TTS i
Serly Daud ii Kata Pengantar umah Sakit Umum Daerah (RSUD) Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango adalah merupakan salah satu dari 2 (dua) buah rumah sakit yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo, yang memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat di wilayah Kabupaten Bone Bolango bahkan dari luar provinsi Gorontalo seperti Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Salah satu Rumah Sakit Umum Daerah yang ada yakni RSUD Tombulilato berada di daerah pesisir pantai yang sangat jauh dari ibukota Kabupaten Bone Bolango sehingga tidak dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat di wilayah 18 kecamatan Rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan mengacu pada service excellent yang dilaksanakan oleh perawat. Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat professional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi biopsiko-sosio-kultural dan spiritual yang dapat ditunjuk pada individu dan masyarakat dalam rentang sehat, sakit. Tugas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan rencana tindakan, mengevaluasi hasil asuha keperawatan, mendokumentasikan asuhan keperawatan, berperan serta dalam melakukan penyuluhan. Panduan ini menyajikan model Teen, Twenty dan Seventy (TTS) pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis service excellent yang diharapkan dapat menjadi salah satu literature bagi masyarakat dalam meningkatkan pelayanan prima pada bidang kerja yang digelutinya. Penulis R
TTS iii Daftar Isi Halaman Sampul – i Kata Pengantar – ii Daftar Isi – iii Bab I Pendahuluan – 1 Bab II Kompetensi Perawat – 10 A. Kompetensi – 10 B. Perawat – 10 C. Standar Kompetensi Perawat – 13 Bab III Service Excellent – 24 A. Konsep Service Excellent – 24 B. Pelayanan Kesehatan – 31 C. Pelayanan Keperawatan Prima – 34 Bab IV Model Teen, Twenty dan Seventy (TTS) Pengembangan Pendidikan Dan Pelatihan Kompetensi Perawat Berbasis Service Excellent – 38 A. Input – 38 B. Proses – 42 C. Evaluasi - 49 D. Output – 49 E. Outcome – 49 Bab V Penutup – 53 Daftar Pustaka - 54
TTS 1 BAB I Pendahuluan eningkatan kualitas pelayanan publik merupakan kewajiban yang tidak bisa ditunda-tunda oleh pemerintah karena pada dasarnya inti dari hadirnya sebuah pemerintahan bertujuan untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik bagi masyarakat. Pelayanan Kesehatan sebagai salah satu pelayanan publik yang sejak pemerintahan terbentuk sampai dengan saat ini merupakan pelayanan yang sangat dicari dan dibutuhkan oleh masyarakat umum, baik dia adalah masyarakat kelas atas maupun kelas bawah sangat membutuhkan pelayanan ini. Kemampuan Rumah Sakit sebagai organisasi pemerintah dalam memberikan pelayanan Kesehatan terbaik untuk memenuhi harapan masyarakat merupakan cerminan yang menunjukkan kualitas pelayanan dari Rumah Sakit tersebut sekaligus merupakan cerminan dari kualitas dan kompetensi aparatur pemerintah yang terlibat di dalamnya. Rumah sakit merupakan institusi yang merupakan bagian integral dari organisasi kesehatan dan organisasi sosial yang berfungsi mengadakan pelayanan kesehatan yang lengkap, baik kuratif maupun preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap melalui kegiatan medis serta perawatan. Rumah sakit adalah tujuan terakhir apabila pelayanan yang diberikan oleh Fasilitas Kesehatan (Faskes) tingkat pertama seperti dokter keluarga, Klinik Pratama maupun Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dan faskes tingkat kedua sudah tidak bisa menangani lagi. Tidak bisa dihindari, kebutuhan pelayanan kesehatan diperlukan oleh berbagai lapisan masyarakat. Semua masyarakat perlu menjaga kesehatan agar mampu menjalani segala aktivitas. Menyadari pentingnya peningkatan kualitas pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit ini, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang menekankan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Dan P
Serly Daud 2 untuk mencapai pelayanan Kesehatan paripurna tersebut, Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal untuk kepuasan pasien yaitu di atas 95%. Bila ditemukan pelayanan kesehatan dengan tingkat kepuasan pasien berada di bawah 95%, maka dianggap pelayanan kesehatan yang diberikan tidak memenuhi standar minimal atau tidak memenuhi standar kualitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu setiap pelayanan Kesehatan yang diberikan harus sesuai dengan standar kepuasan pelayanan kesehatan sebagaimana ditetapkan secara nasional oleh Departemen Kesehatan yang secara khusus mengembangkan konsep “customer oriented” yaitu sebuah konsep yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan konsumen, sehingga pihak rumah sakit sebagai pemberi layanan dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik guna memberikan rasa puas pada pasien. Pelayanan Kesehatan terbaik dan paripurna ini membutuhkan dukungan dari sumber daya manusianya terutama perawat yang bahkan harus tersedia selama 24 jam untuk merawat pasien. Bentuk dukungan dimaksud diantaranya dukungan dari sisi kompetensi dari perawat dalam memberikan pelayanan terbaik dan paripurna. Peningkatan kompetensi perawat sangat berpengaruh terhadap mutu pelayanan di rumah sakit seperti yang di amanatkan dalam Undang undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan Kesehatan khususnya pelayanan rujukan yang ada di rumah sakit adalah bagian dari pelayanan publik yaitu pelayanan jasa. Menurut Level dan Loomba (2014: 231) bahwa pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat. Pelayanan kesehatan juga terbagi ke dalam beberapa macam bentuk dan jenis yang berbeda tingkat pelayanan dan juga kemampuan dalam melayani. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shalahudin (2020: 73) bahwa faktor yang dihadapi oleh RSUD Ahmad Ripin Kabupaten Muaro Jambi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terhadap pasien rawat
TTS 3 inap peserta BPJS Kesehatan yaitu masih kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Sehingga fasilitas penunjang yang ada di RSUD Ahmad Ripin Kabupaten Muaro Jambi belum dapat digunakan secara maksimal. Hal ini menjadi suatu kendala yang cukup besar dalam upaya rumah sakit untuk meningkatkan pelayannya.Selain itu, kendala lain yang dihadapi khususnya pada bagian Instalasi Rawat Inap RSUD Ahmad Ripin adalah masih belum terjadwalnya waktu visite dokter. Hal tersebut terjadi karena masih kurangnya tenaga medisyang ada, sehingga jadwal visit dokter terhadap pasien rawat inap kondisional tergantung kapan dokter yang bersangkutan selesai melakukan praktik di bagian poli. Kurangnya pelatihan yang didapat para perawat yang terbilang banyak jumlahnya. Padahal pelatihan tersebut menjadi kesempatan untuk mereka agar berbenah diri guna memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kurangnya perawat yang terlatih menjadi salah satu faktor penghambat kerja sama antara dokter dan perawat dalam memberikan penanganan kepada pasien. Dokter tidak dapat langsung menangani melainkan pasien harus menunggu terlebih dahulu Terkait dengan mutu pelayanan, terdapat beberapa komplain pasien yang berkaitan dengan kompetensi perawat seperti tindakan tertentu hanya hanya bisa dilakukan oleh perawat ahli sementara hal ini seharusnya dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas di unit pelayanan tersebut. Hal ini memberikan gambaran bahwa keluhan pelayanan sangat berkaitan dengan kompetensi staf sehingga dampaknya adalah pada kinerja dan mutu pelayanan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka rumah sakit perlu melakukan upaya upaya kongkrit dalam meningkatkan mutu pelayanan melalui pengembangan SDM kesehatan. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Toto Kabila sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten Bone Bolango melakukan pelayanan kepada pasien dengan optimal. Jenis-Jenis pelayanan yang diberikan adalah: (1) interna, (2) obsgyn, (3) bedah, (4) anak, (5) mata, (6) kulit kelamin, (7) urologi, (8) jantung, (9) saraf, (10) gigi, (11) fisioterapi, (12) THT, (13) hemodialisa, (14) umum, (15) jiwa dan (16) bedah saraf. Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan tanggan 4 Februari 2023 tentang pasien rumah sakit 3 tahun terakhir, bahwa terjadi peningkatan pasien setiap tahunnya. Tahun 2020, pasien rawat inap dan rawat jalan berjumlah 20.225 dan tahun 2022 meningkat menjadi 39.617 atau peningkatan sebesar 51%. Tahun 2023 meningkat menjadi 42.727 atau terjadi peningkatan sebesar 92,7%. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu
Serly Daud 4 adanya pelayanan yang maksimal dari perawat pada berbagai jenis penyakit yang diderita oleh pasien. Perawat merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional dan dipandang sebagai garda terdepan untuk menggerakkan pembangunan kesehatan, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, oleh karena itu, maju tidaknya kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat erat hubungannya dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia di dalamnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Toto Kabila tentang keadaan perawat bahwa perawat yang berstatus pegawai negeri sebanyak 84 orang, tenaga kontrak sebanyak 128 orang dan tidak terdapat tenaga part time. Jumlah tersebut belum dinilai masih kurang dalam melayani pasien yang setiap tahunnya bertambah. Oleh sebab itu perawat yang ada perlu dilakukan peningkatan kompetensinya melalui pelatihan baik secara mandiri maupun melalui program-program rumah sakit dan dinas kesehatan. Berdasarkan data dari unit pelatihan, jumlah perawat sebanyak 32 orang dan semuanya hanya tersertifikasi basic trauma cardiac life support dan belum ada yang memiliki pelatihan khusus gawat darurat. Pada unit intensive care, jumlah perawat yang bertugas sebanyak 17 orang dan tersertifikasi pelatihan ICU dasar hanya 9 dan hanya 3 orang yang tersertifikasi perawat sesuai standar ICU. Selanjutnya untuk unit bedah sentral atau kamar operasi, jumlah perawat yang bertugas sebanyak 15 orang dimana hanya 4 orang yang tersertifikasi perawat kamar operasi dan perawatan neonatal intensive care unit (NICU) dari 18 perawat yang bertugas hanya 1 orang yang tersertifikasi perawat NICU. Data tersebut menunjukkan kompetensi khusus perawat yang bekerja di areal perawat kritis, hanya sebagian kecil yang tersertifikasi. Uraian tersebut mengindikasikan bahwa RSUD Toto Kabila harus dapat meningkatkan kompetensi perawat melalui pelatihan. Namun pada pelaksanaannya, pengembangan kompetensi tersebut ditentukan oleh rumah sakit sehingga perawat tidak memiliki pilihan dalam mengembangkan kompetensinya. Selain itu. pelatihan yang dilaksanakan hanya bersifat structural dan manajerial serta terbatas pada permasalahanpermasalahan yang dihadapi oleh rumah sakit. Pelaksanaan pelatihan yang demikian tentunya tidak memberikan dampak bagi peningkatan kompetensi perawat. Malah pelatihan tersebut
TTS 5 menjadi beban bagi perawat. Di lain sisi harus mengikuti pelatihan dan disisi lainnya harus melayani pasien yang materi kompetensinya tidak diberikan pada pelatihan yang sedang dilaksanakan. Pelatihan tidak dilaksanakan secara kontinu yang nampak dari ketidak jelasan output dari kegiatan tersebut. Rancangan pelatihan menyesuaikan dengan program daerah sehingga antara pelatihan yang satu dengan yang lainnya tidak saling terkait. Pelatihan dilaksanakan disesuaikan dengan kebutuhan program pengembangan karir perawat bukan kebutuhan perawat terhadap peningkatan pelaksanaan pekerjaannya. Disadari bawah perawat mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Kenyataan yang ada perawat di rumah sakit Toto Kabila menerima materi yang sama dan tidak sesuai dengan kebutuhan dalam pelaksanaan pekerjaannya. Oleh sebab itu pimpinan rumah sakit Toto Kabila dalam menganalisis kebutuhan perawat dan memetakan kemampuan perawat agar dalam memberikan pelatihan sesuai kebutuhannya sehingga terjadi peningkatan kemampuan dalam pelayanan kesehatan. Pelatihan perawat tentunya membutuhkan anggaran yang cukup besar. Hal tersebut berkenaan dengan berbagai pembiayaan baik pengadaan sarana prasarana, materi, media, dan narasumber pelatihan. Rumah Sakit Toto Kabila melakukan penganggaran pelatihan perawat menyesuaikan dengan program Dinas Kesehatan Kabupaten Bone Bolango. Anggaran yang disediakan hanya cukup untuk beberapa pertemuan, sehingga pelatihan tersebut tidak optimal sehingga output yang diharapkan tidak tercapai. Keterbatasan anggaran yang tersedia menyebabkan pelatihan yang dilaksanakan oleh RSUD Toto Kabila difokuskan pada program yang akan dilaksanakan oleh rumah sakit. Hal ini tentunya tidak dapat mengakomodir kebutuhan perawat dalam mengembangkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, terutama pada peningkatan kompetensinya dalam bekerja. Kurangnya pelatihan yang diterima oleh perawat maka pelaksanaan pelayanan kesehatan seringkali dikeluhkan dari pasien. Keluhan yang diterima seperti keterlambatan perawat melakukan pelayanan, penampilan perawat yang dirasa tidak sesuai, komunikasi yang disampaikan kadang tidak sesuai dengan kondisi yang ada, dan bahkan terdapat keluhan pasien yang menyatakan perawat tidak bersedia melayani pasien dengan ikhlas.
