The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by SKDAH 1, 2021-01-24 04:52:50

Surga di Andalusia

Surga di Andalusia

kemudian menjadi pengungsi abadi ini adalah pencipta syair Ibrani
gaya baru. Dengan karakter khas Andalusia yang dimilikinya, Samuel
tak hanya telah menulis ulang sejarah puisi Ibrani secara mendasar clan
monumental, tetapi juga menjadi bagian dari suatu pemandangan yang
disarati segala macam percobaan puisi. Ketika Samuel Nagid tengah
berada dalam perjalanan pulang dari kemenangannya pada peperangan
waktu itu, sambil menyusun untaian syair baru dalam pikirannya, pada
saat itu Samuel jelas telah menjadi bagian dari garda terdepan yang
tengah berkembang di Eropa. Segala bentuk gerakan yang terpisah,
tetapi sebenarnya searah itu, akhirnya berpengaruh pada perubahan
mendasar gambar peta dari bahasa-bahasa puisi kita, dengan terciptanya
ruang bagi segala macam bahasa ibu.

Pada akhirnya, revolusi dalam dunia persyairan ini memengaruhi
semua negeri Eropa, tetapi dampak tersebut mulai terasa pertama kali
di Semenanjung Iberia clan terus berjalan lancar sampai pertengahan
abad ke-11. Puisi Ibrani baru hanyalah salah satu dari beragam puisi
baru yang terbentuk di tanah-tanah pengasingan, menyusul runtuhnya
kekuasaan Kata Cordoba. Seiring dengan hilangnya tradisi-tradisi
tertata clan bersifat membatasi dari tatanan Umayyah lama, sebagai
gantinya terjadilah perubahan menyeluruh pada struktur populasi, lalu
bahasa, agama, clan gaya di wilayah semenanjung tersebut.

Di tengah berlangsungnya pertempuran terus-menerus antar­
kelompok penduduk maupun antarpemerintahan negara-kota, orang­
orang baru yang tak terduga terus bermunculan di setiap ruas jalan
clan hampir di setiap kota. Percampuran gaya dari setiap suku yang
berbeda ini menjadi semacam ciri khas menarik, yang tidak lama
kemudian menjadi gaya tempat ini yang dikenal bangsa-bangsa lain.
Pertikaian-pertikaian sepertinya telah mengakibatkan terjadinya
pertemuan-pertemuan baru clan perjumpaan-perjumpaan tak terduga.
Sekarang, penduduk Kristen Cordoba yang lama berpindah ke wilayah
pengasingan di utara.

Di sana mereka mendapati bahwa masyarakat yang seagama
dengan mereka jauh lebih asing daripada tetangga lama mereka yang
Muslim di Cordoba. Di wilayah utara tersebut para ahli teknik bangunan
beragama Islam yang sangat dicari, dipekerjakan untuk mendirikan

21

bangunan-bangunan bagus, termasuk gereja di kota-kota Kristen yang
baru. Selain itu, lagu-lagu Ibrani kini dapat terdengar, yang dinyanyikan
dengan aksen khas Arab. Persaingan yang berlangsung terus-menerus
antar-taifah juga mendorong perkembangan puisi clan setiap bentuk
seni lainnya-suatu persaingan, paling tidak secara tersirat, untuk
menggantikan kedudukan Cordoba.

Tak ada yang dapat menebak secara pasti berapa banyak di antara
para raja ini yang pernah secara serius berpikir bahwa mereka dapat
memiliki kekuatan politik clan militer yang diperlukan guna menyatukan
semenanjung tersebut. Sebaliknya, dapat dipastikan bahwa semua raja ini
memiliki impian bahwa mereka mungkin bisa menggantikan kedudukan
Cordoba sebagai pusat kebudayaan di semenanjung itu, agar mereka
dapat memenuhi istana-istana mereka, kota-kota mereka yang bertembok,
dengan para filsu( arsitek, musis� clan terutama sekali dengan para penyair,
yang dapat menjadikan kota mereka lebih bersinar terang dibandingkan
dengan bintang-bintang Andalusia lainnya. Syukur-syukur di antara para
penyair ini ada yang ahli juga dalam strategi militer clan sekaligus komandan
perang di lapangan.

Samuel Nagid bukanlah orang pertama dari generasi Yahudi­
yang telah mengalami proses arabisasi di Spanyol pada masa kekuasaan
Islam-yang menulis puisi dalam bahasa Ibrani tentang cinta,
peperangan, clan masalah-masalah keduniaan lainnya, selain tentang
tuhan clan kehidupan spiritual, seperti halnya puisi Arab yang mereka
warisi. Satu abad sebelumnya, ketika Hasdai bin Shaprut sedang
menduduki jabatan penting di istana Kekhalifahan Cordoba, seorang
pendatang perantau dari timur bernama Dunash bin Labrat telah
meletakkan dasar bagi terjadinya perubahan-perubahan radikal pada
masa depan.

