dilewati. Di samping
kanan kiri terlihat aneka satwa yang lengkap
dengan informasi di depan kandangnya. Ada
beberapa satwa yang belum pernah mereka lihat.
Beberapa saat kemudian, Fina melihat
banyak orang yang sedang mengantre. Fina
penasaran dengan apa yang sedang mereka
lakukan. Setelah membaca tulisan yang dipasang
di dinding, Fina baru tahu kalau mereka akan
menyaksikan pertunjukan gajah.
Fina ikut masuk dalam antrean, kemudian
ikut menyaksikan pertunjukan gajah. Fina sangat
menikmati pertunjukan itu. Fina paling suka saat
gajah berlari melewati lingkaran api, sungguh luar
biasa.
-27
“Seru sekali ya, Lin?” kata Fina senang.
Fina baru menyadari kalau dia berbicara
sendiri. Dari tadi, dia sendirian dan tidak ada
anggota rombongannya di sana. Fina mulai panik.
Tidak ada seorang pun yang dikenalnya.
Aduuh gimana ini? tanya Fina dalam hati.
Dia merogoh saku bajunya untuk mencari
ponselnya. Namun, dia lupa kalau ponselnya ada di
tas yang tadi dibawakan Lina sehabis dari toilet.
Fina melihat sekeliling, tetapi tidak
menemukan petugas Kebun Binatang Surabaya.
Fina kelelahan dan merasa haus. Dia memutuskan
membeli es untuk menghilangkan rasa hausnya.
Untung saja di saku celananya ada beberapa
lembar uang yang cukup untuk membeli es.
Saat membeli es, Fina melihat ada seorang
petugas Kebun Binatang Surabaya. Fina pun
segera menghampiri petugas itu dan menceritakan
kejadian yang dialaminya. Kemudian petugas
mengantarkannya ke tempat layanan informasi.
-28
Setelah diumumkan lewat pengeras suara,
beberapa saat kemudian Bu Diah dan rombongan
datang menjemput Fina.
“Fina, dari mana saja kamu? Kami semua
mencarimu. Ibu meneleponmu, tetapi ponselmu
dibawa Lina,” kata Bu Diah cemas.
“Iya, Bu Diah. Maafkan saya. Tadi saya
penasaran dengan kerumunan orang yang akan
menyaksikan pertunjukan gajah. Saya ikut dalam
antrean, tetapi tidak memperhatikan sekitar,” kata
Fina dengan mata berkaca-kaca.
“Lain kali jangan diulangi ya, kamu
membuat semua orang panik,” Bu Diah menasihati
sambil memeluk Fina.
“Iya Bu, sekali lagi saya minta maaf. Lain
kali saya akan lebih hati-hati,” kata Fina menyesal.
Bu Diah menasihati murid-murid yang lain
agar lebih berhati-hati. Kemudian mereka
melanjutkan perjalanan yang sempat terhenti
beberapa saat. Mereka menjelajahi Kebun
Binatang Surabaya sampai rute terakhir dengan
riang gembira.
-29
MABUK LAUT
Oleh Azra Azalia Azura
Liburan lebaran 2022 telah tiba, aku bersama
keluarga akan mudik di kampung halaman. Sudah
terbayang kemacetan di sepanjang jalan seperti
tahun lalu. Namun, semua terbayar dengan seru
dan asyiknya berlebaran di kampung.
Sesampai di kampung halaman, kami
sudah disambut oleh kakek dan nenek. Ada
beberapa saudara ayah yang sudah lebih dulu
datang. Rumah nenek jadi ramai karena menjadi
tempat berkumpul kami yang sudah lama tidak
bertemu. Kami pun menghabiskan waktu untuk
bertukar cerita.
“Ayo … sudah malam, sebaiknya kita tidur!
Besok pagi kita akan melaksanakan shalat Ied.
Ceritanya kita lanjutkan besok, ya!” kata mama
menghentikan ceritaku.
“Ah, Mama. Aku ‘kan masih kangen sama
Nenek. Masih mau cerita banyak hal,” sahutku
sambil memeluk nenek.
-30
“Ya sudah, kamu tidur sama Nenek saja,”
ajak nenek.
“Hore!” seruku kegirangan.
Keesokan hari, kami berangkat pagi-pagi
menuju lapangan untuk menunaikan salat Ied
berjamaah. Selesai salat, kami pulang dengan
menjalani prosesi sungkeman dengan kakek dan
nenek.
Setelah bersalam-salaman dan bermaafan,
biasanya nenek dan mama selalu membagikan
amplop lebaran untuk aku dan kakak. Namun,
sampai malam tiba, aku tidak mendapatkan amplop
itu. Ada sedikit rasa kecewa di dalam hati, tapi ya
sudahlah.
Malam itu, nenek meminta kami berkumpul
di ruang keluarga dan mengumumkan sebuah
kabar baik. Nenek mengajak kami semua untuk
berlibur ke Bali.