Serly Daud 6 Berdasarkan hasil evaluasi kinerja pelayanan tahun 2022, peningkatan kompetensi masih menjadi rekomendasi utama bidang pelayanan. Keterbatasan anggaran masih menjadi kendala utama dalam meningkatkan kompetensi staf. Kendala lain adalah keterlibatan unit Diklat dalam meningkatkan kompetensi staf juga dirasakan belum optimal, disamping terbatasnya kegiatan pelatihan yang diadakan di daerah. Selain itu selama ini belum ada metode yang dinilai paling tepat dalam upaya meningkatkan kompetensi staf sehingga penugasan klinis yang diberikan belum optimal dilaksanakan di tingkat pelayanan. Menurut Undang-Undang Nomor 64 tahun 2014 tentang perawat pasal 62 bahwa perawat dalam menjalankan praktik harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada Kompetensi yang dimilikinya. Perawat yang ada dapat ditingkatkan kompetensinya melalui berbagai kegiatan pengembangan sumber daya manusia. Salah satu kegiatan pengembangan yang dilakukan adalah pelatihan. Rumah sakit harus melakukan pengembangan kompetensi perawat melalui unit pelatihan. Memiliki unit Pelatihan rumah sakit yang efektif sangat di butuhkan untuk menunjang operasional pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, namun tidak semua unit diklat dapat menyelenggarakan diklat secara baik sesuai dengan target dan harapan bersama. Pelatihan yang baik adalah diklat yang di laksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah penyelenggaraan pelatihan, berdampak pada peningkatan skil dan kompetensi sumber daya yang ada dan memberikan perubahan yang lebih baik ke depan. Selain itu, tantangan pengembangan sumber daya manusia (SDM) Aparatur di era society 5.0 menuntut lembaga-lembaga pelatihan pemerintah untuk berinovasi dalam menerapkan model-model pembelajaran yang telah terbukti efektif diterapkan oleh sektor swasta dalam meningkatkan kinerja pegawai. Dalam tataran pengembangan kompetensi, khususnya kompetensi perawat sesungguhnya memiliki tantangan dan hambatan yang cukup besar, diantaranya adalah banyaknya pelatihan maupun pengembangan kompetensi belum mampu mencapai target dalam peningkatan kompetensi perawat tersebut, akibatnya keluhan atas pelayanan di fasilitas Kesehatan tidak berkurang dan malah bertambah. Hal-hal ini turut mendorong perubahan paradigma pengembangan kompetensi, dari training and development ke arah learning and development, perubahan dari pendekatan orang yang memberikan pelatihan (instruktur-lead) ke arah fokus kepada peserta, serta dampak pengembangan kompetensi ke kinerja.
TTS 7 Paradigma Learning and development bertujuan untuk meningkatkan kinerja pegawai masing-masing baik secara kelompok dan individu. Pengembangan kompetensi bagi seluruh pegawai ini menjadi bagian dari strategi manajemen dalam menyelaraskan tujuan dan sasaran dengan visi misi organisasi. Paradigma baru ini memberikan ruang berkembangnya berbagai model pengembangan kompetensi. Service excellent merupakan salah satu pelatihan yang wajib dikembangkan dalam peningkatan pelayanan perawat di rumah sakit. Service excellent merupakan upaya memberikan layanan terbaik untuk yang berorientasi pada kepentingan pasien yang memungkinkan perawat mampu memberikan dan terciptanya kepuasan yang optimal. Tujuan penerapan service excellent yang dilakukan rumah sakit adalah: (1) memberikan informasi yang lengkap sesuai kebutuhan pasien, (2) memberikan pelayanan yang berkualitas untuk pasien atau klien, (3) menciptakan rasa percaya pada pasien terhadap produk barang maupun jasa yang dipasarkan, (4) menginformasikan sedetail mungkin tentang barang atau jasa yang ditawarkan. (5) menghindari timbulnya keluhan, tuntutan atau pengaduan dari pasien terhadap barang, jasa maupun rumah sakit. (6) agar menimbulkan loyalitas dan kepercayaan pada pasien untuk secara berulang menggunakan dan memakai barang atau jasa yang ditawarkan. Penerapan service excellent pada rumah biasanya memiliki beberapa aspek, secara umum aspek-aspek service excellent adalah: (1) penampilan, penampilan yang menunjang sangat diperlukan agar pasien merasa nyaman dan aman, misalnya resepsionis yang mmenggunakan pakaian rapi, satpam yang dilengkapi dengan alat pengamanan. (2) kesopanan dan ramah, perawat yang melayani pasien harus memiliki sopan-santun, sabar dan tidak egois saat bertugas tanpa membedakan status sosial maupun tingkat ekonomi. (3) kesediaan melayani, profesionalitaas seorang perawat dalam melayani pasien harus dimiliki dengan adanya rasa ingin dan siap melayani pasien sebagai mana mestinya. (4) pengetahuan dan keahlian, dalam melayani pasien, seorang perawat harus memahami dan memiliki pengetahuan maupun keahlian berdasarkan pada barang dan jasa yang ditawarkan. (5) tepat waktu dan janji, efisiensi waktu dalam melayani sangat diperlukan agar pasien tidak merasa waktunya terbuang denngan sia-sia. (6) kejujuran dan kepercayaan, hendaknya dalam setiap pemberian service excellent harus memiliki aspek kejujuran, baik dalam hal aturan, pembiayaan maupun dalam menyelesaikan pelayanan dengan tepar. (7)
Serly Daud 8 efisiensi, efisiensi dan efektivitas sangat dibutuhkan saat memberikan service excellent karena pasien terkadang menuntut hal-hal tersebut. (8) kepastian hukum, biasanya setiap hasil akhir pada service excellent yang diberikan, pasien memerlukan kepastian hukum agar timbulnya rasa aman dan terpercaya. (9) keterbukaan, keterbukaan sangat diperlukan agar pasien mendapatkan informasi yang jelas sesuai dengan apa yang dibutuhkannya. (10) biaya, penetapan biaya dalam pemberian service excellent haruslah wajar untuk menyesuaikan dengan daya beli masyarakat. Dari semua aspek service excellent, rumah sakit pastinya akan berbeda sesuai kebutuhan pasien. Contoh service excellent pada industri kesehatan, khususnya rumah sakit adalah dengan memberikan pelayanan yang jelas, terbuka dan memiliki kepastian hukum ataas suatu hal yang ilmiah agar pasien entah itu wali maupun pasien itu sendiri dapat memahami dengan jelas. Setiap rumah hendaknya menerapkan service excellent demi tercapainya berbagai macam visi dan misi rumah sakit hingga timbulnya kemakmuran dan kesejahteraan pegawai. Peningkatan service excellent oleh perawat di rumah sakit tentunya dilakukan melalui pelatihan yang berkesinambungan, bukan saja secara teoretis tetapi juga penugasan dan mentoring oleh rekan kerja atau oleh pimpinannya. Salah satu model pelatihan yang dapat digunakan adalah model 70:20:10. Menurut Jennings and Wargnier (2016:14), Model 70:20:10 telah banyak diterapkan pada rumah sakit-rumah sakit di negara-negara Eropa dan Amerika yang menjadi basis dari strategi pembelajaran organisasi dalam meningkatkan jumlah rumah sakit besar di beberapa tahun terakhir, termasuk rumah sakit yang memiliki merk ternama seperti Sun Microsystems, Goldman Sachs, Nokia, Maersk, Mars, Bank of America, Coca Cola, Microsoft, HP, Wal-Mart, Reuters, American Express, Caterpillar dan banyak lagi. Berbeda dengan di Indonesia, penerapan model 70:20:10 lebih banyak di terapkan di organisasi pemerintah khususnya lembagalembaga pelatihan. Lembaga pelatihan yang telah menerapkan model 70:20:10 ini antara lain Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI yang menerapkan dalam pelatihan-pelatihan kepemimpinan, Pusdiklat Pajak Departemen Keuangan RI yang menerapkan pada pelatihan Teknis Petugas Pemeriksa Pajak (PTP3), Pusdiklat BPS RI yang menerapkan dalam pelatihan teknis petugas BPS, dan BPSDM Provinsi Gorontalo yang menerapkan dalam pelatihan teknis pengelolaan asset daerah.
TTS 9 Pengembangan kompetensi perawat di fasilitas pelayanan kesehatan seperi rumah sakit menjadi sangat penting karena berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1 ayat (6) mengatakan bahwa ; Perawat adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan yang diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan, yang bisa dilakukan di tempat fasilitas pelayanan kesehatan. Kementerian kesehatan dalam pengembangan kompetensi perawat melakukan pelatihan baik dalam in service training maupun on job training. Pelatihan yang diselenggarakan di antaranya menggunakan model 70:20:10, dimana dengan model pelatihan ini porsi waktu pelaksanaan tugas lebih besar (70)%) dibandingkan dengan teori tatap muka (10%). Perawat diberikan pengetahuan dan langsung mempraktekkannya dalam melaksanakan pekerjaannya dengan diamati oleh fasilitator. Pada 20% perawat menerima pembelajaran melalui orang lain seperti: coaching, mentoring, komunitas praktis, dan bahkan dapat menggunakan collaboration platforms. Pengembangan SDM Perawat di RSUD Toto kabila kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo turut pula melakukan inovasi dalam meningkatkan kompetensi perawat. Kompetensi ASN yang unggul merupakan faktor yang sangat krusial dalam memastikan kemampuan pemerintah mengantisipasi sekaligus merespons lingkungan strategis. Pengembangan kompetensin memainkan peran tidak hanya untuk mengatasi permasalahan pada hari ini, tetapi juga untuk mempersiapkan masa depan. Manfaat yang diharapkan dari adanya pelatihan perawat adalah meningkatnya kompetensi pada aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan kepada pasien rumah sakit baik yang rawat inap maupun rawat jalan. Dengan adanya pelayanan yang maksimal maka visi dan misi rumah sakit toto kabila akan tercapai. Demikian pula halnya dengan pencapaian visi dan misi kesehatan nasional akan terwujud.
