hanya tinggal rasa egoisnya manusia
yang hamya mementingkan dirinya sendiri
dan hanya menginginkan sesuatu yang instan
Sudah hilangnya duniaku
Menjadi dunia baru
Yang tak pernah ada
101
LOMBA CIPTA CERPEN
Lomba Debat di tengah Pandemi Corona
Oleh: Ni Kadek Weda J.A, Kelas : 8.2
“Brak,” terdengar suara pukulan meja yang terdengar nyaring.
“Kenapa dibatalin bu,lomba nya?”tanya gadis yang baru saja memukul meja
“Ini keputusan panita dan kepala sekolah Kirana,tadinya ibu juga mau protes,tetapi keputusannya
sudah bulat,” ujar bu Emma
“Tapi kami sudah menyiapkan matang-matang topik untuk lomba nanti bu,” ujar Kirana yang
masih tidak terima atas keputusan panitia dan kepala sekolah
“Maaf Kirana,keputusan ini juga disebabkan karna pandemi Covid-19 ini yang mengharuskan
semua siswa dan siswi melakukan aktivitas karantina di rumah,tetapi jika ada informasi
mendadak,akan ibu sampaikan.” jelas bu Emma sambil menepuk pundak Kirana
“Oh oke bu,saya akan beritahu yang lain.” ucap Kirana,ia pun pamit untuk ke kelasnya
Sepanjang perjalanan menuju kelas,Kirana masih ingin protes karena lomba debatnya akan
dibatalkan karena pandemi Corona,namun ia tetap tidak bisa protes,karena kondisi Jakarta
berada di zona merah,dan hal itu mengharuskan semua warga sekolah diseluruh Jakarta
melakukan aktivitas karantina dirumah selama empat belas hari.
Kirana pun memasuki kelasnya dengan keadaan lesu,ia segera duduk di bangkunya dan
menidurkan kepalanya diatas meja.
“ ai Kirana,” sapa Sofia,teman sebangku Kirana
“ ai juga,kenapa sof?” tanya Kirana
“Kamu tadi kenapa dipanggil sama bu Emma ra?” tanya balik Sofia
“Aku diberitahu kalau semua lomba yang mau diadakan dibatalin karena pandemi Corona,” ujar
Kirana
“ ah? Dibatalin? Sayang banget ra,padahal semua teman-teman kita yang ditunjuk untuk ikut
lomba,sudah latihan dengan giat lho Ra.” seru Sofia yang sedikit kaget
“Makanya itu sof,aku juga mau protes,tapi keputusannya sudah bulat,” ujar Kirana
Tidak terasa bel pulang berbunyi,semua siswa dan siswi pun keluar dari kelas untuk menuju ke
gerbang sekolah,ini adalah hari Jumat, jadi semua siswa dan siswi dipulangkan lebih awal.
Lima menit setelah bel berbunyi,Kirana memutuskan untuk mencari anggota tim debatnya yang
beda kelas.
“Johan!” panggil Kirana kepada siswa yang ingin menuruni tangga bersama teman-temannya
102
Johan,yang mendengar namanya dipanggil segera menoleh ke arah sumber suara
“Kalian duluan saja,aku ada urusan sebentar.” ujar Johan yang meninggalkan teman-temannya
dan menuju Kirana
“Ada apa ra?” tanya Johan
“Ditya,Bintang,sama Devara mana han?” tanya balik Kirana
“Oh,mereka sih di kelas,” ucap Johan,mendengar itu Kirana langsung menuju kelas mereka
bertiga
“Memang kenapa ra?” tanya Johan
“Nanti aku jelasin,sekarang aku mau ketemu mereka dulu,” ujar Kirana yang langsung berlari
menuju kelas teman-temannya dan meninggalkan Johan yang masih bingung. Setelah
menemukan kelas mereka bertiga, Kirana pun memasuki kelas dengan langkah yang terburu-
buru.
“Eh,ada Kirana, ada apa apa ra?” sapa Bintang
“Aku bawa berita buruk nih,” ujar Kirana,ia pun menjelaskan informasi yang ia terima dari bu
Emma
“ m,sudah ku duga akan di batalkan,” ujar Devara
“Lalu? Apa yang kita lakukan sekarang?” tanya Kirana
“Tentu saja,tinggal di rumah dan tidak usah memikirkan lomba debat lagi,kalau sudah dibatalin
kita bisa apa?” sahut Ditya
“Kalau berhenti begitu saja,topik yang sudah kita siapkan akan berakhir sia sia,” ujar Kirana
“Ya begitulah,kita hanya peserta yang mengikuti sebuah lomba,hak kita hanya mengikuti
peraturan yang sudah ditetapkan panitia, jika peraturannya adalah membatalkan lomba,maka
mau tidak mau kita harus berhenti mengikuti lomba.” jelas Ditya,mendengar penjelasannya
membuat Kirana terdiam diri sejenak
“Aku juga setuju dengan Ditya,kalau kita masih berserikeras untuk mengadakan lomba itu
kembali,malah kita akan mencoreng nama sekolah,” timpal Devara
“Kalau begitu,sudah jelas kita tidak akan mengurusi lomba itu lagi,aku duluan ya.” ujar Kirana
yang ingin keluar dari kelas mereka
“Tumben,kamu tidak menentang perkataan Ditya,biasanya kamu selalu menentang dan punya
ide ra,” kata Bintang
“Ya… perkataan Ditya dan Devara ada benarnya bin.” sahut Kirana yang melangkah kakinya
menuju luar kelas
“Sokka Kirana Zefanya!” panggil Ditya dengan lantang
103
“Ada apa Adnanda Aditya Syaputra?” tanya Kirana,Ditya pun menghampiri Kirana sambil
membawa tasnya
“Kalau kamu ada ide tentang kejadian ini,kamu bisa memberitahu kami,dan kita akan
mendiskusikannya bersama-sama.” jelas Ditya yang langsung meninggalkan mereka bertiga
“Ternyata Ditya menanti ide kamu ra,kalau begitu kita ke jalan bareng menuju gerbang yuk,” ajak
Bintang, mereka pun jalan berbarengan menuju gerbang sekolah,sepanjang berjalanan mereka
pun saling menyemangati satu sama lain karena informasi itu mungkin telah menurunkan
semangat mereka.
Mereka pun pulang ke rumah masing-masing dengan riang gembira, namun tidak dengan
Kirana,ia harus memikirkan bagaimana caranya supaya lomba debat tetap dilaksanakan.
Selama diperjalanan pulang dan di rumahnya,Kirana masih memikirkan bagaimana caranya agar
mereka dapat kembali mengikuti lomba,karena lomba debat sangat dinanti mereka berlima dan
jika menang,mereka bisa memilih SMA favorit dengan menggunakan jalur prestasi.
Tiba-tiba terdengar suara getaran dari ponselnya, Kirana pun langsung mengangkat panggilan di
ponselnya
“ alo Sofia,ada apa?” sapa Kirana lewat sambungan telepon
“ ai juga Kirana,tadi aku lihat pengumuman di grup chat kelas,katanya,mulai sekarang kita
belajar lewat sistem PJJ,” sahut Sofia
“ ah? PJJ?” tanya Kirana yang kebingungan
“Iya, Pembelajaran Jarak Jauh,kayak belajar lewat Video gitu, nah guru kita mengajar lewat video
nanti tinggal kita nonton,” jelas Sofia
“Oh kayak video di aplikasi Ruang Guru?tapi bisa secara langsung gitu gak sof? Seperti guru kita
lagi mengajar lalu kita bisa lihat guru kita mengajar secara langsung di ponsel”tanya Kiran yang
masih kebingungan
“Bisa kok ra,tapi aku gak tahu juga metode PJJ di sekolah kita itu apa,” ujar Sofia
“Oh oke,terima kasih informasinya ya Sofia,” ucap Kirana
“Sip,sama-sama ra,yasudah aku tutup dulu ya.” kata Sofia,mereka pun mengakhiri sambungan
telepon
“Aku kira mau bahas lomba debat ternyata kegiatan PJJ.” gumam Kirana, ia pun mengecek
informasi dari grup kelasnya
“Berarti selama pandemi corona,kita melakukan aktivitas PJJ, kegiatan PJJ bisa dilakukan lewat
pemberian tugas lewat grup kelas, menonton video pelajaran yang sedang dipelajari atau
melakukan siaran langsung dari guru ke siswa dan siswinya, jika saja lomba Debat seperti
kegiatan PJJ yang bisa melakukan siaran langsung antara guru dan siswa.” kata Kirana pada
dirinya sendiri.
104
Mungkin jika bisa, ia tetap harus mendiskusikannya pada anggota tim debatnya,bu Emma,dan
pak Roni,itu pun jika mereka setuju, kalau tidak? Maka lomba debat ini benar-benar dibatalkan.
“Tetapi apapun ide aku,pasti aku bisa bicarain baik-baik dengan anggota tim kan?” Kirana pun
mencari kontak Ditya dan segera meneleponnya
“ alo Ditya,maaf menganggu waktu kamu,” sapa Kirana saat teleponnya tersambung
“Ya? Kenapa Kirana? Sudah punya ide untuk lomba debat?” tanya Ditya yang seolah tahu apa
yang ada dipikiran Kirana
“Iya dit,kalau misalnya kita tidak bisa melaksanakan lomba debat karena pandemi
corona,bagaimana kalau kita melaksanakan lomba lewat siaran langsung?” jelas Kirana
“Maksud kamu,kita melakukan lomba debat lewat aplikasi google meet? Bisa sih tapi kita tidak
tahu sekuat apa sinyal anggota tim kita dan anggota tim lainnya” ujar Ditya
“Um, kalau begitu kita tanya dulu sama anggota tim lomba debat di sekolah lain,kamu bisa nanya
gak sama teman-teman kamu di sekolah lain?” tanya Kirana
“Ya… gak semudah itu ra, kita diskusi dulu sama Bintang,Devara,dan Johan, mungkin saja
mereka bisa bantu kita,” saran Ditya
“Oke dit.” Ia pun mematikan sambungan teleponnya dan mulai memikirkan masalah tentang
sinyal namun ia urungkan niatnya karna Ditya mengajaknya untuk telepon bersama anggota tim
yang lain
“Ra,kita sudah dengar dari Ditya kalau kamu mau melaksanakan lomba debat dengan aplikasi
Google Meet,bagus sih saran kamu,tapi masalahnya sinyal dan internet harus bagus sedangkan
kita tidak tahu kondisi sinyal dan internet di anggota tim sekolah lain,” jelas Johan.
“Dan untuk melaksanakan lomba debat di Google Meet tidak semudah itu,pasti ada anggota yang
kebingungan dengan aplikasi Google Meet, apalagi pendapat panitia dan guru penanggung
jawab lomba ini,” sahut Devara.
“Iya aku tahu,pasti banyak resiko kalau tetap melaksanakannya di Google Meet,tapi menurut aku
bagaimana kalau kita menyumbang uang untuk membeli internet atau kalau tidak bisa kita bisa
berkumpul di tempat yang sinyalnya kuat,” jelas Kirana
“Gak buruk, tapi pasti disekitar lingkungan kita sudah ada polisi untuk menjaga lingkungan agar
tidak ada yang keluar,tapi menurut aku sih kalau diantara rumah kalian ada yang dekat dengan
rumahnya Ditya bisa pergi kesana,” jelas Bintang
“Atau bisa juga idenya Kirana,untuk menyumbangkan uang untuk biaya internet dan masalah
sinyal,kalian harus pergi keluar untuk mencari tempat dengan sinyal yang kuat,tapi jika tidak
ketemu maka terpaksa kalian harus pergi ke rumahku,” saran Ditya.
“Boleh juga,kita nyumbang uang berapa? Dua puluh ribu?” tanya Johan.
“Ya… demi lomba debat kita nyumbang uang lima puluh ribu saja,gimana? Nanti kalau kita
menang atau kalah kita iklasin saja”saran Bintang.
105
“Gue setuju,dan kita harus meyakinkan anggota tim lain beserta guru penangung jawab kita.”
seru Devara dengan nada yang meyakinkan.
“Oke,jika begitu kita diskusikan dulu dengan anggota lain,setelah itu guru penangung jawab, tapi
uang sumbangan itu untuk kita sendiri atau dikumpulkan?” tanya Kirana.
“Aku lupa kalau sedang pandemi corona,jadi lima puluh ribu untuk membeli data internet masing-
masing,” ujar Bintang.
“Oke dengan ini kita tutup dulu sambungan teleponnya,jika ada kabar baik ataupun buruk nanti
akan ku sampaikan.” ucap Johan lalu mereka pun menutup sambungan telepon masing.
Kirana akhirnya bisa bernapas lega,karna idenya bisa diterima oleh semua anggota
timnya,walaupun masih harus didiskusikan. Ia pun segera memikirkan ide lagi untuk masalah
nanti.
Tidak terasa hari sudah berganti,dan Kirana masih belum mendapat kabar dari Johan maupun
Ditya,meskipun begitu ia tetap berharap bahwa mereka mengizinkannya.
Suara telepon pun berbunyi,Kirana langsung mengangkatnya
“Selamat pagi Kirana,” sapa bu Emma
“Selamat pagi juga bu,ada apa ya?” tanya Kirana
“Ibu sudah mendengar saran kamu dari Ditya untuk tetap melaksanakan lomba debat lewat
Google Meet,menurut ibu itu saran yang tidak buruk dan ibu sangat bangga bahwa kalian sudah
memikirkan matang-matang resiko dari saranmu ini,” jelas bu Emma.