Dunash datang dari Kata Baghdad, ibukota dari kekhalifahan
pesaing Umayyah di wilayah Timur, yakni 'Abbasiyah. Dapat dipastikan
bahwa Dunash datang ke Andalusia dengan penuh perasaan unggul
seorang Yahudi dari Timur-seperti halnya kaum Muslim yang
datang dari Timur. Akan tetapi, kemudian matanya terbelalak ketika
menyaksikan apa yang terdapat di ibukota kekhalifahan yang terletak
di wilayah Barat ini. Selama tinggal di Cordoba, Dunash memelopori

ide agar puisi Ibrani disusun seperti puisi Arab dengan menerapkan
semacam teknik-teknik formal yang sudah diketahui orang-orang
Yahudi.

Bahasa Ibrani, yaitu merupakan bahasa peribadatan orang Yahudi,
pada masa-masa sebelumnya praktis tidak pemah menjadi bahasa puisi
yang benar-benar hidup selama kurun waktu yang panjang. Karena,
sepanjang ingatan orang, bahasa Ibrani hanyalah bahasa doa, bahasa
agama, clan bahasa peribadatan. Hal yang mengagetkan Dunash adalah
adanya perbedaan yang sangat jauh antara lingkup bahasa Ibrani yang
sempit clan dunia bahasa Arab yang sangat luas. Perbedaan ini lebih dapat
dirasakan olehnya dibandingkan oleh orang-orang Yahudi yang tinggal
di wilayah tersebut. Hal ini dapat terjadi karena Dunash adalah orang
asing clan melihat daya hidup masyarakat intelektual Yahudi Cordoba
dari sudut pandang dirinya sebagai orang luar. Menurut Dunash, jalan
pertama yang harus dilakukan agar bahasa Ibrani dapat dipakai di luar
sinagoge adalah mengemasnya dalam bentuk clan gaya puisi bahasa
Arab. Dengan melakukan hal ini berarti Dunash telah menciptakan
sebuah revolusi awal.

Orang-orang Yahudi Cordoba sudah sangat puas dengan segala
yang dapat mereka lakukan pada bahasa Arab, sedari urusan kehidupan
publik mereka sampai pada pemenuhan kepentingan intelektual clan
sastra, sehingga mereka tidak terlalu bersemangat menjadi pembaru
bahasa Ibrani. Walaupun Dunash telah memunculkan bait-bait
sajak Ibrani model baru, yang ternyata kurang mendapat perhatian,
masyarakat Yahudi dari kalangan atas, baik secara intelektual maupun
sosial, masih tetap terpesona dengan kenikmatan clan keberhasilan
yang mereka peroleh dalam alam bahasa Arab yang tak terbatas selama
kekhalifahan tetap bertahan. Baru ketika di tanah pengasingan, yaitu di
taifah-taifah, dengan suasananya yang tidak mantap clan lebih merupakan
dunia pertualangan, tantangan bahasa Arab terhadap bahasa Ibrani
baru benar-benar dianggap serius.

Akan tetapi, jawaban atas tantangan tersebut bukan sekadar soal
menjadikan struktur ritme syair-syair Ibrani terdengar di telinga orang­
orang Yahudi Arab seindah clan sehebat struktur ritme syair-syair
Arab, yang sudah begitu banyak dihafal oleh orang-orang Yahudi Arab

23

tersebut. Persoalan yang paling inti adalah terkait dengan pertanyaan
"apakah kegunaan puisi", clan revolusi dalam bahasa Ibrani persis
didasarkan pada penghargaan mendalam orang-orang YahudiAndalusia
terhadap tenggang rasa clan keterbukaan yang terkandung dalam dunia
puisiArab. Pada tingkat yang lebih mendasar, seorang Yahudi yang saleh
dengan tidak malu-malu menyenandungkan ode pra-Islam atau syair­
syair erotis tentang manusia karena dia melihat seorang Muslim yang
saleh pun bisa melakukannya. Dengan kata lain, kesalehan clan puisi, di
dunia yang menjadi tempat bagi orang-orang Yahudi ini mendapatkan
pendidikan, hendaknya tidak dicampuradukkan satu dengan lainnya.
Dari pemahaman tersebut, dengan mengamati penggunaan bahasa
Arab sebagai bahasa agama sekaligus sebagai bahasa syair-syair sekuler,
clan dari pengakuan akan adanya kebutuhan mendasar bahwa bahasa
puisi sejati harus melindungi clan memelihara nilai-nilai yang saling
berlawanan maka syair Ibrani baru pun lahir pada abad ke-11.