Serly Daud 10 BAB II Kompetensi Perawat A. Kompetensi enurut Djaman Satori (2017:22) menyebutkan kompetensi berasal dari bahasa inggris competency yang berarti kecakapan, kemampuan dan wewenang. Jadi kompetensi adalah performan yang mengarah pada pencapaian tujuan secara tuntas menuju kondisi yang diinginkannya. Menurut Wibowo (2017:110) menyebutkan bahwa kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai unggulan bidang tertentu Kompetensi dapat didefinisikan sebagai suatu karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berpenampilan superior di tempat kerja pada situasi tertentu (Nursalam, 2011: 48). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI Indonesia, 2016: 7) menguraikan kompetensi sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan didasari oleh pengetahuam, ketrampilan dan sikap sesuai dengan petunjuk kerja yang di tetapkan serta dapat terobservasi. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah sejumlah kemampuan yang harus dimiliki seseorang terutama pegawai untuk mencapai tingkatan pegawai professional Berdasarkan uraian tersebut maka kompetensi tenaga kesehatan merupakan karakteristik dasar tenaga kesehatan yang memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berpenampilan superior di tempat kerja pada situasi tertentu untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. B. Perawat Menurut Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/1/2010, bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di M
TTS 11 dalam maupun di luar negeri sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat yang mencakup siklus hidup manusia (Soemantri, 2012: 32). Menurut Wardah, Febrina, Dewi (2017) berpendapat bahwa perawat adalah tenaga yang bekerja secara professional memiliki kemampuan, kewenangan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Menurut Wardah, Febrina, Dewi (2017: 8) berpendapat bahwa perawat adalah tenaga yang bekerja secara professional memiliki kemampuan, kewenangan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus dalam pendidikan perawat baik di dalam maupun luar negri yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kewenangan untuk memberikan asuhan keperwatan pada orang lain. Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan sistem, hal ini dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat menetap. Peran perawat menurut Hidayat (2014: 49), terdiri dari: a) Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan b) Peran sebagai advokat pasien. Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi. c) Peran sebagai pendidik.
Serly Daud 12 Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. d) Peran sebagai koordinator Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien. e) Peran sebagai kolaborator. Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengindentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. f) Peran sebagai konsultan. Perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. g) Peran sebagai pembaharu. Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan Selain memiliki peran sebagaimana diuraikan di atas, perawat memiliki fungsi. Fungsi ialah suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan perannya. Fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan lain. Ada tiga jenis fungsi perawat dalam melaksanakan perannya, yaitu : independen, dependen dan interdependen (Potter dan Perry, 2015: 78). a) Independen Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (KDM). b) Dependen Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain sebagai tindakan pelimpahan
TTS 13 tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana. c) Interdependen Fungsi perawat ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun profesi lainnya (Potter dan Perry, 2015: 80) C. Standar Kompetensi Perawat Standar kompetensi perawat disusun oleh Persatuan Perawat Indonesia dengan harapan perawat dapat menghadapi era globalisasi, dengan standar kompetensi yang ekuivalen dengan standar-standar yang berlaku pada sektor industri kesehatan di negara lain serta dapat berlaku secara internasional.Terdapat tiga area kompetensi utama untuk perawat, yaitu praktik profesional, etis, legal dan peka budaya, pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan, serta pengembangan profesional. Standar Kompetensi Perawat terdiri atas 5 (lima) area kompetensi yang diturunkan dari gambaran tugas, peran, dan fungsi Perawat. Area kompetensi juga merupakan adaptasi dari 5 (lima) domains of the ASEAN Nursing Common Core Competencies yang merupakan kesepakatan seluruh negara-negara anggota ASEAN. Setiap area kompetensi ditetapkan definisinya, yang kemudian dijabarkan menjadi beberapa komponen kompetensi. Secara skematis sistematika Standar Kompetensi Perawat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1. Sistematika Standar Kompetensi Perawat Sumber: A Potter, & Perry, A. G. 2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,. Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC. Hal. 21
Serly Daud 14 Standar kompetensi perawat tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Area Kompetensi Ilmu Keperawatan merupakan sintesis dari ilmu biomedik, psikologi, sosial, perilaku, antropologi, dan budaya. Pelayanan/Asuhan Keperawatan yang berkualitas bagi masyarakat perlu mendapatkan jaminan standar kompetensi. Kompetensi Perawat mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan (soft dan hard skill). Kerangka kompetensi Perawat dikelompokkan dalam 5 (lima) area kompetensi. Area ini sesuai dengan 5 (lima) domains of the ASEAN Nursing Common Core Competencies sebagai berikut: 1) Praktik berdasarkan Etik, Legal, dan Peka Budaya 2) Praktik Keperawatan Profesional 3) Kepemimpinan dan Manajemen 4) Pendidikan dan Penelitian 5) Pengembangan Kualitas Personal dan Profesional (Kemenkes, 2020). Gambar 2. Area Kompetensi Perawat Sumber: A Potter, & Perry, A. G. 2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,. Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC. Hal. 24 2. Komponen Kompetensi a. Area Praktik Keperawatan berdasarkan Etik, Legal, dan Peka Budaya - Etik - Legal - Peka Budaya
TTS 15 b. Area Praktik Keperawatan Profesional - Manajemen Asuhan Keperawatan - Kualitas Praktik Keperawatan c. Area Kepemimpinan dan Manajemen - Kepemimpinan - Manajemen Pelayanan Keperawatan d. Area Pendidikan dan Penelitian - Pendidikan - Penelitian e. Area Pengembangan Kualitas Personal dan Profesional - Pengembangan profesional dan pendidikan berkelanjutan - Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 3. Penjabaran Kompetensi a. Area Praktik Keperawatan berdasarkan Etik, Legal dan Peka Budaya (a) Kompetensi inti: Mampu melakukan Praktik Keperawatan berdasarkan praktik etik, legal, dan peka budaya. (b) Lulusan Perawat mampu: Praktik Keperawatan Berdasarkan Etik meliputi: (1) Memahami konsep etik, norma, agama, budaya, hak asasi manusia dalam Pelayanan Keperawatan. (2) Menghargai perbedaan latar belakang agama, budaya, dan sosial antara Klien dengan Perawat. (3) Memprioritaskan kepentingan Klien dalam pemberian Pelayanan Keperawatan (4) Menjaga hak privasi Klien (5) Menjaga rahasia Klien yang diperoleh karena hubungan terapeutik. (6) Menjaga kesehatan diri Perawat sehingga tidak berdampak kepada Klien. (7) Menghindari konflik kepentingan dengan Klien dalam memberikan pelayanan kesehatan. (8) Menunjukkan sikap empati dan kepedulian (caring) dalam pemberian Pelayanan Keperawatan. (9) Menjaga dan membangun hubungan profesional sesama Perawat dan dengan profesi lain untuk Pelayanan Keperawatan bermutu. (10) Melindungi Klien dari pelayanan kesehatan yang tidak bermutu. (11) Berpartisipasi aktif dalam pengembangan keprofesian untuk menjaga kualitas Pelayanan Keperawatan (Potter dan Perry, 2015: 82). Praktik Keperawatan Berdasarkan Legal meliputi: (1) Memahami ketentuan peraturan perundangundangan yang
Serly Daud 16 berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan Keperawatan. (2) Melakukan Praktik Keperawatan profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan Keperawatan. (3) Menunjukkan sikap sadar hukum dalam pelayanan kesehatan dan Keperawatan (Potter dan Perry, 2015: 82). (c) Praktik Keperawatan Berdasarkan Peka Budaya - Menggunakan pendekatan budaya untuk meningkatkan mutu pemberian Pelayanan Keperawatan. - Mendorong kemandirian masyarakat dengan basis budaya setempat untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat (Soemanti, 2012: 28). b. Area Praktik Keperawatan Profesional (a) Kompetensi inti: Mampu melakukan Praktik Keperawatan secara profesional berdasarkan keilmuan Keperawatan. (b) Lulusan Perawat mampu: (1) Menerapkan ilmu biomedik, ilmu humaniora, ilmu Keperawatan, dan ilmu kesehatan masyarakat yang terkini untuk mengelola masalah Keperawatan secara holistik, terpadu, dan kontinum meliputi: (1) Pelayanan promosi kesehatan untuk individu, keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat. (2) Pencegahan masalah kesehatan umum dan khusus untuk individu, keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat. (3) Perumusan Diagnosis Keperawatan dan analisis masalah Keperawatan sesuai dengan standar Praktik Keperawatan (4) Sebagai landasan untuk penyusunan rencana intervensi dan evaluasi hasil Asuhan Keperawatan. (5) Intervensi Keperawatan sesuai masalah dan Diagnosis Keperawatan pada seluruh tatanan pelayanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan primer, sekunder, tersier, dan khusus. (6) Pelayanan pemulihan kesehatan individu, keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat untuk tercapainya derajat kesehatan yang lebih baik (Potter dan Perry, 2015: 80). (2) Memahami standar mutu yang digunakan dalam Pelayanan Keperawatan untuk melindungi Klien dalam pemenuhan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan, meliputi: (1) Rumusan masukan, proses, dan luaran dalam