“Terima kasih bu,memang saya memikirkan resiko dengan menyarankan lomba debat tetap
dilaksanakan,karena kesempatan ini hanya sekali saja,tapi apakah anggota tim yang lain dan
para guru penangung jawab lomba debat disekolah ini setuju atas saran saya bu? Atau mereka
justru menentang saran saya? tanya Kirana yang khawatir kalau sarannya malah ditolak oleh
semua anggota tim dan guru penangung jawab lomba debat di sekolah lain.
“Tapi sebelum itu,apakah kamu benar-benar yakin atas keputusanmu itu Kirana? Kamu bisa
berubah pikiran dan memutuskan untuk tidak melakukannya.” ujar bu Emma.
“Saya sangat yakin bu,kemarin saya sudah diskusi bersama anggota tim saya dan mereka setuju
walaupun mereka harus mengambil resiko,namun jika saya salah,saya akan menerima hukuman
dari bu Emma ataupun panita lomba.”sahut Kirana.
“Ibu malah tidak akan menghukummu Kirana,malahan ibu akan memberi hadiah atas
keberanianmu untuk menganti metode lomba debat secara langsung menjadi lomba debat
secara virtual dengan menggunakan Google Mee.,” jelas bu Emma yang membuat mata Kirana
berbinar-binar,walaupun bu Emma tidak bisa melihatnya namun ia sangat tahu reaksi anak
didiknya ketika mendapat kabar yang tidak terduga.
“Benar bu? Keputusan saya diterima? Bagaimana dengan panitia lomba debat?” tanya Kirana
yang masih tidak percaya.
106
“Tentu benar,setelah rapat antar guru penangung jawab dan panitia,akhirnya mereka
setuju,untung Aditya dan Johanes sangat pintar menjadi juru bicara,nanti akan ada pengumuman
lebih lanjut yang akan dikirim lewat WhatApp,sekarang kamu dan timmu latihan ya semoga
berhasil.” jelas bu Emma.
“Terima kasih bu,saya dan tim saya akan melakukan yang terbaik untuk membawa nama
sekolah”kata Kirana dengan antusias
“Ya sudah,ibu tutup dulu ya teleponnya, ” bu Emma pun memutuskan sambungan telepon
sedangkan Kirana masih tidak percaya karena keputusannya sudah diterima,bahkan oleh panitia,
ia harus mengucapkan terima kasih kepada Ditya dan Johan atas berita bahagia ini. Namun
belum sempat mengetikan pesan,ia sudah menerima pesan WharApp dari Grup Chat tim
debatnya.
Tim Debat SMP 62
Ditya
Jam 10.00 jangan lupa latihan debat lewat Google Meet dan jangan lupa membeli data internet
untuk lomba debat nanti
Devara
Siap kapten!
Kirana
Okey Ditya
Setelah keluar dari aplikasi WhatsApp,ia harus latihan debat sendiri,agar nanti ia bisa lancar
untuk berdebat. Begitulah kegiatan mereka selama seminggu penuh,latihan berdebat dan
mengerjakan tugas dari masing-masing guru mereka,mereka akan berusaha lebih baik untuk
lomba ini. Setelah menunggu pengumuman akhirnya keluar juga,pengumuman untuk lomba
Lomba Debat antar SMP
Hari dan tanggal : Jumat,5/01/2020
Waktu : 09.00 s./d. selesai
Tempat : dirumah masing-masing
Catatan : anggota tim debat yang sudah terdaftar mohon absen jam 08.30 untuk diklarifikasi
dan gunakan aplikasi Google Meet dengan id : debat-luar-biasa dan anggota debat boleh
menggunakan alat komunikasi ponsel atau laptop semoga berhasil ☺
Setelah mendapat pungumuman itu, mereka berlima segera berlatih dengan giat,hingga hari
perlombaan pun dimulai,awalnya mereka gugup namun bu Emma dan pak Roni tetap
menyemangatinya lewat Video Call di aplikasi WhatsApp.
“Bapak tidak masalah jika kalian kalah,karena bapak tahu kalian sudah berlatih dengan giat dan
baik,” ujar pak Roni.
107
“Iya,Kirana juga sudah menemukan ide ini untuk lomba debat,jadi kita harus berusaha yang
terbaik untuk lomba ini.” ucap Bintang, Mereka pun berdoa agar usaha yang mereka lakukan,tidak
sia-sia.
“Untuk tim debat SMP 62 semoga berhasil!” sorak bu Emma.
“Siap!” balas mereka berlima dengan semangat,mereka pun mulai memasuki aplikasi Google
Meet di laptopnya masing-masing, mereka memutuskan untuk menggunakan laptop karna layar
virtual di laptop lebih luas, di sana sudah banyak anggota tim dari sekolah lain yang sudah bersiap
berdebat.
“Selamat datang para tim debat, pastikan semua anggota tim sudah mengkonfrimasi lewat panitia
di WhatsApp, sekarang mari kita mulai debatnya.” sambut kak Fredy,selaku pembawa acara
lomba Debat hari ini,lomba ini akan berlangsung hingga sore hari karena akan banyak anggota
tim yang akan berdebat, tentu dilaksanakan secara bergiliran. Lomba debat pun berjalan lancar,
walaupun terkadang ada tim yang terpojokan karena kehabisan topik debat, ada juga tim yang
selalu bisa mengeluarkan ide untuk berdebat disaat-saat terakhir, ada juga yang merasa gugup,
semua itu dirasakan oleh Kirana dan timnya, untung mereka bisa mengatasi semua masalah itu.
Tidak terasa saat ini sudah babak Final,dan tim debat Kirana akan berdebat dengan tim debat
Ferro dari SMP 9, Ferro dan timnya sudah terbiasa lomba dengan membawa nama sekolahnya,
dan dia terllihat sangat jago berbicara saat berdebat,itu lah yang membuat Kirana cemas, bisa
kah dia menang melawan Ferro?”
Ting, Kirana melihat notif dari Ditya di ponsel.
Ditya
Kamu gak boleh gugup ra, kita sudah berusaha sejauh ini, dan berkat kamu, kita bisa
melaksanakan lomba debat, jadi tetap semangat!
Kirana
Oke Ditya.
Ditya benar, ia tidak boleh gugup,ia dan timnya sudah berjuang sejauh ini dan tinggal selangkah
lagi untuk mendapat juara pertama.
Babak final pun dimulai, tim Kirana dan tim Ferro sudah siap berdebat, setelah kak Fredy
memencet bel tanda mulai, ia pun memberikan pertanyaan dengan topik debat saat ini, kedua
tim pun langsung berdebat untuk mengeluarkan pendapat masing-masing, dari Bintang yang
menyampaikan pendapat, Kirana yang menyakinkan pendapat mereka hingga Ditya yang
membalas komentar dari tim Ferro, semua tim debat Kirana pun bekerja sama untuk memojokan
tim Ferro, namun akhirnya tim Kirana kalah karena sudah benar-benar terpojokan oleh
pernyataan Angga dari tim Ferro.
“Dan pemenenangnya adalah… Tim Putrananda Ferro Atlantha dari SMP 9”ujar kak Fredy yang
disambut tepuk tangan oleh juri-juri dan anggota tim dari sekolah lain
108
Semuanya pun memberikan selamat kepada Tim Ferro lewat komentar di Google Meet, termasuk
tim debat Kirana, Kirana tidak kecewa maupun sedih, ia sangat bangga sudah melaksanakan
lomba debat walaupun tidak juara pertama, ia dan timnya tetap mendapat juara dua. Kirana pun
mengetikan pesan di ponselnya untuk tim debatnya
Tim Debat SMP 62
Kirana
Setelah berjuang dengan keras akhirnya kita juara dua
Johan
Tadi harusnya aku tidak kehabisan topik untuk tim Ferro T_T
Devara
Hah,sudah lah yang penting dapat juara dua
Bintang
Gak papa, yang penting kita sudah berjuang dengan baik ☺
Kirana pun lega karna lomba debatnya sudah berakhir, dan ia memutuskan untuk memantau
kegiatan setelah lomba debat berakhir di Google Meet.
“Sekali lagi selamat bagi Putrananda Ferro Atlantha dan timnya, piala dan sertifikatnya akan kami
kirim ke guru penangung jawab lomba debat di SMP 9, namun sebelum itu, apa yang kamu
rasakan setelah mengalahkan tim debat dari SMP 62?” tanya kak Fredy.
“Sebelum itu, terima kasih kak Fredy atas ucapannya dan para juri yang sudah menilai kerja keras
dalam lomba debat kami,saya selaku ketua tim debat dari SMP 9 sangat senang atas
kemenangan saya, dan saya juga ingin berterima kasih kepada tim debat dari SMP 62 yang
sudah bersusah payah menganti metode lomba debat secara langsung menjadi lomba debat
secara virtual lewat Google Meet dan meyakinkan para panitia dan semua anggota tim debat dari
sekolah lain, karena tanpa usaha kalian,mungkin saya dan tim debat saya tidak akan hadir untuk
berdebat hari ini.” jelas Ferro yang membuat Kirana merasa tenang, karena usahanya tidak sia-
sia.
“Ah iya,kami dari panitia lomba dan juri-juri lomba debat juga berterima kasih kepada tim debat
dari SMP 62 karna telah meyakinkan kami, sebagai tanda terima kasih, kami akan memberikan
kalian sertifikat untuk memilih SMA favorit, selamat yaa tim debat SMP 62” jelas kak Fredy sambil
bertepuk tangan.
“Terima kasih kak Fredy,terima kasih para juri.” kata Kirana yang merasa sangat senang hingga
memunculkan lesung pipit di pipi kanannya.
Setelah ucapan terima kasih,para panitia pamit undur diri dan mulai keluar dari aplikasi Google
Meet, diikuti oleh para juri dan tim debat dari sekolah lain, termasuk tim debatnya Kirana. Setelah
keluar dari aplikasi Google Meet, ia langsung ditelepon oleh bu Emma.
109
“ alo bu Emma.” sapa Kirana
“ alo juga, selamat ya atas kemenangannya, walaupun juara dua, kalian tetap bisa memilih SMA
pilihan kalian,” ucap bu Emma
“Terima kasih bu, ini juga berkat Ditya dan Johan, tanpa mereka mungkin saran saya tidak akan
sampai ke panitia.” kata Kirana
“Nanti setelah Pandemi corona, ibu akan memberi hadiah untuk kalian.”ujar bu Emma.
“Wah, tidak perlu repot-repot bu.” ujar Kirana
“Tidak apa-apa Kirana,yasudah ibu tutup ya, selamat sore.” kata bu Emma
“Selamat sore bu”kata Kirana, setelah sambungan telepon putus, ia pun mengetik pesan kepada
teman setimnya.
Kirana
Mungkin kita tidak menang dalam lomba debat, namun aku sangat berterima kasih kepada kalian
yang sudah percaya kepadaku, semoga kita bisa mengikuti lomba debat lagi di lain waktu ☺
“Tidak ada yang menjawab, mungkin mereka sedang beristirahat.” gumam Kirana,ia pun
merebahkan tubuhnya diatas kasur yang empuk dengan perasaan lega.
“Benar ya, kalau kita berusaha pasti akan mendapat hasil yang terbaik, walaupun usaha kita
terasa pahit namun hasil yang akan kita dapatkan terasa manis.” kata Kirana pada dirinya sendiri,
ia pun memutuskan untuk beristirahat sejenak untuk meringankan pikirannya.
-Selesai-
Semua belum berakhir
Oleh: Iqlima Ayarikka, Kelas 9.3
Burung-burung bernyanyi seakan menghibur hati sang gadis yang sedang termenung
menatap indahnya langit. Bunga bermekaran menebarkan harum yang tersapu oleh angin.
Terdengar suara notifikasi dari ponsel gadis cantik bernama Alisha. Alisha yang menyadari
ponselnya berbunyi segera mengambil ponsel tersebut untuk membaca pesan yang telah masuk.
“Ibu, besok Alisha harus kembali bekerja.” ujar Alisha setelah membaca pesan yang masuk dari
temannya, dokter Rina.
“Berita hari ini, virus COVID’19 semakin mewabah terutama di ibu kota Jakarta yang termasuk
dalam daerah merah.” terdengar suara berita dari televisi.
“Nak, mengapa kamu tidak bekerja di sini saja? lagipula Surabaya juga memiliki banyak Rumah
Sakit yang besar dan bagus.” ujar Ibu Alisha memberi membujuk anaknya.
“Bukannya Alisha tidak ingin, tapi pindah kerja tidak mudah bu, dan Alisha juga sudah nyaman
bekerja di RS Medika.” jawab Alisha lembut.
110
“Baiklah, tapi ingat di sana kamu harus terus jaga kesehatan dalam situasi seperti ini.” ujar Ibu
Alisha memperingati.
“Iyaa ibuku tersayang.” jawab Alisha sambil memeluk ibunya.
^^^^^
Alisha Karina seorang gadis cantik yang memiliki kecerdasan tak kalah dari yang lain
sehingga tidak heran ia bisa menjadi seorang dokter yang hebat di usianya yang baru menginjak
25 tahun. Meskipun demikian, hal tersebut tak menjadikannya sombong. Sebaliknya ia sangat
rendah hati, banyak laki-laki yang mulai menunjukkan ketertarikan padanya. Namun, Alisha
belum memutuskan untuk mengakhiri masa sendirinya.
“ alo my chingu, akhirnya udah datang juga. Buah tangannya mana?” tanya dokter Rina pada
Alisha.
Alisha yang mendapat pertanyaan itu langsung mengambil pisang di meja dan memberikannya
pada dokter Rina.
“Aduh Alisha, kenapa dikasih buah beneran, maksudnya tuh oleh-oleh!” jelas dokter Rina sambil
menahan emosi.
“ ehehe maaf yaa, gue belum sempat beli.” jawab Alisha alasan sambil nyengir tak berdosa.