Hal itulah yang menyebabkan orang-orang seperti Samuel
Nagid, clan barangkali juga hanya pada saat masa pengasingan di
wilayah Andalusia sendiri tersebut-saat mereka tidak lagi merasa
puas menerima proses arabisasi total, berbeda dengan ketika mereka
berada di C6rdoba-dapat secara penuh clan tegas menerima prinsip
nilai-nilai yang berlawanan bagi bahasa agama mereka sendiri. Dalam
penerimaan yang revolusioner clan ikhlas akan prinsip bertentangan ini
oleh seorang yang penuh percaya diri, bahasa Ibrani pun didefinisikan
ulang clan diolah menjadi bahasa yang mampu melampaui penggunaan
dalam bidang teologi clan peribadatan.

Sejak seribu tahun lalu, untuk kali pertama bahasa Ibrani dibawa
keluar dinding sinagoge clan menjadi bahasa serbaguna seperti bahasa
Arab, yang merupakan bahasa ibu masyarakat YahudiAndalusia. Sangat
menakjubkan, bahasa Ibrani ternyata dapat digunakan sebagai bahasa
puisi yang hidup clan menggairahkan, yang kita sebut sekuler, karena
orang-orang Yahudi yang sangat kaya yang telah puas menjadi bagian
dunia bahasa Arab pada masa kekhalifahan mendapati diri mereka
berada di sebuah dunia yang sama sekali berbeda. Di pihak kelompok
masyarakat lainnya, yaitu para Yahudi pelarian dari kekhalifahan
Cordoba, mereka ini menemukan kembali aspek-aspek yang menutupi

24

warisan tradisi sendiri clan menjadi yakin bahwa bahasa tuhan mereka,
seperti halnya bahasa kaum Muslim yang telah begitu lama mereka
gunakan clan akan terus dipakai, pasti sangat bisa digunakan untuk
keperluan selain sembahyang. Ironisnya, pada abad ke-11 teks-teks
kitab suci menjadi mungkin untuk dibaca seperti mendendangkan lagu­
lagu pop, berikut dengan segala kandungan erotisnya. Hal ini mungkin
dikarenakan orang-orang Yahudi yang saleh telah terlanjur menyukai
puisi cinta dalam bahasa Arab yang menyimpang dari kebiasaan, yang
suka disenandungkan oleh orang-orang Muslim yang saleh. Lebih
dari itu, sesuatu yang membuat bahasa Ibrani menjadi benar-benar
hebat adalah karena bahasa ini dapat juga digunakan untuk menulis
puisi mengenai topik-topik yang tidak berkaitan dengan agama, tetapi
juga mengenai tema-tema yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran­
a1aran agama.

Sewaktu Samuel Nagid memproklamirkan dirinya sebagai "David
pada zaman baru", dia benar-benar memahami maksud yang dia
katakan clan yang dilakukannya. Dia memimpin sebuah pasukan (yaitu,
pasukan Muslim); dia adalah pahlawan taifah-nya; clan dia dapat selamat
pulang ke rumah clan menuliskan semua perjalanannya itu ke dalam
syair-syair. Samuel juga menulis puisi tentang hal-hal lainnya, termasuk
cinta erotis, dalam bahasa "David zaman dahulu".

"DAN walaupun beberapa [baitnya] berbicara tentang gairah nafsu, dia
menulisnya dengan keimanan penuh," demikian komentar Joseph, anak
Samuel sekaligus penyunting pertama syair-syair karangan ayahnya.
Tidak diragukan bahwa yang diterangkan Joseph tersebut adalah puisi­
puisi seperti di bawah ini:

T'lah kuberikan segala yang kupunya untu.k si perayu. itu. yang telah

mengkhianatiku-

cintaku kepadanya terpatri dalam hatiku..
Dia berkata pack bulan yang meninggi:

"Kau [ihat betapa bersinamya diriku

dan berani untu.k di[ihat?"

Dan lingkaran teru.kir di langit

bak permata dalam genggaman seorang gadis berku[it gelap.