TTS 17 pemberian Pelayanan Keperawatan untuk individu, keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat. (2)Mampu beradaptasi dengan ketersediaan sumber daya tanpa mengorbankan mutu Pelayanan Keperawatan untuk individu, keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat. c. Area Kepemimpinan dan Manajemen a) Kompetensi inti: Mampu melakukan praktik kepemimpinan, manajemen Asuhan Keperawatan dan manajemen Pelayanan Keperawatan. b) Lulusan Perawat mampu: Menerapkan konsep kepemimpinan dan manajemen dalam pengelolaan: (a) Asuhan Keperawatan individu, keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat. (b) Program kesehatan komunitas untuk tujuan promosi dan pencegahan masalah kesehatan. (c) Fasilitas kesehatan untuk menunjang Pelayanan Keperawatan. (d) Sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan finansial untuk Pelayanan Keperawatan bermutu. (e) Penyelenggaran Pelayanan Keperawatan personal, kolaborasi, institusional yang efektif, efisien, akuntabel dan terjangkau. (f) Masalah-masalah kesehatan dan kebijakan Pemerintah dalam bidang kesehatan dan Keperawatan dengan perumusan masalah dan pemilihan prioritas intervensi yang efektif dan efisien (Kemenkes, 2020). d. Area Pendidikan dan Penelitian (a) Kompetensi inti: Mampu melakukan praktik pendidikan dalam Keperawatan dan penelitan dalam bidang Keperawatan. (b) Lulusan Perawat mampu: (a) Memahami peran dan fungsi pendidik klinik (Preceptor) dalam pendidikan Keperawatan. (b) Memahami kebutuhan pendidikan dan keterampilan klinik dalam pendidikan Keperawatan. (c) Merancang dan melaksanakan penelitian sederhana dalam bidang Keperawatan. (d) Menerapkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu Asuhan Keperawatan. e. Area Pengembangan Kualitas Personal dan Profesional a) Kompetensi inti: Mampu melakukan pengembangan kualitas praktik personal dan profesional dalam bidang Keperawatan. b) Lulusan Perawat mampu: 1) Menyadari kebutuhan untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi
Serly Daud 18 Keperawatan melalui program pengembangan keprofesian berkelanjutan. 2) Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang Keperawatan untuk menunjang mutu Pelayanan Keperawatan. 4. Daftar Pokok Bahasan, Masalah, Diagnosis, Dan Keterampilan Keperawatan a. Daftar Pokok Bahasan (a) Area Praktik Keperawatan berdasarkan Etik, Legal, dan Peka Budaya a) Definisi dan lingkup Praktik Keperawatan b) Bioetik dalam Pelayanan Keperawatan c) Kode Etik Keperawatan Indonesia d) Hukum dan peraturan perundangundangan dalam bidang kesehatan dan Keperawatan e)Organisasi Profesi Keperawatan f)Sistem Pelayanan Keperawatan dan kesehatan g) Pengaruh sosial budaya terhadap kondisi kesehatan masyarakat h) Peran agama, moral, etika dalam Pelayanan Keperawatan dan kesehatan i) Penerapan lintas budaya dan pengaruhnya dalam Pelayanan Keperawatan dan kesehatan j) Hak dan kewajiban Perawat k) Hak dan kewajiban Klien l) Etik dan legal dalam penerapan teknologi terbarukan dalam pelayanan kesehatan (Potter dan Perry, 2015: 80) (b)Area Praktik Keperawatan Profesional a) Ilmu dasar Keperawatan, meliputi: 1) Anatomi dan fisiologi 2) Fisika dan biologi 3) Mikrobiologi dan parasitologi 4) Patologi 5) Biokimia 6) Farmakologi 7) Kesehatan reproduksi 8) Ilmu gizi 9) Promosi kesehatan 10) Ilmu psikososial 11) Ilmu hukum 12) Agama 13) Ilmu budaya dan sosiologi 14) Ilmu filsafat 15) Antropologi 16) Ilmu bahasa 17) Administrasi kebijakan kesehatan. b. Ilmu Keperawatan, meliputi: 1) Falsafah Keperawatan 2) Teori Keperawatan 3) Kebutuhan dasar manusia 4) Komunikasi 5) Proses Keperawatan 6) Dokumentasi Keperawatan 7) Traumatologi 8) Critical care 9) Informasi Kesehatan 10) Pendidikan dan promosi kesehatan 11) Manajemen 12) Patient safety 13) Medikal bedah 14) Kesehatan Anak 15) Kesehatan maternal 16) Kesehatan neonatal 17) Kesehatan perempuan 18) Ginekologi 19) Kesehatan jiwa 20) Kesehatan komunitas 21) Kesehatan keluarga 22) Kesehatan gerontik 23) Geriatri 24)
TTS 19 Kegawatdaruratan 25) Kebencanaan 26) Anestesiologi 27) Palliative care 28) Keselamatan dan kesehatan kerja 29) Kesehatan Matra 30) Kesehatan parawisata (kemenkes, 2020) (c) Area Kepemimpinan dan Manajemen; a) Manajemen Pelayanan Keperawatan b) Kepemimpinan dalam Keperawatan c) Case manajemen kasus d) Risk manajemen risiko e) Manajemen mutu (d)Area Pendidikan dan Penelitian meliputi: a) Metode pembelajaran orang dewasa b) Metodologi penelitian c) Biostatistik penelitian d) Penulisan dan publikasi ilmiah (e) Area Pengembangan Kualitas Personal dan Profesional, meliputi: a) Pengembangan Keprofesian berkelanjutan dalam bidang Keperawatan b) Teknologi kesehatan dalam Keperawatan c) Sistem informasi Keperawatan/kesehatan d) Isu terkini dalam perkembangan Keperawatan b. Daftar Masalah Daftar masalah yang disusun merupakan informasi dari Klien, keluarga atau profesi kesehatan lain sebagai acuan bagi institusi pendidikan Keperawatan dalam menyelenggarakan pendidikan Keperawatan agar lulusan mampu melaksanakan pengkajian untuk menemukan masalah Keperawatan dalam tatanan Praktik Keperawatan. Daftar masalah ini disusun berdasarkan masalahmasalah Keperawatan yang ditemukan pada tatanan Praktik Keperawatan. Daftar ini diperlukan untuk melatih dan membiasakan mahasiswa Keperawatan mengenali masalahmasalah yang akan dihadapi di dalam Praktik Keperawatan dengan menjadikan daftar tersebut sebagai pemicu diskusi dalam proses pendidikan Keperawatan (Potter dan Perry, 2015: 80). c. Diagnosis Daftar Diagnosis Daftar Diagnosis Keperawatan ini disusun sebagai acuan bagi institusi pendidikan Keperawatan, agar lulusan Perawat mampu menegakkan Diagnosis Keperawatan sesuai dengan masalah yang ditemukan pada tatanan Praktik Keperawatan. Daftar Diagnosis Keperawatan ini disusun berdasarkan masalah-masalah Keperawatan yang ditemukan pada tatanan Praktik Keperawatan. Penulisan Diagnosis Keperawatan ini menggunakan pendekatan berdasarkan
Serly Daud 20 klasifikasi dari International Council of Nursing Practice (ICNP), yang dibagi dalam lima kategori, yaitu Fisiologis, Psikologis, Perilaku, Relasional, dan Lingkungan (Kemenkes, 2020). Daftar Diagnosis Keperawatan ini disusun untuk menjadi acuan bagi institusi pendidikan Keperawatan untuk mempermudah mahasiswa dalam melakukan penilaian mengenai respons Klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialami oleh Klien (Potter dan Perry, 2015: 84). Tingkat kemampuan yang harus dicapai Tingkat Kemampuan 1: mengetahui dan menjelaskan Diagnosis Keperawatan Lulusan Perawat mampu mengenali dan menjelaskan karakteristik Diagnosis Keperawatan dan memahami cara melengkapi informasi dan data untuk menunjang penegakan Diagnosis Keperawatan. Tingkat Kemampuan 2: pernah melihat atau didemonstrasikan Diagnosis Keperawatan Lulusan Perawat mampu menetapkan/menegakkan Diagnosis Keperawatan dengan tepat dan merancang rujukan yang paling tepat bagi penanganan Klien selanjutnya, dan mampu melanjutkan intervensi Keperawatan pasca rujukan. Tingkat Kemampuan 3: menegakkan Diagnosis Keperawatan secara terampil di bawah supervisi 3A. Bukan gawat darurat Lulusan Perawat mampu menegakkan Diagnosis Keperawatan pada keadaan yang bukan gawat darurat, selanjutnya merujuk jika diperlukan penanganan lebih lanjut. 3B. Gawat darurat Lulusan Perawat mampu menegakkan Diagnosis Keperawatan pada keadaan gawat darurat untuk penyelamatan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada Klien, dan selanjutnya merujuk Klien setelah kondisi stabil. Tingkat Kemampuan 4: terampil menegakkan Diagnosis Keperawatan secara mandiri dan tuntas Lulusan Perawat mampu menegakkan Diagnosis Keperawatan tersebut secara mandiri dan tuntas. d. Keterampilan Keterampilan Keperawatan perlu dilatihkan sejak awal hingga akhir pendidikan Perawat secara berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan Perawat harus menguasai keterampilan Keperawatan untuk melakukan Asuhan
TTS 21 Keperawatan. Intervensi Keperawatan merupakan segala bentuk tindakan yang dikerjakan oleh Perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian untuk mencapai peningkatan, pencegahan, dan pemulihan kesehatan Klien individu, keluarga, dan komunitas (kemenkes, 2020). Keterampilan Keperawatan di dalam standar kompetensi ini dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan dalam rangka menyerap perkembangan ilmu dan teknologi Keperawatan yang diselenggarakan oleh Organisasi Profesi atau lembaga lain yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, demikian pula untuk keterampilan lain di luar standar kompetensi Perawat yang telah ditetapkan. Pengaturan pendidikan dan pelatihan kedua hal tersebut dibuat oleh Organisasi Profesi, dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkeadilan. Daftar Keterampilan Keperawatan ini disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi institusi pendidikan Perawat dalam menyiapkansumber daya yang berkaitan dengan keterampilan minimal yang harus dikuasai oleh lulusan Perawat (Potter dan Perry, 2015: 88). Daftar Keterampilan dikelompokkan menurut kategori dan subkategori untuk menghindari pengulangan. Pada setiap keterampilan ditetapkan tingkat kemampuan yang harus dicapai di akhir pendidikan Perawat dengan menggunakan Piramida Miller dimodifikasi dengan Standar Nasional Pendikan Tinggi Keperawatan (knows, knows how, shows, does). Gambar 3. Piramida Miller.
Serly Daud 22 Sumber: Somantri, I. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem. Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika hal 34 Menurut Somantri (2012: 35) Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan Lulusan Perawat mampu mengetahui dan mampu menjelaskan karakteristik keterampilan/tindakan Keperawatan meliputi uraian dan tata cara pelaksanaan tindakan Keperawatan. Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar mandiri, sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis. Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau didemonstrasikan Lulusan Perawat pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan/tindakan Keperawatan dalam tata cara pelaksanaan tindakan di laboratorium pendidikan dengan menggunakan alat peraga atau audio visual. Jika ditemukan masalah yang memerlukan keterampilan itu, mampu mengidentifikasi kebutuhan rujukan yang tepat. Selanjutnya mampu menerapkan langkah-langkah tindak lanjut pasca rujukan. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 2 (dua) dengan menggunakan ujian tulis pilihan berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis dan/atau lisan (oral test). Tingkat kemampuan 3 (Shows): Terampil melakukan atau terampil menerapkan di bawah supervisi Lulusan Perawat mampu melaksanakan keterampilan/tindakan Keperawatan di bawah supervisi atau koordinasi dalam tim, dan merujuk untuk tindakan lebih lanjut. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 (tiga) dengan menggunakan Objective Structured Clinical Examination (OSCE). Tingkat kemampuan 4 (Does): Terampil melakukan tindakan Keperawatan secara mandiri dan tuntas Lulusan Perawat mampu melaksanakan tindakan Keperawatan secara mandiri dan tuntas, dan berkolaborasi dengan profesi kesehatan lain jika diperlukan. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 4 (empat) dilakukan dengan menggunakan Work-based Assessment misalnya mini-CEX, portfolio, logbook, multisource feedback dan sebagainya.