“Permisi dok, Pasien di kamar isolasi no 48 sesak napas dan selang infusnya terlepas, tapi saya
tidak bisa membantu karena ADP telah habis.” ujar salah satu suster yang baru datang kepada
dokter Rina.
“Tetap pantau keadaanya dari luar.” ujar dokter Rina memberi perintah.
“Rin, kok pantau dari luar sih? Dia bisa meninggal kalau tidak segera ditolong.” jawab Alisha tidak
setuju dengan dokter Rina.
“Udah seminggu lo di Surabaya, Sha. Selama itu cuma ini yang kita lakuin. Gak ada pilihan lain,
kalau kita bantu nyawa kita yang jadi taruhan.” ujar dokter Rina menjelaskan.
“Apa karena ini korban banyak yang meninggal?” tanya Alisha putus asa.
“Iyaa, karena bantuan ADP yang terbatas.” jawab Dokter Rina sambil menghela napas berat.
“Kalau gitu gak akan gue biarin ini terjadi lagi.” ujar Alisha sambil beranjak pergi tetapi ditahan
oleh dokter Rani.
“Kalau lo bantu, siap-siap lo gak akan menjadi dokter lagi dan untuk pertama kalinya gue ingin
bilang bahwa lo egois, setidaknya dengan membiarkan satu nyawa, lo akan menyelamatkan
banyak nyawa.” jawab dokter Rina dan langsung meninggalkan Alisha.
Alisha yang mendengar ancaman tersebut hanya bisa menangis, ia tidak bisa berbuat apapun
karena sepertinya ini adalah kebijakan. Dan jika dilanggar mungkin ia bisa kehilangan izin
prakteknya.
111
Keesokan harinya Alisha mendapat kabar bahwa pasien tersebut meninggal dunia.
Hancur sudah hati Alisha. Ia merasa gagal menjadi seorang dokter. Selama ini Alisha selalu
berusaha agar para pasien bisa sembuh dari penyakit yang mereka derita dan selama ini juga ia
belum pernah gagal.
“Hiks..hiks.. ibu huaaaa.” tangis Alisha kecil.
“Hei sayang kenapa pulang sekolah menangis?” tanya Ibu Alisha sambil mengusap air mata
Alisha.
“Tadi saat di sekolah aku ditertawai oleh teman-teman bu.” ujar Alisha kecil bercerita.
“Memangnya Alisha melakukan apa?” tanya ibu Alisha kembali.
“Tadi aku sedang belajar tentang cita-cita, terus teman-teman bilang ingin menjadi
guru,dokter,dan masih banyak lagi. Lalu saat aku ditanya, aku ingin menjadi pelangi dan mereka
menertawaiku bu, huaaa.” pecah sudah tangis Alisha kecil saat mengingat kejadian di
sekolahnya.
“Sudah jangan menangis, memangnya mengapa Alisha ingin menjadi pelangi?” tanya Ibu Alisha.
“Karena pelangi cantik dan berwarna Alisha ingin seperti pelangi yang mewarnai langit, Alisha
ingin memberikan warna untuk setiap orang.” jawab Alisha kecil begitu polos.
Lihat segalanya lebih dekat dan kau bisa menilai lebih bijaksana… Suara lagu sherina dari
ponsel Alisha membuyarkan lamunannya. Saat ini Alisha sedang berada di rooftop Rumah Sakit
untuk menenangkan pikiran sebelum ibunya menelpon.
“Assalammualaikum bu.”
“Waalaikum salam nak, kamu apa kabar? ibu khawatir perasaan ibu tak enak.” jawab Ibu Alisha
di seberang telfon.
“hiks..hiks.. Alisha telah gagal bu.” Jawab Alisha sambil menangis ia sudah tidak dapat menahan
semua ini walaupun pasti ibunya akan merasa tambah khawatir.
“Ada apa nak?” terdengar suara risau ibu Alisha.
Mendengar suara ibunya membuat Alisha ingin memeluk ibunya dan menceritakan segalanya
tapi apa daya ia tak dapat melakukannya.
“Alisha, gagal dalam melakukan sesuatu itu wajar nak, dari kegagalan tersebut kamu bisa belajar
menjadi lebih baik. Tidak ada kesuksesan tanpa kegagalan, tapi jika kamu terus gagal itulah yang
tidak wajar karena berarti kamu tidak belajar dari kegagalanmu.” jawab Ibu Alisha menasehati
setelah mendengar cerita dari putrinya.
“Apakah Allah marah sama kita bu? Mengapa Allah berikan virus ini jika akan memberikan
kerugian bagi semua orang?”
“Kita tidak tau rahasia Allah nak, yakinlah pasti ada hikmah dibalik semua cobaan ini, kita saja
yang belum menyadarinya.”
112
^^^^^
Saat ini Alisha sedang pergi untuk mencari terpal dan sarung mobil. Ia memutuskan akan
membuat APD sendiri dengan cara menjahitnya. Setelah mendapat barang yang dibutuhkannya,
Alisha berniat untuk pulang. Namun sebelum pulang ia memutuskan pergi ke supermarket untuk
membeli air putih.
“Apa maksud kalian menggunakan APD di Supermarket? Kalian pikir kami semua ini virus? Tidak
sadarkah kalian jika para medis di luar sana kekurangan APD dan kalian membuat stok menipis!”
ujar seorang ibu menegur pasangan suami istri yang menggunakan APD tersebut.
Alisha yang melihat kejadian tersebut tak bermaksud ikut campur walaupun ia merasa sangat
kesal. Ia hanya menghembuskan napas sambil berkata dalam hati “jika setiap orang
mementingkan keegoisan masing-masing aku tak yakin ini akan cepat berakhir, mungkin inilah
salah satu hikmahnya, Allah ingin setiap orang belajar pentingnya kebersamaan dan kepedulian.”
^^^^^
Semenjak itu, Alisha memutuskan untuk bekerja keras dalam menangani pasien. Saat ini
ia mendapat tugas untuk menangani pasien virus COVID’19.
“Selamat pagi!” ujar Alisha menyapa pasien perempuan yang berusia sekitar 13 tahun.
Pasien tersebut tidak menjawab sapaan Alisha, ia malah menangis.
“Kenapa kau menangis? Apa ada yang sakit?” tanya Alisha khawatir.
“Kenapa dokter datang hari ini? biarkan saja aku hiks, aku tidak ingin hidup lagi.” jawab pasien
tersebut putus asa.
“Jangan bilang seperti itu.” ujar Alisha.
“Ketika virus ini datang aku sangat senang, aku tidak perlu sekolah dan teman-temanku tidak
bisa menjahatiku, ibu dan ayah juga jadi punya waktu untukku, aku tidak sendiri lagi, tapi
sekarang aku sendiri.” ujar pasien tersebut sambil mengeluarkan air mata.
Alisha tidak berniat untuk membuka suara, ia hanya ingin mendengarkan apa yang dikatakan
oleh pasien tersebut.
“Aku merasa ini semua tak adil bagiku, ketika semua orang bisa merasakan kebahagiaan,
mengapa aku tidak? iks..hiks”
Alisha memilih pergi dan membiarkan pasien tersebut menenangkan diri. Alisha sadar
tidak semua orang merasa sedih akan cobaan ini, Karena mungkin dengan adanya virus ini
keluarga yang tidak pernah berkumpul menjadi dapat berkumpul dan orang yang terbiasa
melakukan kejahatan tak bisa berbuat apapun.
^^^^^
113
Hari terus berganti dan waktu terus berjalan. Walaupun semua belum berakhir, perlahan
korban semakin berkurang menandakan sedikit kemajuan atas perjuangan para dokter
menangani pasien.
“Alisha, gue minta maaf atas sikap gue waktu itu, lo udah berhasil menangani pasien
selama ini dengan baik, seharusnya gue gak bilang kalau lo egois, karena nyatanya gue sendiri
yang egois.” ujar dokter Rani merasa bersalah.
“Gak masalah, gue udh maafin lo, lagipula gue juga salah kok karena gak ngertiin
keadaan.” jawab Alisha sambil tersenyum.
“Oke berarti kita baikan nih yaa.” dan mereka pun saling berpelukan.
Alifa selalu bersinar layaknya matahari dan bermimpi menjadi pelangi tetapi ia tidak ingin
melewati derasnya hujan. Namun, sekarang ia ingin melewati derasnya hujan karena ia sadar
bahwa tidak ada pelangi tanpa matahari dan hujan.
SELESAI
Cerita ini hanyalah fiktif belaka, jika ada kesamaan nama,tempat dan lainnya itu murni
ketidaksengajaan.
Saat Guru Belajar
Oleh: Priyanka Ahimsari, Kelas: 8.8
"Diantara semua guru, kenapa Pak Ren bertanya padaku?"
Kedai itu memiliki dua lantai. Minimalis, indah dan nyaman. Letaknya dekat dengan sebuah
Sekolah SMP. Karenanya, banyak murid yang suka beristirahat atau menghabiskan waktu
mereka di situ. Mereka ingin menghabiskan waktu sebelum pulang sekolah, dan saat masa
senggang lainnya. Tapi siapa sangka ada juga guru yang bersantai di kedai tersebut.
Dua lelaki berusia kisaran dua puluh tahun memilih menempati meja yang berada di balkon.
Mungkin lebih memilih menikmati angin segar daripada angin dari mesin? Atau sengaja duduk
dekat dengan jalan raya ramai agar tidak ada yang bisa mendengarkan pembicaraan mereka?
Karena kebetulan dua lelaki itu adalah guru, ada beberapa hal yang tidak boleh dibocorkan ke
murid begitu saja.
"Ada beberapa alasan. Salah satunya karena kita sama-sama guru bahasa. Selebihnya, saya
bisa berbicara dengan lebih leluasa mengingat umur kita tidak beda jauh." Namun pembicaraan
kali ini hanya obrolan santai, tak ada yang perlu disembunyikan
114
"Jangan terlalu formal," ucap Santo sebelum meminum teh hijaunya hingga habis. "Tapi, dalam
masalah cara mengajar, yang lebih tua itu lebih berpengalaman. Namun, aku akan membantu
sebisa mungkin.”
Pak Santo sempat memesan teh hijau lainnya sebelum kembali memulai pembicaraan. Setelah
selesai, ia meminta maaf kepada Pak Ren untuk jeda singkat itu dan melanjutkan pembahasan
awal.
"Dalam hal cara mengajar, tiap guru punya cara tersendiri. Memerhatikan kondisi serta
kepribadian murid bisa jadi bahan bagus untuk menyesuaikan cara mengajar. Lalu, mengingat
kita hidup di zaman modern, kita harus bisa menyesuaikan gaya mengajar dengan
perkembangan teknologi." Pak Santo mencoba memberi saran mendasar.
"Presentasi dan mencari informasi dari internet. Itu contoh kecilnya?" tanya Pak Ren. Guru yang
baru saja mendapat teh hijau baru itu mengangguk mantap.
"Ah, mata pelajaran lalu hal yang harus anak itu bisa pelajari. Dari sana kau juga akan mendapat
cara khusus untuk mengajar." Pak Santo menambahkan. Bisa dilihat, Pak Ren sedang mencerna
perkataan seniornya.
"Kalau menyesuaikan cara mengajar dengan gaya belajar?"
"Wah, kalau berhasil mengajar sampai begitu, sih, gurunya hebat sekali!" Pak Santo berseru.
Dilihat dari reaksinya, Pak Ren bisa tahu kalau Pak Santo tidak bisa mengajar dengan cara
seperti itu. Bukan tidak mau, Pak Santo itu guru yang baik dan perhatian pada muridnya. Pak
Ren sering memerhatikan cara mengajar guru lain, dan Ia bisa menjamin kalau Pak Santo pernah
mencoba, tapi kesusahan mengimbanginya. Menjadi guru memang bukan pekerjaan mudah.
"Saat mengajar bahasa Inggris, anak muridku kebanyakan memiliki kelemahan dalam
pengucapan kata." Pak Ren mulai bicara. "Apa ada teknologi yang bisa dipakai untuk mengatasi
ini? Jika melihat gaya belajar, rata-rata belajar secara auditori. Seperti jika mendengar lagu,
mereka akan tahu pengucapan kata yang benar walau harus melihat lirik."
Pak Santo tersenyum, "Kalau begitu Pak Ren sudah menemukan cara mengajar yang tepat
bukan?" Nada bicara yang semangat sangat menggambarkan Pak Santo. Tapi sekarang
suaranya berubah tenang. Ia selalu seperti itu jika anak muridnya berhasil mengerti apa yang Ia
jelaskan, atau saat mereka bisa dengan mencari tahu dan menemukan jawaban sendiri. Pak Ren
kini merasa dirinya menjadi salah satu murid Pak Santo.
115
"Tapi murid yang cenderung belajar dengan gaya lain akan kesusahan mengimbangi. Selain itu,
ada beberapa kendala lain. Aku ingin mencari perantara cara mengajar lainnya."
Keesokan harinya, Pak Ren tidak memiliki jadwal mengajar selain pagi hari, begitu juga Pak
Santo. Karena itu, mereka mengadakan janji untuk kembali bertemu. Kali ini bukan bersantai di
kedai pinggir jalan lagi, tapi berjalan-jalan mengelilingi Sekolah. Mengamati cara mengajar guru
yang mereka lihat secara sekilas lalu mendiskusikan sedikit tentangnya.
"Bu Mira sangat mudah disukai anak muridnya. Ia sangat lembut dan ceria dalam mengajar,"
gumam Pak Ren.
"Ya, selain itu, memang anak-anak yang diajar Bu Mira itu hampir semua dari mereka adalah
introvert. Tidak ada anak pembuat rusuh di sini, aku tahu karena mengajar mereka langsung.