SULIT untuk menebak kepada siapa ditujukan ucapan Joseph, anak
Samuel Nagid, yang tertulis dalam kata pengantar bagi kumpulan syair
yang disunting olehnya, yang dinamakan Ben Tihillim (yang berarti
"Setelah Zabur", atau barangkali lebih tepat diterjemahkan dengan
"Zabur, sebuah Sekuel"). Ketika dia menekankan makna alegoris yang
terkandung dalam puisi-puisi erotis dalam antologi syair ayahnya itu,
apakah dia sedang berbicara kepada orang-orang Yahudi Granada
yang lebih rendah budaya daripada kelompok masyarakat Yahudi
keluarganya? Ataukah, dia sedang berbicara kepada anak cucunya,
kepada pembaca pada masa yang akan datang, sebagaimana halnya
orang-orang Yahudi ribuan tahun sebelum dirinya, mungkin akan
melupakan lagi bahwa bahasa Ibrani dapat menjadi bahasa puisi yang
menyentuh, atau mungkin akan melupakan lagi semua hal tentang
cinta David, tentang pelbagai macam syair-syairnya? Ataukah dia
mungkin berbicara kepada kelompok Yahudi lain pada masanya, yang
diketahui olehnya hidup jauh dari Andalusia, jauh di luar dunia puisi
Arab? Mereka akan mendengar lagu-lagu cinta seperti ini dalam bahasa
Ibrani untuk pertama kalinya. Dalam puisi Samuel clan juga dalam puisi
orang-orang yang mengikuti gayanya nanti, cinta ada di mana-mana,
berwajah banyak, clan kadang-kadang sangat sulit dimengerti keasyikan
clan sebab pemujaannya.

Sang Nagid adalah pemimpin pasukan yang kharismatik, clan juga
pemimpin para penyair. Akan tetapi, revolusi puisi dalam bahasa Ibrani
yang digerakkan oleh perdana menteri taifah Granada ini tidaklah
berjalan sendiri. Sang Nagid juga sama sekali bukan jiwa yang kesepian
di dunia taifah abad ke-11. Bahkan, "David pada zamannya" ini adalah
bagian dari pembuka gerbang menuju era puisi modern, puisi-puisi
yang ditulis dalam versi bahasa lisan yang dapat dikenali atau yang
kita sebut "bahasa sehari-hari" (vernacular'), Masa modern adalah masa
dunia penuh beragam pergolakan serta peristiwa kebangkitan di segala
bidang.

Peperangan-peperangan seperti yang diceritakan oleh Samuel
dalam syair-syairnya berlangsung terus-menerus di antara puluhan
pemerintahan kota yang saling bersaing clan terjadi di mana-mana di
seluruh semenanjung. Seolah-olah mengikuti persaingan yang terus­
menerus terjadi antara taifah, antara kota-kota Kristen satu sama lain
maupun antara berbagai taifah melawan kota-kota Kristen, bahasa
sehari-hari pun (atau yang secara puitis pernah disebut sebagai
"perbincangan umum") mulai memberontak melawan segala perintang
yang sudah lama ditimbulkan tradisi tulis-menulis bagi berkembangnya
sastra clan juga puisi.

Bahasa Ibrani hampir menjadi bahasa sehari-hari karena puisi­
puisinya selalu disenandungkan clan diungkapkan dengan aksen asli
orang Andalusia, bangsa yang bahasa "ibu"-nya adalah bahasa Arab.
Lirik bahasa Ibrani yang mereka pakai terdengar seperti bahasa
Arab. Mereka mendendangkannya dengan ritme bahasa Arab clan
mengucapkannya dengan aksen bahasa Arab pula. Artinya pada masa
ini, bahasa Arab klasik bukan lagi pemain tunggal di arena puisi. Di
sampingnya terdengar bahasa Arab jenis yang lain, seperti bahasa yang
tercampur clan terbentuk ulang karena percikan bahasa Latin lisan
yang kemudian menjadi bahasa Romawi, begitu juga terdapat bahasa
Ibrani yang telah tercampur clan terbentuk ulang karena percikan
bahasa Arab lisan yang disebut bahasa Mozarabik. Bahasa Mozarabik
yang merupakan bahasa asli orang-orang Kristen lama di Cordoba clan
juga banyak warga kekhalifahan lainnya, baik Muslim maupun Yahudi,
mulai terdengar dipakai dalam lagu-lagu bersama-sama dengan bahasa
Arab. Nun jauh di ujung utara-tempat ketika rekan-rekan Samuel
Nagid yang Muslim harus berperang bukan melawan kota-kota Muslim
lainnya, melainkan melawan kota-kota Kristen-satu bentuk bahasa
ibu lainnya yang berasal dari bahasa Latin lisan terdengar dipakai di
jalan-jalan umum. Bahasa-bahasa bentukan ini saat itu sedang bersiap­
siap untuk bergabung ke dalam jajaran kelompok bahasa puisi baru,
yang secara bersama-sama memproklamasikan-walaupun dengan
caranya masing-masing-bahwa Zaman mereka telah tiba.o

27


Click to View FlipBook Version