TTS 23 Berdasarkan seluruh uraian di atas maka standar kompetensi Standar Kompetensi Perawat dapat menjadi acuan dan landasan bagi Perawat dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan Pelayanan Keperawatan yang terstandar di semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Selain hal tersebut di atas, standar ini dapat digunakan sebagai acuan dalam merancang dan melaksanakan program pendidikan Keperawatan di Indonesia. Penyelenggaraan pelayanan dan pendidikan Keperawatan di Indonesia dapat berjalan sesuai standar maka diperlukan adanya persamaan persepsi dan pemahaman terhadap standar kompetensi ini. Untuk pemanfaatan Standar Kompetensi Perawat ini diperlukan adanya dukungan kebijakan dari berbagai pihak dalam sosialisasi, implementasi, monitoring, dan evaluasi pada setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta institusi penyelenggara pendidikan Keperawatan yang meliputi: kompetensi komunikasi, pengembangan kompetensi dan service excellent
Serly Daud 24 BAB III Service Excellent A. Konsep Service Excellent elayanan prima merupakan terjemahan istilah ”excellent service” yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan. Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat (Djafri, 2018: 12) Menurut Zaenal dan Laksana, (2018: 72) pelayanan prima merupakan terjemahan istilah “excellent service” yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi layanan. Menurut (Immas, 2016: 39) Pelayanan prima adalah suatu pelayanan terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain pelayan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas yang sudah ditentukan. Menurut Semil dalam (Zulkarnain dan Sumarsono, 2018) kata pelayanan prima dalam bahasa inggris keseharian tidak disebut sebagai premium service, tetapi disebut dengan excellent service (pelayanan yang unggul, baik sekali) atau service excellent (keunggulan pelayanan, pelayanan dengan mutu yang baik sekali). Pelayanan prima (service excellent) adalah suatu pelayanan yang terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain, pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas. Pelayanan yang memenuhi standar kualitas adalah suatu pelayanan yang sesuai dengan harapan dan kepuasan pelanggan/masyarakat (Maddy, 2019; 8). Kemudian pendapat lain mengatakan bahwa pelayanan prima adalah kepedulian terhadap pelanggan. Jadi pelayanan prima pada dasarnya adalah rasa keperdulian organisasi yang berorientasi keuntungan (profit oriented) atau organisasi yang berorientasi sosial (nonprofit) terhadap pelanggan yang ditunjukkan dengan adanya sikap, perhatian, dan tindakan nyata, sehingga pelanggan merasa nyaman dengan pelayanan prima yang diberikan (Pratomo & Shaff, 2010; 107). P
TTS 25 Pelayanan prima (service excellent) adalah kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya agar mereka selalu loyal kepada Rumah Sakit. Sepuluh dimensi kualitas pelayanan yang telah dikemukakan para pakar pemasaran sebelumnya, dirangkum menjadi lima dimensi pokok, yaitu: Keandalan (realibility) yakni kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, peralatan, personel dan sarana komunikasi. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staff untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan tanggap. Jaminan (assurance), mencakup kesopanan, kemampuan dan pengetahuan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, bebas dari bahaya, resiko dan keraguan. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, kepedulian atau kesedihan karyawan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan (Ayuningrum, 2015: 4). Lebih lanjut dikemukakan oleh Zaenal dan Laksana (2018: 74-78) bahwa bentuk bentuk pelayanan prima yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang berjumlah puluhan/bahkan ratusan orang setiap hari oleh Rumah Sakit, secara teknis berbeda satu sama lain. Dari sekian ribu pelayanan itu, hanya sedikit yang terhitung sebagai pelayanan prima, karena memenuhi beberapa prinsip, yaitu: 1) Mengutamakan Pelanggan (Pasien) Pelanggan (pasien), sebenarnya adalah pemilik dari pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit. Tanpa pelanggan pelayanan tidak pernah ada, dan pelanggan memiliki kekuatan untuk menghentikan atau meneruskan pelayanan itu. Mengutamakan Pelanggan diartikan sebagai berikut: (a) Prosedur pelayanan seharusnya disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan (pasien), bukan untuk memperlancar pekerjaan petugas Rumah Sakit. Jika pelayanan ada pelanggan internal dan pelanggan external, maka harus ada prosedur yang berbeda dan terpisah keduanya. Pelayanan bagi pelanggan external harus diutamakan dari pada pelanggan internal. (b) Jika pelayanan memiliki pelanggan tak langsung selain langsung, maka dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai untuk keduanya. Pelayanan bagi pelayan tak langsung perlu lebih diutamakan (Zaenal dan Laksana, 2018: 74). 2) Sistem yang Efektif
Serly Daud 26 Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata, yaitu tatanan yg memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi Rumah Sakit. Jika perpaduan itu cukup baik, pelanggan (pasien) tidak merasakan bahwa mereka telah berhadapan dengan beberapa unit yang berbeda. Dari segi design pengembangan, setiap pelayanan selayaknya memiliki prosedur yang memungkinkan perpaduan hasil kerja dapat mencapai batas maximum. Pelayanan juga perlu dilihat sebagai sebuah system lunak (soft system), yaitu sebuah tatanan yang mempertemukan manusia yang Satu dengan yang lain. Pertemuan itu tentu melibatkan sentuhan-sentuhan emosi, perasaan, harapan, keinginan, harga diri, nilai, sikap dan perilaku. Agar kita dapat merebut hati konsumen, proses pelayanan sebagai “soft system” harus berjalan efektif, artinya mampu mengungkit munculnya kebanggaan pada diri petugas dan membentuk citra positif di mata pelanggan (Zaenal dan Laksana, 2018: 75). 3) Nilai semangat melayani dengan hati a) Semangat sebagai abdi Tuhan. Ketika kita melayani orang lain sebenarnya kita sedang melayani para utusan Tuhan yang dikirimkan secara khusus ke rumah sakit kita. Kita akan melayani mereka dengan penuh cinta kasih bila kita merasa sebagai hamba yang dikasihiNya, tanpa merasa kita sebagai hamba yang dikasihi Allah maka mustahil kita mampu mengasihi orang lain b) Semangattanpa pamrih. Ketika melayani, kita harus memberikannya secara tulus. Jangan melayani karena ada motif-motif tertentu. Memperoleh keuntungan materi, biar lebih dikenal orang atau keinginan menonjolkan diri. Jadi, ketika ada orang yang sedang membutuhkan sesuatu, kita berusaha melayani orang tersebut dengan penuh keikhlasan sebisa kita, bukan semau kita. c) Semangat tidak pilih-pilih. Pelayanan yang baik diberikan untuk semua orang tanpa memandang tingkat ekonomi, jabatan, suku, agama atau jenis kelamin. Kita juga diharapkan tidak pilih-pilih terhadap pelayanan yang kita lakukan. Meski pelayanan itu bukan yang disukai tetapi kita tetap mengerjakannya dengan senang hati. d) Semangat memberi. Melayani berarti memberikan sesuatu bukan mendapatkan sesuatu. Jangan pernah berpikir, kita akan mendapat apa dari pelayanan yang kita berikan lebih-lebih berharap keuntungan. Sebab jika demikian yang terjadi, kita hanyalah
TTS 27 pedagang, yang selalu menghitung untung dan rugi (Zaenal dan Laksana, 2018: 77). 4) Perbaikan Berkelanjutan Konsumen juga pada hakikatnya belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses pelayanan petugas Rumah Sakit. Berdasarkan catatan petugas Rumah Sakit, semakin baik mutu pelayanan yang diberikan, kadang-kadang akan menghasilkan konsumen yang semakin sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya yang semakin tinggi dan meluas. 5) Memberdayakan Pelanggan Memberdayakan pelanggan berarti menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumber daya atau perangkat tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari. Ketiga jenis pelayanan diatas memiliki peran yang sama penting dalam menciptakan citra keprimaan dari seluruh rangkaian proses pelayanan. 6) Pelayanan Menurut Prioritas Pengembangan Para petugas Rumah Sakit semuanya sudah memahami bahwa memuaskan pelanggan memang tidak mudah, dan untuk merebut hati pelanggan perlu melakukan pengembangan dengan menambah beberapa jenis layanan baru yang lebih menarik. Hanya saja pengembangan itu perlu terencana dengan baik agar diperoleh hasil yang optimum. Pelayanan memiliki tingkat-tingkat prioritas pengembangan sebagai berikut: Pelayanan Prima (service excellent) dapat dipahami sebagai melayani sebagai melayani lebih dari yang diharapkan, dengan memberikan perhatian kepada waktu, ketepatan, keamanan, kenyamanan, kualitas, biaya, proses, dan kepuasan. Seperti contoh ketika anda berharap mendapatkan uang sebesar Rp. 100.000,- tetapi ternyata anda mendapatkan Rp. 200.000,- dengan demikian anda akan merasa puas (Anorogo, 2013; 107). Pendapat lain menyatakan bahwa layanan prima adalah pelayanan dengan standar kualitas yang tinggi dan selalu mengikuti perkembangan kebutuhan pelanggan setiap saat, secara konsisiten dan akurat (Rahmayanty, 2013; 18). Dimensi kualitas pelayanan yang dikembangkan dan dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis. Dimensi-dimensi tersebut adalah Kinerja (performance) karateristik operasi pokok dari produk inti, Ciri– ciri atau keistimewaan tambah (features), Keandalan (reability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai,
Serly Daud 28 kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications) yaitu sejauh mana karateristik desain dan operasi memenuhi standar – standar yang telah ditetapkan sebelumnya, daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama suatu roduk dapat digunakan, serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta penanganan keluhan yang memuaskan, estetika yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. (Widyasari, 2019: 12). Manfaat pelayanan prima menurut Zaenal Mukarom dalam (Suminar dan Apriliawati, 2017: 21) pelayanan prima bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai acuan pengembangan penyusunan standar pelayanan. Dengan pelayanan prima, penyedia layanan, pelanggan dan stakeholder dalam kegiatan pelayanan akan memiliki acuan tentang bentuk, alasan, waktu, tempat dan proses pelayanan yang seharusnya. Upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat meliputi: (1) Acuan untuk pengembangan penyusunan standar pelayanan. (2) Acuan untuk pelayan, pelanggan dalam kegiatan pelayanan. Menurut (Frimayasa, 2017: 46) manfaat pelayanan prima adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan hubungan klien dan pelayanan publik. (2) Mempromosikan inovasi dan kreativitas dalam memberikan pelayanan. (3) Menghargai karyawan yang memberikan pelayanan prima. (4) Tingkat kepercayaan dalam pelayanan publik lebih tinggi. (5) Pelayanan prima yang diberikan dapat selalu dikenang atau dipikirkan oleh para pelanggan Menurut Daryanto dan Setyabudi, (2014: 211) pelayanan prima berfungsi sebagai: 1) Melayani pelanggan dengan ramah, tepat, dan cepat. 2) Menciptakan suasana agar pelanggan merasa dipentingkan. 3) Menempatkan pelanggan sebagai mitra usaha. 4) Menciptakan pangsa pasar yang baik terhadap produk/jasa 5) Memenangkan persaingan pasar. 6) Memuasakan pelanggan agar mau berbisnis lagi dengan perusahaan. 7) Memberikan keuntungan pada perusahaan. Menurut (Zulkarnain dan Sumarsono, 2018: 78) prinsip pelayanan prima merupakan salah satu cara untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan baik serta harmonis dengan pelanggan berdasarkan konsep triple A yaitu : 1) attitude (sikap), merupakan cerminan perilaku atau gerakgerik sesorang saat menghadapi situasi tertentu atau ketika berhadapan dengan orang lain. 2) attention (perhatian), merupakan pelayanan dengan