Kalau mengajar anak yang susah diatur, Bu Mira tidak akan bisa. Maksudku dia bisa, tapi pasti
akan kesusahan." Pak Ren termenung mendengar penjelasan dari sosok guru di sampingnya.
Pak Santo sangat memerhatikan kepribadian anak muridnya untuk mengeluarkan potensi terbaik
mereka. Memang, sistem Pendidikan pada zaman ini bukan hanya melihat nilai akademik atau
non-akademik, sikap dari mereka juga dinilai. Padahal Pak Santo masih sangat muda, tapi ia bisa
mengerti dengan baik anak muridnya. Mungkin kalau mengetahui bagaimana guru yang lebih
berpengalaman mengajar, Pak Ren bisa terpukau.
Jika yang masih muda saja sudah mengajar dengan sangat baik, bagaimana dengan mereka
yang sudah mengemban ilmu lebih lama? Pak Ren tahu ia harus belajar lebih banyak lagi dari
para seniornya.
"Ayo ke Kelas berikutnya, Bu Mira tidak benar-benar menggunakan cara khusus. Tapi paling tidak
ia mencoba membuat mereka lebih terbuka dan ceria. Itu sudah cukup bagus." Setelah beberapa
menit memperhatikan Kelas sekilas melalui pintu, Pak Santo memecah keheningan.
Mereka kembali berjalan ke Kelas berikutnya. Belum beranjak ke Kelas di lantai bawah. Ini akan
jadi hari yang lama karena ada puluhan Kelas di Sekolah itu. Sekolah hanya memiliki dua lantai.
Akibatnya, Sekolah dibangun sangat luas dan lebar. Belum lagi aneh jika ada yang mendapati
mereka berkeliling dan mengawasi tiap Kelas diam-diam. Untungnya Pak Santo sudah meminta
izin. Itu adalah alasan mengapa Bu Mira yang sangat ramah pada semua orang tidak menyapa
kedua lelaki itu walau Ia melihat mereka.
Kelas selanjutnya sedang belajar Matematika. Diajar oleh guru yang terkenal paling galak di
Sekolah.
116
"Jujur, Pak Sanim itu pengajar yang baik. Ia bahkan tidak beranjak dari meja anak didiknya
sebelum anak itu paham. Penjelasannya sangat detail dan mudah dipahami. Aku jadi iri dengan
kepintaran otak Pak Sanim. Ia bahkan bisa membuat takut anak-anak yang nakal." Pak Santo
memuji guru Matematika itu.
"Tapi karena melihat tampang dan memang sifatnya galak, banyak murid takut dengan Pak
Sanim. Padahal, jika mereka mendengarkan penjelasannya sedikit lebih fokus lagi, aku jamin
semua soal matematika bisa mereka bantai dengan mudah," ujar Pak Ren memberi pendapat.
Pak Santo mengangguk mendengar hal itu.
"Iya, padahal dia guru paling pandai menjelaskan sesuatu di Sekolah ini. Semua guru
mengakuinya. Hanya saja para murid terlalu ketakutan. Kalau ini, sih, muridnya yang harus lebih
semangat belajar lalu tidak takut-takutan seperti itu. Pak Sanim kan tidak menggigit mereka." Pak
Santo tertawa karena ucapannya sendiri. Pak Ren merasa Pak Santo terus-terusan mencoba
memuji orang itu. Sedari tadi, pola perkataannya selalu menunjukkan kelebihan Pak Sanim walau
memang semuanya benar. Tapi Pak Santo selalu memberi tahu kelemahan dan kelebihan
seseorang. Tidak mungkin Pak Sanim sangat sempurna sehinggakekurangannya tak terdeteksi,
bukan?Penjelasan tadi jadi sedikit janggal.
"Pak Sanim itu saudara Pak Santo, ya?" Pak Ren mencoba menebak. Selain terus-terusan
memuji guru matematika itu, nama mereka juga mirip.
"Kau benar, dia Kakakku. Pak Ren tahu dari mana? ternyata Pak Ren pandai juga." Senyum
lembut tercetak di wajah Pak Santo.
"Tidak juga, terima kasih."
"Kalau begitu kita ke Kelas berikutnya."
Masih ada banyak Kelas yang harus dilihat sementara mereka baru menelusuri dua di antaranya.
Tapi Pak Santo tak menunjukkan tiap Kelas pada Pak Ren, hanya beberapa yang diajar dengan
metode unik. Salah satunya adalah Kelas tujuh yang sedang belajar mata pelajaran IPA oleh Bu
Kanita.
“Presentasi tapi membaca dari layar atau catatan itu percuma bukan? Karena itu, Bu Kanita
memberi mereka video slide yang hanya menunjukkan beberapa gambar dan hal kecil yang harus
anak-anaknya jelaskan sendiri. Ini memicu otak untuk berpikir bagaimana cara menjelaskan
materi pada video slide. Dengan begitu mereka lebih kreatif, dan presentasi jadi tidak kaku.” Pak
Santo menerangkan dengan rinci cara Bu Kanita mengajar muridnya.
117
“Apa mereka diberi waktu untuk mempelajari materinya dulu?” tanyaPak Ren. Pak Santo lalu
mengangguk.
“Mereka harus belajar dulu, dan kalau ada kesamaan bahasa dengan buku yang terlalu
mencolok, murid-murid harus mengubah kalimat penjelasan mereka. Mereka harus bisa
menjelaskan menggunakan bahasa mereka sendiri,” papar Pak Santo.
“Bagus juga teknik yang satu itu. Lagi pula untuk mempresentasikan sesuatu, kita memang tidak
boleh hanya membaca yang ada pada papan slide. Kalau hanya dari papan slide, sih,
penontonnya juga sudah bisa lihat sendiri.” Pak Ren takjub mendengar semua penjelasan Pak
Santo.
“Untuk anak yang tidak terbiasa, ini akan menyulitkan mereka. Tapi itulah namanya belajar. Dari
susah menjadi mudah, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu,” ujar Pak Santo.
Pak Ren mengangguk sebagai balasan. Itu cara mengajar yang unik, tapi Pak Ren bingung
bagaimana metode satu ini bisa dilakukan dalam mata pelajaran bahasa Inggris.
“Karena materinya sejarah, jadi seperti bercerita, ya?”
Kelas berikutnya, mata pelajaran PKN.
“Belajar kelompok rupanya,” gumam Pak Ren.
Mereka berdua kini mengawasi sebuah Kelas yang menggunakan metode belajar berkelompok.
Di tiap kelompok, ada tiga orang. Sangat tidak biasa, mengingat kelompok belajar biasanya terdiri
dari dua orang, empat, atau bahkan lebih. Pak Ren bertanya-tanya, apa ada alasan khusus
kelompok dibuat terdiri dari tiga murid?
“Pak Santo, kenapa hanya ada tiga murid dalam tiap kelompok? Maksud saya, biasanya satu
kelompok terdiri dari empat orang. Bisa lebih, kalau kurang paling ya, berdua.”
“Pak Ren jeli juga ternyata. Semua keanehan langsung bisa terlihat.”
Oh, berarti memang benar ada alasan tertentu dibalik semua itu? Pak Ren bersiap mendengar
penjelasan dari seniornya.
“Berdasar fakta psikologi, grup diskusi dengan anggota kelompok yang terdiri lebih dari tiga atau
empat orang biasanya bukanlah grup diskusi.” Pak Santo memulai awal penjelasan.
“Lalu? Maksudnya?”
118
“Maksudnya, grup itu tidak berdiskusi, melainkan bergosip.”
Pak Ren paham sekarang. Ia langsung mengangguk, menunjukkan bahwa dirinya sudah
mengerti.
“Entah karena alasan apa, aku pribadi kurang tahu. Aku tidak pandai dalam masalah psikologi.
Tapi, ini menarik bukan? Mengingat biasanya anak-anak malah meminta teman kelompok yang
banyak?” timpal Pak Santo. Pak Ren jadi terkekeh mendengarnya. Bisa dipastikan kalau anak-
anak itu malah akan bergosip, kecuali kalau mereka punya niat dan fokus yang tinggi.
“Ya, Bu gurunya sangat hebat. Siapa namanya?” Walau sering mengawasi cara belajar para
guru, Pak Ren tidak tahu nama guru satu ini.
“Tidak tahu? Padahal dia orang yang cukup ramah. Dia selalu bersikap baik pada semua orang
dan mengajak berkenalan orang asing. Sebelas dua belas dengan Bu Mira, tapi dia tidak seceria
Bu Mira.” Pak Santo terlihat sulit memercayai perkataan Pak Ren barusan. “Dan namanya Bu
Anny, dia juga masih muda seperti kita. Ah, seumuran denganmu. Kau harus lebih akrab lagi
dengan guru itu.”
Pak Ren hanya mengangguk, sebelum akhirnya mereka lanjut berkeliling Sekolah.
Jalan-jalan itu memakan waktu lama sampai mereka melalui jam istirahat pertama. Mereka pergi
mengawasi ke setiap Kelas, Perpustakaan, bahkan juga di lapangan, tempat belajar olahraga.
"Bagaimana? Sudah tahu cara mengajar yang tepat untuk murid-murid?"
Mereka menutup pertemuan di Kedai seperti kemarin, di meja yang sama pula. Pak Santo sama
sekali tidak keberatan membantu Pak Ren. Dia justru senang seorang pengajar masih memiliki
hasrat belajar. Selain itu, di zaman mana pun guru memang masih harus belajar. Tidak, bukan
hanya guru, melainkan semua orang. Aturan satu ini mungkin akan berlaku di era mana pun.
"Ya, terima kasih banyak atas waktumu, Pak Santo. Aku agak terinspirasi untuk membuat metode
belajar sendiri.." Pak Santo mengerutkan keningnya, menunggu penjelasan lebih lanjut.
“Pak Santo bisa tahu sendiri lain kali. Ngomong-ngomong, bagaimana cara Pak Santo
mengajar?”
LOMBA POSTER
119
Azka
Nadine
120
Umi
121
Peringatan 17 Agustus 2020
SMPN 226 memperingati 75 tahun Indonesia merdeka dengan:
DALAM RANGKA PERINGATAN HARI KEMERDEKAAN RI KE-75
SMPN 226 JAKARTA TAHUN 2020
JUARA MENYANYI SOLO
1 PUTTI GHANIA WULANDARI 7,3 Juara 1
2 ALIKA FATIMAH ZAHRA 8,2 Juara 2
3 FELIANKA BELLACIA 9,6 Juara 3
JUARA MEMBACA UUD 1945
1. WENI HANIYAH O 9.2 Juara 1
2. NAYSAH A 8.8 Juara 2
3. RAISYAH FAIRANI 7.7 Juara 3
JUARA LOMBA BACA PUISI TEMA PERJUANGAN
1. SALSABILA CHOSIAH 9.7 Juara 1
2. ADRIO REZAR 8.8 Juara 2
3. SILVIA 7.7 Juara 3
JUARA LOMBA MELUKIS 9.6 Juara 1
1. Anisa Putri 8.3 Juara 2
2. Qonita Konanthi 7.5 Juara 3
3. Keysia Klivia Candra
.
122
Gebyar Muharam Virtual
123
PEMENANG
LOMBA BACA PUISI!
KELAS VII
Juara 1 : Sabila Alvialera (VII-8)
Juara II : Deva Nur Amanda (VII-7)
Juara III : Reva M.N.R (VII-4)
KELAS VIII
Juara 1 : Azzahra Nala Meidina (VIII-6)
Juara II : Raudina Rabiatul (VIII-8)
Juara III : Fazel Mawla Arkan (VIII-3)
KELAS IX
Juara 1 : Naila Inayati (IX-2)
Juara II : Kezia Andari (IX-1)
Juara III : -
124
Pemenang Lomba
Story Telling
Kelas VII
Juara I : Rafeyla ( VII-4)
Juara II : Hafizh Sabrian (VII-8)
Juara III : Akila Fatih H R (VII-2)
Kelas VIII
Juara I : Kholifatu Noor (VIII-3)
Juara II : Saniya Azza (VIII-4)
Juara III : Khansa Alia (VIII-8)
Kelas IX
Juara I : Floreancya (IX-1)
Juara II : Ratu Raisa (IX-8)
Juara III : Rahsia (IX-2)
125
PEMENANG LOMBA
CIPTA CERPEN
KELAS VII
Juara I : Kheira Alzena V (VII-4)
Juara II: Rasyid Nurali Dzaki (VII-7)
Juara III : Putri Mada Ramadana V (VII-2)
KELAS VIII
Juara I : Nindita Nayla A. V (VIII-8)
Juara II: Dwi Indriani V (VIII-3)
Juara III : Namia Putri Ardiansyah V (VIII-6)
KELAS IX
Juara I : Calista Putri A.V (IX-1)
Juara II: Agnes Stefani Kevia L. (IX-8
Juara III : Zalsabila V (IX-7)
J
126
PEMENANG LOMBA
PIDATO
KELAS VII
Juara I : Putri Keysa (VII-7)
Juara II : Ida Bagus Bima (VII-2)
Juara III: Septian Rahmadani (VII-4)
KELAS VIII
Juara I : Adek Sri Wahyuningsih VIII-1)
Juara II : Azzahra (VIII-7)
Juara III:Sahila Kusuma W. (VIII-3)
KELAS IX
Juara I : Putri Rajwa Hanifa (IX-1)
Juara II : Weni Haniyah (IX-2)
Juara III: Zaki Darussalam (IX-3)
127
PEMENANG LOMBA CIPTA PUISI
KELAS VII
Juara I : Rifky Januar (VII-7)
Juara II : Rekyan Kenes (VII-8)
Juara III : Fauziah Rahmalia (VII-2)
KELAS VIII
Juara I : Nur Aisyah (VIII-6)
Juara II : Nawal Moetawakeal (VIII-8)
Juara III : M Nazaka (VIII-7)
KELAS IX
Juara I : Aditya Cahya Fadillah (IX-1)
Juara II : Maulida Aida (IX-2)
Juara III :
128
Cintai Bahasa Indonesia Juara
Cipta Puisi
Karya : Rifky Januar. Kelas : VII.7
Kelas 7
Bahasa Indonesia...