“Hore… kita akan ke Bali lagi!” seruku
kegirangan sambil membayangkan keindahan Bali.
“Dan ini yang kalian tunggu-tunggu,” lanjut
nenek sambil mengeluarkan amplop lebaran.
-31
“Wah, Nenek tahu aja sih,” kata kakak
kegirangan.
Tidak hanya nenek, mama juga
mengeluarkan amplop lebaran. Aku dan kakak
saling melempar senyum.
Saat perjalanan, aku sangat menikmati
pemandangan. Melihat gunung, Alas Purwo,
Persawahan, dan banyak lagi. Aku juga menikmati
snack dan menghabiskan ayam goreng buatan
mama. Sungguh lezat, tetapi perutku jadi
kekenyangan.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan di
laut. Aku berusaha menikmati perjalanannya, tetapi
perutku terasa sakit. Ditambah ombak yang besar,
membuatku pusing, mual, dan muntah. Mama lupa
tidak membawa obat. Mama segera membelikanku
obat dan minuman hangat.
“Ini pasti karena kamu kebanyakan makan,
Sayang. Ini minum dulu obatnya,” kata mama
sambil memberikan obat.
Aku hanya mengangguk. Setelah minum
obat yang diberikan mama, aku tertidur.
-32
Kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai
Kuta. Aku dan kakak menghabiskan waktu di
Pantai Kuta dengan bermain pasir dan belajar
surfing.
“Memang kamu berani, Dik,” kata kakak.
“Siapa takut! Aku ‘kan sudah pernah
mencoba meskipun itu sudah lama,” jawabku
penuh percaya diri.
“Baiklah, aku akan mengajak Ayah. Kamu
tunggu di sini dulu ya!” kata kakak.
Ketika kakak memanggil ayah, aku lebih
dulu bermain surfing. Baru sebentar aku bermain,
papan surfing-ku terbalik. Aku berusaha berenang
untuk menepi, tetapi kakiku kram. Sekejap semua
menjadi gelap.
Aku melihat ada seekor ikan besar yang
menuju ke arahku. Namun, aku tidak bisa
menggerakkan kakiku. Ikan itu semakin mendekat
dan memperlihatkan giginya yang tajam seolah
ingin menyantapku. Aku ketakutan. Dari arah lain,
aku mendengar suara kakak memanggilku.
“Dik, Dik bangun!”
-33
Kubuka mataku, ternyata aku tadi bermimpi.
Aku tadi masih tidur di kapal.
“Ayo, Sayang. Kita sudah sampai dermaga.
Kita akan melanjutkan perjalanan ke Pantai Kuta.
Kamu sudah baikan ‘kan?” tanya Mama.
“Iya, Ma. Aku sudah baikan,” jawabku
sedikit bingung.
Syukurlah ini hanya mimpi, batinku.
Sesampai di Pantai Kuta, kami disuguhi
dengan pemandangan yang sangat indah. Mama
mengingatkanku dan kakak agar berhati-hati jika
bermain di pantai.
-34
TERJEBAK DI DUNIA KARTUN
Oleh M Rico Khafidz Al-Amin
Namaku Shaka, aku sekarang sedang bersekolah
di suatu sekolah negeri yang ada di Kota Surabaya.
Pada hari Minggu di awal bulan Juni, aku pergi ke
negeri Sakura, Jepang. Bersama keluarga, aku
sengaja menghabiskan masa liburan kenaikan
kelas tahun ini untuk mengetahui lebih jauh tentang
negeri samurai tersebut.
Setelah berkemas dan menyiapkan semua
yang dibutuhkan selama berlibur di Jepang, aku
siap berangkat. Papa menegurku karena aku terlalu
lama bersiap.
“Ayo cepat Shaka! Kita harus segera
berangkat ke bandara!” kata ayah.
“Iya, Ayah,” kataku.
Akhirnya kami sekeluarga berangkat ke
bandara dengan hati yang riang gembira.
Sepanjang perjalanan adikku yang bernama Zahira
terus bernyanyi dan bersiul.
-35
Sesampai di bandara Juanda, kami segera
masuk ke pesawat untuk menuju Jepang.
Setelah melalui perjalanan panjang naik
pesawat terbang, akhirnya kami berhasil mendarat
dengan selamat di Kota Tokyo. Alhamdulillah
akhirnya aku bias menghirup udara di sana.
Berulang kali aku memanjatkan rasa syukur atas
nikmat ini.
Begitu turun dari pesawat, aku langsung
berlari menuju toilet yang ada di bandara. Ternyata
adikku mengikutiku dari belakang, karena tergesa-
gesa aku tidak menghiraukan keberadaanya.
“Kak, tunggu. Zahira mau ikut!” seru adik.
“Baiklah,” kataku.
Setelah kutengok, ternyata Zahira sudah
tidak terlihat. Aku pun terkejut. Kucari di sekeliling,
tetapi tidak kutemukan adikku. Aku menjadi
semakin panik. Kucoba hubungi melalui telepon.