TTS 29 mencurahkan konsentrasi untuk lebih fokus kepada pelanggan yang dihadapi. 3) action (tindakan), merupakan perbuatan nyata yang merupakan bentuk konkret dari segala bentuk pelayanan sebelumnya (attitude-attention). Menurut (Firmansyah, 2017: 121) Prinsip-prinsip pelaksanaan pelayanan prima sebagai berikut: 1) efisien pelayanan dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan. 2) efektif dicegah adanya pengulangan kegiatan, kelengkapan persyaratan dalam kontek yang sama. 3) jelas prosedur dan tatacara, persyaratan, waktu penyelesaian dan rincian biaya perlu diinformasikan secara terbuka. 4) ekonomis dalam arti penetapan biaya pelayanan ditetapkan secara wajar. 5) kepastian waktu pelaksanaan pelayanan diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan diketahui oleh pelanggan. 6) akurasi produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. 7) aman selama proses dan memperoleh hasil layanan memberikan rasa aman dan nyaman serta menjamin adanya kepastian hukum. 8) adil jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin, distribusi yang merata, dan perlakuan yang adil 9) tanggung jawab lakukan pelayanan dengan penuh tanggung jawab, tidak mencari kambing hitam, menyalahkan pelanggan, dan banyak berkeluh kesah. 10) lengkap pelayanan secara lengkap tuntas, hindari menunda, memperlambat, mempersulit. 11) bersikap profeional di antaranya bersikap ramah, sopan, disiplin sehingga tercipta suasana pisik dan batin yang nyaman. Menurut (Daryanto dan Setyabudi, 2014: 79) unsur-unsur pelayanan prima terdiri dari: a. penampilan. personal dan fisik sebagaimana layanan front office memerlukan persyaratan seperti; wajah harus menawan, badan harus tegap atau tidak cacat, tutur bahasa menarik, familiar dalam perilaku, penampilan penuh percaya diri dan busana harus menarik. b. tepat waktu dan janji secara utuh dan prima petugas pelayanan dalam menyampaikan perlu diperhitungkan janji yang disampaikan kepada pelanggan bukan sebaliknya selalu ingkar janji. c. kesediaan melayani. sebagaimana fungsi dan wewenang harus melayani kepada para pelanggan, konsekuensi logis petugas harus benar-benar bersedia melayani kepada para pelanggan. d. pengetahuan dan keahlian. sebagai syarat untuk melayani dengan baik, petugas harus mempunyai pengetahuan dan keahlian
Serly Daud 30 1. kesopanan dan ramah tamah. Masyarakat pengguna jasa pelayanan itu sendiri dan lapisan masyarakat baik tingkat status ekonomi dan social rendah maupun tinggi terdapat perbedaan karakternya maka petugas pelayanan masyarakat dituntut adanya keramahtamahan yang standar dalam melayani, sabar, tidak egois dan santun dalam bertutur kepada pelanggan. e. Kejujuran dan kepercayaan. Pelayanan ini oleh pengguna jasa dapat digunakan sebagai aspek, maka dalam penyelenggaraannya harus transparan dari aspek kejujuran.Jujur dalam bentuk aturan, jujur dalam bentuk pembiayaan dan jujur dalam penyelesaian waktunya. Dari segi kejujuran ini petugas pelayanan tersebut dapat dikatagorikan sebagai pelayanan yang dapat dipercaya dari segi sikapnya, dari tutur katanya, menyelesaikan akhir pelayanan sehingga otomati pelanggan merasa puas. f. Kepastian hukum. Secara sadar bahwa hasil pelayanan terhadap masyarakat yan berupa surat keputusan, harus mempunyai surat legitimasi atau berupa kepastian hukum. Bila setiap hasil yang tidak mempunyai kepastian hukum jelas akan mempengaruhi sikap masyarakat, misalnya pengurusan KTP, KK dan lain-lain bila ditemukan cacat hukum akan mempengaruhi kredibilitas instansi yang mengeluarkan surat legitimasi tersebut. g. Keterbukaan. Secara pasti bahwa setiap urusan atau kegiatan yang memerlukan izin maka ketentuan keterbukaan perlu ditegakkan. Keterbukaan itu akan mempengaruhi unsur-unsur kesederhanaan dan kejelasan informasi kepada masyarakat. h. Efisiensi. Dari setiap pelayanan dari berbagai urusan, tuntutan masyarakat adalah efisiensi dan efektifitas dari berbagai aspek sumber daya sehingga menghasilkan biaya yang murah, waktu yang singkat dan tepat serta hasil kualitas yang tinggi. i. Biaya. Pemantapan pengurusan dalam pelayanan diperlukan kewajaran dalam penentuan pembiayaan, pembiayaan harus disesuaikan dengan daya beli masyarakat dan pengeluaran biaya harus transparan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. j. Tidak Rasial. Pengurusan pelayanan dilarang membeda-bedakan kesukaan, agama, aliran dan politik dengan demikian segala urusan harus memenuhi jangkauan luas dan merata.
TTS 31 k. Kesederhanaan. Prosedur dan tata cara pelayanan kepada masyarakat untuk diperhatikan kemudahan, tidak berbelit-belit dalam pelaksanaan. B. Pelayanan Kesehatan Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan (Barata, 2014; 30). Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk kegiataan pelayanan yang dilaksanakan oleh intansi pemerintah baik di pusat, di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai perundangundangan yang berlaku (KEPMENPAN 81/93). Menurut Daviddow dan Uttal (2019: 321) pelayanan merupakan kegiatan/keuntungan yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan kepada konsumen/costomer yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Dalam pelayanan yang disebut konsumen (costomer) adalah masyarakat yang mendapat manfaat dari aktivitas yang dilakukan oleh organisasi atau petugas dari organisasi pemberi layanan (Lukman & Sugiyanto, 2019; 4). Dengan demikian pelayanan adalah setiap kegiatan yang dimaksud untuk memberikan kepuasan nasabah, melalui pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabah. Unsur pelayanan dalam proses kegiatan pelayanan publik terdapat beberapa faktor atau unsur yang mendukung jalannya kegiatan. Menurut Sariatmodjo (dalam Djafri, 2018: 20), unsur-unsur tersebut antara lain: a). Sistem, Prosedur dan Metode Yaitu di dalam pelayanan publik perlu adanya sistem informasi, prosedur dan metode yang mendukung kelancaran dalam memberikan pelayanan Azas, prinsip dan standar pelayanan publikSecara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan publik yang professional Lebih lanjut Lijan Poltak Sinambela (dalam Djafri, 2018: :21) mengemukakan azas-azas dalam pelayanan publik tercermin dari: a) Transparansi Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah
Serly Daud 32 dimengerti. b). Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c). Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. d). Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e). Keamanan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama, Menurut Kusumapradja (2021: 43) sebesar 70% penyebab pelanggan tidak puas terhadap pelayanan kesehatan adalah karena perilaku manusia, untuk itu perlu dilakukan pembenahan dalam budaya organisasi sehingga setiap tenaga kesehatan mampu melaksanakan pelayanan yang prima. Pelayanan prima adalah memberikan kepada pelanggan apa yang memang mereka harapkan pada saat mereka membutuhkan, dengan cara yang mereka inginkan. Pelayanan prima ini hanya dapat dicapai dengan pelaksanaan yang mencakup komponen praktik yang bersifat : disiplin, inisiatif, respons, komunikasi, dan kerjasama serta berlandaskan sikap “caring” yaitu menekankan pada keteguhan hati, kemurahan hati, janji tanggung jawab yang mempunyai kekuatan atau motivasi untuk melakukan upayamemberi perlindungan dan meningkatkan martabat klien. Berdasarkan uraian tersebut maka lembaga kesehatan sebagai lembaga publik harus dapat melakukan pelayanan yang professional. Pelayanan kesehatan adalah salah satu bentuk pelayanan yang sangat penting dikalangan masyarakat. Menurut Levely dan Loomba (2013: 87) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam satu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit dan penyembuhan serta pemulihan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, maupun masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah segala upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit. Semua upaya dan kegiatan meningkatkan dan memulihkan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam mencapai masyarakat yang sehat. Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan dan derajat kebutuhan masyarakat (Consumer saticfaction) melalui pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan yang juga akan memberikan kepuasan dalam harapan dan kebutuhan pemberi pelayanan (Provider satisfaction) dalam institusi pelayanan yang diselenggrakan secara efisien (Institusional satisfaction) (Wulandari, 2016: 43)
TTS 33 Pelayanan kesehatan pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit. Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya–upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif), sehingga bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya Puskesmas atau Balai Kesehatan Masyarakat saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun secara tidak langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan (Sari, 2013: 91). Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 1 Ayat 12-15 menjelaskan mengenai beberapa jenis pelayanan kesehatan yaitu: a) Pelayanan Kesehatan Promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. b) Pelayanan Kesehatan Preventif Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. c) Pelayanan Kesehatan Kuratif Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. d) Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka Pelayanan kesehatan merupakan segala upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit. Semua upaya dan kegiatan meningkatkan dan memulihkan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam mencapai masyarakat yang sehat sehingga derajat kesehatan masyarakat meningkat sesuai yang diharapkan.