Hanyalah sejurus kata
Kata pemersatu bangsa
Demi capai Bhinneka Tunggal Ika
Indonesia itu beragam bahasa
Dari Sabang sampaJi kueaMrearauIkeII
Berbeda-beda gaya bahasa
Dari suku Batak sampRai aMharesnigage
MPaetnugtlgauhnkaitkaabnebrabhaanKsgageaibluapsert9iw.i2
Daripada kita berbangga
Karena menggunakan bahasa asing
Oh bahasa...
Bisakah kalian membayangkan
Yang terjadi jika tak ada bahasa?
Ya, mungkin akan terjadi perpecahan
Budayakanlah bahasa Indonesia
Bahasa yang bermartabat dan sopan
Berbekal kebaikan antar sesama
Serta peduli lingkungan
129
HARAPAN IBU PERTIWI Juara
Oleh Rekyan Kenes Kinasih Kelas 7.8 Cipta Puisi
Di bumi ini kita dilahirkan Kelas 7
Di bumi ini kita dibesarkan
Bumi pertiwi jangan bersedih hati
Kan ku perjuangkan kau sampai mati
Wahai pemuda pemudi
Ayo kita benahi diri
Untuk Indonesia kita ini
Agar lebih baik dari hari ini
Buang malas mu
Asah kreativitas mu
Buat Indonesia bangga
Dengan prestasi yang kau punya
Buktikan pada Indonesia
Dengan karya nyata
Siapa kita ?
Pemuda pemudi Indonesia
Jauhkan iri
Jauhkan dengki
Mari kita usaha sepenuh hati
Semoga Allah meridhoi
130
Juara
Cipta Puisi
Kelas 7
131
Kita di Indonesia……
Negeri beragam Bahasa
BAHASA JIWA BANGSA
Patut mencintai sudah seharusnya
Oleh Nur Aisyah
Indonesia yang kaya akan
perbedaan
Kaya akan Bahasa dan Budaya
Namun dapat kita satukan
dengan Bahasa Persatuan
Yaitu Bahasa Indonesia
Ketika perpecahan akan menjadi
persatuan
Dengan selalu menanamkan
pentingnya kebersamaan
Oh Bahasa….
Bahasa bagaikan senjata
Yang apabila menyebar bak
bencana
Akibat salah pengertian
Semua berakhir perdebatan
Teknologi canggih di alam yang
fana
Membuat kita lalai dan terlena
Dengan asiknya dunia maya
Hingga lupa etika berbahasa?
Wahai pemuda penerus bangsa….
Gunakanlah Bahasa Indonesia
dengan santun
Tumbuhkanlah akhlak yang mulia
Supaya jalan hidupmu dapat
tertuntun
132
BAHASA Juara
Oleh Nawal Moetawakeal Cipta Puisi
Kelas : 8.8
Dirimu dipakai, disebut. Kelas 8
Begitu banyak makna dan arti dalam dirimu.
Bahasa…
Bagai badai salju yang menakutkan.
Bagitu cepat kau menyebar bak bencana.
Akibat salah pengertian justru membawa perang.
Bahasa…
Bahasa yang menjadi persatuan.
Kau diresmikan setelah prolamasi kemerdekaan Indonesia.
Tanpa dirimu,
Kami tak akan bisa berkomunikasi.
Tetapi…
Dirimu sudah sering kali salah diartikan oleh banyak
orang.
Dimana dirimu yang dulu.
Dirimu yang sopan,santun.
Bahkan menjadi utama untuk bangsa.
Apakah sadar kini dirimu sudah tidak lagi di perhatikan.
Sudah banyak manusia yang justru membuat mu jelek
Dirimu yang mencirminkan bangsa sudah lenyap.
Dengan tutur kata yang mereka buat tanpa melirikmu.
Tanpa adanya rasa bersalah.
Mereka dengan hebatnya menyebut kata yang
Bahkan kasar dan tidak layak hadir di daftar badan mu.
Bahasa…
Tunjukan hadirmu,hadirmu yang membuat penghuni
Menjadi damai,santun karena dirimu.
Jangan biarkan mereka semena-mena akan dirimu.
Generasi bangsa yang haus akan dirimu,
Dan haus akan ilmu mu.
Dirimu sangat dibutuhkan saat ini..
Untuk memperbaiki tata Bahasa bangsa ini.
Oh Bahasa…
Melalui perantara para pahlawan sekolah dan lainnya
Engkau perlahan timbul,
Semoga dirimu selalu dijaga dengan baik demi
bangsa in
133
Juara
Cipta Puisi
Kelas 9
Hilangnya rasa cinta terhadap bahasa sendiri
Dibuat oleh : Aditya Cahya Fadillah
Kelas: 9. 1
Wahai pemuda-pemudi Indonesia
Lihatlah kembali ke sekitarmu
Dan lihatlah kedalam dirimu sendiri
Lalu, renungkanlah apa yang terjadi
Globalisasi kian semakin kuat
Tak ada lagi yang peduli akan hal-hal yang bermanfaat
Seakan dinding pembatas telah hancur
Dirusak oleh kita sendiri
Ucapan demi ucapan yang dilontarkan
Kian hari memburuk
Semakin sedikit yang bertutur kata lembut
Dan semakin banyak yang menggunakan bahasa luar
Renungkanlah dan pahami
Betapa sulitnya dulu untuk berbahasa sendiri
Menggunakan bahasa asing yang bahkan tidak tahu maknanya
Yang harus digunakan selama penjajahan dulu
Kini, meskipun negara kita telah merdeka
Semua bersikap seakan berkuasa
Tak ada tutur kata yang lembut
Dan hilang sudah bahasa yang santun
Wahai pemuda-pemudi Indonesia
Marilah kita pergunakan bahasa kita kembali
Sebagai bentuk kepedulian
Terhadap negeri kita sendiri
Jadikan bahasa kita adalah bahasa yang bermartabat
Gunakan bahasa yang santun
Dan jadikan sebagai budaya kita sendiri
134
Juara
Cipta Puisi
Kelas 9
Bahasa Indonesia
Maulida
Kelas : 9,2
Satu kalimat penuh makna
Satu kalimat perlu diingat
Satu kalimat yang harus dilestarikan
Tujuh ratus delapan belas
Bahasa daerahnya
Bahasa yang harus dilestarikan
Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia beragam
Bahasa yang harus dicintai
Satuan manusia menggunakannya
Bahasa yang unik menyatukan bangsa
Lestarikan lah Bahasa daerahmu
Mari lah mulai belajar mencintai Bahasa Indonesia
Jaga lah pewarisan bangsa
135
Maulida 92 (17)
Juara
Cipta Cerpen
Kelas 7
SEPENGGAL CERITA Aku Khaira Alzena, siswi menjawab, “Iya Pak,
Oleh ALzena V InsyaAllah”. Saat itu aku tak
Kelas: 74 kelas 7-4 mendapatkan bisa menolak. Setelah pulang
sekolah, aku mulai belajar
kesempatan untuk membuat kaligrafi Al-Qur’an
dirumah. Hari demi hari aku
Dalam menyambut hari berpartisipasi dalam kegiatan belajar membuat kaligrafi, aku
lihat hasil kaligrafiku semakin
sumpah pemuda ke-92 yang Bulan Bahasa. Adapun lomba bagus dan siap untuk
diperlihatkan kepada Pak
jatuh pada hari rabu tanggal 28 yang aku ikuti yaitu lomba guru.
oktober 2020, Musyawarah cipta cerpen. Ikut Keesokannya, Pak guru
langsung menemuiku dan
Guru Mata Pelajaran Bahasa berpartisipasi dalam kegiatan membuatku kaget. “Alzena,
Indonesia sekolahku – SMPN kamu tidak jadi ikut lomba
ini mengingatkanku pada kaligrafi ya, lomba kaligrafi
sudah ada perwakilan dari
226 JAKARTA SELATAN masa SD. Teringat jelas dalam kelas lain. Kamu ikut lomba
story telling saja, ceritanya
mengadakan kegiatan Bulan memoriku suatu pengalaman tentang kisah nabi Ayyub a.s.
Nanti kamu baca dulu
Bahasa. Kegiatan Bulan yang tidak dapat dilupakan kisahnya, lalu hafalkan dan
belajar bercerita”, ucap Pak
Bahasa bertujuan agar para yaitu mengikuti lomba story Guru.”Baik, Pak”, kata-kata
yang terucap dari mulutku.
siswa dan siswi dapat telling tentang kisah nabi. Saat
meningkatkan kecintaannya itu aku masih duduk di kelas 5
terhadap Bahasa Indonesia. dan belum memiliki
Kegiatan tersebut pengalaman bercerita di depan
diselenggarakan dalam bentuk banyak orang.
perlombaan antarkelas yang
terdiri dari lomba Cipta Puisi, Hari senin saat jam
pelajaran agama islam, Pak
Cipta Cerpen, Membaca Puisi, guru tiba-tiba memangilku,
“Alzena, kamu ikut lomba
Pidato, dan Story Telling. kaligrafi ya! kamu ikut sebagai
perwakilan dari SDN LIMO
Perlombaan tersebut 02”. Aku pun langsung
berlangsung dari tanggal 16
hingga 26 Oktober 2016.
136
Lagi-lagi aku tak bisa Jam pulang sekolah cermin dapat meningkatkan
menolak. Setelah bertemu Pak rasa percaya diri saat bercerita.
guru, aku menjadi gugup dan adalah jadwalku dan Yusuf
tidak percaya diri. Aku tidak
pernah bercerita di depan latihan story telling. Guru Hari yang aku tunggu pun
orang banyak. Mau bagaimana
lagi? Aku sudah mengiyakan kami tidak ada bosannya untuk tiba, aku sudah tidak sabar
tawaran Pak guru.
“Bissmillah, saya pasti bisa”, melatih kami agar kami dapat ingin memperlihatkan hasil
ucapku untuk meyakinkan dan
menyemangati diriku sendiri. menampilkan yang terbaik. aku berlatih selama ini. Siswa-
Di rumah, aku mulai Mungkin terlihat mudah untuk siswi yang menjadi
mencari cerita kisah nabi
Ayyub, perlahan-lahan aku bercerita, namun ketika perwakilan sekolah
membaca dan memahami
kisahnya. Sedikit demi sedikit mempraktikkannya sulit berkumpul terlebih dahulu di
aku hafalkan. Setiap kali
menghafalkannya, sekali. Saat bercerita, kami sekolah, lalu kami berangkat
keesokannya aku belajar story
telling dengan guru Bahasa harus menggunakan Bahasa bersama-sama ke tempat
Indonesia. Aku belajar tidak
sendirian saja, ada satu Indonesia yang baik dan lomba yaitu di SD KRUKUT
temanku yang juga menjadi
perwakilan lomba story telling benar, begitupun dengan 1. Saat tiba disana, aku melihat
dari sekolah kami. Temanku
ini bernama Yusuf, dia masih intonasi dan gaya berbicara banyak peserta lomba dari
duduk di kelas 4, beda satu
tahun denganku. Walaupun yang sesuai dengan apa yang sekolah lain. Seketika aku
dia lebih muda dariku, dia berceletuk “Pesertanya banyak
lebih berbakat dalam bercerita. diceritakan. Apalagi ditambah sekali”, Guruku yang
Melihat dia bercerita, aku
menjadi tambah semangat dengan alat peraga agar
untuk belajar.
ceritanya mudah dipahami dan mendengarnya langsung
terlihat lebih menarik. menjawab “Namanya juga
Walaupun sulit, tapi lomba tingkat kecamatan,
menurutku itu sangat pasti setiap sekolah di
menyenangkan. kecamatan itu mengirimkan
perwakilan sekolah”. Melihat
Setelah pulang latihan,
aku tetap berlatih bersama pesertanya sebanyak itu, aku
kakakku di rumah. Sesekali
aku menampilkannya di depan menjadi gugup.
seluruh keluargaku. Aku
melakukannya untuk melatih Pukul 08.00 pagi, acara
diriku sendiri agar aku tidak perlombaan pun resmi dibuka.
demam panggung. Selain itu, Setiap perwakilan segera
aku juga berlatih di depan berkumpul di ruangan yang
cermin, guruku mengatakan sudah disediakan. Aku dan
bahwa berlatih di depan Yusuf yang ditemani oleh
Guru Bahasa Indonesia masuk
ke ruang lomba story telling.