Setelah berulang kali tidak bias terhubung, aku
semakin gelisah.
Satu jam berlalu, adik tidak bisa kami
temukan keberadaannya. Ayah berinisiatif untuk
-36
melaporkan kejadian ini ke pihak keamanan
bandara. Ibu sudah tidak kuat lagi menahan tangis.
Air mata ibu pun jatuh berlinang membasahi kedua
pipinya.
“Pak, kami melaporkan anak kami tersesat di
bandara ini!” lapor Ayah ke polisi setempat.
“Bisa disebutkan ciri-cirinya, Pak. Biar kami
teruskan informasinya ke petugas kami yang
lainnya,” kata petugas tersebut.
“Tolongya, Pak!” Ibu meminta kepada
petugas dengan menahan air matanya.
Beberapa waktu kami menunggu di posko
keamanan. Akhirnya Polisi bandara bias
menemukan adikku dalam keadaan baik-baik saja.
Kemudian dia menceritakan kejadian yang
dialaminya.
“Maafkan Zahira!”
“Iya, Zahira. Apa yang terjadi?” tanya ibu.
“Aku tersesat di suatu ruangan yang penuh
dengan gambar kartun,” jawab Zahira.
-37
“Kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi
kita semua, ya. Lain kali harus berhati-hati dan
selalu waspada,” kata Ayah.
Ternyata adik tadi tersesat di sebuah ruang
yang penuh dengan gambar-gambar kartun.
Akhirnya kami menyebutnya terjebak di dunia
kartun.
-38
GEDUNG TUA
Oleh Syifa Sauqina Irdina Rahendra
Namaku Syifa, aku anak pertama dari dua
bersaudara. Siang hari yang begitu panas, saat
mentari tepat di atas kepala. Aku sedang
termenung di ruang tamu sambil menunggu
kedatangan papa pulang kerja. Mama dan adikku,
Raisa sibuk di dapur memasak untuk makan siang
kami semua.
Pagar rumah terbuka, aku pun bergegas
menyambut kedatangan papa. Setiap hari Sabtu,
beliau pulang kerja jam 12 siang.
“Ayo Pa, kita jalan-jalan. Sekarang ‘kan hari
Sabtu,” kataku.
“Iya, Syifa. Sebentar Papa ‘kan baru pulang
kerja,” jawabnya.
“Sabar Syifa, kita makan siang dulu ya!” kata
mama.
Ternyata mama sudah selesai memasak.
Kami semua makan siang bersama dengan lahap.
Selesai makan siang, papa mulai menentukan
-39
tujuan liburan kami hari ini. Tanpa banyak bicara
lagi, kami berempat segera masuk mobil.
Setelah satu jam perjalanan, aku mulai
melihat sebuah bangunan tua. Namun masih berdiri
kokoh dan tegak. Warna dinding gedung itu putih
dengan atap berwarna cokelat. Halaman depan
gedung itu pun cukup rindang. Sekeliling gedung itu
ditumbuhi pepohonan yang besar dan tinggi.
Bahkan di sekitar area parkirnya banyak terdapat
rumput liar dan semak belukar yang tidak terawatt
dengan baik.
“Kita liburan di sini anak-anak,” ujar papa
kepada kami.
“Ini tempat apa?” tanya Raisa dengan polos.
“Kita masuk dulu aja,. Nanti kamu pasti tahu
kok,” jawab mama.
Ketika masuk ke gedung itu, sungguh aku
begitu takjub. Banyak barang kuno, antik, dan tidak
dijual di toko. Lalu aku berjalan sendiri menuju
lorong gedung. Beberapa waktu berselang, aku
menemukan sebuah ruangan yang membuatku
terkejut.
-40
Ruangan itu berisi berbagai kerangka dari
dinosaurus. Di depan kaki dinosaurus tersebut ada
keterangan yang menyebutkan jenis dinosaurus.
Selain itu juga dijelaskan informasi tentang
dinosaurus tersebut.
“Syifa, ini yang namanya museum. Museum
Sejarah dan Geologi Bandung,” kata mama yang
ternyata sudah di belakangku.
“Iya, Ma. Aku suka ruangan ini,” jawabku
dengan penuh antusias.
“Jangan di ruangan ini terus.Coba kamu
keliling ruangan lain! Masih banyak ruangan lain
yang belum kamu lihat,” kata mama.
Ruangan demi ruangan aku telusuri. Saat
berkeliling, rasanya aku seperti telah mengetahui
banyak misteri di bumi ini.
Setelah satu jam berkeliling dan tanpa sadar
aku telah tersesat. Saat ingin mencaripapa dan
mama, aku sendiri bingung harus berjalan ke
mana. Rasa takut dan cemas tentu saja kurasakan.
Aku semakin ketakutan saat ada orang tua
berjanggut panjang menghampiriku.