Serly Daud 34 C. Pelayanan Keperawatan Prima Pelayanan perawat merupakan elemen utama Rumah Sakit dan unit – unit kesehatan agar bisa bertahan di area globalisasi.Adapun pelayanan kepada masyarakat tentunya telah ada suatu ketetapan tatalaksanya. Prosedur dan kewenangan sehingga penerima pelayanan puas dengan apa yang telah diterimanya. Pelayanan keperawatan adalah pelayanan keperawatan professional yang memiliki mutu,kualitas,bersifat efektif, efesien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang memuaskan pelayanan atau masyarakat, maka akan di maka untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi (Karunia, 2016: 12). Apabila Rumah Sakit tidak memperhatikan kualitas pelayanannyamaka akan ditinggalkan oleh pelanggannya yang menyebabkan kerugian bagi semua pihak baik petugas,pengelola atau pemilik Rumah Sakitsehingga tidak mendapatkan pendapatannya. Pelayanan keperawatan adalah upaya untuk membantu individu baik yang sakit maupun yang sehat, dari lahir hingga meninggal dalam bentuk pengetahuan, kemauan, dan kemampuan yang dimiliki. Sehingga individu tersebut dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dan optimal (Yulianti, 2011: 8). Sedangkan pelayanan keperawatan professional dilaksanakan di berbagai tatanan pelayanan kesehatan, menjangkau seluruh golongan dan lapisan masyarakat yang memerlukan, baik di tatanan pelayanan kesehatan di masyarakat, maupun di tatanan pelayanan rumah sakit (Kusnanto, 2009, 54) Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat professional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi biopsiko-sosio-kultural dan spiritual yang dapat ditunjuk pada individu dan masyarakat dalam rentang sehat, sakit. Tugas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan rencana tindakan, mengevaluasi hasil asuha keperawatan, mendokumentasikan asuhan keperawatan, berperan serta dalam melakukan penyuluhan (Martini, 2007). Menurut Hidayat (2008: 112) pelayanan keperawatan dalam pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan dasar & rujukan sehingga meningkatkan derajat kesehatan. Pada lingkup pelayanan rujukan, tugas perawat adalah memberikan askep pada ruang atau lingkup rujukannya, seperti: asuhan keperawatan anak, askep
TTS 35 jiwa, askep medikal bedah, askep maternitas, askep gawat darurat, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pelayanan keperawatan dikembangkan bersifat berjenjang mulai dari keperawatan dasar sampai dengan keperawatan yang bersifat rumit atau spesialistik bahkan subspesialistik, disertai dengan sistem rujukan keperawatan sebagai bagian dari rujukan kesehatan yang efektif dan efisien. Pelayanan/asuhan keperawatan yang bersifat spesialistik, baik keperawatan klinik maupun keperawatan komunitas antara lain adalah keperawatan anak, keperawatan maternitas, keperawatan medical bedah, keperawatan jiwa, keperawatan gawat darurat, keperawatan keluarga, keperawatan gerontik, dan keperawatan komunitas. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dapat menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan. Menurut penelitian Huber (dalam Kamaruzzaman, 2009: 32) bahwa sebanyak 90% pelayanan yang dilakukan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang diberikan akan berdampak pada pasien sebagai penerima jasa layanan keperawatan. Dampak yang terjadi jika pelayanan keperawatan yang diberikan tidak baik yaitu pasien akan merasa enggan untuk kembali berobat ke rumah sakit tersebut. Pelayanan keperawatan adalah upaya yang dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima, sebuah rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia dengan kualitas baik. Pelayanan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang diberikan oleh suatu tim tenaga kesehatan, seperti Dokter, Perawat dan Bidan. Tim keperawatan merupakan anggota tim garda depan yang menghadapi masalah kesehatan pasien selama 24 jam secara terus menerus. Bentuk pelayanan dan asuhan keperawatan seyogianya diberikan oleh perawat yang memiliki kemampuan serta sikap dan kepribadian yang sesuai dengan tuntutan profesi keperawatan. Sehubungan dengan hal tersebut, tenaga keperawatan harus dipersiapkan dan ditingkatkan secara teratur, terencana, dan berkesinambungan (Aisyah, 2012: 39) Menurut Onny (dalam Akhtan, 2010) ada 5 aspek dari kualitas pelayanan perawatan prima yaitu:
Serly Daud 36 a) Aspek Penerimaan Aspek ini meliput sikap perawat yang selalu ramah, selalu tersenyum, menyapa semua pasien. Perawat perlu miliki minat terhadap seorang klien.. b) Aspek Perhatiaan Aspek ini meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan. Memiliki kepedulian terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasanpasien. c) Aspek Komunikasi Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus bias melakukan komunikasi yang baik dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi antara pasien dengan perawat dan adanya hububgan yang baik dengan keluarga pasien. d) Aspek Kerjasama Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjsama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. e) Aspek Tanggung jawab Aspek ini meliputi sikap perawat yang dalam tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten dan tepat dalam bertindak. Menurut Ghufran (2017: 2-5), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan prima adalah: a) Reliability (kehandalan) Kemampuan untuk memberikan pelayanan secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan. b) Responsiveness (cepat tanggap) Kemampuan untuk membantu konsumen menyediakan pelayanan dengan cepat sesuai dengan keinginan. c) Assurance (jaminan) Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau assurance. d) Emphaty (empati) Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen. e) Tangibles (kenyataan/berwujud) Penampilan fasilitas fisik, peralatan personal dan media komunikasi. f) Cost (biaya) perawatan yang mahal dan informasi yang terbatas yang dimiliki pasien dan keluarga tentang perawatan yang diterima dapat menjadi keluhan mereka.
TTS 37 g) High Personal Contact (komunikasi Pemahaman penggunaan jasa tentang pelayanan yang akan diterimanya, dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting. Nursalam (2011: 45-48) mengemukakan bahwa keberhasilan pelayanan kegiatan menjamin kualitas pelayanan keperawatan prima di pengaruhi oleh berbagai faktor yakni: a) Faktor pengetahuan Pengetahuan merupan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderan terhadap manisia umumnya di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dapat di ukur dengan wawancara atau angket terhadap responden tentang isi materi yang diukur. Dalam pengetahuan yang di ingin di ukur disesuaikan dengan tingkat pengetahuan kignitif. Pengetahuan tenaga perawat kepada kegiatan penjamin mutu pelayanan keperawatan merupankan kegiatan penilai,memantauatau mengatur pelayanan yang berorentasi pada pasien. b) Faktor beban kerja Bekerja adalah suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan dan aktifitas ini melibatkan baik fisik maupun mental.Beban kerja merupakan suatu kondisiatau keadaan yang memberatkan pada pencapaian aktifitas untuk melakukan suata aktifitas.Beban kerja perawat yang tinggi serta beragam dengan tuntutan instusi kerja dalam pencapaian mutu pelayanan yang di harapkan.untuk itu perlu adanya pengorganisasaan kerja perawat yang tepat dan jelas. c) Faktor komunikasi Komunikasi adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan mengahantar suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima (Nursalam, 2012: 46). Komunikasi dalam praktek keperawatan profesional merupakan unsure utama bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Adapunfaktor faktor yang mempengaruhi penerapan komunikasi terapeutik antara lain: Pendidikan, lamanya kerja, pengetahuan, sikap, kondisi psikologi. Berdasarkan seluruh uraian tersebut maka pelayanan keperawatan prima merupakan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawatan yang memberikan berdampak kepuasan pada pasien sebagai penerima jasa layanan keperawatan
Serly Daud 38 BAB IV Model Teen, Twenty, dan Seventy (TTS) Pengembangan Pendidikan Dan Pelatihan Kompetensi Perawat Berbasis Service Excellent odel Teen, Twenty dan Seventy (TTS) pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis Service Excellent di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango diuraikan sebagai berikut: A. Input Input pengembangan model Teen, Twenty dan Seventy (TTS)l pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis Service Excellent adalah; 1. Perencanaan Perencanaan dilakukan dengan melakukan analisis kebutuhan melalui observasi dan wawancara dengan direktur rumah sakit dan perawat di RSUD Toto Kabila. Analisis tersebut difokuskan pada kebutuhan perawat terhadap perkembangan manajerial pendidikan. Hasil observasi dan wawancara diperoleh data bahwa umumnya perawat memiliki kemauan yang tinggi dalam melaksanakan kegiatan service excellent di sekolah a. Analisis SDM a) Perekrutan Mentor Langkah-langkah analisis mentor adalah: (1) melakukan pendataan terhadap seluruh mentor/narasumber pelatihan, (2) melakukan pendataan melalui instansi terkait, (3) menghubungi calon mentor untuk memastikan kesediaannya menjadi narasumber. Di saat menghubungi mentor ini pihak pengembang mensosialisasikan kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan di RSUD Toto Kabila, kemudian meminta kesediannya untuk menjadi mentor. Persyaratan untuk menjadi narasumber adalah (1) sudah melaksanakan tugas mentor minimal satu tahun, (2) mampu melaksanakan kegiatan pelatihan dengan metode yang menarik M
TTS 39 b) Perekrutan Perawat sebagai Peserta Pelatihan Analisis perawat dimaksudkan untuk terdatanya perawat yang memiliki tujuan yang sama dalam mengikuti pelatihan, yaitu bertujuan untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap tentang pelayanan prima. Pihak yang dilibatkan dalam proses perekrutan ini adalah peneliti, Direktur RSUD Toto Kabila, dan perawat. Cara yang digunakan dalam perekrutan perawat ini adalah; (1) menghimpun data perawat yang datanya dapat diperoleh dari RSUD Toto Kabila. (2) menghubungi perawat untuk memastikan kesediaannya mengikuti pelatihan. Di saat menghubungi perawat ini pihak tim peneliti mensosialisasikan kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan, kemudian meminta kesediannya untuk mengikuti pelatihan. Apabila telah diperoleh mengenai kepastian dari perawat, maka ditetapkan nama perawat sebagai peserta. Persyaratan menjadi perawat adalah: (1) bertugas di RSUD Toto Kabila, (2) Memiliki Golongan Minimal IIIc (3) Mempunyai cukup waktu untuk melaksanakan pelatihan secara optimal, (4) Komitmen dalam melaksanakan pelatihan dari awal sampai dengan akhir b. Rancangan Materi Perancangan materi ini dilakukan dengan melakukan wawancara dengan Balai Pendidikan dan Pelatihan. Rancangan materi meliputi: Tabel 1. Rancangan Materi No Materi Sub Materi Alokasi Waktu 1 Komunikasi Efektif 1. Konsep, Teori dan Ruang lingkup Komunikasi 2 JP 2. Bentuk Komunikasi 2 JP 3. Komunikasi Efektif Tenaga Kesehatan 6 JP 4. Komunikasi SBAR 6 JP 5. Komunikasi Persuasif 4 JP 6. Komunikasi Terapeutik 6 JP 7. Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan 6 JP
Serly Daud 40 No Materi Sub Materi Alokasi Waktu 2 Pelayanan Prima 1. Pengertian Pelayanan Prima 2 JP 2. Pelayanan Prima Bidang Kesehatan 6 JP 3. Pelayanan Prima Keperawatan 8 JP Jumlah 48 JP c. Pemilihan Metode dan Teknik Pelatihan Metode dan teknik pelatihan dipilih dengan maksud untuk meningkatkan motivasi perawat sehingga secara antusias menerima materi pelatihan yang disampaikan oleh mentor. Pemilihan metode dan teknik pelatihan didasarkan pada materi-materi yang telah disepakati. Materi teori digunakan metode dan teknik pelatihan secara ceramah dan diskusi dan untuk materi-materi aplikasi digunakan metode dan teknik demosntrasi secara mandiri maupun kelompok d. Analisis Sarana Prasarana Sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pelatihan Model Teen, Twenty dan Seventy (TTS)l pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis service excellent dilaksanakan melalui pelatihan 70:20:10 adalah bahan ajar, serta penilaian dan angket respon. e. Analisis Tujuan Pelatihan Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah peningkatan kompetensi perawat dalam melaksanakan pelayanan prima atau service excellent meliputi kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap. 2. Pengorganisasian Pengorganisasian dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat melalui pelatihan TTS (teen, twenty, seventy) dimaksudkan agar mentor dapat melakukan kegiatan tugas, wewenang dan tanggung jawab di antara orang-orang untuk menjalankan rangkaian kegiatan yang sudah direncanakan. Implementasi kegiatan pengorganisasian di pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat melalui pelatihan TTS ini dilakukan: a) Pembentukan Struktur Organisasi Penyelenggaraan Pelatihan
TTS 41 Pembentukan struktur organisasi penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang ditugaskan untuk menyelenggarakan kegiatan pelatihan baik itu kegiatan administrasi maupun kegiatan proses pelatihan. Mereka ini terdiri dari penyelenggara pelatihan, dan mentor. Struktur organisasi penyelenggara pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat melalui pelatihan TTS. Adapun struktur organisasi penyelenggara TTS adalah sebagai berikut: Gambar 4. Struktur Organisasi Pelatihan TTS b) Pembagian Tugas Pembagian tugas pelaksanaan pelatihan TTS adalah sebagai berikut: (a) Penyelenggara - Melakukan administrasi persuratan termasuk pendataan terhadap kebutuhan pelaksanaan pelatihan model Teen, Twenty dan Seventy (TTS)l pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis Service Excellent - Melakukan orientasi terhadap lokasi pelatihan - Merancang program dan kegiatan pelatihan model Teen, Twenty dan Seventy (TTS)l pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis Service Excellent Penyelenggara Panitia Peserta Pelatihan Mentor/Narasumber Program Pelatihan Kegiatan Pelatihan Output/Outcome
Serly Daud 42 - Menentukan mentor dan perawat pelatihan model Teen, Twenty dan Seventy (TTS)l pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis Service Excellent - Mengorganisasikan pelaksanaan pelatihan model Teen, Twenty dan Seventy (TTS)l pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis Service Excellent - Mengamati pelaksanaan model Teen, Twenty dan Seventy (TTS)l pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis Service Excellent - Mengevaluasi pelaksanaan model Teen, Twenty dan Seventy (TTS)l pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis Service Excellent (b) Panitia - Membuat proposal dan mengurus perizinan. - Menyusun rencana kegiatan - Mengkoordinir jalannya suatu pekerjaan dalam pelatihan. - Memantau kegiatan yang dilaksanakan selama pelatihan - Mempersiapkan sarana dan prasarana pelatihan - Menyiapkan administrasi kegiatan pelatihan - Menyusun tata tertib pelaksanaan pelatihan - Melaporkan pelaksanaan kegiatan kepada penyelenggara (c) Mentor/Narasumber - Menyiapkan materi pelatihan dalam bentuk modul maupun bahan presentase - Menyiapkan assessment - Melaksanakan pelatihan sesuai dengan struktur yang telah ditetapkan oleh panitia - Memberikan laporan pelaksanaan kepada panitia (d) Peserta - Mengikuti seluruh program yang ditetapkan oleh panitia - Mengikuti seluruh materi yang disampaikan oleh mentor/ narasumber - Mentaati tata tertib yang ditentukan oleh panitia B. Proses Kegiatan pelatihan pada pelatihan keterampilan merupakan muara dari seluruh usaha/kegiatan yang telah dilakukan pada tahap perencanaan. Apa yang sudah dirumuskan dalam perencanaan merupakan acuan dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan.