Aku dan Yusuf melakukan
137
daftar ulang untuk mengambil pengumuman pemenang oleh guru. Pelajaran yang aku
nomor peserta. Pada lembar lombanya. dapat selama berlatih yaitu
peserta terlihat ada 20 nama Hasil pemenang lomba ketika bercerita terdapat tiga
peserta. Aku pun semakin pun segera diumumkan. Saat kriteria yang harus dipelajari.
gugup. Bapak panitia pengumuman pemenang Kriteria pertama adalah kita
memberikan nomor pesertaku lomba story telling harus memahami cara berpikir
dan aku pun kaget karena diumumkan, hatiku merasa atau biasa disebut olah pikir,
nomor pesertaku adalah 4, berdebar-debar. Setelah kita harus cerdas dan
yang berarti bahwa aku akan Panitia mengumumkannya, berkreatif dalam
tampil keempat dari 20 aku merasa sedikit kecewa menyampaikan sebuah cerita.
peserta. Beberapa menit karena namaku tidak disebut. Kedua harus memahami
kemudian perlombaan story Guruku langsung berbicara perasaan hati atau biasa
kepadaku, “Alzena, ketika
telling sudah dimulai, aku disebut olah hati, kita harus
melihat penampilan dari kamu mengikuti suatu jujur, bertanggungjawab, dan
peserta pertama, kedua, dan perlombaan dan kamu tidak berani mengambil risiko.
ketiga sangat bagus. Apakah memenangkannya, itu tidak Menjalani amanah ini juga
aku bisa seperti mereka? Aku menjadi suatu masalah. Yang menggunakan perasaan loh,
pun tidak tahu. Berikutnya terpenting adalah prosesnya, jadi bertanggungjawab juga
adalah giliranku, aku sangat kamu sudah berani bercerita termasuk ke dalam kriteria
gugup ketika naik ke atas dan tampil di depan orang olah hati. Dan kriteria terakhir
banyak”. Setelah guruku
panggung. yaitu saat bercerita kita harus
"Bismillahirrahmanirrahim" mengatakan itu, aku merasa ramah dan santun , maka dari
ucapku. bersyukur karena aku itu saat penting untuk
Sepuluh menitpun berkesempatan untuk menggunakan Bahasa
berlalu, aku merasa lega mengikuti lomba ini dan aku Indonesia yang baik dan
setelah bercerita di depan. menjadi lebih berani untuk benar. Mengucapkan sesuatu
Menurutku penampilanku tampil di depan orang banyak. tidak boleh asal-asalan.
sudah baik, walaupun Dari mengikuti Pengalaman tersebut
dipertengahan cerita aku perlombaan itu, aku banyak membuatku sadar bahwa
sedikit lupa karena panik mendapatkan pelajaran. berbahasa Indonesia yang baik
mendengar durasi waktu Ternyata belajar berbicara dan benar itu sangat penting.
tinggal sedikit lagi. Setelah dengan menggunakan Bahasa Selain itu aku menjadi lebih
perlombaan story telling Indonesia yang baik dan benar bangga terhadap Bahasa
selesai, kami istirahat dulu dan sangat sulit dan tidak Indonesia sebagai bahasa
menunggu sebentar untuk segampang yang diajarkan persatuan.
138
Juara
Cipta Cerpen
Kelas 7
Hidup adalah Belajar mendapatkan tambahan uang sakit. Kalau Bapak terserah
Berjuang karena penghasilan Bapaknya kamu saja Ali jika tidak akan
Rasyid Nurali Dzaki yang tidak menentu. melanjutkan sekolah. Tapi
Kelas:7.7 dengarkan ini suara Ibumu,
6 bulan lagi Ali sudah lulus kata Bapak dengan suara
Ali, pemuda cerdas nan gigih parau. Ibu Ali
berumur 15 tahun yang berasal sekolah menengah pertama. bertanya“Kenapa kamu tidak
dari keluarga yang harmonis ingin sekolah lebih tinggi Ali?
memiliki seorang adik Sebelum ujian sekolah, Ali Bukankah teman-temanmu
bernama Aini. Postur tubuh baik dan sayang kepadamu
Ali tinggi tegap karena rajin meminta kepada Bapak dan disana? Apakah ada masalah
berolahraga bersama Paman dengan mereka?” Tanya Ibu
Abdul yang berprofesi sebagai Ibunya agar tidak melanjutkan Ali melalui sambungan
Tentara. Sejak duduk di awal telepon. “Aku baik-baik saja
sekolah dasar Ali sudah sekolah ke jenjang SMA. Ali Ibu. Alhamdulillah hubungan
tinggal dan sekolah bersama saya dan teman-teman sangat
Paman Abdul. Ali sangat ingin ingin membantu Bapak saja baik, bahkan mereka sering
tinggal bersama Bapak dan mentraktir diriku dikantin.
Ibunya namun tidak bisa dengan bertani sayuran dan Aku tidak ingin bersekolah
karena keterbatasan ekonomi. karena kasihan mendengar
Bapaknya adalah seorang ingin tinggal serumah agar dari Paman Abdul jika Bapak
petani sayur dan ibunya saat ini sakit sakitan dan aku
sesekali harus menjadi bisa tinggal bersama orang ingin tinggal bersama Bapak
pencuci pakaian agar bisa
tuanya. Bapak Ali
kebingungan untuk menjawab
pertanyaan Ali. Di satu sisi
ingin Ali bersekolah lebih
tinggi lagi agar tidak
merasakan pahitnya bekerja di
sawah namun di sisi lain
kesehatan Bapak Ali
mengalami penurunan, sering
139
dan Ibu karena aku ingin kita menyekolahkan Ali di tingkat Paman akan selalu mendoakan
berempat berkumpul lagi SMP. Ali merasa bimbang, ia yang terbaik untukmu. Paman
seperti waktu aku kecil.” sangat merindukan kedua selama ini tidak keberatan jika
Jawab Ali. “Lalu bagaimana orang tuanya dan disisi lain harus mengirimkan uang ke
dengan Paman Abdul? Ali tahu bahwa orang tuanya Bapakmu, tapi kamu tahu
Apakah dia sudah mengetahui tidak memiliki cukup uang sendiri. Bapakmu tidak mau
keinginanmu?” Tanya Ibu untuk menyekolahkannya. menerima uang pemberian
kembali. “Aku belum Hari demi hari, perasaan rindu Paman karena malu. Kata
berbicara kepada Paman, tapi Ali kepada orang tuanya Bapakmu, anak anak sudah
pasti aku akan mengatakan semakin menguat. Terkadang kau urus dengan baik, aku
kepadanya segera.” Jawab Ali. ia mengurung diri dan tidak amat bersyukur. Tak pantas
“Tahanlah keinginan kamu mau berolahraga lari lagi aku merepotkan adikku
untuk kita bisa berkumpul bersama Paman dengan mengurus kebutuhan
bersama, tidakkah kamu ingat makanku juga. Kamu harus
impianmu menjadi Tentara? Melihat keponakannya yang angkat derajat martabat orang
Bukankah Kamu ingin sedang sedih, Paman pun tuamu. Jangan biarkan mereka
mengajak Ibu menaiki bertanya kepada Ali. “Kenapa bersedih jika anaknya hanya
kendaraan tank saat kamu kamu? Paman lihat matamu lulusan SD. Pikirkan lebih
sudah menjadi tentara.” sembab, apakah kamu kurang dalam lagi niatmu itu, nasihat
Bukankah kamu ingin tidur? Ceritakan kepada Paman kepada Ali. Setelah
menjaga Negara tercinta ini? Paman apa yang sedang mendapat nasihat Pamannya,
Pertanyaan Ibu membuat Ali menjadi masalahmu.” Tanya Ali kembali bersemangat. Ia
menetaskan air mata. Ali ingat Paman kepada Ali. “Aku baik- yakin bahwa selama dirinya
Bu dengan janji itu, sahutnya baik saja tidak ada masalah berusaha dan doa, maka Allah
dengan suara lirih. “Baiklah apa-apa.” Jawab Ali sambil akan memberikan jalannya.
Ibu, terima kasih atas tersenyum datar. “Ceritakan
nasehatnya.” Tak usah kamu kepada Paman apa yang Dua minggu kemudian ada
pikirkan berlebihan kesehatan sedang mengganjal dihatimu.” kabar bahwa SMA Negeri
Bapak, Ibu akan membantu Pinta Paman. “Sebenarnya aku Ambulu mengadakan lomba
usaha Bapak di sawah dan ingin sekali tinggal bersama fisika dan peringkat 5 teratas
menjaga kesehatannya juga. Bapak dan Ibu serta tidak akan akan mendapatkan full
melanjutkan sekolah. Aku beasiswa sekolah selama 3
Ali sebenarnya tahu jika khawatir apabila ayah tidak tahun. Mendengar kabar
ayahnya keberatan karena sanggup untuk bekerja lagi di tersebut, Ali sangat senang
mereka tidak mampu untuk sawah.” Terang Alo. “Nak, karena SMA Negeri Ambulu
140
adalah sekolah favorit di tuanya dan orang tuanya merasakan kenikmatan yang
merasa lega karena tidak luar biasa karena bisa
kotanya dan kebetulan mengeluarkan biaya untuk berkumpul dengan keluarga.
menyekolahkan Ali.
letaknya tidak jauh dari rumah Hidup adalah belajar berjuang,
Paman Abdul mengijinkan karena perjuangan itulah yang
Bapak. Ali pun belajar dengan Aini melanjutkan sekolah akan menghantarkan kita
dasar di SD Negeri Ambulu, menuju impian hidup. Aku
sungguh sungguh agar bisa agar dekat dengan Ali. Paman harus semangat mewujudkan
Abdul yang mengurus cita citaku menjadi Tentara.
mendapatkan beasiswa kepindahan sekolah Aini. Tak ada kata berhenti sebelum
Tahun ajaran baru pun tiba, sampai tujuan, itulah nasehat
tersebut. Ali sangat senang karena kali Paman Abdul kepadaku. Suatu
ini ia bisa bersekolah dan saat nanti setelah lulus SMA
Hari perlombaan pun tiba, kumpul bersama keluarganya. aku akan menjadi Tentara
sebelum berangkat Ali Rasa rindu yang sangat Nasional Indonesia. Dengan
berpamitan kepada kedua mendalam itu akhirnya bisa seragam loreng, aku akan
orang tuanya untuk mengikuti terbayarkan. Walaupun setiap bawa Ibu berkeliling dengan
lomba yang bertempat di SMA hari harus makan dengan nasi kendaraan Tank.
Negeri Ambulu. Ali di antar dan lauk seadanya namun Ali
oleh Paman Abdul untuk dan Aini bersyukur karena
menuju SMA Negeri Ambulu.
Pada saat pengumuman Ali
mendapatkan peringkat 4 dari
143 siswa yang mengikuti
lomba tersebut. Ali segera
pulang memberi tahu orang
141
Juara
Cipta Cerpen
Kelas 8
Karya Ninditha Naylazzahra.
Kelas :8.8
Hujan di penghujung tahun membuat suasana sejuk seketika. Aliran air melintasi jalan, arusnya tidak cepat,
juga tidak lambat. Membuat orang-orang menghindari air tersebut.
Ini sudah hampir pukul 08.00 pagi, tetapi tidak ada tanda-tanda akan munculnya sang surya. Langit terlihat
gelap, suara petir mulai bergemuruh, rintik hujan yang semulanya turun dengan pelan berubah menjadi
deras. Menyisakan bisingan percik air yang turun.
30 Desember 2019, pagi hari dimulai.
“Sada, sudah bangun belum?” tanya seseorang dari luar kamar. Gadis yang bernama Sada Gahyaka itu
menyahuti dari dalam kamar, “Sudah bu.” Lalu matanya lanjut menatapi keadaan luar yang sedang hujan
lewat jendela kamarnya. Rupanya dia sudah bangun daritadi.
Pintu kamar terbuka, Sada menoleh, Ibunya masuk ke kamar. “Oke, bagus. Jangan tidur lagi ya, nak. Hari
ini ibu mau pergi ke Tanah Abang, ada beberapa keperluan yang harus ibu beli. Jadi, kamu dirumah dulu
ya.” Jelas ibunya. Sada mengerutkan dahi, tumben sekali ibunya pergi ke Tanah Abang. “Ibu pergi sama
siapa?” tanya Sada sambil duduk di pinggir kasur, menunggu jawaban dari ibunya. “Sendiri, kamu mau
ikut?” jawab ibunya. Sada buru-buru menggelengkan kepala, menolak tawaran dari ibunya. Lagipula, siapa
yang ingin berpergian saat cuaca sedang tidak bersahabat seperti ini? No one.
Ibunya tertawa, lalu mengangguk “Oke deh. Ibu cuma mau bilang itu aja. Ibu mau mandi, kamu jangan
lupa sarapan. Ibu sudah buatkan roti bakar dan susu hangat. Ingat, jangan tidur lagi!” kata ibunya sambil
keluar dari kamar. Menutup pintu kamar lalu bergegas ke kamar mandi. Sada hanya mengangguk lalu
kembali berbaring. Suhu dingin seperti ini memang membuat orang-orang malas untuk melakukan suatu
kegiatan.
Sada menyalakan handphonenya, lalu melihat apakah ada notif pesan dari temannya atau tidak. Ternyata
dugaannya benar, dia mendapatkan dua notifikasi pesan dari temannya. Sada mengerutkan kening,
“Tumben banget Asya ngechat jam segini, biasanya dia belum bangun.”
Sada langsung membalas pesan dari temannya yang bernama Asya itu. Setelah menjawab, ia langsung
meletakan handphonenya di meja belajar dan segera bergegas mandi.
142
Ternyata berbaring malas-malasan dikasur membuat hawa di sekitar Sada gerah. Walaupun sedang hujan
deras, Sada mengeluarkan keringat. Padahal, AC nya menyala dengan suhu 19°.
“Sada?” seseorang masuk ke kamarnya. Tidak mendengar sahutan dari gadis tersebut, yang memanggil
segera turun ke ruang makan. Tetapi tidak terlihat batang hidung seorang Sada disana. Segera dia mengecek
arloji yang dia pasangkan di pergelangan kiri tangannya, hampir pukul 09.00. Jika tidak segera bergegas,
ia akan telat. Maka ia menunggu Sada sampai batang hidung itu muncul dihadapannya karena ia berfikir
bahwa Sada mungkin sedang mandi.
Dugaan Ibunya benar, setelah itu Sada baru saja keluar dari kamar mandi. Ia segera berpakaian dan turun
kebawah, menuju ruang makan. Tempat Ibunya duduk, sambil menunggu kehadiran putri tunggalnya itu.
Hujan masih turun dengan deras, bahkan terdengar beberapa kali suara gemuruh petir di langit. Musim
penghujan turun pada bulan-bulan tertentu, termasuk turun pada Bulan Desember. Hawa masih terasa
dingin, menusuk tulang, membuat sebagian orang berlindung dibalik selimutnya, kembali terlelap
menjelajahi alam mimpi.
“Loh, ibu belum berangkat?” kata Sada sambil duduk disebelah ibunya, bergegas membuka penutup
makanan. Perutnya lapar.
Ibunya menoleh, menyeruput teh hangat yang baru saja ia buatkan dan menggeleng, “Belum”. Sada
menganggukan kepala, menyendoki nasi goreng ke piringnya, lalu duduk rapi sambil menyuapkan satu dua
sendok nasi goreng.
“Ibu pergi sama mama Asya, sebentar lagi mereka datang.” Kata ibunya.
“Sama mama Asya? Berarti Asya juga main kesini dong?” tanya Sada. Ibunya mengangguk pelan. “Iya,
dia main kesini. Jadi ya, kalian berdua dirumah.” jelasnya.
Sada hanya mangut-mangut. Sembari menunggu kedatangan Asya dengan Mama-nya, Sada memainkan
handphone dan mempercepat menghabiskan sarapannya. Lalu segera pergi ke kamar, “Bu, aku di kamar
ya. Kalo Asya datang nanti aku turun.” Yang diajak bicara hanya menganggukan kepala, lalu menelpon
temannya, yakni Mama Asya. Sada bergegas menaiki tangga rumahnya, menuju kamar dan berbaring
sambil sesekali melirik arah jendela yang basah akibat air hujan.
Satu hari lagi adalah tahun baru. Sada berharap di tahun 2020, Sada menjadi pribadi yang baik lagi. Tapi
siapa sangka, ternyata tahun 2020 adalah tahun yang tidak pernah ia lupakan. Tuhan memang baik. Dia
selalu melakukan hal yang tidak terduga untuk umat-umatnya. Termasuk Sada, yang merasakan hal
tersebut.
15 menit berlalu, tiba-tiba terdengar sahutan dari bawah, “Sada, Asya sudah datang, nak!”
Teriakan dari bawah melemburkan pikiran Sada. Ia langsung bergegas turun ke bawah untuk menemui
sahabat cantiknya itu.
“ASYA!”
Kedua sahabat tersebut berpelukan, meluapkan rasa kerinduan karena mereka berdua sudah lama tak jumpa
sebab libur sekolah.
“KANGENNNNNN!!!”
143
Namanya Kasyara Halinka. Perempuan berambut ikal itu memiliki tinggi sekitar 164 cm, hidung mancung
dan kulit kuning langsat. Lesung pipi yang terdapat pada pipi kirinya membuat perempuan itu terlihat sangat
amat manis. Ia tersenyum lebar ketika bertemu dengan seorang Sada Gahyaka, sahabatnya.
"KANGEN BANGET! UDAH LAMA BANGET KITA GA KETEMU HAHAHAHA." Mereka berdua
tertawa riang karena akhirnya bertemu kembali. Setelah sekian lama bertemui hanya lewat video call,
mereka berpapasan lagi.
“Ya sudah, ibu sama mama Asya berangkat dulu ya. Mungkin nanti sekitar pukul 17.00 sore sudah pulang,
Kalian baik-baik ya. Kalau ada orang yang ga dikenal ngetok pintu rumah, jangan dibuka. Oke?” kata Ibu
Sada sambil mengoceh panjang lebar kepada dua gadis tersebut.
Karena asik berbicara, dua pemudi tersebut menghiraukan perkataan Ibu Sada dan bergegas menuju kamar
Sada. “Hei Sada, kamu denger gak?” sahut ibunya sambil melihat dua gadis tersebut beranjak ke atas. “Iya
bu!”
Ibunya Sada hanya menggelengkan kepala. “Biasa ya bun, kalau anak-anak sudah ketemu, pasti lupa sama
sekitar. Hadehhhh…” ucapnya. Ibu Asya hanya tertawa sambil menimpali, “Biasa itumah bun, udah lama
gak ketemu. Hahaha. Ya sudah, yuk”
Mereka berdua bergegas menuju ke mobil dan berangkat ke tujuan mereka, Tanah Abang.
Lain halnya dengan dua gadis tadi yang beranjak ke kamar. Mereka sibuk berbincang tanpa memedulikan
sekitar.
“Eh, gimana Da? Nanti lu jadi ikut lomba yang di adain sama sekolah?” tanya Asya sambil duduk di
pinggiran kasur Sada. Beberapa jam kedepan, inilah yang menjadi topik utama pembicaraan Sada dan Asya.
Sada menggeleng pelan. “Gatau gue. Belum ada info dari Bu Ina. Bingung...” katanya. Asya yang
mendengar perkataan Sada tersebut menghela nafas perlahan. “Iya sih, tapi secepatnya harus lu siapin.
Karena menurut gua, DUDE ITU SUSAH BANGET LOH!”
Sada hanya tertawa kecil, lalu duduk di bangkunya. “Tapi kira-kira banyak gak ya, pesertanya?” Asya
menatap matanya menandakan Ya-pasti-banyak lah. Sada hanya tertawa sambil lanjut memikirkan apa
yang harus ia persiapkan untuk lomba tersebut.
“Tapi katanya banyak juri yang dari luar negeri loh.”
“Lombanya kan tingkat nasional. Jadi mungkin beberapa jurinya diambil dari luar agar kualitasnya lebih
baik. Bu Ina bilang, jika kita menang dalam tingkat nasional ini, maka akan lanjut ke tahap internasional!.”
Asya mengangguk setuju, dia excited menunggu lomba itu dimulai karena sahabat cantiknya, Sada
Gahyaka akan berjuang melaksanakan lomba tersebut.
7 Januari 2020, lebih tepatnya pada hari Selasa, Indonesia akan menggelar Festival serta Lomba terbesar
se-Asia Tenggara, yakni Festival Bahasa dan Sastra.
Seluruh peserta didik SMP-SMA dari Sabang sampai Merauke yang sudah di seleksi dan terpilih mengikuti
Festival dan Lomba tersebut, salah satunya Sada dan beberapa temannya mengikuti Festival ini. Tepat pada
tanggal 7 Januari 2020, Opening Ceremony akan dilaksanakan di Gelora Bung Karno, Jakarta Selatan.
Kenapa tidak dilaksanakan pada tanggal 6 Januari 2020, lebih tepatnya pada hari Senin?
144
Jawabannya adalah Pemerintah memang sengaja menyelenggarakan Festival dan Lomba tersebut pada hari
Selasa karena hari Senin peserta didik diwajibkan untuk masuk sekolah agar bersiap-siap untuk menyambut
Festival dan Lomba tersebut.
"Please gua gasabar banget pengen liat festival nya! Pasti seru bangettt!" kata Asya dengan semangat.
Dirinya memang tidak ikut lomba, tapi dia akan menerbitkan satu buku yang nantinya akan di pamerkan
saat festival berlangsung.
"Gue malah pengen nungguin buku lu terbit, Sya! Nunggu banget!! Pasti seru deh, nanti selesai lomba, gue
bakal beli dan bakal jadi orang yang pertama minta tanda tangan langsung ke penulisnya, asikkkk!" kata
dia sambil tertawa.
Yang di puji hanya tersenyum malu, sambil berkata "Ih apaan sih! Hahaha."
Tiba-tiba, handphone Sada berbunyi, terdapat satu notifikasi missed call dari seseorang. Bergegas ia
mengambil handphone nya dan melihat missed call by Bu Ina.
"Sya, Bu Ina telepon, gimana nih?" tanya Sada sambil memperlihatkan layar handphone nya. Asya
menyipitkan mata, menatap layar tersebut, "Coba call balik aja. Siapa tau beliau mau kasih tau info tentang
lomba, mungkin?"
Sada mengangguk pelan, lalu menelepon balik gurunya tersebut.
"Halo bu?"
"Iya Sada, halo. Apa kabar?" tanya seseorang dari seberang sana. Menanyakan kabar seorang Sada
Gahyaka, apakah baik-baik saja.
"Alhamdullilah Bu Ina, Sada baik. Ibu sendiri gimana?" tanya Sada.
"Ibu juga baik nak. Terimakasih sudah menanyakan balik kabar ibu. Jadi begini, maaf ibu ganggu kegiatan
liburan kamu. Tapi apa kamu sudah tau bahwa beberapa peraturan tentang lomba mendongeng ada yang
diubah sedikit?" tanya beliau pelan.
Deg, Sada terdiam. Dia menatap kosong ke arah depan. Tidak mungkin beberapa peraturan diubah karena
dirinya sudah mempersiapkan matang-matang lomba tersebut dan mungkin akan cukup sulit jika beberapa
peraturan diubah. Asya yang peka akan hal tersebut menatap Sada, mengartikan “Hei, ada apa?”
"Halo Sada?" kata Bu Ina pelan, memastikan apakah teleponnya masih tersambung dengan Sada atau tidak.
"I-iya bu halo."
"Gimana nak? Sudah tau?" tanyanya lagi.
Sada menggelengkan kepala sembari bilang, "Belum bu. Memangnya apa yang diubah?"
Terdengar helaan nafas dari sebrang sana, "Maaf sekali ibu tidak beritahu kamu dari kemarin-kemarin.
Tetapi, sejam yang lalu pihak panita lomba disana baru menginfokan ke kepala sekolah dan lima belas
menit yang lalu infonya baru sampai ke ibu bahwa beberapa peraturan diubah. Point yang paling penting
disini adalah kamu harus menyiapkan beberapa perlengkapan untuk dongeng seperti kardus yang digunting
145
serta dibentuk menjadi pohon, bunga, gajah dan tokoh lainnya yang kamu perlukan atau istilahnya adalah
properti. Sebelumnya, properti tidak dibutuhkan karena juri akan menilai kalian dari intonasi, mimik muka,
serta alur cerita saja. Tetapi, sekarang yang dinilai bukan hanya mimik muka, tetapi kreatifitas dari properti
dongeng tersebut juga dinilai dan mungkin butuh banyak sekali properti yang harus kamu siapkan, Sada.
Selain itu, script cerita juga dibutuhkan dan ketika lomba akan dikumpulkan, nak. Di karenakan kamu akan
mendongengkan 2 buah cerita yakni tentang Penyumpit dan Putri Malam serta satu cerita yang kamu buat
sendiri, maka kamu harus memiliki script cerita tersebut. Di ketik dengan rapi dan untuk cerita rakyatnya,
tidak boleh copy paste dari Google nak, kamu harus merombak semua cerita tersebut menjadi versi kamu
sendiri tanpa mengubah latar, alur, nama tokoh dan sebagainya. Ibu belum tau apakah boleh di modifikasi
sedikit atau tidak, tetapi jika memang diperbolehkan, secepatnya ibu infokan ke kamu. Maka dari itu, ibu
minta maaf sekali jika ini sangat amat mendadak Sada. Untuk info lebih lanjut, akan ibu sampaikan di
group chat. Jika kamu kesulitan dan ingin meminta bantuan, hubungi ibu saja, Sada. Insyaallah akan ibu
bantu sebisa ibu. Sampai disini ada yang mau ditanyakan?"
Sada yang sedaritadi menyimak terkejut, refleks ia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tidak ada bu."
Sekali lagi, Bu Ina menghela nafasnya, sedikit berat dia memberitahukan ini kepada muridnya karena ia
yakin muridnya pasti akan kecewa akan hal ini. Mau tidak mau harus ia sampaikan karena ini penting sekali
untuk murid-muridnya. Tetapi tidak masalah, ia yakin bahwa semua muridnya bisa menjalankan lomba
dengan lancar. "Baik Sada, terimakasih sudah menyimak penjelasan ibu dengan baik. Info selanjutnya akan
di share di group, sekali lagi maaf ibu telah mengganggu kegiatan liburanmu. Salam untuk Ibumu. Selamat
sore, Sada. Have a great day, semangat!"
"Iya bu, terimakasih untuk infonya. Nanti aku sampaikan ke ibuku. Selamat sore juga bu. Terimakasih
banyak sekali lagi."
Telepon dimatikan.
Sada menghela nafas panjang, lalu berbaring di kasurnya. Asya yang daritadi hanya menyimak, menunggu
penjelasan dari sahabatnya itu, "Ada apa?"
"Peraturan dongeng diubah." jawabnya singkat. Asya terdiam. Dia cukup mengerti rasanya jika persiapan
sudah matang, tetapi ada beberapa peraturan yang diubah. Sulit sekali mengatur jadwal untuk fokus
terhadap lomba tersebut kembali. Karena tidak mau menghancurkan mood sahabatnya, dia hanya diam
sambil menunggu penjelasan berikutnya.
Sada mendudukan diri dan menatap langit-langit kamar. Dia menghela nafas lalu menatap mata Asya,
"Kira-kira, gue bisa ga ya?" tanyanya.
Asya mengangguk mantap, "Walaupun gue gatau apa aja yang diubah, tapi gue yakin lu pasti bisa Da!"
Sada menggelengkan kepala, tertawa pelan. Dirinya tidak yakin, apakah dia bisa menyelesaikan semua
pekerjaannya yang banyak itu, "Gue harus bikin properti dan script cerita versi gue tanpa nyontek di google,
tapi ga boleh di ubah. Sedangkan, gue ngedongengin 2 cerita yang tokohnya lumayan banyak. Apa gue
bisa, nyelesaiin itu semuanya, Sya?"