TTS 43 Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman peserta pelatihan maka mentor dalam kegiatan pelatihan harus dapat menumbuhkan motivasi yang akan bermuara pada terbentuknya pemahaman implementasi model Teen, Twenty dan Seventy (TTS)l pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis Service Excellent dikalangkan peserta pelatihan. 1. Program Pelatihan Program pelatihan disusun bersama peneliti, akademisi, praktisi, mentor, dan peserta pelatihan. Program pelatihan yang disusun bersama itu meliputi Rencana Program pelatihan (RPP), jadwal, menyusun bahan/alat, media, dan fasilitas pelatihan lainnya yang diperlukan. (1) Rencana Pelaksanaan pelatihan (RPP), adalah rancangan pelatihan mata pelatihan per unit yang akan diterapkan mentor dalam kegiatan pelatihan. (2) jadwal belajar; jadwal belajar adalah uraian kegiatan yang mengatur urutan materi pelatihan, hari dan jam pelaksanaan pelatihan. (3) alat, bahan, media, dan fasilitas pelatihan digunakan sebagai sarana penunjang dalam kegiatan pelatihan; alat/bahan, media, dan fasilitas yang disiapkan disesuaikan dengan kebutuhan materi belajar. Pada program pelatihan ini pendekatan yang digunakan adalah andragogy dengan strategi problem based learning berbasis kontekstual. Pendekatan dan strategi tersebut adalah: a. Pendekatan Andragogi Penggunaan metode pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa berimplikasi pada penggunaan teknik pembelajaran yang dipandang cocok digunakan di dalam menumbuhkan perilaku warga belajar. Knowles mengklasifikasi teknik pembelajaran dalam mencapai tujuan belajar berdasarkan tipe kegiatan belajar, yakni; sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kegiatan belajar pada pendidikan orang dewasa masih merupakan kegiatan belajar yang paling efisien dan paling dapat diterima serta merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa belajar. Oleh karena, kegiatan belajar merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa, maka penggunaan metode belajar diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Metode belajar orang dewasa adalah cara mengorganisir peserta agar mereka melakukan kegiatan belajar, baik dalam bentuk kegiatan teori maupun praktek.
Serly Daud 44 Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar, harus (1) berpusat pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi. b. Strategi PBL Kontekstual Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan pada pada era globalisasi saat ini. Model pembelajaran ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah Adapun beberapa karakteristik proses Problem based learning diantaranya : 1) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran. 2) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang. 3) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang sebelumnya telah diajarkan atau lintas ilmu ke bidang lainnya. 4) Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru. 5) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning). 6) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. 7) Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi. 2. Kegiatan Pelatihan Urutan kegiatan dalam proses pelatihan Model Teen, Twenty dan Seventy (TTS)l pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis Service Excellent diterapkan ini meliputi: kegiatan teen, kegiatan twenty dan kegiatan seventy, sebagaimana gambar berikut:
TTS 45 Gambar 5. Model TTS Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat Berbasis Service Excellent Berdasarkan model TTS Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat Berbasis Service Excellent, diuraikan hal-hal sebagai berikut: a. Kegiatan Teen Kegiatan ini dilaksanakan pada tatap muka yang melibatkan mentor dan peserta pelatihan dengan berinteraksi langsung dalam proses pembelajaran. Pada kegiatan ini peserta pelatihan dan mentor melakukan diskusi terhadap materi pelatihan, dan sekaligus dasar untuk melaksanakan penugasan. Kegiatan teen dilaksanakan melalui tahap kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup sebagai berikut: Kegiatan pembukaan pelatihan meliputi: memulai pelatihan tepat waktu sesuai dengan jadwal pelatihan, berdoa bersama, memeriksa kehadiran peserta pelatihan, membina keakraban untuk mengkondisikan peserta pelatihan agar mereka siap melakukan kegiatan pelatihan (bentuk kegiatannya dapat berupa perkenalan mentor maupun peserta pelatihan itu sendiri agar menumbuhkan Teen Twenty Seventy Pretest 1. Kegiatan Pendahuluan 2. Kegiatan Inti 3. Kegiatan Penutup Postest 1. I do you watch 2. I do you help 3. You do I help 4. You do I watch (Keterampilan dan Sikap) 1. Concrete Experience (CE) 2. Reflection Observation(RO) 3. Abstract Conceptualization (AC) 4. Active Experimentation (AE) (Keterampilan dan Sikap)
Serly Daud 46 keakraban antara satu dengan lainnya, menanyakan kabar mereka, memberikan pujian atas kesediaannya untuk belajar), melakukan apresiasi dengan cara menghubungkan pengalaman keseharian dengan materi yang akan dipelajari dan menyampaikan tujuan pelatihan. Kegiatan ini meliputi: mentor menyampaikan bahan ajar secara berurutan dan sistematis dengan menggunakan pendekatan andragogi dan pendekatan partisipatif, mentor meminta umpan baik dari peserta pelatihan, mentor memantau kemajuan belajar peserta pelatihan, mentor mengamati dan membantu peserta pelatihan (perorangan atau kelompok) dalam pemecahan masalah, mengerjakan tugas-tugas atau demonstrasi, mentor memotivasi peserta pelatihan untuk penuh perhatian dan berpartisipasi dalam pelatihan, mentor memberikan motivasi seperti mengemukakan kepada peserta pelatihan mengenai keunggulan dan berbagai kemudahan yang diperoleh jika dapat mengimplementasikan model Teen, Twenty dan Seventy (TTS)l pengembangan pendidikan dan pelatihan kompetensi perawat berbasis Service Excellent, memperkuat hasil pelatihan dengan memberikan pujian kepada peserta pelatihan yang berpartisipasi, bertanya kepada peserta pelatihan tentang hal-hal yang belum jelas. Kegiatan penutup, berupa mentor melaksanakan evaluasi, melakukan rivew materi pelatihan yang dipelajari, menyampaikan kesimpulan, menutup pelatihan sambil mengucapkan terima kasih, permohonan maaf dan syukur kehadirat Allah SWT, menghimpun bahan dan hasil penilaian pada file khusus untuk digunakan lebih lanjut, menyimpan dan merapikan media/alat bantu yang digunakan, meninggalkan tempat dalam keadaan bersih dan teratur. b. Kegiatan Twenty Kegiatan twenty dilaksanakan dengan menugaskan peserta pelatihan pada praktek langsung dalam pelaksanaan pekerjaan sehubungan materi yang telah dipelajari melalui tatap muka (teen0). Pada kegiatan ini dilakukan pengamatan terhadap peserta pelatihan untuk mengetahui dan menganalisis keterampilan peserta dalam mengimplementasikan hasil pembelajaran pada tatap muka. Ada empat tahapan mentoring yang harus diketahui dan terapkan: (a)I do you watch Kegiatan yang dilaksanakan oleh mentor adalah: - Mentor memberikan contoh tentang perencanaan pekerjaan
TTS 47 - Mentor memberikan contoh tentang pelaksanaan pekerjaan yang efektif - Mentor memberikan contoh tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan - Mentor memberikan contoh tentang penyelesaian pekerjaan - Mentor memberikan contoh cara mengevaluasi pekerjaan Kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta pelatihan adalah: - Peserta mengikuti contoh tentang perencanaan pekerjaan - Peserta mengikuti contoh tentang pelaksanaan pekerjaan yang efektif - Peserta mengikuti contoh tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan - Peserta mengikuti contoh tentang penyelesaian pekerjaan - Peserta mengikuti contoh cara mengevaluasi pekerjaan (a)I do you help Kegiatan yang dilakukan oleh mentor adalah: - Mentor mengajar peserta membantu dalam pekerjaan - Mentor meminta peserta mempraktikkan secara langsung pekerjaan Kegiatan yang dilakukan oleh peserta pelatihan adalah: - Peserta membantu dalam pekerjaan mentor - Peserta mempraktikkan secara langsung pekerjaan (a)You yo I help Tahapan yang ketiga dalam 4 tahapan mentoring adalah dengan mengijinkan orang dimentori untuk mulai tampil dan melakukan tindakan. Disini peranan seorang mentor adalah membantu untuk terus mengarahkan supaya orang yang kita mentor ini tetap berada di jalur yang benar. (b)You do I watch Tahapan terakhir ini adalah tahapan dimana Anda sudah merasa yakin dengan kompetensi dan kapabilitas terhadap orang yang dimentori. Sehingga di tahapan ini, mentor sudah bisa melepas dan mengamati saja serta mementor calon pemimpin lainnya. Prinsipnya adalah bukan bisa atau tidak bisa, tetapi mau atau tidak mau Life to the Ful. Langkah-langkah pelaksanaan mentoring adalah sebagai berikut: - Pengenalan rekan kerja/lingkungan kerja - Pemberian tanggung jawab