"Gue tau itu susah banget, Da. Tapi gue yakin lu pasti bisa. Jangan nyerah! Mulai sekarang, bikin schedule
untuk ngerjain itu semua biar nanti gak mepet pas tanggal 7. Masih ada waktu sekitar 1 minggu lagi. Gue
bisa bantuin lu apa yang lu butuh. Tanggal 6 kita masuk sekolah cuma untuk upacara dan persiapan ke
146
festival, setelah itu kita gaada kegiatan sekolah. Semuanya terfokus kepada lomba dan festival. Masih ada
waktu, Da. Gue yakin, lu pasti bisa."
Sada yang mendengar motivasi dari sahabatnya itu perlahan tersenyum. Walaupun sedikit kesal karena
infonya mendadak, tetapi ia menerima info tersebut dengan ikhlas dan berterimakasih karena sudah di
infokan. Jika tidak di infokan, mungkin dia akan di diskualifikasi. Sada berusaha untuk disiplin agar
kerjaannya tidak berceceran.
“Sekarang masih jam 09.45 dan mungkin Mama sama Ibu lu masih dalam perjalanan yang membosankan
itu. Lagian ya, ngapain coba hujan-hujan begini ke Tanah Abang? Emangnya pasTahun Baru Tanah Abang
masih buka?” tanya Asya sambil memainkan handphonenya.
Sada hanya mengangkat bahunya tanda tidak tahu. Bahkan dirinya sendiri tidak tahu apa alas an Ibunya
sangat bersemangat pergi ke Tanah Abang di saat hujan begini.
“Mungkin diskonan akhir tahun.” Kata Asya.
“Mungkin.” Timpal Sada.
“Sekarang, kita harus apa?” tanya Asya kepada Sada.
“Mumpung masih banyak waktu, gimana kalau buat beberapa properti dulu? Digudang ada beberapa kardus
bekas dan mungkin cukup untuk membuat beberapa hiasan.” Jawab Sada sambil berdiri menuju meja
belajarnya lalu ia menatap ke luar jendela. “Hujan sudah mulai reda.”
Asya ikut mengamati jendela, mengangguk menimpali perkataan Sada dan muncul lah beberapa ide di
benak Asya. “Eh, Da. Kalau kita ajak Albert sama Jaya gimana?”
Sada mengerutkan keningnya, "Emangnya Albert dan Jaya udah pulang ke Jakarta?"
Asya mengangguk mantap, "Udah dari minggu kemarin, lu ga liat di story instagram nya?" tanya dia sambil
tertawa pelan. "Kalau mau, gue telepon mereka sekarang Da, gimana?"
"Kalau mereka ga sibuk, ajak aja Sya." katanya
Asya mengancungkan jempol, lalu segera menelepon seorang lelaki yang bernama Albert itu.
"Halo Bert?" Asya membuka pembicaraan.
"Hei nona manis, kenapa kau tiba tiba call saya he?" kata seseorang di seberang sana.
Namanya Alberto Benyamin, lelaki asal Flores yang pindah ke Jakarta tahun lalu itu menyapa Asya dengan
hangat. Tingginya sekitar 173 cm, berambut ikal dan berkulit sawo matang. Albert adalah salah satu sahabat
Sada dan Asya, mereka berempat — dengan Jaya selalu pergi bersamaan.
"Lu lagi sibuk ga?" tanya Asya.
"Heeeee sepertinya tidak. Ada apa?" jawab Albert dari seberang sana.
147
"Mau bantuin gue sama Sada ga? Buat lomba Sada. Cuma gunting-guntingin kardus ajaaa!" katanya
semangat.
"Weeee, boleh tuh. Dirumah Sada kan? Nanti saya langsung kesana sama Jaya. Tidak usah bawa apa-apa
kan?"
"OKE, CEPET YAAAA! Kata Sada, langsung masuk ke kamar aja. MAKASIH ALBERTTTTTTT!!"
"Woke nona."
Telepon dimatikan
"Dia mau?" tanya Sada yang sedang mengobrak-abrik lemari berisikan cat air dan keperluan untuk properti
nya. Asya yang ditanya menganggukan kepala, "Iya, nanti dia datang sama Jaya."
Hanya menunggu sekitar 30 menit, Albert dan Jaya sudah datang dan masuk ke kamar Sada.
"Ayeee Sada, sudah lama kita tidak bertemu!" sahut Albert sambil menutup pintu kamar Sada. Sada yang
menyadari kedatangan Albert langsung mengajak tos dan berkata, "Apa kabar?"
"Baik nona, saya lihat dirimu sepertinya baik-baik saja, bukan?"
Asya hanya tertawa kecil, "Tadinya mah sempet ngamuk ngamuk Bet, gara-gara perubahan peraturan."
Sada menengok ke arah Asya dan melotot. Asya tertawa.
"Loh, naha diganti?" Jaya ikut memasuki topik pembicaraan Sada, Asya dan Albert.
Digdajaya Colombus atau biasa dipanggil Jaya itu duduk di pinggir ranjang Sada sambil menatap ketiga
kawannya. Lelaki yang lahir di Tanah Pasundaan itu sedaritadi hanya menyimak karena dia tidak fokus
dengan topiknya. Saat di datangi Albert, dia baru bangun tidur dan Albert menyuruhnya bergegas untuk
pergi ke rumah Sada. Tanpa menanyakan apa-apa, Jaya langsung mandi dan pergi ke rumah Sada tanpa tau
tujuan dia dan Albert datang apa.
Jaya memiliki tinggi sepantaran dengan Albert, yakni 173 cm, kulit yang berwarna kuning langsat dan
memiliki senyum menawan itu segera beranjak dari ranjang menuju meja belajar Sada, memaegang
beberapa kardus.
"Ini buat apa?" tanyanya.
Sada menjelaskan semuanya kepada Albert dan Jaya tentang apa yang akan mereka lakukan disini. Albert
dan Jaya hanya manggut-manggut memahami penjelasan Sada. Saat meereka mulai faham, mereka tertawa,
“Woke, ayo kita kerjakan.” kata Albert semangat.
Setelah Albert berkata seperti itu, mereka ber-empat segera menggunting, memotong, mewarnai kardus
yang telah dimotif. Mereka melakukan itu tanpa paksaan, mengerjakan dengan riang dan diselingi dengan
bercandaan. Larut dalam mengerjakan properti itu, tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 17.05,
sebagian properti sudah selesai dikerjakan.
31 Desember 2020, Hujan turun kembali pada akhir dari tahun 2019 itu. Asya, Albert serta Jaya tidak
membantu Sada. Sada juga tidak menyuruh mereka membantu pekerjaannya, karena menurut dia, sudah
148
cukup mereka membantu dia.. Lagipula besok adalah Tahun Baru. Sada tidak ingin menganggu kegiatan
mereka. Balik ke topik, Sada melanjutkan kerjaannya.
1 Januari 2020, Tahun Baru telah tiba. Semua bersorak menyambut tahun 2020. Sada berharap bahwa dia
dan keluarganya diberi kesehatan selalu. Sada juga berharap, tahun 2020 menjadi tahun yang baik bagi
dirinya, keluarganya dan seluruh sahabatnya. Hujan turun di awal tahun bartu, udara dingin menusuk
tulang. Sada kembali mengetik naskah ceritanya. Ia sibuk mengerjakan semua pekerjaannya.
5 hari setelah tahun baru datang, sekarang tanggal 6 Januari 2020, tepatnya hari Senin. Sada mempersiapkan
diri untuk pergi ke sekolah. Ia menuruni tangga rumahnya sambil membawa kardus besar berisikan semua
kebutuhan dia untuk mendongeng. Membawa kardus besar itu ke bagasi mobil, lalu bergegas sarapan dan
masuk ke mobil. Gerimis turun, tetapi tidak sering rintiknya turun ke jalan. Hari Senin pun dimulai.
Senin berjalan dengan cepat, tak banyak yang dibahas saat sekolah berlangsung. Hanya briefing untuk
peserta lomba dan sisanya kegiatan sekolah hanya diisi oleh murid-murid dibimbing oleh OSIS sekolah.
Hari ini mereka free tanpa ada tugas. Karena besok adalah hari yang mereka tunggu.
Selasa, 7 Januari 2020
Hari tersebut tiba. Sada bangun pagi sekali. Ia bergegas mandi, berpakaian dan sarapan. Jantungnya
berdegup kencang sebab dia takut jika sesuatu terjadi saat ia melaksanakan lomba. Saat di perjalanan, ia
lebih banyak diam sambil memikirkan, “Bisa gak ya?”
Ibunya yang menyadari hal tersebut mengatakan, “Menang kalah urusan belakang, Sada. Yang penting
kamu sudah berusaha. Ibu bangga sama kamu, sudah bisa mengikuti lomba sampai ketahap nasional. Keren
banget, nak! Nanti mau ibu pamerin ah. Hahaha!” kata ibunya sambil menyemangati Sada. Ia fokus
menyetir, menatap jalanan Jakarta yang mulai padat dengan pengendara mobil dan motor. Cuaca hari ini
cukup bagus, Ibu Sada berharap agar tidak turun hujan saat ceremony berlangsung. Sada, yang disemangati
hanya tertawa kecil. Ia sudah mulai lega, walaupun dia masih sedikit gugup. Ia menghiraukan kegugupan
itu sambil bernyanyi-nyanyi. Ibunya tersenyum senang karena anak gadisnya sudah tidak gugup lagi. Ia
percaya, bahwa Sada pasti bisa. Tak terasa, gerbang Stadion Gelora Bung Karno sudah terlihat di depan
mata mereka.
Ramai. Itulah yang ada dipikiran Sada saat itu. Banyak sekali peserta dari seluruh Indonesia di Stadion
tersebut. Mereka semua mempersiapkan dengan mantap, agar saat lomba bisa maksimal penampilannya.
Sada turun dari mobil, menunggu ibunya yang sedang membuka bagasi dan mengangkat bawaan Sada
untuk lomba. Mereka berdua mencari keberadaan sekolah Sada. Sampai akhirnya, Sada bertemu dengan
Bu Ina. Bu Ina dan Ibu Sada bersalaman, bertukar cerita lalu tertawa. Sementara itu, Sada celingukan
mencari batang hidung seorang Kasyara Halinka. Dimana dia? Saat berkeliling mencari Asya diantara anak-
anak sekolahannya, ia menemukan keberadaan seorang Asya yang sedang minum sambil bercanda dengan
Albert juga Jaya. Wah, mereka datang.
“Sada!” sapa Asya saat melihat Sada. Sada hanya tersenyum lalu menghampiri mereka.
149
“Eyyy nona Sada, batikmu bagus sekali.” Puji Albert sambil melihat model baju batik Sada, bertepuk
tangan. Sada yang dipuji, hanya tersipu malu, sambil mengatakan terimakasih. Ia setuju dengan perkataan
Albert. Bajunya memang bagus sekali. Ibunya Sada yang menjahit batik itu sendiri. Ternyata alasan ibunya
pergi ke Tanah Abang, yaitu membeli bahan Batik untuk dijahit.
Tak lama kemudian, terdengar pengumuman dari dalam Stadion, Opening Ceremony akan berlangsung.
Bagi yang mengikuti Lomba dan Festival menuju aula dan diberi briefing. Ibu Sada pamit ke Bu Ina dan
menuju ke dalam Stadion, sambil berjalan ia menghampiri Sada dan berkata, “Semangat Sada, kamu pasti
bisa!” Sada tersenyum, mengucapkan terimakasih.
Pukul 09.00, Opening Ceremony berlangsung.
“Ladies and Gentlemen, please stand up to sing the National anthem of Indonesia Raya!”
“Hadirin sekalian, dipersilahkan berdiri untuk menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya!”
Indonesia tanah airku. Tanah tumpah darahku. Disanalah aku berdiri. Jadi pandu ibuku. Indonesia
kebangsaanku. Bangsa dan Tanah Airku. Marilah kita berseru. Indonesia bersatu. Hiduplah tanahku.
Hiduplah negriku. Bangsaku Rakyatku semuanya. Bangunlah jiwanya. Bangunlah badannya. Untuk
Indonesia Raya.
Indonesia Raya. Merdeka! Merdeka! Tanahku negriku yang kucinta. Indonesia Raya. Merdeka! Merdeka!
Hiduplah Indonesia Raya. Indonesia Raya. Merdeka! Merdeka! Tanahku negriku yang kucinta. Indonesia
Raya. Merdeka! Merdeka! Hiduplah Indonesia Raya.
Lagu kebangsaan itu memenuhi seluruh Stadion Gelora Bung Karno, semuanya tampak khidmat. Hormat
kepada sang Merah Putih.
“Thank you, please be sit it.”
“Terimakasih, hadirin dipersilahkan duduk kembali.”
Gelora Bung Karno ramai dengan gerumuh tepuk tangan. Penampilan matang yang disiapkan untuk
Festival sangat keren. Semuanya terlihat senang dan tertawa saat menyaksikan penampila tersebut. 15 menit
kemudian Presiden Indonesia, Pak Joko Widodo meresmikan acara Festival Bahasa dan Sastra. Semua
tepuk tangan.
Dibalik itu, terdapat peserta lomba yang sedang gugup menunggu giliran mereka dipanggil untuk
menampilkan bakat mereka.
“Sada!”
Sada yang sedang gugup menoleh, rupanya Asya, Albert dan Jaya. Sada kaget, bukannya tidak boleh ada
yang masuk selain peserta lomba? Asya yang mengerti tatapan tersebut menjelaskan, “Kita udah dapat izin,
ga gampang dapetnya. Alhamdulillah banget, biar bisa nemenin lu. Gue tau pasti lu gugup banget. Hahaha.”
Tawa Asya sambil merangkul sahabatnya itu. Albert dan Jaya ikut tertawa. Sada melotot sambil mencubit
pelan lengan Asya, “Lu jangan buat gue makin panik.”
Semuanya tertawa, “Urutan ke berapa, Sa?” tanya Jaya.
150